PENGLIHATAN (TUNANETRA)
Oleh Kelompok 3 :
Aisyah 2086206008
Nurpadila 2086206069
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ..................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari uraian di atas, jelas bahwa guru di sekolah dasar khususnya, di samping
merupakan petugas inti pengelola peristiwa belajar mengajar dan pemelancar
belajar siswa, juga memegang peranan kunci dan menjadi suatu keharusan bagi
guru tersebut untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan layanan bimbingan
khususnya dalam proses pembelajarannya.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep dasar ABK dengan hambatan penglihatan?
2. Apa saja faktor ABK dengan hambatan penglihatan?
3. Bagaimana karakteristik ABK dengan hambatan penglihatan?
4. Bagaimana proses pembelajaran pada ABK dengan hambatan
penglihatan?
C. Tujuan penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Nakata (2003)
Ardhi (2013)
3
Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan
pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus
bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille,
gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang
bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu
tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai
Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari
bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana
menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari
alumunium).
2. Identifikasi anak yang mengalami gangguan penglihatan.
a. Tidak mampu melihat,
b. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,
c. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
d. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
e. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
f. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering, mata
bergoyang terus.
a. Keturunan
4
keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur
atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di
malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan
sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.
5
C. Karakteristik ABK Dengan Hambatan Penglihatan
1. Karakteristik Kognitif
Ketunanetraan secara langsung berpengaruh pada perkembangan dan
belajar dalam hal yang bervariasi. Lowenfield menggambarkan dampak
kebutaan dan lowvision terhadap perkembangan kognitif. Adapun
identifikasi keterbatasan yang mendasar pada anak tunanetra ada dalam tiga
area, antara lain:
Tingkat dan keanekaragaman pengalaman. Keterbatasan pengalaman
anak tunanetra dikarenakan pengaruh pengalih fungsian organ-organ yang
masih normal lainnya. Seorang anak tunanetra lebih mengandalkan indra
peraba dan pendengaran untuk membantunya berinteraksi dengan
lingkungan luar, walaupun demikian hal tersebut tentu saja tidak bekerja
secara maksimal layaknya indra pengelihatan yang secara cepat dangan
menyeluruh dalam memperoleh informasi, misalnya ukuran, warna dan
hubungan ruang yang dapat dengan mudah diperoleh dengan indra
penglihatan.
Sehingga hal ini berpengaruh pada variasi dan jenis pengalaman anak
yang membutuhkan strategi dan kemampuan anak dalam memahami
informasi tersebut.
Kemampuan untuk bergerak pada anak tunanetra memerlukan
pembelajaran yang mengakomodasi indera non visual dalam bergerak
secara mandiri, sehingga anak tunanetra harus belajar bagaimana berjalan
dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan kemampuan
orientasi dan mobilitas.
Interaksi dengan lingkungan Jika seorang yang normal berada pada
suatu ruangan yang ramai, maka dengan cepat akan mengenali keadaan
ruangan tersebut. Orang tunanetra tidak memiliki kontrol seperti itu.
Bahkan dengan keterampilan mobilitas yang dimilikinya, gambaran tentang
lingkungan masih tidak utuh.
6
2. Karakteristik Akademik
Dampak ketunanetraan tidak hanya pada terhadap perkembangan
kognitif, tetapi juga berpengaruh pada perkembangan keterampilan
akademisnya, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Sebagai
contoh, ketika seorang yang normal melakukan kegiatan membaca dan
menulis mereka tidak perlu memperhatikan secara rinci bentuk huruf atau
kata, tetapi bagi tunanetra hal tersebut tidak bisa dilakukan karena ada
gangguan pada ketajaman pengelihatan. Kesulitan mereka dalam kegiatan
membaca dan menulis biasanya sedikit mendapat pertolongan dengan
mempergunakan berbagai alternatif media atau alat membaca dan menulis,
sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
7
4. Karakteristik Perilaku
Ketunanetraan itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau
penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut
berpengaruh pada perilakunya sebagai berikut:
Rasa curiga terhadap orang lain tidak berfungsinya indera
penglihatan berpengaruh terhadap penerimaan informasi visual saat
berkomunikasi dan berinteraksi. Seorang anak tunanetra tidak memahami
ekspresi wajah dari teman bicaranya atau hanya dapat melalui suara saja.
Hal ini mempengaruhi saat teman bicaranya berbicara dengan orang
lainnya secara berbisik-bisik atau kurang jelas, sehingga dapat
mengakibatkan hilangnya rasa aman dan cepat curiga terhadap orang lain.
Perasaan mudah tersinggung Perasaan mudah tersinggung juga
dipengaruhi oleh keterbatasan yang ia peroleh melalui
auditori/pendengaran. Bercanda dan saling membicarakan agar saat
berinteraksi dapat membuat anak tunanetra tersinggung. Perasaan mudah
tersinggung juga perlu diatasi dengan memperkenalkan anak tunanetra
dengan lingkungan sekitar. Hal ini untuk memberikan pemahaman bahwa
setiap orang memiliki karakteristik dalam bersikap, bertutur kata dan cara
berteman.
Verbalisme Pengalaman dan pengetahuan anak tunanetra pada
konsep abstrak mengalami keterbatasan. Hal ini dikarenakan konsep yang
bersifat abstrak seperti fatamorgana, pelangi dan lain sebagainya terdapat
bagian-bagian yang tidak dapat dibuat media konkret yang dapat
menjelaskan secara detail tentang konsep tersebut, sehingga hanya dapat
dijelaskan melalui verbal. Anak tunanetra yang mengalami keterbatasan
dalam pengalaman dan pengetahuan konsep abstrak akan memiliki
verbalisme, sehingga pemahaman anak tunanetra hanya berdasarkan kata-
kata saja (secara verbal) pada konsep abstrak yang sulit dibuat media
konkret yang dapat menyerupai.
8
Perasaan rendah diri Keterbatasan yang dimiliki anak tunanetra
berimplikasi pada konsep dirinya. Implikasi keterbatasan penglihatan yaitu
perasaan rendah diri untuk bergaul dan berkompetisi dengan orang lain.
Hal ini disebabkan bahwa penglihatan memiliki pengaruh yang cukup
besar dalam memperoleh informasi. Perasaan rendah diri dalam bergaul
terutama dengan anak awas. Perasaan tersebutakan sangat dirasakan
apabila teman sepermainannya menolak untuk bermain bersama.
Adatan atau perilaku stereotip Adatan merupakan upaya rangsang
bagi anak tunanetra melalui indera nonvisual. Bentuk adatan tersebut
misalnya gerakan mengayunkan badan ke depan kebelakang silih berganti,
menekan matanya, menggerakkan kaki saat duduk, menggeleng-gelengkan
kepala, dan lain sebagainya. Adatan dilakukan oleh anak tunanetra sebagai
pengganti apabila dalam suatu kondisi anak yang tidak memiliki
rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak dalam lingkungan,
serta keterbatasan sosial baginya, sedangkan bagi anak awas dapat
dilakukan melalui indra penglihatan dalam mencari informasi di
lingkungan sekitar. Biasanya para ahli mencoba mengurangi dan
menghilangkan perilaku tersebut dengan membantu mereka
memperbanyak aktifitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku
tertentu, misalnya pemberian pujian atau alternatif pengajaran, perilaku
yang positif dan sebagainya.
Suka berfantasi Implikasi dari keterbatasan penglihatan pada anak
tunanetra yaitu suka berfantasi. Hal ini bila dibandingkan dengan anak
awas dapat melakukan kegiatan memandang, sekedar melihat-lihat dan
mencari informasi saat santai atau saat-saat tertentu. Kegiatan tersebut
tidak dapat dilakukan oleh anak tunanetra, sehingga anak tunanetra hanya
dapat berfantasi saja.
Berpikir kritis Keterbatasan informasi visual dapat memotivasi anak
tunanetra dalamberpikir kritis terhadap suatu permasalahan. Hal ini bila
dibandingkan anak awasdalam mengatasi permasalahan memiliki banyak
informasi dari luar yang dapatmempengaruhi terutama melalui informasi
9
visual. Anak tunanetra akan memecahkan permasalahan secara fokus dan
kritis informasi akan diterima untuk selanjutnya diteruskan ke otak,
sehingga timbul kesan atau persepsi dan pengertian tertentu terhadap
rangsang tersebut. Melalui kegiatan-kegiatan yang bertahap dan terus
menerus seperti inilah yang pada akhirnya mampu merangsang
pertumbuhan dan perkembangan kognitif seseorang sehingga mampu
berkembang secara optimal.
10
b. Memberikan Pujian
Pemberian pujian terhadap setiap kerja para siswa sangat penting
guna menumbuhkan motivasi dan semangat belajar untuk para siswa
terutama bagi para siswa yang memiliki kebutuhan khusus termasuk
siswa yang mengalami tunanetra. Menurut Muhammad Jameel
Zeeno menyatakan bahwa seorang guru yang sukses hendaknya
member pujian kepada siswa ketika melihat tanda yang baik pada
setiap perilaku siswanya. Hal yang sama juga berlaku pada saat guru
melihat kesungguhan siswanya, ketika terdapat siswa yang
memberikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan guru maka guru
harus memberikan pujian seperti “ jawaban yang kamu berikan baik
sekali”, “ inilah siswa saya yang terbaik”. Kalimat-kalimat lembut
seperti ini selalu memberi motivasi bagi siswa serta memperkuat
semangat dalam diri siswa. kalimat-kalimat pujian ini juga akan
meninggalkan pengaruh yang baik sekali dalam jiwanya, yang dapat
menyebabkan siswa menyukai guru dan sekolahnya. Otaknya pun
akan menjadi mudah menerima pelajaran. Dengan memberikan
pujian para siswa akan merasa apa yang mereka kerjakan ataupun
hasil kerja mereka dihargai sehingga motivasi belajar mereka akan
meningkat dengan baik.
Seperti pemaparan dari Syaiful Bahri Djamarah bahwa setiap
orang senang dihargai. Memberikan pujian berarti memberikan
penghargaan terhadap prestasi kerja siswa. Hal ini akan memberikan
semangat kepada siswa untuk lebih meningkatkan prestasinya. Pujian
yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan sebagai alat
motivasi yang tepat, siswa yang diberikan pujian akan lebih
bergairah dalaam belajar.23 Selain itu, Widya Caterine Perdani, dkk
juga memaparkan bahwa guru berhak memberikan pujian untuk
siswa yang dapat mencapai target yang ditentukan oleh guru atau
untuk siswa yang telah melaksanakan etika dengan baik.
11
Memberikan pujian memanglah sangat dibutuhkan oleh para
siswa tunanetra, dan ini menjadi salah satu hal terpenting dalam
kegiatan belajar mengajar agar lingkungan belajar menjadi kondusif.
Guru memberikan pujian kepada siswa ketika mereka berhasil dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan guru dengan bahasa verbal yang
dapat membangkitkan semangat serta motivasi belajar mereka
contohnya “pintar sekali, hebat” dan lain sebagainya. Kata-kata
sederhana seperti itu secara tidak langsung membangkitkan motivasi
belajar mereka, dan mereka senang akan belajar di dalam kelas,
terbukti ketika guru memberikan pujian maka mereka akan
tersenyum bahagia serta adanya penghargaan dalam belajar seperti
mendengarkan setiap instruksi atau perintah guru dan lain
sebagainya.
12
belajar ini menentukan kesuksesan belajar bagi para siswa tunanetra.
Sejalan dengan itu, menurut Nizwardi Jalinus dan Ambiyar
mengatakan bahwa media belajar merupakan segala sesuatu yang
menyangkut software dan hardware yang dapat digunakan untuk
menyampaikan isi materi ajar dari sumber pembelajaran ke siswa
yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, minat, serta
motivasi untuk belajar para siswa dengan sedemikian rupa sehingga
proses pembelajaran menjadi lebih efektif.
13
3. Mengenal Abjad Barille
Menganal abjad Barille dan meiliki kemampuan menbaca dan
menulis Braiile sangat penting bagi orang yang bekerja dengan tunanetra.
Hal ini karena Braiile merupakan media efektif untuk berkomunikasi
timbal balaik bagi tunanetra ( kemampuan bahasa reseptif dan ekpresif).
Berikut disajikan abjad Braille, untuk membantu bagi para pemula belajar
Braille.
a. Titik-titik Dasar Huruf Braille dan Urutan Nomor Titik
1004
2 0 0 5 = Posisi baca (positif)
3006
4001
5 0 0 2 = Posisi menulis dengan reglet (negatif)
6003
b. Abjad Braille
Abjad (Positif)
0. 0. 00 00 0. 00 00 0. .0 .0
.. 0. .. .0 .0 0. 00 00 0. 00
.. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
A b c D e F g h I J
0. 0. 00 00 0. 00 00 0. .0 .0
.. 0. .. .0 .0 0. 00 00 0. 00
0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0.
K l m N o P q r S T
14
0. 0. .0 00 00 0.
.. 0. 00 .. .0 .0
00 00 .0 00 00 00
U v w X y Z
Contoh kata:
1. AKU = 0. 0. 0. 2. MALAM = 00 0. 0. 0. 00
.. .. .. .. .. 0. .. ..
.. 0. 0. 0. .. 0. .. 0.
a K u m a l a m
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faktor penyebab ABK dengan gangguan penglihatan ada dua, yaitu: pre-
natal dan post-natal. Karakteristik ABK dengan penglihatan meliputi: karakteristik
kognitif, karakteristik akademik, karakteristik sosial dan emosional, karakteristik
perilaku.
B. Saran
Saran bagi orang tua dan guru agar memahami pentingnya untuk
pendeteksian dini akan gangguan penglihatan yang mungkin di alami anak, serta
menciptakan suasana supportif bagi tumbuh kembang anak penyandang gangguan
penglihatan. Sedangkan bagi masyarakat untuk tidak melabeli maupun menilai
tentang anak dengan gangguan penglihatan dengan stigma yang negatif.
16
DAFTAR PUSTAKA
Irham Hosni. (1995). Buku Ajar Orientasi Mobilitas. Ditjen Dikti, Depdikbud.
Ishartiwi. (1991). Keefektifan Penggunaan Media Audio (Tolking Book)
dalam Kegiatan Belajar Tunanetra. Tesis. Fakultas PascaSarjana. IKIP
malang.