PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.2 Objek Pemajuan Kebudayaan
Manuskrip
Manuskrip yang terdapat di Kabupaten Aceh diantaranya adalah
Kebudajaan Gajo, Atjeh, Gajo-En Alaslanden, Atjeh Als Land Voor Handel En
Bedrijf Door (Gajo), Indisghijdschrift (Gajo), Woordenboek (Kamus Gayo
Belanda), Resan I Gajo, Het Gajoland Enzijne, Bewoners, Saer Gayo 1, Saer
Gayo 2, Sejarah Daerah dan Suku Gayo, Die Gajolander, dan lain sebagainya.
Tradisi Lisan
Tradisi lisan adat dan budaya Gayo di Kabupaten Aceh Tengah saat ini
diantaranya adalah Didong, Saer, Melngkan, Berijo-ijo, Bines, Kekeberan, Ure-
ure, Kenduri Ulu Ni Wih dan Peri Mestike.
Adat Istiadat
Adat istiadat berkaitan dengan beberapa jenis budaya, yaitu; adat istiadat
tentang tata perilaku masyarakat, adat istiadat terkait perilaku terhadap agama,
perkawinan, gotong-royong, dan sebagainya. Namun sangat disayangkan karena
beberapa adat istiadat tersebut sudah mulai jarang dilaksanakan oleh masyarakat
suku Gayo sebagai pemilik murni adat istiadat tersebut.
Ritus
Masyarakat Gayo memiliki berbagai banyak perayaan yang diwujudkan
dalam bentuk upacara atau ritual.
Pengetahuan Tradisional
Pengetahuan tradisional di Kabupaten Aceh Tengah diantaranya pada
peristiwa pernikahan diantaranya adalah Kerawang, yakni baju adat dan baju
upacara perkawinan,; makanan tradisional Gayo, dan lain sebagainya. Setiap ritus
yang dilaksanakan oleh masyarakat Gayo selalu ditilik dengan konsef-konsef
agama Islam. Jika ritual tersebut perlakuannya bertentangan dengan konsef
agama, maka ritual tersebut dikaji kembali, apakah ritual yang dikerjakan oleh
mereka benar dan baik atau tidak. Pada dasarnya konsep adat mereka tidak
terlepas dari konsep agama Islam, seperti basa edet mereka dikenal
dengan “edet orum ukum lagu zet orum sipet”, yakni agama dalam konteks ini
tidak saling terlepas satu sama lain.
3
Teknologi Tradisional
Teknologi tradisional yang paling tinggi presentasi pembuat, pemelihara,
pembuat dan pemelihara serta penggunanya adalah; jala, segapa, dan wawu/ serue.
Teknologi tradisional masih relevan secara fungsional dalam mendukung
daya survive mayarakat Gayo di kabupaten Aceh Tengah, khususnya untuk sektor
pertanian dan mencari ikan di danau. Untuk teknologi produksi pertanian
khususnya di bidang berswah yang sudah tidak ada seperti mujik, ngoro, nengel,
mu-melah,munangin, munejes, nyerde, nyeras, mumelah danmudue. karena
teknologi tersebut selain tidak relevan dengan sistem irigasi dan proses produksi
juga tidak mendukung peningkatan capaian volume produksi. Untuk teknologi
yang masih bertahan seperti munoling, mubenuh, mumatal, nomang, ngona wih
atau mujeme, selain ramah lingkungan juga dapat digunakan sebagai alternatif
ketika teknologi modern mengalami masalah atau biaya operasionalnya cukup
tinggi. Begitu juga dengan teknologi tradisional di sektor kenelayanan, mereka
masih menggunakan teknologi tradisional sebagai alternatif dan juga sebagai
teknologi yang mendukung nuansa rekreatif bagi penikmat dunia kenelayanan di
kabupaten Aceh Tengah.
Seni
Sebagai salah satu daerah beretnis Gayo, di Aceh Tengah, alat musik
tradisional sering juga ditampilkan saat ada upacara, pesta, dan ritual adat. Dan
beberapa jenis kesenian daerah ini sudah dikembangkan dalam bentuk yang lebih
populer bagi generasi muda saat ini. Salah satu kesenian khas di Kabupaten Aceh
Tengah diantaranya adalah Didong.
Bahasa
Permainan Rakyat
4
Gegasak, Asin, Men jempung, Men Bebelen, Men Kasti Gayo, Eskot, Kekitiken,
Terbil dan Letep.
Olahraga Tradisonal
5
2. Sistem mata pencaharian
Topografi alam yang berlembah lembah, berbukit-bukit dengan hamparan
kopi. Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani kopi, peternak,
palawija, home industri, nelayan dan pedagang. Menurut Mahmud Ibrahim
(2007:60) Yang menonjol di dataran tinggi Gayo adalah perkebunan kopi yang
sangat bagus, juga didukung dengan tanah yang subur dan udara yang sejuk.
Dataran tinggi Gayo merupakan penghasil kopi terbesar diprovinsi Aceh, rata-rata
kopi yang dihasilkan diekspor keluar negeri seperti Jepang, Jerman, singapura,
Malaysia, Amerika, dan Belanda.
Dataran tinggi Gayo juga terkenal dengan hasil palawijanya yang mengisi
semua sektor pasar di provinsi Aceh, rata-rata hasil palawija yang dihasilkan
dikirim ke ibukota provinsi untuk menunjang kebutuhan masyarakat perkotaan.
Dataran tinggi Gayo memiliki berbagai potensi yang dikembangkan
masyarakat, ini tergantung pada tempat dan kondisinya, karena tidak semua lahan
yang ada dataran tinggi Gayo dapat ditanam perkebunan kopi, ada beberapa sektor
yang dipakai sebagai tempat untuk berternak, seperti daerah Isak, Lingge, dan
Lumut di kecamatan Isak, mayoritas penduduk disini mengembala ternak, seperti,
kerbau, sapi, domba, biri-biri, dan kambing.
Sektor pariwisata, di dataran tinggi Gayo mempunyai danau laut tawar,
pantai menye, goa putri pukes, legenda loyang Datu, makam Reje Lingge, home
industri, air terjun, pantan terong, kuliner belum lagi di daerah kabupaten Bener
Meriah, Gayo Lues dan lainnya. Objek wisata ini juga merupakan penunjang mata
pencaharian masyarakat sekitar (Wikipedia, 15 September 2010).
3. Bahasa
Suku yang mengunakan bahasa Gayo tergolong sebagai suku bangsa asal
yang mendiami dataran tinggi Gayo, yaitu wilayah bagian tengah provinsi Aceh.
Wilayah pemukiman mereka terbagi kedalam tiga kelompok. Pertama kabupaten
Aceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah yang disebut Gayo Lut atau Gayo
deret, kedua kabupaten Gayo Lues atau Gayo Belang, dan yang ketiga adalah
kabupaten Aceh Timur disebut dengan Gayo Kalul atau Gayo Serbejadi.
Terjadinya pengelompokan ini karena letak geogerafisnya yang relatif jauh
terpisah serta tidak tersedianya sarana tranportasi penghubung antar ketiga
6
kelompok tersebut pada zaman dahulu. Keadaan ini menimbulkan anggapan
seolah-olah etnik Gayo itu terpisah satu sama lainnya. Sarana penghubung yang
tidak tersedia dalam jangka waktu yang panjang telah menyebabkan masing-
masing kelompok tersebut mengembangkan variasi-variasi kebudayaannya
(Melalatoa : 1982). Variasi ini muncul sesuai dengan fisik dan lingkungan sosial
yang berbeda. Hal ini terlihat adanya perbedaan kecil antar ketiga kelompok
tersebut, misalnya dalam bentuk kesenian dan dialek lingguistik.
4. Kesenian
Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo
adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan
cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari
saman dan seni bertutur yang disebut didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi,
bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan,
sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial
masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian Seperti: Tari bines, Tari
Guel, Tari munalu, sebuku (pepongoten), dan melengkan (seni berpidato
berdasarkan adat), yang juga tidak terlupakan dari masa ke masa, Karena orang
Gayo kaya akan seni budaya.
5. Adat Istiadat
Setiap daerah yang ada di Indonesia mempunyai sistem adat, begitu juga
di dataran tinggi Gayo mempunyai adat sesuai dengan kepercayaan yang di
anutnya. Menurut Mahmud Ibrahim (2007:5) pada sekitar tahun 1115 M, raja
(reje) Islam kerajaan Lingga yang oleh penduduk Negeri Lingga (Negeri Lingge)
disebut “petu Merhum Mahkota Alam” untuk pertama kalinya merumuskan
norma adat bersama para ulama dan pemimpin masyarakat lainnya. Isi rumusan
adat yang disusun di istana raja Lingga (reje Lingge) Umah Adat Pitu Ruang
Nenggeri Lingge oleh raja Petu Merhum Mahkota Alam. Semua adat terdiri dari
45 pasal berbahasa Gayo dan tulisan Jawi. Semua dibukukan sebagai lembaran
aturan adat istiadat dari zaman dahulu hingga sekarang tetap dilakasanakan pasal
demi pasal dalam semua keadaan mengenai keadatan.
7
Empat puluh lima pasal adat negeri Lingga (edet Nenggeri Lingge),
munatur murip sibueten sarak opat, kin penguet ni akhlak menegah buet, menyoki
belide remet, melumpeti junger, mubantah hakim, menumpang bele,, munyugang
edet i engon ku bekase (tata krama dalam sistem bermasyarakat, untuk menjaga
ahlakulkarimah, tidak membuat kekerasan atau pemerasan, tidak mengganggu
masyarakat, tidak melawan hakim untuk menutupi kesalahan, supaya adat
berjalan sesuai dengan harapan (Mahmud Ibrahim, 2007:6).
Kata kiasan adat berbicara tidak mutlak-mutlakan, berjalan memakai
tongkat, hakikat sesuatu disimpan dengan baik, syariat dilaksanakan dengan tepat,
karena hukum Islam mengenal mana yang hak mana yang batil sementara adat
membedakannya. Sesuatu yang wajib harus dilaksanakan pada tempat dan
waktunya, sebaliknya yang bukan wajib dapat dilakukan kapan dan dimana saja.
Adat istiadat masyarakat Gayo semua unsur, mulai dari hal yang terkecil
sampai yang terbesar mempunyai aturan yang harus dipatuhi dan dijalankan.
Menurut Hakim, (1998:12-13) fungsi dari adat dan makna adat adalah:
1. Adat berasal dari bahasa arab, dengan pengertian melakukan berbagai
kebiasan-kebiasaan. Adanya adat dikarenakan manusia hidup
berkelompok-kelompok, lalu membuat berbagai keputusan disebut
peraturan, untuk mengatasi kepentingan mereka dan dipandang sebagai
undang-undang tanpa tertulis.
2. Adat Gayo bernilai spiritual dan beriorientasi kepada ahlakulkarimah,
membentuk pergaulan yang berlandaskan agama, adat melaksanakan amar
makruf nahi mungkar (salah bertegah benar berpapah). Adat Gayo, jelas
menunjang agama (pengertian agama). Perlu disimak adat adalah
habluminannas.
3. Adat adalah etos (pandangan hidup yang khas suatu golongan sosial)
masyarakat, terikat dengan : “murip ikanung edet, mate ikanung bumi,
murip benar matee suci” (hidup selalu dikandung adat, mati dikandung
bumi / tanah, hidup harus benar, mati harus suci).
4. Adat adalah aturan ciri khas dari berbagi suku, tata kelakuan dan
kebiasaan. Bagi suku Gayo adat itu: “nge mucap ku atu mulabang ke
papan” (sudah melembaga).
8
5. Adat adalah aturan yang berlaku di daerah tritorial masing-masing,
berfungsi laksana undang-undang.
6. Adat adalah pegangan hidup serta pedoman dalam melaksanakan sesuatu
perbuatan.
7. Adat Istiadat adalah kata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari
generasi ke generasi sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan
pola-pola perilaku masyarakat.
6. Sistem kemasyarakatan
Sistem yang ada didataran tinggi Gayo dahulu dikenal dengan sistem
kerajaan, yang dikenal dengan dinasti Lingga. Sistem pemerintahan kerajaan /
tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat (empat unsur
dalam satu ikatan terpadu), terdiri dari: raja (Reje),Orang yang dituakan (Petue),
Imam (Imem), dan rakyat (Rayat). Mahmud Ibrahim, (2007:63) menyatakan
adapun sarak opat tersebut adalah:
1. Raja (Reje:kepala pemerintahan), musuket sifet (berfungsi memelihara
keadilan di kalangan rakyatnya).
2. Ulama (Imem), muperlu sunet (berkewajiban membimbing dan
melaksanakan ajaran Agama Islam terutama yang fardhu dan sunat yang
baik).
3. Petue (orang yang dituakan dan dipandang berilmu), musidik sasat
(meneliti dan mengevaluasi keadaan rakyat / masyarakat).
4. rakyat (Rakyat), genap mufakat (bermusyawarah dan mufakat bagi
kepentingan negeri atau seluruh masyarakat). Reje (raja) dan Imem
(ulama) memiliki fungsi dan berperan sangat penting dalam pemerintahan,
karena raja (Reje) melaksanakan prinsip: edet mu nukum bersifet wujud
(adat menjatuhkan hukuman karena ada bukti yang jelas). Imem (ulama)
melaksanakan prinsip : ukum mu nukum bersifet kalam (hukum Islam
menetapkan hukum berdasarkan firman Allah dan Sunnah Rasulullah).
9
taat menjalankan ajaran Agama Islam. Hal ini karena adanya pemahaman
ditengah-tengah masyarakat bahwa sistem budaya mereka berasal dari dua
sumber, Pertama sumber leluhur yang bermuatan pengetahuan, keyakinan nilai,
norma-norma yang kesemuanya dinyatakan edet (adat) serta kebiasaan yang tidak
mengikat yang disebut resam, Kedua sumber Agama Islam berupa Akidah, sistem
keyakinan, nilai-nilai dan kiadah-kaidah agama disebut dengan hukum.
7. Ilmu pengetahuan
Sistem dalam masyakat Gayo dahulu mengenal beberapa teknologi yang
manual, seperti dalam bertani, masyarakat mengunakan tenaga kuda, kerbau
dalam mengarap sawah. Begitu juga dengan yang lain seperti kerajinan, yaitu seni
arsitektur, seni ukir, sulaman, anyaman, dan seni keramik. Dahulu masyarakat
selalu mengunakan peralatan tradisonal.
Perkembangan zaman yang semakin canggih tidak mengurangi keinginan
untuk mengikuti tantangan zaman. Yaitu masyarakat sudah beralih mengunakan
alat yang lebih modern untuk mengembangkan penghidupan dan kesejahteraan.
Para petani yang dahulu mengunakan tenaga kuda / kerbau beralih mengunakan
mesin traktor untuk mengarap sawah, para pengrajin dari alat manual beralih ke
alat modern.
Masyarakat tidak pernah lepas dari lingkungan budaya, karena masyarakat
Gayo selalu menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya. Sistem dalam masyarakat
Gayo mengenal sistem pemerintahan, adat istiadat, teknologi, budaya, bahasa dan
religiusitas. Semua itu merupakan sistem yang ada di dataran tinggi Gayo.
Pemerintahan masyarakat Gayo zaman dahulu dikenal dengan Sarak Opat (empat
unsur dalam satu ikatan terpadu). Adapaun perangkatnya yaitu; raja, imam, petue
dan masyarakat. Lembaga ini yang selalu mengurus dan membina masyarakat
demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dataran tinggi Gayo. Peralihan dari
sistem kerajaan merupakan sebuah revolusi yang terjadi di dataran tinggi Gayo,
walaupun perubahan yang terjadi tetapi nilai adat dan nilai budaya tidak pernah
lepas dari kehidupan masyarakat dataran tinggi Gayo. Nilai adat, budaya selalu
menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
10
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Masyarakat Gayo merupakan bagian integral bangsa Indonesia. Mereka
memilikikarakter dan budaya yang spesifik sebagaimana masyarakat Indonesia
umumnya. Di antara sistem budaya yang telah berakar dalam masyarakat Gayo
sebagai pola dasar dan landasan hidup,baik dalam pergaulan, kekerabatan, sosial
kemasyarakatan, maupun pengetahuan, keyakinan, nilai, dan aturan yang menjadi
acuan tingkahlaku dalam kehidupan masyarakat. Budaya dapat menentukan
hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan untuk ditentukan baik
buruknya dan menghendaki terciptanya masyarakat berakhlak, 2 berkarakter,
beretika, aman, damai dan sejahtera lahiriah dan batiniah. Budaya menjadi ukuran
nilai apakah seseorang berperilaku tertib atau tidak dalam kehidupan sosial
masyarakat Gayo di Aceh.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,khususnya bagi
pemakalah. Dan dalam penulisan dan penyusanan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu pemakalah mengharapkan kritikan dan saran yang
bersifat membangun agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya dapat
menjadi lebih baik.
11
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Syahrizal. Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia: Refleksi terhadap
Beberapa Bentuk Integrasi Hukum dalam Bidang Kewarisan di Aceh.
Yogyakarta: Yayasan Nadia, 2004.
Abdullah, M. Amin. Falsafah Kalam di Era Post Modernisme. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,1995.
Abubakar, al-Yasa. Penerapan Syariat Islam di Aceh: Upaya Penyusunan Fiqih
dalam NegaraBangsa. Banda Aceh: Dinas Syariat Islam NAD, 2008.
Ali, Abdurrahim. “Peranan Islam Melalui Adat Gayo dalam Pembangunan
Mayarakat Gayo,” Makalah Seminar Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan,
pada tanggal: 20-24Januari 2006 di Takengon.
Baihaqi, A.K. Mendidik Anak dalam Kandungan Menurut Ajaran Pedagogis
Islam. Jakarta:Darul Ulum Press, 2003.
Bowen, John R. Muslim Trough Discourse: Religion and Ritual in Gayo Society.
Princeton,New Jersey: University Press, 1991.
Bowen, John.R. Sumatran Politics and Poetics, Gayo History, 1900-1989. New
Haven andLondon: Yale University Press, 1991.
Harahap, Syahrin. “Guru di Tengah Restorasi Karakter Bangsa,” Makalah
Seminar NasionalTenaga Kependidikan dan Pembangunan Karakter
Bangsa STAI al-Hikmah Medan,4 April 2012.
Hawari, Dadang. Al-Qur’an, Ilmu Kedoktoren Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa, 1998.
Himpunan Qanun Kabupaten Aceh Tengah. Takengon: Sekretariat Daerah
Kabupaten AcehTengah, 2002.
Hurgronje, C. Snouck. Gayo: Masyarakat dan Kebudayaan Awal Abad ke-20, terj.
Hatta Hasan Aman Asnah. Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
12
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
ii
13
DAFTAR ISI
iii
14
BUDAYA GAYO
DISUSUN
OLEH
NAMA : MULYADIARIYA
NPM : 150410073
PRODI : ADM NEGARA
MK : PENGANTAR ANTROPOLOGI
15