Metabolit sekunder yang terkandung di dalam umbi bawang putih membentuk suatu
sistem kimiawi yang kompleks serta merupakan mekanisme pertahanan diri dari kerusakan
akibat mikroorganisme dan faktor eksternal lainnya. Sistem tersebut juga ikut berperan dalam
proses perkembangbiakan tanaman melalui pembentukan tunas. Sebagaimana kebanyakan
tumbuhan lain, bawang putih mengandung lebih dari 100 metabolit sekunder yang secara
biologi sangat berguna. Senyawa ini kebanyakan mengandung belerang yang
bertanggungjawab atas rasa, aroma, dan sifat-sifat farmakologi bawang putih (Hernawan,
2003).
Faktor yang mempengaruhi kemampuan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak
disebut faktor intrinsik. Faktor ini meliputi konsentrasi ion hidrogen atau pH, kebutuhan air,
kondisi ada atau tanpa oksigen (tekanan oksigen), kandungan zat gizi substrat, dan senyawa
penghambat. Adapun faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kemampuan mikroba untuk dapat
tetap hidup yaitu suhu, kelembaban udara, konsentrasi dan jenis gas, serta radiasi yang
berkaitan dengan kondisi penyimpanan (Estiasih, 2009).
Terdapat banyak jenis perlakuan dalam melihat respon alami bawang putih terhadap
pertumbuhan mikroorganisme, salah satunya dengan cara pelukaan atau pengupasan.
Pengupasan adalah proses memisahkan bahan dari luarnya. Biasanya bagian luar bahan
memiliki karakteristik yang berbeda dengan isi bahan. Pengupasan sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan alat yang terbuat dari stainless steel untuk menghindari terbawanya ion-
ion logam (besi atau tembaga) yang dapat mempercepat timbulnya reaksi pencoklatan
sehingga warnanya menjadi coklat (Amagase et al., 2006).
Umbi bawang putih berlapis – lapis, maka bawang putih termasuk jenis tanaman umbi
lapis. Sebuah umbi bawang putih terdiri dari 8 – 20 siung (anak bawang). Antara siung yang
satu dengan yang lain dipisahkan oleh kulit tipis dan liat, sehingga membentuk satu kesatuan
yang rapat. Akar bawang putih berbentuk serabut dengan panjang maksimum 10 cm. Akar
yang tumbuh pada batang pokok rudumenter (tidak sempurna) berfungsi sebagai alat
penghisap makanan. Daunnya panjang, pipih, dan tidak berlubang. Banyaknya daun 7-10 helai
per-tanaman. Pelepah daunnya yang memanjang merupakan batang semu (Santoso, 1989).
III. METODELOGI PRAKTIKUM
4.2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dibahas mengenai analisis perlindungan dan pengwetan alami
bawang putih. Untuk menganalisa, dilakukan 5 perlakuan, yaitu perlakuan A : bawang putih
utuh dengan kulit, perlakuan B : suing dengan kulit, perlakuan C : suing dengan kulit yang
dilukai, perlakuan D : suing tanpa kulit, dan perlakuan E : suing tanpa kulit yang dibelah dua
memanjang. Setelah ke 5 perlakuan ini dilakukan, lalu diamati setai hari selama 6 hari.
Pada hari pertama, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan kulit mengalami susut
bobot dari 45,17 gram menjadi 45,09 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan B
yaitu suing dengan kulit mengalami susut bobot dari 4,82 gram menjadi 4,76 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu suing dengan kulit yang dilukai
mengalami susut bobot dari 2,89 gram menjadi 2,76 gram, lalu bawang tidak berbau, warna
daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami susut bobot dari 2,95 gram menjadi 2,93
gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E yaitu suing tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 5,12 gram menjadi 3,94 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme.
Pada hari kedua, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan kulit mengalami susut
bobot dari 45,09 gram menjadi 45,07 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan B
yaitu suing dengan kulit mengalami susut bobot dari 4,76 gram menjadi 4,73 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu suing dengan kulit yang dilukai
mengalami susut bobot dari 2,76 gram menjadi 2,69 gram, lalu bawang tidak berbau, warna
daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami susut bobot dari 2,93 gram menjadi 2,92
gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E yaitu suing tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 3,94 gram menjadi 3,68 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme.
Pada hari ketiga, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan kulit mengalami susut
bobot dari 45,07 gram menjadi 45,02 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan B
yaitu suing dengan kulit mengalami susut bobot dari 4,73 gram menjadi 4,71 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu suing dengan kulit yang dilukai
mengalami susut bobot dari 2,69 gram menjadi 2,62 gram, lalu bawang tidak berbau, warna
daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami susut bobot dari 2,92 gram menjadi 2,90
gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E yaitu suing tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 3,68 gram menjadi 3,39 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme.
Pada hari keempat, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan kulit mengalami susut
bobot dari 45,02 gram menjadi 45,01 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan B
yaitu suing dengan kulit mengalami susut bobot dari 4,71 gram menjadi 4,70 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu suing dengan kulit yang dilukai
mengalami susut bobot dari 2,62 gram menjadi 2,57 gram, lalu bawang tidak berbau, warna
daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami susut bobot dari 2,90 gram menjadi 2,89
gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E yaitu suing tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 3,39 gram menjadi 3,04 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme.
Pada hari kelima, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan kulit mengalami susut
bobot dari 45,01 gram menjadi 44,92 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan B
yaitu suing dengan kulit mengalami susut bobot dari 4,70 gram menjadi 4,67 gram, lalu
bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu suing dengan kulit yang dilukai
mengalami susut bobot dari 2,57 gram menjadi 2,45 gram, lalu bawang tidak berbau, warna
daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami susut bobot dari 2,89 gram menjadi 2,88
gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya halus, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E yaitu suing tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 3,04 gram menjadi 2,86 gram, lalu
bawang berbau, warna daging putih kekuningan, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami
kerusakan akibat mikroorganisme.
Pada hari terakhir yaitu hari keenam, perlakuan A yaitu bawang putih utuh dengan
kulit mengalami susut bobot dari 44,92 gram menjadi 44,89 gram, lalu bawang tidak berbau,
warna daging putih, teksturya kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat
mikroorganisme. Perlakuan B yaitu suing dengan kulit tidak mengalami susut bobot dan
bawang masih berbobot 4,67 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih, teksturya
kasar, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan C yaitu
suing dengan kulit yang dilukai mengalami susut bobot dari 2,45 gram menjadi 2,41 gram,
lalu bawang tidak berbau, warna daging putih kecoklatan, teksturya kasar, dan bawang tidak
mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan D yaitu suing tanpa kulit mengalami
susut bobot dari 2,88 gram menjadi 2,87 gram, lalu bawang tidak berbau, warna daging putih,
teksturya halus, dan bawang tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Perlakuan E
yaitu suing tanpa kulit yang dibelah dua memanjang mengalami susut bobot dari 2,86 gram
menjadi 2,78 gram, lalu bawang berbau, warna daging kecoklatan, teksturya kasar, dan
bawang ditumbuhi jamur.
Bawang putih memiliki kandungan senyawa Allicin yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme perusak. Pada perlakuan A, B, dan D bawang putih tidak
mengalami penyusutan bobot yang signifikan dan tidak ada perubahan warna tekstur dan bau
pada bawang. Namun pada perlakuan C dan E bawang putih mengalami penyusutan bobot
yang banyak dan juga perubahan warna terjadi dan pada perlakuan E tumbuh jamur, ini semua
disebabkan karena pada perlakuan C dan E, bawang putih mengalami laju respirasi, transpires
yang tinggi kerena adanya pelukaan, pelukaan ini menyebabkan bawang putih terpapar
langsung dengan suhu, udara, dan kondisi lainnya di ruangan yang menyebabkan perubahan
perubahan terjadi.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan dan pembahasan yang diperoleh, dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
1. Pada hari terakhir pengamatan, bawang putih yang diberi perlakuan C mengalami
perubahan warna menjadi putih kecoklatan dan mengalami susut bobot yang signifikan.
2. Perlakuan E pada bawang putih menyebabkan bawang putih menjadi kasar, keriput,
berubah warna, berjamur dan susut bobotnya juga berubah secara signifikan.\
3. Bawang putih yang diberi perlakuan A tidak mengalami perubahan susut bobot yang
banyak hanya berselisih 0,01-0,02 gram perharinya.
4. Bawang putih dengan perlakuan B dan D mengalami susut bobot dengan selisih 0,01-0,03
gram perharinya.
5. Bawang putih memiliki kandungan senyawa Allicin yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme perusak.
DAFTAR PUSTAKA
Amagase, H., B.L. Petesch, H. Matsuura, S. Kasuga, and Y. Itakura. 2006. Intake of
garlic and bioactive components. Journal of Nutrition. 131 (3): 955-962.
Estiasih, T. dan K. Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.
Hernawan, U.E. 2003. Senyawa organosulfur bawang putih (Allium sativum L.) dan aktivitas
biologinya.UNS Surakarta. Biofarmasi 1 (2): 65-76.