PENDIDIKAN INKLUSIF
Oleh:
Kelompok 1
Maria Rizky Amalia (A1I1 18 001)
Ulfiani Usman (A1I1 18 003)
Marsalina (A1I1 18 005)
Faqihah Nur Zahirah M (A1I1 18 007)
Harsan (A1I1 18 011)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, puja dan puji syukur kami panjatkan atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pendidikan inklusif tentang Jenis-jenis anak kategori luar
biasa.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................iv
1.1. Latar belakang..............................................................................................iv
1.3. Tujuan..........................................................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................1
Jenis-jenis anak kategori luar biasa....................................................................................1
2.1. Tunanetra......................................................................................................1
2.2. Tunarungu.....................................................................................................8
2.3. Tunadaksa...................................................................................................16
2.6. Tunagrahita.................................................................................................30
3.2. Saran............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................42
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Di dunia ini, tidak semua anak adalah anak yang normal yang dapat
berinteraksi dengan baik, melihat dengan baik, memiliki anggota tubuh yang
lengkap, dan memiliki mental dan IQ yang normal. Ada juga anak anak yang
tidak dapat mendengar dengan baik, tidak dapat berbicara dengan
baik,memiliki cacat pada tubuh, memiliki IQ dibawah rata-rata, lambat
belajar dan lain lain. Disisi lain, ada pula anak berbakat yang memiliki IQ di
atas rata-rata. Anak anak ini dapat kita sebut dengan Anak Berkebutuhan
Khusus atau ABK. Untuk itu, pada makalah ini akan disajikan penjelasan
mengenai 7 anak anak yang termasuk dalam kategori anak berkebutuhan
khusus yaitu anak tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, anak berbakat, tuna
grahita, anak lama belajar (slow learning) dan anak yang kesusahan belajar
secara spesifik.
1.3. Tujuan
iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tunanetra
1
terdapat banyak cahaya. Low Vision yang semakin parah akan
menyebabkan kebutaan total.
Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan:
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir Adalah individu yang dilahirkan
dalam keadaan tanpa pengelihatan, sehingga mereka tidak memiliki
pengalaman pengelihatan.
b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia dini Adalah individu yang
sempat memiliki pengelihatan, tapi pengelihatannya hilang di usia
dini. Tunanetra jenis ini telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual, tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
2
a. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman pengelihatan antara 20/70
sampai dengan 20/200, dan pengelihatannya dapat diperbaiki melalui
beberapa alat bantu
b. Tunanetra yang memiliki ketajaman pengelihatan kurang dari 20/200
dan atau memiliki bidang pengelihatan kurang dari 20 derajat.
c. Astigmatisma Adalah individu yang memiliki gangguan dalam
bentuk kornea matanya yang tidak teratur dan berpengaruh pada
kesimetrisan pengelihatan. Sehingga perlu diperbaiki dengan
kacamata silinder.
Berdasarkan kelainannya
3
g. Peradangan hebat pada kedua bola mata
4
c. Verbalisme, maksudnya Pengalaman dan pengetahuan anak
tunanetra pada konsep abstrak mengalami keterbatasan. Hal ini
dikarenakan konsep yang bersifat abstrak seperti fatamorgana,
pelangi dan lain sebagainya terdapat bagian-bagian yang tidak dapat
dibuat media konkret yang dapat menjelaskan secara detail tentang
konsep tersebut, sehingga hanya dapat dijelaskan melalui verbal.
Anak tunanetra yang mengalami keterbatasan dalam pengalaman dan
pengetahuan konsep abstrak akan memiliki verbalisme, sehingga
pemahaman anak tunanetra hanya berdasarkan kata-kata saja (secara
verbal) pada konsep abstrak yang sulit dibuat media konkret yang
dapat menyerupai.
5
tertentu. Kegiatan tersebut tidak dapat dilakukan oleh anak
tunanetra, sehingga anak tunanetra hanya dapat berfantasi saja.
6
bagi anak tunanetra (A) Media pembelajaran yang dapat digunakan bagi
anak tunanetra adalah sebagai berikut :
a. Tulisan braille, serta buku-buku yang menggunakan huruf braille.
Misalnya dalam pelajaran bahasa indonesia, anak tunanetra tentunya
harus menggunakan huruf braille dalam menulis serta membaca isi
bacaan.
7
g. Radio, media ini juga cukup efektif digunakan oleh tunanetra.
Dengan adanya radio, seorang tunanetra dapat menerima informasi
yang disiarkan melalui radio.
h. Kamus bicara, alat ini adalah kamus yang sudah dilengkapi dengan
audio sehingga tunanetra dapat mendengarkan output suara dari alat
tersebut.
i. Komputer atau laptop yang sudah dilengkapi dengan screenreader
(software pembaca layar). Dengan software ini, tulisan-tulisan yang
ada di layar komputer dapat dibaca oleh software tersebut. Sehingga
tunanetra dapat mendengarkan suara yang dihasilkan dari software
tersebut.
Dengan demikian, baik dalam teori atau praktek, media yang
digunakan untuk anak tuna netra lebih spesifik atau lebih mengutamakan
indera pendengaran dan indera perabaan guna menyamakan persepsi
mereka.
8
d. Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan
individual.
e. Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan
melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang
dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi
perilaku.
2.2. Tunarungu
2.2.1. Pengertian
9
pendengaran. Meskipun anak sudah diberikan alat bantu dengar, tetap
saja anak masih memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2.2.2. Kategori
10
alata bantu dengar, serta latihan untuk mengembangkan kemampuan
bicara dan bahasannya.
e. Berat Sekali (Prof ound Hearing Loss), Siswa yang tergolong berat
sekali mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB.
Mungkin ia masih mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih
menyadari suara melalui getarannya (vibratios) dari pada melalui
pola suara. Ia juga lebih mengandalkan penglihatannya dari pada
pendengarannya dalam berkomunikasi, yaitu melalui penggunaan
bahasa isyarat dan membaca ujaran.
11
Berdasarkan etiologi atau asal usulnya kean diklasifikasikan sebagai
berikut1:
12
yanag didengarnya, misalnya cerita kakak tentang kota, cerita ibu
tentang pasar, dan sebagainya. Anak menyerap dari segala yang
didengarnya dan segala sesuatu yang didengarnya itu merupakan
suatu latihan berpikir. Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada
anak . Di samping itu, bahasa merupakan kunci masuknya berbagai
ilmu pengetahuan sehingga keterbasan dalam kemampuan berbahasa
menghambat anak untuk memahami berbagai pengetahuan lainnya.
c. Sosial-Emosional
Dapat menyebabkan perasaan terasing dari pergaulan sehari-hari.
Pada umumnya keluarga yang mempunyai anak mengalami banyak
kesulitan untuk melibatkan anak tersbut dalam keadaan dan kejadian
sehari-hari agar ia tahu dan mengerti apa yang terjadi di
lingkungannya. Di samping itu, kekurangan pemahaman terhadap
bahasa lisan dan tulisan sering kali menyebabkan anak menafsirkan
segala sesuatu itu negatif atau salah. Keadaan seperti itu
menyebabkan anak memiliki kecenderungan untuk bersikap yang
mengarah pada kesulitan dalam penyesuaian diri. Namun, apabila
keluarga memberikan perhatian dan dukungan yang penuh serta
melaksanakan intervensi dini, anak dapat lebih menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Sikap-sikap yang dimaksud adalah sebagai
berikut.
a. Pergaulan yang terbatas sesama
b. Memiliki sifat egosentris yang melebihi anak normal
c. Memiliki perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar
d. Perhatian anak sukar dialihkan
e. Memiliki sifat polos
13
diri siswa itu sendiri, maupun dengan menyamakan
gerakan/posisi organ artikulasi dirinya dengan posisi organ
artikulasi guru.
2) Benda asli maupun tiruan
3) Gambar, baik gambar lepas maupun gambar kolektif.
4) Pias kata
14
Sumber : https://www.katabaca.com/baca-tulis-hitung/baca-
online-buku-60-langkah-60-hari-aku-pintar-membaca-dan-
menulis/attachment/aku-pintar-membaca-menulis36
Sumber : https://www.indiamart.com/proddetail/device-speech-
therapy-auditory-speech-trainer-19636439548.html
15
Suara alam : angin menderu, gemercik air hujan, suara
petir,dsb.
Suara binatang : kicauan burung, gongongan anjing,
auman harimau, ringkikan kuda, dsb.
Suara yang dibuat manusia : tertawa, batuk, tepukan
tangan, percakapan, bel, lonceng, peluit,dsb.
4) Sound System, yaitu suatu alat untuk memperkeras suara.
5) Media dengan sistem amplifikasi pendengaran, antara lain
ABM, Cochlear Implant dan loop system.
2.3. Tunadaksa
16
b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna,tidak lentur/tidak
terkendali)
c. Terdapat bagian angggota gerak yang tidak lengkap/tidak
sempurna/lebihh kecil dari biasanya
d. Terdapat cacat pada alat gerak
e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam
f. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap
tubuh tidak normal
g. Hiperaktif/tidak dapat tenang
a. Karakteristik akademik
Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang
mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal,
sehingga dapat mengikuti pelajaran yang sama dengan anak normal,
adapun anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem
cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat idiocy
sampai dengan gifted.
Selain tingkat kecerdasan yang bervariasi, anak cerebral palsy
mengalami kelainan persepsi, kognisi, dan simbolisasi. Kelainan
persepsi terjadi karena saraf penghubung dan jaringan saraf ke otak
mengalami kerusakan, sehingga proses persepsi yang dimulai dari
rangsangan stimulus, diteruskan ke otak oleh saraf sensoris,
kemudian ke otak yang mengalami gangguan. Kemampuan kognisi
terbatas karena adanya kerusakan otak, sehingga menganggu fungsi
kecerdasan, penglihatan, pendengaran, bicara, rabaan, dan bahasa,
serta akhirnya anak tersebut tidak dapat mengadakan interaksi
dengan lingkungan yang terjadi terus menerus melalui persepsi
17
dengan menggunakan media sensori. Gangguan pada simbolisasi
disebabkan oleh adanya kesulitan dalam menerjemahkan apa yang
didengar dan dilihat. Kelainan yang kompleks ini akan
mempengaruhi prestasi akademik.
b. Karakteristik sosial dan emosional
Karakteristik sosial dan emosional anak tunadaksa bermula dari
konsep diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan
menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka malas belajar
dan bermain. Kehadiran anak cacat yang tidak diterima oleh orang
tua dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan
pribadi anak. Kegiatan jasmani yang tidak dapat dilakukan oleh anak
tunadaksa dapat mengakibatkan timbulnya masalah emosi, seperti
mudah tersinggung, mudah marah, rendah diri, kurang dapat bergaul,
pemalu, menyendiri, dan frustasi. Masalah emosi tersebut, banyak
ditemukan pada anak tunadaksa dengan gangguan sistem cerebral.
Oleh sebab itu, tidak jarang dari mereka tidak memiliki rasa percaya
diri dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
c. Karakteristik fisik dan kesehatan
Karakteristik fisik dan kesehatan anak tunadaksa biasanya selain
mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan
lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan,
gangguan bicara, dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak
ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral. Gangguan bicara
disebabkan oleh kelainan motorik alat bicara (kaku atau lumpuh),
seperti lidah, bibir, dan rahang sehingga menganggu pembentukan
artikulasi yang benar. Akibatnya, bicaranya tidak dapat dipahami
orang lain dan diucapkan dengan susah payah. Mereka juga
mengalami aphasia sensoris, artinya ketidakmampuan bicara karena
organ reseptor anak terganggu fungsinya dan aphasia motorik, yaitu
mampu menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya melalui
indera pendengaran, tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi
18
secara lisan. Anak cerebral palsy mengalami kerusakan pada
pyramidal tract dan extrapyramidal yang berfungsi mengatur sistem
motorik. Tidak heran mereka mengalami kekauan, gangguan
keseimbangan, gerakan tidak dapat dikendalikan, dan susah
berpindah tempat. Dilihat dari aktivitas motorik, intensitas
gangguannya dikelompokkan atas 1) hiperaktif yang menunjukkan
tidak mau diam dan gelisah, 2) hipoaktif yang menunjukkan sikap
pendiam, gerakan lamban, dan kurang merespons rangsangan yang
diberikan, dan 3) tidak ada koordinasi, seperti waktu berjalan kaku,
sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan interaksi gerak yang
lebih halus, seperti menulis, menggambar, dan menari.
19
atau ke dalam, dislokasi (sendi yang ke luar dari dudukannya), dan
lutut melenting ke belakang (genu recorvatum).
b. Muscle dytrophy
Jenis penyakit ini mengakibatkan otot tidak berkembang karena
mengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan sistemsis.
Penyakit ini ada hubungannya dengan faktor keturunan.
c. Spina Bifida
Penyakit ini merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang
ditandai dengan terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang dan
tidak tertutupnya kembali selama proses perkembangan. Akibatnya,
fungsi jaringan saraf terganggu dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan, hydrocephalus, yaitu pembesaran pada kepala karena
produksi cairan yang berlebihan. Biasanya kasus ini disertai dengan
ketungrahitaan.
20
sendi paha terlalu besar), syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat
penyakit syphilis).
21
Dalam Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Luar Biasa
yang dilakukan 15-17 September 1980 silam, dibuat suatu kesimpulan
bahwa yang masuk dalam kategori anak berbakat adalah anak yang oleh
orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu
mencapai prestasi tinggi karena mempunyai kemampuan yang unggul.
22
Luwes dalam berpikir
23
Peka (sensitif) dan menggunakan firasat (intuisi)
a. Karakteristik Intelektual-Kognitif
10. Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang
kuat.
24
11. Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika
dan/atau sains.
b. Karakteristik Persepsi/Emosi
25
1. Menuntut kesempurnaan dalam melakukan sesuatu
(perfectionistic).
d. Karakteristik Aktifitas
2. Sulit memulai tidur tapi cepat terbangun, waktu tidur yang lebih
sedikit dibanding anak normal.
3. Sangat waspada.
26
6. Cepat bosan dengan situasi rutin, pikiran yang tidak pernah diam,
selalu memunculkan hal-hal baru untuk dilakukan.
27
2.5. Anak Lamban Belajar
Anak dengan lamban belajar adalah siswa yang lambat dalam proses
belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama. Lamban belajar adalah siswa yang kurang mampu menguasai
pengetahuan dalam batas waktu yang telah ditentukan karena ada faktor
tertentu yang mempengaruhinya.
28
Kurang mampu membedakan huruf, angka dan suara.
Penampilannya kasar.
29
2.5.3. Karakteristik Anak Lamban Belajar
Untuk memahami anak slow learner (lambat belajar) ini ada baiknya
kalau kita memahami konsep MA (Mental Age). Mental Age adalah
kemampuan mental yang dimiliki seseorang pada usia-usia tertentu.
Anak yang mempunyai intelegensi yang normal umur mental harus
sepadan dengan umur kalender (Cronological Age). Jadi seseorang yang
berumur 7 tahun akan memiliki umur mental 7 tahun pula. Apabila umur
mentalnya 6 tahun, maka intelegensinya ada di bawah rata-rata
perhitungan IQ.
IQ = MA/ CA x 100
Klasif
IQ
ikasi
130 Very
keatas Superior
120 Super
– 129 ior
30
110 Brigh
– 119 Normal
90 – Avera
109 ge
80 – Dull
89 Normal
70 – Borde
79 rline
69
Defec
kebawa
tive
h
IQ Klasifikasi
130 Very
keatas Superior
120
Superior
– 129
110 High
– 119 Average
90 –
Average
109
80 – Low
89 Average
70 – Borderline
79 Defective
69
Mentally
kebawa
Defective
h
31
Dengan melihat klasifikasi ini berarti anak lambat belajar
mempunyai intelegensi sekitar 80 – 90, atau berdasarkan klasifikasi
Raven tergolong Grade IV.
32
separoh nilai rapornya merah. Kalau guru mengeahui masalahnya
dan selanjutnya memberikan bimbingan dan bantuan seperlunya
maka putus sekolah 60% itu dapat dikurangi. Biarpun agak
terlambat, mereka akan dapat menyelesaikan pendidikannya di
sekolah dasar. Setelah tamat sekolah dasar, mereka dapat diarahkan
untuk memasuki balai latihan atau sekolah kejuruan yang lebih
singkat.
d. Dalam kehidupan di rumah tangga, murid lambat belajar masih
mampu berkomunikasi dan bergaul secara baik dengan saudara-
saudaranya. Mereka dapat belajar sendiri melakukan pekerjaan-
pekerjaan dalam tata kehidupan keluarga.
e. Emosinya kurang terkendali, suka mementingkan diri sendiri. Inilah
sebabnya mengapa sering timbul perselisihan dengan teman-
temannya. Perasaan mudah terpengaruh oleh orang lain dan
lingkungannya. Tidak mempunyai pendirian yang kuat.
f. Murid lambat belajar dapat dilatih beberapa macam ketrampilan
yang bersifat produktif. Mereka mampu melakukan pekerjaan sendiri
dengan tanggung jawab sepenuhnya.
33
Ketiga komponen tersebut selanjutnya disesuaikan dengan media
dan sumber belajar yang tersedia dan mungkin digunakan (Hamzah B.
Uno dan Nurdin Mohamad, 2011: 4).
2.6. Tunagrahita
Beberapa ciri yang bisa tampak dari anak dengan kondisi tuna
grahita ini antara lain:
1. Penampilan fisik yang tidak seimbang, misalnya kepala lebih besar
atau terlalu kecil bila dibandingkan dengan proporsi tubuh
keseluruhan. Kelainan fisik pada ras mongoloid terlihat pada badan
yang bungkuk, muka datar, telinga kecil, mulut seperti melongo, dan
mata yang sipit.
2. Tidak menunjukkan perkembangan yang berarti sesuai dengan
tahapan usianya, bertingkah laku dan menunjukkan interaksi yang
tidak lazim bagi anak seusianya. (baca juga: Teori Belajar dalam
Psikologi )
3. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai perkembangan yang
seharusnya dan kurang mampu menolong dirinya sendiri. (baca juga
tentang: Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak )
4. Mengalami hambatan perkembangan bicara sehingga memiiki
kemampuan bicara yang kurang.
34
5. Mengalami hambatan perkembangan bahasa sehingga komunikasi
terhambat juga.
6. Kurangnya perhatian terhadap lingkungan atau tidak ada perhatian
sama sekali, yang juga dikenal sebagai sikap apatis dan acuh tak
acuh. (baca juga: Cara Menghilangkan Trauma Pada Anak)
7. Kurang dapat mengkoordinasi gerakan, sehingga gerakan sering
tidak terkendali, mengalami gangguan dalam perkembangan gerak.
8. Memiliki emosi yang sangat labil, sehingga bertingkah laku kurang
wajar secara terus menerus berbeda dengan perkembangan sosial
emosional anak usia dini pada umumnya.
9. Memiliki daya ingat yang sangat lemah, sulit dan lamban
mempelajari hal – hal baru.
10. Kecerdasannya sangat terbatas dan mempunyai minat yang juga
terbatas.
2.6.3. Karakteristik
35
Setelah dewasa kepentingan ekonominya sangat tergantung
ada bantuan orang lain.
Mudah terjerumus ke dalam tingkat terlarang (mencuri,
merusak, pelanggaran seksual).
1) Fungsi mental lainnya
Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya.
Mudah lupa.
Kepribadian
Tidak percaya terhadap kemampuannya sendiri.
Tidak mampu mengontrol dan menyerahkan diri.
Selalu tergantung pada pihak luar.
Terlalu percaya diri.
36
ketika anak mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran. Sekitar
75% dari anak tuna grahita termasuk kepada kelompok tuna grahita
ringan.
Tuna Grahita Sedang, anak yang termasuk dalam kelompok ini
kemampuan intelektualnya serta kemampuan adaptasinya berada di
bawah elompok tuna grahita ringan. Kelompok ini pada umumnya
dapat dideteksi sejak bayi atau sejak usia dini karena keterlambatan
perkembangan yag terlihat jelas. Sebagian anak mempunyai kondisi
fisik yang terlihat jelas berbeda dengan anak lainnya, terutama dari
segi wajah. Namun ada pula beberapa anak yang fisiknya tampak
normal. Tingkat IQ berada di antara angka 30 sampai 50. Pendidikan
yang bisa diselesaikan oleh anak dalam kelompok ini biasanya
setingkat dengan kelas dua sekolah dasar umum. Sekitar 20% dari
anak tuna grahita adalah kelompok ini.
Tuna Grahita Berat, pada kelompok ini inteligensi anak termasuk
yang sangat rendah dan tidak dapat menerima atau menjalani
pendidikan secara akademis seperti dua kelompok lainnya. Dengan
tingkatan IQ rata- rata 30 ke bawah, anak dalam kelompok ini akan
membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan kegiatan sehari
– harinya. Mereka hampir tidak memiliki kemampuan untuk berlatih
mengurus dirinya sendiri, berlatih bersosialisasi ataupun untuk
bekerja. Sekitar 5% anak tuna grahita berat dan sangat berat berada
pada kelompok anak tuna grahita secara keseluruhan.
37
Ku, Media Lidah-Ku, Media Kerangka Tubuh-Ku, serta Media Makanan-
Ku. Media Sains ini membantu anak tungrahita mengenal bagian-bagian
tubuhnya dan memilih makanan yang baik dan sehat.
Ada beberapa ciri khas dari anak yang mengalami gangguan ini,
yaitu:
a. Memiliki potensi dan atau fungsi kecerdasan minimal pada tingkat
rata-rata. Hal ini dibuktikan melalui tes intelegensi (skor IQ).
38
b. Memiliki prestasi akademis yang jelek dan tidak sesuai dengan hasil
tes intelegensi, usia, dan tingkat pendidikannya walau sudah
mendapat pembelajaran yang optimal.
c. Mengalami kesulitan dalam memproses informasi, seperti
membedakan bentuk yang mirip, menirukan gerakan, membedakan
kanan dan kiri, serta berbagai kesulitan lainnya.
39
d. Kesulitan Belajar Non-Verbal
Pada jenis ini, anak akan mengalami kesulitan untuk menangkap
hal-hal seputar non-verbal, seperti tanda sosial dan aturan sosial. Anak
dengan gangguan ini biasanya tidak bisa menerjemahkan konteks
bahasa tubuh, dan juga mengerti bahasa atau ekspresi wajah orang
lain.
40
a. Penentuan siswa (identifikasi murid yang diduga mengalami
kesulitan belajar). Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan
posisi murid dengan murid lain dalam hal pencapaian hasil belajar.
Tehnik yang dapat dilakukan antara lain : melihat nilai ulangan,
melihat tipe kesalahan yang dibuat, observasi saat proses belajar. 2.
Menentukan letak kesulitan secara lebih spesifik pada mata pelajaran
tertentu. Cara yang dapat dipergunakan antara lain : tes diagnostic,
menganalisa beberapa hasil ulangan dengan mencermati tipe
kesalahan yang dibuat siswa, memeriksa buku catatan. 3. Mencari
penyebab dari kesulitan anak yang dapat datang dari dalam diri anak
(internal) maupun luar (eksternal). Faktor internal meliputi
inteligensi, fisik, panca indera, gangguan emosi, kebiasaan yang
aneh, kemampuan prasyarat yang belum dikuasai. Faktor eksternal
yang ditelusuri meliputi : situasi rumah, pindah sekolah, proses
belajar mengajar di sekolah, sarana-prasara di sekolah. Data-data di
atas dapat diperoleh melalui tes kecerdasan, skala sikap, pengamatan
intensif di dalam maupun di luar kelas, wawancara terhadap anak
yang bersangkutan, teman, guru kelas dan orang tua. Di sekolah
inklusi, nominasi guru dapat digunakan untuk menentukan siswa
dengan melihat prestasi belajar yang rendah dan tingkat ketercapaian
materi yang belum sesuai dengan tujuan pembelajaran. Nominasi
dari guru kelas diperkuat oleh nominasi guru kelas sebelumnya
mengingat guru kelas saat ini baru mengenal anak selama 1 bulan.
Penentuan letak kesulitan dilakukan dengan mencermati hasil
pekerjaan anak pada ulangan mingguan maupun ulangan akhir
semester. Selain itu juga disertakan tes diagnostic untuk mengetahui
deskriminasi visual dan auditori.
b. Metode pengumpulan data dalam tahapan pelaksanaan diagnosis
dijabarkan oleh Lerner (1985) sebagai berikut :
Interviu. Data-data yang dikumpulkan melalui interviu
meliputi : case history, kemampuan anak saat ini, faktor sosial
41
dan personal serta faktor sekolah. Case histori terdiri atas data
identitas ( anak, ortu, saudara ), sejarah kelahiran dan data
perkembangan ( kesehatan: kecelakaan, penyakit ), kondisi
kesehatan (kebiasaan makan, tidur ), sejarah perkembangan
(umur untuk bisa berdiri, berjalan, pengucapan kata pertama,
kelainan bahasa atau gerak apabila ada ). Kemampuan saat ini
meliputi kemampuan motorik halus, motorik kasar, kemampuan
berbahasa, emosi, kegiatan anak di sekolah. Faktor personal dan
sosial meliputi hubungan dengan teman, saudara, keluarga,
perlakuan orang tua terhadap anak, hobby, minat dan tanggung
jawab yang sudah diemban. Faktor sekolah meliputi : pergantian
guru, tingkah laku di sekolah.
Observasi. Hal-hal yang diobservasi meliputi :
1) penerimaan diri (saat mengerjakan tugas, sikap terhadap
materi baru/orang baru )
2) Kondisi gerak ( saat nulis, tulisan anak, cara megang pensil,
sikap selama pelajaran) 3) Ketika membaca, menulis,
bermain.
c. Tes informal, tes ini dibuat oleh guru saat ulangan maupun dengan
melihat dokumen hasil pekerjaan anak.
d. Tes formal dapat menggunakan tes akhir semester.
e. Penanganan di sekolah reguler dapat dilakukan di ruang sumber
maupun bekerjasama dengan guru kelas di ruang kelas. Penggunaan
akomodasi pembelajaran dapat disepakati bersama guru kelas untuk
memberikan layanan kepada anak yang kesulitan belajar
spesifikFahsl (2007) mengemukakan akomodasi yang diperuntukkan
secara khusus untuk membantu ABB mengerjakan soal-soal
matematika. Akomodasi tersebut meliputi:
Organization, penggunaan petak-petak dengan garis bantu yang
membantu anak dalam proses mengerjakan soal berhitung.
42
Highlighting, penghitungan yang memerlukan penyimpanan
pada puluhan, ratusan dapat dibantu dengan memberi tanda
tertentu.
Fact charts, keterbatasan memori pada anak yang kesulitan
belajar Spesifik dapat dibantu dengan tabel perhitungan. Untuk
menghindari ketergantungan, perhitungan yang sudah dihapal
dapat diblok hitam.
Calculators, fungsi penggunaan kalkulator hampir sama dengan
tabel perhitungan. Ketergantungan pada anak dapat diantisipasi
dengan aturan penggunaan kalkulator yang dibatasi, misal:
untuk mengecek hasil pekerjaan.
Manipulatives, penandaan pada simbol operasi hitung maupun
pemberian lingkaran pada perintah soal dapat digunakan untuk
mengingatkan anak.
Time management, penentuan waktu yang dipergunakan untuk
mengerjakan soal oleh anak dapat membantu mereka mengelola
waktu dalam mengerjakan tugas.
Class presentations, penggunaan media visual maupun auditori
dapat membantu anak memahami materi dari berbagai sensori.
Berkeliling kelas dapat mengurangi kecenderungan anak untuk
beralih fokus pada saat PBM berlangsung. Pengelompokan anak
disarankan dengan memberikan pembagian tugas yang jelas
pada masing-masing anggota kelompok.
Assignments, pengurangan kualitas maupun kuantitas soal dapat
dilakukan. Pemberian lembar soal yang dipenuhi oleh gambar
dapat meningkatkan minat anak (kecuali pada anak dengan
gangguan perhatian).
Assessments, pengerjaan ulangan dapat dimodifikasi dengan
observasi langsung pada saat mengerjakan ulangan sehingga
diketahui pemahaman tentang materi
43
44
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
45
DAFTAR PUSTAKA
Bisa Mandiri. 2014. Memilih media pembelajaran yang tepat bagi anak
tunarungu. Diakses pada 4 November 2019, dari
https://bisamandiri.com/blog/2014/11/memilih-media-pembelajaran-yang-
tepat-bagi-anak-tuna-rungu/
46
Kantin ilmu. 2012. Media Pembelajarn untuk anak tunarngu. Diakses pada 4
November 2019, dari http://kantingembira.blogspot.com/2012/10/media-
pembelajaran-untuk-anak-tuna-rungu.html
Kobis, Fricillya Sucia. 2013. Makalah “karakteristik anak yang lamban belajar”
(slow learner). Diakses pada 4 November 2019, dari
http://fricillyakobis.blogspot.com/2013/12/karakteristik-anak-yang-lamban-
belajar.html
Madani. 2017. Anak Dengan Lamban Belajar (Slow Learner). diakses pada 4
November 2019, dari https://beritamadani.co.id/2017/01/27/anak-dengan-
lamban-belajar-slow-learner/
Maisyaroh, Siti. 2015. Anak Berbakat. Diakses pada 4 November 2019, dari
https://www.kompasiana.com/memeymaysa/557cf9f1949373716e80ba38/a
nak-berbakat?page=all
PSIBK. 2018. Mengenal Seorang Gifted. Diakses pada 4 November 2019, dari
https://www.usd.ac.id/pusat/psibk/category/artikel//
47
Retno, Devita. 2017. 10 Ciri-Ciri Anak Tunagrahita – Ringan – Berat. Diakses
pada 4 November 2019, dari https://dosenpsikologi.com/ciri-ciri-anak-
tunagrahita
Tugas Sekolah dan Kuliah. 2015. Strategi, Model, dan Evaluasi Pendidikan Anak
Berbakat. Diakses pada 4 November 2019, dari
http://tugassekolahdankuliah.blogspot.com/2015/06/strategi-model-dan-
evaluasi-pendidikan.html
48