Anda di halaman 1dari 52

RESUME MAKALAH ILMU DILALAH WAL MA’AAJIM

Tentang:

MATERI 1 - 14

Disusun Oleh:

MUHAMMAD FADHLI MURSYID : 2020020015

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. H. Masnal Zajuli

PASCA SARJANA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)


IMAM BONJOL PADANG
2020 M/ 1442 H
MAKALAH KELOMPOK 1

PENGERTIAN ILMU DILALAH

A. Pengertian dilalah
Bahasa Penamaan Inggris & Perancis Ilmu Semantics Arab 1. .2 ‫علم الدالل ة‬
‫ علم المعاني‬Pengertian secara etimologis/bahasa: Di dalam bahasa arab , adakalanya
istilah ini dibaca dengan menfathahkan huruf Dal ( ‫ ) اللة َ الد‬atau mengkasrahkan
huruf Dal () ‫الد‬.) ِ ‫ اللة‬Ilmu Semantik di dalam bahasa arab diterjemahkan dalam 2
kata yaitu: ‘ilm dan Al Dilalah. ‘ilm berarti pengetahuan. Dan Al Dilalah adalah
penunjukan makna.Jadi menurut bahasa adalah ilmu tentang makna.
Pengertian secara terminologis/istilah: Secara terminologis , Ilmu Dilalah sebagai
salah satu cabang ilmu linguistik ‫ علم ( )اللغة‬yang telah berdiri sendiri adalah ilmu
yang mempelajari makna suatu bahasa baik pada tataran ‫ مفردات‬/kosakata maupun
pada ‫راكيب‬BB‫ ت‬/ struktur. Dr. Ahmad Mukhtar Umar mendefinisikan ilmu Dilalah
sebagai berikut:
Prof.Dr.Moh.Matsna,M.A.,Kajian Semantik Arab, (Jakarta,Gramedia),hlm.3

‫ذي‬BB‫أنه دراسة المع ن أو العلم الذي يدرس المع ن أو ذلك الفرع من علم اللغة الذي يتناول نظرية المع ن أو ذلك الفرع ال‬
‫يدرس الشروط الواجب توافرها في الرمز حتى يكون قادرا على حمل المع ن‬

Ilmu Dilalah adalah kajian tentang makna,atau ilmu yang mempelajari


makna, merupakan cabang dari ilmu bahasa/ linguistik yang mengkaji teori makna,
cabang ilmu tsb mempelajari tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
mengungkap tanda/lambang (bahasa) sehingga pantas memikul sebuah makna (yang
sesuai)2 Artinya ilmu Dilalah adalah sebuah ilmu yang membahas tentang makna
sebuah kata yang ada pada kalimat ungkapan dan susunan kebahasaan yang benar.
Jika Bahasa adalah senjata yang paling kuat untuk menguasai pemikiran3, maka
ilmu Dilalah juga adalah salah satu senjata untuk mempelajari cara menyampaikan
pemikiran dengan lafaz dengan makna yang tepat. Jadi tujuan pokok mempelajari
ilmu Dilalah/ semantik adalah agar pendengar memahami dengan baik makna yang
dimaksud dari lawan bicaranya atau pembicara memahami dengan baik makna dari
kata yang disampaikannya kepada si pendengar. Jika ‫ المتكلم‬ingin menyampaikan
sesuatu dalam Bahasa Arab kepada ‫اطب‬BB‫المخ‬, maka dia harus memperhatikan
pemilihan kata / penggunaan kosakata yang tepat dalam struktur kalimat agar
terhindar dari kesalahan semantik.

B. Objek kajian/ ruang lingkup ilmu Dilalah


Ruang lingkup Ilmu Dilalah adalah ‫" يقوم بدور العالمة والرموز كل شيئ‬Segala
sesuatu yang menangani atau membahas bagian lambang/tanda/ isyarat. Secara garis
besar, Isyarat Dilalah ini terbagi kepada 2 bagian: Dr. Ahmad Mukhtar Umar, Ilmu
Al Dilalah, (Cairo, ‘ilm AlKutub), hlm.11 3Tamam Hasan, Manaahij Al Bahtsi fi Al
Lughah, hlm.2 1. / ‫ عالمات أو رموز لغوية‬tanda/lambang/ isyarat Lughawiyah artinya
adalah isyarat bahasa mencakup kata kalimat&ungkapan yang mengandung makna
tertentu. Contohnya adalah: seorang sopir yang ingin melewati sebuah jalan.
Kemudian dia membaca tulisan di dekat jalan tsb “ jalan ini ditutup” maka isyarat
disana adalah isyarat lughawiyyah karena terdiri dari kalimat yang ditulis. 2. /
‫ عالمات أو رموز غير لغوية‬tanda/ lambang/ isyarat Ghairul Lughawiyah adalah isyarat
non bahasa seperti isyarat bunyi, isyarat dengan tangan dll. Contohnya ketika
seekor anjing mendengar bunyi lonceng, maka si anjing tidak akan berlari menuju
lonceng tetapi akan berlari ke tempat makan, karena bunyi itu adalah sebagai isyarat
untuknya bahwa waktu makannya telah tiba. Contoh untuk masing-masing unsur
adalah sbb: - Contoh Isyarat Lughawiyyah lafaz masjid . maka masjid adalah . ‫الدال‬
Sedangkan ‫ المدلول‬nya adalah bahwa masjid adalah tempat untuk bersujud, rumah
Allah sebagai tempat untuk sholat. - Contoh isyarat ghairul Lughowiyyah . Ketika
ada bunyi orang mengetuk pintu rumah. Maka bunyi tsb adalah ‫الدال‬. Sedangkan
makna dari bunyi tsb disebut ‫دلول‬BB‫ الم‬yaitu ada seseorang di depan pintu ingin
bertamu.
C. Hubungan ilmu Dilalah dengan ilmu-ilmu yang lain.
Ilmu Dilalah memiliki Hubungan yang erat dengan ilmu-ilmu yang lain
yaitu: 1. Ilmu Lughah / Linguistik 2. Ilmu Rumus/ Isyarat/symbol/ semiotics 3. Ilmu
Falsafah& Mantiq.
1. Hubungan ilmu Dilalah dengan ilmu Lughah
Sebelum kita membahas hubungan erat anatar dua ilmu ini, penulis akan
memaparkan pengertian bahasa menurut ulama bahasa. Menurut Ibnu Jiniy,
pengertian bahasa adalah: ‫أصوات يعبر بها كل قوم عن أغراضه م‬

Suara-suara yang diungkapkan oleh setiap kaum tentang tujuan-tujuan mereka”

Cakupan hubungan antara Ilmu Dilalah dengan ilmu Lughah adalah:


Memperhatikan aspek-aspek /‫ علم األصوات‬pengucapan agar sesuai dengan makna
dalam ungkapan.Misalnya dengan intonasi/tekanan suara. Contohnya terdapat di
surat yusuf: ) 75-74 ‫قالوا من وجد في رحله فهو جزاءه (سورة‬.‫قالوا فما جزاءه إن كنتم كاذبين‬
‫يوسف‬:

2. Hubungan Ilmu Dilalah dengan Ilmu Isyarat/ ilmu simbolic:


Cakupan dua ilmu ini adalah sbb: Mengkaji tentang cara penggunaan isyarat
sebagai sarana komunikasi pada bahasa tertentu
3. Hubungan Ilmu Dilalah dengan ilmu Falsafah&Mantiq.
Ilmu Falsafah mempunyai kaitan yang erat dengan ilmu Dilalah. Sehingga
ulama lughah mengatakan :

‫يجب اعتبار الفلسفة داخل السيمانتيك أو السيمانتيك داخل الفلسفة‬

Wajib mengungkapkan Falsafah dalam ilmu semantik. Dan wajib


mengungkapkan semantik dalam ilmu falsafah".10 Artinya adalah Jika ilmu
Falsafah adalah ilmu untuk mengungkap sesuatu sampai ke akar-akarnya untuk
mencari kebenaran , Sedangkan ilmu Mantiq adalah kemahiran berlogika dalam
memaparkan sesuatu ,maka ilmu Dilalah adalah ilmu alat memilih kata dan kalimat
dengan makna yang tepat ketika mengungkapkannya, didukung oleh keahlian
berbicara/ ilmu Mantiq, sehingga logika tersebut bisa diterima oleh pendengar.
MAKALAH KELOMPOK 2

SEJARAH DILALAH

A. Pengertian Sejarah Dalalah semantics.


Dalalah merupakan istilah bahasa Arab, sedangkan di kalangan ilmuwan
Barat dalalah lebih dikenal dengan istilah semantique. Istilah ini dipopulerkan
pertama kali oleh ilmuwan asal Prancis bernama Breal pada akhir abad ke 19,
tepatnya pada tahun 1883 Masehi. Breal Melalui artikelnya yang berjudul “Le Lois
Intellectualles du Language” mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang baru
dalam keilmuan. Kata semantique berasal dari bahasa Yunani yaitu
semantike/semantikosi. Adapun ilmuwan saat ini sering menyebutnya dengan istilah
semantics (Diyad, 1996:8). Seorang ulama tradisional, yaitu Jurjani (740-816 H)
mengatakan Dalalah adalah suatu fakta yang harus diketahui, atau pengetahuan
tentang sesuatu yang lain, yang pertama disebut tanda dan yang kedua disebut
konsep. Dia mengatakan yang penting adalah bahwa ada sesuatu dalam kondisi
pengetahuan yang dibutuhkan oleh pengetahuan tentang sesuatu yang lain, yang
pertama disebut penanda dan yang kedua adalah artinya(Farid, 2005:11).

B. Sejarah awal munculnya Dalalah semantic masa klasik.


Sejarah mencatat bahwa pembahasan bidang semantik atau ilmu makna
dimulai sejak masa Aristoteles, pada zaman itu makna bahasa telah dikaji
penggunaannya dalam bentuk majaz atau isti‟aroh. Mereka juga menganalisis
makna dalam perspektif filsafat serta menghubungkannya dengan kenyataan dan
benda-benda. Mereka juga terus menganalisis persepsi secara filosofis dan
menghubungkannya dengan kenyataan dan benda-benda. Kemudian mereka
memfokuskan penelitian mereka pada hubungan simbol dengan implikasinya.
(Diyad, 1996:6). Pembahasan semantik secara tersirat juga telah dikaji oleh
orangorang Arab, terutama sejak hadirnya kitab suci agama Islam yaitu Alqur‟an.
Mereka membahas Alqur‟an dari segi I‟jaz, maupun makna dalam lafaz - lafaznya.
Penelitian dalalah di kalangan bangsa Arab dimulai sejak abad ketiga, keempat,
kelima H sampai seterusnya (Diyad, 1996:8). Pada awalnya pembahasan Dalalah
dalam Alqur‟an seputar pada : mencatat makna-makna asing didalam Alqur‟an,
pembicaraan terkait gaya bahasa Alqur‟an, penyusunan materi dan teori dalam
Alqur‟an, pembuatan kamus-kamus tematik dan kamus kata, hingga pengaturan
mushaf sesuai dengan makna (Muhtar, 2010: 20).
C. Perkembangan ilmu dilalah dimasa Modren
Di masa modern ini, dari kalangan bangsa Arab muncul para linguis baru
yang membahas tentang semantik, di antara yang terkenal adalah Ibrohim Anis
dengan karyanya yang berjudul “Dalalatul Alfaz” ditulis tahun 1958 Masehi. Buku
tersebut terdiri dari 12 bab, dan bab pertama membahas tentang Asal-usul
Pembicaraan Manusia dan bagaimana kata itu berhubungan dengan
signifikansinya”. Kemudian di tiga bab selanjutnya dibahas mengenai alat atau
obyek semantik adalah lafaz. Selanjutnya ia membahas semantik fonetis, semantik
morfologi, semantik gramatikal, dan semantik leksikal.
Kemudian Ibrohim Anis juga membahas pendapat para ilmuwan mengenai
hubungan makna dan lafaz, yaitu apakah hubungannya alami seperti matahari dan
cahaya, ataukah hubungan tersebut bersifat kebudayaan pemakaiannya. Namun
Ibrohim Anis lebih condong terhadap pendapat yang kedua (Muhtar, 2010:29).
Kemudian di masa modern Para ahli bahasa mengonsentrasikan kajian tentang
makna pada usaha pemeliharaan bahasa Arab Fusha dari peristiwa lahn (Diyad,
1996:246). Dari sejarah munculnya pembahasan tentang makna diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa Dalalah/ semantik merupakan ilmu yang cukup tua, namun ia
mengalami kemapanannya pada era modern. Awalnya hanya sebatas penentuan
makna pada lafaz yang berdiri sendiri, namun kemudian ia mulai merambah kepada
makna didalam struktur kalimat (Ilyan, 2003: 707).
Perkembangan Dalalah memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu ia berkembang
secara pelan dan bertahap. Sebuah kata ketika mengalami perubahan makna ia
memakan waktu yang cukup lama untuk berubah, awalnya ia mengalami perubahan
makna yang tidak jauh berbeda, sampai kemudian makna kata tersebut bergeser
jauh dari makna awal. Terkadang perubahan itu terjadi karena spontanitas tanpa
dikehendaki oleh sang penutur, atau bisa jadi perubahan itu terjadi saat ada
peristiwa/hal-hal yang memiliki kemiripan (Ali, 1962: 287-290).
Dalalah dibagi menjadi tiga macam yaitu: Dalalah tobi‟iyah, Dalalah
aqliyah, dan Dalalah wadz‟iyah/ irfiyah. Dalalah tobi‟iyah adalah suatu hal yang
terjadi secara alami, seperti bunyi batuk, bunyi hewan. Sedangkan Dalalah aqliyah
adalah jika tanda dan konsep memiliki hubungan yang didapat dari hasil pikiran,
contoh adanya asap maka ada api. Dalalah wadz‟iyah adalah suatu makna yang
dapat dipahami jika ada suatu lafaz (Kholil :26-27).
Namun, seiring perkembangan zaman, maka kajian Dalalah pun berkembang
pula, para ulama telah membagi kajian dalalah menjadi tiga bagian, di antaranya:
1. Hanya mengkaji pada kosakata saja, seperti yang terdapat pada pembuatan
kamus.
2. Mengkaji makna berdasarkan struktur, kajian ini terbagi menjadi dua, yaitu
semantik leksikal dan semantik sintaksis. 3. Mengkaji makna baik dari segi kata
maupun frase. (Huzhoir, 2010, 14).

Noam Chomsky, dan Bloomfield. Tokoh-tokoh tersebut melahirkan teori-teori ilmu


semantik hingga terkenal dan digunakan di abad modern saat ini. Tokoh dalalah
yang terkenal pada era modern di Arab adalah Ibrohim Anis yang menulis buku
dalalatul Alfaz.
MAKALAH KELOMPOK 3

AL-FURUQ AD-DALALAH
A. Al-Furuq Dilalah
Furuq dilaliyah terbagi kepada dua macam yaitu dilalah al-Lughawiyah dan dilalah
Funnuniyah. Dilalah al-Lughawiyah yaitu mengenal makna bahasa yang
berkembang yang terjadi padanya dalam berbagai konteks.dan ini dicatat dalam
kamus dan dalam penggunaan bahasa,dan tidak ada diskusi tentang hububungan
alami antara penanda dan yang ditandakan berlaku untuk itu. Dilalah
funnuniyah,Disini kita menemukan bahwa pengunaan kata yang sering dengan
objeknya dalam bidang sosial global, atau artistik yang mengarah pada kesan yang
menghubungkan asmosfer ini dan simbol linguistik dengan ilusi bahwa bunyi bunyi
dalam kata tersebut mempunyai hubungan alami dengan peristiwa dan karakteristik
atau benda.begitu masalahnya seperti yang kita lihat adalah kebiasaan bukan fakta
alamiyah.
1. Pengertian Al-Furuq al-Lughawiyah
Istilah al-Furuq al-Lughawiyah ini merupakan sebuah istilah yang terbentuk dan
tersusun dari penggabungan dua kata, yaitu kata al-Furuq dan kata al-Lughah.
Kata al-Furuq( ‫ ) الفروق‬adalah bentuk jama’ taksir dari kata al-Farq( ‫) الفرق‬
yang berarti al-Fashli wa al-Tamyiz (memisahkan dan membedakan).
Dikatakan: ‫فالن‬ ‫ بين المتشابهين‬B‫( فرق‬Fulan menjelaskan sisi perbedaan antara
dua hal yang serupa). Sedangkan kata al-Lughah secara etimologi berasal dari
susunan tiga huruf hijaiyyah. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ia terdiri
huruf ‫ و‬, ‫ غ‬,‫ل‬, ada pula yang mengatakan bahwa ia berasal dari huruf , , . ‫ي‬
‫ل‬ ‫ غ‬Ibnu Manzhur melihat bahwa kata lagha-yalghu-laghwan wa laghan
secara bahasa memiliki arti sesuatu yang gugur dan tidak diperhitungkan atau
tidak memiliki manfaat sedikitpun. Baik berupa ucapan maupun hal lainnya.
Imam Al-Azhary mengatakan bahwa kata al-laghwu, al-lagha atau al-laghwa
berarti sebuah ucapan yang tidak berasal dari dalam hati dan tidak terniat untuk
mengucapkannya. Imam an-Nawawi menjelaskan hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda:
‫ رواه أبو داود‬. ‫إذا قلت أنصت و اإلمام يخطب فقد لغوت‬
Artinya: Jika engkau mengatakan “diamlah” ketika imam sedang berkhutbah
maka sesungguhnya engkau telah melakukan al-laghw. (H.R. Abu Daud). Bahwa
yang dimaksud dengan al-laghwa pada hadits ini adalah perkataan yang bathil, tidak
dibenarkan, tidak wajar, merusak ibadah dan tertolak. Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa kata al-Lughah secara etimology berarti sesuatu yang jujur, tidak
diperhitungkan, bathil, rusak, menyimpang dan tidak memberi manfaat, baik dari
perkataan maupun hal lainnya.
B. Sejarah Munculnya Istilah al-Furuq al-Lughawiyah
Istilah al-Furuq al-Lughawiyah ini muncul sebagai reaksi terhadap
perselisihan pendapat tentang adanya taraduf (persamaan makna kata) dalam bahasa
Arab. Taraduf adalah sebuah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan satu
benda yang memiliki banyak nama. Menurut bahasa taraduf (synonyme) berarti kata
yang berbeda lafazhnya namun memiliki makna yang sama atau pemakaian yang
bermacam-macam kata untuk suatu pengertian. Taraduf berasal dari kata ‫ردف‬

setimbangan ‫ تفاعل‬dengan makna musyarakah. Sedangkan menurut istilah, taraduf


memiliki beberapa pengertian. Diantaranya:
1. Menurut al-Jurjani ada beberapa definisi taraduf, yaitu:
a. Taraduf ialah sesuatu yang berarti satu tetapi maknanya banyak.
b. Taraduf ialah suatu ungkapan yang memiliki satu pemahaman.
c. Al-Jurjani menyebutkan bahwa hal ini dinamakan taraduf karena ia memiliki
nama yang banyak untuk menunjukkan satu makna.
C. Hal-hal yang Menyebabkan Terjadinya Perbedaan Makna Pada Beberapa
Lafazh yang Kelihatannya Memiliki Makna yang Serupa.
Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya perbedaan makna kata dan
perbedaan pemakaiannya di dalam bahasa Arab, diantaranya :
1. Perbedaan pada tarkib huruf yang dimiliki oleh beberpa lafazh yang
berdekatan makna, seperti kata ‫ رجس‬yang berkaitan dengan amaliyyah dan

‫ نجس‬yang berkaitan dengan zat.


2. Perbedaan pada keberadaan mad yang ada di beberapa kata, seperti
perbedaan makna ‫ جاء‬yang berarti datang dengan pelan, dan kata ‫ أتى‬yang
berarti datang dengan segera.
3. Perbedaan pada shighat dari satu lafazh yang sama, seperti lafazh ‫ أنزل‬yang

bermakna ta’diyah fi daf in wahid, dan lafazh ‫ نزل‬yang bermakna ta’diyah


taktsiriyyah.
4. Perbedaan pada dalalah yang dimiliki oleh masing-masing lafazh, seperti
kata ‫ الظهر صالة‬yang berarti ibadah ritual umat Islam dengan kata ‫الصالة‬

‫ النبى على‬yang berarti rahmat.


5. Perbedaan pada idiom kata, seperti kata‫ فى رغب‬yang berarti suka dan‫عن‬

‫ رغب‬yang berarti benci.


D. Beberapa Contoh Tentang al-Furuq al-Lughawiyah dan Cakupan Dalalahnya
1. Perbedaan antara ‫ الدعاء‬dan ‫اانداء‬

‫النداء هو رفع الصوت بماله معنى‬


“Al-Nida’” adalah mengangkat/ meninggikan suara dengan tidak ada
baginya makna.
2. Perbedaan antara Najwa ( ‫) النجوى‬, dan Sirru ( ‫) السر‬

. ‫النجوى اسم للكالم الخفي الذي تناجي به صاحبك كأنك ترفعه عن غيره‬
“An-Najwa” adalah nama untuk perkataan yang tersembunyi di mana
engkau berbisik-bisik dengan sahabat engkau seolah-olah engkau mengangkatkan
suara dari lainnya.
3. Perbedaan antara al-Ikhtira’ ( ‫ )اإلختراء‬dengan al-Ibtida’ (‫) اإلبتداء‬
Al-Ibtida’ adalah mewujudkan sesuatu yang belum ada padanan semisalnya
sebelum itu. Dikatakan abda’a fulan, jika dia mendatangkan sesuatu yang asing.
Dikatakan pula abda’ahullahu, maka dia adalah mubdi’ dan badi’ ( yang
menciptakan sesuatu tanpa contoh sebelumnya).
4. Perbedaan antara Al-bar’u dan Al –khalqu.
Al-bar’u adalah memilah atau membeda-bedakan bentuk (fisik) mereka
mengatakan bara’allahu al-khalqa artinya allah memililah atau membeda-
bedakan bentuk makhluknya. Sedangkan al –khalqu secara bahasa berarti
menentukan ukuran atau mengatur bentuk.
5. Perbedaan antara al-‘amal dengan al-Ja’lu.
Al-‘amal adalah mengadakan pengaruh/ efek pada sesuatu. Dikatakan fulan
ya’malu ath-thiina khazafan ( si fulan mengerjakan tanah menjadi forselen).
Sedangkan al-Ja’lu adalah mengubah bentuknya dengan mengadakan suatu
pengaruh/ efek padanya dan juga dengan selainnya.

6. Perbedaan antara al-Fathru dan al-Fi’lu.


Al-Fathru adalah menampakkan sesuatu yang baru dengan mengeluarkannya
dari ketiadaan kepada keberadaan/ wujud, seakan-akan dibelah sehingga
menjadi terlihat.
7. Perbedaan antara al-Kasbu (usaha) dan al-Khalqu.
Al-kasbu adalah perbuatan yang kembali kepada pelakunya sendiri, entah
bermanfaat atau membahayakan. Sebagian orang mengatakan bahwa al-Kasbu
adalah apa yang terjadi melalui latihan dan perlakuan tertentu. Dan al-Khalqu
sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya.
MAKALAH KELOMPOK 4

MACAM-MACAM DILALAH
A. Macam-macam ad-Dalalah.
Menurut Ibrahim Anis Menurut Ibrahim Anis dalam buku ad- Dilalah
alFadz menjelaskan bahwa ad-Dalalah itu terbagi kepada beberapa macam sebagai
berikut: Dalalah Shautiyah, Dalalah sharfiyah, Dalalah Nahwiyah, dan Dalalah
Mu’jamiyah dan Ijtima’iyah.
1. Dalalah Shautiyah ( Makna Bunyi / Fonologi) Dalalah Shautiyah adalah makna
yang terkandung dalam bunyi, adapun yang dimaksud dengan Fonologi adalah
bidang bahasa yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan
bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan
logi yaitu ilmu. Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek kajiannya,
fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara umum fonetik biasa
dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa
memperhatikan bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda
makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang
mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai
pembeda makna. Sebagai bidang linguistik (ilmu bahasa), fonemik dan fonetik
secara praktis sulit untuk dipisahkan, karena itu setiap pembicaraan mengenai
fonemik tidak bisa terlepas dari fonetik, demikian juga sebaliknya. Namun, bagi
kepentingan penelitian , keduanya harus dibatasi karena keduanya memiliki
objek penelitian yang bisa dibedakan. Misalnya Bunyi (i) yang terdapat pada
kata intan, angin dan batik adalah tidak sama. Ketidaksamaan bunyi huruf (i) itu
merupakan sebagai salah satu contoh objek atau sasaran studi fonetik. Dalam
kajiannya fonetik akan berusaha mendeskripsikan perbedaan bunyi-bunyi itu
serta menjelaskan Sebabnya. Sebaliknya bunyi huruf “P” dan “B” yang terdapat
misalnya pada kata “P” dan “B” yang terdapat pada kata “paru dan baru” adalah
menjadi contoh sasaran studi fonemik, sebab perbedaan bunyi “P” dan “B” itu
menyebabkan berbedanya makna kata “paru dan baru” itu. Adapun Dilalah yang
lahir dari tabi’at beberapa suara atau Fonem yang terkandung dalam sebuah
ungkapan, seperti kata ‫تنضخ‬.
2. Dalalah Sharfiyah ( Makna Morfologi )
Sharf merupakan salah satu cabang ilmu tata bahasa arab yang mempelajari
segala peraturan yang berhubungan dengan pembentukan kata-kata arab,
pemecahan dan perubahan bentuk kata yang membawa perubahan makna kata.
Cakupan kajian dari sharf ini adalah konjugasi kata-kata arab dari satu bentuk
kata dengan segala perubahan yang terjadi dalam proses pembentukan tersebut.
Perubahan ini pada akhirnya membawa pada perubahan. Perubahan makna kata
sharf menurut bahasa adalah berubah atau mengubah. Mengubah dari bentuk
aslinya kepada bentuk yang lain.
Ilmu sharf disebut juga dengan morfologi. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan morfologi adalah cabang
linguistik yang mengkaji tentang morfem dan kombinasikombinasinya atau
bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata. Akan
tetapi ilmu sharf lebih dinilai lebih bervariasi dibanding morfologi.
B. Macam-macam ad-Dalalah
Menurut Ibnu Jinny Sedangkan menurut Ibnu Jinny, dia membagi tersendiri
macam-macam dalalah. Secara garis besar Ibnu Jinny membagi dalalah menjadi dua
macam : Dalalah lafziyah dan Dalalah ghairu lafziyah. Dalalah lafziyah terbagi
menjadi : Thabi’iyah, ‘Aqliyah, Wad’iyah, Muthabaqiyah, Tadhammuniyah, dan
Iltizamiyah Ghairu Lafziyah. Sedangkan Dalalah ghairu lafziyah terbagi menjadi:
Thabi’iyah, Aqliyah dan Wadh’iyah
1. Dalalah Lafziyah
Dalalah Lafziyah adalah petunjuk yang berupa kata atau suara. Dalalah ini
terbagi menjadi tiga: a) Dalalah lafziyah Thabi’iyah, yaitu dilalah (petunjuk)
yang berbentuk alami (‘aradh thabi’i). Contoh : 1) Tertawa terbahak-bahak
menjadi dilalah untuk gembira. 2) Menangis terisak-isak menjadi dilalah bagi
bersedih b) Dilalah lafziyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang berbentuk
akal pikiran Contoh: 1) Suara teriakan di tengah hutan menjadi dilalah bagi
adanya menusia di sana. 2) Suara teriakan maling di sebuah rumah menjadi
dilalah bagi adanya maling yang sedang melakukan pencurian. c) Dilalah
lafziyah Wad’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dengan sengaja dibuat oleh
manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.
Contoh: Petunjuk lafaz (kata) kepada makna (benda) yang disepakaati: 1) Orang
sunda, misalnya sepakat menetapkan kata cau menjadi dilalah bagi pisang. 2)
Orang jawa, misalnya sepakat menetapkan kata gedang menjadi dilalah bagi
pisang. 3) Orang inggris, misalnya sepakat menetapkan kata banana menjadi
dilalah bagi pisang.
2. Dilalah Ghairu Lafziyah
Dilalah Ghairu Lafziyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau
suara. Dilalah ini terbagi tiga: a. Dilalah Ghairu Lafziyah Thabi’iyah, yaitu
dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa sifat alami. Contoh:
Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang 2) Menutup hidung menjadi
dilalah bagi menhindarkan bau tidak sedap. b. Dilalah Ghairu Lafziyah
‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang dibentuk
akal pikiran. Contoh: 1) Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah
adanya pencuri yang mengambil. 2) Terjadinya kebakaran di gunung menjadi
dilalah adanya orang yang membawa api ke sana. c. Dilalah Ghairu Lafziyah
Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) bukan berupa kata atau suara yang dengan
sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasar
kesepakatan. Contoh: 1) Secarik kain hitam yang diletakkan dilengan kiri orang
Cina adalah dilalah bagi kesedihan / duka cita, karena ada anggota keluarganya
yang meninggal.
MAKALAH KELOMPOK 5

PERKEMBANGAN ILMU DILALAH


A. Semantik dan Perkembanganya
Fenomena bahasa yang paling penting disebabkan oleh dua aspek utama,
yaitu fenomena yang terkait dengan suara dan fenomena yang berkaitan dengan
semantik, dan bahwa kedua aspek tersebut dalam perkembangan yang stabil dan
perubahan yang terus menerus, dan bahwa dalam perkembangan dan perubahannya
kita dipengaruhi oleh berbagai faktor dan tunduk pada berbagai hukum.
B. Jenis perkembangan semantic
Fenomena terpenting dari perkembangan semantik terdiri dari tiga jenis:
1. Perkembangan yang menambahkan aturan-aturan yang berkaitan dengan fungsi
2. kata, sintaks kalimat, komposisi frasa dan sebagainya, seperti aturan derivasi,
morfologi, (sintaksis) dan sebagainya
3. Perkembangan yang mengikuti gaya, seperti yang terjadi dalam bahasa percakapan
sehari-hari yang menyimpang dari bahasa Arab, karena perbedaan gaya bahasa
mereka sangat berbeda dari gaya Arab pertama, dan seperti yang terjadi pada bahasa
tulisan di masa sekarang, karena gayanya dibedakan dari gaya tulisan lama (kuno)
di bawah pengaruh terjemahan dan kontak dengan sastra asing dan kemajuan
pemikiran dan tambahan yang memerlukan ketelitian dalam mengungkapkan fakta
ilmu pengetahuan, filsafat dan sosiologi.
C. Perkembangan yang menambahkan arti dari kata itu sendiri, seperti mengalokasikan
arti umumnya, dan tidak menyertakanya kecuali kepada beberapa yang biasa
disebut sebelumnya atau menyamaratakan arti dan maksudnya sendiri, sehingga
disebut makna yang mencakup makna aslinya dan makna lain yang mengikuti
beberapa sifat dengannya atau keluar dari makna lamanya, sehingga disebut makna
lain Itu mengikatnya pada suatu hubungan.
D. Sifat perkembangan semantik dan metodenya
Perkembangan semantik dari berbagai jenisnya memiliki banyak sifat yang
secara keseluruhan serupa dengan perkembangan fonologis. Di antara yang
terpenting dari sifat ini adalah sebagai berikut:
1. Bahwasanya berjalan dengan lambat dan bertahap.
2. Itu terjadi dengan sendirinya dengan cara yang tidak masuk ke dalamnya oleh
kehendak manusia: jatuhnya tanda-tanda i’rab dalam dialek Arab sekarang,
perubahan wazn pada kata kerja, dan ta’nis beberapa kata muzdakkar, mengingat
beberapa kata muannas, kumpulan kata sifat Mutsanna, penundaan isyaroh dari
yang dirujuk, dan banyak pergeseran kosa kata Dari arti pertama hingga makna baru
dan seterusnya, muncul dengan sendirinya dalam bentuknya yang tidak melibatkan
penjelasan atau kemauan penutur.
3. Ia memaksakan fenomena, karena ia tunduk pada hukum yang kaku dan sulit di
mana tidak seorang pun berhak menghentikannya, menghalangi mereka, atau
mengubah apa yang mengarah padanya.
4. Keadaan di mana makna ditransmisikan sering terkait dengan keadaan dari mana ia
ditransmisikan oleh salah satu dari dua hubungan di mana tabrakan makna
bergantung: yang kami maksud dengan mereka adalah hubungan saya yang
bertetangga.
5. Perkembangan semantik di sebagian besar kondisinya dibatasi oleh waktu dan
tempat.
E. Sejarah Perkembangan Semantik dan Para Tokoh-tokohnya
Bahasa selalu berkembang dan perkembangan bahasa beriringan dengan
perkembangan kehidupan manusia itusendiri.Pada dasarnya secara umum
perkembangan bahasa tercakup ke dalam dua hal, yaitu perkembangan fonologi dan
perkembangan semantik. Namun makalah ini menjelaskan perkembangan yang ke-
dua, yaitu perkembangan semantik. Semantik (ilmu Dalalah) yang ada saat ini tidak
langsung hadir begitu saja, ia mengalami perjalanan yang cukup panjang sampai
akhirnya menjadi keilmuan yang cukup matang. Sejarah mencatat bahwa
pembahasan bidang semantik atau ilmu makna dimulai sejak masa Aristoteles, pada
zaman itu makna bahasa telah dikaji penggunaannya dalam bentuk majaz atau
isti’aroh.
F. Tahapan Perkembangan Ilmu Dalalah
Pada mulanya, Dalalah dibagi menjadi tiga macam yaitu: Dalalah tobi’iyah,
Dalalah aqliyah, dan Dalalah wadz’iyah/ irfiyah. Dalalah tobi’iyah adalah suatu
hal yang terjadi secara alami, seperti bunyi batuk, bunyi hewan. Sedangkan Dalalah
aqliyah adalah jika tanda dan konsep memiliki hubungan yang dida-pat dari hasil
pikiran, contoh adanya asap maka ada api. Dalalah wadz’iyah adalah suatu makna
yang dapat dipa-hami jika ada suatu lafaz. Namun, seiring perkembangan zaman,
maka kajian Dalalah pun berkem-bang pula, para ulama telah membagi kajian ilmu
Dalalah menjadi tiga bagian, di antaranya: pertama) hanya mengkaji pada kosakata
saja, seperti yang terda-pat pada pembuatan kamus.
G. Faktor-faktor Perkembangan Srmantik

Perkembangan semacam ini memiliki banyak faktor, yang paling penting adalah sekte-
sekte berikut.

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kata, Arti kata berubah sesuai
dengan kasus dimana kata tersebut sering digunakan.
2. Faktor yang berhubungan dengan banyaknya kejelasan kata di benak.
3. Faktor yang berhubungan dengan bunyi kata.
4. Faktor tata bahasa.
5. Faktor yang berhubungan dengan perpindahan bahasa dari nenek moyang ke
belakang.
6. Arti sebuah kata sering kali berubah sebagai akibat peralihannya dari bahasa ke
bahasa.
7. Faktor yang berkaitan dengan perbedaan tingkatan
MAKALAH KELOMPOK 6

TEORI REFERENSIAL (AL-ISYARIYAH)

A. TEORI REFERENSIAL (AL-ISYARIYAH)


1. Pengertian Teori Referensial (al-Isyariyah)
Al-Nazhariyah al-Isyariyah atau lebih dikenal dengan Teori Referensial,
merupakan salah satu jenis teori makna yang mengenali atau mengidentifikasi
makna suatu ungkapan dengan apa yang diacunya atau dengan hubungan acuan
tersebut. Acuan atau  reference  bisa jadi berupa benda, peristiwa, proses, atau
kenyataan. Referen adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh lambang.
Teori referensial akan makna referensial, makna referensial adalah makna
yang berhubungan langsung dengan acuan.
Teori referensial (denotational) dikembangkan pertama sekali
oleh ‫دن‬B‫أوج‬ (Odgen) dan ‫اردز‬B‫ريتش‬ (Richard), dalam buku mereka yang terkenal
dengan judul The Meaning of Meaning. Mereka menjelaskan proses
terbentuknya makna melalui segitiga berikut:
Al-Nazhariyah al-Isyariyah atau teori referensial ini telah ditentang dengan
pernyataan sebagai berikut:
a. Teori referensial hanya mengkaji tentang fenomena bahasa di luar
kerangka bahasa.
b. Teori referensial berlandaskan atas dasar kajian yang terdapat diluar
bahasa (sesuatu yang diisyaratkan). Dan agar kita dapat memberikan
pengertian yang tepat tentang suatu makna berdasarkan teori ini, oleh
karena itu dibutuhkan ilmu yang tepat pula serta mendalam tentang
dunia untuk dapat mengkaji makna secara mendalam dan tepat. Tetapi
kebanyakan manusia ilmunya sedikit sekali.
c. Teori referensial, bahasannya tidak menyertakan pembahasan mengenai
kata-kata ‫أو‬ ,‫لكن‬ ,‫إلى‬ ,‫ال‬ dan sebagainya, serta kata-kata lain yang sejenis
dengan kata-kata ini, karena kata-kata tersebut tidak mengisyaratkan
kepada sesuatu yang ada (existing thing). Kata-kata ini memiliki makna
yang dapat dipahami oleh pendengar dan pembicara, tetapi kata-kata ini
sesuatu yang ditunjukkannya tidak mungkin diketahui dalam bentuk
nyata.
d. Makna itu adalah sesuatu yang tidak sama, maka makna kata ‫تفاحة‬ tidak
sama dengan ‫التفاحة‬.
B. TEORI BEHAVIORAL (AL- SULUKIYAH)
1. Pengertian Teori Behavioral (al-Sulukiyah)
Al-Nazhariyah al-Sulukiyah  lebih dikenal dengan teori Behavioral dan
dikenal juga dengan teori tingkah laku. Teori behavioral adalah teori yang
mengkaji makna melalui pengamatan terhadap tingkah laku pelaku
bahasa. Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang diperkenalkan
oleh John B. Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi berkebangsaan
Amerika. Teori Behavioris mengatakan bahwa suatu ungkapan ialah rangsangan
(matsir) yang menimbulkannya, atau respon (istijab) yang ditimbulkannya, atau
kombinasi dari rangsangan dan respon, pada waktu pengungkapan kalimat itu.
Teori behavioral menfokuskan kajiannya pada sistem penggunaan bahasa ketika
dalam proses interaksi. Teori ini menitikberatkan kajiannya pada objek yang
dapat diamati secara jelas. Dan menurut teori ini makna suatu kata atau
ungkapan adalah ransangan (stimulus atau matsir) yang menimbulkan
tanggapan-tanggapan (response atau istijaab)  yang ditimbulkan oleh ucapan
tersebut. Teori ini menanggapi bahasa sebagai sebuah kelakuan yang
mengembalikannya kepada teori stimulus dan respons. Dan makna merupakan
ransangan untuk menimbulkan perilaku tertentu sebagai respons kepada
ransangan tersebut.
Teori behavioral telah mendominasi bidang psikologi Amerika untuk waktu
yang lama. Dan teori ini memberikan pengaruh yang luar biasa dalam
pembelajaran semantik, tidak dalam bidang psikologi saja. Begitu juga halnya
dalam bidang filsafat, namun tidak lagi setelah sepuluh tahun belakangan ini.
Jadi, teori behavioral  adalah suatu teori yang mengkaji makna bahasa melalui
tingkah laku pelaku bahasa.
C. AN NAZHARIYYAH AT TASHAWWURIYYAH
1. Pengertian
Dari sudut kebahasaan, kata tashawwur adalah bentuk mashdar dari kata
kerja tashawwara-yatashawwaru yang bearti membayangkan, atau
menggambarkan. Dengan akar kata yang sama terangkailah kata shurah yang
bearti gambar. Dengan demikian, secara bahasa tashawwur dapat diartikan
sebagai bayangan atau gambaran. Adapun secara istilah, tashawwur itu ialah
pengetahuan atau gambaran kita terhadap sesuatu yang tidak disertai
penghukuman apapun terhadap sesuatu tersebut. Contohnya seperti pengetahuan
kita terhadap buku, pulpen, kertas, masjid, rumah, hotel, dan sebagainya.
Penegtahuan kita terhadap lafaz-lafaz tunggal itu, dalam bahasa ilmu mantiq
dinamai tashawwur. Singkatnya, tashawwur itu ialah pengetahuan “telanjang”
kita terhadap sesuatu.
2. Macam Tashawwur
Tashawwur dibagi menjadi dua, yaitu tashawwur dharuriy (apodictic), lalu
ada yang disebut tashawwur nazhariy (speculative). Contoh tashawwur yang
pertama, bayangan terhadap lapar, dingin, panas dan sejenisnya. Kita tidak perlu
memikirkan berdalam-dalam untuk membayangkan rasa lapar dan lainnya.
Maka gambaran terhadap sesuatu yang tidak membutuhkan penalaran itu
namanya tashawwur dharuriy. Kebalikannya adalah tashawwur nazhariy. Jika
yang pertama tak membutuhkan penalaran, maka yang kedua membutuhkan
perenungan. Misalnya seperti gambaran kita tentang malaikat, jin, ruh, akal dan
hal-hal metafisik lainnya. Ketika ada orang yang menyebut kata malaikat,
misalnya biasanya kita berspekulasi macam0macamnya. Kita membayangkan
malaikat itu punya sayap, terbang ke langit, bewarna putih, menyertai orang-
orang shaleh, dan sebagainya.
MAKALAH KELOMPOK 7

KONTEKS LIGUISTIK
A. Pengertian Konteks
Konteks secara etimologi bermakna bagian uraian atau kalimat yang dapat
mendukung kejelasan makna. Secara istilah konteks dimaknai dengan kata-kata dan
kalimat-kalimat sebelum dan sesudah kalimat tertentu, atau juga dapat dimaknai
dengan keseluruhan lingkungan, tidak hanya lingkungan tutur, tetapi juga
lingkungan keadaan tempat.
B. Konteks Linguistik ( (‫السياق اللغوى‬
Secara umum linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang
mejadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Telaah ilmiah mengenai bahasa Al-
Khuli mendefinisikan Linguistik sebagai ilmu yang menyelidiki bahasa (‘ilmun
yabhatsu fi al-lughah). Jurji Zaidan, mendefinisikan Linguistik sebagai ilmu yang
menyelidiki bahasa dari sisi tertulis maupun non tertulis. Sementara Iman Saiful
Mu’minin mendefinisikan Linguistik sebagai ilmu yang membahas tentang bahasa
dari berbagai sisi. berarti bahasa secara umum, seperti dalam ungkapan “Manusia
punya bahasa sedangkan binatang tidak”. Disamping istilah langue dan langage
bahasa Prancis masih punya istilah lain mengenai bahasa yaitu parole. Parole adalah
bahasa dalam wujudnya yang nyata, yang konkret, yaitu yang berupa ujaran, yang
diucapkan anggota masyarakat dalam kegiatan sehari-hari. Konteks linguistik
mengacu pada suatu makna yang kemunculannya dipengaruhi oleh struktur kalimat
atau keberadaan suatu kata atau frase yang mendahului atau mengikuti unsur-unsur
bahasa (kata/frase) dalam suatu kalimat.
C. Konteks Non-Linguistik ( (‫السياق غير اللغوى‬
Yang dimaksud dengan konteks non-linguistik atau ekstra linguistik adalah
suatu konteks yang unsur-unsur pembentuknya berada di luar struktur kalimat.
Unsur-unsur konteks meliputi penyapa dan pesapa, konteks sebuah tuturan, tujuan
sebuah tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk suatu
tindak verbal (bukan tindak verbal itu sendiri(. Menurut Purwo (1990), unsur-unsur
konteks adalah siapa yang mengatakan kepada siapa, tempat, dan waktu
diujarkannya suatu kalimat. Kajian tentang konteks non linguistic dapat diartikan
sebagai segala kondisi yang ada diluar kata/ kalimat yang dituturkan, baik itu
berupa situasi, budaya, dan tingkah laku dan emosi.
1. Konteks situasi
Teori yang berkenaan dengan konteks situasi yang digunakan dalam bahasa
tidak terlepas dari peran ilmuan yaitu pakar anthropologi Malinowski dan
Linguis Firth. Keduanya menggunakan konteks ini dalam memaknai bahasa,
meskipun langkah-langkah yang ditempuh diantara keduanya berbeda.11
Malinowski mulai membicarakan perhatiannya kepada bahasa ketika dirinya
berada di pulau Tobriand, Wilayah pasifik selatan. Ia berkepentingan mengkaji
masalah makna ketika ia mengalami berbagai kendala dalam menterjemahkan
teks-teks bahasa Kiriwinia ke dalam bahasa inggris, agar maknanya sampai dan
mudah dipahami. Dalam mengetengahkan teks-teks tersebut, Malinowski
menggunakan berbagai metode. Dia memberikan terjemahan bebas yang dapat
dimengerti , tetapi tidak menghasilkan apa-apa yang menyangkut bahasa atau
kebudayaannya, kemudian terjemahan harfiah, dengan cara meniru teks aslinya,
tetapi tidak dimengerti oleh pembaca inggris. Sehingga ia sampai kepada sebuah
kesimpulan bahwa pemahaman terhadap makna suatu kalimat tidak dapat
dilakukan tanpa disertai dengan pemahaman konteks atau situasi di mana atau
kapan kalimat itu diutarakan.12 Beberapa asumsi Malinowski tentang bahasa
antara lain bahwa bahasa akan sulit dipahami maknanya tanpa pengetahuan
tentang apa yang sedang terjadi, sehingga diperlukan konsep konteks situasi.
Gagasan umum tentang konteks situasi untuk pemahaman bahasa inggris atau
bahasa besar manapun sama perlunya sebagaimana pemahaman terhadap bahasa
Kriwinia. Masalahnya hanyalah pada konteks budayanya yang khas yang
berbeda. Kegiatan yang dilakukan orang bisa saja berbeda di satu tempat dengan
tempat atau waktu yang lain, tetapi asas umumnya bahwa semua bahasa harus
dipahami berdasarkan konteks situasinya, jelas berlaku untuk setiap kelompok
masyarakat di setiap tingkat perkembangan. Meskipun demikian, dalam arti
tertentu, Firth mengemukakan bahwa pemikiran Malinowski tentang konteks
situasi tidak begitu lengkap untuk tujuan teori-teori kebahasaan, sebab
pandangannya belum bersifat umum.
2. Konteks Budaya
Konteks budaya sebagai salah satu konteks non linguistic merupakan segala
aspek yang menunjuk pada keseluruhan jaringan konvensi dan institusi social
budaya yang ada dalam sebuah masyarakat dalam kurun tertentu. Istilah
merdeka atau mati sepertinya hanya muncul dalam konteks waktu ketika bangsa
Indonesia masih berada di bawah cengkeraman penjajah, dan terbukti banyak
muncul lagi pada saat-saat sekarang ini. Jadi, jelas sekali pemaknaan suatu
teks atau wacana tidak serta dapat dilepaskan dari konteks sosiokulturalnya.
Peniadaan terhadap nilai-nilai sosio culturalnya. Peniadaan terhadap nilai-nilai
sosio cultural tidak akan mendatangkan makna apa-apa dan siapa belaka. Jadi,
konteks budaya merupakan segala hal yang merujuk kepada budaya dan tataran
social sebuah tuturan dituturkan. Misal lain, kata, uqoilah dalam bahasa arab
lebih bergengsi dibandingkan dengan kata zaujah, walaupun memiliki makna
yang sama, begitu juga dengan penggunaan kata rich dan wealthy dalam budaya
inggris yang memiliki makna yang sama tapi berbeda.
3. Konteks Perilaku
Menurut Malinowski dan Firth, deskripsi terhadap suatu bahasa tidak terjadi
secara sempurna kecuali dengan merujuk kepada konteks situasi dari suatu
peristiwa bahasa tertentu. Namun, ada beberapa pendapat lain yang
dikemukakan oleh para pakar linguis, bahwa maka teks atau wacana dapat
diperoleh dengan memperhatikan aspek situasi, namun situasi di sini lebih
ditekan kepada tingkah laku, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bloomfield.
Bloomfield menjelaskan teori ini dengan mengemukakan sebuah contoh
percakapan anatara "Jack dan Jill" di tengah percakapan, Jill merasa lapar, dan
ia melihat buah apel, lalu ia menggunakan bahasa untuk memintanya dari Jack
untuk dirinya. Seandainya dia dalam keadaan sendiripun, pasti ia akan
mengambil buah apel tersebut. Dari peristiwa tutur di atas, tampak bahwa yang
terjadi adalah adanya stimulus, yang mempengaruhi dan respon, yang
dipengaruhi, sehingga ia bergerak untuk mendapatkan apel tersebut. Akan tetapi
karena Jack sedang bersamanya, maka ia tidak memberikan respon secara
langsung berupa gerak, akan tetapi respon bahasa, meminta kepada Jack untuk
mengambil apel untuk dirinya. Dari beberapa contoh di atas, maka Bloomfield
berkesimpulan bahwa makna dapat dipahami dari korelasi antara tuturan dan
tindakan alami yang dilakukan atau sesudah tuturan tersebut. Pendapat
Bloomfield tentang stimulus dan respon ini mendapatkan banyak bantahan dari
berbagai pihak, hingga dikatakan bahwa pendapatnya tidak benar karena tidak
dapat diterapkan secara umum.
4. Konteks emosi ( )‫سياق العطفي‬
Konteks emosi/emotif adalah suatu konteks yang berkaitan dengan tingkat
kekuatan dan kelemahan dalam berinteraksi, yang secara fungsional bisa jadi
sebagai penegas hiperbola atau diantara keduanya. Kata love dalam bahasa
Inggris misalnya secara emotif berbeda dengan kata like meskipun keduanya
memiliki makna dasar yang sama yaitu cinta (al-hub). Dalam bahasa Arab,
yukrihu secara emotif berbeda dengan kata yabghadhu, meskipun keduanya juga
berasal dari makna dasar yang sama, yaitu “membenci”.

‫ وهللا يعلم وانتم‬،‫ر لكم‬BB‫كتب عليكم القتال وهو كره لكم وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسى أن تحبوا شيئا وهو ش‬
‫التعلمون‬

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.
Boleh jadi kamu membenci
MAKALAH KELOMPOK 8

MACAM-MACAM MAKNA

A. Pengertian Makna
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya.Makna
merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam
komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.Ujaran
manusia itu mengandung makna yang utuh.Keutuhan makna itu merupakan
perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan (feeling), nada
(tone), dan amanat (intension).Memahami aspek itu dalam seluruh konteks adalah
bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi. Menurut Chaer
(1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang.
Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem
dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan
ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna
denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata
dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri
lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif,
kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya

B. Macam-macam Makna
Dr. Muhammad Muhktar ‘Umar telah mengklasifikasikan jenis-jenis makna ke
dalam lima jenis di antaranya sebagai berikut.
1. Makna Dasar/Asasi (‫)المعنى األساسى‬.
Makna ini sering disebut juga sebagai makna awal ( ‫األولى‬ ‫)المعنى‬, atau
makna utama (‫زى‬bb‫المرك‬ ‫نى‬bb‫)المع‬, makna gambaran (‫ورى‬bb‫التص‬ ‫نى‬bb‫)المع‬, atau makna
pemahaman/conceptual meaning (‫المفهومى‬ ‫)المعنى‬, dan makna kognitif (‫اإلدرا‬ ‫المعنى‬
‫)كي‬. Makna ini merupakan makna pokok dari suatu bahasa. Contohnya
kata  “wanita” memiliki makna konseptual  “manusia, bukan laki-laki, baligh
(dewasa)”.
2. Makna Tambahan (‫التضمني‬ ‫أو‬ ‫الثانوي‬ ‫أو‬ ‫العرضي‬ ‫أو‬ ‫اإلضافي‬ ‫)المعنى‬,
Yaitu makna yang ada di luar makna dasarnya. Makna ini dapat dikatakan
sebagai makna tambahan dari makna dasar namun makna ini tidak tetap dan
perubahannya menyesuaikan dengan waktu dan kebudayaan pengguna bahasa.
Contohnya kata “wanita” yang memiliki makna dasar “manusia bukan
lelaki yang dewasa”. Jika kata ini ditambahi dengan makna tambahan, maka
banyak sekali makna yang akan timbul dari kata tersebut. Misalnya  jika kata
“wanita” dimaknai oleh sebuah kelompok dengan “makhluk yang pandai
memasak dan suka berdandan”, maka inilah makna tambahan yang keluar dari
kata “wanita” tersebut. Atau jika “wanita” dimaknai dengan “makhluk yang
lembut perasaannya, labil jiwanya, dan emosional”. Kedua makna tambahan ini
tidak berlaku tetap sebagai makna tambahan dari kata “wanita”. Apabila suatu
kelompok pada zaman tertentu menggunakannya maka makna tambahan itu
masih berlaku. Namun jika makna itu sudah tidak dipakai lagi, maka makna
tambahan itu tidak berlaku.
Contoh lainnya: ‫احمر‬ = merah adalah sebagai makna denotatifnya dan
makna konotatifnya “berani”
3. Makna Gaya Bahasa/Style (‫اإلسلوبي‬ ‫)المعنى‬,
Yaitu makna yang lahir karena penggunaan bahasa tersebut.
Penggunaan bahasa dapat dilihat dalam bahasa sastra, bahasa resmi, bahasa
pergaulan, dan lain sebagainya. Perbedaan penggunaan bahasa menimbulkan
gaya yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Dalam bahasa sastra
sendiri memiliki perbedaan gaya bahasa seperti gaya bahasa puisi, natsr,
khutbah, kitabah, dan lain sebagainya.
Kata daddy digunakan untuk panggilan mesra kepada sang ayah,
sedangkan father digunakan sebagai panggilan hormat dan sopan kepada sang
ayah. Kedua kata ini ternyata berpengaruh terhadap penggunaan bahasa yang
bermakna ‘ayah’ dalam bahasa Arab. Kata ‫دي‬bb‫وال‬ –  ‫الولد‬  digunakan sebagai
bahasa sopan dan hormat.
4. Makna Nafsi (‫النفسي‬ ‫ )المعنى‬atau makna objektif,
Yaitu makna yang lahir dari suatu lafadz atau kata sebagai makna
tunggal.makna ini hanya bagi seseorang saja (makna pribadi).
5. Makna Ihaa’i (‫اإليحائي‬ ‫)المعنى‬
Yaitu jenis makna yang berkaitan dengan unsur lafadz atau kata tertentu
dipandang dari penggunaannya. Dalam makna ini memiliki tiga pengaruh di
antaranya sebagai berikut:
a. Pengaruh suara (fonetis)/ intonasi, contohnya seperti suara-suara hewan
yang menunjuk langsung pada hewan itu. Kata yang sama bisa berobah
disebabkan berbeda intonasi.
b.  Pengaruh perubahan kata (sharfiyah) berupa akronim atau singkatan.
Contohnya  ‫بسمله‬  singkatan dari ‫الرحيم‬ ‫الرحمن‬ ‫هللا‬ ‫بسم‬.
c. Pengaruh makna kiasan yang digunakan dalam ungkapan atau peribahasa.

Menurut Geoffrey Leech (1976), jenis-jenis makna itu mencakup:


Makna Konotatif, Makna Stilistik, Makna Afektif, Makna Refleksi,
Makna Kolokatif, Makna Konseptual, Makna Tematik
Abdul Chaer berpendapat bahwa jenis-jenis makna itu terbagi menjadi
beberapa jenis makna, yaitu: Makna Leksikal, Makna Gramatikal, Makna
Kontekstual, Makna Referensial, Makna Non-referensial, Makna Denotatif, Makna
Konotatif, Makna Konseptual, Makna Asosiatif, Makna Kata, Makna Istilah, Makna
Idiom, Makna Peribahasa.
MAKALAH KELOMPOK 9

PENOMENA BAHASA
A. Pengertian Fenomena Bahasa ( )‫الظواهر اللغوي‬
Secara etimologi kata fenomena berasal dari bahasa Yunani “Phainomenon”
yang berarti apa yang terlihat. Dalam istilah bahasa Arab, kata fenomena dikenal
dengan istilah ( (‫ ظواهر‬yang merupakan jama’ dari ‫ ظهيرة‬،‫ ظاهرة‬،‫ ظاهر‬yang berarti
yang berarti sesuatu yang tampak secara nyata. Didalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indra dapat
diterangkan dan dijelaskan secara ilmiah. Dan bisa juga diartikan sebagai fakta,
kejadian, dan kenyataan. Maka dapat disimpulkan bahwa fenomena bahasa adalah
suatu fakta atau kejadian nyata yang terdapat didalam bahasa baik berupa kata
ataupun kalimat. Interaksi antara dialek dan makna menurut para ahli bahasa Arab
telag menjadi aktivitas yang ampuh utnuk memantau fenomena-fenomena tersebut
antara lain: verbal umum (‫ترك اللفظي‬BB‫ )المش‬sinonim atau persamaan kata (‫ترادف‬BB‫)ال‬,
antonim atau lawan kata (‫)األضداد‬, dan singkatan ( ‫) النحت‬, serta isytiqa (‫)االشتقاق‬
B. Macam-macam ‫ الظواهر اللغوي‬.
1. Polisemi ‫المشترك اللفظي‬
a. Pengertian polisemi
Secara etimologi kata polisemi (Indonesia) diadopsi dari polysemy (Inggris),
sementara Polysemy diambil dari bahasa yunani: “poly” yang artinya banyak
atau bermacam-macam, dan“semy” yang berartiarti.
Secara terminology, Palmer mengartikan polisemi sebagai suau kata, yang
mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengndung makna ganda ,
Parera polisemi adalah suatu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna
yang berbeda-beda tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna
yang berlainan tersebut. Misalnya, kata “kepala” dapat bermakna “kepala
anusia, kepala jawatan dan kepala sarung Dalam kajian linguistik Arab,
Taufiqurrochman menyebutkan dalam bukunya, Bahwa polisemi adalah:
‫هو عبارة عن كلمة واحدةلها اكثرمن معني‬:‫البوليسيمي‬

Polisemi (Ta’addud Al-Ma’na) adalah sebuah kata yang maknanya lebih


dari satu, sebagai akibat adanya lebih dari sebuah komponen konsep makna pada
kata tersebut. Misalnya, kata kepala yang mengandung konsep makna, selain
bermakna: (1) anggota tubuh manusia/hewan, juga memiliki makna (2)
pemimpin/ketua, (3) orang/jiwa dll. Dalam bahasaArab, Polisemi disebut juga /
‫ اشتراك اللفظى‬Isytirak al-lafzi. Karena menurut Wafi, yang dimasud dengan ‫اشتراك‬
‫ اللفظى‬adalah:

‫للكلمةالواحدةعدةمعان تطلق على كل منها على طريق الحقيقةالالمجاز‬

Artinya: “satu kata mengandung beberapa arti yang masing masing nya
dapat dipakai sebagai makna yang denotative (hakikat) dan bukan makna konotatif
(majaz)”.

Kata “‫ ”الخال‬misalnya, bisa berarti: paman, tahi lalat diwajah, awan dan onta
yang gemuk. Polisemi adalah suatu kata yang memiliki banya makna, sedangkan
hanonim adalah kumpulan kata-kata yang yang tidak memiliki kaitan apa-apa
antarayang satu dengan yang lain, kecuali hanya kesamaan bentuk dan baris saja
seperti kalimat (‫أرق دمي‬dengan ungkapan ‫) أرى قدمي‬. Atau kalimat ( ‫رأيت ذاهبة‬
dengan kalimat‫ )ذا هبةرأيت‬kalau kalimat yang pertama yang dimaksud adalah aku
melihat seorang perempuan yang pergi, maka kalimat yang kedu dimaksud bahwa
aku melihat orang yang memiliki kemuliaan.

b. Penyebab Terjadinya Polisemi


Adapun penyebab terjadinya kata-kata yang bermakna polisemi
adalah: 1) Kecepatan melafalkan leksem, misalnya; /bantuan/ dan /bantuan/.
Apakah ban kepunyan tuan, atau bantuan?. 2) Faktor Gramatikal, misalnya
kata /orangtua/. Kata ini bisa bermakna ayah/ibu, atau orang yang sudah tua.
3) Faktor leksikal, yang dapat bersumber dari: a) Sebuah kata yang
mengalami perubahan pemakaian dalam ujaran yang mengakibatkan
munculnya makna baru. Misalnya kata makan yang biasa dihubungkan
dengan kegiatan manusia atau binatang memasukkan sesuatu ke dalam
perut, tetapi kini kata makan dapat digunakan pada benda tak bernyawa
sehingga muncullah urutan kata makan sogok, rem tidak makan, makan
angin, makan riba, dimakan api, pagar makan tanaman. b) Digunakan pada
lingkungan/konteks yang berbeda, misalnya kata operasi, bagi seorang
dokter dihubungkan dengan pekerjaan membedah bagian tubuh untuk
menyelamatkan nyawa; bagi militer dikaitkan dengan kegiatan untuk
melumpuhkan musuh atau memberantas kejahatan; dan bagi Departemen
Tenaga Kerja dihubungkan dengan salah satu kegiatan yang akan atau
sedang dilaksanakan. Seperti dalam kalimat: “Departemen Tenaga Kerja
sedang melakukan operasi purna bhakti agar setiap perusahaan mematuhi
peraturan ketenaga-kerjaan. 4) Faktor pengaruh bahasa asing, misalnya
leksem /item/, kini digunakan leksem /butir/ atau /usur/. 5) Faktor pemakai
bahasa yang ingin menghemat pengguaan kata.
2. Sinonim ( ) ‫الترادف‬
a. Defenisi Sinonim
Istilah Sinonim berasal dari bahasa Yunani Konu; anoma = nama dan
syn = dengan. Makna Harfiahnya adalah nama lain untuk benda yang sama.9
Secara etimologis, istilah sinonimi (bahasa Indonesia) diserap dari bahasa
Inggris yaitu synonymy. Kata synonymy sendiri diserap dari bahasa Yunani
Kuno, yaitu onoma yangberarti “nama” dan syn yang berarti “dengan.”10
Dengan kata lain sinonim ialah “nama lain untuk benda yang sama.”
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, Sinonim adalah bentuk bahasa yang
maknanya mirip atau sama dengan bentuk bahasa lain.11 Sedangkan
menurut Taufiqurrahman adalah dua kata atau lebih yang maknanya kurang
lebih sama. Dikatakan “kurang lebih” karena memang, tidak akan ada dua
buah kata yang berlainan yang maknanya persis sama. Yang sama hanya
informasinya saja, sedangkan maknanya tidak persis sama.12 Misalnya, kata
jenazah, bangkai, mayat, kata-kata ini disebut bersinonim, namun kata-kata
ini tidak persis sama maknanya. Buktinya, kata-kata yang bersinonim tidak
bebas dipertukarkan secara bebas. Misalnya, “aku melihat bangkai anjing”,
tidak bisa ditukar dengan “aku melihat jenazah anjing” Menurut Ya’qub
‫ أوإطالق عدة كلمات على مدلول واحد‬،‫الترادف ما اختلف لفظه واتفق معناه‬

Artinya: “Berbeda artinya tetapi sama lafasnya. Atau beragam lafasnya


tetapi maknanya satu”.

3. Antonim ( ) ‫التضاد‬
a. Defenisi Antonim
Secara harfiyah, antonimi merupakan kata serapan dari bahasa
Inggris, yaitu antonymy. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan
antonim adalah kata yang berlawanan makna dengan kata lain. Menurut
Verhaar, kata antonymy sendiri berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu:
“anoma” artinya “nama” dan “anti” artinya “melawan.‟ Jadi arti harfiahnya
adalah “Nama lain untuk benda lain.” Atau lebih sering disebut dengan
lawan kata. Secara Kridalaksana mendefinisikan antonim sebagai oposisi
makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan. Yaitu beberapa
pasangan kata yang mempunyai arti yang berlawanan. Dalam bahasa
Indonesia kita kenal kata-kata besar-kecil, tinggi-rendah, jauh-dekat, rajin-
malas, takutberani, gembira-sedih, sakit-senang,
b. Penyebab Terjadinya Antonim
Haidar menyebutkan terdapat banyak hal yang menyebabkan
terjadinya antonim. Hal-hal tersebut kemudian diklasifikannya ke dalam tiga
faktor besar: 21 1) Faktor Eskternal a) Perbedaan dialek, misalnya kata
‫ السدفة‬yang dapat bermakna ‫‘ الظلمة‬gelap’dan ‫‘ الضوء‬terang’. b) Pinjaman
bahasa asing, misalnya kata ‫ جلل‬yang bermakna ‫‘كريم‬mulia’ dan ‫‘حقير‬hina’.
MAKALAH KELOMPOK 10

PROBLEMATIKA TERHADAP LAFADZ DAN MAKNA PEMBELAJARAN


BAHASA
A. Pengertian dan pembagian lafadz.
Secara singkat, Lafadz adalah ungkapan yang terdiri dari salah-satu huruf
hijaiyah. Sedangkan lafadz dalam bahasa Indonesia memiliki mengejaan bunyi
hampir beda, yaitu „Lafal‟ adalah ungkapan atau metode pengucapan. Sementara di
lain kamus, lafadz adalah cara sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa
mengucapkan bunyi bahasa Istilah Lafadz, berasal dari bahasa Arab dan yang
diartikan sebagai “kata” dalam ejaan bahasa Indonesia, seperti kata tanah, pohon, air
dan lain-lain. Dari segi wujud/bentuk bangunannya, lafadz terbagi menjadi dua
bagian: Mufrad dan Murakkab.
1. Lafadz Mufrad
Lafadz Mufrod yaitu, ‫ىو ما ليس لو جزء يدل داللة مقصودة على جزء المعنى المراد منو‬
(kata yang tidak mempunyai bagian yang tidak menunjukkan kepada
penunjukkan yang dimaksud oleh bagian makna yang tidak dikehendakinya).
Lafadz Mufrad terdiri dari dua kata yaitu, „Lafadz‟ dan „Mufrad‟. Lafadz
artinya „kata-kata‟, sedangkan Mufrad artinya „satu kata‟.Dalam istilah Ilmu
Mantiq, Lafadz adalah kata-kata yang tidak mempunyai bagian, yang masing-
masing bagian itu menunjuk kepada makna yang dikandungnya sendiri.
2. Lafadz Murakkab
Lafadz Murakkab yaitu, ‫ىو ما يدل جزؤه داللة مقصودة على جزء المعنى المقصود‬
(kata yang bagiannya menunjukkan arti yang dimaksud oleh bagian yang
terkandung dalam kata tersebut).
Lafadz Murakkab terdiri dari dua kata yaitu Lafadz dan Murakkab.Lafadz
artinya „kata-kata‟ dan Murakkab artinya tersusun atau terangkai.7Jadi, lafazh
murakkab artinya kata-kata yang disusun atau dirangkai baik dari 2, 3, 4,
ataupun lebih dari itu.
B. Pengertian Makna Dan Jenis-Jenisnya
Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan
bendanya sangat bertautan dan saling menyatu.Jika suatu kata tidak bisa
dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa
memperoleh makna dari kata itu.. Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan
pengertian makna kata, yakni makna donatif, makna konotatif, makna leksikal,
makna gramatikal.
1. Makna Denotatif Sebuah kata mengandung kata denotatif, bila kata itu mengacu
atau menunjukan pengertian atau makna yang sebenarnya.Kata yang
mengandung makna denotative digunakan dalam bahasa ilmiah, karena itu
dalam bahasa ilmiah seseorang ingin menyampaikan gagasannya.
2. Makna Konotatif Sebuah kata mengandung makna konotatif, bila kata-kata itu
mengandung nilai-nilai emosi tertentu.
3. Makna Leksikal Makna Leksikal ialah makna kata seperti yang terdapat dalam
kamus, istilah leksikal berasal dari leksikon yang berarti kamus.Makna kata
yang sesuai dengan kamus inilah kata yang bermakna leksikal.Misalnya : Batin
(hati), Belai (usap), Cela (cacat).
4. Makna Gramatikal Makna gramatikal adalah makna kata yang diperoleh dari
hasil perstiwa tata bahasa, istilah gramatikal dari kata grammar yang artinya tata
bahasa.
5. Makna Asosiatif Makna asosiatif mencakup keseluruhan hubungan makna
dengan nalar diluar bahasa.Ia berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa,
pribadi memakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai masyarakat
pemakai bahasa dan perkembangan kata sesuai kehendak pemakai bahasa.
Makna asositif dibagi menjadi beberapa macam, seperti makna kolokatif, makna
reflektif, makna stilistik, makna afektif, dan makna interpretatif. Makna asosiatif
terbagi pula menjadi 5 macam yaitu : Makna Kolokatif , Makna Reflektif ,
Makna Stilistika, Makna Afektif , Makna interpretatif
C. Problematika Lafadz Dan Makna
Dalam Kajian Dilalah Bahasa terdiri dari dua unsur penting yaitu lafadz dan
makna.Lafadz ditinjau dari sisi kebahasaan dapat didefinisikan sebagai apa-apa
yang dilafalkan dari kalimatdan sesuatu yang terlontar dari mulut atau lisan dan
bunyi yang mengandung sebagian huruf hijaiyah.8Sementara lafaz menurut istilah
para linguis adalah : ‫ أو مستعمل‬،‫ مهمال كان‬،‫واللفظ في االصطالح ىو ما يتلفظ بو اإلنسان أو في حكمو‬
Spesifiknya lafadz adalah sesuatu yang terlahir dari lisan manusia berupa ucapan
yang mengandung bunyi dan kebermaknaan.Sementara makna dapat didefinisikan
sebagai sesuatu yang terkandung dalam ucapan, isyarat, dan tanda.Makna dalam
konteks pemakaiannya sering disejajarkan pengertiannya dengan arti, gagasan,
pikiran, konsep, pesan, pernyataan maksud, informasi, dan isi. Makna adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita
tuturkan.
D. Hubungan Lafaz Dan Makna
Sebagaimana telah disinggung di atas bahasa terdiri dari dua unsur penting
yaitu lafaz dan makna.lafaz adalah wadah dari makna, karena itulah, lafal yang baik
adalah lafal yang digunakan untuk makna yang sesuai dan tepat. Bahasa Arab
sebagai suatu bahasa juga terdiri dari lafaz dan makna, dan orang arab sangatlah
teliti dalam memilih lafaz untuk suatu makna. Kajian tentang lafaz dan makna dapat
ditelusuri dengan memahami gagasan Plato, Aristoteles, Reisig, dan Breal yang
selanjutnya dikembangkan oleh D. Saussure, Ogden, Bloomfield, Hocket, Pateda
dan linguis-linguis kontemporer lainnya. Plato (yang hidup pada 429-347 SM)
sudah menyinggung makna bahasa dalam Cratylus.Plato menjelaskan bahwa bunyi
bahasa mengandung makna tertentu.Aristoteles (384-322) juga membahas makna
satuan bahasa yang terkecil yang bermakna. Lebih jauh lagi, Aristoteles
menjelaskan bahwa makna kata itu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1.
Makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom (bersifat inheren) 2. Makna
yang timbul karena proses gramatika.
MAKALAH KELOMPOK 11
PERUBAHAN MAKNA
A. Hakikat Perubahan Makna
Dalam perubahan makna selalu ada hubungan (asosiasi) antara makna lama
dan makna baru, tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu terjadi.
Dalam beberapa hal, asosiasi bisa begitu kuat untuk mengubah makna dengan
sendirinya, sebagian lagi asosiasi itu hanyalah suatu wahana untuk suatu perubahan
yang ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi bagaimanapun suatu jenis asosiasi akan
selalu mengalami proses. Dalam pengertian ini asosiasi dapat dianggap sebagai
suatu syarat mutlak bagi perubahan makna ( Stephen, 2007 : 263-264 ).
Dalam sejarah ilmu semantik, teori asosiasi muncul dalam dua
bentuk.Beberapa dari ahli semantik awal mengakui suatu asosiasinisme yang
sederhana, mereka mencoba menjelaskan perubahan makna sebagai hasil asosiasi
antara kata-kata yang diisolasikan (berdiri sendiri). Pada beberapa dekade terakhir
suatu pandangan yang lebih maju berdasarkan prinsip-prinsip struktural telah
meluas, perhatian telah berubah dari kata-kata tunggal menjadi satuan-satuan yang
lebih luas yaitu yang disebut “medan asosiatif” yang mencakupi kata-kata tersebut.
B. Faktor Yang Memudahkan Terjadinya Perubahan Makna
Dalam hubungannya dengan perubahan makna Ullmann (1972 :198-210)
lewat Mansoer Pateda menyebutkan beberapa factor yang memudahkan terjadinya
perubahan makna,berikut uraiannya:
1. Faktor Kebahasaan
Perubahan makna karena factor kebahasaan berhubungan dengan fonologi,
morfologi dan sintaksis.Misalnya kata sahaya yang pada mulanya bermakna
budak tetapi karena kata ini berubah menjadi kata saya maka makna kata saya
dihubungkan dengan orang pertama dan orang tidak menghubungkan dengan
kata budak sehingga maknanya pun menjadi berubah.
2. Faktor kesejarahan
Faktor ini dapat dirinci menjadi factor objek, faktor institusi, faktor ide, dan
faktor konsep ilmiah.Sebagai contoh factor objek, kata wanita yang sebenarnya
berasal dari kata betina.
3. Faktor Sosial
Perubahan makna yang disebabkan karena faktor sosial dihubungkan dengan
perkembangan Makna kata dalam masyarakat.Misalnya kata gerombolan yang
pada mulanya bermakna orang yang berkumpul atau kerumunan orang tapi
kemudian kata ini tidak disukai lagi sebab selalu dihubungkan dengan
pemberontak atau pengacau.
4. Faktor Psikologi
Faktor psikologi ini dapat dirinci lagi menjadi factor emosi dan kata-kata
tabu. Sebagai contoh dari factor tabu misalnya penggunaan kata bangsat.
5. Pengaruh Bahasa Asing
Perubahan bahasa yang satu dengan yang lain tidak dapat dihindarkan. Hal
itu disebabkan oleh interaksi antara sesame bangsa. Itu sebabnya pengaruh
bahasa asing terhadap bahasa Indonesia juga tidak dapat dihindarkan.
C. Jenis-jenis perubahan makna.
Menurut Chaer (2009:140—144), perubahan makna kata secara umum
terdiri dari beberapa jenis.Jenis-jenis tersebut ialah sebagai berikut.
a. Meluas, yaitu gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada
mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai
faktor, menjadi memiliki makna-makna lain. Misalnya, kata saudara, kakak,
ibu, adik, bapak, mencetak, dan lain-lain.
b. Menyempit, yaitu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya
mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas
hanya
c. Perubahan total, artinya berubah sama sekali makna sebuah kata dari makna
aslinya. Memang terdapat kemungkinan makna yang dimiliki sekarang
masih memiliki sangkut paut dengan makna asliny, tetapi sangkut paut
tersebut sudah jauh sekali. Misalnya, kata ceramah, seni, pena, canggih, dan
sebagainya.Sebagai contoh kata seni yang mulanya bermakna air seni atau
kencing sekarang digunakan sebagai istilah untuk sebuah karya atau ciptaan
yang bernilai halus seperti seni lukis, seni tari, seni suara.
d. Penghalusan (Amelioratif), yaitu gejala yang ditampilkan oleh suatu leksem
atau satuan bahasa dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih
sopan pada saat ini daripada makna satuan bahasa tersebut dahulu.
e. Pengasaran (Peyoratif), artinya usaha untuk mengganti kata yang maknanya
halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau
gejala pengasaran ini biasanya dilakukan dalam situasi yang tidak ramah
atau untuk menunjukkan kejengkelan.
Menurut DR. Salim Khumasy yang menyimpulkan dari berbagai pendapat
ulama, bahwa bentuk perubahan makna dalam bahasa arab diantaranya sebagai
berikut :
1. Penyempitan makna
Terbagi menjadi 2, yaitu penyempitan (lahn) yang tidak termasuk
a. kesalahan dan penyempitan yang termasuk kesalahan.
Penyimpitan yang tidak termasuk lahn¸adalah perubahan makna yang terjadi di
masa lalu sebelum 2-4 hijriah atau yang biasa disebut masa ihtijaj.

Setelah berubah Sebelum berubah


‫ السحر‬،‫العالج‬ ‫ العامل الحاذق‬:‫الطب‬
‫اجتماع للعزاء‬ ‫ اجتماع‬:‫مأتم‬
‫ني األبيض في بعض‬BBB‫د تع‬BBB‫ وق‬،‫ود‬BBB‫األس‬ ‫ كلمة فارسية تعني اللون‬:‫َجوْ ن‬
‫الشواهد‬
‫الفرح‬ ‫ خفة تصيب المرء‬:‫الطرب‬
‫ في العبرية وآلرمية تعني الخبز ويبدو أن أصل أجزاء الجسم الحي‬:‫لحْ م‬
"‫معناها في السامية األولى هو "الطعام‬

b. Penyempitan yang termasuk lahn, yaitu perubahan yang terjadi setelah


masa ithijaj berakhir
Setelah berubah Sebelum berubah
‫الختان‬ ‫ النظافة‬:‫الطهارة‬
‫السارق‬ ‫ من كان من عادته ارتكاب الحرام‬:‫الحرامي‬
‫ المرأة‬،‫ال أونفس الزوجة‬BBB‫ه من م‬BBB‫وز انتهاك‬BBB‫ا ال يج‬BBB‫ م‬:‫ة‬BBB‫الحُرم‬
‫أوعرض‬
‫زهر شجر معروف‬ ‫ نَوْ ر كل شجر‬:‫ال َورد‬

2. Perluasan makna
Yaitu perubahan makna kalimat dari khusus menjadi lebih luas, terbagi menjadi 2
yaitu :
a) Perubahan makna yang tidak termasuk lahn

Sesudah berubah Sebelum berubah


‫ني الكلمة عامة‬BB‫ة تع‬BB‫" وفي العبري‬.‫رح‬BB‫تقة من كلم "ج‬BB‫ مش‬:‫ة‬BB‫كلم‬
".‫الكلمة الجارحة "السيئة‬
‫ الذكر البالغ من بني اإلنسان‬،‫يرون على أرجلهم‬BB‫ذين يس‬BB‫اربين ال‬BB‫ أحد المح‬:‫رجُل‬
.‫أي من غير الفرسان‬
‫العير‬ ‫العير العائدة‬
ِ :‫القافلة‬
‫ت‬
ِ ‫ائ‬ ‫ اصعد‬:‫تعا َل‬

b.      perubahan makna yang termasuk lahn

Setelah berubah Sebelum berubah


‫االغتسال بالماء‬ ‫ االغتسال بالماء المحمى‬:‫االستحمام‬
‫رأى‬ ‫ تطاول ونظر‬:‫شاف‬
‫ذهب‬ ‫ سار بالعشي‬:‫راح‬

MAKALAH KELOMPOK 12

SEJARAH PERKEMBANGAN MU’JAM

A. Pengertian Mu’jam
Secara etimologi, kata mu’jam berasal dari kata al-ujm ( ‫ ) جم ُ الع‬dan al‘ajm ( ‫) جم َ الع‬
lawan dari kata al-’arb ( ‫ ) رب َ الع‬dan al-‘urb ( ‫) رب ُ الع‬. Kata al-‘ajm ( ‫الع ) َ جم‬
berarti orang yang ucapannya tidak fasih dan pembicaraannya tidak jelas.
Sedangkan kata ‘ajami ( ) ‫ أعجم‬lebih identik dengan sebutan untuk orang arab, baik
ucapannya fasih maupun tidak. Kata- kata al-Mu’jam terambil dari asal kata
al-‘Ujm yang secara literal berarti bukan orang arab atau orang yang tidak fasih
berbicara, sekalipun ia keturunan arab. Ibnu Jinni dalam kitabnya Sirr Sina’ati al-
I’rab, sebagaimana yang dikutip oleh Emil Ya’qub, mengatakan bahwa ‫( ع ج م‬yang
menjadi dasar kata Mu’jam) dalam kalam Arab dipakai untuk menunjukkan makna
al-Ibham dan al-Ihfa’ yaitu tidak jelas dan menyembunyikan. Dari penjelasan tadi
dapat dipahami bahwa Mu’jam adalah buku ataupun tulisan yang memuat lafazh-
lafazh atau kosakata yang disertai dengan penjelasan maknanya dalam susunan-
susunan tertentu dengan tujuan-tujuan tertentu pula.
B. Sejarah Perkembangan Mu’jam
Mu’jam al- ‘Arabi lahir dan menjadi salah satu sumber dalam menemukan makna
kata, tak luput dari permasalahan yang menjadikannya sebagai solusi dalam
menemukan makna. Selain itu tentu adanya seseorang yang melopori dalam
menemukan solusi dari masalah tersebut. Adanya penyususnan Mu’jam yang
dilakukan oleh para ulama pada abad kedua Hijriyah ini dilatar belakangi oleh
beberapa faktor, Di antara faktor yang mendorong kelahirannya adalah adanya
kebutuhan orang Arab kepada penafsiran lafazh- lafazh AlQuran serta keinginan
mereka untuk memelihara kitab suci tersebut dari kesalahan ucap dan kesalahan
memahaminya.. Kegiatan penyusuan Mu’jam ini terus berlanjut hingga kemudian
setelah abad ke dua hijriyah baru disusun pula berpuluh-puluh kitab mu`jam dengan
susunan yang bervariasi. Kitab al-`Ain yang merupakan nama kamus Arab pertama
merupakan karya yang lahir dari ijtihad lughawi yang luar biasa karena sistematika
penyusunannya berdasarkan makhraj al-huruf dari huruf ‘Ain atau artikulasi huruf
paling belakang (halq) pada kerongkongan manusia hingga “ya” yang berartikulasi
syafawi. Upaya yang dilakukan Al-Khalil tersebut kemudian diteruskan oleh ahli
bahasa lainnya seperti Abu ‘Amru (w.206 H.) dengan mu`jamnya Al-Huruf, Ibn
Darid (w.321 H.) dengan mu`jamnya Al-Jamharah, Al-Qali (w.356 H.) dengan
mu`jamnya Al-Bari`, Ibnu Sa’idah (w. 458 H.) dengan mu`jamnya Al-
Mukhashshash, dan masih banyak lagi. Di masa modern, mu’jam atau kamus mulai
diterbitkan pada tahun 1282 H/ 1865 M. Berikut ini diuraikan mu’jam yang terbit
dimasa modern.14 1. Pada tahun 1870 terbit kitab Ar-Rozi yakni Mukhtar as-
Shihah 2. Pada tahun 1872 terbit kitab Fairuz Abadi yaitu kamus Muhith
C. Macam Macam Mu’jam.
Pendapat Emil Badi Ya’qub Menurut Emil Badi Ya’qub, Mu’jam atau kamus dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:1. Kamus Kebahasaan (al-Ma’ajim al-
Lughawiyyah) Kamus kebahasaan yaitu kamus yang secara khusus membahas arti
lafal atau kosa kata dari sebuah bahasa dan dilengkapi dengan pemakaian kata-kata
tersebut. Kamus bahasa hanya memuat satu bahasa, sehingga biasanya pemaknaan
kata hanya menyebut sinonim atau definisi kata tersebut. Misalnya, al-Munjid fi al-
Lughah (Arab-Arab) karya Louis Ma‘luf (1986), Kamus Mukhtashar ash-Shihah
(Arab-Arab), Kamus Lengkap Inggris-Inggris dan lain sebagainya. b. Kamus
Terjemah (Ma’ajim al-Tarjamah) Kamus terjemah disebut juga al-ma’ajim al-
muzdawijah (campuran) atau kamus dwi bahasa, memuat dan menjelaskan arti
kosakata dalam suatu bahasa dengan bahasa lain, seperti Mu‘jam al-Lugah
al-‘Arabiyyah al-Mu‘âshirah (ArabInggris) karya Hans Wehr (1980), orientalis asal
Jerman.. c. Kamus Tematik (al-Ma’ajim al-Maudhu’iyyah) Kamus tematik disebut
juga kamus maknawi, karena kata-kata yang terhimpun di dalam kamus disusun
secara tematik berdasarkan topik-topik tertentu yang memiliki makna sebidang.
Misalnya untuk tema lawn (warna)
D. Metode Penyusunan Mu’jam
Secara garis besar, ada dua model penyusunan mu’jam arabiyah yang digunakan
para leksikolog, yaitu:
a. Sistem Makna (Kamus Ma’ani)
Sistem makna (kamus Ma’ani) adalah model penyusunan kosakata (item) di
dalam kamus yang digunakan seorang leksikolog dengan cara menata kata
(entri) kamus secara berurutan berdasarkan makna atau kelompok kosa kata
yang maknanya sebidang (tematik). Dengan kata lain, pengelompokan entri
pada kamuskamus ma’ani lebih mengedepankan aspek makna yang terkait
dengan topik atau Dalam sistem fonetik ini terdapat empat kamus yaitu:
1. Kamus al-‘Ain ( ),‫ العين‬penyususnnya yaitu Khalil Bin Ahamd al-Farahidi,
Oman (718 – 786 M)
2. Kamus Al-Bari' ( ,)‫ البارع‬penusunnya yaitu Abu Ali Al Qoly, Manazjarad, Furat
(w. 356 H).
3. Kamus al-Tahdzib al-Lughah ( ,)‫ذيب اللغة‬BB‫ الته‬penyusunya yaitu Abu Manshur
Muhammad bin Ahmad Al Azhar , Hirat (w. 370 H).
4. Kamus al-Muhkam wa al-Muhith al-A'zham ( )‫ط األعظم‬BBBB‫المحكم والمحي‬
penyusunnya yaitu Ibnu Sidah, Marsiyah, Andalus (w. 458 H).
b. Nizham al-Alfaba’i al-Khas (Sistem Alfabetis Khusus)
Sistem alfabetis khusus adalah sistem penyusunan kamus lafazh yang
diperkenalkan oleh Abu Bakar Bin Duraid (233-321 H.) memulai kamusnya
yang berjudul Jamharah al-Lughah atau yang lebih dikenal dengan kamus
alJamharah. Yang dimaksud dengan sistem alfabetis khusus adalah sistem
penyusunan urutan kata-kata dalam kamus berdasarkan urutan huruf hijaiyah
yang telah disusun oleh Nashr Bin Ashim, yaitu urutan huruf sejak alif, ba, ta,
tsa, dan seterusnya hingga huruf ya seperti yang kita kenal saat ini. Dalam
sistem fonetik terdapat tiga kamus yaitu :
1. Kamus al-Jamharah ),‫رة اللغة‬BB‫ )جمه‬penyusunnya adalah Abu Bakar Bin
Duraid (w. 321 H).
2. Kamus al-Mujmal ),‫ )المجمل‬penyusun kamus ini adalah Ibnu Faris, Abul
Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya bin Hubaib Al-Qazwini Al-Razi (w.
395 H).
3. Kamus al-Maqayis al-Lughah ( ),‫ مقايس اللغة‬penyusun kamus ini adalah Abul
Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya bin Hubaib Al-Qazwini Al-Razi (w.
395 H).
c. Nizham al-Qafiyah (Sistem Sajak)
Munculnya kamus-kamus bahasa Arab yang menggunakan sistem qafiyah
merupakan perubahan besar-besaran dalam hal sistem. Dinamakan sistem
qafiyah sebab penyusunan urutan kata dalam kamus didasarkan pada urutan
huruf terakhir dari sebuah kata seperti sajak-sajak dalam syair. Ada empat
kamus yang menggunakan sistem al-Qafiyah;
1. Kamus al-Shihhah Fi al-Lughah ( ),‫ الصح ح ف اللغة‬penyusunnya Ismail bin
Ahmad al-Jawhari, Farab, Turki (w. 393 H).
2. Kamus Lisan Al-Arab ( ),‫رب‬BB‫ان الع‬BB‫ لس‬penyusunnya Ibnu Manzur, Mesir,
(1232-1311 M).
3. Kamus al-Muhith ( ),‫ المحيط‬penyusunnya al-Fairuz Abady Karzin, Iran
(1329-1415 M).
4. Kamus Taj Al-Arus ( ),‫ تا ج العروس‬penyusunnya Murtadha Al-Zabidy Zabid,
Yaman (1145-1205 M).
d. Nizham al-Alfaba’i al-‘Aam (Sistem Alfabetis Umum) Sistem alfabetis umum
adalah penyusunan kata dalam kamus berdasarkan urutan huruf hijaiyah yang
kita kenal hingga sekarang, sejak huruf alif hingga ya. Namun sebagian peneliti
berpendapat, bahwa orang pertama yang menyusun kamus dengan sistem
alfabetis umum adalah Abu Al-Mu’aly Muhammad Bin Tamim Al-Barmaki (w.
1008). Akhirnya, ditemukan benang merahnya dari silang pendapat ini, bahwa
penemu sistem alfabetis umum tetap al-Barmaki, tetapi orang yang
menyempurnakan sistem itu menjadi sebuah kamus adalah al-Zamakhsyari
Kamus yang menggunakan sistem alfabetis umum di antaranya;
1. Kamus Asas Al- Balaghah ( ).‫ أسا س البالغة‬Penyusunnya adalah Mahmud bin
Umar Al-Zamakhsary, nama terakhir Al-Zamakhsary tersebur diambil dari
kota kelahirannya yaitu Zamakhsar.
2. Kamus Muhith Al-Muhith ( ).‫ محي ط المحيط‬Penyusunnya adalah Butrus Al-
Bustani (1819-1883 M) yang lahir di kota Dibyah, Libanon.
3. Kamus Aqrob Al-Mawarid ( ).‫وارد‬B‫ر ب الم‬B‫ أق‬Penyusunnya adalah Said Al-
Syirtuni (1849-1912 M) yang lahir di kota Syirtun, Libanon.
4. Kamus Al-Bustan ( ).‫ البستان‬Nama kamus ini diambil dari nama Penyusun
Kamus Al-Bustan yaitu Abdullah Al-Bustani (1854-1930 M), yang lahir di
Dibyah.
5. Kamus Al-Munjid ( ).‫ المنجد‬Penyusunnya Lewis al-Ma'luf (1867-1946 M),
yang lahir di Zahlah.
6. Kamus al-Mu'jam al-Wasith ( ).‫يط‬B‫ المعجم الوس‬Penyusunnya adalah Majma’
Lughah Arabiyah Kairo. 7) Kamus al-Mu’jam ( ).‫ المعجم‬Penyusunnya adalah
Abdullah al-'Ulayali yang Lahir di Bairut.
e. Nizham al-Nutqi (Sistem Artikulasi)
Sistem kamus artikulasi adalah pencarian makna kata berdasarkan huruf
pertama yang terucap dan kata yang dicari langsung bisa diketahui dalam materi
kamus, tanpa harus menuntut seseorang untuk mencari akar kata. Kelebihan
kamus sistem artikulasi terletak pada aspek kemudahan dalam mencari letak
kosakata sehingga pengguna yang awam bisa cepat mencari makna kata dalam
kamus walaupun kurang memahami kaidah ilmu sharf. Kamus yang
menggunakan sistem Artikulasi yaitu :
1. Kamus al-Maraji' ( ).‫ المراجع‬Penyusunnya adalah Abdullah Al-Ulayali, Lahir
di Bairut.
2. Kamus al-Rasyid ( ).‫ الراشد‬Penyusunnya adalah Jibran Mas'ud

MAKALAH KELOMPOK 13

MU’JAM ARABIYAH
A. Pengertian Mu’jam Arab
Secara etimologi, kata mu’jam berasal dari kata al-ujm ( ‫ ) العُجم‬dan al-‘ajm (
‫ ) ال َعجم‬lawan dari kata al-’arb ( ‫ ) ال َعرب‬dan al-‘urb ( ‫) العُرب‬. Kata al-‘ajm ( ‫) ال َعجم‬
berarti orang yang ucapannya tidak fasih dan pembicaraannya tidak jelas.
Sedangkan kata ‘ajami ( ‫) أعجم‬lebih identik dengan sebutan untuk orang arab, baik
ucapannya fasih maupun tidak.
B. Sejarah Mu’jam Arab
Penyusunan mu’jam bahasa Arab dalam bentuk sebagai karya linguistik
yang komprehensif pertama kali muncul pada abad kedua hijrah, para linguitik Arab
mengumpulkan bahasa dari kabilah-kabilah Arab, usaha untuk memperoleh bahasa
Arab dilakukan di jazirah Arab, kemudian mereka hijrah ke dekat Iraq sehingga
mereka memperoleh ilmu bahasa di daerah Bashrah dan Kufah, para linguistik
mengambil bahasa fusha dan meninggalkan sighat dan lafaz yang tidak fusha.
Kabilah-kabilah yang dekat dari Arab termasuk ke dalam kategori fusha dan
meninggalkan lahjah kabilah yang jauh dari fusha. Bahasa fusha diambil dari
kabilah Qais, Tamim, Asad, Huzail, dan sebagaian kabilah Kinanah dan Tha’i.
Setelah itu, muncul para pakar bahasa yang semuanya hidup pada akhir abad kedua
dan awal abad ketiga hijriyah, mereka mulai mengarang karya-karya mereka dan
mengumpulkannya dalam sebuah kitab, sebahagian dari karya mereka banyak yang
sampai pada saat ini dalam bentuk tema-tema tertentu dalam bidang bahasa, seperti
kitab Shigir fil Ibil, atau risalah Shigir fil Mathar dan sebagainya. Adapun tokoh-
tokoh bahasa yang populer adalah:
1.     Abu Zaid al Anshari (w. 215 h)
2.     Al Ashma’iy (w. 210 h)
3.     Abu Ubaidah (w. 209 h)
4.     Nadha bin Syamil (w. 204 h)
5.     Al Yazidiy (w. 202 h)
6.     Abu Amr Asy-Syaibaniy (w. 202 h)
C. Hubungan mu’jam dengan semantic
Salah satu yang menjadi ciri sekaligus hakikat setiap bahasa adalah bahasa
itu bersifat dinamis. Menurut Chaer dan Agustina, dinamis dalam konteks bahasa
adalah bahwa bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang
sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada semua tataran
lingustik, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan leksikon . Menurut Samsuri,
semua hasil proses perkembangan bahasa baik penambahan, pengurangan, maupun
penggantian dalam bidang apa saja pada bahasa seperti bentuk dan makna yang
berupa leksikal maupun gramatikal dapat ditandai sebagai perubahan kebahasaan.
Ada beberapa bentuk perubahan makna kata dalam bahasa Arab, diantaranya, yaitu:
1. Takhshish (penyempitan makna)
Takhshish yaitu perubahan makna dari sebuah kata yang pada asalnya menunjuk
atau memiliki beberapa makna yang sifatnya umum, berubah menjadi kata yang
memiliki makna khusus. Contoh kata ‫ريم‬BB‫( الح‬istri) merupakan hasil dari
penyempitan makna dari kata ‫النساء‬.
2. Ta’mim (perluasan makna)
Ta’mimi yaitu perubahan makna dari sebuah kata yang pada asalnya menunjuk
pada satuan bentuk-bentuk terbatas, lalu makna kata berubah menunjuk pada
berbagai acuan yang bersifat umum. Contoh kata ‫ورد‬BB‫ ال‬berarti bunga, pada
awalnya mempunyai arti bagian dari jenis bunga, yaitu bunga mawar.
3. Raqy al-Dalalah (Kenaikan makna)
Raqy al-Dalalah yaitu perubahan makna dari makna yang bersifat rendah,
biasa, sederhana, digeser atau diubah menjadi makna yang bersifat tinggi, kuat,
dan mulia. Misalnya kata ‫ رسول‬pada asalnya berarti utusan/pesuruh, lalu nilai
makna itu diangkat menjadi rasul dengan makna utusan Allah yang
menyampaikan misi agama tauhid.
4. Inhithah al-Dalalah (penurunan makna)
Inhithah al-Dalalah yaitu perubahan makna kata dari makna yang bersifat tinggi
dan mulia digeser atau diubah menjadi makna yang bersifat rendah dan biasa.
Contoh kata ‫ غالم‬pada asalnya berarti anak laki-laki yang masih kecil, lalu
maknanya berkembang menjadi “budak keci”.
D. Macam-macam kamus/Mu’jam
Kamus dapat dibagi menjadi macam berdasarkan kategorkategori berikut:
1. Ditinjau dari segi tema
a. Kamus bahasa ( al-mu’jam al-lughawi ), yaitu kamus yang meliputi kata-
kata atau istilah-istilah kebahasaan dengan menjelaskan secara bahasa,
misalnya kamus al-munawwir karya Ahmad warson Munawwir, al-Kalali
karya As’ad M. Al-Kalali, kamus Arab-Indonesia karya Muhammad Yunus,
Mu’jam al-Musthalahat al-Lughawiyah karya Ba’labaki.
b. Kamus ensiklopedi (al-mu’jam al-mausu’i), yaitu kamus yang tidak hanya
menyajikan peristilahan, tetapi juga dilengkapi dengan konsep dan
penjelasan secara luas, misalnya al-‘Arabiyah al-Muyassarah karya
Lembaga Kearaban, Amlaq al-Watd karya Ahmad al-Syarbasyi, Ensiklopedi
Islam Departemen Agama RI dalam bahasa Indonesia, dan Ensiklopedi
Islam karya Abdul Hafizh Anshari dan kawan-kawan dalam bahasa
Indonesia.
c. Kamus historis (al-mu’jam al-tarikhi), yaitu kamus yang melacak asal dan
perkembangan bahasa dari masa ke masa, misalnya kamus Maqayis al-
Lughah karya Ibnu Faris, al-Muhith karya al-Fairuzabadi, Mustadrakat ‘ala
al-Ma’ajim al-‘Arabiyah karya al-Namsawi dan A.F. Kremer.
2. Ditinjau dari segi jumlah bahasa yang digunakan
a. Kamus ekabahasa (al-mu’jam al-uhadi al-lughah), yaitu kamus yang
menjelaskan makna atau istilah dalam suatu bahasa dengan bahasa itu.
Denga kata lain kamus ini hanya menggunakan satu bahasa dalam
menjelaskan makna, misalnya al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam karya
Louis Ma’luf, Lisan al-‘Arab Karya Ibnu Manzhur.
b. Kamus dwibahasa (al-mu’jam al-tsuna’i al-lughah), yaitu kamus yang
menjelaskan makna kata atau istilah dengan bahasa lain.
c. Kamus multibahasa (al-mu’ja m al-‘adid al-lughah), yaitu kamus yang
menjelaskan makna kata-kata atau istilah dalam suatu bahasa dengan dua
bahasa atau lebih, misalnya kamus Indonesia-Arab-Inggris karya Abdullah
bin Nuh dan Omar Bakri, al-Mu’jam al-Falsafi karya Abd al-Mun’im al-
Hifni.
3. Ditinjau dari segi materinya
a. Kamus umum (al-mu’jam al-‘am), yaitu kamus yang memuat segala macam
kata dalam suatu bahasa, misalnya al-munawwir karya Ahmad warson
Munawwir, al-Munjid fi al-Lughah wa al- A’lam karya Louis Ma’luf,
Kamus Arab-Indonesia karya Mahmud Yunus.
b. Kamus khusus (al-mu’jam al-khash), yaitu kamus yang hanya memuat kata-
kata atau istilah-istilah dalam bidang tertentu, misalnya Qamus al-Tarbiyah
Arabiyya-Injiliziyan karya al-Khuli, Mu’jam Gharib al-Fiqh karya
Muhammad Fu’ad “abd al-Baqi, Qamus ‘ilm al-Ijtima’ karya A.Z. Badawi.
4. Ditinjau dari segi susunannya
a. Kamus alfabetik (al-mu’jam al-faba’i), yaitu kamus yang memuat kata-kata
atau istilah-istilah dengan maknanya secara alfabetik/abjad. Pada umumnya
kamus disusun secara alfabetik dalam menjelaskan makna dari A sampai Z
atau dari Alif sampai ya.
b. Kamus tematik (al-mu’jam al-maudhuu’i), yaitu kamus yang memuat
penjelasan kata-kata atau istilah-istilah secara lengkap berdasarkan tema
tertentu, misalnya The Cultural Atlas of Islam karya Isma’il Raji al-Faruq
dan Louis Lamya al-Faruqi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesi oleh Ilyas Hasan menjadi Atlas Budaya Islam.

MAKALAH KELOMPOK 14
KONOTASI KATA PADA KAMUS
A. Konotasi kata dalam kamus
Dalalah lafzhiyah/‫ة اللفظيه‬BBB‫الدالل‬ (penunjukan bentuk lafaz) yaitu dalalah
dengan dalil yang digunakan untuk memberi petunjuk kepada sesuatu dalam bentuk
lafaz, suara atau kata. Dengan demikian, lafaz, suara dan kata, menujukkan kepada
maksud tertentu.
Seluruh lafadzh Arab pada awalnya dalam bentuk teks yang diterima untuk
merekaDari Jahiliyyah atau Islam, dan mereka mengekstrak istilah-istilah ini dari
mereka, lalu menjelaskannya,Dan mereka menafsirkannya, di bagian teks atau di
antara lipatannya.Mereka tidak memiliki tujuan selain untuk melayaniteks sastra
yang dinarasikan dan bangga akannya, dan mereka disiplin dalam kesusastraan
mereka, lalu lantangTeks-teks itu, dan menjadi sangat sulit untuk dikumpulkan
dalam satu bukuatau beberapa buku.Di sini terpikir oleh mereka untuk membuat
klasifikasi kunci dari teks-teks iniada banyak, dan mereka puas dengan membatasi
lafadz-lafadz, dan menjelaskan masing-masing darinya dengan referensi
daribeberapa kali menjadi saksi sastra di pasar mereka untuk memperjelas arti kata.
Dan beginilahKamus muncul dan berkembang seperti yang kita lihat di
atas,dan seluruhlafadz ditemukan.bahwa merekadi ungkapandepan bahasa Arab
yang perlu disusun dan ditata, sehingga disajikan untuk didaftarkanatau pindai,
sebatas ungkapan para insinyur, dengan sedikit bukti atau teks sastra,
sehinggamemungkinkan dapat dimuat dalam satu buku dari beberapa volume. Tapi
sebagian dari mereka cukup dengan lafadz-lafadz tanpa bukti, untuk memastikan
mobilisasi jumlah terbesar dari kata-kata itudi kamusnya, seperti yang dilakukan
Fairuuz Paddy dalam kamusnya Al-Muhit
Dan pemilik kamus saling mentransfer, dan saling mempengaruhi, dan
ternyataMereka tidakmemiliki sarana untuk memfasilitasi proses statistik,
sebagaimana mereka mempersingkat keterlambatan sebagian dari mereka sampai
sejauh mana tentang proses perkembangan kamus, maka mereka berdiri dengan
kamus kamus mereka ketika metodesahihdalam penataan dan klasifikasi. Tak satu
pun dari mereka pergi mencari sejarah lafadz-lafadzdan mengembangkannya dari
generasi ke generasi, atau melakukan apa yang dilakukan kaum modernis dalam
kamus pemaparanaspek historis atau etimologis dari kata tersebut. Tak satu pun dari
mereka menunjukkan kepada kita aspek retorisuntuk kata-kata, atau jelaskan kepada
kami tempat kata dan konteks penggunaannya. Untuk ini dan lainnya, pemikiran
beberapa Orientalis modernis diberlakukanKamus Arab modern yang mengikuti
teks, di mana semua studi diperhitungkancatatan modern yang diperhatikan oleh
siswa dari kamus-kamus Eropa.
Dan yang paling terkenal dari mereka yang terpanggil dalam kamus Arab
modernini adalah para Orientalisprofesor Fischerdalam sebuah laporan yang
diserahkan ke himpunan bahasa,, di mana dia menjelaskan kesalahan dari leksikon
kunoDan apa yang diambil atasnya. Mengenai kami di sini dari laporan ini adalah
apa yang Fischer putuskan untuk dibahasKata-kata semantik. Menurutnya, kamus
kuno terganggu dalam menjelaskan implikasi kata-kata, dan menggambarkan
ketidakakuratan penjelasan ini, sebagaimana pemilik kamus itu berselisih dalam
mengimplikasikan kebanyakan dari kata yang menyebabkan
kesalahpahamansebagian besar teks.
Begitu juga dengan Dr. Fischer, yang mengambil kesimpulan bahwa kamus-
kamus kuno tidak pernah meneliti sejarah kata dan perkembangan konotasi di
dalamnya, dan pencatatan penggunaan pertama nya, dan penggunaan
terakhirpenyair atau sastrawan, sampai akhir abad ketiga hijriyah dimana
berakhirnya Penolakan. Maka harus ada ketelitian dalam menentukan komotasi, dan
pemaparan konotasi yang beragam untuk kata itu disusun dalam urutan historis dan
mentalitas menurut percabangannya satu sama lain. Tanda umum indikasi biasanya
berkembang menjadi tanda khusus, dan tanda sensorik biasanya berkembang
menjadi tanda Konotasi abstrak. Sebenarnya, banyak kata dalam kamus telah
diabaikan penjelasannyadengan peremehan yang jelas, konotasinya tak jelas atau
terpotong, dan jauh dari akurasi yaitu darikualitas terpenting dari leksikon yang
baik.
Seni pengklasifikasi kamus biasanya puas dengan simbol “‫ ”م‬depan kata
menunjukkan bahwa signifikansinya diketahui, sementara itu bahwasannya
sekarang kebodohan kita sangat nyata. Beberapa di antaranya merasa cukup dengan
mendeskripsikan kata pada frasa tradisional tidak jelas, seperti “tanam dalam
Gurun, atau yang dia katakan adalah "douba", atau "burung", atau “tempat”, atau
yang serupa penjelasan singkat yang terpotong hampir tidak berguna. Ketika kami
meninjau upaya keadilan dari para penulis kamus-kamus berikutnya, kami melihat
bahwa itu benar Ini didasarkan pada upaya mereka yang mendahului mereka, dan
kami perhatikan bahwa materi atau kata-kata yang ditemukannya secara kebetulan
dalam teks yang tersesat, atau mereka hanya mendengarnya secara kebetulan dari
beberapa orang Badui. Oleh karena itu, kamus hampir setuju atau bersatu dalam
penjelasan dan penafsirannyauntuk makna-maknaucapan. Di sini kami mengutip,
misalnya, perjanjian atau persatuan yang tidak sengaja kami pilih, yaitu kata
"epistaksis" itu terjadi dengan kamus-kamus kuno menyebutkan teks berikut yang
telah kami susun sebuah tatanan sejarah:
1. Al-Jumhur:
Pria itu menggigil, gemetaran, dan namanya mimisan Dan sampel darah
mimisan. Asal muasal berdarah adalah untuk melanjutkan perkataan mereka,
kemungkinan besar dihormati setiap tingkat lanjut Mimisan adalah darah
sebelum kita maju !!
a. Penyempurnaan bahasa bagi Azhari
Konon darah yang keluar dari hidung adalah mimisan, karena didahului oleh
ilmu Ra’if.Dan Al- laitsberkata m adalah hidung gunung dan jamaknya Ar-
Rawa’if, dan Ar-Ra’if adalah ujunggunung Kelinci. Abu Ubaid dan Al-
Asma'i Ra’af (seperti melarang dan mendukung) Abu Hatim tentang otoritas
Al-Asma’i Ra’af (seperti melarang dan mendukung) dan tidak tahu “‫” رُعف‬
atau “‫ ” رُعف‬dalam fi’il“mimisan”
2. Sahih Al-Jawhari:
Mimisan darah yang keluar dari hidung, dan pria itu menggigil, gemetar dan
berdenyut Implikasi lemah.Dan gembala yang memotong kudanya. Chipper
pesta Gunung kelinci dan hidung. Gunung kelinci dan hidung.

3. Lisan al-Arab oleh Ibn Manzur


Ar- Ra’f sebagai berikut dan lututnya terbentur di depannya,dan mimisan
adalah darah yang keluar dari hidung. gemetar dan menderita. Dan membenci
dan menyesap, kata Al-Azhari dan tidak tahu Menggigil dan tidak menggigil
selama mimisan.Al-Jauhary berkata dan menyesap sebuah bahasa di mulut yang
memiliki implikasi. Dan pengangkat adalah kesempatan yang menawarkan
kudanya, ketel adalah ujung dari kelinci, dan pengangkat adalah hidungnya
Gunung
4. Kamus Al-MuhithFairuuz Paddy.
Dia gemetar dan mencegah dan menghormati saya, dan dia mendengar darah
keluar dari hidungnya dengan mimisan dan mimisan) seperti gagak.Dan
mimisan adalah contoh darah putih. Dan menyesap peluang untuk mencegah
dan menang Ujung kelinci dan gunung dan kesatria menunggangikudanya !!
Jika seseorang melihat teks ini, maka mereka akan menemukan kesamaan di
antara mereka secara jelas dimata.
Jadi, kami melihat bahwa merujuk pada kamus kuno tidak banyak gunanya
dalam mencari signifikansi Ekspresi dan konotasi. Ini adalah tugas peneliti
dalam konotasi kata-kata Arabuntuk teks-teks kuno dalam sastra Arab, dan
untuk membimbing mereka, dan untuk mempelajari penerangan
signifikansinya.Kami telah melakukan tur pada lafadz-lafadz syi’ir pra-Islam
dan kami mengumpulkan dalam kapasitas besar diantaranya diakuisi dariteks
teks, kemudian kami punya pendapat setelah itu dicabut, dalam gambar kecil.Ini
untuk di kesempatan yang akan datang, Insya Allah

Anda mungkin juga menyukai