Anda di halaman 1dari 11

KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu : Drs. Dwi Yunairifi, M.Si.

Disusun oleh:

1. Shianindra Rahmani Putri ( 20108241015 / 005 )

2. Shinta Dwi Rahayu ( 20108241024 / 006 )

3. Angger Winsi Pramesti ( 20108241028 / 007 )

4. Nur Sya’ban Anisa ( 20108241030 / 008 )

5. Tirza Winalda ( 20108241036 / 009 )

Kelas 3C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat TuhanYang MahaEsa, berkat rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Klasifikasi dan
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah mendukung
serta membantu dalam penyelesaian makalah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada Bapak Drs. Dwi Yunairifi, M.Si. sebagai dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Inklusi.
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................... 4

1.3 Tujuan................................................................................................................................. 4

BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................... 5

2.1 Klasifikasi anak berkebutuhan khusus (ABK).................................................................... 5

2.1.1 Kelainan Fisik...................................................................................................... 5

2.1.2 Kelainan Mental................................................................................................. . 5

2.1.3 Kelainan Perilaku Sosial...................................................................................... 5

2.2 Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)............................................................. 6

2.2.1 Tunanetra............................................................................................................. 6

2.2.2 Tunarungu............................................................................................................ 6

2.2.3 Tunawicara.......................................................................................................... 7

2.2.4 Tunadaksa............................................................................................................ 7

2.2.5 Tunagrahita........................................................................................................... 7

2.2.6 Tunalaras............................................................................................................. 8

2.2.7 Anak Berbakat..................................................................................................... 8

2.2.8 Anak Berkesulitan Belajar................................................................................... 9

2.3 Hubungan Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus............................. 9

BAB III PENUTUP............................................................................................................... 10

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 10

3.1 Saran................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 11

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus(ABK) adalah anak yang memiliki karakteristik


khusus dan berbeda dengan anak pada umumnya baik dari segi fisik, psikologis, maupun
perilaku sosial. Karakteristik ini membuat anak berkebutuhan khusus membutuhkan
pelayanan khusus yang disesuaikan dengan kondisi mereka. Yang termasuk dalam
klasifikasi anak berkebutuhan khusus yaitu tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa,
tunagrahita, tunalaras, anak berbakat, anak kesulitan belajar.

Menurut UU No 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 menjelaskan bahwa “Warga negara


yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus.” Dari pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus juga berhak untuk mendapat pendidikan. Dengan adanya
pendidikan inklusi, siswa dengan berkebutuhan khusus dapat belajar di kelas reguler
bersama teman-teman seusianya. Sebagai calon guru, hendaknya kita harus mengetahui
siapa saja yang termasuk anak berkebutuhan khusus dan bagaimana karakteristiknya. Hal
ini bertujuan agar kita dapat menangani anak berkebutuhan khusus bilamana berada di
kelas reguler.

1.2 Rumusan Masalah

a) Apa saja klasifikasi anak berkebutuhan khusus?

b) Apa saja karakteristik anak berkebutuhan khusus?

c) Bagaimana hubungan antara klasifikasi dan karakteristik pada anak berkebutuhan


khusus?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dikemukakan, maka tujuan yang ingin
dicapai penulis yaitu:

a) Mengetahui dan memahami klasifikasi dan karakteristik anak berkebutuhan khusus

b) Mengetahui dan memahami hubungan antara klasifikasi dan karakteristik pada anak
berkebutuhan khusus

4
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi anak berkebutuhan khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus


karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Hal yang
menjadi dasar anak tergolong berkebutuhan khusus yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak
yang tidak muncul sesuai usia perkembangannya contoh seperti belum mampu
mengucapkan satu katapun di usia 3 tahun. Berdasarkan klasifikasi dan jenis kelainan,
anak berkebutuhan khusus dikelompokkan kedalam kelainan fisik, kelainan mental, dan
kelainan karakteristik sosial.

● Kelainan Fisik

Kelainan fisik merupakan kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ
tubuh tertentu. Sehingga, akibat kelainan tersebut menyebabkan fungsi tubuhnya tidak
dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi
pada alat fisik indra seperti kelainan pada penglihatan (tunanetra), kelainan pada
pendengaran (tunarungu), kelainan pada fungsi organ bicara (tunawicara). Alat
motorik tubuh, seperti kelainan otot tulang dan (poliomyelitis), kelainan pada sistem
saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy), kelainan
anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna.

● Kelainan Mental

Kelainan mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan


berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi sekitarnya. Kelainan pada aspek mental
dapat menyebar ke dua arah, yaitu kelainan mental dalam arti normal (supernormal),
dan kelainan mental dalam arti kurang (subnormal).

● Kelainan Perilaku Sosial

Kelainan perilaku sosial adalah mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri


terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial, dan lain-lain. Kategori dalam kelainan
perilaku sosial, yaitu kompensasi berlebihan, sering bentrok dengan lingkungan,
pelanggaran hukum/norma maupun kesopanan. Menurut Mash and Wolf (2005),
terdapat beberapa faktor penyebab yang mempengaruhi kelainan perilaku sosial ini
yaitu internal individu, yang termasuk di dalamnya adalah resiko genetic, komplikasi
prenatal, dan kelahiran, rendahnya gerakan reaksi, berkurangnya fungsi dan struktur
dalam pre-frontal cortex, temperamen yang sulit (ADHD), attachment yang tidak
aman, serangan agresi masa kanak-kanak, penghindaran dan withdrawal sosial, defisit
kognisi sosial, rendahnya intelegensi verbal dan defisit verbal. Faktor eksternal yaitu

5
keluarga, ketidakefektifan pengasuhan (ineffective parenting), teman sebaya, sekolah,
tetangga dan komunitas, serta sosial budaya

2.2. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Karakteristik mengarah kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan
keterampilan. Kata karakter sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya menandai,
dan terfokus pada bagaimana pengaplikasian nilai kebaikan itu dalam bentuk suatu
tindakan atau tingkah laku. Karakter merupakan watak atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang nantinya akan digunakan
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Dibawah ini
akan dijabarkan beberapa karakteristik dari anak berkebutuhan khusus (ABK)
diantaranya, yaitu:
1. Tunanetra
Istilah tunanetra dapat diartikan sebagai anak-anak yang mengalami gangguan
pada fungsi penglihatan. Berikut penjabaran karakteristik anak-anak tunanetra,
diantaranya yaitu: Secara fisik, anak-anak tunanetra nampak terdapat kelainan pada
organ penglihatan yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Dari segi
motorik, anak-anak tunanetra tidak terpengaruh secara langsung terhadap keadaan
motoriknya, namun dengan hilangnya penglihatan berakibat pada kurang mampunya
mereka untuk mengenali lingkungan. Sehingga mereka harus belajar lebih ekstra
untuk dapat berjalan secara aman dengan berbagai orientasi dan mobilitas. Dari segi
perilaku terdapat beberapa teori yang menyebutkan bila anak-anak tunanetra
terkadang mengembangkan perilaku stereotipe, misal menekan mata dan membuat
suara dengan jari. Hal tersebut terjadi akibat tidak adanya rangsangan sensoris,
keterbatasan gerak dan aktivitas serta keterbatasan sosial. Secara Akademik, dengan
kondisi mereka anak-anak tunanetra dapat mempergunakan berbagai alternatif media
untuk belajar, contohnya huruf braille. Sehingga mereka tetap bisa belajar seperti
anak-anak pada umumnya dan dapat mengembangkan kemampuan mereka di bidang
akademik. Pada kehidupan Pribadi Sosial, keterbatasan penglihatan yang mereka
alami berdampak pada keterbatasan dalam mendapatkan pengalaman serta sangat
berpengaruh pada hubungan sosial. Hal tersebut berakibat pada sikap mereka yang
cenderung curiga berlebihan kepada orang lain dan mudah tersinggung.
2. Tunarungu
Istilah tunarungu merujuk pada kondisi ketidakfungsian indra pendengaran
atau telinga pada seorang anak. Berikut penjabaran karakteristik anak-anak tunarungu,
diantaranya yaitu: Secara fisik, anak-anak tunarungu memiliki cara berjalan yang
kaku dan sedikit membungkuk akibat permasalahan organ keseimbangan pada telinga
sehingga mereka mengalami ketidakseimbangan fisik. Serta cara menglihat agak
beringas, karena penglihatan merupakan indera paling dominan mereka. Segi Bahasa,
kurang dalam perbendaharaan kosa kata, sulit mengartikan kata yang mengandung
ungkapan, dan tata bahasanya kurang teratur. Intelektual, Kemampuan intelektual
normal hanya terbatas pada komunikasi dan bahasa. Sedangkan perkembangan
akademiknya lambat akibat keterbatasan bahasa. Sosial-emosional, Sering merasa
curiga akibat dari mereka tidak dapat mendengarkan apa yang orang lain bicarakan.

6
3. Tunawicara
Tunawicara adalah individu yang mempunyai hambatan dalam berbicara.
Menurut Heri Purwanto (dalam Ortopedagogik umum 1998) karakteristik tunawicara
diantaranya yaitu: Secara umum mereka memiliki keterlambatan perkembangan
bahasa wicara bila dibandingkan anak-anak normal. Untuk kemampuan IQ mereka
tidak berbeda dengan anak pada umumnya, hanya saja pada skor IQ verbal akan lebih
rendah. Kemudian dari segi sosial dan perilaku, mereka cenderung kesulitan dalam
hal penyesuaian sosialnya karena seperti yang kita tahu interaksi sosial yang umum
terjadi di masyarakat banyak mengandalkan komunikasi verbal. Akibatnya mereka
agak terisolasi dari lingkungannya. Sedangkan karakteristik anak tunawicara secara
fisik dan psikis yaitu: akan berbicara keras dan tidak jelas, senang melihat gerakan
bibir, telinganya mengeluarkan cairan, suka melakukan gerak tubuh, cenderung
pendiam dan memiliki suara yang sengau.
4. Tunadaksa
Istilah tunadaksa mengarah pada anak-anak yang mengalami kelainan fisik
mencakup pada kelainan anggota tubuh manapun yang mengalami kelumpuhan
karena kelainan pada saraf pusat atau otak. Berikut penjabaran karakteristik
anak-anak tunadaksa, diantaranya yaitu: Secara fisik, dapat dilihat bahwa mereka
memiliki kelainan fisik yaitu kelumpuhan pada bagian tubuh mereka. Gangguan
Motorik-Sensorik, gangguan motorik meliputi motorik kasar dan halus dengan
contoh kekakuan, kelumpuhan, gerakan ritmis, dan gangguan keseimbangan.
Sedangkan gangguan sensorik, mengingat anak-anak tunadaksa mengalami kelainan
pada otak dan pusat sensoris terletak pada otak maka berakibat pada munculnya
gangguan sensorik sebagai contoh gangguan kemampuan bicara akibat dari kelainan
motorik otot-otot wicara. Gangguan tingkat kecerdasan, kecerdasan anak-anak
tunadaksa bervariasi. Jadi meskipun terdapat kelainan pada otak mereka maka tidak
boleh disamaratakan bahwa kecerdasan mereka secara keseluruhan kurang. Tingkat
kecerdasan mereka dimulai dari tingkat yang paling rendah sampai gifted. Emosi
dan penyesuaian sosial, respon dan sikap yang ditunjukkan masyarakat kepada anak
tunadaksa dapat berpengaruh pada pembentukan pribadi mereka secara umum. Serta
dapat berpengaruh pada kepercayaan diri mereka.
5. Tunagrahita
Tunagrahita merupakan istilah yang diberikan bagi seseorang yang memiliki
kapasitas intelektual (IQ) di bawah 70. Berikut penjabaran karakteristik anak-anak
tunagrahita, diantaranya yaitu: Intelektual, tingkat kecerdasan anak-anak tunagrahita
selalu berada dibawah rata-rata umum anak seusia mereka. Perkembangan kecerdasan
mereka terbatas dan hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat anak
Sekolah Dasar. Segi sosial, terdapat kelambatan kemampuan bidang sosial jika
dibandingkan dengan anak pada umumnya. Ditunjukkan dengan pergaulan yang
mereka alami, mereka yang kurang bisa mengurus dan memelihara diri sendiri.
Fungsi mental dan emosional, dari segi mental mereka mengalami kesusahan dalam
pemusatan perhatian, mudah teralihkan, dan pelupa serta sulit mengungkapkan suatu
ingatan. Jika dari segi emosional, perkembangan emosi anak akan berbeda sesuai
tingkat ketunagrahitaannya masing-masing. Pada tingkat berat mereka hampir tidak

7
dapat menunjukkan apa yang mereka rasakan misal rasa haus dan lapar. Emosi yang
dapat terungkap hanya sebatas rasa senang, takut, marah, dan benci. Sedangkan anak
yang ketunagrahitaannya tidak begitu berat memiliki kehidupan emosi yang hampir
mirip anak normal namun kurang bervariasi, mereka kurang mampu merasakan rasa
bangga serta rasa tanggung jawab. Kemampuan akademis dan bahasa, anak-anak
tunagrahita kesulitan mencapai bidang akademis salah satunya kemampuan
menghitung, namun hal tersebut masih dapat dilatih. Sedangkan pada kemampuan
bahasa, perbendaharaan kata mereka terbatas. Pada tingkat ketunagrahitaan yang
berat, mereka akan mengalami gangguan bicara akibat cacat artikulasi. Kemampuan
organisasi diri dan kepribadian, mereka memiliki kemampuan pengorganisasian
diri yang sangat buruk terutama pada tingkat yang berat. Mereka merasa tidak percaya
dengan kemampuan yang mereka miliki. Dan sangat sulit untuk mengarahkan diri
mereka sendiri sehingga butuh pihak luar.
6. Tunalaras
Istilah yang merujuk pada anak yang mengalami gangguan perilaku
ditunjukkan dalam aktivitas sehari-hari baik di sekolah maupun di lingkungan
sosialnya. Kelainan mereka cenderung pada perilaku sosialnya. Berikut penjabaran
karakteristik anak-anak tunalaras, diantaranya yaitu: Secara umum, mereka
mengalami gangguan perilaku, seperti suka memukul, menyerang, merusak barang
sendiri maupun orang lain, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, ingin menguasai
orang lain, dsb. Mereka juga mengalami gangguan kecemasan, seperti ketakutan,
tertekan, susah bergaul, kurang percaya diri, dsb. Anak-anak tunalaras cenderung
agresif, seperti suka mencuri, sering bolos, suka kabur, memiliki gang jahat, dsb.
Mereka juga cenderung kurang dewasa baik secara perilaku maupun secara
pemikiran. Secara akademik, mereka memiliki capaian hasil belajar yang jauh di
bawah rata-rata, tidak masuk kelas dan melanggar peraturan merupakan kegiatan yang
sering mereka lakukan.
7. Anak Berbakat
Istilah anak berbakat pada konteks ini merujuk pada anak-anak yang
mengalami kelainan intelektual di atas rata-rata. Penjabarannya mereka yang memiliki
IQ sekitar 137 ke atas masuk pada kategori manusia berbakat tinggi (highly gifted),
sedangkan yang berada pada rentan 120-137 disebut sebagai moderately gifted.
Berikut penjabaran karakteristik anak-anak berbakat, diantaranya yaitu: Intelektual,
mereka sangat rajin, tekun, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga proses
belajar mereka terhitung cukup cepat. Mereka juga mempunyai pemahaman yang
maju terhadap suatu konsep serta perhatian mereka dapat terfokuskan pada suatu
bidang khusus secara lama. Dan yang terpenting adalah jiwa kompetitif mereka tinggi
pada bidang akademik. Sosial-emosional, dalam kehidupan sosial mereka mudah
untuk diterima lingkungan sekitarnya. Sehingga mereka juga mudah melibatkan diri
dalam kegiatan sosial di lingkungannya. Mereka memiliki kepercayaan tentang
kesetaraan derajat semua orang sehingga memunculkan tenggang rasa pada diri
mereka. Anak Berbakat juga bebas dari tekanan emosi atau dengan kata lain dapat
mengontrol emosi mereka dengan baik. Secara fisik, mereka berpenampilan rapi dan

8
menarik seperti anak pada umumnya. Kesehatan mereka juga berada pada kondisi
yang baik.
8. Anak Berkesulitan Belajar
Istilah berkesulitan belajar mengarah pada salah satu jenis anak berkebutuhan
khusus yang dapat ditandai dengan adanya kesulitan untuk sesuai dengan standar
kompetensi yang telah ditentukan saat mengikuti pembelajaran konvensional.
Learning disability adalah istilah yang mewadahi berbagai kesulitan yang dialami
anak terutama yang berhubungan dengan bidang akademis. Secara spesifik, anak
berkesulitan belajar mengalami gangguan pada satu atau lebih dari proses psikologi
dasar termasuk pada pemahaman penggunaan bahasa tertulis atau lisan. Untuk
memudahkan pemahaman mengenai kesulitan belajar secara spesifik, disini kita akan
menjabarkan karakteristik yang muncul pada anak-anak berkesulitan belajar yang
umumnya dapat terdeteksi ketika anak berada pada usia 8-9 tahun atau pada kelas 3-4
SD, hal tersebut dikarenakan sulit untuk memahami karakteristik mereka sejak dini.
Adapun karakteristik mereka diantaranya, yaitu: kesenjangan antara potensi yang
anak miliki dengan prestasi akademik serta perkembangan yang mereka capai.
Mereka cenderung kesulitan pada bidang akademik yang kurang mereka pahami.
Karakteristik mereka secara spesifik dapat ditunjukkan dengan gejala yang muncul
yaitu: disleksia, disgraphia, dispraksia, diskalkulia, disphasia, body awarness, dsb.

2.3. Hubungan Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus


Seperti yang sudah kita ketahui arti dari anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memerlukan penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan
yang dialami anak. Sebagai calon seorang pendidik, kami perlu mengetahui tentang
penanganan hal tersebut. Maka, sebelumnya kami mengelompokkan atau
mengklasifikasikan serta menentukan karakteristik dari anak berkebutuhan khusus.
Setelah mengklasifikasi dan mengelompokkan dapat kita tarik makna, bahwasannya dua
hal tersebut saling terikat satu sama lain. Karena setelah kami mengetahui macam bentuk
kebutuhan khusus, kami juga mengetahui ciri-ciri atau gejala yang mungkin muncul pada
tiap anak berkebutuhan khusus, agar nantinya kami bisa menangani kondisi yang sesuai
di lapangan. Jadi, diharapkan tidak terjadi penanganan yang tidak tepat atau dengan kata
lain kami mampu memahami sistem pembelajaran yang akan diterapkan ke anak
nantinya. Selain itu, hubungan mempelajari klasifikasi serta karakteristik anak
berkebutuhan khusus lainnya, yaitu kami jadi mengetahui lingkungan mana yang cocok
diterapkan pada setiap klasifikasi, mengingat perlunya mendapatkan pendidikan yang
sama bagi anak berkebutuhan khusus serta kami juga mampu menganalisis langkah apa
yang perlu diterapkan untuk saling berkoordinasi dengan orang tua terkait proses belajar
anak berkebutuhan khusus tersebut.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tumbuh dan berkembang
dengan adanya berbagai perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Sebutan anak
berkebutuhan khusus merujuk pada layanan khusus yang dibutuhkan karena
mengalami suatu hambatan atau kemampuan yang lebih, sehingga tidak selalu
merujuk pada kecacatan yang dialami anak. Meskipun jenis anak berkebutuhan
khusus sangat beragam, namun dalam konteks pendidikan di Indonesia hanya
dibedakan menjadi tujuh, yaitu tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita,
tunalaras, anak berbakat, dan anak kesulitan belajar.
Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
sehingga pelayanan yang diberikan juga harus sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan mereka, serta tidak dapat disamakan antar satu dengan yang lain. Berbagai
bentuk layanan perlu diberikan untuk menunjang kebutuhan mereka, baik itu bidang
pendidikan maupun non pendidikan sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas
hidup mereka.

3.1 Saran
Seorang calon pendidik harus mengetahui bagaimana cara mendidik anak
sesuai dengan minat, bakat, karakter, dan tentunya sesuai dengan karakteristik
kebutuhan dan kemampuannya. Agar anak berkebutuhan khusus mendapatkan
layanan yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan dan kemampuannya, perlu
dilakukan identifikasi dan asesmen terhadap anak berkebutuhan khusus.

10
DAFTAR PUSTAKA

Suparno., Purwanto, Heri._____.Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.


http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/PRODI._ILMU_KOMPUTER/1966032520011
21-MUNIR/Multimedia/Multimedia_Bahan_Ajar_PJJ/Pendidikan_Anak_Berkebutu
han_Khusus/Pendidikan+Anak+Kebutuhan+Khusus+UNIT+4.pdf
Nisa, Khairun, dkk. 2018. Karakteristik dan Kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal
Abadimas Adi Buana, 2(1), 33-40. DOI: https://doi.org/10.36456/abadimas.v2.i1.a1632
Hakim, Zaenal., Rizky, Robby. 2019. Sistem Pakar Menentukan Karakteristik Anak
Kebutuhan Khusus Siswa di SLB Pandeglang Banten Dengan Metode Forward
Chaining. JUTIS 7(1).
Desiningrum, D. R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:zboHSz4AzMQJ:https://co
re.ac.uk/download/pdf/76939829.pdf+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id Diakses 15
September 2021.
Rezieka, D. G., Putro, K. Z., & Fitri, M. (2021). Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan
Khusus dan Klasifikasi ABK. Jurnal Bunayya , 8(2).
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/view/10424

11

Anda mungkin juga menyukai