Anda di halaman 1dari 3

PENGANTAR KEADILAN PEMBERIAN KESETARAAN

Keluarga sebagai elemen terkecil yang mencipta dan melahirkan


kehidupan sosial, adalah faktor mendasar yang harus dijaga keutuhannya.
Keutuhan rumah tangga dalam susunan masyarakat menjadi pemicu utama ukuran
tingkat kesejahteraan yang dapat ditemukan dalam suatu masyarakat yang
majemuk.karena kesejahteraan dalam masyarakat itu sendiri bermuara dari
kuatnya jalinan sosial kekeluargaan di dalamnya.

Saat ini Indonesia sedang ramai dengan perbincangan isu kesetaraan


gender. Hal ini juga terjadi karena banyaknya hal-hal yang dapat dikatakan
merugikan wanita, seperti kekerasan dan diskriminasi. Secara tradisional, peran
suami adalah mencari nafkah dan peran istri adalah mengurus segala hal di dalam
rumah. Akan tetapi, pengasuhan anak sebenarnya tidak bisa hanya diberatkan
kepada wanita.

Dalam proses pengambilan keputusan, biasanya seorang Ayah yang


mengambil segala keputusan. Akan tetapi, pengambilan keputusan juga perlu
dibicarakan bersama istri dan juga anak-anak. Dengan demikian, wanita yang
memiliki beban ganda juga bisa merasakan setara dengan suaminya sehingga
rumah tangga bisa berjalan harmonis.

Jika kita cermati lagi definisi dari keadilan dan kesetaraan gender, Bahwa
keadilan gender adalah gambaran keseimbangan yang adil (fairness) dalam
pembagian beban tanggung jawab dan manfaat antara laki-laki dan perempuan,
yang didasari atas pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan kebutuhan dan kekuasaan. Perbedaan ini perlu dikenali dan
diperhatikan untuk dipakai sebagai dasar atas penerapan perlakuan yang berbeda
bagi laki-laki dan perempuan. Sedangkan kesetaraan gender merupakan kesamaan
yaitu keadaan tanpa diskriminasi sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin
dalam memperoleh kesempatan, pembagian sumber-sumber dan hasil
pembangunan, serta akses terhadap pelayanan.
Ketidak setaraan gender muncul di berbagai segi kehidupan, misalnya;

1. Dalam kehidupan Keluarga


 Pengambil keputusan ditangan suami.
 Beban ganda (Pekerjaan Rumah Tangga dan Pekerjaan luar)
 Tanggung Jawab perawatan anak.
 Pembedaan pekerjaan bagi anak perempuan (anak perempuan di dapur)
 Pola nutrisi yang buruk bagi anak perempuan.

2. Dalam kehidupan Masyarakat


 Posisi perempuan selalu disalahkan.
 Rendahnya akses pelayanan kesehatan bagi perempuan.
 Kepentingan perempuan tidak diakomodir
 KB urusan perempuan
 Pendidikan anak perempuan rendah (84% anak perempuan di Indonesia buta
huruf)

3. Dalam dunia pekerjaan


 Upah perempuan lebih rendah dari laki-laki
 Perempuan tidak mendapat cuti menstruasi, hamil, dan melahirkan.

Kemudian kalau kita telaah lagi kebijakan pemerintah tentang


kependudukan, kebijakan KB yang dicanangkan sejak tahun 1969 masa orde baru
hanya diperuntukkan bagi kelompok perempuan, ini menunjukkan adanya asumsi
patriarkal negara mengenai peran laki-laki dan perempuan yang menganggap
bahwa urusan domestik  adalah tanggung jawab perempuan. Nampak bahwa
negara pada masa orde baru membatasi ruang lingkup kehidupan perempuan
(secara sosial, ekonomi, politik) dan melegitimasi pembakuan peran gender.
Begitu pula Kebijakan tentang ketenaga kerjaan UU No. 25 thn 1997 juga
memuat ketentuan yang mendiskriminasikan perempuan, dengan memuat
ketentuan larangan bekerja bagi perempuan pada waktu malam hari.
Kalau kita telaah lagi antara realitas dan kebijakan yang ada sangatlah
bersebrangan jauh dengan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan. Realitas yang ada
dampak dari ketidaksetaraan gender sangat terasa dalam berbagai bidang.
Kemudian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh negara disamping bias
gender juga bias kelas menengah serta bertentangan dengan kenyataan sosialnya.
Dalam kenyataannya, kaum perempuan tidak lagi hanya sebagai pencari nafkah
tetapi juga banyak yang menjadi kepala keluarga.  Akibatnya timbul ketegangan
antara nilai-nilai dan peraturan yang diterapkan dengan kenyataan sosial yang
terus berlangsung. Untuk meminimalisir itu semua, strategi yang mungkin bisa
dilakukan adalah:

1. Mensosialisasikan konsep gender dan kesehatan reproduksi : Pemberian


Informasi Keluarga, Lingkungan pendidikan, dan masyarakat.
2. Mensosialisasikan hak – hak reproduksi di lingkungan sekitar.
3. Mensosialisasikan perspektif keadilan gender dan kesehatan reproduksi
dalam keluarga.
4. Memulai menerapkan nilai dan keadilan gender pada diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai