Anda di halaman 1dari 15

Laporan teknologi pasca panen

ANALISIS PERLINDUNGAN DAN PENGAWETAN ALAMI

BAWANG PUTIH

OLEH:

RILWAN HAFIS
1705101050089

LABORATURIM HORTIKULTURA
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2020

BAB I

PENDAHULUAN

Semua komoditi pertanian setelah dilakukan proses pemanenan masih terus mengalami
proses metabolisme yang dinamakan dengan respirasi. Aktivitas respirasi berlangsung untuk
memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pascapanennya. Akibat proses ini
lama-kelamaan cadangan energi tersebut akan habis. Pada saat substrat mulai terbatas maka
terjadilah kemunduran mutu dan kesegaran atau proses pelayuan dengan cepat dan lama
kelamaan menjadi busuk. Hal ini lah yang mendasari diperlukan adanya teknologi penanganan
pasca panen (Pantastico, 1986).
Beberapa jenis tanaman memiliki sifat yang dapat berfungsi sebagai pelindung serta
pengawetan alami setelah suatu produk pertanian tersebut dipanen. Meskipun begitu bukan
berarti produk tersebut selalu tahan atau dalam kondisi segar akan tetapi, kemampuan alami
tersebut dapat membantu menjaga mutu produk dalam beberapa waktu saja tanpa ada perlakuan
tambahan dari manusia. Perlindungan alami merupakan faktor-faktor yang bekerja pada produk-
produk pertanian akibat adanya sisa-sisa fisiologis. Adapun struktur fisik alami dalam
perlindungan alami yaitu morfologi, anatomi, dan fisiologi (Kartasapoetra. 1989).
Tanaman bawang putih merupakan tanaman yang mudah mengalami kerusakan karena
memiliki daya tahan yang lemah setelah panen berlangsung. Hal ini disebabkan tanaman bawang
putih memiliki reaksi cepat dan mengeluarkan bau yang khas yang mudah menguap bila
penanganan pasca panennya tidak sesuai yang diharapkan, seperti : lecet, busuk yang
mengeluarkan bau yang tidak enak. Biasanya hasil panen dikeringkan benar untuk menghindari
pembusukan setelah menyusut 5 % dari berat sebelumnya. Namun secara morfologi bawang
putih memiliki kulit yang melapisi bagian dalam bawang putih. Hal ini secara tidak langsung
mampu menjadi pelindung alami bagi bawang putih (Santoso, 2006).
Bawang putih merupakan komoditas yang cukup diperhitungkan keberadaanya dipasaran.
Hal ini tidak terlepas dari penggunaan bawang putih diberbagai sektor khususnya sektor bumbu
masakan. Oleh karena itu agar kualitas atau mutu dari bawang putih tetap terjaga dan tidak cepat
mengalami kemunduran maka diperlukan proses penanganan pasca panen yang tepat dan sesuai
agar produk mampu bertahan setelah proses pemanenan. Dengan penanganan pasca panen yang
baik maka ketersediaan bawang putih dipasaran juga akan menjadi stabil.
Disini dapat dilihat bahwa terjadi konflik antara kebutuhan manusia dengan sifat alamiah
biologis dari produk ringkih sayuran yang telah dipanen tersebut. Konsekwensi langsung dari
konflik antara kebutuhan hidup dari bagian tanaman tersebut dan kebutuhan manusia untuk
mendistribusikan dan memasarkan serta menjaga mutu produk itu sedapat mungkin dalam
jangka waktu tertentu sampai saatnya dikonsumsi, adalah adanya keharusan untuk melakukan
kompromi-kompromi. Kompromi-kompromi adalah elemen dasar dari setiap tingkat penanganan
pascapanen produk-produk tanaman yang ringkih sayuran dan buah-buahan. Dapat dalam bentuk
kompromi suhu untuk meminimumkan aktivitas metabolisme namun dihindari adanya kerusakan
dingin, atau kompromi dalah hal konsentrasi oksigen untuk meminimumkan respirasi namun
dihindari terjadinya respirasi anaerobik, atau kompromi dalam keketatan pengemasan untuk
meminimumkan kerusakan karena tekanan namun dihindari adanya kerusakan karena fibrasi dan
sebagainya

