Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi ma-


nusia. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa senantiasa dianalisis
dan dikaji dengan menggunakan berbagai pendekatan untuk meng-
kajinya. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah
pendekatan makna. Semantik merupakan salah satu bidang yang
mempelajari tentang makna.

Persoalan makna merupakan persoalan yang menarik dalam


kehidupan sehari-hari. Reklame yang dipasang di tepi-tepi jalan ada
yang bertuliskan /lezzzat/. Pada mulanya penulis tidak memahami apa
yang dimaksud oleh pemasangan iklan. Lama-lama penulis mengerti
juga, yang dimaksud adalah lezat, enak, sedap. Ketidak me-ngertian itu
muncul karena penulisan yang tampak, seandainya ditulis lezat tentu se-
gera dipahami. Kasus-kasus tersebut masih bisa diperpanjang, kasus
semacam itu memperlihatkan adanya beban yang terdapat dalam kata-
kata yang digunakan, yakni makna.

Agar seseorang dapat berkomunikasi dengan efektif, alangkah


baiknya jika menggunakan setiap aspek makna dalam kegiatan sehari-
hari. Tidak heran apabila terdapat salah pengertian antara orang yang
sedang berkomunikasi, orang dikatakan mempunyai pengertian yang
sama untuk suatu ujaran jika antara mereka tidak terdapat benturan yang
akan berwujud berupa sikap yang bersifat verbal maupun nonverbal.
Sebab itulah pentingnya sebuah ide diungkapkan, adanya penyampaian

1
rasa yang tepat, penggunaan nada yang baik, serta agar suatu maksud
tersampaikan setiap orang harus mempelajari aspek makna agar tidak
terjadi kesalahan dalam komunikasi. Dalam makalah ini akan dibahas
secara rinci mengenai keempat aspek makna semantik tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dalam rumusan masalah yang terfokus terhadap permasalahan sebagai


berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan makna dalam semantik?

2. Apa yang dimaksud dengan sense (pengertian) dalam semantik?

3. Apa yang dimaksud dengan feeling (perasaan) dalam semantik?

4. Apa yang dimaksud dengan tone (nada) dalam semantik?

5. Apa yang dimaksud dengan intension (tujuan) dalam semantik?

C. Tujuan

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah


sebagai berikut:

1. Memahami makna dalam semantik.

2. Memahami sense (pengertian) dalam semantik.

3. Memahami feeling (perasaan) dalam semantik.

4. Memahami tone (nada) dalam semantik.

5. Memahami intension (tujuan) dalam semantik.

2
D. Manfaat

Pembuatan makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai


berikut:

1. Mahasiswa mampu memahami makna dalam semantik.

2. Mahasiswa mampu memahami sense (pengertian) dalam semantik.

3. Mahasiswa mampu memahami feeling (perasaan) dalam semantik.

4. Mahasiswa mampu memahami tone (nada) dalam semantik.

5. Mahasiswa mampu memahami intension (tujuan) dalam semantik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aspek makna

Sebelum memahami pengertian aspek makna, akan diulas terlebih


dahulu pengertian dari semantik. Tarigan (2015: 7) menyatakan, seman-
tik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau
tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu
dengan yang lain, dan pengaruh terhadap manusia dan masyarakat. Oleh
karena itu, semantik mencakup kata-kata, perkembangan dan perubahan-
nya.

Pengertian aspek dalam KBBI adalah tanda, sudut pandangan,


pemunculan atau penginterpretasian gagasan, masalah, situasi, sebagai
pertimbangan yang dilihat dari sudut pandang tertentu. Sedangkan
Pateda (2010: 79) memaparkan istilah makna (meaning) merupakan kata
dan istilah yang membingungkan. Bentuk makna diperhitungkan sebagai
istilah sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu,
yakni dalam bidang linguistik. Istilah makna meskipun membingungkan,
sebenarnya lebih dekat dengan kata. Sering kita berkata, apa artinya kata
ini, apakah artinya kalimat ini? Kalau seseorang berkata, “Saya akan
berangkat,” itu berarti bahwa ia siap berjalan, siap melaksanakan
kegiatan atau aktivitas pindah, pindah dari satu tempat ke tempat lain,
dengan jalan melaksanakan kegiatan berjalan.

Kempson dalam Pateda (2010: 79) memaparkan tiga hal yang coba
dijelaskan oleh para filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha
menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu, yakni (i) menjelaskan makna

4
secara alamiah, (ii) mendeskripsikan kalimat secara alamiah, dan (iii)
menjelaskan makna dalam proses komunikasi. Dalam hubungan ini,
Kempson berpendapat untuk menjelaskan istilah makna harus dilihat
dari segi (i) kata; (ii) kalimat; dan (iii) apa yang dibutuhkan oleh
pembicara untuk berkomunikasi.

B. Aspek Makna

Sudaryat (2014: 19) menyatakan, ujaran manusia mengandung


makna yang utuh. Oleh karena itu, keutuhan makna merupakan
perpaduan dari empat aspek, yakni: pengertian (sense), perasaan
(feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Me-mahami aspek itu
dalam konteks seluruh konteks merupakan bagian dari usaha untuk
memahami makna dalam komunikasi. Sejalan dengan pendapat
Sudaryat, aspek makna menurut Palmer dalam Fatimah (2013: 3) dapat
dipertimbangkan dari fungsi, dan dapat dibedakan atas:

1. Sense (Pengertian)
2. Feeling (Perasaan)
3. Tone (Nada)
4. Intension (Tujuan)

Keempat aspek makna tersebut dapat dipertimbangkan melalui data


bahasa Indonesia sebagai contoh pemahaman makna tersebut. Makna
pengertian dapat kita terapkan di dalam komunikasi sehari-hari yang
melibatkan apa yang disebut tema. Makna perasaan, nada, dan tujuan
dapat pula dipertimbangkan melalui data bahasa Indonesia maupun
daerah.

1. Sense (Pengertian)

5
Pateda (2010: 89) menyatakan bahwa pengertian disebut juga tema.
Tiap hari orang berbicara dan tiap hari kita mendengarkan orang
berbicara bahkan berbicara dengan kawan bicara kita. Ketika orang
berbicara, ia menggunakan kata-kata atau kalimat yang mengandung ide
atau pesan yang dimaksud. Sebaliknya, kalau kita mendengarkan kawan
bicara kita, maka kita mendengar kata-kata yang mengandung ide atau
pesan seperti yang dimaksudkan oleh kawan bicara kita.

Pengertian dapat dicapai apabila antara pembicara dan kawan


bicara, antara penulis dan pembaca terdapat kesamaan bahasa. Misalnya,
kalau kita ingin memberitahukan tentang cuaca, katakanlah, hari ini
hujan, maka yang pertama-tama harus ada, yakni pendengar mempunyai
pengertian tentang satuan-satuan hari ini, dan hujan. Kalau antara
pemicara dan pendengar mempunyai kesamaan pengertian mengenai
satuan-satuan ini, maka pendengar mengerti apa yang dimaksudkan.
Jadi, apa yang dikatakan dan apa yang didengar pasti mengandung
pengertian dan tema. Mengerti tema tersebut karena memahami kata-
kata yang melambangkan tema yang dimaksud. Dengan kata lain
pengertian dan tema berhubungan dengan apa yang dikatakan. Sebab
itulah Lycons (1968:427) mengatakan bahwa pengertian adalah sistem
hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain, di dalam kosa kata.
Sedangkan Ullman (1972:57) mengatakan bahwa pengertian adalah
informasi lambang yang disampaikan kepada pendengar. Pada halaman
yang sama Ullman mengatakan, bahwa makna adalah hubungan timbal
balik antara lambang name dan pengertian sense.

Perhatikan kalimat berikut:

6
1. a. Ayah berlayar ke Jakarta kemarin.

b. Ke Jakarta kemarin ayah berlayar.

c. Ke Jakarta ayah berlayar kemarin.

d. Kemarin ayah berlayar ke Jakarta.

2. Ibu menjahit baju.

3. Kakak mencari ibunya.

4. a. Celana ini pendek.

b. Celana ini tidak panjang.

5. a. Banyak mahasiswa yang tidak dapat menjawab soal.

b. Hanya sedikit mahasiswa yang dapat menjawab soal.

Dilihat dari segi makna, kalimat (1a), (1b), (1c), (1d) mengandung
satu pengertian, kalimat (2) mengandung satu pengertian, kalimat (3)
mengandung satu pengertian, kalimat (4a) dan (4b) mengandung satu
pengertian, dan kalimat (5a), (5b), juga mengandung satu pengertian.
Kalimat (2) jelas berbeda maknanya dengan kalimat (3), tetapi kalimat
(4a) dan (4b), jelas mengandung satu pengertian meskipun kata pendek
diganti dengan urutan kata tidak panjang.

Tetapi kalau mendengar kalimat, Anak ayah dokter Ahmad sakit,


berbagai pengertian yang muncul di dalam otak kita. Pengertian tentang
kalimat ini jelas apabila dilengkapi dengan unsur suprasegmental,
misalnya :

(i) Anak, ayah, dokter,Ahmad, sakit.

7
(ii) Anak ayah, dokter Ahmad, sakit.

(iii) Anak ayah! Dokter Ahmad sakit.

(iv) Anak! Ayah dokter Ahmad sakit.

Unsur suprasegmental yang dimaksud yakni jeda. Dalam sistem ejaan,


jeda ditandai dengan koma (,). Dengan menambahkan unsur sugra-
segmental, makna kalimat akan jelas. Sebab itulah bahasa lisan lebih
jelas jika dibandingkan dengan bahasa tulisan.

Menurut Palmer dalam Fatimah (2013: 3) menyatakan, aspek mak-


na pengertian dapat dicapai apabila antara pembicara atau penulis dan
kawan bicara berbahasa sama. Makna pengertian disebut juga tema,
yang melibatkan ide atau pesan yang dimaksud. Ketika berbicara dalam
kehidupan sehari-hari kita mendengar kawan bicara menggunakan kata-
kata yang mengandung ide atau pesan yang dimaksud. Di dalam hal ini
menyangkut tema pembicaraan sehari-hari, misalnya, tentang cuaca:

(1) Hari ini hujan


(2) Hari ini mendung
Di dalam komunikasi tersebut tentu ada unsur pendengar (ragam lisan)
dan pembaca (ragam tulis), yang mempunyai pengertian yang sama
terhadap satuan-satuan hari, ini, hujan, dan mendung. Informasi atau apa
yang kita ceritakan tersebut memiliki persoalan inti yang biasa disebut
tema. Pikirkanlah informasi berikut memiliki tema apa:
“Pengaruh yang masuk melalui wibawa agama dan politik
(penjajahan) memang dapat mendalam. Sebaliknya, pengaruh yang
terjadi karena kontak perdagangan saja kiranya tidak begitu
mendalam. Sebagai contoh, kata yang dipungut dari bahasa Tionghoa

8
oleh bahasa Indonesia memang tidak begitu banyak, hanya terbatas
kepada beberapa ratus kata saja.”
(Soepomo Poedjosoedarma, 1987: 19, Basis, Januari 1987-XXXVI-1).
Kita memahami tema di dalam informasi karena apa yang kita
katakan atau apa yang kita dengar memiliki pengertian dan tema. Kita
mengerti tema karena kita paham akan kata-kata yang melambangkan
tema tersebut.

Sejalan dengan pendapat Fatimah, Sudaryat (2014: 19) menyatakan,


pengertian atau tema adalah aspek makna yang bersifat objektif, yakni
ide yang sedang diceritakan berupa hubungan bunyi dengan objeknya.
Tema merupakan landasan penyapa untuk menyampaikan hal-hal
tertentu kepada pesapa dengan mengharapkan reaksi tertentu. Oleh sebab
itu, tema dapat dikatakan sebagai ide atau pesan yang dimaksud
pembicara atau penulis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa aspek makna
tema merupakan ide atau pesan yang dimaksud penulis atau pembicara
berupa hubungan bunyi dengan objeknya.

2. Feeling (Perasaan)

Pateda (2010: 93) menyatakan bahwa ketika membaca sajak, setiap


sajak pasti mengungkapkan perasaan penyair tentang keadaan
sekelilingnya. Misalnya ia melihat banjir yang melanda desanya yang
mengakibatkan kerugian masyarakat. Sebagai penyair, barangkali
tergerak hatinya untuk menciptakan sajak yang berisi penderitaan
masyarakat yang ditimpa banjir. Ia pun dapat menciptakan sajak yang
berisi penyebab banjir atau orang yang menjadi kaya karena memperoleh
keuntungan dengan adanya bantuan dermawan.

9
Kadang-kadang pula apa yang dirasakan tanpa disadari terlompat
dari mulut. Kalau hal itu dirahasiakan atau akan membahayakan jiwa,
maka segera di-alihkan pembicaraan kepada hal-hal yang lain. Sering,
setelah mengujarkan kata yang salah, kita berkata, “E..e.. bukan begitu,
maaf saya salah, maksud saya… “ Dalam diri sadar bahwa apa yang
dikatakan sebenarnya tidak harus dikatakan.

Dalam kehidupan sehari-hari selamanya kita berhubungan dengan


rasa dan perasaan. Katakanlah saat kita merasa dingin, jengkel, terharu,
gembira, dan untuk menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan
aspek perasaan tersebut dapat menggunakan kata-kata yang sesuai.

Tidak mungkin kita berkata, “Marilah kita bergembira atas


meninggalnya bapak ini!” Atau, “Ah betapa panasnya di dalam gedung
yang ber-AC ini.”. Jelaslah, kita harus menggunakan kata-kata yang
mempuyai makna yang sesuai dengan perasaan yang hendak kita kemu-
kakan. Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa ada kaitannya
dengan sikap pembicara terhadap apa yang sedang dibicarakan.

Menurut Palmer dalam Fatimah (2013: 4) menyatakan, Perasaan


berhubungan dengan sikap pembicaraan. Di dalam kehidupan sehari-hari
kita selalu berhubungan dengan perasaan (misalnya sedih, panas, dingin,
gembira, jengkel, gatal). Pernyataan situasi yang berhubungan dengan
aspek makna tersebut digunakan kata-kata yang sesuai dengan
situasinya.

Misalnya, tidak akan muncul ekspresi:

(1) Turut berduka cita

10
(2) Ikut bersedih

(3) I say my sympathy to…

Pada situasi bergembira, sebab ekspresi tersebut selalu muncul pada


situasi ke-malangan, atau kesedihan, misalnya bila ada yang meninggal
dunia. Kata-kata ter-sebut memiliki makna yang sesuai dengan perasaan.

Kata-kata yang sesuai dengan makna perasaan ini muncul dari


pengalaman, dapat dipertimbangkan bila kita mengatakan “Penipu
kau!”, merupakan ekspresi yang berhubungan dengan pengalaman
tentang orang tersebut. Kita merasa pantas meyebutkan orang tersebut
sebagai penipu karena tindakannya yang tidak baik. Setiap sajak
biasanya mengungkapkan aspek makna perasaan (feeling) penyair.
Pertimbangan sajak berikut:

Rintihnya dicurahkan parit pinggir sawah

Suara gemercik air yang jatuh ke atas air

Menggerak-gerakan wajahnya yang tergambar di dalamnya

(Petani,Andrik Purwasito,1983, di dalam BASIS, April 1987-XXXVI-4).

Sebagai penyair, aspek makna perasaan yang menyelimuti dirinya


diungkapkan di dalam kata-kata yang menyatakan pula tentang
lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitarnya. Kadang-kadang apa
yang kita rasakan tanpa disadari keluar dari mulut kita yang
diungkapkan dengan kata-kata yang melibatkan makna aspek perasaan.

Sejalan dengan pendapat Fatimah, Sudaryat (2014: 19) menyatakan,


perasaan adalah aspek makna yang bersifat subjektif, yakni sikap

11
penyapa terhadap tema atau pokok pembicaraan, misalnya: sedih,
gembira, dan marah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perasaan
merupakan hasil atau perbuatan merasa dengan pancaindra. Jadi dapat
disimpulkan bahwa aspek makna rasa merupakan sikap pembicara yang
berhubungan dengan rasa yang sedang dialaminya.

3. Tone (Nada)

Menurut Shipley dalam Pateda ( 2010: 94) menyatakan, aspek


makna nada adalah sikap pembicara kepada kawan bicara. Dalam karya
sastra, nada berhubungan dengan sikap penyair atau penulis terhadap
pembaca. Berdasarkan pengertian ini, tentu saja pembicara akan memilih
kata-kata yang sesuai dengan keadaan kawan bicara atau keadaan kawan
bicara atau keadaan pembicara sendiri.

Aspek makna yang berhubungan dengan nada lebih banyak


dinyatakan oleh hubungan antara pembicara dengan pendengar, antara
penulis dengan pembaca, yang dimaksud, yakni: apakah pembicara telah
mengenal pendengar, apakah pembicara mempunyai kesamaan latar
belakang dengan pendengar, apakah pembicara sedaerah asal dengan
pendengar, apakah pembicara sealiran politik dengan pendengar? Pendek
kata, hubungan antara pembicara dan pendengar yang akan menentukan
sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan. Misalnya saat
berhadapan dengan orang tua yang meskipun orang tua tersebut tidak
kita kenal, kita pasti memilih kata yang sesuai dengan orang tua tersebut.
Kita akan menggunakan kata-kata, “Pak, dimanakah rumah Bu Ety?”
Kita tidak akan mengatakan, “Hei Pak, di manakah rumah Bu Ety?”
Ketika akan mengundang orang tua untuk makan, kita akan berkata,

12
“Pak, silakan makan!” Kita tidak akan menggunakan kata-kata. “Pak,
makan!”

Aspek makna nada berhubungan pula dengan aspek makna yang


bernilai rasa. Kalau kita jengkel, maka sikap kepada pendengar akan lain
dengan perasaan bila kita sedang bergembira. Kalau seeorang jengkel,
nada suaranya akan meninggi. Kalau seseorang meminta sesuatu, maka
nada suaranya akan rata, atau disampiakan dengan cara beriba-iba. Nada
suara turut menentukan makna yang digunakan. Ambillah kata pulang.
Kalau seseorang berkata, “Pulang!” kata ini menandakan bahwa pem-
bicara jengkel atau dalam suasana tidak ramah. Kalau seseorang berkata
“Pulang?” itu menandakan bahwa pembicara menyindir, itu sebabnya
makna kata dapat dilihat dari nada yang menyertainya.

Menurut Palmer dalam Fatimah (2013: 5) menyatakan, aspek mak-


na nada (tone) adalah “an attitude to his listener” (sikap pembicara
terhadap kawan bicara) atau dikatakan pula sikap penyair atau penulis
terhadap pembaca. Aspek makna nada ini melibatkan pembicara untuk
memilih kata-kata yang sesuai dengan keadaan kawan bicara dan
pembicara sendiri. Apakah pembicara telah mengenal pendengar-
pembicara berkelamin sama dengan pendengar, atau apakah latar
belakang sosial-ekonomi pembicara sama dengan pendengar, apakah
pembicara berasal dari daerah yang sama dengan pendengar. Hubungan
pembicara-pendengar (kawan-bicara) akan menentukan sikap yang akan
tercermin di dalam kata-kata yang akan digunakan.

Aspek makna nada ini berhubungan pula dengan aspek makna


perasaan, bila kita jengkel maka sikap kita akan berlainan dengan
13
perasaan bergembira terhadap kawan bicara. Bila kita jengkel akan
memilih aspek makna nada dengan meninggi, berlainan dengan aspek
makna yang digunakan bila kita memerlukan sesuatu, maka akan beriba-
iba dengan nada merata atau merendah. Bandingkanlah aspek makna
nada berikut:

(1) Orang itu tidak tertarik tapi menarik.

(2) Kereta api dari Jogya sudah datang.

(3) Kereta api dari Jogya sudah datang?

(4) Pergi!

Sejalan dengan pendapat Fatimah, Sudaryat (2014: 19) menyatakan,


nada adalah aspek makna yang bersifat subjektif, yakni penyapa ter-
hadap pesapanya. Pesapa yang berlainan akan mempengaruhi pilihan
kata (diksi) dan cara penyampaian amanatnya. Oleh karena itu, relasi pe-
nyapa dan pesapa melahirkan nada tertentu dalam komunikasi, misalnya:
sinis, ironi, dan imperatif.

Jadi dapat disimpulkan bahwa aspek makna nada merupakan sikap


penyair atau penulis terhadap pembaca atau pendengar yang bersifat
subjektif.

4. Intensition (Tujuan)

14
Menurut Shipley dalam Pateda (2010: 94) menyatakan, aspek
makna maksud (intention) merupakan maksud, senang atau tidak senang,
efek usaha keras yang dilaksanakan. Biasanya kalau kita mengatakan
sesuatu, memang ada maksud yang kita inginkan. Apakah kata itu
bersifat deklaratif, imperatif, naratif, pedagogis, persuasive, rekreatif
atau politis, semuanya mengandung maksud tertentu. Kalau seseorang
berkata, “Kerbau!”, orang itu bermakud mengurangi kejengkelannya,
atau bermaksud mengubah perilaku orang yang kena kata tersebut.
Setiap kata yang digunakan pasti mengandung maksud.

Saat orang berkata, “Hei akan hujan.” Pembicara itu mengingatkan


pendengar: (i) cepat-cepat pergi; (ii) bawa payung; (iii) tunda dulu
keberangkatan; (iv) kumpulkan saja kain yang terjemur; (v) segera
perbaiki atap yang tiris; (vi) anakmu yang ada di halaman segera disuruh
naik, dan masih ada lagi kemungkinan maksud yang tersirat dalam
urutan kata di atas.

Berdasarkan urutan itu, dapat menghubungkan keempat aspek


makna yang telah disebutkan. Untuk melihat hubungan itu dapat diambil
contoh, urutan kata program KB. Berdasarkan aspek maksud, orang
memahami apakah maksud pengertian, orang dapat mengatakan tentang
fakta yang berhubungan dengan program KB; dilihat dari aspek makna
nilai rasa, orang dapat saja menentukan sikap, apakah setuju, menolak,
takut, malu; sedangkan dari ssegi aspek makna nada, dapat mengatakan
bagaimana usaha pemerintah meningkatkan pelaksanaan program KB.
Ini semua menyertai makna yang terbayang di dalam otak seseorang,
atau tafsirannya tentang suatu konsep yang dikatakan orang.

15
Menurut Palmer dalam Fatimah (2013: 5) menyatakan, aspek makna
tujuan ini adalah “his aim, conscious or unconscious, the effect he is
endeavouring to promote” (tujuan atau maksud, baik disadari maupun
tidak, akibat dari usaha peningkatan). Apa yang kita ungkapkan di dalam
makna aspek tujuan memiliki tujuan tertentu, misalnya dengan
mengatakan “Penipu kau!” tujuannya supaya lawan berbica mengubah
kelakuannya (tindakan) yang tidak diinginkan tersebut.

Aspek makna tujuan ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang


bersifat:
1. Deklaratif 4. Naratif
2. Persuatif 5. Politis
3. Imperatif 6. Paedagogis (pendidikan)
Keenam sifat pernyataan tersebut dapat melihatkan fungsi bahasa di
dalam komunikasi. Fungsi yang sangat langsung melibatkan peran sosial
dari bahasa adalah fungsi ekspresif, direktif, dan fatik. Kita dapat
melihat di antara keenam makna aspek tujuan tersebut di dalam
penyuluhan pemerintah tentang kesehatan, dapat ditinjau dari makna
aspek deklaratif, “Pemeliharaan kesehatan dapat menunjang program
pemerintah di dalam memelihara lingkungan dan meningkatkan taraf
kehidupan bangsa”; makna aspek persuasif, “Dengan pola makan empat
sehat lima sempurna di tiap kampong akan menjamin kesehatan
masyarakat”; makna imperative, “Halaman-halaman rumah di tiap-tiap
tempat ditanami dengan apotek hidup”; makna aspek naratif, “Manusia
hidup panjang dengan memelihara kesehatan dan memerhatikan sikap
pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup sehat”; aspek makna politis,
“Rakyat sehat negara kuat; aspek makna paedagogis, “Mendidik hidup
sehat supaya negara kuat”.

16
Sejalan dengan pendapat Fatimah, Sudaryat (2014: 19) menyatakan,
Amanat adalah aspek makna yang berupa maksud dari tujuan yang ingin
dicapai oleh penyapa, berupa tersampainya ide penyapa kepada pesapa
secara tepat. Amanat berkaitan ide penyapa kepada dan penafsiran dari
pesapa. Jika amanat tidak diterima dengan tepat oleh pesapa, akan
timbul salah paham atau salah komunikasi. Oleh karena itu, amanat
sebenarnya pesan penyapa yang telah diterima oleh pesapa.

Dalam kaitannya dengan aspek makna, Vehaar dalam Sudaryat


(2014: 20) menjelaskan bahwa ujaran manusia itu berkaitan dengan tiga
aspek, yakni: maksud, makna, dan informasi. Maksud berupa amanat,
bersifat subjektif, dan berada pada pemakai bahasa. Makna isi berupa tema,
apa yang sedang diceritakan, bersifat objektif, dan nonlingual. Hubungan di
antara ketiga aspek itu dapat dibagankan sebagai berikut:

Segi (dalam Keseluruhan


Istilah Jenis Semantik
Peristiwa Ujaran)
Subjektif
Maksud Semantik Maksud
(pihak pemakai bahasa)
Semantik Leksikal dan
Makna Lingual (dalam ujaran
Gramatikal
Objektif Ekstralinguistik
Informasi
(apa yang dibicarakan) (Luar semantik)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa aspek makna merupakan maksud


dari tujuan yang ingin dicapai oleh penyapa berupa amanat, bersifat
subjektif, dan berada pada pemakai bahasa.

17
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan rumusan-rumusan yang dikemukakan, terlihat bahwa


dengan mengetahui makna kata, baik pembicara, pendengar, penulis,
maupun pembaca yang menggunakan lambang–lambang berdasarkan
sistem bahasa tertentu, percaya tentang apa yang dibicarakan, didengar,
atau dibaca. Memang sulit memberikan batasan tentang makna. Tiap
linguis memberikan batasan makna sesuai dengan bidang ilmu yang
merupakan keahliannya. Tidak mengherankan karena kata dan kalimat
yang mengandung makna adalah milik pemakai bahasa.

Pada dasarnya, aspek makna menurut Palmer dalam Fatimah (2013


: 3) dapat dipertimbangkan dari fungsi, dan dapat dibedakan atas: (1)
Sense (pengertian), (2) Feeling (perasaan), (3) Tone (Nada), (4)
Intension (Tujuan). Keempat aspek makna tersebut dapat ditimbang
melalui data bahasa Indonesia, sebagian contoh pema-haman makna
tersebut. Makna pengertian dapat kita terapkan di dalam komunikasi
sehari-hari yang melibatkan apa yang disebut tema, makna perasaan,
nada, dan tujuan dapat pula kita pertimbangkan melalui data bahasa
Indonesia maupun daerah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, T. Djajasudarma. 2013. Semantik 2 (Edisi Revisi). Bandung: PT Refika Aditama.

Guntur, Hendry Tarigan. 2015. Pengajaran Semantik. Bandung: PT Angkasa.

Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal (Edisi Kedua). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sudaryat, Yayat. 2014. Makna dalam Wacana. Bandung: CV. Yrama Widya.

19

Anda mungkin juga menyukai