Anda di halaman 1dari 37

PERBANDINGAN RISIKO SUKUK DAN OBLIGASI KONVENSIONAL

PERSPEKTIF FIQIH KONTEMPORER

Disusun Oleh:
Faridatuz Zakiyah
F14224254

Dosen Pengampu:
Dr. H. Ahmad Imam Mawardi, M.A.

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014

PERBANDINGAN RISIKO SUKUK DAN OBLIGASI KONVENSIONAL


PERSPEKTIF FIQIH KONTEMPORER
Faridatuz Zakiyah
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya

Abstrak
Pertumbuhan sukuk yang semakin meningkat haruslah dilihat sebagai
perkembangan instrumen Ekonomi Islam bagian dari penerapan perspektif Islam
dalam bidang Ekonomi. Sukuk merupakan obligasi yang berbasis Sharah Islam,
atau obligasi Syariah, dan tentunya sangat berbeda dengan obligasi konvensional.
Perbedaan itu cukup banyak, diantaranya dari segi risiko dan mashlahahnya.
Sukuk dan obligasi konvensional merupakan salah satu penyertaan yang di
perdagangkan di pasar sekunder (Bursa Efek Indonesia). Namun adakalanya
banyak yang masih bingung dengan perbedaan risiko antara sukuk dan obligasi
konvensional. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan antara teori investasi
sukuk dan obligasi konvensional yang menyatakan bahwa high risk high return.1
Teori tersebut menyatakan bahwa obligasi memiliki keuntungan yang tinggi tetapi
risikonya pun juga tinggi, sedangkan sukuk merupakan instrumen investasi yang
memiliki imbal hasil yang lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah. Paper ini
akan membahas bagian per bagian risiko sukuk dan obligasi konvensional.

I;

PENDAHULUAN
A; Latar Belakang
Dewasa ini, tumbuh semangat cinta Islam (ghrah Islamiyah) dan
kesadaran masyarakat di sejumlah lapisan masyarakat muslim Indonesia,
khususnya kalangan muda dan terpelajar. Hal ini cukup menggembirakan,
karena potensi yang dimiliki kaum muda merupakan salah satu syarat
penegakan Sharah Islam.2 Kesadaran akan Sharah Islam itu juga

1 Affandi Wahdy, Perbandingan Resiko Dimbal Hasil Sukuk dan Obligasi Konvensional di Pasar
Sekunder: Studi Kasus di Bursa Efek Surabaya 2004-2006, Tesis S2. Universitas Indonesia
2 Daud Rasyid, Peluang dan Tantangan Penerapan Syariat Islam di Indonesia (Jakarta: PT.

terlihat dari antusiasme dalam bermuamalah sesuai Sharah Islam, salah


satunya menggunakan penyertaan sukuk atau investasi dengan
menggunakan instrumen sukuk.
Sukuk merupakan kekayaan pendukung, pendapatan yang stabil,
dapat diperdagangkan dan sertifikat kepercayaan yang sesuai Sharah.3
Selain itu, sukuk yang disebut juga dengan cek oleh ilmuwan Ekonomi
Islam, Ahmad Y. Al-Hassan dan Donald R. Hill, berkembang sebagai
pengganti uang tunai. Cek atau cheque atau sukuk ini diciptakan abad 7
Masehi, yang mencapai puncaknya pada abad 9 Masehi, dengan tujuan
memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri karena mata uang dinar dan
dirham dirasa memiliki banyak risiko dan tidak efisien.4
Perkembangan sukuk di dunia diawali oleh Timur Tengah, hal itu
menjadi kajian yang menarik, apalagi sistem ekonomi Syariah terbukti
tidak terpengaruh oleh krisis dunia pada tahun 1998 lalu. Kemudian, sukuk
berkembang secara signifikan di dunia, investor sukuk dunia ini berasal
dari beberapa negara, diantaranya Saudi Arabia, Qatar, Iran, Turki, UK,
Perancis, Jerman, Jordan, Bahrain, Hongkong, Jepang, Singapura, Korea
Selatan, Malaysia, dan Indonesia. Berikut pertumbuhan sukuk yang
meningkat cukup signifikan di seluruh dunia.

Globalmedia Cipta Publishing, 2004), hlm. 59


3 Umi Karomah Yaumidin, Investasi Syariah: Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik
(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), hlm. 342
4 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankan dalam Al-Quran (Jakarta: PT.
Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 364

Gambar 1
Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Syariah
(termasuk sukuk) di seluruh dunia

Sumber: Seminar Bank Indonesia, Desember 2013


Di Indonesia, penerbitan sukuk pertama kali diawali oleh PT
Indosat pada tahun 2002, dapat dilihat pada tabel 1. PT Indosat merupakan
perusahaan yang notabene konvensional bukan perusahaan atau lembaga
keuangan Syariah, dapat dilihat pada tabel 2. Sedangkan perusahaan/
lembaga keuangan yang berbasis Syariah baru menerbitkan sukuk pada
tahun 2003, tercatat penerbit pertama sukuk dari penerbit Syariah, dan
penerbit keempat dari penerbit pertama, yaitu oleh PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Pertumbuhan dan perkembangan sukuk di Indonesia
meningkat cukup signifikan. Grafik 1 menggambarkan bahwa
perkembangan penerbitan sukuk selalu meningkat setiap tahun, bahkan
pada tahun 2008 dan 2009 saat krisis sukuk juga mengalami peningkatan.
Menurut kompas.com 20 Maret 2014, selama tahun 2013, terdapat
10 penerbitan sukuk korporasi dan 16 sukuk negara dengan total nilai

mencapai Rp 51,4 triliun.5 Sedangkan laporan yang dipetik dari


metrotv.com, 4 September 2014, penerbitan sukuk global senilai US $ 1,5
miliar oleh pemerintah Indonesia pada 10 September 2014, diminati oleh
kelompok investor domestik dan internasional. Berdasarkan wilayahnya,
sebaran investor sukuk global ini meliputi 35% investor Syariah dan Timur
Tengah, 10% investor Indonesia, 20% investor Asia selain Indonesia, 20%
investor Amerika dan 15% investor Eropa.6 Fakta tersebut
menggambarkan bahwa sukuk sudah mulai diterima dan menjadi
instrumen yang menarik di Indonesia.
Grafik 1
Perkembangan Penerbitan Sukuk dan Sukuk Korporasi Outstanding
Sumber: ojk.co.id7
Tabel 1
Perkembangan Emisi Sukuk Korporasi
Sumber: ojk.co.id8

5 www.kompas.com 20 Maret 2014, OJK: Potensi Sukuk di Indonesia Besar.


6 www.metrotvnews.com 4 September 2014, Sukuk Global RI Banjir Peminat.
7 www.ojk.co.id, diakses pada 13 Desember 2014
8 Ibid.

Tabel 2
Penerbitan Sukuk Pertama di Indonesia, dan sudah dilunasi
No.

Nama
Sukuk

Struktur/
Akad

Nama
Tgl
Penerbit Efektif
Efek

Tgl
Tgl Jatuh
Pncatatn Tempo

Nilai Nominal

OS
Mudharabah
Mudharabah
Indosat th
2002

PT
Indosat
Tbk

30-Okt-02 8-Nov-02

6-Nov-07

175.000.000.000

OS Berlian Mudharabah
Laju Tanker
Syariah
Mudharabah
th 2003

PT
Berlian
Laju
Tanker
Tbk

12-Mei-032-Juni-03

28-May08

60.000.000.000

OS
Mudharabah
Mudharabah
Bank
Bukopin th
2003

PT Bank 30-Juni-0315-Juli-03 10-Jul-08


Bukopin
Tbk

OS I
Mudharabah
Subordinasi
Bank
Muamalat
Indonesia th
2003

PT Bank 30-Juni-0321-Jul-03
Muamala
t
Indonesia
Tbk

15-Jul-09

200.000.000.000

OS
Mudharabah
Mudharabah
Ciliandra
Perkasa th
2003

PT
18-Sept- 1-Okt-03
Ciliandra 03
Perkasa

26-Sept08

60.000.000.000

OS
Mudharabah
Mudharabah
Bank Syariah
Mandiri th
2003

PT Bank 22-Okt-03 3-Nov-03


Syariah
Mandiri

31-Okt-08

200.000.000.000

OS
Mudharabah
Mudharabah
PTPN VII th
2004

PT PTPN 18-Maret- 29-Maret- 26-MaretVII


04
04
09
(Persero)

75.000.000.000

OS Ijarah I Ijarah
Matahari
Putra Prima
th 2004

PT
28-April- 12-Mei-04 11-Mei-09
Matahari 04
Putra
Prima
Tbk

150.000.000.000

45.000.000.000

OS Ijarah
Ijarah
Sona Topas
Tourism
Industry th
2004

10 OS Citra Sari Ijarah


Makmur I
Syariah
Ijarah th
2004

PT Sona 14-Juni-0428-Juni-04 25-Juni-09


Topas
Tourism
&
Industry
Tbk

100.000.000.000

PT Citra 30-Juni-0412-Juli-04 9-Juli-09


Sari
Makmur

100.000.000.000

Sumber: ojk.co.id9
Pertumbuhan dan perkembangan sukuk tidak terlepas dari
hambatan, salah satu hambatannya adalah risiko yang tidak dapat
dikendalikan. Risiko itu pasti selalu ada pada setiap lingkup kerja
perusahaan, sehingga manajemen risiko merupakan hal yang sangat
penting. Jika risiko tidak dapat dikendalikan, maka hasil yang dicapai
tidak akan sesuai harapan, bahkan ada kemungkinan ia menyebabkan
kerugian. Terdapat risiko yang terkait dengan aktivitas lembaga keuangan
yang menerbitkan sukuk atau obligasi konvensional ini, diantaranya risiko
pasar, risiko pembiayaan, risiko operasional, dan risiko reputasi. Menurut
Samsul dalam Indah Yuliana, kinerja dan risiko yang dihadapi perusahaan
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal perusahaan.10
Pengendalian risiko itu juga telah dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW. ketika berdagang ke Syam. Dalam sejarah perekonomian Islam,
Nabi menerapkan faktor kehati-hatian (prudential) dalam perniagaan ke
negeri Syam, hal ini dikategorikan sebagai bentuk penanggulangan
risiko.11
Bank Indonesia memperkuat screening terhadap para bankir dan
lembaga lainnya dalam mengelola risiko atas perusahaannya. Bank
Indonesia juga mengharapkan pada perbankan Syariah dan lainnya terus
memperkuat kemampuan pengelolaan risiko, sejalan dengan prinsipprinsip pengelolaan risiko yang digariskan dalam regulasi Bank Indonesia.
Secara spesifik bank syariah dan lembaga keuangan lainnya diarahkan
9 Ibid.
10 Indah Yuliana, Kinerja Keuangan Perusahaan terhadap Penetapan Tingkat Sewa Obligasi
Syarah Ijarah di Indonesia, Fakultas Ekonomi UIN Maliki Malang, tidak diterbitkan, hlm. 2
11 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankan dalam Al-Quran (Jakarta: PT.
Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 382

agar melakukan pengendalian risiko yang memadai dengan meningkatkan


kualitas penerapan manajemen risiko dalam rangka kepentingan bank
maupun nasabah terkait produk atau aktivitas di bank yang antara lain
dilakukan melalui peningkatan kualitas pelaporan produk atau aktivitas
bank dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, aspek hukum,
kompetensi pegawai, dan kesiapan infrastruktur.12
Pada triwulan I tahun 2014 ini, April, OJK juga telah
melaksanakan serangkaian langkah untuk mengoptimalkan pengawasan
dan pengaturan secara berkelanjutan terhadap industri Perbankan, Pasar
Modal dan IKNB, salah satunya adalah pembentukan-pembentukan unit
kerja pengawasan terintegrasi, simulasi krisis dan penyusunan blueprint
sistem informasi Risk Based Supervision serta penyiapan infrastruktur
untuk mendukung implementasi pedoman pemeriksaan berdasarkan risiko
(Risk Based Examination/RBE) bagi bank umum konvensional dan
penilaian tingkat kesehatan (TKS) bank syariah berdasarkan risiko atau
Risk Based Bank Rating (RBBR) Syariah.13
Perusahaan, perbankan maupun pemerintah yang menerbitkan
sukuk maupun obligasi konvensional memiliki risiko yang besar.
Pengendalian yang benar merupakan manajemen risiko yang harus
diutamakan oleh pelaku usaha, baik investor maupun penerbit. Paper ini
akan membahas kajian tentang risiko secara umum, risiko sukuk dan
obligasi dan bagaimana cara mengendalikannya.

12 Bank Indonesia, Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2012, hlm. 29


13 Otoritas Jasa Keuangan, Laporan Triwulanan Otoritas Jasa Keuangan Triwulan I-2014, tidak
diterbitkan, hlm. v

B; Rumusan Masalah

Dari hasil pemaparan latar belakang sebelumnya, maka rumusan


masalah yang didapat adalah sebagai berikut:
1; Apa saja kajian risiko secara umum dan secara Islami?
2; Bagaimana bentuk risiko sukuk dan pengendaliannya, sehingga
sistem sukuk ini dapat diterima sesuai dengan mekanisme di pasar
sekunder/Bursa Efek yang tentunya tetap menjalankan prinsip
Sharah?
3; Bagaimana bentuk dan risiko obligasi konvensional?
4; Apakah obligasi konvensional memiliki resiko yang sama besar
atau lebih tinggi dari risiko sukuk?
II; PEMBAHASAN
A; Pengertian dan Jenis-jenis Sukuk dan Obligasi Konvensional

Menurut Ibnu Manzur dalam Nazaruddin, Sukuk dari segi bahasa


dapat diartikan sebagai akar kata sakk jamak dari sukuk atau sakaik
yang artinya memukul atau membentur, bisa juga diartikan pencetakan
atau menempa, sehingga kalau dikatakan sakkan nukud maka artinya
pencetakan atau penempahan uang.14 Menurut Firdaus dalam Wardi
Muslich, sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip Syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang sukuk yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk
berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana sukuk pada
saat jatuh tempo.15 Sedangkan menurut The Accounting and Auditing
Organisation of Islamic Financial Institutions (AAOIFI) mendefinisikan
sukuk sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan
yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat, dan jasa-jasa atau
kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Jenis-jenis sukuk ada tiga bagian, pertama, dari segi penerbitnya
ada obligasi korporasi dan obligasi negara. Kedua, obligasi negara ada
empat macam, yaitu obligasi rekap, obligasi ritel, obligasi sukuk, dan
Surat Utang Negara (SUN). Ketiga, dari akadnya ada enam bagian, yaitu
14 Nazaruddin Abdul Wahid, Sukuk: Memahami & Membedah Obligasi pada Perbankan Syariah
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 92
15 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 582

obligasi syariah mudharabah, obligasi syariah musyarakah, obligasi


syariah murabahah, obligasi syariah salam, obligasi syariah istishna, dan
obligasi syariah ijarah.16
Sedangkan obligasi konvensional adalah surat pengakuan utang
dari suatu perusahaan atau lembaga yang sering disebut dengan istilah
bonds issue. Obligasi konvensional juga diartikan sebagai surat berharga
atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi pinjaman (pemodal)
dengan yang diberi pinjaman (emiten) dan memenuhi ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan, diantaranya mengenai jatuh tempo, pelunasan utang,
bunga yang dibayarkan, besarnya pelunasan dan ketentuan lainnya.17
Jenis-jenis obligasi konvensional ada tiga bagian, pertama dari segi
pengalihannya, ada obligasi atas unjuk dan obligasi atas nama. Kedua,
obligasi dari segi jaminan, ada obligasi dengan jaminan dan obligasi tanpa
jaminan. Ketiga, obligasi dari segi penetapan dan pembayaran ada 8
macam, yaitu obligasi dengan bunga tetap, obligasi dengan bunga
mengambang, obligasi tanpa bunga, obligasi abadi, obligasi berdasarkan
nilai perusahaan, obligasi berdasarkan konvertibilitas, obligasi berdasarkan
badan penerbit, dan obligasi berdasarkan waktu jatuh tempo.18

16 Ibid., hlm. 584-585


17 Ibid., hlm. 573
18 Ibid., hlm. 573-574

10

Tabel 3
Perbedaan sukuk dan obligasi konvensional
Sukuk
Sukuk Ijarah

Obligasi
Konvensional

Sukuk Mudharabah

Pengertian

Surat berharga atau


sertifikat kepemilikan
atas suatu aset

Surat berharga atau


sertifikat kepemilikan
atas suatu aset

Pengakuan utang

Penerbit

1; Pemerintah
2; Korporat

1; Pemerintah
2; Korporat

1; Pemerintah
2; Korporat

1; Lelang
Metode Penerbitan 2; Book Building
3; Private Placement

1; Lelang
2; Book Building
3; Private Placement

1; Lelang
2; Book

Building
3; Private
Placement

Tipe Instrumen

Syariah /Konvensional Syariah /Konvensional Konvensional

Keuntungan
Investor

Margin, Fee (upah)

Dokumen yang
Diperlukan

Dokumen Pasar Modal Dokumen Pasar Modal Dokumen Pasar


Modal
Syariah
Syariah

Underlying Asset

Perlu

Bagi Hasil

Bunga/ kupon,
capital gain

Perlu

Tidak Perlu

Harus sesuai Syariah

Bebas

SPV, Trustee, Agen


Pembayaran

Trustee, Agen
Pembayaran

Pengesahan Dewan
Perlu
Syariah

Perlu

Tidak Perlu

Akad (Transaksi)

Ijarah (Sewa/Lease)

Mudharabah (Bagi
Hasil)

Tidak Ada

Jenis Transaksi

Ertainty Contract

Uncertinty Contract

Sifat

Investasi

Investasi

Surat Utang

Harga Penawaran

100%

100%

100%

Pokok Obligasi saat 100%

100%

100%

Penggunaan Hasil
Penjualan (Proceed) Harus sesuai Syariah
Lembaga Terkait

SPV, Trustee, Agen


Pembayaran

11

Jatuh Tempo
Kupon

Imbalan/Fee

Pendapatan/Bagi Hasil Bunga

Return

Indikatif Berdasarkan
Ditentukan Sebelumnya Pendapatan/Income

Fatwa Dewan
Syariah Nasional

No. 41/DSNMUI/III/2004

No.33/DSNMUI/IX/2002

Tidak Ada

Jenis Investor

Syariah/Konvensional

Syariah/Konvensional

Konvensional

Float/Tetap

Sumber: Laksono dan Achsien dalam Zuraidah

19

Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional,


perbedaan pokoknya adalah penggunaan konsep margin, fee (upah) dan
bagi hasil sebagai pengganti bunga, produk dan objek investasinya
halal/tidak mengandung ghrr, adanya suatu transaksi pendukung
(underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar
penerbitan sukuk, dan adanya akad atau penjanjian antara para pihak yang
disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus
distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas
dari riba, ghrr dan maysr.20
B; Kajian Risiko Secara Islami dan Umum

Dikatakan Islam merupakan agama yang universal adalah benar,


hal itu terlihat dari adanya bentuk pengelolaan risiko yang dibahas di
dalam kitab suci al-Quran. Bentuk risiko ini meliputi berbagai bentuk
risiko, baik itu risiko yang berhasil diatasi atau ditanggulangi maupun
bentuk risiko yang dihadapkan Tuhan kepada manusia sebagai ujian hidup.
Manajemen risiko versi al-Quran meliputi berikut:21
1; Bentuk kealpaan terhadap risiko
a; Lalai terhadap larangan Tuhan
19 Zuraidah, Sukuk Negara Sebagai Pendorong Pertumbuhan Pasar Keuangan Syariah
Indonesia, Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, hlm. 5-6
20 Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen
Keuangan, Mengenal Sukuk: Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syariah, Tidak
Dipublikasikan.
21 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankan dalam Al-Quran (Jakarta: PT.
Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 384

12

Ketika Nabi Adam dan Siti Hawa memakan buah khuldi,


maka risiko yang mereka hadapi adalah tertanggalnya
baju/terbukanya aurat mereka, dan mereka harus meninggalkan
surga saat itu juga. Allah berfirman dalam QS. Thaha (20): 117.
QS. Thaha (20): 120. Larangan memakan buah khuldi QS. AlBaqarah (2): 35. Akhirnya mereka mendapat hukuman QS. Araf
(7): 22.
Kisah Nabi Adam dan Siti Hawa tersebut dapat dikaitkan
dengan moral hazard yang terjadi di dunia usaha saat ini.
Keinginan memakan buah khuldi adalah hawa nafsunya Siti Hawa,
sedangkan hawa nafsunya Nabi Adam adalah perempuan (Siti
Hawa). Risiko yang mereka hadapi terpikirkan tetapi tidak
dikendalikan dan tidak dihiraukan, akhinya risiko yang mereka
terima sangat besar, yaitu dikeluarkan dari surga.
b; Meninggalkan tugas yang belum rampung
Kaum Nabi Yunus yang ingkar membuat Nabi Yunus
berputus asa dan berkata pada kaumnya bahwa adzab Allah akan
segera diturunkan, kemudian Nabi Yunus meninggalkan mereka.
Namun, akhirnya kaumnya tersebut taubat dan Allah
mengampuninya dan termaktub dalam QS. Yunus (10): 98.
Sedangkan Nabi Yunus melanjutkan perjalanannya tanpa berfikir
tentang risiko, Dia naik kapal dan tidak terduga ada badai yang
akhirnya salah satu penumpangnya harus dibuang ke laut. Nabi
Yunus terpilih dan akhirnya dimakan oleh ikan paus, hal itu sesuai
dengan firman Allah dalam QS. Ash-shaffat (37): 139-142.
Akhirnya Nabi Yunus bertaubat seperti dalam QS. Al-Anbiya (21):
87.

13

c; Lupa terhadap komitmen awal

Kisah Nabi Musa yang berguru pada Nabi Khidir,


menggambarkan bahwa Nabi Khidir menolak mengajarkan ilmu
kepada Nabi Musa karena Nabi Musa tidak akan dapat menahan
hawa nafsunya dalam menahan diri dan bersabar atas apa yang
dilihatnya. Hal ini termaktub dalam QS. Al-Kahfi (18): 68. Nabi
Musa tetap bersikeras dan sungguh-sungguh ingin berguru. Seperti
dalam QS. Al-Kahfi (18): 69. Akhirnya Nabi Khidir menyetujuinya
dengan syarat, hal ini seperti dalam firman Allah dalam QS. AlKahfi (18): 70. Dan terbukti bahwa Nabi Musa tidak dapat
bersabar dan tidak dapat menahan diri ketika berguru pada Nabi
Khidir, kisah tersebut ada dalam QS. Al-Kahfi (18): 71-82.
Manajemen risiko yang dapat diterapkan Nabi Khidir ada
tiga, pertama Nabi Khidir melobangi kapal orang miskin adalah
agar terlihat jelek sehingga tidak dirampok oleh orang dzalim.
Risiko kerugian yang diakibatkan Nabi Khidir jauh lebih kecil
daripada risiko yang diakibatkan oleh orang dzalim yang akan
merampok kapal. Kedua, Nabi Khidir membunuh anak kecil yang
dipastikan akan menyesatkan orang tuanya ketika dewasa. Risiko
yang dikendalikan oleh Nabi Khidir adalah meminimalisir
kesesatan yang mungkin akan terjadi di masa mendatang.
Ketiga, Nabi Khidir membangun rumah yang hampir roboh
tanpa upah sedikitpun adalah meminimalisir risiko kerugian atas
rumah yang dibawahnya ada peninggalan harta warisan untuk anak
yatim. Jika rumah itu roboh, maka harta warisan itu pun akan rusak
atau musnah, sehingga pengendalian risikonya adalah dengan
membangun rumah tersebut.
2; Bentuk kehati-hatian terhadap risiko
a; Program penyelamatan diri dari bahaya banjir Nabi Nuh
Nabi Nuh diberikan kepekaan oleh Allah terhadap risiko
yang akan terjadi di masa mendatang. Allah memberikan solusi dan
penanggulangan secara cerdas dan efektif. Hal itu telah termaktub
dalam QS. Al-Mukminun (23): 27.
b; Program penyelamatan diri dari bahaya kelaparan Nabi Yusuf

14

Ketika terjadi paceklik di Mesir, Nabi Yusuf sudah tidak


terbebani karena sudah melakukan pengendalian risiko atas
paceklik tersebut. Allah memberikan tanda-tanda bahwa akan ada
paceklik lewat mimpi raja Mesair yang ditakwil oleh Nabi Yusuf.
Hal itu seperti yang tertulis dalam QS. Yusuf (12): 43-49. Nabi
Yusuf mengendalikan risiko atas paceklik tersebut dengan solusi
yang cerdas dan luar biasa.
Nabi Yusuf memberikan gambaran bahwa akan ada musim
subur dan panen raya selama 7 tahun, kemudian akan ada paceklik
selama 7 tahun. Sehingga solusi yang terbaik untuk
menanggulanginya adalah melipatgandakan hasil pertanian dan
menyimpannya untuk 7 tahun di masa paceklik. Sehingga ketika
musim paceklik datang, akan terlewati dengan aman, damai dan
tenteram.
c; Program penyelamatan diri Nabi Musa dari murka Firaun
Risiko yang dihadapi oleh Nabi Musa sewaktu bayi adalah
terbunuh oleh Firaun, akibat ketakutan akan lahir laki-laki yang
akan menentangnya dan menghancurkan singgasananya. Allah
memberikan
ilham
kepada
ibu
Nabi
Musa
untuk
menghanyutkannya di sungai, yang akhirnya ditemukan istri
Firaun dan diasuhnya seperti anaknya sendiri. Manajemen risiko
yang dilakukan ibunya Nabi Musa dapat dijadikan hikmah dan
pelajaran bagaimana mengelola risiko agar terkendali dengan
benar.
Risiko yang dihadapi lembaga keuangan, yang berkaitan dengan
sukuk dan obligasi konvensional adalah penurunan nilai pendapatan dan
nilai aset bagi pihak-pihak yang berkontrak, yang dengannya dapat
menyebabkan kerugian. Penurunan nilai pendapatan dan nilai aset itu
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya harga, kadar faedah,
perubahan nilai tukar asing ($), inflasi, terganggunya penawaran atau
permintaan dalam pasar barang, dan bencana alam.
Perubahan harga maupun inflasi dapat mempengaruhi perubahan
pasar secara keseluruhan, misalnya ketika harga pasar turun, maka harga
seluruh pasar akan turun pada kadar tertentu. Hal itu akan mengakibatkan
pendapatan yang diperoleh institusi keuangan dan individu juga

15

berkurang. Hal itu juga berlaku ketika terjadi inflasi, maka terjadi
peningkatan harga secara umum yang mengakibatkan berkurangnya nilai
aset yang dipegang, terutama aset dalam bentuk utang.
Risiko dilihat dari bentuk risiko, ada 3 macam:
1; Risiko yang dapat dikurangi.
2; Risiko yang dapat ditransfer kepada pihak lain.
3; Risiko yang dapat dikelola oleh institusi sendiri.
Risiko dilihat dari jenisnya ada dua, yaitu:
1; Risiko pengukuran (risk measurment), berhubungan dengan
kuantitas risiko yang dihadapi.
2; Risiko manajemen (risk management), berhubungan dengan
keseluruhan proses yang dilakukan institusi, baik itu menentukan
strategi mengidentifikasi risiko, kuantitas risiko maupun
memahami dan menghadapi risiko tersebut.
Menurut Nazaruddin dalam disertasinya mengatakan bahwa
produk sukuk digemari oleh penerbit dan investor karena manfaatnya lebih
besar dan risikonya relatif kecil, serta pengurusannya lebih mudah. 22
Risiko yang relatif kecil itu akan menjadi besar jika tidak dipahami cara
pengendalian yang benar. Ada beberapa manfaat bagi penerbit dan investor
untuk memahami risiko sukuk, yaitu:
1; Untuk menghindari para pihak dari kemungkinan kerugian yang
terjadi disebabkan kontrak sukuk yang dilaksanakan.
2; Untuk kepentingan pihak penerbit bagi membuat syarat-syarat
kontrak sukuk masing-masing.
3; Untuk membuat kontrak sukuk lebih inovatif dalam menghadapi
komungkinan risiko.
4; Terhindar dari bentuk-bentuk kontrak sukuk yang mengandung
unsur ghrr yang berlebihan, sehingga menyebabkan tidak selaras
dengan ketentuan syara.
C; Pandangan Fiqih Mengenai Risiko

Islam melihat bahwa risiko atau mukhatarah adalah persoalan


penting dalam sistem pembiayaan Islam yang berhubungan dengan konsep
22 Nazaruddin Abdul Wahid, Sukuk: Memahami & Membedah Obligasi pada Perbankan Syariah
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 260

16

harta (aset), ketentuan harga (price), dan pengetahuan rekanan dalam


pembentukan suatu akad. Islam menganalisa konsep yang berhubungan
dengan risiko dengan ghrr, adh-dhaman, dan konsep khiyar.
1; Risiko yang disebabkan oleh ghrr
Ghrr berarti penipuan, keraguan, ketidakpastian, dan bahaya.
Ibnu Rusyd dalam Nazaruddin memandang ghrr memiliki tiga
tingkatan, yaitu ghrr yang berlebihan (ghrr al-katsir), ghrr
yang sederhana (ghrr al-mutawassith) dan ghrr yang sedikit
(ghrr al-yasir). Ghrr yang berlebihan dapat menyebabkan
batalnya akad, sehingga yang demikian dilarang oleh Sharah Islam.
Ghrr yang sederhana melihat kepentingan atau hajat orang banyak,
jika dikehendaki banyak orang dibolehkan, namun jika dijadikan helah
untuk perniagaan maka diharamkan. Sedangkan terhadap ghrr yang
dimaafkan adalah yang sedikit dan diperlukan oleh banyak orang,
ghrr itu pun sulit untuk dihindari.
a; Ghrr terhadap obyek akad
Ghrr yang berlebihan itu menyebabkan batalnya obyek
akad. Ibnu Juzay mengatakan, kontrak yang rusak itu ketika tidak
dapat terpenuhinya syarat-syarat yang telah disepakati atau tidak
dicapainya pengiriman seperti jual beli kuda liar, jual beli harganya
atau obyeknya yang tidak diketahui, jual beli tertunda yang periode
penundaannya tidak tertentu, jual beli binatang yang sedang dalam
keadaan sakit dan lainnya, jual beli tersebut sudah dilakukan oleh
orang-orang Arab sebelum Islam.
Ada dua pandangan keberadaan objek akad ini, yaitu
pertama, bay ghrr, seperti menjual burung di udara atau menjual
ikan di laut. Kedua, bay majhul, seperti jual beli sesuatu yang
tersembunyi atau jual beli sesuatu dalam karung. Kedua ghrr
tersebut sama namun berbeda dalam hal lainnya, bay majhul
merupakan jual beli yang tidak mampu dihadirkan dalam majlis
akad, sedangkan bay ghrr merupakan keraguan atas kempuan
menyerahkan barang tepat waktu. Menurut Madzhab Maliki,
kebanyakan ulama telah melakukan bay al-majhul, yaitu
melakukan konsep tersebut dalam bentuk pertukaran dan tidak
terdapat kesalahan padanya. Ibnu Qayim Al-Jauziyyah dan Al-

17

Sanhuri mengatakan, bahwa tidak ada dalil yang berisi larangan


atas jual beli yang tidak ada obyek jualnya, namun Sharah Islam
hanya melarang ghrr obyek jualnya.
Ibnu Qayyim mengkritik larangan bay al-madum, yaitu
jual beli yang obyek jualnya tidak ada namun dipastikan akan ada
di waktu yang akan datang. Bay al-madum dibagi menjadi empat
kategori, diantaranya:
1; Jika obyek jual pada dasarnya ada tetapi ia hadir kemudian
dalam bentuk yang sesuai.
2; Jika obyek jual tidak ada pada saat kontrak dibuat namun ia
pasti ada dalam waktu akan datang.
3; Jika obyek jual tidak ada pada saat kontrak namun
sebenarnya ada, tetapi keberadaannya pada waktu akan
datang adalah tidak pasti.
4; Jika obyek jual tidak ada pada saat kontrak dan dapat
diperkirakan juga untuk tidak ada pada masa akan datang.
Empat kategori yang ada tersebut ada dua pertama yang
terdapat ghrr/risiko sedikit, dan itu tidak membatalkan akad.
Dalam konteks bay al-madum, dikaitkan dengan future trading
(jual beli yang akan datang) terhadap komoditas. Ulama sudah
mendalami kajian yang terkait dengan future trading, yaitu
keberadaan komoditas, teknik jualan, prosedur pelaksanaan, dan
juga clearinghouse. Clearinghouse ini dapat mencegah adanya
ketidakpastian prospek pengiriman, seperti kualitas barang, waktu
penyerahan, dan bayaran harga.
Jika bentuk future trading dihalalkan karena mampu
membebaskan kontrak dari sifat ghrr, maka bentuk kontrak
sukuk salam, istishna dan sebagian sukuk ijarah biasanya
menganut konsep future trading, dimana objek jual maupun objek
sewanya baru ada di waktu yang akan datang. Segala konsekuensi
risiko yang dihadapi dapat diatasi dengan mekanisme kontrak yang
dibuat antara para pihak yang terlibat.
b; Ghrr terhadap harga
Pakar hukum Islam sepakat bahwa persetujuan bersama
hanya akan terwujud jika para pihak mengetahui harga yang tepat

18

dari obyek yang diperjualbelikan dan harus ditentukan pada saat


kontrak dibuat. Harga adalah sesuatu kadar tertentu yang cukup
jelas dipahami dan disetujui oleh para pihak dan mampu
menghindarkan konflik, jika tidak disebutkan suatu bentuk harga
yang tepat.
Ulama berpendapat jika terdapat kesamaan dalam harga,
maka ia termasuk dalam kategori ghrr yang berlebihan yang
dapat merusakkan jual beli. Penentuan harga merupakan suatu
kepastian nilai kesatuan mata uang atau kadar yang pasti dari
kedua jenis barang jika dalam kasus barter. Menurut Madzhab
Syafii, Maliki, dan Zahiri sepakat bahwa pengabaian harga akan
merusakkan jual beli dan ia termasuk kategori ghrr yang
dilarang.
Madzhab Hambali, Ibnu Taimiyyah, dan Ibnu Qayyim
sepakat bahwa cara penentuan harga pada saat kontrak, yaitu
dengan bentuk tsaman al-mitsli. Tsaman al-mitsli adalah suatu
harga yang orang lain yang orang lain pun membayar demikian
atau disebut harga pasar, hal ini cukup aman untuk mengurangi
risiko kegagalan. Ahmad Yusuf Sulaiman dan Ahmad Hasan juga
mendukung kesepakatan tersebut, bahwa jual beli itu sah jika
didasarkan ketentuan harga pasar.
Berkaitan dengan penentuan harga, mengenai konsep
deposit yang sering digunakan peniaga khususnya dalam future
contract, maka diberlakukan konsep bay urbun. Deposit atau
bayaran yang didahulukan dalam kontrak jual beli merupakan
masalah yang sesuai dengan syara, sebab yang demikian itu
dianggap sebagai suatu kebaikan pembeli. Deposit dalam bentuk
jual beli tertunda biasanya dalam bentuk sukuk ijarah, sukuk
murabahah, dan sukuk istishna. Ketika terjadi fluktuasi harga,
maka deposit bisa meningkat bersamaan dengan meningkatnya
harga (underlying commodity).
Contoh sukuk istishna yang memakai konsep bay urbun,
calon pembeli proyek mendepositkan dananya terlebih dahulu
untuk pernyataan kepastian akan membeli proyek yang disediakan
penyuplai. Deposit demikian membayar harga secara angsuran

19

sesuai kadar proyek yang telah selesai dibangun. Kemungkinan


risiko penyuplai adalah jika terjadi kegagalan pelunasan harga
disebabkan kelalaian pihak pembeli. Hal tersebut dapat terjadi jika
proyek tidak sesuai dengan kriteria yang dimaksudkan pembeli,
atau pembeli enggan melunasi sisa harga kepada penyuplai.

20

c; Ghrr terhadap pengetahuan counterpart

Para pihak yang menjual dan membeli diwajibkan untuk


saling mengetahui tentang substansi obyek jual dan nilai harganya,
pengetahuan ini yang dapat mengurangi adanya risiko kegagalan
yang timbul terhadap akad. Madzhab Hanafi mengatakan bahwa
jual beli tidak melihat obyek jualnya tidak akan merusakkan akad,
itu sudah lazim dan biasa, dan pihak pembeli pun memberikan
jaminan. Sedangkan madzhab Syafii mengatakan bahwa
pengetahuan obyek dan harga merupakan syarat sah dan mutlak
suatu jual beli, jika pembeli tidak melihat obyek jual maka jual beli
menjadi fasik/batal karena ghrr yang berlebihan. Sedangkan
Imam Malik mengatakan bahwa hal demikian ghrr-nya hanya
sedikit.
Berkaitan dengan sukuk dan obligasi konvensional,
sertifikat yang dipegang oleh investor memenuhi dari syarat aset
riil. Namun, perlu diketahui bahwa investor tidak pernah melihat
aset yang akan dibeli dan hanya percaya pada Special Purpose
Vehicle (SPV) sebagai trustee acency dalam risiko kegagalan
penyerahan aset originator.
2; Risiko dalam konsep adh-dhaman

Adh-dhaman artinya pemindahan suatu tanggungjawab dari


debitur (orang yang dijamin) kepada penjamin. Pengertiannya, dengan
jaminan ini maka debitur terbebas dari tanggungjawab, sekiranya
jaminan diberikan dalam bentuk utang maka debitur terbebas dari
utang dan mengalihkan kepada penjamin.
Ibnu Qudamah dalam Nazaruddin mengatakan bahwa ada tiga
bentuk jaminan, yaitu:
a; Jaminan atas barang, adalah memberikan suatu jaminan
terhadap barang atau aset yang digunakan oleh orang lain,
dengan syarat penjamin akan menggantikan sekiranya barang
itu rusak atau hilang, bukan disebabkan kelalaian pengguna.

21

b; Jaminan atas penjual, adalah jaminan yang diberikan kepada

pihak pembeli atas akibat membeli barang dari salah seornag


yang tidak mengenalnya, atau membeli barang curian.
c; Jaminan atas kecacatan, adalah jaminan terhadap kecacatan
obyek jual atau disebut juga dengan garansi.
Surat jaminan dipersamakan dengan adh-dhaman atau kafalah,
karena keduanya menguatkan kedudukan modal pihak yang dijamin
(investor) oleh pihak yang mengambil manfaat modal (penerbit)
dimaksud dalam memberikan jaminan ketenteraman dari risiko yang
dihadapi.
3; Risiko dalam konsep al-khiyar

Ibnu Rusyd dalam Nazaruddin mengatakan bahwa Abu


Hanifah berpendapat mengenai para pihak dalam kontrak jual beli
yang tidak akan mengalami kerugian selama pembeli dijamin dengan
pilihan (options).23 Kajian mendalam mengenai jenis-jenis options ini
diantaranya: call options (ikhtiyar at-thalab), put options (ikhtiyar aldaf), options period (fatrah al-ikhtiyar ), simple options (ikhtiyar albasitah), double options (ikhtiyar al-murakabah), dan double quantity
options (ikhtiyar al-mudafaah).
Kebolehan options dalam kontrak pembiayaan Islam karena
transaksi ini termasuk dalam khiyar, ada yang mengatakan sebagai
bay urbun, ada juga ynag mengatakan sebagai bay al-manfaah.
Adiwarman Karim mengatakan bahwa jika sekiranya transaksi options
ini tidak ada tuntutan sejumlah kompensasi uang sebagai hak yang
diberikan kepada penjual, maka transaksi options dalam berbagai jenis
dibolehkan.
Berkaitan dengan sukuk, jika memasukkan khiyar dalam
kontrak sukuk maka tidak ada yang akan mengalami kerugian.
Contohnya, sukuk dengan model call options maka sukuk holders
dapat memilih untuk meneruskan kontrak sampai masa mendatang,
atau membatalkan kontrak dengan melakukan likuiditas baik likuiditas

23 Nazaruddin Abdul Wahid, Sukuk: Memahami & Membedah Obligasi pada Perbankan Syariah
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 274

22

dalam bentuk menjual kembali kepada penerbit atau menjualnya dalam


mekanisme pasar modal.
D; Analisis Risiko Sukuk dan Obligasi Konvensional

Analisis risiko secara umu ada dua bagian, yaitu:24


1; Analisis Sensitivitas yaitu menilai risiko yang terjadi diluar
perhitungan, misalnya terjadi cost over run sebagai akibat
meningkatnya harga/inflasi atau tidak/belum diperhitungkannya
komponen biaya tertentu (biaya tidak resmi) dalam capital cost.
2; Analisis Probabilitas yaitu penilaian yang didasarkan pada perhitungan
statistik bahwa setiap proyek mempunyai unsur probability yang
menunjukkan suatu forecast apakah suatu proyek riskan atau tidak.
Risiko Sukuk terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:
1; Risiko Kontrak Sukuk
Kontrak sukuk biasanya melibatkan pihak-pihak dan melalui
tahapan-tahapan tertentu, yang menimbulkan risiko yang akan dialami
oleh masing-masing pihak yang berkontrak. Tahapan-tahapan yang
dimaksud adalah:
a; Kontrak sukuk melibatkan partnership (originator, SPV, dan
investor), keadaan risiko semacam ini disebut counterparty risks.
Risiko lainnya adalah moral hazard, hal itu disebabkan oleh
kelalaian kemitraan dalam melaksanakan kewajiban.
b; Kontrak sukuk melibatkan tiga tahapan, yaitu:
1; antara originator dengan SPV pada saat pembentukan
underlying assets,
2; kontrak antara sejumlah SPV dengan sejumlah investor saat
pengeluaran dan penjualan sertifikat sukuk,
3; kontrak saat penebusan setelah jatuh tempo.
c; Kontrak sukuk yang melibatkan aset riil sebagai objek akad, ketika
objek jual atau aset hilang dan musnah karena bencana alam,
perpindahan hak milik (warisan), kematian, pengurangan nilai aset
akibat perubahan harga (inflasi), maka akan memberikan pengaruh
pada underlying assets dalam bentuk risiko aset dan risiko pasar.
24 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2006), hlm. 241

23

d; Pengeluaran sukuk oleh SPV menggunakan kontrak baik ijarah,

musyarakah, mudharabah, salam maupun istishna masih menjadi


perdebatan yang beragam hukumnya.
e; Sukuk yang dijual antar negara berarti menggunakan mata uang
US dollar. Risiko yang ditimbulkan oleh penjualan sukuk
antarnegara
tersebut
adalah
kesesuaian
undang-undang
antarnegara, hubungan politik dari satu bangsa ke lain bangsa, dan
risiko kadar tukar mata uang asing.
f; Jika investor ingin mencairkan dananya sebelum jatuh tempo,
maka investor akan mengalami risiko likuiditas atau investor tidak
dapat menukar bentuk investasi baru yang lebih unggul.
Contohnya, investor memiliki sukuk mudharabah, namun karena
sukuk ijarah lebih menguntungkan, maka investor ingin
mencairkan dananya sebelum jatuh tempo dan ingin menukarkan
pada sukuk ijarah, dan hal itu sulit dilakukan.
g; Risiko terakhir adalah penebusan oleh SPV kepada investor ketika
jatuh tempo, risiko yang mungkin timbul adalah jika SPV gagal
membayar modal dan keuntungan kepada investor. Hal ini disebut
risiko kredit dan risiko operasional.
Oleh karena itu, berdasarkan bentuk kontrak dan hubungan
para pihak, maka risiko sukuk secara keseluruhan dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa risiko, diantaranya:
Gambar 2
Risiko Sukuk dalam Pasar Modal

a; Risiko pasar

Risiko pasar secara sistematis disebabkan oleh pergerakan


harga pasar secara menyeluruh. Sedangkan risiko pasar secara
tidak sistematis disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi
penyebab utamanya, yaitu risiko nilai tukar asing, risiko kadar
faedah, dan risiko likuiditas.25
25 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankan dalam Al-Quran (Jakarta: PT.
Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 426

24

Risiko nilai tukar asing adalah suatu konsekuensi


sehubungan dengan pergerakan atau fluktuasi nilai tukar terhadap
rugi laba bank. Meskipun sukuk tidak berpengaruh terhadap kurs
secara langsung karena ada syarat tidak boleh ada transaksi yang
bersifat spekulasi (seperti forward, margin trading, option, dan
swap), tetapi transaksi sukuk tetap tidak akan bisa terlepas dari
valuta asing.26 Dalam sukuk, transaksi yang diperbolehkan adalah
untuk kebutuhan transaksi dan berjaga-jaga (simpanan) dan
transaksi harus tunai atau spot. Tunai ialah pembayaran cek,
pemindahbukuan, transfer dan sarana pembayaran tunai lainnya.
Risiko pasar dapat disebabkan juga oleh perubahan harga
aset, yang mengakibatkan kemungkinan, yaitu jika pensekuritian
aset menggunakan bay al-wafa, dan jika pensekuritian aset
menggunakan bay mutlaqah.
Risiko likuiditas adalah risiko yang disebabkan oleh
ketidakcakapan syarat-syarat operasional yang dijalankan suatu
firma sehingga dapat mengurangi kemampuan mendapatkan cash
pada kadar biaya yang layak atau kesukaran menjual aset dalam
waktu singkat atay ketika jatuh tempo. Berkaitan dengan sukuk,
yaitu terjadi disebabkan kemampuan mendapatkan cash secara
utang yang didasarkan faedah merupakan sesuatu yang dilarang
Sharah Islam.
b; Risiko Operasional27
Risiko operasional merupakan risiko yang diakibatkan oleh
lemahnya sistem informasi atau sistem pengawasan intern
perusahaan. Risiko ini disebabkan oleh kesalahan manusia (human
error) atau disebut juga moral hazard.
c; Risiko kredit
Risiko yang dihubungkan dengan kualitas aset atau
pinjaman yang kemungkinan tidak dapat diperoleh lagi, apabila
terjadi kelalaian para pihak dalam penyelesaiannya. Risiko dalam
hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya 1) risiko
26 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2006), hlm. 474
27 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankan dalam Al-Quran (Jakarta: PT.
Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 431

25

kegagalan proses, 2) risiko pengurangan nilai, 3) risiko


counterparty, dan 4) risiko penyelesaian kontrak.
d; Risiko aset
Risiko aset dapat dilihat berdasarkan benda aset (akibat
bencana alam, kebakaran dll) dan nilai aset (perubahan
harga/inflasi dll). Oleh karena itu jika aset turun nilai, maka
pemilik asal aset akan mengalami kerugian disebabkan ia
melakukan kontrak tersebut. Risiko lainnya adalah ketika aset yang
telah dijadikan jaminan sukuk tidak dapat dijual, disewakan, atau
dijadikan sebagai jaminan dalam kontrak lain, sekalipun dalam
pengawasan pihak SPV.
e; Risiko negara
Risiko negara disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
perbedaan jenis mata uang, perbedaan undang-undang cukai,
perbedaan hak kepemilikan bagi penduduk asing, perbedaan
penggunaan standar hukum Syariah, perbedaan aturan regulasi dan
aturan mengenai financial reporting.
f; Risiko counterparty
Moral hazard mendominasi dalam bentuk risiko ini,
dimana pihak yang berkontrak dituntut menjalankan
tanggungjawab secara benar dan jujur karena ia merupakan
amanah.
g; Risiko kesesuaian Syariah
Risiko ini timbul akibat pemahaman teoritikal fiqih yang
beragam, akibatnya akan berpengaruh terhadap sukuk yang
diamalkan. Contohnya, menurut sarjana Muslim kontrak sukuk
murabahah hanya mengikat penjual dan tidak mengikat pembeli.
Sedangkan pakar fiqih lainnya berpendapat bahwa sukuk
murabahah mengikat keduanya dalam pembentukan kontrak.
Risiko terbesarnya adalah pembeli dapat kapan saja membatalkan
konraknya secara sepihak, hal itu dapat mengakibatkan pihak lain
mengalami kerugian.
2; Risiko Khusus SPV pada Sukuk
Risiko yang mungkin dihadapi oleh SPV adalah bentuk
kegagalan pihak-pihak lain seperti originator dan investor dalam

26

melaksanakan tanggungjawabnya masing-masing. Kegagalan investor


mentrasfer aset, kelalaian membayar keuntungan, sewa, mark-up,
ataupun diskon yang mengakibatkan SPV menghadapi kerugian.
3; Risiko Obligasi Konvensional
Obligasi merupakan salah satu jenis efek yang memberikan
pendapatan tetap (fixed income securities/FIS). Namun, dengan
pendapatan tetap risiko yang dimiliki obligasi relatif besar. Obligasi
konvensional diterbitkan oleh pemerintah, perusahaan, pemerintah
negara bagian dan atau pemerintah asing/perusahaan asing. Risiko
obligasi konvensional ada 10 macam, diantaranya risiko tingkat bunga
pasar, risiko daya beli, risiko wanprestasi, risiko likuiditas, risiko
jangka waktu jatuh tempo (maturity risk), risiko mata uang, risiko call,
political risk, dan industry sector risk.28
a; Risiko suku bunga,29
Merupakan resiko penurunan obligasi yang disebabkan
karena penurunan suku bunga. Resiko suku bunga berhubungan
dengan nilai obligasi dalam portofolio.
b; Resiko tingkat reinvestasi,30
Merupakan resiko penurunan suku bunga yang akan
menyebabkan penurunan pendapatan dari portofolio obligasi.
Pemegang obligasi jangka panjang akan menghadapi resiko suku
bunga, namun tidak menghadapi resiko tingkat investasi.
Pemegang obligasi jangka pendek terjadi sebaliknya.
c; Resiko kegagalan,31
Adalah resiko yang disebabkan karena kegagalan
penerbitnya. Risiko kegagalan dipengaruhi oleh kekuatan
keuangan penerbit obligasi maupun jangka waktu kontrak obligasi,
terutama apakah jaminan telah disediakan untuk menjamin obligasi
yang diterbitkannya.
d; Risiko waktu,32
28 M. Kurnia Rahman Abadi, Obligasi (Bond), disampaikan dalam mata kuliah Manajemen
Investasi Pasar Modal, Program Studi Keuangan Islam, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tidak
diterbitkan.
29 Ibid.
30 Ibid.
31 Ibid.
32 Fabozzi, (2000), hlm.

27

e;

f;

g;

h;

Adalah risiko ini melekat pada callable bonds, yakni


obligasi yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh emitennya dengan
harga yang telah ditetapkan. Risiko waktu terjadi jika: pola aliran
kas emiten tidak pasti, penarikan dilakukan pada saat suku bunga
rendah dan potensi kenaikan harga obligasi lebih tinggi dari harga
call-nya.
Risiko inflasi,
Adalah risiko inflasi disebut pula risiko terhadap daya beli.
Risiko inflasi merupakan risiko bahwa return yang direalisasikan
dalam investasi obligasi tidak akan cukup untuk menutupi kerugian
menurunnya daya beli yang disebabkan inflasi. Bila inflasi
meningkat dan tingkat bunga obligasi tetap, maka terjadi
penurunan daya beli yang harus ditanggung investor.
Risiko kurs valuta asing,
Jual beli obligasi di perusahaan berbeda negara akan
mengalami kerugian perbedaan kurs valuta asing (foreign
exchange risk).
Risiko likuidasi,
Risiko yang mengacu pada seberapa mudah investor dapat
menjual obligasinya, sedekat mungkin dengan nilai dari obligasi
tersebut. Cara untuk mengukur likuiditas adalah dengan melihat
besarnya spread (selisih) antara harga permintaan dan harga
penawarannya yang dipasang oleh perantara pedagang efek.
Semakin besar spread tersebut, makin besar risiko likuiditas yang
dihadapi.
Event risk,
Seringkali kemampuan emiten untuk membayar bunga dan
pokok hutang tanpa terduga berubah karena bencana alam dan
pengambil-alihan.

E; Solusi Menghadapi Risiko Sukuk

Bentuk dan risiko sukuk sudah dikenal pasti, sudah dijelaskan pula
pada bahasan sebelumnya, sehingga pada bahasan ini akan mengulas
tentang solusinya dalam mengendalikan risiko, antara lain.
1; Mengendalikan risiko pasar

28

Dalam membahas cara mengendalikan risiko pasar, maka


akan dibahas satu per satu dari tiga bagian risiko pasar. Pertama,
untuk mengendalikan risiko kadar faedah ada dua cara, yaitu 1)
menggunakan kaidah floating rate return (kadar keuntungan
terapung), dan 2) melakukan evaluasi dalam jangka masa tertentu
dan memperbarui kontrak sesuai harga terbaru. Kedua, untuk
mengendalikan risiko nilai pertukaran asing dapat menggunakan
standard LIBOR, dimana kontrak sukuk dihubungkan sesuai nilai
tukar (harga pasar) atau banchmarck, dalam hal ini menggunakan
konsep urbun dan band al-ihsan.
Ketiga, cara mengatasi risiko likuiditas adalah tersedia
fasilitas liquidity (kecairan) bagi produk sukuk dengan nilai
likuiditas yang tinggi di pasar. Ali Arsalan Tariq dan Humayon Dar
dalam penelitiannya memberikan referensi agar harga pasar
menggunakan LIBOR, yang mana ada kompetisi yang sehat, return
sukuk disepakati pada underlying assets atau sesuai nilai tukar
harga pasar yang berlaku saat itu.33

33 Ali Arsalan Tariq dan Humayon Dar, Risks of Sukuk Structures: Implications for Resource
Mobilization, thunderbird International Business Review, Vol. 49 (2) 203-223, March-April 2007,
hlm. 206

29

2; Mengendalikan risiko kredit

Untuk mengatasi risiko kredit juga bisa dilakukan kontrak


swaps, dimana kesepakatan antara dua firma untuk menukar cash
flows pada masa sebelumnya dengan masa yang akan datang.
Kontrak sukuk ini dihubungkan dengan kaidah sebagai berikut; 1)
floating rate sukuk (FRS), 2) Zero-coupon sukuk (ZCS).
3; Mengendalikan risiko aset
Untuk mengendalikan risiko aset adalah dilakukan
pensekuritian, yaitu memastikan nilai aset boleh diperjualbelikan.
Sedangkan untuk mengendalikan risiko perubahan harga aset atau
pengurangan nilai harga aset dapat dilakukan dengan
menyandarkan aset pada kadar nilai pasaran atau menyandarkan
pada alat tukar yang mempunyai nilai tetap (seperti emas).
4; Mengendalikan risiko negara
Untuk mengendalikan risiko negara dapat dilakukan dengan
kontrak dan perjanjian yang disetujui bersama. Perjanjian ini
dibenarkan oleh Sharah Islam dan undang-undang sipil. Ada
beberapa penguatan infrastruktur yang diperlukan untuk
menanggulangi risiko sukuk negara, yaitu:
a; Memperkuat infrastruktur pendukung proses teknis yang
berhubungan dengan pembiayaan sukuk.
b; Menyediakan persediaan infrastruktur pasar uang intar-bank
yang kuat.
c; Menyediakan aturan standar praktik regulasi, akunting, dan
auditing yang baik dan seragam.
d; Memperkuat dukungan secara undnag-undang, khususnya
terhadap kelalaian yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
e; Memperkuat sarana promosi dan infrastruktur monitoring
terhadap pembiayaan sukuk.
f; Penyediaan undang-undang pasar likuiditas yang sempurna
yang didukung oleh ketentuan pasar modal antarbangsa.
5; Mengendalikan risiko counterparty
Suatu cara untuk menanggulangi adanya moral hazard
adalah institusi keuangan Islam bertindak sebagaimana institusi

30

keuangan konvensional yaitu meminta jaminan yang berbentuk


ekuitas atau berbentuk garantor, tujuannya adalah untuk
menghindari moral hazard.
6; Mengendalikan risiko operasional34
Berikut ini berbagai istilah yang digunakan untuk
pengendalian risiko operasional:
a; Hazard,yaitu kondisi yang potensial dapat menyebabkan
terjadinya kerugian atau kerusakan.
b; Exposure, yaitu sumber-sumber risiko yang kemungkinan
besar diakibatkan oleh peristiwa yang telah terjadi atau
pengulangan kejadian yang sama.
c; Risk control, yaitu tindakan yang dirancang
untuk
mengurangi risiko seperti perubahan prosedur, perbaikan
fasilitas dan lain sebagainya.
d; Risk management, yaitu pengambilan keputusan yang
rasional dalam keseluruhan proses penanganan risiko.
e; Gambling, yaitu pengambilan keputusan risiko tanpa
adanya assessment yang rasional atau prudent, ataupun
keterlibatan manajemen risiko.
7; Mengendalikan risiko kesesuaian Syariah
Untuk menanggulangi risiko sukuk bagian kesesuaian
Syariah ini adalah dengan membentuk suatu bentuk regulasi yang
sesuai standar fiqih untuk setiap jenis kontrak sukuk. Standar
regulasi diperlukan untuk menjadi alat evaluasi terhadap jenis-jenis
sukuk yang berkembang di pasar. Standar regulasi tersebut telah
tersedia dalam AAOIFI, namun belum semua pihak telah terikat
dalam standar tersebut.
Pada zaman Nabi, sistem pengendalian risiko ini sudah menjadi
salah satu faktor utama yang perlu diterapkan dengan benar. Sistem
pengendalian yang diterapkan Nabi Muhammad SAW. diantaranya
adalah:35

34 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankan dalam Al-Quran (Jakarta: PT.
Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 431-432
35 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankan dalam Al-Quran (Jakarta: PT.
Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 382-383

31

1; Menempatkan Maesaroh sebagai pemantau, yang mengamati dan

mengingatkan Nabi ketika teledor. Pengawasan ini dapat dikatakan


sebagai sistem pengawasan dini (early warning system).
2; Adanya sensitivitas yang tinggi terhadap risiko dan hambatan lalu
lintas dalam perdagangan, yaitu dengan menguasai peta bumi dan
jalur perdagangan, memahami suku/adat suku Badui, seluk beluk
unta sebagai alat transportasi, besar kecilnya kafilah dan
karakteristik komoditas yang diperdagangkan di pasar dunia.
3; Upaya Nabi merealisir turn over yang tinggi, namun dalam batasbatas yang menguntungkan, hal ini sebagai bentuk kehati-hatian
terhadap barang yang rusak atau hilang.
4; Meningkatkan efektivitas bagi hasil.
5; Sikap dan akhlak Nabi Muhammad SAW. sebagai pelaku usaha
yang jujur, ulet, perencanaan yang baik, tingkat kehati-hatian yang
tinggi yang akhirnya mendapat berkah dari Tuhan. Risiko terbesar
dari risiko ini adalah moral hazard, hal ini yang sekarang menjadi
tantangan terbesar untuk melahirkan generasi yang bersikap
baik/berakhlak mulia.
Ada satu hadits mengenai perdagangan dengan syarat
(mudhrabah) yang ditawarkan Abbas bin Abdul Munthalib, contoh
tersebut menggambarkan langkah yang konkrit untuk memperkecil risiko.

