Tentang:
MATERI 1 - 14
Disusun Oleh:
Dosen Pembimbing:
A. Pengertian dilalah
Bahasa Penamaan Inggris & Perancis Ilmu Semantics Arab 1. .2 علم الدالل ة
علم المعانيPengertian secara etimologis/bahasa: Di dalam bahasa arab , adakalanya
istilah ini dibaca dengan menfathahkan huruf Dal ( ) اللة َ الدatau mengkasrahkan
huruf Dal () الد.) ِ اللةIlmu Semantik di dalam bahasa arab diterjemahkan dalam 2
kata yaitu: ‘ilm dan Al Dilalah. ‘ilm berarti pengetahuan. Dan Al Dilalah adalah
penunjukan makna.Jadi menurut bahasa adalah ilmu tentang makna.
Pengertian secara terminologis/istilah: Secara terminologis , Ilmu Dilalah sebagai
salah satu cabang ilmu linguistik علم ( )اللغةyang telah berdiri sendiri adalah ilmu
yang mempelajari makna suatu bahasa baik pada tataran مفردات/kosakata maupun
pada راكيبBB ت/ struktur. Dr. Ahmad Mukhtar Umar mendefinisikan ilmu Dilalah
sebagai berikut:
Prof.Dr.Moh.Matsna,M.A.,Kajian Semantik Arab, (Jakarta,Gramedia),hlm.3
ذيBBأنه دراسة المع ن أو العلم الذي يدرس المع ن أو ذلك الفرع من علم اللغة الذي يتناول نظرية المع ن أو ذلك الفرع ال
يدرس الشروط الواجب توافرها في الرمز حتى يكون قادرا على حمل المع ن
SEJARAH DILALAH
AL-FURUQ AD-DALALAH
A. Al-Furuq Dilalah
Furuq dilaliyah terbagi kepada dua macam yaitu dilalah al-Lughawiyah dan dilalah
Funnuniyah. Dilalah al-Lughawiyah yaitu mengenal makna bahasa yang
berkembang yang terjadi padanya dalam berbagai konteks.dan ini dicatat dalam
kamus dan dalam penggunaan bahasa,dan tidak ada diskusi tentang hububungan
alami antara penanda dan yang ditandakan berlaku untuk itu. Dilalah
funnuniyah,Disini kita menemukan bahwa pengunaan kata yang sering dengan
objeknya dalam bidang sosial global, atau artistik yang mengarah pada kesan yang
menghubungkan asmosfer ini dan simbol linguistik dengan ilusi bahwa bunyi bunyi
dalam kata tersebut mempunyai hubungan alami dengan peristiwa dan karakteristik
atau benda.begitu masalahnya seperti yang kita lihat adalah kebiasaan bukan fakta
alamiyah.
1. Pengertian Al-Furuq al-Lughawiyah
Istilah al-Furuq al-Lughawiyah ini merupakan sebuah istilah yang terbentuk dan
tersusun dari penggabungan dua kata, yaitu kata al-Furuq dan kata al-Lughah.
Kata al-Furuq( ) الفروقadalah bentuk jama’ taksir dari kata al-Farq( ) الفرق
yang berarti al-Fashli wa al-Tamyiz (memisahkan dan membedakan).
Dikatakan: فالن بين المتشابهينB( فرقFulan menjelaskan sisi perbedaan antara
dua hal yang serupa). Sedangkan kata al-Lughah secara etimologi berasal dari
susunan tiga huruf hijaiyyah. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ia terdiri
huruf و, غ,ل, ada pula yang mengatakan bahwa ia berasal dari huruf , , . ي
ل غIbnu Manzhur melihat bahwa kata lagha-yalghu-laghwan wa laghan
secara bahasa memiliki arti sesuatu yang gugur dan tidak diperhitungkan atau
tidak memiliki manfaat sedikitpun. Baik berupa ucapan maupun hal lainnya.
Imam Al-Azhary mengatakan bahwa kata al-laghwu, al-lagha atau al-laghwa
berarti sebuah ucapan yang tidak berasal dari dalam hati dan tidak terniat untuk
mengucapkannya. Imam an-Nawawi menjelaskan hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda:
رواه أبو داود. إذا قلت أنصت و اإلمام يخطب فقد لغوت
Artinya: Jika engkau mengatakan “diamlah” ketika imam sedang berkhutbah
maka sesungguhnya engkau telah melakukan al-laghw. (H.R. Abu Daud). Bahwa
yang dimaksud dengan al-laghwa pada hadits ini adalah perkataan yang bathil, tidak
dibenarkan, tidak wajar, merusak ibadah dan tertolak. Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa kata al-Lughah secara etimology berarti sesuatu yang jujur, tidak
diperhitungkan, bathil, rusak, menyimpang dan tidak memberi manfaat, baik dari
perkataan maupun hal lainnya.
B. Sejarah Munculnya Istilah al-Furuq al-Lughawiyah
Istilah al-Furuq al-Lughawiyah ini muncul sebagai reaksi terhadap
perselisihan pendapat tentang adanya taraduf (persamaan makna kata) dalam bahasa
Arab. Taraduf adalah sebuah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan satu
benda yang memiliki banyak nama. Menurut bahasa taraduf (synonyme) berarti kata
yang berbeda lafazhnya namun memiliki makna yang sama atau pemakaian yang
bermacam-macam kata untuk suatu pengertian. Taraduf berasal dari kata ردف
. النجوى اسم للكالم الخفي الذي تناجي به صاحبك كأنك ترفعه عن غيره
“An-Najwa” adalah nama untuk perkataan yang tersembunyi di mana
engkau berbisik-bisik dengan sahabat engkau seolah-olah engkau mengangkatkan
suara dari lainnya.
3. Perbedaan antara al-Ikhtira’ ( )اإلختراءdengan al-Ibtida’ () اإلبتداء
Al-Ibtida’ adalah mewujudkan sesuatu yang belum ada padanan semisalnya
sebelum itu. Dikatakan abda’a fulan, jika dia mendatangkan sesuatu yang asing.
Dikatakan pula abda’ahullahu, maka dia adalah mubdi’ dan badi’ ( yang
menciptakan sesuatu tanpa contoh sebelumnya).
4. Perbedaan antara Al-bar’u dan Al –khalqu.
Al-bar’u adalah memilah atau membeda-bedakan bentuk (fisik) mereka
mengatakan bara’allahu al-khalqa artinya allah memililah atau membeda-
bedakan bentuk makhluknya. Sedangkan al –khalqu secara bahasa berarti
menentukan ukuran atau mengatur bentuk.
5. Perbedaan antara al-‘amal dengan al-Ja’lu.
Al-‘amal adalah mengadakan pengaruh/ efek pada sesuatu. Dikatakan fulan
ya’malu ath-thiina khazafan ( si fulan mengerjakan tanah menjadi forselen).
Sedangkan al-Ja’lu adalah mengubah bentuknya dengan mengadakan suatu
pengaruh/ efek padanya dan juga dengan selainnya.
MACAM-MACAM DILALAH
A. Macam-macam ad-Dalalah.
Menurut Ibrahim Anis Menurut Ibrahim Anis dalam buku ad- Dilalah
alFadz menjelaskan bahwa ad-Dalalah itu terbagi kepada beberapa macam sebagai
berikut: Dalalah Shautiyah, Dalalah sharfiyah, Dalalah Nahwiyah, dan Dalalah
Mu’jamiyah dan Ijtima’iyah.
1. Dalalah Shautiyah ( Makna Bunyi / Fonologi) Dalalah Shautiyah adalah makna
yang terkandung dalam bunyi, adapun yang dimaksud dengan Fonologi adalah
bidang bahasa yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan
bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan
logi yaitu ilmu. Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek kajiannya,
fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara umum fonetik biasa
dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa
memperhatikan bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda
makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang
mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai
pembeda makna. Sebagai bidang linguistik (ilmu bahasa), fonemik dan fonetik
secara praktis sulit untuk dipisahkan, karena itu setiap pembicaraan mengenai
fonemik tidak bisa terlepas dari fonetik, demikian juga sebaliknya. Namun, bagi
kepentingan penelitian , keduanya harus dibatasi karena keduanya memiliki
objek penelitian yang bisa dibedakan. Misalnya Bunyi (i) yang terdapat pada
kata intan, angin dan batik adalah tidak sama. Ketidaksamaan bunyi huruf (i) itu
merupakan sebagai salah satu contoh objek atau sasaran studi fonetik. Dalam
kajiannya fonetik akan berusaha mendeskripsikan perbedaan bunyi-bunyi itu
serta menjelaskan Sebabnya. Sebaliknya bunyi huruf “P” dan “B” yang terdapat
misalnya pada kata “P” dan “B” yang terdapat pada kata “paru dan baru” adalah
menjadi contoh sasaran studi fonemik, sebab perbedaan bunyi “P” dan “B” itu
menyebabkan berbedanya makna kata “paru dan baru” itu. Adapun Dilalah yang
lahir dari tabi’at beberapa suara atau Fonem yang terkandung dalam sebuah
ungkapan, seperti kata تنضخ.
2. Dalalah Sharfiyah ( Makna Morfologi )
Sharf merupakan salah satu cabang ilmu tata bahasa arab yang mempelajari
segala peraturan yang berhubungan dengan pembentukan kata-kata arab,
pemecahan dan perubahan bentuk kata yang membawa perubahan makna kata.
Cakupan kajian dari sharf ini adalah konjugasi kata-kata arab dari satu bentuk
kata dengan segala perubahan yang terjadi dalam proses pembentukan tersebut.
Perubahan ini pada akhirnya membawa pada perubahan. Perubahan makna kata
sharf menurut bahasa adalah berubah atau mengubah. Mengubah dari bentuk
aslinya kepada bentuk yang lain.
Ilmu sharf disebut juga dengan morfologi. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan morfologi adalah cabang
linguistik yang mengkaji tentang morfem dan kombinasikombinasinya atau
bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata. Akan
tetapi ilmu sharf lebih dinilai lebih bervariasi dibanding morfologi.
B. Macam-macam ad-Dalalah
Menurut Ibnu Jinny Sedangkan menurut Ibnu Jinny, dia membagi tersendiri
macam-macam dalalah. Secara garis besar Ibnu Jinny membagi dalalah menjadi dua
macam : Dalalah lafziyah dan Dalalah ghairu lafziyah. Dalalah lafziyah terbagi
menjadi : Thabi’iyah, ‘Aqliyah, Wad’iyah, Muthabaqiyah, Tadhammuniyah, dan
Iltizamiyah Ghairu Lafziyah. Sedangkan Dalalah ghairu lafziyah terbagi menjadi:
Thabi’iyah, Aqliyah dan Wadh’iyah
1. Dalalah Lafziyah
Dalalah Lafziyah adalah petunjuk yang berupa kata atau suara. Dalalah ini
terbagi menjadi tiga: a) Dalalah lafziyah Thabi’iyah, yaitu dilalah (petunjuk)
yang berbentuk alami (‘aradh thabi’i). Contoh : 1) Tertawa terbahak-bahak
menjadi dilalah untuk gembira. 2) Menangis terisak-isak menjadi dilalah bagi
bersedih b) Dilalah lafziyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang berbentuk
akal pikiran Contoh: 1) Suara teriakan di tengah hutan menjadi dilalah bagi
adanya menusia di sana. 2) Suara teriakan maling di sebuah rumah menjadi
dilalah bagi adanya maling yang sedang melakukan pencurian. c) Dilalah
lafziyah Wad’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dengan sengaja dibuat oleh
manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.
Contoh: Petunjuk lafaz (kata) kepada makna (benda) yang disepakaati: 1) Orang
sunda, misalnya sepakat menetapkan kata cau menjadi dilalah bagi pisang. 2)
Orang jawa, misalnya sepakat menetapkan kata gedang menjadi dilalah bagi
pisang. 3) Orang inggris, misalnya sepakat menetapkan kata banana menjadi
dilalah bagi pisang.
2. Dilalah Ghairu Lafziyah
Dilalah Ghairu Lafziyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau
suara. Dilalah ini terbagi tiga: a. Dilalah Ghairu Lafziyah Thabi’iyah, yaitu
dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa sifat alami. Contoh:
Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang 2) Menutup hidung menjadi
dilalah bagi menhindarkan bau tidak sedap. b. Dilalah Ghairu Lafziyah
‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang dibentuk
akal pikiran. Contoh: 1) Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah
adanya pencuri yang mengambil. 2) Terjadinya kebakaran di gunung menjadi
dilalah adanya orang yang membawa api ke sana. c. Dilalah Ghairu Lafziyah
Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) bukan berupa kata atau suara yang dengan
sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasar
kesepakatan. Contoh: 1) Secarik kain hitam yang diletakkan dilengan kiri orang
Cina adalah dilalah bagi kesedihan / duka cita, karena ada anggota keluarganya
yang meninggal.
MAKALAH KELOMPOK 5
Perkembangan semacam ini memiliki banyak faktor, yang paling penting adalah sekte-
sekte berikut.
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kata, Arti kata berubah sesuai
dengan kasus dimana kata tersebut sering digunakan.
2. Faktor yang berhubungan dengan banyaknya kejelasan kata di benak.
3. Faktor yang berhubungan dengan bunyi kata.
4. Faktor tata bahasa.
5. Faktor yang berhubungan dengan perpindahan bahasa dari nenek moyang ke
belakang.
6. Arti sebuah kata sering kali berubah sebagai akibat peralihannya dari bahasa ke
bahasa.
7. Faktor yang berkaitan dengan perbedaan tingkatan
MAKALAH KELOMPOK 6
KONTEKS LIGUISTIK
A. Pengertian Konteks
Konteks secara etimologi bermakna bagian uraian atau kalimat yang dapat
mendukung kejelasan makna. Secara istilah konteks dimaknai dengan kata-kata dan
kalimat-kalimat sebelum dan sesudah kalimat tertentu, atau juga dapat dimaknai
dengan keseluruhan lingkungan, tidak hanya lingkungan tutur, tetapi juga
lingkungan keadaan tempat.
B. Konteks Linguistik ( (السياق اللغوى
Secara umum linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang
mejadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Telaah ilmiah mengenai bahasa Al-
Khuli mendefinisikan Linguistik sebagai ilmu yang menyelidiki bahasa (‘ilmun
yabhatsu fi al-lughah). Jurji Zaidan, mendefinisikan Linguistik sebagai ilmu yang
menyelidiki bahasa dari sisi tertulis maupun non tertulis. Sementara Iman Saiful
Mu’minin mendefinisikan Linguistik sebagai ilmu yang membahas tentang bahasa
dari berbagai sisi. berarti bahasa secara umum, seperti dalam ungkapan “Manusia
punya bahasa sedangkan binatang tidak”. Disamping istilah langue dan langage
bahasa Prancis masih punya istilah lain mengenai bahasa yaitu parole. Parole adalah
bahasa dalam wujudnya yang nyata, yang konkret, yaitu yang berupa ujaran, yang
diucapkan anggota masyarakat dalam kegiatan sehari-hari. Konteks linguistik
mengacu pada suatu makna yang kemunculannya dipengaruhi oleh struktur kalimat
atau keberadaan suatu kata atau frase yang mendahului atau mengikuti unsur-unsur
bahasa (kata/frase) dalam suatu kalimat.
C. Konteks Non-Linguistik ( (السياق غير اللغوى
Yang dimaksud dengan konteks non-linguistik atau ekstra linguistik adalah
suatu konteks yang unsur-unsur pembentuknya berada di luar struktur kalimat.
Unsur-unsur konteks meliputi penyapa dan pesapa, konteks sebuah tuturan, tujuan
sebuah tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk suatu
tindak verbal (bukan tindak verbal itu sendiri(. Menurut Purwo (1990), unsur-unsur
konteks adalah siapa yang mengatakan kepada siapa, tempat, dan waktu
diujarkannya suatu kalimat. Kajian tentang konteks non linguistic dapat diartikan
sebagai segala kondisi yang ada diluar kata/ kalimat yang dituturkan, baik itu
berupa situasi, budaya, dan tingkah laku dan emosi.
1. Konteks situasi
Teori yang berkenaan dengan konteks situasi yang digunakan dalam bahasa
tidak terlepas dari peran ilmuan yaitu pakar anthropologi Malinowski dan
Linguis Firth. Keduanya menggunakan konteks ini dalam memaknai bahasa,
meskipun langkah-langkah yang ditempuh diantara keduanya berbeda.11
Malinowski mulai membicarakan perhatiannya kepada bahasa ketika dirinya
berada di pulau Tobriand, Wilayah pasifik selatan. Ia berkepentingan mengkaji
masalah makna ketika ia mengalami berbagai kendala dalam menterjemahkan
teks-teks bahasa Kiriwinia ke dalam bahasa inggris, agar maknanya sampai dan
mudah dipahami. Dalam mengetengahkan teks-teks tersebut, Malinowski
menggunakan berbagai metode. Dia memberikan terjemahan bebas yang dapat
dimengerti , tetapi tidak menghasilkan apa-apa yang menyangkut bahasa atau
kebudayaannya, kemudian terjemahan harfiah, dengan cara meniru teks aslinya,
tetapi tidak dimengerti oleh pembaca inggris. Sehingga ia sampai kepada sebuah
kesimpulan bahwa pemahaman terhadap makna suatu kalimat tidak dapat
dilakukan tanpa disertai dengan pemahaman konteks atau situasi di mana atau
kapan kalimat itu diutarakan.12 Beberapa asumsi Malinowski tentang bahasa
antara lain bahwa bahasa akan sulit dipahami maknanya tanpa pengetahuan
tentang apa yang sedang terjadi, sehingga diperlukan konsep konteks situasi.
Gagasan umum tentang konteks situasi untuk pemahaman bahasa inggris atau
bahasa besar manapun sama perlunya sebagaimana pemahaman terhadap bahasa
Kriwinia. Masalahnya hanyalah pada konteks budayanya yang khas yang
berbeda. Kegiatan yang dilakukan orang bisa saja berbeda di satu tempat dengan
tempat atau waktu yang lain, tetapi asas umumnya bahwa semua bahasa harus
dipahami berdasarkan konteks situasinya, jelas berlaku untuk setiap kelompok
masyarakat di setiap tingkat perkembangan. Meskipun demikian, dalam arti
tertentu, Firth mengemukakan bahwa pemikiran Malinowski tentang konteks
situasi tidak begitu lengkap untuk tujuan teori-teori kebahasaan, sebab
pandangannya belum bersifat umum.
2. Konteks Budaya
Konteks budaya sebagai salah satu konteks non linguistic merupakan segala
aspek yang menunjuk pada keseluruhan jaringan konvensi dan institusi social
budaya yang ada dalam sebuah masyarakat dalam kurun tertentu. Istilah
merdeka atau mati sepertinya hanya muncul dalam konteks waktu ketika bangsa
Indonesia masih berada di bawah cengkeraman penjajah, dan terbukti banyak
muncul lagi pada saat-saat sekarang ini. Jadi, jelas sekali pemaknaan suatu
teks atau wacana tidak serta dapat dilepaskan dari konteks sosiokulturalnya.
Peniadaan terhadap nilai-nilai sosio culturalnya. Peniadaan terhadap nilai-nilai
sosio cultural tidak akan mendatangkan makna apa-apa dan siapa belaka. Jadi,
konteks budaya merupakan segala hal yang merujuk kepada budaya dan tataran
social sebuah tuturan dituturkan. Misal lain, kata, uqoilah dalam bahasa arab
lebih bergengsi dibandingkan dengan kata zaujah, walaupun memiliki makna
yang sama, begitu juga dengan penggunaan kata rich dan wealthy dalam budaya
inggris yang memiliki makna yang sama tapi berbeda.
3. Konteks Perilaku
Menurut Malinowski dan Firth, deskripsi terhadap suatu bahasa tidak terjadi
secara sempurna kecuali dengan merujuk kepada konteks situasi dari suatu
peristiwa bahasa tertentu. Namun, ada beberapa pendapat lain yang
dikemukakan oleh para pakar linguis, bahwa maka teks atau wacana dapat
diperoleh dengan memperhatikan aspek situasi, namun situasi di sini lebih
ditekan kepada tingkah laku, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bloomfield.
Bloomfield menjelaskan teori ini dengan mengemukakan sebuah contoh
percakapan anatara "Jack dan Jill" di tengah percakapan, Jill merasa lapar, dan
ia melihat buah apel, lalu ia menggunakan bahasa untuk memintanya dari Jack
untuk dirinya. Seandainya dia dalam keadaan sendiripun, pasti ia akan
mengambil buah apel tersebut. Dari peristiwa tutur di atas, tampak bahwa yang
terjadi adalah adanya stimulus, yang mempengaruhi dan respon, yang
dipengaruhi, sehingga ia bergerak untuk mendapatkan apel tersebut. Akan tetapi
karena Jack sedang bersamanya, maka ia tidak memberikan respon secara
langsung berupa gerak, akan tetapi respon bahasa, meminta kepada Jack untuk
mengambil apel untuk dirinya. Dari beberapa contoh di atas, maka Bloomfield
berkesimpulan bahwa makna dapat dipahami dari korelasi antara tuturan dan
tindakan alami yang dilakukan atau sesudah tuturan tersebut. Pendapat
Bloomfield tentang stimulus dan respon ini mendapatkan banyak bantahan dari
berbagai pihak, hingga dikatakan bahwa pendapatnya tidak benar karena tidak
dapat diterapkan secara umum.
4. Konteks emosi ( )سياق العطفي
Konteks emosi/emotif adalah suatu konteks yang berkaitan dengan tingkat
kekuatan dan kelemahan dalam berinteraksi, yang secara fungsional bisa jadi
sebagai penegas hiperbola atau diantara keduanya. Kata love dalam bahasa
Inggris misalnya secara emotif berbeda dengan kata like meskipun keduanya
memiliki makna dasar yang sama yaitu cinta (al-hub). Dalam bahasa Arab,
yukrihu secara emotif berbeda dengan kata yabghadhu, meskipun keduanya juga
berasal dari makna dasar yang sama, yaitu “membenci”.
وهللا يعلم وانتم،ر لكمBBكتب عليكم القتال وهو كره لكم وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسى أن تحبوا شيئا وهو ش
التعلمون
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.
Boleh jadi kamu membenci
MAKALAH KELOMPOK 8
MACAM-MACAM MAKNA
A. Pengertian Makna
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya.Makna
merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam
komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.Ujaran
manusia itu mengandung makna yang utuh.Keutuhan makna itu merupakan
perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan (feeling), nada
(tone), dan amanat (intension).Memahami aspek itu dalam seluruh konteks adalah
bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi. Menurut Chaer
(1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang.
Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem
dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan
ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna
denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata
dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri
lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif,
kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya
B. Macam-macam Makna
Dr. Muhammad Muhktar ‘Umar telah mengklasifikasikan jenis-jenis makna ke
dalam lima jenis di antaranya sebagai berikut.
1. Makna Dasar/Asasi ()المعنى األساسى.
Makna ini sering disebut juga sebagai makna awal ( األولى )المعنى, atau
makna utama (زىbbالمرك نىbb)المع, makna gambaran (ورىbbالتص نىbb)المع, atau makna
pemahaman/conceptual meaning (المفهومى )المعنى, dan makna kognitif (اإلدرا المعنى
)كي. Makna ini merupakan makna pokok dari suatu bahasa. Contohnya
kata “wanita” memiliki makna konseptual “manusia, bukan laki-laki, baligh
(dewasa)”.
2. Makna Tambahan (التضمني أو الثانوي أو العرضي أو اإلضافي )المعنى,
Yaitu makna yang ada di luar makna dasarnya. Makna ini dapat dikatakan
sebagai makna tambahan dari makna dasar namun makna ini tidak tetap dan
perubahannya menyesuaikan dengan waktu dan kebudayaan pengguna bahasa.
Contohnya kata “wanita” yang memiliki makna dasar “manusia bukan
lelaki yang dewasa”. Jika kata ini ditambahi dengan makna tambahan, maka
banyak sekali makna yang akan timbul dari kata tersebut. Misalnya jika kata
“wanita” dimaknai oleh sebuah kelompok dengan “makhluk yang pandai
memasak dan suka berdandan”, maka inilah makna tambahan yang keluar dari
kata “wanita” tersebut. Atau jika “wanita” dimaknai dengan “makhluk yang
lembut perasaannya, labil jiwanya, dan emosional”. Kedua makna tambahan ini
tidak berlaku tetap sebagai makna tambahan dari kata “wanita”. Apabila suatu
kelompok pada zaman tertentu menggunakannya maka makna tambahan itu
masih berlaku. Namun jika makna itu sudah tidak dipakai lagi, maka makna
tambahan itu tidak berlaku.
Contoh lainnya: احمر = merah adalah sebagai makna denotatifnya dan
makna konotatifnya “berani”
3. Makna Gaya Bahasa/Style (اإلسلوبي )المعنى,
Yaitu makna yang lahir karena penggunaan bahasa tersebut.
Penggunaan bahasa dapat dilihat dalam bahasa sastra, bahasa resmi, bahasa
pergaulan, dan lain sebagainya. Perbedaan penggunaan bahasa menimbulkan
gaya yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Dalam bahasa sastra
sendiri memiliki perbedaan gaya bahasa seperti gaya bahasa puisi, natsr,
khutbah, kitabah, dan lain sebagainya.
Kata daddy digunakan untuk panggilan mesra kepada sang ayah,
sedangkan father digunakan sebagai panggilan hormat dan sopan kepada sang
ayah. Kedua kata ini ternyata berpengaruh terhadap penggunaan bahasa yang
bermakna ‘ayah’ dalam bahasa Arab. Kata ديbbوال – الولد digunakan sebagai
bahasa sopan dan hormat.
4. Makna Nafsi (النفسي )المعنىatau makna objektif,
Yaitu makna yang lahir dari suatu lafadz atau kata sebagai makna
tunggal.makna ini hanya bagi seseorang saja (makna pribadi).
5. Makna Ihaa’i (اإليحائي )المعنى
Yaitu jenis makna yang berkaitan dengan unsur lafadz atau kata tertentu
dipandang dari penggunaannya. Dalam makna ini memiliki tiga pengaruh di
antaranya sebagai berikut:
a. Pengaruh suara (fonetis)/ intonasi, contohnya seperti suara-suara hewan
yang menunjuk langsung pada hewan itu. Kata yang sama bisa berobah
disebabkan berbeda intonasi.
b. Pengaruh perubahan kata (sharfiyah) berupa akronim atau singkatan.
Contohnya بسمله singkatan dari الرحيم الرحمن هللا بسم.
c. Pengaruh makna kiasan yang digunakan dalam ungkapan atau peribahasa.
PENOMENA BAHASA
A. Pengertian Fenomena Bahasa ( )الظواهر اللغوي
Secara etimologi kata fenomena berasal dari bahasa Yunani “Phainomenon”
yang berarti apa yang terlihat. Dalam istilah bahasa Arab, kata fenomena dikenal
dengan istilah ( ( ظواهرyang merupakan jama’ dari ظهيرة، ظاهرة، ظاهرyang berarti
yang berarti sesuatu yang tampak secara nyata. Didalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indra dapat
diterangkan dan dijelaskan secara ilmiah. Dan bisa juga diartikan sebagai fakta,
kejadian, dan kenyataan. Maka dapat disimpulkan bahwa fenomena bahasa adalah
suatu fakta atau kejadian nyata yang terdapat didalam bahasa baik berupa kata
ataupun kalimat. Interaksi antara dialek dan makna menurut para ahli bahasa Arab
telag menjadi aktivitas yang ampuh utnuk memantau fenomena-fenomena tersebut
antara lain: verbal umum (ترك اللفظيBB )المشsinonim atau persamaan kata (ترادفBB)ال,
antonim atau lawan kata ()األضداد, dan singkatan ( ) النحت, serta isytiqa ()االشتقاق
B. Macam-macam الظواهر اللغوي.
1. Polisemi المشترك اللفظي
a. Pengertian polisemi
Secara etimologi kata polisemi (Indonesia) diadopsi dari polysemy (Inggris),
sementara Polysemy diambil dari bahasa yunani: “poly” yang artinya banyak
atau bermacam-macam, dan“semy” yang berartiarti.
Secara terminology, Palmer mengartikan polisemi sebagai suau kata, yang
mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengndung makna ganda ,
Parera polisemi adalah suatu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna
yang berbeda-beda tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna
yang berlainan tersebut. Misalnya, kata “kepala” dapat bermakna “kepala
anusia, kepala jawatan dan kepala sarung Dalam kajian linguistik Arab,
Taufiqurrochman menyebutkan dalam bukunya, Bahwa polisemi adalah:
هو عبارة عن كلمة واحدةلها اكثرمن معني:البوليسيمي
Artinya: “satu kata mengandung beberapa arti yang masing masing nya
dapat dipakai sebagai makna yang denotative (hakikat) dan bukan makna konotatif
(majaz)”.
Kata “ ”الخالmisalnya, bisa berarti: paman, tahi lalat diwajah, awan dan onta
yang gemuk. Polisemi adalah suatu kata yang memiliki banya makna, sedangkan
hanonim adalah kumpulan kata-kata yang yang tidak memiliki kaitan apa-apa
antarayang satu dengan yang lain, kecuali hanya kesamaan bentuk dan baris saja
seperti kalimat (أرق دميdengan ungkapan ) أرى قدمي. Atau kalimat ( رأيت ذاهبة
dengan kalimat )ذا هبةرأيتkalau kalimat yang pertama yang dimaksud adalah aku
melihat seorang perempuan yang pergi, maka kalimat yang kedu dimaksud bahwa
aku melihat orang yang memiliki kemuliaan.
3. Antonim ( ) التضاد
a. Defenisi Antonim
Secara harfiyah, antonimi merupakan kata serapan dari bahasa
Inggris, yaitu antonymy. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan
antonim adalah kata yang berlawanan makna dengan kata lain. Menurut
Verhaar, kata antonymy sendiri berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu:
“anoma” artinya “nama” dan “anti” artinya “melawan.‟ Jadi arti harfiahnya
adalah “Nama lain untuk benda lain.” Atau lebih sering disebut dengan
lawan kata. Secara Kridalaksana mendefinisikan antonim sebagai oposisi
makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan. Yaitu beberapa
pasangan kata yang mempunyai arti yang berlawanan. Dalam bahasa
Indonesia kita kenal kata-kata besar-kecil, tinggi-rendah, jauh-dekat, rajin-
malas, takutberani, gembira-sedih, sakit-senang,
b. Penyebab Terjadinya Antonim
Haidar menyebutkan terdapat banyak hal yang menyebabkan
terjadinya antonim. Hal-hal tersebut kemudian diklasifikannya ke dalam tiga
faktor besar: 21 1) Faktor Eskternal a) Perbedaan dialek, misalnya kata
السدفةyang dapat bermakna ‘ الظلمةgelap’dan ‘ الضوءterang’. b) Pinjaman
bahasa asing, misalnya kata جللyang bermakna ‘كريمmulia’ dan ‘حقيرhina’.
MAKALAH KELOMPOK 10
2. Perluasan makna
Yaitu perubahan makna kalimat dari khusus menjadi lebih luas, terbagi menjadi 2
yaitu :
a) Perubahan makna yang tidak termasuk lahn
MAKALAH KELOMPOK 12
A. Pengertian Mu’jam
Secara etimologi, kata mu’jam berasal dari kata al-ujm ( ) جم ُ العdan al‘ajm ( ) جم َ الع
lawan dari kata al-’arb ( ) رب َ العdan al-‘urb ( ) رب ُ الع. Kata al-‘ajm ( الع ) َ جم
berarti orang yang ucapannya tidak fasih dan pembicaraannya tidak jelas.
Sedangkan kata ‘ajami ( ) أعجمlebih identik dengan sebutan untuk orang arab, baik
ucapannya fasih maupun tidak. Kata- kata al-Mu’jam terambil dari asal kata
al-‘Ujm yang secara literal berarti bukan orang arab atau orang yang tidak fasih
berbicara, sekalipun ia keturunan arab. Ibnu Jinni dalam kitabnya Sirr Sina’ati al-
I’rab, sebagaimana yang dikutip oleh Emil Ya’qub, mengatakan bahwa ( ع ج مyang
menjadi dasar kata Mu’jam) dalam kalam Arab dipakai untuk menunjukkan makna
al-Ibham dan al-Ihfa’ yaitu tidak jelas dan menyembunyikan. Dari penjelasan tadi
dapat dipahami bahwa Mu’jam adalah buku ataupun tulisan yang memuat lafazh-
lafazh atau kosakata yang disertai dengan penjelasan maknanya dalam susunan-
susunan tertentu dengan tujuan-tujuan tertentu pula.
B. Sejarah Perkembangan Mu’jam
Mu’jam al- ‘Arabi lahir dan menjadi salah satu sumber dalam menemukan makna
kata, tak luput dari permasalahan yang menjadikannya sebagai solusi dalam
menemukan makna. Selain itu tentu adanya seseorang yang melopori dalam
menemukan solusi dari masalah tersebut. Adanya penyususnan Mu’jam yang
dilakukan oleh para ulama pada abad kedua Hijriyah ini dilatar belakangi oleh
beberapa faktor, Di antara faktor yang mendorong kelahirannya adalah adanya
kebutuhan orang Arab kepada penafsiran lafazh- lafazh AlQuran serta keinginan
mereka untuk memelihara kitab suci tersebut dari kesalahan ucap dan kesalahan
memahaminya.. Kegiatan penyusuan Mu’jam ini terus berlanjut hingga kemudian
setelah abad ke dua hijriyah baru disusun pula berpuluh-puluh kitab mu`jam dengan
susunan yang bervariasi. Kitab al-`Ain yang merupakan nama kamus Arab pertama
merupakan karya yang lahir dari ijtihad lughawi yang luar biasa karena sistematika
penyusunannya berdasarkan makhraj al-huruf dari huruf ‘Ain atau artikulasi huruf
paling belakang (halq) pada kerongkongan manusia hingga “ya” yang berartikulasi
syafawi. Upaya yang dilakukan Al-Khalil tersebut kemudian diteruskan oleh ahli
bahasa lainnya seperti Abu ‘Amru (w.206 H.) dengan mu`jamnya Al-Huruf, Ibn
Darid (w.321 H.) dengan mu`jamnya Al-Jamharah, Al-Qali (w.356 H.) dengan
mu`jamnya Al-Bari`, Ibnu Sa’idah (w. 458 H.) dengan mu`jamnya Al-
Mukhashshash, dan masih banyak lagi. Di masa modern, mu’jam atau kamus mulai
diterbitkan pada tahun 1282 H/ 1865 M. Berikut ini diuraikan mu’jam yang terbit
dimasa modern.14 1. Pada tahun 1870 terbit kitab Ar-Rozi yakni Mukhtar as-
Shihah 2. Pada tahun 1872 terbit kitab Fairuz Abadi yaitu kamus Muhith
C. Macam Macam Mu’jam.
Pendapat Emil Badi Ya’qub Menurut Emil Badi Ya’qub, Mu’jam atau kamus dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:1. Kamus Kebahasaan (al-Ma’ajim al-
Lughawiyyah) Kamus kebahasaan yaitu kamus yang secara khusus membahas arti
lafal atau kosa kata dari sebuah bahasa dan dilengkapi dengan pemakaian kata-kata
tersebut. Kamus bahasa hanya memuat satu bahasa, sehingga biasanya pemaknaan
kata hanya menyebut sinonim atau definisi kata tersebut. Misalnya, al-Munjid fi al-
Lughah (Arab-Arab) karya Louis Ma‘luf (1986), Kamus Mukhtashar ash-Shihah
(Arab-Arab), Kamus Lengkap Inggris-Inggris dan lain sebagainya. b. Kamus
Terjemah (Ma’ajim al-Tarjamah) Kamus terjemah disebut juga al-ma’ajim al-
muzdawijah (campuran) atau kamus dwi bahasa, memuat dan menjelaskan arti
kosakata dalam suatu bahasa dengan bahasa lain, seperti Mu‘jam al-Lugah
al-‘Arabiyyah al-Mu‘âshirah (ArabInggris) karya Hans Wehr (1980), orientalis asal
Jerman.. c. Kamus Tematik (al-Ma’ajim al-Maudhu’iyyah) Kamus tematik disebut
juga kamus maknawi, karena kata-kata yang terhimpun di dalam kamus disusun
secara tematik berdasarkan topik-topik tertentu yang memiliki makna sebidang.
Misalnya untuk tema lawn (warna)
D. Metode Penyusunan Mu’jam
Secara garis besar, ada dua model penyusunan mu’jam arabiyah yang digunakan
para leksikolog, yaitu:
a. Sistem Makna (Kamus Ma’ani)
Sistem makna (kamus Ma’ani) adalah model penyusunan kosakata (item) di
dalam kamus yang digunakan seorang leksikolog dengan cara menata kata
(entri) kamus secara berurutan berdasarkan makna atau kelompok kosa kata
yang maknanya sebidang (tematik). Dengan kata lain, pengelompokan entri
pada kamuskamus ma’ani lebih mengedepankan aspek makna yang terkait
dengan topik atau Dalam sistem fonetik ini terdapat empat kamus yaitu:
1. Kamus al-‘Ain ( ), العينpenyususnnya yaitu Khalil Bin Ahamd al-Farahidi,
Oman (718 – 786 M)
2. Kamus Al-Bari' ( ,) البارعpenusunnya yaitu Abu Ali Al Qoly, Manazjarad, Furat
(w. 356 H).
3. Kamus al-Tahdzib al-Lughah ( ,)ذيب اللغةBB التهpenyusunya yaitu Abu Manshur
Muhammad bin Ahmad Al Azhar , Hirat (w. 370 H).
4. Kamus al-Muhkam wa al-Muhith al-A'zham ( )ط األعظمBBBBالمحكم والمحي
penyusunnya yaitu Ibnu Sidah, Marsiyah, Andalus (w. 458 H).
b. Nizham al-Alfaba’i al-Khas (Sistem Alfabetis Khusus)
Sistem alfabetis khusus adalah sistem penyusunan kamus lafazh yang
diperkenalkan oleh Abu Bakar Bin Duraid (233-321 H.) memulai kamusnya
yang berjudul Jamharah al-Lughah atau yang lebih dikenal dengan kamus
alJamharah. Yang dimaksud dengan sistem alfabetis khusus adalah sistem
penyusunan urutan kata-kata dalam kamus berdasarkan urutan huruf hijaiyah
yang telah disusun oleh Nashr Bin Ashim, yaitu urutan huruf sejak alif, ba, ta,
tsa, dan seterusnya hingga huruf ya seperti yang kita kenal saat ini. Dalam
sistem fonetik terdapat tiga kamus yaitu :
1. Kamus al-Jamharah ),رة اللغةBB )جمهpenyusunnya adalah Abu Bakar Bin
Duraid (w. 321 H).
2. Kamus al-Mujmal ), )المجملpenyusun kamus ini adalah Ibnu Faris, Abul
Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya bin Hubaib Al-Qazwini Al-Razi (w.
395 H).
3. Kamus al-Maqayis al-Lughah ( ), مقايس اللغةpenyusun kamus ini adalah Abul
Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya bin Hubaib Al-Qazwini Al-Razi (w.
395 H).
c. Nizham al-Qafiyah (Sistem Sajak)
Munculnya kamus-kamus bahasa Arab yang menggunakan sistem qafiyah
merupakan perubahan besar-besaran dalam hal sistem. Dinamakan sistem
qafiyah sebab penyusunan urutan kata dalam kamus didasarkan pada urutan
huruf terakhir dari sebuah kata seperti sajak-sajak dalam syair. Ada empat
kamus yang menggunakan sistem al-Qafiyah;
1. Kamus al-Shihhah Fi al-Lughah ( ), الصح ح ف اللغةpenyusunnya Ismail bin
Ahmad al-Jawhari, Farab, Turki (w. 393 H).
2. Kamus Lisan Al-Arab ( ),ربBBان العBB لسpenyusunnya Ibnu Manzur, Mesir,
(1232-1311 M).
3. Kamus al-Muhith ( ), المحيطpenyusunnya al-Fairuz Abady Karzin, Iran
(1329-1415 M).
4. Kamus Taj Al-Arus ( ), تا ج العروسpenyusunnya Murtadha Al-Zabidy Zabid,
Yaman (1145-1205 M).
d. Nizham al-Alfaba’i al-‘Aam (Sistem Alfabetis Umum) Sistem alfabetis umum
adalah penyusunan kata dalam kamus berdasarkan urutan huruf hijaiyah yang
kita kenal hingga sekarang, sejak huruf alif hingga ya. Namun sebagian peneliti
berpendapat, bahwa orang pertama yang menyusun kamus dengan sistem
alfabetis umum adalah Abu Al-Mu’aly Muhammad Bin Tamim Al-Barmaki (w.
1008). Akhirnya, ditemukan benang merahnya dari silang pendapat ini, bahwa
penemu sistem alfabetis umum tetap al-Barmaki, tetapi orang yang
menyempurnakan sistem itu menjadi sebuah kamus adalah al-Zamakhsyari
Kamus yang menggunakan sistem alfabetis umum di antaranya;
1. Kamus Asas Al- Balaghah ( ). أسا س البالغةPenyusunnya adalah Mahmud bin
Umar Al-Zamakhsary, nama terakhir Al-Zamakhsary tersebur diambil dari
kota kelahirannya yaitu Zamakhsar.
2. Kamus Muhith Al-Muhith ( ). محي ط المحيطPenyusunnya adalah Butrus Al-
Bustani (1819-1883 M) yang lahir di kota Dibyah, Libanon.
3. Kamus Aqrob Al-Mawarid ( ).واردBر ب المB أقPenyusunnya adalah Said Al-
Syirtuni (1849-1912 M) yang lahir di kota Syirtun, Libanon.
4. Kamus Al-Bustan ( ). البستانNama kamus ini diambil dari nama Penyusun
Kamus Al-Bustan yaitu Abdullah Al-Bustani (1854-1930 M), yang lahir di
Dibyah.
5. Kamus Al-Munjid ( ). المنجدPenyusunnya Lewis al-Ma'luf (1867-1946 M),
yang lahir di Zahlah.
6. Kamus al-Mu'jam al-Wasith ( ).يطB المعجم الوسPenyusunnya adalah Majma’
Lughah Arabiyah Kairo. 7) Kamus al-Mu’jam ( ). المعجمPenyusunnya adalah
Abdullah al-'Ulayali yang Lahir di Bairut.
e. Nizham al-Nutqi (Sistem Artikulasi)
Sistem kamus artikulasi adalah pencarian makna kata berdasarkan huruf
pertama yang terucap dan kata yang dicari langsung bisa diketahui dalam materi
kamus, tanpa harus menuntut seseorang untuk mencari akar kata. Kelebihan
kamus sistem artikulasi terletak pada aspek kemudahan dalam mencari letak
kosakata sehingga pengguna yang awam bisa cepat mencari makna kata dalam
kamus walaupun kurang memahami kaidah ilmu sharf. Kamus yang
menggunakan sistem Artikulasi yaitu :
1. Kamus al-Maraji' ( ). المراجعPenyusunnya adalah Abdullah Al-Ulayali, Lahir
di Bairut.
2. Kamus al-Rasyid ( ). الراشدPenyusunnya adalah Jibran Mas'ud
MAKALAH KELOMPOK 13
MU’JAM ARABIYAH
A. Pengertian Mu’jam Arab
Secara etimologi, kata mu’jam berasal dari kata al-ujm ( ) العُجمdan al-‘ajm (
) ال َعجمlawan dari kata al-’arb ( ) ال َعربdan al-‘urb ( ) العُرب. Kata al-‘ajm ( ) ال َعجم
berarti orang yang ucapannya tidak fasih dan pembicaraannya tidak jelas.
Sedangkan kata ‘ajami ( ) أعجمlebih identik dengan sebutan untuk orang arab, baik
ucapannya fasih maupun tidak.
B. Sejarah Mu’jam Arab
Penyusunan mu’jam bahasa Arab dalam bentuk sebagai karya linguistik
yang komprehensif pertama kali muncul pada abad kedua hijrah, para linguitik Arab
mengumpulkan bahasa dari kabilah-kabilah Arab, usaha untuk memperoleh bahasa
Arab dilakukan di jazirah Arab, kemudian mereka hijrah ke dekat Iraq sehingga
mereka memperoleh ilmu bahasa di daerah Bashrah dan Kufah, para linguistik
mengambil bahasa fusha dan meninggalkan sighat dan lafaz yang tidak fusha.
Kabilah-kabilah yang dekat dari Arab termasuk ke dalam kategori fusha dan
meninggalkan lahjah kabilah yang jauh dari fusha. Bahasa fusha diambil dari
kabilah Qais, Tamim, Asad, Huzail, dan sebagaian kabilah Kinanah dan Tha’i.
Setelah itu, muncul para pakar bahasa yang semuanya hidup pada akhir abad kedua
dan awal abad ketiga hijriyah, mereka mulai mengarang karya-karya mereka dan
mengumpulkannya dalam sebuah kitab, sebahagian dari karya mereka banyak yang
sampai pada saat ini dalam bentuk tema-tema tertentu dalam bidang bahasa, seperti
kitab Shigir fil Ibil, atau risalah Shigir fil Mathar dan sebagainya. Adapun tokoh-
tokoh bahasa yang populer adalah:
1. Abu Zaid al Anshari (w. 215 h)
2. Al Ashma’iy (w. 210 h)
3. Abu Ubaidah (w. 209 h)
4. Nadha bin Syamil (w. 204 h)
5. Al Yazidiy (w. 202 h)
6. Abu Amr Asy-Syaibaniy (w. 202 h)
C. Hubungan mu’jam dengan semantic
Salah satu yang menjadi ciri sekaligus hakikat setiap bahasa adalah bahasa
itu bersifat dinamis. Menurut Chaer dan Agustina, dinamis dalam konteks bahasa
adalah bahwa bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang
sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada semua tataran
lingustik, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan leksikon . Menurut Samsuri,
semua hasil proses perkembangan bahasa baik penambahan, pengurangan, maupun
penggantian dalam bidang apa saja pada bahasa seperti bentuk dan makna yang
berupa leksikal maupun gramatikal dapat ditandai sebagai perubahan kebahasaan.
Ada beberapa bentuk perubahan makna kata dalam bahasa Arab, diantaranya, yaitu:
1. Takhshish (penyempitan makna)
Takhshish yaitu perubahan makna dari sebuah kata yang pada asalnya menunjuk
atau memiliki beberapa makna yang sifatnya umum, berubah menjadi kata yang
memiliki makna khusus. Contoh kata ريمBB( الحistri) merupakan hasil dari
penyempitan makna dari kata النساء.
2. Ta’mim (perluasan makna)
Ta’mimi yaitu perubahan makna dari sebuah kata yang pada asalnya menunjuk
pada satuan bentuk-bentuk terbatas, lalu makna kata berubah menunjuk pada
berbagai acuan yang bersifat umum. Contoh kata وردBB الberarti bunga, pada
awalnya mempunyai arti bagian dari jenis bunga, yaitu bunga mawar.
3. Raqy al-Dalalah (Kenaikan makna)
Raqy al-Dalalah yaitu perubahan makna dari makna yang bersifat rendah,
biasa, sederhana, digeser atau diubah menjadi makna yang bersifat tinggi, kuat,
dan mulia. Misalnya kata رسولpada asalnya berarti utusan/pesuruh, lalu nilai
makna itu diangkat menjadi rasul dengan makna utusan Allah yang
menyampaikan misi agama tauhid.
4. Inhithah al-Dalalah (penurunan makna)
Inhithah al-Dalalah yaitu perubahan makna kata dari makna yang bersifat tinggi
dan mulia digeser atau diubah menjadi makna yang bersifat rendah dan biasa.
Contoh kata غالمpada asalnya berarti anak laki-laki yang masih kecil, lalu
maknanya berkembang menjadi “budak keci”.
D. Macam-macam kamus/Mu’jam
Kamus dapat dibagi menjadi macam berdasarkan kategorkategori berikut:
1. Ditinjau dari segi tema
a. Kamus bahasa ( al-mu’jam al-lughawi ), yaitu kamus yang meliputi kata-
kata atau istilah-istilah kebahasaan dengan menjelaskan secara bahasa,
misalnya kamus al-munawwir karya Ahmad warson Munawwir, al-Kalali
karya As’ad M. Al-Kalali, kamus Arab-Indonesia karya Muhammad Yunus,
Mu’jam al-Musthalahat al-Lughawiyah karya Ba’labaki.
b. Kamus ensiklopedi (al-mu’jam al-mausu’i), yaitu kamus yang tidak hanya
menyajikan peristilahan, tetapi juga dilengkapi dengan konsep dan
penjelasan secara luas, misalnya al-‘Arabiyah al-Muyassarah karya
Lembaga Kearaban, Amlaq al-Watd karya Ahmad al-Syarbasyi, Ensiklopedi
Islam Departemen Agama RI dalam bahasa Indonesia, dan Ensiklopedi
Islam karya Abdul Hafizh Anshari dan kawan-kawan dalam bahasa
Indonesia.
c. Kamus historis (al-mu’jam al-tarikhi), yaitu kamus yang melacak asal dan
perkembangan bahasa dari masa ke masa, misalnya kamus Maqayis al-
Lughah karya Ibnu Faris, al-Muhith karya al-Fairuzabadi, Mustadrakat ‘ala
al-Ma’ajim al-‘Arabiyah karya al-Namsawi dan A.F. Kremer.
2. Ditinjau dari segi jumlah bahasa yang digunakan
a. Kamus ekabahasa (al-mu’jam al-uhadi al-lughah), yaitu kamus yang
menjelaskan makna atau istilah dalam suatu bahasa dengan bahasa itu.
Denga kata lain kamus ini hanya menggunakan satu bahasa dalam
menjelaskan makna, misalnya al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam karya
Louis Ma’luf, Lisan al-‘Arab Karya Ibnu Manzhur.
b. Kamus dwibahasa (al-mu’jam al-tsuna’i al-lughah), yaitu kamus yang
menjelaskan makna kata atau istilah dengan bahasa lain.
c. Kamus multibahasa (al-mu’ja m al-‘adid al-lughah), yaitu kamus yang
menjelaskan makna kata-kata atau istilah dalam suatu bahasa dengan dua
bahasa atau lebih, misalnya kamus Indonesia-Arab-Inggris karya Abdullah
bin Nuh dan Omar Bakri, al-Mu’jam al-Falsafi karya Abd al-Mun’im al-
Hifni.
3. Ditinjau dari segi materinya
a. Kamus umum (al-mu’jam al-‘am), yaitu kamus yang memuat segala macam
kata dalam suatu bahasa, misalnya al-munawwir karya Ahmad warson
Munawwir, al-Munjid fi al-Lughah wa al- A’lam karya Louis Ma’luf,
Kamus Arab-Indonesia karya Mahmud Yunus.
b. Kamus khusus (al-mu’jam al-khash), yaitu kamus yang hanya memuat kata-
kata atau istilah-istilah dalam bidang tertentu, misalnya Qamus al-Tarbiyah
Arabiyya-Injiliziyan karya al-Khuli, Mu’jam Gharib al-Fiqh karya
Muhammad Fu’ad “abd al-Baqi, Qamus ‘ilm al-Ijtima’ karya A.Z. Badawi.
4. Ditinjau dari segi susunannya
a. Kamus alfabetik (al-mu’jam al-faba’i), yaitu kamus yang memuat kata-kata
atau istilah-istilah dengan maknanya secara alfabetik/abjad. Pada umumnya
kamus disusun secara alfabetik dalam menjelaskan makna dari A sampai Z
atau dari Alif sampai ya.
b. Kamus tematik (al-mu’jam al-maudhuu’i), yaitu kamus yang memuat
penjelasan kata-kata atau istilah-istilah secara lengkap berdasarkan tema
tertentu, misalnya The Cultural Atlas of Islam karya Isma’il Raji al-Faruq
dan Louis Lamya al-Faruqi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesi oleh Ilyas Hasan menjadi Atlas Budaya Islam.
MAKALAH KELOMPOK 14
KONOTASI KATA PADA KAMUS
A. Konotasi kata dalam kamus
Dalalah lafzhiyah/ة اللفظيهBBBالدالل (penunjukan bentuk lafaz) yaitu dalalah
dengan dalil yang digunakan untuk memberi petunjuk kepada sesuatu dalam bentuk
lafaz, suara atau kata. Dengan demikian, lafaz, suara dan kata, menujukkan kepada
maksud tertentu.
Seluruh lafadzh Arab pada awalnya dalam bentuk teks yang diterima untuk
merekaDari Jahiliyyah atau Islam, dan mereka mengekstrak istilah-istilah ini dari
mereka, lalu menjelaskannya,Dan mereka menafsirkannya, di bagian teks atau di
antara lipatannya.Mereka tidak memiliki tujuan selain untuk melayaniteks sastra
yang dinarasikan dan bangga akannya, dan mereka disiplin dalam kesusastraan
mereka, lalu lantangTeks-teks itu, dan menjadi sangat sulit untuk dikumpulkan
dalam satu bukuatau beberapa buku.Di sini terpikir oleh mereka untuk membuat
klasifikasi kunci dari teks-teks iniada banyak, dan mereka puas dengan membatasi
lafadz-lafadz, dan menjelaskan masing-masing darinya dengan referensi
daribeberapa kali menjadi saksi sastra di pasar mereka untuk memperjelas arti kata.
Dan beginilahKamus muncul dan berkembang seperti yang kita lihat di
atas,dan seluruhlafadz ditemukan.bahwa merekadi ungkapandepan bahasa Arab
yang perlu disusun dan ditata, sehingga disajikan untuk didaftarkanatau pindai,
sebatas ungkapan para insinyur, dengan sedikit bukti atau teks sastra,
sehinggamemungkinkan dapat dimuat dalam satu buku dari beberapa volume. Tapi
sebagian dari mereka cukup dengan lafadz-lafadz tanpa bukti, untuk memastikan
mobilisasi jumlah terbesar dari kata-kata itudi kamusnya, seperti yang dilakukan
Fairuuz Paddy dalam kamusnya Al-Muhit
Dan pemilik kamus saling mentransfer, dan saling mempengaruhi, dan
ternyataMereka tidakmemiliki sarana untuk memfasilitasi proses statistik,
sebagaimana mereka mempersingkat keterlambatan sebagian dari mereka sampai
sejauh mana tentang proses perkembangan kamus, maka mereka berdiri dengan
kamus kamus mereka ketika metodesahihdalam penataan dan klasifikasi. Tak satu
pun dari mereka pergi mencari sejarah lafadz-lafadzdan mengembangkannya dari
generasi ke generasi, atau melakukan apa yang dilakukan kaum modernis dalam
kamus pemaparanaspek historis atau etimologis dari kata tersebut. Tak satu pun dari
mereka menunjukkan kepada kita aspek retorisuntuk kata-kata, atau jelaskan kepada
kami tempat kata dan konteks penggunaannya. Untuk ini dan lainnya, pemikiran
beberapa Orientalis modernis diberlakukanKamus Arab modern yang mengikuti
teks, di mana semua studi diperhitungkancatatan modern yang diperhatikan oleh
siswa dari kamus-kamus Eropa.
Dan yang paling terkenal dari mereka yang terpanggil dalam kamus Arab
modernini adalah para Orientalisprofesor Fischerdalam sebuah laporan yang
diserahkan ke himpunan bahasa,, di mana dia menjelaskan kesalahan dari leksikon
kunoDan apa yang diambil atasnya. Mengenai kami di sini dari laporan ini adalah
apa yang Fischer putuskan untuk dibahasKata-kata semantik. Menurutnya, kamus
kuno terganggu dalam menjelaskan implikasi kata-kata, dan menggambarkan
ketidakakuratan penjelasan ini, sebagaimana pemilik kamus itu berselisih dalam
mengimplikasikan kebanyakan dari kata yang menyebabkan
kesalahpahamansebagian besar teks.
Begitu juga dengan Dr. Fischer, yang mengambil kesimpulan bahwa kamus-
kamus kuno tidak pernah meneliti sejarah kata dan perkembangan konotasi di
dalamnya, dan pencatatan penggunaan pertama nya, dan penggunaan
terakhirpenyair atau sastrawan, sampai akhir abad ketiga hijriyah dimana
berakhirnya Penolakan. Maka harus ada ketelitian dalam menentukan komotasi, dan
pemaparan konotasi yang beragam untuk kata itu disusun dalam urutan historis dan
mentalitas menurut percabangannya satu sama lain. Tanda umum indikasi biasanya
berkembang menjadi tanda khusus, dan tanda sensorik biasanya berkembang
menjadi tanda Konotasi abstrak. Sebenarnya, banyak kata dalam kamus telah
diabaikan penjelasannyadengan peremehan yang jelas, konotasinya tak jelas atau
terpotong, dan jauh dari akurasi yaitu darikualitas terpenting dari leksikon yang
baik.
Seni pengklasifikasi kamus biasanya puas dengan simbol “ ”مdepan kata
menunjukkan bahwa signifikansinya diketahui, sementara itu bahwasannya
sekarang kebodohan kita sangat nyata. Beberapa di antaranya merasa cukup dengan
mendeskripsikan kata pada frasa tradisional tidak jelas, seperti “tanam dalam
Gurun, atau yang dia katakan adalah "douba", atau "burung", atau “tempat”, atau
yang serupa penjelasan singkat yang terpotong hampir tidak berguna. Ketika kami
meninjau upaya keadilan dari para penulis kamus-kamus berikutnya, kami melihat
bahwa itu benar Ini didasarkan pada upaya mereka yang mendahului mereka, dan
kami perhatikan bahwa materi atau kata-kata yang ditemukannya secara kebetulan
dalam teks yang tersesat, atau mereka hanya mendengarnya secara kebetulan dari
beberapa orang Badui. Oleh karena itu, kamus hampir setuju atau bersatu dalam
penjelasan dan penafsirannyauntuk makna-maknaucapan. Di sini kami mengutip,
misalnya, perjanjian atau persatuan yang tidak sengaja kami pilih, yaitu kata
"epistaksis" itu terjadi dengan kamus-kamus kuno menyebutkan teks berikut yang
telah kami susun sebuah tatanan sejarah:
1. Al-Jumhur:
Pria itu menggigil, gemetaran, dan namanya mimisan Dan sampel darah
mimisan. Asal muasal berdarah adalah untuk melanjutkan perkataan mereka,
kemungkinan besar dihormati setiap tingkat lanjut Mimisan adalah darah
sebelum kita maju !!
a. Penyempurnaan bahasa bagi Azhari
Konon darah yang keluar dari hidung adalah mimisan, karena didahului oleh
ilmu Ra’if.Dan Al- laitsberkata m adalah hidung gunung dan jamaknya Ar-
Rawa’if, dan Ar-Ra’if adalah ujunggunung Kelinci. Abu Ubaid dan Al-
Asma'i Ra’af (seperti melarang dan mendukung) Abu Hatim tentang otoritas
Al-Asma’i Ra’af (seperti melarang dan mendukung) dan tidak tahu “” رُعف
atau “ ” رُعفdalam fi’il“mimisan”
2. Sahih Al-Jawhari:
Mimisan darah yang keluar dari hidung, dan pria itu menggigil, gemetar dan
berdenyut Implikasi lemah.Dan gembala yang memotong kudanya. Chipper
pesta Gunung kelinci dan hidung. Gunung kelinci dan hidung.