Anda di halaman 1dari 9

BEGAL

KASUS PEMBEGALAN DALAM PERSPEKTIF KRIMNOLOGI

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

kriminologi mengandung arti yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang


kejahatan. Perkembangan dan peningkatan ini disebabkan pola kehidupan sosial
masyarakat yang terus mengalami perubahan - perubahan dan berbeda antara
tempat yang satu dengan yang lainnya serta berbeda pula dari suatu waktu atau
jaman tertentu dengan waktu atau jaman yang lain sehingga studi terhadap
masalah kejahatan dan penyimpangan juga mengalami perkembangan dan
peningkatan dalam melihat, memahami, dan mengkaji permasalahan -
permasalahan sosial yang ada di masyarakat dan substansi di dalamnya.
Berkembangnya studi yang dilakukan secara ilmiah mengenai tingkah laku
manusia memberikan dampak kepada berkurangnya perhatian para pakar
kriminologi terhadap hubungan antara hukum dan organisasi kemasyarakatan.

Kemunculan aliran positif mengarahkan para pakar kriminologi untuk lebih


menaruh perhatian kepada pemahaman tentang pelaku kejahatan (penjahat)
daripada sifat dan karakteristik kejahatan, asal mula hukum serta dampak
-dampaknya. Perhatian terhadap hubungan hukum dengan organisasi
kemasyarakat muncul kembali pada pertengahan abad 20, karena hukum mulai
dianggap emiliki peranan penting dalam menentukan sifat dan karaktersitik suatu
kejahatan. Para pakar kriminologi berkeyakinan bahwa pandangan atau perspektif
seseorang terhadap hubungan antara hukum dan masyarakat memberikan
pengaruh yang penting dalam penyelidikan-penyelidikan yang bersifat
kriminologis.1

Objek kajian kriminologi memiliki ruang lingkup kejahatan, pelaku dan


reaksi masyarakat terhadap kejahatan tersebut. Kriminologi secara spesifik
mempelajari kejahatan dari segala sudut pandang, namun lebih khusus kejahatan
yang diatur dalam undang-undang. Pelaku kejahatan dibahas dari segi kenapa

1
Mustofa,Muhammad, kriminologi, Jakarta, Fisip, UI Press, 2007.Hlm.2
seseorang melakukan kejahatan (motif) dan kategori pelaku kejahatan (tipe-tipe
penjahat). Kemudian kriminologi juga mempelajari reaksi masyarakat terhadap
kejahatan sebagai salah satu upaya kebijakan pencegahan dan pemberantasan
kejahatan.

Kejahatan pembegalan kian marak terjadi dalam tiap daerah di Indonesia,


kejahatan tersebut tidak sedikit menyebabkan korban luka – luka bahkan hingga
memakan korban jiwa, sehingga hal tersebut menimbulkan keresahan dalam
masyarakat, pada dasarnya istilah begal dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
disamakan sebagai penyamun yaitu orang yang merampas barang berharga milik
orang lain secara paksa dengan menggunakan kekerasan, istilah ini yang
digunakan dalam masyarakat tradisional yang kemudian berkembang menjadi
istilah terhadap pelaku kejahatan yang mencegat korban di jalan dan melakukan
perampasan harta si korban.istilah begal secara tertulis belum diatur dalam hukum
positif di Indonesia. Suatu kejahatan yang belum dikriminalisasi, bukan berarti
perbuatan tersebut tidak dapat dikenakan sanksi sosial dari mayarakat.2

Adapun dalam kajian hukum positif, aksi begal biasanya akan dikenakan
Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai pencurian
dengan kekerasan dan/atau Pasal 368 KUHP mengenai pemerasan dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan. Dengan ancaman pidana yang sangat berat
yaitu berupa pidana penjara hingga pidana mati bagi para pelaku pembegalan. Hal
tersebut menjadi suatu daya tarik dalam pembahasan ini, walau pun sanksi berupa
pidana yang diberikan kepada para pelaku pembegalan sangat berat akan tetapi
hal tersebut bukan menjadi suatu penghalang bagi para pelaku pembagalan dalam
melakukan aksinya tersebut, hal tersebut dapat dibuktikan dengan maraknya berita
dari media massa yang menyiarkan kejahatan pembegalan, sehingga hal tersebut
dijadikan suatu indikator bahwa tingkat kejahatan pembegalan dalam tiap daerah
di Indonesia masih tinggi.Sehingga tidak heran pembegalan sebagai kejahatan
konvensional justru telah menjadi sebuah fenomena kejahatan yang sampai saat
ini masih meresahkan masyarakat Indonesia.

2
Paul Ricardo, Upaya Penanggulangan Penyalaahgunaan Narkoba Oleh Kepolisian (Studi Kasus
Satuan Narkoba Polres Metro Bekasi)”, Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 6 No.3 Desember
2010, Depok: Fisip UI, hlm. 435-436
Kriminologi sebagai salah satu ilmu yang mengkaji tentang kejahatan, dapat
ikut andil untuk menganalisa dan mencari penyebab dari kausa kejahatan
pembegalan, yang akhir-akhir ini marak terjadi di Indonesia. Hasil dari analisa
tersebut, nantinya dapat dijadikan sumbangsih pemikiran dalam mencegah
kejahatan pembegalan.

B. Masalah

Permasalahan yang diambil dalam kasus ini yaitu kasus pembegalan yang
terjadi di kota semarang, terdapat sekelompok begal yang berhasil ditangkap oleh
Resmob Sat Reskrim Polrestabes Semarang. Terdapat empat orang anggota
kelompok tersebut yang tertangkap,Mereka adalah Deni Triatmojo alias Black
(19) warga Kelud Semarang, Dimas Yuda (24) warga Semarang Tengah, Hendro
Wahyu (34) warga Semarang Barat dan Marcel W alias Michael (23) warga
Semarang Timur.

peristiwa terjadi sekitar pukul 02.30 hari Minggu tanggal 16 September


2016, komplotan tersebut melakukan pengintaian di Kampung Dusun Krasak,
Rowosari rajan, Kecamatan Tembalang untuk mencari target. Namun perbuatan
mereka terpergok oleh warga, kemudian ada warga yang menghalangi aksi
mereka,.dengan adanya halangan oleh warga tersebut para komplotan begal
tersebut tidak gentar dan malah menyerang warga menggunakan senjata tajam
sehingga terdapat beberapa warga yang mengalami luka – luka. Sehingga warga
pun mengeroyok komplotan begal tersebut.

Dari hasil pengakuan dari anggota begal tersebut kelompoknya sudah


melakukan aksi hingga 13 kali dan kerap kali target sasarannya yaitu pasangan
kekasih yang berada di tempat remang. Salah satunya yaitu pada tanggal 17
September 2016 dengan korban perempuan berusia 22 tahun di Jalan dr.Cipto
Semarang. Ketika korban sedang berteduh dan sedang berpacaran, komplotan
begal ini melakukan penodongan dengan beramai ramai mengancam
menggunakan senjata tajam. Sehingga berhasi memperoleh dompet dan tas
korban. Para kelompok begal itu kini meringkuk di tahanan Polrestabes Semarang
dan dijerat pasal 368 KUHP tentang perampasan dengan ancaman hukuman 9
tahun penjara3

C. Pembahasan

Berdasarkan pada kasus diatas terlihat bahwa bentuk kejahatan dari istilah
begal adalah pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. definisi begal
tumbuh dalam culture masyarakat yang menamakan kejahatan begal sebagai
kejahatan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan mengambil
barang secara paksa di jalanan. Berdasarkan hal tersebut kejahatan begal
merupakan pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan
di jalan terhadap barang yang ada di dalam kekuasaan korban. Berkaitan faktor
yang mempengaruhi terjadinya kejahatan begal, dapat dilihat dalam perspektif
kriminologi. Kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari
kejahatan sebagai fenomena social, termaksud di dalamnya proses pembuatan
undang – undang, pelanggaran undang – undang, dan reaksi terhadap pelanggaran
undang – undang.4 Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan, di
mana salah satu ruang lingkupnya adalah etiologi kriminal.5

Pada ilmu kriminologi terdapat sejumlah teori yang dapat dikelompokan ke


dalam faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan kejahatan kekerasan
dalam rumah tangga, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Momon
Karta saputra, yaitu :6

1. Faktor internal dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a.Sifat khusus dari individu, seperti : sakit jiwa, daya emosional, rendahnya
mental dan anomi.
b. Sifat umum dari individu, seperti : umur, gender,
kedudukan didalam masyarakat, pendidikan dan hiburan.

2. Faktor eksternal, antara lain :

3
http:/www.detik.com/2016/09/26/Begal -Motor -Sadis -di- Semarang- ini- Didor- Polisi -di-
Kakinya,- Sudah-13-Kali-Berulah. Diakses pada tanggal 6 Juni 2017
4
Edwin, H. Sutherland and Donald R Cressey, Criminology, New York: JB Lippin-cott company, 9
th Ed, 1974.
5
I. S. Susanto, 2011, Kriminologi, Yogyakarta: Genda Publishing, hlm. 1.
6
Momon Kartasaputra, Azas-azas kriminologi, Remaja Karya.Bandung
a.Faktor ekonomi, dipengaruhi oleh kebutuhan hidup yang tinggi namun
kedaan ekonominya rendah.
b. Faktor agama, dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan agama.
c.Faktor bacaan, dipengaruhi oleh bacaan buku yang dibaca.
d. Faktor film, dipengaruhi oleh film/tontonan yang disaksikan.
e.Faktor lingkungan/pergaulan, dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal,
lingkungan sekolah atau tempat kerja dan lingkungan pergaulan lainnya.
f. Faktor keluarga, dipengaruhi oleh kurangnya kasih sayang dan perhatian
dari orang tua.

Dari hasil pengamatan penulis mengenai kasus diatas menunjukkan bahwa


dalam perspektif kriminologi terdapat 5 (lima) faktor yang mempengaruhi pelaku
melakukan kejahatan begal. Yakni:

Pertama, faktor ekonomi. W.A. Bonger sebagai kriminolog menyokong


pandangan bahwa faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang besar dalam
timbulnya kejahatan, dengan menambahkan apa yang disebutnya "Subyektive
Nahrungschwerung” (pengangguran) sebagai hal yang menentukan. 7 Berkaitan
dengan kejahatan begal, menunjukkan bahwa faktor ekonomi merupakan motivasi
utama dan dominan para pelaku melakukan kejahatan begal. Adapun di sisi lain
beberapa pelaku diantaranya adalah pengangguran dan residivis. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor ekomomi masih relevan sebagai faktor yang
mempengaruhi terjadinya kejahatan begal.

Kedua, lingkungan sosial pelaku. M. Torttier dalam studinya menyimpulkan


bahwa dalam kejahatan yang dilakukan oleh kelompok kecil (2-4 orang)
merupakan pencerminan dari kepribadian dari masing-masing individu meskipun
dalam keputusan bersamanya dapat berbeda apabila itu hanya dihadapi seorang
diri, ini berarti bahwa kelompok dapat melakukan kejahatan, tetapi apabila hanya
seorang anggota saja mungkin dapat menahan diri untuk melakukannya. 8
Beberapa kejahatan begal dilakukan secara berkelompok, di mana antar pelaku
memiliki peranan masing-masing dalam menjalankan aksinya. Merujuk hal
tersebut, maka lingkungan sosial kelompok yang terbentuk, mempengaruhi
7
Ibid.,hlm. hlm. 87-88.
8
bid, hlm. 106.
perilaku secara individu dalam mengambil keputusan untuk melakukan kejahatan
begal.

Kejahatan begal yang hanya dilakukan pelaku secara individual, juga tidak
terlepas dari pengaruh lingkungan social, karena faktor yang mendorong pelaku
adalah dari diri si pelaku itu sendiri, kebanyakan pelaku pembegalan yaitu dengan
usia yang masih muda, sehingga mereka berkeinginan untuk hidup hedonnis,
foya-foya. Dengan cara kejahatan inilah mereka dapat menghasilkan harta dengan
cara cepat. Hal ini sessuai dengan Teori control social, teori ini berangkat dari
suatu asumsi/anggapan bahwa induvindu didalam masyarakat mempunyai
kecendrungan yang sama akan suatu kemungkinanya. Penyebab tingkah laku
delinkuen terhadap anak-anak remaja ini adalah murni sosiologis atau sosial
psikologis sifatnya. Misalnya disebabkan oleh pengaruh struktur sosial yang
definitive, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial, atau oleh internalisasi
keliru.Merujuk hal tersebut, jika pelaku berada pada lingkungan sosial yang steril
maka lingkungan tersebut akan lebih dapat mengikat calon pelaku untuk tidak
memiliki gaya hidup demikian, sehingga calon pelaku tidak melakukan kejahatan
begal.

Ketiga, Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang memungkinkan


(dilakukannya kejahatan begal). Sekalipun korban memberikan kesempatan,
namun apabila suatu tempat tidak memungkinkan dilakukan kejahatan, maka
pelaku dapat mengurungkan niatnya untuk melakukan kejahatan. Berkaitan
dengan kejahatan begal, menunjukkan bahwa beberapa kasus kejahatan begal
terjadi di wilayah yang sepi dan dapat diidentifikasikan sebagai wilayah yang
rawan kejahatan. Namun demikian, di sisi lain beberapa kasus kejahatan begal
justru terjadi di willayah yang ramai. Hal ini menunjukkan bahwa, terjadinya
kejahatan begal tidak tergantung pada sepi atau ramainya suatu tempat, melainkan
lebih pada tempat yang memungkinkan pelaku dapat melakukan kejahatan.

Hal di atas, berkaitan dengan teori ekologis, di mana salah satunya adalah
mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk di sini dimaksudkan hanyalah mobilitas
horizontal yang pada belakangan ini dengan jelas dapat dilihat peningkatannya.
Hal ini terutama karena pengaruh sarana transportasi yang semakin meningkat.
Termasuk pula Shaw & McKay berdasarkan hasil studinya, dia menyimpulkan
bahwa angka kejahatan yang tertinggi terdapat di daerah pusat industri dan
perdagangan, daerah yang paling miskin, daerah yang dihuni para emigran dan
negro. Merujuk pada pendapat tersebut, beberapa kasus tempat terjadinya
kejahatan begal di Banyumas terjadi di daerah perkotaan. Daerah perkotaan di sini
identik dengan pusat perdagangan, sehingga mempengaruhi mobilitas penduduk,
oleh karenanya menjadi tempat target (sasaran ) bagi pelaku begal.

Hal ini diperkuat diperkuat pula dalam kajian Viktimologi bahwa pada
daerah-daerah bisnis di pinggir kota, dan pada daerah-daerah bisnis kota kecil
yang terdapat harta benda berharga, tindak pidana pencurian dengan kekerasan
sangat mendominasi. Termasuk pula, terdapat kecenderungan berisiko untuk
menjadi korban tindak pidana kekerasan di jalan-jalan umum. Ini disebabkan
pertimbangan dari pelakunya mempunyai kesempatan lebih mudah untuk
melarikan diri dibandingkan dengan di jalan-jalan kecil.9

Keempat, peniruan kejahatan begal di wilayah lain (termasuk peran media).


Salah satu teori dalam krimonogi adalah teori “Differential Association”, yang
berlandaskan pada proses belajar, yaitu bahwa perilaku kejahatan adalah perilaku
yang dipelajari. Menurut Sutherland,apabila perilaku kejahatan dipelajari, maka
yang dipelajari tersebut meliputi (a) teknik melakukan kejahatan (b) motif-motif
tertentu, dorongan, alasan pembenar dan sikap. Adapun demikian, salah satu
preposisinya menyatakan bahwa komunikasi yang bersifat nirpersonal seperti
melalui bioskop, surat kabar, secara relatif, tidak mempunyai peranan yang
penting dalam terjadinya perilaku kejahatan.

Pandangan tersebut, berbanding terbalik dengan hasil penelitian, di mana


salah satu penyebab adanya peniruan dikarenakan adanya peniruan kejahatan
begal di wilayah lain, termasuk pula peranan media massa yang memberitakan
kasus begal secara intensif. Hal ini sebagaimana menurut anggota Polri, bahwa
kemungkinan terdapat pengaruh dari peran media masa yang bisa berdampak
positif bagi masyarakat, tetapi terkadang negatif bagi pelaku-pelaku yakni
menambah informasi soal kejahatan begal, terutama bagi pelaku-pelaku pemula..

9
Angkasa dan Iswanto, 2009, Viktimologi, Buku Ajar, FH Unsoed, Purwokerto, hlm. 35.
Kelima, masih adanya penadah. Adanya penadah dapat menjadi salah satu
faktor pendorong pelaku melakukan kejahatan begal, di mana keberadaan penadah
mempermudah pelaku kejahatan begal menjual barang ilegal yakni barang hasil
kejahatannya. Hal ini, tentunya tidak berlaku bagi pelaku kejahatan begal yang
tidak menggunakan perantara penadah. Penadah dalam hal ini sebagai salah satu
lingkungan sosial pelaku, maka dengan memutus mata rantai antara penadah dan
pelaku kejahatan begal tentunya dapat mempersempit ruang gerak pelaku.

Adapun mengenai perbuatan pembegalan meskipun tidak secara tertulis


perbuatan begal diatur dala hukum positif Indonesia namun perbuatan begal telah
memenuhi unsur delik pasal 365 yaitu perbuatan pencurian yang didahului,
disertai atau diikuti dengan kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk
mempersiap atau mempermudah pencurian pencurian diancam dengan pidana
penjara paling lama hingga Sembilan tahun. Serta ancaman pidana penjara hingga
dua belas tahun jika perbuatan tersebut memenuhi unsur ayat 2 dari pasal 365,
salah satunya adalah jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu, dan perbuatan tersebut mengakibatkan luka – luka berat bagi korban.
Jika perbuatan mengakibatkan matinya korban maka menurut pasal 365 ayat (3)
dapat dikenakan pidana penjara selama lima belas tahun. Jika perbuatan yang
mengakibatkan matinya korban yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu maka ancamannya lebih diperberat sesuai dengan pasal 365 ayat (4)
dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun.

Simpulan

Berdasarkan hasil uraian-uraian diatas maka diambil suatu simpulan dimana


faktor penyebab terjadinya pembegalan yakni Faktor internal yaitu : Sifat khusus
dari individu, seperti : sakit jiwa, daya emosional, rendahnya mental dan anomi.
Sifat umum dari individu, seperti : umur, gender, kedudukan didalam masyarakat,
pendidikan dan hiburan. sedangkan faktor eksternal, yaitu : faktor ekonomi yang
tidak stabil, faktor agama atau kepercayaan yang minim, faktor bacaan, faktor
film, faktor lingkungan/pergaulan, faktor keluarga dan faktor sosial.Lalu terdapat
lima factor utama yang menadi fokus dalam pembahasan kasus pembegalan yaitu
Faktor-faktor ekonomi, lingkungan sosial pelaku, tempat kejadian perkara yang
memungkinkan, peniruan kejahatan begal di wilayah lain (termasuk peran media),
dan masih adanya penadah.

Mengenai pembegalan meskipun belum secara khusus diatur dalam hukum


positif Indonesia namun rumusan perbuatannya pembegalan memenuhi unsur
delik pasal 365 hingga pasal 368 dengan ancaman pidana yang bervariasi
tergantung dengan delik yang terpenuhi dengan ancaman pidana paling ringan
Sembilan tahun penjara hingga hukuman berupa pidana mati.

Saran

Mengenai kasus pembegalan yang kian marak terjadi dalam tiap daerah
diIndonesia maka hal tersebut dapat dijadikan sebagai suatu indikator bagi
pemerintah maupun bagi para penegak hukum diIndonesia untuk lebih
memperhatikan gejala gejala social yang nampak dalam masyarakat, serta
mengatasinya dengan menjalankan kewenangan sebaik mungkin sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang undangan.

DAFTAR PUSTAKA

Angkasa dan Iswanto. 2009. Viktimologi. Buku Ajar. Purwokerto: FH Unsoed;

Kartasaputra, Momon 2008 Azas-azas kriminologi, Remaja Karya.Bandung;

Mustofa,Muhammad. 2007.kriminologi, Jakarta, Fisip, UI Press;

Susanto, I. S. 2011. Kriminologi. Yogyakarta: Genda Publishing;

Soekanto, Soerjono. 1982. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta:


Cv. Rajawali;.

Sri Uteri, Indah. 2012.Aliran Dan Teori Dalam Kriminologi. Yogyakarta. Thafa Media;

Ricardo, Paul. Upaya Penanggulangan Penyalaahgunaan Narkoba Oleh Kepolisian (Studi


Kasus Satuan Narkoba Polres Metro Bekasi)”. Jurnal Kriminologi Indonesia. Vol. 6
No.3. Desember 2010, Depok: Fisip UI.

Anda mungkin juga menyukai