Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Teknologi Pasca Panen

ANALISIS PERLINDUNGAN DAN PENGAWETAN ALAMI BAWANG


PUTIH

Nama : Ulfa Mahera


NIM : 1605101050024
Kelompok : 04
Hari/Jam : Senin/14.00 WIB

LABORATORIUM FOSIOLOGI TUMBUHAN


PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2018
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang
dihasilkan.Mempunyai sejarah penggunaan oleh manusia selama lebih dari 7.000 tahun,
terutama tumbuh di Asia Tengah, dan sudah lama menjadi bahan makanan di daerah
sekitar Laut Tengah, serta bumbu umum di Asia, Afrika, dan Eropa. Dikenal di dalam
catatan Mesir kuno, digunakan baik sebagai campuran masakan maupun pengobatan. Umbi
dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia.
Bawang mentah penuh dengan senyawa-senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang
disebut alliin yang membuat bawang putih mentah terasa getir atau angur.
Bawang putih yang semula merupakan tumbuhan daerah dataran tinggi,sekarang di
Indonesia, jenis tertentu dibudidayakan di dataran rendah. Bawang putih berkembang baik
pada ketinggian tanah berkisar 200-250 meter di atas permukaan laut. Bawang putih juga
dapat membantu menghindari kanker yang dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan
oleh University of Minnesota. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa resiko terkena kanker
di usia tua berkurang sebanyak 50% bila mengkonsumsi bawang putih secara rutin.
Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia tak terkecuali bagi
mikroorganisme. Apabila bahan makanan telah tercemar oleh mikroorganisme,
mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, yaitu terjadinya
perubahan fisik dan kimi dari bahan tersebut. Hal ini menyebabkan mutu pangan menjadi
turun. Selain itu mikroba juga dapat menimbulkan penyakit bagi manusia yang mengkonsumsi
bahan pangan yang telah tercemar oleh mikroba.
Produk hasil peternakan atau perikanan seperti daging sapi dan ikan, produk hasil
pertanian seperti bumbu (bawang dan cabai), sayur dan buah-buahan memiliki nutrisi yang
dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhan.Infeksi mikroorganisme terhadap
produk dapat terjadi pada selama proses pemanenan, penyimpanan serta pengolahan lebih
lanjut, maka mengakibatkan mikroorganisme tersebut dapat tumbuh dan berkembang sehingga
menyebabkan kerusakan atau pembusukan pada bahan pangan.
1.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini untuk mengamati dan mempelajari sistem pengawetan alami
yang terdapat pada umbi bawang putih serta menganalisa faktor-faktor mendasar yang
mempengaruhi.
1.3. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat praktikum yaitu agar mahasiswa mampu memahami proses pengawetan
alami yang terjadi pada bawang putih dan mampu mengidentifikasi pengaruhnya terhadap
pertumbuhan mikroorganisme pada bawang putih.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Metabolit sekunder yang terkandung di dalam umbi bawang putih membentuk suatu
sistem kimiawi yang kompleks serta merupakan mekanisme pertahanan diri dari kerusakan
akibat mikroorganisme dan faktor eksternal lainnya. Sistem tersebut juga ikut berperan dalam
proses perkembangbiakan tanaman melalui pembentukan tunas. Sebagaimana kebanyakan
tumbuhan lain, bawang putih mengandung lebih dari 100 metabolit sekunder yang secara
biologi sangat berguna. Senyawa ini kebanyakan mengandung belerang yang
bertanggungjawab atas rasa, aroma, dan sifat-sifat farmakologi bawang putih (Hernawan,
2003).
Faktor yang mempengaruhi kemampuan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak
disebut faktor intrinsik. Faktor ini meliputi konsentrasi ion hidrogen atau pH, kebutuhan air,
kondisi ada atau tanpa oksigen (tekanan oksigen), kandungan zat gizi substrat, dan senyawa
penghambat. Adapun faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kemampuan mikroba untuk dapat
tetap hidup yaitu suhu, kelembaban udara, konsentrasi dan jenis gas, serta radiasi yang
berkaitan dengan kondisi penyimpanan (Estiasih, 2009).
Terdapat banyak jenis perlakuan dalam melihat respon alami bawang putih terhadap
pertumbuhan mikroorganisme, salah satunya dengan cara pelukaan atau pengupasan.
Pengupasan adalah proses memisahkan bahan dari luarnya. Biasanya bagian luar bahan
memiliki karakteristik yang berbeda dengan isi bahan. Pengupasan sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan alat yang terbuat dari stainless steel untuk menghindari terbawanya ion-
ion logam (besi atau tembaga) yang dapat mempercepat timbulnya reaksi pencoklatan
sehingga warnanya menjadi coklat (Amagase et al., 2006).
Umbi bawang putih berlapis – lapis, maka bawang putih termasuk jenis tanaman umbi
lapis. Sebuah umbi bawang putih terdiri dari 8 – 20 siung (anak bawang). Antara siung yang
satu dengan yang lain dipisahkan oleh kulit tipis dan liat, sehingga membentuk satu kesatuan
yang rapat. Akar bawang putih berbentuk serabut dengan panjang maksimum 10 cm. Akar
yang tumbuh pada batang pokok rudumenter (tidak sempurna) berfungsi sebagai alat
penghisap makanan. Daunnya panjang, pipih, dan tidak berlubang. Banyaknya daun 7-10 helai
per-tanaman. Pelepah daunnya yang memanjang merupakan batang semu (Santoso, 1989).
III. METODELOGI PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilakukan di laboratorium Fisiologi Tumbuhan Prorgam Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala pada hari senin, 15
Oktober 2018 pukul 14.00-15.40 WIB.

3.2. Alat dan Bahan


1. Bawang Putih (Allium sativum)
2. Pisau
3. Wadah plastik
4. Kertas label
5. Timbangan
6. Lemari penyimpanan (suhu ruang)
7. Alat tulis

3.3. Metodelogi Percobaan Praktikum


1. Diambil bawang putih yang masih baik kondisinya.
2. Diberikan perlakuan sebagai berikut :
a. Perlakuan A : bawang putih utuh dengan kulit
b. Perlakuan B : siung dengan kulit
c. Perlakuan C : siung dengan kulit yang dilukai
d. Perlakuan D : siung tanpa kulit
e. Perlakuan E : siung tanpa kulit yang dibelah dua memanjang
3. Diamati perubahan yang terjadi dari setiap perlakuan dari segi susut bobot, bau,
warna daging umbi, tekstur dan kerusakan karena pertumbuhan mikroorganisme.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


4.1.1. Tabel Analisa Data Pengamatan Perlakuan Terhadap Bawang Putih
(Allium sativum L.)

Parameter Hari pengamatan ke-


Perlakuan
pengamatan
1 2 3 4 5 6

Susut bobot 45,09 45,07 45,02 45,01 44,92 44,89

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


Bau
ada ada ada ada ada ada
A (bawang Warna daging Putih Putih Putih Putih Putih Putih
putih utuh
dengan kulit )
Tekstur Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar

Kerusakan akibat Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


mikroorganisme ada ada ada ada ada ada

Susut bobot 4,76 4,73 4,71 4,70 4,67 4,67

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


Bau
ada ada ada ada ada ada

B (suing Warna daging Putih Putih Putih Putih Putih Putih


dengan kulit)

Tekstur Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar

Kerusakan akibat Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


mikroorganisme ada ada ada ada ada ada

C (suing Susut bobot 2,76 2,69 2,62 2,57 2,45 2,41


dengan kulit
yang dilukai) Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Bau
ada ada ada ada ada ada
Putih
Warna daging Putih Putih Putih Putih Putih kecok
latan

Tekstur Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar

Kerusakan akibat Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


mikroorganisme ada ada ada ada ada ada
Susut bobot 2,93 2,92 2,90 2,89 2,88 2,87

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


Bau
ada ada ada ada ada ada
D (suing tanpa Warna daging Putih Putih Putih Putih Putih Putih
kulit)
Tekstur Kasar Halus Halus Halus Halus Halus

Kerusakan akibat Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


mikroorganisme ada ada ada ada ada ada

Susut bobot 3,94 3,68 3,39 3,04 2,86 2,78

Tidak Tidak Tidak Tidak Berba Berba


Bau
ada ada ada ada u u
E (suing tanpa Putih
Kecok
kulit yang Warna daging Putih Putih Putih Putih kekun
latan
dibelah dua ingan
memanjang)
Tekstur Halus Halus Halus Kasar Kasar Kasar

Kerusakan akibat Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Berja


mikroorganisme ada ada ada ada ada mur

4.2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dibahas mengenai analisis perlindungan dan pengwetan alami
bawang putih. Untuk menganalisa, dilakukan 5 perlakuan, yaitu perlakuan A : bawang putih
utuh dengan kulit, perlakuan B : suing dengan kulit, perlakuan C : suing dengan kulit yang
dilukai, perlakuan D : suing tanpa kulit, dan perlakuan E : suing tanpa kulit yang dibelah dua
memanjang. Setelah ke 5 perlakuan ini dilakukan, lalu diamati setai hari selama 6 hari.
Pada hari pertama, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan kulit mengalami susut
bobot dari 45,17 gram menjadi 45,09 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan B
yaitu suing dengan kulit mengalami susut bobot dari 4,82 gram menjadi 4,76 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu suing dengan kulit yang dilukai
mengalami susut bobot dari 2,89 gram menjadi 2,76 gram, lalu bawang tidak berbau, warna
daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami susut bobot dari 2,95 gram menjadi 2,93
gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E yaitu suing tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 5,12 gram menjadi 3,94 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme.
Pada hari kedua, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan kulit mengalami susut
bobot dari 45,09 gram menjadi 45,07 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan B
yaitu suing dengan kulit mengalami susut bobot dari 4,76 gram menjadi 4,73 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu suing dengan kulit yang dilukai
mengalami susut bobot dari 2,76 gram menjadi 2,69 gram, lalu bawang tidak berbau, warna
daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami susut bobot dari 2,93 gram menjadi 2,92
gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E yaitu suing tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 3,94 gram menjadi 3,68 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme.
Pada hari ketiga, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan kulit mengalami susut
bobot dari 45,07 gram menjadi 45,02 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan B
yaitu suing dengan kulit mengalami susut bobot dari 4,73 gram menjadi 4,71 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu suing dengan kulit yang dilukai
mengalami susut bobot dari 2,69 gram menjadi 2,62 gram, lalu bawang tidak berbau, warna
daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami susut bobot dari 2,92 gram menjadi 2,90
gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E yaitu suing tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 3,68 gram menjadi 3,39 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme.
Pada hari keempat, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan kulit mengalami susut
bobot dari 45,02 gram menjadi 45,01 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan B
yaitu suing dengan kulit mengalami susut bobot dari 4,71 gram menjadi 4,70 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu suing dengan kulit yang dilukai
mengalami susut bobot dari 2,62 gram menjadi 2,57 gram, lalu bawang tidak berbau, warna
daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami susut bobot dari 2,90 gram menjadi 2,89
gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E yaitu suing tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 3,39 gram menjadi 3,04 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme.
Pada hari kelima, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan kulit mengalami susut
bobot dari 45,01 gram menjadi 44,92 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan B
yaitu suing dengan kulit mengalami susut bobot dari 4,70 gram menjadi 4,67 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu suing dengan kulit yang dilukai
mengalami susut bobot dari 2,57 gram menjadi 2,45 gram, lalu bawang tidak berbau, warna
daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami susut bobot dari 2,89 gram menjadi 2,88
gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E yaitu suing tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 3,04 gram menjadi 2,86 gram, lalu
bawang berbau, warna daging putih kekuningan, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme.
Pada hari terakhir yaitu hari keenam, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan
kulit mengalami susut bobot dari 44,92 gram menjadi 44,89 gram, lalu bawang tidak berbau,
warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat
mikroorganisme. Perlakuan B yaitu suing dengan kulit tidak mengalami susut bobot dan
bawang masih berbobot 4,67 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya
kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu
suing dengan kulit yang dilukai mengalami susut bobot dari 2,45 gram menjadi 2,41 gram,
lalu bawang tidak berbau, warna daging putih kecoklatan, teksturya kasar, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami
susut bobot dari 2,88 gram menjadi 2,87 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya halus, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E
yaitu suing tanpa kulit yang dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 2,86 gram
menjadi 2,78 gram, lalu bawang berbau, warna daging kecoklatan, teksturya kasar, dan
bawang ditumbuhi jamur.
Bawang putih memiliki kandungan senyawa Allicin yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme perusak. Pada perlakuan A, B, dan D bawang putih tidak
mengalami penyusutan bobot yang signifikan dan tidak ada perubahan warna tekstur dan bau
pada bawang. Namun pada perlakuan C dan E bawang putih mengalami penyusutan bobot
yang banyak dan juga perubahan warna terjadi dan pada perlakuan E tumbuh jamur, ini semua
disebabkan karena pada perlakuan C dan E, bawang putih mengalami laju respirasi, transpires
yang tinggi kerena adanya pelukaan, pelukaan ini menyebabkan bawang putih terpapar
langsung dengan suhu, udara, dan kondisi lainnya di ruangan yang menyebabkan perubahan
perubahan terjadi.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengamatan dan pembahasan yang diperoleh, dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
1. Pada hari terakhir pengamatan, bawang putih yang diberi perlakuan C mengalami
perubahan warna menjadi putih kecoklatan dan mengalami susut bobot yang signifikan.
2. Perlakuan E pada bawang putih menyebabkan bawang putih menjadi kasar, keriput,
berubah warna, berjamur dan susut bobotnya juga berubah secara signifikan.\
3. Bawang putih yang diberi perlakuan A tidak mengalami perubahan susut bobot yang
banyak hanya berselisih 0,01-0,02 gram perharinya.
4. Bawang putih dengan perlakuan B dan D mengalami susut bobot dengan selisih 0,01-0,03
gram perharinya.
5. Bawang putih memiliki kandungan senyawa Allicin yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme perusak.
DAFTAR PUSTAKA

Amagase, H., B.L. Petesch, H. Matsuura, S. Kasuga, and Y. Itakura. 2006. Intake of
garlic and bioactive components. Journal of Nutrition. 131 (3): 955-962.

Estiasih, T. dan K. Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.

Hernawan, U.E. 2003. Senyawa organosulfur bawang putih (Allium sativum L.) dan aktivitas
biologinya.UNS Surakarta. Biofarmasi 1 (2): 65-76.

Santoso, H.B. 2000. Bawang Putih. Edisi ke-12. Kanisius, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai