Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ASKEB KELUARGA

“ Patriarki ”

DOSEN PEMBIMBING
Endah Wijayanti,M.Keb

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :


Allisya Salma

Wahyu Debi Herliani.P

Mitha Aulia

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena berkat rahmat dan
perkenannya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan tentang “Patriarki”. Makalah ini disusun dengan maksud
memenuhi tugas mata kuliah Askeb Keluarga. Adapun isi makalah ini disusun secara sistematis
dan merupakan referensi dari beberapa sumber yang menjadi acuan dalam penyusuan tugas.

Kami selaku penyusun tugas makalah ini sangat sadar bahwa masih jauh dari
kesempurnaan . oleh karena itu , kritik dan saran dari teman teman , dosen yang sangat kami
harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik lagi.

Balikpapan, 13 Januari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
1.2 Rumusan masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Budaya Patriarki
2.2 Pengertian Patriarki
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gender sebagai suatu keyakinan dan konstruksi sosial sosial yang berkembang di dalam
masyarakat diinternalisasi melalui proses sosialisasi secara turun temurun. Dalam
perkembangannya, konstruksi gender ini menghasilkan ketidakadilan gender yang dialami oleh
perempuan. Ideologi gender menjadi rancu dan merusak relasi perempuan dan laki-laki ketika
dicampuradukkan dengan pengertian seks (jenis kelamin). Karena masyarakat tidak dapat dapat
membedaan perbedaan seks dan gender dengan benar, maka muncullah masalah gender yang
berwujud pada ketidakadilan gender yang dialami oleh kaum perempuan. Salah satu
ketidakadilan gender yang dialami perempuan adalah subordinasi yang disebabkan oleh budaya
patriakhi yang masih mengakar kuat pada masyarakat.
Budaya patrakhi merupakan budaya yang tidak mengakomodasikan kesetaraan dan
keseimbangan sehingga perempuan menjadi tidak penting untuk diperhitungkan. Budaya
patriakhi begitu kuat, menonjol dan dominan seolah begitu adanya dan tidak terelakkan dalam
kehidupan masyarakat. Patriarki merembes ke semua aspek-aspek masyarakat dan sistem sosial.
Anggapan sosial yang menempatkan kaum perempuan emosional, tidak rasional dalam berpikir,
dan tidak dapat tampil sebagai pemimpin telah menempatkan perempuan pada posisi subordinat.
Hal ini berpengaruh pada posisi sosial perempuan dalam berbagai aspek kehidupan seperti
politik, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya.
Dan aspek yang sangat kentara mengalami subordinasi adalah aspek politik dan
pendidikan. Walaupun kebebasan berpolitik dan kebebasan mengenyam pendidikan setinggi-
tingginya telah dijamin oleh negara, namun pada pelaksanaannya masih banyak ketimpangan-
ketimpangan yang disebabkan oleh pandangan yang sempit dan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat. Kuota 30 persen perempuan dalam parlemen dan program wajib belajar 9 (sembilan)
tahun serta berbagai program lainnya belum mampu menunjukkan kesetaraan gender antara laki-
laki dan perempuan, masih terdapat kebijakan-kebijakan yang bias gender yang disebabkan oleh
nilai-nilai dasar yang dianut dan pandangan tertentu terhadap perempuan. Berangkat dari hal
tersebut, saya tertarik untuk mengkaji pengaruh atau hubungan budaya patriakhi terhadap
subordinasi yang dialami perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah terbentuknya budaya patriaki?
2. Apa yang dimaksud dengan subordinasi ?
3. Bagaimana hubungan budaya patriakhi dengan subordinasi yang terjadi pada kaum
perempuan?

1.3 TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya budaya patriakhi dalam masyarakat.


2.   Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan subordinasi.
3.   Untuk mengetahui hubungan budaya patriakhi dengan subordinasi yang terjadi pada kaum
perempuan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Asal Usul Budaya Patriakhi


Budaya patriarki muncul pada zaman peralihan yaitu peralihan zaman paleolitikum dan zaman
logam yang dimulai dari adanya aktivitas bercocok tanaman holtikultura yang dilakukan oleh perempuan,
kemudian domestifikasi binatang buruan menjadi ternak hingga ditemukannya baja/logam dan api yang
dibuat menjadi bajak sehingga dapat mengelolah tanah lebih luas. Pembajakan ini dilakukan oleh laki-laki
karena perempuan tidak bisa lagi mengkombinasikan pekerjaan memelihara anak dengan produksi
pertanian dan hal lain yang melatarbelakangi kenapa perempuan tidak membajak karena proses evolusi
tubuh perempuan yang berubah pada zaman holtikultura. Pembajakan mendapatkan hasil yang banyak
sehingga terjadi akumulasi modal dan menyebabkan surplus, jelas yang mendapatkan surplus adalah laki-
laki sehinga muncul kepemilikan pribadi. Surplus inilah yang memulai adanya budaya patriarki dimana
perempuan mulai didomestifikasi dan hanya difungsikan sebagai alat reproduksi untuk menghasilkan
generasi yang nantinya generasi dijadikan sebagai tenaga kerja. Perempuan menjadi penting sebagai alat
perdagangan karena memiliki rahim untuk memproduksi anak, karena perempuan menjadi alat
perdagangan maka munculah mekanisme pasar yaitu sistem jual beli perempuan disebut Mahar atau mas
kawin. Hal diatas lah yang melatarbelakangi muncul patriarki di masyarkat. Sistem ini lah yang diadopsi
dan turun temurun hingga sekarang dikalangan masyarakat di bumi ini.
Pada mulanya “patriarki” mempunyai arti yang sempit, menunjuk kepada sistem yang secara
historis berasal dari hukum Yunani dan Romawi, dimana kepala rumah tangga laki-laki memiliki
kekuasaan hukum dan ekonomi yang mutlak atas anggota keluarga laki-laki memiliki kekuasaan hukum
dan perempuan yang menjadi tanggungannya berikut budak laki-laki maupun perempuannya. Yang
mutakhir istilah patriarki mulai digunakan di seluruh dunia untuk menggambarkan dominasi laki-laki
atas perempuan dan anak-anak didalam keluarga dan ini berlanjut kepada dominasi laki-laki dalam semua
lingkup kemasyarakatan lainnya. Pandangan ini berpengaruh penting penting ketika kita membicarakan
mengapa peran gender tradisional sukar berubah. Ini merupakan ciri pokok masyarakat yang terorganisir
sepanjang garis patriarkal di mana ada ketidakikutsertaan hubungan gender antara laki-laki dan
perempuan. Menolak ketidakadilan gender merupakan sesuatu yang sangat mengancam karena berarti
menolak seluruh struktur sosial.

Patriarki merembes ke semua aspek-aspek masyarakat dan sistem sosial, dan kini kita akan
menelaah sebagian aspek dan sistem ini serta melihat bagaimana strukturnya yang memberi hak- hak
istimewa kepada laki-laki dengan mengorbankan perempuan, menjunjung tinggi perbedaan gender.
Secara umum budaya patriarki didefinisikan sebagai suatu sistem yang bercirikan laki-laki atau
dominasi laki-laki terhadap perempuan. Pada sistem ini laki-laki yang memiliki kekuasaan untuk
menentukan, kondisi ini dianggap wajar karena dikaitkan dengan pembagian kerja berdasarkan seks.
Keberadaan budaya ini telah memberikan keistimewaan pada jenis kelamin laki-laki. Patriarki adalah
suatu sistem dimana adanya relasi yang timpang antara yang mendominasi dan yang didominasi, dimana
yang mendominasi mengontrol yang didominasi. Biasanya ini berkenaan terhadap ekspresi gender
dimana yang mendominasi adalah kaum-kaum maskulin (superior) sedangkan yang didominasi adalah
kaum-kaum feminim (inferior).

2.2 Pengertian Patriarki

Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan
utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan
properti. Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-
anak dan harta benda. Beberapa masyarakat patriarkal juga patrilineal, yang berarti bahwa properti dan
gelar diwariskan kepada keturunan laki-laki. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan
hak istimewa laki-laki serta menempatkan posisi perempuan di bawah laki-laki. Patriarki berasal dari kata
patriarkat yang berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan
segala-galanya. (Wikipedia)

Patriarki berasal dari kata patriarkat, berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai
penguasa tunggal, sentral, dan segala-galanya. Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan
masyarakat menyebabkan adanya kesenjangan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi hingga ke
berbagai aspek kegiatan manusia. Laki-laki memiliki peran sebagai kontrol utama di dalam masyarakat,
sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh atau bisa dikatakan tidak memiliki hak pada
wilayah-wilayah umum dalam masyarakat, baik secara ekonomi, sosial, politik, dan psikologi, bahkan
termasuk di dalamnya institusi pernikahan. (Menurut Alfian Rokhmansyah 2013 di bukunya yang
berjudul “Pengantar Gender dan Feminisme”)

Patriarki merupakan perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat


atau kelompok sosial tertentu. Menurut Bressler (2007), patriarki merupakan sistem sosial yang
menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan mendominasi peran dalam
kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, dan penguasaan properti. Dalam sejarahnya, nilai
patriarki terwujud dalam sistem sosial, hukum, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. (Menurut KBBI)
Di Indonesia, nilai-nilai patriarki masih kental terasa meskipun perjuangan kaum perempuan
telah menghasilkan sejumlah kemajuan progresif dalam beberapa dekade terakhir. Nilai-nilai ini kita
temukan terselip dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, seperti ekonomi, pendidikan,
politik, hingga hukum. Keberadaan nilai-nilai patriarki kadang tidak kita sadari karena sering kali dalam
bentuk tersirat, dan sudah menjadi norma dari generasi ke generasi. Terdapat beberapa contoh masalah
sosial akibat patriarki, antara lain KDRT dan pelecehan seksual. Berdasarkan data Komnas Perempuan,
pada 2018 data kekerasan dalam rumah tangga mencapai 406.178 kasus, meningkat 16,6% jika
dibandingkan dengan 2017 sebanyak 348.446 kasus. Menurut data Komnas Perempuan pada 2019,
kekerasan seksual menempati urutan pertama dalam bentuk kekerasan terhadap perempuan di ranah
publik, dengan perkosaan 715 kasus, pencabulan 551 kasus, dan pelecehan seksual sebesar 520. Pada
2015, penelitian yang dilakukan Pusat Kajian Gender dan Seksualitas UI menempatkan Indonesia pada
urutan kedua angka pernikahan dini tertinggi di Asia Tenggara. Data BPS 2018 menyatakan persentase
pernikahan dini di Indonesia mencapai 15,6%, meningkat dari 14,18% pada 2017. Hal ini berbanding
terbalik dengan semangat pemerintah untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia Indonesia.
Beberapa dampak negatif dari maraknya pernikahan dini ialah terputusnya akses pendidikan,
meningkatnya risiko gangguan kesehatan alat reproduksi, dan rentannya perceraian akibat ketidaksiapan
mental dan psike pasangan.
2.2. Pengertian Subordinasi

Subordinasi merupakan istilah atau konsep yang mengacu kepada peran dan posisi perempuan
yang lebih rendah dibandingkan peran dan posisi laki-laki. Subordinasi perempuan berawal dari
pembagian kerja berdasarkan gender dan dihubungkan dengan fungsi perempuan sebagai ibu.
Kemampuan perempuan ini digunakan sebagai alasan untuk membatasi perannya hanya pada peran
domestik dan pemeliharaan anak, jenis pekerjaan yang tidak mendatangkan penghasilan yang secara
berangsur menggiring perempuan sebagai tenaga kerja yang tidak produktif dan tidak menyumbang
kepada proses pembangunan.

Anggapan sosial yang menempatkan kaum perempuan emosional, tidak rasional dalam berpikir,
dan tidak dapat tampil sebagai pemimpin telah menempatkan perempuan pada posisi subordinat. Peran
perempuan pada posisi subordinat artinya posisi perempuan sebagai pelengkap terhadap posisi laki-laki
sebagai pemegang posisi ordinat. Posisi subordinat perempuan dapat dilihat pada :

 Pengambilan keputusan dalam keluarga dimana laki-laki (suami) sebagai pengambil keputusan.
 Dalam tatanan sosial budaya masyarakat ada kecenderungan lebih mengutamakan laki-laki (prinsip
patriakhi).
 Pada wilayah hukum dan politik subordinasi perempuan terjadi pada akses dan partisipasi hukum dan
politik. Banyak peraturan yang bersifat diskriminatif gender.

2.3. Hubungan Budaya Patriakhi dengan Subordinasi


Budaya patriarkhi dalam beberapa aspek kehidupan cenderung lebih mengunggulkan laki laki dan
merendahkan wanita. Di sebagian besar masyarakat yang menganut garis keturunan ayah (patriarkhi),
beranggapan bahwa laki laki mempunyai posisi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Oleh karena
itu, kedudukan serta perlakuan terhadap wanita berkonotasi diskriminatif. Anggapan sosial yang
menempatkan kaum perempuan emosional, tidak rasional dalam berpikir, dan tidak dapat tampil sebagai
pemimpin telah menempatkan perempuan pada posisi subordinat.  Kenyataan demikian ini terjadi melalui
proses yang sangat panjang baik lewat sosialisasi, penguatan, konstruksi sosial, kultural, keagamaan
bahkan melalui kekuasaan negara. Oleh karena melalui proses yang panjang itulah, maka lama kelamaan
perbedaan gender antara laki laki dan perempuan menjadi seolah-olah ketentuan Tuhan atau kodrat yang
tidak dapat diubah lagi.
Proses  konstruksi sosial tentang gender secara evolusi pada akhirnya mempengaruhi
perkembangan fisik, psikis dan biologis masing masing jenis kelamin. Konstruksi gender tentang wanita
yang digambarkan mempunyai sifat keibuan, lemah lembut, emosional, penakut, sabar, telaten, rajin,
kemudian pada akhirnya wanita terbentuk kepribadian yang cenderung sebagaimana dikostruksikan.
Wanita yang secara fisik dipandang lebih lemah, karenanya harus mendapat  perlindungan, itulah
sebabnya mereka ini tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga dan akibatnya harus menyelesaikan
pekerjaan di dalam rumah tangga atau disektor domestik yang resikonya jauh lebih kecil. Pekerjaan
perempuan disektor domestik ini sering dipandang rendah dan tidak produktif. Konstruksi sosial demikian
ini terus dipelihara sebagai suatu kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Sebagai suatu kebiasaan yang
telah diterima sebagai kebenaran bahwa wanita diberi strereotip sosok lemah dibandingkan dengan laki
laki. Itulah sebabnya  sejak wanita itu masih kanak-kanak terus mendapatkan sosialisasi untuk
menyelesaikan pekerjaan yang halus dan terlindung di dalam rumah tangga, seperti memasak,mengasuh
anak, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan alat rumah tangga
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bonarsitumorang.com/2018/08/makalah-hubungan-budaya-patriarki.html

https://mediaindonesia.com/opini/312499/menaklukkan-patriarki-lewat-pendidikan

Anda mungkin juga menyukai