Anda di halaman 1dari 20

Diskriminasi Gender dalam wajah negara Kesejahteraan

Essy Puspitasari

Abstrak:

A. Pendahuluan
 Garis umum tulisan 1 paragraf (Penjelasan ttg Judul)

Perempuan merupakan potret terbaik jika ingin melihat kembali rangkuman


sejarah dalam maju mundurnya suatu peradaban, termasuk maju mundurnya suatu
negara. Keberadaannya selalu meninggalkan rekam jejak yang pasti, dimana peran
perempuan dalam membangun suatu bangsa dan negara sangatlah fital, karena
dalam beberapa teori, perempuan di anggap sebagai rahim peradaban yang akan
melahirkan generasi yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan di bangsa kelak
yang akan datang. Kendati demikian, keberadaan perempuan cenderung tidak di
anggap dalam lintas kehidupan seharu-hari atau setidak-tidaknya perempuan selalu
mendapatkan posisi yang rendah di dalam kehidupan sosial berbangsa dan
bernegara. Meskipun perempuan sering disebut penting dalam ranah kehidupan dan
keberlangsungan keberadaan, namun kenyataan yang membuktikan bahwa tetap
ada batasan-batasan pergerakan perempuan diberbagia bidang publik. Perempuan
lebih dijuluki ratu diruang domestik, daripada dibidang lain yang lebih luas.

perbedaan antara pria dan wanita sangat tajam, dimana wanita hanya
dituntut untuk melayani keluarga terutama laki-laki. Melayani ayah sebelum
menikah, atau melayani suami ketika sudah menikah. Hal ini terlihat jelas dalam
ranah kehidupan kita saat-saat ini, dimana selalu ada pembeda antara perempuan
dan laki-laki. Laki-laki selalu mendapatkan ruang yang paling tinggi dibandingkan
perempuan. Aturan yang ada dalam negara kita ternyata tidak menjamin setiap
manusia mendapatkan haknya dengan adil. Hukum yang ada di negara ini selain
mengatur tentang HAM, ada juga yang mengatur keterlibatan perempuan dalam
ruang publik khususnya politik, yang hanya diberi hak 30% , aneh bukan negara
hukum ini?. Konon Menjamin HAM, namun terjadi perampasan. Patut di curigai
bahwa pejabat petinggi yang menduduki kursi kewenangan adalah laki-laki semua,
karena pada realita yang ada, setia pembangunan yang di selenggarakan seluruh
laki-laki yang di kedepankan, lalu dimana posisi perempuan di negara ini, apakah
sebagai penonton?.

 Penelitian sebelumnya 1 paragraf

Beberapa penelitian sebelumnya memang sudah ada yang menulis tentang


diskriminasi gender, diantaranya adalah Junichi Watanabe. (2014) dengan judul
tulisannya ialah : Diskriminasi Gender Dalam Novel Ginko, menyatakan diskriminasi
gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadialan, terutama pada
perempuan. Manifestasi diskriminasi gender tersebut masing-masing tidak bisa
dipisahkan, saling terkait dan terpengaruh (Muchdi, 2001:33). Benttuk-bentuk
ketidakadilan akibat diskriminasi gender, misalnya marjinalisasi
(ppeminggiran/ppemiskinan), subordinasi, dan sttereotippe/pelabelan negatif
sekaligus perlakuan diskriminatif. Hal ini menjadi lumrah di kalangan yang tidak
peduli dengan kebebasan kaum perempuan dalam menampilkan potensi diri dan
memilih berargumen di ruang publik, namun dengan kita yang sadar perlu adanya
pembebasan pemikiran yang membelenggu kaum perempuan. Perempuan selalu
dibatasi dalam berbagai tindakan yang diambil dalam setiap kehidupannya, dimana
ketika ia memilih berkarir diluar, ia perlu meminta ijin kepada keluarga dan ketika ia
menikah ijin suami sangat perlu, bahkan jika seorang suami melarang, maka
perempuan tidak boleh memilih apapun yang menjadi keinginannya. Yang lebih
ironisnya ada sebagian ayah yang melarang anak untuk membaca buku. Hal ini perlu
adanya pembebasan marjinalisasi terhadap kaum perempuan, apalagi membatasai
keinginan dalam diri perempuan, sama saja mematikan karakter, bahkan bisa
menjadi ancaman kemunduran intelektual yang ada dalam setiap diri peradaban,
bukankah mereka yang akan melahirkan dan mendidik peradaban bangsa dan
negara ini.

Dalam hal Selanjutnya ada juga penelitian yang pernah di lakukan oleh
Khusnul khotimah (2009), Diskriminasi Gender Terhadap Perempuan Dalam Sektor
Pekerjaan, menyatakan masih kurang keterlibatan kaum perempuan dalam
pemberdayaan dan pembangunan ekonomi, dimana masih terjadi diskriminasi
terhadap jenis klamin, yang menjadi salah satu syarat dalam tergabung dalam
pembangunan. Keterlibatan serta nilai yang didapat, jauh dari setara dimana laki-laki
selalu lebih tinggi upahnya dibandingkan kaum perempuan. Dalam pandangan
lintasan sejarah diskriminasi sudah ada dimana jenis klamin menjadi penentu siapa
yang pantas untuk mengerjakan, berdasarkan pertimbangan biologis, psikologis dan
sosial sebagai laki-laki, yang dikonsepsikan sebagai mahluk yang kuat dan berotot
serta pantas untuk bekerja yang berisiko tinggi di luar rumah, namun lain hal
dengan perempuan yang cenderung dikonsepsikan lemah dan memiliki resiko
rendah serta dengan keterampilan yang rata-rata dibandingkan kaum perempuan.
Hal ini menjadi turunan yang melintasi pemikiran jaman modern saat-saat ini,
dimana selalu menggagap diri perempuan lemah dan yang lebih ironisnya
perempuan sendiri yang mendiskriminasi dirinya, tampa mereka mencoba
kemampuan yang ada dalam dirinya. Peran Gender dikalangan masyarakat, ternyata
mengakibatkan subordinasi terhadapa perempuan dalam ruang lingkup pekerjaan.
Anngapan perempuan yang cenderung irrasional dan emosional menjadikan
perempuan tidak bisa tampil sebagai seorang pemimpin.

 Paragraf ketiga jelaskan keunggulan tulisan kita.

Contohnya: kendati telah banyak penelitian yang telah menuliskan tentang


masalah negara hukum kesejahteraan, namun hingga saat ini belum ada penelitian
yang berusaha meneliti tentang (Diskriminasi Perempuan di wajah Negara
Kesejahteraan). Oleh karena itu, penulis memfokuskan penelitian ini dalam
(Diskriminasi perempuan di wajah negara kesejahteraan). Dalam hal ini perlu
memfokuskan penelitian pada keadaan negara yg seakan-akan menutup diri
terhadap kehadiran kaum perempuan dalam sistem pembangunan maupun politik.
Menggali lebih dalam wajah Negara yg katanya sejahtera, namun masih ada topeng
pembohong terhadap perempuan di negara ini. UU No. 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilu mengatur agar komposisi penyelenggara Pemilu
memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30% begitu jelas terjadi
diskriminasi terhadap perempuan di negara yg katanya sejahtera, namun masih saja
ada keterpihakan satu sisa. Dengan adanya batasan bagi kaum perempuan, maka
dapat di pastikan bahwa negara membatasi hak Perempuan. Hukum yang
seharusnya ada dalam Negera ini memberi keadilan pada setiap orang, namun
realitanya tetap ada anak tiri dibalik negara kesejahteraan ini. Jika negara kita di
sebut sejahtera, maka itu hanya berlaku untuk pemangku jabatan, yang
memarjinalkan gender di tingkat keterlibatan yang tidak sama dengan kaum laki-
laki. Dalam penulisan sebelumnya masih berkaitan dgn Kesetaraan gender merujuk
pada suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak
dan kewajiban, namun diskriminasi berdasarkan “perempuan” atau “laki-laki” masih
banyak terjadi pada seluruh aspek kehidupan (S Apriliandra, H Krisnani - Jurnal
Kolaborasi Resolusi Konflik, 2021). Lagi-lagi perbedaan selalu ada dalam ruang
negara. Pernah juga ada penelitian mengenai diskriminasi gender yang menjelaskan
tentang Memperjuangkan keadilan Gender, bahwa hal itu merupakan tugas berat,
karena masalah Gender adalah masalah yang sangat intens, dimana kita masing-
masing terlibat secara emosional. Persoalannya, spektrum ketidakadilan gender
sangat luas, mulai yang ada di kepala dan di dalam keyakinan kita masing-masing,
sampai urusan negara (Dr. Mansour Fakih-Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
2013). Namun dalam penelitian ini akan menjadi jawaban setiap persoalan gender
yang bukan saja dalam aspek pekerjaan, namun akan di pertajam dalam perempuan
yg selalu di marjinalkan oleh pemangku jabatan yang selalu menggelorakan negara
kesejahteran.

 Paragraf ke-empat adalah metode penelitian.

Contoh: Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.


Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis. Proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian
kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian
sesuai dengan fakta di lapangan. Sehingga dalam tahap penulisan, data yang di
ambil oleh penulis sebagian adalah hasil dari survey.

Setelah paragraf ke-empat, rumusan masalah. Tapi selesaikan dulu dua paragraf
terakhir itu

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana benttuk diskriminasi perempuan di Negara Kesejahteraan?
2. Bagaimana idealnya hak seorang perempuan dalam konsep negara
kesejahteraan?
C. Pembahasan

Diskriminasi dan Negara Kesejahteraan adalah dua hal yang kadang di lupakan
dan di biarkan, namun nama Negara Kesejahteraan sering kita dengar, bahkan
menjadi lokomotif setiap pidato yang di keluarkan, baik di tingkat provinsi,
kabupaten, Kota, bahkan di tingkat pedesaan. Definisi negara kesejahteraan
(welfare state) adalah gagasan bahwa negara bertanggung jawab atas warga
negaranya, yaitu dengan jalan sejahterakan rakyatnya melalui pelayanan, bantuan,
perlindungan dan pencegahan masalah-masalah sosial, sedangkan arti dari
Diskriminasi menurut KBBI Kemdikbud adalah pembedaan perlakuan terhadap
sesama warga negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama,
dan sebagainya). Selanjutnya, jika mengacu pada Oxford Learner's Dictionaries,
maka pengertian dari diskriminasi adalah mengenali adanya perbedaan antara
orang-orang atau hal-hal. Namun pembahasan dalam tulisan ini khusus mengenai
diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan, baik dari aspek politik maupun dari
aspek pekerjaan dalam negara yang sejahtera.

Dalam pasal 1 ayat 3 UU no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dinyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau
pengecualian yang langsung maupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan
manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial,
status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat
pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau
penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya,
dan aspek kehidupan lainnya.

 Diskriminasi perempuan

Konsep penting yang perlu dipahami dalam rangka pembahasan diskriminasi


perempuan adalah membedakan antara konsep keterlibatan perempuan dalam
negara kesejahteraan dan idealnya hak perempuan dalam negara kesejahteraan.
Perlu kita amati bersama wajah negara yang katanya sejahtera, namun masih dirasa
oleh kaum perempuan akan diskriminasi sampai saat ini. Sejahtera bukan saja prihal
memberikan pekerjaan dan mengenalkan kepada negara lain tentang kekayaan di
Indonesia, tetapi kesejahteraan yang sesungguhnya adalah negara yang mampu
memberikan kepada setiap warga negaranya dengan sama rata, Tampa ada
diskriminasi dalam kehidupan. Karena sejatinya perempuan dan laki-laki hanya
perbedaan jenis kelamin, bukan pata kualitas. Karena banyak perempuan di luar
sana menjadi kuli bangunan bersama laki-laki, tapi masih saja upah yang di dapat
berbeda. Saya rasa Negara ini di kuasai oleh laki-laki semata, hingga kaum
perempuan yang kental dengan nilai tradisional menggagap semua kebijakan
pemerintah benar, Padahal yang terjadi malah sebaliknya.

Perempuan tidak memiliki kekurangan apapun dalam hal kualitas, namun saja
perempuan di biasakan oleh keadaan, sehingga perempuan hanya menjadi
pelengkap bagi laki-laki. Negara yang begitu luas, namun mengkerdilkan kaum
perempuan dalam kegiatan negara ini. Katanya Negara yang melindungi hak seperti
yang tertera pada pasal 1 ayat 3 UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM, ternyata
belum maksimal dalam mengimplementasikan. Jika di lirik dari tahun ke tahun yang
melibatkan perempuan dalam ruang-ruang penting dalam negara hanya sedikit dan
lagi-lagi laki-laki lah yang menjadi tokoh utamanya. Dari ketidaksadaran perempuan
dan lebih-lebih negara yang menyatakan secara Syah perlindungan HAM untuk
setiap masyarakatnya, namn hanya teori tampa tindakan dan sangat di sayangkan
keadilan yang di gaungkan, ternyata tidak berlaku dalam kehidupan perempuan.

Ini perlu di pertanyakan ulang dimana letak hak yang sama Dimata hukum?,
saya sebagai perempuan merasa termarjinalkan oleh aturan dan seakan-akan
membunuh karakter secara perlahan dan menjadi rutinitas untuk di biarkan, hingga
perempuan menjadi penjaga di kala para laki-laki bertempur atas nama kewajiban
dan perempuan atas nama kewajiban pun bertemu dengan mengurung diri dalam
ruang-ruang yang mendukung adanya perempuan. Perempuan yang sering di
gaungkan dengan penerus peradaban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
ini, ternyata itu hanya obat pemanis menurut saya yang dikeluarkan oleh pemangku
jabatan, gimana tidak saya mengatakan demikian, mereka yang seolah-olah
membanggakan kaum perempuaan, namun menutup diri untuk melibatkan kaum
perempuan dalam sistem pembangunan (Development) secara maksimal.
Diskriminasi perempuan terjadi dimana-mana, baik ditingkat, sosial masyarakat,
keluarga, keluarga, politik , pekerjaan, bahkan di wajah negara kesejahteraan kita
sendiri. Miris untuk kaum perempuan yang masih tertidur dan menutup diri akan
keadaan dirinya, dan negarapun secara mudah mengelabui dengan sedikit pesona
yang mengatasnamakan perempuan disetiap pidatonya, namun tidak untuk diijinkan
sepenuhnya dalam keterlibatan di negara ini. Berbagai maca diskriminasi di Negara

1. Pembatasan keterlibatan dalam berpolitik


Sering kali kita mendengar tentang politik, bahkan dalam kehidupan sehari-
hari bisa dijadikan sebagai tempat berpolitik, namun sadarkah kita tentang
keterlibatan kaum perempuan di dalamnya?. Ini menjadi persoalan bagi kaum
perempuan yang dibatasi oleh negara itu sendiri,. Negara yang katanya negara
hukum, namun masih saja ada diskriminasi hak. Ternyata hukum yang ada di negara
yang sejahtera ini, selain memberi perlindungan hukum juga merampas hak
manusia lain khusunya kaum perempuan yang di lupakan kesejahteraan oleh
negara. Berbagai pergerakan yang dilakukan untuk memperjuangkan hak
perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini, tapi pada ujungnya tetap
terjadi Diskriminasi perempuan..

Dalam jurnal: Implementasi CEDAW tentang Penghapusan Diskriminasi


Perempuan: Studi Kasus Pemilu di Indonesia Tahun 2009 dan 2014,Salah satu
implementasi Konvensi Internasional CEDAW ( Convention on Elimination of All
Form of Discrimination Against Women) yang diratifikasi oleh Indonesia di tahun
1984, memutuskan keterlibatan perempuan berdasarkan peraturan Pemerintah
Indonesia telah mengatur di dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum DPR, DPD dan DPRD, yang mencantumkan himbauan untuk memenuhi
keterwakilan perempuan sejumlah 30% dalam pencalonan anggota legislatif di
masing–masing partai politik. Di dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 pasal 65 ayat 1
menyatakan bahwa : Setiap partai politik peserta Pemilu dapat mengajukan
calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, untuk setiap
daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang–
kurangnya 30 persen. Adanya peraturan pemerintah mengenai hak asasi
manusia yang sekaligus mengatur mengenai hak perempuan salah satunya hak
dalam berpolitik, membuktikan bahwa kesetaraan hak asasi manusia di
Indonesia telah diperjuangkan dengan baik Valentina, AM, & Dewi, E. (2017).
Memang dalam penelitian ini menjelaskan adanya perjuangan untuk menyetarakan
Hak Asasi Manusia, terutama untuk kaum perempuan dalam hal berpolitk, akan
tetapi menurut saya dalam implementasi konvensi Nasional CDAW ini ada suatu
sistem pergerakan yang mengatasnamakan perempuan, namun seolah-olah
pergerakan ini juga membatasa keterwakilan perempuan disegala lini ruang politik
dengan maksimal. Jika benar konvensi ini mau memperjuangkan hak perempuan,
seharusnya mereka bukan saja melihat dari sisi keterwakilan perempuan yang
dulunya sangat rendah dan dengan melihat peningkatan pada tahun 1992
keterwakilan perempuan di dunia politik mencapai 12,60%, sehingga data ini pada
saat konvensi Nasional CDAW menjadi rujukan para anggota konvensi memberi
suara untuk keterlibatan perempuan 30% sebagai pergerakan awal untuk
meminimalisir terjadinya diskriminasi perempuan dengan mengatasnamakan
pertimbangan nilai kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Perlu kesadaran penuh
dalam memperjuangkan hak kaum perempuan di tengah-tengah negara yang
semakin amesia dalam berprilaku adil.

namun tidak bisa di pungkiri masyarakat masih konservatif dengan nilai-nilai


tradisional yang selalu menggagap perempuan hanya perlu fokus pada kegiatan
domestik saja, padahal dalam negara ini begitu banyak ruang yang seharusnya di isi
oleh kaum perempuan, analogi sederhananya jika bukan peremp uan yang bergerak
di rana politik, maka kaum laki-laki yang akan mengambil bagian dalam segala lini
infrastruktur yang ada di negara ini. Jika hal ini di biarkan secara turun temurun,
maka tidak menutup kemungkinan kedepan nanti yang menjadi penggerak segala
bentuk aktivitas adalah kaum laki-laki dan mereka dalam segala sistem
pembangunannya hanya memikirkan kebutuhan sesama laki-laki, tampa adanya
upaya pemunuhan kenutuhan untuk kaum perempuan dalam sudut negara ini.
Contoh kecilnya kita lirik dalam hal pembangunan, yang dimana setiap yang ada di
negara ini sangat jarang ditemukan bangunan khusus untuk kaum ibu yang
menyusui, ketika mereka berada di luar rumah, bahkan tidak ada sama sekali
tempat khusus untuk mereka. Dalam ranah kebutuhan umum yang sering kita lihat
hanya wc. Hal kecil seperti ini sering di anggap spele, padahal itu merupakan
kebutuhan penting bagi kaum perempuan, khususnya untuk pada ibu, ketika mereka
keluar jaln-jalan dengan ank-anaknya.

2. Bidang pekerjaan

Pekerjaan secara umum adalah suatu jenis kegiatan atau aktivitas untuk
memperoleh imbalan, baik dengan materi maupun dengan finansial (pokok
kehidupan). Menurut Wiltshire (2016) mendefinisikan kerja/pekerjaan sebagai
konsep yang dinamis dengan berbagai sinonim dan definisi. (1) Pekerjaan mengacu
pada pentingnya suatu aktifitas, waktu, dan tenaga yang dihabiskan, serta imbalan
yang diperoleh.

Perempuan mempunyai hak atas perlindungan yang khusus sesuai dengan


fungsi reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f
bahwa hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha
perlindungan terhadap fungsi reproduksi. Para wanita boleh bekerja dalam berbagai
bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara mandiri maupun bersama
orang lain, dengan lembaga pemerintah ataupun swasta, selama pekerjaan tersebut
dilakukannya dalam suasana terhormat dan sopan, selama mereka dapat
memelihara agamanya, serta dapat menghindari dampak-dampak negatif dari
pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya. Pada umumnya jaminan hak
bagi perempuan sama dengan hak-hak lain, seperti yang telah disebutkan dalam
pasal-pasal Undang-Undang Hak-Hak Asasi Manusia namun dengan alasan tadi
maka lebih dipertegas lagi. Perlindungan buruh diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67 sampai dengan Pasal 101
meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja,
keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan.

Definisi pekerjaan memiliki makna yang sangat luas, namun kita fokuskan
pada hal diskriminasi dalam sektor pekerjaan, khususnya untuk kaum perempuan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 sebanyak 39,52% atau 51,79
juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah perempuan. Angka
tersebut bertambah 1,09 juta orang dari tahun sebelumnya yang sebanyak 50,7 juta
orang, bisa dibilang jumlah pekerja perempuan meningkat, namun tidak dengan
upah yang di dapatkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan
rata-rata upah atau gaji buruh/karyawan mencapai Rp 3,07 juta per bulan, di mana
upah buruh laki-laki mencapai Rp 3,33 juta dan buruh perempuan sebesar 2,59 juta
(07 November 2022).

Meskipun Negara kita menjamin HAM, namun masih saja hal itu tidak
menjamin perempuan mendapatkan tempat yang sama di mata Negara, gimana
tidak saya katakan demikian, dengan sebuah pembuktian perempuan yang bekerja
sebagai buruh, mendapatkan upah yang jauh dari kata sama rata dengan laki-laki.
Ini adalah salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan secara kasat mata.
Apakah pantas kita sebagai perempuan menyebutkan Negara ini adalah negara
kesejahteraan, jika masih ada perbedaan demikian. Masalah upah saja dibedakan,
bagaimana dengan perempuan yang mau maju menjadi pemimpin nantinya,
mungkinkah negara mendukung atau sebaliknya?.

Jika di lihat dari segi perlindungan pekerjaan, perempuan diberi hak dalam
Undang-undang, namun yang menjadi tolak ukur dalam pekerjaan ini, perempuan
harus memiliki kesadaran untuk memanfaatkan hak tersebut sebaik-baiknya, karena
jika perempuan hanya diberi hak saja, tapi tidak dimanfaatkan dalam kehidupannya,
maka mereka akan termarjinalkan oleh kaum laki-laki yang mengambil bagian setiap
haknya dan tidak menutup kemungkinan laki-laki yang akan menguasai sektor
pekerjaan diluar rumah.

Jika di lihat dalam aspek pekerjaan dan perlindungan hak yang di dapatkan
setiap manusia, maka kaum perempuan sendiri yang belum sadar akan pentingnya
melibatkan diri dalam sistem pekerjaan yang ada. Kemungkinan besar akan menjadi
tantangan kaum perempuan, manakala ia hari ini tidak mau tahu soal pekerjaan
diluar rumah dan membiarkan kaum laki-laki saja yang bekerja, dengan dalil yang
turun-temurun mereka kuat, pantas bekerja di luar dan bagi sebagian yang berumah
tangga menggagap laki-laki sebagai tulang punggung rumah tangga dan kaum laki-
laki pantas bekerja untuk menafkahi keluarga, sedangkan istri menggagap dirinya
sebagai ibu rumah tangga dan ahli dalam Rana domestik. Seharusnya pemikiran
yang tradisional seperti ini di hilangkan, karena sama saja kaum perempuan
memarjinalkan dirinya sendiri dalam hal melibatkan diri untuk bekerja di luar,
padahal baik perempuan maupun laki-laki pantas untuk bekerja, tidak memandang
perempuan atau laki-laki, tapi bagaimana kita sebagai perempuan mampu
menjadikan diri sebagai agen yang memberikan nilai guna dalam negara, bukan
hanya nilai guna dalam keluarga maupun rumah tangga semata.

Dan pada Pasal 11 CEDAW, Pasal 3 Konvensi tentang Hak-Hak Politik


Perempuan, dapat ditemukan adanya perlindungan hak tersebut yang diberlakukan
lebih khusus kepada semua perempuan. Dalam instrumen nasional mengenai hal ini
dapat ditemukan dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Pasal 49 (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
HAM. Dalam Pasal 49 (1) UU HAM disebutkan bahwa” Wanita berhak untuk memilih,
dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan
dan peraturan perundang-undangan”.

Jadi, dalam hal ini selain mengatur hak perempuan dalam berpolitik, juga ada
hak perempuan untuk di angkat dalam pekerjaan, jadi secara langsung dalam HAM
ini perempuan pada dasarnya memiliki peraturan yang melindungi, terlepas dari hak
berpolitik yang membata 30% saja, tapi untuk prihal pekerjaan perempuan memiliki
ruang penuh untuk melibatkan diri dalam hal pekerjaan, tidak ada hal yang paling
sulit, jika perempuan memiliki kemauan untuk menjadi bagian dalam negara ini, jika
negara sudah memberi bagian untuk kita, maka yang pantas untuk kita lakukan
adalah untuk memanfaatkannya, apalagi kaum perempuan yang sering kita
dengarkan perempuan hanya sebagai pelengkap laki-laki kan itu konyol, jika sekedar
pelengkap namun tidak mau menjadi bagian, maka perempuan hanya hidup untuk
mengisi ranah kehidupan, namun tidak dalam sektor pembangunan dalam negara
ini.

3. Diskriminasi di dunia pendidikan

Pendidikan adalah yang penting untuk di tempuh setiap anak, mulai dari TK
sampai ke jenjang lebih tinggi, namun pernahkah terpikirkan oleh kaum perempuan
bahwa masih terjadi diskriminasi terhadap dirinya?. Perempuan dianggap tidak perlu
sekolah tinggi karena pada akhirnya mereka hanya akan menjadi ibu rumah tangga.
Perempuan juga seakan tidak diizinkan untuk berada di sektor publik. Apabila ada
keluarga yang hanya bisa membiayai satu anak untuk menempuh pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi, dapat dipastikan bahwa kesempatan tersebut akan
diberikan pada anak laki-laki. Anggapan seperti ini menjadi penyakit sosial yang
menular dari waktu ke waktu, hingga menjadi kebiasaan. Selain dari faktor
sosial/budaya patriarki yang kental, juga di sebabkan adanya biaya yang vantastis
dalam setiap dunia pendidikan, ini merupakan salah satu faktor kebanyakan orang
tidak mau membiarkan anak-anaknya untuk pendidikan, toh mereka akan menjadi
ibu rumah tangga nantinya

4. Ruang lingkup sosial dan keluarga.

Pernah kah kita menggaungkan anatara mematuhi budaya dan diskriminasi.


Namun sangat di sayangkan hal ini tidak penting bagi setiap masyarakat sosial yang
ada di negara khususnya Indonesia. Sibuk dengan pekerjaan masing-masing, hingga
tidak peduli lagi dengan nasib bangsa dan tak peduli kata orang terhadap dirinya.
Lihat saja pada setiap diri perempuan yang ada di Negara kita, mereka nyaman
dengan budaya yang membiasakan mereka untuk melakukan aktivitas di dalam
rumah dan tidak akan keluar kecuali ijin dari ayah dan suami setelah menikah, ini
aneh bagi sebagian perempuan yang berpikir tidak mau terlalu terdoktrin akan kata-
kata orang sekitar. Berbagai asumsi yang masuk di telinga, baik dari masyarakat luar
yang beranggapan perempuan yang baik adalah yang menjaga diri dalam dan
rumah dan keluar ketika di ajak oleh keluarga atau suami saat menikah, begitupun
anggapan keluarga terhadap anak perempuan yang ada di dalam rumah mereka,
bahwa perempuan harus menjaga nama baik keluarga, harus betah di rumah, tidak
boleh keluar dan masih banyak lagi doktrin yang pada akhirnya perempuan terjebak
dengan kata-kata demikian. Akibat dari hal tersebut perempuan menggagap dirinya
hanya perlu menjaga rumah di kala keluarga kerja di luar, ia hanya perlu bekerja
dalam tatanan domestik. Pemikiran seperti ini akan melahirkan jiwa-jiwa perempuan
yang sudah terdoktrin dan terbiasa menjadi sebuah budaya tradisional, hingga
terjadi sebuah diskriminasi. Jika setiap masyarakat dan laki-laki dalam keluarga
beranggapan demikian terhadap kaum perempuan, berarti sama saja mereka
memutuskan masa untuk mengenal dunia yang lebih luas dan menikmati masa
muda yang sepantasnya di rasakan oleh setiap orang. Bukankah setiap manusia
memiliki kebebasan untuk berpikir dan bertindak, serta bertanggung jawab setiap
dirinya.

 Idealnya hak seorang perempuan


Idealnya, perempuan memiliki hak dan kesempatan yang setara dengan gender
lainnya. Perempuan = manusia. Hak perempuan adalah hak asasi manusia!.
HAM berlaku secara universal untuk semua orang. Artinya, semua orang berhak
atas perlindungan hak asasi dan kebebasannya. Pemenuhan setiap hak kita juga
harus setara untuk semua orang, dan bebas dari diskriminasi. Banyak
pelanggaran hak dan kesenjangan kesempatan yang dialami perempuan atau
merugikan banyak perempuan, seperti kekerasan dalam rumah tangga,
kekerasan seksual, upah lebih rendah, hingga kurangnya akses ke pendidikan
dan layanan kesehatan memadai. Selama ratusan tahun, gerakan hak
perempuan berkampanye menghapus aturan, perilaku, stigma dan tradisi yang
tidak berpihak pada perempuan.
Jika di lihat dari persoalan yang menimpah gender khususnya kaum
perempuan, sangat nampak terjadi diskriminasi terhadap perempuan, baik ruang
lingkup politik, bahkan dalam bidang pekerjaan. Ini tidak luput dari kurangnya
ketegasan aparat hukum yang seharusnya memberikan kepastian hukum kepada
setiap manusia, sebagai mana perlindungan Hak Asasi Manusia dalam UU. Dalam
melaksanakan HAM, hak perempuan sama dengan hak laki-laki, dan hak tersebut
seperti yang telah disepakati dunia internasional dimasukkan dalam Konvensi
CEDAW, yaitu : hak dalam keluarga (perkawinan), politik, ketenaga kerjaan,
pendidikan, kesehatan, kewarganegaraan, ekonomi dan aspek sosial lainnya.
Setiap perempuan berhak untuk memiliki kesempatan kerja yang sama dengan
laki-laki. Hak ini meliputi kesempatan yang sama dari proses seleksi, fasilitas
kerja, tunjangan, hingga hak untuk menerima upah yang setara. Selain itu,
perempuan berhak untuk mendapatkan masa cuti yang dibayar, termasuk saat
cuti melahirkan.
Jika laki-laki bekerja sebagai buruh di gaji dengan 100 ribu, maka wajib juga
perempuan di gaji dengan nominal yang sama. Karena ideal dari sebuah hak
adalah bilamana memberikan hak yang sama di setiap keadaan. Jika perempuan
yang bekerja adalah seorang ibu rumah tangga, maka jangan menggagap bahwa
itu hanya sebagai pekerja sampingan mereka, tapi pandanglah setiap pekerja
adalah buruh yang pantas untuk di gaji sama rata, jika mereka menekuni bidang
pekerjaan yang sama. Dalam hukum tentu kita sering mendengar kata kepastian
hukum, jika kata ini hanya sebagai suatu isu yang toh hanya untuk jadi trending
di medsos publik, maka hanya sia-sia label kebanggaan masyarakat itu sendiri.
kepastian hukum, yang diartikan sebagai perangkat hukum suatu negara yang
mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara. Jadi perlu adanya
implementasi dari sebuah kepastian hukum itu sendiri, salah satunya menghapus
diskriminasi terhadap perempuan dan bila perlu UU yang berkaitan dengan
keterlibatan perempuan dalam politik hanya 30% di hapus dan mencoba
merumuskan peraturan yang mampu menjamin hak setiap manusia, bukan
menjamin hak laki-laki saja.

Selain harus mendapatkan hak yang ideal dalam Negara yang di dukung
oleh jaminan HAM, meskipun pada dasarnya tidak seadil yang di harapkan,
namun perlu di ketahui bersama idealnya hak perempuan Menurut Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
(Kemenpppa), setid aknya ada 5 hak yang wajib dimiliki oleh perempuan, yaitu:

1. Pendidikan
Semua perempuan memiliki hak untuk terdaftar dalam dunia pendidikan, hak
ini harus di jamin oleh pemerintah bukan dengan teks saja, tapi mereka harus
menjamin perempuan-perempuan di luar yang tak mampu berpendidikan dan
banyak yang tidak berpendidikan, karena kendala biaya, perlu adanya perhatian
lebih oleh pemerintah yang lebih khususnya yang mengatur tentang pendidikan.
Upaya untuk membebaskan negara dalam kebodohan dan kemiskinan
sebenarnya, salah satunya melihat generasi yang tak mampu dan memasukkan
mereka dalam sekolah, Tampa pungut biaya, sehingga boleh jadi mereka akan
menjadi pemimpin yang tidak rakus dalam dunianya sendiri. Hak-hak ini memang
perlu di jamin dan harus di dapatkan oleh setiap perempuan, lebih-lebih anak-
anak jalanan yang tidak memiliki rumah dan Negara perlu menjadikan anak-anak
itu sebagai generasi yang cerdas.
Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan melalui BAB XIII, Pasal 31 ayat
(2), bahwa pendidikan yang dimaksud harus diusahakan dan diselenggarakan
oleh Pemerintah sebagai "satu sistem pengajaran nasional".
Dalam aturan ini dengan jelas mengatur tentang usaha untuk
melibatkan/menjamin setiap hak. Pemerintah harus lebih intens dalam
memperhatikan persoalan pendidikan, bukan sekedar suara aturan yang menjadi
panduan, tapi keterpaduan tindakan sangat di butuhkan, agar tidak terjadi
diskriminasi hak. B eberapa hal yang perlu di ketahui mengenai pendidikan yaitu
tingkatan dan perlu kita tahu siapa yang berhak/berwewenang dalam
memberikan keputusan setiap dunia pendidikan. jangan sampe wewenang
pemerintah pusat mengurus pendidikan SD begitupun sebaliknya. Khusus untuk
pendidikan tinggi, kewenangan ada sepenuhnya di pemerintah pusat. Sementara
untuk urusan pendidikan menengah, dasar, anak usia dini, pendidikan khusus,
dan nonformal, kewenangan manajemen pendidikan ada di pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota.
Pendidikan sangat penting untuk setiap orang, tapi ada hal yang lebih khusus
yaitu perempuan, karena dari pendidikan perempuan akan memperoleh sebuah
pengetahuan untuk bekal dalam setiap langkahnya. Solusi terbaik untuk
membebaskan perempuan dari keterpurukan hidup adalah pendidikan, karena
mereka akan mampu menghadapi Setiap keadaan dengan sebuah ilmu
pengetahuan dan menjadikan diri mereka sebagai pemimpin yang handal. Jika
saat ini Negara Indonesia acuh ta acuh menyiapkan prasarana untuk menjamin
kualitas perempuan terjaga setelah mereka menyelesaikan pendidikan, maka
negara ini akan sulit untuk maju. Saya sangat yakin jika perempuan di seluruh
Indonesia mau bergerak bersama dalam ruang-ruang pemberdayaan di negara
ini, setelah mereka menempuh pendidikan, maka yakin dan percaya Indonesia
akan mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Indonesia tidak
kekurangan orang-orang pintar, hanya saja para pemangku jabatan menutup
mata untuk melibatkan kaum perempuan. Jangan menggagap remeh akan kerja
perempuan, karena keahlian seseorang akan teruji manakala diberikan sebuah
tanggung jawab. Negara Indonesia hanya perlu bekerja sama dengan
perempuan yang begitu banyak menjadi pengaguran setelah menempuh
pendidikan tinggi dengan biaya yang cukup fantastis dan pada ujungnya hanya
menjadi pengaguran, Tampa ada keberlanjutan dari pemerintah yang sering bisa
di bilang PHP (Pemberi Harapan Palsu).

2. Pekerjaan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk
Indonesia diproyeksikan sebanyak 275,77 juta jiwa pada 2022. Jumlah tersebut
naik 1,13% dibandingkan pada tahun lalu yang sebanyak 272,68 juta jiwa.
Menurut usianya, 69,25% penduduk Indonesia berada di jenjang usia 15-64
tahun. Dari jumlah penduduk ini, perlu adanya tindakan pemerataan yang harus
di lakukan oleh pemerintah, baik untuk kaum laki-laki maupun perempuan.
Dengan jumlah penduduk yang banyak, maka seidealnya pemerintah mengatur
bagaimana nasib mereka, jika mereka sudah menyelesaikan pendidikan dan bila
perlu Negara ini menyiapkan lowongan kerja yang memadai guna menjamin
kesejahteraan masyarakat sosial. Karena banyaknya angka pernikahan usia dini,
di sebabkan faktor materi keluarga yang tak mampu membiayai hidup anaknya,
sehingga banyak orang tua menikahkan anaknya dengan laki-laki, meskipun laki-
laki itu belum di kenal lama. Perlu adanya layanan/jaminan untuk setiap
penduduk, baik perempuan maupun laki-laki. Jangan sampai lowongan pekerjaan
hanya tersedia untuk laki-laki. Karena kebanyakan pekerjaan di Indonesia,
menyiapkan lowongan sesuai dengan keahlian laki-laki, namun tidak di
perhatikan tentang kemampuan perempuan, ini perlu di atasi dengan baik dan
mengatur layanan dengan sama rata di setiap lowongan pekerjaan, Keadilan
secara leksikal berarti sama atau menyamakan, maupun setara. Menurut
pandangan umum, keadilan yaitu menjaga hak-hak orang lain. Definisi keadilan
ialah memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Keadilan merupakan
suatu ukuran keabsahan suatu tatanan kehidupan berbangsa bermasyarakat dan
bernegara.
Contoh pekerjaan di bidang teknologi dan pertanian: Proses marginalisasi
terhadap perempuan dapat dilihat pada program pemerintah orde baru yang
menyebabkan terpinggirnya perempuan ke tempat semula akibat diterapkannya
teknologi canggih, misalnya, mengganti tenaga bagian linting rokok, pengepakan
dan proses produksi dalam suatu perusahaan dengan mesin-mesin yang lebih
praktis dan ekonomis, sementara pekerja di bidang ini yang mayoritas ditekuni
perempuan memupus harapan mereka untuk tetap dapat bekerja dalam rangka
mengangkat derajat ekonomi keluarga. Jika perempuan bisa menanam padi
dengan tenaga secara lansng dan begitupun laki-laki, maka pergunakan tenaga
dalam menjalankan pekerjaan tersebut. Tapi jika laki-laki bisa menanam padi
dengan mesin, sedangkan perempuan tidak, maka hal demikian tidak perlu di
terapkan dalam sistem pekerjaan, meskipun tujuannya untuk mempercepat
pekerjaan, tapi bagaimana dengan keadaan perekonomian perempuan yang
tidak bisa bekerja seperti laki-laki, mungkin saja perempuan mengandalkan
pekerjaan tersebut untuk menghidupi keluarganya. Jika hal ini di biarkan, maka
akan menjadi salah satu ancaman penurunan perekonomian dan boleh jadi ini
salah satu sebab Negara Indonesia tidak bisa maju dan hanya bisa di sebut
negara berkembang. Berdalihkan menyesuaikan perkembangan jaman, dengan
mudah melupakan sumber nafkah/kehidupan orang lain. Dengan enteng laki-laki
menyandang gelar pencari nafkah, tapi dia tidak tau bagaimana perempuan di
luar sana yang sebatang karang.

Indonesia sebagai negara Hukum harus mampu mengurus masyarakat


dengan menjalankan nilai-nilai hukum yang sudah tertulis, karena hukum yang
sebenarnya bukan sekedar memberi keadilan pada setiap laki-laki, tapi mampu
memberikan kemanfaatan kepada setiap orang. Tidak ada perbandingan antara
perempuan dan laki-laki. Negara harus mengakui kesetaraan masyarakatnya.
Dalam instrumen nasional mengenai hal ini dapat ditemukan dalam Pasal 76
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 49
(1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Dalam Pasal 49 (1) UU
HAM disebutkan bahwa” Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam
pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan
perundang-undangan”.
3. Kehidupan publik dan politik
Perempuan tidak bisa terlepas dari kehidupan publik dan politik, maka perlu
adanya ruang untuk setiap perempuan dalam melibatkan diri untuk pembangun
di negara ini. Jika perempuan hanya di rumah saja dan acuh ta'acuh untuk
mengisi posisi-posisi yang memang harus di isi oleh kaum perempuan, maka
akan menjadi Boomerang di kemudian hari. Mungkin kita saat ini tidak
merasakan hasil pahitnya, namun kemungkinan besar untuk anak-anak di
kemudian hari yang akan menikmati hasil pahit akibat ketidakmauan kita
sebagai perempuan untuk mengambil peran penting di negara saat ini. Negara
dan perempuan harus mampu memberikan hak yang sama untuk setiap warga
negaranya, dan membuktikan bahwa negara ini adalah negara Demokrasi
dengan menyiapkan dan menerima masukan dari perempuan. Jika, status
perempuan negara menggagap hanya sebagai pelengkap maka, negara
Indonesia saya berani mengatakan bukan negara Demokrasi, melainkan sudah
bergeser ke negara Nomokrasi. Menjadikan perempuan dan laki-laki sebagai dua
hal yang sama, tidak menjadikan negara miskin bukan?. Setiap perempuan
berhak mendapatkan pekerjaan dan posisi sebagai masyarakat yang berpolitik,
sebagaimana posisi laki-laki.

Bidang yang paling membutuhkan kodifikasi adalah bidang yang terkait dengan
status sosial, yang untuk masyarakat Indonesia di atur oleh hukum adat. Meskipun
di Indonesia tentu memiliki hukum adat setiap daerahnya, tapi tidak semua
pemerintah memperhatikan hal ini dengan baik, malah sering kali di abaikan. Untuk
apa hukum?, jika tidak memberi kemanfaatan bagi setiap masyarakatnya.

Dalam tata ruang masyarakat sosial sangat perlu sekali keterlibatan pemerintah
guna menyelenggarakan masyarakat yang sejahtera dengan cara menfasilitasi setiap
kegiatan dan permintaan mereka. Jika hukum hanya sekedar ada untuk mengisi
kertas putih, lalu apa gunanya APH yang sebagai mahluk hidup yang tentu tau
situasi dan keadaan. Akan ada kesetaraan perempuan dan laki-laki sebagai mahluk
sosial, bilamana APH yang sebagai penyelenggara hukum, memberikan mereka
sama dalam setiap keadaan. Masyarakat, khususnya perempuan akan semakin di
persempit pergerakannya di luar rumah, karena sebagian alasan mereka tidak ada
tempat untuk perempuan, tidak ada waktu pemerintah untuk memberikan pekerjaan
yang layak untuk mereka, tidak ada fasilitas yang mendukung mereka sesuai
kemampuan mereka dan lebih ironis dari akibat itu semua mereka di manjakan
dengan kegiatan domestik saja.

D. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas dapat di simpulkan, bahwa terjadi diskriminasi
Perempuan dalam negara ini dalam berbagai sektor, baik politik, sosial budaya,
pekerjaan dan sampai ke pendidikan. Ironisnya bahwa diskriminasi ini seakan-akan
tidak terjadi di negara Indonesia, karena banyak yang menutup mata melihat situasi
perempuan, tidak ada yang peduli bagaimana keberlanjutan perempuan di tatanan
pekerjaan yang formal, tapi lebih di labelkan dalam pekerjaan yang informal. Begitu
banyak dalil-dalil hukum yang bersuara untuk setiap manusia, namun tak kunjung di
jalankan dengan maksimal oleh para penyelenggara. Tidak ada yang tau sejarah
kelam seorang perempuan yang mendiami suatu negara hukum, namun seakan
tidak bermanfaat untuk sebuah kepentingan bersama.

Ada banyak harapan yang di isyaratkan oleh setiap perempuan melalui media
maupun lewat prantara, tapi kadang pemerintah tidak peka. Konon setiap manusia
memiliki Hak Asasi Manusia (HAM), tetapi bagi perempuan tidak ada gunanya jika
tidak di dukung dengan tindakan para penyelenggara. yang terhormat di negara ini.
Memberikan hak yang ideal untuk perempuan tidak membuat negara ruga
sebenarnya, berdasarkan pandangan subjektif saya, malah kemungkinan besar akan
membantu perekonomian negara Indonesia di masa

E. Daftar Pustaka

Kolaborasi Resolusi Konflik, (S Apriliandra, H Krisnani - 2021).


Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Dr. Mansour Fakih 2013).
https://yoursay.suara.com/kolom/2022/01/15/090000/diskriminasi-perempuan-
dalam-bidang-pendidikan” (Divanda Nilam Az-Zahro,  15 Januari 2022).
https://www.amnesty.id/hak-perempuan-dan-kesetaraan-gender/
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5593209/diskriminasi-adalah-sikap-
membatasi-ini-definisi-dan-contohn

https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=diskriminasi+perempuan+dalam+pekerjaan&oq=Diskr
iminasi+Perempuan+#d=gs_qabs&t=1672699252610&u=%23p
%3DOFVmCXTA3fsJ
https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=231:penafsiran-undang-undang-dari-
perspektif-penyelenggara-pemerintahan&catid=100&Itemid=180

Anda mungkin juga menyukai