a. Bakteri
Bakteri yang biasa digunakan adalah bakteri yang menghasilkan spora.
Bakteri yang menyerang serangga dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu bakteri
yang tidak membentuk spora dan bakteri yang membentuk spora. Bakteri penghasil
spora merupakan bakteri yang sangat penting yang saat ini banyak digunakan sebagai
insektisida mikrobia. Contoh bakteri yang biasa digunakan sebagai berikut. Cth Bacillus popiliae sebagai patogen dari kumbang jepang Popilie japonica dan
kumbang
skarabia
lainya
Bacillus
thuringiensis
sangat
efektif
dalam
tubuh yang terluka, mungkin oleh serangan musuh alami. Virus juga dapat
ditranmisikan lewat induk yang telah terinfeksi melalui telur ysng diturunkan. Contoh
virus yang dapat dipakai untuk pengendalian hayati adalah: Cth. NPV
(Nucleopolyhedro virus) paling banyak menyerang pada serangga ordo lepidoptera,
Hyminoptera, Diptera serta Coleoptera
d. Nematoda
Disamping, virus, jamur dan bakteri juga ada banyak spesies nematode yang
bersifat parasitik terhadap serangga hama, baik yang bersifat parasit obligat maupun
fakultatif. Dari 19 famili yang menyerang serangga Famili Mermithidae merupakan
famili yang paling banyak/terpenting terdiri atas 50 genera dan 200 spesies.
Nematoda muda meninggalkan telur dan masuk kedalam tubuh serangga melalui
kutikula dan masuk kedalam homocoel, setelah berganti kulit beberapa kali maka
nematoda dewasa keluar dari tubuh serangga, dan serangga mati sebelum atau
sesudan nematoda keluar. Keuntungan menggunakan nematoda entomopagen adalah
kemampuan mematikan inang sangat cepat, karena serangan nematoda akan
mengalami kematian dalam waktu 24-48 jam setelah aplikasi. Tubuh serangga akan
lemas terjadi penurunan aktivitas dan terjadi perubahan warna tubuh menjadi merah
kecoklatan jika terserang Steinernema spp dan hitam jika terserang Heterorhabditis
spp. Nematoda akan berkembangbiak dalam tubuh serangga inang sampai
menghasilkan keturunan yang sangat banyak. Nematoda akan memasuki fase
reproduktif yaitu memperbanyak keturunan apabila populasi nematode dalam tubuh
inang rendah sedangkan bila populasi tinggi akan memasuki fase infektif. Nematoda
stadium ketiga sering disebut juvenil infektif akan keluar dari tubuh serangga dan
berusaha untuk mencari inang baru. Juvenil infektif mampu bertahan hidup lama
sampai memperoleh inang kembali dan fase ini merupakan satu-satunya fase yang
bersifat infektif terhadap serangga inang. Contoh nematoda yang sering digunakan
untuk pengendalian hayati adalah : Cth. Nenatoda Steinernema spp dapat
mengendalikan hama dari Ordo Lepidoptera dan Coleoptera.
2. Parasitoid
Merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang antropoda
lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan dewasanya hidup
bebas dan tidak terikat pada inangnya. Parasitoid hidup menumpang di luar atau
didalam tubuh inangnya dengan cara menghisap cairan tubuh inangnya guna
memenuhi kebutuhan hidupnya . Umumnya parasitoid menyebabkan kematian pada
inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid dapat menyerang setiap fase hidup
serangga, meskipun serangga dewasa jarang terparasit. Parasitoid menyedot energi
dan memakan selagi inangnya masih hidup dan membunuh atau melumpuhkan
inangnya untuk kepentingan keturunanya. Kebanyakan parasitoid bersifat monofag
(memiliki inang spesifik), tetapi ada juga yang oligofag (inang tertentu). Selain itu
parasitoid memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari inangnya.
Faktor-faktor yang mendukung efektifitas pengendalian hama oleh parasitoid
adalah: (1). Daya kelangsungan hidup (Survival) baik, (2). Hanya satu atau sedikit
individu inang diperlukan untuk melengkapi daur hidupnya, (3). Populasi parasitoid
dapat tetap bertahan meskipun pada aras populasi inang rendah, (4). Sebagian
parasitoid monofag, atau oligofag sehingga memiliki kisaran inang sempit. Sifat ini
menyebabkan populasi parasitoid memiliki respon numerik yang baik terhadap
perubahan populasi inangnya.
a. Berdasar posisi makannya, parasitoid dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
1.
inang dan sebagian besar dari fase hidupnya ada didalam tubuh inangnya,
contohnya: Letmansia bicolor yang memarasit telur Sexava sp.
b. Parasitoid juga dapat digolongkan berdasarkan fase tubuh inang yang diserang:
1.
Parasitoid telur: parasit yang menyerang inang pada fase telur dan
2.
Parasitoid larva : parasit yang menyerang inang yang berada pada fase
larva atau ulat. Cth. Apenteles erionotae larva pengulung daun pisang.
4.
Parasitoid pupa : parasit yang menyerang inang yang berada pada fase
Predator
membunuh
dengan
cara
memakan
atau
menghisap
hidupnya
4.
5.
6.
7.
9.
Hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator, tetapi
selama ini ada beberapa ordo yang anggotanya merupakan predator yang digunakan
dalam pengendalian hayati. Ordo-ordo tersebut adalah :
1.
sebagai predator dari telur dan larva pengerek batang padi dan walang sangit.
3.
a. Jamur antagonis
Jamur
antaonis
didefinisikan
sebagai
kelompok
jamur
yang
dapat
memiliki beberapa tipe aktivitas seperti antibiosis, lisis, kompetisi, dan parasitisme.
Antibiosis adalah penghambatan atau perusakan melalui hasil metabolit, termasuk
kemampuannya mengeluarkan zat beracun toksin. Lisis adalah destruksi, desintegrasi,
disolusi, atau dekomposisi sel atau jaringan inang. Kompetisi adalah usaha untuk
memperoleh keuntungan dari substrat/nutrisi inang (karbohidrat, nitrogen, faktor
tumbuh) dan tempat (tempat reseptor sel, dan oksigen). Parasitisme terjadi bila
organisme yag satu menyerap nutrisi dari organisme lain, bahkan hifa antagonis dapat
tumbuh di dalam hifa patogen (hiperparasit). Beberapa jamur antagonis yang telah
banyak digunakan sebagai agen pengendali hayati antara lain Trichoderma spp.,
Gliocladium spp., Artrhobotrys sp, dan lain-lain.
b. Bakteri antagonis
Salah satu pengendalian bakteri patogen adalah mempertemukan dengan
bakteri antagonisnya. Bakteri antagonis dalam perannya sebagai agen pengendalian
hayati melalui mekanisme menghasilkan senyawa penghambat pertumbuhan patogen,
kompetisi pemanfaatan senyawa tertentu. Contohnya Pseudomonas fluorescens,
Bacillus subtilis.
C. Cara Mendapatkan Agens Hayati Mikroorganisme
a. Metode Umpan Serangga (Insect Bait Method)
Metode ini biasanya digunakan untuk mendapatkan entomopatogen baik
jamur maupun bakteri. Entomopatogen dapat diperoleh dari dalam tanah
menggunakan metode umpan serangga. Umumnya serangga yang digunakan sebagai
umpan adalah ulat hongkong (Tenebrio molitor). Infeksi jamur entomopatogen terjadi
akibat adanya kontak konidia melalui sistem pernafasan serangga dan celah di antara
segmen tubuh serta bagia ekor serangga.
Konidia memenetrasi kutikula serangga dengan bantuan enzim pengurai,
antara lain kitinase, lipase, amylase, fosfatase, esterase, dan protease serta racun dari
golongan destruksin, beauverisin, dan mikotoksin yang menghambat produksi energi
dan protein. Akibat gangguan dari toksin tersebut, gerakan serangga menjadi lambat,
perilaku tidak tenang, kejang-kejang, dan akhirnya mati. Setelah serangga mati jamur
membentuk klamidiospor di dalam tubuh serangga, selanjutnya tubuh serangga akan
ditumbuhi oleh konidia jamur.
b. Isolasi Bakteri dan Jamur dengan Metode Dilution Plate
Dalam mengisolasi mikroba yang terdapat di alam harus digunakan berbagai
media biakan karena tidak satupun media yang dapat menumbuhkan semua mikroba.
Penentuan jumlah mikroba menggambarkan jumlah mikroorganisme yang terdapat
dalam sampel dan mampu tumbuh dalam media dengan suhu inkubasi yang
digunakan. Maka dari itu, diperlukan sebuah metode untuk isolasi (Lay, 1994).
Proses isolasi bakteri bertujuan untuk mendapatkan kultur murni, yaitu kultur yang
hanya terdiri dari satu jenis bakteri maupun jamur. Dari tahap isolasi ini diharapkan
akan didapatkan satu strain patogen serangga. Proses isolasi bakteri patogen serangga
menggunakan mekanisme Dilution Plate, diadopsi dari teknik isolasi yang dilakukan
oleh Djauhari dan Sastrahidayat (2007) yang mengisolasi mikroorganisme lain
dengan proses sebagai berikut:
Daftar Pustaka
Sunarno. Pengendalian Hayati ( Biologi Control ) Sebagai Salah Satu
Komponen
Pengendalian
Hama
Terpadu
(Pht).
Diunduh
Dari