Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“Bagaimana peran dan fungsi masjid kampus dalam

pengembangan budaya islam"

Dosen pengampu

Dr. Amri Rachman, Lc. M.Pdi

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 10
FEBRIAN ANGGA SAPUTRA (220304500041)
A.WAHYU SAPUTRA (220304500042)
MUHAMMAD IRFAN (220304502100)
RISWAN USRA (220304501091)
MUH SYAMSU RIJAL (220304501078)

PRODI ADMINISTRASI KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 07 April 2022

Kelompok 10

DAFTAR ISI

SAMPUL .............................................................................................................................. i

1
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR IS ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
A. Konsep Dasar Komunikasi Dan Bahasa...................................................................3
B. Pola Komunikasi Anak Tunarungu...........................................................................7
C. Jenis-Jenis Komunikasi Anak Tunarungu...............................................................11
D. Hasil Diskusi................................................................................................16
BAB III PENUTUP........................................................................................................18
A. Kesimpulan............................................................................................................18
B. Saran.......................................................................................................................18
DATAR PUSTAKA........................................................................................................19

BAB I

PENDAHULUAN

1
A. Latar Belakang

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam


mendapatkan akses bunyi-bahasa melalui indera pendengarannya sehingga
perkembangan bahasanya mengalami hambatan, khususnya dalam
perkembangan bahasa lisan. Bahasa lisan dalam kehidupan sehari-hari
merupakan alat komunikasi yang paling banyak digunakan orang dalam
melakukan interaksi dengan orang-orang lainnya. Ini menunjukkan bahwa
dengan memiliki keterampilan berbahasa lisan, orang akan lebih mudah
dan lebih lancar dalam melakukan interaksi dengan orang-orang lainnya
atau dengan orang-orang di lingkungannya.

Perkembangan bahasa lisan anak tunarungu terhambat, karena


mereka tidak memiliki akses model atau pola bahasa yang diperoleh
melalui indera pendengarannya, tidak ada pola Bahasa yang dapat
diimitasi sehingga terjadi kemandekan atau kemacetan proses imitasi
bunyi bahasa yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya. Merujuk
kepada permasalahan yang dihadapi anak tunarungu dalam proses
perkembangan bahasanya, maka pembinaan dan pengembangan
kemampuan berbahasa untuk anak tunarungu diprioritaskan terhadap
pengembangan kemampuan berbahasa yang lazim atau bahasa yang paling
banyak digunakan orangorang pada umumnya, yaitu bahasa lisan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar komunikasi dan Bahasa?

2. Jelaskan macam-macam pola komunikasi pada anak tunarungu!

3. Jelaskan jenis-jenis komunikasi pada anak tunarungu!

1
C. Tujuan Penulisan

Makalah ini di tulis untuk mengetahui bagaimana konsep dasar


komunikasi dan bahasa, macam-macam pola komunikasi serta jenis-jenis
komunikasi pada anak tunarungu.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Komunikasi dan Bahasa

Semua makhluk, tidak hanya manusia, termasuk binatang selalu


melakukan komunikasi. Misalnya ayam, mari kita perhatikan, ayam ketika
akan ada bahaya, atau ketika menemukan makanan, induknya selalu
mengkomunikasikan kepada anak-anaknya, mereka mengkomunikasikan
dengan cara mengeluarkan suara atau dengan gerakan-gerakan tertentu,
begitupun binatang-biantang lainnya, mereka memiliki cara-cara tertentu
dalam mengkomunikasikannya. Ini dipahami bahwa komunikasi dapat
dilakukan melalui berbagai cara. Dalam hal ini, cara dan bentuk
komunikasi yang digunakan tidak menjadi persoalan, yang terpenting di
dalam komunikasi adalah pesan/kehendak dapat disampaikan kepada yang
lainnya. Hal yang sama, juga terjadi pada komunikasi manusia, pesan-
pesan dapat dikomunikasikan oleh manusia kepada manusia lainnya.
melalui berbagai cara atau ragam, walaupun manusia selalu cenderung
menggunakan cara bicara. Misalnya, ketika kita memanggil seseorang, kita
dapat melakukan dengan berbagai cara, dapat melakukan dengan cara
bicara atau isyarat.

Media atau cara yang digunakan pada saat berkomunikasi, tidak


terlalu penting, yang paling penting dalam berkomunikasi yaitu orang yang
dipanggil atau diajak berkomunikasi mengerti pesan komunikasi yang
dimaksud. Dengan demikian, komunikasi dapat berlangsung apabila orang
yang diajak berkomunikasi memahami cara/media komunikasi yang
digunakan.

1. Komunikasi

1
Kata komunikasi dari Bahasa Inggris, yaitu “communication”.
Kata ini menurut asal katanya dari bahasa Latin yaitu communicatus, kata
ini bersumber dari kata communis, yang berarti ‘berbagi’ atau ‘milik
bersama.’ Kata berbagi atau milik bersama merupakan suatu kegiatan yang
memiliki tujuan untuk kesamaan makna. Berdasarkan kata tersebut, kata
komunikasi dapat difahami sebagai suatu proses penyampaian suatu
pernyataan /pesan/gagasan dari atau oleh seseorang kepada orang lain. Ini
menunjukkan bahwa dalam berkomunikasi meliputi berbagai unsur.
Unsur-unsur tersebut terdiri dari Komunikator (siapa yang mengatakan?),
Pesan (mengatakan apa?), Media (melalui saluran/ channel/media apa?),
Komunikan (kepada siapa?), Efek (dengan dampak/efek apa?).

Komunikasi menurut kamus Macquarie dalam Bunawan (1996)


adalah keberhasilan dalam menyampaikan pesan/pikiran/gagasan
seseorang kepada orang lain. Batasan tersebut, mengemukakan dua aspek
penting dalam berkomunikasi, yaitu:

a. Adanya keberhasilan dalam menyampaikan gagasan/pikiran /perasaan.


b. Tidak adanya ketentuan tentang bentuk/cara komunikasi yang perlu
digunakan, karena dalam batasan tersebut tidak menyebutkan perlunya
digunakan cara tertentu, misalnya harus cara lisan, tulisan, atau cara
isyarat dan gambar tertentu. Ini menunjukkan bahwa komunikasi dapat
dilakukan melalui berbagai cara, artinya dapat dilakukan dengan cara
lisan, tulisan, gesti, isyarat, ekspresi muka, suara tanpa kata-kata dan
lainnya. Hal tersebut menunjukkan, inti dari komunikasi yaitu pesan
tersampaikan dengan utuh dari penyampai pesan (komunikator) kepada
yang dipesankan (komunikan).

2. Bahasa

Manusia berbeda dengan makhluk lainnya, salah satu ciri yang


membedakan makhluk manusia dengan makhluk lainnya yaitu

1
kepemilikan bahasa. Bahasa merupakan sesuatu yang berbeda dengan
komunikasi. Bahasa merupakan suatu ragam yang khas yang disepakati
bersama untuk berkomunikasi atau cara khas yang disepakati bersama oleh
suatu komunitas untuk melakukan komunikasi dalam komunitas tersebut.
Bahasa tidak hanya sebagai media untuk berkomunikasi, tetapi dapat juga
sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri,
sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial, sebagai alat kontrol Sosial.

Bahasa merupakan suatu kode atau sistem lambang untuk


melakukan komunikasi. Setiap benda atau sesuatu memiliki lambang
tersendiri. Dengan demikian, memahami suatu bahasa berarti mengetahui
dan mengerti kode/lambang dan aturannya. Ada lambang untuk setiap
benda, dan ada pula lambang untuk segala perasaan orang, dan setiap
lambang bahasa tersebut memiliki aturan. Dengan demikian, untuk
memahami suatu bahasa, terlebih dahulu harus mengenal lambangnya,
mengetahui artinya dan memahami aturannya atau cara menyusun
lambang-lambang tersebut sehingga dipahami oleh orang lain. Terdapat 2
konsep penting komunikasi yaitu:

a. Orang dapat berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi komunikasi akan


menjadi lebih efektif apabila menggunakan suatu bahasa. Artinya,
berkomunikasi bisa berjalan dengan efektif, apabila mengetahui
kode dan aturan suatu bahasa.

b. Bahasa mengandalkan satu atau lebih cara komunikasi, yaitu lisan


dan tulisan, malahan dapat juga dengan isyarat, yang penting
adalah bahwa lambang dan aturannya tetap sama, yang berbeda
hanya cara atau metode komunikasinya. Hal tersebut, menunjukkan
bahwa bahasa dan komunikasi merupakan dua hal yang berbeda
tetapi memiliki suatu hubungan.

Anak yang memiliki ketunarunguan tidak dapat atau kurang


mampu berbicara dengan baik. Berbicara bukan satu-satunya cara

1
untuk berkomunikasi, karena bicara merupakan salah satu cara dari
sekian cara berkomunikasi, maka permasalahan utama anak tunarungu
bukan pada ketidak-mampuannya dalam berkomunikasi melainkan
akibat dari hal tersebut terhadap perkembangan kemampuan
berbahasanya, yaitu ketidak-mampuan untuk memahami lambang dan
aturan bahasa.

Kemampuan berbahasa, baik kemampuan berbahasa oral pada


orang-orang umumnya maupun kemampuan berbahasa isyarat pada
orang-orang yang mengalami ketunarunguan tidak diperoleh melalui
penularan begitu saja (kematangan) dan juga tidak melalui diajar secara
khusus (language is neither caught nor taught).

Postulat Chomsky tentang kemampuan anak belajar bahasa


merupakan suatu yang spesifik bagi spesies (ditemukan hanya pada
manusia), dan menjadi kemampuan istimewa di dalam pikiran
manusia. Artinya, sebuah kemampuan yang tidak bisa disamakan
begitu saja dengan kemampuan belajar sains, musik dan seterusnya.
Kemampuan ini sudah memiliki rancangan genetiknya (Crain, 2007:
522) Contoh, bayi yang baru lahir tidak tahu bahasa dan tidak tahu
lambang bahasa, juga tidak ada orang yang sengaja mengajar bahasa
ibu kepadanya. Lalu apa sebenarnya yang terjadi sampai bayi mampu
berbahasa ? menurut Chomsky bahwa ”struktur bahasa telah ditentukan
secara biologis” anak-anak menstrukturkan sendiri bahasanya. Dengan
demikian, anak sejak semula sudah memiliki kemampuan untuk
berkembang kemampuan berbahasanya. Para nativisme memiliki
hipotesis adanya sifat-sifat linguistik yang universal, sifat-sifat ini
dapat ditemukan pada semua bahasa, berbagai bahasa dalam bentuk
luarnya tampak berbeda, tetapi prinsip fundamentalnya sama. Hal ini,
terjadi juga dalam bahasa isyarat atau bahasa yang banyak digunakan
oleh anak-anak tunarungu. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan awal
dan kecakapan awal anak merupakan faktor pembawaan.

1
B. Pola Komunikasi Anak Tunarungu

1. Kontak Mata

Kontak mata atau cara menatap dan pandangan mata sebagai


penanda non verbal. Ada peribahasa mata adalah jendela hati.
Berdasarkan uraian singkat diatas, temuan penelitian ditinjau dari
kemampuan subjek tunarungu saat membangun komunikasi, bahwa
subjek lebih banyak menggunakan kontak mata dengan lawan
bicaranya. Ini terbukti ketika kami melakukan observasi subjek tidak
akan merespon hal apa pun terhadap lawan bicaranya apabila tidak
berhadapan langsung dengan subjek. Subjek akan terlihat cuek dan
sibuk dengan kegiatannya sendiri. Peneliti menemukan bahwa
komunikasi yang dibangun subjek dengan menggunakan kontak mata
tersebut, semua pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, bukan
sekedar kata-kata sendiri.

Komunikasi non verbal pada umumnya dapat berupa bahasa


tubuh, tanda tindakan / perbuatan atau objek. Hal yang menarik yang
ditemukan dari subjek tunarungu tersebut bahwa subjek jarang
menggunakan bahasa tubuh seperti anak tunarungu pada umumnya
kecuali subjek menghadapi situasi komunikasi yang dianggap cukup
sulit untuk merespon. Seperti, ketika peneliti menanyakan alamat
rumah subjek, saat itu pula dengan spontan subjek menggunakan
bahasa tubuh untuk menjelaskan tempat yang dimaksud. Komunikasi
dengan kontak mata tersebut lebih mempermudah subjek untuk
memperoleh informasi yang dimaksud. Selain kata-kata yang
digunakan peneliti dalam komunikasi terhadap subjek (non verbal) ini,
peneliti juga menggunakan tanda atau simbol untuk menarik perhatian
subjek agar merespon komunikasi yang berlangsung. Tanda atau
simbol ini juga digunakan untuk memperjelas maksud lawan bicara
terhadap subjek. Contohnya, pada saat observasi berlangsung, peneliti

1
menyiapkan buku cerita bergambar, peneliti menunjukan tiap-tiap
gambar sambil berkata-kata, misalnya, bendera, rambu-rambu lalu
lintas darat, laut, udara, dan sebagainya. Selanjutnya, stimulus ini
cukup membuat subjek tertarik dan mendapat respon yang baik pula.
Hal ini terbukti bahwa subjek mengulangi kembali yang dilakukan
peneliti dan menjelaskan tiap-tiap gambar tersebut meskipun
penjelasannya kurang sempurna dengan bahasa yang jatuh bangun.

Anak tunarungu mengalami keterbatasan dalam komunikasi


menggunakan bahasa, karena lemahnya pendengaran mereka. Ini
mengakibatkan kepekaan terhadap indra penglihatan (mata) menjadi
prioritas bagi mereka (Suharman, 2013). Kontak mata merupakan alat
perolehan bahasa utama bagi anak tunagrahita. Anak tunagrahita perlu
konsentrasi agar dalam memahami percakapan dengan orang lain dan
kontak mata adalah cara paling tepat untuk menemukan konsentrasi.
Pada saat melakukan kontak mata, anak mencari makna-makna umum
untuk dipahami (Toe & Paatsch, 2010) dan pada saat itu melalui
kontak mata anak membaca gerak bibir untuk memahami bahasa ujaran
(Suharman, 2013; Sulastri, 2013)

2. Pengulangan

Kehilangan pendengaran pada seorang anak juga berpengaruh


pada perkembangan fungsi kognitifnya, karena anak tunarungu
mengalami kesulitan dalam memahami informasi yang bersifat verbal
terutama konsep-konsep yang bersifat abstrak yang memerlukan
penjelasan. Hal ini didukung oleh hasil observasi, peneliti menyatakan
bahwa subjek tunarungu pada hakikatnya membutuhkan pengulangan
kata agar informasi yang disampaikan oleh lawan bicaranya dapat
ditangkap subjek. Pengulangan kata ini terjadi antara dua-tiga kali.
Subjek akan memperhatikan bentuk bibir lawan bicara ketika
berbicara. Jika belum menangkap dengan jelas informasi dari lawan

1
bicaranya, maka subjek akan menunjukan ekspresi bingung
(mengkerutkan dahi) sambil menggelengkan kepalanya. Kadang juga
subjek mengeluarkan kata “haaaaaaa” dengan wajah bingung. Ini
bertanda bahwa subjek akan meminta lawan bicaranya untuk
mengulangi pembicaraan tersebut sampai subjek benar-benar paham
maksud sang lawan bicaranya.

Bagi subjek tunarungu, keterbatasan input pendengaran tidak


hanya mempengaruhi kemampuan untuk mendengar suara percakapan
dari orang lain, namun juga mempunyai dampak negatif terhadap
perkembangan bahasa subjek itu sendiri (Botzein et all, 2013).
Pengulangan kata-kata dalam komunikasi ini sejalan dengan hasil
penelitian Toe & Paatsch (2010) bahwa anak tunarungu membutuhkan
pengulangan kata untuk memahami pertanyaan yang dalam game yang
diberikan. Pengulangan ini memungkinkan anak untuk mencerna kosa
kata yang dimaksud pembicara. Anak tunarungu tidak banyak memiliki
kosa kata seperti anak normal lainnya. Karena karakteristik anak
tunarungu inilah, metode pengajaran bahasa salah satunya dilakukan
dengan metode formal (gramatikal/struktural/ konstuksi) yang
didalamnya pengulangan-pengulangan kata dan kalimat dilakukan.

3. Membaca Ekspresi

Komunikasi tidak harus selalu verbal untuk menghantarkan


suatu pesan. Tatapan, kerutan dahi, senyuman dan lain-lain, semuanya
mengantar makna. Berdasarkan hasil temuan peneliti terhadap subjek
tunarungu bahwa subjek sering membaca ekspresi wajah sebagai
petunjuk untuk mengenali emosi seseorang. Hal ini terbukti bahwa sore
itu seperti biasanya ibu subjek pulang kantor kira-kira pukul empat
atau lima sore.

Berbeda dengan dua adiknya yang lain subjek lebih transparan


menunjukan sikap manja terhadap ibunya. Subjek dengan spontanitas

1
menyambut kedatangan ibunya sembari duduk diatas pangkuan ibunya,
merangkul-rangkul dengan gembira lalu memeriksa isi tas ibunya.
Karena merasa kurang nyaman dengan perilaku subjek yang terlalu
ekstra ditambah lagi sang ibu merasa lelah seharian bekerja. Ibu subjek
menunjukan ekspresi marah atau kurang senang dengan apa yang
dilakukan subjek, sang ibu mengkerutkan dahi sambil menggigit bibir.
Ekspresi sang ibu ternyata tidak dilewatkan oleh perhatian si subjek.
Subjek yang melihat ekspresi sang ibu sepeti itu dengan segera turun
dari pangkuan sang ibu lalu duduk di sofa melanjutkan permainanya
dengan kedua sepupunya. Hal ini menunjukan bahwa subjek cukup
mengerti dengan larangan sang ibu melalui komunikasi ekspresi wajah
meskipun tanpa menggunakan kata-kata.

4. Mengeluarkan kata dalam bentuk kalimat sederhana namun belum


beraturan

Interaksi yang dibangun subjek dalam berkomunikasi dapat


dilihat ketika kami melakukan observasi menunjukan bahwa
penggunaan strategi bertutur subjek tunarungu tersebut harus
disampaikan secara langsung oleh lawan bicaranya (bertatapan muka).
Subjek mampu menggerakkan organ bicara dan mengeluarkan suara
walau belum jelas maknanya. Kenyataan yang dilihat adalah subjek
mengalami kendala tutur terutama ujaran subjek sering terdengar tidak
jelas. Hal ini terjadi karena subjek mengalami kesulitan menangkap
bunyi bahasa, mengucapkan bunyi bahasa (kata atau kalimat) dengan
artikulasi yang jelas dan memahami konteks wacana dalam komunikasi
yang dibangun. Kesulitan-kesulitan subjek dalam menggunakan bahasa
ini selanjutnya menghalangi subjek tersebut dari komunikasi yang
mempunyai arti dan juga berinteraksi.

Menurut pengamatan, kalimat sederhana yang diucapkan N


cukup bagus bila dibandingkan dengan anak tunarungu seumuran N (6

1
tahun). Hal ini dikarenakan N telah melewati capaian perkembangan
sampai pada usia 3 tahun. Dimana pada tahapan ini kosa kata anak
telah mencapai kurang lebih 400-500 kosa kata (Musfiroh, 2014 ;
Azizah, 2014) dan anak sudah mampu menyusun kalimat sederhana
dan memahaminya. N sebelum kecelakaan sudah melewati tahapan
tersebut. N telah memilki jumlah kosa kata yang lebih banyak
dibandingkan anak tunarungu seumurannya bahkan N mampu
berkomunikasi dengan kalimat sederhana yang hal ini jarang
ditunjukkan oleh anak tunarungu usia 6 tahun.

C. Jenis-Jenis Komunikasi Pada Anak Tunarungu

1. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal yang diungkapkan Mulyana (2005: 238)


adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud,
sedangkan menurut Muhammad (2005: 4) komunikasi verbal adalah
komunikasi yang menggunakan kata atau simbol yang dinyatakan
secara lisan maupun tulisan.

Komunikasi lisan merupakan suatu proses di mana seorang


pembicara berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk
mempengaruhi penerimaan dalam bentuk tatap muka, sedangkan
penjelasan mengenai komunikasi tulisan adalah kata-kata berupa
simbol-simbol yang dituangkan ke dalam tulisan di atas kertas dalam
bentuk surat, memo, gambar, dan sebagainya. Menurut Liliweri
(1994:43), unsur komunikasi verbal terdiri dari komunikasi lisan dan
komunikasi tulisan. Komunikasi lisan merupakan suatu proses
peralihan pesan verbal ke dalam bentuk kata-kata yang mencakup
sumber atau maksud, tanda atau simbol, serta pembicara dan
pendengar, sedangkan komunikasi tulisan terdiri dari kata-kata yang
berfungsi sebagai simbol, struktur kalimat, dan terjadi karena adanya
jarak sosial.

1
Proses komunikasi verbal yaitu sebagai berikut:

a. Verbal Ekspresif

1) Oral /Ujaran/Lisan/Bicara

Menurut A. Mulholland yang dikutip oleh Bunawan


(1997:5), bahasa oral merupakan suatu sistem komunikasi
yang menggunakan bicara, sisa pendengaran, membaca
ujaran, dan atau rangsangan vibrasi serta perabaan
(vibrotaktil) untuk suatu percakapan yang spontan.

2) Ejaan Jari

Sistem ejaan jari walaupun digolongkan ke dalam bahasa


isyarat atau manual bisa dikatakan bersifat verbal
(walaupun bukan oral) karena terdiri dari unsur-unsur
berupa abjad atau alfabet dan bukan isyarat. Dalam
penerapan sistem ejaan jari terdapat suatu hubungan satu-
satu antara lambang manual dengan lambang tulis sehingga
akan terjadi pula suatu hubungan kata per kata dengan
kegiatan membaca dan menulis. Penerapan sistem ejaan jari
meliputi kegiatan ekspresif, yaitu berupa pengiriman pesan
dan kegiatan reseptif, yaitu membaca ejaan jari. Ejaan jari
dalam peran sebagai media komunikasi merupakan alih
bentuk bahasa tulisan.

3) Menulis

Menulis merupakan salah satu keterampilan dalam


berbahasa yang memiliki peranan penting di samping
keterampilan berbahasa lainnya. Menulis merupakan
keterampilan yang produktif dan ekspresif. Perbedaannya

1
adalah menulis merupakan komunikasi tidak bertatap muka
atau tidak langsung sedangkan bicara merupakan
komunikasi tatap muka atau secara langsung. Meadow
(1980) melaporkan tentang beberapa penelitian seperti dari
Heider (1990) yang melakukan analisis terhadap karangan
anak tunarungu dibandingkan anak mendengar.
Kesimpulannya antara lain adalah bahwa kalimat yang
disusun anak tunarungu lebih pendek dan lebih sederhana
daripada anak mendengar serta secara umum karangan
mereka mirip karya anak mendengar yang lebih muda
usianya (Bunawan, 2000:
54)

b. Verbal Reseptif

Komunikasi verbal reseptif merupakan komunikasi pasif yang


dilakukan ketika tunarungu menerima atau merespon atau
memahami isi dari komunikasi ekspresif. Komunikasi verbal
reseptif terdiri dari membaca tulisan, membaca ujaran, dan
memanfaatkan sisa pendengaran.

1) Membaca Tulisan

Banyak yang tidak menyadari bahwa kaum tunarungu


bukan hanya mengalami kelemahan dalam berbahasa lisan
tetapi juga mengalami kesukaran ketika harus menghadapi
bahasa tulis atau membaca. Kemampuan membaca dinilai
sangat penting karena merupakan sarana terbaik bagi
tunarungu untuk memperoleh akses lengkap terhadap dunia
bahasa dibandingkan dengan sarana lain, seperti membaca
ujaran, pemanfaatan sisa pendengaran, dan membaca
isyarat dikarenakan keterbatasan kosaisyarat. Menurut A.
van Uden dalam Bunawan dan Yuwati (2000: 52),

1
membaca merupakan cara terbaik guna memantapkan dan
memperluas kemampuan berbahasa serta memperoleh
pengetahuan terutama bagi tunarungu yang sudah duduk
pada jenjang pendidikan lebih tinggi atau sudah
meninggalkan bangku sekolah.

2) Membaca Ujaran

Membaca ujaran di mana termasuk juga dalam komunikasi


secara reseptif digunakan sebagai media komunikasi bahasa
yang formal digunakan saat individu tunarungu memiliki
taraf penguasaan bahasa tertentu. Kemampuan berbahasa
tunarungu yang diperoleh melalui isyarat, ejaan jari,
membaca, dan menulis akan mampu menciptakan kondisi
yang mapan untuk perkembangan kemampuan membaca
ujaran oleh tunarungu. Ada beberapa kelemahan dalam
membaca ujaran, yaitu tidak semua bunyi bahasa berupa
visem atau unsur bahasa terkecil yang dapat diamati pada
gerak bibir, lalu berupa adanya kesamaan atau kemiripan
bentuk antara berbagai bunyi bahasa atau disebut juga
dengan istilah homophen. Pandangan yang diungkapkan
oleh A. van Uden yang dikutip oleh Bunawan (2000: 45),
menggolongkan kemampuan membaca ujaran sebagai suatu
kegiatan yang bersifat visual motorik. Seseorang tidak
mungkin mengamati gerak bibir sendiri sewaktu berbicara,
berbeda saat mengamati gerak tangan atau koordinasi
matatangan. Namun, untuk tunarungu koordinasi mata-bibir
perlu dikembangkan agar kemampuan membaca ujaran
semakin baik.

3) Memanfaatkan sisa pendengaran

1
Sisa pendengaran yang dimiliki tunarungu betapa sedikit
pun tetap perlu difungsikan guna meningkatkan
keterampilan komunikasi. Pemanfaatan sisa pendengaran
meliputi kegiatan pembinaan secara audiologik, yaitu
pemilihan serta penyesuaian alat bantu mendengar yang
sesuai bagi anak serta perawatan dan kegiatan pembinaan
auditorik, yaitu berupa latihan pendengaran atau pembinaan
persepsi bunyi dan irama.

2. Komunikasi Nonverbal

Menurut Muhammad (2005:130) komunikasi nonverbal adalah


komunikasi yang menggunakan vokalik, ekspresi wajah, kontak mata,
bahasa tubuh, gerak isyarat, sentuhan, penggunaan ruang atau jarak,
serta penggunaan waktu bagi individu untuk berkomunikasi.
Komunikasi nonverbal adalah proses penciptaan dan pertukaran pesan
(komunikasi) dengan tidak menggunakan kata-kata, namun dengan
gerakan tubuh, ekspresi wajah, sentuhan, dan lain sebagainya.

Proses Komunikasi nonverbal yaitu sebagai berikut:

a. Nonverbal ekspresif

1) Isyarat

Bahasa isyarat bagi kaum tunarungu merupakan bahasa


alamiah mereka, bahkan dapat dikatakan sebagai bahasa
ibu, karena dalam pemerolehannya tidak berbeda dengan
pemerolehan bahasa ibu orang-orang yang mendengar. Ini
difahami, tidak ada orangtua atau orang dewasa yang secara
khusus mengajarkan bahasa isyarat kepada anak-anak
tunarungu yang belum memiliki bahasa isyarat, tetapi
kenyataan mereka yang mengalami ketunarunguan

1
walaupun tidak diajarkan atau dilatihkan secara khusus,
mereka terampil berbahasa isyarat.

2) Mimik dan Gesti

Sikap tubuh, ekspresi muka (mimik), panto mimik, dan


gesti yang dilakukan oleh seorang tunarungu maupun
mendengar biasanya terjadi secara wajar dan alami. Mimik
yang dimiliki oleh setiap orang mungkin tidak sama,
tergantung kepada kebudayaan yang ada pada masyarakat
tersebut.
Mimik/gestur ini sebetulnya tidak dapat digolongkan
sebagai suatu bahasa dalam arti yang sesungguhnya
walaupun geraknya dapat berfungsi sebagai suatu media
dalam berkomunikasi.

b. Nonverbal reseptif

Komunikasi yang dilakukan secara nonverbal reseptif berupa


membaca isyarat dan membaca mimik/ gestur di mana
komunikasi ini terjadi karena adanya komunikasi secara
nonverbal ekspresif, yaitu berisyarat dan mimik/gestur. Baik
individu tunarungu maupun individu mendengar harus dapat
menguasai komunikasi nonverbal reseptif ini agar terjadi
komunikasi dua arah yang baik.

D. Hasil Diskusi
1. Pertanyaan 1 Fadillah H.A Hamid
Penanya: Bagaimana yang dimaksud dengan pola pengulangan?
Jawaban: Pola pengulangan itu seperti apa. Pola pengulangan yang
dimaksud disini adalah mencerna kosa kata yang dimaksud pembicara.
Anak tunarungu tidak banyak memiliki kosa kata seperti anak-anak
pada umumnya. Karena karakteristik anak tunarungu inilah, metode

1
pengajaran Bahasa salah satunya dilakukan dengan metode formal
(gramatikal/struktural/konstuksi) yang didalamnya pengulangan-
pengulangan kata dan kalimat dilakukan.
2. Pertanyaan 2 Sukma Ramdhani Herman
Penanya: Di antara komunikasi verbal dan non verbal, manakah yang
sering digunakan pada anak tunarungu?
Jawaban: Komunikasi yang di gunakan oleh anak tunarungu
tergantung dengan siapa dia berkomunikasi. Misalnya, anak
berkomunikasi dengan anak tunarungu lainnya maka iya akan
menggunakan Bahasa isyarat, namun jika berkomunikasi dengan anak
yang bukan tunarungu dan tidak mengerti Bahasa isyarat maka iya
akan menggunakan gerakan bibir agar anak yang bukan tunarungu
tersebut dapat memahami apa yang hendak ia katakana.
3. Pertanyaan 3 Nur Amalia
Penanya: Mengapa komunikasi anak tunarungu perlu dikembangkan
Jawaban: Komunikasi anak tunarungu perlu dikembangkan agar ia
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar untuk
berkomunikasi di masyarakat bekerja dan berintegrasi dalam
kehidupan masyarakat; serta berkembang sesuai dengan asas
pendidikan seumur hidup

1
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anak yang memiliki ketunarunguan tidak dapat atau kurang


mampu berbicara dengan baik sehingga anak tunarungu memiliki cara
komunikasi tersendiri.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca dapat


mengetahui lebih jelas mengenai konsep dasar komunikasi dan bahasa
tunarungu serta dapat mengetahui cara berkomunikasi dengan anak
tunarungu.

1
DAFTAR PUSTAKA

Bunawan, L (1997). Komunikasi total. Jakarta: Depdikbud, Direktorat


Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Bunawan, L. & Yuwati, C.S. (2000). Penguasaan Bahasa anak


tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama.

Bintoro Totok. 2010. Kemampuan Komunikasi Anak Tunarungu.


Persfektif Ilmu Pendidikan Vol.22 Th. XIII. (di akses di google pada 10 April
2022)https://media.neliti.com/media/publications/259570-kemampuan-
komunikasi-anak-tunarungu-20f1f6b0.pdf

Dr. Irdamurni M,P.d. 2018. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus.


Jawa Barat. Goresan Pena

Rusyani. 2019. Sistem Komunikasi Anak Tunarungu (Siskom).


Bandung

Maria Helena Ganur, Beatriks N Bunga, Indra Yohanes Killing. Pola


Komunikasi Anak Usia Dini Tunarungu Bukan Bawaan. (di akses di google
pada 08 April 2022)
https://www.researchgate.net/publication/324007126

Anda mungkin juga menyukai