MENYIMPANG
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 12
FAKULTAS TEKNIK
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul
Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusu nan makalah ini,
maka penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak atau Ibu Sebagai dosen
pembimbing Mata kuliah Profesi Keguruan, Orang tua penulis yang banyak
memberikan dukungan baik moril maupun materil, Dan Semua pihak yang tidak
dapat penulis sebut satu per satu yang telah membantu dalam proses penyusunan
makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pembelajaran, tetapi mereka sulit menghadapi situasi baru. Dalam perihal interaksi
sosial anak-anak berkebutuhan khusus kurang kontak mata, represif, sulit
berinteraksi baik dengan teman-teman maupun para guru, tak bisa berempati,
memahami maksud orang lain, interaksi, kesulitan menyampaikan keinginan, takut
dan cenderung menghindari orang lain dan sulit memahami isyarat verbal-
nonverbal.
Anak-Anak berkebutuhan khusus kerap kali kurang tangkas dan
keseimbangan dalam perihal Gerak Motorik Kasar, sedangkan dalam Gerak
Motorik Halus. Anak-anak berkebutuhan khusus kerap kurang terampil dan
terkordinir dalam melaksanakan salah satu tugas. Ada beberapa jenis penanganan
anak berkebutuhan khusus yang bisa dipraktikan baik pihak orang tua maupun
pihak-pihak lainnya agar anak berkebutuhan khusus ini dapat mengembangkan
kemampuannya dalam belajar dan berinteraksi dengan lingkungan sosial di
sekitarnya. Dua metode pembelajaran yang khusus diberikan pada anak
berkebutuhan khusus ini adalah metode pembelajaran dengan berbagai aktivitas
berat (untuk membantu mengoptimalkan kemampuan anak dan perilaku anak) dan
bekali anak berkebutuhan khusus dengan teknologi informasi dan keterampilan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang ada sebagai
berikut:
2
C. Tujuan Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
neuromoskuler, perilaku sosial dan emoional, kemampuan berkomunikasi,
maupun kombinasi dua atau tiga dari hal-hal tersebut.
Pada masa Renaisant (masa peralihan atau perubahan di Eropa), anak-anak
dengan karakteristik fisik, emosional maupun intelektual yang berbeda dianggap
sebagai anak “cacat” yang kemasukan roh jahat dan tidak sepantasnya
diperlakukan seperti manusia. Sehingga tidak sedikit dari mereka yang kemudian
dikurung, diikat, bahkan dipasung. Sampai pada abad 16 terjadi perubahan sikap
yang lebih positif terhadap anak-anak yang dianggap “cacat” tersebut. Beberapa
rumah sakit di Paris mulai memberikan treatmen khusus pada penderita
gangguan emosional, setelah itu muncullah nama John Locke yang dikenal
sebagai orang pertama yang membedakan penderita keterbelakangan mental
dengan gangguan emosional. Hingga pada akhirnya, pada abad ke-18 seorang
ahli berkebangsaan Perancis yakni Jean Marc Itard, mulai menggeser istilah
“anak cacat” menjadi anak luar biasa (Mangunsong,1998). Istilah anak luar
biasapun kemudian mengalami pergeseran menjadi anak berkebutuhn khusus,
karena istilah luar biasa umumnya digunakan untuk menyebut seseorang dengan
kemampuan yang mengagumkan atau diatas rata-rata (Hadis,2006).
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak
berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah
terbaru yang digunakan dan merupakan terjemahan dari children with special
need yang telah digunakan secara luas di dunia internasional. Ada beberapa
istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus. antara
lain anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar
biasa. Selain itu, WHO juga merumuskan beberapa istilah yang digunakan untuk
menyebut anak berkebutuhan khusus, yaitu:
5
b. Disability: merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi “kurang
mampu” melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan
impairement, seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh, pada orang yang
cacat kaki,dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk mobilitas
c. Handicaped: suatu keadaan dimana individu mengalami ketidak mampuan
dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ
individu. Contoh orang yang mengalami amputasi kaki, dia akan mengalami
masalah mobilitas sehingga dia memerlukan kursi roda (Purwanti,2012).
Selain istilah yang umum digunakan WHO, ada juga yang menggunakan
istilah anak difabel yang merupakan kependekan dari diference ability. Istilah ini
digunakan untuk menyebut mereka yang memiliki kemampuan di atas atau
dibawah rata-rata orang pada umumnya. Misalnya pada anak tunagrahita dan
gifted. Anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Mereka berproses dan tumbuh tidak dengan modal fisik yang wajar. Karenanya
mereka cenderung defensif (menghindar), rendah diri, atau mungkin agresif,
serta memiliki semangat belajar yang rendah (Purwanti,2012).
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diberikan oleh para tokoh di
atas, ABK dapat didefinisikan sebagai individu yang memiliki karakteristik fisik,
intelektual, maupun emosional, di atas atau di bawah rata-rata inividu pada
umumnya.
6
berdasarkan periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin
muda, dan periode aktini (sebuah protein yang penting dalam
mempertahankan bentuk sel dan bertindak bersama-sama dengan mioin
untuk menghasilkan gerakan sel) (Arkandha, 2006). Antara lain: Gangguan
Genetika (Kelainan Kromosom, Transformasi), Infeksi Kehamilan, Usia ibu
hamil (high risk group), Keracunan saat hamil, Pengguguran, dan lahir
prematur.
b. Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi selama proses
kelahiran
Yang dimaksud disini adalah anak mengalami kelainan pada saat proses
melahirkan. Ada beberapa sebab kelainan saat anak dilahirkan, antara lain
anak lahir sebelum waktunya, lahir dengan bantuan alat, posisi bayi tidak
normal, analgesik (penghilang nyeri) dan anesthesia (keadaan narkosis),
kelainan ganda atau karena kesehatan bayi yang kurang baik. Proses
kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan oksigen, Kelahiran dengan
alat bantu (Vacum), Kehamilan terlalu lama: > 40 minggu.
c. Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi setelah proses
kelahiran
yaitu masa dimana kelainan itu terjadi setelah bayi dilahirkan, atau saat
anak dalam masa perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan setelah anak
dilahirkan antara lain infeksi bakteri (TBC/ virus), Kekurangan zat makanan
(gizi, nutrisi), kecelakaan, dan keracunan.
d. Rata-rata
Berdasarkan faktor tersebut di atas, sebagian besar (70,21%) anak
berkebutuhan khusus disebabkan oleh bawaan lahir, kemudian karena
penyakit (15,70%) dan kecelakaan/bencana alam sebesar 10,88%. Pola yang
sama terjadi baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan.
7
3. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus
Klasifikasi gangguan anak berkebutuhan khusus menurut Davidson, Neale
dan Kring (2006) terdiri dari gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas,
gangguan tingkah laku, disabilitas belajar, retardasi mental, dan gangguan
autistik. Sedangkan Syamsul (2010) mengklasifikasikan anak berkebutuhan
khusus apabila termasuk kedalam salah satu atau lebih dari kategori berikut ini:
a. Kelainan sensori, seperti cacat penglihatan atau pendengaran
b. Deviasi mental, termasuk gifted dan retardasi mental
c. Kelainan komunikasi, termasuk problem bahasa dan dan ucapan
d. Ketidak mampuan belajar, termasuk masalah belajar yang serius karena
kelainan fisik
e. Perilaku menyimpang, termasuk gangguan emosional
f. Cacat fisik dan kesehatan, termasuk kerusakan neurologis, ortopedis, dan
penyakit lainnya seperti leukimia dan gangguan perkembangan.
Adapun anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian
guru menurut Kauff dan Hallahan (dalam Bandi,2006), antara lain tunagrahita,
Kesulitan belajar (learning disability), hiperaktif (ADHD dan ADD), tunalaras,
tunawicara, tunanetra, autis, tunadaksa, tunaganda dan anak berbakat.
8
bisa menjadi bagian dari satu kondisi disabilitas seperti halnya pada kasus
sindrom down (Hildebrand,2000). Anak tunagrahita seringkali memiliki masalah
dalam pengendalian emosi, pengendalian fisik, dan keterampilan sosial, tapi
masih bisa belajar (Hildebrand, 2000). Proses pembelajaran pada anak
tunagrahita berbeda dengan anak pada umumnya. Pembelajaran pada anak
tunagrahita harus lebih sering diulang, menggunakan bahasa yang jelas (mudah
difahami). Intensitas pembelajaran yang semakin sering berperan besar dalam
peningkatan kemandirian dan ketrampilan kerjanya (Hildebrand,2000).
9
3) Hiperaktif (ADHD dan ADD)
Hiperaktivitas adalah salah satu aspek dari Attention Deficit with/without
Hyperactivity Disorder (ADD/HD) atau yang dikenal dengan istilah Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH). ADHD/GPPH mencakup
gangguan pada tiga aspek, yaitu sulit memusatkan perhatian, hiperaktif, dan
impulsivitas. Apabila gangguan hanya terjadi pada aspek yang pertama, maka
dinamakan Gangguan Pemusatan Perhatian (ADD) atau Attention Deficit
Disorder (ADD), sedangkan bila ketiga aspek terkena imbas gangguan barulah
disebut GPPH /ADHD (Mangunsong, 2009) Hiperaktif bukan suatu penyakit,
tapi gejala yang terjadi disebabkan faktor kerusakan otak, kekacauan emosi,atau
retardasi mental (Solek, 2004 dalam Bandi, 2006). Anak yang mengalami
hiperaktif mengalami masalah dalam memfokuskan peratian, mengatur tingkat
aktivitas, dan perilaku penghambat (Sousa,2003 dalam Semiawan dan
Mangunsong, 2010). Hiperaktif adalah gangguan belajar yang sifatnya umum
pada anak maupun orang dewasa. Umumnya ditemukan pada usia TK sampai SD
kelas permulaan, serta terus dimilikinya sampai usia remaja, bahkan terkadang
sampai usia dewasa (Semiawan dan Mangunsong,2010).
4) Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan
emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku
menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku
disekitarnya. Rhoides (dalam Mangunsong,2009) menganjurkan pendekatan
ekologi dalam memaknai gangguan gangguan perilaku. Ia menggambarkan
ketidakstabilan emosi dan perilaku lebih merupakan suatu produk budaya,
masyarakat, dan lingkungan keluarga di mana “individu ada” sebagai “individu
hasil” dari lingkungan tersebut. Lebih lanjut Mangunsong (2009) menjelaskan,
ada tiga perilaku utama yang tampak pada seorang anak dengan kelainan perilaku
menyimpang, yaitu: agresif, suka menghindar diri dari keramaian, dan sikap
10
bertahan diri. Adapun karakteristik anak tunalaras menurut Slavin (2006) adalah
sebagai berikut:
a. Kurang mampu dalam belajar. Ketidak mampuan ini bukan karena faktor
intelektual, sensori, atau faktor kesehatan
b. Tidak mampu membangun atau memelihara hubungan interpersonal yang baik
dengan guru atau teman sebaya
c. Seringkali menampakkan perilaku yang tidak sopan
5) Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik
permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat
gangguan pendengaran adalah:
a. Gangguan pendengaran sangat ringan (15-40dB), tidak dapat mendengar
percakapan berbisik dalam keadaan sunyi pada jarak dekat
b. Gangguan pendengaran sedang (40-60dB), tidak apat mendengarkan
percakapan normal dalam keadaan sunyi pada jarak dekat
c. Gangguan pendengaran berat (60-90dB), hanya mampu mendengarkan suara
yang keras pada jarak dekat seperti suara vakum cleaner d. Gangguan
pendengaran ekstrem/tuli (di atas 90dB), hanya dapat mendengarkan suara
yang sangat keras seperti suara gergaji mesin dalam jarak dekat (Alexander
Graham Bell Asocition for the Deal adn Hard of Hearing, 2011 dalam
Slavin,2006).
Setiap anak yang mengalami gangguan pendengaran seringkali mengalami
beberapa masalah lain, seperti gangguan bahasa. Walaupun memiliki potensi
yang sangat tinggi dan cara berfikir kreatif visualnya juga tinggi, apabila
kemampuan berbahasanya kurang, maka perkemangan kognitif, prestasi
akademik, dan kemampuan sosialpun akan terpengaruh (Semiawan dan
Mangunsong,2010).
11
6) Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.
tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind)
dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman dan Hallahan (2006)
adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan
kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
7) Autis
Mayoritas gangguan autisme di sebabkan karena abnormalitas di otak
(Coleman dalam Ormrod,2008). Karakteristik umum dari gangguan ini ditandai
dengan adanya gangguan dalam kognisi sosial (misalnya kemampuan
mempertimbangkan perspektif orang lain), kemampuan sosial, dan interaksi
sosial (Baron dalam Ormrod,2008). Anak-anak dengan autisme seringkali
menunjukkan sifat-sifat kelainan yang bisa diidentifikasi sejak sebelum umur 3
tahun (Semiawan dan Mangunsong,2010), diantara sifat-sifat tersebut antara lain:
a. Tidak tanggap terhadap orang lain.
b. Gerakan diulang-ulang seperti bergoyang, berputar, dan memilin tangan.
Menghindari kontak mata dengan orang lain.
c. Tetap dalam kebiasaan (Smith,2006). Ciri-ciri sifat tersebut baru bisa dikatakan
sebagai perwujudan autisme apabila terjadi dalam intensitas yang tinggi.
Menurut Sousa (2003) (dalam Semiawan dan Mangunsong,2010) autis dapat
dikelompokkan dalam 4 tipe sebagai berikut:
a. Tipe kanner, yaitu tipe klasik atau juga disebut autisme infantil, ditandai oleh
ciri: menghindar kontak mata, lamban berbicara, perilaku mengulang, dan
kemungkinan retardasi mental.
b. Sindrom asperger (SA), yaitu perkembangan perilaku menentang yang
spektrum cirirnya adalah defisit sosial, namun perkembangan kognisi, dan
bahasa relatif normal, serta minat yang mendalam dalam idiosynkretis.
c. Perkembangan perilaku menentang tanpa tanda-tanda lain, kecuali dalam
perkembangannya anak ini tidak memenuhi gejala-gejala tersebut sebelum
12
umur 3 tahun. Kadang kala klasifikasi ini digunakan apabila kondiis ini muncul
meskipun tidak terlalu berat an tidak konsisten, sehingga tipe ini kurang
diperkirakan sebagai tipe kenner
d. Tipe regresif/epileptis, tipe ini ditandai dengan ketidak mampuan memahami
orang lain, input sensori yang tidak menentu, bacaan EEG yang tidak normal,
retardasi mental dan tingkat kecerdasan tinggi.
8) Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan
oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit
atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.
Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah:
a. Ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih
dapat ditingkatkan melalui terapi
b. Sedang yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan
koordinasi sensorik
c. Berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu
mengontrol gerakan fisik (Haris,2006)
9) Tunaganda
Istilah ini digunakan untuk menyebut anak- anak yang mengalami cacat
ganda atau lebih dari satu. Misalnya seorang anak yang mengalami kelainan
pengelihatan ringan, 22 mungkin juga memerlukan bantuan khusus yang
berkaitan dengan penyesuaian sosial dan intelektual (Syamsul, 2010).
a. Anak berbakat
b. Istilah gifted digunakan untuk menyebut anak-anak berbakat dengan IQ di atas
135 dengan kreativitas, motivasi dan ketahanan kerja yang tinggi. Semantara
Winner (2003) mendefinisikan gifted sebagai kemampuan atau bakat yang
sangat tinggi dalam satu atau lebih pada bidang tertentu, seperti musik,
matematika, sedemikian rupa sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan
khusus agar dapat mengembangkan potensi itu sepenuhnya.
13
c. Gangguan bicara dan Bahasa
d. American speech-language hearing association (ASHA) mendefinisikan
kelainan bicara sebagai kemunduran artikulasi pengucapan suara, kefasihan,
dan atau bunyi suara. Kelainan berbicara dan bahasa merupakan kategori
terbesar kedua diantara anak-anak, setelah kesulitan belajar (Smith,2006).
Yang termasuk kedalam kategori gangguan bicara antara lain:
a. Gangguan artikulasi, kelainan ini merupakan kesulitan dalam menghasilkan
suara yang menyusun kata. Ada 4 jenis kelainan artikulasi, yaitu: penggantian
(subtitution), penghilangan (omission), penambahan (addition), dan
penyimpangan (distortion).
b. Gagap (stuttering), apabila cara bicara seorang anak didominasi oleh ketidak
lancaran tertentu meski pada usia yang sangat muda, maka kemungkinan anak
tersebut mengalami kelainan bicara. Indikasi paling umum untuk mengenali
gangguan kelancaran bicara biasanya adalah adanya ucapan gagap. Gagap
dicirikan dengan adanya pengulangan suku kata, pemanjangan suku kata, dan
terbata-bata (Smith,2006). Penyebab kegagapan telah lama merupakan
masalah yang tak pernah terpecahkan. Alasannya, mungkin pada dasarnya
tidak ada penyebab tunggal bagi kelainan artikulasi ini (Silverman,1995).
Pada beberapa kasus, faktor keturunan merupakan salah satu faktor yang
dapat dipertimbangkan (Andrews.,1991 dalam Smith, 2006), adapula bukti
yang menyatakan bahwa gagap disebabkan oleh cidera otak dan masalah
emosi (Gagnon dan Ladouceur,1992).
c. Bicara nyerocos (cluttering), kelainan ini menyangkut ucapan yang begitu
cepat sehingga sangat berantakan yang mengakibatkan kata-kata dan ide
bercampur aduk dan membingungkan (Smith,2006).
Kelainan bahasa terjadi bila anak-anak mempunyai kesulitan dalam
mengembangkan dan menggunakan bahasa, bukan mengeluarkan ucapan.
Kelainan bahasa pada anakanak sering berhubungan dengan keterlambatan
bicara (speech delayed). Keterlambatan bicara dihubungkan dengan ketidak
matangan pertumbuhan lain dalam diri anak, yang mungkin disertai dengan
14
perkembangan terbelakang mental, ketidak stabilan emosi, autistik, atau
cidera otak.
Termasuk dalam kelainan bahasa adalah aphasia. aphasia memiliki dua
bentuk, pertama development aphasia, yaitu istilah yang digunakan untuk
menjelaskan tidak ada perkembangan bahasa yang menyeluruh yang kadang-
kadang ditandai dengan autis berat (severe autism). Kedua, acquired aphasia
yaitu hilangnya kemampuan bahasa disebabkan oleh cidera paa otak (brain
injury). Cidera otak ini akibat kecelakaan dan peyakit infeksi seperti radang
otak yang merupakan penyebab utama pada anak dan remaja (Kaplan,1996).
Guru sebagai pendidik adalah tokoh yang paling banyak bergaul dan
berinteraksi dengan murid dibandingkan dengan personil lainnya di sekolah.
Guru bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembalajaran, menilai
hasil belajar, melakukan bimbingan dan pelatihan, melakukan penelitian dan
pengkajian, dan membuka komunikasi dengan masyarakat (Syaiful Sagala,2009).
15
Oleh karena itu, (Santrock 2010,) memberikan beberapa cara menangani anak
berkebuhan khusus oleh guru kelas,yaitu:
a. Penuh perhatian.
b. Meliki ekspetasi positif terhadap pembelajaran.
c. Membantu anak mengembangkan keahlikan komunikasi, social, dan
juga keahlian akademiknya.
d. Rencanakan dan susun kelas secara efektif.
e. Bersemangat dalam membantu anak termotivasi belajar.
f. Pantau pembelajaran anak dan berikan umpan balik baik yang efektif.
16
yang dimiliki ileh anak berkebuhan khusus bukan menjadi alasan bagi semua
orang untuk memberikan penolakan atau menyikapi kehadirannya secara negatif.
B. Perilaku Menyimpang
1. Definisi Perilaku Menyimpang
17
seseorang itu merasa terkekang dan ingin hidup bebas sehingga melakukan
suatu hal atau tindakan diluar nilai dan norma yang dianut masyarakat pada
umumnya. Adapun faktor eksternal yang seringkali ditemukan sebagai suatu
hal yang paling berpengaruh bagi seseorang melakukan penyimpangan. Faktor
eksternal itu biasanya berasal dari lingkungan. Seorang anak yang beranjak
dewasa akan melewati dulu masa remaja, dimana masa remaja ini merupakan
masa yang paling rawan dari seseorang untuk melakukan penyimpangan atau
perilaku menyimpang. Hal ini dikarenakan pada masa remaja seseorang akan
lebih sering menghabiskan waktunya berada di luar rumah. Artinya, seseorang
ini sedikit demi sedikit akan terpengaruh dan terbentuk oleh lingkungannya.
Tidak semua lingkungan merupakan lingkungan yang baik untuk tumbuh
kembang seorang remaja.
18
2. Macam-Macam Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang dapat kita golongkan atas tindakan kriminal atau
kejahatan, penyimpangan seksual, penyimpangan dalam bentuk pemakaian, dan
pengedaran obat terlarang, serta penyimpangan dalam gaya hidup.
1) Tindakan kriminal atau kejahatan
Tindak kriminal maupun kejahatan umumnya bertentangan dengan norma sosial,
dan norma agama yang berlaku di masyarakat. Yang termasuk ke dalam tindakan
kriminal antara lain: pencurian, penganiayaan, pembunuhan, penipuan,
pemerkosaan, dan perampokan. Tindakan kejahatan ini biasanya menyebabkan
pihak lain kehilangan harta benda, cacat tubuh bahkan kehilangan nyawa. Tindak
kejahatan mencakup pula semua kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan
kestabilan negara, seperti korupsi, makar, subversi, dan terorisme.
Emil.Durkheim menyebut penyimpangan sebagai kejahatan, sedangkan ahli
sosiologi lain membuat klasifikasi berbeda. Light, Keller, dan Calhoun
membedakan tipe kejahatan menjadi empat yaitu:
a. Kejahatan tanpa korban (crime without victim)
Kejahatan ini tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindak
pidana orang lain. Contoh perbuatan berjudi, penyalahgunaan obat bius,
mabuk-mabukan. Meskipun tidak membawa korban, perilaku-perilaku ini
tetap dogolongkan sebagai perilaku menyimpang oleh masyarakat.
Kejahatan seperti ini dapat mengorbankan orang lain apabila menyebabkan
tindakan negatif lebih lanjut.
b. Kejahatan terorganisasi (organized crime)
Pelaku kejahatan merupakan komplotan yang secara berkesinambungan
melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan
jalan menghindari hukum. Misalnya komplotan korupsi peminjaman uang
dengan bunga tinggi (rentenir). Kejahatan terorganisasi yang melibatkan
hubungan antarnegara disebut kejahatan terorganisasi transnasional. Contoh
penjualan bayi ke luar negeri, jaringan narkoba internasional.
c. Kejahatan kerah putih (white collar crime)
19
Kejahatan ini merupakan tipe kejahatan yang mengacu pada kejahatan yang
dilakukan oleh orang terpandang atau orang yang berstatus tinggi dalam
rangka pekerjaannya. Contoh, penghindaran pajak, penggelapan uang
perusahaan oleh pemilik perusahaan, atau pejabat negara yang melakukan
korupsi.
d. Kejahatan korporat (corporate crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan yang dilakukan atas nama
organisasi dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian.
Misalnya, suatu perusahaan membuang limbah racun ke sungai dan
mengakibatkan penduduk sekitar mengalami berbagai jenis penyakit.
2) Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan.
Contoh:
a. Perzinahan ialah hubungan seksual di luar nikah.
b. Lesbianisme ialah hubungan seksual yang dilakukan oleh sesama wanita.
c. Homoseksual ialah hubungan seksual yang dilakukan oleh sesama lelaki.
d. Kumpul kebo ialah hidup seperti suami istri tanpa nikah.
e. Sodomi ialah hubungan seks melalui anus.
f. Transvestitisme ialah memuaskan keinginan seks dengan mengenakan
pakaian lawan jenis.
g. Sadisme ialah pemuasan seks dengan menyakiti orang lain.
h. Pedophilia ialah memuaskan keinginan seks dengan mengadakan kontak
seksual dengan anak-anak.
3) Pemakaian dan Pengedaran Obat Terlarang
Penyimpangan dalam bentuk pemakaian dan pengedaran obat terlarang
merupakan bentuk penyimpangan dari nilai dan norma sosial maupun agama.
Akibat negatifnya bukan hanya pada kesehatan fisik dan mental seseorang,
tetapi lebih jauh pada eksistensi sebuah negara.contoh obat terlarang adalah
narkotika (ganja, candu, putaw), psikotropika (estasy, amphetamine,
magadon), dan alkohol.Penyalahgunaan obat-obat terlarang memang lebih
20
banyak terjadi pada kaum remaja karena perkembangan emosi mereka yang
belum stabil, cenderung ingin mencoba, kepribadian yang cenderung asosial
(tidak mempertimbangkan orang lain. Menurut Dr. Graham Baliance, kaum
remaja lebih mudah terjerumus pada peggunaan obat terlarang
4) Penyimpangan Dalam Bentuk Gaya Hidup
Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari biasanya antara
lain sikap arogansi dan eksentrik. Sikap arogansi antara lain kesombongan
terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan dan
kepandaian. Sikap arogan bisa saja dilakukan seseorang yang ingin menutupi
kekurangan yang dimilikinya. Sikap eksentrik ialah perbuatan yang
menyimpang dari biasanya sehingga dianggap aneh, seperti anak-anak
memakai anting-anting atau benda lainnya yang biasa dikenakan wanita dan
seniman atau pemuda yang berambut panjang.
Anthony Giddens menambahkan satu jenis kejahatan, yaitu kejahatan
pemerintahan (governmental crime). Contoh, pemerintahan Polpot yang
membantai jutaan penduduk Vietnam. Selain itu, dengna berkembangnya
teknologi informasi, muncul jenis kejahatan baru yang dinamakan kejahatan
dunia maya (cybercrime). Contoh, peryebaran virus komputer, pornografi,
pencurian kartu kredit, atau merusak sistem sebuah organisasi.
