Anda di halaman 1dari 16

ANAK-ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH NON-INKLUSI

MAKALAH

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Perspektif Global & Problematika


Pendidikan Dasar

OLEH

ASTERIA ENDANG (F2211231006)


GALIH EKA DHARMA (F2211231005)
YANUARIUS MIKHAEL ULANAGA (F2211231030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MAGISTER (S-2)


JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNG PURA
PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Anak-anak

Berkebutuhan Khusus di Sekolah Non Inklusi” ini kami lakukan guna memenuhi

tugas Perspektif Global & Problematika Pendidikan Dasar, Program Magister (S-2)

PGSD FKIP. Kami menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, sangat sulit bagi kami untuk menyelesaikan makalah ini.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih dengan tulus

kepada Prof. Dr. Sulistyarini, M.Si dan Erlina, S.Pd, M.Pd, Ph.D selaku dosen

pengampu mata kuliah Perspektif Global & Problematika Pendidikan Dasar, yang

telah bersedia memberikan masukkan-masukkan dalam penulisan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, tetapi usaha maksimal

telah kami lakukan dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran akan kami terima

dengan tangan terbuka dan akan kami perbaiki lagi. Kami berharap, semoga makalah

ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Perspektif

Global & Problematika Pendidikan Dasar.

Pontianak, 23 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................4
A. ANAK ABK/DIFABEL.....................................................................................4
B. PENYELENGGARAAN SEKOLAH INKLUSI..............................................5
C. PERMASALAHAN YANG TIMBUL BAGI SEKOLAH NON-INKLUSI
YANG MENERIMA SISWA ABK...........................................................................6
D. SOLUSI PEMECAHAN MASALAH UNTUK SEKOLAH NON-INKLUSI
YANG MENERIMA SISWA ABK...........................................................................7
BAB III PENUTUP....................................................................................................11
A. KESIMPULAN................................................................................................11
B. SARAN............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Esensi sebuah pendidkan adalah memanusiakan manusia. Pendidkan menjadi

penting untuk mencapai norma dan nilai suatu masyarakat.Puncaknya adalah

menghasilkan manusia yang berkembang dalam ilmu dan mampu mencapai

kemajuan suatu bangsa. Pendidikan secara praktis tidak melulu didapat dari

lingkungan sekolah tetapi juga dapat diperoleh dari lingkungan keluarga.

Pendidikan adalah suatu proses transformasi ilmu pengetahuan secara sadar dan

terencana dengan tujuan untuk membentuk individu atau kelompok yang cerdas,

beretika, berakhlak, dan memiliki wawasan yang luas. Pendidikan pada hakekatnya

selalu mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik sebagai

usaha dalam menyalurkan nilai-nilai. Ada beberapa jenjang Pendidikan yaitu mulai

dari SD, SMP, SMA/SMK serta SLB.

Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk pemerataan dan bentuk

perwujudan pendidikan tanpa diskriminasi dimana anak berkebutuhan khusus dan

anak-anak pada umumnya dapat memperoleh pendidikan yang sama (Darma &

Rusyidi, 2015). Pemikiran tersebut dapat dianggap sebagai terobosan untuk

memeratakan Pendidikan tanpa adanya diskriminasi antara anak-anak biasa dan

anak-anak berkebutuhan khusus,

Setiap anak memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Anak dengan kebutuhan

khusus merupakan salah satu contoh perbedaan ciri khas dari seorang anak.

Perbedaan tersebut harus diapresiasi dengan baik oleh individu yang berada di

1
lingkungan anak. Penerimaan yang baik dari lingkungan merupakan salah satu hak

yang harus diterimanya. Sayangnya, tidak semua pihak menyadari bahwa

penerimaan dari anak-anak berkebutuhah khusus ini akan berpengaruh terhadap

kondisi psikis anak. Melalui Pendidikan inklusi anak-anak diharapkan mampu

mengikuti kurikulum di sekolah tersebut. Konsep sekolah inklusi yaitu konsep

pendidikan yang tidak membedakan keragaman karakteristik individu.

Pada praktiknya ada sekolah yang tidak atau belum menyelenggarakan sekolah

inklusi akan tetapi menerima anak-berkebutuhan khusus. Hal tersebut membuat para

guru sedikit kebingungan untuk melayani pembelajaran bagi anak-anak tersebut.

Sekolah yang telah menyelenggarakan pendidikan inklusi tentunya lebih siap

menyelenggarakan pembelajaran karena sekolah memiliki guru pendamping khusus.

Berdasarkan fenomena di atas maka kami akan membahas problematika pendidikan

inklusi dan menawarkan pendapat sebagai solusi untuk penyelenggaraan pendidikan

di sekolah non-inklusi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksut dengan anak ABK/Difabel?

