Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PEMBERDAYAAN KEARIFAN LOKAL DALAM PAUD

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

ZUFAR SALIM RIZQ / 210204500008

ABRAR UMAR / 210204501002

ALYA ILMY FADHILAH / 210204501023

KELAS : PTE 01

PRODI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
kemudahan dan keluasan pikiran yang diberikan, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Psikologi Pendidikan dengan judul makalah
“Pemberdayaan Kearifan Lokal Dalam Paud” yang dikerjakan oleh Mahasiswa
Universitas Negeri Makassar secara berkelompok di Jurusan Pendidikan Teknik
Elektro semester 3

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak


yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Akhir kata kami berharap akan saran dan pendapat dari para pembaca
terhadap makalah ini agar menjadi lebih baik lagi. Semoga bermanfaat, Aamiin.

Makassar, 14 September 2022

Kelompok III

ii
Contents

BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. Konsep Pengasuhan Secara Umum.....................................................................................................3
B. Konsep Kearifan Lokal.....................................................................................................................10
C. Konsep Pengasuhan Berdasarkan Kearifan Lokal.......................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................................18
A. KESIMPULAN............................................................................................................................18
B. SARAN.........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak secara spontan


karena di senangi, dan sering tanpa tujuan tertentu. Bagi anak bermain
merupakan kebutuhan yang perlu agar anak dapat berkembang secara wajar
dan utuh, menjadi orang dewasa yang mampu menyesuaikan dan
membangun dirinya, menjadi pribadi yang matang dan mandiri.
Banyak jenis jenis permainan baik itu permainan yang memakai aturan-
aturan tertentu / sekedar bermain tanpa mengunakan aturan. Permainan
tradisional misalnya adalah salah satu jenis permainan yang mengunakan
aturan-aturan tertentu yang berasal dari budaya lokal/budaya daerah di mana
PAUD itu berada. Di antara jenis kearifan budaya lokal, banyak sekali
budaya yang merupakan warisan nenek moyang. Budaya-budaya ini
mengandung banyak nilai-nilai luhur yang dikemas dalam sebuah
permainan, lagu-lagu, cerita/dongeng dan ungkapan-ungkapan.
Semakin maraknya penggunaan gawai saat sekarang ini, menjadikan
anak-anak lupa bahkan tidak mengenal tentang budaya yang ada di sekitar
mereka. Hal ini sangat memprihatinkan bagi kita sebagai pendidik. Oleh
karena itu perlu dibuat suatu sistem atau cara untuk mengenalkan budaya
lokal, khususnya bagi anak usia dini. Dengan berbagai permasalahan yang
timbul dari pengaruh gawai maka sangat beralasan apabila budaya lokal
dimasukkan dalam Kurikulum PAUD, karena Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) adalah fondasi dasar bagi anak yang sangat diharapkan mampu
membentuk karakter dasar anak yang santun, cerdas dan berakhlak.
Lalu bagaimana kearifan lokal ini bisa di terapkan dalam pembelajaran
di PAUD? Jawabannya sangat sederhana. Anak usia dini adalah masa di
mana anak suka bermain dan belajar melalui apa yang mereka sukai. Oleh
karena itu kearifan budaya lokal bisa dimasukkan melalui permainan, lagu

1
atau cerita. Pengenalan lagu “ilirilir” misalnya Lagu ini mengandung
nasehat keagamaan, agar memperbanyak bekal dengan amal dan sholat
(simbul buah blimbing sholat 5 waktu) untuk membersihkan jiwa walaupun
sulit dan beratuntuk kebahagian di akirat, selagi masih di beri waktu yang
longgar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa rumusan masalah


dapat di paparkan sebagai berikut:

1. Jelaskan pengertian konsep pengasuhan secara umum?


2. Jelaskan pengertian konsep kearifan local?
3. Jelaskan konsep pengasuhan berdasarkan kearifan lokal?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka ada beberapa rumusan


masalah dapat di paparkan sebagai berikut:

1. Pembaca dapat mengerti konsep pengasuhan secara umum


2. Pembaca dapat mengerti Konsep kearifan lokal
3. Pembaca dapat mengerti konsep pengasuhan berdasarkan kearifan lokal

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Pengasuhan Secara Umum

1. Pengertian

Berdasarkan sejarahnya pengasuhan merupakan sebuah alat


penyampaian pesan kepada anak mengenai nilai-nilai sehingga menjadi
suatu variasi antar budaya dalam masyarakat. Dimana pada awal abad 20,
pengasuhan masih dianggap mudah dikarenakan masyarakat pada saat itu
memiliki keyakinan bahwa salah satu tujuan hidup manusia adalah untuk
melayani Tuhan dan mengikuti ajaran agam yang berlaku.

Sebelum lebih lanjut memahami mengenai pengasuhan maka harus


mengatahui pengertian dan konsep dari pengasuhan itu sendiri. Menurut
kamus, pengasuhan sering disebut pula sebagai child-rearing yaitu
pengalaman, keterampilan, kualitas, dan tanggung jawab sebagai orangtua
dalam mendidik dan merawat anak. Pengasuhan atau disebut juga parenting
adalah proses menumbuhkan dan mendidik anak dan kelahiran anak hingga
memasuki usia dewasa. Sedangkan berdasarkan diktat mata kuliah
pengasuhan (Dwi Hastuti, 2010) pengasuhan adalah pengetahuan,
pengalaman, keahlian dalam melakukan pemeliharaan, perlindungan,
pemberian kasih sayang dan pengarahan kepada anak. Selain itu pengertian
yang lain dari pengasuhan adalah saat dimana orangtua memberikan
sumberdaya paling dasar kepada anak, pemenuhan kebutuhan anak, kasih
sayang, memberikan perhatian dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada
anak. Pengertian pengasuhan yang disebutkan dalam diktat sejalan dengan
yang dijabarkan oleh Myre (1992) bahwa pengasuhan ini mencagkup
beberapa aktivitas yaitu: melindungi anak, memberikan perumahan atau
tempat perlindungan, pakaian, makanan, merawat anak (termasuk
memandikan, mengajarkan cara buang air, dan memelihara ketika anak

3
sakit), memberikan kasih sayang dan perhatian pada anak, berinteraksi
dengaan anak dan memberikan stimulasi kepadanya, serta memberikan
kemampuan sosialisasi dengan budayanya. Sedangkan dalam buku Berns
R.M dalam bukunya yang berjudul Child, Family, School, Community
Social and Support dijelaskan bahwa Jerome Kagan-seorang psikolog
perkembangan Jerman- (1975) menyebutkan bahwa pengasuhan merujuk
pada serangkaian implementasi dari berbagai keputusan tentang sosialisasi
pada anak –apa yang harus dilakukan orang tua untuk menjadikan anak
sebagai individu yang bertanggung jawab dan mampu memberikan
kontribusi terhadap masyarakat, serta apa yang terbaik dilakukan orang tua
dalam menghadapi beragam sifat anak ketika menangis, agresif, berbohong,
marah, dll.
Pengasuhan adalah sebuah proses bidirectional perilaku orang dewasa
dalam menghadapai anak seringkali merupakan reaksi yang muncul dari
perilaku anak.
Berdasarkan buku Parenting karangan J.B. Brooks chapter 1 dijelaskan
bahwa pengasuhan adalah sebuah proses, yang di dalamnya terdapat
hubungan yang unik antara orang tua dan anak. Secara umum, pengasuhan
dapat dideskripsikan sebagai aksi dan interaksi orang tua dalam membangun
perkembangan dan pertumbuhan anak. Jay Belsky, dalam tulisannya
menyatakan, terdapat tiga hal yang mempengaruhi proses pengasuhan,
yakni individu dan karakteristik seorang anak, latar belakang orang tua dan
kondisi psikologis, serta kondisi tekanan dan dukungan sosial.
Seorang anak, terutama bayi dan balita sangat membutuhkan dukungan
dalam pengasuhan dari orang tua dan juga dari lingkungan sekitarnya.
Bronfenbenner dan Pamela Morris menyatakan, seorang anak akan
mendapatkan pertumbuhan yang optimal jika terjalin hubungan dua arah
dengan orang, benda, maupun simbol yang ia temukan pertama kali di
lingkungan sekitarnya. Bronfebenner dan Morris pecaya bahwa interaksi
seperti ini sangat penting untuk dilakukan secara berkesinambungan agar
menjadi hubungan yang lebih kompleks dan akan menjadi stimulus dalam

4
perkembangan seorang anak.
Sedangkan dalam chapter kedua dikatakan bahwa menurut ilmu sosial
pengasuh memiliki tugas untuk menyediakan :
a) kebutuhan fisik : makan

b) kebutuhan emosi : cinta

c) perlindungan, keselamatan, keterampilan social

d) moral dan nilai


Dalam bacaan Parenting in the 21st Century: A Return to Community,
Yolanda K H Bogan dijelaskan konsep pengasuhan, yaitu konsep keluarga
besar. Secara historis, orang tua telah menggunakan keluarga besar dan
masyarakat terkait untuk membantu dalam membesarkan anak-anak (Lihat
forehand & kotchick, 1996; Garcia-Coll, Meyer & Brillon, 1995; keduanya
dikutip dalam thomas, 2000). Billingsley (1968) menjelaskan empat jenis
keluarga besar:

a) subfamilies-pasangan atau orang tua / angka dua anak, hidup


dengan anggota keluarga.

b) keluarga dengan sekunder-keluarga anggota yang menerima


anggota keluarga lainnya.

c) ditambah keluarga – orang yang tidak berhubungan yang tinggal


di rumah tangga sebagai suatu unit keluarga.

d) “kerabat darah tidak” – orang yang diterima sebagai anggota


keluarga. ini anggota keluarga yang terakhir diidentifikasi
sebagai “kerabat fiktif”.
Konsep lain mengacu pada tiga cabang kerangka dalam mendukung
pemikiran bagi perasaan orangtua lewat pengalaman komunitas pengasuhan,
yaitu pertama, Orangtua terlibat lebih dalam merawat anak, seperti rata-rata
keluarga, akan nuklir atau pecahan, tidak dapat hidup dalam pengasingan.
Kedua, kita tidak membesarkan anak-anak kita di lingkungan yang

5
mendukung keberadaan pengasingan. Kita harus mengajar anak-anak kita
untuk berinteraksi, menjadi masyarakat independen. Pengalaman anak-anak
dimulai dari belajar di rumah. Belajar mengenai pola-pola perilaku,
sosialisasi dan interaksi yang terjadi dalam unit keluarga internal biasanya
diterjemahkan menjadi situasi sosial eksternal, seperti penitipan anak,
sekolah, dan pengaturan kerja, sampai tantangan dari pengaruh lain.
Ketiga, intrafamilial (dalam), extrafamilial (luar) dan interfamilial
(antara) faktor pengaruh pengasuhan dan perkembangan anak. Collins,
Maccoby, Steinberg, Hetherington, dan Bornstein (2000) menemukan
[bahwa] “orangtua dan rekan-rekan bergabung dalam pengaruh anak
berkembang” (p.227). Para penulis ini lebih lanjut menunjukkan bahwa gaya
pengasuhan yang ada antara keluarga juga berdampak pada dugaan anak
sebagai tersangka sebagai rekan yang berpengaruh. Gaya pengasuhan yang
digunakan oleh orang tua dari teman-teman anak memiliki dampak langsung
terhadap perkembangan sosial seluruh anak-anak dalam kelompok bermain
tersebut. Harris (2000) menambahkan bahwa pentingnya peer group tidak
dapat diabaikan mengingat bahwa “anak-anak cenderung berperilaku sama
dengan cara rekan-rekan mereka dan saudara berperilaku dalam konteks itu”
(hal. 633).

2. Tujuan pengasuhan

Bedasarkan buku duktat mata kuliah pengasuhan dikatakan bahwa


dalam melakukan pengasuhan pada seorang anak para orangtua atau
pengasuh memiliki beberapa tujuan tertentu, dimana tujuan pengasuhan
pada masa kanak-kanak berbeda dengan tujuan pegasuhan pada masa
remaja, kuliah ataupun dewasa. Pengasuhan pada masa anak-anak lebih
berfokus pada kondisi fisiknya. Pada usia remaja pengasuhan berfokus pada
keterampilan motorik yang berhubungan dengan kegiatan akademi dan non
akademis. Dan untuk usia kuliah serta dewasa pengasuhan lebih bertujuan
untuk kegiatan pekerjaan dan sosial. Selain tujuan-tujuan yang telah
dijabarkan di atas adalah untuk meningkatkan kompetensi fisik, gizi, dan

6
6
kesehatan anak. Selain itu juga untuk meningkatkan kompetensi intelektual,

emosi, sosial, dan morl serta kepercayaan diri anak.


Selain hal di atas dalam buku Berns R.M tahun 1997 dikatakan bahwa
menurut LeVine (1994) terdapat tujuan-tujuan pengasuhan secara universal
(luas), yaitu :
a) Memastikan kesehatan fisik dan kemampuan bertahan hidup.

b) Membangun kapasitas tingkah laku agar mampu mandiri secara


ekonomi.

c) Menanamkan kapasitas tingkah laku untuk memaksimumkan nilai


kebudayaan, seperti moral, prestise, dan prestasi.
Berdasarkan buku Parenting karangan J.B. Brooks chapter 1 dijelaskan
bahwa pengasuhan bagi seorang anak dibutuhkan untuk mencapai
pertumbuhan optimal yang berkorelasi dengan kualitas masa depannya.
Sedangkan pengasuhan bagi orang tua sangat berpengaruh dalam
perkembangan psikologis. Orang tua dari berbagai latar belakang
meyatakan, mereka lebih terbuka dalam mengekspresikan cinta dan
menyatakan emosi setelah memiliki anak. Orang tua sangat menikmati saat
memperhatikan dan mendampingi pertumbuhan dan perkembangan seorang
anak. Hal ini meunjukkan bahwa seorang anak akan memberikan pengaruh
bagi orang tuanya, yakni orang tua akan memiliki rasa tanggung jawab yang
lebih besar dari sebelumnya, menjadi orang dewasa yang lebih matang,
memiliki jaringan dan komunitas sebagai orang tua, dan akan meningkatkan
rasa cinta sebagai pasangan. Sedangkan dalam chapter 2 dikatakan bahwa
orang tua mempunyai 3 tujuan untuk mengasuh anak : kesehataan fisik dan
rasa nyaman, persiapan anak untuk bias menghemat, berani secara positif,
missal kompetensi intelektual. Sosialisasi pada anak untuk bias bertanggung
jawab dan menjadi orang yang produktif secara ekonomi. Dengan
memberikan priorotas untuk berkompetensi secara sosial ada 3 poin:
a) Pengasuhan adalah sebuah proses yang berpengaruh.

7
b) Pengasuhan itu langsung dan tidak langsung.

c) Komplek interaksi.
Dan yang terkhir tujuan pengasuhan yang di dapat dalam bacaan
Parenting in the 21st Century: A Return to Community, Yolanda K H
Bogan adalah mendapatkan perhatian dari anak-anak yang pada abad
sekarang telah berkurang akibat adanya permainan dan fasilitas- fasilitas
baru yang berkontribusi terhadap hilangnya keterhubungan antara keluarga
dengan masyarakat. Penanam nilai dan karakter pada anak juga menjadi
fokus dalam tujuan pengasuhan serta memberikan pengaruh yang baik
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Seseorang menganjurkan kesempatan lain untuk menyampaikan
Sembilan nila-nilai untuk anak sebagai jalan mempertinggi kepaduan
keluarga. Nilai-nilai ini adalah komitmen, pujian, komunikasi, konsisten,
disipli, keamanan, tanggung jawab, kesadaran, dan kebebasan. Kita harus
mengajar anak-anak kita untuk berinteraksi, menjadi masyarakat yang
mandiri. Menurut Kupets, pengalaman anak-anak dimulai dari belajar di
rumah. Lingkungan pergaulan social adalah aspek penting bagi
perkembangan anak dimana orangtua memilih untuk bekerja di luar
rumah, tinggal di rumah, atau menjadi individu berpengaruh dalam
kehidupan anak-anak.
B. Konsep Kearifan Lokal
1. Pengertian Kearifan Lokal
Pengertian kearifan local, bila dilihat dari kamus Inggris-Indonesia,
terdiri dari dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local yang
berarti setempat, sementara wisdom sama dengan kebijaksanaan. Dengan
demikian maka dapat dipahami, bahwa pengertian kearifan lokal merupakan
nilai-nilai, pandangan-padangan setempat atau (lokal) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya. Kearifan lokal adalah produk (ide, praktek, dan
hasil karya) kebudayaan para pemangkunya mengenai lingkungan dan

ii 9
manusia yang berbasis keTuhanan, kemanusiaan, dan lingkungan yang
menyatu sedemikian rupa sehingga menjamin harmoni antara manusia dan
alam sekitarnya (Ibnu Hamad, 2011). Dengan adanya kearifan lokal maka
masyarakat Indonesia memiliki keyakinan terhadap adanya Tuhan, ketaatan
dan kepercayaan kepada pemimpin menjadi ciri pengaturan kehidupan
bersama masyarakat, kemampuan masyarakat dalam berserikat, membentuk
forum dan bermusyawarah dalam penyelesaian masalah-masalah
kemasyarakatan, solidaritas dan empati yang tinggi sehingga mendorong
setiap orang untuk menolong orang lain.
Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa
yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah
kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lai menjadi watak dan
kemampuan sendiri Wibowo (2015:17). Identitas dan Kepribadian
tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup masyarakat
sekitar agar tidak terjadi pergesaran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah
satu sarana dalam mengolah kebudayaan dan mempertahankan diri dari
kebudayaan asing yang tidak baik.
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai
kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat “local
knowledge” atau kecerdasan setempat local genious Fajarini (2014:123).
Berbagai strategi dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjaga
kebudayaannya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Alfian (2013: 428) Kearifan lokal
diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta sebagai strategi
kehidupan yang berwujud aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal
dalam memenuhi kebutuhan mereka. Berdasarkan pendapat Alfian itu dapat
diartikan bahwa kearifan lokal merupakan adat dan kebiasan yang telah
mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara turun

iii 9
temurun yang hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh
masyarakat hukum adat tertentu di daerah tertentu. Berdasarkan pengertian
di atas dapat diartikan bahwa local wisdom (kearifan lokal) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat local yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya.

2. Bentuk-Bentuk Kearifan Lokal


Haryanto (2014:212) menyatakan bentuk-bentuk kearifan lokal
adalah Kerukunan beragaman dalam wujud praktik sosial yang dilandasi
suatu kearifan dari budaya. Bentuk- bentuk kearifan lokal dalam masyarakat
dapat berupa budaya (nilai, norma, etika, kepercayaan, adat istiadat, hukum
adat, dan aturan-aturan khusus). Nilai-nilai luhur terkait kearifan lokal
meliputi Cinta kepada Tuhan, alam semester beserta isinya,Tanggung jawab,
disiplin, dan mandiri, Jujur, Hormat dan santun, Kasih sayang dan peduli,
Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, Keadilan dan
kepemimpinan, Baik dan rendah hati,Toleransi,cinta damai, dan persatuan.
Hal hampir serupa dikemukakan oleh Wahyudi (2014: 13) kearifan lokal
merupakan tata aturan tak tertulis yang menjadi acuan masyarakat yang
meliputi seluruh aspek kehidupan, berupa Tata aturan yang menyangkut
hubungan antar sesama manusia, misalnya dalam interaksi sosial baik antar
individu maupun kelompok, yang berkaitan dengan hirarkhi dalam
kepemerintahan dan adat, aturan perkawinan antar klan, tata karma dalam
kehidupan sehari- hari.
Tata aturan menyangkut hubungan manusia dengan alam, binatang,
tumbuh-tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya konservasi alam.Tata
aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan yang gaib, misalnya
Tuhan dan roh-roh gaib. Kearifan lokal dapat berupa adat istiadat, institusi,
kata-kata bijak, pepatah (Jawa: parian, paribasan, bebasan dan saloka).
Dalam karya sastra kearifan lokal jelas merupakan bahasa, baik lisan
maupun tulisan Ratna (2011-95). Dalam masyarakat, kearifan-kearifan lokal

iv 9
dapat ditemui dalam cerita rakyat, nyayian, pepatah, sasanti, petuah,
semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari.
Kearifan lokal ini akan mewujud menjadi budaya tradisi, kearifan lokal
akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat
tertentu.
Kearifan lokal diungkapkan dalam bentuk kata-kata bijak (falsafah)
berupa nasehat, pepatah, pantun, syair, folklore (cerita lisan) dan
sebagainya; aturan, prinsip, norma dan tata aturan sosial dan moral yang
menjadi sistem sosial; ritus, seremonial atau upacara tradisi dan ritual; serta
kebiasaan yang terlihat dalam perilaku sehari-hari dalam pergaulan sosial
(Haryanto, 2013: 368). Cerita rakyat banyak mengandung amanat-amanat
kepada
Selain berupa nilai dan kebiasaan kearifan lokal juga dapat berwujud
benda-benda nyata salah contohya adalah wayang. Wayang kulit diakui
sebagai kekayaan budaya dunia karena paling tidak memiliki nilai edipeni
(estetis) adiluhung (etis) yang melahirkan kearifan masyarakat, terutama
masyarakat Jawa. Bahkan cerita wayang merupakan pencerminan
kehidupan masyarakat Jawa ,sehingga tidak aneh bila wayang disebut
sebagai agamanya orang Jawa. Dengan wayang, orang Jawa mencari jawab
atas permasalahan kehidupan mereka (Sutarso, 2012 : 507). Dalam
pertunjukan wayang bergabung keindahan seni sastra, seni musik, seni
suara, seni sungging dan ajaran mistik Jawa yang bersumber dari agama-
agama besar yang ada dan hidup dalam masyarakat Jawa. Bentuk kearifan
lokal yang terdapat pada masyarakat jawa selain wayang adalah joglo
( rumah tradisional jawa ).

C. Konsep Pengasuhan Berdasarkan Kearifan Lokal


1. Pengertian
Kearifan lokal pada anak usia dini adalah nilai-nilai sikap yang
mendasari perilaku anak, yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur budaya kita.
Nilai-nilai luhur budaya kita dapat dilestarikan dengan jalan mewariskan

v 9
dari generasi tua ke generasi muda melalui pendidikan, baik itu pendidikan
formal, informal, maupun nonformal.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebudayaan dan
pendidikan mempunyai hubungan timbal balik. Sebaliknya bentuk, ciri-
ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ditentukan oleh kebudayaan
masyarakat dimana proses pendidikan itu berlangsung. Kearifan lokal
diperlukan untuk terciptanya ketertiban, kedamaian, keadilan, mencegah
konflik, kesopanan, kesejahteraan, ilmu pengetahuan, pendidikan,
pengembangan sistem nilai, pengembangan kelembagaan, dan perubahan
tingkah laku. dan terdapat norma sosial yang menjunjung perdamaian,
kebersamaan dan gotong royong. Kearifan local apabila diterjemahkan
secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di
dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan
lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya
yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Sebenarnya nilai-nilai
kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua
kepada anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan
tepa salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal. Budaya lokal adalah
budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau
daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat
yang berada di tempat yang lain. Permendagri Nomor 39 Tahun 2007
pasal 1 mendefinisikan budaya daerah sebagai suatu sistem nilai yang
dianut oleh komunitas/ kelompok masyarakat tertentu di daerah, yang
diyakini akan dapat memenuhi harapan-harapan warga masyarakatnya
dan di dalamnya terdapat nilai-nilai, sikap tatacara masyarakat yang
diyakini dapat memenuhi kehidupan warga masyarakatnya (Dirjen
Kesbangpol Depdagri, 2007: 5).
Sudah selayaknya, kita sebagai pendidik mencoba menggali kembali
nilai-nilai budaya kita, agar tidak hilang ditelan perkembangan jaman
untuk diwariskan kepada anak didik kita, sejak usia dini. Nilai budaya dan
norma dalam kebudayaan Jawa, misalnya, tetap dianggap sebagai pemandu

vi 9
perilaku yang menentukan keberadaban, seperti kebajikan, kesantunan,

kejujuran, tenggang rasa, dan tepa salira.


2. Pendidikan Anak Dalam Usia Dini
Pendidikan nilai mempunyai dua kata pengertian dasar yaitu
pendidikan dan nilai. Gordon Allport (1964) seorang ahli psikologi
mendefinisikan nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak
atas dasar pilihannya Kata nilai atau value berasal dari Bahasa latin valere
yang berarti harga, namun ketika kata tersebut dihubungkan dengan obyek
dalam sudut pandang tertentu maka akan mempunyai tafsiran yang beragam,
ada nilai atau harga menurut ilmu ekonomi, psikologi, sosiologi, politik
ataupun agama. Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan
pilihan.
Pendidikan nilai adalah pengajaran atau bimbingan kepada peserta
didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui
proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang
konsisten. Nilai adalah patokan normative yang mempengaruhi manusia
dalam menentukan pilihanya diantara cara-cara tindakan alternative,
(Kuperman, 1983). Pendidikan nilai meliputi pendidikan moral, pendidkan
agama, pendidikan karakter atau pengembangan afektif.
Seorang anak dilahirkan dan dibesarkan dalam suatu lingkungan
social-budaya tertentu, yaitu keluarga. Orang tua sebagai pewaris nilai
budaya menetukan nilai-nilai, sikap, bahkan berbagai corak perilaku anak,
walaupun pada akhirnya corak dan perilaku tersebut bergantung pula pada
proses di dalam kejiwaan anak itu sendiri. Keluarga juga disebut sebagai
lembaga pendidikan, karena di dalam keluarga anak mulai dididik tentang
etika, moral, untuk selanjutnya akan membawa individu pada pergaulan
yang lebih luas.
Berkaitan dengan pendidikan pada anak usia dini, maka kearifan local
yang tercermin pada perilaku budaya kita, perlu ditumbuhkan melalui
pengenalan budaya setempat, yang menganut nilai-nilai kesopanan,
kebersamaan, gotong royong, saling menolong sesama, tenggang rasa.

vii 9
Dengan demikian produk kebudayaan yang mencerminkan kearifan local
bias berwujud perilaku.yang sesuai dengan norma agama, dan norma social.
Selanjutnya pengenalan terhadap budaya setempat pada anak usia dini di
lembaga pendidikan prasekolah bisa melalui pendidikan nilai.

Di Indonesia wacana pendidikan nilai secara kurikuler terintegrasi dalam


pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan pendidikan bahasa dan
seni. Dalam penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003, tentang sistem pendidikan Nasional Bab II pasal 3, yang
berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Pada hakikatnya pendidikan nasional di atas, mengacu
pada pembentukan nilai yang mendasari terbentuknya watak atau karakter
bagi anak-anak Indonesia. Karakter ini terwujud dalam pikiran, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya dan adat istiadat. Karakter ini yang diharapkan pada era
globalisasi, adalah yang dilandasi oleh kearifan lokal.
Selanjutnya, manusia-manusia yang diharapkan pada era globalisasi ini
adalah manusia yang siap berkompetisi dan tidak saling menjatuhkan, siap
menerima keberhasilan maupun kegagalan, siap menghadapi kemajuan
bidang informasi dan komunikasi yang semakin canggih, yang semuanya itu
tidak terlepas dari norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat
istiadat yang kita anut.
Membentuk karakter anak sejak dini, dilakukan dengan usaha sungguh-
sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan
menguatkan kesadaran serta keyakinan anak didik kita bahwa tidak ada
masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa
meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan mengembangkan rasa tanggung

viii 9
jawab, tanpa semangat belajar pada anak, tanpa semangat berkontribusi
bagi sesama.
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni dalam sebuah seminar
nasional Kerukunan Umat Beragama Sebagai Pilar Kerukunan Nasional,di
Jakarta pada hari Rabu, 31 Desember 2009 mengatakan; kerukunan umat
beragama yang merupakan pilar kerukunan nasional yang dinamis harus
terus dipelihara dari waktu ke waktu. Kita memang tidak boleh berhenti
membicarakan dan mengupayakan pemeliharaan kerukunan umat beragama
di Indonesia. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama
umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling
menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya
dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, kita lihat masih banyak
kesenjangan antara konsep dan muatan nilai yang tercermin dalam
sumber-sumber normatif, konstitusional dengan fenomena sosial, kultural,
politik, ideologis, dan religiositas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara RI sampai dengan saat ini (Winataputra, 2009).
Nampaknya kesenjangan antara konsep dan muatan nilai sudah merembet
pada dunia pendidikan. Oleh karena itu pendidikan nilai perlu ditanamkan
kepada anak sejak usia dini, sehingga nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya tersebut mengkristalisasi dalam dirinya sebagai perwujudan
perilaku anak Indonesia yang mencerminkan kearifan local budaya kita.
Nilai moral dapat diartikan ketaatan dan kepatuhan seseorang terhadap
sesuatu.
Selanjutnya bila dikaitkan dengan nilai moral-agama berarti ketaatan dan
kepatuhan seseorang terhadap nilai-nilai agama yang dianutnya. Ditinjau
dari ajaran agama khususnya Islam, setiap manusia yang lahir berada dalam
keadaan suci, dan factor penentu kualitas keagamaan anak itu sendiri banyak
ditentukan oleh peran serta kedua orang tuanya. Dengan demikian dapat
dikatakan, bahwa factor lingkungan keluarga merupakan peringkat pertama
yang akan memberi warna dasar bagi nilai-nilai keagamaan anak.

15
Nilai-nilai agama akan tumbuh dan berkembang pada jiwa anak melalui
peran pendidikan dan pengalaman yang dilakukan sejak kecil. Seorang anak
yang memperoleh pendidikan dan pengetahuan nilai-nilai keagamaan yang
cukup dalam keluarganya, maka mereka akan tumbuh dan berkembang
dalam lingkungan masyarakat yang agamis, komunitas mereka taat
beribadah, ditambah dengan pengalaman keagamaan yang baik di sekolah
maupun di tempat-tempat ibadah maka dengan sendirinya anak akan
memiliki kecenderungan merasa terbiasa melaksanakan ibadah ritual
keagamaan, merasa takut jika melanggar aturan agama, dan mempunyai rasa
sebagai umat Nya.

3. Pendidikan Nilai Sebagai Upaya Menumbuhkan Kearifan Lokal


Pada Usia Dini
a. Pengembangan Moral Agama

Keteladanan, pembiasaan, nasihat, perhatian, hukuman jika tidak ada cara


yang lain merupakan contoh dari pengembangan moral-agama. Theodore
Roosevelt mengatakan: To educate a person in mind and not in morals is to
educate a menace to society (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan
otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara bahaya kepada
masyarakat).

Pokok-pokok dan ruang lingkup materi pengembangan moral-agama


meliputi:
a) Berdoa sebelum dan sesudah memulai kegiatan;
b) Mengucapkan salam bila ketemu dengan orang lain
c) Tolong menolong sesama teman
d) Berlatih untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan
e) Bersedia menerima tugas, menyelesaikan tugas, dan memusatkan
perhatian dalam jangka waktu tertentu
f) Tenggang rasa terhadap keadaan orang lain

2 14
g) Berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar
h) Merasa puas atas prestasi yang dicapai
i) Bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan
j) Bergotong royong sesame
k) Mencintai tanah air
l) Mengurus diri sendiri
m) Menjaga kebersihan lingkungan
n) Menyimpan mainan setelah digunakan
o) Mengendalikan emosi
p) Sopan santun, meliputi mengucapkan terimakasih dengan baik
q) Menjaga keamanan diri

b. Pengembangan Sosial Emosional

Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab pada diri anak, guru dan
orang tua dapat melakukan hal-hal sebagai berikut
a)Anak ditugasi menyelesaikan dan mengerjakan tugas pilihannya sendiri
tanpa bantuan orang dewasa
b) Menerima tanggung jawab pribadi dengan baik

c) Menghormati dan merawat lingkungan dan peralatan di dalam kelas

d) Mengikuti aktivitas rutin dalam kelas

e)Mematuhi peraturan di dalam kelas

f) Bermain dengan baik bersama teman

g) Berbagi dan menghormati hak orang lain; untuk menumbuhkan rasa


tanggung jawab pada diri anak

3 14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan atas uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hwa


kearifan local dapat ditumbuhkan dalam diri anak, sejak usia dini melalui
pendidikan nilai yang tercermin dan terintegrasi pada bidang pengembangan
moral-agama, sosial-emosional, bahasa dan seni yang terdapat alam
pendidikan formal. Berdasarkan sejarahnya pengasuhan merupakan sebuah
alat penyampaian pesan kepada anak mengenai nilai-nilai sehingga menjadi
suatu variasi antar budaya dalam masyarakat. Pengasuhan adalah sebuah
proses bidirectional perilaku orang dewasa dalam menghadapai anak
seringkali merupakan reaksi yang muncul dari perilaku anak. Kearifan lokal
berkaitan dengan komunitas masyarakat tertentu. Kearifan lokal adalah
pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang
berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal. Pengasuhan
berbasis kearifan lokal dipahami sebagai pola pengasuhan anak dengan
menggunakan metode yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak,
mengandung nilai-nilai luhung, serta berasal dan hidup di tengah lingkungan
dimana orang tua tinggal.
B. SARAN

Dengan adanya pemnbahasan tentang pemberdayaan kearifan lokal


dalam paud secara psikologis hendaknya kita memperhatikan keseharian kita
dan memperhatikan kearifan lokal yang ada disekitar kita. Karena kita dapat
mempelajari tentang kearifan lokal disekitar kita. Semoga makalah ini dapat
membawa sumber pembelajaran baru. Namun jangan jadikan makalah ini
sebagai satu satunya acuan sumber pengetahuan dikarenakan masih banyak
substansi yang masih kurang dan perlu kajian lebih.

4 14
5 14
6
DAFTAR PUSTAKA

ABD.Rahim, SP, M.Si dan Diah Retno Dwi Hastuti, S.P M.Si, pengantar Teori,
dan Kasus, Ekonometrika Pertanian.
Alfian, Magdalia. (2013). “Potensi Kearifan lokal dalam Pembentukan Jati Diri
dan Karakter Bangsa”. Prosiding The 5 thn ICSSIS; “Ethnicity and
Globalization”, di Jogyakarta pada tanggal 13-14 Juni 2013.

Allport, G. W., & Ross, J. M. (1967). Personal religious orientation and prejudice.
Journal of Personality and Social Psychology, 5(4), 432–443

Artikel: Yolnda K.H. Bogan. Parenting in 21st Century: A return to Community.


Bab I Diktat Kuliah Pengasuhan
Billingsley, M. P. 1968. Structural Geology, 2nd Edition. New Delhi: Prentice-
Hall of India Private Limited.

Collins, W. A., Maccoby, E. E., Steinberg, L., Hetherington, E. M., & Bornstein,
M. H. (2000). Contemporary research on parenting: The case for nature
and nurture. American Psychologist, 55(2), 218–232

Depdagri-LAN.2007. Modul Kebijakan Pelayanan Publik, Diklat Teknis


Pelayanan Publik, Akuntabilitas dan Pengelolaan Mutu (Public Service
Delivery, Accountability and Quality Management). Jakarta LAN.

Fajarini, U. 2014. Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter.


Universitas Islam Negeri ( UIN). Jakarta. Diakses pada tanggal 20
Oktober 2015:hal:123-125.

Hamad, Ibnu, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa. Jakarta: Granit,
2004.

Harris, P. L. (2000). The Work of the Imagination. Understanding Children’s


Worlds. Oxford: Blackwell Publishers.

20
22
Haryanto (2013: 368). dalam BAB II kajian pustaka 2.1 pengertian kearifan lokal.
Eprints UMM. http://eprints.umm.ac.id/35955/3/jiptummpp-
gdlirawansatr-48429-3-babiip-f.pd

http://www.pendidikankarakter.com/peran-pendidikan-karakter-dalam-
melengkapikepribadian http://www.pendidikankarakter.com/cara-
jitu-menumbuhkan-semangat-belajar-pada-anak
http://www.depsos.go.id/modules.php?
name=News&file=categories&op=newindex&catid=7
DitPerlinjamsos: Kearifan Lokal Menciptakan Perdamaian,
Kebersamaan dan Gotong Royong

J.B. Brooks. 2001. Parenting. Mayfield Publish Company (Chapter 1 dan Chapter
2)
Levine, N. D. 1994. Buku Pelajaran : Parasitologi Veteriner. Edisi Kedua.
Penerjemah : Ashadi G. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Mulyana, Rohmat, 2004. Mengartikulasi Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta.


Myre, D.G 1992. Social Psychology, New York : MC. Milan.

Nugraha, Ali; Rachmawati, Yeni, 2009. Metode Pengembangan Sosial-


Emosional, Jakarta: Universitas Terbuka
R.M. Berns. 1997. Child, Family, School, Community Social and Support.
Harcourt Brace Collage Publihers (Bab Ecology Parenting)
Ratna, I Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-Unsur
Kebudayaan dalam Proses Kreatif.

Susanti, Retno, 2011. Membangun Pendidikan Karakter di Sekolah melalui


Kearifan Lokal, Disampaikan pada Persidangan Dwitahunan
FSUA-PPIK USM pada tanggal 26 s/d
Sutarso, Joko. 2007. Model Pembelajaran Pendidikan Budi PekertiBerbasis
Budaya Lokal: Kasus Wayang Purwo. Hasil Penelitian.Surakarta: LPPM
UMS.

Thomas, J. W. (2000). A review of Research on PBL. Vol/2,).

212
Udin S.Winataputra, 2009. Pembelajaran PKn di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka. Solehudin,M. (2000) Konsep Pendidikan Prasekolah,

212
Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan
IndonesiaUniversitasTerbuka
http://www.depsos.go.id/unduh/images/banjamsos/PSKBS.JPG
http://www.pendidikankarakter.com/3-misteri-dibalik-nilai-anak-
yang-hancur.
Wahyudi, Agung. 2014. Implementasi Sekolah Berbasis Kearifan Lokal Di Sd
Negeri Sendangsari Pajangan. Skripsi. Yogyakarta: UNY.

Wibowo,dkk (2015). Pendidikan Karakter berbasis kearifan lokal disekolah


(konsep,strategi, dan implementasi). Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Winataputra, Udin S. dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:


Universitas Terbuka

212
PERTANYAAN
(Heriyanti Rambung Sandainan/210204501007)
1. Bagaimana pentingnya Kearifan Lokal dalam Psikologi Pendidikan?
(Ibnu Haldun/210204500019)
2. Mengapa Kearifan Lokal menjadi penting untuk dipelajari, khususnya
berkaitan dengan pembelajaran di sekolah?
(Aqshal Bin Ichsan/210204501012)
3. Bagaimana cara menjanga Kearifan di era Globalisasi?
(Adinda Tiara Zalsabila/210204500011)
4. Bagaimana strategi penerapan Pendidikan Kearifan Lokal dalam proses
Pendidikan
(Nurafrida/210204500014)
5. Bagaimana strategi pemberdayaan dalam Paud berbasis Kearifan Lokal di
Era Globalisasi
(Nur Fadillah/210204501001)
6. Apa hubungan Kearifan Lokal dengan Paud
(Sulkifli/210204501015)
7. Apa hubungan dalam mengembangkan Kearifan Lokal
(Muh. Rafli Rauf/210204500007)
8. Apa peran Kearifan Lokal dalam Pendidikan karakter
(Nur Rohim Toyib Prasetyo/210204501018)
9. Apa perbedaan Kearifan Lokal dengan Budaya Lokal
(Nur Fadilah/210204501004)
10. Bagaimana sikap kita menyikapi kurangnya generasi muda dalam Budaya
Lokal
(Muhammad Tasrif Tahir/210204500003)
11. Apakah keterkaitan antara Pendidikan Informal dengan Kearifan Lokal

212
JAWAB
1. Berikut pentingnya Kearifan Lokal dalam Psikologi Pendidikan
a. Melahirkan generasi-generasi yang kompeten
b. Merefleksikan nilai-nilai Budaya
c. Berperan dalam membentuk karakter Bangsa
d. Ikut berkontribusi demi terciptanya identitas Bangsa
e. Ikut andil dalam melestarikan budaya
2. Nilai-nilai Kearifan Lokal akan membantu siswa dalam memahami setiap
konsep dalam materi sehingga bekal pengetahuan yang diperoleh siswa tidak
hanya sampai pada sebatas pengetahuan saja, tetapi juga dapat
diimplementasikan siswa dalam wujud di luar sekolah.
3. Cara menjanga Kearifan di era Globalisasi :
a. Mempelajari Budaya Lokal
b. Mengikuti kegiatan Budaya asal
c. Mengenalkan produk Budaya di kancah International
d. Menjadikan Budaya sebagai identitas
e. Mengekspor barang kesenian
4. Strategi penerapan dalam pembelajaran berdasarkan Kearifan Lokal
implementasinya bisa terlihat seperti tinggal bersama dalam komunitas
masyarakat tertentu dengan mengadakan bakti social dan ajang ke panti
sosial, serta turut terlibat dalam kehidupan budaya para seniman.
5. Strategi pemberdayaan dalam Paud berbasis Kearifan Lokal di Era
Globalisasi :
a. Mempertahankan Budaya asli masyarakat
b. Menyaring masuknya Budaya luar
c. Memperkuat nilai norma dan budi pekerti yang luhur peninggalan nenek
moyang.
6. Kearifan Lokal dalam Pendidikan adalah upaya menjadikan keunggulan

212
7. lokal sebagai potensi yang harus terlestarikan melalui pengajaran di sekolah.
Utamanya dalam PAUD, Pendidikan berbasis Kearifan Lokal sangat
bermanfaat guna melahirkan generasi-generasi yang kompeten dan
bermanfaat serta membentuk karakter bangsa sejak dini.
8. Adapun kelebihan pemberdayaan Kearifan Lokal, yaitu:
a. Dapat mengembangkan potensi komunitas dengan Kearifan Lokal
b. Dapat mengangkat dan melestarikan warisan Budaya sebagai bagian dari
pemberdayaan
c. Dapat melakukan pembangunan yang berasal dari partisipasi masyarakat
langsung
9. Kearifan Lokal menjadi bahan ajar untuk meningkatkan karakter dan
pengembangan diri anak, sehingga dalam menghadapi perkembangan zaman
yang semakin pesat dan revolusi industry 4.0 anak-anak sebagai generasi
penerus bangsa mampu menghadapi, dan kearifan local mampu menjadi
benteng jati diri agar tidak terpengaruh.
10. Perbedaan Kearifan Lokal dengan Budaya Lokal yaitu :
a. Kearifan Lokal menyajikan cara pandang suatu kelompok mesyarakat
terkait suatu hal atau isu berdasarkan nilai-nilai luhur yang mereka
hayati.
b. Kebudayaan Lokal adalah produk dari kebiasaan yang telah berlangsung
lama dan diwariskan turun-temurun di suatu kelompok masyarakat
11. Sikap kita menyikapi kurangnya perhatian generasi muda terhadap Budaya
Lokal, yaitu Melestarikan Budaya masing-masing dan menghormati budaya
lain, karena mudahnya Budaya luar masuk ke dalam negeri dan kurangnya
pengajaran Budaya tradisional kepada generasi muda, kita tidak boleh
membiarkan tari tradisional Indonesia punah serta kita harus mencintai,
mempelajari dan melestarikan tarian Indonesia
12. Dapat dikatakan Kebudayaan Kearifa Lokal dan Pendidikan memiliki
hubungan timbal balik, Kearifan Lokal diperlukan untuk terciptanya
ketertiban, kedamaian, dan ilmu pengetahuan.

24

Anda mungkin juga menyukai