Anda di halaman 1dari 33

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA

DISUSUN OLEH:
LARASATI OKKA WIDHANNY ( 122017022 )
PERMATA NADIA DINDA ( 122017017 )

DOSEN PEMBIMBING : S.Q . Fardinan S.AG,M.Si


KELAS : III A

PRODI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A.   Latar Belakang....................................................................................................................4
B.     Rumusan Masalah...................................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
A. Priode Pendidikan Islam Di Indonesia..................................................................................6
B. Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia......................................................................8
C. Gerakan Pembaharuan Islam..............................................................................................12
D. Munculnya Gerakan Pembaharuan di Minangkabau.......................................................14
E. Gerakan Revormasi Dan Modernisasi di Indonesia...........................................................18
BAB III....................................................................................................................................32
PENUTUP...............................................................................................................................32
A.  Kesimpulan.........................................................................................................................32
B.  Saran...................................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................33

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur tercurah kepada Allah SWT atas taufik, hidayah, berkat dan rahmat-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan kita Rasulullah SAW,
keluarganya, sahabatnya serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Al Islam dan Kemuhammadiyahan ini adalah mata kuliah dengan bobot 2 SKS yang
terdapat pada mata kuliah Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Palembang.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dosen pembimbing

2. Semua pihak

Palembang,19 Maret 2019

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Pada abad ke XIII M agama Islam mulai masuk ke Indonesia, dan ada yang
berpendapat bahwa penyebaran Islam pertama kali dilakukan oleh para pedagang dan
mubaligh dari Gujarat-India. Sekarang jumlah umat Islam di Indonesia merupakan yang
paling besar dibandingkan umat Islam di negara-negara lain di dunia ini oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa umat Islam di Indonesia mempunyai peranan yang penting bagi
bangsa-bangsa dan negara-negara Islam lainnya. Lebih-lebih di Indonesia sendiri, umat Islam
merupakan mayoritas penduduk dan mereka bertebaran di segenap pelosok tanah air serta
banyak yang berkumpul dalam berbagai organisasi sosial, pendidikan, keagamaan, ekonomi,
dan politik.
Semenjak datangnya Islam di Indonesia yang disiarkan oleh para mubaligh khususnya
di Jawa oleh Wali Sanga atau Sembilan Wali Allah hingga berabad-abad kemudian,
masyarakat sangat dijiwai oleh keyakinan agama, khususnya Islam. Sejarah telah mencatat
pula, bahwa Islam yang datang di Indonesia ini sebagiannya dibawa dari India, dimana Islam
tidak lepas dari pengaruh Hindu. Campurnya Islam dengan elemen-elemen Hindu menambah
mudah tersiarnya agama itu di kalangan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa,
karena sudah lama kenal akan ajaran-ajaran Hindu itu.
Sebagian besar tersiarnya Islam di Indonesia adalah hasil pekerjaan dari Kaum Sufi dan
Mistik.Sesungguhnya adalah Sufisme dan Mistisisme Islam, bukannya ortodoksi Islam yang
meluaskan pengaruhnya di Jawa dan sebagian Sumatera.Golongan Sufi dan Mistik ini dalam
berbagai segi toleran terhadap adat kebiasaan yang hidup dan berjalan di tempat itu, yang
sebenarnya belum tentu sesuai dengan ajaran-ajaran tauhid.
Sebelumnya, masyarakat sangat kuat berpegang teguh pada Agama Hindu dan
Budha.Setelah kedatangan Islam, mereka banyak berpindah agama secara sukarela. Tetapi
sementara itu mereka masih membiasakan diri dengan adat kebiasaan lam, sehingga
bercampur-baur antara adat kebiasaan Hindu-Budha dengan ajaran Islam.
Terpuruknya nilai–nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal Islam yang
tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus
diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan

4
secara komprehensif oleh barat yang pada masa lalu tidak pernah mengenal ilmu
pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan
Islam. Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat
memerlukan satu system yang betul – betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak
manusia – manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua
faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang
bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan
phragmatik umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga
ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir.
Dalam makalah ini, kami akan membahas pembaharuan islam di Indonesia.

B.     Rumusan Masalah


1.      Bagaimana Priode Pendidikan Islam Di Indonesia?
2.      Bagaimana Pembaharuan Pendidikan Di Indonesia?
3.      Bagaimana Gerakan Pembaharuan Islam Di Indonesia?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Priode Pendidikan Islam Di Indonesia


1. Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Tahun 1899-1930
Pendidikan Islam di Indonesia sebelum tahun 1900 masih bersifat
halaqoh  (nonklasikal). Selain itu madrasah-madrasah tidak besar sehingga kita
tidak menemukan sisa-sisanya. Salah satu pesantren yang berdiri sebelum tahun
1900 yaitu pesantren Tebuireng yang didirikan K.H Hasyim Asy’ari.
Tokoh-tokoh Islam Indonesia yang mendirikan pesantren merupakan
Alumni-alumni dari Mekkah . Mereka bersamaan naik haji dan tinggal beberapa
tahun untuk belajar mendalami ilmu agama setelah tamat mereka kembali ke
Indonesia membawa warna baru bagi pendidikan Islam . Tokoh tersebutlah yang
mendirikan pesantren seperti pesantren Tebuireng yang dirikan oleh KH. Hasyim
‘Asy’ari, pesantren Al-Mushatafiyah Purba baru Tapanuli selatan yang dirikan oleh
Syaik Mustafa Husein tahun 1913.
Dalam sejarah Minangkabau terdapat ulama besar dan termasyhur ialah
syekh Burhanuddin murid dari Syekh Abdul-Rauf Singkil ( Aceh) yang telah
mendirikan Surau di Ulakan Pariaman. Beliau ini yang mengembangkan
Pendidikan agama Islam di daerah Minangkabau.
Metodologi pengajaran masih didominasi oleh system sorogan, dimana guru
membaca buku yang berbahasa Arab dan menerangkan dengan bahasa daerah
kemudian murid-murid mendengarkan. Selain itu evaluasi belajar sangat kurang
diperhatikan, hal ini didiga karena tujuan belajarnya lillahi ta’ala.
Secara umum kurikulum lembaga pendidikan Islam tahun 1930 meliputi
ilmu-ilmu ; bahasa Arab dengan tata bahasanya fiqh, akidah, akhlak dan
pendidikan. Sarana pendidikan yang dipergunakan masjid dan madrasah ( kelas).
Kelas tidak diukur dari hasil evaluasi tapi kelas menurut tahun masuk atau
periodisasi. Tidak ada istilah kenaikan kelas, begitu 6 tahun atau 7 tahun mereka
dianggap sudah tamat dan berhak untuk mengajar.
Bahwa pendidikan pada masa sebelum tahun 1900 merupakan masa
tradisional dalam system pendidikan Islam di Indonesia. Masa tersebut belum
adanya pembaharuan tentang system pendidikan baik pada kurikulum, kitab-kitab

6
yang masih banyak menggunakan tulisan tangan manusia dan metode pengajaran
yang mengunkan system bandungan dan halaqah dalam proses belajar mengajar.

2.      Pendidikan Islam di Indonesia pada tahun 1931-1945


Menurut Mahmud yunus dimana dimulainya modernisasi pendidikan Islam di
Indonesia di mulai dari tahun 1931 lembaga pendidikan Islam Indonesia memasuki
warna baru. Pembaharuan pendidikan Islam Indonesia di rintis oleh para alumni-
alumni yang belajar di negara timur tengah khususnya Mekkah.
Pengaruh pendidikan modern sangat mendapat respon positif, karena banyak
lembaga pendidikan yang menganut system modern seperti Kulliah Mu’allimin
Islamiyah yang berdiri pada tahun 1931 Pimpinan Mahmud yunus. Selain itu
Pondok Modern Darussalam Gontor ponorogo pimpinan K.H Imam Zarkasyi
sudah mengikuti kurikulum dan system pendidikanNormal sebelumnya masih
secar tradisional.
Selain pengetahuan umum sebagai pembaharuan dalam periode ini, selain itu
juga pembaharuan dalam bidang metodologi misalnya Mahmud Yunus
menerapkan tariqah al-mubasyirah dalam belajar bahasa Arab, dan metodologi
pengajaran setiap bidang studi sangat variatif. Adapun evaluasi sudah menjadi alat
ukur keberhasilan siswa.
Menurut Imam Zarkasyi pengaruh pembaharuan pada masa ini terhadap
masyarakat, yakni wawasan keislaman umat Islam semakin luas, pola pikir
semakin rasional, alumni pesantren dapat melanjutkan pendidikan ke universitas
baik dalam maupun luar negeri.
Awal abad ke-20 merupakan masa pembaharuan model dan system
pendidikan Islam di Indonesia. Pembaharuan tersebut berasal baik dari kaum
reformis Muslim sendiri maupun dari pemeritahan kolonial Belanda.[3]

B. Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia


Pembaharuan yang mengandung pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk
mengubah paham,adat istiadat, instituisi lama dan sebagainya, agar semua itu dapat
disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang timbul oleh tujuan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern. Modernisasi atau pembaharuan juga berarti proses
pergeseran sikap dan mentalitas mental sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup

7
sesuai dengan tuntutan hidup masyarakat kini.Modernisasi merupakan proses
penyesuaian pedidikan Islam dengan kemajuan zaman.
Latar belakang danPola-pola pembaharuan dalam Islam, khususnya dalam
pendidikan mengambil tempat sebagai : 1) golongan yang berorentasi pada pola
pendidikan modern barat, 2) gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorentasi
pada sumber Islam yang murni dan 3) pembaharuan pendidikan yang berorentasi pada
nasionalisme.
Modernisasi pendidikan Islam Indonesia masa awalnya dikenalkan oleh bangsa
kolonial Belanda pada awal abad ke-19. Program yang dilaksanakan oleh kolonial
Belanda dengan mendirikan Volkshoolen, sekolah rakyat, atau sekolah desa ( Nagari)
dengan masa belajar selama 3 tahun, di beberapa tempat di Indonesia sejak dasawarsa
1870-an. Pada tahun 1871 terdapat 263 sekolah dasar semacam itu dengan siswa sekitar
16.606 orang; dan menjelang 1892 meningkat menjadi 515 sekolah dengan sekitar
52.685 murid.
Point penting eksprimen Belanda dengan sekolah nagari terhadap system dan
kelembagaan pendidikan Islam adalah tranformasi sebagian surau di Mingkabau
menjadi sekolah nagari model Belanda. Memang berbeda dengan masyarakat muslim
jawa umumnya memberikan respon yang dingin, banyak kalangan masyrakat muslim
Minangkabau memberikan respon yang cukup baik terhadap sekolah desa. Perbedaan
respon masyarakat Muslim Minangkabau dan jawa banyak berkaitan dengan watak
cultural yang relatif berbeda, selain itu juga berkaitan dengan pengalaman histories
yang relatif berbeda baik dalam proses dan perkembangan Islamisasi maupun dalam
berhadapan dengan kekuasaan Belanda.
Selain itu perubahan atau modernisasi pendidikan Islam datang dari kaum reformis
atau modernis Muslim. Gerakan reformis Muslim yang menemukan momentumnya
sejal abad 20 berpendapat, diperlukan reformasi system pendidikan Islam untuk mempu
menjawab tantangan kolonialisme dan ekspansi Kristen.
Respon system pendidikan Islam tradisional seperti suaru (Minangkabau) dan
Pesantren (Jawa) terhadap modernisasi pendidikan Islam menurut Karel Steenbrink
dalam kontek surau tradisional menyebutnya sebagai menolak dan mencontoh, dalam
kontek pesantren sebagai menolak sambil mengikuti. Untuk itu, tak bisa lain dalam
pandangan mereka, surau harus mengadopsi pula beberapa unsure pendidikan modern
yang telah diterapkan oleh kaum reformis, khususnya system klasikal dan penjejangan,
tanpa mengubah secara signifikan isi pendidikan surau itu sendiri.

