Essy Puspitasari
Abstrak:
A. Pendahuluan
Garis umum tulisan 1 paragraf (Penjelasan ttg Judul)
perbedaan antara pria dan wanita sangat tajam, dimana wanita hanya
dituntut untuk melayani keluarga terutama laki-laki. Melayani ayah sebelum
menikah, atau melayani suami ketika sudah menikah. Hal ini terlihat jelas dalam
ranah kehidupan kita saat-saat ini, dimana selalu ada pembeda antara perempuan
dan laki-laki. Laki-laki selalu mendapatkan ruang yang paling tinggi dibandingkan
perempuan. Aturan yang ada dalam negara kita ternyata tidak menjamin setiap
manusia mendapatkan haknya dengan adil. Hukum yang ada di negara ini selain
mengatur tentang HAM, ada juga yang mengatur keterlibatan perempuan dalam
ruang publik khususnya politik, yang hanya diberi hak 30% , aneh bukan negara
hukum ini?. Konon Menjamin HAM, namun terjadi perampasan. Patut di curigai
bahwa pejabat petinggi yang menduduki kursi kewenangan adalah laki-laki semua,
karena pada realita yang ada, setia pembangunan yang di selenggarakan seluruh
laki-laki yang di kedepankan, lalu dimana posisi perempuan di negara ini, apakah
sebagai penonton?.
Dalam hal Selanjutnya ada juga penelitian yang pernah di lakukan oleh
Khusnul khotimah (2009), Diskriminasi Gender Terhadap Perempuan Dalam Sektor
Pekerjaan, menyatakan masih kurang keterlibatan kaum perempuan dalam
pemberdayaan dan pembangunan ekonomi, dimana masih terjadi diskriminasi
terhadap jenis klamin, yang menjadi salah satu syarat dalam tergabung dalam
pembangunan. Keterlibatan serta nilai yang didapat, jauh dari setara dimana laki-laki
selalu lebih tinggi upahnya dibandingkan kaum perempuan. Dalam pandangan
lintasan sejarah diskriminasi sudah ada dimana jenis klamin menjadi penentu siapa
yang pantas untuk mengerjakan, berdasarkan pertimbangan biologis, psikologis dan
sosial sebagai laki-laki, yang dikonsepsikan sebagai mahluk yang kuat dan berotot
serta pantas untuk bekerja yang berisiko tinggi di luar rumah, namun lain hal
dengan perempuan yang cenderung dikonsepsikan lemah dan memiliki resiko
rendah serta dengan keterampilan yang rata-rata dibandingkan kaum perempuan.
Hal ini menjadi turunan yang melintasi pemikiran jaman modern saat-saat ini,
dimana selalu menggagap diri perempuan lemah dan yang lebih ironisnya
perempuan sendiri yang mendiskriminasi dirinya, tampa mereka mencoba
kemampuan yang ada dalam dirinya. Peran Gender dikalangan masyarakat, ternyata
mengakibatkan subordinasi terhadapa perempuan dalam ruang lingkup pekerjaan.
Anngapan perempuan yang cenderung irrasional dan emosional menjadikan
perempuan tidak bisa tampil sebagai seorang pemimpin.
Setelah paragraf ke-empat, rumusan masalah. Tapi selesaikan dulu dua paragraf
terakhir itu
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana benttuk diskriminasi perempuan di Negara Kesejahteraan?
2. Bagaimana idealnya hak seorang perempuan dalam konsep negara
kesejahteraan?
C. Pembahasan
Diskriminasi dan Negara Kesejahteraan adalah dua hal yang kadang di lupakan
dan di biarkan, namun nama Negara Kesejahteraan sering kita dengar, bahkan
menjadi lokomotif setiap pidato yang di keluarkan, baik di tingkat provinsi,
kabupaten, Kota, bahkan di tingkat pedesaan. Definisi negara kesejahteraan
(welfare state) adalah gagasan bahwa negara bertanggung jawab atas warga
negaranya, yaitu dengan jalan sejahterakan rakyatnya melalui pelayanan, bantuan,
perlindungan dan pencegahan masalah-masalah sosial, sedangkan arti dari
Diskriminasi menurut KBBI Kemdikbud adalah pembedaan perlakuan terhadap
sesama warga negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama,
dan sebagainya). Selanjutnya, jika mengacu pada Oxford Learner's Dictionaries,
maka pengertian dari diskriminasi adalah mengenali adanya perbedaan antara
orang-orang atau hal-hal. Namun pembahasan dalam tulisan ini khusus mengenai
diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan, baik dari aspek politik maupun dari
aspek pekerjaan dalam negara yang sejahtera.
Dalam pasal 1 ayat 3 UU no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dinyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau
pengecualian yang langsung maupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan
manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial,
status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat
pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau
penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya,
dan aspek kehidupan lainnya.
Diskriminasi perempuan
Perempuan tidak memiliki kekurangan apapun dalam hal kualitas, namun saja
perempuan di biasakan oleh keadaan, sehingga perempuan hanya menjadi
pelengkap bagi laki-laki. Negara yang begitu luas, namun mengkerdilkan kaum
perempuan dalam kegiatan negara ini. Katanya Negara yang melindungi hak seperti
yang tertera pada pasal 1 ayat 3 UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM, ternyata
belum maksimal dalam mengimplementasikan. Jika di lirik dari tahun ke tahun yang
melibatkan perempuan dalam ruang-ruang penting dalam negara hanya sedikit dan
lagi-lagi laki-laki lah yang menjadi tokoh utamanya. Dari ketidaksadaran perempuan
dan lebih-lebih negara yang menyatakan secara Syah perlindungan HAM untuk
setiap masyarakatnya, namn hanya teori tampa tindakan dan sangat di sayangkan
keadilan yang di gaungkan, ternyata tidak berlaku dalam kehidupan perempuan.
Ini perlu di pertanyakan ulang dimana letak hak yang sama Dimata hukum?,
saya sebagai perempuan merasa termarjinalkan oleh aturan dan seakan-akan
membunuh karakter secara perlahan dan menjadi rutinitas untuk di biarkan, hingga
perempuan menjadi penjaga di kala para laki-laki bertempur atas nama kewajiban
dan perempuan atas nama kewajiban pun bertemu dengan mengurung diri dalam
ruang-ruang yang mendukung adanya perempuan. Perempuan yang sering di
gaungkan dengan penerus peradaban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
ini, ternyata itu hanya obat pemanis menurut saya yang dikeluarkan oleh pemangku
jabatan, gimana tidak saya mengatakan demikian, mereka yang seolah-olah
membanggakan kaum perempuaan, namun menutup diri untuk melibatkan kaum
perempuan dalam sistem pembangunan (Development) secara maksimal.
Diskriminasi perempuan terjadi dimana-mana, baik ditingkat, sosial masyarakat,
keluarga, keluarga, politik , pekerjaan, bahkan di wajah negara kesejahteraan kita
sendiri. Miris untuk kaum perempuan yang masih tertidur dan menutup diri akan
keadaan dirinya, dan negarapun secara mudah mengelabui dengan sedikit pesona
yang mengatasnamakan perempuan disetiap pidatonya, namun tidak untuk diijinkan
sepenuhnya dalam keterlibatan di negara ini. Berbagai maca diskriminasi di Negara
2. Bidang pekerjaan
Pekerjaan secara umum adalah suatu jenis kegiatan atau aktivitas untuk
memperoleh imbalan, baik dengan materi maupun dengan finansial (pokok
kehidupan). Menurut Wiltshire (2016) mendefinisikan kerja/pekerjaan sebagai
konsep yang dinamis dengan berbagai sinonim dan definisi. (1) Pekerjaan mengacu
pada pentingnya suatu aktifitas, waktu, dan tenaga yang dihabiskan, serta imbalan
yang diperoleh.
Definisi pekerjaan memiliki makna yang sangat luas, namun kita fokuskan
pada hal diskriminasi dalam sektor pekerjaan, khususnya untuk kaum perempuan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 sebanyak 39,52% atau 51,79
juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah perempuan. Angka
tersebut bertambah 1,09 juta orang dari tahun sebelumnya yang sebanyak 50,7 juta
orang, bisa dibilang jumlah pekerja perempuan meningkat, namun tidak dengan
upah yang di dapatkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan
rata-rata upah atau gaji buruh/karyawan mencapai Rp 3,07 juta per bulan, di mana
upah buruh laki-laki mencapai Rp 3,33 juta dan buruh perempuan sebesar 2,59 juta
(07 November 2022).
Meskipun Negara kita menjamin HAM, namun masih saja hal itu tidak
menjamin perempuan mendapatkan tempat yang sama di mata Negara, gimana
tidak saya katakan demikian, dengan sebuah pembuktian perempuan yang bekerja
sebagai buruh, mendapatkan upah yang jauh dari kata sama rata dengan laki-laki.
Ini adalah salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan secara kasat mata.
Apakah pantas kita sebagai perempuan menyebutkan Negara ini adalah negara
kesejahteraan, jika masih ada perbedaan demikian. Masalah upah saja dibedakan,
bagaimana dengan perempuan yang mau maju menjadi pemimpin nantinya,
mungkinkah negara mendukung atau sebaliknya?.
Jika di lihat dari segi perlindungan pekerjaan, perempuan diberi hak dalam
Undang-undang, namun yang menjadi tolak ukur dalam pekerjaan ini, perempuan
harus memiliki kesadaran untuk memanfaatkan hak tersebut sebaik-baiknya, karena
jika perempuan hanya diberi hak saja, tapi tidak dimanfaatkan dalam kehidupannya,
maka mereka akan termarjinalkan oleh kaum laki-laki yang mengambil bagian setiap
haknya dan tidak menutup kemungkinan laki-laki yang akan menguasai sektor
pekerjaan diluar rumah.
Jika di lihat dalam aspek pekerjaan dan perlindungan hak yang di dapatkan
setiap manusia, maka kaum perempuan sendiri yang belum sadar akan pentingnya
melibatkan diri dalam sistem pekerjaan yang ada. Kemungkinan besar akan menjadi
tantangan kaum perempuan, manakala ia hari ini tidak mau tahu soal pekerjaan
diluar rumah dan membiarkan kaum laki-laki saja yang bekerja, dengan dalil yang
turun-temurun mereka kuat, pantas bekerja di luar dan bagi sebagian yang berumah
tangga menggagap laki-laki sebagai tulang punggung rumah tangga dan kaum laki-
laki pantas bekerja untuk menafkahi keluarga, sedangkan istri menggagap dirinya
sebagai ibu rumah tangga dan ahli dalam Rana domestik. Seharusnya pemikiran
yang tradisional seperti ini di hilangkan, karena sama saja kaum perempuan
memarjinalkan dirinya sendiri dalam hal melibatkan diri untuk bekerja di luar,
padahal baik perempuan maupun laki-laki pantas untuk bekerja, tidak memandang
perempuan atau laki-laki, tapi bagaimana kita sebagai perempuan mampu
menjadikan diri sebagai agen yang memberikan nilai guna dalam negara, bukan
hanya nilai guna dalam keluarga maupun rumah tangga semata.
Jadi, dalam hal ini selain mengatur hak perempuan dalam berpolitik, juga ada
hak perempuan untuk di angkat dalam pekerjaan, jadi secara langsung dalam HAM
ini perempuan pada dasarnya memiliki peraturan yang melindungi, terlepas dari hak
berpolitik yang membata 30% saja, tapi untuk prihal pekerjaan perempuan memiliki
ruang penuh untuk melibatkan diri dalam hal pekerjaan, tidak ada hal yang paling
sulit, jika perempuan memiliki kemauan untuk menjadi bagian dalam negara ini, jika
negara sudah memberi bagian untuk kita, maka yang pantas untuk kita lakukan
adalah untuk memanfaatkannya, apalagi kaum perempuan yang sering kita
dengarkan perempuan hanya sebagai pelengkap laki-laki kan itu konyol, jika sekedar
pelengkap namun tidak mau menjadi bagian, maka perempuan hanya hidup untuk
mengisi ranah kehidupan, namun tidak dalam sektor pembangunan dalam negara
ini.
Pendidikan adalah yang penting untuk di tempuh setiap anak, mulai dari TK
sampai ke jenjang lebih tinggi, namun pernahkah terpikirkan oleh kaum perempuan
bahwa masih terjadi diskriminasi terhadap dirinya?. Perempuan dianggap tidak perlu
sekolah tinggi karena pada akhirnya mereka hanya akan menjadi ibu rumah tangga.
Perempuan juga seakan tidak diizinkan untuk berada di sektor publik. Apabila ada
keluarga yang hanya bisa membiayai satu anak untuk menempuh pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi, dapat dipastikan bahwa kesempatan tersebut akan
diberikan pada anak laki-laki. Anggapan seperti ini menjadi penyakit sosial yang
menular dari waktu ke waktu, hingga menjadi kebiasaan. Selain dari faktor
sosial/budaya patriarki yang kental, juga di sebabkan adanya biaya yang vantastis
dalam setiap dunia pendidikan, ini merupakan salah satu faktor kebanyakan orang
tidak mau membiarkan anak-anaknya untuk pendidikan, toh mereka akan menjadi
ibu rumah tangga nantinya
Selain harus mendapatkan hak yang ideal dalam Negara yang di dukung
oleh jaminan HAM, meskipun pada dasarnya tidak seadil yang di harapkan,
namun perlu di ketahui bersama idealnya hak perempuan Menurut Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
(Kemenpppa), setid aknya ada 5 hak yang wajib dimiliki oleh perempuan, yaitu:
1. Pendidikan
Semua perempuan memiliki hak untuk terdaftar dalam dunia pendidikan, hak
ini harus di jamin oleh pemerintah bukan dengan teks saja, tapi mereka harus
menjamin perempuan-perempuan di luar yang tak mampu berpendidikan dan
banyak yang tidak berpendidikan, karena kendala biaya, perlu adanya perhatian
lebih oleh pemerintah yang lebih khususnya yang mengatur tentang pendidikan.
Upaya untuk membebaskan negara dalam kebodohan dan kemiskinan
sebenarnya, salah satunya melihat generasi yang tak mampu dan memasukkan
mereka dalam sekolah, Tampa pungut biaya, sehingga boleh jadi mereka akan
menjadi pemimpin yang tidak rakus dalam dunianya sendiri. Hak-hak ini memang
perlu di jamin dan harus di dapatkan oleh setiap perempuan, lebih-lebih anak-
anak jalanan yang tidak memiliki rumah dan Negara perlu menjadikan anak-anak
itu sebagai generasi yang cerdas.
Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan melalui BAB XIII, Pasal 31 ayat
(2), bahwa pendidikan yang dimaksud harus diusahakan dan diselenggarakan
oleh Pemerintah sebagai "satu sistem pengajaran nasional".
Dalam aturan ini dengan jelas mengatur tentang usaha untuk
melibatkan/menjamin setiap hak. Pemerintah harus lebih intens dalam
memperhatikan persoalan pendidikan, bukan sekedar suara aturan yang menjadi
panduan, tapi keterpaduan tindakan sangat di butuhkan, agar tidak terjadi
diskriminasi hak. B eberapa hal yang perlu di ketahui mengenai pendidikan yaitu
tingkatan dan perlu kita tahu siapa yang berhak/berwewenang dalam
memberikan keputusan setiap dunia pendidikan. jangan sampe wewenang
pemerintah pusat mengurus pendidikan SD begitupun sebaliknya. Khusus untuk
pendidikan tinggi, kewenangan ada sepenuhnya di pemerintah pusat. Sementara
untuk urusan pendidikan menengah, dasar, anak usia dini, pendidikan khusus,
dan nonformal, kewenangan manajemen pendidikan ada di pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota.
Pendidikan sangat penting untuk setiap orang, tapi ada hal yang lebih khusus
yaitu perempuan, karena dari pendidikan perempuan akan memperoleh sebuah
pengetahuan untuk bekal dalam setiap langkahnya. Solusi terbaik untuk
membebaskan perempuan dari keterpurukan hidup adalah pendidikan, karena
mereka akan mampu menghadapi Setiap keadaan dengan sebuah ilmu
pengetahuan dan menjadikan diri mereka sebagai pemimpin yang handal. Jika
saat ini Negara Indonesia acuh ta acuh menyiapkan prasarana untuk menjamin
kualitas perempuan terjaga setelah mereka menyelesaikan pendidikan, maka
negara ini akan sulit untuk maju. Saya sangat yakin jika perempuan di seluruh
Indonesia mau bergerak bersama dalam ruang-ruang pemberdayaan di negara
ini, setelah mereka menempuh pendidikan, maka yakin dan percaya Indonesia
akan mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Indonesia tidak
kekurangan orang-orang pintar, hanya saja para pemangku jabatan menutup
mata untuk melibatkan kaum perempuan. Jangan menggagap remeh akan kerja
perempuan, karena keahlian seseorang akan teruji manakala diberikan sebuah
tanggung jawab. Negara Indonesia hanya perlu bekerja sama dengan
perempuan yang begitu banyak menjadi pengaguran setelah menempuh
pendidikan tinggi dengan biaya yang cukup fantastis dan pada ujungnya hanya
menjadi pengaguran, Tampa ada keberlanjutan dari pemerintah yang sering bisa
di bilang PHP (Pemberi Harapan Palsu).
2. Pekerjaan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk
Indonesia diproyeksikan sebanyak 275,77 juta jiwa pada 2022. Jumlah tersebut
naik 1,13% dibandingkan pada tahun lalu yang sebanyak 272,68 juta jiwa.
Menurut usianya, 69,25% penduduk Indonesia berada di jenjang usia 15-64
tahun. Dari jumlah penduduk ini, perlu adanya tindakan pemerataan yang harus
di lakukan oleh pemerintah, baik untuk kaum laki-laki maupun perempuan.
Dengan jumlah penduduk yang banyak, maka seidealnya pemerintah mengatur
bagaimana nasib mereka, jika mereka sudah menyelesaikan pendidikan dan bila
perlu Negara ini menyiapkan lowongan kerja yang memadai guna menjamin
kesejahteraan masyarakat sosial. Karena banyaknya angka pernikahan usia dini,
di sebabkan faktor materi keluarga yang tak mampu membiayai hidup anaknya,
sehingga banyak orang tua menikahkan anaknya dengan laki-laki, meskipun laki-
laki itu belum di kenal lama. Perlu adanya layanan/jaminan untuk setiap
penduduk, baik perempuan maupun laki-laki. Jangan sampai lowongan pekerjaan
hanya tersedia untuk laki-laki. Karena kebanyakan pekerjaan di Indonesia,
menyiapkan lowongan sesuai dengan keahlian laki-laki, namun tidak di
perhatikan tentang kemampuan perempuan, ini perlu di atasi dengan baik dan
mengatur layanan dengan sama rata di setiap lowongan pekerjaan, Keadilan
secara leksikal berarti sama atau menyamakan, maupun setara. Menurut
pandangan umum, keadilan yaitu menjaga hak-hak orang lain. Definisi keadilan
ialah memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Keadilan merupakan
suatu ukuran keabsahan suatu tatanan kehidupan berbangsa bermasyarakat dan
bernegara.
Contoh pekerjaan di bidang teknologi dan pertanian: Proses marginalisasi
terhadap perempuan dapat dilihat pada program pemerintah orde baru yang
menyebabkan terpinggirnya perempuan ke tempat semula akibat diterapkannya
teknologi canggih, misalnya, mengganti tenaga bagian linting rokok, pengepakan
dan proses produksi dalam suatu perusahaan dengan mesin-mesin yang lebih
praktis dan ekonomis, sementara pekerja di bidang ini yang mayoritas ditekuni
perempuan memupus harapan mereka untuk tetap dapat bekerja dalam rangka
mengangkat derajat ekonomi keluarga. Jika perempuan bisa menanam padi
dengan tenaga secara lansng dan begitupun laki-laki, maka pergunakan tenaga
dalam menjalankan pekerjaan tersebut. Tapi jika laki-laki bisa menanam padi
dengan mesin, sedangkan perempuan tidak, maka hal demikian tidak perlu di
terapkan dalam sistem pekerjaan, meskipun tujuannya untuk mempercepat
pekerjaan, tapi bagaimana dengan keadaan perekonomian perempuan yang
tidak bisa bekerja seperti laki-laki, mungkin saja perempuan mengandalkan
pekerjaan tersebut untuk menghidupi keluarganya. Jika hal ini di biarkan, maka
akan menjadi salah satu ancaman penurunan perekonomian dan boleh jadi ini
salah satu sebab Negara Indonesia tidak bisa maju dan hanya bisa di sebut
negara berkembang. Berdalihkan menyesuaikan perkembangan jaman, dengan
mudah melupakan sumber nafkah/kehidupan orang lain. Dengan enteng laki-laki
menyandang gelar pencari nafkah, tapi dia tidak tau bagaimana perempuan di
luar sana yang sebatang karang.
Bidang yang paling membutuhkan kodifikasi adalah bidang yang terkait dengan
status sosial, yang untuk masyarakat Indonesia di atur oleh hukum adat. Meskipun
di Indonesia tentu memiliki hukum adat setiap daerahnya, tapi tidak semua
pemerintah memperhatikan hal ini dengan baik, malah sering kali di abaikan. Untuk
apa hukum?, jika tidak memberi kemanfaatan bagi setiap masyarakatnya.
Dalam tata ruang masyarakat sosial sangat perlu sekali keterlibatan pemerintah
guna menyelenggarakan masyarakat yang sejahtera dengan cara menfasilitasi setiap
kegiatan dan permintaan mereka. Jika hukum hanya sekedar ada untuk mengisi
kertas putih, lalu apa gunanya APH yang sebagai mahluk hidup yang tentu tau
situasi dan keadaan. Akan ada kesetaraan perempuan dan laki-laki sebagai mahluk
sosial, bilamana APH yang sebagai penyelenggara hukum, memberikan mereka
sama dalam setiap keadaan. Masyarakat, khususnya perempuan akan semakin di
persempit pergerakannya di luar rumah, karena sebagian alasan mereka tidak ada
tempat untuk perempuan, tidak ada waktu pemerintah untuk memberikan pekerjaan
yang layak untuk mereka, tidak ada fasilitas yang mendukung mereka sesuai
kemampuan mereka dan lebih ironis dari akibat itu semua mereka di manjakan
dengan kegiatan domestik saja.
D. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas dapat di simpulkan, bahwa terjadi diskriminasi
Perempuan dalam negara ini dalam berbagai sektor, baik politik, sosial budaya,
pekerjaan dan sampai ke pendidikan. Ironisnya bahwa diskriminasi ini seakan-akan
tidak terjadi di negara Indonesia, karena banyak yang menutup mata melihat situasi
perempuan, tidak ada yang peduli bagaimana keberlanjutan perempuan di tatanan
pekerjaan yang formal, tapi lebih di labelkan dalam pekerjaan yang informal. Begitu
banyak dalil-dalil hukum yang bersuara untuk setiap manusia, namun tak kunjung di
jalankan dengan maksimal oleh para penyelenggara. Tidak ada yang tau sejarah
kelam seorang perempuan yang mendiami suatu negara hukum, namun seakan
tidak bermanfaat untuk sebuah kepentingan bersama.
Ada banyak harapan yang di isyaratkan oleh setiap perempuan melalui media
maupun lewat prantara, tapi kadang pemerintah tidak peka. Konon setiap manusia
memiliki Hak Asasi Manusia (HAM), tetapi bagi perempuan tidak ada gunanya jika
tidak di dukung dengan tindakan para penyelenggara. yang terhormat di negara ini.
Memberikan hak yang ideal untuk perempuan tidak membuat negara ruga
sebenarnya, berdasarkan pandangan subjektif saya, malah kemungkinan besar akan
membantu perekonomian negara Indonesia di masa
E. Daftar Pustaka
https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=diskriminasi+perempuan+dalam+pekerjaan&oq=Diskr
iminasi+Perempuan+#d=gs_qabs&t=1672699252610&u=%23p
%3DOFVmCXTA3fsJ
https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=231:penafsiran-undang-undang-dari-
perspektif-penyelenggara-pemerintahan&catid=100&Itemid=180