Anda di halaman 1dari 6

Perubahan,pergeseran dan pemertahanan bahasa

A.Perubahan bahasa

Terjadinya perubahan bahasa menurut para ahli tidak dapat diamati, hal ini karena proses
perubahan terjadi berlangsung dalam waktu yang relatif lama, sehingga tidak mungkin diobservasi
oleh peneliti. Namun demikian, bukti adanya perubahan bahasa itu, dapat diketahui. Terutama pada
bahasa-bahasa yang telah memiliki tradisi tulis dan mempunyai dokumen tertulis dari masa lampau
(Chaer, 2004: 134) . (Sumarsono dalam Robiah, D. F. N., & Hernawan, H) menyatakan bahwa
dalam suatu wilayah dimungkinkan hidup beberapa varietas bahasa secara berdampingan,
sehingga bentuk interaksinya cenderung bersifat alih kode dan campur kode. Hal ini mengakibatkan
peran bahasa daerah tidak menjadi prioritas utama dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa daerah
hanya hadir dalam komunikasi sosial terbatas, seperti dalam lingkungan keluarga dan masyarakat
se-etnik.

Perubahan bahasa adalah adanya perubahan kaidah baik revisi ,menghilangkan,atau


memunculkan (bertambah) kaidah baru Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Chaer & Agustina
(2010, hlm. 136) yang menyatakan bahwa perubahan bahasa bisa diartikan sebagai adanya
perubahan kaidah berdasarkan tujuan tertentu. Perubahan bahasa dapat diartikan sebagai
perubahan kaidah ,seperti merevisi kaidah tersebut,menghilang atau memunculkan kaidah baru
dan semuanya itu dapat terjadi pada tataran linguistik seperti :

1. Perubahan Fonologi

Perubahan fonologi merupakan perubahan bunyi apapun yang mengubah aspek onem dalam
suatu bahasa.Dengan kata lain,suatu bahasa mengembangkan system pertentangan baru di
anatara fonem-fonemnya. Selain itu kosa kata lama mungkin hilang,yang baru mungkin
muncul,atau mungkin hanya di atur ulang. Perubahan suaa dapat menjadi pendorong untuk
perubahan dalam struktur fonologis suatu bahasa dan juga perubahan fonologis dapat
mempengauhi proses perubahan suara.

Contoh perubahan fonologi :


Perubahan fonologis dalam bahasa Inggris penambahan fonem. Bahasa Inggris kuno dan
pertengahan tidak mengenal fonem z. Lalu ketika terserap kata-katu seperti azure, measure,
rouge dari dari bahasa Prancis, maka fonem z tersebut ditambahkan dalam fonem bahasa
Inggris.

Perubahan dalam sistem fonologi bahasa Indonesia seperti sebelumnya berlakunya EYD, fonem
f, x , dan s , belum dimasukkan ke dalam fonem bahasa Indonesia, tetapi kini ketiga fonem itu
telah menjadi bagian dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia lama hanya mengenal empat
pola silabel, yaitu V, VK, KV, dan KVK; tetapi kini pola KKV, KKVK, KVKK telah menjadi
pola silabel dalam bahasa Indonesia

2. Perubahan Morfologi

perubahan bahasa dapat juga terjadi dalam bidang morfologi, yaknu dalam proses pembentukan
kata. Dengan perkataan lain, morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, dan
klasifikasi kata-kata. Untuk memperjelas pengertian Morfologidi atas, perhatikanlah contoh-
contoh berikut dari segi struktur atau unsur-unsur yang membentuknya :

Dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam proses pembentukan kata dengan
prefiks me- dan pe-. Kaidahnya adalah (1) apabila prefiks me- dan pe- diimbuhkan pada kata
yang dimulai dengan konsonan /l/,/r/,/w/, dan /y/ tidak ada terjadi penasalan; (2) kalau
prefiks me- dan pe-diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi
nasal /m/; (3) bila prefiks me- dan pe- diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /d/
dan /t/ diberi nasal /n/; (4) kalau prefiks me- dan pe- diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan
konsonan /s/ diberi nasal /ny/; dan (5) bila prefiks me- dan pe- diimbuhkan pada kata yang
dimulai dengan konsonan /g/,/k/,/h/ dan semua vokal diberi nasal /ng/.

Kaidah di atas menjadi susah diterapkan setelah bahasa Indonesia menyerap kata-kata bersuku
satu dari bahasa asing, seperti kata sah, tik, bom, cat, stop, dan pel. Menurut kaidah di atas bila
ketiga kata itu diberi prefiks me- dan pe- tentu bentuknya harus
menjadi menyah(kan), menik, membom, mencat, menytop, dan memel;
dan penyah, penik, pembom, pencat, penytop, dan pemel. Tetapi dalam kenyataan berbahasa
yang ada adalah bentuk mensah(kan),
atau mengesah(kan), mentik atau mengetik, membom atau mengebom, mencat atau mengecat, me
nstop atau mengestop, dan mempel atau mengepel.; dan dengan
prefiks pe- menjadi pengesah, pengetik, pembom atau pengebom, pencat atau pengecat,
dan penstop atau pengestop. Jadi, jelas dalam kata tersebut telah terjadi penyimpangan kaidah,
dan munculnya alomorf menge- dan penge-.

Para ahli tata bahasa tradisional tidak mau menerima alomorf menge- dan penge- itu karena
menyalahi kaidah dan dianggap merusak bahasa. Namun, kini kedua alomorf itu diakui sebagai
dua alomorf bahasa Indonesia untuk morfem me- dan pe-. Kasus ini merupakan satu bukti
adanya perubahan besar dalam morfologi bahasa Indonesia (dalam Saefuzaman, 2011:1).

3. Perubahan sintaksis

 Perubahan kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia juga dapat kita saksikan. Umpamanya,
menurut kaidah sintaksis yang berlaku sebuah kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai objek;
atau dengan rumusan lain, setiap kata kerja aktif transitif harus selalu diikuti oleh objek. Tetapi
dewasa ini kalimat aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek (Chaer, 2004: 138). Perubahan
kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia juga sudah dapat kita saksikan umpamanya, menurut
kaidah sintaksis yang berlaku sebuah kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai objek atau
dengan rumusan lain, setiap kata kerja aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek, seperti :

Reporter anda melaporkan dari tempat kejadian.


Pertunjukkan itu sangat mengecewakan.
Sekretaris itu sedang mengetik di ruangannya.
Dia mulai menulis sejak duduk di bangku SMP.
Kakek sudah makan, tetapi belum minum.
Dosen itu sedang mengajar di kelas.
Prestasinya sangat membanggakan.

Kata kerja aktif transitif pada kalimat seperti di atas menurut kaidah yang berlaku harus diberi objek,
tetapi pada contoh di atas tidak ada objeknya.

4. Perubahan kosa kata

Perubahan kosakata dapat berarti bertambahnya kosakata baru, hilangnya kosakata lama, dan
berubahnya makna kata. Kata-kata yang diterima dari bahasa lain disebut kata pinjaman atau kata
serapan. Proses penyerapan atau peminjaman ini ada yang dilakukan secara langsung dari bahasa
sumbernya, tetapi ada juga yang melalui bahasa lain. Penambahan kata-kata baru selain dengan
cara menyerap dari bahasa lain, dapat juga dilakukan dengan proses penciptaan.
Misalnya, kata kleenex dalam bahasa Inggris dibentuk dari kata clean. Pemendekan dari kata atau
frase yang panjang dapat juga membentuk kosakata yang baru,
seperti nark untuk narcotics agent, tec atau dick untuk detective, prof untuk profesor,
dan teach untuk teacher. Selain contoh di atas ada beberapa contoh lain, di antaranya :

Tidak akan – takkan


Tidak ada – tiada
Tapian na uli – tapanuli

Dalam perkembangannya sebuah bahasa bisa juga karena berbagai sebab akan kehilangan
kosakatanya. Artinya, pada masa lalu kata-kata tersebut digunakan, tetapi kini tidak lagi (Chaer,
1995: 185).

5. Perubahan semantik

Perubahan semantik yang umum adalah berupa perubahan pada makna butir-butir leksikal yang
mungkin berubah total, maksudnya kalau pada waktu dulu kata itu, misalnya, bermakna A, maka kini
atau kemudian menjadi bermakna B (Chaer, 2004: 141). Umpamanya, kata bead dalam bahasa
Inggris aslinya bermakna doa, sembahyang, tetapi kini bermakna tasbih, buti-butir tasbih. Dalam
bahasa Indonesia juga kita menemukan contoh yang sama halnya seperti pada bahasa Inggris yaitu
kata pena dulu bermakna bulu (angsa), tetapi kini berarti alat tulis bertinta; ceramah dulu bermakna
cerewet, banyak cakap. Contoh-contoh diatas ini merupakan terjadinya perubahan makna dalam
suatu bahasa.

B. Pergeseran bahasa

Pergeseran bahasa menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau
sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke
masyarakat tutur lain (Chaer & Agustina 2010, hlm. 142). Jika ini terjadi dalam jangka waktu
yang lama, perlahan bahasa yang digunakan akan mampu menggeser bahasa yang sebelumnya
menjadi bahasa utama masyarakat tersebut. Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah,
atau wilayah yang memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, sehingga
mengundang imigran/transmigran untuk mendatanginya.

Gejala-gejala yang menunjukkan terjadinya pergeseran bahasa Misalnya, ketika ada gejala yang
menunjukkan bahwa penutur suatu komunitas bahasa mulai memilih menggunakan bahasa baru
dalam keadaan tertentu yang menggantikan bahasa lama, hal ini memberikan ciri bahwa proses
pergeseran bahasa sedang terjadi

Contoh :

Togar dan Sahat dua orang mahasiswa di Malang yang berasal dari Sumatera Utara. Ketika
pertama datang di Malang mereka sedikit pun tidak mengerti bahasa Jawa. Maka keduanya
terpaksa menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya,
teman-teman kuliah, sepemondokan, dan tetangga-tetangga, serta orang-orang lain berbahasa
Jawa, keduanya pun mencoba sedikit demi sedikit belajar berbahasa Jawa.

Pada mulanya mereka berbicara bahasa Jawa dengan aksen Batak, tetapi lama-kelamaan aksen
Bataknya semakin berkurang. Maka sesudah dua tahun berada di Malang, keduanya lebih biasa
berbahasa Jawa dalam setiap keperluan, kecuali di mana diperlukan menggunakan bahasa
Indonesia. Akhirnya, mereka berdua pun hampir tidak pernah lagi menggunakan bahasa ibu
mereka, lebih-lebih di tempat umum. Maka di sini telah terjadi pergeseran bahasa. Kedudukan
bahasa Madailing mereka, meskipun bahasa pertama, telah tergeser oleh bahasa Jawa, dan
bahasa Indonesia. Bahasa Jawa digunakan dalam situasi tidak formal, sedangkan bahasa Indonesia
digunakan dalam situasi formal.

Hal lain bahwa bahasa Indonesia terdiri atas beragam suku dan bahasa. Dalam situasi resmi orang
Indonesia berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi, dalam situasi tidak resmi,
percakapan sehari-hari, misalnya, orang Indonesia yang terdiri atas bermacam-macam suku dan
berbicara dalam bermacam-macam bahasa tidak selalu memakai bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi. Mereka kadang-kadang memakai bahasa daerah masing-masing, bahasa daerah
tempat asal mereka.
3.Pemertahanan bahasa

Pemertahanan bahasa merupakan kesetiaan penutur terhadap suatu bahasa untuk tetap
menuturkannya, Contoh pada bahasa daerah sebagai bahasa ibu di tengahtengah pengaruh
bahasa yang lain misalnya bahasa Indonesia. Menurut Damanik (dalam Selvia, 2014),
pemertahanan bahasa biasanya mengarah kepada hubungan kemantapan yang terjadi pada
kebiasaan berbahasa dengan proses psikologis, sosial, dan budaya yang sedang berlangsung pada
saat masyarakat bahasa yang berbeda berhubungan satu sama lain

Fishman dalam Chaer & Agustina (2010, hlm. 144) telah menunjukkan terjadinya pergeseran
bahasa para imigran di Amerika. Keturunan ketiga atau keempat dari para imigran itu sudah
tidak mengenal lagi bahasa ibunya dan malah terjadi monolingual bahasa Inggris. Dalam
peristiwa tersebut, pergeseran bahasa itu bisa saja terjadi di mana-mana mengingat dalam dunia
modern sekarang arus mobilitas penduduk sangat tinggi.

Daftar pustaka

Chaer, A., & Agustina, L. (2010). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Rineka Cipta.

Robiah, D. F. N., & Hernawan, H. Perubahan, Pergeseran, dan Pemertahanan Bahasa Sunda di
Lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia. LOKABASA, 12(1), 27-3

Selvia, A. P. (2014). Sikap Pemertahanan Bahasa Sunda dalam Konteks Pendidikan Anak Usia
Dini (Kajian Sosiolinguistik di Desa Sarireja, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang).
Bahtera Sastra: Antologi Bahasa dan Sastra Indonesia, 1(2).4.

Anda mungkin juga menyukai