8
Selain respon yang diberikan oleh pesantren di jawa, komunitas pesantren menolak
asumsi-asumsi keagamaan kaum reformis. Tetapi pada saat tertentu mereka pasti
mengikuti langka kaum reformis, karena memiliki manfaat bagi para santri, seperti
system penjenjangan, kurikulum yang lebih jelas dan system klasikal. Pesantern yang
mengikuti jejak kaum reformis adalah pesanteren Mambahul ‘ulum di Surakarta, dan di
ikuti oleh pesantren Modern Gontor di Ponorogo. Pondok tersebut memasukan
sejumlah mata pelajaran umum ke dalam kurikulumnya, juga mendorong santrinya
untuk memperlajari bahasa Inggris selain bahasa Arab dan melaksanakan sejumlah
kegiatan ekstra kurikuler seperti olah raga, kesenian dan sebagainya.
Sistem Pendidikan Islam pada mulanya diadakan di surau-surau dengan tidak
berkelas-kelas dan tiada pula memakai bangku, meja, dan papan tulis, hanya duduk
bersela saja. Kemudian mulialah perubahan sedikit demi sedikit sampai sekarang.
Pendidikan Islam yang mula-mula berkelas dan memakai bangku, meja dan papan tulis,
ialah Sekolah Adabiah (Adabiah School) di Padang.
Adabiah School merupakan madrasah (sekolah agama) yang pertama di
Minangkabau, bahkan diseluruh Indonesia. Madrasah Adabiah didirikan oleh
Almarhum Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Adabiah hidup sebagai madrasah
sampai tahun 1914, kemudian diubah menjadi H.I.S. Adabiah pada tahun 1915 di
Minangkabau yang pertama memasukkan pelajaran Agama dalam rencana
pelajarannya. Sekarang Adabiah telah menjadi sekolah Rakyat dan SMP.
Setelah berdirinya madrasah Adabiah, maka selanjutnya diikuti madrasah lainnya
seperti madras Schol di Sungyang ( daerah Batusangkar) oleh Syekh M.Thaib tahun
1910 M, Diniah School ( madrasah diniah) oleh Zainuddin Labai Al-Junusi di
Padangpanjang tahun 1915.
Di antara guru Agama banyak juga mengarang kitab-kitab untuk madrasah ialah
1)H. Jalaluddin Thaib, seperti kitab jenjang bahasa arab 1-2, Tingkatan bahasa arab 1-2,
Tafsir Al-Munir 1-2, ( 2) Anku Mudo Abdul hamid Hakim, seperti kitab: Al-Mu’in Al-
Mubin 1-5, As-Sullam, Al-Bayan Tahzibul akhlaq, ( 3) Abdur-Rahim Al-Manafi seperti
kitab : Mahadi ‘ilmu Nahu, Mahadi ilmu Sharaf, Al-Tashil, Lubahul Fighi, Al-Huda,
Asasul adab.
Ulama-ulama yang mengadakan perubahan dalam pendidikan Islam di
Minangkabau adalah 1) syekh Muhd. Thaib Umar Sungayang, batu sangkar tahun
1874-1920 M. 2) Syekh H.Abdullah Ahmad, Padang tahun 1878 M-1933M, 3) Syekh

9
H. Abdul karim Amrullah, Maninjau 1879-1945 M, 4) Syekh H.M. Jamil Jambek
bukittinggi 1860-1947, 5) dan lain-lain.
Surau –surau yang termashur di Minangkabau adalah sebagai berikut ; 1) Surau
Tanjung Sungyang didirikan oleh Syekh H.M Thaib Umar pada tahun 1897 M dan
masih hidup sampai sekarang dengan nama Al-Hidayah dan SMPI, PGA., 2) Surau
Parabek, bukittinggi didirikan oleh Syekh H. Ibrahim Musa pada tahun 1908 M. dan
masih hidup sampai sekarang dengan nama Thawalib, 3) Surau padang Japang
didirikan oleh Syekh H. Abbas Abdullah pada tahun … dan masih hidup sampai
sekarang dengan nama Darul funun Abbasiah, 4) dan lain-lain.
Tentang keadaan pendidikan Islam di Minangkabau pada masa beberapa tahun
sebelum tahun 1900. dilukiskan dalam skema pendidikan Islam.
Melihat keadaan di lapangan bahwa pengamalan agama Islam di Indonesia yang
masih banyak bercampur dengan tradisi Hindu-Budha tersebut dan jelas sekali merusak
kemurnian ajarannya, maka tampillah beberapa ulama mengadakan pemurnian dan
pembaharuan faham keagamaan dalam Islam.Pada mulanya lahir Gerakan Padri di
daerah Minangkabau yang dipelopori oleh Malim Basa, pendiri perguruan di Bonjol,
yang kemudian dikenal dengan sebutan Imam Bonjol.Sejak kembali dari Mekah, Imam
Bonjol melancarkan pemurnian aqidah Islam seperti yang telah dilakukan oleh gerakan
Wahabi di Mekah.Karena kaum tua yang masih sangat kuat berpegang teguh pada adat
menentang dengan keras terhadap gerakan Imam Bonjol maka timbulah perang Padri
yang berlangsung antara tahun 1821-1837.
Pemerintahan Kolonial Belanda, sesuai dengan politik induknya “Devide et
empera” akhirnya membantu kaum adat untuk bersama-sama menumpas kaum
pembaharu. Sungguh pun kaum militer Padri dapat dikalahkan, tetapi semangat
pemurnian Islam dan kader-kader pembaharu telah ditabur yang kemudian pada
kenmudian hari banyak meneruskan usaha dan perjuangan mereka. Diantaranya, Syekh
Tohir Jalaludin, setelah kembali dari Mekah dan Mesir bersama-sama dengan Al
Khalili mengembangkan semangat pemurnian Agama Islam dengan menerbitkan
majalah Al Imam di Singapura.
Pada saat itu juga, di Jakarta berdiri Jami’atul Khair pada tahun 1905, yang pada
umumnya beraggotakan peranakan Arab.Organisasi Jami’atul Khair ini dinilai sangat
penting karena dalam kenyataanya dialah yang memulai dalam bentuk organisasi
dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota
yang tercatat, rapat-rapat berkala) dan mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara yang

10
banyak sedikitnya telah modern. Di bawah pimpinan Syekh Ahmad Soorkati, Jami’atul
Khair banyak mengadakan pembaharuan dalam bidang pengajaran bahasa Arab,
pendidikan Agama Islam, penyiaran agama, dan banyak berusaha mewujudkan
Ukhuwah Islam.
Sementara itu, banyak tumbuh dan lahir gerakan pembaharuan dan pemurnian
Agama Islam di beberapa tempat di Indonesia, yang satu sama lain mempunyai
penonjolan perjuangan dan sifat yang berbeda-beda. Akan tetapi, secara keseluruhan
mereka mempunyai cita-cita yang sama dan tunggal yaitu “Izzul Islam wal
Muslimin” atau kejayaan Agama Islam dan Kaum Muslimin. Di antara gerakan-
gerakan tersebut adalah: Partai Sarekat Islam Indonesia, Muhammadiyah, Persatuan
Islam, dan Al Irsyad.
Gerakan-gerakan tersebut, umumnya terbagi dalam dua golongan yaitu Gerakan
Modernis dan Gerakan Reformis.Yang dimaksud dengan Gerakan Modernis ialah
gerakan yang menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya.Jadi semua Gerakan
Islam tersebut dapat digolongkan sebagai gerakan Modernis. Sedangkan Gerakan
Reformis, berarti di samping gerakan ini menggunakan organisasi sebagai alat
perjuangannya, juga berusaha memurnikan Islam dan membangun kembali Islam
dengan pikiran-pikiran baru, sehingga Islam dapat mengarahkan dan membimbing
umat manusia dalam kehidupan mereka. Misalnya: Muhammadiyah, Persatuan Islam,
dan Al Irsyad.[4]

C. Gerakan Pembaharuan Islam


1. Gerakan Polotik Islam
a. Partai Serikat Islam Indonesia
Sebelum menjadi Sarikat Islam, pada mulanya berasal organisasi dagang
yang bernama Sarekat Dagang Islam. Didirikan pada 1911 oleh seorang
pengusaha batik terkenal di Sala, yaitu Haji Samanhudi.Anggota-anggotanya
terbatas pada para pengusaha dan pedagang batik, sebagai usaha untuk
membela kepentingan mereka dari tekanan politik Belanda dan monopoli
bahan-bahan batik oleh para pedagang Cina.Kemudian akibat pelarangan
terhadap Sarekat Dagang Islam oleh Residen Surakarta, maka pada 1912
kedudukannya dipindah ke Surabaya dan namanya pun berganti menjadi
Sarekat Islam.

11
Sarekat Islam dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto. Dan dibawah
kepemimpinannya Sarekat Islam berkembang mewnjadi sebagai organisasi
besar dan berpengaruh, anggota-anggotanya semakin Banyak dan meliputi 
seluruh lapisan masyarakat dan cabang-cabangnya berdiri dimana-mana.
Tujuannya diperluas, tidak saja urusan dagang dan perekonomiannya,
melainkan lebih luas dan besar yaitu: menentang politik kolonial
Belandadalam segala seginya dengan menggunakan dasar perjuangan islam.
Dengan tujuan tersebut akhirnya Sarekat Islam memasuki bidang politik dan
menginginkan suatu pemerintahan yang bebas dari penjajahan Belanda.
Karena Sarekat Islam diselundupi oleh orang-orang komunis yang
tergabung dalam organisasi Indische Social Democratische Vereniging (ISDV)
pimpinan Sneevliet, seorang kader komunis yg berasal dari negeri Belanda,
akhirnya tak dapat mengelakkan diri dari perpecacahan, dan menjadilah SI
Putih SI Merah yang beraliran komunis . Sarekat Islam Putih kemudian
meningkatkan diri menjadi satu organisasi politik Partai Sarekat Islam
Indonesia yang diresmikan pada tahun 1929.
b. Partai Islam Majmumi
Partai Islam Masjumi berdiri pada tanggal 7 November 1945 sebagai hasil
keputusan Muktamar Umat Islam Indonesia I yang berlangsung di Yogyakarta
(Gedung Madrasah Mualimin Muhammadiyah) pada tanggal 7-8 November
1945. Kongres ini dihadiri oleh hampir semua tokoh dari berbagai organisasi
Islam dari masa sebelum perang serta pada masa pendudukan Jepang, seperti
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Sarekat Islam, al-Wasliyah, Persis, al-
Irsyad, serta tokoh intelektual muslim yang pada zaman Belanda aktif dalam
Jong Islamiten Bond dan Islam Study Club dan sebagainya. Dalam kongres
tersebut disepakati dan diputuskan untuk mendirikan Majlis Syura Pusat bagi
umat Islam Indonesia.
Sesungguhnya Partai Masjumi ini merupakan kelanjutan dari kegiatan
politik organisasi Islam pada akhir zaman penjajah Belanda yang dikenal
dengan nama MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia). MIAI adalah suatu wadah
federasi dari semua organisasi Islam, baik yang bergerak dalam bidang politik
praktis maupun yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan yang
didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya atas inisiatif KH Mas
Masyur (Muhammadiyah), KH Wahab Hasbullah (NU), dan Wondo Amiseno

12
(Sarekat Islam). Kemudian pada masa pendudukan Jepang gabungan gerakan
Islam yang juga bersifat federasi semacam MIAI ini dinamakan Majlis Syura
Muslimin Indonesia (Masjumi).
Partai Masjumi yang mencanangkan tujuannya dengan rumusan
“Terlaksananya syari’at Islam dalam kehidupan orang-seorang, masyarakat,
dan Negara Republik Indonesia” dalam kiprah politiknya sepanjang masa
hidupnya, baik dalam bentuk program maupun kebijakan-kebijakan partai
menampakan sikap yang tegar, istiqomah, konsisten terhadap prinsip-prinsip
Islam yang bersumber pada Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
Politik yang dianut oleh Partai Masjumi adalah politik yang menggunakan
parameter Islam, artinya bahwa semua program atau kebijakan partai harus
terukur secara pasti dengan nilai-nilai Islam. Ungkapan bahwa politik itu
kotor, menurut keyakinan Partai Masjumi tidak mungki  terjadi manakala
sikap, langkah, dan pola perjuangannya selalu berada di atas prinsip-prinsip
ajaran Islam. Masjumi mengakui terhadap realitas yang terjadi di tengah-
tengah arena politik bahwa politik itu memang kotor, kalau politik itu
didasarkan pada “politik bebas nilai” atau politik yang diajarkan oleh Nicollo
Machiavelli bahwa “tujuan menghalalkan semua cara”. Politik Islam
sebagaimana yang dianut oleh Partai masjumi adalah politik yang
mengharamkan tujuan yang ditempuh dengan semua cara. Islam mengajarkan
bahwa “Tujuan yang baik harus dicapai dengan cara-cara yang baik pula”.
Pada tanggal 15 Desember 1955 diadakan Pemilu, Partai Masjumi
mendapatka 57 kursi di pemerintahan. Akan tetapi karena Bung Karno
termakan oleh bujukan dari Komunis sehingga pada tanggal 17 Agustus 1960
mengeluarka Surat Keputusan (SK) Presiden Nomor 200 tahun 1960 untuk
membubarkan Partai Islam Masjumi dari pusat sampai ranting di seluruh
wilayah NKRI. Pada tanggal 13 September 1960 DPP Masjumi membubarkan
Masjumi dari pusat sampai ke ranting-rantingnya.

D. Munculnya Gerakan Pembaharuan di Minangkabau

Gerakan pembaharuan islam yang muncul di awal abad 20 di Minangkabau


adalah suatu gerakan perubahan yang terutama didorong oleh corak keberagamaan
masyarakat minangkabau. Atas dasar ini, gerakan pembaharuan itu merupakan reaksi

13
terhadap berbagai problem perkembanganislam sebagaimana dipahami dan diamalkan
di minangkabau.

Untuk memahami hal itu, dengan ringkas perlu  disinggung corak islam yang
berkembang diminangkabau. Sejarah mencatat, unsur dominan yang sangat mewarnai
perkembangan awal islam dinusantara ialah kuatnya pengaruh sufisme, terutama
sufisme tarekat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa islamisasi nusantara secara
besar-besaran terjadi pada saat berkembang subur sufisme sebagai implikasi dari
jatuhnya baghdad. Daerah minangkabau pada gilirannya tidak bisa terhindar dari
pengaruh sufisme tarekat tersebut, sehingga didaerah ini paling tidak sejak awal sejarah
diminangkabau sufisme tarekat tersebut mendominasi perkembangan islam
diminangkabau. Yang paling menonjol peranannya adalah tarekat syatariyah, qadariyah
dan naqsabandiyah.

Islamisasi minangkabau lebih terbentuk melalui akulturasi budayaketimbang


proses politik seperti proses islamisasi daerah lain di Indonesia. Hal ini sayangnya
mengakibatkan perkembangan islam terkesan sangat lamban karena proses yang terjadi
tidak melibatkan unsur pemaksaan kekuasaan politik. Walaupun demikian harus
diakui , lambat laun eksistensi islam dalam struktur dan budaya masyarakat
minangkabau sesungguhnya menjadi semakin  dominan. Tapi perlu juga dipahami,
sebagai konsekwensi hal ini tidak serta merta bisa menghilangkan semua unsur lama
yang telah ada dalam proses tersebut sesungguhnya ialah continuity and change.

1. Tokoh Pembaharu Di Minangkabau

 Syaikh ahmad khatib

Seorang pelopor dari golongan pembaharuan di daerah Minangkabau adalah


Syaikh Ahmad Khatib yang menyebarkan pikiran-pikirannya dari masa
duapuluh terakhir dari abad yang lalu sampai 10-15 tahun pertama dari abad ini.
Dilahirkan di Bukittinggi pada tahun1855 dikalangan keluarga yang mempuyai
latarbelakang agama dan adat yang kuat , Syaikh Ahmad Khatib memperoleh
pendidikannya pada sekolah rendah dan sekolah guru ini didirikan oleh
pemeritahan belanda. Ia pergi ke Mekkah pada tahun 1876 ia mencapai
kedudukan tertinggi dalam mengajarkan agama, yaitu sebagai imam dari
mazhab Syafi’i di masjid al-haram. Walaupun ia tidak pernah kembali ke daerah
asalnya kemudian, tetapi ia tetap mempunyai hubungan dengan daerah asalnya
ini melalui mereka yang naik haji ke mekkah dan belajar padanya dan
yang  kemudian menjadi guru di daerah masing-masing. Hubungan tersebut
dipererat lagi dengan publikasi tulisan-tulisannya sendiri tentang persoalan yang
dipertikaikan yang sering dikemukakan kepadanya oleh bekas murid-muridnya
di Indonesia. Sebagai imam dari madzhab Syafi’i tidaklah mungin diharapkakn
dari Syaikh Ahmad Khatib untuk meninggallkan madzhab ini.

Tetapi ia tidak melarang murid-muridnya untuk membaca dan mempelajari


tulisan  Muhammad Abduh, seperti yang terdapat dalam majalah Al’urwadt Al-
Wustqa. Dan tafsir Al-Manar, Walaupun ia membiarkan hal ini dengan maksud
supaya pemikiran yang dikemukakan oleh pembaharu mesir tersebut ditolak.
Sebaliknya pula ia kenal betul dengan peringatan yang diberikan oleh imam
Syafi’i yang mendesak pada siapapun juga umumnya untuk meninggalkan

14
fatwanya (imam Syafi’i sendiri) apabila fatwa-fatwa  ini ternyata berlawanan
dengan sunnah Nabi. Mengenai masalah-masalah di Minangkabau, Syaikh
Ahmad Khatib terkenal sangat menolak dua macam kebiasaan. Ia sangat
menentang thareqat naqsabandiyah yang sangat banyak praktekkan pada saat itu
seperti ia pun juga sangat menentang peraturan-pertauran adat mengenai hak
waris. Kedua hal ini merupakan masalah yang terus menerus ditentang
kemudian oleh pembaharu-pembaharu lain didaerah tersebut.

 Syaikh thaher djalaluddin

Pengaruh Syaikh Thaher pada kolega atau muridnya ini di Minangkabau


dilakukan melalui majalah Al-Imam, serta melalui sekolah yang ia dirikan, yaitu
Al-Iqbal Al-Islamiyah, di Singapura ia bersama seorang yang bernama Raja
Haji Ali Ahmad pada tahun 1980. Walaupun sekolah ini segera dipindahkan ke
Riau oleh karena kesukaran-kesukaran keuangan dan kelajutan di Riau tadi
dilakukan tanpa partisipasi Syaikh Taher, namun sekolah di Singapura itu telah
diambil sebagai model oleh Haji Abdullah Ahmad dalam mendirikakn sekolah
Adabiyah di Padang. Haji Ahmad mengunjungi teman atau gurunya ini di
Singapura dengan maksud sengaja mempelajari rencana sekolah tersebut. Haji
Abdullah Ahmad benar-benar mencontohkan bentuk dan juga motto dari Al-
imam pada majalah yang ia terbitkan  di Padang (al-munir).

 Syaikh Muhammad djamil djambek

Pada tahun 1918 ia mendiikan suatu lembaga yang sampai sekarang masih
terkenal dengan nama Surau Inyik Djambek. Surau ini merupakan pusat
kegiatan untuk memberikan pelajaran agama, demikian juga merupakan tempat
pertemuan bagi organisasi-organisasi islam serta tempat dimana makanan
dihidangkan bagi tokoh-tokoh yang diundangnya untuk berdialog tadi.

Kira-kira tahun 1913 ia mendirikan di Bukittinggi suatu organisasi yang bersifat


social, Tsamaratul Ikhwan, yang juga menerbitkan kitab-kitab kecil dan brosur-
brosur tentang pelajaran  agama tanpa maksud mencari keuntungan. Beberapa
tahun lamanya Djambek bergerak dalam organisasi ini, sampai pada saat
organisasi tersebut diubah menjadi sebuahperusahaan penerbitan yang bersifat
komersial. ketika itu ia tidak turut lagi dalam perusahaan tersebut. Ia sangat
memberikan dorongan pada pembaharuan di Minangkabau dengan membantu
organisasi-organisasi pembaharuan itu.

 Haji abdul karim amrullah (haji rasul)

Haji Rasul banyak mengadakan perjalanan keluar daerahnya. Yang terpenting


antaranya ialah kepergiannya ke Malaya (1916) dan ke jawa (1917). Dalam
kunjungnnya ke jawa ini mengandalkan hubungan dengan pemimpin-pemimpin
sarekat islam dan muhammadiyah. Dialah yang memperkenalkan
muhammadiyah di Minangkabau pada tahun 1925, yang segera meluas dengan
cepat.

Haji Rasul memang sangat aktif dalam gerakan di daerah Minangkabau.


suraunya di Padang anjang tumbuh menjadi Sumatra Thawalib yang melahirkan

15
persatuan muslimin Indonesia, suatu partai politik pada permulaan tahun 1930-
an. Ia juga menjadi penasehat persatuan guru-guru agama islam pada tahun
1920. Ia memberikan bantuannya pada usaha mendirikan sekolah normal islam
dipadang pada tahuun 1930. Ia menentang komunisme dengan sangat gigih pada
tahun 1920.

 Haji Abdullah ahmad

Keperluan terhadap pendidikan yang sistematis dan kenyataan bahwa tidak


semua anak-anak dari pedagang di Padang dapat masuk sekolah-sekolah yang
didirikan oleh pemerintah menyebabkan Haji Ahmad membuka sekolah
Adabiyah dengan bantuan pedagang-pedagag ini. Ini terjadi pada tahun 1909
setelah Haji Ahmad mengunjungi sekolah Iqbal di Singapura. Di samping
kegiatan ini, Haji Ahmad sangat aktif menulis, malahan ia menjadi ketua
persatuan wartawan di Padang pada tahun 1914. Ia mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan siswa-siswa sekolah menengah pemerintah di Padang dan
sekolah dokter di Jakarta dan memberikan bantuannya dalam kegiatan Jong
Sumatra Bond. Ia merupakan pendiri dari majalah Al-Munir yang diterbitkan di
Padang tahun 1911 sampai tahun 1916. Al-Akhbar tahun 1913 (salah satu
majalah berita) dan menjadi redaktur dalam bidang agama dari majalah Al-
Islam tahun 1918 yang diterbitkan oleh sarekat islam.

 Syaikh Ibrahim musa

Syaikh Ibrahim musa memiliki peran yang besar dalam mendirikan lembaga-
lembaga modern di Minangkabau. Ia membantu dalam gerakan pembaharuan
dan mengikuti dua organisasi, baik kaum muda maupun kaum tua, yaitu
persatuan guru-guru agama islam (kaum muda) dan ittihadul ulama (kaum tua).
Dan suraunya terkenal dengan nama Thaawalib (parabek) dan sangat erat
hubungannya dengan lembaga yang sama di Padang

 Zainuddin Labai Al-Junusi

Berbeda dengan para pembaharu lainnya, Labia lebih tertarik pada kehidupan
dan kegiatan kalangan bangsawana, seperti musthafa  kamil di mesir daripada
Abduh atau Rasyid Ridha yang lebih banyak memperhatikan soal agama.
Dengan membuka sekolah guru diniyah (1915) ia mempergunakan system
berkelas dengan kurikulum yang lebih teratur yang mencakup juga pengetahuan
umum seperti bahasa, matematika, sejarah, ilmu bumi disamping pelajaran
agama. Ia juga mengorganisir sebuah klub music untuk murid-muridnya.

16
2. Lembaga-lembaga dan organisasi pembaharu dalam bidang social dan
pendidikan

 Sekolah Adabiyah

Pada tahun 1909 sekolah ini hanya ada 20 orang murid yang kebanyakan
diantaranya adalah anak pedagang, sekolah ini adalah sekolah dasar yang sama
dengan sekolah HIS (Hollands Inlandse School) yang membedakan adalah
adanya agama dan al-qur’an yang diajarkan secara wajib. Pada tahun 1915
sekolah ini menerima subsidi dari pemerintah. namanya pun diubah  menjadi
Hollandsch Maleische School Adabiyah. Kepalanya adalah seorang blanda
sehingga pelajaran agama agak kurang diperhatikan. Dan sejak saat itu tiang
tumpuan bagi para pembaharu menjadi hilang.

 Surau jembatan besi

Surau ini mulanya memberikan pelajaran yang biasa seperti fiqh dan tafsir
qur’an namun dengan masuknya Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul
mengajar disurau tersebut pelajaran lebih ditekankan pada ilmu alat berupa
kemampuan untuk menguasai bahasa arab dan cabang-cabangnya. Maksudnya
agar para siswa dapat mempelajari sendiri kitab-kitab yang diperlukan sehingga
lambat laun islam semakin dikenal dari kedua sumber utamanya yaitu al-qur’an
dan hadist. Dan maksud akhir dari surau jembatan besi ini didirikannya  sekolah
Thawalib

 Sumatra thawalib

Haji jalaluddin Thaib, pada tahun 1919 mengintrodusi cara-cara mengajar


moderen kedalam Thawalib, system berkelas yang lebih sempurna. Pada tahun
berikutnya Thaib menjadi  ketua dari Sumatra Thawalib. Pada waktu itu
organisasi tadi telah berkembang dan meluas melebihi kegiatan yang dilakukan
sebelumnnya. Sehingga dapat dikatakan organisasi tersebut menjadi suatu badan
yang mengawasi dan membina sekolah itu sendiri.

 Persatuan muslim Indonesia (PERMI)

Pada tahun 1929 organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya pada semua


bekas para pelajar dan guru-guru yang tidak lagi memiliki hubungan langsung
dengan lembaga pendidikan tersebut. pada tahun berikutnya organisasi tersebut
berubah menjadi persatuan  muslimin Indonesia. Pada tahun 1932 organisasi ini
berubah menjadi partai politik yang kemudian disingkat menjaadi PERMI. Pada
masa ini datang dua anak muda yaitu Ilyas Ja’kub dan Muchtar Luthfi. Mereka
bergabung dengan Thawalib sebagai guru dan memberikan bimbingan dalam
bidang politik. Sekitar tahun 1933 permi menderita tekanan-tekanan yang
dilancarkan oleh pemerintah, pemimpin-pemimpin dibuang termasuk guru-guru
yang mengajar dithawalib.

17
 Diniiyah dan al-madrasah al-diniyah

Pendidikan putra putri dalam rangka pembaharuan, disamping yang telah


dikerjakan oleh Haji Abdullah dengan sekolah Adabiyah, merupakan suatu
inisiatif dari Zainuddin Labia. ia mendirikan sekolah diniyah pada tahun 1915
yang merupakan perkembangan dari surau jembatan besi. Tekanan yang
diberikan dalam pelajaran ialah ilmu pengetahuan umum, seperti sejarah ilmu
hitung dan bahasa.

Dengan bantuan persatuan murid-murid diniyah school yang didirikan atas


anjuran Labia. Rahmah mendirikan pada tanggal 1 November1923 sebuah
sekolah khusus untuk putra putri dengan nama Al-Madrasah Al-Diniyah. Selain
itu, Rahmah juga mengadakan pemberantasan buta huruf dikalangan ibu-ibu
yang lebih tua.

Perkembangan kedua bagian dari sekolah diniyah ini kemudian berjalan lancar
dan dalam tahun 1937 sebuah sekolah guru untuk puteri didirikan, yang disusul
tak beberapa lama kemudian oleh pembukaan sekolah yang sama untuk putera.

E. Gerakan Revormasi Dan Modernisasi di Indonesia

1. Proses Islam Masuk Ke Indonesia

Agama Islam masuk ke Indonesia untuk pertamakalinya di sekitar abad XIII


Masehi. Berdasarkan pada informasi sejarah, baik dari sumber Barat yang salah
satunya ditokohi oleh Marco Polo maupun dari sumber Timur yang diwakili oleh
Ibnu Batuthah. Snouck hurgronye menceritakan dalam bukunya “De Islam in
Nederlansch-Indie” tentang masuknya Islam ke Indonesia sebagai berikut
“Tatkala Raja Mongol Hulagu Khan pada tahun 1258 M menghancurkan Bagdad
yang lebih dari 5 abad lamanya merupakan ibu negri kerajaan Islam, kelihatan
seakan-akan kesatuan kerajaan-kerajaan Islam lenyap. Hanya setengah abad
sebelum kejadian yang penting itu berlaku, Islam dengan cara perlahan
berkembang dan masuk ke pulau-pulau Indonesia dan sekitarnya. Perkembangan
ini tidak dicampuri oleh pemerintah manapun juga. Negara-negara pesisir
Sumatra, seluruh Jawa, Pantai Borneo (kalimantan) dan Selebes (Sulawesi), dan
beberapa pulau-pulau kecil yang lain satu persatu masuk Islam, terutama dengan
usaha saudagar-saudagar Islam dari daerah sebelah Barat yang ingin memperoleh
tempat tinggal di Indonesia. Dibantu pula oleh anak Negri yang sudah masuk
Islam di daerah pesisir yang ikut serta menyiarkan dakwah agama ke daerah
pedalaman, dan sebagian lagi pergi berlayar menyiarkan keyakinannya yang baru
itu ke pulau-pulau yang terdekat.

Masyarakat Indonesia pra Islam, bukanlah masyarakat yang bersih dari berbagai
macam ragam keyakinan hidup. Tetapi mereka telah memiliki kepercayaan
seperti :Animisme, Dinamisme, Hindhu maupun Buddha yang diyakini dan telah
menyatu dalam seluruh aspek hidupnya. Mereka dengan kesadarannya sendiri
mau menerima seruan dan ajakan Islam, tetapi mereka tidak begitu saja

18
meninggalkan kepercayaan sebelumnya dari kebiasaan hidupnya. Gejala
bercampur aduknya antara kepercayaan lama dengan keyakinannya yang baru
tidak mungkin dapat dihindari. Padahal sesungguhnya agama Islam sebagaimana
yang diajarkan Allah dan utusan-Nya secara tegas tidak dapat menerima hal
seperti itu. Agama Islam adalah agama yang berfahamkan “Monoteisme
Absolut”, ajaran yang berfahamkan tauhid yang mutlak dan murni, ajaran yang
sama sekali tidak mau berkompromi dengan berbagai macam bentuk
kemusyrikan maupun berbagai ragam khurafat (tahayul, gugon tuhon. Jw).
Snouck Hurgronye menyelidiki kaum muslimin diberbagai daerah Indonesia.
Terutama Jawa, Sumatra dan Aceh. Bahwa orang Jawa “percaya pada adanya
benda-benda gaib, suatu kepercayaan yang berasal dari Polinesia dan Hindu.

