Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ASPEK GIZI PENGOLAHAN PANGAN

“ PENDINGINAN”

Disusun Oleh:

Pramesti Anggun Cindi Febrianti (B32180772)


Lailatul Nur Faidah (B32180940)
Nabila Rizki Amalia (B32180950)
Devi Febrihani (B32181022)
Firezka Lisma Hervanda (B32180899)
Krisdiana (B32180893)
Anggun Fitria Mustika Yekti (B32181450)
Haningtias Ariyanti (B32181525)
Jihan Safira (B32181541)
Shafira Ayu Lestari (B32181625)
Yulia Ridhowati (B32181366)
Diana Eri Sintiya (B32181545)
Wulan Febriyanti (B32181372)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan pangan berdasarkan umur simpannya bahan pangan dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu bahan pangan yang mudah rusak (perishable), bahan
pangan semi perishable, dan bahan pangan non-perishable. Untuk memperpanjang
umur simpan bahan pangan maka dilakukan pengawetan. Pengawetan bahan
pangan dapat dilakukan dengan berbagi cara yang umumnya bekerja atas dasar
mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme guna memperpanjang
daya simpan suatu bahan pangan. Salah satu metode pengawetan bahan pangan
tersebut yaitu dengan pengawetan suhu rendah atau pendinginan (Cooling).
Pengawetan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperlambat reaksi
metabolisme. Selain itu dapat juga mencegah pertumbuhan mikroorganisme
penyebab kerusakan atau kebusukan bahan pangan. Pendinginan merupakan salah
satu cara pengawetan yang tertua. Pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan
sampai beberapa hari atau minggu tergantung pada bahan yang digunakan.
Pendinginan hanya dapat mempertahankan mutu suatu bahan tetapi tidak dapat
menambah mutu bahan tersebut. Mut u hasil
pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat proses awal
pendinginann.
Pertumbuhan bakteri di bawah suhu 100C akan semakin lambat dengan
semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam bahan pangan membeku seluruhnya,
maka tidak ada lagi pembelahan sel bakteri. Pada sebagian bahan pangan air tidak
membeku sampai suhu -9,50C atau di bawahnya karena adanya gula, garam, asam
dan senyawa terlarut lain yang dapat menurunkan titik beku air.
Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi
dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses
pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga
pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu
rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada
bahan pangan yang bersangkutan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dapat dilakukan perlakuan pra-
pendinginan. Perlakuan pra-pendinginan adalah pemberian udara tinggi
bertekanan di dalam kamar dingin. Dengan menggunakan perlakuan pra-
pendinginan ini dapat menurunkan suhu buah-buahan dan menekan penguapan
serta mengurangi kehilangan hasil.

1.2 Rumusan masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan pendinginan dan apa tujuannya ?
2. Apa sajakah prinsip dasar pendinginan ?
3. Bagaimanakah karakteristik bahan pangan yang terjadi dalam proses
pendinginan ?
4. Kerusakan apa saja yang terjadi dalam proses pendinginan ?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dann tujuan pendinginan.
2. Untuk mengetahui prinsip dasar pendinginan.
3. Untuk mengetahui karakteristik bahan pangan yang terjadi dalam proses
pendinginan.
4. Untuk mengetahui kerusakan apa saja yang terjadi dalam proses pendinginan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pendinginan atau refrigrasi adalah penyimpanan pada suhu diatas titik


beku yaitu diantara -2°C dan 16°C. Suhu lemari es umumnya berkisar antara 4°C
- 7°C (Tjahjadi, 2011). Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah
untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan ubnormal atau
perubahan yang tidak diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam
kondisi yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990)

Pendinginan atau refrigrasi adalah proses pengambilan panas dari suatu


bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila suatu
medium pendinginan kontak dengan benda lain misalnya dengan bahan pangan,
akan terjadi pemindahan panas dari bahan pangan tersebut ke medium pendingin
sampai suhu keduanya sama atau hampir sama. Pendinginan telah lama digunakan
sebagai salah satu upaya pengawetan bahan pangan, karena dengan pendinginan
tidak hanya cita rasa yang dapat dipertahankan tetapi juga kerusakan-kerusakan
kimia dan mikrobiologis dapat dihambat.

Sebelum pendinginan dilakukan, biasanya ada perlakuan-perlakuan khusus


yang ditetapkan pada bahan. Salah satu jenis perlakuannya adalah
blanching.Proses blanching mempunyai beberapa tujuan, namun demikian tidak
dapat diaplikasikan untuk semua buah dan sayuran yang diperlukan. Ada beberapa
reaksi yang dirugikan yang dapat mempengaruhi kualitas produk (Larouse, 1997).
BAB III
PEMBAHASAN
Pendinginan merupakan teknologi pengawetan pangan yang didasarkan pada
pengambilan panas dari bahan. Penurunan suhu mengakibatkan reaksi biokimia
dan pertumbuhan mikroba menjadi lambat. Penyimpanan bahan pangan pada suhu
dingin sangat diperlukan walaupun dalam waktu yang singkat karena bertujuan
untuk:

1. Mengurangi kontaminasi
2. Mengendalikan kerusakan oleh mikroba
3. Mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, kerusakan bahan pangan
selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum dipotong-potong.

Mikroba psikrofilik tumbuh sampai suhu pembekuan air 0 0C atau


dibawahnya dan pertumbuhan akan melambat pada suhu – 10 0C. Apabila air
dalam bahan pangan telah sempurna membeku maka mikroba tidak dapat
berkembang biak. Tetapi pada beberapa bahan pangan sebagian air belum
membeku sampai suhu -9,50C, hal ini disebabkan adanya kandungan gula, garam
atau zat-zat lainnya yang menurunkan titik beku. Meskipun suhu pendinginan
dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba, namun tidak dapat
digunakan untuk membunuh bakteri. Prinsip dasar penyimpanan pada suhu
rendah:

1. Menghambat pertumbuhan mikroba


2. Menghambat reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan biokimiawi

Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan,


antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan
mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara
pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu
cara pengawetan yang tertua. Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan
dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran
suhu yang digunakan biasanya antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut,
pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya
akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di
rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2oC sampai
+ 16oC.

Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi
bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada
suhu kira-kira –17 oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri
sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara
– 12 oC sampai – 24 oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa
bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun.

Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan


aktivitas mikroba.

1. Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10 oC


2. Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu
kira-kira 3,3oC
3. Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai – 9,4 oC

Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit


pada suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari – 4,0 oC akan menyebabkan
kerusakan pada makanan. Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang
didinginkan atau yang dibekukan sangat tergantung kepada penanganan atau
perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum produk itu didinginkan atau
dibekukan, karena pada kenyataannya mikroba banyak berasal dari bahan mentah/
bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau dibekukan perlu
mendapat perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pembersihan, blansing, atau
sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan dapat sedikit berkurang
atau terganggu keseimbangan metabolismenya.

Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan,


respirasi atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati seperti sayur-
sayuran dan buah-buahan atau dari bahan hewani akan berlangsung terus
meskipun bahan-bahan tersebut telah dipanen ataupun hewan telah disembelih.
Proses metabolisme ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan
akhirnya membusuk. Suhu dimana proses metabolisme ini berlangsung dengan
sempurna disebut sebagai suhu optimum. Penggunaan suhu rendah dalam
pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri, sehingga pada waktu bahan
beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair kembali (“thawing”), maka
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat berlangsung dengan cepat.
Penyimpanan dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan rasa beberapa bahan
bila disimpan berdekatan. Misalnya :

1. Mentega dan susu akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan
2. Telur akan menyerap bau bawang

Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau


tajam terpisah dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk
mengatasinya, bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan
terbungkus.

Perubahan karakteristik sensori

Selama pendinginan, produk pangan dapat mengalami kehilangan air atau


menyerap air sehingga terjadi perubaan tekstur dan penampakan. Kehilangan air
dapat menyebabkan menurunkan kerenyahan produk, perubahan warna menjadi
kusam pada produk unggas. Produk gel seperti jeli atau puding serta yoghurt
dapat mengalami sineresis selama penyimpanan yaitu produk memisah dan
terbentuk lapisan air. Sebagian besar buah-buahan dan sayuran segar mengalami
penurunan aroma dan cita rasa selama penyimpanan. Sebagian besar perubahan
aroma dan cita rasa pada penyimpanan dingin disebabkan karena aktivitas
mikroba. Perubahan tersebut seringkali dapat dideteksi, misalnya timbulnya bau
asam oleh pertumbuhan bakteri asam laktat, bau amoniak berkaitan dengan
tumbuhnya Pseudomonas. Biasanya kondisi penyimpanan dingin dkombinasikan
dengan pengemasan atmosfer termodifikasi dengan kadar oksigen rendah.
Perubahan Kimiawi

Secara umum, semakin rendah suhu yg digunakan maka laju reaksi snzimatis
akan semakin lambat. Perubahan kimiawi yg terjadi selama penyimpanan dingin
bergantung pada faktor-faktor intrinsik di dalam produk seprti kadar air, aktivitas
enzim, ketersediaan substrat, serta pH. Faktor-faktor yg paling berpengaruh
terhadap perubahan kimiawi dalam suatu produk harus diketahui dan bersifat
spesifik untuk setiap jenis produk. Contoh : faktor penting yg menentukan mutu
daging segar adalah warna, yg dikehendaki yaitu merah terang. Dengan mengatur
kondisi yg mendukung oksimioglobin (bentuk mioglobin yg berperan dalam
pembentukan warna merah) seperti kadar oksigen yg tinggi, maka kesegaran
tersebut dapat dijag sampai satu minggu.

Perubahan Mikrobiologis

Proses pembusukan mikroba bervariasi tergantung pada jenis mikroba yg


tumbuh pada bahan atau produk pangan. Proses pembusukan menyebabkan
perubahan karakteristik sensori produk atau bahan pangan. Misalnya perubahan
bau diakibatkan oleh metabolisme protein oleh mikroba, bau dan rasa asam oleh
mikroba yg memetabolisme karbohidrat, pembentukan polisakarida yg
mengakibatkan terbentuknya lendir, dll.

Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pendinginan

Pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa


mngindahkan syarat-syarat yang diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat
mngakibatkan kerusakan-kerusakan sebagai berikut:

1. Chilling injury
Chilling injury terjadi karena :
a. kepekaan bahan terhadap suhu rendah
b. daya tahan dinding sel
c. burik-burik bopeng (pitting)
d. Jaringan bahan menjadi cekung dan transparan
e. Pertukaran bau / aroma
Di dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam komoditi
atau produk, kemungkinan terjadi pertukaran bau/aroma. Contoh: apel tidak dapat
didinginkan bersama-sama dengan seledri, kubis, ataupun bawang merah.

2. Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigerant


Bila lemari es menggunakan amonia sebagai refrigeran, misalnya terjadi
kebocoran pada pipa dan ammonia masuk ke dalam ruang pendinginan, akan
mengakibatkan perubahan warna pada bagian luar bahan yang didinginkan berupa
warna coklat atau hitam kehijauan. Kalau proses ini berlangsung terus, maka akan
diikuti proses pelunakan jaringan-jaringan buah. Sebagai contoh : suatu ruangan
pendingin yang mengandung amonia sebanyak 1 % selama kurang dari 1 jam,
akan dapat merusak apel, pisang, atau bawang merah yang disimpan di dalamnya.

3. Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan


Kerusakan ini terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus atau yang
dibungkus dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu membungkusnya
masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan. Pengeringan setempat dapat
menimbulkan gejala yang dikenal dengan nama ” freeze burn ” , yang terutama
terjadi pada daging sapi dan daging unggas yang dibekukan. Pada daging unggas,
hal ini tampak sebagai bercak-bercak yang transparan atau bercak-bercak yang
berwarna putih atau kuning kotor.
Freeze burn disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui
janganjaringan permukaan atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil yang
berisi udara, yang menimbulkan refleksi cahaya dan menampakkan warna-warna
tersebut. Akibat terjadinya freeze burn, maka akan terjadi perubahan rasa pada
bahan , selanjutnya diikuti dengan proses denaturasi protein
.
4. Denaturasi protein
Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya
kadar protein yang dapat diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi
protein terjadi pada daging, ikan, dan produk-produk air susu. Proses denaturasi
menimbulkan perubahan-perubahan rasa dan bau, serta perubahan konsistensi
(daging menjadi liat atau kasap). Semua bahan yang dibekukan, kecuali es krim,
sebelum dikonsumsi dilakukan “thawing”, maka untuk bahan yang telah
mengalami denaturasi protein pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat
diabsorpsi (diserap) kembali. Tekstur liat yang terjadi disebabkan oleh
membesarnya molekul-molekul.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pendinginan merupakan teknologi pengawetan pangan yang digunakan
untuk mencegah adanya pertumbuhan mikroba. Pada pendinginan selain
menghambat pertumbuhan mikroba juga dapat menghambat terjadinya kerusakan
antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis, maupun kerusakan
mikrobiologis. Suhu pendinginan rata-rata yang digunakan masih di atas titik
beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara – 1oC sampai + 4o,
jika pada pendinginan tidak dilakukan dengan baik maka akan terjadi beberapa
kerusakan seperti chiling injury , kerusakan oleh bahan pendingin /refrigeran,
kehilangan air dari bahan dan denaturasi protein. Pendinginan juga berpengaruh
terhadap stabilitas bobot (berat), warna, dan tingkat kekerasan (tekstur). Hal ini
akan lebih terlihat pengaruhnya bila dipadukan dengan proses lain yaitu blanching
dan pengemasan. Serta didasarkan pada berat yang stabil pada bahan pangan yang
dikemas dan dimasukkan dalam refrigerator dibandingkan dengan perlakuan lain
pada bahan pangan yang menurunkan berat bahan pangan.

Anda mungkin juga menyukai