Tindakan yang menyimpang tidak akan terjadi apabila orang-orang
memiliki memiliki kecenderungan untuk lebih mementingkan kaidah-kaidah
yang dominan dan disertai kesadaran untuk melaksanakannya. Pudarnya
kesadaran dan kepercayaan masyarakat terhadap suatu norma akan
menyebabkan masyarakat tersebut hidup dalam ketidakteraturan (anomie) dan
dihadapkan pada berbagai masalah sosial.
21
1) Penanganan di Lingkungan Sekolah
Salah satu penyebab anak usia sekolah nakal karena tidak memiliki sistem
nilai sebagai pedoman dalam kehidupanya.
a. Pendekatan Moral dan Hukum (PPKN)
PPKn merupakan bidang studi yang mengajarkan nilai, norma, dan moral
kepada siswa, untuk itu guru PPKn memeliki kewajiban untuk ikut
menyelesaikan masalah kenakalan remaja.
b. Pendekatan melalui Bimbingan Konseling (BK)
Bimbingan konseling sangat berperan dalam menangani masalah siswa
(remaja). Melaui BK diharapkan siswa mau menyampaikan masalah yang
dihadapinya, karena BK memiliki keahlian khusus dalam bidang psikologi.
2) Penanganan di Lingkungan Keluarga
Keluarga sebagai tempat pendidikan anak pertama harus lebih peka
terhadap perkembangan perilaku anaknya, Menjaga hubungan baik antara
orang tua dan anak, Memberi nasihat mana yang dianggap baik dan benar,
dan Harus saling keterbukaan antar anggota keluarga.
Untuk mencegah terjadinya perilaku menyimpang, ada beberapa upaya
yang dapat dilakukan;
a. Menciptakan suasana dan lingkungan yang harmonis
b. Menanamkan nilai-nilai Agama dan nilai budi pekerti
c. Penuh perhatian dalam keluarga
d. Menanamkan kedisiplinan dan rasa kekeluargaan
e. memberikan pujian jika dia baik dan memberikan teguran jika dia salah.
f. Penanganan Di Lingkungan Masyarakat (Bidang Sosial)
Untuk mencegah agar remaja tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang
dan bertindak terlalu permisif dalam berhubungan dengan lawan jenisnya harus
diakui bukanlah hal yang mudah. Di tengah kesibukan orang tua bekerja dan
waktu yang makin terbatas bersosialisasi dengan anak-anaknya, maka kontrol
dan upaya mencegah anak agar tidak terjerumus melakukan hal-hal yang negatif
22
mau tidak mau harus melibatkan pihaklain, yakni sekolah dan pemerintah kota
sebagai lembaga subtitutif pengganti orang tua.
Kalau memilih jalan pintas, untuk mencegah remaja terlibat dalam pergaulan
yang keliru dan merambu agar remaja tidak mengembangkan perilaku yang
menyimpang, cara yang paling mudah adalah dengan pendekatan yang regulatif,
bahkan represif. Melarang remaja keluar rumah, memaksa remaja terus berkutat
dengan buku pelajaran, dan lain sebagainya, untuk jangka pendek mungkin
terkesan efektif. Tetapi, untuk lebih menjamin kelangsungan dan tumbuhnya
kesadaran remaja secara mandiri menjaga kehormatan dan etika susila, maka
langkah taktis yang dibutuhkan sesungguhnya adalah bagaimana memfasilitasi
kebutuhan remaja di usia pubertas yang senantiasa menginginkan afiliasi dan
intimasi dengan lawan jenis secara sehat, tanpa harus meninggalkan norma susila
dan etika yang berlaku di masyarakat.
Model pembinaan dan pendampingan yang efektif untuk menangani remaja
di usia pubertas, selain harus mampu menawarkan berbagai kegiatan alternatif
yang menyenangkan, yang tak kalah penting adalah bagaimana pendekatan yang
dikembangkan benar-benar memahami dan bertumpu pada gaya hidup (lifestyle)
remaja secara kontekstual, serta pola relasi remaja yang umumnya lebih
menyukai interaksi yang bersifat egaliter.
23
Harus diingat, sekolah bukanlah tempat pemberian hukuman tetapi tempat
pendidikan, pembinaan, dan pengajaran. Hak-hak anak untuk belajar di sekolah
telah dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28C, bahwa “setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia”. Implikasinya adalah bahwa semua anak harus
mendapat kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Sekolah tidak
boleh mengeluarkan peserta didik dan sekolah wajib menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan dan menjauhi kekerasan verbal dan fisik terhadap siswa.
Oleh karena itu, dalam penanganan penyimpangan perilaku siswa di sekolah
diperlukan guru-guru yang memiliki tingkat kematangan emosi yang baik.
Beberapa peristiwa, dampak penanganan perilaku menyimpang siswa disekolah
yang tidak tepat menyisakan dendam pada peserta didik yang akhirnya
menimbulkan kebencian kepada guru yang bersangkutan. Tidak jarang kita
mendengar peristiwa seorang anak didik yang mengancam bahkan memukul
gurunya. Kasus lainnya, siswa merusak sekolahannya sendiri. Perilaku tersebut
tidak dapat kita lihat dari aksi mereka saja tetapi harus dilihat, apa akar penyebab
aksi tersebut dilakukan.
Yang harus diperhatikan dalam penanganan kasus di sekolah adalah maksud
dan tujuan dari penangan kasus tersebut. Pihak-pihak yang menangani kasus-
kasus di sekolah pada awal penanganan harus menjauhi dahulu pikiran untuk
mengeluarkan siswa dari sekolah. Pilihan mengeluarkan siswa dari sekolah
bukan tujuan dari penanganan kasus. Mengeluarkan siswa bermasalah dari
sekolah dapat menciptakan masalah sosial baru di masyarakat atau bahkan akan
menyebabkan siswa tersebut melakukan tindakan penyimpangan yang lebih jauh
lagi sebagai luapan perasaan karena merasa tersisih dan tidak diterima lagi di
dunia pendidikan. Fokus tujuan utama yang harus dimiliki para guru adalah
bagaimana membuat siswa yang bermasalah menjadi lebih baik, menyadari
24
kesalahannya, memahami adanya konsekuensi dari perbuatannya dimasa
sekarang dan masa yang akan datang.
Menghukum siswa yang melakukan penyimpangan perilaku di sekolah
dengan menjauhkannya dari dunia pendidikan sama saja dengan memutuskan
harapan siswa tersebut dari kehidupan yang lebih baik. Melalui pendidikan
diharapkan penyimpangan perilaku tersebut dapat diperbaiki.
Adapun pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengatasi penyimpangan
perilaku siswa di sekolah dapat melalui:
a. Pendekatan disiplin dengan hukuman
Pendekatan ini dilakukan untuk meluruskan penyimpangan yang dilakukan siswa
agar siswa menyadari bahwa perilakunya adalah menyimpang. Akibat dari
perilakunya tersebut, maka siswa diajak untuk memahami bahwa setiap
pelanggaran akan mengakibatkan timbulnya sanksi. Sanksi yang diberikan
sekolah harus sanksi yang bersifat mendidik.
Guru dalam posisi pemberi sanksi harus memiliki kematangan emosi. Pada
beberapa peristiwa, masih tampak guru memberikan sanksi yang tidak mendidik
dan karena tidak memiliki kematangan emosi, siswa tersebut mendapatkan
kekerasan secara verbal dan fisik dari guru yang jauh dari mendidik.
b. Pendekatan bimbingan dan Konseling
Pendekatan melalui bimbingan dan konseling, umumnya tidak menjatuhkan
sanksi kepada siswa yang melakukan pelanggaran. Bimbingan dan konseling
mengarah pada pemberian bantuan atau pertolongan kepada siswa dalam
menghindari atau mengatasi persoalan kehidupannya sehingga memiliki
kehidupan yang lebih bermakna. Penangan kepada siswa yang melakukan
penyimpangan lebih kepada terapi atau meningkatkan pemahaman siswa
mengenai dampak-dampak perilaku yang menyimpang dan bagaimana cara
mencegah, menghindari, dan memberikan jalan keluar agar tidak melakukan
penyimpangan kembali, juga meningkatkan kemampuan siswa dalam mengatasi
masalah, dan menetaokan pilihan-pilihannya secara lebih bertanggungjawab.
25
Asas dalam bimbingan dan konseling adalah adanya kepercayaan dari
peserta didik bahwa guru akan menjaga kerahasiaanya, adanya kerelaan dari
peserta didik untuk mencurahkan permasalahannya sehingga mereka
mengungkapkannya dengan kejujuran.
26
Sedangkan untuk perilaku agresif non-verbal atau bersifat fisik langsung adalah
perilaku memukul, mendorong, berkelahi, menendang, dan menampar. Perilaku
menyerang, memukul, dan mencubit yang ditunjukkan oleh siswa atau individu
bisa dikategorikan sebagai perilaku agresif.
Timbulnya agresivitas di kalangan siswa ini memerlukan adanya perhatian
dari berbagai pihak. Sekolah sebagai tempat pendidikan formal memiliki tanggung
jawab dalam menangani agresivitas siswa. di dalam sistem sekolah, semua pihak
memiliki tanggung jawab dan memiliki peran yang urgen dalam mengatasi
agresivitas siswa. Salah satu yang sangat urgen yang memiliki peran penting
adalah guru pembimbing atau guru BK. Keberadaan dan peran serta guru
pembimbing di sekolah sangat diperlukan. Salah satu fungsi bimbingan dan
konseling adalah fungsi atau upaya pencegahan (preventif), yakni suatu upaya
untuk melakukan intervensi mendahului kesadaran akan kebutuhan pemberian
bantuan. Upaya-upaya pembentukan kelompok belajar, bimbingan kelompok,
bimbingan individu dan kegiatan ekstrakurikuler, kesemuanya itu merupakan
bagian dari rangkaian upaya preventif. Upaya preventif yang dimaksudkan adalah
kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan terarah, untuk menjaga
agar agresivitas siswa tidak terjadi. Guru pembimbing dapat membuat program-
progran preventif antara lain:
27
dampak negatif perilaku agresif, menganjurkan kepada siswa untuk
menyelenggarakan diskusi tentang perilaku agresif dengan segala aspeknya,
menganjurkan agar siswa aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah
seperti pramuka, olahraga, privat, mengikuti lomba poster/leaflet, lomba
pidato dan lain-lain, memberikan pengertian kepada siswa agar berani
menolak ajakan teman andai disuruh melakukan perilakun agresif,
mengadakan pendekatan secara khusus kepada siswa yang berpotensi ingin
melakukan perilaku agresif, termasuk kepada siswa yang berpenampilan
sederhana maupun yang mapan,
4) Guru pembimbing perlu membangun kerjasama dengan orang tua. Orang tua
sebagai pendidik anak di rumah perlu mengajarkan pada anak untuk bersikap
asertif, yaitu dengan melatih anak untuk mengembangkan kontrol diri dan
melatih anak untuk dapat menyampaikan hal-hal yang ingin disampaikan
anak kepada orang lain dengan menghindarkan sikap kekerasan, dan 5) guru
pembimbing dapat mengadakan forum silaturrahmi siswa antar sekolah yang
dikemas dalam kegiatan yang konstruktif dalam membangun kebersamaan
dan kerjasama yang positif.
BAB III
PENUTUP
28
A. KESIMPULAN
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses
perkembangannya secara signifikan mengalami penyimpangan baik fisik, mental,
intelektual, sosial, emosional dibandingkan dengan anak lain seusianya sehingga
memerlukan pendidikan khusus.
Proses pengolahan ilmu di otak anak-anak berkebutuhan khusus itu relatif
kurang. Pada awal kehidupan sel-sel otak mulanya sedikit, ketika usia 6 tahun, sel-
sel otak mulai bertahmbah, hingga akhirnya pada usia 14 tahun dapat berkembang
lebih pesat. Anak berkebutuhan khusus hanya tertuju pada 1 pusat perhatian (topik
menarik) dalam proses otak. Yang berinteligensi tinggi akan menghadapi kesulitan
dalam pembelajaran normal, suka merasa bosan dan cenderung main-main sendiri.
Sedangkan yang inteligensinya rendah akan kesulitan dalam memahami materi
pembelajaran dan kerap 2 membutuhkan banyak pengulangan dalam membahas
suatu pembelajaran
Perilaku menyimpang adalah tindakan yang tidak sesuai dengan norma-
norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Penyebab perilaku
menyimpang, yaitu, Ketidaksanggupan menyerap nilai dan norma yang berlaku
dalam masyarakat, Proses belajar yang menyimpang, Ketegangan antara
kebudayaan dan struktur sosial, Akibat proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan
menyimpang, Akibat proses sosialisasi yang tidak sempurna, Desakan faktor
ekonomi, dan sebagainya.
Perilaku menyimpang ada yang bersifat positif (yang dapat di terima
masyarakat) dan bersifat negative (Yang tidak dapat diterima masyarakat)
Terdapat berbagai jenis perilaku menyimpang yang terjadi selama ini. Perilaku
menyimpang harus segera ditangani dengan cara Penanganan di Lingkungan
Sekolah, Penanganan di lingkungan keluarga, dan Penanganan Di Lingkungan
Masyarakat (Bidang Sosial).
B. SARAN
Mengingat bahwa ujung tombak pelaksanaan pendidikan adalah guru yang
terlibat langsung dalam upaya pembelajaran anak didik, maka berikut ini penulis
29
menyampaikan beberapa masukan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Wibowo dan Hamrin. 2012. Menjadi Guru Brekarakter Strategi Membangun
Kompetensi & Karakter Guru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Amin, Syamsul Munir. 2010. Bimbingan dan Konseling Islami. Jakarta: Amzah
30
Arkandha, S. 2006. Ikhtisar Pediatrika Kesehatan, Pencegahan, dan Pengobatan
Bagi Anak. Jakarta: Bina Aksara
Davison, G. C., Neale, J. M. dan Kring, A. M. 2006. Psikologi abnormal (9th ed.).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dayakisni, T., & Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press
31
Hurloock, E.B.,1999. Perkembangan Anak Julid 1 (edisi 6). Penerbit Erlangga:
Jakarta
Johnson, R.C. & Medinnus, G.R. (1967). Child Psychology Behavior and
Development. New York: John Wiley and Sons inc.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Penerjemah
(W.M. Roan). Jakarta: Widya Medika.
Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta:
LPSP3 UI.
Payne, S James & Patton, R James. (1981). Mental Retardation. Ohio: Bell &
Howell Company.
32
Slavin. R., E. (2006). Educational Psychology; Theory and Practice (8th Edition).
Boston; Pearson Edcation Inc.
HASIL DISKUSI
33
Pertanyaan : Bagaimana peran seorang guru dalam mendidik siswa
yang mempunyai keterbatasan dalam pembelajaran?
Jawaban :
Jawaban :
34
Sekolah luar biasa berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa
yang di lengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didi LSB
berasrama tinggal di asrama. Bentuk satuan pendidikannya pun
juga sama dengan bentuk LSB,sehingga ada LSB-A untuk tuna
Netra, SLB untuk tunarungu (SLB-B),SLB untuk tunagrahita (SLB-
C), untuk tunadaksa (SLB-D), dan LSB untuk tunalaras (LSB-E).
Jawaban :
4. Penanya : Nurfadilah
35
Pertanyaan : Hambatan apa saja yang ada pada perkembangan
Pendidikan anak berkebutuhan khusus?
Jawaban :
Jawaban :
6. Penanya : Nurfadillah
36
Pertanyaan : Bagaimana cara mencegah dalam meminimalisir penyebab
lahirnya anak berkebutuhan khusus?
Jawaban :
Jawaban :
37