Isalam datang ke Indonesia bukan dibawa oleh para mubaligh yang langsung
datang dari jazirah Arab, melainkan dibawa oleh para pedagang dan mubaligh
dari Gujarat-India. G.W.J. Drewes menyatakan bahwa “Islam tiba di Indonesia
bukan dari pusatnya di Timur Tengah, akan tetapi dari India, dan Islam semacam
ini yang telah disaring melalui pengalaman agama di India, dan bertaburan
mistisisme, mendapatkan dasarnya yang telah dipersiapkan dengan baik di Jawa
yang telah dipengaruhi oleh agama Hindu”. Abu Bakar Aceh menyatakan bahwa
para penyiar Islam di hari-hari pertama itu berasal dari Gujarat, India. Alasan ini
didasarkan :

a.Atas adanya hubungan dagang antara orang-orang hindu dengan orang-orang


Indonesia sebelum Islam, dan hubungan dagang ini di teruskan sesudah orang-
orang Hindu memeluk Islam.

b.Gujarat adalah pelabuhan yang terpenting tempat bertolak saudagar-saudagar


Hindu maupun Islam ke Indonesia.

c.Batu-batu nisan dari kuburan-kuburan terpenting di Indonesia adalah bikinan,


mempunyai ukiran dan dimasukkan dari Gujarat.

d.Nama-nama yang terkubur itu adalah raja-raja yang memakai gelar Syaj dari
bahasa Persia atau India.

e.Penyesuaian adat-istiadat dan kebiasaan antara Indonesia dan India yang sampai
sekarang masih dapat dilihat dari kehidupan bangsa kita.

f.Adanya paham aliran Syiah dan paham wihdatul wujud dalam ilmu tasawuf di
Indonesia.

Menurut Mukti Ali bahwa:“Campurnya Islam dengan elemen-elemen Hindu


menambah mudah tersiarnya agama itu (Islam) dikalangan masyarakat Indonesia,
terutama masyarakat Jawa, karena sudah lama kenal dengan ajaran-ajaran Hindu.
Sebagian besar tersiarnya Islam di Indonesia ini adalah hasil pekerjaan kaum Sufi
dan Mistik.

Pemimpin-peminpin Agama Islam pada waktu itu yang di hormati yaitu para ahli
tariqah atau para guru suluk, seperti pada abad XVI di Sumatra Utara adalah
Hamzah Pansuri, Syamsuddin Pase, Nuruddin ar-Raniri, Abdur-Rauf Singkel,dan

19
di Jawa Wali Songo, mereka itu adalah tokoh Mistik dan Ahli Tasawuf. C.C.Berg
menyatakan “sesungguhnya Sufisme atau Mistisisme Islam, bukannya ortodoksi
Islam yang meluaskan pengaruhnya di Jawa dan sebagian Sumatra.

Tasawuf yang mereka kembangkan cenderung pada tasawuf yang memandang


hidup berat sebelah. Ajaran “fana”, yaitu faham meniadakan diri untuk hidup
berzuhud yang bersih dari segala pamrih keduniaan menjadikan mereka
membelakangi dunia. Dikalangan mereka terkenal ajaran hadits yang menyatakan
bahwa “dunia ini penjara bagi orang-orang mukmin, dan surga bagi orang-orang
kafir” yang ditafsirkan secara tidak tepat ( bandingkan dengan al-Qashsh (28):
77). Berbeda dengan pemahaman Jamaluddin al- Afghany, bahwa makna “fana”
itu tidak lain mengandung pengertian melebur kepentingan diri pribadi bagi
kepentingan dan perjuangan bersama. Tasawuf semacam inilah yang di tuntunkan
Allah dan Rasul-Nya, dan hal seperti inilah yang dibuktikan sendiri oleh sahabat
Abu Bakar as-Shidiq, Usman bin ‘Affan dan Jamaluddin al-Afghany sampai
akhir hayatnya.

Dalam masalah fikih, yang menguasai lapangan pendidikan dan pengajaran


tradisional Islam di Indonesia – di samping tasawuf – muslim Indonesia
mengikuti madzhab Syafii, dan beberapa buku pegangan seperti buku-buku
penyederhanaan , pengganti, atau syarah (komentar), umpamanya kitab Tuhfah
dan Nihayah yang di tulis oleh Ibnu Hajar al-Haitam dan ar-Ramli. Tarekat-
tarekat Sufi yang memperoleh pengikut di Indonesia adalah terekat Qadiri, Rifa’i,
Naqsyabandi, Sammani, Qusyasyi, Syattari, Syazili, Khalwati dan Tijjani.

Yang perlu mendapat perhatian, masalah firqah, yaitu suatu aliran yang mencul
dikarenakan perbedaan dalam memahami masalah pokok-pokok agama, seperti
firqah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, Mu’tazilah, Syi’ah, Qadariyah, Jabariyah dsb,
ternyata di awal perkembangan Islam di Indonesia telah masuk juga faham
Syi’ah.

Kedamaian umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan kehidupan keagamaan


dan dakwahnya yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad, disekitar awal
abad XVI tiba-tiba dikejutkan dengan datangnya bangsa-bangsa Eropa untuk
menjajah secara silih berganti antara bangsa Sepanyol, Potugis, Inggris dan
Belanda. Mereka tanpa kecualinya-termasuk Belnda yang menjajah Indonesia –
datang kenegri-negri jajahannya selalu dimotivasi oleh tiga motif utama, yaitu :

a.Motif ekonomi (Gold), yang dengan motif ini penjajah melaksanakan berbagai
macam program kemiskinan terhadap anak negri jajahannya.

b.Motif politik (Glory), dengan motif ini penjajah melaksanakan berbagai


program pembodohan agar tetap buta terhadap jati dirinya sebagai bangsa yang
berhak untuk merdeka.

c.Motif agama (Gospel), dengan motif ini penjajah melaksanakan program


pemurtadan/Kristenisasi, motif ketiga ini adalah motif yang paling utama.

20
2. Awal Kelahiran Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia

Kondisi umat Islam di Indonesia seperti di atas berjalan beratus-ratus tahun


lamanya. Baru pada sekitar tahun 1803 bersamaan dengan kepulanganHaji
miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari menunaikan ibadah Haji dan untuk
sementara waktu bermukim, mereka pulang kembali kekampung halamannya di
Minangkabau dengan membawa semangat Islam yang di ilhami oleh Gerakan
Wahabi yang puritan. Sementara di daerah Luhak Agama para tuanku
mengadakan kebulatan tekaduntuk memperjuangkan tegaknya syara’sekaligus
memberantas segala macam kemaksiatan yang sudah mulai semarak dikerjakan
oleh kaum adat. Mereka terdiri dari Tuanku nan Renceh, Tuanku Bansa, Tuanku
Galung, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar,
Tuanku Kubu Ambelan dan Tuanku Kubu Sanang. Kedelapan orang inilah yang
terkenal dengan julukan ‘harimau nan salapan’, delapan harimau yang berani
menantang berbagai macam kemaksiatan. Disamping kedelapan tokoh di atas,
muncul tiga tokoh lain di Gerakan Paderi yang namanya cukup legendaris, yaitu
Muhammad Syabab yang membangunperbentengan di Bonjol. Hanya bagi orang-
orang yang belum mengenalnya mereka menamakannya sebagai kaum Paderi,
orang-orang yang selalu mengenakan pakaian serba putih, mirip sebagaimana
yang biasanya dikenakan oleh father/pastur.

Mereka mengadakan perombakan masyarakat secara radikal, dan dalam banyak


hal mereka menggunakan kekerasan. Karena itu terjadilah konflik antara kaum
paderi dengan sebagian kaum adat, yang diakhiri dengan timbulnya perang
terbuka. Dan karena dalam berbagai pertempuran fihak kaum adat selalu
dikalahkan, kemudian mereka meminta bantuan kepada pihak Belanda, dan
dengan senang hati Belanda menyanggupinya. Perang babakan baru di mulai
setelah Belanda mendatangkan bala bantuannya untuk memerangi kaum Paderi.
Berhadapan dengan kaum Kafir Belanda.

Syaikh Ahmad Khotib, yang lahir di Bukittinggi pada tahun 1855 ketika berusia
21 tahun pergi ke Mekah untuk belajar memperdalam pengetahuan agama Islam
yang berfahamkan madzhaf Syafi’i. Dan sejak saat itu Akhmad Khotib tidak
pernah kembali ke Indonesia. Bahkan pada puncak karier keilmuannya ia
mendapatkan kedudukan yang sangat tinggi sebagai imam dari madzhab Syafi’i
di masjidil Haram. Sekalipun demikian hubungan dengan daerah asalnya masih
tetap terjalin lewat mereka yang menunaikan ibadah haji atau lewat murid-
muridnya yang berasal dari Indonesia. Ia adalah sosok ulama yang cerdas, kritis
dan toleran. Hal ini terlihat pada sikapnyayang secara terang-terangan tidak
menyetujui terhadap aliran tarikat Naqsabandiyah serta menentang terhadap adat
pembagian warisan model Minangkabau-Sumatra Barat.

Tokoh-tokoh Pembaharu lainnya dari Minangkabau tercatat antara lain Syaikh


Thahir Djalaluddin al-Azhari yang ide-idenya disalurkan lewat majalah “al-
Imam”, Syaikh Djamil Djambek, Abdul Karim Amrullah atau dikenal dengan
julukan Haji Rasul (ayah HAMKA), tokoh yang pertamakali memperkenalkan
Muhammadiyah kepada masyarakat minangkabau pada tahun 1925. Tokoh
pembaharu lainnya, yaitu Haji Abdullah Ahmad Yang ide-ide pembaharuannya
disalurkan lewat majalah yang didirikannya, yaitu “Al-Munir”, degan tujuan
“memimpin dan memajukan anak-anak bangsa kita... pada agama yang lurus dan

21
beri’tikad yang betul”. Tokoh ini pengetahuannya tentang Islam diakui oleh
ulama-ulama Timur Tengah pada suatu konperensi khilafat di Kairo tahun 1926,
dimana dia bersama Haji Rasul memperoleh gelar kehormatan doktor dalam
bidang agama (doktor fid-din).

3. Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia Abad XX

Memasuki abad XX di Indonesia, terutama di pulau Jawa perjuangan


menegakkan agama Islam sehingga kemulyaan Islam sebagai idealita dan
kejayaan umat Islam sebagai realita (‘izzu Islama wal muslimin) dapat di
realisasikan secara konkrit telah dimulai dengan menggunakan organisasi sebagai
alat perjuangannya. Umat Islam mulai saat ini menyadari bahwa cita-cita yang
demikian besar lagi berat seperti diatas hanya akan dapat diperjuangkan lebih
efektif dan efesien manakala menggunakan alat perjuangan yang namanya
“organisasi”. Maka bermuncullah berbagai gerakan pembaharuan dalam Islam,
baik yang bergerak dalam bidang politik kenegaraan, seperti Partai Serikat Islam,
Partai Islam Indonesia (PII), Partai Islam Masyumi, Partai Muslimin Indonesia,
maupun yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan seperti Al-Islah wal-
Irsyad atau terkenal dengan nama Al-Irsyad, Persatuan Islam (Persis) dan
Muhammadiyah.

Sesungguhnya dua pola perjuangan seperti di atas telah ada ‘blue print’ atau cetak
birunya sebagaimana yang telah dirintis oleh Gerakan salafiah yang ditokohi oleh
Jamaluddin al-Afghany dan Muhammad Abduh. Sebagaimana telah dimaklumi
bahwa kalau teori perjuangan Jamaluddin al-Afghany lebih dititik beratkan untuk
merebut dan menguasai berbagai lembaga kenegaraan, terutama lembaga
legislatif, dengan keyakinan bahwa dengan dikuasainya berbagai lembaga
kenegaraan tersebut maka Islam akan dapat menentukan berbagai perundang-
undangan, aturan, keputusan dan kebijakan negara yang benar-benar Islami. Dan
karena saat al-Afghany menegaskan pendiriannya seperti negeri-negeri Islam
diseluruh dunia masih dicengkeram oleh kaum penjajah maka untuk
melaksanakan cita-citanya tersebut jalan yang pertamakali harus ditempuh oleh
negeri-negeri Islam adalah berjuang untuk mengusir kaum penjajah. Sementara
Muhammad Abduh berpendapat bahwa dirinya juga setuju dengan prinsip yang
dikembangkan oleh Jamaluddin al-Afghany, namun satu hal yang tidak boleh
dilupakan juga bahwa pembinaan umat harus juga diprioritaskan. Pembinaan
umat lewat dakwah Islamiah, pendidikan dan membangun kesejahteraan umat
merupakan satu pekerjaan yang harus diprioritaskan. Lewat pengembangan
pendidikan yang benar-benar Islami akan melahirkan kader-kader yang siap
menyebarkan ide-ide pembaharuan keseluruh penjuru dunia, dan sekaligus akan
menjadi pendukung yang setia untuk tampil kedepan mengisi tugas-tugas
kenegaraan dan kemasyarakatan yang menjadi medan garapnya.

Dua bidang garap berupa bidang politik dan bidang sosial kemasyarakatan seperti
diatas manakala platformnya diletakkan pada asas yang sama maka sesungguhnya
esensi dari keduanya merupakan satu-kesatuan yang tidak mungkin dapat dipisah-
pisahkan, keduanya bagaikan sekeping mata uang yang dilihat dari dua sisI.

22
4. Gerakan Politik Islam di Indoesia

Di antara beberapa partai Islam yang pernah hadir di tengah-tengah masyarakat


Islam Indonesia yang cukup menonjol, tercatat antara lain adalah :

1. Partaiserikat Islam Indonesia

Cikal bakal gerakan politik Islam di Indonesia diawali dengan berdirinya


Serikat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudhi dan kawan-kawan
para pedagang batik di Kota Solo pada tanggal 16 Oktober 1905, 3 tahun
sebelum lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908. Pada saat SDI dibentuk
gerakannya tidak diarahkan pada bidang politik praktis, melainkan diarahkan
untuk:

a.Pertama untuk menghimpun kekuatan para pedagang baik guna melawan


pedagangCina yang memonopoli perdagangan bumbu batik dengan
memainkan harga seenaknya sendiri.

b.Kedua untuk menghadapi sikap superioritas orang-orang Cina terhadap


orang-orang Indonesia sehubungan dengan berhasilnya revolusi Cina pada
tahun 1991.

Sikap superitas keturunan Cina ini sesungguhnya telah mempunyai akar yang
sudah cukup lama, yaitu merupakan hasil kongkrit dari keberhasilan
pemerintah Hindia Belanda yang membagi warga negara Hindia Belanda
menjadi tiga tingkatan. Diataranya :

1)Tingkatan pertama adalah bangsa Belanda dan Eropa lainnya.

2)Warga negara kedua adalah bangsa Cina dan Timur asing lainnya.

3)Dan warga negara kelas tiga adalah bangsa Indonesia yang memilih
kewarganegaraan Belanda.

Politik divide et Impera seperti ini diterapkan juga dalam dunia pendidikan
yang mereka selenggarakan, dimana dalam sitem pendidikan yang
dikembangkan sejak dilaksanakannya politik Etis pemerintah dalam
menyelenggarakan pendidikannya anak-anak keturunan Cina dimasukkan pada
sekolah kelas dua, sedang anak-anak priyayi masuk sekolah kelas tiga.

Perkumpulan dagang yang menggunakan nama Islam ini cepat berpengaruh


pada masyarakat pribumi Solo, dan tidak saja membangkitkan perasaan anti
Cina tetapi juga anti kolonial dan para pegawainya yang telah banyak menbuat
kesulitan bagi rakyat pribumi.

Menurut Fred Robertvon der Mehden dalam desertasinya yang berjudul ‘Islam
and the Rise of Nationalism in Indonesia’ dikatakan bahwa SDI di ubah
menjadi Serikat Islam setelah Tjokroaminoto masuk kedalam organisasi ini
dalam tahun 1912 atas undangan Samanhudhi. Tjokraaminoto mengusulkan
supaya jangan dibatasi hanya kepada golongan-golongan pedagang, tetapi

23
diperluas, sehingga dari kata “dagang” waktu menyusun statuten dihapus
diganti dengan kalimat perkumpulan bernama “Sarikat Islam”. Dengan
demikian pergerakan Sarekat Islam yang semula sekedar untuk memajukan
perdagangan, saling membantu, terbinanaya rohani dan jasmani, memajukan
kehidupan masyarakat beragama Islam, pada tahun 1912 berkembang menjadi
pergerakan politik dengan menggunakan Islam sebagai dasar perjuangannya
dan mencita-citakan kemerdekaan. Dan dalam perkembangan berikutnya,
dengan mengukuti berbagai keputusan kongres yang diadakannya terlihat
secara jelas bahwa Sarikat Islam memiliki ciri yang khas sebagai gerakan
massa yang oertama yang memperkenalkan politik nasional ketengah-tengan
rakyat.

Sosok HOS Tjokroaminoto yang oleh Belanda dijulukinya sebagai raja jawa
yang tidak dinobatkan, ‘De ongekroonde koning van Jawa’, adalah tokoh
nasionalisme modern. Syafii Maarif menilai Tjokroaminoto bukan saja sebagai
tokoh dan inspirator pergerakan, pemikir Islam, tetapi ia juga sebagai tokoh
pertama kali yang melancarkan ide pembentukan bangsa (nation) dan
pemerintahan sendiri (self government). Dialah yang sebenarnya sebagai bapak
pendiri faham kebangsaan, ‘the real founding father of nationalism. Ditangan
sosok inilah syarikat Islam berkembang dengan pesatnya.

Pada tahun 1919, tujuh tahun setelah Tjokroaminoto memimpin organisasi ini
telah menyebar keseluruh Jawa dan beberapa tempat di Sumatera, Kalimantan
dan Sulawesi, dan anggotanya meliputi semua lapisan masyarakat. “...Daya
tarik Sarikat Islam lebih jauh jangkauannya daripada sekedar mecapai
kelompok penduduk kota yang berorientasi Barat. Karena partai tersebut
memusatkan perhatiannya secara eksklusif bagi orang-orang Indonesia, maka
ia mendapatkan pengikut-pengikutnya dari semua kelas, baik di kota maupun
di desa. Para pedagang muslim, para pekerja di kota-kota, para kiai dan ulama,
dan bahkan beberapa penyanyi, dan diatas segala-galanya petani tertarik
kedalam gerakan massa politik yang pertama – dan terakhir – di Indonesia di
jaman kolonial Belanda. Melihat betapa besarnya minat masyarakat dari
berbagai lapisan memasuki Sarekat Islam, Ruslan Abdulghani memberikan
penilaian ‘dibandingkan Budi Utomo maka Srikat Islam lah yang justru jauh
lebih memenuhi syarat-syarat untuk dapat dinyatakan sebagai gerakan
nasional.

Seorang tokoh penting lainnya yang bergabung pada Serikat Islam, ialah Haji
Agus Salim seorang intelektual muslim hasil didikan Barat, yang dipengaruhi
oleh aliran-aliran reformis Islam. Ia tidak populer pada periode pertama, tetapi
ia berhasil untuk mencapai suatu kedudukan kepemimpinan dalam periode-
periode berikutnya, terutama dalam membentuk dan memberi isi pada Sarikat
Islam dengan warna Islamnya.

Serikat islam mengalami goncangan dari dalam ketika tokoh-tokoh komunis


yang menyusup ke tubuh SI mulai mendapatkan posisi yang menentukan. Satu
hal yang patut diperhatikan bahwa dengan cara menyembunyikan ideologi
komunismenya yang anti Tuhan dan anti agama di hadapan orang banyak,
sementara untuk menarik simpati mereka selalu tampil untuk membela kaum
miskin, akhirnya tokoh-tokoh komunis (ISDV) yang berada didalam SI segera

24
mendapat dukungan massa. Kelompok ini “mencoba mengarahkan
pergerakannya menjadi suatu aksi yang radikal dan revolusioner, yang
memusatkan perhatiannya kepada para pekerja di kota dan di perkebunan serta
orang-orang pedesaan.

Sebagaimana diketahui faham Komunis diperkenalkan ke Indonesia oleh


Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet (Belanda), seorang aktivis
politik yang berhaluan Marxisme berkebangsaan Belanda datang ke Indonesia
pada tahun 1913. Sewaktu masih di negeri Belanda ia menjadi pemimpin
organisasi buruh angkutan dan menjadi anggota Social Democratische
Arbeiders Partij (SDAP). Mula-mula ia bekerja sebagai staf redaksi Warta
perdagangan Soerabajasche Handelblad, sebuah surat kabar milik sindikat
perusahaan-perusahaan gula di Jawa Timur. Kemudian ia bekerja menjadi
sekertaris Kamar Dagang Semarang. Bersama-sama dengan orang lainnya
yaitu Aldolf Baars, P. Bergsma, Brandsteder, H.W. Dekker, dari orang
Indonesia tercatat nama Semaun ia mendirikan organisasi Marxis yang
pertama di Asia Tenggara dengan sebutan ISDF (Indische Social
Democratische Vereniging), suatu perkumpulan orang-orang Indo. Tetapi
segera organisasi ini mempropagandakan pemikiran yang bersifat sosialis,
segera merubah dirinya menjadi perkumpulan Komunis setelah berhasilnya
revolusi di Rusia 1917. Organisasi ini ingin memainkan peranan memimpin
didalam pergerakan rakyat umumnya, dan berusaha untuk mempengaruhi
organisasi-organisasi lain, terutama organisasi-organisasi massa untuk maksud
ini.

Ketika mereka mulai melihat organisasi manakah yang paling tepat untuk
menanamkan kader-kadernya (sistem sel) agar bisa segera berkembang dengan
subur, maka pilihanpu jatuh pada Serikat Islam, suatu organisasi massa yang
telah tumbuh dengan suburnya di segala lapisan masyarakat. Dalam waktu
yang relatif singkat kader-kader komunis telah menguasai jabatan-jabatan
yang sangat menentukan, seprti Semaun yang menjabat sebagai ketua dari
Serikat Islam di Semarang.

Kegiatan-kegiatan ISDV didalam lingkungan Serikat Islam akhirnya benar-


benar menggongcangkan partai. Pemimpin-pemimpin Serikat Islam yang anti
komunis mulai bertanya apakah kegiatan-kegiatan itu tidak disokong oleh
pihak Belanda sendiri, sebagai usaha untuk memecah pengikut partai yang
memang tumbuh dengan pesat dan yang telah menyebabkan timbulnya
ketakutan dikalangan banyak orang Belanda. Abdul Moeis menulis bahwa
Sneevliet seakan-akan sengaja dikirim ke Indonesia untuk memecah gerakan
Rakyat. Agus Salim melihat kegiatan-kegiatan ISDV juga sebagai suatu usaha
untuk memindahkan pertikaian-pertikaian yang terdapat di Eropa ke Indonesia.

Dengan propaganda dan agitasinya yang sangat lihai akhirnya kader-kader


komunis dapat mempengaruhi banyak anggota Serikat Islam, terutama yang
bergerak dalam serikat-serikat sekerja yang dibina oleh Seriakt Islam dan
diwadahi dalam sebuah federasi yang dinamakan “Persatuan Kaum Buruh
Hindia Belanda” (PPKB). Akhirnya wajah SI terbelah menjadi dua, yaitu :

25
1)Kelompok SI pertama yang berorientasi reformis, dan tetap setia menjadikan
Islam sebagai perjuangannya, yang kemudian dikenal sebagai SI Putih, dengan
tokoh-tokohnya seperti Tjokroaminoto, Agus Salim, Abdil Moeis,
Suryopranoto, Sosrokardono dan lain-lainnya.

2)Kelompok SI kedua yang dipengaruhi oelh ISDV, sebuah organisasi


berhaluan sosialis yang didirikan oleh Sneevliet, yang selanjutnya dikenal
dengan SI Merah. SI merah ini benar-benar sudah tercemar faham komunis,
atau bahkan mereka masuk ke SI itu tidak lebih dari sekedar untuk dijadikan
sebagai “Kuda Troya” guna memperjuangkan faham Komunis dikala
kekuatannya dianggap belum solid. Diantara tokoh-tokohnya yang menonjol
antara lain seperti Semaun, Darsono, Tan Malaka.

Pertentangan antara kedua kubu ini semakin hari semakin memuncak, hingga
akhirnya pada akhir tahun 1921, lewat kongres Serikat Islam mengeluarkan
“Disiplin Partai’’. Disiplin Partai ini menegaskan bahwa setiap anggota SI
harus memilih dengan tegas, tetap menjadi anggota SI dan harus keluar dari
keanggotaan organisasi lainnya, atau sebaknya. Dalam pilihan ini orang-orang
Komunis memilih untuk keluar dari SI dan mendirikan sebuah organisasi yang
dinamakan ‘Perserikatan Komunis Hindia’. Disamping itu kongres telah
memutuskan untuk merubah tentang Keterangan Asas yang lebih menekankan
identitasnya sebagai gerakan politik Islam dengan kalimat ‘Kemerdekaan
Yang Berasas Islam... yang sesungguhnya melepaskan segala rakyat dari
penghambaan macam apapun juga’.

Dalam kongresnya pada tahun 1923 SI mengubah namanya menjadi Partai


Sarekat Islam, dan pada tahun 1929 nama partai di sempurnakan lagi menjadi
‘Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII)’.

Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1940 terjadi perpecahan lagi


ditubuh PSII dengan keluarnya segolongan anggota dibawah pimpinan
Soekarmadji Maridjan Kartosoewirja yang kemudian mendirikan perkumpulan
sendiri tetapi tidak mau mengambil nama lain, sehingga ada dua PSII, yaitu
PSII biasa dan PSII Kartosoewirjo.

2. Partai Islam Masjumi

Partai Islam Masjumi berdiri pada tanggal 7 November 1945 sebagai hasil
keputusan Muktamar Umat Islam Indonesia I yang berlangsung di Yogyakarta
(Gedung Madrasah Muallimin Muhammadiah) pada tanggal 7-8 November
1945. Kongres ini dihadiri oleh hampir semua tokoh dari berbagai organisasi
Islam di masa sebelum perang serta 3pada masa pendudukan Jepang, seperti
Muhammadiah, Nahdatul-Ulama, Sarekat Islam, al-Wasliyah, Persis, al-
Irsyad, serta totkoh-toktoh intelektual muslim yang pada zaman Belanda aktif
dalam Jong Islamited Bond dan Islam Study Club dsb. Dalam kongres tersebut
disepakati dan diputuskan untuk mendirikan Majlis Syura Pusat bagi umat
Islam Indonesia.

Sesungguhnya Partai Masjumi ini merupakan kelanjutan dari kegiatan politik


oraganisasi-organisasi Islam pada akhir zaman penjajahan Belanda yang

26
dikenal dngan nama MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia). MIAI adalah suatu
wadah federasi dari semua organisasi Islam, baik yang bergerak dalam bidang
politik praktis maupun yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan
yang didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya atas inisiatif KH.
Mas Mansyur (Muhammadiyah), KH. Wahab Hasbullah (NU) dan Wondo
Amisero (Sarekat Islam). Kemudian pada masa Pendudukan Jepang gabungan
gerakan Islam yang juga bersyifat federasi semacam MIAI ini dinamakan
Majlis Syura Muslimin Indonesia.

Partai Islam Masjumi yang berdiri di awal Kemerdekaan ini tidak lagi
merupakan federasi dari sekian banyak organisasi Islam yang ikut
mendirikannya, melainkan benar-benar merupakan Partai yang solid
(menyatu), yang didalam keanggotaannya menganut dua sistem, diantaranya :

1)Sistem stelsel pasif, artinya setiap anggota organisasi pendukung partai


otamatis menjadi anggota.

2)Sistem stelsel aktif, artinya bahwa seseorang yang ingin menjadi anggota
partai harus aktif mendaftarkan dirinya dengan syarat-syarat tertentu yang
ditetapkan oleh partai.

Dalam menjalani sejarah perjuangannya antara tahun 1945 sampai dengan


tahun 1960 Partai Masjumi telah menampilkan tiga sosok ketua yang sangat
dihormati dan disegani baik oleh kawan maupun oleh lawannya karena
kearifan dan kenegaraannya. Pda periode pertama Masjumi dipimpin oleh dr.
Soekiman Wirjosandjojo, perod kedua oleh Mohammad Natsyir dan periode
ketiga oleh Prawoto Mangoesasmito.

Partai Masjumi yang mencanangkan tujuannya dengan rumusan


“Terlaksananya syari’at Islam dalam kehidupan orang seorang, masyarakta
dan negara republik Indonesia” dalam kiprah politiknya sepanjang masa
hidupnya, baik dalam bentuk program maupun kebijakan-kebijakan partai
menampakkan sikap yang tegar, istiqomah, konsisten terhadap prinsip-prinsip
Islam yang bersumber pada al-Qur’an maupun al-Hadits. Politik yang dianut
oleh Partai Masjumi adalah polotik yang menggunakan parameter Islam,
artinya bahwa semua program atau kebijakan Partai harus terukur secara pasti
dengan nilai-nilai Islam. Ungkapan bahwa politik itu kotor, menurut keyakinan
Partai masjumi tidak mungkin terjadi di tengah-tengah arena politik bahwa
memang politik itu kotor, kalau politik itu didasarkan pada ‘politik bebas
nilai’, atau politik yang diajarkan oleh Nicollo Machivelli bahwa ‘tujuan
menghalalkan semua cara’.

Pada tanggal 15 Desember 1955 Indonesia menyelenggarakan Pemilihan


Umum dalam rangka melaksanakan amanat UUDS 1950 pasal 137. Pemilihan
Umum yang digelar untuk pertama kalinya ini dilaksanakan untuk memilih
anggota Konstituante dan anggota DPR pusat maupun daerah. Partai Masjumi
termasuk salah satu dari peserta pemilu yang diikuti oleh lebih dari tiga puluh
patai / prseorangan. Dan sebagai hasilnya Partai Masjumi keluar sebagai salah
satu dari “empat besar”, masing-masing dengan perolehan kursi 57 untuk PNI,
57 untuk Masjumi, 45 untuk NU dan 39 untuk PKI. Namun bila dilihat dari

27
tebaran pemilihnya Masjumi adalah merupakan satu-satunya partai yang
memperoleh kursi di seluruh propinsi wilayah Indonesia, dan tidak demikial
untuk lainnya.

Pada saat sidang dewan Konstitusi untuk menyusun UUD sebagai pengganti
UUDS (Undang Undang Sementara th 50) pembahasan menjadi serius saat
menyentuh masalah Dasar Negara.di sidang periode pertama Partai Masjumi,
NU, PSII, Perti, dll, dapat mengumpulkan suara 230 kursi menggalang
kakuatan berasama untuk memperjuangkan Islam sebagai dasar negara
Republik Indonesia. Fraksi-fraksi non Islam mengantongi suara 286 kursi
bersikeras untuk tetap memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara.

Untuk mencari titik temu antara golongan nasionalis sekuler dengan golongan
nasionalis muslim, dari fraksi Islam diwakili oleh KH. Masykur (NU)
mengajukan dua usulan yaitu :

1)Piagam Jakarta dijadikan Mukadimah UUD 1945.

2)Pasal 29 UUD hendaknya berbunyi “Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang


Maha Esa dengan menjalankan Syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Pada tanggal 30 Mei, 1 - 2 Juni 1959 diadakan suara, hasil dari ketiga
pemungutan suara tersebut adalah 269 setuju dan 199 menolak, 264 setuju dan
204 menolak, da terakhir 263 setuju dan 204 menolak. Dengan demikian
kedua usulan di atas baik dari golongan Islam maupun non Islam sama-sama
tidak diterima oleh Majlis, dengan alasan bahwa Konstituante telah gagal
meaksanakan tugasnya Presiden Sukarno malakukan Dekrit untuk kembali Ke
UUD 1945 dan sekaligus membubarkan Konstituante.

Dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dimulai suatu babakan baru dalam
ketatanegaraan Republik Indonesia. Dengan kembalinya negara Indonesia ke
UUD 45 berarti Presiden disamping sebagai Kepala Negara juga berfungsi
sebagai Kepala Pemerintahan. Berbekalkan dengan fungsi ini Presiden
bermaksud segera membentuk Kabinet (Dewan Menteri) dengan mengikut
sertakan empat partai besar pemenang Pemilu, yaitu PNI, Masjumi, NU dan
PKI. Namun ketika maksud inidisampaikan kepada keempat Pimpinan Partai,
Pimpinan Partai Masjumi mengajukan syarat bahwa Masjumi siap duduk
dalam Kabinet asal PKI tidak di ikut sertakan, tetapi kalau harus bersama-
sama duduk berdampingan dengan PKI, lebih baik Masjumi akan berdiri
sebagai Partai Oposisi.

Bung Karno sejak tahun 1920an menemukan adanya tiga kekuatan ideologis
yang riel hidup ditengah-tengah masyarakat Indonesia, yaitu : ideologi
Nasionalisme, Islam dan Komunis. Menurut Bung Karno alangkah kuatnya
bangsa Indonesia seandainya ketiga kekuatan tersebut dapat dipersatukan. Ia
mencita-citakan persatuan antara Nasionalisme, Islam dan Komunis yang di
singkat dengan istilah “NASIKOM”.

Dengan di tuntun oleh obsesinya yang telah sekian lama dimilikinya, Bung
Karno ingin menerapkan ide Nasikom kedalam kabinet yang ia maksud. Maka

28
dengan sikapnya Masjumi yang menolak duduk bersama dengan PKI tidak
membuat gagalnya membentuk kabinet Nasikom. Maka terbentuklah kabinet
yang unsur utamanya terdiri dari PNI, NU dan PKI, dan untuk mengokohkan
dari unsur agama dimasukkan juga unsur dari PSII, Petri, Karkindo dan Partai
Katolik. Karena memasukkan unsur-unsur agama lainnya maka kabinet yang
dipimpin langsung oleh Bung Karno dinamakan Kabinet ‘NASAKOM’
(Nasionalisme, Agama dan Komunisme).

Dalam masa awal pelaksanaan Demokrasi Terpimpin mengakibatkan


terjadinya berbagai pergolakan daerah, antara lain PRRI di Sumatra Barat dan
Permesta yang muncul di Sulawesi Utara. Beberapa tokoh Masjumi dan PSI
bergabung dalam pergolakan PRRI, seperti Muhammad Natsir, Burhanudin
Harahap, Syafrudin Prawiranegara, Sumitro Djojohadikusumo dsb.

Bealasan adanya keterlibatan tokoh-tokoh Masjumi dan PSI, dipergunakan


oleh PKI untuk memukul keduanya dengan cara membujuk kepada Bung
Karno agar kedua partai ini di bubarkan. Maka keluarla Surat Keputusan (SK)
Presiden nomor 200 tahun 1960yang di umumkan pada tanggal 17 agustus
1960, yang isi pokoknya, pemerintah membubarkan Partai Islam Masjumi,
termasuk bagian-bagiannya, cabang-cabang dan ranting-rangtingnya di seluruh
wilayah negara Republik Indonesia, dengan ketentuan bahwa dalam waktu tiga
puluh hari, terhitung mulai tanggal berlakunya keputusan tersebut, Pimpinan
Partai Masjumi diharuskan menyatakan partainya bubar dengan
memberitahukankepada Presiden seketika itu juga.

Atas dasar Keputusan Presiden di atas, DPP Masjumi pada tanggal 13


September 1960 telah membubarkan Masjumi termasuk bagian-bagian /
cabang-cabang / ranting-rantingnya diseluruh wilayah negara Republik
Indonesia.

5. Gerakan Sosial Kemasyaraktan Islam

Beberapa oraganisasi Islam yang bergerak dalam bidang pembinaan kehidupan


masyarakat (infra struktur), lewat gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi
munkar yang dalam ajarannya secara konsisten berpegang pada tiga prinsip, yaitu
:

1)Mengajak kepada umat untuk kembali pada ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah
secara murni.

2)Membuka pintu ijtihad selebar-lebarnya kepada siapapunyang telah berhak


memeluknya.

3)Mengamalkan ajaran Islam secara konsisten, bersih dari berbagai gejala


kemusyrikan, khurafat, bid’ah, dan taqlid.

Oraganisasi yang beridentitas seperti diatas antara lain adalah Gerakan Al-Islah
wal Irsyad, Persatuan Islam dan Muhammadiyah.

29
a.Al-Irsyad

Gerakan Al-Islah wal Irsyad (Al-Irsyad) merupakan organisasi sempalan dari


organisasi Al-Jamiat al-Khair. Organisasi ini didirikan sebagai organisasi Islam
tanpa diskriminasi asal-usul, namun sebagian besar digerakkan oleh tokoh-tokoh
Arab peranakan pada tanggal 17 Juli 1905 di Jakarta. Gerakan ini bergerak dalam
bidang sosial pendidikan. Dan untuk lebih suksesnya usaha pendidikan yang
mereka selenggarakan mereka juga memnggil seorang ahli pendidikan, yaitu
Syaikh Ahmad Sookatti dari Sudan, Syeikh Muhammad Thaib dari Maroko dan
Syaikh Muhammad Abduh Hamid dari Mekkah. Diantara ketiga tokoh ini
Syaeikh Ahmad Sookatti adalah tokoh yang paling menonjol. Ia telah memainkan
peranan yang sangat penting dalam menyebarkan pemikiran-pemikiran baru
dalam lingkungan masyarakat Islam di Indonesia.

Kehadiran guru-guru dari luar negri semakin banyak, termasuk salah seorang di
antara mereka adalah adik dari Ahmad Sookatti. Mereka semua manyatakan diri
sebagai pengikut dari ajaran Muhammad Abduh. Diantara yang mereka sebar
luaskan adalah memperjuangkan persamaan sesama muslim dan pemikiran
kembali kepada Al-Qur’an dan al-Hadits.

Sikap dan pemikiran seperti ini ternyata mendapat reaksi yang sangat keras dari
peranakan Arab berdarahkan ‘sayid’ yang selama ini menikmati penghormatan
yang berlebih-lebihan dan merasa dirinya berkedudukan leih tinggi dari pada
golongan lain dalam masyarakat Islam Jawa. Berasal dari perbedaan seperti inilah
yang menyebabkan pecahnya Jamiat Khair.

Dikarenakan ada perbedaan pendapat dikalangan Jamiat Khair, khususnya


tentang persoalan ‘kafaah’, yaitu boleh tidaknya golongan Arab keturunan Ali bin
Abi Thalib (golongan Alawy) kawin dengan golongan lainnya. Menurut pendapat
Ahmad Soorkatti perkawinan seperti ini adalah boleh, dan tetap dinyatakan ‘kufu’
itu seimbang. Pendapat Soorkatti seperti ini didasarkan pada surat al-Hujarat: 13,
bahwa, ‘yang dinilai paling mulia disisi Allah adalah orang-orang yang paling
taqwa’.

Al-Irsyad didirikan oleh syeikh Ahmad Soorkatti pada tahun 1914 dengan tujuan
untuk memajukan pelajaran agama Islam secara murni, bersih dari berbagai
macam kemusyrikan, khurafat dan bid’ah dikalangan bangsa Arab peranakan.
Untuk hal itu mereka mendirikan berbagai madrasah atau perguruan al-Irsyad,
terutama didaerah pesisir, dimana sebagian besar mereka tinggal, seperti di
Surabaya, Pekalongan, Tegal dan Jakarta. Disamping itu mereka bergerak dalam
bidang sosial dan da’wah Islam dengan mendasarkan pada ajaran al-Qur’an dan
as-Sunnah secara murni.

b.Persatuan Islam (Persis)

Persatuan Islam (Persis) didirikan Oleh KH. Zamzam, seorang alim dari
Palembang pada tanggal 17 September 1923 di kota Bandung. Persis bertujuan
mengembalikan kaum muslimin kepada pimpinan al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut Persis melakukan
berbagai usaha, antara lain mendirikan berbagai madrasah, pesantren, kegiatan

30
tabligh, menerbitkan majalah maupun buku-buku agama. Di antara majalah yang
sangat populer di tengah-tengah masyarakat Islam di Indonesia, bahkan sampai
juga di Malaisia adalah majalah ‘Pembela Islam’ dan majalah ‘Al-Muslimun’.

Gerakan persis sangat menonjol dalam hal pemberantasan segala macam bid’ah
dan khurafat yang disampaikan secara keras dan lugas. Dan sikaf seperti ini
bertambah semakin keras ketika Persis berada dibawah kepemimpinan ustadz
A.Hasan, yang terkenal tajam pena dan lidahnya dalam menegakkan kemurnian
agama. Salah satu catatan dari popularitas Persis dibawah pimpinan A.Hasan
adalah surat-surat jawabannya atas berbagai pertanyaan dari Bung Karno ketika
tokoh ini didalam tawanan di pulau Endeh. Surat-surat Bung Karno dan A.Hasan
ini kemudian diabadikan dengan judul “surat-surat dari Endeh” dalam buku Bung
Karno yang sangat terkenal “Di bawah Bendera Revolusi”.

Tokoh cendikiawan dan pimpinan Islam Indonesia yang juga di akui sebagai
tokoh dunia Islam, yaitu Muhammad Natsir adalah hasil tempaan dari ulama-
ulama Persis.

31
BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari gerakan pembaharuan islam di indonesia ini kita mengetahui bahwa
pengalaman agama islam di indonesia masih banyak bercampur dengan Hindu-Budha,
Dan jelas sekali kemurnian ajarannya. Dari gerakan pembaharuan islam di indonesia
Tujuannya diperluas, Tidak saja urusan dengan perekonomian melainkan lebih luas dan
besar yaitu menentang politik kolonil belanda dalam segala seginya dengan
menggunakan dasar perjuangan islam, Sedangkan gerakan sosial kemasyarakatan islam
ini menjelaskan tentang Muhammadiyah, Al-irsyad, dan persatuan islam.

B.  Saran
Dari makalah yang kami paparkan bahwa kami sedikit mengambil memberikan
saran bagi yang sempat membaca makalah ini agar bisa mengambil hikmah dari sebuah
cerita awal kelahiran islam di indonesia,di mana pada jaman dahulu Imam bonjol
melancarkan kemurnian Aqidah islam seperti yang dilakukan oleh gerakan wahabi,
Karena kaum tua yang sangat kuat,dan pastinya makalah ini belum sepurnah oleh karna
itukami minta partisipasiteman-teman untuk menyempurnakan makalah ini,sekian dan
terimah kasih.

32
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam dalam kurun Modern,


Jakarta ; Pustaka LP3ES, 1994, Cet. Ke 2.
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2004
Azyurmadi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru, Jakarta :
Logos 1990.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ; Lintas Sejarah Pertumbuhan dan
perkembangan, Jakarta : lembaga studi Islam dan Kemasyarakatan, 1995, Cet. Ke-1
Kamal Pasha Musthafa. Muhammadiah Sebagai Gerakan Islam. 2009. Yogyakarta. Pustaka
MM

33

Anda mungkin juga menyukai