2. Apa yang dimaksud sekolah inklusif?

3. Apa permasalahan yang timbul bagi sekolah non-inklusi yang menerima

siswa ABK?

4. Bagaimana solusi pemecahan masalah untuk sekolah non-inklusi yang

menerima siswa ABK?

2
C. TUJUAN PENULISAN

1. Mendeskripsikan ABK/Difabel

2. Mendeskripsikan sekolah inklusi

3. Mendeskripsikan permasalahan yang timbul bagi sekolah non-inklusi yang

menerima siswa ABK

4. Mendeskripsikan solusi pemecahan masalah untuk sekolah non-inklusi yang

menerima siswa ABK

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANAK ABK/DIFABEL

Menurut Depdiknas dalam (Safitri et al., 2017) “anak berkebutuhan khusus

(ABK) adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan

(fisik, mental- intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan atau

perkembangannya dibandingankan dengan anak-anak lain seusianya sehingga

mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus”. Jadi anak-anak yang memiliki

keistimewaan ini disebut dengan anak difabel atau ABK.

Anak berkebutuhan khusus sering ditolak dalam sekolah biasa di mana anak-

anak normal bersekolah. Penolakan dari sekolah-sekolah ini disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu:

1. Ketidakmampuan sekolah dalam mendidik anak dengan kebutuhan khusus,

2. Tidak ada guru khusus yang menangani anak berkebutuhan khusus,

3. Tidak ada sarana dan prasarana yang dapat mendukung kelangsungan belajar

siswa ABK

Namun, adapula sekolah yang mampu menerima anak normal dan anak

berkebutuhan khusus yaitu disebut dengan sekolah inklusif yang artinya harus

bersedia dan menerima siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Anak berkebutuhan

khusus juga perlu diberikan kesempatan serta peluang yang sama dengan anak

normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah inklusif.

4
B. PENYELENGGARAAN SEKOLAH INKLUSI

Pendidikan merupakan hak dasar setiap warga Negara Indonesia, tak terkecuali

mereka yang berkebutuhan khusus. Seperti halnya dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 pada Pasal 5 Ayat 1, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang

sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hadirnya Sekolah inklusi

merupakan salah satu bentuk pemerataan perwujudan pendidikan tanpa diskriminasi.

Artinya antara anak berkebutuhan khusus dan anak-anak pada umumnya dapat

memperoleh pendidikan yang sama.

Pendidikan inklusi telah disepakati oleh banyak negara untuk diimplementasikan

dalam rangka memerangi perlakuan diskriminatif di bidang Pendidikan.

Implementasi pendidikan inklusi didasari oleh dokumen-dokumen internasional,

yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948, Konvensi PBB tentang

Hak Anak tahun 1989, Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua, Jomtien

tahun 1990, Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi para Penyandang

Cacat tahun 1993, Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan

Kebutuhan Khusus tahun 1994.

Pendidikan inklusi merupakan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang

mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dapat menerima pendidikan

yang setara dikelas biasa bersama teman-teman usianya. Hal itu seiring dengan

pendapat (Safitri et al., 2017) “Inklusif artinya mengikutsertakan anak yang memiliki

kesulitan melihat, mendengar, tidak dapat berjalan, dan lamban dalam belajar.”.

Penyelenggaraan sekolah inklusi bagi anak berkebutuhan khusus hendaknya

menciptakan lingkungan yang menyenangkan, ramah dan dapat menumbuhkan rasa

percaya diri siswa berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan yang layak

sesuai dengan hak mereka.

5
Tidak dipungkiri masih banyak sekolah di Indonesia yang belum sepenuhnya

mau menerima Anak Berkebutuhan Khusus dan menerapkan pendidikan inklusi.

Lalu pada akhirnya sekolah tumbuh dan berkembang menjadi tempat yang eksklusif,

awam disabilitas dan persoalannya. Dengan sendirinya relasi antara guru, karyawan

dan murid dengan Anak Berkebutuhan Khusus tidak ada, sehingga pendidikan

inklusi tidak tersentuh sama sekali. Selalu banyak kemungkinan menakutkan seperti

semakin berjarak ketika muncul pemikiran, jika menerima murid Anak Berkebutuhan

Khusus dikhawatirkan dapat mengurangi citra dan jumlah muridnya.

Pendidikan inklusi adalah suatu sistem layanan Pendidikan khusus yang

mensyaratkan anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah terdekat di kelas biasa

bersama teman seusianya (Praptiningrum, 2010). Dalam perkembangannya

pendidikan anak berkebutuhan khusus telah banyak perubahan yang pada awalnya

bersifat segregasi atau terpisah dari masyarakat pada umumnya. Contoh kongkritnya

adalah sekolah SLB yang terdiri dari SLB-A, SLB-B, SLB-C, dan SLB-D. Kategori

ini dimunculkan berdasarkan spesialisasi atas kondisi anak-anak tersebut. Setelah

adanya perkembangan yang bersifat segresi selanjutnya menuju pada pendidikan

integrative yang dikenal dengan pendekatan terpadu. Betuk ini mengintegrasikan

anak luar biasa masuk ke sekolah reguler, tetapi masih terbatas pada anak-anak yang

mampu mengikuti kurikulum di sekolah tersebut dan kemudian inklusi yaitu konsep

pendidikan yang tidak membedakan keragaman karakteristik individu.

Pendidikan inklusi sejatinya telah diatur secara jelas dalam Permendiknas

Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi. Program pendidikan inklusi

memfasilitasi seluruh peserta didik (Kurniawan & Aiman, 2020). Masyarakat

melaksanakan Pendidikan inklusif berkeyakinan banhwa hidup dan belajar adalah

6
cara hidup yang terbaik, yang menguntungkan semua orang karena tipe Pendidikan

ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak.

Peneyelenggaraanya pendidikan inklusif hendakya memperoleh dukungan dari

pemerintah baik pusat maupun daerah, selain itu orang tua juga harus mendukung

penyelenggaraan pendidikan inklusif ini. Di sekolah dasar inklusi harusnya memiliki

guru pendamping khusus atau tenaga ahli atau guru pendamping ahli (Praptiningrum,

2010).

C. PERMASALAHAN YANG TIMBUL BAGI SEKOLAH NON-INKLUSI

YANG MENERIMA SISWA ABK

Menurut (Wibowo & Anisa, 2019) “Membangun paradigma inklusi berarti juga

memahami pandangan orang terhadap diri dan lingkungannya”. Di Indonesia,

membangun karakter manusia yang berdaya saing tinggi, berwawasan teknologi,

bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Hal ini disebabkan

karena dunia pendidikan di negeri kita masih menghadapi berbagai masalah.

Berdasarkan kenyataan di lapangan, banyak anak penyandang disabilitas tidak

berkesempatan mengenyam pendidikan yang sama seperti anak yang lainnya.

Bagaimana tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bisa

tercapai, jika pemerataan pendididkan saja masih sangat timpang dan jauh dari

realita.

Berikut problematika sekolah yang tidak menyelenggarakan pendidikan inklusi

tetapi menerima anak berkebutuhan khusus di antaranya:

1. Tidak adanya guru pendamping

Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi perlu didukung oleh Guru Pendidik

Khusus dalam proses pembelajaran dan pembinaan anak-anak berkebutuhan

khusus secara umum (Wibowo & Anisa, 2019). Sedangkan di sekolah yang tidak
7
menyelenggarakan pendidikan inklusi tidak ada guru pendamping khusus. Dengan

demikian tidak ada yang melayani anak berkebutuhan khusus, mulai dari

mengidentifikasi anak, mengasesmen anak, sampai kepada menyusun Program

Pembelajaran Individual (PPI) bagi anak tersebut. Disinilah GPK berperan yaitu

sebagai tempat berbagi pengalaman bagi guru kelas dan guru mata pelajaran,

karena tidak semua guru di sekolah reguler paham siapa dan bagaimana

menghadapi anak berkebutuhan khusus serta apa pembelajaran yang dibutuhkan

mereka sesuai dengan kekhususan anak tersebut. Sekolah seharusnya tidak

menerima siswa yang berkebutuhan khusus karena tidak adanya GPK dan bukan

sekolah Non-Inklusi. Atau sekolah menerima dengan mencari GPK di tempat

lain.

2. Guru merasa kesulitan untuk memberikan pembelajaran

Anak-anak yang memiliki keistimewaan tentunya memiliki penanganan yang

berbeda-beda. Contoh seorang tunaetra ia mampu mendengar dan menangkap

informasi namun dia belum tentu bisa menulis ataupun membaca, mereka

seharusnya punya guru khusus untuk membimbing.

3. Terjadinya buliying dari teman-teman

Bullying adalah adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang terhadap orang

lain (yang umumnya lebih lemah atau “rendah” dari pelaku (REKHA, 2017).

Kasus bulliying bisa terjadi di semua sekolah termasuk sekolah non-inklusi.

contoh perilaku bullying antara lain mengejek, menyebarkan rumor, menghasut,

mengucilkan, menakut-nakuti (intimidasi), mengancam, menindas, memalak,

atau menyerang secara fisik (mendorong, menampar, atau memukul). Tidak heran

kalau anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus menjadi korban bullying.

4. Belum meratanya perhatian pemerintah


8
Berdasarkan kenyataan di lapangan, bahwa masih banyak anak atau warga

negara, terutama penyandang disabilitas yang belum mendapatkan kesempatan

pendidikan yang sama seperti anak yang lainnya. Bagaimana tujuan pendidikan

nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bisa tercapai, jika pemerataan

pendididkan saja masih sangat timpang dan jauh dari realita. Harusnya

pemerintah memperbanyak sekolah inklusi dan pemerintah mendukung sekolah

yang tidak menjalankan pendidikan inklusi dengan jalan mengadakan pelatihan-

pelatihan khusus bagi guru guna memperlancar proses belajar.

