Anda di halaman 1dari 97

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN


PENGARUH PEMOTONGAN UMBI DAN PUPUK ORGANIK
CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

Disusun oleh:
Kelompok A6

Asisten Kelas : Muhammad Wildan Abdillah


Asisten Lapang : Fadel Muhammad Hamdoen

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
LEMBAR DAFTAR ANGGOTA
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
Kelompok : A6
Asisten Kelas : Muhammad Wildan Abdillah
Asisten Lapang : Fadel Muhammad Hamdoen
No. Nama NIM
1. Faizal Akmal Syahputra 215040201111060
2. Thaasa Dinda Asfara 215040207111004
3. Jessica Fithrotul Wahidah 215040207111079
4. Jessica Kezia Lubis 215040207111122
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

KELOMPOK: A6
KELAS: A

Asisten Kelas Asisten Lapang

Muhammad Wildan Abdillah Fadel Muhammad Hamdoen


NIM. 205040200111162 NIM. 195040207111130

Koordinator Asisten
Teknologi Produksi Tanaman

Yani Kurniawan
NIM. 195040200111156
LEMBAR KRITIK DAN SARAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

Asisten Penguji :

Kritik dan Saran :

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
RINGKASAN
Faizal Akmal Syahputra (215040201111060), Thaasa Dinda Asfara
(215040207111004), Jessica Fithrotul Wahidah (215040207111079), Jessica
Kezia Lubis (215040207111122). Pengaruh Pemotongan Umbi Dan Pupuk
Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah
(Allium Ascalonicum L.). Dibawah bimbingan Muhammad Wildan Abdillah
sebagai Asisten Kelas dan Fadel Muhammad Hamdoen sebagai Asisten
Lapang
Bawang merah (Allium ascalonicum) ialah komoditi holtikultura yang
tergolong sayuran rempah dan paling banyak digunakan di Indonesia. Bawang
merah memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis yang tinggi serta memiliki
prospek pasar yang baik. Bawang merah sebagian besar dimanfaatkan sebagai
penyedap rasa yang sering ditambahkan pada berbagai macam masakan.
Permintaan terhadap bawang merah semakin meningkat setiap tahunnya. Produksi
bawang merah tahun 2020 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun
2019. Oleh sebab itu, dilakukan suatu modifikasi teknik budidaya bawang merah
yaitu pemogesan dan penggunaan POC (Pupuk Organik Cair) pada lahan budidaya
bawang merah. Tujuan dilaksanakanya praktikum Teknologi Produksi Tanaman ini
adalah untuk mengkaji mengenai pengaruh perlakuan pemotongan umbi dan
pengaplikasian POC terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman bawang merah
(Allium ascalonicum).
Kegiatan praktikum lapang Teknologi Produksi Tanaman dilakukan pada
Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, yang terletak di Perum
Griya Santa, Blok L. 238, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur. Metode
pelaksanaan kegiatan praktikum lapang Teknologi Produksi Tanaman meliputi
persiapan lahan, penanaman, pemupukan, perawatan, dan pengamatan. Teknologi
Produksi Tanaman bawang merah dilakukan dengan pemberian perlakuan
pemotongan 1/3 bibit + POC. Parameter pengamatan yang harus diamati adalah
waktu tumbuh tunas, panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah umbi
pertanaman, diameter umbi, bobot basah umbi pertanaman, keragaman arthropoda,
dan intensitas penyakit.
Perlakuan pemotongan 1/3 bibit dan aplikasi POC memberi pengaruh
terhadap parameter pertumbuhan dan hasil pada panjang tanaman, jumlah daun,
jumlah anakan, jumlah umbi pertanaman, diameter umbi, bobot basah umbi
pertanaman, dan intensitas penyakit. Hasil terbaik didapati pada perlakuan
pemotongan 1/3 bibit dan aplikasi POC, hal tersebut dikarenakan pemotongan 1/3
bibit ujung umbi tanaman bawang merah dapat memicu pertumbuhan tunas,
mempercepat pertumbuhan tanaman, dan mendorong pembentukan anakan.
Pemotongan 1/3 bibit juga menghasilkan bobot umbi yang berat dengan diameter
umbi yang besar. Pemberian POC berpengaruh pada peningkatan hasil parameter
pertumbuhan dan hasil yang tinggi karena POC mampu mempercepat pertumbuhan
tanaman, meningkatkan penyerapan unsur hara, dan merangsang perakaran
tanaman bawang merah.
Kata kunci: Bawang Merah, Pemotongan 1/3 bibit, POC.

i
SUMMARY
Faizal Akmal Syahputra (215040201111060), Thaasa Dinda Asfara
(215040207111004), Jessica Fithrotul Wahidah (215040207111079), Jessica
Kezia Lubis (215040207111122). The Effect of Cutting Bulbs and Liquid
Organic Fertilizer on the Growth and Yield of Shallots (Allium Ascalonicum
L.). Dibawah bimbingan Muhammad Wildan Abdillah sebagai Asisten Kelas
dan Fadel Muhammad Hamdoen sebagai Asisten Lapang
Shallot (Allium ascalonicum) is a horticultural commodity which belongs
to the spice vegetables and is most widely used in Indonesia. Shallots have many
benefits and high economic value and have good market prospects. Shallots are
mostly used as a flavor enhancer which is often added to various kinds of dishes.
The demand for shallots is increasing every year. Shallot production in 2020 has
increased compared to 2019. Therefore, a modification of the shallot cultivation
technique was carried out, namely processing and the use of POC (Liquid Organic
Fertilizer) on shallot cultivation land. The purpose of conducting this Plant
Production Technology practicum is to study the effect of cutting tubers and
applying POC on the growth and yield of shallot (Allium ascalonicum) plants.
Field practicum activities for Plant Production Technology were carried out
at the Experimental Field of the Faculty of Agriculture, University of Brawijaya,
which is located at Perum Griya Santa, Block L. 238, Lowokwaru, Malang City,
East Java. Methods for implementing Plant Production Technology field practicum
activities include land preparation, planting, fertilizing, maintenance, and
observation. Production Technology Shallots are treated by cutting 1/3 of the seeds
+ POC. Parameters to be observed were shoot growth time, plant length, number of
leaves, number of tillers, number of tubers planted, tuber diameter, fresh weight of
tubers planted, diversity of arthropods, and disease intensity.
The treatment of cutting 1/3 of the seedlings and the application of POC had
an effect on growth parameters and yields on plant length, number of leaves,
number of tillers, number of tubers planted, tuber diameter, fresh weight of tubers
planted, and disease intensity. The best results were found in the treatment of
cutting 1/3 of the seeds and the application of POC, this was because cutting 1/3 of
the tips of the bulbs of shallot plants could trigger shoot growth, accelerate plant
growth, and encourage tiller formation. Cutting 1/3 of the seeds also produces heavy
tuber weight with a large tuber diameter. Giving POC has an effect on increasing
the yield of growth parameters and high yields because POC can accelerate plant
growth, increase nutrient absorption, and stimulate shallot plant roots.
Kata kunci: Shallot, Cutting 1/3 of the seedlings, POC.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapakan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat sehat dan
hidayah-Nya yang tercurahkan kepada penulis selaku umat-Nya sehingga penulis
bisa menyelesaikan tugas Laporan Akhir Praktikum “Pengaruh Pemotongan Umbi
dan Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah
(Allium Ascalonicum L.)” dengan tepat waktu.
Dalam penyusunan Laporan Akhir Praktikum Teknologi Produksi Tanaman
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang banyak membimbing dan
membantu kegiatan praktikum ini. Penulis mengucapkan kepada:
1. Kartika Yurlisa, S. P., M. Sc. selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi
Produksi Tanaman.
2. Prof. Dr. Ir. Sugeng Prijono, SU selaku dosen pengampu mata kuliah
Teknologi Produksi Tanaman.
3. Tita Widjayanti, S. P., M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi
Produksi Tanaman.
4. Fadel Muhammad Hamdoen selaku asisten lapang praktikum Teknologi
Produksi Tanaman yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama
kegiatan praktikum dan penyusunan laporan berlangsung.
5. Muhammad Wildan Abdillah selaku asisten kelas praktikum Teknologi
Produksi Tanaman yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama
kegiatan tutorial dan penyusunan laporan berlangsung.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari bahwa hasil laporan
akhir praktikum ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
menerima kritik dan saran yang membangun agar laporan ini bisa tersusun dengan
baik. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan
mengenai teknologi budidaya tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.)
Malang, November 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman

RINGKASAN ......................................................................................................... i
SUMMARY ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
1. PENDAHULUAN ..............................................................................................8
1.1 Latar Belakang .............................................................................................8
1.2 Tujuan ..........................................................................................................9
2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................10
2.1 Tanaman Bawang Merah ..........................................................................10
2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Bawang Merah .............................................17
2.3 Teknik Budidaya Tanaman Bawang Merah ...............................................18
2.4 Pengaruh Pemotongan Umbi pada Tanaman Bawang Merah....................21
2.5 Pengaruh Pupuk Organik Cair pada Tanaman Bawang Merah .................22
3. BAHAN DAN METODE ................................................................................24
3.1 Waktu dan Tempat .....................................................................................24
3.2 Alat dan Bahan ...........................................................................................24
3.3 Cara Kerja ..................................................................................................24
3.4 Parameter Pengamatan ...............................................................................26
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................29
4.1 Kondisi Lahan ............................................................................................29
4.2 Parameter Pertumbuhan .............................................................................30
4.3 Parameter Hasil ..........................................................................................38
4.4 Keragaman Arthropoda pada Komoditas Bawang Merah .........................43
4.5 Intensitas Penyakit……………………………………………………… 46
4.6 Pembahasan Umum ....................................................................................49
5. PENUTUP ........................................................................................................54
5.1 Kesimpulan ................................................................................................54
5.2 Saran ...........................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................55
LAMPIRAN ..........................................................................................................61

iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
Teks
1. Hasil Analisis Tanah Komoditas Bawang Merah. ............................................ 29
2. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair terhadap Waktu
Muncul Tunas. .................................................................................................. 31
3. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair Terhadap
Panjang Tanaman. ............................................................................................ 32
4. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair Terhadap
Jumlah Daun. .................................................................................................... 34
5. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair Terhadap
Jumlah Anakan. ................................................................................................ 36
6. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair terhadap Jumlah
Umbi Tanaman. ................................................................................................ 38
7. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair Terhadap
Diameter Umbi. ................................................................................................ 40
8. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair Terhadap Bobot
Basah Umbi pertanaman. ................................................................................. 41
9. Hasil Pengamatan Keragaman Arthropoda Secara Langsung .......................... 43
11. Hasil Pengamatan Keragaman Arthropoda Secara Tidak Langsung. ............. 45
12. Hasil Pengamatan Intensitas Penyakit. ........................................................... 46

v
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks

1. Tanaman Bawang Merah................................................................................ 11


2. Akar Bawang Merah. ..................................................................................... 11
3. Batang Bawang Merah. .................................................................................. 12
4. Daun Bawang Merah. ..................................................................................... 12
5. Bunga Bawang Merah. ................................................................................... 13
6. Umbi Bawang Merah. .................................................................................... 13
7. Ulat Bawang. ..................................................................................................15
8. Anjing Tanah. .................................................................................................15
9. Thrips. ............................................................................................................16
10. Pengorok Daun. ............................................................................................ 16
11. Embun Bulu..................................................................................................16
12. Bercak Ungu. ................................................................................................ 17
13. Antraknosa. ..................................................................................................17
14. Kondisi Lahan Jatimulyo. ............................................................................30
15. Hasil Pengamatan Perlakuan Pemotongan dan POC terhadap Waktu Muncul
Tunas Tanaman Bawang Merah. ..................................................................31
16. Hasil Pengamatan Perlakuan Pemotongan dan POC terhadap Panjang
Tanaman Bawang Merah. .............................................................................33
17. Hasil Pengamatan Perlakuan Pemotongan dan POC terhadap Jumlah Daun
pada Tanaman Bawang Merah. .....................................................................35
18. Hasil Pengamatan Rata-rata Jumlah Anakan pada Tanaman Bawang Merah.
............................................................................................................................ 37
19. Hasil Pengamatan Jumlah Umbi Pertanaman pada Bawang Merah. ...........39
20. Hasil Pengamatan Diameter Umbi. .............................................................. 40
21. Bobot Basah Umbi Pertanaman. ..................................................................42
22. Hasil Pengamatan Intensitas Penyakit. ......................................................... 47
23. Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Bawang Merah. ............................ 48

vi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Deskripsi Varietas ......................................................................................... 61
2. Petak Praktikum ............................................................................................. 62
3. Perhitungan Pupuk per Tanaman ...................................................................63
4. Data Hasil Pengamatan .................................................................................. 65
5. Logbook Kegiatan .......................................................................................... 83
6. Dokumentasi Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ............................................89
7. Logbook Konsultasi ........................................................................................ 93

vii
8

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman bawang merah adalah salah satu komoditas yang mempunyai
banyak manfaat dan nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang untuk
dikembangkan sebagai salah satu usaha yang menjanjikan. Bawang merah
termasuk tanaman bumbu dapur yang banyak digunakan dikalangan ibu rumah
tangga. Komoditas sayuran ini berpotensi untuk dibudidayakan di pekarangan
rumah, selain umurnya pendek (60 hari) bawang merah juga memiliki harga jual
yang tinggi. Komoditas tanaman ini dapat digunakan sebagai obat tradisional dan
masyarakat mengkonsumsi bawang merah mentah dalam menjalani terapi,
sehingga mengalami peningkatan produktivitas bawang merah karena manfaatnya
yang sangat beragam (Aryanta, 2019).
Produksi bawang merah di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 1,82 juta
dan mengalami peningkatan sebesar 14,88% dari tahun 2019 yaitu sebesar 1,58 juta
ton. Konsumsi bawang merah oleh sektor rumah tangga pada tahun 2020 mencapai
729,82 ribu ton, turun sebesar 20,81 ribu ton dari tahun 2020 (BPS Holtikultura,
2020). Pertumbuhan luas panen bawang merah lebih tinggi dari pada pertumbuhan
produktivitasnya. Rata-rata pertumbuhan luas panen bawang merah nasional pada
tahun 2015-2019 mencapai 5,71% per tahun, namun produktivitasnya mengalami
penurunan minus 0,53% per tahun. Penurunan produktivitas bawang merah
diakibatkan oleh berkurangnya lahan pertanian, baik dipengaruhi oleh alih fungsi
lahan maupun persaingan dengan komoditas lain (Kementan, 2020). Permasalahan
penurunan produksi bawang merah disebabkan oleh adanya teknik budidaya
pertanian yang kurang tepat dan adanya Organisme Penganggu Tanaman (OPT)
karena cuaca yang ekstrim sehingga mendorong tumbuhnya hama dan penyakit
Ftanaman pada bawang merah (Shofihara, 2022).
Upaya meningkatkan produktivitas dari bawang merah terdapat teknik-
teknik budidaya bawang merah, salah satunya adalah pemogesan bibit bawang
merah, yaitu pemotongan bagian ujung umbi pada bibit bawang merah yang untuk
memecahkan masa dormansi bibit dan mempercepat tumbuhnya tanaman.
Pemotongan umbi bibit kira-kira 1/3 atau ¼ bagian dari panjang umbi agar umbi
dapat tumbuh secara merata dan dapat merangsang pertumbuhan tunas, umbi
9

samping dan anakan (Purba et al., 2018). Pemberian POC (Pupuk Organik Cair)
juga merupakan suatu usaha untuk meningkatkan produksi pada tanaman bawang
merah. Pupuk organik cair diberikan pada tanaman bawang merah untuk
meningkatkan produksi bawang merah karena mengandung unsur hara yang
beragam yang mutlak dibutuhkan pada tanaman bawang merah (Fatirahma dan
Kastono, 2020). Berdasarkan pemaparan di atas, maka dilakukan praktikum
teknologi produksi tanaman untuk mengkaji pengaruh pemogesan dan
pengaplikasian POC (Pupuk Organik Cair) pada pertumbuhan tanaman bawang
merah (Allium ascalonicum L.).
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakanya praktikum Teknologi Produksi Tanaman ini adalah
untuk mengkaji pengaruh perlakuan pemotongan umbi dan pengaplikasian POC
terhadap pertumbuhan serta hasil pada tanaman bawang merah.
10

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)


Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk komoditi hortikultura
yang tergolong sayuran rempah yang banyak dikonsumsi manusia sebagai
campuran bumbu masak. Bawang merah termasuk salah satu komoditas yang
berumur pendek dan mempunyai nilai komersial tinggi. Bawang merah biasa
digunakan pada bagian umbi dan daunnya. Manfaat bawang merah sangat banyak
bagi kesehatan. Bawang merah mengandung kaya akan serat, vitamin C, dan
kalium, serta dijadikan sebagai obat sakit maag, kolesterol, diabetes melitus, dan
masalah pernapasan (Syawal et al., 2019). Bawang merah termasuk tanaman yang
memperbanyak diri secara generatif maupun vegetatif (Sitindaon, 2017). Tanaman
bawang merah termasuk tergolong tanaman C3 karena tanaman ini tidak dapat
mengubah fotosintat menjadi cadangan makanan yang disimpan di dalam umbi,
dikarenakan sebagian fotosintat dirombak dalam proses fotorespirasi untuk proses
perkembangan dan pertumbuhan tanaman (Firdaus et al., 2017). Tanaman bawang
merah termasuk tanaman umbi yang sangat peka terhadap pemupukan, terutama
pupuk yang mengandung kalium. Unsur kalium dapat membantu bawang merah
dalam mempercepat laju pertumbuhan. Apabila unsur kalium pada bawang merah
ini tercukupi maka akan memiliki daya simpan yang lebih lama karena unsur ini
dapat membantu pengisian umbi sehingga umbi bawang merah lebih berisi.
Bawang merah juga membutuhkan unsur nitrogen yang perannya dapat
meningkatkan jumlah daun dan jumlah anakan (Jamaludin et al., 2021).
2.1.1 Klasifikasi Tanaman dan Morfologi Tanaman Bawang Merah
Bawang merah merupakan tanaman berumbi, berbiji tunggal dan memiliki
sistem perakaran serabut. Klasifikasi bawang merah sebagai berikut: Kingdom
Plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledonae,
Ordo Liliales, Famili Liliaceae, Genus Allium, Spesies Allium ascalonicum L.
(Alfariatna, 2017).
11

Gambar 1. Tanaman Bawang Merah (Setiawan, 2022).

Bawang merah merupakan salah satu tanaman jenis umbi lapis, yang
memiliki batang tegak, daun memanjang serta perakaran serabut yang tidak
panjang. Secara morfologi bawang merah terdiri atas beberapa bagian penting yaitu
akar, batang, daun, bunga dan umbi (Alfariatna, 2017).
a. Akar
Bawang merah mempunyai sistem perakaran dangkal dan bercabang
terpencar pada kedalaman 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakarannya dapat
mencapai 20-200 akar tanaman bawang merah. Tanaman bawang merah memiliki
akar berukuran pendek dengan jumlah yang terbatas dan letaknya berpencar
(Fajjriyah, 2015). Bagian akar pada bawang merah terdiri atas rambut akar, ujung
akar dan tudung akar. Rambut akar mempunyai fungsi untuk menopang tanaman
dan menyerap air maupun unsur hara. Ujung akar yang dilindungi oleh tudung akar
berfungsi sebagai tempat tumbuh akar. Tudung akar berperan dalam melindungi
akar dari berbagai kerusakan mekanis saat akan menembus tanah (Sitindaon, 2015).

Gambar 2. Akar Bawang Merah (Dani, 2019).


12

b. Batang
Batang pada bawang merah berbentuk seperti cakram, tipis, dan pendek
untuk melekatnya akar maupun mata tunas. Tanaman ini mempunyai batang semu
yang terbentuk dari kelopak daun yang saling membungkus satu sama lain.
Kelopak-kelopak daun di bagian luar akan terus melingkar hingga menutup daun
yang berada pada bagian dalam. Kelopak daun terluar akan menipis, mengering,
dan membungkus lapisan kelopak daun yang membengkak di dalamnya. Kelopak
daun yang membengkak tersebut akan membentuk umbi yang sering disebut umbi
lapis (Pasaribu, 2017).

Gambar 3. Batang Bawang Merah (Ulya, 2018).


c. Daun
Daun bawang merah memiliki satu permukaan dengan bentuk bulat kecil,
memanjang, serta berlubang seperti pipa. Bagian ujung daun meruncing namun
pada bagian bawah daun membengkak dan seperti bagian kelopak. Daun tanaman
bawang merah berbentuk bulat panjang, berlubang seperti pipa, bagian ujungnya
meruncing dan berwarna hijau muda sampai hijau tua (Cahyono, 2015).

Gambar 4. Daun Bawang Merah (Muhammad, 2016).


d. Bunga
Bunga pada bawang merah tergolong bunga majemuk yang memiliki lebih
dari sekelompok bunga dalam satu tangkai. Bunga pada tanaman bawang merah
13

termasuk bunga sempurna. Bunga pada bawang merah terdapat benang sari dan
putik. Kuncup bunga berjumlah enam daun bunga dengan warna putih, benang sari
terdapat enam bunga dengan warna hijau kekuning-kuningan, dan sebuah putik.
Penyerbukan pada bunga bawang merah biasanya berlangsung dengan perantara
serangga penyerbuk (Annisava dan Solfan, 2014).

Gambar 5. Bunga Bawang Merah (Nurhasanah, 2018).


e. Umbi
Bawang merah merupakan tanaman yang berkembangbiak dengan
menggunakan umbi lapis dengan berbentuk bulat dan berwarna merah keunguan.
Bagian bawah umbi akan tumbuh akar serabut, sedangkan bagian atasnya akan
terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru (Handayani, 2017).

Gambar 6. Umbi Bawang Merah (Jujang, 2020).

2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah


Tanaman bawang merah termasuk tanaman yang cocok tumbuh di Indonesia
karena memiliki iklim tropis. Tanaman bawang merah termasuk tanaman yang
sering dibudidayakan. Pertumbuhan bawang merah tidak bisa tumbuh pada
sembarang tempat. Faktor-faktor yang dapat diperhatikan pada pertumbuhan
bawang merah adalah sebagai berikut.
a. Iklim dan Ketinggian Tempat
Tanaman bawang merah mampu tumbuh diberbagai tempat yaitu pada dataran
tinggi dan juga pada dataran rendah dengan ketinggian tempat sekitar 0-1.000 mdpl.
Bawang merah lebih cocok tumbuh pada dataran rendah dengan ketinggian sekitar
14

0-400 mdpl dikarenakan pada tanaman bawang merah membutuhkan intensitas


cahaya minimal 70%. Intensitas cahaya dalam pertumbuhan bawang merah dapat
membantu proses fotosintesis. Jika bawang merah kekurangan dalam memperoleh
intensitas cahaya, maka akan menghambat pertumbuhannya. Bawang merah
termasuk tanaman yang rentan dengan curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang
cocok pada bawang merah sekitar 300-2.500 mm/tahun (Giamerti dan Mulyaqin,
2013).
b. Kondisi Tanah
Tanaman bawang merah membutuhkan tanah yang cocok seperti tanah
Alluvial dengan kombinasi tanah gel humus atau latosol. Tanah yang dihindarkan
pada tanaman bawang merah adalah jenis tanah yang mengandung amonium karena
mampu meracuni pada tanamannya. Struktur tanahnya adalah tanah remah dengan
tekstur yang sedang hingga tinggi yang terdapat kandungan bahan-bahan organik
dan pH tanah netral sekitar 5,6 - 6,5 (Candra, 2022). Mulyana (2019),
menambahkan bahwa jarak tanam tanaman bawang merah dapat mempengaruhi
persaingan antar tanaman baik yang diatas permukaan tanah atau dibawah
permukaan tanah. Pengaturan jarak tanam yang diatas permukaan berpengaruh
terhadap persaingan tanaman untuk mendapatkan intensitas cahaya, sedangkan
pengaturan jarak tanam yang dibawah permukaan berpengaruh dalam memperoleh
unsur hara untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
c. Suhu
Suhu pada tanaman bawang merah sekitar 25-32℃ pada udara yang kering
dengan area yang panas. Kelembaban tanaman bawang merah sekitar 50-70%.
Hasil umbi dari tanaman bawang merah lebih baik jika penyinarannya lebih dari 12
jam (Candra, 2022).
2.1.3 Hama dan Penyakit Tanaman
Hama dan penyakit tanaman menjadi masalah utama karena dapat
menghambat pertumbuhan tanaman bawang merah. Hama dan penyakit tanaman
menjadi salah satu kendala pada pertanian. Hama dan penyakit tanaman yang tidak
terkendali dapat menurunkan produktivitas tanaman baik dari kualitasnya maupun
dari kuantitasnya.
15

a. Ulat Bawang (Spodoptera exigua atau S. litura)


Ulat bawang termasuk dalam Ordo Lepidoptera. Hama ulat bawang
termasuk hama penting pada tanaman bawang merah. Ulat bawang sering
menyerang pada tanaman bawang merah saat umur 1-10 HST fase pertumbuhan
sampai 51-65 HST fase pematangan umbi. Daun terlihat seperti bercak-bercak putih
yang tembus cahaya, kemudian daun tersebut mulai terkulai. Ujung daun terlihat
berlubang karena ulat muda melubangi ujung daunnya dan masuk kedalam daun
bawang (Firmansyah dan Anto, 2013).

Gambar 7. Ulat Bawang (Fajjriyah, 2017).

b. Orong-orong atau Anjing Tanah (Gryllotalpa Africana Pal.)


Hama orong-orong termasuk dalam Ordo Orthoptera. Hama ini biasanya
menyerang tanaman bawang merah sekitar umur 1-2 HST. Tanaman yang terserang
hama ini menjadi layu dikarenakan akar tanamannya rusak serta umbi nya
berlubang secara tidak beraturan (Firmansyah dan Anto, 2013).

Gambar 8. Anjing Tanah (Siregar dan Novebryna, 2017).

c. Thrips (Thysanoptera)
Hama thrips termasuk dalam Ordo Thysanoptera. Hama ini sering
menyerang pada umur 30 HST. Gejala pada daun bawang merah dengan warna
putih dan mengkilat seperti perak hingga layu dan mati (Firmansyah dan Anto,
2013).
16

Gambar 9. Thrips (Fajjriyah, 2017).

d. Pengorok Daun (Liriomyza Spp)


Hama pengorok daun termasuk dalam Ordo Diptera. Daun yang terserang
berupa bintik-bintik putih dimana terjadi sejak umur 1-10 HST pada fase
pertumbuhan hingga umur 51-65 HST pada fase pematangan umbi. Daun bawang
merah juga berbentuk korokan atau guratan berbintik-bintik putih, kemudian bintik-
bintik putih berbentuk melengkung pada daun hingga berwarna cokelat dan
kering (Firmansyah dan Anto, 2013).

Gambar 10. Pengorok Daun (Fajjriyah, 2017).

e. Embun Bulu (Perenospora destructor)


Penyakit embun bulu ini disebabkan oleh jamur Perenospora destructor.
Sturktur daun bawang merah terlihat kasar serta terdapat bintik-bintik berwarna
putih seperti tepung. Daun yang terserang akan rebah ke tanah. Daun bawang merah
yang rebah tidak akan menghasilkan tunas baru dan ukuran umbi bawang merah
kecil-kecil. Tanaman bawang merah yang terkena penyakit embun bulu akan
mengeluarkan aroma yang tidak sedap seperti aroma busuk (Kaary et al., 2022).

Gambar 11. Embun Bulu (Kaary et al., 2022).


17

f. Bercak Ungu (Alternaria porri)


Bercak ungu termasuk penyakit pada tanaman bawang merah yang
disebabkan oleh jamur Alternaria porri. Tanaman yang terserang penyakit bercak
ungu terdapat bercak dengan ukuran kecil, melekuk, dan berwarna putih hingga
keabu-abuan. Saat bercak tersebut membesar, terlihat seperti bercincin-cincin
dengan warna sedikit keunguan dan daun bagian tepinya mengering. Saat setelah
panen, umbi menjadi busuk hingga berair serta berwarna kuning sampai merah
kecoklatan (Firmansyah dan Anto, 2013).

Gambar 12. Bercak Ungu (Wati et al., 2021).

g. Atraknosa (Colletotrichum spp.)


Penyakit atraknosa ini disebabkan oleh jamur Colletotrichum
gloeosporioiodes Penz. Daun yang terserang penyakit atraknosa menjadi bercak
coklat yang bisa menyebabkan daun menjadi patah dan gugur. Serangan yang
terjadi pada umbi dapat menyebabkan daun bawang merah menjadi terpuntir yang
menjadikan daun tidak dapat berkembang ke atas (Firmansyah dan Anto, 2013).

Gambar 13. Antraknosa (Sarianti dan Subandar, 2022).

2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)


Fase pertumbuhan tanaman bawang merah terdiri dari fase vegetatif dan fase
generatif. Fase vegetatif merupakan fase ketika terjadinya perkembangan pada
tinggi tanaman, panjang akar, serta jumlah daun. Fase generatif merupakan fase
yang terjadi ketika tumbuh menghasilkan bunga, buah, dan biji (Gusmalawati et al.,
2013).
18

a. Fase Pertumbuhan Vegetatif


Fase pertumbuhan vegetatif merupakan fase mengenai pertumbuhan tinggi
tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan per rumpun. Tinggi tanaman bawang
merah dipengaruhi oleh ketersediaan air. Jika ketersediaan air kurang dari
kebutuhan normal maka tanaman menjadi kekeringan dan pertumbuhan akan
terhambat. Jumlah daun bawang merah akan berkurang jika tanaman kekurangan
air. Tanaman bawang merah yang kekurangan air akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan daun. Jumlah anakan per rumpun bawang merah jika kekurangan air
maka dapat mempengaruhi pembentukan anakan bawang merah dikarenakan air
termasuk komponen utama dalam penyusun sel dan jaringan tumbuhan tanaman
bawang merah (Juanda dan Siregar, 2019).
b. Fase Pertumbuhan Generatif
Fase pertumbuhan generatif pada bawang merah terjadi ketika tanaman
berumur 36 HST akan terjadi pembentukan pada umbi bawang merah pada 36-50
HST serta terjadi pematangan umbi pada 51-56 HST. Fase generatif termasuk fase
bertumbuhnya umbi. Berat dan jumlah umbi pada bawang merah dipengaruhi oleh
kerapatan. Kerapatan tanaman bawang merah tinggi maka jumlah tanaman per
rumpunnya lebih banyak. Kerapatan tinggi mampu menghasilkan umbi lebih
banyak dibandingkan saat penanaman dengan kerapatan yang rendah. Varietas
bawang merah mempengaruhi dalam produktivitasnya. Produktivitas bawang
merah juga dipengaruhi pada kondisi tanah serta lingkungannya terhadap lahan
tumbuhnya tanaman bawang merah (Nur’aeni et al., 2020).
2.3 Teknik Budidaya Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Teknik budidaya bawang merah yang baik dan benar dapat menunjang
produksi menjadi lebih baik. Primiani dan Marheny (2017), mengatakan bahwa ada
beberapa teknik budidaya pada tanaman bawang merah yang diantaranya sebagai
berikut.
a. Persiapan bibit
Persiapan bibit kualitas bibit menjadi faktor penentu hasil tanaman yang
baik. Tanaman yang dipergunakan sebagai bibit yang baik yaitu berkisar antara 70-
80 hari setelah tanam. Bibit bawang merah yang baik adalah bibitnya sehat dan
permukaan kulit luarnya licin atau mengkilap. Bibit yang kecil menghasilkan
19

pertumbuhan yang kurang cepat dan hasilnya yang sedikit, sedangkan umbi bibit
yang besar harganya relatif mahal. Umbi bibit dengan ukuran 3 sampai 4 umbi
merupakan ukuran umbi yang optimal. Umbi bibit yang baik yang telah disimpan
2-3 bulan dan masih dalam ikatan. Penyimpanan yang baik biasanya dilakukan
dengan menyimpan di gudang. Umbi bibit yang sehat, ditandai dengan bentuk umbi
yang kompak, kulit umbi tidak luka.
b. Pengolahan lahan
Pengolahan lahan dilakukan untuk menciptakan tanah yang gembur pada
tanaman bawang merah. Penggemburan tanah dilakukan agar pertumbuhan dan
perkembangan umbi bawang merah mengalami pertumbuhan secara optimal.
Pengolahan lahan memberikan pengaruh pada tanaman bawang merah yaitu dapat
mengendalikan gulma, mampu meratakan permukaan tanah, dan memperbaiki
drainase. Tabuni (2017), mengatakan bahwa pengolahan tanah dilakukan pada saat
tidak hujan 2 hingga 4 minggu sebelum tanam. Tanah dicangkul sedalam 40 cm
untuk menggemburkan tanah dan memberikan sirukulasi udara dalam tanah.
c. Pemberian pupuk kandang
Pemberian pupuk kandang dilakukan pada saat setelah pengolahan lahan.
Pupuk kandang yang digunakan ialah pupuk organik seperti pupuk kandang sapi
yang diberikan pada saat sebelum penanaman dengan cara menyebar pupuk
kandang dan meratakan dengan tanah. Manfaat pemberian pupuk organik adalah
untuk meningkatkan dan memelihara produktivitas lahan. Pemberian pupuk
organik juga sangat baik digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, biologi, dan
kimia tanah, ramah terhadap lingkungan, dan mampu meningkatkan
mikroorganisme tanah (Supariadi et al., 2017). Pemberian pupuk kandang sapi
sangat direkomendasikan untuk tanaman bawang merah seperti pernyataan Sakti
dan Sugito (2018), yang mangatakan bahwa pupuk kotoran sapi cocok pada
tanaman bawang merah mengandung unsur N, P, dan K yang dibutuhkan tanaman
dan dapat memperbaiki sifat fisik tanah.
d. Penanaman
Umbi bibit ditanam dengan jarak tanam 20 × 15 cm atau 15 × 15 cm. Jarak
tanam penanaman tidak boleh terlalu dekat karena populasi tanaman yang rapat
menyebabkan terjadinya kompetisi dalam pengambilan air, unsur hara, udara, dan
20

cahaya (Amanda dan Yuniarti, 2020). Penanaman umbi bawang merah dilakukan
dengan memasukkan umbi ke dalam lubang yang telah dibuat dengan tugal.
Penanaman umbi diusahakan tidak terlalu dalam karena umbi sangat mudah
mengalami pembusukan.
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan untuk menjaga komoditas bawang merah
agar tetap dapat memproduksi hasil yang baik dan bagus. Pemeliharaan dilakukan
dengan tindakan sebagai berikut.
1. Penyiraman
Tanaman bawang merah tidak membutuhkan banyak air karena umbi dari
bawang merah mudah busuk, tetapi selama pertumbuhan dan perkembangan
tanaman bawang merah tetap membutuhkan air yang cukup. Lahan tanam bawang
merah perlu dilakukan penyiraman secara terus menerus sesuai kebutuhan tanaman.
Musim kemarau pada tanaman bawang merah memerlukan penyiraman yang
cukup, biasanya satu kali sehari setelah tanam hingga menjelang panen. Bawang
merah yang mengalami kekurangan air menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terhambat serta menghambat proses penyerapan unsur hara
dari dalam tanah (Gultom dan Panjaitan, 2017).
2. Penyulaman
Penyulaman dilakukan jika ada tanaman yang mati atau sakit dengan
mengganti tanaman menggunakan bibit yang baru. Purba (2017), menjelaskan
bahwa bibit yang baik digunakan yaitu bibit cadangan yang dibiarkan tumbuh pada
lahan pembibitan. Keseragaman umur tanaman dapat dikurangi dengan cara
melakukan penyulaman. Penyulaman yang baik dapat menghasilkan produksi pada
suatu lahan tetap maksimal.
3. Pemupukan
Pemupukan susulan dilakukan setelah tanaman tumbuh. Pemupukan
susulan dilakukan dengan memberikan pupuk SP-36 dengan dosis 150 kg/ha, pupuk
Urea dengan dosis 180 kg/ha, dan dosis pupuk KCl sebesar 80 kg/ha. Rekomendasi
pupuk yang digunakan pada tanaman bawang merah adalah pupuk Urea dan pupuk
KCl. Pemberian pupuk urea dapat meningkatkan unsur hara tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman seimbang, sedangkan jika pemupukan dosis urea rendah
21

maka tanaman akan mengalami kekurangan unsur hara sehingga proses


pertumbuhan terhambat (Idayati, 2013). Pemberian pupuk KCl juga diperlukan bagi
tanaman karena memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman.
4. Pengendalian hama
Pengendalian hama pada tanaman bawang merah merupakan cara agar
tanaman dapat menghasilkan produksi yang baik dan terbebas dari hama yang
mengganggu tanaman. Pengendalian hama pada budidaya bawang merah dapat
dilakukan dengan pemberian perangkap kuning (yellow sticky trap). Pratama
(2018), menjelaskan bahwa warna kuning pada yellow sticky trap membantu
menarik dalam menarik serangga karena serangga menggemari warna yang cerah
salah satunya warna kuning. Pengendalian hama juga dapat dilakukan dengan
pestisida nabati. Pestisida nabati dapat mengendalikan hama tanpa merusak
lingkungan (Nurjanani dan Ramlan, 2019).
f. Panen
Panen merupakan teknik budidaya terakhir yang dapat diambil hasil
panennya. Panen bawang merah dilakukan bila umbi sudah cukup umur sekitar 60
HST yang ditandai dengan daun mulai menguning dengan cara mencabut seluruh
tanaman tanpa ada umbi yang tertinggal (Tabuni, 2017).
2.4 Pengaruh Pemotongan Umbi pada Tanaman Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.)
Pemotongan umbi tanaman bawang merah mempunyai pengaruh pada
pertumbuhan. Pemotongan ujung umbi tanaman bawang merah mampu
menginduksi hormon yang mengatur pertumbuhan sehingga mendorong
pertumbuhan lebih cepat pada tunas. Pemotongan umbi pada tanaman bawang
merah memperbaiki pertumbuhan tanaman sehingga mempercepat jumlah anakan
umbi pada setiap umbi. Purba et al. (2018), mengatakan daya pertumbuhan sel dan
cadangan makanan setiap umbi untuk perkembangan anakan dan juga reaksi
hormon tumbuh yang digunakan. Peningkatan jumlah anakan per rumpun
berbanding lurus dengan peningkatan jumlah daun per rumpun. Peningkatan
tersebut disebabkan adanya cadangan makanan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman seperti jumlah daun pada setiap umbi tanaman.
Pemotongan umbi pada bawang merah merangsang pemunculan tunas, merangsang
22

pemunculan umbi samping, mempercepat pertumbuhan dan perkembangan


tanaman, dan mendorong terbentuknya anakan. Nurhasanah (2012), memperjelas
bahwa bawang merah menggunakan umbi sebagai bibit. Umbi yang baik berasal
dari tanaman sekitar 70-80 hari setelah tanam dengan ukuran 5-10 gram, dengan
tampilan sehat dan warnanya cerah. Kulit umbi bagian luar yang mengering
dibersihkan sebelum penanaman. Pemotongan ujung umbi sepanjang seperempat
bagian dari seluruh umbi dilakukan apabila umur umbi bibit kurang dari 2 bulan
yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan umbi samping.
Pemotongan umbi bibit bawang merah mempunyai pengaruh pada
pertumbuhan bawang merah. Syahrudin et al. (2019), mengatakan bahwa
pemotongan ujung umbi bibit dengan pisau bersih kira-kira 1/3 atau 1/4 bagian dari
panjang umbi bertujuan agar umbi bawang merah tumbuh merata, dapat
merangsang tunas, mempercepat tumbuhnya tanaman bawang merah, dapat
merangsang tumbuhnya umbi samping dan dapat mendorong terbentuknya anakan.
Ujung umbi tanaman bawang merah dipotong sebesar 1/3 sampai 1/4 bagian, sesuai
dengan kondisi bibit. Pertumbuhan dan produksi tanaman akan terhambat apabila
umbi bibit tanaman bawang merah tidak dipotong di bagian ujung. Tunas yang ada
di dalam umbi tidak boleh terpotong. Penyebab rendahnya pertumbuhan bawang
merah karena tanpa melakukan pemotongan umbi bawang merah. Tanpa
pemotongan umbi bibit, maka akan melambatnya mata tunas keluar dan selaput
lapisan umbi yang mengering akan tertutup (Nazirah dan Libra, 2019).
2.5 Pengaruh Pupuk Organik Cair pada Tanaman Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.)
Pupuk organik cair (POC) adalah larutan hasil dari pembusukan bahan-
bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia. Pupuk
organik cair merupakan salah satu pupuk yang banyak beredar di pasaran dan
memiliki beberapa kelebihan seperti dapat meningkatkan klorofil pada daun serta
dapat mengatasi defisiensi unsur hara, dan meningkatkan daya tahan terhadap
kekeringan, cekaman cuaca, dan serangan patogen penyebab penyakit. Pemberian
pupuk organik bisa dilakukan dengan penggunaan POC untuk mengatasi masalah
yang timbul dari penggunaan pupuk anorganik tersebut. Penggunaan POC lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pupuk yang lain karena lebih mudah di serap
23

tanaman dan dapat memberikan hara sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sara et al.
(2020), menjelaskan bahwa untuk memberikan pertumbuhan dan hasil umbi yang
baik dengan memberikan POC. Tanah akan diserap baik oleh unsur hara POC
sehingga tanaman dapat merespon dengan optimal. Kesuburan tanah juga
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman yang ditentukan keberadaan unsur hara
dalam tanah, seperti unsur hara makro primer dan unsur hara mikro. Unsur hara
makro primer meliputi nitrogen (N), karbon (C), fosfor (P), kalium (K), oksigen
(O), dan hidrogen (H). Sedangkan unsur hara mikro adalah seng (Zn), molibdenium
(Mo), tembaga (Cu), mangan (Mn), klorin (Cl), besi (Fe), dan boron (B). Unsur
hara mikro adalah unsur esensial yang diperlukan tanaman meskipun dalam jumlah
sedikit (Sudarmi, 2013).
POC memberikan pengaruh pada tanaman bawang merah antara lain dapat
meningkatkan aktivitas pembelahan sel, sehingga memberikan respon terhadap
diameter batang. Peningkatan serapan unsur hara akar tanaman mendukung
penimbunan dan pembentukan hasil fotosintesis pada umbi bawang merah.
Kandungan unsur hara yang cukup menyebabkan bawang merah dapat melakukan
proses perubahan energi pada pengubahan pembesaran sel dan pembelahan sel
dengan baik, sehingga umbi bawang merah yang dihasilkan akan lebih besar. Hasil
penelitian menurut Bahruddin et al. (2015), bahwa pengaruh pupuk organik cair
pada tanaman bawang merah untuk menngkatkan efisiensi pupuk kandang dan
merangsang pembentukan akar, memperpanjang umur daun dan memperbesar
ukuran daun, merangsang pembentukan bunga, dan meningkatkan tahan terhadap
hama ataupun penyakit. Pemberian POC pada dosis dan waktu yang tepat mampu
mempercepat pertumbuhan tanaman, meningkatkan penyerapan unsur hara, dan
merangsang perakaran tanaman. Laju fotosintesis pada tanaman akan seimbang
apabila kebutuhan air, cahaya matahari, dan unsur hara tercukupi. Hasil
pertumbuhan dan perkembangan tanaman bawang merah juga dapat mempengaruhi
kualitas umbi bawang merah (Sugirno et al., 2021).
24

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan teknik budidaya dilaksanakan sejak September 2022 hingga
November 2022. Praktikum dilakukan pada Lahan Percobaan Jatimulto, tepatnya
di Perum Griya Santa, Blok L. 238, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur.
Dilihat dari letak permukaan lahannya, Kecamatan Lowokwaru terletak pada
ketinggian 440-460 meter di atas permukaan laut, suhu minimum lebih kecil dari
17⁰C, sedangkan suhu maksimum bervariasi antara 29,1-31⁰C dan 301-400 curah
hujan rata-ratanya (BMKG, 2022). Kelembaban udara di Kota Malang memiliki rata-rata
berkisar 75-80% dengan maksimum kelembaban 99% dan minimum kelembaban 40%
serta jumlah penguapan sebesar 101-125 mm.
3.2 Alat dan Bahan
Pelaksanaan kegiatan praktikum Teknologi Produksi Tanaman
menggunakan alat berupa cangkul, cetok, ember dan gayung, cutter, tusuk sate, tali
rafia, meteran, penggaris dan pulpen. Bahan yang dibutuhkan adalah bibittanaman
bawang merah (Allium ascalonicum L.) varietas Philiphine, pupuk organik cair
pupuk kandang, yellow sticky trap, bambu, botol, pupuk SP-36 150 kg/ha, pupuk
urea 180 kg/ha, pupuk KCl 80 kg/ha dan tanaman zinnia.
3.3 Metode Pelaksanaan
Kegiatan teknik budidaya komoditas bawang merah (Allium ascalonicum
L.) memiliki beberapa metode pelaksanaan yang dilakukan sejak sebelum
penanaman hingga pemanenan. Adapun metode pelaksanaan tersebut antara lain:
3.3.1 Pengolahan Lahan
Tahapan pengolahan lahan dilakukan dengan membalik-balikkan tanah
hingga gembur menggunakan cangkul dan dibuat bedengan. ukuran lahan yang
diolah seluas 2,6 × 1,4 m. Tahapan kedua, lahan yang sudah diolah menjadi gembur
diberikan pupuk dengan cara disebar.
3.3.2 Penanaman
Jumlah lubang tanam dihitung dengan jarak tanam 25 × 25 cm dan border
yang digunakan ialah 7,5 cm di setiap sisi. Bibit bawang merah yang ditanam,
dipoges sebanyak 1/3 bagian. Penanaman bawang erah dilakukan dengan cara
25

ditanam pada lubang dengan kedalaman sekitar setengah ruas jari, lalu bibit bawang
merah dibenamkan ke tanah namun tidak menutupi sisi yang dipoges.
3.3.3 Pemupukan
Pemupukan dilaksanakan pada awal tanam dengan pupuk kandang. Pupuk
Urea 1,092 gram per tanaman, pupuk KCl 0,4853 gram per tanaman diberikan
setelah 2 MST, dan pupuk SP-36 0,91 gram per tanaman. Pupuk organik cair
diberikan setelah 4 MST. Pupuk kandang diaplikasikan ke tanah dengan disebar.
Pupuk urea, KCl, dan SP-36 diaplikasikan dengan cara dilarik dekat disamping
tanaman, kemudian ditutup dengan tanah. Pemupukan dengan POC dalam takaran
15 ml dan 1 liter air, diaplikasikan dengan disiram.
3.3.4 Perawatan
Perawatan tanaman bawang merah terdiri dari beberapa bagian, yaitu
penyiraman, penyiangan gulma, pembumbunan akar, dan pengendalian hama dan
penyakit.
a. Penyiraman diaplikasikan dengan menyiram seluruh permukaan lahan.
dilaksanakan setiap hari tepatnya pagi dan sore hari.
b. Penyiangan gulma dilaksanakan jika ada pertumbuhan gulma pada lahan.
Penyiangan dilaksanakan dengan mencabut gulma hingga ke akarnya.
c. Pembumbunan dilakukan sejak 2 MST bila ada akar tanaman yang muncul di
atas permukaan tanah. Akar yang muncul di permukaan tanah akan ditutupi
tanah kembali.
d. Pengendalian Hama dan penyakit tanaman dilaksanakan dengan mengambil
hama secara langsung dan menggunakan yellow sticky trap.
3.3.5 Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada bibit yang telah mati dengan mananam bibit
yang sehat. Penyulaman dilakukan setelah 2 MST, dilakukan dengan mencabut
tanaman yang tidak tumbuh lalu ditukar dengan bibit sehat menggunakan cetok.
3.3.6 Pengamatan
Pengamatan pada tanaman bawang merah dilaksanakan sejak usia tanaman
2 MST pada lima sampel tanaman dengan interval satu minggu sekali. Sampel yang
digunakan sebanyak lima sampel tanaman yang dipilih secara acak dengan
pertumbuhan yang baik. Pengamatan yang dilakukan ada dua jenis yaitu
26

pengamatan pertumbuhan berupa mengamati tinggi tanaman, menghitung jumlah


daun dan pengamatan panen berupa jumlah anakan, bobot umbi sampel, dan bobot
umbi keseluruhan.
3.3.7 Pemanenan
Pemanenan bawang merah dilaksanakan jika bawang merah menunjukkan
karakter yang siap dipanen, contohnya daun tanaman yang sudah menguning atau
rebah sekitar 60-70%. Panen bawang merah dapat dilakukan setelah 55-70 HST.
Pemanenan dilakukan dengan mencabut umbi dari tanah dengan tangan secara hati-
hati.
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan merupakan semua hal yang berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya, yaitu bawang merah.
Dilakukan sejak 2 hingga 7 MST. Adapun parameter yang diamati adalah sebagai
berikut.
3.4.1 Waktu muncul tunas
Waktu muncul tunas adalah parameter pengamatan yang pertama diamati.
Kemunculan tunas bawang merah pertama kali tumbuh pada 7 hari setelah tanam,
setelah munculnya tunas pada tanaman bawang merah pengamatan dapat
dilanjutkan pengamatan yang lain.
3.4.2 Tinggi tanaman
Tinggi tanaman dilakukan rutin seminggu sekali dengan mengukur tinggi
dari permukaan tanah hingga ujung titik tumbuh tertinggi tanaman menggunakan
meteran. Data pengukuran yang didapat dicatat dan didokumentasikan.
3.4.3 Jumlah daun
Jumlah daun dihitung per tunas yang muncul dan dihitung dari daun yang
telah tumbuh sempurna, setelah itu didokumentasikan dan datanya dicatat.
Pengamatan jumlah daun dilaksanakan setiap seminggu sekali.
3.4.4 Jumlah anakan
Jumlah anakan dihitung pada setiap tanaman yang terbentuk anakan. Waktu
pelaksanaannya bersamaan dengan pengamatan jumlah daun dan tinggi tanaman.
Pengamatan ini dilakukan dengan interval seminggu sekali untuk melihat tunas
baru yang muncul.
27

3.4.5 Arthropoda
Pengamatan arthropoda atau serangga dilakukan secara langsung.
Pengamatan dilakukan dengan melihat dan mengamati adanya arthropoda atau
serangga yang terdapat di lahan bawang merah. Jika ditemukan serangga pada lahan
bawang merah, dilanjutkan dengan mengidentifikasi serangga tersebut dan
didokumentasikan.
3.4.6 Persentase Tumbuh
Persentase tumbuh adalah persentase jumlah tanaman yang mampu tumbuh
dengan baik. Perhitungan persentase tumbuh tanaman dilaukan dengan menghitung
jumlah tanaman yang hidup dibandingkan dengan jumlah seluruh tanaman.
Perserntase tumbuh tanaman secara matematis dapat dihitung sebagai berikut.

𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐚𝐧𝐚𝐦𝐚𝐧 𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩


𝐏𝐞𝐫𝐬𝐞𝐧𝐭𝐚𝐬𝐞 𝐭𝐮𝐦𝐛𝐮𝐡 = × 𝟏𝟎𝟎%
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐭𝐚𝐧𝐚𝐦𝐚𝐧

3.4.7 Intensitas penyakit


Pengamatan penyakit dapat dilakukan dengan melihat secara langsung
gejala penyakitnya. Kegiatan pengamatan parameter intensitas penyakit
menggunakan cara skoring. Pengamatan intensitas penyakit dilakukan setiap
minggu. Intensitas penyakit dihitung menggunakan rumus mutlak dan metode
skoring, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.

𝒏
𝐈𝐏 𝐌𝐮𝐭𝐥𝐚𝐤 = × 𝟏𝟎𝟎%
𝒗

Keterangan:
IP = Intensitas serangan Penyakit
n = Jumlah sampel yang diamati
v = Jumlah total sampe yang diamati (Wiguna et al., 2015).

Metode skoring digunakan ketika penyakit yang menyerang hanya sebagian


dari tanaman. Skala serangan penyakit antara lain:
0 = daun sampel tidak terserang
28

1 = daun sampel terserang 1-25%


2 = daun sampel terserang 26-50%
3 = ldaun sampel terserang 51-75%
4 = daun sampel terserang 76-100%
Rumus untuk menghitung intensitas serangan metode skoring yaitu:
(𝒏 × 𝒗)
𝐈𝐏 𝐒𝐤𝐨𝐫𝐢𝐧𝐠 = × 𝟏𝟎𝟎%
𝒁×𝑵
Keterangan:
IP = Intensitas serangan Penyakit
n = Jumlah daun sampel dari setiap kategori serangan
v = Nilai skor untuk setiap kategori serangan
Z = Nilai skor kategori serangan tertinggi
N = Jumlah total sampel yang diamati (Maman et al., 2014).
29

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Lahan


Praktikum Teknologi Produksi Tanaman dilaksanakan di lahan Percobaan
Universitas Brawijaya di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota
Malang. Secara geografis, letak Kota Malang terdapat pada koordinat 112˚06’ –
112˚07’ Bujur Timur dan 7˚06’ – 8˚02’ Lintang Selatan. Kecamatan Lowokwaru
berada di arah barat daya Kota Malang yang termasuk dataran tinggi dengan
ketinggian 460 meter dari permukaan laut. Lahan Kecamatan Lowokwaru pada
tahun 2016 yang digunakan sebagai lahan pertanian sekitar 241 hektar (Pandulu
dan Ningrum, 2018). Perkiraan curah hujan, menurut BMKG Malang (2018), rata-
rata curah hujan di kota malang pada bulan September 2018 tergolong rendah yaitu
2-97 mm dengan suhu antara 17-32°C dan kelembaban udara berkisar antara 43-
89%. Curah hujan dapat mempengaruhi produksi tanaman bawang merah.

Tabel 1. Hasil Analisis Tanah Komoditas Bawang Merah.


Parameter Satuan Hasil
Berat Isi Tanah gr/cm 3 0,5
Kadar Air % 73,3
Kadar Air Aktual % 75,12
Berdasarkan hasil analisis tanah pada komoditas bawang merah (Tabel 1),
lahan yang ditanami bawang merah memiliki berat isi tanah 0,5 g/cm3, kadar air
sebesar 73,3%, dan kadar air aktual sebesar 75,12%. Kadar air tanah mempengaruhi
pertumbuhan suatu tanaman, apabila kadar air pada suatu tanah rendah akan
menyebabkan tanaman layu, kering, dan mati. Kadar air pada kapasitas lapang
dapat diartikan sebagai banyaknya jumlah air yang ada di dalam tanah. Ketika
kebutuhan air tanaman tercukupi maka pertumbuhan tanaman akan semakin baik.
Ketersediaan air pada tanaman dapat menambah pertumbuhan vegetatif seperti
tinggi tanaman, diameter umbi, dan jumlah daun. Tanaman mempunyai kebutuhan
air yang berbeda-beda pada setiap tahapan pertumbuhannya. Air digunakan untuk
melakukan pemuaian dan pembelahan sel sehingga dapat menambah tinggi
tanaman, jumlah daun, dan pertumbuhan akar (Khoirunisa et al., 2021). Rahim
(2012), menjelaskan bahwa kadar air tanah antara 40-100% dapat membuat
tanaman bawang merah tumbuh dan berproduksi dengan kualitias umbi yang baik,
apabila kadar air tanah dibawah 40% tanaman bawang merah tersebut akan kerdil
30

dan tidak dapat menghasilkan umbi. Pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa kadar
air tanah dengan nilai 73,3% cocok untuk pertumbuhan tanaman bawang merah.

Gambar 14. Kondisi Lahan Jatimulyo.


Pertumbuhan bawang merah akan semakin cepat dan maksimal apabila
ditanam pada kondisi lahan yang sesuai. Tanaman bawang merah cocok pada lahan
yang terbuka, kering, suhu udara yang panas, sinar matahari cukup, dan tidak
berkabut. Bawang merah dapat ditanam di dataran tinggi pada ketinggian antara 0-
1000 meter di atas permukaan laut tetapi lebih menyukai ditanam di dataran rendah
dengan ketinggian tempat 0-400 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat
tumbuh optimal dengan suhu antara 25-32˚C, apabila bawang merah ditanam pada
suhu dibawah 25˚C tanaman bawang merah akan sulit untuk membentuk umbi.
Jenis tanah yang paling sesuai dengan bawang merah yaitu lempung berpasir atau
lempung berdebu dengan pH 5,5-6,5 serta drainase maupun aerasi tanah yang baik
(Banu, 2018).
4.2 Parameter Pertumbuhan
Kegiatan pelaksanaan praktikum terdapat beberapa parameter yang diamati,
salah satunya pengamatan parameter pertumbuhan. Parameter pertumbuhan pada
pengamatan ini terdiri dari pengamatan waktu muncul tunas, panjang tanaman,
jumlah daun, dan jumlah anakan. Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil dan
pembahasan parameter pertumbuhan sebagai berikut.
4.2.1 Waktu Muncul Tunas
Waktu muncul tunas termasuk salah satu parameter pertumbuhan tanaman
bawang merah. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil
31

waktu muncul tunas yang berbeda, data waktu muncul tunas tanaman bawang
merah pada setiap perlakuan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair terhadap Waktu
Muncul Tunas.
Waktu Muncul Tunas
Perlakuan Kelas
(HST)
Pemotongan + POC A 10
Pemotongan + non POC J 7
Non pemotongan + POC F 21
Non pemotongan + non POC O 9,8
Berdasarkan data hasil pengamatan (Tabel 2), didapatkan rata-rata bahwa
data waktu muncul tunas tanaman bawang merah sebesar 11,95 pada keempat
perlakuannya. Waktu muncul tunas yang paling cepat terdapat pada perlakuan
pemotongan + non POC selama 7 HST, kemudian waktu muncul tunas pada
perlakuan non pemotongan + non POC selama 9,8 HST, selanjutnya waktu muncul
tunas pada perlakuan pemotongan + POC selama 10 HST. Waktu muncul tunas
yang paling lama terdapat pada perlakuan non pemotongan + POC selama 21 HST.

Waktu Muncul Tunas


25
Waktu Muncul Tunas (HST)

Pemotongan + POC
20

Pemotongan + non
15 POC
Non Pemotongan +
10 POC
Non Pemotongan +
5
non POC

0
Gambar 15. Hasil Pengamatan Perlakuan Pemotongan dan POC terhadap Waktu Muncul
Tunas Tanaman Bawang Merah.
Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 15), menunjukkan hasil bahwa
waktu muncul tunas pada perlakuan pemotongan + non POC lebih cepat yaitu 7
HST, sedangkan perlakuan non pemotongan + POC memiliki waktu muncul tunas
paling lama yaitu 21 HST. Perlakuan pemberian POC tidak berhubungan dengan
waktu muncul tunas karena pemberian POC dilakukan pada 5 MST dan 7 MST.
32

Perlakuan yang berpengaruh pada waktu muncul tunas yaitu variabel


pemotongan pada umbi bawang merah. Waktu muncul tunas pada perlakuan
pemotongan + non POC lebih cepat dibandingkan perlakuan non pemotongan +
POC. Umbi bawang merah dengan perlakuan pemotongan dapat mempercepat
pertumbuhan munculnya tunas dibandingkan umbi bawang merah dengan
perlakuan non pemotongan. Jenos (2021), mengatakan bahwa pemotongan umbi
bawang merah termasuk cara alternatif untuk mematahkan dormansi sehingga
pertumbuhan tunas pada bawang merah akan lebih cepat muncul. Umbi yang
dilakukan perlakuan pemotongan dapat memacu pertumbuhan tunas sehingga tunas
pada umbi dapat tumbuh lebih cepat dan merata (Hamid, 2016).
Waktu muncul tunas pada perlakuan non pemotongan + non POC memiliki
hasil lebih cepat dibandingkan perlakuan pemotongan + POC. Waktu muncul tunas
dapat dipengaruhi oleh faktor abiotik. Faktor abiotik dapat berupa ketersediaan air
pada tanaman bawang merah. Ketersediaan air yang cukup pada tanaman bawang
merah dapat mendukung pertumbuhannya. Rahmani et al. (2020), mengatakan
bahwa tanaman bawang merah membutuhkan air dalam fase pertumbuhan.
Ketersediaan air yang cukup dapat memperlancar pertumbuhannya, namun
ketersediaan air yang kurang dapat menghambat pertumbuhannya.
4.2.2 Panjang Tanaman
Panjang tanaman termasuk parameter pertumbuhan pada tanaman bawang
merah. Panjang tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi
tanaman bawang merah. Tabel berikut merupakan perbandingan rata-rata panjang
tanaman bawang merah dengan 4 perlakuan yang berbeda.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair Terhadap
Panjang Tanaman.
Panjang Tanaman (cm) pada Umur Tanaman
Perlakuan Kelas Ke…(MST)
3 4 5 6 7 8 9
Pemotongan +
A 33,8 35,6 38,6 42 44,8 47,8 48,4
POC
Pemotongan +
J 15,2 21,7 29,1 36,1 39,0 41,6 39,2
non POC
Non pemotongan +
F 19,6 29,4 31,6 33 38,25 33,2 33,6
POC
Non pemotongan +
O 18,66 27 35,4 35,3 36,5 42,8 45,2
non POC
33

Berdasarkan data hasil pengamatan (Tabel 3), didapatkan bahwa data panjang
tanaman bawang merah berbeda-beda setiap perlakuannya. Terdapat dua jenis
variabel yaitu perlakuan pemotongan umbi dan pemberian POC. Variabel pertama
yaitu pada pemotongan, hasil pengamatan pada 3 MST perlakuan pemotongan
mampu meningkatkan panjang tanaman sebesar 122,3%, 4 MST sebesar 64,05%, 5
MST sebesar 32,64%, 6 MST sebesar 16,34%, 7 MST sebesar 14,87%, 8 MST
sebesar 14,9%, dan 9 MST sebesar 23,46% dibandingkan perlakuan non
pemotongan. Variabel kedua yaitu pada pemberian POC. Hasil pengamatan
perlakuan POC pada 5 MST mampu meningkatkan panjang tanaman sebesar
22,15%, 6 MST sebesar 27,27%, 7 MST sebesar 17,12%, 8 MST sebesar 43,91%,
dan 9 MST sebesar 44,04% dibandingkan perlakuan non POC.

Panjang Tanaman
60
Panjang Tanaman (cm)

Pemotongan +
50 POC
40 Pemotongan +
non POC
30
Non
20 Pemotongan +
POC
10 Non
Pemotongan +
0
non POC
3 4 5 6 7 8 9
Umur Tanaman (MST)
Gambar 16. Hasil Pengamatan Perlakuan Pemotongan dan POC terhadap Panjang
Tanaman Bawang Merah.
Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 16), menunjukkan bahwa variabel
perlakuan pemotongan dan pemberian POC memberikan pengaruh terhadap
panjang tanaman. Perlakuan yang menghasilkan panjang tanaman paling tinggi
yaitu pada perlakuan pemotongan + POC. Perlakuan pemotongan + POC akan
memberikan panjang tanaman yang lebih tinggi karena umbi yang dipotong akan
membantu proses keluarnya tunas lebih cepat. Pertumbuhan bawang merah juga
dilakukan pemberian POC sehingga akan memperlancar pertumbuhan tanaman
bawang merah. Pernyataan tersebut selaras dengan Wagiman et al. (2021), bahwa
pemotongan umbi bibit mampu merangsang tunas sehingga akan mempercepat
34

pertumbuhan tanaman serta mendorong terbentuknya anakan pada bawang merah.


Pemotongan umbi bibit dapat mempengaruhi serta mempercepat fase munculnya
tunas dan fase reproduktif, sehingga panjang tanaman akan lebih meningkat karena
adanya pemotongan pada umbi bibit bawang merah (Nurhidayah et al., 2016).
Perlakuan pemberian POC juga berpengaruh terhadap panjang tanaman.
Perlakuan pemberian POC pada bawang merah mampu mengatasi adanya defisiensi
unsur hara sehingga unsur hara yang dibutuhkan pada tanaman bawang merah
tercukupi. Unsur hara yang tercukupi mampu mempercepat pertumbuhan bawang
merah sehingga panjang tanaman pada bawang merah menjadi lebih meningkat.
Pernyataan tersebut selaras dengan Widiastutik (2018), bahwa pemberian POC
yang tepat mampu meningkatkan unsur hara serta serapan unsur hara mikro dan
juga makro sehingga pertumbuhan pada bawang merah menjadi lebih cepat.
4.2.3 Jumlah Daun
Jumlah daun termasuk parameter pertumbuhan pada tanaman bawang merah.
Jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daunnya pada tiap tanaman.
Tabel berikut ini merupakan perbandingan rata-rata jumlah daun tanaman bawang
merah dengan 4 perlakuan yang berbeda.

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair Terhadap Jumlah
Daun.
Jumlah Daun (Helai) pada Umur Tanaman Ke…
Perlakuan Kelas (MST)
3 4 5 6 7 8 9
Pemotongan +
A 39,2 46,6 65,4 68,6 71,4 61,6 53
POC
Pemotongan +
J 14,6 18,6 25 32 44,6 49,6 27,6
non POC
Non pemotongan +
F 9 15,6 22,8 28,6 31,2 23,4 21,4
POC
Non pemotongan +
O 14,4 20,8 38,8 47,2 52,6 45,4 31,4
non POC
Hasil pengamatan didapatkan (Tabel 4), bahwa data jumlah daun tanaman
bawang merah berbeda-beda setiap perlakuannya. Terdapat dua jenis variabel yaitu
perlakuan pemotongan umbi dan pemberian POC. Variabel pertama yaitu pada
pemotongan, hasil pengamatan pada 3 MST perlakuan pemotongan mampu
meningkatkan jumlah sebesar 168,4%, 4 MST sebesar 150,5%, 5 MST sebesar
161,6%, dan 6 MST sebesar 114,3%, 7 MST sebesar 60,1%, 8 MST sebesar 24,2%,
dan 9 MST sebesar 92,02%, namun pada 7 MST dan 8 MST perlakuan pemotongan
35

mengalami penurunan, Variabel kedua yaitu pada pemberian POC. Hasil


pengamatan perlakuan POC pada 3 MST sebesar 335,5%, 4 MST sebesar 198,7%,
5 MST sebesar 186,8%, 6 MST sebesar 139,8%, 7 MST sebesar 128,8%, 8 MST
sebesar 163,2%, dan 9 MST sebesar 147,6% dibandingkan perlakuan non POC.

Jumlah Daun
80
70 Pemotongan +
Jumlah Daun (Helai)

60 POC
50 Pemotongan +
40 non POC
30
Non Pemotongan
20 + POC
10
Non Pemotongan
0
+ non POC
3 4 5 6 7 8 9
Umur Tanaman (MST)

Gambar 17. Hasil Pengamatan Perlakuan Pemotongan dan POC terhadap Jumlah Daun
pada Tanaman Bawang Merah.
Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 17), dapat diketahui bahwa jumlah
daun terbanyak pada perlakuan pemotongan + POC, sedangkan jumlah daun
terendah pada perlakuan non pemotongan + non POC. Perlakuan pemotongan pada
umbi bibit bawang merah mampu memunculkan tunas lebih cepat sehingga
pertumbuhan juga akan lebih cepat. Perlakuan pemberian POC juga dapat
memperlancar pertumbuhan tanaman bawang merah, sehingga tanaman dengan
perlakuan pemotongan + POC menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dengan
jumlah daun yang dihasilkan lebih banyak. Pernyataan tersebut selaras dengan Fera
et al. (2019), bahwa pemotongan umbi bagian ujungnya mampu mengurangi
jumlah auksin sehingga tunas akan lebih cepat muncul dan pertumbuhan bawang
merah menjadi lebih cepat. Pemberian pupuk organik cair mampu meningkatkan
pertumbuhan bawang merah serta kesuburan pada tanah sehingga menghasilkan
jumlah daun yang banyak (Siagian et al., 2019).
Pertumbuhan pada bawang merah juga dipengaruhi oleh ketersediaan unsur
hara. Pemberian POC mampu memberikan ketersediaan unsur hara. Tanaman
bawang merah yang tidak diberikan POC mengakibatkan pertumbuhan bawang
merah menjadi lambat (Nurhidayah et al., 2016). Penurunan pada pertumbuhan
36

tanaman bawang merah juga dapat dipengaruhi oleh faktor tingginya intensitas
penyakit dan serangan hama. Serangan hama dapat berupa lalat pengorok daun
yang dapat menurunkan jumlah daun pada tanaman bawang merah. Faktor lain
berupa serangan penyakit seperti layu fusarium dapat menurunkan jumlah daun
pada tanaman bawang merah. Pernyataan tersebut selaras dengan Aldo dan Putra
(2019), bahwa lalat pengorok daun termasuk salah satu hama yang menyerang daun
pada tanaman bawang merah sehingga menyebabkan penurunan produktivitas.
Fitriani dan Sinaga (2019), menambahkan bahwa layu fusarium termasuk penyakit
penting pada tanaman bawang merah. Penyakit tersebut dapat menurunkan
produktivitas pada tanaman bawang merah. Supriyadi et al. (2013), mengatakan
bahwa serangan hama dan intensitas penyakit dapat menurunkan produktivitas
tanaman bawang merah. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
bawang merah yaitu faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, ketersediaan air,
dan intensitas cahaya. Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman bawang
merah dapat dilihat dari ketersediaan air, intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban
yang optimal. Tanaman bawang merah yang kekurangan faktor lingkungan tersebut
dapat menurunkan produktivitasnya (Siagin et al., 2019).
4.2.4 Jumlah Anakan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terdapat empat perlakuan
yaitu pemotongan + POC, pemotongan + non POC, non pemotongan + POC, dan
non pemotongan + non POC diperoleh data jumlah anakan tanaman bawang merah
sebagai berikut.

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair Terhadap Jumlah
Anakan.
Perlakuan Kelas Jumlah Anakan pada Umur Tanaman Ke…
(MST)
3 4 5 6 7 8 9
Pemotongan + POC A 4 5,2 7,4 7,8 9,4 10,8 12
Pemotongan + non POC J 4 5,4 7 7,6 9 10,4 11,8
Non pemotongan + POC F 1,4 2,6 3,4 5,4 6 7,8 8,2
Non pemotongan + non O 4 4,2 6,6 7,6 9,8 11 11,2
POC
Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 5), didapatkan bahwa data jumlah
anakan tanaman bawang merah berbeda-beda setiap perlakuannya. Terdapat dua
jenis variabel yaitu perlakuan pemotongan umbi dan pemberian POC. Variabel
37

pertama yaitu pada pemotongan, hasil pengamatan pada 3 MST tidak adanya
pertumbuhan yaitu sebesar 0%, 4 MST sebesar 3,84%, 5 MST sebesar 5,71%, 6
MST sebesar 2,63%, 7 MST sebesar 4,44%, 8 MST sebesar 3, 84%, dan 9 MST
sebesar 1,69% dibandingkan perlakuan non pemotongan. Variabel kedua yaitu pada
pemberian POC. Hasil pengamatan perlakuan POC pada 3 MST mampu
meningkatkan jumlah anakan tanaman sebesar 185,7%, 4 MST sebesar 61,5%, 5
MST sebesar 94,11%, 6 MST sebesar 40,74%, 7 MST sebesar 63,33%, 8 MST
sebesar 41,02%, dan 9 MST sebesar 36,58% dibandingkan perlakuan non POC.

Jumlah Anakan
15
Pemotongan + POC
Jumlah Anakan

10 Pemotongan + non
POC
5 Non Pemotongan +
POC

0 Non Pemotongan +
53 4
6 7 8 9 non POC
Umur Tanaman (MST)
Gambar 18. Hasil Pengamatan Rata-rata Jumlah Anakan pada Tanaman Bawang Merah.

Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 18), dapat dilihat bahawa variabel


perlakuan pemotongan dan pemberian POC memberikan pengaruh terhadap jumlah
anakan. Perlakuan yang menghasilkan jumlah anakan lebih banyak yaitu pada
perlakuan pemotongan + POC. Perlakuan pemotongan + POC memberikan jumlah
anakan yang lebih banyak sehingga pertumbuhan tanaman bawang merah tumbuh
optimal. Pernyataan tersebut didukung oleh Auliya dan Wardiyanti (2020), yang
menyatakan bahwa pemotongan ujung umbi dapat meningkatkan pertumbuhan
jumlah anakan pada lapisan umbi dan dapat menghasilkan jumlah anakan yang
lebih banyak.
Pemberian POC dapat mempengaruhi jumlah anakan pada tanaman bawang
merah. Kandungan yang terdapat di POC dapat memberikan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman. Wisudawati et al. (2016), mengatakan bahwa bahan
organik yang terkandung pada pupuk organik dapat mempengaruhi jumlah anakan
tanaman bawang merah. Unsur yang dibutuhkan tanaman untuk meningkatkan
38

jumlah anakan yaitu unsur nitrogen yang dapat memproduksi klorofil lebih tinggi,
sehingga tanaman dapat menopang pertumbuhan vegetatif yang dimana
pertumbuhan vegetatif dapat meningkatkan jumlah anakan bawang merah.
Pemberian POC memudahkan akar untuk merambat ke dalam tanah. Akar lebih
mudah menembus tanah apabila tanah terdapat bahan organik sehingga tanaman
akan berkembang lebih cepat dan jumlah anakan lebih banyak (Elisabeth et al.,
2013).
4.3 Parameter Hasil
Kegiatan pelaksanaan praktikum terdapat beberapa parameter yang diamati,
salah satunya pengamatan parameter hasil. Parameter hasil pada pengamatan ini
terdiri dari pengamatan jumlah umbi tanaman, diameter umbi, dan bobot basah
umbi pertanaman panjang tanaman. Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil dan
pembahasan parameter hasil sebagai berikut.
4.3.1 Jumlah Umbi Tanaman
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terdapat empat perlakuan
yaitu pemotongan + POC, pemotongan + non POC, non pemotongan + POC, dan
non pemotongan + non POC diperoleh data jumlah umbi tanaman bawang merah
sebagai berikut.
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair terhadap Jumlah
Umbi Tanaman.
Perlakuan Kelas Jumlah Umbi Pertanaman
Pemotongan + POC A 17,2
Pemotongan + non POC J 15
Non pemotongan + POC F 9,2
Non pemotongan + non POC O 11,2
Berdasarkan data hasil pengamatan (Tabel 6), didapatkan bahwa data
jumlah umbi mempunyai hasil yang berbeda-beda di keempat perlakuannya.
Jumlah umbi yang paling tinggi yaitu pada perlakuan pemotongan + POC yaitu
dengan jumlah rata-rata umbi per tanaman sebesar 17,2, sedangkan rata-rata jumlah
umbi yang paling sedikit yaitu pada perlakuan non pemotongan + POC dengan rata-
rata jumlah umbi per tanaman sebesar 9,2.
39

Jumlah Umbi Pertanaman

20
Pemotongan + POC
18
Jumlah Umbi Pertanaman
16
14 Pemotongan + non POC
12
10
Non Pemotongan +
8 POC
6
4 Non Pemotongan + non
POC
2
0
Gambar 19. Hasil Pengamatan Jumlah Umbi Pertanaman pada Bawang Merah.

Berdasarkan diagram di atas (Gambar 19), menunjukkan hasil bahwa rata-


rata jumlah umbi pertanaman yang paling tinggi pada jumlah umbi pertanaman
yaitu pada perlakuan pemotongan + POC, sedangkan rata-rata jumlah umbi
pertanaman yang paling rendah yaitu pada perlakuan non pemotongan + POC
sebesar. Putra et al. (2012), menjelaskan bahwa pemotongan umbi memberikan
pengaruh terhadap jumlah umbi pertanaman karena tanaman akan lebih aktif dalam
mencari sumber makanan melalui pemanjangan akar dan penambahan jumlah umbi
pertanaman. Pernyataan tersebut didukung oleh Safrudin dan Wachid (2015), yang
menyatakan bahwa pemotongan umbi mampu meningkatkan jumlah umbi
pertanaman. Pemotongan umbi menyebabkan tanaman menjadi tumbuh lebih cepat
sehingga jumlah umbi pertanaman akan semakin meningkat.
Variabel kedua yang mempengaruhi peningkatan jumlah umbi pertanaman
adalah pemberian POC. Pemberian POC sesuai dosis mampu meningkatkan jumlah
umbi pertanaman. Andalasari et al. (2017), mengatakan bahwa POC memberikan
pengaruh terhadap jumlah umbi. Pernyataan tersebut ditambahkan oleh Rahayu
(2016), yang menyatakan bahwa pemberian dosis POC yang tepat memberikan
pengaruh terhadap jumlah umbi tanaman bawang merah. Pemberian POC dengan
dosis yang tepat menghasilkan jumlah umbi yang lebih tinggi dikarenakan unsur
hara yang terdapat di POC sangat dibutuhkan oleh tanaman bawang merah.
Penggunaan POC memberikan respon yang baik terhadap pertumbuhan dan hasil
umbi. Akar tanaman akan menyerap dengan baik unsur hara dari POC sehingga
40

pertumbuhan tanaman akan optimal dan menghasilkan umbi yang lebih banyak
(Sara et al., 2020).
4.3.2 Diameter Umbi
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terdapat empat perlakuan
yaitu pemotongan + POC, pemotongan + non POC, non pemotongan + POC, dan
non pemotongan + non POC diperoleh data diameter umbi tanaman bawang merah
sebagai berikut.

Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair Terhadap
Diameter Umbi.
Perlakuan Kelas Diameter Umbi (mm)
Pemotongan + POC A 35,35
Pemotongan + non POC J 23,54
Non pemotongan + POC F 1,97
Non pemotongan + non POC O 2,06
Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 7), rata-rata diameter umbi tanaman
pada empat perlakuan yaitu pemotongan + POC, pemotongan + non POC, non
pemotongan + POC, dan non pemotongan + non POC didapatkan hasil yang
berbeda. Rata-rata diameter umbi tanaman yang paling tinggi yaitu pada perlakuan
pemotongan + POC sebesar 35,35 mm, sedangkan rata-rata diameter umbi tanaman
yang paling rendah yaitu pada perlakuan non pemotongan + POC sebesar 1,97 mm.

Diameter Umbi
40
Pemotongan + POC
35

30
Diameter Umbi

Pemotongan + non
25 POC
20
Non Pemotongan +
15 POC
10
Non Pemotongan +
5 non POC
0

Gambar 20. Hasil Pengamatan Diameter Umbi.


Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 20), menunjukkan bahwa rata-rata
diameter umbi yang paling tinggi yaitu pada perlakuan pemotongan + POC,
sedangkan rata-rata diameter umbi yang paling rendah adalah pada perlakuan non
pemotongan + POC. Pemotongan umbi bibit mampu meningkatkan diameter umbi
41

pada tanaman bawang merah. Pemotongan 1/3 umbi mampu memacu pertumbuhan
dan meningkatkan perkembangan umbi yang dimana untuk mendapatkan umbi
yang besar perlu karbohidrat yang diperoleh dari hasil fotosintesis tanaman.
Pemotongan umbi juga berpengaruh terhadap banyaknya jumlah daun dan juga
mempengaruhi berat umbi yang dihasilkan (Nurhidayah et al., 2016).
Perlakuan POC memberikan pengaruh dengan perlakuan pemotongan dan
non pemotongan. Perlakuan non pemotongan menyebabkan umbi tidak tumbuh
secara optimal. Nurhadiono (2022), mengatakan bahwa pertumbuhan diameter
umbi yang tidak maksimal disebabkan oleh penyaluran cadangan makanan pada
umbi bawang merah yang terlalu sedikit. Penyaluran cadangan makanan yang
terlalu sedikit menyebabkan umbi mendapatkan nutrisi yang sedikit sehingga
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan umbi tidak optimal. Pemberian
POC kepada tanaman yang diaplikasikan dengan penyiraman akan sangat
membantu tanaman untuk melakukan pertumbuhan. Tanaman membutuhkan unsur
hara makro dan mikro yang dapat diserap agar menghasilkan diameter umbi yang
lebih besar (Hamzah, 2014).
4.3.3 Bobot Basah Umbi Pertanaman
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terdapat empat perlakuan
yaitu pemotongan + POC, pemotongan + non POC, non pemotongan + POC, dan
non pemotongan + non POC diperoleh data bobot basah umbi pertanaman bawang
merah sebagai berikut.

Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Pemotongan Umbi dan Pupuk Organik Cair Terhadap Bobot
Basah Umbi pertanaman.
Perlakuan Kelas Bobot Basah Umbi Pertanaman (g)
Pemotongan + POC A 134,2
Pemotongan + non POC J 97,2
Non pemotongan + POC F 73,8
Non pemotongan + non POC O 84,4
Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 8), bobot basah umbi tanaman pada
empat perlakuan yaitu pemotongan + POC, pemotongan + non POC, non
pemotongan + POC, dan non pemotongan + non POC didapatkan hasil yang
berbeda. Bobot basah umbi tanaman yang paling tinggi yaitu pada perlakuan
42

pemotongan + POC sebesar 134,2 g, sedangkan bobot basah umbi tanaman yang
paling rendah yaitu pada perlakuan non pemotongan + POC sebesar 73,8 g.

Bobot Basah Umbi Pertanaman

Bobot Basah Umbi Pertanaman 140


Pemotongan + POC
120
100 Pemotongan + non
POC
80
60 Non Pemotongan +
POC
40
Non Pemotongan +
20 non POC
0
Gambar 21. Bobot Basah Umbi Pertanaman.

Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 21), menunjukkan bahwa variabel


perlakuan pemotongan dan pemberian POC memberikan pengaruh terhadap bobot
basah umbi pertanaman. Rata-rata hasil bobot basah umbi pertanaman yang paling
tinggi yaitu pada perlakuan pemotongan + POC sebesar 134,2, sedangkan rata-rata
hasil bobot basah umbi pertanaman yang paling rendah yaitu pada perlakuan non
pemotongan + POC sebesar 73,8. Pemberian POC dilakukan untuk
menyeimbangkan unsur hara agar bisa diserap oleh tanaman. Unsur yang dapat
meningkatkan bobot basah tanaman adalah unsur kalium. Aryati dan Nirwanto
(2020), mengatakan bahwa unsur kalium memberikan pengaruh pada tanaman
bawang merah yang dimana kalium mempunyai peranan dalam pembentukan umbi
yang baik, meningkatkan aktifitas fotosintesis yang berdampak dalam
menghasilkan bobot basah umbi tanaman yang baik, serta meningkatkan
kandungan klorofil pada tanaman. Peningkatan hasil bobot basah tanaman dengan
pemberian pupuk cair sesuai dosis pada tanaman akan memperoleh unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman sehingga peningkatan jumlah umbi dan ukuran umbi
mencapai optimal dan adanya peningkatan kandungan air pada tanaman (Arinong,
2013).
4.4 Keragaman Arthropoda Pada Komoditas Bawang Merah
Keragaman arthropoda merupakan pengamatan pada macam-macam
organisme yang hidup disekitar tanaman bawang merah. Pengamatan keragaman
43

arthropoda dilakukan dengan dua cara, yaitu pengamatan secara langsung yang
diamati dengan langsung keadaaan lahan serta menangkap arthropoda yang sedang
beraktivitas di petak lahan, dan pengamatan secara tidak langsung yang dilakukan
menggunakan pemasangan yellow sticky trap setelah itu arthropoda yang
ditemukan diidentifikasi secara langsung.
4.4.1 Hasil Pengamatan Keragaman Arthropoda Secara Langsung
Berdasarkan hasil pengamatan keragaman arthropoda pada tanaman
bawang merah ditemukan berbagai arthropoda yang masing-masing memiliki
peran, baik sebagai hama, musuh alami maupun arthropoda penyeimbang
ekosistem. Tabel berikut merupakan daftar arthropoda yang ditemukan secara
langsung pada lahan bawang merah.

Tabel 9. Hasil Pengamatan Keragaman Arthropoda Secara Langsung


Spesies Peran Dokumentasi
Nama lokal Nama ilmiah
Kumbang koksi Menochilus Musuh alami
sexmaculatus

Kumbang Pheropsophus Musuh alami


pengebom occipitalis

Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 9), dapat dilakukan pengamatan


secara langsung dengan cara fisik didapatkan arthropoda yang memiliki peran
sebagai musuh alami. Predator yang terdapat pada petak lahan tanaman bawang
merah adalah kumbang pengebom (Pheropsophus occipitalis), agen hayati seperti
arthropoda predator telah banyak dibuktikan dapat menekan populasi hama karena
predator hidup bebas dengan memangsa serangga lainya (Uge et al., 2021). P.
occipitalis memiliki tipe mulut menggigit dan mengunyah. P. occipitalis akan
menyemprotkan bahan kimia yang sangat panas jika maraca terancam, bahan kimia
yang disemprotkan berupa hydrogen peroksida dan hidroquinon. Tingginya
populasi P. occipitalis dipengaruhi oleh kemampuannya melumpukan mangsanya
dengan cara menyemprotkan bahan kimia yang sangat panas (Sumini et al., 2015).
44

Umumnya P. occipitalis berada pada ekosistem persawahan, kumbang P.


occipitalis mempunyai kemampuan tinggi dalam mencari dan memangsa larva
penggerek batang padi, hidup di darat, ditemukan di dalam tanah dan dibawah batu-
batuan serta aktif pada malam hari (Khodijah et al., 2012).
Hasil pengamatan selanjutnya musuh alami, ditemukan kumbang koksi
(Menochilus sexmaculatus). Pemanfaatan potensi musuh alami adalah salah satu
cara pengendalian hama secara hayati. M. sexmaculatus memiliki penampilan yang
khas dengan spot M yang tampak pada sayap bagian depan yang keras. Larva M.
sexmaculatus berbentuk panjang, pipih dan menjadi predator yang selalu aktif
dalam memangsa kutu daun (Aphis gossypii) serta aktif memangsa sejak pagi hari
hingga petang (Soesatrijo, 2022). M. sexmaculatus memiliki tipe mulut menggigit
dan mengunyah, umumnya pakan imago dari M. sexmaculatus berupa serangga dan
tanaman yang masih hidup. M. sexmaculatus merupakan kumbang koksi polifag
terhadap beberapa serangga hama, seperti kutu perisai, telur wereng dan kutu
dompolan (Falahudin et al., 2015). M. sexmaculatus dikatakan bahwa efektif dalam
menekan hama Hippodamia variegate pada tanaman cabai, aphis dan kutu loncat
pada tanaman pertanian (Efendi et al., 2018).
4.4.2 Hasil Pengamatan Keragaman Arthropoda Secara Tidak Langsung
Berdasarkan hasil pengamatan keragaman arthropoda pada tanaman
bawang merah ditemukan berbagai arthropoda yang masing-masing memiliki
peran, baik sebagai hama, musuh alami maupun arthropoda penyeimbang
ekosistem. Tabel berikut merupakan arthropoda yang ditemukan menggunakan
secara tidak langsung pada lahan bawang merah.
45

Tabel 10. Hasil Pengamatan Keragaman Arthropoda Secara Tidak Langsung.


Spesies Peran Dokumentasi
Nama lokal Nama ilmiah
Ngengat Chilo Serangga lain
penggerek suppressalis
batang padi

Lalat pengorok Liriomyza Hama


daun chinensis

Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 10), pengamatan keragaman


arthropoda secara tidak langsung menggunakan yellow sticky trap didapatkan
arthropoda yang memiliki peran sebagai serangga lain dan hama. Yellow sticky trap
merupakan perangkap bagi hama yang menggunakan papan atau botol plastik
berwarna kuning dan ditancapkan diatas permukaan tanah menggunakan kayu,
berfungsi sebagai antraktan yang menarik serangga untuk datang. Warna, bentuk,
dan ketinggian pemasangan perangkap memperngaruhi hasil penangkapan
serangga (Aryoudi et al., 2015). Serangga lain yang ditemukan berupa ngengat
penggerek batang padi (Chilo suppressalis) berwarna kuning jerami dengan kepala
berwarna coklat muda. C. suppressalis merupakan hama utama padi yang
menggerek batang padi (Armando et al., 2020). C. suppressalis ditemukan pada
lahan bawang merah karena petak lahan bawang merah berdekatan dengan lahan
padi. C. suppressalis dalam ekosistem memiliki peran sebagai sumber pakan
organisme lain, penyerbuh pada malam hari, dan sebagai bio-indikator lingkungan
untuk memantau kondisi lingkungan (LeCroy et al., 2013).
Hasil pengamatan selanjutnya ditemukan hama pengorok daun (Liriomyza
chinensis). L. chinensis merupakan hama penting pada tanaman bawang merah
karena dapat menghasilkan keturunan yang banyak dalam waktu singkat, mampu
mengeksploitasi sumber makanan, beradaptasi baik terhadap lingkungan, dan
mempunyaki kemampuan mengkolonisasi habitat dengan cepat (Antara et al.,
2014). Gejala awal berupa bintik putih pada daun akibat tusukan ovipositor imago
46

betina dan memasukkan telur kedalam rongga daun, larva yang menetas akan
mengorok daun dari dalam, yaitu jaringan mesofil daun. Kerusakan fatal
menyebabkan umbi membusuk dan daun layu kering seperti terbakar (Nonci dan
Muis, 2012).
4.5 Intensitas Penyakit
Intensitas penyakit adalah parameter pengamatan yang dilaksanakan
dengan mengamati kondisi tanaman secara langsung. Ketika ditemukan adanya
penyakit, dilakukan skoring seberapa parah penyakit yang terdapat pada tanaman
tersebut dan dihitung menggunakan rumus. Berdasarkan hasil teknik pengendalian
bawang merah, ditemukan penyakit yang menyerang komoditas bawang merah.
Tabel berikut merupakan hasil pengamatan intensitas penyakit pada tanaman
bawang merah dengan 4 perlakuan berbeda.

Tabel 11. Hasil Pengamatan Intensitas Penyakit.


Perlakuan Kelas Intensitas penyakit pada umur tanaman Ke…
(MST)
3 4 5 6 7 8 9
Pemotongan + POC A 0 0 0 0 0,78 0,95 3,26

Pemotongan + non POC J 0 2,1 6,4 8,2 8,2 8,8 38,5

Non pemotongan + F 0 0 0,8 1,25 2,86 28,26 5,66


POC

Non pemotongan + non O 0 0 0 0 0 0 0


POC
Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 11), pengamatan menunjukkan
adanya peningkatan intensitas penyakit (IP) pada tanaman bawang merah.
Berdasarkan data hasil pengamatan didapatkan bahwa terjadi kenaikan intensitas
penyakit pada 4 MST sebesar 0,52%, 5 MST sebesar 1,8%, 6 MST sebesar 2,36%,
7 MST sebesar 2,96%, 8 MST sebesar 9,5%, dan 9 MST sebesar 11,85%. Variabel
pengamatan pemotongan memungkinkan terjadinya kontaminasi pada bawang
merah karena menyebabkan luka yang berpengaruh pada intensitas penyakit.
Variable pemberian POC dapat meminimalisir intensitas penyakit, dilihat dari
perlakuan pemotongan + POC memberikan hasil intensitas penyakit lebih rendah
dari pada perlakan pemotongan + non POC.
47

Intensitas Penyakit
45
40 Pemotongan +
Intensitas Penyakit (%) 35 POC
30 Pemotongan +
25 non POC
20 Non
15 Pemotongan +
10 POC
Non
5 Pemotongan +
0 Non POC
3 4 5 6 7 8 9
Umur Tanaman (MST)

Gambar 22. Hasil Pengamatan Intensitas Penyakit.

Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 22), menunjukkan bahwa adanya


serangan penyakit pada petak lahan bawang merah. Penyakit yang menyerang
tanaman bawang merah merupakan penyakit utama bawang merah, yaitu layu
fusarium yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum. Jamur F. oxysporum
merupakan jamur tular tanah dan umumnya bersifat sistemik sehingga sulit
dikendalikan dengan fungisida, gejalanya menimbulkan tanaman cepat layu, akar
menjadi busuk, tanaman terkulai seperti akan roboh, dan di dasar umbi lapis terlihat
koloni jamur berwarna putih, serangan beratnya dapat menimbulkan gagal panen
pada tanaman bawang merah (Juwanda et al., 2016). Persentase intensitas penyakit
perlakuan pemotongan + non POC naik drastis pada 9 MST, sedangkan pada
perlakuan yang lain persentase intensitas penyakit memiliki nilai dibawah 10%.
Perlakuan pemotongan + POC, pemotongan + non POC, dan non pemotongan +
POC memiliki penyakit karena keadaan kerapatan pada lahan yang tinggi, sehingga
suhu petak lahan menjadi rendah dan kelembaban tinggi, sehingga mendukung
penyakit untuk menyerang. Asmaliyah dan Rostiwati (2015), menjelaskan bahwa
kepadatan populasi yang rapat menyebabkan kondisi disekitar lahan menjadi
lembab dan memicu penyakit untuk menyerang tanaman, selain itu pengaruh nyata
kerapatan tanaman meningkatkan persaingan antar tanaman dalam perebutan
cahaya matahari yang menyebabkan etiolasi (Purba et al., 2018).
48

Gambar 23. Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Bawang Merah


(Dokumentasi Pribadi, 2022).

