Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH PERJUANGAN HMI

PENGANTAR ILMU SEJARAH


Pengertian
Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar-benar terjadi,
dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung bukti bukti yang
membenarkan peristiwa itu benar-benar terjadi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ilmu
sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai peristiwa-peristiwa dan kejadian-
kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau. Dari pengertian atau definisi di atas maka
dapatlah dibedakan antara sejarah dan ilmu sejarah, sejarah adalah kejadian atau
peristiwanya, sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian atau peristiwa
tersebut.

Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah


Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau adalah
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan mempelajari
maka dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut. Pada peristiwa yang terjadi
dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan yang ada dari peristiwa itu, dan pengetahuan
tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian dalam mengambil keputusan pada masa saat ini
dengan mempertimbangkan prinsip nilai yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya
peristiwa masa lalu linear dengan masa saat ini dan yang akan datang.

MISI KELAHIRAN ISLAM


Masyarakat Arab Pra Islam
Masyarakat Arab pra Islam atau yang lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah hidup
dalam keterbelakangan, baik pengetahuan, sosial budaya maupun peradaban. Masyarakat
arab pra Islam tidak mengenal tulis dan baca, walaupun ada yang dapat menulis dan
membaca itu hanya sebagian kecil saja, namun pemahaman atau kebanggaan akan sastra
demikian tingginya, jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Arab pada masa itu hidup
dalam kebodohan. Posisi wanita pada saat itu tidak dihargai, mereka hanya dipandang
sebagai benda bergerak yang menyenangkan, bahkan wanita dianggap sebagai beban dan
sumber bencana, implikasinya adalah ada anggapan jika memiliki anak wanita akan
mengakibatkan kemiskinan. Dampak dari pandangan itu, maka tak heran jika mereka sering
mengubur bayi wanita hidup-hidup (kalau sekarang, belum lahir sudah dibunuh). Selain itu
masyarakat Arab pra Islam hidup dalam perpecahan klan (keluarga besar), karena mereka
lebih menonjolkan ego kesukuan atau kabilah, ini menyebabkan masyarakat Arab sering
berperang antar kabilah dan tidak memiliki rasa kebangsaan yang menyebabkan bangsa Arab
menjadi lemah dan terpecah-pecah.

Periode Kenabian Muhammad


Fase Makkah
Muhammad lahir di Makkah pada masa keadaan masyarakat yang buruk sekali.
Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah, bertepatan dengan tanggal 20
April 571 M. Muhammad putra tunggal dari pasangan Abdullah dan Aminah. Sejak kecil
Muhammad memiliki sifat yang terpuji sehingga kemudian ia dijuluki “al-amin” atau orang
yang dapat dipercaya. Pada usia yang ke-25 Muhammad menikah dengan seorang janda kaya
yang bernama Khadijah. Dalam masa pernikahannya ini Muhammad sering melakukan
perenungan/kontemplasi di luar kota Makkah, tepatnya di sebuah gua yang bernama Hira,
beliau selalu memikirkan keadaan masyarakatnya yang demikian rusak.
Pada saat Muhammad mendekati usia 40 tahun, beliau makin sering
“stress” memikirkan bangsanya, sehingga pelariannya dengan menyepi di gua Hira semakin
sering kuantitasnya. Suatu malam di bulan Ramadhan tepatnya tanggal 17 Ramadhan yang
bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610, datanglah suatu penampakan yang ternyata adalah
malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pertama (Al-Alaq : 1 – 5), dan ini pertanda bahwa
Muhammad telah dilantik menjadi rasul dan nabi walaupun tanpa berita acara.
Pasca wahyu di gua Hira, Muhammad s.a.w. mendapat wahyu-wahyu berikutnya yang
memerintahkan kepada Muhammad s.a.w untuk menyampaikan dakwah. Isi dakwahnya
adalah ajakan untuk melakukan perubahan-perubahan yang revolusioner, perubahan yang
dibawa antara lain perubahan akhlak, karena Islam mengajarkan akhlak yang baik. Perubahan
lain adalah nilai persamaan, yang dimaksud adalah kesetaraan antar umat manusia, tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan, antar ras, bangsa, dan lain sebagainya, di mata
Allah yang berbeda adalah ketaqwaan. Selain itu, ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang
penting untuk dilakukan, serta membangun solidaritas persaudaraan yang berimplikasi pada
penguatan nasionalisme atau keutuhan dalam berbangsa dan beragama.
Pada fase Makkah ajaran yang disampaikan Muhammad s.a.w berkaitan atau
berhubungan pada nilai ketauhidan atau iman, karena pada saat itu ajaran Islam baru tegak
kembali, sehingga yang harus dibangun pertama-tama adalah fondasi aqidah atau iman yang
dijadikan landasan fundamental. Tiap tahun kota Makkah selalu didatangi oleh kabilah-
kabilah dari seluruh Arab yang datang untuk untuk melakukan shopping atau ibadah haji.
Muhammad s.a.w melakukan dakwah terhadap orang-orang tersebut, dan usaha ini tidak sia-
sia karena dari kalangan yang berasal dari daerah-daerah tersebut ada yang menyatakan
keimanannya, diantaranya dari Yastrib. Konsekuensi logis  dari gerakan revolusioner
berdampak pada peningkatan konstelasi politik masyarakat Makkah, yang pada akhirnya
memberikan satu pilihan kepada Muhammad s.a.w untuk meninggalkan Makkah. Pada hijrah
yang kedua, Muhammad s.a.w. menginstruksikan kepada para pendukungnya untuk
meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib yang dikemudian hari dikenal dengan Madinah.
Muhammad s.a.w pun pada akhirnya terpaksa harus meninggalkan Makkah menuju Madinah,
maka dimulailah babak baru dalam Islam, fase Madinah.

Fase Madinah
Fase Madinah dimulai sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke Madinah,
karena Madinah dianggap baik untuk pembenihan Islam. Kaum muslimin yang berada di
Madinah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Anshar (kaum muslimin tuan rumah)
dan Muhajirin (kaum muslimin pendatang dari Makkah), maka langkah pertama yang
dilakukan adalah mempertalikan hubungan kekeluargaan atau hubungan persaudaraan antara
kaum Anshar dan Muhajirin, karena hanya dengan persatuanlah, maka umat Islam akan kuat.
Selanjutnya dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan kelompok di luar Islam yang
ada di Madinah, karena pada saat itu telah ada kelompok lain yang tinggal di sana, antara lain
Yahudi.
Di Madinahlah Muhammad s.a.w. melakukan pembinaan masyarakat Islam. Pembinaan
masyarakat ini tidak hanya di bidang aqidah, tetapi juga menyangkut masalah politik,
ekonomi, dan sosial budaya. Di Madinah perkembangan ajaran Islam maju dengan pesat,
pada fase ini ajaran lebih ditekankan pada hukum kemasyarakatan atau lebih
kepada muamalah.
Dengan semakin besarnya kaum muslimin, dianggap merupakan ancaman bagi
kelompok lain, maka semakin benci pula orang-orang Quraisy kepada Muhammad s.a.w. dan
para pendukungnya. Konstelasi kebencian makin meningkat sehingga mengakibatkan
timbulnya peperangan, antara lain Badr, Uhud, Ahzab, Khandaq, dan beberapa perang
lainnya. Pada prinsipnya bagi kaum muslimin peperangan ini adalah upaya defensif dan
dalam rangka menegakkan kalimah tauhid.
Muhammad s.a.w. wafat dan dimakamkan di Madinah di usia 63 tahun, pada tanggal 12
Rabiul Awal 11 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.

LATAR BELAKANG BERDIRINYA HMI


Kondisi Islam di Dunia
Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan
ketinggalan dibandingkan masyarakat Eropa dengan Renaissance-nya. Ini dapat dilihat dari
penguasaan teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain besar umat Islam berada di
bawah ketiak penindasan nekolim barat yang notabene dimotori oleh kelompok Kristen.
Umat Islam hanya terpaku, terlena oleh kejayaan masa lampau atau pada zaman keemasan
Islam. Umat Islam pada umumnya tidak memahami ajaran Islam secara komprehensif,
sehingga mereka hanya berkutat seputar ubudiyah atau ritual semata tanpa memahami bahwa
ajaran Islam adalah ajaran paripurna yang tidak hanya mengajarkan hubungan manusia
dengan Tuhan, namun lebih jauh daripada itu menderivasikan hubungan transenden ke dalam
seluruh aspek kehidupan. Berangkat dari pemahaman ajaran Islam yang kurang, umat berada
dalam keterbelakangan dan fenomena ini terjadi dapat dikatakan di seluruh dunia.
Hal tersebut mengakibatkan terpuruknya umat Islam yang dijanjikan Allah untuk
dipusakai alam semesta. Lebih ironis lagi ketika umat terbagi menjadi berbagai golongan
yang hanya berangkat dari masalah khilafiyah, yang bedampak pada melemahnya kekuatan
Islam.

Kondisi Islam di Indonesia


Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat Islam berada dalam
cengkaraman nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam sebagai masyarakat kelas
bawah dan diperlakukan tidak adil, serta hanya menguntungkan kelompok mereka sendiri
atau rakyat yang sudah seideologi dengan mereka. Umat Islam Indonesia hanya
mementingkan kehidupan akhirat (katanya sih), dengan penonjolan simbolisasi Isalam
dalam ubudiyah, sebagai upaya kompensasi atas ketidakberdayaan untuk melawan nekolim,
sehingga pemahaman umat tidak secara benar dan kaffah. Bahkan ada sebagian ulama yang
menyatakan bahwa pintu ijtihad telah ditutup, hal ini menyebabkan umat hidup dalam
suasana taqlid dan jumud. Selain itu umat Islam Indonesia berada dalam perpecahan berbagai
macam aliran/firqah dan masing-masing golongan melakukan truth claim, hal ini
menyebabkan umat Islam Indonesia tidak kuat akibat kurang persatuan di kalangan umat
Islam di Indonesia.

Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam


Perguruan tinggi adalah tempat untuk menuntut ilmu yang akan menghasilkan para
pemimpin untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu perguruan tinggi
adalah motor penggerak perubahan, dan perubahan tersebut diharapkan menuju sesuatu yang
lebih baik. Begitu pentingnya perguruan tinggi, maka banyak golongan yang ingin
menguasainya demi untuk kepentingan golongan tersebut.
Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis tersebut, ada
beberapa faktor dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan tinggi dan dunia
kemahasiswaan, antara lain sistem yang diterapkan khususnya di perguruan tinggi adalah
sistem pendidikan barat yang mengarah pada sekularisme dan dapat menyebabkan
dangkalnya agama atau aqidah dalam kehidupan. Selain itu adanya organisasi
kemahasiswaan yang berhaluan komunis dan ini menyebabkan aspirasi Islam dan umat Islam
kurang terakomodir.
Faktor-faktor di atas adalah ancaman yang serius, karena menyebabkan masalah dalam
hidup dan kehidupan serta keberadaan Islam dan umat Islam.Mahasiswa Islam kurang
memiliki ruang gerak karena berada dalam sistem yang sekuler dan tidak sesuai dengan
ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan dari mahasiswa komunis yang sangat
bertentangan dengan fitrah manusia dan bertentangan pula dengan ajaran Islam. Jelas sudah
bahwa mahasiswa Islam sangat sulit untuk bergerak memperjuangkan aspirasi umat Islam.

Saat Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)


HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang  memprihatinkan,
yaitu terjadinya kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan ajaran
Islam sehingga tidak tercermin dalam kehidupan nyata.
Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta (PMY), namun PMY didominasi oleh partai sosialis yang berpaham
komunis. Akibat didominasi oleh partai sosialis maka PMY tidak independen untuk
memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak mahasiswa yang tidak sepakat dan tidak
bisa membiarkan mahasiswa terlbat dalam polarisasi politik. Sebagai realisasi dari keinginan
tersebut maka di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan
tanggal 5 Pebruari 1947 sebuah organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI).

GAGASAN DAN VISI PENDIRI HMI


Sosok Lafran Pane
Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di
Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut sebagai
pendiri HMI.
Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang
Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan “lurus”.
Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga mendorong dirinya untuk
mencari hakikat hidup sebenarnya. Desember 1945 Lafran Pane pindah ke Yogyakarta,
karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu pindah dari Jakarta ke
Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia peroleh dari dosen-dosen STI,
mengubur masa lampau yang kelam.
Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna,
karena Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun
1948, Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat Balai Perguruan Tinggi
Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten, serta AIP Yogyakarta dinegerikan pada
tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM), secara otomatis Lafran
Pane termasuk mahasiswa pertama UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP berubah
menjadi Fakultas Hukum Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama
dalam ilmu politik dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.

Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman


Untuk melakukan pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan, pemahaman,
penghayatan dan pengamalanumat Islam akan agamanya harus ditingkatkan, sehingga dapat
mengetahui dan memahami ajaran Islam secara benar dan utuh. Kebenaran Islam memiliki
jaminan kesempurnaannya sebagai peraturan untuk kehidupan yang dapat menghantarkan
manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat.
Tugas suci umat Islam dalah mengajak umat manusia kepada kebenaran Illahi dan
kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur material dan spiritual.
Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran keislaman, diharapkan kesenjangan dan
kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalpat
dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Kebekuan pemikiran umat Islam
telah membawa pada arti agama yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya
melakukan peribadatan. Al-Qur’an hanya dijadikan sebatas bahan bacaan, Islam tidak
ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan pembaharuan pemikiran Islam ini pun
hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran dan kejayaan masa
lalu.

Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial Budaya


Ciri utama masyarakat Indonesia adalah kemajemukan sosial budaya,kemajemukan
tersebut merupakan sumber kekayaan bangsa yang tidak ternilai, tetapi keberagaman yang
tidak terorganisir akan mengakibatkan perpecahan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Tujuan awal saat HMI berdiri juga tidak terlepas pada gagasan dan visi perjuangan
sosial budaya, yaitu :
1.    Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat
2.    Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam
Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya yang ada
menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna mempertahankan
kemerdekaan yang baru diraih. Untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam pun
harus dipelajari kondisi sosial budaya gara tidak terjadi benturan kultur.
Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam sebatas ritual harus
diubah pemahamannya dan keadaan sosial budaya yang telah mengakar ini tidak dapat
diubah serta merta, tetapi melalui proses panjang dan bertahap.

Komitmen Keislaman dan Kebangsaan sebagai Dasar Perjuangan HMI


Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan yang
bersatu secara integral. Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI
dalam komitmen keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang ingin
menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin yang amanah untuk
membawa bangsa Indonesia mencapai asanya.
Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih melekat dalam
gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara jelas tersurat dalam rumusan tujuan HMI (hasil
Kongres IX HMI di Malang tahun 1969) sampai sekarang, “Terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Namun kedua komitmen itu tidak
dilakukan secara institusional, melainkan dampak dari proses pembentukan kader yang
dilakukan oleh HMI.

DINAMIKA SEJARAH PERJUANGAN HMI


HMI dalam Fase Perjuangan Fisik
HMI ikut berjuang dalam perjuangan fisik ketika terjadi pemberontakan PKI di Madiun
pada tahun 1948. Pemberontakan tersebut bertujuan mengambil alih kekuasaan pemerintahan
yang sah dan ingin mendirikan “Soviet Republik Indonesia”. Menghadapi hal tersebut, HMI
menggalang seluruh kekuatan mahasiswa dengan membentuk Corps Mahasiswa. Selama
waktu krisis tersebut anggota HMI terpaksa meninggalkan bangku kuliah untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pengkhianatan PKI, selain itu
HMI pun terlibat dalam perjuangan fisik menghadapi agresi militer Belanda.Sebagai nak
umat dan anak bangsa, HMI selalu ikut dalam perjuangan fisik demi mempertahankan negara
Republik Indonesia. Dalam mempertahakan NKRI,
Anggota-anggota HMI mengganti pena dengan memanggul senjata, HMI merasa ikut
bertanggung jawab dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. HMI berkeyakinan bahwa
dalam masyarakat yang berdaulat dan merdeka akan tercipta keadilan dan kesejahteraan
rakyat. Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk memperthankan dan mempersatukan
bangsa.

HMI dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa


Saat HMI baru saja berdiri, terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang merupakan
ancaman terhadap kedaulatan bangsa, umat Islam, dan HMI sendiri. Kekuatan PKI ini makin
memuncak pada era 60-an, PKI menjadi salah satu kekuatan sosial politik besar di Indonesia.
Posisi HMI saat itu adalah menentang ajaran komunis dan mengajak semua pihak yang ada
untuk menentang komunis.
Persoalan komunis bukan hanya persoalan bangsa dan negara, tetapi juga persoalan
HMI, akibat sikap HMI tersebut maka PKI menempatkan HMI sebagai salah satu musuh
utama yang harus diberangus. HMI menggalang konsolidasi dengan semua pihak yang non
komunis, karena komunis bertentangan dengandasar negara, yaitu Pancasila. Selain itu PKI
selalu berusaha untuk merebut pemerintahan dan kekuasaan yang sah.
Untuk menghadapi pemilu 1955, HMI mengadakan Konferensi Akbar di Kaliurang
Yogyakarta paa tanggal 9 – 11 April 1955:
1. Menyerukan kepada khalayak ramai untuk memilih partai-partai Islam dalam pemilu
yang akan datang
2. Menyerukan kepada partai-partai Islam supaya mengurangi keruncingankeruncingan,
3. tidak saling menyerang
4. Kepada warga dan anggota HMI supaya :
a. Wajib aktif dalam pemilu
b. Wajib aktif memilih salah satu partai Islam
c. Mempunyai hak dan kebebasan untuk membantu dan memilih partai Islam yang
disenangi
Dalam menghadapi sidang pleno Majelis Konstituante, PB HMI mengirimkan seruan
kepada seluruh anggota fraksi partai-partai Islam di konstituante agar dapat memikul amanah
umat Islam di Indonesia.
Ketika Demokrasi Terpimpin berjalan, HMI mendapat tekanan kuat, karena ada
tuduhan bahwa HMI kontra revolusi, dan lain-lain. Oleh karena itu HMI menggelar
Musyawarah Nasional Ekonomi HMI se-Indonesia di Jakarta pada tahun 1962. Ada beberapa
pertanyaan yang diajukan kepada HMI saat itu menyangkut sikap yang diambil HMI,
yaitu  (1) Apakah HMI mendukung Manipol/Usdek atau tidak ? (2) HMI setuju pancasila
atau tidak ? dan (3) HMI setuju sosialisme Indonesia atau tidak ? Munas memberikan
jawaban sebagai berikut :
1.    Ya, HMI mendukung Manipol/Usdek sebagai haluan negara yang ditetapkan oleh MPRS
2.    Ya, HMI setuju Pancasila yang merupakan rancangan kesatuan dengan Piagam Jakarta
3.    Ya, HMI setuju sosialisme Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang diridhoi Tuhan
Yang Maha Esa
Dengan melakukan pendekatan-pendekatan itu maka HMI dapat terselamatkan,isu dan
tuduhan yang dilancarkan terhadap HMI tidak berhasil untuk mengubur HMI dalam
percaturan sejarah.
HMI dalam Transisi Orde Lama dan Orde Baru
Tahun 1965, HMI mengalami tantangan yang berat, HMI terancam dibubarkan, dan
lagi-lagi HMI lulus dalam ujian sejarah sehingga HMI dapat mempertahankan eksistensinya
hingga saat ini (entah esok hari, entah lusa nanti, entah……).
HMI adalah salah satu komponen bangsa yang menentang faham dan ajaran komunis,
sedangkan PKI saat itu merupakan kekuatan sosial politik yang besar di negara Republik
Indonesia. PKI berkeinginan untuk membubarkan HMIkarena merupakan salah satu musuh
utamanya, usaha untuk membubarkan HMI dilakukan PKI dengan gencar (Kalau tidak
mampu membubarkan HMI, lebih baik pakai sarung saja), apalagi menjelang Gestapu atau
Gestok (istilah Pemimpin Besar Revolusi Soekarno). Masalah pembubaran HMI bukan hanya
menjadi masalah internal, tapi lebih jauh daripada itu, hal tersebut merupakan masalah umat
Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya. Puncak dari usaha PKI untuk merebut kekuasaan
dan kedaulatan negara Republik Indonesia adalah dengan melakukan pemberontakan
Gerakan 30 Sepetember/PKI tahun 1965. Pemberontakan tersebut dimulai melalui cara
penculikan terhadap para perwira tinggi TNI-AD, dan menghabisi para perwira itu.
Menyikapi hal ini, HMI mengutuk Gestapu dan menyatakan bahwa gerakan tersebut
dilakukan oleh PKI (pernyataan bahwa G30S/PKI diotaki oleh PKI pertama kali dilontarkan
oleh HMI –sumber Agussalim Sitompul), HMI ikut membantu pemerintah dalam menumpas
G30S/PKI dan kerelaan HMI untuk membantu sepenuhnya ABRI. Setelah turunnya Soekarno
dan naiknya Soehartosebagai Presiden Republik Indonesia, HMI bersikap mendukung
pemerintahan baru yang ingin menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen (katanya sih gitu waktu naik) dan HMI ikut dalam usaha-usaha untuk menumpas
sisa-sisa PKI serta organisasi underbouw PKI.

HMI dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa


Berdasarkan tujuan HMI, maka kader HMI harus memiliki kualitas insan cita, yang
karenanya akan tercipta kader yang memiliki intelektual tinggi yang dilandasi oleh iman serta
diabdikan kepada umat dan bangsa. Pengabdian para kader ini akan dapat dijadikan penopang
dalam pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Peran HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Partisipasi dalam pembentukan situasi dan iklim
2) Partisipasi dalam pemberian konsep
3) Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan
Dalam menjalani peran tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru sebenarnya
lebih dominan faktor internal, misalnya pergeseran nilai yang berdampak pada hilangnya ruh
perjuangan HMI. Selain itu faktor eksternal memaksa HMI untuk terbawa pusaran
kekuasaan, misal masalah asas tunggal yang mengakibatkan perpecahan HMI menjadi dua
yaitu HMI yang bermarkas di Diponegoro dan HMI yang menamakan dirinya Majelis
Penyelamat Organisasi.

HMI dan Fase Pasca Orde Baru


Setelah runtuhnya Orde Baru, dimulailah babak baru perjalanan bangsa yang dikenal
dengan sebutan Reformasi. Namun ternyata sampai saat ini reformasi masih berupa angan
yang belum dapat terealisir, ironisnya kehilangan arah, karena banyak komponen bangsa
yang ingin merasakan sesuatu yang instan, tetapi dengan harapan berumur panjang.
Peran HMI dalam reformasi banyak dipertanyakan orang, analisa sementara ini
diakibatkan penempatan peran HMI yang “salah” pada fase pembangunan.
Bahkan gerakan mahasiswa di luar HMI seringkali menempatkan HMI
sebagai common enemy.
Dinamika organisasi di manapun akan selalu mengalami fluktuasi, akankah HMI tetap
bertahan ? Kader-kader HMI hari lah yang dapat menjawab itu semua.

Anda mungkin juga menyukai