1.2       Tujuan

Adapun tujuan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan mempelajari sistem pengawetan
alami yang terdapat pada umbi bawang putih serta menganalisa faktor-faktor mendasar yang
mempengaruhi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bawang putih sebenarnya berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang yang
beriklim subtropik. Dari sini bawang putih menyebar ke seluruh Asia, Eropa, dan akhirnya ke
seluruh dunia. Di Indonesia, bawang putih dibawa oleh pedagang Cina dan Arab, kemudian
dibudidayakan di daerah pesisir atau daerah pantai. Seiring dengan berjalannya waktu kemudian
masuk kedaerah pedalaman dan akhirnya bawang putih akrab dengan kehidupan masyarakat
Indonesia. Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan modern sampai sekarang tidak
tergoyahkan oleh penyedap masakan buatan yang banyak kita temui di pasaran yang dikemas
sedemikian menariknya. Bawang putih (Allium sativum L.) adalah herba semusim berumpun
yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang di
daerah pegunungan yangcukup mendapat sinar matahari (Syamsiah dan Tajudin 2003).
Bawang putih (Allium sativum)adalah tanaman umbi lapis dan salah satu spesies dari
genusAllium sp. Bawang putih memiliki kekerabatan dekat dengan bawang merah, bawang
bombay dan daun bawang. Bawang putihadalah tanaman asli dari asia tengah. Dengan riwayat
dimanfaatkan manusia lebih dari 7000 tahun, bawang putih telah menjadi bahan pokok di
wilayah Mediterania, Afrika dan Eropa dan menjadi bumbu masak di wilayah Asia. Bawang
putih telah dimanfaatkan orang mesir kuno sebagai bahan medis dan bahan masak (Bayan et al,
2014).
Perlakuan penanganan pasca panen tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan
kedalamnya termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan merupakan
tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat
tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk
penggunaan lain, kedalamnya termasuk pengolahan pangan dan pengolahan industri. Komoditas
hortikultura bersifat volumunios atau (membutuhkan tempat yang besar) dan perishable (mudah
rusak) sehingga dibutuhkan penanganan pasca panen yang cepat dan tepat. Penanganan yang
kurang tepat dan cepat yaitu tingginya kehilangan atau kerusakan hasil (Dhalimi, 1990).
Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil
dari penambangan alam yang fungsinya membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan
memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Sayuran dan buah
dipanen ketika tanaman segar dengan kelembaban tinggi sehingga dibedakan dari tanaman
lapangan, yang dipanen pada tahap matang untuk biji-bijian, kacang-kacangan, biji minyak atau
serat. Kadar air yang tinggi pada sayuran dan buah membuat penanganan, transportasi dan
pemasaran masalah khusus terutama di daerah tropis. Di negara-negara berkembang
penyimpanan, pengemasan, transportasi dan penanganan teknik yang praktis tidak ada dengan
tanaman yang mudah rusak, ini memungkinkan kerugian yang cukup besar dari produk
(Babalola, 2010).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1       Tempat dan Waktu


            Adapun praktikum ini dilaksanakan di rumah masing – masing, Dusun tanjung raja,
Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Acehn Taming, Provinsi Aceh, Dan dilakukan pada hari
Rabu pukul 16.00 – 17.45 WIB.

3.2 BAHAN DAN ALAT


Bahan : Buncis, tomat, pembungkus plastic
Alat : Wadah untuk meletakkan produk, hekter untuk menutup pembungkus.

3.2. Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

Bahan:

1. Bawang putih dengan jumlah siung tiap umbi 12-15.

Alat:

1. Wadah Plastik

2. Pisau

3. Timbangan

4. Lemari Penyimpanan

3.3. Metode Kerja

Adapun metode atau cara kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Bawang putih disiapkan untuk diberi beberapa perlakuan.


2. Bawang putih diberi perlakuan seperti bawang putih utuh dengan kulit, siung dengan
kulit, siung dengan kulit dilukai, siung tanpa kulit, siung tanpa kulit dibelah dua memanjang
dengan pisau.

