Anda di halaman 1dari 13

APLIKASI PRAKTIK KOMUNIKASI PASIEN BERKEBUTUHAN KHUSUS

GANGGUAN PENGLIHATAN

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Komunikasi dalam
Keperawatan

Dosen Pengampu :

Hj. Yeni Mulyani, S.Kp, M.Kes

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

1. Diny Titania Ramadhani P07120117052


2. Intan Rosiana Sitorus P07120117056
3. Noorbaiti P07120117068
4. Norvansyah Al Fahrizi P07120117071

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

JURUSAN KEPERAWATAN

2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas segala
rahmat dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Aplikasi
Komunikasi Pasien Berkebutuhan Khusus”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas Mata Kuliah Komunikasi dalam Keperawatan. Tujuan penyusunan
makalah ini adalah untuk mengenali dan memahami pasien berkebutuhan khusus
yang mengalami hambatan dalam penglihatan (Tunanetra)

Kami menyadari, bahwa dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan


kami dalam penyusunan makalah ini, dirasakan masih jauh dari sempurna, maka
untuk itu kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi perbaikan penulisan makalah ini.

Mudah-mudahan segala amal baik yang telah diberikan kepada kami mendapat
balasan yang setimpal dari ALLAH SWT. Harapan kami mudah-mudahan makalah
ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Banjarbaru, Oktober 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 4


1.2 Tujuan ......................................................................................... 4
BAB II ISI ..............................................................................................................
2.1 Pengertian Sistem Reproduksi ................................................... 5
2.2 Karakteristik Tunanetra (kognitif, fisik, sosial/perilaku, emosi, dan
motorik……………………………………………………………5
2.3 Faktor – faktor Penyebab Ketunanetraan…………………………6
2.4 Aplikasi komunikasi pada klien gangguan penglihatan ............. 7
2.5 Syarat komunikasi pada klien gangguan penglihatan .................. 8
2.6 Hal yang diperhatikan saat berkomunikasi dengan klien .............. 9
2.7 Teknik komunikasi terapeutik ..................................................... 10
2.8 Aplikasi Komunikasi pada klien gangguan penglihatan ............. 11
BAB III PENUTUP ..........................................................................................................

3.1 Simpulan ............................................................................................... 12

3.2 Saran ...................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan orang


lain. Komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang
dalam hidup bermasyarakat, sebab tanpa komunikasi maka masyarakat tidak akan
terbentuk. Adanya komunikasi disebabkan oleh karena adanya kebutuhan akan
mempertahankan kelangsungan hidup dan kebutuhan akan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.

Tunanetra merupakan salah satu gangguan penglihatan dimana suatu kondisi tidak
berfungsinya indera penglihatan pada seseorang secara sebagian (low vision) atau
secara keseluruhan (totally blind). Hal ini dapat terjadi sebelum lahir, saat lahir dan
setelah lahir.

Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori


penglihatan, perawat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik sehingga terjalin
hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan klien

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi tunanetra.


2. Mengetahui karakteristik (kognitif, fisik, sosial/perilaku, emosi, dan
motorik) tunanetra.
3. Mengetahui Aplikasi Komunikasi Pada Klien Yang Mengalami Gangguan
Penglihatan
4. Mengetahui Syarat-Syarat Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan
Penglihatan
5. Serta mengetahui hal yang harus diperhatikan ketika bekomunikasi pada
pasien berkebutuhan khusus kebutaan

4
BAB II

ISI

2.1 Pengertian
Tunanetra merupakan salah satu gangguan penglihatan dimana suatu kondisi
tidak berfungsinya indera penglihatan pada seseorang secara sebagian (low
vision) atau secara keseluruhan (totally blind). Hal ini dapat terjadi sebelum lahir,
saat lahir dan setelah lahir.

2.2 Karakteristik Tunanetra (kognitif, fisik, sosial/perilaku, emosi, dan motorik)


Karakteritik tunanetra dapat berbeda-beda tergantung pada sejak kapan anak
mengalami ketunanetraan, bagaimana tingkat ketajaman penglihatannya, berapa
usianya, serta bagaimana tingkat pendidikannya.
1. Tingkah laku
a. Kerap kali menggosok mata.
b. Menutup mata sebelah atau mengerutkan mata.
c. Menelengkan kepala atau menjulurkan kepala jika melihat.
d. Mengalami kesulitan dalam melihat huruf – huruf pada tulisan atau
pekerjaan lain yang memerlukan penglihatan dengan jarak dekat.
e. Kerap kali mengedipkan mata dari biasanya dan merasa sakit matanya saat
mengerjakan pekerjaan yang memerlukan penglihatan jarak dekat.
f. Mendekatkan buku pada matanya saat membaca.
g. Tidak dapat melihat benda dengan jelas saat jarak benda jauh.
h. Mengerutkan kening atau kelopak mata saat melihat.
i. Tidak dapat meletakkan benda dengan tepat dan tidak tertarik
perhatiannya pada benda – benda yang jauh atau tugas yang memerlukan
penglihatan.
j. Peka terhadap cahaya.
k. Tidak dapat membedakan warna.
l. Sering menabrak benda.
m. Sering memegangi kepala dengan aneh.
n. Sering tidak membuat tugas yang diberikan.
2. Fisik
a. Mata juling.
b. Mata merah, ada bintik – bintik pada kelopak mata atau bengkak dan
berselaput.
c. Mata meradang atau berair.
d. Gaya melihat tidak seperti biasa.
e. Sering ada bintil pada kelopak mata. (timbilen dalam bahasa jawa)

5
f. Mengeluarkan nanah atau barang asing lainnya.
g. Mata menonjol keluar.
h. Bola mata selalu berputar – putar.
3. Keluhan
a. Mata gatal, panas, atau sakit.
b. Tidak dapat melihat dengan jelas.
c. Merasa sakit kepala, pusing atau mual saat bekerja dengan menggunakan
penglihatan jarak dekat.
d. Kabur atau penglihatan dobel (rangkap).
e. Sensitif terhadap cahaya.
4. Motorik
Perkembangan motorik lambat karena kondisi psikis yang kurang mendukung
seperti pemahaman terhadap realitas lingkungan, kemungkinan mengetahui
adanya bahaya dan cara menghadapi keterampilan gerak yang serba terbatas
serta kurangnya keberania dalam melakukan sesuatu.

2.3 Faktor – faktor Penyebab Ketunanetraan


a. Keturunan
b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan.
c. Gangguan waktu ibu hamil.
d. Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu
selama pertumbuhan janin dalam kandungan.
e. Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar
air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem
susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.
f. Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor
dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau
pada bola mata itu sendiri.
g. Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata
sehingga hilangnya fungsi penglihatan.
h. Kerusakan pada mata atau saraf mata padawaktu persalinan, akibat benturan
alat-alat atau benda keras.
i. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil
gonorrhoe menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir
mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
j. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan
k. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya
benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari
kendaraan, dll.

6
2.4 Aplikasi Komunikasi Pada Klien Yang Mengalami Gangguan Penglihatan
Berikut adalah Teknik-teknik yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi
dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan :
1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami
kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat
ketika anda berada didekatnya.
2. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda
memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum
melakukan sentuhan pada klien.
5. Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya / memutus
komunikasi.
6. Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
7. Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan /
ruangan yang baru.

2.5 Syarat-Syarat Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Penglihatan


Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori
penglihatan, perawat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik sehingga
terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan klien, untuk itu
syarat yang harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien
dengan gangguan sensori penglihatan adalah :
1. Adanya kesiapan artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan
saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
2. Kesungguhan artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap
harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
3. Ketulusan artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada
indiviu lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang
disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta
berguna untuk sipasien.
4. Kepercayaan diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal
ini akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
5. Ketenangan artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan
disampaikan, perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing
emosi pasien, karena dengan adanya ketenangan maka iinformasi akan lebih
jelas baik dan lancar.

7
6. Keramahan artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari
kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat
akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi penerima.
7. Kesederhanaan artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat
sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun
informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana,
berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.

2.6 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Komunikasi Pada Klien Gangguan
Penglihatan
Agar komunikasi dengan orang dengan gangguan sensori penglihatan dapat
berjalan lancar dan mencapai sasarannya, maka perlu juga diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara
2. Periksa lingkungan fisik
3. Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
4. Komunikasikan pesan secara singkat
5. Komunikasikan hal-hal yang berharga saja.
6. Dalam merencanakan komunikas, berknsultasilah dengan pihk lain agar
memperoleh dukungan.
2.7 Teknik komunikasi terapeutik.
Tiap klien berbeda-beda, oleh karena itu diperlukan penerapan teknik
berkomunikasi yang berbeda pula, diantaranya adalah :
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
a. Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa
perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan
dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan
verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan
mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan:
b. Pandang klien ketika sedang bicara
c. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan
d. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki
atau tangan
e. Hindarkan gerakan yang tidak perlu
f. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan
umpan balik
g. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

8
2. Menunjukkan penerimaan
a. Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju.
Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menerima :
b. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan
c. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian
d. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal
e. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba
untuk mengubah pikiran klien.
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang
dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama
pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.
4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan
komunikasi berlanjut.
5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan
untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi
sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat
sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan
mudah dimengerti klien.
6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga
lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus
pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika
pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
7. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi
klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan
pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien
terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat
perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat
kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk
membuat keputusan.
8. Diam

9
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir
pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan
waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam
memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri,
mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna
pada saat klien harus mengambil keputusan .
9. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas
sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan
membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga
dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
10. Memberikan penghargaan
Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan
kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia
seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri
sebagai individu.
11. Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang
lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali
perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini
harus dilakukan tanpa pamrih.
12. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala
sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk
menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan
pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

2.8 Aplikasi Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Penglihatan


Seorang klien dengan gangguan penglihatan sedang dirawat di Rumah Sakit Putri
Hijau, Ruang VII, Kamar 6, dengan diagnosa GGK+Cardiomegali+Retinopatia
Diabetes yang tidak dapat melihat lagi, kemudian seorang perawat datang untuk
memberi obat. Pasien berusia 44 tahun, jenis kelamin perempuan, agama muslim.

Perawat: Selamat sore bu.. (dengan suara agak keras karena si Ibu juga juga
mengalami penurunan ketajaman pendengaran sambil menyentuh lengan klien)

Klien: Iya Nak..

10
Perawat: Masih ingat dengan saya bu?

Klien: Siapa?

Perawat: Saya kemarin yang menghantar ibu ke Poli Mata

Klien: Oiya, ibu ingat. Ada apa Nak?

Perawat: Saya perawat dinas sore yang akan merawat ibu satu minggu kedepan,
mulai sekarang kalau ibu butuh sesuatu ibu bisa panggil saya ya. Nama saya
perawat Gina, dan sekarang waktunya ibu minum obat.

Klien: Iya Nak, itu obat apa?

Perawat: Ini vitamin untuk mata ibu, diminum sekarang ya bu..

Klien: iya Nak.. kamu tolong ibu minumnya ya..

Perawat: iya Bu.. ibu buka mulutnya ya, udah ditelan obatnya, ini minumnya..
minum yang banyak ya bu supaya obatnya mudah larut.

Klien: Terima kasih ya Nak..

Perawat: iya bu, saya permisi dulu ya..

Klien: iya Nak

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi pada klien dengan gangguan penglihatan adalah komunikasi yang


dilakukan secara verbal maupun nonverbal. Dalam berkomunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan penglihatan seorang perawat harus mempelajari dan memahami
teknik komunikasi yang dapat digunakan. Dengan demikian komunikasi akan terjadi
dengan baik dan pesien akan merasa puas, tidak ada keluhan tentang pelayanan, dan
memberikan persahabatan serta penyembuhan lebih cepat, disamping itu tenaga
medis dan paramedis akan merasa puas karena dapat memberikan pelayanan yang
baik dan penyembuhan.

3.2 Saran

Perawat harus bisa menghadapi klien dengan gangguan penglihatan agar terjadi
hubungan terapeutik dengan klien.

12
Daftar Pustaka

Kosasih, E. 2012. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:


Yrama Widya.

Smith, J. David. 2012. Konsep dan Penerapan Belajar Sekolah Inklusif. Bandung:
Nuansa Cendikia.

Somantri, T. Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika


Aditama.

Widayati, Eka. 2010. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: PT Gelora


Aksara Pratama.

13

Anda mungkin juga menyukai