)

, , ,
, (
,
)
( .36

Dari Hakim Ibnu Hizam RA. bahwa Sesungguhnya ada seseorang yang
mensyaratkan pada orang yang dipinjamkan hartanya sebagai qiradh, yaitu
tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit/tidak dapat bergerak/tidak dapat
berjalan, tidak menyeberangi lautan, dan tidak memindahkannya ke tengah air
yang mengalir. Jika engkau melakukan salah satunya, maka engkaulah yang

36 Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqlani, Bulughl Marm (Beirut: Maktabah Al-Tijariyah AlKubro, 1956), hlm. 193

32

menanggungnya Riwayat Dar Quthni dengan perawi yang dapat dipercaya,


Malik berkata dalam kitab Muwaththa dari Ala Ibnu Abdurrahman Ibnu Yaqub
dari bapaknya dari kakeknya: sesungguhnya dia pernah menjalankan modal
Utsman dan mereka memperoleh keuntungan yang dibagi keduanya. Hadits
Mauquf Shohih.

Dilihat dari segi risiko, syarat tersebut bertujuan untuk


meminimalisir risiko, baik risiko jiwa maupun materi. Tujuan lainnya
adalah untuk menghindari moral hazard, setiap orang cenderung
menghindar dan tidak berupaya untuk menghadapinya dengan hati-hati
dan penuh perhitungan.37
Gambar 2 berikut menjelaskan mengenai pendapat Adiwarman
Karim bagaimana manajemen risiko yang ada di bank konvensional dan
bank Sharah.38
Gambar 2
Perbandingan Manajemen Risiko Operasional antara Bank Shariah dan Konvensional
Konvensional
Identifikasi Risiko

General Banking Risk

Shriah
General Banking
Shariah Specific Risk

Penilaian Risiko

Penilaian Risiko

Penilaian Risiko

General Banking Response

Antisipasi Risiko

Antisipasi Risiko
Syariah Banking Response

Monitoring Risiko

Monitoring Risiko

General Banking Activities

Syariah Spesific Activities

37 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankan dalam Al-Quran (Jakarta: PT.
Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 383
38 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2006), hlm. 256

33

Yusuf Kalla mengatakan bahwa ada cara meminimalisir semua


jenis risiko keuangan yang mengarah pada krisis, yaitu dengan good
corporate governance (GCG). Pengelolaan perusahaan dengan baik
merupakan satu hal utama yang harus diterapkan sejak awal.39
III; PENUTUP
A; Kesimpulan

Sejak zaman Nabi risiko sudah menjadi bagian tersendiri ynag


tidak boleh diabaikan oleh pelaku usaha bahkan oleh siapapun yang
menjalani kehidupan di dunia ini. Hal itu juga berlaku untuk sukuk dan
obligasi konvensional. Seiring perkembangan sukuk dan obligasi
konvensional yang pesat dengan situasi lingkungan internal dan eksternal,
penerbit dan investor selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko
dengan tingkat kompleksitas yang beragam.
Berikut bentuk-bentuk risiko sukuk beserta pengendaliannya,
antara lain.
1; risiko pasar, cara pengendaliannya adalah dengan membuat
kontrak baru sesuai harga pasar yang berlaku.
2; risiko aset, cara pengendaliannya adalah dengan pensekuritian,
sedangkan pada risiko nilai aset yaitu dengan menyandarkan pada
kadar nilai pasaran atau pada alat yang niainya tetap seperti emas.
3; risiko kredit, cara pengendaliannya adalah dengan kontrak swaps.
4; risiko negara, cara pengendaliannya adalah dengan membuat
kontrak/perjanjian yang disepakati bersama.
5; risiko counterpart, cara pengendaliannya adalah dengan meminta
jaminan berupa ekuitas.
6; risiko kesesuaian Syariah/kepatuhan, cara pengendaliannya adalah
dengan membentuk standar regulasi, seperti AAOIFI, tetapi karena
belum memadai maka perlu dibentuk yang lebih memadai.

39 www.republika.co.id 18 November 2014, JK: Mengelola Risiko Keuangan Melalui GCG,


diakses pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 13:50

34

Sedangkan untuk risiko obligasi konvensional diantaranya risiko


tingkat bunga pasar, risiko daya beli, risiko wanprestasi, risiko likuiditas,
risiko jangka waktu jatuh tempo (maturity risk), risiko mata uang, risiko
call, political risk, dan industry sector risk.
Risiko sukuk lebih rendah dari risiko obligasi konvensional, dan
return dari sukuk juga lebih tinggi dari return obligasi. Ada beberapa
alasan mengenai itu, pertama di dalam obligasi Shriah ada pengendalian
moral bagi pelakunya/pegawainya sehingga risiko counterpart dapat
diminimalisir. Kedua, meskipun dalam obligasi Shriah ada risiko inflasi
tetapi tidak memiliki pengaruh yang cukup tinggi, begitu juga suku bunga
yang bukan menjadi tolak ukur dalam sukuk/ obligasi Shriah. Ketiga,
sukuk tidak memperbolehkan adanya transaksi yang mengandung ghrr,
riba, maupun spekulasi. Produk/transaksi yang dibiayai oleh sukuk adalah
usaha yang riil/nyata dan proyek/transaksi yang halal. Sukuk juga tidak
memperbolehkan adanya spekulasi, seperti margin trading, forward dan
option.

Hal

itu

berbeda

dengan

obligasi

konvensional,

yang

memperbolehkan segala bentuk transaksi atau proyek yang didanai.


Dewasa ini, baru diketahui bahwa adanya instrumen sukuk akibat
dari desakan investor muslim yang tidak ingin melakukan investasi di
dalam aktivitas ghrr, riba dan sybhat. Oleh karena itu, perlu dikaji
ulang dan ditingkatkan lagi mengenai ke-shriah-an sukuk ini.

35

DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Al-Karim.
Bank Indonesia. Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2012..
Otoritas Jasa Keuangan. Laporan Triwulanan I 2014.
Otoritas Jasa Keuangan. Statistik Pasar Modal Syariah.
Muslich, Ahmad Wardi. 2013. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.
Al-Khalil, Ahmad bin Muhammad. 1424 H. Al-Asham wa As-Sanadat wa
Ahkamuha fi al-Fiqhi al-Islamy. Dar Ibnu Al-Jauzi.
Ibnu Hajar Al-Atsqlani, Al-Hafidz. 1956. Bulughl Marm. Beirut: Maktabah
Al-Tijariyah Al-Kubro.
Karomah, Umi Yaumidin. 2008. Investasi Syariah: Implementasi Konsep pada
Kenyataan Empirik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Mandur, Husaini dan Gunawan, Dhani Idat. 2007. Dimensi Perbankan dalam AlQuran. Jakarta: PT. Visi Cita Kreasi.
Karim, Adiwarman A.. 2006. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Sudaryanti, Neneng dan Affandi, Akhmad Mahfidz dan Wulandari Ries. Analisis
Determinan Peringkat Sukuk dan Peringkat Obligasi di Indonesia. Jurnal
TAZKIA: Islamic Finance & Business Review, Vol. 6 No. 2, Agustus
Desember 2011.
Wahdy, Affandi. Perbandingan Resiko Imbal Hasil Sukuk dan Obligasi
Konvensional di Pasar Sekunder: Studi Kasus di Bursa Efek Surabaya
2004-2006. Tesis. Jakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia.

36

Rasyid, Daud. 2004. Peluang dan Tantangan Penerapan Sharah Islam di


Indonesia. Jakarta: PT. Globalmedia Cipta Publishing.
Yuliana, Indah. Kinerja Keuangan Perusahaan terhadap Penetapan Tingkat Sewa
Obligasi Syarah Ijarah di Indonesia. Fakultas Ekonomi UIN Maliki
Malang. Tidak Diterbitkan.
Abdul Wahid, Nazaruddin. 2010. Sukuk: Memahami & Membedah Obligasi pada
Perbankan Syariah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Zuraidah. Sukuk Negara Sebagai Pendorong Pertumbuhan Pasar Keuangan
Syariah Indonesia. Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang. Tidak Diterbitkan.
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Departemen Keuangan. Mengenal Sukuk: Instrumen Investasi dan
Pembiayaan Berbasis Syariah, Tidak Dipublikasikan.
Abadi, M. Kurnia Rahman. 2011. Obligasi (Bond). disampaikan dalam mata
kuliah Manajemen Investasi Pasar Modal. Program Studi Keuangan Islam,
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tidak diterbitkan.
www.liputan6.com 5 Februari 2014, Pemerintah Biayai 3 Proyek dengan Sukuk.
www.liputan6.com 18 Juni 2014, Sukuk Bantu Perkembangan Industri Keuangan
Syariah.
www.metrotvnews.com 04 September 2014, Sukuk Global RI Banjir Peminat.

37

Anda mungkin juga menyukai