3. Tiap perlakuan bawang putih ditimbang dengan timbangan.

4. Bawang putih diletakkan pada wadah plastik dan diletakkan pada lemari penyimpanan.

5. Perubahan bawng putih diamati dan dicatat berdasarkan parameter yang ada.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Adapun hasil pengamatan yang dapat kita peroleh setelah dilaksanakannya praktikum ini
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Pengamatan terhadap perubahan pada bawang putih

Parameter Hari Pengamatan ke-


perlakuan 1 2 3 4 5 6
pengamatan Jum’at Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at
Susut Bobot 33,91 33,66 33,60 33,56 33,56 33,46
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Bau
Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Warna
Putih Putih Putih Putih Putih Putih
A Daging
Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras Keras
Pertumbuhan
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mikroorganis
Ada Ada Ada Ada Ada Ada
me
Susut Bobot 5,06 5,00 4,98 4,95 4,95 2,49
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Bau
Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Warna Putih
Putih Putih Putih Putih Putih
B Daging kuning
Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras Keras
Pertumbuhan
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mikroorganis Ada
Ada Ada Ada Ada Ada
me
C Susut Bobot 4,06 3,52 3,35 3,08 3,08 2,49
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Bau
Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Warna Putih Putih Putih
Putih Putih Putih
Daging hitam hitam hitam
Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras Keras
Pertumbuhan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mikroorganis Ada Ada Ada Ada Ada Ada
me
Susut Bobot 3,58 3,30 3,28 3,24 3,24 3,19
Tidak
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Bau Berba
Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau
u
Warna
D Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Daging
Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras Keras
Pertumbuhan
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mikroorganis
Ada Ada Ada Ada Ada Ada
me
Susut Bobot 3,20 2,59 2,40 2,18 2,17 1,86
Tidak Tidak Tidak Berba Berbau
Bau Berbau
Berbau Berbau Berbau u Sangat
Putih Putih Kuning
Warna
Putih Putih Putih Cokla Coklat Coklat
Daging
E t
Agak Lembe
Tekstur Keras
Keras Keras Keras Lembek k Kali
Pertumbuhan
Tidak Tidak
Mikroorganis Ada Ada Ada Ada
Ada Ada
me

