Anda di halaman 1dari 10

INSTRUMEN TES

dijadikan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Evaluasi Hasil Pembelajaran
Yang diampu oleh:
Drs. Anam Ibrahim, M.Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 5
Elida Widyas Putri
Jimmi Micael Ginting
. Ratih Rahmadani (2202451004)
Syahrum Makhfirah

PRODI PENDIDIKAN SENI RUPA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan karunia
dan rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul FERDINAND
DE SAUSSURE: SEMIOLOGI. Penulis juga berterima kasih kepada Bapak Dosen Dr.
Wahyu Tri Atmojo, M.Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Semiotika.
Penulis berharap makalah ini dapat digunakan seperlunya sebagaimana bagi
pembaca bila hendak menjadikan referensi untuk mengkaji ilmu semiotika terkhususnya
Semiologi Ferdinand de Saussure.
Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis meminta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan, serta penulis juga
mengharap kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas ini. Akhir kata
penulis ucapkan terima kasih, semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah
pengetahuan bagi pembaca.

Medan, April 2022


Tim penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari kita akan selalu bersentuhan dengan tanda-
tanda baik dalam bentuk bahasa, simbol, sikap manusia, dan lain-lain. Setiap tanda yang
kita lihat dan tangkap tidak muncul tanpa sebab namun memiliki maksud di baliknya.
Karena itu, lahirnya sebuah ilmu yang mengkaji tentang tanda-tanda dan makna dari
tanda tersebut yang dikenal dengan semiotika. Kelahiran semiotika tidak dapat
dilepaskan dari dua tokoh yang sering dianggap sebagai pelopornya yakni Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dan Charles Sanders Peirce (1839-1914). Kedua tokoh
yangtinggal di beda negara ini menetapkan prinsip-prinsip dasar semiotika dengan
fokus bahasan yang berbeda.
Pada makalah ini, akan diuraikan salah satu pelopor semiotika modern yang lahir
dan besar di Eropa yakni Ferdinand de Saussure. Saussure menamakan ilmu tentang
tanda ini dengan semiologi. Fokus Saussure dalam kajian semiologinya
adalah semiologi karena latar belakang keilmuannya adalah ahli semiologi.
Konsep yang diusung Saussure menjadi cikal bakal berkembangnya kajian semiologi
sehingga ia pun disebut sebagai Bapak Linguistik Modern. Empat konsep utama yang
dibahas oleh Saussure yakni dikotomi semiology dan signifié, langue dan  parole,
sinkronis dandiakronis, serta sintagmatik dan semiologyic. Keempat konsep ini akan
diuraikan pada makalah ini setelah sebelumnya diuraikan pula biografi singkat
Saussure.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori semiologi Ferdinand de Saussure?
2. Apa saja konsep dikotomis dalam oposisi biner?
3. Apa saja prospek kajian emiology?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian teori semiology Ferdinand de Saussure
2. Menjelaskan konsep dikotomis semilogi
3. Memenuhi tugas mata kuliah Semiotika
4. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca

BAB II
PEMBAHASAN

1
1. Semiologi dan Semiotika
Semiologi merupakan terminologi yang dapat disamakan dengan semiotika,
walaupun memiliki latar historis yang berbeda. Semiolog awalnya dikembangkan oleh
ilmuan Prancis (ahli linguistik), Ferdinand de Saussure, sebagai bagian dari keilmuan
psikologi sosial. Semiotika dikembangkan oleh filsuf Amerika (ahli logika), Charles
Sanders Pierce, sebagai cabang dari filsafat. Sebetulnya, tidak ada perbedaan yang
prinsip di antara keduanya. Hanya saja, semiologi dalam perkembangannya banyak
dikenal di Eropa, dipopulerkan oleh para ahli yang mengikuti tradisi linguistik
Saussurian. Sementara, semiotika dikembangkan oleh para ahli dari penutur bahasa
Inggris, yang mengikuti tradisi Piercian. De Saussure dalam Budiman (2011: 3)
mengatakan, semiologi adalah sebuah ilmu umum tentang tanda, yang mengkaji
kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat (a science that studies the life if signs within
society).
Semiotika sekarang semakin beragam ranah dan fungsi kajiannya termasuk tanda
tanda dari bebauan dan juga pada tanda dalam lerilaku komunikasi hewan .Semiotika
mutakhir yang dikembangkan oleh generasi teoretisi-teoretisi v muncul belakangan, di
samping beragam, juga sangat kompleks dalam ba istilah, isu, teori, dan pendekatannya.
Dengan kompleksitas terseb membuatnya cenderung tidak sejalan, karena tidak jelas
batas-batasnya Namun, sejauh semiotika berkembang, tetap dapat ditarik kembali pada
kedua induknya, yaitu tradisi semiotika Piercian atau semiologi Saussurian. Model
klasifikasi bener merupakan sesuatu yang umum dalam pemikiran linguistik strukturalis
Saussurian, seakan metabahasa para linguis memproduksi tanda bahasa seperti cermin,
yaitu struktur biner dan menjelaskannya. mengatakan, manfaatnya dengan hasil yang
diperolah bila mempelajari kelebíhan dari klasifikasi biner dalam wacana ilmu-ilmu
sosial mutakhir. Jika benar dipahami, taksonomi ilmu sosial, akan memberi banyak
informasi mengenai sesuatu yang dapat disebut sebagai medan imajinasi intelektual
zamannya. Terkait dengan itu, subbab ini juga bermaksud mengembangkan prinsip
klasifikasi terhadap elemen semiologi dirujuk dari linguistik struktural, yang
dikelompokkan menjadi empat konsep utama: langue dan parole, penanda dan petanda,
sintagmatik dan paradigmatik, serta denotasi dan konotasi.
2. Konsep Dikotomis dalam Oposisi Biner
Konsep dikotomis diungkapkan dalam bentuk perlawanan atau oposisi biner
(binary opposition), yaitu sinkronik dan diakronik, langue dan parole, penanda dan
petanda, sintagmatik dan paradigmatic, serta denotasi dan konotosi.
a. Sinkronik dan diakronik
De Saussure membedakan kajian keilmuan berdasarkan perspektif waktu
yang sinkronik dan diakronik. Telaah sinkronik artinya mempelajari suatu bahasa
pada suatu kurun waktu tertentu saja. Sedangkan telaah secara diakronik adalah

2
telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman bahasa itu digunakan oleh
para penuturnya. Studi linguistik sinkronik biasa disebut juga linguistik deskriptif,
karena berupaya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya pada suatu masa
tertentu. Linguistik diakronik berupaya mengkaji bahasa pada masa yang tidak
terbatas. Kajian ini biasanya bersifat historis dan komparatif karena itu dikenal
juga dengan linguistik historis komparatif. Tujuannya untuk mengetahui sejarah
struktural bahasa itu beserta dengan segala bentuk perubahan dan
perkembangannya. Pernyataan seperti, “kata pena dulu berarti ‘bulu angsa’,
sekarang berarti alat tulis bertinta” adalah pernyataan yang bersifat diakronik.
Dalam kajian semiotika bahasa dan seni, pendekatan sinkronik digunakan
untuk mengkonstruksi pemahaman secara komprehensif berdasarkan berbagai
aspek sosial budaya yang melingkupinya, dan pendekatan diakronik berdasarkan
perspektif dinamika-dialektika historis. Selanjutnya, konsep linguistik sinkronik
de Saussure ini menjadi basis pengembangan konsep dikotomis lague dan parole,
penanda petanda, serta sintagmatik dan paradigmatik.
b. Langue dan Parole
Menurut Saussure, bahasa memiliki dua aspek yakni aspek langue dan
aspek parole. Langue merupakan fakta sosial dan sistem abstrak yang secara
kolektif diketahui, disadari dan seolah telah disepakati bersama oleh semua
pemakai bahasa tersebut danmenjadi panduan bagi praktik berbahasa di
masyarakat. Sementara aspek parole yakni praktik berbahasa di dalam kehidupan
masyarakat atau wujud ujaran seorang individu pada suatu saat tertentu. Dalam
analisis atas bahasa harus selalu dibedakan kedua aspek itu.
Hubungan antara langue dan  parole yang saling berkaitan satu sama

lain membentuk sebuah struktur, yakni langage.  Langue perlu

agar parole dapat salingdipahami dan menghasilkan segala dampaknya,

tetapi parole juga perlu, agar langue terbentuk. Hanya dengan mendengar

orang lainlah kita belajar bahasa ibu kita. Bahasa ibu melembaga di dalam otak

3
kita hanya melalui urutan pengalaman yang takterhitung jumlahnya. Dengan kata

lain, parole juga dapat membuat langue berubah.

Kehadiran langue dan parole adalah konsekuensi dari pemahaman dasar


linguistik yang bersifat dikotomis. Dalam hal ini, walaupun terlihat antara
keduanya beroposisi, namun sebetulnya saling melengkapi. Tidak akan ada parole
kalau tidak ada langue, begitu juga sebaliknya.
Langue adalah sumber tanda dan sistem bagi ungkapan parole. Langue
adalah sistem kode yang sudah dipahami, dan seolah disepakati bersama oleh
masyarakat pemakai bahasa dimaksud. Langue adalah suatu fakta sosial. seperti
halnya bahasa nasional, dan juga seperti kamus yang sudah ada kesepakatan
bersama untuk mengkomunikasikannya. Sebaliknya, parole merupakan
penggunaan bahasa secara individual, bersifat nyata, dengan memilih unsur-unsur
tertentu dalam gaya tuturan seseorang (Sachari. 2005: 68).

Contoh kajian langue dan parole


Produk Langue Parole
Rumah Tempat berlindung dan Berukuran besar;
wahana pembinaan bermaterial beton, kaca,
keluarga. Terdiri dari stanliss; bergaya
struktur dasar, tengah minimalis; berlokasi
(badan rmah) dan atas dikawasan elit.
(atap)

c. Penanda dan petanda


Sebagaimana telah di jelaskan langue merupakan sebuah sistem tanda yang
bersifat abstrak,dasar untuk menjelaskan yang konkret secara keseluruhan, dapat
dilihat sebagai suatu struktur yang terdiri atas pananda (signifier) dan petanda,
Dalam bahasa penanda adalah citra bunyi ketika si penerima mendengar kata yang
di ucapkan dan petanda adalah citra bunyi yang di gunakan untuk menyatakan
makna kata yang sampai pada pikiran si penerima. Relevan dengan ini dalam
wujud visual. Penanda adalah citra bentuk ketika melihat atau membaca sesuatu.
Dan petanda adalah citra yang digunakan untuk menyatakan makna dari apa tang
terlihat dan terbaca. Secara subransial Penanda adalah sesuatu yang bersifat

4
material dan terindra karena bersifat sensoris : bunyi bunyi, objek objek ,
imajinasi dan sebagainya. Sebaliknya petanda merupakan aspek mental dari tanda
yang dintatakan sebagai konsep yang melahirkan makna dalam pikiran seseorang,
meskipun ke duanya dapat di bedakan tetapi sesunggugnya saling ketergantungan
dan tidak terpisahkan
Sebagai contoh kita ambil kata “kursi”Kata ini terdiri dari komponen
penanda yakni berupa runtutan fonem /k/u/r/s/i; dan komponen petanda berupa
konsep atau makna „sejenis tempat duduk‟. Tanda linguistik ini berupa runtutan
fonem dan konsep yang dimiliki runtutan fonem itu yang mengacu pada sebuah
referen yakni „sebuah kursi‟. Digambarkan sebagai berikut

Signifié/signifiéd /petanda(makna)

Signe lingistique (kata)

Signifiant/signifiér/penanda (bentuk bunyi)

Sejenis tempat duduk


KURSI

k/u/r/s/i

 
Saussure berpendapat bahwa ciri dasar tanda bahasa adalah arbitraritas
(kesemenaan). Hubungan antara  signifiant dan  signifié disebutnya bersifat
arbitrer,sewenang-wenang atau tidak ada hubungan wajib antara keduanya.
Lambang yang berupa bunyi itu tidak memberi”saran” atau “petunjuk”apapun
untuk mengenal konsep yang diwakilinya.  Andaikata ada hubungan wajib antara
lambang dengan yang dilambangkannya,tentu lambang yang dalam bahasa
Indonesia berbunyi rumah, di Inggris orang jugaakan menyebut rumah, sehingga
di muka bumi ini tidak akan ada bermacam-macam bahasa.
d. Sintagmatik dan Paradigmatik
Sebagaimana disampaikan sebelumnya, bahasa dibangun atas dasar relasi-
relasi pertandaan, salah satunya adalah relasi sintagmatik dan relasi paradigmatik.

5
Kedua relasi ini memperlihatkan perbedaan hubungan, di mana relasi sintagmatik
merupakan relasi yang linier, dengan kehadiran unsur-unsurnya bersifat in
praesentia. Sebaliknya, relasi paradigmatik memiliki hubungan asosiatif dengan
kehadiran unsur-unsurnya bersifat dapat digambarkan, misalnya, relasi
sintagmatik mangacu pada hubungan kata perkata atau antar satuan gramatikal,
dirangkai dalam dimensi waktu tertentu.
Unsur-unsur bahasa dimaksud dapat dipertukarkan sesuai keinginan Relasi
paradigmatik mengacu pada hubungan unsur-unsur yang berada dalam
kelompoknya sebagai bagian dari sistem. Kelompok ini dibenht berdasarkan
kesamaan atau perbedaanya, yang memiliki hubungan asosiatif. Dalam Bahasa
misalnya dengan sinonim atau antonimnya Dengan kata lain, Sachari (2005:69-
70) menjelaskan: susunan sintagmatik merupakan susunan tanda yang bersifat
linier dan terikat oleh waktu, sedangkan susunan paradigmatik lebih bersifat
meruang dan mempunyai hubungan asosiatif yang membentuk suatu pengertian.
Sistem tanda Sintagmatik Paradigmatik
System busana Kombinasi dari satuan Alternatif yang
yang mewakili bagian- ber[ptensi mewakili
bagian buasana, unsur dari bagian busana.
setidaknya bagian atas Bagian atas terdiri dari
dan bawah, yang unsur kemeja, tanktop,
diwakili salah satu unsur. blazer, jaket, dan
Misalnya bagian atas lainnya. Bagian bawah
diwakili oleh kemeja dan terdiri dari rok, celana
bagian bawah diwakili dengan beragam bentuk
oleh rok. mode. Setiap unsur
dalam bagian dimaksud,
umunya tidak dapat
dipakai dalam waktu
yang bersamaan.
Variasinya dapat
mengubah makna
pakaian.

e. Denotasi dan konotasi


Sutrisno dan putranto (2005:117) mengatakan : Denotasi dan konotasi
keduanya mengacu pada tatanan makna kata. Yang pertama pada makna kata
lugas atau literal, dalam arti menjelaskan sesuatu bagaimana adanya (denotasi)
yang lain menggunakan arti kata kiasan ( konotasi).
Aart van Zoest (1993:3-4) Dalam bukunya yang berjudul
semiotika,menjelaskan denotasi berkaitan dengan petunjuk langsung dari suatu
tanda bahasa ,yang mengarah pada makna pertama, sebaliknya konotasi adalah

6
petunjuk tidak langsung , mungkin juga tidak di sengaja oleh pengirim yang
mengarah pada makna kedua.
3. Prospek Kajian Semiologi

Anda mungkin juga menyukai