Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KATEGORI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DAN


KLASIFIKASI JENIS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu : Galuh Kartika Dewi M.Pd

Disusun oleh :

1. Salsabillah Agra R (2086206042)

2. Desi Adinda Putri (2086206023)

3. Muchammad Nasirudin (2086206036)

4. Lalu M. Firmansyah (2086206049)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

STKIP PGRI SIDOARJO

2022

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua rahmat, taufiq, dan
karunia-Nya. Sehingga makalah ini yang berjudul “Kategori ABK dan Klasifikasi Jenis ABK”
dapat terselesaikan dengan baik. Tanpa tuntutan dan kenikmatan-Nya tidak akan dapat penulis
menyusun makalah tersebut. Dan tak lupa, untaian sholawat bermutiarakan salam, senantiasa
tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.

Tujuan penulis untuk menyusun makalah ini adalah dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Inklusi. Dan tidak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Galuh
Kartika Dewi, M. Pd. Selaku guru pembimbing mata kuliah Pendidikan Inklusi yang telah sabar
dalam membimbing penulis dalam membuat makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan yang ditemukan dalam
makalah ini. Sebab, makalah yang penulis buat adalah masih pada tahap pembelajaran. Sehingga
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi para pembaca sebagai
bahan evaluasi guna memperbaiki makalah yang dibuat ini. Dan penulis berharap semoga
bermanfaat bagi para pembaca.

Sidoarjo, 30 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Cover ......................................................................................................... i

Kata Pengantar .......................................................................................... ii

Daftar Isi ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang ......................................................................................... 1

Rumusan Masalah .................................................................................... 1

Tujuan ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ................................................... 3

Konsep Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs)........ 4

a. Anak berkebutuhan khusus bersifat sementara (Temporer).... 5

b. Anak berkebutuhan khusus bersifat menetap (menetap)......... 6

Kelainan ABK dari segi fisik .................................................................... 6

Kelainan ABK dari segi mental ................................................................ 9

Kelainan ABK dari segi perilaku sosial .................................................... 14

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ............................................................................................... 17

Saran ......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus atau sering disebut ABK adalah mereka yang memiliki
perbedaan dengan rata-rata anak seusianya atau anak-anak pada umumnya. Perbedaan ini
terjadi dalam beberapa hal, seperti proses pertumbuhan dan perkembangannya yang
mengalami kelainan atau penyimpangan baik secara fisik, mental intelektual, sosial maupun
emosional.

Dalam hal ini bukan berarti anak ABK selalu menunjukkan ketidakmampuan secara
mental, emosi, maupun fisik. Namun mereka memiliki karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya. Misalnya anak ABK tunarungu, Secara fisik memang ia anak
ABK namun dilihat secara mental dan emosional belum tentu ia tidak memiliki kelebihan
lain yang dimiliki anak normal (sehat) lain. Meskipun tunarungu namun memiliki kecerdasan
matematik-logis yang tinggi, atau jenis kecerdasan lainnya. Satu hal yang perlu diperhatikan
adalah jangan membedakan “perlakuan” dan kesempatan pada anak ABK.

Sebagai contoh, membiarkan anak normal menikmati pendidikan sampai tinggi namun
melarang anak ABK untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan tak jarang ada
orang tua yang malu mengakui anaknya ABK. Merka justru diumpatkan dirumah tanpa
memberi kesempatan untuk menikmati bangku pendidikan (sekolah).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dari anak berkebutuhan khusus (ABK)?

2. Bagaimana anak yang memiliki kebutuhan khusus bersifat sementara (Temporer)?

3. Bagaimana anak yang memiliki kebutuhan khusus bersifat tetap (Permanen)?

4. Bagaimana klasifikasi anak berkebutuhan khusus berkelainan dari segi fisik?


1
5. Bagaimana klasifikasi anak berkebutuhan khusus berkelainan dari segi mental?

6. Bagaimana klasifikasi anak berkebutuhan khusus berkelainan dari segi perilaku sosial?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui anak berkebutuhan khusus yang memiliki sifat sementara (Temporer).

2. Untuk mengetahui anak berkebutuhan khusus yang memiliki sifat tetap (Permanen).

3. Untuk mengetahui karakteristik ABK yang memiliki kelainan dari segi fisik.

4. Untuk mengetahui karakteristik ABK yang memiliki kelainan dari segi mental.

5. Untuk mengetahui karakteristik ABK yang memiliki kelainan dari segi perilaku sosial.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Anak Berkebutuhan Khusus dalam Pendidikan Inklusi

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan
pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan
memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengananak pada umumnya. Oleh sebab itu
mereka memerlukan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.

Anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu:

- Anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu akibat dari kelainan
tertentu, dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang
mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi
lingkungan. Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat
kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar,
anak yang mengalami kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak
yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena
kemiskinan dsb.

- Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat
dan sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen.

Anak berkebutuhan khusus memiliki perkembangan hambatan belajar dan kebutuhan belajar
yang berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga hal,
yaitu: (1) faktor lingkungan; (2) faktor dalam diri anak sendiri; dan (3) kombinasi antara faktor
lingkungan dan faktor dalam diri anak.

Lync (1994) juga membedakan ABK menjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut:

1. Anak-anak usia sekolah yang saat ini berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan
formal tetapi tidak memiliki atau tidak menujukan kemajuan dalam belajarnya, kelompok

3
ini termasuk didalam kategori anak lambat dalam belajar, atau anak kesulitan dalam
menelaah pelajaran, anak ber IQ sedang, anak hieraktif, anak autis dan lain sebagainya.

2. Anak-anak yang secara nyata (signifikan) mengalami kecacatan baik dari fisik, social,
emosi dan mental. Kelompok ini termasuk dikategorikan kedalamm anak tuna netra, tuna
rungu, tuna grahita, tuna daksa, dan tna laras.

3. Anak-anak usia sekolah yang tidak terjangkau oleh layanan pendidikan formal sama
sekali, sehingga anak-anak ini menjadi anak yang terklupakan. Kelompok yang ketiga ini
termasuk didalamnya adalah anak-anak yang berkerja (pekerja anak), anak pperempuann
yang terpingit karena kultur, anak-anak miskin/gelandangan, anakanak yang berdomisili
di perairan, kepulauan, dan daerah terpencil, dan anak-anak yang menjadi korban
kerusakan, dan lain sebagainya.

Menurut hasil-hasil Rakornas PLB di Jakarta (2001) , anak berkebutuhan khusus ternyata
tidak hanya anak yang cacat saja yang selama ini di kenal oleh banyak kalanngan
masyarakat, tetapi yang trmasuk didalamnya adalah anak yang berbakat, anak autis, dan anak
yang telah terkena bahayanya obat-obat terlarang seperti Sabu, Ganja, Narkoba dan lain
sebagainya.

Dari semua apa yang telah di paparkan di atas tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
ABK mempunyai jangkuan yang luas yang tidak hanya terbatas pada anak-anak cacat yang
signifikan (seperti pada kategori anak yang ke 2) tetapi juga meliputi anak yang kesulitan
dalam belajar, anak dengan cerdas dan berbakat (Gifted & talented), anak autis, anak
hiperaktif, anak lambat dalam belajar, anak yang telah menjadi korban Narkoba, dan juga
anak-anak dengan alasan tertentu yang tidak dapat terjangkau oleh layanan pendidikan
formal.

2. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus (Children with Special Needs)


Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam paradigma
pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar
belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda-beda, dan oleh kaarena itu setiap
anak dimungkinkan akan memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda beda
pula, sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuiakan
4
sejalan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak Anak berkebutuhan khusus
dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuiakan dengan
hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.

Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar
yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementra (temporer) dan anak berkebutuhan
khusus yang besifat menetap (permanent).

a. Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementra (Temporer)

Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor
eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat
diperekosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu
bersifat sementra tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh
jadi akan menjadi permanent. Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan
kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya
tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak sekali
anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang berssifat temporer, dan oleh karena
itu mereka memerlukan pendidikan yang disesuiakan yang disebut pendidikan kebutuhan
khusus.

Contoh lain, anak baru masuk Kls I Sekolah Dasar yang mengalami kehidupan dua
bahasa. Di rumah anak berkomunikasi dalam bahasa ibunya (contoh bahasa: Sunda,
Jawa, Bali atau Madura dsb), akan tetapi ketika belajar di sekolah terutama ketika belajar
membaca permulaan, mengunakan bahasa Indonesia. Kondisi seperti ini dapat
menyebabkan munculnya kesulitan dalam belajar membaca permulaan dalam bahasa
Indonesia. Anak seperti ini pun dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus
sementra (temporer), dan oleh karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang
disesuikan (pendidikan kebutuhan khusus). Apabila hambatan belajar membaca seeperti
itu tidak mendapatkan intervensi yang tepat boleh jadi anak ini akan menjadi anak
berkebutuhan khusus permanent.

5
b. Anak Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen)

Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami
hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung
dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan,
pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gannguan gerak
(motorik), gannguan iteraksi-komunikasi, gannguan emosi, social dan tingkah laku.
Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya
dengan anak penyandang kecacatan.

Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak
penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang luas yaitu
meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanent
(penyandang cacat). Oleh karena itu apabila menyebut anak berkebutuhan khusus selalu
harus diikuti ungkapan termasuk anak penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat
merupakan bagian atau anggota dari anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu
konsekuensi logisnya adalah lingkup garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi
sangat luas, berbeda dengan lingkup garapan pendidikan khusus yang hanya menyangkut
anak penyandang cacat.

3. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


Anak yang berkebutuhan khusus dapat diklasifikasikan berdasarkan jenisnya yaitu
berdasarkan aspek kecerdasan (intelegensi), berdasarkan aspek fisik, dan berdasarkan aspek
tingkah laku, serta berdasarkan aspek tertentu.

a) Kelainan ABK dari segi fisik


- Tuna Netra

Merupakan salah satu tipe anak berkebutuhan khusus (ABK), yang mengacu pada hilangnya
fungsi indera visual seseorang. Untuk melakukan kegiatan kehidupan atau berkomunaksi dengan
lingkungannya mereka menggunakan indera non-visual yang masih berfungsi, seperti indera
pendengaran, perabaan, pembau, dan perasa (pengecapan).

6
Menurut Ardhi dalam bukunya, klasifikasi tunanetra berdasarkan daya penglihatannya terbagi
menjadi tiga, diantaranya sebagai berikut:

a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam
penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu
melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.

b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya
penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa
atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.

c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

Karakteristik anak tunanetra adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik kognitif : Ketunanetraan secara langsung berpengaruh pada perkembangan dan


belajar dalam hal yang bervariasi. Dengan mengidentifikai keterbatasan yang mendasar pada
anak dalam tiga area yang meliputi tingkat dan keanekaragaman pengalaman, kemampuan untuk
berpindah tempat, dan interaksi dengan lingkungan.

b. Karakteristik akademik Dampak ketunanetraan tidak hanya terhadap perkembangan kognitif,


namun juga berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang
membaca dan menulis.

- Tuna Rungu

Tunarungu adalah kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau
seluruhnya yang dialamai oleh individu, penyebabnya yaitu karena tidak fungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran, sehingga individu tersebut tidak dapat menggunakan alat
pendebngarannya dalam kehidupan sehari-hari. Tunarungu sendiri dibagi dalam beberapa
kelompok:

a) Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40 dB)

b) Gangguan pendengaran ringan (41-55 dB)

c) Gangguan pendengaran sedang (56-70 dB)

7
d) Gangguan pendengaran berat (71-90 dB)

e) Gangguan pendengaran ekstrem/tuli (diatas 91 dB)

Karakteristik anak tunarungu:

a) Karakteristik dari segi intelegensi : Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak
normal yaitu tinggi, rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki
intelegensi normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada
prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti
pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu
memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu
yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu
tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber
pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan
dan motorik akan berkembang dengan cepat.

b) Karakteristik dari segi bahasa dan bicara : Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan
berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat
erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar
bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa
merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri
dan membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga
aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan
berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan
berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh
anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang dengan
sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan bimbingan secara
profesional. Dengan cara yang demikian banyak dari mereka yang belum bisa berbicara
seperti anak normal baik dari segi suara, irama dan tekanan suara terdengar monoton berbeda
dengan anak normal.

c) Karakteristik dari segi emosi dan sosial : Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan
dengan lingkungan. Keterasingan tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti:
8
egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang
lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan,

- Tuna Daksa

Anak tunadaksa yaitu anak yang mengalami kelainan atau kecacatan yang ada pada sistem
tulang, otot, tulang dan persendian. Tunadaksa ini disebabkan oleh berbagai hal yaitu kelainan
bawaan, kecelakaan atau kerusakan otak. Tunadaksa berasal dari dua kata yaitu tuna dan daksa
tuna memiliki arti “kurang” dan daksa yang berarti tubuh. Tunadaksa juga dapat diartikan
kekurangan yang ada pada tubuh, kekurangan pada tunadaksa terlihat dari adanya anggota tubuh
yang tidak sempurna. Tunadaksa terkadang disebut cacat padahal tunadaksa hanya cacat pada
anggota tubuhnya saja bukan pada inderanya.9 Gangguan yang terjadi pada penyitas tunadaksa
biasanya berpengaruh pada kecerdasan, komunikasi, gangguan gerak, perilaku dan cara
beradaptasi.

Jenis kecacatan anak tunadaksa terbagi menjadi tiga :

a. Tunadaksa taraf ringan. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah tunadaksa murni dan tunadaksa
kombinasi ringan. Tunadaksa jenis ini pada umunya hanya mengalami sedikit gangguan
mental dan kecerdasannya cenderung normal. Kelompok ini lebih banyak disebabkan adanya
kelainan anggota tubuh saja. Seperti lumpuh, anggota tubuh berkurang (buntung) dan cacat
fisik lainnya.

b. Tunadaksa taraf sedang. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah tunadaksa akibat cacat bawaan,
cerebral palsy ringan dan polio ringan. Kelompok ini banyak dialami dari tuna akibat cerebral
palsy (tunamental) yang disertai dengan menurunnya daya ingat walau tidak sampai jauh
dibawah normal

c. Tunadaksa taraf berat. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah tuna akibat cerebral palsy berat
dan ketunaan akibat infeksi. Pada umunya,

b) Kelainan ABK Dari Segi Mental


- Tuna Grahita

Anak tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang mengalami kesulitan dan keterbatasan
perkembangan mental-intelektual dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial di bawah
9
rata-rata, sehingga mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Seseorang
dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga indikator, yaitu:

(1) keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata,

(2) Ketidakmampuan dalam perilaku sosial/adaptif, dan

(3) Hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia 13 perkembangan yaitu sampai
dengan usia 18 tahun.6

Berdasarkan tingkat kecerdasannya, anak tunagrahita diklasifikasikan menjadi empat,


yaitu: 1) Tunagrahita ringan, yaitu seseorang yang memiliki IQ 55-70 2) Tunagrahita
sedang, seseorang dengan IQ 40-55 3) Tunagrahita berat, seseorang yang memiliki IQ
25-40 4) Tunagrahita berat sekali, yaitu seseorang yang memiliki IQ < 25

 Klasifikasi Anak Tunagrahita

Untuk memahami klasifikasi anak tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan


klasifikasinya karena setiap kelompok tunagrahita memiliki klasifikasi yang berbeda-
beda. Sesuai dengan bidang bahasan pada materi ini akan dibahas klasifikasi akademik
tunagrahita sebagai berikut:

Ada beberapa klasifikasi atau pengelompokkan tunagrahita berdasarkan berbagai


tinjauan diantaranya:

1. Berdasarkan kapasitas intelektual (sekor IQ)

- Tunagrahita ringan IQ 50 – 70

- Tunagrahita sedang IQ 35 – 50

- Tunagrahita berat IQ 20 – 35

- Tunagrahita sangat berat memiliki IQ di bawah 20

2. Berdasarkan kemampuan akademik

- Tunagrahita mampudidik

- Tunagrahita mampulatih
10
- Tunagrahita perlurawat 3-10

3. Berdasarkan tipe klini pada fisik

- Down’s Syndrone (Mongolism)

- Macro Cephalic (Hidro Cephalic)

-Micro Cephalic

Pengklasifikasian anak tunagrahita perlu dilakukan untuk memudahkan guru dalam


menyusun program layanan/pendidikan dan melaksanakannya secara tepat. Perlu diperhatikan
bahwa perbedaan individu (individual deferences) pada anak tunagrahita bervariasi sangat besar,
demikian juga dalam pengklasifikasi terdapat cara yang sangat bervariasi tergantung dasar
pandang dalam pengelompokannya.

Klasifikasi itu sebagai berikut :

1. Klasifikasi yang berpandangan medis, dalam bidang ini memandang variasi anak tunagrahita
dari keadaan tipe klinis. Tipe klinis pada tanda anatomik dan fisiologik yang mengalami
patologik atau penyimpangan. Kelompok tipe klinis di antaranya:

a. Down Syndrom (dahulu disebut Mongoloid) Pada tipe ini terlihat raut rupanya
menyerupai orang Mongol dengan ciri: mata sipit dan miring, lidah tebal dan
terbelah-belah serta biasanya menjulur keluar, telinga kecil, tangan kering, semakin
dewasa kulitnya semakin kasar, pipi bulat, bibir tebal dan besar, tangan bulat dan
lemah, kecil, tulang tengkorak dari muka hingga belakang tampak pendek.

b. Kretin Pada tipe kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri: badan pendek, kaki
tangan pendek, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, kuku pendek dan tebal.

c. Hydrocephalus Gejala yang nampak adalah semakin membesarnya Cranium


(tengkorak kepala) yang disebabkan oleh semakin bertambahnya atau bertimbunnya
cairan Cerebro-spinal pada kepala. Cairan ini memberi tekanan pada otak besar
(cerebrum) yang menyebabkan kemunduran fungsi otak.

11
d. Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus dan Schaphocephalus Keempat
istilah tersebut menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala, yang masing-
masing dijelaskan sebagai berikut:

 Microcephalus : bentuk ukuran kepala yang kecil

 Macrocephalus : bentuk ukuran kepala lebih besar dari ukuran normal

 Brachicephalus : bentuk kepala yang melebar

 Schaphocephalus: memiliki ukuran kepala yang panjang sehingga menyerupai


menara.

e. Cerebral Palsy (kelompok kelumpuhan pada otak) Kelumpuhan pada otak


mengganggu fungsi kecerdasan, di samping kemungkinan mengganggu pusat
koordinasi gerak, sehingga kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita dan gangguan
koordinasi gerak. Gangguan koordinasi gerak menjadi kajian bidang penanganan
tunadaksa, sedangkan gangguan kecerdasan menjadi kajian bidang penanganan
tunagrahita.

f. Rusak otak (Brain Damage) Kerusakan otak berpengaruh terhadap berbagai


kemampuan yang dikendalikan oleh pusat susunan saraf yang selanjutnya dapat
terjadi gangguan kecerdasan, gangguan pengamatan, gangguan tingkah laku,
gangguan perhatian, gangguan motorik.

- Tuna Laras

Anak tunalaras adalah anak yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sosial atau bertingkah laku menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat
sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya sehingga
merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Anak tunalaras diartikan sebagai anak-anak yang sulit untuk diterima dalam berhubungan
secara pribadi maupun sosial karena memiliki perilaku ekstrem yang sangat bertentangan
dengan norma yang berlaku di masyarakat. Perilaku ini biasa terjadi secara tidak
langsung dan disertai dengan gangguan emosi yang tidak menyenangkan bagi orang-
12
orang di sekitarnya. Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa anak
tunalaras merupakan anak berkelainan emosi dan perilaku.

Kelainan perilaku dan masalah intrapersonal yang dialami anak secara ekstrim, sehingga
anak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan perilakunya dengan norma umum yang
berlaku di masyarakat. Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi
terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu senang-sedih, lambat cepat marah, dan rileks-
tekanan. Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa
tertekan, dan merasa cemas. Keadaan tersebut seringkali terjadi pada usia anak-anak dan
remaja, akibatnya perkembangan emosi sosial ataupun keduanya akan terganggu. Maka
perlu adanya penyesuaian layanan khusus pengembangan potensi yang dimiliki anak
tunalaras.

Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang


mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:

1. Berdasarkan perilakunya

 Beresiko tinggi; hiperaktif suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik


sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok
aksi, ingin menguasai oranglain, mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak
dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya.

 Beresiko rendah; autism, kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau
bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan
sebagainya.

 Kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-anagan, mudah dipengaruhi, kaku,


pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya

 Agresif; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap
teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa
minggat dari rumah.

13
2. Berdasarkan Kepribadian

 Kekacauan perilaku

 Menarik diri (withdrawll)

 Ketidakmatangan (immaturity)

 Agresi sosial

4. Kelainan ABK dari segi Perilaku Sosial


a. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Pengertian

Attention DeficitHyperactivity Disorder atau yang dikenal dengan ADHD dapat diartikan
sebagai hambatan dimana seseorang (anak) secara konsisten menunjukan salah satu atau
semua karakteristiknya dalam waktu yang lama, karakteristik-karakteristik tersebut yaitu
Inattention (kurangnya perhatian), hiperaktif, dan Implusif. Pada anak yang mengidap
ADHD biasanya tiga atau setidaknya satu karakteristik tersebut muncul, dimana karakteristik
tersebut digunakan sebagai suatu pertanda untuk melakukan diagnosis terhadap anak
tersebut.

Seorang anak dapat dikatakan mengalami ADHD apabila anak tersebut berperilaku
ekstrem dalam periode perkembangan tertentu, terjadi dalam berbagai situasi yang berbeda,
dan berhubungan dengan disabilitas parah dalam fungsi. Seorang anak yang ribut, aktif atau
agak mudah teralih perhatiannya tidak dapat langsung dikatakan mengalami ADHD, karena
pada tahun awal anak memasuki sekolah perilaku-perilaku tersebut masih dapat dikatakan
wajar. Anak-anak yang mengalami ADHD merasa kesulitan untuk mengendalikan aktivitas
mereka, tidak bisa disuruh untuk duduk tenang dan tidak dapat berhenti bicara.

14
Karakteristik & Identifikasi ADHD

Adapun simptom yang mengindikasikan ADHD, yaitu ;

1. Inattention (Kurangnya Perhatian)

a. Sering gagal dalam memberikan perhatian terhadap terhadap detail, atau sering
melakukan kecerobohan dalam melaksanakan tugas-tugas sekolah, pekerjaan rumah, dan
sebagainya.

b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian dalam mengerjakan


tugas maupun dalam aktivitas permainan.

c. Sering tidak memperhatikan apa yang dikatakan orang lain secara langsung

d. Sering tidak memperhatikan instruksi yang diberikan guru dalam mengerjakan tugas
sekolah.

e. Sering mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan tugas dan aktivitas.

2. Hiperaktif

a. Sering gelisah atau tak bisa diam ketika duduk dikursi (bangku sekolah).

b. Sering meninggalkan tempat duduk ketika di dalam kelas walaupun situasi pada saat
itu mengharuskan anak tesebut tidak meninggalkan tempat duduknya.

c. Sering berlari-lari atau memanjat sesuatu sekalipun itu pada situasi yang tidak
membolehkannya untuk melakukan perilaku-perilaku tersebut.

d. Sering bertingkah seenaknya, atau mereka berprilaku seakan-akan mereka tidak


mampu mengendalikan gerak motor mereka.

e. Sering berbicara berlebihan.

3. Implusif

a. Sering menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai


disampaikan/dibacakan.

b. Sering mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas menunggu.


15
c. Sering mengganggu atau menyela apa yang di lakukan orang lain (misalnya dalam
berbicara atau bermain)

Perlu di perhatian bahwa seorang anak yang diidentifikasi ADHD harus menunjukan
gejala-gejala diatas setidaknya selama enam bulan. Gejala tersebut juga setidaknya
muncul pada usia 12 tahun atau kurang, selain itu gejala tersebut setidaknya muncul pada
dua seting lingkungan yang berbeda (misalnya di sekolah dan di rumah), serta gejala
tersebut menimbulkan gangguan atau penuruan prestasi akademik di sekolah, ataupun
hambatan dalam melakukan atau membina hubungan sosial mereka.

16
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Anak berkebutuhan khuusus merupakan anak yang tumbuh dan berkembang dengan
berbagai perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Sebutan anak berkebutuhan
khusus tidak selalu merujuk pada kecacatan yang dialami, namu merujuk pada layanan
khusus yang dibutuhkan karena mengalami suatu hambatan atau kemampuan diatas rata-
rata. Meskipun jenis anak berkebutuhan khusus sangat beragam, namun dalam konteks
pendidikan khusus di Indonesia anak berkebutuhan khusus dikategorikan dalam istilah
anak tunanetra, anak tunadaksa, anak tunalaras, dan anak cerdas dan bakat istimewa.

Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara


satu dengan yang lain. Layanan untuk anak berkebutuhan khusus tidak dapat disamakan
antara satu dengan yang lain, akan tetapi perlu diberikan sesuai dengan karakterisktik
kebutuhan dan kemampuan mereka. Untuk mendapatkan layanan yang sesuai dengan
karakteristik kebutuhan dan kemampuannya, perlu dilakukan identifikasi dan asessmen
terhadap anak berkebutuha khusus. Berbagai bentuk layanan perlu diberikan untuk
menunjang kebutuhan mereka, tidak hanya pada bidang pendidikan namun layanan non
akademik juga sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka menjadi
lebih baik dan mandiiri.

2. Saran

Alangkah baiknya jika seluruh pihak yang terlibat dapat merubah cara pandang serta
meningkatkan pengembangan pendidikan kebutuhan khusus bagi ABK. Dari penjelasan
tentang anak berkebutuhan khusus diatas, setidaknya kita sudah mengetahui sedikit
tentang keadaan anak berkebutuhan khusus (ABK).

17
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, S. 2007. Psikologi anak luar biasa. Bandung: Refika Aditama.

Suryo. (2003). Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Van Tiel, J., M., Widyorini, E. (2014). Deteksi dan penanganan anak cerdas istimewa
(anak

gifted) melalui pola alamiah tumbuh kembangnya. Jakarta: Prenada.

Williams, J., O’Donovan, M.C. (2006). The genetics of developmental dyslexia.


European

Journal of Human Genetics. 14: 681-689.

Williams, T. (2011). Autism spectrum disorders – from genes to environment. Rijeka: In

Tech Janeza Trdin

18

Anda mungkin juga menyukai