Anda di halaman 1dari 13

Karakteristik Anak Usia Dini yang Berkebutuhan Khusus

Tugas ini dikemukakan untuk


Memenuhi Syarat Kuliah Pendidikan Anak Usia Dini

Disusun Oleh:
Nama Mahasiswa : 1. Hasby Asshidiq (198600016)
2. Rizky Ananda (198600015)
Nama Dosen : Maryono, M.Psi.
Kelas : C1

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2021/2022
1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segenap kekuatan dan kemampuan, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan Tugas ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga tercurah
kepada junjungan kita, kekasih Allah SWT, Muhammad SAW, figur manusia sempurna yang sudah
selayaknya dijadikan teladan dalam mengarungi biduk kehidupan ini.
Alhamdulillah, berkat rahmat dan pertolongan Allah Kami dapat menyelesaikan tugas guna memenuhi
Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Usia Dini dengan baik. Adapun judul tugas ini adalah
Karakteristik Anak Usia Dini yang Berkebutuhan Khusus. Kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besernya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan pembuatan tugas ini.
Besar harapan Kami semoga tugas ini dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran yang dapat
bermanfaat bagi tim penyusun sendiri maupun pembaca.

Medan, Juni 2022

2
DAFTAR ISI

SAMPUL......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. LATAR BELAKANG ....................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................1

C. TUJUAN .........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................2

BAB III PENUTUP......................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang tumbuh dan berkembang
dengan berbagai perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Istilah anak-anak dengan
kebutuhan khusus tidak mengacu pada sebutan untuk anak-anak penyandang cacat, tetapi
mengacu pada layanan khusus yang dibutuhkan anak-anak dengan kebutuhan khusus. Ada
berbagai jenis kategori dalam lingkup jangka waktu anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Dalam konteks pendidikan khusus di Indonesia, anak-anak dengan kebutuhan khusus
dikategorikan dalam hal anak-anak tunanetra, anak-anak tuna rungu, anak-anak dengan
kecacatan intelektual, anak-anak penyandang cacat motorik, anak-anak dengan gangguan emosi
sosial, dan anak-anak dengan bakat cerdas dan khusus. Setiap anak dengan kebutuhan khusus
memiliki karakteristik berbeda dari satu ke yang lain. Selain itu, setiap anak dengan kebutuhan
khusus juga membutuhkan layanan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan
karakteristik mereka. Penting untuk melaksanakan kegiatan identifikasi dan penilaian untuk
mengidentifikasi karakteristik dan kebutuhan mereka. Hal ini dianggap penting untuk
mendapatkan layanan yang tepat sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan kemampuannya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian Jenis jenis ABK


2. Karakteristik Anak Berkebtuhan Khusus

C. TUJUAN

Tujuan Makalah Tersebut adalah Agar dapat mengetahui Jenis Jenis ABK dan Karakteristiknya

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenis Jenis Anak Berkebutuhan Khusus dan Karakteristik Anak


Berkebutuhan Khusus

1. Anak Tunanetra
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan kehilangan ketajaman penglihatan
sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk
bersekolah sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus. Ketajaman penglihatan diukur
berdasarkan kemampuan seseorang membaca huruf-huruf, angka-angka, atau simbol-simbol
lain pada papan Snellen sejauh 20 kaki (6 M). Penglihatan seseorang dikatakan betul-betul
terganggu jika ketajamannya lebih rendah atau sama dengan 20/200 (Arum, 2005:28-29) yaitu
yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki yang dapat dilihat oleh orang yang
memiliki ketajaman normal pada jarak 200 kaki. Hilangnya kemampuan melihat tersebut
mengakibatkan perkembangan anak, baik perkembangan baik perkembangan intelektualnya,
emosi, sosial, kepribadian dan keterampilan hidupnya. Mereka dengan keadaannya itu tidak
mungkin dapat mengikuti pendidikan di sekolah biasa bersama anak-anak yang awas tanpa
layanan atau program khusus.

Adapun karakteristik anak Tunanetra adalah sebagai berikut.


1. Segi Fisik
Secara visik anak-anak tunanetra, Nampak sekali adanya kelainan pada organ penglihatan/
mata, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini
terlihat dalam aktivitas mobilitas dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli
visual. Atau hal yang membedakan anaktunetra dengan anak lainnya dapat dilihat dari kondisi
matanya dan sikap tubuhnya yang kurang ajeg serta kaku.

2. Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung terhadap keadaan
motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra
kurang mampu melakukan orientasi lingkungan. Misalnya:
• gerakan agak kaku dan kurang fleksibel hal ini disebabkan karena keterbatasan penglihatan
jadi anak tunanetra tidak bebas bergarak seperti anak awas lainnya.
• Perilaku Stereotipee (stereotypic behavior) artinya sebagian kecil anak tunanetra ada yang
suka mengulang-ulang gerakan tertentu, seperti mengedip-ngedipkan atau menggosok-gosok
matanya.

3. Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan masalah atau penyimpangan perilaku
pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Anak tunanetra
sering kali menunjukkan prilaku treriotip, sehingga menunjukkan prilaku yang tidak
semestinya. Ada beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang
mengembangkan perilaku steriotip. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya
rangsangan sensoris, terbatasnya aktivitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan
sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dapat dilakukan dengan cara
membantu mereka memperbanyak aktivitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku
2
tertentu seperti misalnya memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih
positif, dan sebagainya.

4. Akademik
Secara umum kemampuan akademik anak-anak tunanetra sama seperti anak-anak pada
umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis,
khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Dengan kondisi yang demikian maka tunanetra
dalam membaca mempergunakan huruf Braille (huruf simbol dengan titik timbul) atau huruf
cetak dengan berbagai ukuran dan untuk menulis tunanetra menggunakan Riglet dan pen.

5. Pribadi dan Sosial


Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan meniru,
maka anak tunanetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar.
Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak
tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan,
menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan
gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam
mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada saat melakukan komunikasi.
Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi
tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakkan tersebut. Keterbatasan tersebut
mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada
hubungan social. Dari keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih terlihat memiliki sikap :
• Curiga yang berlebihan pada orang lain, ini disebabkan oleh kekurangmampuannya dalam
berorientasi terhadap lingkungannya.
• Mudah tersinggung. Akibat pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau
mengecewakan yang sering dialami, menjadikan anak-anak tunanetra mudah tersinggung.
• Ketergantungan pada orang lain. Anak-anak tunanetra umumnya memiliki sikap
ketergantungan yang kuat pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

2. Anak Tunarungu
Istilah tunarungu ditujukan pada individu atau anak yang mengalami kehilangan kemampuan
mendengar, baik kehilangan kemampuan mendengar sama sekali maupun kehilangan
kemampuan mendengar sebagian. Orang yang kehilangan kemampuan mendengar sama sekali
disebut tuli (the deaf), sedangkan kemampuan mendengar sebagian disebut kurang dengar (hard
of hearning) .
Frisina (1974) dalam Moh. Amin (1986:53) mendefinisikannya sebagai berikut : seorang yang
tuli adalah sesorang yang pendengarannya cacat sampai batas yang menghambat pengertiannya
akan pembicaraan melalui telinga, dengan atau tanpa alat bantu dengar. Orang yang kurang
mendengar adalah yang pendengarannya cacat sampai tingkat tertentu. Definisi ini
menunjukkan bahwa tunarungu dalam kategori tuli tidak dapat digunakan alat pendengaranya
sama sekali untuk mengartikan pembicaraan, baik dengan memakai alat bantu dengar atau tidak.
Dengan hilangnya kemampuan mendengar tersebut, maka anak tunarungu dapat disebut child
with problem in learning (anak dengan problema dalam belajar) yang membawa
konsekuensinya kepada child with special needs (anak berkebutuhan khusus).

3
Beberapa karakteristik anak tunarungu, diantaranya :
1. Segi Fisik
• Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Akibat terjadinya permasalahan pada organ
keseimbangan pada telinga, menyebabkan anak-anak tunarungu mengalami
kekurangseimbangan dalam aktivitas fisiknya.
• Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu tidak pernah mendengar
suara-suara dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuara atau mengucapkan kata-kata
dengan intonasi yang baik, sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur pernafasannya dengan
baik, khususnya dalam berbicara.
• Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan merupakan salah satu indera yang paling dominan
bagi anak-anak penyandang tunarungu, dimana sebagian besar pengalamannya diperoleh
melalui penglihatan. Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak visual,
sehingga cara melihatpun selalu menunjukkan keingintahuan yang besar dan terlihat beringas.

2. Segi Bahasa
• Miskin akan kosa kata
• Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan, atau idiomatik
• Tatabahasanya kurang teratur

3. Intelektual
• Kemampuan intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidak mengalami
permasalahan dalam berkomunikasi dan berbahasa, perkembangan intelektual menjadi lamban.
• Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya
kelambanan dalam perkembangan intelektualnya akibat adanya hambatan dalam komunikasi,
maka dalam akademiknya juga mengalami keterlambatan. Untuk mengatasi hambatan dalam
berkomunikasi biasanya anak tunarungu menggunakan alat bantu dengar yang disebut Hearing
Aid dan untuk mengucapkan kata-kata ia menggunakan abjad jari (finger spelling).
Gambar 2.2 Hearing Aid (alat bantu dengar)
gambar 2.1 abjad jari

4. Sosial-emosional
• Pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu
Sebagai akibat keterbatasan dalam komunikasi, anak tunarungu cenderung untuk bergaul/
bersosialisasi dengan sesama tunarunguatau menarik diri dari lingkungan orang mendengar
• Perasaan takut (khwatir) terhadap lingkungan sekitar
Pada umumnya, anak tunarungu menyadari bahwa mereka kurang dapat menguasai lingkungan
sekitar tanpa pendengaran. Hal inilah menjadikan mereka bersikap ragu atau menimbulkan rasa
takut.
• Sering merasa curiga dan berprasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat adanya kelainan fungsi
pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa yang dibicarakan orang lain, sehingga
anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa curiga.
• Sering bersikap agresif
• Cepat marah dan tersinggung

4
3. Anak Tunadaksa
Istilah umum yang digunakan di Indonesia untuk anak jenis kelainan ini adalah tunadaksa
ringan dan tunadaksa berat. Anak tunadaksa ringan adalah anak yang cacat tubuh tetapi tidak
menghambat perkembangannya, anak-anak ini tidak membutuhkan pelayanan pendidikan
khusus dengan kata lain anak-anak ini bisa sekolah dengan anak normal lainnya.
Sedangkan anak tunadaksa berat adalah anak yang mengalami cacat tubuh dan menyebabkan
terjadinya hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal dan memerlukan layanan
pendidikan khusus. Karakteristik anak daksa sebagai berikut :
1. Gangguan Motorik
Gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat
dikendalikan, gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik ini meliputi
motorik kasar dan motorik halus.
2. Gangguan Sensorik
Pusat sensoris pada manusia terletak pada otak, mengingat anak cerebral palsy adalah anak
yang mengalami kelainan otak, maka sering anak cerebral palsy disertai gangguan sensorik
antara lain penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Gannguan penglihatan
pada cerebral palsy terjadi karena ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat kerusakan
otak. Gangguan pendengaran pada anak cerebral palsy sering dijumpai pada jenis athetoid.
3. Gangguan tingkat Kecerdasan
Walaupun anak cerebral palsy adalh anak yang mengalami kelainan di otaknya tetapi keadaan
kecerdasan anak cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak cerebral palsy mulai tingkat
yang paling rendah sampai gifted. Sekitar 45% mengalami keterbelakangan mental, dan 35%
lagi mempunyai tingkat kecerdasan normal dan diatas rata-rata. Sedangkan sisianya cenderung
dibawah rata-rata.
4. Kemampuan Bicara
Anak cerebral Palsy mengalami gangguan wicara yang disebabkan oleh kelainan motorik otot-
otot wicara terutama pada organ artikulasi seperti lidah, bibir, dan rahang bawah dan ada pula
yang terjadi karena kurang dan tidak proses interaksi dengan lingkungannya. Dengan keadaan
yang demikian maka bicara anak-anak cerebral palsy menjadi tidak jelas dan sulit diterima
orang lain.
5. Emosi dan Penyesuaian Sosial
Respon dan sikap masyarakat terhadap kelainan pada anak cerebral palsy, mempengaruhi
pembentukan pribadi anak secara umum. Emosi anak sangat bervariasi,tergantung rangsangan
yang diterimanya. Secara umum tidak terlalu berbeda dengan anak-anak normal, kecuali
beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dapat menimbulkan emosin yang tidak
terkendali. Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak cerebral palsy dapat memunculkan
anak merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya kurang, mudah tersinggung. Sedangkan anak-
anak yang mengalami kelumpuhan yang dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang sering
diderita oleh anak-anak pasca polio dan muscle dystrophy lain mengakibatkan gangguan
motorik terutama gerakan lokomosi, gerakan ditempat, dan mobilisasi.

5
4. Anak Tunagrahita
Menurut A Kirk dalam Moh. Amin (1995) pengertian anak tunagrahita adalah anak yang
mengalami hambatan dan keterlambatan dalam perkembangan mental yang disertai dengan
ketidakmampuan dalam belajar dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Karakteristik anak tunagrahita secara umum menurut James D.Page (Amin,1995:34-37)


dicirikan dalam hal : kecerdasan, sosial, fungsi mental, dorong dan emosi, kepribadian serta
organism.
Masing-masing hal itu sebagai aspek diantara tunagrahita dengan jelas sebagai berikut:
1. Intelektual
Dalam pencapaian tingkat kecerdasan bagi tunagrahita selalu dibawah rata-rata denga anak
yang seusia sama, demikian juga perkembangan kecerdasan sangat terbatas. Mereka hanya
mampu mencapai tingkat usia mental setingkat usai mental anak usia mental anak Sekolah
Dasar IV, atau kelas II, bahkan ada yang mampu mencapai tingkat usia mental setingkat usia
mental anak pra sekolah. Dalam hal belajar, sukar memahami masalah. Masalah yang bersifat
abstrak dan cara belajarnya banyak secara membeo (rote learning) bukan dengan pengertian.

2. Segi sosial
Dalam kemampuan bidang sosial juga mengalami kelambatan kalau dibandingkan dengan anak
normal sebaya.hal ini ditunjukkan dengan pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara,
dan memimpin diri. Waktu masih kanak-kanak mereka harus dibantu terus menerus, disuapi
makanan, dipasangkan dan ditanggalkan pakaiannya, diawasi terus menerus, setelah dewasa
kepentingan ekonominya sangat tergantung pada bantuan orang lain. Kemampuan social
mereka ditunjukkan dengan Social Age (SA) yang sangat kecil dibandingkan dengan
Cronological Age (CA) Sehingga skor social Quotient (SQ)nta renda.
3. Ciri pada fungsi mental lainnya

Mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, jangkuan perhatiannya sangat


sempit dan cepat beralih kurang tangguh dalam menghadapi tugas pelupa dan mengalami
kesukaran mengungkapkan kembali suatu ingatan. Kurang mampu membuat asosiasi serta sukar
membuat kreasi baru.

4. Ciri dorong dan emosi


Perkembangan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat
ketungrahitaannya masing-masing. Anak yang berat dan sangat berat ketunagrahitanya hampir
tidak memperlihatkan dorongan untuk mempertahankan diri, dalam keadaan haus dan lapar
tidak menunjukkan tanda-tandanya, mendapat perangsang yang menyakitkan tidak mampu
menjauhkan diri dari perangsang tersebut. Kehidupan emosi yang lemah, dorongan biologisnya
dapat berkembang tetapi penghayatannya terbatas pada perasaan senang, takut, marah, dan
benci. Anak yang tidak terlalu berat ketunagrahitannya mempunyai kehidupan emosi yang
hamper sama dengan anak normal tetapi kurang kaya, kurang kaut, kurang beragam, kurang
mampu menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak social

5. Ciri kemampuan dalam bahasa


Kemampuan bahasa sangat terbatas perbendaraan kata terutama kata yang abstrak, pada anak
yang ketunagrahitaannnya semakin berat banyak yang mengalami gangguan bicara disebabkan
cacat artikulasi dan problem dalam pembentukan bunyi.
6. Ciri kemampuan dalam bidang akademis
6
Mereka sulit mencapai bidang akademis membaca dan kemampuan menghitung yang
problematis, tetapi dapat dilatih dalam menghitung yang bersifat perhitungan.

7. Ciri kepribadian
Kepribadian anak tunagrahita dari berbagai penelitian oleh Leahy, Balla, dan Zigler(Hallahan &
Kauffman 1988:69) bahwa anak yang merasa retarted tidak percaya terhadap kemampuannya,
tidak mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak tergantung pada
pihak luar(external locus of control). Mereka tidak mampu untuk mengarahkan diri sehingga
segala sesuatu yang terjadi pada dirinya bergantungan pengarahan dari luar.

8. Ciri kemampuan dalam organisme


Kemampuan anak tunagrahita untuk mengorganisasi keadaan dirinya sangat jelek, terutama
pada anak tunagrahita yang kategori berat. Hal ini ditunjukan dengan baru dapat berjalan dan
berbicara pada usia dewasa, sikap gerak langkahnya kurang serasi, pendengaran dan
penglihatannya tidak dapat difungsikan. Kurang rentan terhadap persaan sakit, bau yang tidak
enak, serta makanan yang tidak enak.

Sedangkan karakteristik anak tunagrahita, yang lebih spesifik berdasarkan berat ringannya
kelainan dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Mampudidik
Mampudidik merupakan istilah pendidikan yang digunakan untuk mengelompokan tunagrahita
ringan. Mampudidik memiliki kapasitas intelegensi antara 50-70 pada skala Binet maupun
Wescher. Mereka masih mempunyai kemampuan untuk dididik dalam bidang akademik yang
sederhana (dasar) yaitu membaca, menulis dan berhitung. Anak mampudidik kemampuan
maksimalnya setara dengan anak usia 12 tahun atau 6 sekolah dasar, apabila mendapatkan
layanan dan bimbingan belajar sesuai maka anak mampu didik dapat lulus sekolah dasar. Anak
mampu didik setelah dewasa masih memungkinkan untuk dapat bekerja nafkah, dalam bidang
yang tidak memerlukan banyak pemikiran. Tunagrahita mampu didik umumnya tidak desertai
dengan kelainan fisik baik sensori maupun motoris, sehingga kesan lahiriah anak mampudidik
dikenal dengan terbelakang mental 6 jam, hal ini dikarenakan anak terlihat terbelakang mental
sewaktu mengikuti palajaran akademik di sekolah saja, yang mana jam sekolah adalah 6 jam
setiap hari.

2. Mampulatih
Tunagrahita mampulatih secara fisik sering memiliki atau disertai dengan kelainan fisik baik
sensori maupun motoris, bahkan hamper semua anak yang memiliki kelainan dengan tipe kinik
masuk pada kelompok mampu latih sehingga sangat mudah untuk mendeteksi anak mampu
latih, karena penampilan fisiknya (kesan lahiriah) berbeda dengan anak normal sebaya. Anak
mampulatih memiliki kapasitas intelegensi (IQ) berkisar anatara 30-50, kemampuan
tertingginya setara dengan anak normal usia 8 tahun atau kelas 2 SD. Kemampuan akademik
nak mampulatih tidak dapat mengikuti pelajaran yang bersifat akademik walaupun secara
sederhana seperti membaca, menulis, dan berhitung. Anak mampulatih hanya mampulatih
dalam keterampilan mengurus diri sendiri dan aktivitas kehidupan sehari-hari.

7
3. Perlurawat
Anak perlu rawat adalah klasifikasi anak tunagrahita yang paling berat, jika pada istilah
kedokteran disebut dengan idiot. Anak perlu rawat memiliki kapasitas intelegensi dibawah 25
dan sudah tidak mampu dilatih keterampilan. Anak ini hanya mampu latih pembiasaan
(conditioning) dalam kehidupan sehari-hari. Seumur hidupnya tidak dapat lepas dari orang lain.

5. Anak Tunalaras
Dalam kehidupan sehari-hari anak tunalaras sering disebut juga anak dengan gangguan
emosional (emotionally disturbed), anak dengan kekacauan psikologis (psychologically
disordred), atau anak dengan hambatan mental (emotionally handicapped). Anak tunalaras
sering mengalami konflik baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Anak tunalaras
mengalami kesulitan untuk bermain atau belajar bersama anak lain. Anak tunalaras mengalami
kesulitan beradabtasi dengan kehidupan masyarakat, dimana mereka sering berkelahi, dan tidak
disukai oleh anak-anak yang lain pada umumnya. Karena ketidakmampuan menjalin hubungan
persahabatan dengan anak lain maka anak tunalaras sering disebut juga anak nakal. Persoalan
mendasar yang dihadapi anak tunalaras dalam pembelajaran adalah menyangkut konsentrasi dan
pengendalian sosial emosi dengan lingkungannya. Tingkat konsentrasi anak tunalaras dalam
belajar tidak bisa berjalan dengan lama dan konsisten maka dari itu pola belajar anak tunalaras
selalu berubah-ubah dan mereka sangat sensitive dengan stimulus lingkungan.
Beberapa karakteristik yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami
kelainan perilaku sosisl ini adalah:

1. Karakteristik umum
• Mengalami gangguan perilaku ; suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri
atau orang lain, melawan, sulit kosentrasi, tidak mau bekerja sama, sok aksi, ingin menguasai
orang lain, mengacam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri,
mengejek, dan sebagainya
• Mengalami kecemasan ; kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul,
manarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya.
• Kurang dewasa ; suka berfantasi, berangan-angan, mudah dipenagruhi, kaku, pasif, suka
mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya
• Agresif ; memilih gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman
jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.

2. Sosial / emosi
• secara sosial masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain dengan ciri-ciri : perilaku
yang tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, dan perilaku
melanggar aturan keluarga, dan rumah tangga.
• perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif seperti, tidak mengikuti aturan, bersifat
mengganggu, mempunyai sikap membangkang atau menentang dan tidak dapat bekerja sama.
• Secara emosional sering merasa rendah diri dan mengalami kecemasan. Adanya rasa gelisah,
malu, dan sanagt sensitive atau perasa.

3. Karakteristik akademik
• Hasil belajar seringkali jauh di bawah rata-rata
• Seringkali tidak naik kelas
• Sering membolos sekolah
• Seringkali melanggar peraturan sekolah dan lalulintas
8
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak tunanetra adalah anak yang mengalami
kelainan kehilangan ketajaman penglihatan sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari termasuk bersekolah sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus.
Adapun karakteristiknya yaitu dari segi fisik, secara visik anak-anak tunanetra, nampak sekali adanya
kelainan pada organ penglihatan/ mata, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal
pada umumnya. Segi Motorik, yaitu hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh secara
langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual
menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebetuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.

Iswari Mega. 2007. Kecakapan Hidup Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Azwandi Yosfan. 2007. Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Wardani I.G.A.K,dkk. 2008. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:Universitas Terbuka

Massofa. 2010. Karakteristik Anak Luar Biasa. http://massofa.wordpress.com/2010/08/09/karakteristik-anak-


luar-biasa/. diakses tgl 6 Oktober 2010

http://images.google.com/images?hl=en&biw=1366&bih=548&tbs=isch%3A1&sa=1&q=tunanetra,tunarungu,
tunadaksa,tunagrahita,dan tunalaras&btnG=Search&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=. diakses 6 oktober 2010

10

Anda mungkin juga menyukai