Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Pendekatan Sistem Dalam Pembelajaran PAI”
Dosen Pembimbing : Hadi Suprapto,S.Ag,M.Kom.I

DISUSUN OLEH :

Sayyidati Mardiyah (19.02.0010)


Lisa Sapta Wulandari (19.02.0011)
Azizah (19.02.0012)

PAI VI-1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PEMATANG
SIANTAR TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-nya
pnulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Analisis Sistem
Pendidikan Islam di Indonesia” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendekatan Sistem
Dalam Pembelajaran PAI. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan
tentang sistm pembelajaran PAI di Indonesia.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Hj.Nur Hidayati, MPd,I
selaku dosen mata kuliah pendekatan sistem dalam pembelajaran PAI. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Pematang Siantar, 11 Februari 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II Pembahasan........................................................................................3
2.1 Pengertian Sistem Pendidikan Islam.......................................................3
2.2 Konsep Pendidikan Islam di Indonesia....................................................4
2.3 Tujuan Pendidikan Islam.........................................................................5
2.4 Orientasi Pendidikan Islam di Indonesia.................................................7
2.5 Pendidikan Islam Dalam Dinamika Perubahan.....................................11
2.6 Pengembangan Institusi Pendidikan Islam............................................12
BAB III Penutup...........................................................................................14
3.1 Kesimpulan............................................................................................14
3.2 Saran......................................................................................................14
Daftar Pustaka...............................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan Islam Indonesia secara historis telah memiliki pengalaman
bagaimana harus tetap bertahan dalam himpitan arus modernisasi yang kuat
tanpa harus kehilangan identitas. Wujud nyata dari pengalaman tersebut adalah
adanya upaya untuk mereformasi sistem pendidikan Islam sebagai jawaban atas
tantangan kolonialisme dan ekspansi Kristen. Sistem pendidikan Islam yang
pada awalnya berbentuk surau dan pesantren, menjelma menjadi dua bentuk
lembaga pendidikan Islam modern: pertama, sekolah-sekolah model Belanda
tetapi diberi muatan pengajaran Islam, dan kedua, madrasah-madrasah modern
yang secara terbatas mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern
Belanda.
Menurut Karel A. Steenbrink, perubahan pola yang ditempuh oleh
lembaga- lembaga pendidikan Islam di Indonesia pada saat itu, merupakan
bentuk reformasi sistem pendidikan Islam dalam merespon model pendidikan
Belanda karena adanya resistensi sistem pendidikan yang dikembangkan
pemerintah Belanda terhadap pendidikan Islam.
Pengakuan lembaga pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem
pendidikan Nasional saat ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan.
Sebagai sebuah peluang, karena secara yuridis keberadaan lembaga pendidikan
Islam telah diakui keberadaannya, sehingga eksistensinya sangat ditentukan oleh
kualitas lulusan yang dihasilkan dan sejauhmana eksebilitas lulusannya dapat
diterima oleh masyarakat dan dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. Sebagai sebuah tantangan, karena saat ini sistem pendidikan
nasional dihadapkan pada persoalan tentang pentingnya standarisasi mutu
pendidikan dalam era global, sehingga lembaga pendidikan Islam sebagai bagian
dari sistem pendidikannasional dituntut meresponkondisi ini.
Namun demikian persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana
lembaga- lembaga pendidikan Islam, termasuk madrasah menyikapi hal
tersebut? Menurut Azyumardi Azra, terdapat persoalan berat yang mendesak

1
untuk diselesaikan para pemikir dan praktisi pendidikan Islam terkait dengan
madrasah, yakni menyangkut “identitas atau distingsi” Islam pada era
globalisasi. Karena madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam,
belum secara nyata memiliki kemampuan mengintegrasikan nilai-nilai Islam
dalam proses pembelajaran dan desain kurikulumnya. Paradigma
pengembangan kurikulum yang dikembangkan madrasah harus jelas,
pengembangan nilai-nilai pesantren sebagai induk semang madrasah yang
relevan tetap dikembangkan di madrasah. Karena madrasah lahir sebagai
lembaga konservasi nilai-nilai keislaman dan kepesantrenan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian sistem pendidikan islam.?
2. Bagaimana konsep pendidikan islam di Indonesia.?
3. Apa tujuan pendidikan islam.?
4. Bagaimana orientasi pendidikan islam di Indonesia.?
5. Bagaimana pendidikan islam dalam dinamika perubahan.?
6. Bagaimana pngmbangan institusi pendidikan islam di Indonesia.?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Dapat mengetahui pengrtian pendidikan islam
2. Dapat mengetahui konsep pendidikan islam di Indonesia
3. Dapat mengetahui tujuan pendidikan islam
4. Dapat mengetahui orientasi pendidikan islam di Indonesia
5. Dapat mengetahui pendidikan islam dalam dinamika perubahan
6. Dapat mengetahui pngmbangan institusi pendidikan islam di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Pendidikan Islam


Sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling
berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan (Oemar Hamalik, 2009: 1).
Begitupun menurut Taqiyuddin (2011: 83) sistem adalah suatu unit
yang terdiri dari beberapa sub unit dan masing-masing sub unit tersebut
1
saling mendukung dan saling mempengaruhi. Pendidikan Islam sebagai
sebuah sistem, karena di dalamnya terdiri dari sub unit pendidikan Islam.
Dari pengertian tersebut, H.M. Arifin (2011: 90) menjelaskan bahwa
pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu dapat dianalisis dari segi sistematis
atau pendekatan sistem. Dalam konteks ini, pendidikan Islam dipandang
sebagai proses yang terdiri dari sub-sub sistem atau komponen-komponen
yang saling berkaitan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam.
M. Yusuf Qardhawi yang dikutip oleh Abuddin Nata (2003: 60)
menyatakan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah pendidikan manusia
seutuhnya yakni akal dan hatinya serta jasmani dan rohaninya, akhlak dan
keterampilannya karena itu pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk
hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya
untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatan,
manis danpahit.
Adapun menurut salah satu pakar pendidikan Islam Naquib Al-Attas
yang dikutip oleh Taqiyuddin (2011: 18) menuliskan bahwa, kata ta’dib
merupakan istilah yang paling tepat dan cermat menunjukkan sebuah sistem
sebuah pendidikan dalam Islam yang di dalamnya ada tiga sub-sistem yaitu
pengetahuan, pengajaran dan pengasuhan (tarbiyah). Ini artinya bahwa, kata
tarbiyah merupakan salah satu sub sistem saja dari sistem ta’dib.

1
Mahasiswa Program Doctor Manajemen Penndidikan Islam Pascasarjana
UniversitasMuhammadiyah Jakarta angkatan 2016

3
Selanjutnya Azyumardi Azra (2012: 6) menjelaskan tentang pengertian-
pengertian pendidikan Islam penekanannya pada “bimbingan”, bukan
“pengajaran” yang mengandung konotasi otoritatif pihak pelaksana
pendidikan, katakanlah guru. Dengan bimbingan sesuai dengan ajaran-ajaran
Islam maka anak didik mempunyai ruang gerak yang cukup luas untuk
mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya dan guru hanya sebagai
fasilitator.

2.2 Konsep Pendidikan Islam di Indonesia


Berkembangnya Pendidikan Islam di Indonesia berawal dari
munculnya Madrasah pada sekitar abad 20 yang muncul sebagai fenomeona
modern yang memberikan pelajaran agama Islam di tingkat dasar dan
2
menengah. Madrasah di Indonesia berbeda dengan di Timur tengah,
madrasah di timur tengah ditujukan kepada lembaga pendidikan Islam pada
Tingkat tinggi, sedangkan di Indonesia madrasah merupakan lembaga
pendidikan Islam dasar dan Menengah.3
Munculnya system madrasah merupakan jalan tengah antara
pendidikan tradisional (pesantren) dengan pendidikan sekolah modern yang
berkembang di barat. Pendidikan tradisional hanya mengajarkan ilmu ilmu
agama saja, sedangkan pendidikan Modern hanya mengajarkan materi –
matri umum saja. Lahirnya madrasah memberikan ruang kepada peserta
didik untuk belajar agama sekaligus belajar sain (ilmu pengetahuan. Sejarah
perkembangan madarasah di Indonesia terkait dengan sejumlah factor yang
cukup komplek seperti pesantren, gerakan pembaharuan Islam, dan system

2
Abdul Rahman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak bangsa: Visi, Misi, dan Aksi,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h.12-14
3
Madrasah di Indonesia dei kenal dengan sebutan RA, MI, MTs, dan MA yang setingkat
dengan TK, SD, SMP, SMA, SMK. Sedangkan di Timur Tengah Madrasah di kenal
sebagai tempat belajar tingkat tinggi, setingkat dengan perguruan tinggi, sehingga
lulusannya menghasilkan ilmuan- ilmuan ternama,. Lihat George Makdisi, Religion, Law
and Learning in Classical Islam, (Britain, Variorum, 1991), h. 23

4
pendidikan Belanda.4
Saat ini koordinasi pembinaan pendidikan Islam sepenuhnya berada di
bawah koordinasi kementerian Agama melalui Dirjen Pendidikan Islam.
Direktur Jenderal Pendidkan Islam RI membawahi beberapa direktorat antara
lain. Direktorat madarasah, Direktorat Diktis, Direktorat PAIS dan Direktorat
Pondok Pesantren. Masing –masing Direktorat bertanggungjawab untuk
melakukan pembinaan lembaga-lembaga yang berada di bawahnya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

2.3 Tujuan Pendidikan Islam


A. Tujuan Pendidikan Secara Universal
Rumusan tujuan pendidikan yang bersifat universal dapat dirujuk pada
hasil kongres tentang pendidikan Islam sebagai berikut (Abuddin Nata, 2012:
61).
“Pendidikan harus ditunjukan untuk menciptakan keseimbangan
pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dengan cara
melatih jiwa, akal pikiran, perasaan dan fisik manusia dengan demikian.
Pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh potensi manusia.
baik yang bersifat spiritual, intelektual, daya khayal, fisik, ilmu
pengetahuan. Maupun bahasa, baik secara perorangan maupun
kelompok dan mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar
mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak
pada terlaksananya pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada
tingkat perorang, kelompok maupun kemanusiaan dalam arti yang
seluas-luasnya”.
Tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal tersebut memiliki ciri-
ciri sebagai berikut.
a. Mengandung prinsip universal (syumuliyah) antara aspek kaidah, bidah,
akhlak, dan muamalah; Keseimbangan dan kesederahanaan (tawazul
dan iqtisyadiyah) antara aspek pribadi, komunitas, dan kebudayaan;

4
Mastuhu membagi satuan pendidikan Islam kedalam beberapa kategori: Non
Pesantren (madrasah), pesantren, Diniyah murni, dan perguruan tinggi agama Islam.
Lihat: Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidkan Isla, (Jakarta: Logos, 1999), h.80-81

5
Kejelasan (tabayyun), terhadap aspek kejiwaan manusia (qalb, akal dan
hawa nafsu) dan hukum setiap masalah; Kesesuain atau tidak
bertentangan antara berbagai unsur dan cara pelaksanaannya; Realisme
dan dapat dilaksanakan, tidak berlebih-lebihan, praktis, realistik, sesuai
dengan fitrah dan kondisi sosioekonomi, sosiopolitik dan sosiokultural
yang ada; Sesuai dengan perubahan yang diinginkan, baik pada aspek
rohaniah dan nafsaniyah, serta perubahan kondisi psikologi, sosiologi,
pengetahuan, konsep, pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap peserta didik
untuk mencapai dinamisasi kesempurnaan pendidikan; Menjaga
perbedaan individu, serta prinsip dinamis dalam menerima
perubahan dan perkembangan yang terjadi pada pelaku pendidikan serta
lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan.
b. Mengandung keinginan untuk mewujudkan manusia yang sempurna
(insan kamil) yang di dalamnya memiliki wawasan kaffah agar mampu
menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifahan dan pewaris Nabi
(Abuddin Nata, 2012: 63).
Dengan dasar ini maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan
Islam ialah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Athiyah lebih lanjut
menghimbau agar semua mata pelajaran harus mengandung nilai-nilai
akhlak, dan setiap guru harus memperhatikan akhlak, setiap juru didik
haruslah memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya, karena
akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedang akhlak mulia adalah
tiang daripendidikan Islam.

B. Tujuan Pendidikan Islam Secara Nasional


Tujuan pendidikan Islam nasional ini adalah tujuan pendidikan Islam
yang dirumuskan oleh setiap negara (Islam). Dalam kaitan ini, maka setiap
negara merumuskan tujuan pendidikannya dengan mengacu kepada tujuan
universal sebagaimana tersebut di atas. Tujuan pendidikan Islam secara
nasional di Indonesia, tampaknya secara eksplisit belum dirumuskan, karena
Indonesia bukanlah negara Islam.
Untuk itu tujuan pendidikan Islam secara nasional dapat dirujuk

6
kepada tujuan pendidikan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional sebagai berikut (Sukarno,
2003. 5).
“Membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia,
berkepribadian, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi,
keterampilan, sehat jasmani dan rohani, memiliki rsa seni, serata
bertanggung jawab bagi masyarakat, bangsa, dan negara”.
Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, maupun secara eksplisit
tidak menyebutkan kata-kata Islam, namun substansinya memuat ajaran
Islam. Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut mengandung
nilai-nilai ajaran yang telah terobjektivasi, yakni ajaran Islam yang telah
mentransformasi kedalam nila-nilai yang telah disepakati dalam kehidupan
nasional. Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut memperlihatkan
tentang kuatnya pengaruh ajaran Islam ke dalam pola pikir (mindset) bangsa
Indonesia.

2.4 Orientasi Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan semestinya dijadikan sebagai upaya untuk menjadikan manusia


lebih bermartabat dan dijadikan sarana untuk menyadarkan manusia akan arti
penting nilai- nilai kemanusiaan. Oleh sebab itu, menurut Sudarwan Danim.
5
agenda utama pendidikan adalah proses memanusiakan manusia menjadi
manusia. Proses pemanusiaan tersebut dapat diupayakan melalui berbagai
kegiatan pembelajaran yang dapat mendorong tumbuh kembangnya kesadaran
nilai-nilai kemanusiaan, di antaranya melalui pendidikan agama. Dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1
dijelaskan bahwa sebagai agenda proses kemanusiaan dan pemanusiaan,
pendidikan dapat dipandang dari 2 sisi, yaitu: pertama, sebagai proses
pendewasaan peserta didik untuk hidup pada alam demokrasi dan, kedua, sebagai
proses penyiapan peserta didik memasuki sektor ekonomi produktif.
Memposisikan pendidikan sebagai sarana untuk menyiapkan peserta didik
5
Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003),hal. 4.

7
memasuki wilayah ekonomi produktif merupakan hal semu, karena proses
pembelajaran di sekolah tidak mendorong terbentuknya semangat dan kesadaran
peserta didik tentang arti penting kemandirian dan keterampilan dalam
menghadapi kehidupan nyata.
John Dewey dalam bukunya Democracy and Education yang di kutip
oleh Miftahul6 menjelaskan bahwa tidak pada tempatnya mengaitkan tatanan
prilaku kelembagaan pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja, mengingat
pendidikan bertujuan meneruskan cita-cita demokrasi. Menurut John Dewey,
agenda utama pendidikan secara fungsional adalah membentuk komunitas-
komunitas sosial ideal sebagai bagian dari proses tranformasi pendewasaan
peserta didik, apapun bentuk dan ragam pendidikan itu dikemas.
Sejalan dengan gagasan John Dewey, Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam konteks ini, tidak seharusnya praksis pendidikan di Indonesia


tersandera terlalu dalam pada logika kapitalisme yang lebih mengedepankan
aspek ekonomi ketimbang nilai-nilai kemanusiaan. Siapa yang mempunyai
“duit” dapat “membeli” dan mempengaruhi hasil belajar yang bersifat kognitif.
Sementara perubahan hasil belajar yang bersifat afektif yang berhubungan
dengan perubahan kepribadian cenderung diabaikan. Penerapan standar
penilaian yang jujur dan berkeadilan sebenarnya dapat memberikan pelajaran
yang berharga pada peserta didik bahwa pencapaian prestasi yang bersifat
akademik bukan segala-galanya. Lebih dari itu penerapan prinsip-prinsip
penilaian, seperti kejujuran dan kemandirian merupakan nilai- nilai yang
penting diterapkan dalam praksis pendidikan di lingkungan pendidikan Islam
dalam rangka membentuk kepribadian peserta didik.

6
Moh. Miftachul Choiri, Aries Fitriani, Problematika Pendidikan Islam Sebagai Sub
Sistem Pendidikan Nasional Di Era Global, (Surabaya: Jurnal Al Tahrir, Vol .11, No 2,
2011), h. 308
8
Oleh karena itu, kehadiran pendidikan agama dalam sistem pendidikan
nasional menjadi penting untuk mendorong terwujudnya manusia Indonesia
yang mempunyai kekuatan spiritual, kepribadian dan memiliki ketrampilan
yang dibutuhkan masyarakat. Lickona 7menjelaskan bahwa untuk mewujudkan
pendidikan agama yang efektif bagi peserta didik diperlukan tiga hal: pertama,
moral knowing, meliputi: moral awareness, knowing moral values, perspective-
taking, moral reasoning, desicion making dan self- knowledge; kedua, meliputi:
conscience, self-esteem, empathy, loving the good, self control, dan humanity;
dan ketiga, Moral action, meliputi: competence, will dan habit. Disamping tiga
hal tersebut, Muhaimin8 menambahkan pentingnya suasana religius dan kontrol
sosial yang kuat di madrasah untuk mewujudkan pembelajaran agama yang
efektif.
Praksis pendidikan Islam di lembaga-lembaga pendidikan Islam
termasuk di dalamnya pembelajaran PAI di madrasah saat ini dalam soroton,
bahkan tidak sedikit para pakar pendidikan yang menyebut praksis pendidikan
agama Islam telah gagal menjalankan perannya dalam mewujudkan masyarakat
9
yang memiliki kepribadian Islami. Menurut Suyata, salah satu penyebab
gagalnya pendidikan agama dalam menjalankan misi utamanya adalah karena
pembelajaran agama terpisah dari konteksnya.
10
Lebih dari itu, Mochtar Buchori menambahkan kegagalan
pembelajaran agama disebabkan praktik pendidikan hanya memperhatikan
aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai agama dan
mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan
tekat untuk mengamalkan nilainilai ajaran agama. Sebagai akibatnya nampak
kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan. Fakta ini diamini oleh
Menteri Agama RI, Muhammad Maftuh Basuni21bahwa pendidikan agama yang
berlangsung saat ini cenderung lebih mengedepankan aspek kognitif

7
Sebagaimana dikutip dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), VII.
8
Ibid, h. VIII
9
Sebagaimana di kutip dalam Moh. Miftachul Choiri, Aries Fitriani, Problematika
PendidikanIslam Sebagai Sub Sistem Pendidikan Nasional Di Era Global, (Surabaya: Jurnal Al
Tahrir, Vol .11, No 2,2011), h. 309
10
Mochtar Buchori, “Posisi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum
Perguruan Tinggi Umum,” Makalah, pada Seminar Nasional di IKIP Malang, 24 Februari,
1992
9
(pemikiran) daripada afektif (rasa) dan psikomotorik (tingkah laku).
Dari berbagai sorotan yang dikemukakan para pakar pendidikan
tersebut, nampak bahwa problem pembelajaran agama terletak pada persoalan
bagaimana membelajarkan agama tidak sebatas pada aspek pengetahuan tetapi
juga penjiwaan dan pengamalan. Dalam konteks bagaimana membelajarkan
agama Islam yang utuh, Abdurrahman Mas’ud 11menjelaskan bahwa pendidikan
Islam pada masa lalu telah memperlihatkan berbagai ragam transformasi budaya
Islam–Jawa melalui modelling yang didemontrasikan oleh para Walisongo.
Melalui cerita pewayangan Walisongo mempersonifikasikan para awliya
(kekasih Allah) dan para kyai yang sarat dengan pesan-pesan moral dan
kesalehan yang relevan dengan budaya lokal. Kesederhanaan, tidak tamak,
mengedepankan kepentingan masyarakat dan orang banyak merupakan warisan
nilai-nilai luhur yang ditransformasikan oleh Walisongo dan para santrinya.
Dalam sebuah rumusan naskah Islam Jawa Klasik misalnya, terdapat ungkapan
“arep atatakena elmu, sakadare den lampahaken (carilah ilmu yang bisa
engkau praktekkan, terapkan).12

Tentu ungkapan ini mengandung pesan bijak pentingnya belajar ilmu


agama Islam yang kemudian diikuti dengan pengamalan. Konsep ilmu yang
operasional sudah dikenal sejak dulu dalam tradisi intelektual Islam. Namun
demikian, saat sekarang ada kesan praksis pendidikan Islam di madrasah seolah
kehilangan akar sejarahnya, khususnya tradisi pesantren yang unik. Dalam
tantangan global, kegigihan dalam mempertahankan prinsip-prinsip luhur serta
nilainilai yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan perlu
mendapatkan perhatian khusus, karena masyarakat yang gigih dan mempunyai
prinsiplah yang dapat bertahan menghadapi gempuran budaya global semakin
mengeyahkan nilai-nilai kemanusiaan.

11
Abdurrahman Mas’ud, “Sejarah dan Budaya Pesantren” dalam Dinamika Pesantren dan
Madrasah, (ed.) Ismail SM, et. al. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 29.
12
G.W.J. Drewes, An Early Javanese Code of Muslim Ethics (The Hague: KITL V
NijhoffBibliotheca Indonesia, 1978), 19.

10
2.5 Pendidikan Islam Dalam Dinamika Perubahan

Terjadinya dinamika perubahan dalam sistem pendidikan Islam sejak masa


penjajahan hingga kini, menunjukkan indikasi yang kuat bahwa pendidikan
Islam dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan perkembangan
masyarakat. Perubahan tersebut juga menggambarkan bahwa komunitas muslim
dapat melakukan pembauran dalam sistem pendidikan Islam yang mereka geluti
dengan dinamika yang sedang berkembang di masyarakat saat ini.

Walaupun demikian, terdapat hal yang menarik dicermati terkait


bagaimana lembaga-lembaga pendidikan Islam menghadapi tantangan dan
13
dinamika perubahan. Menurut Azyumardi Azra para eksponen lembaga
lembaga pendidikan Islam terlihat tidak terlalu tergesa-gesa mentranformasikan
perubahan kelembagaan Islam, tetapi cenderung mempertahankan kebijaksanaan
yang penuh kehati-hatian, mereka menerima pembaharuan atau modernisasi
secara terbatas tanpa harus melakukan perubahan sistem pendidikan Islam secara
menyeluruh. Karena sesungguhnya praksis pendidikan di masing-masing
lembaga pendidikan Islam memiliki keunikan dan ciri khas, yang secara
sosiologis dan filosofis tentu berbeda-beda sesuai dengan tradisi dan disiplin
keilmuan yang dikembangkan para pendirinya.
14
Menurut Affandi Mochtar pendidikan Islam Indonesia, telah menjadi
bagian penting dalam dinamika perubahan Sistem Pendidikan Nasional.
Pesantren sebagai salah satu bentuk pendidikan Islam Indonesia diasumsikan
dapat menjembatani problem komunikasi antara pemerintah dengan lapisan
masyarakat bawah, karena hampir sebagain besar pesantren di Indonesia,
tumbuh dan berkembang dari lapisan bawah masyarakat. Kini sebagaian besar
pesantren lebih terbuka untuk menerima arus modernisasi. Indikasi ini nampak
dari adanya berbagai kegiatan yang mendorong partisipasi pesantren dalam
pembangunan. Pesantren dan lembaga pendidikan Islam yang lainnya kini sangat
terbuka dengan berbagai temuan yang dihasilkan oleh pengembangan ilmu

13
Azyumardi Azra, “ Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan” dalam Nurcholish Madjid,
Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), xvi.
14
Affandi Mochtar, Membedah Diskursus Pendidikan Islam (Ciputat: Kalimah, 2001), h. 77-82.

11
pengetahuan dan teknologi. Namun demikian, pesantren dan lembaga pendidikan
Islam pada umumnya perlu melakukan telaah secara kritis agar hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan untuk
kemaslahatan yang lebih besar bagi kehidupan manusia. Bukan sebaliknya,
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa malapetaka bagi
eksistensi kehidupan manusia, karena dihegemoni oleh cara berfikir kapitalis dan
liberalis yang bebas nilai.

2.6 Pengembangan Institusi Pendidikan Islam

Sistem pendidikan di Indonesia rawan dipengaruhi bangsa lain dan mengalami


15
“benturan” ideologi. Menurut Imam Barnadi Indonesia sebagai negara
berkembang berada pada simpang jalan pendidikan. Di satu pihak, tradisi,
norma, nilai yang kuat dan mewarnai kehidupan perlu dipertahankan dan
dikembangkan. Di pihak lain, hal-hal baru perlu diserap hingga menjadi bagian
pendidikan. Di sinilah nampak “dilematika” bangsa yang terseret arus
globalisasi sementara penghayatan dan penjiwaan masyarakat Indonesia sebagai
bangsa yang merdeka terhadap ideologinya sendiri yakni Pancasila masuk
dalam kategori yang “memprihatinkan”. Padahal dengan jelas dinyatakan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 200316 bahwa “pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman”.
Sistem pendidikan Islam mestinya mulai menata diri bagaimana
menghadapi globalisasi yang menghadirkan 2 sisi negatif dan positif. Di antara
upaya tersebut adalah memperbaiki kurikukulum, meningkatkan kualitas
proses, memperbaiki manajemen dan mereformasi paradigma pendidikan yang
berkembang saat ini dengan paradigma organik.
Menurut Zamroni17paradigma organik bertujuan untuk mengembangkan

15
Imam Barnadib, Dasar-dasar Kependidikan: Memahami Makna dan Perspektif Beberapa
Pendidikan (Bogor: Ghalia Indonesia. 1996), 50
16
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidkan Nasional pasal 1 ayat (2)
17
Zamroni, Pendidikan dan Demokrasi, h. 96.

12
potensi peserta didik secara utuh: kemampuan intelektual, personal dan sosial.
Institusi pendidikan merupakan gabungan berbagai interaksi baik akademik
maupun non- akademik semua warga sekolah. Semua anggota sekolah menjadi
pembelajar, guru belajar bagaimana melayani murid dengan baik, pimpinan
belajar bagaimana mengelola keutuhan antar guru, belajar mensinergikan segala
potensi yang dimiliki lembaga. Institusi pendidikan ditempatkan sebagai
jaringan sosial bukan individual, sehingga dapat melahirkan energi dan
kekuatan yang berpengaruh pada mutu pendidikan.
Meminjam istilah yang digunakan oleh sistem penjaminan mutu
pendidikan sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 63 Tahun
2009, madrasah perlu melakukan evaluasi diri secara jujur dan
bertanggungjawab mengenai kondisi riil yang sedang terjadi saat sekarang. Hal
ini diperlukan sebagai strategi untuk mengumpulkan, menganalisis, melaporkan
kinerja dan memetakan mutu tenaga kependidikan, program kegiatan dan mutu
madrasah secara holistik,18dengan menggunakan instrumen indikator standar
pelayanan minimal (SPM)19 yang berjumlah 13 indikator dan standar nasional
pendidikan (SNP) yang terdiri dari delapan standar.20

18
Kementrian Pendidikan Nasional& Kementerian Agama RI, Peningkatan Manajemen
Melalui Penguatan Tata Kelola dan Akuntabilitas di Sekolah/ Madrasah (Jakarta: Dikdasmen&
Direktorat Pendis, 2009), 21.
19
Standar pelayanan minimal pada konteks ini berfungsi untuk mengatur apa yang
harus tersedia di madrasah dan apa yang harus terjadi di madrasah. Oleh karena itu
SPM difokuskan untuk memastikan bahwa setiap madrasah dapat menyelenggarakan
proses pembelajaran dengan baik.
20
Stándar Nasional Pendidikan, meliputi: standar kompetensi lulusan, standar isi, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar
pembiayaan, standar pengelolaan dan standar penilaian.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Islam merupakan bagian dari system pendidikan Nasional yang ada di


Indonesia. Oleh sebab itu pemerintah wajib bertanggungjawab dalam
pengembangan lembaga pendidikan Belakangan ini lembaga pendidikan Islam
sudah tersebar di seluruh pelosok tanah air. Baik dari tingkat dasar dan
menengah (Raudhatul, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah) maupun
sampai kejenjang pendidikan tinggi sudah sangat banyak sekali bermunculan.
Ada yang sudah maju berkembang sangat pesat, ada juga yang masih stagnan.
Masing-masing memiliki cirri khas tersendiri dalam mengembangkan
lembaganya.

System pendidikan Islam yang ada. Tanggungjawab tersebut dapat


berwujud dalam bentuk kebijakan, pembinaan dan pembiayaan. Sehingga tidak
ada lagi diskriminasi kebijakan antara lembaga pendidikan Islam dengan
lembaga pendidikan umum atau bahkan non Islam.

3.2 Saran

Saran saya setiap lembaga Islam wajib tetap konsisten mempertahankan


idealisme tujuan pendidikan Islam. Pemeritah perlu berperan menjaga dan
mengontrol mutu dari setiap lembaga pendidikan Islam. Pemerintah wajib
memberikan punishment yang adil bagi lembaga yang melanggar aturan, dan
memberikan reward bagi lembaga yang memiliki prestasi unggul.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Saleh. 2006. Madrasah dan Pendidikan Anak bangsa: Visi, Misi,
dan Aksi. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Abdurrahman Mas’ud. 2002. “Sejarah dan Budaya Pesantren” dalam Dinamika
Pesantren danMadrasah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Affandi Mochtar. 2001. Membedah Diskursus Pendidikan Islam. Ciputat:
Kalimah. Azyumardi Azra. 1997. “Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan” dalam
Nurcholish
Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina.
Imam Barnadib. 1996. Dasar-Dasar Kependidikan: Memahami Makna dan Perspektif
Beberapa Pendidikan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Kementrian Pendidikan Nasional & Kementerian Agama RI. 2009. Peningkatan
Manajemen Melalui Penguatan Tata Kelola dan Akuntabilitas di
Sekolah/Madrasah. Jakarta: Dikdasmen & Direktorat Pendis.
Mastuhu. 1999. Memberdayakan Sistem Pendidkan Islam. Jakarta: Logos.
Moh. Miftachul Choiri, Aries Fitriani. 2011. Problematika Pendidikan Islam
Sebagai Sub Sistem Pendidikan Nasional Di Era Global. Surabaya: Jurnal
Al Tahrir, Vol. 11 No. 2 h. 308.
Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Rajawali Pers.
Sudarwan Danim. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidkan Nasional pasal 1
ayat (2)

15

Anda mungkin juga menyukai