5. Sebagian orang tua malu memilki anak ABK

Terlahir memiliki kekurangan atau memiliki kekhususan bukanlah keinginan

semua orang. Namun kenyataanya banyak di antara kita yang terlahir dengan

katagori difabel. Kita harus menghargai ciptaan tuhan. Sebagian orang tua malu

memiliki anak disabilitas. Dengan ini orang tua menyekolahkan anak mereka ke

sekolah umum. Bukan sekolah inklusi ataupun SLB.

6. Tidak adanya alat penunjang bagi anak berkebutuhan khusus

Tidak adanya alat penunjang misalnya seperti kamus SIBI, kamus ini

digunakan untuk anak-anak yang memiliki kekhususan tunarungu. Sekolah bisa

bekerjasama dengan SLB yang memiliki kamus SIBI, contoh lagi brailer bagi

anak-anak yang memiliki kekhususan tunanetra, orang tua juga bisa menari guru

PLB untuk mengajarkan les di rumah tentang Teknik baca dan menulis brailer.

7. Kurangnya guru lulusan PLB

Guru lulusan pendidikan luar biasa memang terbatas di Indonesia, hanya ada

beberapa kampus yang membuka jurusan PLB sehingga lulusanyapun sedikit.

Dengan adanya penyelenggaraan pendidikan inklusi seharusnya pemerintah juga

membuka jurusan PLB di beberapa universitas di Indonesia agar banyak lulusan


9
PLB guna memperlancar proses pembelajaran anak-anak berkebutuhan khusus

dan anak anak disabilitas dapat memperoleh hak sepenuhnya dalam pendidikan

di Indonesia.

Dari permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan non inklusi

belum siap melaksanakan pembelajaran bagi anak-berkebutuhan khusus.

D. SOLUSI PEMECAHAN MASALAH UNTUK SEKOLAH NON-INKLUSI

YANG MENERIMA SISWA ABK

1. Mempersiapkan guru pendamping

2. Koordinasi dengan Dinas Pendidikan

3. Budaya 5S (Salam, Senyum,Sapa, Sopan dan Santun)

4. Mengupayakan pemerataan sekolah inklusi

5. Memberikan Parenting tentang anak ABK

6. Dukungan sarana dan prasarana yang memadai bagi pendidikan ABK

7. Setiap Universitas di Indonesia wajib memiliki jurusan Pendidikan Luar

Biasa (PLB)

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama sebagai seorang pelajar.

Mereka seharusnya belajar di sekolah inklusi yang memiliki ahli atau guru

pendamping khusus. Pemerintah juga seharusnya memperhatikan fenomena

pendidikan inklusi, seperti penambahan sekolah inklusi, membuka jurusan PLB yang

nantinya akan membantu dalam proses pembelajaran. Sedangkan di sekolah Non-

inklusi pemerintah mengadakan pelatihan-pelatihan untuk guru yang tidak memiliki

bekal penanganan ABK.

B. SARAN

Menurut pendapat kami, saran yang dapat kami berikan yaitu tidak

mendiskriminasi anak yang memiliki kebutuhan khusus. Mereka sama-sama ciptaan

tuhan, memiliki hak yang sama untuk belajar seperti yang lainya. Jika kita memiliki

siswa didik ABK didiklah dengan penuh ketelatenan dan kesabaran, mengajarkan ke

teman-temanya tentang empati.

11
DAFTAR PUSTAKA

Darma, I. P., & Rusyidi, B. (2015). Pelaksanaan sekolah inklusi di Indonesia.


Prosiding penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, 2(2).
Kurniawan, N. A., & Aiman, U. (2020). Paradigma Pendidikan Inklusi Era Society
5.0. Prosiding Seminar Dan Diskusi Pendidikan Dasar.
Praptiningrum, N. (2010). Fenomena penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi anak
berkebutuhan khusus. JPK (Jurnal Pendidikan Khusus), 7(2).
REKHA, G. O. (n.d.). STUDI TENTANG BULLYING PADA SISWA AUTIS DI
SEKOLAH DASAR INKLUSI.
Safitri, A., Nisa, L. N. K., Almu’arif, N. S., & Sari, V. R. (2017). Manajemen
Pengelolaan Guru Pendamping Khusus Di Sekolah Inklusi Sekolah Dasar
Negeri Semangat Dalam 2. Pendidikan Khusus, 5(3), 1–8.
Wibowo, A. T., & Anisa, N. L. (2019). Problematika pendidikan inklusi di indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai