Anda di halaman 1dari 34

KOMUNIKASI PADA ANAK

Disusun Oleh : Kelompok 3

Enjelita Sitinjak (2122022)

Nodalima Gulo (2122037)

Mata Kuliah : Keperawatan Anak Sehat dan Sakit Akut

Dosen pengampu : Dior Manta Tambunan, BSN, M.Kep.

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES MURNI TEGUH

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah kami yang berjudul Komunikasi Pada Anak dapat tersusun sampai dengan
selesai.Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah mengambil
bagian dengan memberikan dukungan berupa pikiran dan materinya.
Pada kesempatan ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada semua
pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada kami dalam
pembuatan makalah ini terutama kepada dosen kami Ibu Dior Manta Tambunan, BSN., M.Kep.
selaku dosen mata kuliah, dan anggota kelompok 4 yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Serta berguna kelak dalam mengetahui apa saja itu jenis luka dan mampu mengcegah
bahkan sebagai acuan kita dalam kehidupan sehari-hari.
Dan kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.Untuk itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 8 Maret 2023

Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................................................

1.1. Latar Belakang ................................................................................................................


1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................
1.3. Tujuan ............................................................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................

2.1. Pengertian proses komunikasi....................................................................................


2.1.1 Pengertian Komunikasi ........................................................................................
2.1.2 Aspek Penting Komunikasi Pada Anak................................................................
2.2.3 Komunikasi Pada Anak Sesuai Tahap Tumbuh Kembang...................................
2.2.4 Tehnik Komunikasi Pada Anak Sesuai Tahap Tumbuh Kermbang .....................
2.2.5 Prinsip Komunikasi Pada Anak............................................................................
2.2.6. Bentuk-bentuk Komunikasi Pada Anak
2.2.7 Peran Bicara Pada Komunikasi Anak ..................................................................
2.2.8 Komunikasi Pada Anak Berkebutuhan Khusus....................................................

BAB III PENUTUP .....................................................................................................................

3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................
3.2. Saran...............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................

CONTOH JURNAL.......................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi pasa anak merupakan suatu proses yang melibatkan anak, baik sebagai
penyampai pesan maupun penerima pesan. Dalam proses ini melibatkan usaha-usaha untuk
mengelompokkan, memilih dan mengirim lambang-lambang sedemikian rupa yang dapat
membantu seorang pendengar atau penerima pesan.
Pada anak, komunikasi yang terjadi mempunyai perbedaan bila dibandingkan
denganyang terjadi pada usia bayi, balita,remaja, maupun orang dewasa. Hal ini disebabkan
olehkarakteristik khusus yang dimiliki anak tersebut sesuai dengan usia dan
perkembangannya.Komunikasi pada anak sangat penting karena pada proses tersebut mereka
dapat saling mengekspresikan perasaan dan pikiran, sehingga dapat diketahui oleh orang lain.
Disamping itu dengan berkomunikasi anak - anak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya
Kemampuan komunikasi pada anak merupakan salah satu indikator perkembangan
anak. Komunikasi sangat mempengaruhi tingkat perkembangan anak dalam beraktifitas
dengan lingkungannya. Keluarga sangat berperan penting sebagai dasar perkembangan
emosional dan sosial anak. Oleh karena itu anak harus mendapat perhatian dari keluarga
dalam memenuhi perkembangan dan pertumbuhan baik fisik maupun mental sejak dini.
Komunikasi sangat mempengaruhi tingkat perkembangan psikologi anak. Perkembangan
psikososial anak meninggkat ditandai dengan adanya perubahan pengetahuan dan
pemahaman anak.
Pengetahuan tentang perkembangan psikososial anak akan membantu para orangtua
dalam menghadapi tantangan saat membesarkan dan mendidik anak-anak serta membantu
mengoptimalakan proses perkembangan yang akan dialami anak dengan cara yang tepat.
Sebagaimana dapat dilihat,kelangsungan hidup anak membutuhkan kerja sama antar individu
dalam berbagai tingkat struktur sosial dan kelurga untuk mengubah praktik – praktik mereka
yang berkaitan dengan kesehatan anak. agar memiliki dampak, maka praktik –praktik ini
perlu dilakukan dengan benar dan mengikuti perkembangan zaman.0leh karena itu setiap
anak dilahirkan dengan membawa potensi kelebihan dan kekurangan. Ia adalah sosok pribadi
mandiri dengan warna potensi khas dari mereka sendiri.
komunikasi orang tua dengan anak dikatakan efektif bila kedua belah pihak saling
dekat, saling menyukai dan komunikasi diantara keduanya merupakan hal yang
menyenangkan dan adanya keterbukaan sehingga tumbuh rasa percaya diri. Komunikasi yang
efektif dilandasi adanya keterbukaan dan dukungan yang positif pada anak agar anak dapat
menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orang tua ( Rahmat 2007) komunikasi
dapat berlangsung dengan melibatkan tiga komponen, yaitu pembicara (orang tua), pendengar
(anak), dan pesan yang dikomunikasikan. Ini artinya bahwa komunikasi hanya dapat berjalan
dengan lancar apabila antara orang tua dan anak mampu mengemukakan diri secara jelas dan
bersedia mendengarkan pesan yang bersifat verbal maupun isyarat (non verbal) atau gerakan
tubuh lawan bicara. Komunikasi yang kita lakukan dengan anak diatas dapat berlangsung
dengan baik dan dapat mendekatkan diri kita dengan anak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Proses komunikasi pada anak

2. Komunikasi pada anak sesuai tahap tumbuh kembang

3. Tekhnik berkomunikasi dengan anak sesuai tahap tumbuh kembang

4. Prinsip-prinsip komunikasi pada anak

5. Bentuk- bentuk komunikasi pada anak

6. Komunikasi pada anak dengan kebutuhan khusus

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan anak sesuai dengan tahap tumbuh
kembang anak
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian proses komunikasi

2. 1.1 Pengertian komunikasi

Komunikasi (communication) berasal dari bahasa Latin communis yang berarti sama.
Communio, communicatio atau communicare yang berarti membuat sama (make to commo
n). Secara sederhana, komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian
pesan dan orang yang menerima pesan.

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi berupa pesan, ide, gagasan
dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling memengaruhi di antara keduanya.Pada
umumnya komunikasi dilakukan secara verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah
pihak.Apabila tidak terdapat bahasa verbal yang dapat dimengerti, terdapat bahasa nonverbal
seperti gerak-gerik badan dan menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum,
menggelengkan kepala, atau mengangkat bahu.Oleh sebab itu, komunikasi bergantung pada
kemampuan seseorang untuk dapat memahami antara satu dengan lainnya (communication
depends on our ability to understand one another) dan kemampuan penyesuaian dengan pihak
yang diajak berkomunikasi(Hermawan,2002).

Berdasar kan pengertian di atas, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari sesorang kepada orang lain
dan akan berhasil dengan baik apabila timbul saling pengertian antara kedua belah pihak.
bentuk komunikasi menurut Mulyana (2010) dan Wijaya (2017) terbagi atas 2 yaitu:

• Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol verbal. Simbol


tersebut dapat berupa bahasa verbal (lisan dan tulisan).

• Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (1991)


adalah proses komunikasi dengan menyampaikan pesan tanpa kehadiran simbol – simbol
verbal. Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi komunikasi
secara nonverba yaitu mata dan wajah (eye and face), pergerakan (movement), sentuhan
(touch), bebauan (smell), jarak (distance), waktu (time), ketertarikan (attractiveness), pakaian
(clothing), dan lingkungan fisik (physical environment).

2.2.2 Aspek penting komunikasi pada anak

Komunikasi adalah hubungan timbal balik antara komunikator dan komunikan. Orang
dewasa berusaha melakukan komunikasi yang dapat dipahami anak. Sebaliknya anak juga
menggunakan bahasa atau isyarat-isyarat yang bisa dipahami orang dewasa. Dalam
berkomunikasi dengan anak orang dewasa harus memahami apa yang dipikirkan dan
perasaan apa yang akan disampaikan anak dan berusaha memahami anak dengan bahasa yang
tepat. Aspek penting dalam dalam komunikasi supaya anak biasa paham komunikasi yaitu:

1. Orang dewasa harus menggunakan bentuk bahasa yang bermakna bagi anak yang
diajak berbicara sebagai berikut:
a. Menggunakan isyarat seperti menunjuk objek secara jelas jika objek tersebut ingin
dilihat anak.
b. Memilih kata-kata secara tepat dan struktur bahasa yang mudah dipahami.
2. Anak berusaha agar berkomunikasinya juga dipahami orang lain, maksudnya sebagi
berikut:
a. Anak menggunakan isyarat-isyarat tertentu untuk menyampaikan keinginan atau
mengungkapkan perasaannya agar orang dewasa paham dengan apa yang
diinginkan.
b. Semakin bertambah besar anak, komunikasi dengan isyarat semakin kurang
diperlukan karena pemahaman komunikasi anak sudah baik.

2.3 .3 Komunikasi Pada Anak Sesuai Tahap Tumbuh Kembang


Penerapan Masa Usia 0-2 Tahun

Pada rentang usia 0-2 tahun, bayi mengalami beberapa tahapan berbahasa yaitu:

a. Sejak bayi lahir hingga ia berusia 6 minggu, bayi hanya dapat menaggis
dan tidak dapat mengeluarkan suara tertentu. Adapun bentuk komunikasi
yang dapat dilakukan oleh bayi adalah komunikasi nonverbal atau bahasa
tubuh dalam komunikasi lainnya seperti gerakan kaki atau lengan, kontak
mata dan ekspresi wajah.
b. Di usia 2-4 bulan bayi mulai mengeluarkan suara-suara atau bunyi-bunyi
vokal yang dilakukan secara berulang seperti ‘’ u...u...’’ atau ‘’a...a...’’
ketika ia merasa nyaman. Namun suara atau bunyi seperti itu selanjutnya
akan menghilang beberapa bulan setelahnya.
c. Usia 4-6 bulan bayi akan mengeluarkan bunyi mengoceh secara acak
yaitu sekumpulan suara yang dikeluarkan bayi ketika mendapatkan
perhatian orang lain. Selain itu, bayi juga mulai dapat mengeluarkan
suara atau buny lebih beragam. Hal ini disebabkan karena semakin
matang dan membaiknya pita suara serta kemampuan bernafas bayi.
d. Usia 6-8 bulan bayi mengeluarkan ocehan dengan bunyi yang lebih
terkendali serta mulai menggunakan suara yang berulang dan lebih jelas
seperti “papaa”, “ mama” atau ” dadada”
e. Usia 8-12 bulan anak mulai mengeluarkan suara seakan-akan berbicara
dengan orangtuanya. Komunikasi verbal seperti intonasi suara dan
ekspresi wajah mulai tampak seperti benar-benar berbicara, tetapi belum
ada kata jelas yang diucapkan.
f. Usia 12-18 bulan anak mulai dapat mengucapkan kata pertama. Hingga
usianya mencapai 18 bulan, kata-kata yang berhasil diucapakn mencapai
50 kata

1. Penerapan masa usia 2-4 tahun

Pada rentang usia ini, kemampuan bahasa anak mulai berkembang. Dimasa ini
seorang anak mulai bermain dengan teman sebayanya dan belajar keterampilan sosial
dalam interaksi bersama lingkungan sosialnya. Adapun tahapan perkembangan bahasa
pada masa ini ditandai dengan:

a. Usia 2 tahun, anak mulai dapat menerima bahsa dengan baik, menggunakan
jumlah kosa kata yang digunakan terdiri 3-50 kata.
b. Usia 3 tahun keterampilan sosial anak mulai meningkat, berusaha untuk
berkomunikasi, dan mulai menggunakan percakapan. Adapun jumlah kosakata
yang dikuasai semakin bartambah yakni sekitar 300 hingga 500 kata.

2. Penarapan masa usia 4-6 tahun


a. Usia 4 tahun anak mulai dapat menerapkan pengucapan beberapa kata beserta
tata bahasanya. Adapun jumlah yang dikuasai 1400 hingga 1600 kata. Ia juga
dapat lebih berani mengemukakan pikiran dan pendapatnya. Selain itu
keterampilan sosialnya pun semakin berkembang.
b. Usia 5-6 tahun anak dapat menyusun kalimat dan tata bahasa dengan benar,
menggunakan awalan, kata kerja sekarang, kemarin, dan yang datang , rata-
rata panjang kalimat setengah per-kalimat meningkat menjadi 6-8 kata.

3. Masa 6-12 tahun dikenal juga sebagai masa usia sekolah. Di masa usia 6-12 tahun,
anak mulai menggunakan bahsa secara simbolik. Adapun perkembangan bahasa di
masa ini ditandai dengan:
a. Menggunakan bahasa yang lebih kompleks, lebih banyak kata sifat yang
digunakan, menggunakan kalimat pengandaian, jumlah kosakata untuk
bahasa lisan mencapai 3000 kata.
b. Di bidang sosial anak menggunakan klausa adjektif dengan menggunakan
kata “yang” dan lebih banyak menggunakan kata kerja yang di bendakan
c. Semakin meningkatnya kemampuan membaca dan memahami bahasa tubuh
dan komunikasi nonverbal lainnya.
d. Mampu memprediksi perilaku orang lain
e. Berusaha untuk melihat dari sudut pandang oranglain dan,
f. Menyelesuaikan bahasa yang digunakan
4. Masa usia 13-19 tahun disebut juga sebagai masa remaja. Dimasa ini, perkembangan
bahasa remaja semakin meningkat dengan pesat karena dipengaruhi oleh
perkembangan kognitif dan lingkungan sekitarnya seperti keluarga,masyarakat
sekitar,sekolah dan teman sebaya
5. Masa usia 20 tahun keatas atau masa dewasa, perkembangan bahasa ditandai dengan
semakin kompotennya manusia dalam menggunakan bahasa verbal maupun non
verbal ketika berkomunikasi dengan orang lain, menunjukkan pemahaman terhadap
apa yang disampaikan oleh orang lain, dan digumakannya perilaku.

2.2.4 Tehnik Berkomunikasi Dengan Anak Sesuai Tahap Tumbuh Kembang

Secara umum ada 2 tehnik berkomunikasi yang digunakan pada anak yaitu:

a. Tehnik verbal

a.Bercerita (story telling)


➢ Bercerita menggunakan bahasa anak dapat menghindari ketakutan-ketakutan yang
terjadi selama anak dirawat.Tehnik story telling dapat dilakukan deangan cara
meminta anak menceritakan pengalamannya ketika sedang diperiksa dokter.
Tujuan dari tehnik ini adalah membantu anak masuk dalam masalahnya.
Contohnya, anak bercerita tentang ketakutannya saat diperiksa oleh perawat.
Kemudian perawat cerita bahwa pasien anak disebelah juga diperiksa, tetapi tidak
merasa takut karena perawatnya baik dan ramah. Dengan demikian rasa takut akan
berkurang karena semua anak juga diperiksa seperti dia
b.Bibliotheraphy
➢ Bibliotheraphy (biblioterapi) adalah tehnik komunikasi terapeutik pada anak
yanga dilakukan menggunakan buku-buku dalam rangka proses therapeutic
dan supportive. Sasarannya adalah membantu anak mengungkapkan perasaan
dan perhatiannya melalui aktivitas membaca.
c. Mimpi
➢ Mimpi adalah aktivitas tidak sadar sebagai bentuk perasan dan pikiran yang
ditekan kealam tidak sadar. Mimpi ini dapat digunakan oleh perawat untuk
mengidentifikasi adanya perasaan bersalah, perasaan tertekan , perasaan
jengkel, atau persaan marah yang mengganggu anak sehingga terjadi
ketidaknyamanan.
d.Meminta untuk menyebutkan keinginan
➢ Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak. Dengan meminta
anak menyebutkan keinginan, dapat diketahui keluhan yang dirasakan anak
dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada
saat itu.
e.Bermain dan permainan
➢ Dengan bermain dapat memberikan petunjuk mengenai tumbuh kembang
fidik, intelektual, dan sosial. Teraupetik play sering digunakan untuk
mengurangi trauma akibat sakit atau masuk rumah sakit untuk mempersiapkan
alat sebelum dilakukan prosedur medis/ perawatan. Perawat dapat melakukan
permainan bersama anak sehingga perawat dapat bertanya dapan
mengeksplorasi perasaan anak selama dirumah sakit.
f.Melengkapi kalimat (sentences completion)
➢ Tehnik komunikasi ini dilakukan dengan cara meminta anak menyempurnakan
atau melengkapi kalimat yang dibuat perawat.
g.Pro dan kontra
➢ Penggunaan tehnik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau
mengetahui perasaan dan pikiran anak. Anak diminta mengajukan pilihan
positif atau negatif sesuai pendapat anak.

b. Tehnik Nonverbal

a.Menulis
➢ Menulis adalah penekatan komunikasi yang secara efektif tidak saja
dilakukan pada anak tetapi juga pada remaja. Melalui cara ini, anak
akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah,
bahagia, ceria, dan lainnya.
b.Menggambar
➢ Tehnik ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk menggambar
sesuatu terkait dengan dirinya. Misalnya perasaan apa yang dipikirkan,
keinginan dan lain-lain.

2.2.5 Prinsip komunikasi pada anak

1. Sesuai dengan usia tumbuh kembang


Pada saat berkomunikasi dengan anak perlu memperhatikan tahapan tumbuh
kembang anak karena anak memiliki kemampuan yang berbeda untuk
berkomunikasi sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya.
2. Memandang secara holistic
Ketika berkomunikasi dengan anak perlu memandang anak secara holistic.
Misalnya ketika sakit, anak tidak hanya sakit secara fisik melainkan juga
dapat sakit secara psikososial ( karena perpisahan/ kehilangan teman.
3. Positive dan mengutamakan kekuatan (srenght- based approach)
Mengunggulkan kekuatan atau kelebihan anak adalah penting agar anak
merasa kuat saat di rawat.
4. Mampu memenuhi kebutuhan termasuk dengan disabilitas/ ketidakmampuan
yang lain
Beberapa anak mungkin memiliki keterbatasan yang dapat mengganggu
proses komunikasi. Maka perlu memperhatikan supaya dapat menyiapkan/
memfasilitasi proses komunikasi agar lebih efektif.

2.2.6 Bentuk- bentuk komunikasi pada anak

a.Tangisan

Pada masa pasca lahir tangisan seorang bayi merupaka bentuk komunikasi bayi tersebut
kepada orang dewasa. Melaui tangisan dia memberi tahu untuk kebutuhannya seperti, lapar,
dingin, panas, lelah, ataupun kebutuhan lain untuk di perhatikan.

b.Ocehan dan coloteh

Bentuk komunikasi prabicara disebut ocehan (cooing) atau coleteh (babbling). Ocehan timbul
karena bayi eksplosif awal yang disebabkan oleh perubahan gerakan mekanisme suara.
Ocehan ini terjadi pada bulan awal kehidupan bayi, seperti merengek, menjerit, menguap,
bersin, menaggis, dan mengeluh. Sebagian ocehan akan berkembang menjadi coleteh dan
sebagian akan hilang. Sebagian bayi mulai bercoleteh pada awal bulan kedua, kemudian
meningkat cepat antara bulan ke enam dan kedelapan.

c.Isyarat

Isyarat adalah gerakan anggota badan tertentu yang berfungsi sebagai pengganti atau
pelengkap bicara.

d.Ungkapan emosional

Ungkapan emosinal disertai dengan tubah yang mengejang atau gerakan tangan dan kaki
disertai dengan wajah tertawa adalah bentuk ekspresi kegembiraan pada bayi. Menegangkan
badan , gerakan membanting tangan dan kaki dan menangis adalah bentuk ungkapan
ungkapan marah atau tidak suka.

2.7.7 PERAN BICARA DALAM KOMUNIKASI

1. Pada Bayi

✓ Merupakan ungkapan sayang pada bayi


✓ Mengajak bicara bayi akan merangsang kinerja saraf otak dan merangsang
pendengaran untuk merangsang pada indra pendengaran
✓ Membuat rasa nyaman pada bayi sehingga bayi tidak merasa diabaikan dan merasa
selalu diperhatikan.
✓ Melatih bayi untuk mengucapkan kata-kata sederhana, sehingga lambatlaun bayi akan
menirukanya
2.Pada Anak

✓ Persiapan Fisik
Persiapan ini tergantung pada pertumbuhan dan perkembangananak, terutama dalam
kematanganan mekanisme bicara. Pertumbuhanorgan-organ bicara yang kurang
sempurna sangat mempengaruhi kemampuan bicara anak.
✓ Persiapan Mental
Tergantung pada kematangan otak ( asosiasi otak), yang berkembang 1-18 bulan, saat
yang tepat diajak bicara. Meskipun bayi tidak bisa merespon dengan kata-kata,
namun suara atu bicara yang kitatunjukkan pada bayi bayi akan menjadi stimulus bayi
dan akan direspondengan bahasanya sendiri, misalnya dengan senyum atau tertawa.
✓ Motivasi dan Tantangan
Ajaran dan dorongan bayi untuk mengucapkan dan apa yang bisadiucapkan oleh bayi.
Dalam hal ini perlu disadari bahwa yang diucapkan bayi belum sempurna, mungkin
yang keluar baru berupa suara-suara ataukata-kata yang belum jelas sehingga butuh
kesabaran dan ketelatenandalam mengajarkan bicara kepada bayi atau anak.
✓ Model Untuk Ditiru
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemapuan bicara adalah stimulus suara.
Ucapan-ucapan yang sering kita sampaikan kepada bayi menjadi model yang bisa
ditiru oleh bayi pada perkembangan bicara selanjutnya. Dengan demikian ucapan
yang kita sampaikan hendaknya ucapan yang baik dan mendidik.
✓ Bimbingan
Upaya untuk membantu ketrampilan bicara anak dapat dilakukandengan cara :
menyediakan model yang baik, mengatakan dengan perlahandan jelas, serta
membetulkan kesalahan yang diucapkan anak.
✓ Kesempatan Praktek Atau Untuk Berlatih
Agar bayi atau anak dapat segera bicara, maka bayi perlu diajarkan atau diberikan
untuk meniru kata-kata yang sering kita ucapkan.

2.8.8 Komunikasi Dengan Anak Berkebutuhan Khusus

Komunikasi adalah pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan. Cara


komunikasi yang efektif dengan anak berkebutuhan khusus dengan memahami kondisi anak
berkebutuhan khusus.Secara umum berkomunikasi dengan anak berkebutuhan khusus
memiliki cara sebagai berikut:

a.Menyebutkan nama mereka ketika berkomunikasi

Anak kebutuhan khusus biasanya akan memanggil orang lain dengan nama lengkap. Itu
karena anak kebutuhan khusus membutuhkan hal-hal yang bersifat lengkap begitupun nama.
Untuk itu jika kita mau memanggilnya jangan hanya “hai kamu” atau “kamu” saja, tapi
panggil lah mereka dengan menyebutkan namanya. Dengan begitu mereka akan menangkap
panggilan tersebut dan interaksi pun terasa tidak canggung.
b.Membahas topik spesifik dan jelas

Kebiasaan banyak orang terutama perempuan jika mengobrol dengan temannya akan
membahas sesuatu tanpa adanya arus yang jelas. Namun, hal tersebut tidak berlaku kepada
anak berkebutuhan khusus. Karena mereka lebih membutuhkan segala sesuatu yang jelas dan
spesifik. Contonya, jika sedang membicarakan sebuah film, maka fokuslah pada alaur
ceritanya atau genre filmya, jangan sampai kalian keluar dari pembahasan tersebut. Hal itu
yang membuat mereka bigung dan interaksi pun berakhir.

c.Kontak mata secukupnya

Hal yang paling penting saat berkomunikasi kapada orang lain ialah kontak mata.
Maka hal tersebut sebaiknya jangan dilakukan kepada anak berkebutuhan khusus. Mereka
akan berpikir bahwa lawan bicaranya ini seperti menintimidasikannya dan mereka juga
merasa tidak nyaman karena dilihati terus selama berbicara. Akibatanya mereka akan sering
menunduk dan juga tidak mau berbicara lagi.

d.Jangan terlalu memberikan kebisingan dan sentuhan

Sama hal dengan terlalu memberikan kontak mata, terlalu memberikan kebisingan dan
sentuhan kepada anak kebutuhan khusus merupakan hal yang mereka tidak sukai. Mereka
lebih menyukai suasana yang tenang. Karena ketika kita menyentuh mereka ketika
berkomunikasi, mereka akan merasa ketakutan saat disentuh apalagi pada orang yang tidak
dikenalnya.

e.Ajak bersosialisasi

Meskipun anak kebutuhan khusus berbeda, tapi bukan berati mereka tidak boleh
hidup seperti orang normal lainnya. Dengan mengajak mereka bersosialisi, dapat membantu
melatih daya tumbuh mereka yang lama-kelamaan akan seperti orang normal lainnya.

f.Sabar menunggu jawaban

Ketika kita memberikan mereka pertanyaan, lalu mereka lama meresponnya maka
bersabarlah hingga mereka meresponnya. dan ingat disaat memberikan pertanyaan dan belum
di respon maka jangan langsung memberikan pertanyaan lagi atau mengganti topik tapi
bersabar dan tunggulah mereka menjawabnya. Baru setelah mereka menjawab kita boleh
mengasih pertanyaan lainnya.

Contoh berkomunikasi dengan Anak Tunanetra

Tunanetra adalah dimana kondisi seseorang yang mengalami gangguan hambatan dalam
indra penglihatan.adapun cara berkomunikasi yaitu:

✓ Sentuh bahu atau pundak / kalau tau namanya panggil namanya


✓ Perkenalkan nama anda
✓ Berkomunikasi normal dan jelas
✓ Hindari kata itu, disana, disana, yang itu.
Contoh berkomunikasi dengan Anak Tunarungu

Tunarunggu adalah dimana kondisi seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan


mendengar. Adapun cara berkomunikasinya yaitu:

✓ Sentuh bahu atau pundak


✓ Cari tempat yang sunyi dan nyaman
✓ Jaga kontak mata dengan anak, posisikan wajah dengan wajah
✓ Bicaralah secara normal dengan ujaran yang jelas
✓ Tanyakan apakah sudah jelas kalau belum diulang
✓ Bila masih kesulitan gunakan tulisan untuk berkomunikasi
✓ Bila memungkinkan menggunakan isyarat bahasa atau meminta bantuan orang tua
atau orang yang paham.

Contoh berkomunikasi dengan Anak Tunagrahita

Tunagrahita adalah dimana kondisi seseorang anak yang memiliki inteligensi yang
signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi
perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Masyarakat mengenal tunagrahita dengan
keterbelakangan mental dan idiot. Adapun cara berkomunikasinya adalah:

✓ Panggil dengan namanya


✓ Cari pertanyaan sederhana yang jawabannya singkat
✓ Sediakan media untuk memperjelas
✓ Bila mengerjakan sesuatu yang diberikan secara bertahap
✓ Berikan contoh
✓ Sabar mendengarkan jawaban anak

Contoh berkomunikasi dengan Anak Autisme

Autisme adalah dimana kondisi anak mengalami gangguan perilaku dan interaksi sosial
akibat kelainan perkembangan saraf otak. Adapun cara komunikasinya yaitu:

✓ Ketahui kemampuan bahasa anak apakah menggunakan verbal atau non verbal
✓ Hindari memberikan sentuhan yang berlebihan
✓ Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk anak
✓ Jangan paksa untuk melakukan kontak mata
✓ Bersabar menunggu jawaban anak.
BAB 3

KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan

Komunikasi pada anak merupakan komunikasi yang sangat penting dalam menjaga
hubungan dengan anak. Komunikasi pada anak sangat penting karena pada proses tersebut
mereka dapat saling mengekspresikan perasaan dan pikiran sesuai dengan tahap tumbuh
kembang anak sehingga dapat diketahui oleh orang lain. Melalui komunikasi, kita dapat
mengembangkan kemampuan dan keterampilan anak, mengetahui perasaan anak dan
menjalin hubungan dengan anak.Secara umum komunikasi pada anak bertujuan untuk
mengetahui peningkatan kemampuan berkomunikasi anak dengan tepat,lancar,dan kalimat
yang panjang.Upaya meningkatkan kemampuan anak untuk berbicara perlu komunikasi yang
baik dan benar yaitu untuk menambah daya konsentrasi anak dan kosakata anak,selain itu
juga anak tidak cepat merasa bosan.

Proses komunikasi dapat berjalan lancar atau efektif dan mencapai hasil yang
memuaskan,apabila didukung oleh beberapa faktor yaitu keadaan lingkungan,faktor
teknis,kultur setempat,bahasa yang digunakan,umpan balik dan keadaan
komunikan.Pemahaman kata yang dikomunikasikan anak melalui ujaran wujudnya
mendengarkan dan berbicara melalui kata yang unik,ujaran,dan tulisan.Anak-anak mampu
melafalkan kata-kata yang disampaikan oleh orangtua dengan mudah,buka karena telah
sering mendengar/menduga-duga tetapi karena awal masa kanak-kanak terkenal sebagai masa
yang senang bicara,karena sering kali anak dapat berbicara dengan mudah tidak terputus-
putus bicaranya.Perkembangan berbicara pada awal dari anak yaitu menggumam maupun
membeo,sedangkan perkembangan menulis pada anak berawal dari kegiatan mencoret-coret
sebagai hasil ekspresi anak.

3.2 Saran

Kami sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari
tentang Komunikasi pada Anak serta menambah pengetahun cara berkomunikasi pada anak
Dan harapan kami makalah ini tidak hanya berguna bagi kami tetapi juga berguna bagi
semua pembaca. Terakhir dari kami walaupun makalah ini kurang sempurna kami
mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008 Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta :EGC

Anjaswarni, Tri. 2016. Komunikasi Dalam Keperawatan, Jakarta: BPPSDMK

Indrawati, Ferika, 2018. “Buku Ajar Konsep Konsep Komunikasi Dasar Keperawatan Anak
1” Buku Ajar 1-37

Gibson, J.W., & Hodgetts, R.M. (1990). Business Communication: Skills and Strategies.NY,
NY: Harper & Row.

Bovee, C.L., & Thill, J.V. (1992). Business Communication Today. NY, NY: McGraw-Hill.
Contoh Jurnal pertama:

Pengaruh Penggunaan Buku Cerita Bergambar Terhadap Kemampuan


Berbicara Anak
Eka Mei Ratnasari, Enny Zubaidah
eka.mei2016@student.uny.ac.id, enny_zubaidah@yahoo.com
Universitas Negeri Yogyakarta
The Influence Of Picture Book Towards Preschool Children’s Speaking Ability

Hasil yang diteliti:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh buku bergambar


terhadap kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun. Jenis penelitian ini adalah eksperimen
semu.Subjek penelitian ini adalah anak kelompok A di TK Pringwulung Yogyakarta,
Indonesia.
Melalui program SPSS 16 untuk melihat perbedaan kemampuan berbicara antara kedua
kelompok.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap
perkembangan anak.kemampuan berbicara melalui buku bergambar anak prasekolah di TK
PringwulungYogyakarta. Rekomendasi dari penelitian ini dapat digunakan oleh guru, orang
tua, pendidikan agar dapat memberikan stimulasi yang optimal bagi perkembangan anak
kemampuan berbicara.
Data hasil observasi kemampuan berbicara yang dideskripsikan berupa data hasil pretest
dan post-test. Data pretest merupakan data hasil observasi kemampuan berbicara pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum kedua kelompok diberikan perlakuan
agar mengetahui kondisi awal kemampuan berbicara anak. Data post-test merupakan data hasil
observasi kemampuan berbicara anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah
kedua kelompok tersebut diberikan perlakuan. Hasil observasi kemampuan berbicara anak
dapat dilihat pada tabel.

Rangkuman Data Observasi Kemampuan Berbicara Anak Pretest dan Post-Test


Deskripsi Kelompok Kelompok
Kemampuan Eksperimen kontrol
Berbicara
Pretest Post-test Pretest Post-test
Rata-rata 65.50 80.50 63.25 70.75
Nilai Tertinggi 75 95 75 85
Nilai Terendah 50 70 50 60

Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai pretest pada kelompok
eksperimen yaitu 65.50 sedangkan post-test nilai rata-rata meningkat menjadi 80.50. Nilai
tertinggi pretest pada kelompok eksperimen 75 dan post-test 95. Nilai terendah pada kelompok
eksperimen pretest sebesar 50 dan post-test 70. Selanjutnya pada kelompok kontrol, rata-rata
nilai pretest sebesar 63.25 sedangkan post-test 70.75. Nilai tertinggi pretest 75 dan post-test 85.
Nilai terendah pretest 50 serta post-test 60. Deskripsi data hasil analisis tentang kemampuan
berbicara pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukan bahwa pada saat
pretest setiap kelompok memiliki selisih skor yang relatif sama. Selanjutnya diberikan
perlakuan yang berbeda untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, masing-masing
kelompok mendapatkan hasil selisih skor yang berbeda. Pada kelompok eksperimen setelah
diberikan perlakuan dengan menggunakan buku cerita bergambar terjadi perubahan yang
signifikan pada kemampuan berbicara anak. Untuk kelompok kontrolpun terjadi perubahan,
namun tidak signifikan. Tahapan selanjutnya berupa uji hipotesis, pengujian hipotesis pada
penelitian ini menggunakan uji paired sample dan independent sample t-test. Uji paired sample
digunakan untuk mengetahui perbedaan antara nilai pretest dan postest kelompok eksperimen
sebelum dan sesudah menggunakan media. Uji paired sample digunakan karena sampel yang
digunakan sama pada kegiatan pretest dan postest. Selanjutnya dilakukan pengujian
menggunakan uji independent sample t-test untuk mengetahui perbedaan kelompok eksperimen
dan kontrol. Independent sample t-test digunakan sebab sampel yang digunakan berbeda antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pelaksanaan:

Pelaksanaannya yaitu Pengumpulan data menggunakan lembar observasi kemudian


dianalisis dengan uji-t.metode pelaksanaan yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yaitu
dengan menggunakan pendekatan quasi eksperimen. Dalam quasi-eksperimen, peneliti
menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, namun tidak secara acak
memasukan para partisipan ke dalam dua kelompok tersebut.
Dalam rancangan penelitian eksperimen tujuan utamanya adalah untuk menguji dampak
suatu treatment atau suatu intervensi terhadap hasil penelitian yang dikontrol oleh faktor-faktor
lain yang dimungkinkan juga mempengaruhi hasil tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari pengaruh penggunaan media buku cerita
bergambar terhadap kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun. Kelas eksperimen diberikan
pembelajaran dengan menggunakan media buku cerita bergambar, sedangkan kelas kontrol
dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Subjek berjumlah 40 orang anak. Teknik
pengumpulan data menggunakan observasi. Teknik analisis data menggunakan uji t-test.
Pengerjaan menggunakan program komputer SPSS for Windows versi 16.

Lembar observasi tentang kemampuan berbicara terdiri dari:


1) berbicara dengan lancar.
2) menyebutkan nama.
3) menyebutkan alamat.
4) menyebutkan usia.
5) dapat membedakan waktu.
6) menggunakan struktur kalimat lengkap.
7) berbicara 5-6 kata dalam kalimat.
8) menggunakan kata ganti orang.
9) dapat membetulkan kesalahpahaman.
10) menyesuaikan topik pembicaraan.
Contoh Jurnal kedua:

Bermain dan Belajar Pada Anak Usia Dini


Fitri Wahyuni
Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo
wahyunif417@gmail.com

Suci Midsyahri Azizah


sucimidsyahri88@gmail.com
Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Hasil yang diteliti:

Bermain (sambil belajar) pada anak usia dini mempunyai tujuan yang mungkin tidak
disadari oleh orang dewasa, dimana saat anak bermain, sebenarnya ia sedang mengembangkan
potensi yang terdapat dalam dirinya guna menjadi modal awal yang kokoh bagi dirinya di masa
depan saat menghadapi permasalahan dalam hidup.Tujuan penelitian ini diharapkan
memberikan referensi dan edukasi kepada orang tua dan guru paud khususnya untuk bisa
memahami dunia anak usia dini salah satunya dengan memahami hakekat bermain dan makna
bermain bagi anak usia dini. Hal ini diperoleh dengan mengesplorasi berbagai sumber dari
beberapa literatur dari hasil penelitian dan pemikiran di mana hasilnya dapat digunakan bagi
orang tua dan guru paud agar lebih tepat dalam mendampingi dan mendesain pembelajaran bagi
anak usia dini sehingga mutiara pembelajaran paud yaitu bermain sambil belajar dapat tercapai.
Bermain pada usia dini bertujuan untuk menanamkan pekerti baik dan melatih berbagai
hal di antaranya membedakan sikap dan perilaku yang baik dan yang tidak baik, bersikap ramah
dan peduli, disiplin dan tanggung jawab, mencintai ciptaan Tuhan, tertib dan berani, serta untuk
mengetahui baik dan buruk. Perlu waktu yang tidak sedikit untuk seorang anak dalam
pengembangan dirinya. Dari penelitian beberapa ahli menyatakan bahwa bermain pada anak
mempunyai peran yang sangat penting. Dengan bermain anak-anak bisa menyalurkan
keinginan, kepuasan, kreativitas, dan imajinasinya. Selain itu dengan bermain anak-anak bisa
melatih fisiknya, bergaul dengan teman sebaya, memainkan peran sesuai dengan jenis
kelaminnya, mengembangkan bakatnya, menumbuhkan sifat dan sikap yang positif dan bisa
mengekspresikan dan menyalurkan perasannya baik pearsaan tertekan, senang mapun sedih.
Secara keseluruhan bermain bagi anak mempunyai manfaat yang besar, selain manfaat
pada lima aspek perkembangan anak. Yaitu sebagai berikut:
✓ Bermain memicu kreativitas
✓ Bermain bermanfaat mencerdaskan otak
✓ Bermain bermanfaat menanggulangi konflik
✓ Bermain bermanfaat untuk melatih empati
✓ Bermain Bermanfaat Mengasah Pancaindra
✓ Bermain sebagai media terapi (pengobatan)
✓ Bermain itu melakukan penemuan
Pelaksanaan:

Melakukan Jenis Kegiatan Bermain

1.Bermain sosial

• Bermain seorang diri

Anak bermain mandiri tanpa menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya atau apa yang
dilakukan anak lain di dekatnya. Contoh permainan ini menyusun balok menjadi sebuah menara
atau permainan bongkar pasang.

• Bermain sebagai penonton


Anak yang bermain sebagai penonton sudah pasti dia dalam posisi pasif sedangkan anak
yang lain aktif bermain, namun tetap memperhatikan dengan seksama terhadap apa yang terjadi
di sekitarnya.

• Bermain paralel
Suatu permainan yang dilakukan oleh beberapa anak dengan menggunakan alat permainan
yang sama, namun anak-anak bermain secara mandiri, sehingga apa yang dilakukan tidak ada
saling ketergantungan atau tidak tergantung antara satu sama lain. Biasanya saling berbicara
antara satu sama lain namun jika salah satu meninggalkan permainan, kegiatan bermain tetap
berlanjut.

• Bermain asosiatif
Permainan ini adalah dimana anak bermain bersama tetapi tidak ada suatu pengaturan,
beberapa anak mungkin memilih menjadi polisi dan yang lainnya memilih menjadi penjahat
sehingga terjadi kegiatan permainan kejar-kejaran. Dimungkinkan juga permainan petak umpet,
satu anak menghitung disebut dengan penjaga hingga sekian sesuai kesepakatan dan yang
lainnya berlari untuk sembunyi kemudian setelah hitungan selesai penjaga mencari teman yang
lain untuk yang pertama kali tertangkap menjadi penjaga berikutnya.

• Bermain kooperatif
Dalam permainan ini, anak memiliki peran masing-masing sehingga tujuan permainan bisa
tercapai. Misalnya anak bermain dokter-dokteran, ada dokter, perawat, pasien, dan keluarga
pasien. Jika salah satu tidak mau untuk berperan pada salah satu tokoh kemungkinan besar
permainan ini batal dilakukan. Anak-anak dengan berbagai usia akan menunjukkan tahapan
perkembangan sosial bermain berbeda-beda. Kognitif anak yang masih sangat muda tidak dapat
menerima berbagai peran dalam bermain kooperatif. Disebabkan seni berperan atau belum
memiliki keterampilan sosial dalam permainan kelompok.

• Bermain dengan benda


Ada tiga bentuk bermain dengan benda. Yang pertama adalah bermain praktis, kedua
bermain simbolik, dan yang ketiga adalah bermain dengan peraturan.
Bermain praktis adalah bermain yang dilakukan oleh anaknya langsung,Contohnya anak
bermain batu. Batu tersebut dibuat seorang anak menjadi pagar-pagaran rumah.
Bermain simbolik adalah bermain dimana anak menggunakan imajinasinya dalam suatu
permainan. Contohnya, seorang anak bermain lego. Lego tersebut dijadikan sebuah rumah-
rumahan, gedung yang tinggi, menara, dan lain sebagainya.
Bermain dengan perturan adalah bermain dengan cara menggunakan aturan-aturan yang
harus dipatuhi. Permainan ini bisa diterapkan tergantung kematangan anak dalam memahami
peraturan.
2. Bermain Sosio-Dramatik

Ada beberapa elemen dalam permainan Sosio-dramatik, yaitu:


a. Bermain peran, yaitu menirukan kegiatan atau percakapan antara guru dengan murid.
b. Persisten, kegiatan bermain selama minimal sepuluh menit dengan tekun dan seksama.
c. Interaksi, adegan yang dilakukan minimal dua anak
d. Komunikasi verbal, setiap kegiatan bermain ada komunikasi verbal di antara anak.
e. Imitasi, anak pura-pura melakukan peran orang di sekitarnya baik pembicaraan ataupun
tingkah laku.
f. Pura-pura sebagai suatu objek, anak melakukan sesuatu layaknya objek tersebut baik
gerakan maupun suaranya, misalnya anak pura-pura sebagai sepeda motor, anak berlari
melenggang layaknya sepeda motor yang sedang melaju.

Bermain sosio-dramatik sangat membantu dalam perkembangan kreativitas, intelektual,


serta keterampilan sosial anak. Tetapi harus dipahami tidak semua anak mengalami bermain
sosio-dramatik. Maka dari itu, para guru harus memberikan pengalaman bermain sosio-
dramatik. Bermain sosio-dramatik atau yang lebih familier bermain peran sangat bagus
diterapkan pada anak usia Paud, guna merangsang daya kreativitas serta keterampilan sosial
anak, tentunya dengan variasi, kreasi, dan desain pembelajaran anak usia dini.
Contoh Jurnal ketiga:

Pengembangan Literasi Dasar dalam Meningkatkan Minat Membaca dan


Menulis pada Anak Usia Dini di Perumahan Indah Permai Desa Petatal
• Abd. Rahman (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, Indonesia)
• Enjely Putri Marpaung (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, Indonesia)
• Husni Fazari Lubis (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, Indonesia)
• Melly Nia Fajriani Sinaga (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, Indonesia)
• Zuhrinal M. Nawawi (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, Indonesia)

Hasil yang diteliti:

Melatih anak membaca dan menulis sejak dini serta menumbuhkan minat membaca dan
menulis. Anak-anak di Desa Petatal hanya membaca buku dan menulis saat belajar di sekolah
dan jarang membaca buku dan menulis saat di rumah.
Kegiatan literasi yang bisa diajarkan atau diterapkan kepada anak sejak dini yaitu kegiatan
membaca, dan menulis. Membaca dan menulis termasuk salah satu jenis literasi dasar. Literasi
Dasar, merupakan kemampuan dan pemahaman seseorang dalam berbicara, membaca, menulis,
menghitung dan mendengarkan yang berkaitan dengan kemampuan menganalisis informasi
dalam pengambilan kesimpulan. Maka penting untuk mengajarkan dan mengembangkan
kemampuan literasi membaca dan menulis pada anak sejak dini gunanya agar anak memiliki
kemampuan literasi yang baik, kemampuan komunikasi yang baik, dan berpikir secara kritis
serta kreatif.
Untuk mengembangkan minat literasi membaca dan menulis pada anak-anak tersebut, acara
seminar literasi yang dibuat oleh Mahasiwa/i KKN kelompok 157 dilakukan dalam upaya
mengembangkan literasi dasar untuk meningkatkan minat baca dan tulis anak-anak usia dini.

Pelaksanaan:

Ada beberapa kegiatan yang diselenggarakan dalam acara seminar literasi ini yang
bertujuan dapat mengembakan literasi minat baca dan tulis pada anak usia dini, yaitu:
a. Kegiatan penyampaian materi mengenai Literasi dan minat baca dan tulis.
b. Kegiatan peminjaman buku di Bus Perpustakaan Dinas Batu Bara.
c. Kegiatan atau game tebak nama hewan dan buah.
d. Kegiatan story telling.

Ada beberapa kegiatan lain yang bisa diterapkan atau diajarkan kepada anak usia dini
dalam mengembangkan minat literasi membaca dan menulis di dalam dirinya antara lain
sebagai berikut:
• Membacakan buku cerita anak atau mendongeng pada anak
• Mengajak anak ke toko buku
• Membelikan atau menghadiahkan sebuah buku
• Mengasah anak untuk menulis dengan memberikan tugas menulis karangan pendek
tentang pengalaman yang paling bahagia bagi anak tersebut.
• Memberikan pelatihan untuk menggambar dan mewarnai kepada anak.
• Melakukan kunjungan ke perpustakaan untuk membaca di sekolah.
Contoh Jurnal keempat:
STUDI LITERATUR: STIMULASI KEMAMPUAN ANAK
MENGENAL HURUF MELALUI PERMAINAN
MENGURAIKAN KATA DI TAMAN KANAK-KANAK
ALWIDJAR PADANG

Afrita Yeni , Sri Hartati


Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang
Email: Afritayeni40@gmail.com , sri.pgpaudfipunp@gmail.com

Hasil yang diteliti:


Mengetahui gambaran stimulasi Anak Mengenal Huruf melalui Permainan
Menguraikan Kata di Taman Kanak-Kanak Alwidjar Padang. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan
studi pustaka. Pada studi literatur penelitian ini, terdapat peningkatan Kemampuan
Anak Mengenal Huruf melalui Permainan Menguraikan Kata dalam pembelajaran
anak usia dini. Pembelajaran dalam studi ini memfokuskan pada permainan
mengurai kata dalam meningkatkan kemampuan mengenal huruf anak. Hasil
beberapa studi permainan menguraikan kata dapat meningkatkan kemampuan anak
mengenal huruf dan membaca pada anak.
Hasil penelitian Rahmadani dkk (2019) mengemukakan Pentingnya kemampuan
mengenal huruf ini sebagai dasar awal anak menguasai kemampuan membaca maka
kemampuan mengenal huruf seharusnya dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
dan karakteristik anak, karena melalui simbol-simbol huruf anak akan mampu
berkomunikasi serta dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan anak. Menurut
Hasan dalam Rahayuningsih (2019) Pengenalan huruf sejak usia TK adalah hal yang
paling penting pengajarannya harus melalui proses sosialisasi, dan metode
pengajaran membaca tanpa membebani dan dengan kegiatan belajar yang
menyenangkan
Menurut Handayani dan Nurhafizah (2019) terjadi peningkatan kemampuan
mengenal huruf anak melalui permainan kantong ajaib dengan indikator yaitu
menyebutkan huruf dari sebuah kata melalui permainan kantong ajaib, menyebutkan
huruf awal dan akhir dari sebuah kata melalui permainan kantong ajaib
menyebutkan huruf vocal dan konsonan dari sebuah kata melalui permainan kantong
ajaib dan menyusun huruf menjadi kata melalui permainan kantong ajaib.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai permainan dapat
meningkatkan kemampuan mengenal huruf anak. kegiatan bermain anak sambil
belajar akan memberikan kesan menyenangkan bagi anak dalam mengenal huruf.
Beberapa indikator yang bisa diukur dalam mengenal huruf anak meliputi anak
mampu menunjukan huruf, anak mampu menuliskan beberapa huruf yang
membentuk satu kata dengan benar, anak mampu menulisakan namanya dengan
benar dan anak mampu mencocokan huruf dengan benar, anak mampu menyebutkan
huruf vocal dan konsonan, menyusun huruf menjadi kata.

Pelaksanaan:

Metode pelaksanaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi
literatur, Dimana sistem pengambilan data dalam penelitian ini bersumber dari buku-
buku atau jurnal-jurnal yang dianalisis berdasarkan permasalahan yang ada. Zed
(2014:3) studi pustaka atau studi literatur merupakan kegiatan yan berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian. Sumber data dari penelitian ini diambil beberapa dokumen-dokumen
berupa buku-buku serat jurnal-jurnal hasil penelitian sebelumnya yang relevan
dengan penelitian ini. Penelitian ini menganalisa referensi yang bersumber dari
jurnal dan buku lalu menghubungkan dengan fenomena yang ada. Menurut Nazir
(2014:27) studi literatur adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-
laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Berdasarkan
permasalahan yang diteliti yaitu Peningkatan Kemampuan Anak Mengenal Huruf
melalui Permainan Menguraikan Kata di Taman Kanak-Kanak Alwidjar Padang,
maka jenis penelitian ini adalah penelitian studi literatur dengan menelaah beberapa
jurnal terkait Kemampuan Anak Mengenal Huruf. Hasil dari berbagai telaah literatur
ini akan digunakan untuk mengidentifikasi apakah terjadi Peningkatan Kemampuan
Anak Mengenal Huruf melalui Permainan Menguraikan Kata.
Contoh Jurnal kelima:

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI


KEGIATAN MENGGAMBAR PADA ANAK KELOMPOK B
PAUD TERPADU AL-IKHLAS KEC. BANGKINANG KOTA
Yolanda Pahrul1 , Rizki Amalia2 1 Jurusan PG-PAUD
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Bangkinang, Riau, Indonesia
e-mail: yolandapahrul@gmail.com

Hasil Yang Diteliti:

Mendeskripsikan proses dan hasil belajar melalui kegiatan menggambar dalam


meningkatkan kemampuan berbicara. Penelitian ini dilakukan di paud terpadu al-
ikhlas kec. bangkinang kota pada bulan Juli 2018. Subjek penelitian adalah
kelompok B sebanyak 16 siswa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
tindakan.
Prosedur penelitian terdiri dari: perencanaan, tindakan dan observasi, refleksi.
Dilakukan untuk 10 pertemuan dibagi menjadi dua siklus. Teknik pengumpulan data
dilakukan melalui tes, observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dan
kuantitatif. Pra siklus dilakukan untuk menentukan persentase kemampuan berbicara
sebesar 49,19%, meningkat menjadi 66,35% setelah siklus pertama, dan meningkat
menjadi 87% setelah siklus kedua. Kemampuan berbicara dapat dikembangkan
melalui kegiatan menggambar, di mana melalui menggambar anak-anak dapat
mengkomunikasikan perasaannya. Menggambar adalah kegiatan yang sangat
menyenangkan bagi anak-anak.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa menggambar dapat digunakan sebagai
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Hasil penelitian tentang
peningkatan kemampuan berbicara melalui kegiatan menggambar dapat ditarik
kesimpulan, yaitu kegiatan menggambar dapat meningkatkan kemampuan berbicara
anak TK.

Pelaksanaan:

Metode pelaksanaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


penelitian tindakan yang mengacu kepada model Kemiss dan Mc. Tagart. Model
ini digunakan karena penelitian ini sesuai dengan kriteria dimana observasi dan
tindakan dilakukan dalam satu proses. Adapun prosedur kerja dalam penelitian
ini adalah perencanaan, tindakan dan observasi, dan refleksi. Langkah ini
dilakukan berulang sampai dicapai keberhasian atau hasil yang diinginkan.
Setelah tahapan dari siklus satu selesai, kemudian dilanjutkan dengan
perencanaan ulang, tindakan dan observasi, dan refleksi untuk siklus berikutnya.
Criteria keberhasilan tindakan dalam penelitian ini mengacu pada criteria yang
ditetapkan oleh Mills, yang menyatakan bahwa penelitian tindakan memiliki
target persentase menjadi 71% setelah melakukan tindakan pada subjek
penelitian. Artinya, penelitian ini dikatakan berhasil jika 71% dari jumlah anak
di kelas sudah mencapai standar yang telah ditetapkan oleh kolaborator yaitu
75% dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S. 2006. Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Efektif di Sekolah Dasar. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.

Biddle, K.A.G., Nevarez, A.G., Henderson, W.J.R., & Vallero-Kerrick, A. 2014. Early
Childhood Education Becoming A Professional. Printed in USA: SAGE Publications, Inc.

Bower, V. 2014. Developing Early Literacy 0 to 8 From Theory to Practice. London: Sage
publication L.td.

Coyne, M., Simmons, D. C., Kame’enui, E., & Stoolmiller, M. 2004. Teaching vocabulary
during shared storybook readings: An examination of differential effects. Exceptionality: A
Special Education Journal, 12(3), 145-162. http://dx.doi.org/10.1207/s15327035ex1203_3

Cresswell, J. W. 2016. Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif dan


Campuran Edisi Keempat. (Terjemahan Achmad Fawaid & Rianayati K.P). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. (edisi asli diterbitkan tahun 2014 oleh SAGE Publication, Inc.)

Efrizal, D. 2012. Improving student’s speaking through communicative language. International


Journal of Humanities and Social Science, Vol. 2 No.20. p.127-134. Retrieved from
http://www.ijhssnet.com.

Fitriyani, N. & Joni. 2017. Peningkatan kemampuan berbicara anak melalui media cerita
bergambar anak kelompok B TK Ayu Smart Kids. PAUD Lectura: Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, Vol 1, No. 1 p39-48. Retrieved from https://journal.unilak.ac.id/index.php/paud-
lectura/article/view/502/369

Gnjatovic, D. 2015. Stories in different domains of child development. Child care facility
University of Malta. Original scientific paper UDK: 37.022. http:// doi.org/10.17810/2015.07,
84-97.

Pengaruh Penggunaan Buku Cerita Bergambar Terhadap Kemampuan Berbicara Anak (Eka
Mei Ratnasari, Enny Zubaidah)

Hurlock, E. B. 1978. Perkembangan Anak jilid 1. (Terjemahan Meitasari Tjandrasa dan


Muslichah Zarkasih). Jakarta: Erlangga. (Edisi asli diterbitkan oleh McGraw-Hill, Inc.)

Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. (Terjemahan Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih). Jakarta: Erlangga. (Edisi asli
diterbitkan oleh McGraw-Hill, Inc.)

Istiyani, D. 2013. Model pembelajaran membaca menulis menghitung (CALISTUNG) pada


anak usia dini di kabupaten Pekalongan. Jurnal penelitian vol. 10, No. 1Mei2013. Hlm. 1-18.
Retrieved from https://doi.org/10.28918/jupe.v10i1.351

Jalongo, M. R. 2007. Early Childhood Language Arts. Boston: Peaarson Education, Inc.

Johnston, J., & Halocha, J. 2010. Early Childhood And Primary Education Reading And
Reflections. New York: McGraw-Hill.

Kayi, H. 2006. Teaching Speaking: Activities to Promote Speaking In A Second Early


Childhood. Art Research and education, 1, Vol. 14 No.8. Retrieved from
http://iteslj.org/Articles/Kayi-Teaching Speaking.html
Kotaman, H., & Balci, A. 2016. Impact of storybook type on kindergarteners’ storybook
comprehension. Early Child Development and Care,
http://dx.doi.org/10.1080/03004430.2016.1188297

Lenhart, J., Lenhard, W., Vaahtoranta, E., & Suggate, S. 2017. Incidental vocabulary
acquisition from listening to stories : a comparison between read-aloud and free storytelling
approaches. Educational Psychology, 1-21. https://doi.org/10.1080/01443410.2017.1363377

Lukens, J. R. 2003. A Critical Handbook of Children’s Literature. United States of America:


Pearson
Education, Inc.

Machado, J. M. 2013. Early Childhood Experiences In Language Arts Early Literacy (10th ed).
Wadsworth. Cengage Learning.

Mart, C.T. 2012. Developing speaking skills through reading. International Journal of English
Linguistics, 10, 2-6. http://dx.doi.org/10.5539/ijel.v2n6p91

Mitchell, D. 2003. Children’s Literature An Invitation to The World. Boston: Peaarson


Education, Inc.

Mol, S. E., Bus, A. G., & Jong, M. 2009. Interactive book reading in early education: a tool to
stimulate print knowledge as well as oral language. Vol. 79, No. 2, pp. 979–1007.
http://www.doi.org/10. 3102/0034654309332561

Musfiroh, T. 2005. Bercerita untuk anak usia dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan
dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Mantei, J. & Kervin, L. 2014. Interpreting the images in a picture book: students make
connections to themselves, their lives and experience. English Teaching: Practice and Critique.
Vol. 13, No. 2 pp. 76-92.
http://education.waikato.ac.nz/research/files/etpc/files/2014v13n2art5.pdf

Nugraha, R. G. A. (2017). Interactive Media Development for Second Grade Elementary


Students Thematic Learning Using Adobe Flash CS4 Professional. Scholaria: Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan, 7(2), 94-105.Owens, R. E. Jr. 2012. Langauge development: An
introduction (8th ed.). New York: Pearson.

Ramirez-Esparza, N., Garcia-Sierra, A., & Kuhl, P. K. 2014. Look who’s talking: Speech style
and social context in language input to infants are linked to concurrent and future speech
development. Developmental Science, 17: 6, p880–891.
http://www.doi.org/10.1111/desc.12172

Reed, H. C., Hurks, P. P. M., Kirschner, P. A., & Jolles, J. 2015. Preschoolers’ causal
reasoning during shared picture book storytelling : A cross-case comparison descriptive study.
Journal of

Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 9 No. 3, September 2019: 267-275 275

Research in Childhood Education, 29: 367–389, http://www.doi.org


/10.1080/02568543.2015.1042126

Ruampol, Y., & Wasupokin, S. 2014. Development of speaking using folk tales based
performance activities for early childhood student. World Academy of Science, Engineering
and Technology. International Journal of Humanities and Social Sciences. Vol: 8, No:7, 2014.
Retrieved from http://www.scholar.waset.org/1307-6892/9998937

Sadiman, A. S., dkk. 2014. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan


Pemanfaatannya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Scull, J., Louise, P., & Raban, B. 2013.
Young learners: Teachers’ questions and prompt as oppurtunities for children’s language
development. University of Melbourne, Deakin University, and University of Melbourne.
Research in early childhood, vol 7 No.1, 69-91. Retrieved from
http://research.monash.edu/en/publications/young-learners-teachers-questions-and-prompts-as-
opportunities-fo

Suyanto, B. 2010. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Prenada Media Group. Toha-sarumpaet,
R. K. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak: Edisi Revisi. Jakarta: Buku Obor.

Tompkins, G.E., & Hoskissons, K. 1995. Language Arts: Content and Teaching Strategies (3rd
ed.). New York: Mac Millan Publishing Co.

Vygotsky, L. S. 1978. Mind In Society “The Development of Higher Psychological”. USA:


Harvard University Press.

Zainatuddar. 2015. Teaching speaking in English by using the picture series technique. English
Education Journal (EEJ), 6(4), 443-456, October 2015. Retrieved from from
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id.
Herman, Rusmayadi, dan I Waya Utama, Sumber Belajar Penunjang PLPG 2017 Materi
Profesional Guru Kelas PAUD/TK. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, 2017.

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Mulyasa.
Strategi Pembelajaran PAUD. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017

Montolalu, B.E.F. dkk. Bermain dan Permainan Anak. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka, 2012.

Barnett, Lynn A. “Developmental Benefits of Play for Children.” Journal of Leisure Research
22, no. 2 (1990): 138–53. https://doi.org/10.1080/00222216.1990.11969821.

Saracho, Olivia N., and Bernard Spodek. “Children’s Play and Early Childhood Education:
Insights from History and Theory.” Journal of Education 177, no. 3 (1995): 129–48.
https://doi.org/10.1177/002205749517700308.

Sholihah, Rizki Amalia. “Attitude, Aptitude, Routines, Pattern, Dan Simple Codes Dalam
Pemerolehan Bahasa.” Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan Dan Keagamaan 12, no. 2 (2017):
171–84
Dalman. (2013). Keterampilan Membaca. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Devianty, Rina. (2019). Manfaat Literasi untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan. Ijtimaiyah:
Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya, 3(1). http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ijtim
aiyah/article/view/7895.

Kamah, I. (2002). Pedoman Pembinaan Minat Baca. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Kharizmi, M. (2015). Kesulitan Siswa Sekolah Dasar dalam Meningkatkan Kemampuan


Literasi. Jurnal Pendidikan Dasar (JUPENDAS), 2(2). http://jfkip.umuslim.ac.id/index.php/jup
endas/article/view/233

Prasetiyani. (2019). Mengembangkan Minat Baca Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Literasi
Perpustakaan di TK Masyitoh 25 Sokaraja. Skripsi. Purwokerto: IAIN Purwokerto.
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/5 230/.

Lisnawati, I. & Ertinawati, Y. (2019). Literat Melalui Presentasi. Metaedukasi: Jurnal Ilmiah
Pendidikan, 1(1). http://jurnal.unsil.ac.id/index.php/meta edukasi/article/view/976.

Rohmad, A. (2009). Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta: Teras.

Salahuddin, M. (1990). Pengantar Psikologi Pendidikan. Surabaya: Bina Ilmu.

Shaleh, A. R. & Wahab, M. A. (1976). Didaktik Pendidikan Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana.

Syah, Muhibbin. (2006). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.


Syah, Muhibbin. (2015). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Aisyah,Siti.2007.Perkembangan dan Konsep Anak Usia Dini.Jakarta:Universitas Terbuka

Arini, Ni Putu Novi. 2015. Penerapan Metode Bercakap-Cakap Berbantuan Media Kartu
Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Lisan pada Anak Usia Dini. e-journal PG
PAUD Universitas Pendidikan Ganesha. Volume 3 No.1

Dalman. 2013. Keterampilan Membaca Jakarta : PT Rajagrafindo

Firdaus, Putri Hidayah. 2019. Peningkatan Kemampuan Mengenal Huruf Melalui Media Kartu
Huruf. Jurnal Pendidikan Raudhatul Athfal Vol 2, No 1 P-ISSN. 2527- 4325 E-ISSN. 2580-
7412

Hasan, Maimunah. 2009. PAUD (pendidikan anak usia dini). Yogyakarya : diva press.

Jahja, Y. 2011.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana

Jawati, Ramaikis. 2013. Peningkatan Kemampuan Kognitif Anak melalui Permainan Ludo
Geometri di PAUD Habibul Ummi II. SPEKTRUM: Jurnal Pendidikan Luar Sekolah (PLS), 1
(1)

Madyawati, Lilis. 2017. Strategi Pengembangan Bahasa pada Anak. Kencana: Jakarta
Mayasari, D. and Ardhana, N. R. 2018. Publikasi Bentuk Fungsi dan Kategori Sintaksis Tuturan
Masyarakat Manduro sebagai Pendukung Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini. Jurnal
Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1), p. 51. doi: 10.31004/obsesi.v2i1.7.
Moh. Nazir. 2014. Metode Penelitian. Bogot: Ghalia Indonesia.

Pebriani. 2012. Peningkatan kemampuan anak mengenal huruf melalui permainan mengurai
kata di taman kanak kanak negeri pembina agama. Jurnal Ilmiah Pesona PAUD Vol 1, No 3

Rahayuningsih, Sheila Septiana; Soesilo, Tritjahjo Danny; Kurniawan, Mozes. 2019.


Peningkatan Kemampuan Mengenal Huruf Pada Anak Usia 5-6 Tahun Melalui Metode
Bermain Dengan Media Kotak Pintar. Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol 9. No.
1

Rahmadani, Fita; Suryana, Dadan; Hartati, Sri. 2019. Pengaruh Media Sandpaper Letter
terhadap Kemampuan Mengenal Huruf Anak di Taman Kanak-kanak Islam Budi Mulia
Padang. Jurnal Ilmiah Pesona PAUD Vol 6, No. 1 p-ISSN 2337-8301 ; e- ISSN 2656-1271

Salwanur dkk. 2018. Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf melalui Permainan Kartu
Kata Pada Anak Kelompok A PAUD Terpadu Qalbun Salim Kalukubula Kabupaten Sigi. Jurnal
Kolaboratif Sains Vol 1, No 1

Sariani, Ni Putu Sukma dkk. 2015. Implementasi Metode Demonstrasi Berbantuan Media
Kartu Gambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dalam Mengenal Bilangan. e-
journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha. Volume 3 No.1

Seefeldt, Carol., & Barbara A Wasik. (2006). Pendidikan Anak Usia Dini. (Alih bahasa: Pius
Nasar). Jakarta : Indeks.

Siregar, Rusti Alam. 2019. Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf Menggunakan
Media Kartu Kata di TK Negeri Pembina I Kota Jambi Tahun Pelajaran 2016/2017. Jurnal
Literasiologi. Volume 2, NO. 1 Januari – Juni Sudono, Anggani. 2000. Sumber Belajar dan Alat
Permainan. Jakarta. Grasindo

Susanto,Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama

Susila dkk. 2016. Pengaruh Permainan Kartu Huruf Bergambar terhadap Motivasi Belajar
Anak Dalam mengenal Huruf pada Anak Usia 4-5 Tahun di PAUD As-Shifa Citra Pekanbaru.
Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Keguruan dan Ilmu Pendidikan Vol 3, No 2

Suyanto, Slamet. 2005. Dasar-Dasar PendidikanAnak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat


Publishing

Trisniwati. 2014. Peningkatan Kemampuan Mengenal Huruf melalui Metode Permainan Kartu
Huruf pada Kelompok B1 TK Aba Ketanggungan Wirobrajan Yogyakarta. Skripsi. Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Vortuna, Dewi dkk. 2018. Peningkatan Kemampuan Mengenal Huruf Melalui Permainan
Kartu Huruf pada Kelompok B4 TK Negeri Pembina 1 Palembang Tahun Ajaran 2018/2019.
Jurnal Tumbuh Kembang, Volume 5, Nomor 2

Wirdanelis dkk. 2017. Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf melalui Permainan Kartu
Gambar pada Anak Usia 4-5 Tahun di Pos PAUD Kenanga Kecamatan Kampar Timur
Kabupaten Kampar. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol 4, No 1

Yulsyofriend. 2013. Permainan Membaca dan Menulis Anak Usia Dini. Padang: Suka Bina
Press.
Zed, Mestika. 2014. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Carol Seefeldt & Barbara A. Wasik. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks

Diane E. Papalia, et,al. 2010. Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi


Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Waluck Ruampol and Suthakom Wasupokin. 2016. The Development of Speaking Using Folk
Tales Based on Performance Activities For Early Childhood Student. Cambridge: University
press Teacher Research Programme

Jeni Riley, Andrew Burrell and Bet McCallum. 2004. Developing The Spoken Language Skills
of Reception Class Children in Two Multicultural, Inner-City Primary School. British
Educational Research Journal, Vol. 30 no 5

Glenn Fulcher, 2000. The Communicative Legacy in Language Testing, Journal Pergamon
System 28 (200) 483-497

Cathy A. Malchiodi. 1998. Understanding Children’s Drawing. New York: The Guilford Press

Mary Renck Jalongo. 2007. Early Childhood Language Arts, Fourth Edition. USA : Person
Education

Emzir, 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada

Femi Olivia dan Harni Raziarty. 2010. Merekotkan Kekuatan Otak Kanan dengan Jurus
Biodrawing. Jakarta : PT Elex Komputindo

Femi Olivia dan Harni Raziarty. 2011. Mengoptimalkan Otak Kanan Anak dengan Creative
Drawing. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Geoffrey E. mills. 2003. Action research A Guide For The Teacher Research. New Jersey:
Merril Pretice Hall

Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kuantitatif. Jakarta: Universitas Indonesia

Myrnawati Crie Handini. 2012. Metodologi Penelitian untuk Pemula. Jakarta: FIP Press

Ping liu. 2009. Integrating thinking, art and language in teaching young children. International
education, vol 39 (1)

Rebecca T. Isbell & Shirley C. Raines. 2007. Creativity and the Arts with Young
Children,Second Edition. USA: Delmar cengage learning

Reeta Sonawat and Purvi Gogri. 2008. Multiple Intelligences for Preschool Children. Mumbai :
multi-tech publishing co

Roseline Davido.2012. Mengenal Anak Melalui Gambar. Jakarta: Salemba Humanika

Richard P. Jolley. 2009. Children and Pictures: Drawing and Understanding. UK, John Willey
& Sons

Anda mungkin juga menyukai