4.2. Pembahasan
Dari hasil pengamatan diatas dapat diketahui bahwa terjadi beberapa perubahan pada
parameter yang diamati. Terdapat lima perlakuan yang dicobakan pada bawang putih. Adapun
perlakuan tersebut yaitu bawang putih utuh dengan kulit (A), siung dengan kulit (B), siung
dengan kulit yang dilukai (C), siung tanpa kulit (D), dan siung tanpa kulit yang dibelah dua
memanjang (E). masing-masing perlakuan diamati dengan parameter yaitu seperti susut bobot,
aroma, warna daging, tekstur, dan pertumbuhan organisme.
Pada perlakuan bawang putih dengan kulit (A) dapat dilihat berat dari bawang putih
mengalami penurunan disetiap harinya. Pada hari Selasa beratnya 31,91 g dan setelah
pengamatan selama enam hari beratnya menjadi 33,46 g. Dari segi aroma perlakuan A tidak
memiliki aroma sama sekali. Selanjutnya dari warna daging perlakuan A memiliki warna daging
yaitu putih. Untuk tekstur secara keseluruhan yaitu keras. Pertumbuhan mikroorganisme tidak
ditemukan pada perlakuan A. secara keseluruhan kondisi pada perlakuan A selama 6 hari masih
kelihatan baik.
Perlakuan yang kedua yaitu siung dengan kulit (B). Pada perlakuan ini dipilih satu siung
bawang putih dengan kulitnya. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat penurunan bobot
pada perlakuan B. Bobot awal yaitu 5,06 gram setelah enam hari bobot menjadi 2,49 gram jadi
terdapat penurunan bobot sebesar 3,7 gram. Dari segi aroma perlakuan B awal mulanya tidak
berbau, namun setelah 6 hari baunya sangat kuat. Hal ini menandakan adanya kegiatan bakteri
atau jamur di bawang putih. Kemudian daging berwarna putih kekuningan dengan tekstur yang
lembek.
Selanjutnya perlakuan ketiga yaitu siung dengan kulit yang dilukai (C). pada perlakuan
ini dipilih satu siung masih dengan kulit lalu siung tersebut dilukai membentuk sayatan.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa terdapat perubahan dari segi penyusutan
bobot siung bawang putih dari yang semula 4,06 gram menjadi 2,49 setelah enam hari. Dari segi
aroma pada hari pertama tidak berbau. Warna daging sama seperti perlakuan sebelumnya yaitu
putih dangan tekstur juga keras selama 5 hari, namun pada hari ke 6 menjadi lembek.
Pertumbuhan mikroorganisme tidak ditemukan pada perlakuan ini.
Perlakuan keempat yaitu siung tanpa kulit (D). Pada perlakuan ini dipilih satu siung
bawang putih lalu kulit yang melapisi daging dibuang. Dari hasil pengamatan dapat dilihat
bahwa terjadi penyusutan bobot dari siung bawang putih yang semula 3,58 gram menjadi 3,19
gram setelah enam hari pengamatan. Dari segi aroma perlakuan bawang ini tidak ada bau sama
sekali . Warna daging siung yaitu putih dengan tekstur yang juga keras. Untuk pertumbuhan
mikroorganisme tidak ditemukan pada perlakuan ini.
Perlakuan yang terakhir yaitu siung tanpa kulit yang dibelah dua memanjang (E). pada
perlakuan ini dipilih satu siung bawang putih yang kulitnya juga sudah dibuang lalu siung
tersebut dibelah dua memanjang sehingga terdapat dua bagian sama besar. Berdasarkan hasil
pengamatan diketahui bahwa terdapat penurunan bobot yang semula 3,70 gram menjadi 1,86
gram setelah enam hari. Dari segi aroma perlakuan ini meiliki bau khas bawang, namun setelah
pengamatan hari terakhir baunya sangat menyengat. Adapun warna daging yaitu putih
kekuningan dengan tekstur awal keras lalu pada hari berikutnya menjadi sangat lembek. Untuk
pertumbuhan mikroorganisme ditemukan pada perlakuan ini. Secara keseluruhan dapat diketahui
bahwa bawang putih dengan kulit yang lengkap (tongkol) lebih bertahan lama karena dilindungi
oleh berbagai macam lapisan kulit yang mampu menjaga kualitas dari bawang putih.
Adapun secara farmakologi bawang putih mengandung beberapa bahan aktif seperti
allicin, flavonoid dan saponin sebagai antimikroba. Bawang putih (Allium sativum) telah
digunakan dari jaman dahulu hingga jaman modern. Pada tahun 1858, Louis Pasteur yang
pertama kali mendeskripsikan tentang aktivitas antimikroba dari bawang putih dan bawang
merah. Bawang putih menunjukkan sifat antibiotik yang luas terhadap bakteri gram-positif dan
gram-negatif, termasuk terhadap strain yang multi-resisten antibiotik, aktivitas antifungi
terutama pada strain Candida sp., aktivitas antiviral dan antiparasit.
Bawang putih memiliki potensi sebagai pengganti antibiotik. Karena selain mudah untuk
diaplikasikan sebagai obat, bawang putih telah menjadi salah satu tanaman tertua yang
dibudidayakan manusia sehingga bawang putih dapat ditemukan di seluruh dunia. Manfaat
bawang putih sangat banyak.Bawang putih dipercaya memiliki manfaat antispasme,
ekspektoran,antiseptik, bakteriostatik, antiviral, antihelmintik dan antihipertensi. Sudah
dinyatakan bawah bawang putih, sebagai agen antibakteri, efektif terhadap banyak bakteri gram-
positif dan gram-negatif dan efek ini berasal dari allisin. Allisin adalah senyawa sulfur
teroksigenasi, yang terbentuk ketika sel bawang putih mengalami kerusakan. Allicin adalah
senyawa prekursor dari allisin dan disimpan dalam suatu kompartemen dalam sel bawang putih
yang terpisah dari enzimnya yaitu allinase. Ketika sel bawang putih mengalami kerusakan, allin
dan allinase akan bercampur dan alliin akan berubah menjadi allicin.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melakukan praktikum ini adalah
sebagai berikut:
1. Kulit pada bawang putih mampu bertindak sebagai pengawet alami dalam teknologi pasca
panen.
2. Perlakuan A yaitu bawang putih dengan kulit utuh mampu menjaga kulaitas bawang putih
tetap baik.
3. Perlakuan E yaitu siung bawang putih tanpa kulit yang dibelah mengalami penurunan
kualitas yang sangat signifikan.
4. Bawang putih mengandung beberapa bahan aktif yang sangat berguna sebagai antimikroba.
.

5.2 Saran

Saran saya dalam melakukan praktikum harus benar – benar memperhatikan aslab untuk
melakukan praktikum ini, dalam keadaan daring mahasiswa kurang memperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA

Herudiyanto, Marleen. 2003. Pengemasan. Jatinangor : Universitas Padjadjaran.

Herudiyanto, Marleen. 2006. Pengantar Teknologi Pengolahan Pangan. Jatinangor :


Universitas Padjadjaran. Rachmawan, Obin. 2001.

Pengeringan, Pendinginan, dan Pengemasan Komoditas Pertanian. Available at :


http://202.152.31.170 (Diakses tanggal 30 november 2021)
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai