BERKEBUTUHAN KHUSUS
Disusun oleh:
Kelas 3C
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat TuhanYang MahaEsa, berkat rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Klasifikasi dan
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah mendukung
serta membantu dalam penyelesaian makalah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada Bapak Drs. Dwi Yunairifi, M.Si. sebagai dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Inklusi.
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 4
1.3 Tujuan................................................................................................................................. 4
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................... 5
2.2.1 Tunanetra............................................................................................................. 6
2.2.2 Tunarungu............................................................................................................ 6
2.2.3 Tunawicara.......................................................................................................... 7
2.2.4 Tunadaksa............................................................................................................ 7
2.2.5 Tunagrahita........................................................................................................... 7
2.2.6 Tunalaras............................................................................................................. 8
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 10
3.1 Saran................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 11
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dikemukakan, maka tujuan yang ingin
dicapai penulis yaitu:
b) Mengetahui dan memahami hubungan antara klasifikasi dan karakteristik pada anak
berkebutuhan khusus
4
BAB 2
PEMBAHASAN
● Kelainan Fisik
Kelainan fisik merupakan kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ
tubuh tertentu. Sehingga, akibat kelainan tersebut menyebabkan fungsi tubuhnya tidak
dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi
pada alat fisik indra seperti kelainan pada penglihatan (tunanetra), kelainan pada
pendengaran (tunarungu), kelainan pada fungsi organ bicara (tunawicara). Alat
motorik tubuh, seperti kelainan otot tulang dan (poliomyelitis), kelainan pada sistem
saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy), kelainan
anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna.
● Kelainan Mental
5
keluarga, ketidakefektifan pengasuhan (ineffective parenting), teman sebaya, sekolah,
tetangga dan komunitas, serta sosial budaya
6
3. Tunawicara
Tunawicara adalah individu yang mempunyai hambatan dalam berbicara.
Menurut Heri Purwanto (dalam Ortopedagogik umum 1998) karakteristik tunawicara
diantaranya yaitu: Secara umum mereka memiliki keterlambatan perkembangan
bahasa wicara bila dibandingkan anak-anak normal. Untuk kemampuan IQ mereka
tidak berbeda dengan anak pada umumnya, hanya saja pada skor IQ verbal akan lebih
rendah. Kemudian dari segi sosial dan perilaku, mereka cenderung kesulitan dalam
hal penyesuaian sosialnya karena seperti yang kita tahu interaksi sosial yang umum
terjadi di masyarakat banyak mengandalkan komunikasi verbal. Akibatnya mereka
agak terisolasi dari lingkungannya. Sedangkan karakteristik anak tunawicara secara
fisik dan psikis yaitu: akan berbicara keras dan tidak jelas, senang melihat gerakan
bibir, telinganya mengeluarkan cairan, suka melakukan gerak tubuh, cenderung
pendiam dan memiliki suara yang sengau.
4. Tunadaksa
Istilah tunadaksa mengarah pada anak-anak yang mengalami kelainan fisik
mencakup pada kelainan anggota tubuh manapun yang mengalami kelumpuhan
karena kelainan pada saraf pusat atau otak. Berikut penjabaran karakteristik
anak-anak tunadaksa, diantaranya yaitu: Secara fisik, dapat dilihat bahwa mereka
memiliki kelainan fisik yaitu kelumpuhan pada bagian tubuh mereka. Gangguan
Motorik-Sensorik, gangguan motorik meliputi motorik kasar dan halus dengan
contoh kekakuan, kelumpuhan, gerakan ritmis, dan gangguan keseimbangan.
Sedangkan gangguan sensorik, mengingat anak-anak tunadaksa mengalami kelainan
pada otak dan pusat sensoris terletak pada otak maka berakibat pada munculnya
gangguan sensorik sebagai contoh gangguan kemampuan bicara akibat dari kelainan
motorik otot-otot wicara. Gangguan tingkat kecerdasan, kecerdasan anak-anak
tunadaksa bervariasi. Jadi meskipun terdapat kelainan pada otak mereka maka tidak
boleh disamaratakan bahwa kecerdasan mereka secara keseluruhan kurang. Tingkat
kecerdasan mereka dimulai dari tingkat yang paling rendah sampai gifted. Emosi
dan penyesuaian sosial, respon dan sikap yang ditunjukkan masyarakat kepada anak
tunadaksa dapat berpengaruh pada pembentukan pribadi mereka secara umum. Serta
dapat berpengaruh pada kepercayaan diri mereka.
5. Tunagrahita
Tunagrahita merupakan istilah yang diberikan bagi seseorang yang memiliki
kapasitas intelektual (IQ) di bawah 70. Berikut penjabaran karakteristik anak-anak
tunagrahita, diantaranya yaitu: Intelektual, tingkat kecerdasan anak-anak tunagrahita
selalu berada dibawah rata-rata umum anak seusia mereka. Perkembangan kecerdasan
mereka terbatas dan hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat anak
Sekolah Dasar. Segi sosial, terdapat kelambatan kemampuan bidang sosial jika
dibandingkan dengan anak pada umumnya. Ditunjukkan dengan pergaulan yang
mereka alami, mereka yang kurang bisa mengurus dan memelihara diri sendiri.
Fungsi mental dan emosional, dari segi mental mereka mengalami kesusahan dalam
pemusatan perhatian, mudah teralihkan, dan pelupa serta sulit mengungkapkan suatu
ingatan. Jika dari segi emosional, perkembangan emosi anak akan berbeda sesuai
tingkat ketunagrahitaannya masing-masing. Pada tingkat berat mereka hampir tidak
7
dapat menunjukkan apa yang mereka rasakan misal rasa haus dan lapar. Emosi yang
dapat terungkap hanya sebatas rasa senang, takut, marah, dan benci. Sedangkan anak
yang ketunagrahitaannya tidak begitu berat memiliki kehidupan emosi yang hampir
mirip anak normal namun kurang bervariasi, mereka kurang mampu merasakan rasa
bangga serta rasa tanggung jawab. Kemampuan akademis dan bahasa, anak-anak
tunagrahita kesulitan mencapai bidang akademis salah satunya kemampuan
menghitung, namun hal tersebut masih dapat dilatih. Sedangkan pada kemampuan
bahasa, perbendaharaan kata mereka terbatas. Pada tingkat ketunagrahitaan yang
berat, mereka akan mengalami gangguan bicara akibat cacat artikulasi. Kemampuan
organisasi diri dan kepribadian, mereka memiliki kemampuan pengorganisasian
diri yang sangat buruk terutama pada tingkat yang berat. Mereka merasa tidak percaya
dengan kemampuan yang mereka miliki. Dan sangat sulit untuk mengarahkan diri
mereka sendiri sehingga butuh pihak luar.
6. Tunalaras
Istilah yang merujuk pada anak yang mengalami gangguan perilaku
ditunjukkan dalam aktivitas sehari-hari baik di sekolah maupun di lingkungan
sosialnya. Kelainan mereka cenderung pada perilaku sosialnya. Berikut penjabaran
karakteristik anak-anak tunalaras, diantaranya yaitu: Secara umum, mereka
mengalami gangguan perilaku, seperti suka memukul, menyerang, merusak barang
sendiri maupun orang lain, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, ingin menguasai
orang lain, dsb. Mereka juga mengalami gangguan kecemasan, seperti ketakutan,
tertekan, susah bergaul, kurang percaya diri, dsb. Anak-anak tunalaras cenderung
agresif, seperti suka mencuri, sering bolos, suka kabur, memiliki gang jahat, dsb.
Mereka juga cenderung kurang dewasa baik secara perilaku maupun secara
pemikiran. Secara akademik, mereka memiliki capaian hasil belajar yang jauh di
bawah rata-rata, tidak masuk kelas dan melanggar peraturan merupakan kegiatan yang
sering mereka lakukan.
7. Anak Berbakat
Istilah anak berbakat pada konteks ini merujuk pada anak-anak yang
mengalami kelainan intelektual di atas rata-rata. Penjabarannya mereka yang memiliki
IQ sekitar 137 ke atas masuk pada kategori manusia berbakat tinggi (highly gifted),
sedangkan yang berada pada rentan 120-137 disebut sebagai moderately gifted.
Berikut penjabaran karakteristik anak-anak berbakat, diantaranya yaitu: Intelektual,
mereka sangat rajin, tekun, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga proses
belajar mereka terhitung cukup cepat. Mereka juga mempunyai pemahaman yang
maju terhadap suatu konsep serta perhatian mereka dapat terfokuskan pada suatu
bidang khusus secara lama. Dan yang terpenting adalah jiwa kompetitif mereka tinggi
pada bidang akademik. Sosial-emosional, dalam kehidupan sosial mereka mudah
untuk diterima lingkungan sekitarnya. Sehingga mereka juga mudah melibatkan diri
dalam kegiatan sosial di lingkungannya. Mereka memiliki kepercayaan tentang
kesetaraan derajat semua orang sehingga memunculkan tenggang rasa pada diri
mereka. Anak Berbakat juga bebas dari tekanan emosi atau dengan kata lain dapat
mengontrol emosi mereka dengan baik. Secara fisik, mereka berpenampilan rapi dan
8
menarik seperti anak pada umumnya. Kesehatan mereka juga berada pada kondisi
yang baik.
8. Anak Berkesulitan Belajar
Istilah berkesulitan belajar mengarah pada salah satu jenis anak berkebutuhan
khusus yang dapat ditandai dengan adanya kesulitan untuk sesuai dengan standar
kompetensi yang telah ditentukan saat mengikuti pembelajaran konvensional.
Learning disability adalah istilah yang mewadahi berbagai kesulitan yang dialami
anak terutama yang berhubungan dengan bidang akademis. Secara spesifik, anak
berkesulitan belajar mengalami gangguan pada satu atau lebih dari proses psikologi
dasar termasuk pada pemahaman penggunaan bahasa tertulis atau lisan. Untuk
memudahkan pemahaman mengenai kesulitan belajar secara spesifik, disini kita akan
menjabarkan karakteristik yang muncul pada anak-anak berkesulitan belajar yang
umumnya dapat terdeteksi ketika anak berada pada usia 8-9 tahun atau pada kelas 3-4
SD, hal tersebut dikarenakan sulit untuk memahami karakteristik mereka sejak dini.
Adapun karakteristik mereka diantaranya, yaitu: kesenjangan antara potensi yang
anak miliki dengan prestasi akademik serta perkembangan yang mereka capai.
Mereka cenderung kesulitan pada bidang akademik yang kurang mereka pahami.
Karakteristik mereka secara spesifik dapat ditunjukkan dengan gejala yang muncul
yaitu: disleksia, disgraphia, dispraksia, diskalkulia, disphasia, body awarness, dsb.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tumbuh dan berkembang
dengan adanya berbagai perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Sebutan anak
berkebutuhan khusus merujuk pada layanan khusus yang dibutuhkan karena
mengalami suatu hambatan atau kemampuan yang lebih, sehingga tidak selalu
merujuk pada kecacatan yang dialami anak. Meskipun jenis anak berkebutuhan
khusus sangat beragam, namun dalam konteks pendidikan di Indonesia hanya
dibedakan menjadi tujuh, yaitu tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita,
tunalaras, anak berbakat, dan anak kesulitan belajar.
Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
sehingga pelayanan yang diberikan juga harus sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan mereka, serta tidak dapat disamakan antar satu dengan yang lain. Berbagai
bentuk layanan perlu diberikan untuk menunjang kebutuhan mereka, baik itu bidang
pendidikan maupun non pendidikan sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas
hidup mereka.
3.1 Saran
Seorang calon pendidik harus mengetahui bagaimana cara mendidik anak
sesuai dengan minat, bakat, karakter, dan tentunya sesuai dengan karakteristik
kebutuhan dan kemampuannya. Agar anak berkebutuhan khusus mendapatkan
layanan yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan dan kemampuannya, perlu
dilakukan identifikasi dan asesmen terhadap anak berkebutuhan khusus.
10
DAFTAR PUSTAKA
11