Perlakuan non pemotongan + non POC tidak ditemukan adanya penyakit,


memungkinkan terjadi karena perlakuan ini tidak menggunakan alat pemotongan
yang dapat menyebabkan kontaminasi oleh bakteri. Tidak adanya penyakit pada
tanaman bawang merah dapat disebabkan karena unsur hara yang terpenuhi, apabila
pemenuhan unsur hara telah tercukupi, maka pertumbuhan tanaman akan baik dan
akan mengurangi intensitas serangan penyakit karena tanaman memiliki ketahanan
yang baik dalam menahan serangan dan penyebaran penyakit dalam tubuh tanaman
(Polnaya dan Lesilolo, 2012). Azwin et al. (2022), memperkuat penjelasan dengan
menyatakan bahwa unsur hara mempengaruhi semua interaksi komponen
penyebaran penyakit sehingga unsur hara yang seimbang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman dan juga menekan penyakit tanaman. Perlakuan budidaya
yang baik juga menentukan pertumbuhan bibit yang ditanam, seperti penyiraman
yang dilakukan sehari dua kali, pemupukan sebelum penanaman dengan pupuk
kandang, pemupukan susulan dengan urea dan KCl, dan penyiangan gulma.
Pemberian pupuk organik pada tanah dapat memperbaiki struktur tanah sehingga
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dan meminimalisir terjadinya serangan
penyakit karena tanaman menjadi tahan penyakit (Kurnianingsih et al., 2018).
4.6 Pembahasan Umum
Kondisi lahan merupakan faktor abiotik yang mempengaruhi dan
mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Kondisi lahan
Percobaan Jatimulyo memiliki kondisi tanah dengan berat isi tanah sebesar 0,5 g/
cm3, kadar air sebesar 73,3%, kadar air aktual sebesar 75,12%. Tanaman bawang
merah membutuhkan suhu minimum lebih kecil dari 17⁰C, sedangkan suhu
49

maksimum bervariasi antara 29,1-31⁰C dengan curah hujan berkisar 301-400 mm.
Kelembaban udara memiliki rata-rata berkisar 75-80% serta jumlah penguapan
101-125 mm, kondisi tersebut mendukung pertumbuhan tanaman bawang merah
yang tumbuh baik dan membentuk umbi yang lebih besar pada suhu 22⁰C dengan
kelembaban optimum 50-70% serta memerlukan intensitas cahaya minimal 70%.
Penggunaan media tanam yang tepat akan menentukan pertumbuhan bibit yang
ditanam, media tanam yang diaplikasikan haruslah mempunyai sifat drainase baik,
gembur, mengandung cukup bahan organik, struktur tanah remah dan tingkat
keasaman berkisar 5,5-7. Tanah yang lembab dengan air tidak menggenang
merupakan kondisi yang paling tepat untuk pertumbuhan bibit bawang merah
(Tambunan et al., 2014).
Keadaan tanah yang baik dalam menunjang pertumbuhan dan produksi
tanaman bawang merah dapat dilakukan dengan pengaplikasian pupuk organik dan
pupuk anorganik. Pupuk organik yang digunakan yaitu pupuk kandang yang dapat
memperbaiki sturuktur tanah, meningkatkan serapan tanah terhadap air,
memperbaiki habitat biota tanah, dan memberikan suplai makanan bagi tanaman,
sehingga dengan pemberian pupuk kandang akan membuat pertumbuhan bawang
merah lebih optimal (Lingga dan Marsono, 2013). Pupuk anorganik juga
berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi bawang merah. Pupuk anorganik
yang digunakan untuk menunjang pertumbuhan bawang merah dapat berupa pupuk
urea, SP-36, dan KCl. Akbar et al. (2012), mengatakan bahwa pemberian unsur N
dalam tanah berupa pupuk urea yang dapat membantu proses pertumbuhan
vegetatif pada tanaman. Nahdudin et al. (2014), mengatakan bahwa pupuk SP-36
mengandung fosfor yang diperlukan pada tanaman bawang merah untuk
mempercepat pertumbuhan akar tanaman. Pengaplikasian pupuk KCl dapat
memperbaiki sistem perakaran yang baik sehingga dapat mempermudah
penyerapan air dan unsur hara (Halpera dan Subagiono, 2018).
Parameter pengamatan pertumbuhan terdiri dari waktu muncul tunas,
panjang tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan serta parameter pengamatan
hasil berupa jumlah umbi pertanaman, diameter umbi, dan bobot basah umbi
pertanaman. Pengaruh pemotongan 1/3 umbi bibit bawang merah memberikan hasil
lebih baik pada pertumbuhan dan produksi bawang merah. Pemotongan 1/3 bagian
50

umbi mampu merangsang pembentukan hormon tumbuh tanpa menggangu mata


tunas (Fatmawaty et al., 2015). Pemotongan ujung umbi bibit kira-kira 1/3 bagian
dari panjang umbi dapat membuat umbi tumbuh merata, merangsang tunas,
mempercepat tumbuh tanaman, merangsang tumbuhnya umbi samping dan
mendorong terbentuknya anakan (Wagiman et al., 2021). Nasution et al. (2022),
menyatakan bahwa pemotongan ujung umbi pada bibit bawang merah
menghasilkan efek yang hebat pada pertumbuhan dan perkembangan bawang
merah, pertumbuhan daun yang semakin banyak dapat memproduksi hasil
fotosintesis untuk tanaman, sehingga akan menghasilkan jumlah umbi yang banyak.
Pemotongan ujung umbi mampu mendorong pemecahan dormansi tunas, karena
terjadinya keseimbangan antara zat pengatur tumbuh dengan kandungan
karbohidrat dalam umbi selama proses metabolisme umbi. Pemotongan umbi
meregenerasi titik tumbuh tanaman sehingga memacu jumlah anakan.
Meningkatnya jumlah anakan per rumpun berbanding lurus dengan jumlah umbi
per rumpun dan jumlah daun per rumpun karena setiap umbi tanaman memberikan
cadangan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Purba et al.,
2018).
Pemberian pupuk organik cair pada tanaman bawang merah memberikan
hasil pertumbuhan dan produktivitas yang lebih baik pada produktivitas tanaman
bawang merah. Pupuk Organik Cair (POC) merupakan pupuk yang tersusun dari
material makhluk hidup, seperti sisa-sisa tanaman atau sisa sayuran yang diolah
dalam bentuk cairan. Pupuk organik cair memiliki keuntungan, yaitu unsur hara
yang terkandung didalamnya mudah terserap dan tersedia bagi tanaman
(Sepriyaningsih et al., 2019). Pemberian pupuk organik cair dapat meningkatkan
ketersediaan dan serapan unsur hara terutama unsur hara N yang sangat esensial
sehingga dapat memicu pertumbuhan tanaman (Hamzah, 2014). Pupuk organik cair
memiliki jumlah kandungan nitrogen, fosfor, kalium dan air yang lebih banyak dari
pada pupuk organik padat yang berbahan dasar kotoran sapi, selain itu pupuk
organik cair dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan,
cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit (Elisabeth et al., 2013).
Pupuk organik cair dapat memenuhi kebutuhan nutrisi, meningkatkan pH tanah dan
mengurangi tingkat serangan hama dan dapat menghancurkan residu dari pupuk
51

anorganik. Penggunaan POC juga dapat meningkatkan bahan organik dan


mempermudah pengembangan akar tanaman bawang merah. Umbi bawang merah
dapat terbentuk dipengaruhi oleh adanya nutrisi yang diserap tanaman dan bahan
organik yang terkandung di dalam tanah (Idaryani et al., 2021).
Keragaman arthropoda adalah macam-macam arthropoda yang ada di
sekitar tanaman bawang merah, hubungan antara lingkungan dengan arthropoda
mendukung keberadaan arthropoda pada lahan. Tumbuhan berbunga disekitar lahan
berpotensi menarik keberadaan arthropoda. Keragaman arthropoda yang ditemukan
pada lahan bawang merah yaitu diantarnya kumbang koksi (Menochilus
sexmaculatus), kumbang pengebom (Pheropsophus occipitalis) yang berperan
sebagai musuh alami, lalat pengorok daun (Liriomyza chinensis) yang berperan
sebagai hama, dan ngengat penggerek batang padi (Chilo suppressalis) yang berperan
sebagai serangga lain. Keanekaragaman arthropoda merupakan salah satu bagian
yang penting dan bermanfaat sebagai penunjang hidup manusia karena arthropoda
juga dapat berperan untuk memelihara ekosistem, keragaman arthropoda akan
membuat ekosistem pertanian menjadi berkelanjutan. Arthropoda yang berperan
sebagai musuh alami dapat menekan adanya serangan hama pada bawang merah.
Salah satu faktor dalam meningkatkan keanekaragaman musuh alami yaitu dengan
penanaman tanaman refugia pada sekitar tanaman bawang merah. Tanaman refugia
merupakan tanaman yang berbunga yang digunakan sebagi habitat untuk predator
dan parasitoid untuk tempat berkembang biak dan berlindung. Salah satu tanaman
refugia yang digunakan yaitu bunga kertas. Tanaman tersebut mempunyai warna
yang mencolok dan berwarna-warni, sehingga dapat menarik serangga musuh alami
seperti kumbang, kupu-kupu, dan lebah (Alhuda, 2022).
Parameter intensitas penyakit didapatkan pada lahan budidaya tanaman
bawang merah. Pengertian antara interaksi penyakit dengan tanaman diketahui
sebagai segitiga penyakit, yang menggambarkan interaksi hubungan antara
pathogen, inang, dan lingkungan. Timbulnya adanya penyakit tanaman
berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kurang baik, seperti curah hujan
yang tinggi sehingga menimbulkan adanya organisme penyebab penyakit yang
menyerang tanaman inang untuk memperoleh makanan (Sutarman, 2017).
Intensitas penyakit terdapat pada lahan budidaya tanaman bawang merah terserang
52

oleh jamur Fusarium oxysporum yang merupakan salah satu penyakit utama
bawang merah yang sangat berbahaya. F. oxysporum mampu hidup pada tumbuhan
hidup atau mati dan mampu bertahan di tanah, Penyakit ini cepat menyebar bila
didukung oleh lingkungan dan teknik budidaya yang kurang baik. Kondisi
lingkungan yang mendukung seperti lingkungan yang lembab, curah hujan tinggi,
tanah yang basah dan berpasir dengan pH tanah yang rendah membuat F.
oxysporum cepat berkembang (Kaary et al., 2022). F. oxysporum sering ditemui
pada musim hujan, terutama pada daerah dengan kelembaban tinggi dan beriklim
basah. Intensitas penyakit meningkat setiap minggunya karena kondisi iklim yang
mendukung perkembangan dari jamur F. oxysporum. Perubahan iklim
mempengaruhi perkembangan cendawan patogen secara fisiologis, pengaruh itu
dapat berdampak pada meningkatnya keganasan patogen (Syarifudin et al., 2021).
F. oxysporum mudah berkembang dan meluas pada inang bawang merah dengan
kondisi yang mendukung, seperti adanya luka pada bibit bawang merah yang dapat
disebabkan oleh hujan dan luka yang disebabkan serangan hama. Penyebaran
penyakit ini terus meluas, pengendalian yang dianjurkan ialah perlakuan tanah
secara fisik atau kimiawi dan penggunaan varietas tahan. Penggunaan pupuk hayati
yang mengandung jamur antagonis Trichoderma spp. sebagai agen hayati
pengendali patogen mampu menekan jamur F. oxysporum serta meningkatkan
pertumbuhan tanaman, dan juga dapat bersifat sebagai dekomposer, meningkatkan
serapan nitrogen, fosfat, kalium dan kalsium pada daun dan berkorelasi terhadap
diameter umbi, panjang tanaman dan bobot kering umbi (Saputra, 2020).
Penggunaan pupuk hayati menjadi solusi untuk mencegah serangan penyakit dan
meningkatkan kesuburan tanah. Gejala awal F. oxysporum ditandai dengan adanya
perubahan warna pada bagian pucuk tanaman yang terserang menjadi coklat
kemerahan, kemudian bagian tersebut akan menjadi layu. Kelayuan tersebut secara
bertahap akan menyebabkan kebusukan pada tanaman.
53

5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil data praktikum yang telah dilakukan yaitu dengan
penanaman bawang merah dengan empat perlakuan yang berbeda yaitu
pemotongan 1/3 bibit + POC, tanpa pemotongan + POC, pemotongan 1/3 bibit +
POC, dan tanpa pemotongan + non POC didapatkan hasil yang berbeda dilihat dari
waktu muncul tunas, panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah umbi
pertanaman, bobot basah umbi, dan diameter umbinya. Perlakuan pemotongan 1/3
bibit + POC mempunyai hasil pertumbuhan dan hasil panen yang lebih besar
dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya. Pertumbuhan dan hasil panen yang
tinggi pada perlakuan pemotongan 1/3 bibit + POC dikarenakan pemotongan 1/3
bibit +POC dapat meningkatkan pertumbuhan tunas, mempercepat pertumbuhan
tanaman, dan menghasilkan bibit yang baik dan sehat. Perlakuan non pemotongan
+ POC memiliki data yang paling rendah diantara ketiga perlakuan lainnya
dikarenakan non pemotongan mengakibatkan pertumbuhan tunas dan anakan
menjadi terhambat, sehingga pertumbuhan bawang merah menjadi terhambat dan
tidak optimal.
5.2 Saran
Berdasarkan praktikum lapang yang telah dilakukan, lebih baik penanaman
bawang merah dengan perlakuan pemotongan umbi dan pemberian pupuk organik
cair. Perlakuan tersebut harus dilakukan dan diaplikasikan dengan benar, karena
jika kedua hal ini dilakukan dengan baik akan menghasilkan pertumbuhan yang
lebih optimal dan hasil produksi yang lebih maksimal.
54

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Y., Darusman, dan S. A. Ali. 2012. Pemadatan Tanah dan Hasil Kedelai
(Glycine max L Merill) Akibat Pemupukan Urea dan Tekanan Ban Traktor.
Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan, 1(1): 94-101.
Aldo, D., S. E. Putra. 2019. Sistem Pakar Diagnosis Hama dan Penyakit Bawang
Merah Menggunakan Metode Dempster Shafer. Jurnal Sistem Komputer,
9(2): 85-93.
Alfariatna, L., K. Kusmiyati, dan S. Anwar. 2017. Karakter Fisiologi dan Morfologi
M1 Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Hasil Induksi Mutasi Fisik
Beberapa Dosis Iradiasi Sinar Gamma. Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro, 1-125 pp.
Alhuda, M. 2022. Pengaruh Tanaman Refugia Zinnia sp. terhadap Keanekaragaman
Serangga Aerial di Pertanaman Padi Desa Tenggur Kecamatan Rejotangan
Kabupaten Tulungagung. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Amanda, U. D., dan S. Yuniarti. 2020. Teknologi Budidaya Bawang Merah.
Banten: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Andalasari, T. D., S. Widagdo, S. Ramadiana, E. Purwati. 2017. Pengaruh Media
Tanam dan Pupuk Organik Cair (POC) terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Seminar National Pengembangan
Teknologi Pertanian, 6(9): 28-34.
Antara, M., A. Anshary, S. Samudin, A. R. Thaha, Shahabuddin, dan Y. Kalaba.
2014. Pengembangan Komoditas Unggulan Untuk Menunjang Ketahanan
dan Keamanan Pangan Nasional. UNTAD PRESS: Palu.
Arinong, R. A., C. D. Lasiwua. 2013. Aplikasi Pupuk Organik Cair Terhadap
Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Sawi. Jurnal Agrisistem, 7(1): 47.
Armando, R., Yusnaini, Y. Wilma. 2020. Eksplorasi Penggerek Batang Padi dan
Parasitoid di Balai Benih Induk (BBI) Sukajaya. Gema Agro, 25(1): 53-63.
Aryanta, I. W. R. 2019. Bawang Merah dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Jurnal
Widya Kesehatan, 1(1).
Aryati, D. dan Y. Nirwanto. 2020. Pengaruh Dosis Pupuk Kalium dan Jarak Tanam
terhadap Intensitas Serangan Hama Ulat Bawang (Spodoptera exigua) dan
Pertumbuhan Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal Media
Pertanian, 5(2): 81-90.
Asmaliyah dan T. Rostiwati. 2015. Pengaruh Pengaturan Jarak Tanam Terhadap
Perkembangan Serangan Hama Dan Penyakit Pulai Darat (Alstonia
angustiloba). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 11(3): 41-50.
Auliya, I., T. Wardiyati. 2020. Pengaruh Pemotongan Bibit Umbi dan Waktu
Pemberian PGPR Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.). Jurnal Produksi Tanaman, 8 (8): 753-762.
55

Azmi, C. 2012. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi Terhadap Produktivitas


Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Bandung.
Jurnal Hortikultura, 21(3): 206-213.
Bahruddin, Y., Y. Mule, dan Tambing. 2015. Pengaruh Asal Umbi dan Pemberian
Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium
ascolonicum L.) Varietas Lembah Palu. Jurnal Agrotekbis: 432-439.
Banu, W. 2018. Pengembangan Bawang Merah pada Lahan Kering di Kota
Samarinda Kalimantan Timur. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Baswarsiati, dan C. Tafakresnantu. 2019. Kajian Penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) Bawang Merah di Nganjuk dan Probolinggo. Jurnal Ilmu-
ilmu Pertanian, 13(2): 147-161.
Candra, A. 2022. Pertanian Indonesia: Masalah, Solusi, Peluang Bisnis dan
Budidaya Praktis. Grobogan: CV. Sarnu Untung.
Elisabeth, D. W., M. Santoso, dan N. Herlina. 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai
Komposisi Bahan Organik pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal Produksi Tanaman, 1(3): 21-29.
Fajjriyah, N. 2017. Kiat Sukses Budidaya Bawang Merah. Bio Genesis.
Falahudin, I., E. R. Pane, dan E. Mawar. 2015. Identifikasi Serangga Ordo
Coleoptera Pada Tanaman Mentimun (Cucumiss sativus L) di Desa Tirta
Mulya Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin II. Jurnal Biota, 1(1):
9-14
Fatirahma, F. dan D. Kastono. 2020. Pengaruh Pupuk Organik Cair terhadap Hasil
Bawang Merah (Allium cepa L. Aggregatum group) di Lahan Pasir.
Vegetalika, 9(1): 305-315.
Fera, A. R., G. H. Sumartono, dan E. W. Tini. 2019. Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) pada Jarak Tanam dan
Pemotongan Bibit yang Berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 9(1):
11-18.
Firdaus, M. N., D. Hariyono, dan A. Suryanto. 2017. Pengaruh Penggunaan Jaring
pada Tiga Varietas Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal
Produksi Tanaman, 5(9): 1453-1459.
Firmansyah, M. A. dan A. Anto. 2013. Teknologi Budidaya Bawang Merah Lahan
Marjinal di Luar Musim. Palangkaraya: Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Kalimantan Tengah Palangka Raya.
Fitriani, M. L., M. S. Sinaga. 2019. Potensi Kolonisasi Mikoriza Arbuskular dan
Cendawan Endofit dan Kemampuannya dalam Pengendalian Layu Fusarium
pada Bawang Merah. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 15(6): 228-238.
Giamerti, Y., dan T. Mulyaqin. 2013. Pengaruh Umur Bibit Bawang Merah
Varietas Super Philip dan Rubaru Terhadap Pertumbuhan Tanaman di
Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Buletin Ikatan, 3(2).
56

