Anda di halaman 1dari 23

SISTEM PENDIDIKAN SINGKAT

SEJARAH PERJUANGAN HMI


DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN
(SENIOR COURSE )
HMI CABANG PALU

Disusun oleh:
MELKI MANE

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


CABANG LIMBOTO

1445 H / 2023 M
MATERI SEJARAH PERJUANGAN HMI

SEJARAH PERJUANGAN HMI

ALOKASI WAKTU:

8 JAM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM:

Peserta dapat memahami sejarah dan dinamika perjuangan HMI

B. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:


1. Peserta Dapat Menjelaskan Latar Belakang Berdirinya HMI.
2. Peserta Dapat Menjelaskan Gagasan Dan Visi Pendiri HMI.
3. Peserta Dapat Mengklafisikasikan Fase-Fase Perjuangan HMI.
C. POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN:
1. Pengantar Ilmu Sejarah.
a. Pengertian Ilmu Sejarah.
b. Manfaat Dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah.
2. Periode Kenabian Muhammad.
a. Fase Makkah.
b. Fase Madinah.
3. Latar Belakang Berdirinya Hmi.
a. Kondisi Islam Di Dunia.
b. Kondisi Islam Di Indonesia.
c. Kondisi Perguruan Tinggi Dan Mahasiswa Islam.
d. Saat berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
4. Gagasan Visi Dan Misi Pendiri HMI.
a. Sosok Lafran Pane.
b. Gagasan Pembaruan Pemikiran ke-Islaman.
c. Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial-budaya.
d. Komitmen ke-Islaman dan Kebangsaan sebagai dasar perjuangan
HMI.
5. Dinamika Fase Sejarah Perjuangan Hmi Dalam Sejarah Perjuangan Bangsa.
a. HMI Dalam Fase Konsolidasi Spiritual Dan Proses Berdirinya Hmi
(1946)
b. HMI Dalam Fase Berdirinya Dan Pengokohan (5 Februari – 30
November 1947)
c. HMI Dalam Fase Perjuangan Bersenjata Dan Perang Kemerdekaan;
Menghadapi Penghianatan Dan Pemberontakan Pki (1947-1949)
d. HMI Dalam Fase Pembinaan Dan Pengembangan Organisasi (1950-
1963)
e. HMI Dalam Fase Tantangan I (1964-1965)
f. HMI Dalam Fase Kebangkitan Hmi Sebagai Pejuang Orde Baru Dan
Pelopor Kebangkitan Angkatan ’66 (1966-1968)
g. HMI Dalam Fase Partisipasi Hmi Dalam Pembangunan (1969-170)
h. HMI Dalam Fase Pergolakan Dan Pembaharuan Pemikiran (1970-
1998)
i. HMI Dalam Fase Reformasi (1998-2000)
j. HMI Dalam Fase Tantangan II (2000-Sekarang)
D. MENJUNJUNG TINGGI KEARIFAN LOKAL EVALUASI:

Memberikan test objektif/subjektif dan penugasan dalam bentuk resume.

E. REFERENSI :
1. Drs. Agus Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI (1974-1975), Bina Ilmu.
2. DR. Victor I. Tanja, HMI, Sejarah dan Kedudukannya Ditengah Gerakan
Muslim Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1982.
3. Dr. H. Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, Yayasan Pusaka Riau
2013.
4. Dr. Din Muhammad Zakariya, Sejarah Peradaban Islam, Intrans Publishing –
Malang, 2018.
5. Ahmad Mansur Surya Negara, Api Sejarah, Surya Dinasti: Jakarta, 2015.
6. Drs. Agus Salim Sitompul, 44 indikator kemunduran HMI : suatu kritik dan
koreksi untuk kebangkitan kembali HMI. Miska Galiza, 2008
URAIAN MATERI

A. Pengantar ilmu sejarah


1. Pengertian ilmu sejarah

Pengertian sejarah secara etimologi berasal dari kata Arab syajarah artinya
“pohon”. Dalam bahasa Ingris peristilahan sejarah disebut history yang berarti
pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat
kronologis. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa sejarah itu adalah aktivitas
manusia yang berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang tersusun secara
kronologis. Pengertian Sejarah dapat diartikan suatu kebetulan terjadi di masa yang
telah lalu dan benar-benar terjadi, dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran
sejarah didukung bukti-bukti yang membenarkan peristiwa itu benar-benar terjadi.

2. Manfaat dan kegunaan mempelajari ilmu sejarah

Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau
adalah pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan
dengan mempelajari maka dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut.
Pada peristiwa yang terjadi dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan yang ada dari
peristiwa itu, dan pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian dalam
mengambil keputusan pada masa saat ini dengan mempertimbangkan prinsip nilai
yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan
masa saat ini dan yang akan datang.

B. Misi kelahiran islam


1. Masyarakat Arab Pra Islam

Masyarakat Arab pra Islam atau yang lebih dikenal dengan masyarakat
jahiliyah hidup dalam keterbelakangan, baik pengetahuan, sosial budaya maupun
peradaban. Masyarakat arab pra Islam tidak mengenal tulis dan baca, walaupun ada
yang dapat menulis dan membaca itu hanya sebagian kecil saja,

namun pemahaman atau kebanggaan akan sastra demikian tingginya, jadi


dapat disimpulkan bahwa masyarakat Arab pada masa itu hidup dalam kebodohan.
Posisi wanita pada saat itu tidak dihargai, mereka hanya dipandang sebagai benda
bergerak yang menyenangkan, bahkan wanita dianggap sebagai beban dan sumber
bencana, implikasinya adalah ada anggapan jika memiliki anak wanita akan
mengakibatkan kemiskinan. Dampak dari pandangan itu, maka tak heran jika
mereka sering mengubur bayi wanita hidup-hidup (kalau sekarang, belum lahir
sudah dibunuh). Selain itu masyarakat Arab pra Islam hidup dalam perpecahan klan
(keluarga besar), karena mereka lebih menonjolkan ego kesukuan atau kabilah, ini
menyebabkan masyarakat Arab sering berperang antar kabilah dan tidak memiliki
rasa kebangsaan yang menyebabkan bangsa Arab menjadi lemah dan terpecah-
pecah.

C. Periode kenabian muhammad


1. Fase Makkah

Muhammad lahir di Makkah pada masa keadaam masyarakat yang buruk


sekali. Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah, bertepatan
dengan tanggal 20 April 571 M. Muhammad putra tunggal dari pasangan Abdullah
dan Aminah. Sejak kecil Muhammad memiliki sifat yang terpuji sehingga
kemudian ia dijuluki “al-amin” atau orang yang dapat dipercaya. Pada usia yang
ke-25 Muhammad menikah dengan seorang janda kaya yang bernama Khadijah.
Dalam masa pernikahannya ini Muhammad sering melakukan
perenungan/kontemplasi di luar kota Makkah, tepatnya di sebuah gua yang bernama
Hira, beliau selalu memikirkan keadaan masyarakatnya yang demikian rusak. Pada
saat Muhammad mendekati usia 40 tahun, beliau makin sering stress memikirkan
bangsanya, sehingga pelariannya dengan menyepi di gua Hira semakin sering
kuantitasnya. Suatu malam di bulan Ramadhan tepatnya tanggal 17 Ramadhan yang
bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M, datanglah suatu penampakan yang
ternyata adalah malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pertama (Al-Alaq : 1 –
5), dan ini pertanda bahwa Muhammad telah dilantik menjadi rasul dan nabi
walaupun tanpa berita acara. Pasca wahyu di gua Hira, Muhammad s.a.w. mendapat
wahyu-wahyu berikutnya yang memerintahkan kepada Muhammad s.a.w untuk
menyampaikan dakwah. Isi dakwahnya adalah ajakan untuk melakukan perubahan-
perubahan yang revolusioner, perubahan yang dibawa antara lain perubahan akhlak,
karena Islam mengajarkan akhlak yang baik. Perubahan lain adalah nilai
persamaan, yang dimaksud adalah kesetaraan antar umat manusia, tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan, antar ras, bangsa, dan lain sebagainya,
di mata Allah yang berbeda adalah ketaqwaan. Selain itu, ilmu pengetahuan
menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan, serta membangun solidaritas
persaudaraan yang berimplikasi pada penguatan nasionalisme atau keutuhan dalam
berbangsa dan beragama. Pada fase Makkah ajaran yang disampaikan Muhammad
s.a.w berkaitan atau berhubungan pada nilai ketauhidan atau iman, karena pada saat
itu jaran Islam baru tegak kembali, sehingga yang harus dibangun pertama-tama
adalah fondasi aqidah atau iman yang dijadikan landasan fundamental. Tiap tahun
kota Makkah selalu didatangi oleh kabilah-kabilah dari seluruh Arab yang datang
untuk untuk melakukan shoping atau ibadah haji. Muhammad s.a.w melakukan
dakwah terhadap orang-orang tersebut, dan usaha ini tidak sia-sia karena dari
kalangan yang berasal dari daerah-daerah tersebut ada yang menyatakan
keimanannya, diantaranya dari Yastrib. Konsekuensi logis dari gerakan
revolusioner berdampak pada peningkatan konstelasi politik masyarakat Makkah,
yang pada akhirnya memberikan satu pilihan kepada Muhammad s.a.w untuk
meninggalkan Makkah. Pada hijrah yang kedua, Muhammad s.a.w.
menginstruksikan kepada para pendukungnya untuk meninggalkan kota Makkah
menuju Yastrib yang dikemudian hari dikenal dengan Madinah. Muhammad s.a.w
pun pada akhirnya terpaksa harus meninggalkan Makkah menuju Madinah, maka
dimulailah babak baru dalam Islam, fase Madinah.

2. Fase Madinah

Fase Madinah dimulai sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke


Madinah, karena Madinah dianggap baik untuk pembenihan Islam. Kaum muslimin
yang berada di Madinah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Anshar (kaum
muslimin tuan rumah) dan Muhajirin (kaum muslimin pendatang dari Makkah),
maka langkah pertama yang dilakukan adalah mempertalikan hubungan
kekeluargaan atau hubungan persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin,
karena hanya dengan persatuanlah, maka umat Islam akan kuat. Selanjutnya
dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan kelompok di luar Islam yang ada
di Madinah, karena pada saat itu telah ada kelompok lain yang tinggal di sana,
antara lain Yahudi. Dimadinahlah Muhammad s.a.w. melakukan pembinaan
masyarakat Islam. Pembinaan masyarakat ini tidak hanya di bidang aqidah, tetapi
juga menyangkut masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya. Di Madinah
perkembangan ajaran Islam maju dengan pesat, pada fase ini ajaran lebih
ditekankan pada hukum kemasyarakatan atau lebih kepada muamallah. Dengan
semakin besarnya kamum muslimin, dianggap merupakan ancaman bagi kelompok
lain, maka semakin benci pula orang-orang Quraisy kepada Muhammad s.a.w. dan
para pendukungnya. Konstelasi kebencian makin meningkat sehingga
mengakibatkan timbulnya peperangan, antara lain Badr, Uhud, Ahzab, Khandaq,
dan beberapa perang lainnya. Pada prinsipnya bagi kaum muslimin peperangan ini
adalah upaya defensif dan dalam rangka menegakkan kalimah tauhid. Muhammad
s.a.w. mangkat dan dimakamkan di Madinah di usia 63 tahun, pada tanggal 12
Rabiul Awal 11 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.

D. Latar belakang berdirinya HMI


1. Kondisi Islam di Dunia

Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat
dikatakan ketinggalan dibandingkan masyarakat Eropa dengan Reinasance-nya. Ini
dapat dilihat dari penguasaan teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain
besar umat Islam berada di bawah ketiak penindasan nekolim barat yang notabene
dimotori oleh kelompok Kristen. Umat Islam hanya terpaku, terlena oleh kejayaan
masa lampau atau pada zaman keemasan Islam. Umat Islam pada umumnya tidak
memahami ajaran Islam secara komprehensif, sehingga mereka hanya berkutat
seputar ubudiyah atau ritual semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam adalah
ajaran paripurna yang tidak hanya mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan,
namun lebih jauh daripada itu menderivasikan hubungan transenden ke dalam
seluruh aspek kehidupan. Berangkat dari pemahaman ajaran Islam yang kurang,
umat berada dalam keterbelakangan dan fenomena ini terjadi dapat dikatakan di
seluruh dunia. Hal tersebut mengakibatkan terpuruknya umat Islam yang dijanjikan
Allah untuk dipusakai alam semesta. Lebih ironis lagi ketika umat terbagi menjadi
berbagai golongan yang hanya berangkat dari masalah khilafiyah, yang bedampak
pada melemahnya kekuatan Islam.

2. Kondisi Islam di Indonesia

Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat Islam
berada dalam cengkaraman nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam
sebagai masyarakat kelas bawah dan diperlakukan tidak adil, serta hanya
menguntungkan kelompok mereka sendiri atau rakyat yang sudah seideologi
dengan mereka. Umat Islam Indonesia hanya mementingkan kehidupan akhirat
(katanya sich), dengan penonjolan simbolisasi Isalam dalam ubudiyah, sebagai
upaya kompensasi atas ketidakberdayaan untuk melawan nekolim, sehingga
pemahaman umat tidak secara benar dan kaffah. Bahkan ada sebagian ulama ang
menyatakan bahwa pintu ijtihad telah ditutup, hal ini menyebabkan umat hidup
dalam suasana taqlid dan jumud. Selain itu umat Islam Indonesia berada dalam
perpecahan berbagai macam aliran/firqah dan masing-masing golongan melakukan
truth claim, hal ini menyebabkan umat Islam Indonesia tidak kuat akibat kurang
persatuan di kalangan umat Islam di Indonesia.

3. Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam

Perguruan tinggi adalah tempat untuk menuntut ilmu yang akan


menghasilkan para pemimpin untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
Selain itu perguruan tinggi adalah motor penggerak perubahan, dan perubahan
tersebut diharapkan menuju sesuatu yang lebih baik. Begitu pentingnya perguruan
tinggi, maka banyak golongan yang ingin menguasainya demi untuk kepentingan
golongan tersebut. Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang
strategis tersebut, ada beberapa faktor dominan yang menguasai dan mewarnai
perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan, antara lain sistem yang diterapkan
khususnya di perguruan tinggi adalah sistem pendidikan barat yang mengarah pada
sekularisme dan dapat menyebabkan dangkalnya agama atau aqidah dalam
kehidupan. Selain itu adanya organisasi kemahasiswaan yang berhaluan komunis
dan ini menyebabkan aspirasi Islam dan umat Islam kurang terakomodir. Faktor-
faktor di atas adalah ancaman yang serius, karena menyebabkan masalah dalam
hidup dan kehidupan serta keberadaan Islam dan umat Islam. Mahasiswa Islam
kurang memiliki ruang gerak karena berada dalam sistem yang sekuler dan tidak
sesuai dengan ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan dari mahasiswa
komunis yang sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan bertentangan pula
dengan ajaran Islam. Jelas sudah bahwa mahasiswa Islam sangat sulit untuk
bergerak memperjuangkan aspirasi umat Islam.

4. Saat berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang
memprihatinkan, yaitu terjadinya kesenjangan dan kejumudan pengetahuan,
pemahaman, penghayatan ajaran Islam sehingga tidak tercermin dalam kehidupan
nyata. Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu
Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), namun PMY didominasi oleh partai
sosialis yang berpaham komunis. Akibat didominasi oleh partai sosialis maka PMY
tidak independen untuk memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak
mahasiswa yang tidak sepakat dan tidak bisa membiarkan mahasiswa terlbat dalam
polarisasi politik. Sebagai realisasi dari keinginan tersebut maka di Yogyakarta
pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5 Pebruari 1947
sebuah organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
sebagai organisasi independen dan sebagai anak umat dan anak bangsa.

E. GAGASAN DAN VISI PENDIRI HMI


a. Sosok Lafran Pane

Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI


tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI,
dan disebut sebagai pendiri HMI. Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan
Pangurabaan Pane, lahir di Padang Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran
Pane tidak berjalan “normal” dan “lurus”. Lafran Pane mengalami perubahan
kejiwaan yang radikal sehingga mendorong dirinya untuk mencari hakikat hidup
sebenarnya. Desember 1945 Lafran Pane pindah ke Yogyakarta, karena Sekolah
Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu pindah dari Jakarta ke Yogyakarta.
Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia peroleh dari dosen-dosen STI,
mengubur masa lampau yang kelam. Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-
satunya pedoman hidup yang sempurna, karena Islam menjadikan manusia
sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun 1948, Lafran Pane pindah
studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada
dan fakultas kedokteran di Klaten, serta AIP Yogyakarta dinegerikan pada tanggal
19 Desember 1949 menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM), secara otomatis
Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama UGM. Setelah bergabung menjadi
UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran
Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu politik dari fakultas tersebut pada tanggal
26 Januari 1953.

b. Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman

Untuk melakukan pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan,


pemahaman, penghayatan dan pengamalanumat Islam akan agamanya harus
ditingkatkan, sehingga dapat mengetahui dan memahami ajaran Islam secara benar
dan utuh. Kebenaran Islam memiliki jaminan kesempurnaannya sebagai peraturan
untuk kehidupan yang dapat menghantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan
akhirat. Tugas suci umat Islam dalah mengajak umat manusia kepada kebenaran
Illahi dan kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur
material dan spiritual. Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran keislaman,
diharapkan kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan
dan pengamalan ajaran Islam dalpat dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan
ajaran Islam. Kebekuan pemikiran umat Islam telah membawa pada arti agama
yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya melakukan peribadatan.
Al-Qur’an hanya dijadikan sebatas bahan bacaan, Islam tidak ditempatkan sebagai
agama universal. Gagasan pembaharuan pemikiran Islam ini pun hendaknya dapat
menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran dan kejayaan masa lalu.
Panduan Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial Budaya

Ciri utama masyarakat Indonesia adalah kemajemukan sosial budaya,


kemajemukan tersebut merupakan sumber kekayaan bangsa yang tidak ternilai,
tetapi keberagaman yang tidak terorganisir akan mengakibatkan perpecahan dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan awal saat HMI berdiri juga tidak
terlepas pada gagasan dan visi perjuangan sosial budaya, yaitu :

1. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat


Indonesia.
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam.

Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya
yang ada menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna
mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih. Untuk menegakkan dan
mengembangkan ajaran Islam pun harus dipelajari kondisi sosial budaya gara tidak
terjadi benturan kultur. Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami
ajaran Islam sebatas ritual harus diubah pemahamannya dan keadaan sosial budaya
yang telah mengakar ini tidak dapat diubah serta merta, tetapi melalui proses
panjang dan bertahap.

3. Komitmen Keislaman dan Kebangsaan sebagai Dasar Perjuangan


HMI

Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan
yang bersatu secara integral sebagai dasar perjuangan HMI yang dirumuskan dalam
tujuan HMI yaitu :

a. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat


Indonesia yang didalamnya terkandung wawasan atau pemikiran kebangsaan
atau ke-Indonesiaan.
b. Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam yang didalamnya terkandung
pemikiran ke-Islaman Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI
didalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam komitmen
keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang ingin
menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin yang
amanah untuk membawa bangsa Indonesia mencapai asanya.

Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih


melekat dalam gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara jelas tersurat dalam
rumusan tujuan HMI (hasil Kongres IX HMI di Malang tahun 1969) sampai
sekarang, “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam,
dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi
Allah SWT”. Namun kedua komitmen itu tidak dilakukan secara institusional,
melainkan dampak dari proses pembentukan kader yang dilakukan oleh HMI.

F. DINAMIKA FASE SEJARAH PERJUANGAN HMI DALAM SEJARAH


PERJUANGAN BANGSA.
1. Fase Konsolidasi Spiritual dan Proses Berdirinya HMI (1946)
Bermula dari latar belakang munculnya pemikiran dan berdirinya HMI serta
kondisi obyektif yang mendorongnya, maka rintisan untuk mendirikan HMI
muncul di bulan November 1946. Permasalahan yang dapat diangkat dari latar
belakang berdirinya HMI, merupakan suatu kenyataan yang harus diantisipasi dan
dijawab secara cepat dan konkrit dan menunjukkan apa sebenarnya Islam itu. Maka
pembaharuan pemikiran di kalangan umat Islam bangsa Indonesia suatu
keniscayaan.
2. Fase Berdirinya dan Pengokohan (5 Februari – 30 November 1947)
Selama lebih kurang 9 bulan, reaksi-reaksi terhadap HMI barulah berakhir.
Masa 9 bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan silih
berganti, yang semuanya itu untuk mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat
berdiri tegar dan kokoh. Maka diadakanlah berbagai aktivitas untuk popularisasi
organisasi dengan mengadakan ceramah-ceramah ilmiah dan rekreasi malam-
malam kesenian. Di bidang organisasi, HMI mulai mendirikan cabang-cabang baru
seperti Klaten, Solo, dan Yogyakarta. Pengurus HMI bentukan 5 Februari 1947
otomatis menjadi PB HMI pertama dan merangkap menjadi Pengurus HMI Cabang
Yogyakarta I. Ada kesan bahwa keanggotaan HMI hanya untuk mahasiswa STI.
Untuk menghilangkan anggapan yang keliru itu, tanggal 22 Agustus 1947, PB HMI
diresuffle. Ketua Lafran Pane digantikan oleh H.M. Mintaredja dari Fakultas
Hukum BPT GM, sedankan Lafran Pane menjadi Wakil Ketua merangkap Ketua
HMI Cabang Yogyakarta. Sejak itu mahasiswa BPT GM, STT mulai masuk dan
berbondong-bondong menjadi anggota HMI. Di Yogyakarta tanggal 30 November
1947 diadakan Kongres I HMI.
3. Fase Perjuangan Bersenjata dan Perang Kemerdekaan; Menghadapi
Penghianatan dan Pemberontakan PKI (1947-1949)
Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka
konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun ke gelanggang
medan pertempuran melawan Belanda, membantu pemerintah baik langsung
maupun memegang senjata bedil dan bambu runcing sebagai staf penerangan,
penghubung dan lain-lain.
Untuk menghadapi pemberontakan Madiun 18 September 1948, Ketua
PMI/Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa
(CM), dengan Komandan Hartono, Wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut
membantu pemerintah menumpas pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI)
di Madiun dengan menggerakkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat
aparat pemerintah. Sejak itulah dendam PKI terhadap HMI tertanam dan terus
berlanjut sampai puncaknya pada tahun 1964-1965 yaitu gerakan pengganyangan
terhadap HMI menjelang meletusnya Gestapu/PKI 1965.
Pada fase ini berlangsung peringatan ulang tahun pertama HMI di Bangsal
Kepatihan tanggal 6 Februari 1948. Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia
Jenderal Sudirman memberi sambutan pada peringatan tersebut atas nama
pemerintah Republik Indonesia. Jenderal Sudirman selain mengartikan HMI
sebagai Himpunan Mahasiswa Islam, HMI juga diartikannya sebagai Harapan
Masyarakat Indonesia. Karena mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam, HMI
juga diartikan sebagai Harapan Masyarakat Islam Indonesia.
Pada fase ini juga berlangsung Kongres Muslim Indonesia II di Yogyakarta
tanggal 20 sampai dengan 25 Desember 1949. Kongres itu dihadiri oleh 185
organisasi, alim ulama dan intelegensia seluruh Indonesia. Di antara tujuh dari
keputusannya dibidang organisasi salah satu keputusannya adalah memutuskan
bahwa : Hanya satu organisasi mahasiswa Islam, yaitu Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) yang bercabang di tiap-tiap kota yang ada sekolah tinggi.
4. Fase Pembinaan dan Pengembangan Organisasi (1950-1963)
Selama anggota HMI banyak yang terjun ke gelanggang medan pertempuran
membantu pemerintah mengusir penjajah, selama itu pula pembinaan organisasi
HMI terabaikan. Namun hal itu dilaksanakan dengan sadar, karena itu semua untuk
merealisir tujuan HMI sendiri, serta dwitugasnya yakni tugas agamanya dan tugas
bangsanya. Maka dengan adanya pengakuan kedaulatan rakyat tanggal 27
Desember 1949, mahasiswa yang berminat melanjutkan kuliahnya bermunculan di
Yogyakarta.
Sejak tahun 1950, dilaksanakan usaha-usaha konsolidasi organisasi sebagai
masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari
Yogyakarta ke Jakarta. Diantara usaha-usaha yang dilaksanakan selama 13 tahun
itu antara lain :
a. Pembentukan cabang-cabang baru.
b. Menerbitkan majalah sejak 1 Agustus 1954.
c. Sebelumnya terbit Criterium, Cerdas dan tahun 1959 menerbitkan
majalah Media.
d. Sudah 7 kali Kongres HMI.
e. Pengesahan atribu HMI seperti lambang, bendera, muts, hymne HMI.
f. Merumuskan tafsir asas HMI.
g. Pengesahan kepribadian HMI.
h. Pembentukan Badan Koordinasi (BADKO) HMI.
i. Menentukan metode pelatihan (Training) HMI.
j. Pembentukan lembaga-lembaga HMI di bidang ekstern.
k. Pendayagunakan PPMI.
l. Menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) I tahun 1955.
m. Penegasan Independensi HMI.
n. Mendesak pemerintah supaya mengeluarkan UU PT, tuntutan agar
pendidikan agama sejak dari Sekolah Rakyat (SR) sampai Perguruan
Tinggi.
o. Mengeluarkan konsep “peranan agama dalam pembangunan, dan lain-
lainya.
Selain masa internal, muncul pula persoalan eksternal yang sangat menonjol.
Justru karena keberhasilan HMI melaksanakan konsolidasi organisasi ada golongan
yang iri dan tidak senang kepada HMI yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tidak dibubarkan dan dilarangnya PKI akibatnya pemberontakan PKI di
Madiun tahun 1948, PKI otomatis mempunyai kesempatan untuk bangkit kembali.
Tanggal 21 Februari tahun 1957, Presiden Soekarno mengumumkan konsepsinya
supaya kabinet berkaki empat dengan unsur PNI, Masyum, NU dan PKI (sebagai 4
besar pemenang pemilu 1955). Berikutnya di Moscow tanggal 19 November 1957
dicetuskanlah Manfesto Moscow, yaitu satu program untuk mengkomunikasikan
Indonesia. Akibat itu semua, PKI tampil sebagai partai pemerintah. Masyumi,
akibat penentangan terhadap kebijakan politik Presiden Soekarno, dengan Manipol
Usdeknya, dengan Keputusan Presiden nomor 200: tanggal 17 Agustus tahun 1960
Masyumi dipaksa bubar. Untuk menghadapi perkembangan politik, Kongres V
HMI di Medan tanggal 24-31 Desember 1957 mengeluarkan dua sikap antara lain:
1. Haram hukumnya menganut ajaran dan paham komunikasi karena
bertentangan Islam.
2. Menurut Islam sebagai dasar negara.
5. Fase Tantangan I (1964-1965)
Dendam PKI terhadap HMI yang tertanam karena keikutsertaan HMI dalam
menumpas pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, menempatkan HMI sebagai
organisasi yang harus bubar, karena dianggap sebagai penghalang bagi tercapainya
tujuan PKI. Untuk itulah dilaksanakanlah berbagai usaha untuk membubarkan
HMI.
Sesuai hasil Kongres II Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI),
organisasi underbow PKI di Salatiga, Juni 1961, untuk melekuidisi HMI. PKI,
CGMI dan organisasi lainnya yang seideologi mulai melakukan gerakan
pembubaran HMI disokong seluruh simpatisan dari tiga partai besar yaitu Partai
Komunis Indonesia (PKI), Partai Indonesia (PARTINDO) dan Partai Nasional
Indonesia (PNI) dan juga seluruh underbow ketiga partai tersebut yang semuanya
berjumlah 42 partai. Untuk membubarkan HMI sekitar bulan Maret 1965, dibentuk
Panitia Aksi Pembubaran HMI di Jakarta yang terdiri dari CGMI, GMNI,
GRMINDO, GMD, MMI, Pemuda Marhaenis, Pemuda Rakyat, Pemuda Indonesia,
PPI, dan APPI.
Menjawab tantangan ini, Generasi Muda Islam (GEMUIS) yang terbentuk
tahun1964 membentuk Panitia Solidaritas Pembebelaan HMI, yang terdiri dari
unsur-unsur pemuda, pelajar, mahasiswa Islam seluruh Indonesia. Bagi umat Islam,
HMI merupakan taruhan terakhir yang harus dipertahankan setelah sebelumnya
Masyumi dibubarkan. Kalau HMI sampai dibubarkan, maka satu-persatu dari
organisasi Islam akan terkena sapu pembubaran.
Namun gerakan pembubaran HMI ini gagal justeru dipuncak usaha-usaha
pembubarannya. Dalam acara penutupan Kongres CGMI tanggal 29 September
1965 di Istora Senayan. Meski PKI terus melakukan provokasi kepada Presiden
Soekarno, seperti diungkapkan DN. Aidit, “Kalau anggota CGMI tidak bisa
membubarkan HMI, anggota CGMI yang laki-laki lebih pakai kain sarung saja.
kalau semua front (garis depan) sudah minta, Presiden akan membubarkan HMI”.
Namun ternyata HMI tidak dibubarkan, bahkan dengan tegas Presiden Soekarno
mengungkapkan dalam pidatonya: “Pemerintah mempunyai kebijakan untuk
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kehidupan organisasi mahasiswa
yang revolusioner. Tapi kalau organisasi mahasiswa yang menyeleweng itu
menjadi kontra revolusi umpamanya HMI, aku sendiri yang akan
membubarkannya. Demikian pula kalau CGMI menyeleweng menjadi kontra
revolusi juga akan kububarkan”.
Karena gagal usaha untuk membubarkan HMI, maka PKI sudah siap bermain
kekerasan. PKI takut didahului umat Islam untuk merebut kekuasaan dari
pemerintahan yang sah, maka meletuslah Pemberontakan G 30 S/PKI 1965.
6. Fase Kebangkitan HMI Sebagai Pejuang Orde Baru dan Pelopor
Kebangkitan Angkatan ’66 (1966-1968)
a. Tanggal 1 Oktober adalah tugu pemisah antara Orde Lama dan Orde Baru.
b. Apa yang disinyalir PKI, seandainya PKI gagal membubarkan PKI, maka HMI
akan tampil kedua kalinya menumpas pemberontakan PKI dan itu benar-benar
terjadi.
c. Wakil Ketua PB HMI Mar’ie Muhammad, pada tanggal 25 Oktober 1965
mengambil inisiatif mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI),
sebagaimana yang dilakukan oleh Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro
membentuk Corps Mahasiswa (CM) untuk menghadapi pemberontakan PKI di
Madiun.
d. Tritura 10 Januari 1966: “Bubarkan PKI, Reatol Kabinet dan Turunkan Harga”.
e. Surat Perintah Sebekas Maret 1966.
f. Dibubarkan dan dilarangnya PKI tanggal 12 Maret 1966.
g. Kabinet Ampera terbentuk, HMI diajak hearing pembentukan kabinet, dan
alumni HMI masuk dalam kabinet.
7. Fase Partisipasi HMI dalam Pembangunan (1969-170)
Setelah Orde Baru mantap dan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945
sudah dilaksankan secara murni dan konsekuen, maka sejak tanggal 1 April 1969
dimulailah rencana pembangunan lima tahun (Repelita) dan sudah menyelesaikan
pembangunan 25 tahun pertama, kemudian menyusul pembangunan 25 tahun
kedua. Pembangunan Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur bukanlah
pekerjaan mudah, tetapi sebaliknya merupakan pembangunan raksasa (yang sangat
sulit) sebagai usaha kemanusiaan yang tidak habis-habisnya. Partisipasi segenap
warga negara sangat dibutuhkan. HMI pun sesuai dengan lima aspek pemikirannya,
telah memberikan sumbangan dan partisipasinya dalam pembangunan :
a. Partisipasi dalam pembentukan suasan, situasi dan iklim yang memungkinkan
dilaksanakannya pembangunan,
b. Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep di berbagai aspek pemikiran;
(pertisipasi dalam bentuk langsung dari pembangunan).
8. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970-1998)
Selama kurun waktu Orde Lama (1959-1965) kebebasan mengeluarkan
pendapat baik yang bersifat akademis terlebih-lebih politik terkekang dengan ketat.
Suasana itu berubah tatkala Orde Baru muncul, walaupun kebebasan hakiki belum
diperoleh sebagaimana mestinya. Sama halnya dipenghujung pemerintahan
Soeharto dianggap sebagai suatu perbedaan yang tidak pada tempatnya (tidak ada
keadilan). Namun walaupun demikian, kebebasan datang, kondisi terbatas dapat
dimanfaatkan, baik yang berkaitan dengan agama, akademik, dan politik.
Kejumudan dan suasana tertekan pada masa Orde Lama mulai cair terutama dalam
pembaharuan pemikiran Islam yang dipandang sebagai suatu keharusan, sebagai
jawaban terhadap berbagai masalah untuk memenuhi kebutuhan kontemporer. Hal
seperti itu muncul dikalangan HMI dan mencapai puncaknya pada tahun 1970.
Tatkala Nurcholis Madjid (dikenal panggilan Cak Nur) menyampaikan ide
pembaharuannya dengan topik Keharusan Pembaharuan Pemikiran Dalam Islam
Dan Masalah Integrasi Umat. Sikap itu diambil, karena apabila kondisi ini
dibiarkan mengakibatkan persoalan-persoalan umat yang terbelenggu selama ini,
tidak akan memperoleh jawaban yang efektif.
Sebagai konsekuensinya muncul pergolakan pemikiran dalam tubuh HMI
yang dalam berbagai substansi permasalahan timbul perbedaan pendapat,
penafsiran dan interpretasi. Hal itu tercuat dalam bentuk seperti persoalan negara
Islam, Islam Kaffah, sampai kepada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi
Pancasila. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1985 yang
mengharuskan bahwa semua partai dan organisasi harus berdasarkan Pancasila.
Kongres ke-16 HMI di Padang tahun 1986, HMI menyesuaikan diri dengan
mengubah asas Islam dengan Pancasila. Akibat penyesuaian ini beberapa orang
anggota HMI membentuk MPO (Majelis Penyelamat Organisasi), akibatnya HMI
pecah menjadi dua yaitu HMI DIPO (karena sekretriatnya di jln. Diponegoro dan
sekarang sudah di Jl. Sultan Agung) dan HMI MPO.
9. Fase Reformasi (1998-2000)
Apabila dicermati dengan seksama secara secara historis HMI sudah mulai
melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan beberapa pandangan yang
berbeda serta kritik maupun evaluasi secara langsung terhadap pemerintahan Orde
Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahun 1995. Sesuai dengan
kebijakan PB HMI, bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan
inkonstitusional dan konfrontasi terhadap Pemerintah. HMI melakukan dan
menyampaikan kritik secara langsung yang bersifat konstruktif.
Koreksi dan kritik yang dimaksud, pertama, disampaikan M. Yahya Zaini
Ketua Umum PB HMI Periode 1992-1995 ketika memberikan kata sambutan pada
pembukaan Kongres HMI ke-20 HMI di Istana Negara Jakarta tanggal 21 Januari
1995. Koreksi itu antara lain, bahwa menurut penilaian HMI, pembangunan
ekonomi kurang diikuti dengan pembanguna politik. Masih dirasakan tingkat
perubahan pada sistem politik tidak sebanding dengan perubahan ekonomi. Dalam
pembangunan politik istitusi-isntitusi politik atau badan-badan demokrasi belum
maksimal memainkan fungsi perannya. Akibatnya aspirasi masyarakat masih
sering tersumbat (terhalang atau tidak sampai). Kondisi inilah yang menuntut kita,
pemerintah dan masyarakat untuk terus menggelindingkan (mewujudkan) proses
demokrasi dengan bingkai Pancasila tetapi ini harus diikuti dengan pemberdayaan
masyarakat. Dalam suasana demikian, proses saling kontrol akan terbangun. Selain
itu HMI melihat masih banyak distorsi dalam proses pembangunan. Gejala
penyalah gunaan kekuasaan, kesewenang-wenangan, praktek kolusi, korupsi dan
nepotisme (KKN) adalah cerminan tidak berfungsi sistem nilai yang menjadi
kontrol dan landasan etika dan bekerjanya suatu sistem.
Suatu reformasi berikutnya dengan fokus yang lebih tajam, lugas dihadapan
Presiden Soeharto tatkala menghadiri dan memberikan sambutan pada peringatan
Ulang Tahun Emas 50 tahun HMI di Jakarta tanggal 20 Maret 1997 (satu tahun
sebelum reformasi), dimana Taufik Hidayat Ketua Umum PB HMI 1995-1997
menegaskan; sekaligus jawaban atas kritik-kritik yang memandang HMI terlalu
dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI, kekuasaan atau politik bukanlah wilayah yang
haram, politik justeru mulia, apabila dijalankan di atas etika dan bertujuan untuk
menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Lantaran itu, HMI akan
mendukung kekuasaan pemerintah yang sungguh-sungguh dalam meperjuangkan
kebenaran dan keadilan. Sebaliknya, HMI akan tampil ke depan menentang
kekuasaan yang korup dan menyeleweng. Inilah dibuktikan ketika HMI terlibat
aktif dalam merintis dan menegakkan Orde Baru. Demikian juga pada saat sekarang
ini dan masa-masa yang mendatang. Kritik-kritik ini tidak boleh mengurangi rasa
percaya diri HMI untuk tetap melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Pemikiran dan reformasi selanjutnya disampaikan Ketua Umum PB HMI
1997-1998 Anas Urbaningrum pada waktu peringatan Ulang Tahun HMI ke-51 di
Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Februari 1998, dengan judul Urgensi Reformasi
Bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat. Pidato itu disampaikan 3 bulan
sebelum lengsernya Presiden Soeharto 21 Mei 1998. Suara dan tuntutan reformasi
telah dikumandangkan pula dalam berbagai aspek, yang disamapaikan Anas
Urbaningrum pada peringatan ulang tahun ke-52 di Auditorium Sapta Pesona
Departemen Parawisata Seni dan Budaya Jakarta 5 Februari 1999, dengan
judul Dari HMI Untuk Kebersamaan Bangsa Menuju Indonesia Baru. Tuntutan
reformasi juga disampaikan Ketua Umum PB HMI M. Fahruddin pada peringatan
Ulangtahun HMI ke-53 di Taman Ismail Marzuki Jakarta, 5 Februari 2000 dengan
judul Merajut Kekuasaan Oposisi Membangun Demokrasi, Membangun
Peradaban Baru Indonesia.
10. Fase Tantangan II (2000-sekarang)
Fase tantangan kedua ini muncul justru setelah Orde Reformasi berjalan dua
tahun. Semestinya berdasarkan landasan-landasan atau sikap-sikap yang telah
diambil PB HMI memasuki era reformasi semestinya HMI mengalami
perkembangan yang signifikan menjawab berbagai tantangan sesuai dengan
perannya sebagai organisasi perjuangan yang harus tampil sebagai pengambil
inisiatif dalam memajukan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Akan
tetapi justru sebaliknya HMI secara umum mengalami kemunduran, yang secara
intensif disinyalir Agussalim Sitompul dalam bukunya 44 Indikator Kemunduruan
HMI.
Jika pada fase tantangan I (1964-1965) HMI dihadapkan pada tantangan
eksternal yaitu menghadapi PKI, pada fase tantangan II ini HMI dihadapkan
sekaligus pada dua tantangan besar secara internal dan eksternal sekaligus.
Pertama, tantangan internal. Kajian tentang HMI saat ini menunjukkan
bahwa dalam kehidupan sekarang dan mendatang, HMI ditantang:
a. Masalah eksistensi dan keberadaan HMI, seperti menurunnya jumlah
mahasiswa baru masuk HMI, tidak terdapatnya HMI diberbagai perguruan
tinggi, institut, fakultas, akademi, program studi, sebagai basis HMI.
b. Masalah relevansi pemikiran-pemikiran HMI, untuk melakukan perbaikan dan
perubahan yang mendasar terhadap berbagai masalah yang muncul yang
dihadapi bangsa Indonesia.
c. Masalah peran HMI sebagai organisasi perjuangan yang sanggup tampil dalam
barisan terdepan sebagai avent grade, kader pelopor bangsa dalam mengambil
inisiatif untuk melakukan berbagai perubahan yang sangat dibutuhkan
masyarakat.
d. Masalah efektifitas HMI untuk memecahkan masalah yang dihadapi bangsa,
karena banyak organisasi yang sejenis maupun yang lain, yang dapat dapat
tampil lebih efektif dan dapat mengambil inisiatif terdepan untuk memberi
solusi terhadap problem yang dihadapi bangsa Indonesia.
Sebagai jawabannya, menurut perpecahan yang bersifat teoritis dan praktis,
akan tetapi semuanya bersifat konseptual, integratif, inklusif. Sebab pendekatan
yang tidak konseptual, parsial dan ekslusif tidak akan melahirkan jawaban yang
efektif. Untuk itu dibutuhkan ide dan pemikiran dari anggota aktifitas kader, dan
pengurus HMI di seluruh jenjang organisasi.
Kedua, tantangan eksternal. Berbagai tantangan eksternal juga dihadapkan
kepada HMI yang tidak skala besar dan rumitnya dari tantangan internal, antara
lain:
a. Tantangan menghadapi perubahan jaman yang jauh berbeda dari abad ke-20
dan yang muncul pada abad ke-21 ini.
b. Tantangan terhadap peralihan generasi yang hidup dalam jaman dan situasi
yang berada dalam berbagai aspek kehidupan khususnya yang dijalani generasi
muda bangsa.
c. Tantangan untuk mempersiapkan kader-kader dan alumni HMI, yang akan
menggantikan alumni-alumni HMI yang saat ini menduduki berbagai posisi
strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena
regenerasi atau pergantian pejabat-pejabat, suka tidak suka, mau tidak mau,
pasti terus berlangsung.
d. Tantangan menghadapi bahaya abadi komunis.
e. Tantangan menghadapi golongan lain, yang mempunyai misi lain dari umat
Islam dan bangsa Indonesia.
f. Tantangan tentang adanya kerawanan aqidah.
g. Tantangan menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang terus
berkembang tanpa henti.
h. Tantangan menghadapi perubahan dan pembaharuan di segala aspek
kehidupan manusia yang terus berlangsung sesuai dengan semangat kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat kompetitif.
i. Tantangan menghadapi masa depan yang belum dapat diketahui bentuk dan
coraknya.
j. Kondisi umat Islam di Indonesia yang dalam kondisinya belum bersatu.
k. Kondisi dan keadaan Perguruan Tinggi serta dunia kemahasiswaan,
kepemudaan, yang penuh dengan berbagai persoalan dan problematika yang
sangat kompleks.
l. Tantangan HMI menuju Masyarakat Ekonomi Asean
m. Tantangan menghadapi politik Indonesia yang tidak kondusif dan tidak
membangun karakter kebangsaan Indonesia.
Pada fase tantangan II ini, nampaknya HMI semakin memudar dan mundur
yang telah berlangsung 25 tahun sejenak, dari tahun 1980-2005. HMI tidak mampu
bangkit secara signifikan, bahkan dalam dua periode terakhir PB HMI mengalami
perpecahan. Karena itu, menghadapi tantangan tersebut, HMI dengan segenap
aparatnya harus mampu menghadapinya dengan penuh semangat dan militansi yang
tinggi. Apakah HMI mampu menghadapi tantangan itu, sangat ditentukan oleh
pemegang kendali organisasi sejak dari PB HMI, Pengurus Badko HMI, Cabang
HMI, Korkom HMI, Komisariat, Lembaga-Lembaga Kekaryaan, serta segenap
anggota HMI, maupun alumninya yang tergabung dalam KAHMI sebagai penerus,
pelanjut serta penyempurna mission sacre HMI. Peralihan jaman, peralihan
generasi, saat ini menentukan bagi eksistensi HMI di masa mendatang.
11. Fase Kebangkitan Kembali
Gelombang kritik terhadap HMI tentang kemundurannya telah menghasilkan
dua umpan balik. Pertama, telah muncul kesadaran individual dan kesadaran
kolektif (bersama-peny) di kalangan anggota, aktivis, kader, bahkan alumni HMI
serta pengurs dimulai dari Komisariat sampai PB HMI, bahwa HMI sedang
mengalami kemunduran. Kedua, selanjutnya dari kesadaran itu muncul kesadaran
baru, baik secara individual dan kesadaran bersama dikalangan anggota, aktivis,
kader, alumni dan pengurus bahwa dalam tubuh HMI mutlak dilakukan perubahan
dan pembaharuan supaya dapat bangkit kembali seperti masa jaya-jaya dulu.
Sampai sejauh mana kebenaran dan bukti adanya indikator-indikator
kebangkitan kembali HMI, sejarahlah yang akan menentukan kelak. Kita semua
berharap dengan penuh optimis sesuai dengan ajaran Islam supaya manusia
bersikap optimis, agar HMI dapat mengakhiri masa kemundurannya dan memasuki
masa kebangkitannya secara meyakinkan.
Di tangan generasi sekaranglah sebagai generasi penerus, pelanjut, dan
penyempurna perjuangan organisasi mahasiswa Indonesia tertua ini (HMI).
Yakinkan dengan Iman, Usahakan dengan Ilmu, Sampaikan dengan Amal, Bahagia
HMI, Jayalah Kohati, Yakin Usaha Sampai.

Anda mungkin juga menyukai