Anda di halaman 1dari 3

Tugas Ekonomi Moneter

Oleh: Nadia Dwi Novianti (1506727841)

The LIBOR Scandal

Pada tahun 2012, terjadi sebuah kejadian yang memprihatinkan bagi dunia keuangan global,
yaitu kasus manipulasi dan penetapan LIBOR atau London Interbank Offered Rate. Kasus ini
melibatkan beberapa bank besar di dunia khususnya di negara UK, antara lain Barclays, Citibank,
UBS, dan lainnya.

Skandal ini dibuka oleh investigasi yang dilakukan oleh Lembaga pengawasan keuangan terhdap
beberapa bank besar termasuk Barclays yang mengaku bahwa bank terbesar keempat di dunia
tersebut telah melaporkan suku bunga yang lebih rendah dari sebenarnya sejak tahun 2007 untuk
menentukan tingkat LIBOR. Tentunya karena tindakan ini, Barclays dikenakan denda sekitar 450
juta dolar AS.

LIBOR atau London Interbank Offered Rate adalah suku bunga rata-rata yang dihitung dari biaya
meminjam (cost of fund) dana jangka pendek tanpa jaminan (unsecured loans) yang harus
dibayar bank anggota asosiasi perbankan Inggris untuk meminjam dana kepada bank lainnya.
Setiap hari bank-bank terpilih (anggota British Bankers’ Association) ini menyerahkan laporan
perkiraan cost of fund (tingkat suku bunga) masing-masing untuk menentukan LIBOR. Anggota
dari BBA adalah bank-bank raksasa seperti Barclays, UBS, HSBC, JP Morgan, Citibank, dan lain
lain.

Perhitungan LIBOR diperoleh dengan menghilangkan empat teratas dan terbawah (upper an
dlower percentile) suku bunga yang dilaporkan lalu merata-ratakannya. Setiap hari, LIBOR
diumumkan untuk 15 jenis pinjaman yang dibedakan menurut jangka waktu pengembalian
(tenor) – yaitu dari satu hari atau overnight sampai satuh tahun, dan meliputi 10 jenis mata uang
berbeda diantaranya US Dollar, Euro, Poundsterling, dan Franc Swiss.
LIBOR itu sendiri digunakan sebagai referensi utama (benchmark) untuk suku bunga jangka
pendek di seluruh dunia. Ini menjadi salah satu alasan mengapa skandal ini sangat berdampak
kepada keuangan global. Karena LIBOR adalah referensi utama, kebanyakan produk finansial dan
derivative serta bermacam sekuritas dan kontrak keuangan seperti kartu kredit, pinjaman,
hipotek, student loan, menggunakan LIBOR sebagai acuan menentukan tingkat bunga. Nilai dari
transaksi keuangan yang menggunakan LIBOR sangatlah besar diperkirakan mencapai ratusan
triliunan US Dollar.

LIBOR menunjukkan biaya yang harus dibayar bank-bank besar dan telah terpercaya di dunia,
oleh demikian suku bunga yang dari pinjaman tersebut bemenjadi acuan biaya pinjaman
terendah yang berlaku. Kebanyakan bank lain atau institusi keuangan lainnya bunga produk
dengan memberikan suku bunga selisih diatas LIBOR untuk mengkompensasi risiko (risk
premium) dari jenis peminjam atau pinjaman yang berbeda beda.

Skandal yang terjadi di tahun 2012 ini sangat memprihatinkan. Bank-bank besar tersebut
menuliskan tingkat suku bunga yang lebih rendah daripada apa yang seharusnya dituliskan.
Walaupun dalam konteks ini angka yang dituliskan sifatnya masih berupa prediksi dan
kemungkinan, bukanlah suatu hal yang harus direalisasikan, namun banyak pihak yang dapat
mengambil keuntungan dari kesalahan ini.

LIBOR dijadikan sebagai acuan tingkat suku bunga bagi setiap negara di seluruh dunia, akibatnya
transaksi keuangan global yang terjadi di dunia mengikuti acuan yang salah dan dimanipulasi. Hal
ini jelas menimbulkan gangguan (distorsi) dalam keseimbangan.

Dalam ilmu ekonomi, distorsi adalah ketidaksempurnaan pasar dalam memproses kebutuhan
pasar sehingga membuat kondisi ekonomi tidak efisien. Kondisi ini dapat dilihat dari adanya
penyimpangan (deviasi) antara harga pasar yang bagus dan marginal cost yang sebenarnya
terjadi.

Pada kasus ini, biaya suku bunga akan menjadi lebih murah dan menguntungkan para peminjam.
Peminjam akan membayar lebih rendah daripada yang seharusnya dibayarkan. Di sisi lain,
pemberi pinjaman (tercakup masyarakat yang menabung) akan mendapatkan pemasukan bunga
yang lebih rendah daripada yang seharusnya diberikan.
Biaya yang murah pagi peminjam tentunya menjadi sebuah insentif bagi mereka untuk
meminjam dana lebih banyak lagi, entah dana itu digunakan untuk kegiatan usahanya, konsumsi,
atau investasi. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan kondisi ekonomi secara makro bisa
bergerak lebih bergairah. Namun, keadaan ini juga mendorong orang-orang untuk mengambil
risiko yang lebih besar dari kemampuan mereka. Selain itu, orang-orang juga akan menjadi
kurang berhati-hati dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa terjadi.

Skandal ini (yang berlangusng bersamaan dengan krisis keuangan) juga membuat masyarakat
lebih tenang karena suku bunga yang rendah menandakan bahwa keadaan internal dan
pendanaan perbankan sedang dalam kondisi yang baik-baik saja dan tidak akan terjadi bank run.
Sehingga para nasabah bank akan merasa aman menitipkan dananya di bank.

Menurut saya, konsekensi dari skandal ini sangat memprihatinkan karena keadaan ekonomi yang
membaik dan pandangan masyarakat bahwa bank dalam kondisi yang sehat sebenarnya adalah
salah. Saat ekonomi terkoreksi, peminjam dengan tingkat suku bunga mengambang (LIBOR + r)
akan mengalami kerugian. Misalnya, dari yang awalnya pada periode satu peminjam harus
membayar 3% saja, saat kasus ini terungkap dan LIBOR terkoreksi, suku bunga pinjamannya bisa
naik menjadi 7%.

Skandal ini merupakan salah satu kejadian yang tidak dapat diprediiksi oleh siapapun. TIdak ada
yang percaya bahwa LIBOR bisa dimanipulasi. Oleh karena itu, saat LIBOR terkoreksi, kenaikan
tingkat suku bunga pinjaman seperti contoh yang diatas tidak dapat diprediksi dan dapat
menimbulkan risiko gagal bayar dan likuiditas yang lebih tinggi.

Kini, keompok bank yang menentukan tingkat LIBOR menghadapi tuntutan-tuntutan hukum dari
pihak yang merasa dirugikan karena transaksi yang mereka jalani menggunakan acuan yang salah
atau tidak benar. Selain itu, dewasa ini juga masih ada sejumlah bank yang menghadapi
pemeriksaan otoritas pengawasan keuangan terkait isu tersebut.

Pelajaran yang bisa saya ambil dari kasus ini adalah, kebohongan ekonomi bisa terjadi dimana
saja, bahkan LIBOR yang merupakan acuan bagi seluruh negara. Kita harus lebih berhati-hati dan
sebagai ekonom kita seharusnya melakukan tindakan yang benar, etis, dan tidak merugikan
banyak pihak.

Anda mungkin juga menyukai