Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PERJUANGAN HMI

A. PENGANTAR ILMU SEJARAH

1. Pengertian

Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar-benar terjadi, dan kebetulan pula
dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung bukti-bukti yang membenarkan peristiwa itu benar-benar
terjadi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ilmu sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian
mengenai peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau. Dari
pengertian atau definisi di atas maka dapatlah dibedakan antara sejarah dan ilmu sejarah: sejarah adalah
kejadian atau peristiwanya, sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian atau peristiwa
tersebut.

2. Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah

Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau adalah: pengetahuan tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan mempelajari maka dapat diambil
hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut. Pada peristiwa yang terjadi dapat dianalisis kelebihan dan
kekurangan yang ada dari peristiwa itu, dan pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian dalam
mengambil keputusan pada masa saat ini dengan mempertimbangkan prinsip nilai yang terjadi di masa
lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan masa saat ini dan yang akan datang.

B. MISI KELAHIRAN ISLAM

1. Masyarakat Arab Pra Islam

Masyarakat Arab pra Islam atau yang lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah hidup dalam
keterbelakangan, baik pengetahuan, sosial budaya, maupun peradaban. Masyarakat Arab pra Islam tidak
mengenal tulis dan baca. Kalaupun ada yang dapat menulis dan membaca, maka itu hanya sebagian kecil
saja. Sungguh pun begitu, pemahaman atau kebanggaan akan sastra demikian tingginya pada masyarakat
Arab ketika itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Arab pada masa itu hidup dalam kebodohan.

Posisi wanita pada saat itu tidak dihargai, mereka hanya dipandang sebagai benda bergerak yang
menyenangkan, bahkan wanita dianggap sebagai beban dan sumber bencana, implikasinya adalah ada
anggapan jika memiliki anak wanita akan mengakibatkan kemiskinan. Dampak dari pandangan itu, maka
tak heran jika mereka sering mengubur bayi wanita hidup-hidup (kalau sekarang, belum lahir sudah
dibunuh). Selain itu masyarakat Arab pra Islam hidup dalam perpecahan klan (keluarga besar), karena
mereka lebih menonjolkan ego kesukuan atau kabilah, ini menyebabkan masyarakat Arab sering
berperang antar kabilah dan tidak memiliki rasa kebangsaan yang menyebabkan bangsa Arab menjadi
lemah dan terpecah-pecah.

2. Periode Kenabian Muhammad

# Fase Makkah

Muhammad lahir di Makkah pada masa keadaam masyarakat yang buruk sekali. Muhammad lahir pada
tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah, bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M. Muhammad putra
tunggal dari pasangan Abdullah dan Aminah. Sejak kecil Muhammad memiliki sifat yang terpuji,
sehingga kemudian ia dijuluki “al-amin” atau orang yang dapat dipercaya. Pada usia yang ke-25
Muhammad menikah dengan seorang janda kaya yang bernama Khadijah. Dalam masa pernikahannya ini
Muhammad sering melakukan perenungan/kontemplasi di luar kota Makkah, tepatnya di sebuah gua yang
bernama Hira, beliau selalu memikirkan keadaan masyarakatnya yang demikian rusak.

Pada saat Muhammad mendekati usia 40 tahun, beliau makin sering stress memikirkan bangsanya,
sehingga pelariannya dengan menyepi di gua Hira semakin sering kuantitasnya. Suatu malam di bulan
1
Ramadhan tepatnya tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610, Datanglah
suatu penampakan yang ternyata adalah malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pertama (Al-Alaq : 1
– 5), dan ini pertanda bahwa Muhammad telah dilantik menjadi rasul dan nabi walaupun tanpa berita
acara.

Pasca wahyu di gua Hira, Muhammad s.a.w. mendapat wahyu-wahyu berikutnya yang memerintahkan
kepada Muhammad s.a.w untuk menyampaikan dakwah. Isi dakwahnya adalah ajakan untuk melakukan
perubahan-perubahan yang revolusioner, perubahan yang dibawa antara lain perubahan akhlak, karena
Islam mengajarkan akhlak yang baik. Perubahan lain adalah nilai persamaan, yang dimaksud adalah
kesetaraan antar umat manusia, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, antar ras, bangsa, dan
lain sebagainya, di mata Allah yang berbeda adalah ketaqwaan. Selain itu, ilmu pengetahuan menjadi
sesuatu yang penting untuk dilakukan, serta membangun solidaritas persaudaraan yang berimplikasi pada
penguatan nasionalisme atau keutuhan dalam berbangsa dan beragama.

Pada fase Makkah ajaran yang disampaikan Muhammad s.a.w berkaitan atau berhubungan pada nilai
ketauhidan atau iman, karena pada saat itu jaran Islam baru tegak kembali, sehingga yang harus dibangun
pertama-tama adalah fondasi aqidah atau iman yang dijadikan landasan fundamental.

Tiap tahun kota Makkah selalu didatangi oleh kabilah-kabilah dari seluruh Arab yang datang untuk untuk
melakukan shoping atau ibadah haji. Muhammad s.a.w melakukan dakwah terhadap orang-orang tersebut,
dan usaha ini tidak sia-sia karena dari kalangan yang berasal dari daerah-daerah tersebut ada yang
menyatakan keimanannya, di antaranya dari Yastrib. Konsekuensi logis dari gerakan revolusioner
berdampak pada peningkatan konstelasi politik masyarakat Makkah, yang pada akhirnya memberikan satu
pilihan kepada Muhammad s.a.w untuk meninggalkan Makkah.

Pada hijrah yang kedua, Muhammad s.a.w. menginstruksikan kepada para pendukungnya untuk
meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib yang dikemudian hari dikenal dengan Madinah. Muhammad
s.a.w pun pada akhirnya terpaksa harus meninggalkan Makkah menuju Madinah, maka dimulailah babak
baru dalam Islam, fase Madinah.

# Fase Madinah

Fase Madinah dimulai sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke Madinah, karena Madinah
dianggap baik untuk pembenihan Islam. Kaum muslimin yang berada di Madinah terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu Anshar (kaum muslimin tuan rumah) dan Muhajirin (kaum muslimin pendatang dari
Makkah), maka langkah pertama yang dilakukan adalah mempertalikan hubungan kekeluargaan atau
hubungan persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin, karena hanya dengan persatuanlah, maka
umat Islam akan kuat. Selanjutnya dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan kelompok di luar
Islam yang ada di Madinah, karena pada saat itu telah ada kelompok lain yang tinggal di sana, antara lain
Yahudi.

Di Madinah lah Muhammad s.a.w. melakukan pembinaan masyarakat Islam. Pembinaan masyarakat ini
tidak hanya di bidang aqidah, tetapi juga menyangkut masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya. Di
Madinah, perkembangan ajaran Islam maju dengan pesat. Pada fase ini ajaran lebih ditekankan pada
hukum kemasyarakatan atau lebih kepada muamallah.

Dengan semakin besarnya kaum muslimin, dianggap merupakan ancaman bagi kelompok lain, maka
semakin benci pula orang-orang Quraisy kepada Muhammad s.a.w. dan para pendukungnya. Konstelasi
kebencian makin meningkat sehingga mengakibatkan timbulnya peperangan, antara lain Badr, Uhud,
Ahzab, Khandaq, dan beberapa perang lainnya. Pada prinsipnya bagi kaum muslimin peperangan ini
adalah upaya defensif dan dalam rangka menegakkan kalimah tauhid.

Muhammad s.a.w. mangkat dan dimakamkan di Madinah di usia 63 tahun, pada tanggal 12 Rabiul Awal
11 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.

C. LATAR BELAKANG BERDIRINYA HMI

1. Kondisi Islam di Dunia


2
Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan ketinggalan dibandingkan
masyarakat Eropa dengan Reinasance-nya. Ini dapat dilihat dari penguasaan teknologi maupun
pengetahuan, bahkan sebagain besar umat Islam berada di bawah ketiak penindasan nekolim barat yang
notabene dimotori oleh kelompok Kristen. Umat Islam hanya terpaku, terlena oleh kejayaan masa lampau
atau pada zaman keemasan Islam.

Umat Islam pada umumnya tidak memahami ajaran Islam secara komprehensif, sehingga mereka hanya
berkutat seputar ubudiyah atau ritual semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam adalah ajaran paripurna
yang tidak hanya mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan, namun lebih jauh daripada itu
menderivasikan hubungan transenden ke dalam seluruh aspek kehidupan.

Berangkat dari pemahaman ajaran Islam yang kurang, umat berada dalam keterbelakangan dan fenomena
ini terjadi dapat dikatakan di seluruh dunia. Hal tersebut mengakibatkan terpuruknya umat Islam yang
dijanjikan Allah untuk dipusakai alam semesta. Lebih ironis lagi ketika umat terbagi menjadi berbagai
golongan yang hanya berangkat dari masalah khilafiyah, yang bedampak pada melemahnya kekuatan
Islam.

2. Kondisi Islam di Indonesia

Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat Islam berada dalam cengkeraman
nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam sebagai masyarakat kelas bawah dan diperlakukan
tidak adil, serta hanya menguntungkan kelompok mereka sendiri atau rakyat yang sudah seideologi
dengan mereka.

Umat Islam Indonesia hanya mementingkan kehidupan akhirat (katanya sich), dengan penonjolan
simbolisasi Isalam dalam ubudiyah, sebagai upaya kompensasi atas ketidakberdayaan untuk melawan
nekolim, sehingga pemahaman umat tidak secara benar dan kaffah. Bahkan ada sebagian ulama yang
menyatakan bahwa pintu ijtihad telah ditutup, hal ini menyebabkan umat hidup dalam suasana taqlid dan
jumud.

Selain itu, umat Islam Indonesia berada dalam perpecahan berbagai macam aliran/firqah dan masing-
masing golongan melakukan truth claim. Hal ini menyebabkan umat Islam Indonesia tidak kuat akibat
kurang persatuan di kalangan umat Islam di Indonesia.

3. Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam

Perguruan tinggi adalah tempat untuk menuntut ilmu yang akan menghasilkan para pemimpin untuk masa
sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu, perguruan tinggi adalah motor penggerak perubahan, dan
perubahan tersebut diharapkan menuju sesuatu yang lebih baik. Begitu pentingnya perguruan tinggi, maka
banyak golongan yang ingin menguasainya demi untuk kepentingan golongan tersebut.

Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis tersebut, ada beberapa faktor
dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan, antara lain sistem
yang diterapkan khususnya di perguruan tinggi adalah sistem pendidikan barat yang mengarah pada
sekularisme dan dapat menyebabkan dangkalnya agama atau aqidah dalam kehidupan. Selain itu, adanya
organisasi kemahasiswaan yang berhaluan komunis dan ini menyebabkan aspirasi Islam dan umat Islam
kurang terakomodir.

Faktor-faktor di atas adalah ancaman yang serius, karena menyebabkan masalah dalam hidup dan
kehidupan, serta keberadaan Islam dan umat Islam. Mahasiswa Islam kurang memiliki ruang gerak karena
berada dalam sistem yang sekuler dan tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan
dari mahasiswa komunis yang sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan bertentangan pula dengan
ajaran Islam. Jelas sudah bahwa mahasiswa Islam sangat sulit untuk bergerak memperjuangkan aspirasi
umat Islam.

4. Saat Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)


3
HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan, yaitu terjadinya
kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan ajaran Islam, sehingga tidak
tercermin dalam kehidupan nyata.

Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta
(PMY), namun PMY didominasi oleh partai sosialis yang berpaham komunis. Akibat didominasi oleh
partai sosialis maka PMY tidak independen untuk memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak
mahasiswa yang tidak sepakat dan tidak bisa membiarkan mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik.
Sebagai realisasi dari keinginan tersebut maka di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H,
bertepatan dengan tanggal 5 Pebruari 1947 didirikanlah sebuah organisasi kemahasiswaan, yaitu
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi independen dan sebagai anak umat dan anak
bangsa.

D. GAGASAN DAN VISI PENDIRI HMI

1. Sosok Lafran Pane

Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor menetapkan
Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut sebagai pendiri HMI.

Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang Sidempuan, 5 Pebruari
1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan “lurus”. Lafran Pane mengalami perubahan
kejiwaan yang radikal sehingga mendorong dirinya untuk mencari hakikat hidup sebenarnya. Desember
1945 Lafran Pane pindah ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu
pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia peroleh dari dosen-
dosen STI, mengubur masa lampau yang kelam.

Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna, karena Islam
menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun 1948, Lafran Pane pindah
studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran
di Klaten, serta AIP Yogyakarta dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas Gadjah
Mada (UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama UGM. Setelah bergabung
menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi
sarjana pertama dalam ilmu politik dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.

2. Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman

Untuk melakukan pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan umat Islam akan agamanya harus ditingkatkan, sehingga dapat mengetahui dan memahami
ajaran Islam secara benar dan utuh. Kebenaran Islam memiliki jaminan kesempurnaannya sebagai
peraturan untuk kehidupan yang dapat menghantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat.

Tugas suci umat Islam adalah mengajak umat manusia kepada kebenaran Illahi dan kewajiban umat Islam
adalah menciptakan masyarakat adil makmur material dan spiritual. Dengan adanya gagasan pembaharuan
pemikiran keislaman, diharapkan kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan
dan pengamalan ajaran Islam dapat diminimalisir, bahkan kalau bisa dihilangkan, hal ini dilakukan dan
dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Kebekuan pemikiran umat Islam telah membawa pada arti
agama yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya melakukan peribadatan. Al-Qur’an hanya
dijadikan sebatas bahan bacaan, Islam tidak ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan pembaharuan
pemikiran Islam ini pun hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran dan
kejayaan masa lalu.

3. Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial Budaya

Ciri utama masyarakat Indonesia adalah kemajemukan sosial budaya, kemajemukan tersebut merupakan
sumber kekayaan bangsa yang tidak ternilai, tetapi keberagaman yang tidak terorganisir akan
4
mengakibatkan perpecahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan awal saat HMI berdiri juga tidak terlepas pada gagasan dan visi perjuangan sosial budaya, yaitu :
1) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia
2) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam

Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya yang ada menjadi perekat
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih. Untuk
menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam pun harus dipelajari kondisi sosial budaya gara tidak
terjadi benturan kultur.

Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam sebatas ritual harus diubah
pemahamannya dan keadaan sosial budaya yang telah mengakar ini tidak dapat diubah serta merta, tetapi
melalui proses panjang dan bertahap.

4. Komitmen Keislaman dan Kebangsaan sebagai Dasar Perjuangan HMI

Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan yang bersatu secara integral
sebagai dasar perjuangan HMI yang dirumuskan dalam tujuan HMI yaitu :
1) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia yang
didalamnya terkandung wawasan atau pemikiran kebangsaan atau ke-Indonesiaan
2) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam yang didalamnya terkandung pemikiran ke-Islaman

Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai
organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam komitmen keumatan dan kebangsaan adalah
melakukan proses perkaderan yang ingin menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi
pemimpin yang amanah untuk membawa bangsa Indonesia mencapai asanya.

Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih melekat dalam gerakan HMI.
Kedua komitmen ini secara jelas tersurat dalam rumusan tujuan HMI (hasil Kongres IX HMI di Malang
tahun 1969) sampai sekarang, “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam,
dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Namun
kedua komitmen itu tidak dilakukan secara institusional, melainkan dampak dari proses pembentukan
kader yang dilakukan oleh HMI.

E. DINAMIKA SEJARAH PERJUANGAN HMI DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

1. HMI dalam Fase Perjuangan Fisik

HMI ikut berjuang dalam perjuangan fisik ketika terjadi pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948.
Pemberontakan tersebut bertujuan mengambil alih kekuasaan pemerintahan yang sah dan ingin
mendirikan “Soviet Republik Indonesia”. Menghadapi hal tersebut, HMI menggalang seluruh kekuatan
mahasiswa dengan membentuk Corps Mahasiswa. Selama waktu krisis tersebut anggota HMI terpaksa
meninggalkan bangku kuliah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari
pengkhianatan PKI, selain itu HMI pun terlibat dalam perjuangan fisik menghadapi agresi militer
Belanda.

Sebagai anak umat dan anak bangsa, HMI selalu ikut dalam perjuangan fisik demi mempertahankan
negara Republik Indonesia. Dalam mempertahakan NKRI, anggota-anggota HMI mengganti pena dengan
memanggul senjata, HMI merasa ikut bertanggung jawab dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. HMI
berkeyakinan bahwa dalam masyarakat yang berdaulat dan merdeka akan tercipta keadilan dan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk memperthankan dan mempersatukan
bangsa.

2. HMI dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa

Saat HMI baru saja berdiri, terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang merupakan ancaman terhadap
5
kedaulatan bangsa, umat Islam, dan HMI sendiri. Kekuatan PKI ini makin memuncak pada era 60-an, PKI
menjadi salah satu kekuatan sosial politik besar di Indonesia. Posisi HMI saat itu adalah menentang ajaran
komunis dan mengajak semua pihak yang ada untuk menentang komunis. Persoalan komunis bukan hanya
persoalan bangsa dan negara, tetapi juga persoalan HMI, akibat sikap HMI tersebut maka PKI
menempatkan HMI sebagai salah satu musuh utama yang harus diberangus. HMI menggalang konsolidasi
dengan semua pihak yang non komunis, karena komunis bertentangan dengan dasar negara, yaitu
Pancasila. Selain itu PKI selalu berusaha untuk merebut pemerintahan dan kekuasaan yang sah.

Untuk menghadapi pemilu 1955, HMI mengadakan Konferensi Akbar di Kaliurang Yogyakarta paa
tanggal 9 – 11 April 1955, keputusan yang diambil adalah :
1) Menyerukan kepada khalayak ramai untuk memilih partai-partai Islam dalam pemilu yang akan datang
2) Menyerukan kepada partai-partai Islam supaya mengurangi keruncingankeruncingan, tidak saling
menyerang
3) Kepada warga dan anggota HMI supaya :
(a) Wajib aktif dalam pemilu
(b) Wajib aktif memilih salah satu partai Islam
(c) Mempunyai hak dan kebebasan untuk membantu dan memilih partai Islam yang disenangi

Dalam menghadapi sidang pleno Majelis Konstituante, PB HMI mengirimkan seruan kepada seluruh
anggota fraksi partai-partai Islam di konstituante agar dapat memikul amanah umat Islam di Indonesia.

Ketika Demokrasi Terpimpin berjalan, HMI mendapat tekanan kuat, karena ada tuduhan bahwa HMI
kontra revolusi, dan lain-lain. Oleh karena itu HMI menggelar Musyawarah Nasional Ekonomi HMI se-
Indonesia di Jakarta pada tahun 1962. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan kepada HMI saat itu
menyangkut sikap yang diambil HMI, yaitu: (1) Apakah HMI mendukung Manipol/Usdek atau tidak? (2)
HMI setuju Pancasila atau tidak? Dan (3) HMI setuju sosialisme Indonesia atau tidak?

Munas memberikan jawaban sebagai berikut :


1) Ya, HMI mendukung Manipol/Usdek sebagai haluan negara yang ditetapkan oleh MPRS
2) Ya, HMI setuju Pancasila yang merupakan rancangan kesatuan dengan Piagam Jakarta
3) Ya, HMI setuju sosialisme Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang diridhoi Tuhan Yang Maha
Esa

Dengan melakukan pendekatan-pendekatan itu maka HMI dapat terselamatkan, isu dan tuduhan yang
dilancarkan terhadap HMI tidak berhasil untuk mengubur HMI dalam percaturan sejarah.

3. HMI dalam Transisi Orde Lama dan Orde Baru

Tahun 1965, HMI mengalami tantangan yang berat, HMI terancam dibubarkan, dan lagi-lagi HMI lulus
dalam ujian sejarah sehingga HMI dapat mempertahankan eksistensinya hingga saat ini (entah esok hari,
entah lusa nanti, entah……). HMI adalah salah satu komponen bangsa yang menentang faham dan ajaran
komunis, sedangkan PKI saat itu merupakan kekuatan sosial politik yang besar di negara Republik
Indonesia.

PKI berkeinginan untuk membubarkan HMI karena merupakan salah satu musuh utamanya, usaha untuk
membubarkan HMI dilakukan PKI dengan gencar (Kalau tidak mampu membubarkan HMI, lebih baik
pakai sarung saja), apalagi menjelang Gestapu atau Gestok (istilah Pemimpin Besar Revolusi Soekarno).

Masalah pembubaran HMI bukan hanya menjadi masalah internal, tapi lebih jauh daripada itu, hal
tersebut merupakan masalah umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Puncak dari usaha PKI untuk merebut kekuasaan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia adalah
dengan melakukan pemberontakan Gerakan 30 Sepetember/PKI tahun 1965. Pemberontakan tersebut
dimulai melalui cara penculikan terhadap para perwira tinggi TNI-AD (kecuali Pangkostrad yang
merupakan jabatan strategis, why ?), dan menghabisi para perwira itu.

Menyikapi hal ini, HMI mengutuk Gestapu dan menyatakan bahwa gerakan tersebut dilakukan oleh PKI
(pernyataan bahwa G30S/PKI diotaki oleh PKI pertama kali dilontarkan oleh HMI –sumber Agussalim
Sitompul), HMI ikut membantu pemerintah dalam menumpas G30S/PKI dan kerelaan HMI untuk
6
membantu sepenuhnya ABRI.

Setelah turunnya Soekarno dan naiknya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia, HMI bersikap
mendukung pemerintahan baru yang ingin menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen (katanya sih gitu waktu naik) dan HMI ikut dalam usaha-usaha untuk menumpas sisa-sisa PKI
serta organisasi underbouw PKI.

4. HMI dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa

Berdasarkan tujuan HMI, maka kader HMI harus memiliki kualitas insan cita, yang karenanya akan
tercipta kader yang memiliki intelektual tinggi yang dilandasi oleh iman serta diabdikan kepada umat dan
bangsa. Pengabdian para kader ini akan dapat dijadikan penopang dalam pembangunan bangsa dan negara
Republik Indonesia.

Peran HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut :


1) Partisipasi dalam pembentukan situasi dan iklim
2) Partisipasi dalam pemberian konsep
3) Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan

Dalam menjalani peran tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru sebenarnya lebih dominan
faktor internal, misalnya pergeseran nilai yang berdampak pada hilangnya ruh perjuangan HMI. Selain itu
faktor eksternal memaksa HMI untuk terbawa pusaran kekuasaan, misal masalah asas tunggal yang
mengakibatkan perpecahan HMI menjadi dua yaitu HMI yang bermarkas di Diponegoro dan HMI yang
menamakan dirinya Majelis Penyelamat Organisasi.

5. HMI dan Fase Pasca Orde Baru

Setelah runtuhnya Orde Baru, dimulailah babak baru perjalanan bangsa yang dikenal dengan sebutan
Reformasi. Namun ternyata sampai saat ini reformasi masih berupa angan yang belum dapat terealisir,
ironisnya kehilangan arah, karena banyak komponen bangsa yang ingin merasakan sesuatu yang instan,
tetapi dengan harapan berumur panjang.

Peran HMI dalam reformasi banyak dipertanyakan orang, analisa sementara ini diakibatkan penempatan
peran HMI yang “salah” pada fase pembangunan. Bahkan gerakan mahasiswa di luar HMI seringkali
menempatkan HMI sebagai common enemy.

Dinamika organisasi di manapun akan selalu mengalami fluktuasi, akankah HMI tetap bertahan ? [***]

Referensi:

1. Drs. Agus Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI (1974-1975), Bina Ilmu
2. DR. Victor I. Tanja, HMI, Sejarah dan Kedudukannya Ditengah Gerakan Muslim Pembaharu
Indonesia, Sinar Harapan, 1982.
3. Prof. DR. Deliar Noer, Partai Islam Di Pentas Nasional, Graffiti Pers, 1984
4. Sulastomo, Hari-hari Yang Panjang, PT. Gunung Agung, 1988
5. Agus-Salim Sitompul, Historiografi HMI, Tintamas, 1995
6. Ramli Yusuf (ed), 50 tahun HMI Mengabdi, LASPI, 1997.
7. Ridwan Saidi, Biografi A. Dahlan Ranuwiharjo, LSPI, 1994.
8. M. Rusli Karim, HMI MPO Dalam Pergulatan Politik di Indonesia, Mizan, 1997
9. Muhammad Kamal Hasan, Modernisasi Indonesia, Respon Cendikiawan Muslim Masa Orde Baru, LSI
1987.
10. Muhammad Hussein Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, LiteraAntarNusa
11. Dr. Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam, I, II, III, Rajawali Pers
12. Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam
13. Moksen ldris Sirfefa et. Al (ed), Mencipta dan Mengabdi, PB HMI, 1997
14. Hasil-hasil Kongres HMI
15. Sejarah Kohati
7
16. Sharsono, HMI Daiam Lingkaran Politik Ummat Islam, Cl IS, 1997.
17. Prof. DR. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Indonesia (1902-1942), LP3ES, 1980.
18. Literatur lain yang relevan

Tulisan ini berasal dari Buku Panduan Pelaksanaan Basic Training Himpunan Mahasiswa Islam yang
diterbitkan oleh Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pengelola Latihan Pengurus Besar Himpunan
Mahasiswa Islam Periode 2003 – 2005
SEJARAH HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

1. Latar Belakang Sejarah Berdirinya HMI


Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah
berdirinya HMI. Situasi Dunia Internasional. Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab
kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran
ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk
berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada
saat itu pula kemunduran menghinggapi kita. Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah
gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh.
Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam
kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas
kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan.
Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada
proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur’an dan Hadist Rassullulah SAW.
Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam
bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath
Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di
Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan
(1876-1938) dan lain-lain.

A. Situasi NKRI
Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia
dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :

a. Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.


b. Missi dan Zending agama Kristiani.
c. Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.

Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada
tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia
mengumandangkan kemerdekaannya.

B. Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia

Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan,
yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang
diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan
pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh
mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat
saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan
wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat
dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.

C. Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan

Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia
kemahasiswaan sebelum HMI berdiri.
Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem
pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang “mendangkalkan agama disetiap aspek
kehidupan manusia”.
8
Kedua : adanya Perserikatan MAHASISWA Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI)
di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini
(Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya “Krisis
Keseimbangan” yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan
rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.

2. LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa
STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I yang
ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya
antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah
anak seorang Sutan Pangurabaan Pane tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli
Selatan-. Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan
secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal,
pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling
menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan
sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu (-
Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga
menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah-) ; pada hidup
berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan
dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani
dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.
Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran
terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa
lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja. Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian
HMI adalah: “Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu
itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian
adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk
organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan
untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam
segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan
tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus
turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan
mengusahakan kemakmuran rakyat. Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya
Pemikiran dan Berdirinya HMI dapat dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut :
1. Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan
- Aspek Politik : Indonesia menjadi objek jajahan Belanda
- Aspek Pemerintahan : Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda
- Aspek Hukum : Hukum berlaku diskriminatif
- Aspek pendidikan : Proses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda. Ordonansi guru, Ordonansi
sekolah liar
- Aspek ekonomi : Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah
- Aspek kebudayaan : masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian
Bangsa Indonesia
- Aspek Hubungan keagamaan : Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat
Islam mengalami kemunduran
2. Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran
islam.
3. Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan
4. Munculnya polarisasi politik
5. Berkembangnya fajam dan Ajaran komunis
6. Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis
7. Kemajemukan Bangsa Indonesia
8. Tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan

Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947 Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir
dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan
secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal
1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan
9
(sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam
memimpin rapat antara lain mengatakan “Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam,
karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk
mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa
berdiri dan berjalan” Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa
campur tangan pihak luar.

Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:


1. Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

3. Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :


1. Lafran Pane (Yogya),
2. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
3. Dahlan Husein (Palembang),
4. Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)
5. Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),
6. Soewali (Jember),
7. Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),
8. Mansyur,
9. M. Anwar (Malang),
10. Hasan Basri (Surakarta),
11. Marwan (Bengkulu),
12. Zulkarnaen (Bengkulu),
13. Tayeb Razak (Jakarta),
14. Toha Mashudi (Malang),
15. Bidron Hadi (Yogyakarta).

4. Faktor Pendukung Berdirinya HMI


1. Posisi dan arti kota Yogyakarta
a. Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
b. Pusat Gerakan Islam
c. Kota Universitas/ Kota Pelajar
d. Pusat Kebudayaan
e. Terletak di Central of Java
2. Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
3. Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
4. Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
5. Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
6. Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
7. Ummat Islam Indonesia mayoritas

5. Faktor Penghambat Berdirinya HMI Munculnya reaksi-reaksi dari :


1. Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
2. Gerakan Pemuda Islam (GPII)
3. Pelajar Islam Indonesia (PII)

6. FASE-FASE PERKEMBANGAN SEJARAH HMI

a. Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)


Sudah diterangkan diatas

b. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 – 30 November 1947)

Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa
sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih
berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan
kokoh

c. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 – 1949)


10
Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa
perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh
Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff,
penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua
PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan
Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas
pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat
aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu
nampak sangat menonjol pada tahun \’64-\’65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.

d. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)

Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak
agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena
itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas
Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang
berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-
tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar
sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.

e. Fase Tantangan (1964 – 1965)

Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-
agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga
ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam
segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.
Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan,
dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada
tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.

f. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 – 1968)

HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan
orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil
Ketua PB Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas
antara lain :
1) Mengamankan Pancasila.
2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa
aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman
Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan
massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang
mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata
mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa
menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar,
Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar,
kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi
kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah
hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.

g. Fase Pembangunan (1969 – 1970)

Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini
perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan
serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun
yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya :
a. Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya
pembangunan,
b. Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikira
11
c. Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.

h. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 – 1998 )

Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan
anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat
dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada
tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada
tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan.
Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.
Pada tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topic keharusan
pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas umat. Sebagai konsekuensinya di HMI
timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai substansi permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan
penafsiran menjadi dinamika di dalam menginterpretasikan dinamika persoalan kebangsaan dan
keumatan. Hal ini misalnya dalam dialektika dan perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara
Islam, persoalan Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi Pancasila sebagai
bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan cita-cita jangka panjang keummatan dan kebangsaan.

i. Fase Reformasi Secara histories sejak tahun 1995

HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik
terhadap pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-
tindakan inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahanpertama disampaikan pada
jaman konggres XX di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian peringatan MILAD HMI Ke 50
Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa
HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah
wilayah pencermatan dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas
Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari 1998 dengan judul
“Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat”.

7. MASA DEPAN HMI TANTANGAN DAN PELUANG

Kritik terhadap HMI datang dari dalam dan dari luar HMI. Kritik ini sangat positif karena dengan
demikian HMI akam mengetahui kekurangan dan kelebihan organisasi. Sehingga kedepan kita mampu
memperbaiki dan menentukan sikap dan kebijakan yang sesuai dengan keadaan jaman.
Dari masa kemasa, beberapa persoalan yang dihadapkan pada HMI tentang kritik independensi
HMI, kedekatan dengan militer, sikap HMI terhadap komunisme, tuntutan Negara Islam, dukungan
terhadap rehabilitasi masyumi, penerimaan azas tunggal Pancasila, adaptasi rasionalitas pemikiran, dan
lain-lain yang memberikan penilaian kemunduran terhadap HMI, Yahya Muhaimin dalam konggres HMI
ke XX mengemukakan konsep tentang revitalisasi, reaktualisasi, refungsionalisasi, dan restrukturisasi
organisasi. Anas Urbaningrum menjawabnya dengan pemberian wacana politik etis HMI. Yakni dengan
langkah : Peningkatan visi HMI, intelektualisasi, penguasaan basis dan modernisasi organisasi.
Untuk pencapaian tujuan HMI perlu dipersiapkan kondisi yang tepat sebagai modal untuk
merekayasa masa depan sesuai dengan 5 kualitas insan cita HMI. Tantangan yang dihadapi HMI dan masa
depan bangsa Indonesia sangat komplek. Tetapi justeru akan menjadi peluang yang sangat baik untuk
memperjuangkan cita-cita HMI sampai mencapai tujuan.

12
PENGANTAR
NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN HMI
Tujuan:
1. Peserta memahami latar belakang perumusan dan kedudukan NDP/NIK dalam organisasi.
2. Peserta memahami garis besar materi NIK/NDP

Pokok Bahasan dan Sub:


1. Sejarah Perumusan NDP dan Kedudukan NDP dalam organisasi HMI.
a. Sejarah Lahirnya Perumusan NDP/NIK
b. Sebagai Kerangka Global Pemahaman Islam dalam Konteks organisasi HMI.
c. Hubungan Antara NDP/NIK dan Mission HMI.

2. Garis Besar Materi NDP


a. Hakekat Kehidupan
1. Analisa Kebutuhan Manusia
2. Mencari Kebenaran sebagai Kebutuhan dasar Manusia
3. Islam sebagai Sumber Kebenaran

bHakekat Kebenaran
1. Konsep Tauhid dan La Ilaha Illa Allah
2. Eksistensi dan Sifat-Sifat Allah.
3. Rukun Iman sebagai Cara Mencari kebenaran

c. Hakekat Penciptaan Alam Semesta


1. Eksistensi Alam
2. Fungsi dan Tujuan Pencaiptaan Alam

d. Hakekat Penciptaan Manusia


1. Eksistensi Manusia dan Kedudukannya di Antara Makhluk Lainnya
2. Manusia sebagai Hamba Allah Swt
3. Manusia sebagai Khalifah di Muka Bumi
4. Fitrah, Kebenaran dan Tanggung Jawab Manusia

e. Hakekat Masyarakat
1. Perlunya Menegakkan Keadilan dalam Masyarakat
2. Hubungan Keadilan dan Kemerdekaan Manusia
3. Hubungan Keadilan dan Kemakmuran
4. kepemimpinan Untuk Mengakkan Keadilan

f. Hakekat Ilmu
1. Ilmu sebagai Jalan Mencari Kebenaran
2. Jenis-Jenis Ilmu
3. Hubungan Iman, Ilmu dan Amal.

1. Definisi
Nilai adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia atau masyarakat tentang baik buruknya sesuatu
atau tentang benar salahnya sesuatu.
Dasar Perjuangan adalah sesuatu yang sangat mendasar yang harus diperjuangkan dalam kehidupan
seorang kader selama hayat masih di kandung badan.

Identitas adalah kedirian. Identitas: ciri-ciri, tanda-tanda, jatidiri. Sifat khas yg menerangkan dan sesuai dg
kesadaran diri pribadi sendiri, golongan, komunitas atau negara sendiri. Sesuatu yang membedakan dari
yang lain. Mengapa tidak diberi nama identitas Islam?.

Kader yaitu sekelompok orang yang terus-menerus berproses dan menjadi bagian dari lingkungan yang
lebih besar (Himpunan Mahasiswa Islam).
Nilai-Nilai Identiats Kader (NIK) atau Nilai Dasar Perjuangan (NDP) merupakan wcana atau cara
pandangan HMI tentang islam (Hasil Konggres).
13
2. Sejarah
Dr. GM Travel sejarawan terkenal mengatakan :” sejarah adalah rahasia yang belum dapat dipecahkan.
Namun sejarah adalah kenyataan yang kuat, sejarah bersifat ketuhanan dan kesetonan. Sejarah itu ditulis
untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang terjadi pada masa lampau dari berbagai sudut.

Sejarah adalah dasar pendidikan modern, yang merupakan sekolah terbaik bagi setiap orang. Sejarah yang
ditulis dengan baik, obyeketif serta tidak berat sebelah akan menghasilkan banyak kebaikan pula (Soerajo,
Soegiarso,1988: XV).
Dalam mengkaji sejarah Komaruddin Hidayat mengingatkan metode double movement dalam mengkaji
sejarah yaitu melakukan perjalanan intelektual ke masa lalu menelusuri dan memasuki bilik-bilik
peristiwa historis dan kemudian kembali ke masa kini dengan fakta dan pemaknaan yang mengacu ke
depan.
Sebagai suatu peristiwa sejarah adalah milik masa lalu dan tak akan kembali lagi. Sebuah peristiwa hanya
sekali terjadi dan kemudian kembali menghilang untuk selamanya.

Tetapi Gadamer dan Fazlur Rahman melihat sejarah adalah sebuah rangkaian peristiwa dan pemaknaan
yang tak pernah terputus, karena pemaknaan sejarah selalu mengacu ke depan meskipun dilakukan hari ini
sehingga sesungguhnya sulit menciptakan jarak antara masa lalu, kini dan esok. Dulu dan esok keduanya
dipertemukan oleh pemaknaan hari ini oleh subyek pelaku dan penafsir sejarah itu sendiri. (Komaruddin
Hidayat, 1996: 196).

Bahwa dalam terminologi sejarah, sering kita mendefiniskan sejarah sebagai sesuatu yang terjadi, yaitu
peristiwa yang telah terjadi. Dan ini sudah menjadi pengertian yang lazim oleh berbagai kalangan, baik
intelektual, ilmuwan, maupun politisi.

Tetapi berbeda dengan konsepsi bahwa agamawan khususnya dalam hal ini adalah umat Islam. Pengertian
sejarah tidak hanya terletak pada sesuatu yang telah terjadi saja, namun sesuatu yang akan terjadi juga
sejarah, artinya tidak mendahului takdir. Persoalannya adalah ajaran agama yang dalam hal ini berangkat
dari masa depan untuk masa kini. Kebenaran ajaran agama dalam realitas kehidupan yang berangkat dari
pemahaman dan pengamalan nilai-nilai ajaran yang terkandung di dalamnya.

Tahun 1959-1969 disebut kepribadian HMI. Penyusun Yusuf Syakir, Mar’i Muhammad dan lain-lain.
Tahun 1969-1986 disebut NIK Nilai-Nilai Identitas Kader atau Nilai Dasar Perjuangan ditetapkan dalam
Kongres IX HMI tahun 1969 di Malang penyusun Sakib Mahmud, Endang Saefudin Anshori, dan
Nurcholish Madjid.
Tahun 1986-tahun 2005 NIK ditetapkan dalam Kongres XVI tahun 1986 di Padang (Isi tetap NDP).
Tahun 2004 – sekarang kongres HMI di Makasar ditetapkan menjadi NDP dengan isi tetap.

Latar belakang dirumuskannya NDP dari internal antara lain: kesadaran tentang perlunya wacana
keislaman, kebutuhan teologis. Dari sisi eksternal umat Islam antara lain: pergumulan teologis pasca
transisi nasional, sebagai identitas.

3. Kata-kata Kunci dalam NDP HMI


Tuhan, Tauhid, Allah Swt. Nabi dan Rasul, Wahyu, Akal
Tujuan Hidup, agama,
Orentasi yang akan dituju, kebenaran, pencipta.
Takdir, ikhtiar, fitrah, hanief, dlamier, hati nurani, materialisme, politeisme, atheisme, kepercayaan, nilai-
nilai universal
Keadilan, kemerdekaan, kemakmuran, kepemimpinan, khlaifah fil ardh.
Hakikat iman, ilmu, amal
Kemanusiaan, sosial, politik, budaya, peradaban, ekonomi,
Manusia, masyarakat, alam.

4. Kesiapan mental untuk mendalami NDP


Netral, obyektif, dinamis, istiqamah, komitmen dalam kebenaran.
Obyektif adalah keyakinan mengenai benarnya. Sikap obyektif. Nampak bahwa keyakinan, kebenaran dan
sikap itu subyektif. Karena itu adalah suatu kepastian bahwa obyektifitas itu subyektif. Obyektivitas
bukan lawan subyektivitas melainkan pasangan.

14
5. Kajian NIK/NDP di dalamnya sangat filosofis dank arena merupakan metodologi, maka dalam
mempelajarinya harus dilandasi semangat keterbukaan, kejujuran dan dinamis. Terbuka tidak saja mau
berdialog dengannya tetapi juga mau melepas dahulu segala cara menyakini Al Qur’an yang telah
dimiliki. Jujur berarti harus mau mengakui dan menerima kebenaran apabila potensi kesadarnnya telah
dapat menerima dan mengakui. Dinamis, di dalam mempelajari NIK/NDP berarti mencari kebenaran. Di
sini menuntut proses yang terus menerus karena kebanaran yang kita temukan itu sebenarnya hanya
sementara.

6. Setelah NIK/NDP dipahami oleh seseorang dan diterima sebagai cara meyakini (berkeyakinan), maka
akan ditemukan nilai-nilai. Bagi HMI nilai-nilai yang ditemukan dengan metode NIK (Nilai-nilai Islam)
inilah yang selalu diperjuangkan sebagai misinya. Sehingga mission HMI akan selalu merujuk kepada
Nilai-Nilai Kader ini.

7. Manusia di dalam kehidupannya, agar dapat mempertahankan hidupnya secara layak harus memenuhi
syarat-syarat kehidupan tertentu. Syarat-syarat itu yang kemudian menjadi kebutuhan manusia sehari-hari
(bahkan setiap aat). Kebutuhan manusia itu antara lain makan, sandang, papan, rasa aman, kepercayaan,
kebutuhan untuk beraktualisasi diri dan sebagainya.

8. Manusia membutuhkan kepercayaan karena dalam kehidupannya manusia pasti membutuhkan sesuatu
untuk keperluan hidupnya. Sedangkan untuk melakukan sesuatu itu diperlukan kepastian, tidak mungkin
keraguan. Jadi sikap ragu yang sempurna itu tidak mungkin terjadi. Hidup yang nyata/sempurna/sejati
menjadi dambaan setiap orang. Atau dengan kata lain setiap orang ingin hidup yang sebanar-benarnya
(menurut kebenaran). Hubungan kesadaran manusia dengan kesadaran ini kemudian melahirkan
kepercayaan. Kepercayaan itu lalu merupakan kebenaran dan harus dengan cara yang benar.

9. Dengan kepercayaan itu berarti manusia mencari/mendambakan kebenaran itu. Karena itu manusia
menjadikan kebenaran (mutlak) sebagai tujuan hidupnya. Dia mengabdi, tunduk dan pasrah serta
menjadikan satu-satunya sumber nilai terhadap kebenaran mutlak tersebut. Padahal dalam perbedaan
kultur dan bahasa kebenaran mutlak itu disebut “ALLAH”. Jadi manusia harus tunduk dan pasrah kepada
Allah itu. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam. Oleh karena itu jalan hidup yang benar adalah Islam
(tunduk dan pasrah).

10. Jadi Tuhan Allah itu ada dan mutlak. Dia adalah yang awal dan yang akhir. Asal sekaligus tujuan.
Untuk mengatahui keberannya dapat dengan apapun. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian
manusia, maka Tuhan memberitakan dirinya lewat “wahyu”. Wahyu itu merupakan informasi Tuhan
kepada manusia tentang segala sesuatu. Tuhan menciptakan alam raya ini beserta manusia. Manusia
merupakan puncak ciptaan Tuhan berposisi sebagai ”khalifah” di bumi. Maka manusia harus dapat
memelihara alam ini sebaik baiknya, yakni dengan mengaktualisasikan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan
(kebenaran mutlak). Aktivitas manusia di dunia ini merupakan proses pencarian kebenaran itu sendiri
(mempertuhankan Tuhan). Inilah yang disebut ”tauhid’. Lawannya ”syirik”.

11. Alam ini diciptakan oleh Tuhan dengan hukum yang pasti, tidak main-main. Jadi alam ini nyata dan
obyektif. Untuk memperoleh kebenaran (sejauh mungkin) maka manusia harus mengetahui pengetahuan
tentang ini seluruhnya (yang mana tidak mungkin). Padahal manusia hanyalah mungkin mengetahui
sebagian saja (karena kenisbiannya). Proses yang terjadi di alam ini (sejarah) senantiasa tunduk pada
hukum-hukum Allah atas alam (sunnatullah). Maka dari itu segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah
karsa dan cipta Tuhan.

12. Sendangkan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna mempunyai tugas sebagai
pengelola bumi dengan beramal secara konkrit. Beramal inilah yang disebut menyejarah. Hal ini adalah
keniscayaan karena dunia ini adalah sejarah belaka. Maka jika manusia tidak menyejarah berarti mati.
Menyejarah berarti kreatif, dinamis dan selalu tunduk pada nilai-nilai kebenaran. Di dalam diri manusia
sebenarnya terdapat ”fitrah” yang selalu ”hanief”, tetapi juga terdapat “nafsu” yang cenderung jahat.
Perjuangan menusia untuk mencapai derajat (harkat) kemanusiannya tidak lain adalah menjadikan
fitrahnya yang hanief ini memimpin nafsunya. Sehingga yang terjadi adalah memilihara bumi dan bukan
merusak bumi.

13. Hidup menurut fitrahnya atau beramal sesuai dengan nuraninya yang hanief disebut ikhlas. Keikhlasan
tak mungkin ada tanpa adanya kemerdekaan. Karena dengan kemerdekaan itu segala amal dipilih dan
dilakukan sejalan dengan kehendak hati nuraninya. Tetapi kemerdekaan itu hanya akan berlaku total
15
dalam konteks individu. Dalam konteks Islam ataupun masyarakat, kemerdekaan akan terbatas.
Keterbatasan itu disebabkan oleh hukum-hukum Tuhan (sunnatullah yang menguasai setiap materi dan
kemerdekaan dari individu yang lain menjadi pembatas dari individu tersebut).

14. Suatu kenyataan bahwa manusia hidup di dalam masyarakat. Ini berarti kemerdekaan manusia menjadi
terbatas. Jika dalam masyarakat kemerdekaan tak terbatas, maka yang terjadi adalah ”anakhis”
(kekacauan). Disamping itu kemerdekaan yang tak terbatas akan dapat mengakibatkan perbudakan satu
sama lain karena siapa yang kuat akan menguasai yang lemah. Hal ini jelas bertentangan dengan keadilan.
Maka manusia harus menjalin hubungan dengan sesamanya agar dapat membuat sejarah ini dengan
sebaik-baiknya.

15. Agar manusia dapat hidup secara teratur, maka manusia harus membentuk komunitas masyarakat
dengan segala aturan untuk mengatur hubungan antar sesamanya. Aturan itu dibuat oleh mereka sendiri,
dan untuk menjaga dan menjalankan aturan tersebut maka diperlukan sekelompok orang atau pihak yang
disebut pemimpin. Oleh karena itu pemimpin haruslah dipilih oleh semua individu dalam masyarakat itu.
Proses demikian disebut demokrasi. Adapun bentuk masyarakat terpenting, dalam sejarah ini adalah
negara.

16. Hubungan manusia yang penting untuk diatur adalah hubungan dalam pemilikan atas asset ekonomi.
Tanpa diatur sedemikian rupa maka siapa yang kuat akan menguasai sangat banyak, dan yang lemah
menguasai sedikit sekali. Di sini terjadi kesenjangan ekonomi. Bahkan dapat terjadi penghisapan terhadap
yang lemah. Ini merupakan kejahatan dalam bidang ekonomi, dimana di satu pihak menumpuk kapital,
dan di pihak lain sangat kekurangan. Kejahatan ekonomi yang menyeluruh dilakukan oleh kapitalisme.
Negara berkewajiban untuk mengatur pemerataan ekonomi ini seadil-adilnya.

17. Dari semua apa yang dilakukan di atas adalah dalam rangka membangun sejarah untuk mencari
kebenaran dengan cara beramal. Tetapi agar amal ini dapat terarah, maka manusia perlu mempelajari
hukum-hukum yang ada di alam maupun yang berlaku di dalam kehidupan sosial. Yakni dengan ilmu
pengatahuan.

16

Anda mungkin juga menyukai