Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Fintech dan Industri Keuangan Syariah


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Keuangan Islam II
Dosen Pengampu: Arsyil Azwar Senja, L.C., M.E.I.

Disusun Oleh:
Indriya Zayinul Mukarromah (63020190107)
Early Aprilia Rahmawati (63020190182)
Ziyadaturrochmah (63020190185)

PROGRAM STUDI S1 EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan
berkahnya serta shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah memberikan tauladan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ”Fintech dan Industri Keuangan Syariah”.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman
yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu kami
megharapkan kritik dan saran yang membangun supaya makalah ini dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi.

Magelang, 6 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Pengertian Fintech...........................................................................................................3
B. Dasar Hukum Fintech Syariah di Indonesia....................................................................3
C. Jenis-jenis fintech di Indonesia.......................................................................................5
D. Keunggulan dan Kelemahan Fintech..............................................................................8
E. Dampak Fintech Syariah Terhadap Industri Keuangan Syariah.....................................9
F. Fintech Syariah di Indonesia.........................................................................................10
BAB III.....................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................14
A. Kesimpulan...................................................................................................................14
B. Saran..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan industri financial technology (fintech syariah) kian merebak untuk
menjawab kebutuhan pembiayaan pengguna yang menginginkan sistem syariah di
Indonesia. Industri fintech syariah pertama kali muncul pada tahun 2018 dan terus
bertambah seiring berjalannya waktu. Latar belakang munculnya Fintech adalah ketika
terjadi suatu masalah dalam masyarakat yang tidak dapat dilayani oleh industri keuangan
dengan berbagai kendala. Diantaranya adalah peraturan yang terlalu ketat seperti halnya
di bank serta keterbatasan industri perbankan dalam melayani masyarakat di daerah
tertentu. Jadi masyarakat yang jaraknya jauh dari akses perbankan cenderung belum bisa
terlayani oleh perbankan. Hal ini mengakibatkan perkembangan ekonomi yang tidak
merata. Berbeda dengan adanya Fintech, masyarakat terpencil pun bisa menggunakan
layanan keuangan yang berbasis teknologi, tanpa harus menempuh jarak yang jauh untuk
mendapatkan layanan keuangan.
Di Indonesia sudah banyak perusahaan startup yang menggunakan jasa Fintech
dan dikenal lebih baik jika dibandingkan industri keuangan lainnya yang memiliki aturan
yang terlalu kaku dan ketat. Sementara itu Fintech menggunakan teknologi, software dan
data yang tentunya lebih efektif dan efisien. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), hingga Desember 2019 industri fintech syariah telah memiliki 13.953 pengguna
dan kemungkinan terus bertambah. Saat ini terdapat 12 industri fintech syariah yakni
Alami, Ethis, Qazwa, BSalam, Kapitalboost, Duha, Syarfi , Berkah, Dana Syariah,
Papitupi, Ammana, serta Danakoo Syariah dan 1 penyelenggara fintech lending yang
memiliki produk syariah yakni In-vestree.
Keberadaan Fintech yang semakin berkembang sehingga muncul Fintech yang
berasaskan syariah serta memudahkan nasabah tentu saja akan berpengaruh terhadap
industri keuangan syariah formal seperti Bank Syariah,BPR Syariah, BMT dan industri
keuangan syariah formal lainnya dimana transaksi pada industri keuangan syariah formal
masih banyak menggunakan bukti fisik dalam transaksinya dan belum banyak
menggunakan kemajuan teknologi yang semakin berkembang. Hal ini akan menjadikan
industri keuangan formal menjadi kurang efektif karena biaya dan waktu yang dihabiskan
akan lebih banyak. Jika industri keuangan syariah tidak mampu berinovasi dan

1
memanfaatkan teknologi, maka akan tertinggal jauh oleh industri keuangan yang telah
mengeluarkan Fintech yang perkembangannya sangat cepat. Dalam hal ini terdapat
dampak Fintech terhadap industri keuangan syariah. Untuk itu makalah ini akan
membahas fintech dan industri keuangan syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian fintech syariah?
2. Apa saja dasar Hukum Fintech Syariah di Indonesia?
3. Apa saja jenis-jenis fintech syariah?
4. Bagaimana keunggulan dan kelemahan fintech?
5. Bagaimana dampak Fintech Syariah Terhadap Industri Keuangan Syariah?
6. Bagaimana fintech syariah di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian fintech syariah.
2. Untuk mengetahui Dasar Hukum Fintech Syariah di Indonesia.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis fintech syariah.
4. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan fintech.
5. Untuk mengetahui dampak Fintech Syariah Terhadap Industri Keuangan Syariah.
6. Untuk mengetahui fintech syariah di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fintech
Fintech merupakan singkatan dari kata Financial Technology, yang dapat diartikan
dalam bahasa Indonesia menjadi teknologi keuangan. Secara sederhana, Fintech dapat
diartikan sebagai pemanfaatan perkembangan teknologi informasi untuk meningkatkan
layanan di industri keuangan. Definisi lainnya adalah variasi model bisnis dan
perkembangan teknologi yang memiliki potensi untuk meningkatkan industri layanan
keuangan.
Bank Indonesia mendefinisikan Fintech sebagai fenomena perpaduan antara teknologi
dan fitur keuangan yang mengubah model dan penghalang model keuangan yang lemah.
Hal tersebut bertujuan untuk masuk yang mengarahkan pada peningkatam dalam
menjalankan layanan serta membantu inklusi keuangan.
Fintech adalah salah satu yang mewakili industri baru yang menggabungkan semua
inovasi di bidang jasa keuangan yang telah dilaksanakan melalui perkembangan baru
dalam teknologi. Fintech didedikasikan untuk sektor jasa keuangan dan sedang
berkembangan untuk memanfaatkan seluruh teknologi yang digunakan dalam industri
jasa keuangan dan bukan hanya inovasi baru.
Indonesia financial teknologi dikenal dengan istilah layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknologi informasi. Mengenai fintech telah diatur pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi. Pada Pasal 1 Angka 3 POJK 77/POJK.01/2016 menyebutkan bahwa
layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (fintech) adalah
penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman
dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam
mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan
jaringan internet.

B. Dasar Hukum Fintech Syariah di Indonesia


Financial Technology (fintech) termasuk dalam layanan industri jasa keungan digital.
Berbicara mengenai dasar hukum fintech disebuah negara maka akan membahas tentang

3
acuan hukum mengenai tata kelola jalannya sebuah sistem fintech, hak dan kewajiban
bagi masing-masing subjek hukum, termasuk perlindungan bagi konsumen fintech.
Layanan fintech di Indonesia harusnya telah memiliki payung hukum yang mengatur
secara umum jalannya finceh sebagai berikut:
1. Peraturan otoritas jasa keungan Nomor 77/ POJK.01/ 2016
Peraturan OJK (POJK) ini tentang layanan berbasis tekknologi informasi
untuk kegiatan pinjam meminjam uang. Peraturan ini menjelaskan secara umum
bagaimana tata pelaksana fintech peer to peer serta pembagian-pembagian pelaksana
hak dan tanggung jawab masing-masing.
Pasal 1 ayat 3 menerangkan bahwa layanan bebrbasis tekno-logi informasi
kegiatan pinjam meminjam uang merupakan layanan untuk mempertemukan antara
penerima pinjaman dan pemberi pinjaman dengan melukan perjanjian pinjam
meminjam secara langsung mata uang rupiah, dengan menggunakan jaringan internet
melalui system elektronik (Otoritas Jasa Keuangan, 2016).
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
UU No. 11 tahun 2008 mengenai informasi dan transaksi elektronik,
memaparkan bahwa kegiatan yang dilakukan menggunakan jaringan komputer atau
media elektronik lainnya oleh subjek hukum disebut sebagai transaksi elektronik. (UU
RI Nomor 11 Tahun 2008, 2008).
3. Peraturan Otoritas Jasa keungan Nomor 1/POJK.07/2013
POJK nomor 1 tahun 2013 berkaitan dengan perlindungan konsumen untuk
sektor jasa keungan secara umum. Pada pasal 1 ayat 3 menjelaskan bahwa mencakup
perilaku pelaku usaha jasa keuangan dalam perlindungan terhadap konsumen.
(Peraturan OJK Indonesia No.1/ POJK.07/2013, 2013).
4. Undang-undang No. 8 Tahun 1999
UU nomor 8 tahun 1999 ini tentang perlindungan konsumen. Pada pasal 1 ayat
1 dan 2 menjelaskan bahwa perlindungan konsumen adalah segala uapaya untuk
melindungi konsumen dengan ditegaknya kepastian hukum. Konsumen mencakup diri
sendiri, orang lain, keluarga, dan makhluk hidup lainnya yang tidak untuk
diperdagangkan dan memakai produk yang tersedia dalam masyarakat baik barang
atau jasa. (UU No 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen, 2004).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012
Peraturan ini diterbitkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan transaksi
elektronik sesuai dengan UU no. 11 tahun 2008. (PP Republik Indonesia No. 82

4
Tahun 2012). Didalamnya mencakup aturan-aturan mengenai jalannya transaksi
elektronik beserta hak dan kewajiban masing-masing pelaku subjek hukum.
6. Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017
Peraturan bank Indonesia mengenai penyelenggaraan teknologi finansial ini
ditetapkan sebagai acuan mengenai kewajiban bagi penyelenggara teknologi finansial
untuk mendaftarkan di Bank Indonesia, khususnya yang melakukan layanaan sistem
pembayan.
Pada pasal 3 ayat (1) disebutkan kategori-kategori penyelenggaraan teknologi
finansial, yaitu bagi penyelenggara sistem pembayaran, pinjaman, pembiayaan, dan
penyediaan modal, pendukung pasar, manajemen investasi dan manajemen risiko, dan
jasa keungan lainnya. (Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017, 2017).

Adapun acuan hukum secara khusus untuk fintech syariah akan berpedoman pada
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yaitu: Fatwa DSN MUI No. 117/DSNMUI/II/2018.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia ini mengenai prinsip syariah
pada layanan pembiayaan berbasis digital.
Pada poin pertama mengenai ketentuan umum, DSN MUI menjelaskan bahwa
layanan pembiayaan digital berbasis syariah merupakan penyelenggaraan layanan untuk
mempertemukan antara pemberi pembiayaan dan penerima pembiayaaan berdasarkan
prinsip syariah melalui sistem elektronik menggunakan jaringan internet. (Fatwa DSN
MUI No.117/DSN-MUI/II/2018,2018).
Poin keempat dari fatwa DSN MUI No 117 ini mengenai ketentuan pedoman umum
layanan pembiayaan teknologi informasi, menyebutkan bahwa kegiatan transaksi tidak
boleh mengandung unsur riba, tadlis, gharar, maysir,haram, dan zhali. Perbedaan
mendasar anatara fintech pada umumnya dengan fintech syariah adalah dengan
memperhatikan akad-akad syariah yang akan dibentuk dalam sebuah kegiatan layanan
pembiayaan berbasis teknologi informasi ini.

C. Jenis-jenis fintech di Indonesia


Jenis Layanan Financial Technology (Fintech)
Menurut Hsueh (2017), Terdapat tiga tipe financial technology adalah sebagai berikut:
1. Sistem pembayaran melalui pihak ketiga (Third-party payment systems) , Contoh-
contoh sistem pembayaran melalui pihak ketiga yaitu crossborderEC, online-to-

5
offline (O2O), sistem pembayaran mobile, dan platform pembayaran yang
menyediakan jasa seperti pembayaran bank dan transfer.
2. Peer-to-Peer (P2P) Lending
Peer-to-Peer Lending merupakan platform yang mempertemukan pemberi pinjaman
dan peminjam melalui internet. Peer-to-Peer Lending menyediakan mekanisme kredit
dan manajemen risiko. Platform ini membantu pemberi pinjaman dan peminjam
memenuhi kebutuhan masing-masing dan menghasilkan penggunaan uang secara
efisien. Menurut Ge, Feng, Gu, & Zhang, (2017), Peer-to-Peer Lending merupakan
sebuah proses menjalankan peminjaman uang antara dua individual yang tidak
bersangkutan secara langsung melalui platform online, tanpa campur tangan dari para
perantara keuangan yang tradisional seperti bank. Menurut Dorfleitner et al., (2016),
Peer-to-Peer Lending merupakan sebuah inovasi utama yang berhubungan dengan
bidang perbankan. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah platform yang menawarkan
layanan tersebut dan jumlah transaksi terus meningkat. Menurut Hsueh, (2017), Peer-
to-Peer Lending merupakan model bisnis berbasis Internet yang memenuhi kebutuhan
pinjaman antar perantara keuangan. Platform ini ditujukan untuk perusahaan
menengah dan kecil dimana menurut mereka persyaratan pinjaman bank mungkin
terlalu tinggi. Peer-to-Peer Lending memiliki biaya lebih rendah dan efisiensi yang
lebih tinggi daripada pinjaman berbasis bank tradisional. Dari beberapa pengertian
tentang Peer-to-Peer Lending maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peer-to-Peer
Lending merupakan model bisnis keuangan yang mempertemukan antara pemberi
pinjaman dan peminjam melalui sebuah platform dimana model ini lebih
menguntungkan dibanding platform keuangan tradisional.
3. Crowdfunding
Crowdfunding merupakan tipe Fintech di mana sebuah konsep atau produk seperti
desain, program, konten, dan karya kreatif dipublikasikan secara umum dan bagi
masyarakat yang tertarik dan ingin mendukung konsep atau produk tersebut dapat
memberikan dukungan secara finansial.Crowdfunding dapat digunakan untuk
mengurangi kebutuhan finansial kewirausahaan, dan memprediksi permintaan pasar.

Jenis-jenis fintech di Indonesia


Perusahaan fintech di Indonesia yang sekarang didominasi oleh startup dengan
potensi yang besar, sehingga fintech berkembang cepat ke berbagai sektor seperti ke
payment gateway, wealth management, crowdfunding, lending dan lainnya. Oleh karena

6
itu, kita perlu mengetahui jenis-jenis fintech agar kita bisa menyesuaikan dengan
kebutuhan kita, dan tidak tertipu oleh tawaran-tawaran produk yang merugikan. Beberapa
jenis fintech yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Payment Gateway
Payement gateway merupakan gerbang transaksi yang sediakan oleh sebuaj
layanan aplikasi e-commerce yang bisa memberi otorisasi pemrosesan kartu kredit
maupun pembayaran langsung bagi kliennya dalam aktifitas bisnis elektronik atau
online. Payement gateway mempermudah pembeli dapat bertansaksi langsung,
sedangkan bagi penjual minimasi sumber daya, mudah memeriksa transaksi,
reliabilitas tinggi, cepat, data terlindungi, dan aman.
2. Dompet Digital (Digital Wallet)
Selain payment gateway layanan fintech yang juga diminati banyak orang
adalah dompet digital (e-wallet). Dengan adanya layanan tersebut akan
mempermudah pengguna untuk menyimpan uang dalam bentuk uang virtual dan
dapat digunakan untuk bertransaksi di merchant offline maupun online yang
tersedia.11 Kelebihan dari e-wallet yaitu memberikan kemudahan pengguna sehingga
tidak perlu membawa uang tunai apalagi membawa uang hasil kembalian. selain itu,
dalam metode pembayaran jauh lebih praktis menggunakan QR code.
3. Manajemen Kekayaan (Wealth Management)
Manajemen kekayaan (Wealth Management) adalah suatu layanan
pengelolaan keuangan dan keayaan. Wealth Management berfungsi sebagai manajer
keuangan pribadi. Dengan adanya Wealth Management kita dapat mengetahui
beberapa indikator keuangan seperti harta yang dimiliki, penghasilan, pengeluaran,
jumlah hutang, asuransi dan lain sebagainya.
4. Pembiayaan Sosial (Social Crowdfunding)
Social Crowdfunding merupakan salah satu penghimpunan dana sosial yang
sedang populer. Metode yang memungkinkan orang-orang dapat ‘patungan’ untuk
mewujudkan kepentingan sosial. Pada dasarnya Crowdfunding itu melibatkan
beberapa pihak dalam melakukan pembiayaannya, seperti orang yang membutuhkan
dana, supporter (publik yang memberikan dana) dan penyedia platform
Crowdfunding. Ketiga belah pihak saling terhubung satu sama lain untuk dapat
menunjang kebutahan pihak lainnya. Adanya platform crowdfunding akan
meningkatkan fintech di Indonesia.
5. Peminjaman (Lending)

7
Dalam membangun sebuah usaha pasti memerlukan modal sehingga rencana
yang sudah disusun dapat berjalan dengan baik. Dalam Peminjaman atau Lending ada
beberapa segmentasi dari segi tujuan mengajukan pinjaman yaitu pinjaman konsumtif
dan pinjaman produktif. Nominal pinjaman untuk pinjaman konsumtif biasanya
berkisar di angka Rp 1-3 juta dengan tenor minimum kurang dari 1 minggu dan
pinjaman modal UMKM yang nominalnya dapat mencapai Rp 2 miliar dengan tenor
1-24 bulan.

Di Indonesia yang semakin marak ialah situs-situs yang menyediakan fasilitas


peminjaman. Terdapat berbagai situs yang memberikan jasa peminjaman keungan yang
sistemnya lebih efisien jika dibandingkan dengan sistem yang diterapkan oleh jasa
perbankan, tentunya dengan ketentuan yang ditetapkan oleh masing-masing situs tersebut.
Sebagai contoh situs yang menyediakan pinjaman di bawah 300 juta rupiah, 1,5 sampai 2
juta, 2 juta sampai 10 juta rupiah. Artinya layanan ini ditujukan untuk masyarakat
menengah ke bawah. Praktek transaksi perbankan mereka masih sangat minim. Hal ini
terlihat dari cara transaksi mereka yang tidak sering menggunakan bank dalam aktivitas
keuangannya, sehingga sekmen menengah ke bawah lah yang disasar oleh para pemain
fintech yang memberikan jasa peminjaman, atau paling tidak adalah segmen menengah
karena demografi Indonesia lebih dari 50% adalah segmen menengah.

D. Keunggulan dan Kelemahan Fintech


Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2016), kelebihan dari Fintech adalah:
1. Melayani masyarakat Indonesia yang belum dapat dilayani oleh industri keuangan
tradisional dikarenakan ketatnya peraturan perbankan dan adanya keterbatasan
industri perbankan tradisional dalam melayani masyarakat di daerah tertentu.
2. Menjadi alternatif pendanaan selain jasa industri keuangan tradisional dimana
masyarakat memerlukan alternatif pembiayaan yang lebih demokratis dan transparan.

Sedangkan kekurangan dari Fintech adalah diantaranya adalah sebagai berikut:


1. Fintech merupakan pihak yang tidak memiliki lisensi untuk memindahkan dana dan
kurang mapan dalam menjalankan usahanya dengan modal yang besar, jika
dibandingkan dengan bank.

8
2. Ada sebagaian perusahaan Fintech belum memiliki kantor fisik, dan kurangnya
pengalaman dalam menjalankan prosedur terkait sistem keamanan dan itegritas
produknya.
Tantangan Financial Technology (Fintech)
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2016) , tantangan yang dihadapi industri
Fintech adalah sebagai berikut :
1. Peraturan dalam Mendukung Pengembangan Fintech. Hal ini terkait dengan
bagaimana mengadopsi peraturan terkait tanda tangan (digital signature) dan
penggunaan dokumen secara digital sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang
dimiliki oleh industri Fintech.
2. Koordinasi antar Lembaga dan Kementerian Terkait untuk mengoptimalkan potensi
Fintech dengan lingkungan bisnis (business environment) yang kompleks, maka perlu
juga dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait.

E. Dampak Fintech Syariah Terhadap Industri Keuangan Syariah


Seperti halnya wawancara yang dilakukan oleh Ria Marga (2020) terhadap karyawan
Bank Syariah Mandiri KC Curup Kab. Rejang Lebong. finansial teknologi sangat
membantu sekali karyawan dalam meyelsaikan pekerjaan nya dengan kecangihan dan
layanan-layan yang dihadirkan oleh finansial teknologi itu sendiri, dimana cara kerja
karyawan dan pelayanan yang diberikan kepada nasabah jadi lebih efektif setelah adanya
fintech, karena dengan adanya fintech setiap nasabah yang ingin melakukan transaksi,
menabung atau sebagai nya tidak perlu lagi datang ke bank meyebabkan antrian panjang
karena nasabah bisa melakukan transaksi dimana pun dan kapan pun tanpa harus ke bank.
kecanggihan teknologi yang dihadirkan oleh fintech sangat membantu karyawan dalam
menyelsaikan pekerjaan yang sudah ditetapkan sesuai dengan standar SOP yang sudah
ditetapkan oleh pihak bank. fintech sangat memberikan kemudahan dalam menyelsaikan
pekerjaan sesuai dengan target waktu yang sudah ditetapkan oleh bank. karyawan Bank
Syariah Mandiri KC Curup menyatakan bahwa fintech sangat membantu karyawan dalam
menyelsaikan pekerjaan dengan baik, cepat dan efektif, didukung dengan banyak nya
fitur-fitur yang dihadirkan oleh fintech sehingga sangat mempermudah karyawan dalam
menyelsaikan pekerjaannya. dampak positif yang dirasakan karyawan dengan hadirnya
finansial teknologi saat ini yaitu banyaknya kemudahan yan dihadirkan oleh fintech
sehingga sangat membantu sekali karyawan dalam melakukan pelayanan dan
menyelesaikan pekerjaannya secara efektif.

9
Finansial teknologi sangat memberikan dampak positif kepada karyawan dalam
menyelsaikan pekerjaan, pemanfaat teknologi finansial ditengah-tengah pekerjaan yang
sedang dilakukan merupakan keuntungan tersendiri bagi para karyawan bank syariah
mandiri kc curup dalam menyelsaikan pekerjaan dengan cepat, efektif, akurat dan fintech
ini juga memberikan dampak tersendiri bagi para karyawan dalam meningkatkan kinerja.
Terdapat juga kendala yang dihadapi karyawan yaitu kurangnya pemahaman dan
keterbatasan kemampuan masyarakat awam dalam menggunakan fintech, karena
penggunaan teknologi yang semakin canggih oleh penyedia jasa teknologi finansial,
apabila tidak disertai dengan peningkatan kualitas kinerja kerja karyawan, dapat
menimbulkan ketimpangan atau ketidakseimbangan dalam melayani pengguna fintech.
Dalam pandangan islam produk fintech dibolehkan jika memenuhi rambu-rambu yang
sesuai dengan syariat islam dan tidak menyalahi aturan dalam islam.

Strategi Menangani Resiko Financial Technology (Fintech)


Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2016), Resiko yang dialami oleh pengguna Fintech.
Strategi untuk melindungi konsumen adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan dana pengguna. Potensi kehilangan maupun penurunan kemampuan
finansial, baik yang diakibatkan oleh penyalahgunaan, penipuan, maupun force
majeur dari kegiatan Fintech.
2. Pelindungan data pengguna. Isu privasi pengguna Fintech yang rawan terhadap
penyalahgunaan data baik yang disengaja maupun tidak sengaja (serangan hacker atau
malware).
Strategi untuk melindungi kepentingan nasional adalah sebagai berikut :
1. Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT). Kemudahan
dan kecepatan yang ditawarkan oleh Fintech menimbulkan potensi penyalahgunaan
untuk kegiatan pencucian uang maupun pendanaan terorisme.
2. Stabilitas Sistem Keuangan. Perlu manajemen risiko yang memadai agar tidak
berdampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan.

F. Fintech Syariah di Indonesia


Layanan industri jasa keuangan digital atau financial technology (fintech ) semakin
beragam jenisnya di masyarakat. Setelah ada uang elektronik (e-payment), asuransi
teknologi (insuretech), pinjaman online atau fintech peer to peer (P2P) konvensional, kini
mulai berkembang di masyarakat fintech syariah. Sebenarnya, jenis ini termasuk kategori

10
fintech P2P karena inti bisnisnya memberi pendanaan kepada peminjam. Namun, sesuai
namanya, fintech syariah menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam transaksinya.
Sehingga, terdapat perbedaan dalam bunga atau riba, akad, mekanisme penagihan hingga
penyelesaian sengketa.
Payung hukum fintech syariah juga berlandaskan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi. Aturan ini memang mengatur secara umum setiap jenis fintech P2P seperti
fintech syariah dan konvensional. Namun, fintech syariah juga mengacu Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 tentang
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. DSN
MUI tersebut menjelaskan fintech syariah merupakan layanan jasa keuangan yang
menggunakan prinsip syariah Islam yang dimana mempertemukan atau menghubungkan
antara investor dan peminjam untuk melakukan suatu akad pembiayaan melalui sistem
elektronik menggunakan jaringan internet.
Financial Technology dengan sistem syariah pertama kali muncul di Dubai, Uni
Emirat Arab. Pada tahun 2014 silam, Beehive berhak mendapatkan sertifikat yang
pertama dengan menggunakan pendekatan peer to peer lending marketplace.15 Berawal
dari Beehive, fintech syariah mulai dipraktekkan di berbagai negara di Asia, seperti
Singapura dan Malaysia. Menurut OJK (2018) sekitar 40% penduduk Indonesia masih
belum melakukan pembukaan akun dengan bank apapun. Akan tetapi, hampir semua
penduduk Indonesia memiliki smartphone. Jadi, adanya fintech akan mempengaruhi
perkembangan bank konvensional di era digital yakni menggunakan teknologi kedalam
sistem keuangannya.
Pengembangan bisnis melalui finansial teknologi syariah sudah dilakukan sejak
berdirinya asosiasi fintech Indonesia pada tahun 2016, bahkan hingga 2019 sudah ada
lebih dari 6 Fintech Syariah yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.16 Perbedaan
fintech konvensional dengan syariah terletak pada proses akad yang lakukan pemilik
usaha dan inventor. Akad Mudarabah adalah kerjasama antara pemilik usaha dan pemilik
modal (investor) dimana keuntungan dibagi secara adil, namun apabila ada kerugian
hanya pemilik modal yang bertanggung jawab. Sedangkan, Akad Musyārakah adalah
kerjasama yang dilakukan antara kedua belah pihak dengan sistem bagi rata baik itu
keuntungan dan kerugian. Salah satunya adalah sama dengan yang ada di perbankan,
asuransi atau pembiayaan syariah pasti ada syariah complaint. Artinya kegiatan ini
dilakukan dengan prinsip syariah, jadi ketika dalam melakukan pembiayaan kepada

11
peminjam harus digunakan untuk kegiatan yang tidak bertentangan dengan syariah.
Kemudian dari sisi akad, itu bisa menggunakan mudharabah atau musyarakah. Kemudian
yang menjamin fintech syariah itu syariah atau tidak diawasi oleh Dewan Pengawas
Syariah itu juga berlaku untuk perbankan, asuransi dan pembiayaan syariah.
Minimal ada 4 tahapan agar perusahan fintech menjadi fintech Syariah menurut
Majelis Ulama Indonesia (MUI):
1. Perusahan terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) / Bank Indonesia.
2. Melengkapi Desk Review di DSN MUI.
3. Perusahaan melakukan presentasi dihadapan tim Visitasi dari DSN MUI.
4. Mendapat rekomendasi Dewan Pengawas Syariah (MUI).

Selain akad, pengawasan terhadap perusahaan fintech itu sangat penting untuk
menjaga marwah fintech syariah. Setidaknya ada 4 pengawas yaitu Auditor Internal,
Auditor Eksternal, OJK/ BI dan Dewan Pengawas Syariah (MUI). Apabila melakukan
transaksi menggunakan smartphone, seperti membeli makanan ataupun memesan ojek, itu
berarti Anda merupakan salah satu orang yang menggunakan fintech. Secara umum,
Fintech menjadi alternatif lain dalam bidang jasa keuangan yang tadinya menggunakan
uang kertas sekarang dapat menggunkan uang virtual (e-money). Dengan kata lain,
keberadaan financial technology mengubah mata uang menjadi digital agar lebih efisien.
Di Indonesia sendiri, perkembangan fintech sangat terlihat jelas. Bahkan, dalam 10
tahun terakhir, tercatat ada lebih dari 180 perusahaan yang mendaftarkan diri ke Otoritas
Jasa Keuangan.17 Walaupun begitu, baru ada sekitar 63 perusahaan saja yang tercatat
secara resmi di Indonesia, sedangkan sisanya tengah mengajukan surat konfirmasi
tersebut kepada OJK. Kedepannya, bukan tidak mungkin, keberadaan fintech bisa
menjadikan bank konvensional tergusur.
Pada awalnya fintech di Indonesia menggunakan konsep konvensional. Akan tetapi
pada tahun 2018, beberapa fintech mulai mengadopsi konsep syariah yang menggunakan
dasar-dasar dari aturan agama Islam. Pada dasarnya tidak ada perbedaan dalam fungsi
fintech konvensional dengan syariah, keduanya sama-sama bertujuan untuk memberikan
layanan keuangan. Adapun yang membedakan antara keduanya hanyalah akad
pembiayaan saja yang mana mengikuti prinsip-prinsip syariah Islam yaitu tidak boleh
maisir (bertaruh), gharar (ketidakpastian) dan riba (jumlah bunga melewati ketetapan).
Walaupun menggunakan prinsip-prinsip syariah, dasar rujukan telah dibuat oleh
Dewan Syariah Nasional terkait dengan keberadaan financial technology syariah.

12
Dasarnya adalah MUI No.67/ DSN-MUI/III/2008 yang mengatur tentang ketetapan apa
saja yang harus diikuti lembaga teknologi keuangan terbaru di Indonesia tersebut.
Terhitung hingga September 2018, baru ada 4 perusahaan teknologi keuangan syariah
yang diresmikan oleh OJK. Sisanya, 90% perusahaan fintech di Indonesia masih
menggunakan konsep konvensional. Sedangkan peraturan berkaitan dengan orang telat
membayar peminjaman diatur oleh peraturan No.17/DSN-MUI/IX/2000, jika sanksi akan
diberikan kepada nasabah yang tidak melunasi hutangnya pada tenggat waktu tertentu.
Sebagai lembaga pengawas, OJK belum membuat regulasi pasti berkaitan dengan
keberadaan perusahaan fintech syariah. Namun, Dewan Syariah Nasional MUI (2000)
telah mengeluarkan fatwa bahwa perusahaan fintech syariah harus mengikuti aturan
syariah Islam yakni terbebas dari unsur riba dan sesuai dengan akad muḍārabah dan
musyārakah.
Akad muḍārabah merupakan akad kerjasama antara dua belah pihak yakni pemilik
modal dan pengelola dana. Keduanya saling bertemu untuk besar keuntungan yang akan
dibagi secara adil. Akan tetapi, kerugian itu ditanggung oleh pemilik modal kecuali jika
kesalahan dilakukan oleh pengelola dana. Sebenarnya akad musyārakah sama dengan
akad muḍārabah, perbedaannya terletak pada penanggung jawab ditanggung oleh kedua
belah pihak.
Perkembangan fintech syariah dengan kerangka Interpretive Struktural Model (ISM)
terdiri dari empat kriteria diantaranya: (1) perspektif fungsi fintech, (2) masalah yang
dihadapi dalam mengembangkan fintech syariah, (3) strategi atau dasar pijakan yang
diperlukan dalam kerangka pengembangan fintech syariah, dan (4) ekosistem atau aktor
yang terlibat dalam pengembangan fintech syariah di Indonesia.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fintech merupakan singkatan dari kata Financial Technology, yang dapat
diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi teknologi keuangan. Secara sederhana, Fintech
dapat diartikan sebagai pemanfaatan perkembangan teknologi informasi untuk
meningkatkan layanan di industri keuangan. Definisi lainnya adalah variasi model bisnis
dan perkembangan teknologi yang memiliki potensi untuk meningkatkan industri layanan
keuangan.
Financial Technology (fintech) termasuk dalam layanan industri jasa keungan
digital. Berbicara mengenai dasar hukum fintech disebuah negara maka akan membahas
tentang acuan hukum mengenai tata kelola jalannya sebuah sistem fintech, hak dan
kewajiban bagi masing-masing subjek hukum, termasuk perlindungan bagi konsumen
fintech. Dasar hukum tersebut tercantum dalam Peraturan otoritas jasa keungan Nomor
77/ POJK.01/ 2016, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008, Peraturan Otoritas Jasa
keungan Nomor 1/POJK.07/2013, Undang-undang No. 8 Tahun 1999, Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, dan Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017.
Jenis layanan fintech terdiri dari Sistem pembayaran melalui pihak ketiga (Third-
party payment systems), Peer-to-Peer (P2P) Lending, dan Crowdfunding sementara jenis
fintech di Indonesia adalah Payment Gateway, Dompet Digital (Digital Wallet),
Manajemen Kekayaan (Wealth Management), Pembiayaan Sosial (Social Crowdfunding),
dan Peminjaman (Lending).
Selain itu fintech juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan fintech
antara lain Melayani masyarakat Indonesia yang belum dapat dilayani oleh industri
keuangan tradisional, dan Menjadi alternatif pendanaan selain jasa industri keuangan
tradisional. Sementara kekurangan fintech antara lain tidak memiliki lisensi untuk
memindahkan dana dan kurang mapan dalam menjalankan usahanya dengan modal yang
besar, dan ada sebagaian perusahaan Fintech belum memiliki kantor fisik, dan kurangnya
pengalaman dalam menjalankan prosedur.
Fintech juga memiliki tantangan yaitu Peraturan dalam Mendukung
Pengembangan Fintech, dan Koordinasi antar Lembaga dan Kementerian Terkait untuk
mengoptimalkan potensi Fintech dengan lingkungan bisnis (business environment) yang

14
kompleks. Meskipun fintech berdampak yaitu finansial teknologi sangat membantu sekali
karyawan dalam meyelsaikan pekerjaannya dengan kecangihan dan layanan-layanan yang
dihadirkan oleh finansial teknologi itu sendiri, dimana cara kerja karyawan dan pelayanan
yang diberikan kepada nasabah jadi lebih efektif setelah adanya fintech, karena dengan
adanya fintech setiap nasabah yang ingin melakukan transaksi, menabung atau sebagai
nya tidak perlu lagi datang ke bank meyebabkan antrian panjang karena nasabah bisa
melakukan transaksi dimana pun dan kapan pun tanpa harus ke bank.
Adapun startegi yang ditempu untuk fintech yaitu Perlindungan dana pengguna
serta Pelindungan data pengguna. Dalam perlindungan dana hal ini ditujuakan untuk Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) dan Stabilitas Sistem
Keuangan.
Sementara ada Minimal ada 4 tahapan agar perusahan fintech menjadi fintech
Syariah menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI):
1. Perusahan terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) / Bank Indonesia.
2. Melengkapi Desk Review di DSN MUI.
3. Perusahaan melakukan presentasi dihadapan tim Visitasi dari DSN MUI.
4. Mendapat rekomendasi Dewan Pengawas Syariah (MUI).

B. Saran
Dalam menjalankan usaha di bidang industri keuangan syariah maka sebaiknya
perbankan mengikuti perkembangan zaman yaitu menggunakan fintech. Penggunaan
fintech dapat menjangkau masyarakat luas dengan berbagai kendalanya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Miswan Ansori. PERKEMBANGAN DAN DAMPAK FINANCIAL TECHNOLOGY


(FINTECH) TERHADAP INDUSTRI KEUANGAN SYARIAH DI JAWA
TENGAH. Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman Vol. 5 No. 1 April 2019.
Fathul Aminudin Aziz. Menakar Kesyariahan Fintech Syariah di Indonesia. Al-Manāhij:
Jurnal Kajian Hukum Islam Vol. 14 No. 1, Juni 2020, 1-18 DOI:
https://doi.org/10.24090/mnh.v14i1.3567
Reta, R. M. (2020). ANALISIS DAMPAK FINANCIAL TEKNOLOGY (FINTECH)
TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK SYARIAH MANDIRIKC
CURUP KAB REJANG LEBONG. Bengkulu.

Dwi Irawan , Muhammad Wildan Affan. PENGARUH PRIVASI DAN KEAMANAN


TERHADAP NIAT MENGGUNAKAN PAYMENT FINTECH. Jurnal Kajian
Akuntansi, Vol. 4 No. 1 2020, 52-62 e2579-9991, p2579-9975. doi:
http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/jka.

16

Anda mungkin juga menyukai