Gultom, T., dan S. Panjaitan. 2017. Pengaruh Frekuensi Penyiraman terhadap


Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium cepa var.
ascalonicum L.). Medan: Universitas Negeri Medan.
Gusmalawati, D., S. Indriyani dan R. Azrianingsih. 2013. Anatomi dan Histokimia
Organ Generatif Amorphophallus Muelleri. Jurnal Floribunda, 4(7).
Halpera, H., Subagiono. 2018. Pengaruh Pemberian Dosis KCl terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quinensis Jack) TM
15 di Ultisol Kabupaten Bungo. Jurnal Sains Agro, 3(2).
Hamid, I. 2016. Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum
L.) pada Perlakuan Pemotongan Umbi dan berbagai Takaram Bokashi Pupuk
Kandang Ayam di Desa Waefusi Kecamatan Kab. Buru Selatan. Jurnal
Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, 9(2): 87-96.
Hamzah, S. 2014. Pupuk Organik Cair dan Pupuk Kandang Ayam Berpengaruh
pada Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.). Jurnal Agrium,
18(3): 23.
Handayani, W. 2020. Karakterisasi Morfologi dan Pengelompokan Isolat Bakteri
Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) dari Tanah Rhizosfer Bawang
Merah (Allium Cepa) di Nganjuk dengan Variasi Wilayah yang Berbeda.
Skripsi. Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 1-61 pp.
Idayati. 2013. Pengaruh Dosis Pupuk Urea dan KCl terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Skripsi. Aceh: Universitas
Teuku Umar Meulaboh, 1-30 pp.
Jamaludin, Krisnarini, dan Rakhmiati. 2021. Pertumbuhan dan Hasil Bawang
Merah (Allium ascalonicum L) dalam Polibag Akibat Pemberian Pupuk
KNO3 Berbagai Dosis. Jurnal Planta Simbiosa, 3(2): 19-25.
Jenos, M. R., H. Andraini, dan F. Eliesti. 2021. Pengaruh Pemotonagan Umbi
Bawang Merah (Allium cepa) dan Konsentrasi Atonik terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Bawang Merah (Allium cepa). Eduscience Development Journal,
3(2): 155-167.
Juanda, B. R. dan D. S. Siregar. 2019. Uji Adaptasi Beberapa Varietas Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase
Vegetatif. Prosiding Seminar Nasional Pertanian.
Kaary, K., W. Rumahlewang, dan G. N. Tuhumury. 2022. Kejadian Penyakit pada
Tanaman Bawang Merah (Allium cepa) di Pulau Lakor Kabupaten Maluku
Barat Daya. Jurnal Kalwedo Sains, 3(1).
Kepala BMKG. 2022. Perkiraan Curah dan Sifat Hujan November 2022, Desember
2022 dan Januari 2023 di Malang Raya.
https://karangploso.jatim.bmkg.go.id/b/bulanan.pdf. Diakses pada tanggal 26
Oktober 2022.
Khodijah, S. Herlinda., C. Irsan., Y. Pujiastuti., dan R. Thalib. 2012. Arthropoda
Predator Penghuni Ekosistem Persawahan Lebak dan Pasang Surut Sumatera
Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal, 1(1): 57-63.
57

Khoirunisa, I., Budiman, dan R. Kurniasih. 2021. Pengaruh Kadar Air Tanah
Tersedia dan Pengelolaan Pupuk terhadap Pertumbuhan Meniran
(Phyllanthus niruri). Jurnal Pertanian Presisi, 5 (2): 138-146.
LeCroy K. A., H. W. Shew, and P. A. Vanzandt. 2013. Pollen Presence On
Nocturnal Moths In The Ketona Dolomite Glades Of Bibb County, Alabama.
Southern Lepidopterists’ News, 35(3): 136-142.
Maman, Rochmatino, dan J. S. Muljowati. 2014. Hubungan Intensitas Penyakit
Karat dengan Produktivitas Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) pada
Beberapa Varietas Berbeda. Scripta Bilogica, 1(2): 173-177.
Mulyana, C. 2019. Pengaruh Beberapa Dosis Pupuk Kalium terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Bawang Merah. Jurnal AgroSainta, 3(2).
Nahdudin, A., I. K. Sukanata, dan S. Wahyuni. 2014. Pengaruh Kombinasi Takaran
Pupuk Urea dan SP-36 terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Daun
(Allium fistulosum L.). Jurnal Agrijati, 15(1).
Nonci, N. dan A. Muis. Bioekologi dan Pengendalian Pengorok Daun Liriomyza
chinensis Kato (Diptera: Agromyzidae) pada Bawang Merah. Jurnal Litbang
Pertanian, 30(4): 148-155.
Nur'aeni, E., Kartina, dan Susiyanti. 2020. Pengaruh Pemberian Beberapa
Konsentrasi Pupuk Majemuk Berteknologi Nano terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tiga Varietas Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal
Agroekoteknologi, 12(1): 110-120.
Nurhidayah, N. R. Sennang, dan A. Dachlan. 2016. Pertumbuhan dan Produksi
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada berbagai Perlakuan Berat Umbi
dan Pemotongan Umbi. Jrunal Agrotan, 2(1): 84-97.
Nurjanani, Ramlan. 2019. Pengendalian Hama (Spodoptera exigua Hbn.) untuk
Meningkatkan Produktivitas Bawang Merah pada Lahan Sawah Tadah Hujan
di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sulawesi Selatan, 11(2):164-170.
Pandulu, G. D., D. Ningrum. 2018. Konservasi Air pada Lahan dengan Kepadatan
Bangunan Tinggi di Kota Malang. Jurnal Reka Buana, 3(1): 1-9.
Pasaribu, S. 2017. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Gulma Siam terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Bawang Merah. Skripsi thesis.
Yogyakarta: Universitas Mercu Buana.
Polnaya, Lesilolo. 2012. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Green Tonik dan Waktu
Pemberian Pupuk terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.).
Jurnal Budidaya Pertanian, 8: 31-38.
Pratama, Y. P. 2018. Dampak Penerapan Lampu Perangkap terhadap Predator dan
Parasitoid pada Tanaman Bawang Merah. Skripsi. Malang: Universitas
Brawijaya, 1-36 pp.
Primiani, N., dan Marheny. 2017. Budidaya Bawang Merah pada Lahan Sempit.
Madiun: Universitas PGRI Madiun.
58

Purba, P. S. B. 2017. Pengaruh Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium


ascalonicum L.) terhadap Pemberian Berbagai Pupuk Organik dari Limbah
Pertanian. Skripsi. Medan: Universitas Medan Area, 1-84 pp.
Purba, S. N., Ansoruddin, dan L. R. Batubara. 2018. Pengaruh Pemotongan Umbi
dan Kerapatan Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang
Merah (Allium ascalonicum L). Jurnal Penelitian Pertanian, 14(2).
Purnama, E. 2014. Pengaruh Pemtongan Umbi Bibit dan Dosis Kompos Azolla sp.
Terhadap pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.) Unpublished Thesis. Banteng: Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Putra, R. Y., H. Haryati, dan L. Mawarni. 2012. Respon Pertumbuhan dan Hasil
Bawang Sabrang (Eleutherine americana Merr.) pada Beberapa Jarak Tanam
dan Berbagai Tingkat Pemotongan Umbi Bibit. Jurnal Agroekoteknologi,
Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Rahayu, S, Elfarisna, dan Rosdiana. 2016. Respon Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Penambahan
Pupuk Organik Cair. Jurnal Agrosains dan Teknologi, 1(1): 7-18.
Rahim, A. 2012. Produktivitas, Kualitas dan Potensi Pengembangan Agroindustri
Bawang Merah Varietas Lembah Palu, Palu Sulawesi Tengah. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Rahmani¸D. A., Karno dan B. A. Kristanto. 2020. Pengaruh Lama Perendaman dan
Tingkat Konsentrasi Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) terhadap
Pertumbuhan Stek Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Jurnal
Agrotek, 5(2).
Safrudin, A. dan A. Wachid. 2015. Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo.
Sakti, I. T dan Y. Sugito. 2018. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi dan Jarak
Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.). Journal of Agricultural Science, 3(2): 124-132.
Sara, A. Y., S. Tumbelaka, dan R. Mamarimbing. 2020. Respon Pertumbuhan dan
Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Konsentrasi Pupuk
Organik Cair. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Sarianti, dan I. Subandar. 2022. Insidensi dan Severitas Penyakit Antraknosa pada
Tanaman Bawang Merah di Kampong Tanah Bara Kecamatan Gunung
Meriah Kabupaten Aceh Singkil. Jurnal Pertanian Agros, 24(1): 202-210.
Shofihara, I. J. 2022. Sempat Turun, Pasokan Bawang Merah Dipastikan Kembali
Normal pada Juni-Juli 2022. [Online]
https://kilaskementerian.kompas.com/kementan/read/2022/06/12/12020962
6/sempat-turun-pasokan-bawang-merah-dipastikan-kembali-normal-pada-
juni-juli. Diakses pada tanggal 3 November 2022.
59

Siagian, T. V., F. Hidayat, dan S. Y. Tyasmoro. 2019. Pengaruh Pemberian Dosis


Pupuk NPK dan Hayati terhadap Petumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal Produksi Tanaman, 7(11).
Sitindaon, A. 2015. Studi Morfologi dan Produksi Lima Varietas Bawang Merah
(Allium cepa Var. Ascalonicum) di Desa Pardomuan, Kabupaten Samosir.
Skripsi. Medan: Universitas Negeri Medan, 1-41 pp.
Soesatrijo, J. 2022. Interaksi dan Daya Predasi Larva Menochilus sexmaculatus
Fabr. terhadap Aphis gossypii Glover di Are Pre Nursery Elaeis guineensis
Jacq. Jurnal Citra Widya Edukasi, 14(1): 55- 64.
Sudarmi. 2013. Pentingnya Unsur Hara Mikro Bagi Pertumbuhan Tanaman
Widyatama, 22(2): 178-183.
Sugirno, O., E. Indrawanis, dan C. Edzwar. 2021. Konsentrasi Pemberian Pupuk
Organik Cair Fortune terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang
Merah (Allium cepa L). Jurnal Green Swarnadwipa, 10(2): 225-233.
Supariadi, H. Yetti, dan S. Yoseva. 2017. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan
Pupuk N, P dan K Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.). JOM Faperta, 4(1): 1-12.
Supriyadi, A., I. Rochdjatun, dan S. Djauhari. 2013. Kejadian Penyakit pada
Tanaman Bawang Merah yang Dibudidayakan Secara Vertikultur di Sidoarjo.
Jurnal HPT, 1(3).
Sutarman. 2017. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tanaman. Sidoarjo: UMSIDA PRESS.
Syahruddin, G. H. Haloho, dan H. Suparto. 2019. Pengaruh Pemotongan Umbi
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tiga Varietas Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) pada Tanah Spodosol. Palangkaraya: Universitas
Palangkaraya.
Syawal, Y., Marlina, dan A. Kunianingsih. 2019. Budidaya Tanaman Bawang
Merah (Allium cepa L.) dalam Polibag dengan Memanfaatkan Kompos
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) pada Tanaman Bawang Merah. Jurnal
Pengabdian Sriwijaya. Sumatera: Universitas Sriwijaya.
Uge, E., E. Yusnawan, dan Y. Baliadi. 2021. Pengendalian Ramah Lingkungan
Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricus) pada Tanaman Kedelai.
Buletin Palawijaya, 19(1): 64-80.
Wagiman, M. B., P. Hadi, dan T. Rahayu. 2021. Peningkatan Pertumbuhan dan
Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Aplikasi Perbedaan
Konsentrasi Bio Slurry dan Pemotongan Umbi Bibit. Jurnal Agroplantae,
10(1): 40-49.
Wati, C., Arsi, Karenina, T. Riyanto, Y. Nirwanto, dan I. Nurcahya. 2021. Hama
dan Penyakit Tanaman. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Widiastutik, Y., H. Rianto, dan Historiawati. 2018. Pengaruh Komposisi Dosis
Pupuk Urea, SP-36, KCL dan Pupuk Organik Cair Nasa terhadap Hasil
Tanaman Bawang Merah (Allium cepa fa. ascalonicum, L.). Jurnal Ilmu
Pertanian Tropika dan Subtropika, 3(2): 61-65.
60

Wiguna, G., R. Sutarya, dan Y. Muliani. 2015. Respon Beberapa Galur Tomat
(Lycopersicum esculentum Mill.) terhadap Penyakit Busuk Daun
(Phytophthora infestans (Mont.) de Bary). Mediagro, 11(2): 1-10.
Wisudawati, D., M. Anshar. Dan I. Lapanjang. 2016. Pengaruh Jenis Mulsa dan
Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum) yang Diberi Sungkup. Jurnal
Agrotekbis, 4(2):126-133.
61

LAMPIRAN
Lampiran 1. Deskripsi Varietas
DESKRIPSI BAWANG MERAH VARIETAS PHILIPHINE
Asal Tanaman : Philiphine
Hasil : 14 ton/ha umbi kering
Tinggi tanaman : 36-45 cm
Umur mulai berbunga : 7 MST
Umur panen (80% batang melemas) : 9 MST
Jumlah anakan : 9-18 umbi/rumpun
Bentuk penampang daun : Silindris, tengah berongga
Warna daun : Hijau
Jumlah daun per umbi : 4-11 helai
Diameter daun : ±0,48 cm
Bentuk karangan bunga : Seperti payung
Warna bunga : Putih
Bentuk biji : Bulat, gepeng, berkeriput
Warna biji : Hitam
Bentuk umbi : Bulat
Warna umbi : Merah keunguan
Berat per umbi : 3,25 -15,14 g
Jumlah umbi per rumpun : 3-12 umbi
Ukuran umbi : Tinggi 2,4 – 3,6 cm, diameter 2 - 3,8 cm
Daya simpan umbi pada suhu : 27-30⁰C
Penciri utama : Bentuk umbi bulat besar, warna umbi merah
gelap dan aromanya kuat
Keunggulan varietas : Cocok untuk bawang ekspor, produksi tinggi
Wilayah adaptasi : Beradaptasi dengan baik di dataran rendah
dengan ketinggian 15-300 mdpl pada musim
kemarau
(Baswarsiati et al., 2014).
62

Lampiran 2. Petak Praktikum

1,4 m

17.5 cm

25 cm 7,5 cm

2.6 m

Keterangan:
Tanaman bawang merah bukan sampel
Tanaman bawang merah sampel
Tanaman bawang merah mati
63

Lampiran 3. Perhitungan Pupuk per Tanaman


1. Perhitungan Kebutuhan Pupuk SP-36
Diketahui:
Dosis yang dianjurkan = 150 kg/ha
Luas petakan = 1,4 x 2,6 m
Populasi tanaman = 60 tanaman
luas petak
Kebutuhan pupuk per lahan = x Dosis yang dianjurkan
10.000
3,64 m2
= x 150 kg
10.000

= 0,0546 kg per lahan


= 54,6 gram per lahan
kebutuhan pupuk per lahan
Kebutuhan pupuk per tanaman =
jumlah populasi
54,6 gram
= 60

= 0,91 gram per tanaman


2. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Urea
Diketahui:
Dosis yang dianjurkan = 180 kg/ha
Luas petakan = 1,4 x 2,6 m
Populasi tanaman = 60 tanaman
luas petak
Kebutuhan pupuk per lahan = x Dosis yang dianjurkan
10.000
3,64 m2
= x 180 kg
10.000

= 0,06552 kg per lahan


= 65,52 gram per lahan
kebutuhan pupuk per lahan
Kebutuhan pupuk per tanaman = jumlah populasi
65,52 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 60

= 1,092 gram per tanaman


64

3. Perhitungan Kebutuhan Pupuk KCl


Diketahui:
Dosis yang dianjurkan = 80 kg/ha
Luas petakan = 1,4 x 2,6 m

Populasi tanaman = 60 tanaman


luas petak
Kebutuhan pupuk per lahan = x Dosis yang dianjurkan
10.000
3,64 m2
= x 80 kg
10.000

= 0,02912 kg per lahan


= 29,12 gram per lahan
kebutuhan pupuk per lahan
Kebutuhan pupuk per tanaman = jumlah populasi
29,12 gram
= 60

= 0,485 gram per tanaman


65

Lampiran 4. Data Hasil Pengamatan


1. Perhitungan Presentase Tumbuh
a. Pemotongan 1/3 bibit + POC (Kelas A)
Jumlah tanaman yang hidup
Presentase Tumbuh = x 100%
Jumlah Populasi
56
= 60 x 100%

= 93,3%
b. Non pemotongan + POC (Kelas F)
Jumlah tanaman yang hidup
Presentase Tumbuh = x 100%
Jumlah Populasi
31
= 60 x 100%

= 51,6%
c. Pemotongan 1/3 bibit + non POC (Kelas J)
Jumlah tanaman yang hidup
Presentase Tumbuh = x 100%
Jumlah Populasi
49
= 60 x 100%

= 81,67%
d. Non pemotongan + non POC (Kelas O)
Jumlah tanaman yang hidup
Presentase Tumbuh = x 100%
Jumlah Populasi
40
= 60 x 100%

= 66,6%
2. Waktu Muncul Tunas (HST)
a. Pemotongan 1/3 bibit + POC (Kelas A)

Sampel Waktu Muncul Tunas (HST)


1 10
2 10
3 10
4 10
5 10
Rata-rata 10
66

b. Non Pemotongan + POC (Kelas F)

Sampel Waktu Muncul Tunas (HST)


1 21
2 21
3 21
4 21
5 21
Rata-rata 21
c. Pemotongan 1/3 bibit + non POC (Kelas J)

Sampel Waktu Muncul Tunas (HST)


1 7
2 7
3 7
4 7
5 7
Rata-rata 7
d. Non Pemotongan + non POC (Kelas O)

Sampel Waktu Muncul Tunas (HST)


1 7
2 7
3 7
4 14
5 14
Rata-rata 9,8
3. Panjang Tanaman (cm)
a. Pemotongan 1/3 bibit + POC (Kelas A)
Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 38 41 44 48 50 52 53
2 30 32 35 40 43 47 48
3 31 31 32 34 37 40 40
4 35 37 42 45 48 50 50
5 35 37 40 43 46 50 51
Rata-rata 33,8 35,6 38,6 42 44,8 47,8 48,4
67

b. Non Pemotongan + POC (Kelas F)


Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 21 34 34 36 37 40 43
2 22 33 37 33 43 28 26
3 15 25 32 36 36 38 39
4 20 23 21 22 27,5 20 19
5 20 32 34 38 37 40 41
Rata-rata 19,6 29,4 31,6 33 38,25 33,2 33,6
c. Pemotongan 1/3 bibit + non POC (Kelas J)
Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 16 21,7 29,5 35,6 37 37,5 37
2 14,8 20,5 27 33 35,5 41,5 38,5
3 15,4 21 27,9 35,5 37 38 33
4 17,5 26,3 34,5 41,5 42,5 47 44
5 13,4 18,9 26,8 35 43,2 44 43,5
Rata-rata 15,4 21,7 29,1 36,1 39 41,6 39,2
d. Non pemotongan + non POC (Kelas O)
Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 19,5 24,5 34 35,5 36,5 40 44
2 12,3 26 38 41 42 46 45
3 22,5 33 37 33 36 45 49
4 22,5 28 35 33 36 45 39
5 16,5 23,5 33 34 32 38 49
Rata-rata 18,66 27 35,4 35,3 36,5 42,8 45,2
• Perhitungan Persentase Peningkatan Panjang Tanaman
a. Pemotongan + POC dan non Pemotongan + POC
33,8−19,6
3 MST = ×100% = 72,44%
19,6
35,6−29,4
4 MST = × 100% = 21,08%
29,4
38,6−31,6
5 MST = × 100% = 22,15%
31,6
42−33
6 MST = × 100% = 27,27%
33
44,8−38,25
7 MST = × 100% = 17,12%
38,25
47,8−33,2
8 MST = × 100% = 43,91%
33,2
68

48,4−33,6
9 MST = × 100% = 44,04%
33,6

b. Pemotongan + non POC dan non Pemotongan + non POC


18,66−15,2
3 MST = × 100% = 27,76%
15,2
27−21,7
4 MST = × 100% = 24,42%
21,7
35,4−29,1
5 MST = × 100% = 21,64%
29,1
36,1−35,3
6 MST = × 100% = 2,26%
35,3
39−36,5
7 MST = × 100% = 6,84%
36,5
42,8−41,6
8 MST = × 100% = 2,88%
41,6
45,2−39,2
9 MST = × 100% = 15,3%
39,2

c. Pemotongan + POC dan Pemotongan + non POC


33,8−15,2
3 MST = × 100% = 122,3%
15,2
35,6−21,7
4 MST = × 100% = 64,05%
21,7
38,6−29,1
5 MST = × 100% = 32,64%
29,1
42−36,1
6 MST = × 100% = 16,34%
36,1
44,8−39
7 MST = × 100% = 14,87%
39
47,8−41,6
8 MST = × 100% = 14,9%
41,6
48,4−39,2
9 MST = × 100% = 23,46%
39,2

d. Non Pemotongan + POC dan non Pemotongan + non POC


19,6−18,66
3 MST = × 100% = 5,03%
18,66
29,4−27
4 MST = × 100% = 8,8%
27
35,4−31,6
5 MST = × 100% = 12,02%
31,6
35,3−33
6 MST = ×100% = 10,96%
33
38,25−36,5
7 MST = × 100% = 4,79%
36,5
42,8−33,2
8 MST = × 100% = 28,91%
33,2
69

45,2−33,6
9 MST = × 100% = 34,52%
33,6

4. Jumlah Daun (Helai)


a. Pemotongan 1/3 bibit + POC (Kelas A)
Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 31 44 69 75 77 68 59
2 48 59 73 75 77 63 56
3 42 43 59 63 66 58 49
4 43 50 73 74 78 70 61
5 32 37 53 56 59 49 40
Rata-rata 39,2 46,6 65,4 68,6 71,4 61,6 53
b. Non Pemotongan + POC (Kelas F)
Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 9 12 35 48 52 40 35
2 9 18 17 16 19 12 11
3 9 20 23 34 42 37 35
4 9 9 11 14 11 3 3
5 9 19 28 31 32 25 23
Rata-rata 9 15,6 22,8 28,6 31,2 23,4 21,4
c. Pemotongan 1/3 bibit + Non POC (Kelas J)
Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 15 19 26 33 41 50 40
2 13 15 19 23 41 42 31
3 15 20 24 30 32 36 7
4 16 21 32 44 73 82 52
5 14 18 24 30 36 38 8
Rata-rata 14,6 18,6 25 32 44,6 49,6 27,6
d. Non Pemotongan 1/3 bibit + Non POC (Kelas O)
Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 14 25 45 51 48 40 31
2 11 10 35 49 62 59 46
3 18 27 47 51 56 50 21
4 10 17 31 42 48 40 21
5 19 25 36 43 49 38 38
Rata-rata 14,4 20,8 38,8 47,2 52,6 45,4 31,4
70

• Perhitungan Persentase Peningkatan Jumlah Daun


Pemotongan + POC dan non Pemotongan + POC
39,2−9
3 MST = × 100% = 335,5%
9
46,6−15,6
4 MST = × 100% = 198,7%
15,6
65,4−22,8
5 MST = × 100% = 186,8%
22,8
68,6−28,6
6 MST = × 100% = 139,8%
28,6
71,4−31,2
7 MST = × 100% = 128,8%
31,2
61,6−23,4
8 MST = × 100% = 163,2%
23,4
53−21,4
9 MST = × 100% = 147,6%
21,4

Pemotongan + non POC dan non Pemotongan + non POC


14,6−14,4
3 MST = × 100% = 1,38%
14,4
20,8−18,6
4 MST = × 100% = 11,82%
18,6
38,8−25
5 MST = × 100% = 55,2%
25
47,2−32
6 MST = × 100% = 47,5%
47,2
52,6−44,6
7 MST = × 100% = 17,93%
44,6
49,6−45,4
8 MST = × 100% = 9,25%
45,4
31,4−27,6
9 MST = × 100% = 13,76%
27,6

Pemotongan + POC dan Pemotongan + non POC


39,2−14,6
3 MST = × 100% = 168,4%
14,6
46,6−18,6
4 MST = × 100% = 150,5%
18,6
65,4−25
5 MST = × 100% = 161,6%
25
68,6−32
6 MST = × 100% = 114,3%
32
71,4−44,6
7 MST = × 100% = 60,1%
44,6
61,6−49,6
8 MST = × 100% = 24,2%
49,6
53−27,6
9 MST = × 100% = 92,02%
27,6
71

Non Pemotongan + POC dan non Pemotongan + non POC


14,4−9
3 MST = × 100% = 60%
9
20,8−15,6
4 MST = × 100% = 33,33%
15,6
38,8−22,8
5 MST = × 100% = 70,17%
22,8
47,2−28,6
6 MST = × 100% = 65%
28,6
52,6−31,2
7 MST = × 100% = 68,58%
31,2
45,4−23,4
8 MST = × 100% = 94%
23,4
31,4−21,4
9 MST = ×100% = 46,72%
21,4

5. Jumlah Anakan
a. Pemotongan 1/3 bibit + POC (Kelas A)
Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 4 5 7 7 9 11 11
2 4 6 8 9 9 11 13
3 5 6 9 9 11 11 13
4 5 5 7 8 10 12 12
5 2 4 6 6 8 9 11
Rata-rata 4 5,2 7,4 7,8 9,4 10,8 12
b. Non Pemotongan + POC (Kelas F)
Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 1 2 3 6 7 10 10
2 2 3 5 6 7 7 8
3 2 4 4 6 6 10 10
4 1 2 3 3 3 3 4
5 1 2 2 6 7 9 9
Rata-rata 1,4 2,6 3,4 5,4 6 7,8 8,2
c. Pemotongan + Non POC (Kelas J)
Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 5 7 9 10 11 13 13
2 3 4 5 6 6 9 10
3 3 5 6 6 6 6 8
4 5 6 8 8 14 15 19
5 4 5 7 8 8 9 9
Rata-rata 4 5,4 7 7,6 9 10,4 11,8
72

d. Non Pemotongan + Non POC (Kelas O)


Tanaman Pengamatan Ke 3-9 MST
Sampel 3 4 5 6 7 8 9
1 5 4 8 10 11 11 11
2 3 6 5 6 11 11 13
3 4 3 8 9 12 14 12
4 3 5 5 6 7 11 10
5 5 3 7 7 8 8 10
Rata-rata 4 4,2 6,6 7,6 9,8 11 11,2
5. Arthropoda
Jumlah
Nama Serangga Nama Ilmiah Peran Dokumentasi
Populasi
Kumbang koksi Menochilus Musuh 1
sexmaculatus alami

Ngengat Chilo Serangga 1


penggerek suppressalis lain
batang padi

Lalat penggorok Liriomyza Hama 1


daun chinensis

Kumbang Pheropsophus Hama 1


pengebom occipitalis
73

6. Intensitas Penyakit (%)


a. Pemotongan 1/3 bibit + POC (Kelas A)
TS Skor Hari pengamatan Ke…(MST)
3 4 5 6 7 8 9
0 31 44 69 75 75 66 56
1 0 0 0 0 2 2 1
1 2 0 0 0 0 0 0 1
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0% 0% 0% 0% 2,6% 2,94% 2,54%
0 48 59 73 75 77 62 55
1 0 0 0 0 0 1 1
2 2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0% 0% 0% 0% 0% 1,58% 1,78%
0 42 43 59 63 66 57 48
1 0 0 0 0 0 1 1
3 2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0% 0% 0% 0% 0% 1,72% 2,04%
0 43 50 73 74 78 69 58
1 0 0 0 0 0 1 1
4 2 0 0 0 0 0 0 1
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0% 0% 0% 0% 0% 1,43% 2,45%
0 31 37 53 56 58 48 39
1 0 0 0 0 1 1 1
5 2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0% 0% 0% 0% 1,7% 2,04% 2,5%
• Pengamatan 3 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (31×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
1. %IP = x 100% = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0×31
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (48×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
2. %IP = x 100% = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0×48
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (42×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
3. %IP = x 100% = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0×42
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (43×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
4. %IP = x 100% = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0×43
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (31×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
5. %IP = x 100% = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0×31
74

• Pengamatan 4 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 ( 𝟒𝟒×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0×44
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟓𝟗 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0× 59
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟒𝟑 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0×43
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟓𝟎 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0× 50
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟑𝟕×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0× 37

• Pengamatan 5 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟔𝟗×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0×69
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟕𝟑 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0× 73
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟓𝟗×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0× 59
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟕𝟑 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0×73
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟓𝟑×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0×53

• Pengamatan 6 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟕𝟓×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0×75
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟕𝟓 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0× 75
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟔𝟑×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0× 63
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟕𝟒 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0×74
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟓𝟔×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0×56

• Pengamatan 7 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟕𝟓×𝟎)+ (𝟐×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = x 100% = × 100% = 𝟐, 𝟔%
𝑍𝑥𝑁 1×77
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟕𝟕 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0× 75
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟔𝟔×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0× 66
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟕𝟖 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = x 100% = × 100% = 𝟎%
𝑍𝑥𝑁 0×78
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟓𝟖×𝟎)+ (𝟏×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = x 100% = × 100% = 𝟏, 𝟕%
𝑍𝑥𝑁 1×59
75

• Pengamatan 8 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟔𝟔×𝟎)+ (𝟐×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = x 100% = × 100% = 𝟐, 𝟗𝟒%
𝑍𝑥𝑁 1×68
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟔𝟐 ×𝟎)+ (𝟏×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = x 100% = × 100% = 𝟏, 𝟓𝟖%
𝑍𝑥𝑁 1× 63
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟓𝟕×𝟎)+ (𝟏×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = x 100% = × 100% = 𝟏, 𝟕𝟐%
𝑍𝑥𝑁 1× 58
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟔𝟗 ×𝟎)+ (𝟏×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = x 100% = × 100% = 𝟏, 𝟒𝟑%
𝑍𝑥𝑁 1×69
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟒𝟖×𝟎)+ (𝟏×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = x 100% = × 100% = 𝟐, 𝟎𝟒%
𝑍𝑥𝑁 1×49

• Pengamatan 9 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟓𝟔×𝟎)+ (𝟏×𝟏)+(𝟏 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = x 100% = × 100% = 𝟐, 𝟓𝟒%
𝑍𝑥𝑁 1×59
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟓𝟓 ×𝟎)+ (𝟏×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = x 100% = × 100% = 𝟏, 𝟕𝟖%
𝑍𝑥𝑁 1× 56
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟒𝟖×𝟎)+ (𝟏×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = x 100% = × 100% = 𝟐, 𝟎𝟒%
𝑍𝑥𝑁 1× 49
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟓𝟖 ×𝟎)+ (𝟏×𝟏)+(𝟏×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = x 100% = × 100% = 𝟐, 𝟒𝟓%
𝑍𝑥𝑁 1×61
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 𝞢 (𝟑𝟗×𝟎)+ (𝟏×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = x 100% = × 100% = 𝟐, 𝟓%
𝑍𝑥𝑁 1×40

b. Non Pemotongan 1/3 bibit + POC (Kelas F)


TS Skor Hari Pengamatan Ke…(MST)
3 4 5 6 7 8 9
1 0 9 12 35 48 52 40 35
1 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 5 0
3 0 0 0 0 0 4 0
4 0 0 0 0 0 3 5
IP% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 16,3% 19,5%
2 0 9 18 17 16 19 12 11
1 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 3 0
3 0 0 0 0 0 0 1
4 0 0 1 1 0 4 0
IP% 0,00% 0,00% 4,00% 6,25% 0,00% 28,9% 6,25%
3 0 9 20 23 34 42 37 35
1 0 0 0 0 0 0 1
2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 2 0
4 0 0 0 0 0 3 1
IP% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 10,7% 3,55%
4 0 9 9 11 14 11 3 3
1 0 0 0 0 0 0 0
76

2 0 0 0 0 2 0 0
3 0 0 0 0 0 3 0
4 0 0 0 0 1 5 0
IP% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 14,3% 65,9% 0,00%
5 0 9 19 28 31 32 25 23
1 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 1
3 0 0 0 0 0 3 0
4 0 0 0 0 0 4 1
IP% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 19,5% 6,00%
Rata-rata 0,00% 0,00% 0,80% 1,25% 2,86% 28,26% 5,66%
• Pengamatan 3 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
1. %IP = x 100% = x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥9
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
2. %IP = x 100% = 4 𝑥 9 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
3. %IP = x 100% = 4 𝑥 9 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
4. %IP = x 100% = 4 𝑥 9 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
5. %IP = x 100% = x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥9

• Pengamatan 4 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
1. %IP = x 100% = 4 𝑥 12 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
2. %IP = x 100% = 4 𝑥 18 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
3. %IP = x 100% = 4 𝑥 20 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
4. %IP = x 100% = 4 𝑥 9 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
5. %IP = x 100% = 4 𝑥 19 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁

• Pengamatan 5 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
1. %IP = x 100% = 4 𝑥 35 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (4 x 1)
2. %IP = x 100% = x 100% = 4,00%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 17
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
3. %IP = x 100% = 4 𝑥 23 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
4. %IP = x 100% = 4 𝑥 11 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
5. %IP = x 100% = 4 𝑥 28 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁

• Pengamatan 6 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
1. %IP = x 100% = x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 48
77

Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (4 x 1)
2. %IP = x 100% = 4 𝑥 16 x 100% = 6,25%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
3. %IP = x 100% = 4 𝑥 34 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
4. %IP = x 100% = 4 𝑥 14 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
5. %IP = x 100% = 4 𝑥 31 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁

• Pengamatan 7 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
1. %IP = x 100% = 4 𝑥 52 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
2. %IP = x 100% = 4 𝑥 19 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
3. %IP = x 100% = 4 𝑥 42 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (2 x 2)+(4 𝑥 1)
4. %IP = x 100% = x 100% = 14,3%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 14
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
5. %IP = x 100% = 4 𝑥 32 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
• Pengamatan 8 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (2 x 5)+(3 𝑥 4)+(4 𝑥 3)
1. %IP = x 100% = x 100% = 16,3%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 52
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (2 x 3)+(4 𝑥 4)
2. %IP = x 100% = x 100% = 28,9%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 19
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (3 x 2)+(4 𝑥 3)
3. %IP = x 100% = x 100% = 10,7%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 42
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (3 x 3)+(4 𝑥 5)
4. %IP = x 100% = x 100% = 65,9%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 11
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (3 x 3)+(4 𝑥 4)
5. %IP = x 100% = x 100% = 19,5%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 32
• Pengamatan 9 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (4 x 5)
1. %IP = x 100% = x 100% = 12,5%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 40
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (3 x 1)
2. %IP = x 100% = x 100% = 6,25%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 12
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (1 x 1)+(4 𝑥 1)
3. %IP = x 100% = x 100% = 3,55%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 37
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) 0
4. %IP = x 100% = 4 𝑥 3 x 100% = 0,00%
𝑍𝑥𝑁
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (2 x 1)+(4 𝑥 1)
5. %IP = x 100% = x 100% = 6%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 25
c. Pemotongan 1/3 bibit + Non POC (Kelas J)
TS Skor Hari Pengamatan Ke…(MST)
3 4 5 6 7 8 9
1 0 15 19 24 30 37 45 33
1 0 0 2 3 4 5 5
2 0 0 0 0 0 0 2
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0,00% 0,00% 7,7% 9,1% 9,8% 10% 11,3%
2 0 13 15 18 31 38 39 25
1 0 0 1 2 3 3 5
78

2 0 0 0 0 0 0 1
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 1 1 0 0 0
IP% 0,00% 0,00% 5,3% 6,1% 7,3% 7,1% 11,3%
3 0 15 19 23 31 28 32 2
1 0 1 1 2 4 4 5
2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0,00% 5% 4,2% 6,1% 12,5% 11,1% 71,4%
4 0 16 21 30 40 68 74 40
1 0 0 2 4 4 7 8
2 0 0 0 0 1 1 3
3 0 0 0 0 0 0 1
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0,00% 0,00% 6,3% 9,1% 4,1% 5,5% 10,9%
5 0 14 17 22 27 33 34 1
1 0 1 2 3 3 4 7
2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0,00% 5,6% 8,3% 10% 8,3% 10,5% 87,5%
Rata-rata 0,00% 2,12% 6,36% 8,08% 8,4% 8,84% 38,48%
• Pengamatan 3 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (15×0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP = x 100% = x 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0 x 15
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (13×0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP = x 100% = x 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0 x 13
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (15×0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP = x 100% = x 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0 x 15
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (16×0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP = x 100% = x 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0 x 16
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (14×0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP = x 100% = x 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0 x 14

• Pengamatan 4 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (19×0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP = x 100% = x 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0 x 19
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (15×0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP = x 100% = x 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0 x 15
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (19×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
3. %IP = x 100% = x 100% = 5%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 20
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (21×0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP = x 100% = x 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 0 x 21
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (17×0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP = x 100% = x 100% = 5,6%
𝑍𝑥𝑁 0 x 18
79

• Pengamatan 5 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (24×0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP = x 100% = x 100% = 7,7%
𝑍𝑥𝑁 1 x 26
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (18×0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP = x 100% = x 100% = 5,3%
𝑍𝑥𝑁 1 x 19
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (23×0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP = x 100% = x 100% = 4,2%
𝑍𝑥𝑁 1 x 24
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (30×0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP = x 100% = x 100% = 6,3%
𝑍𝑥𝑁 1 x 32
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (22×0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP = x 100% = x 100% = 8,3%
𝑍𝑥𝑁 1 x 24

• Pengamatan 6 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (30×0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP = x 100% = x 100% = 9,1%
𝑍𝑥𝑁 1 x 33
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (31×0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP = x 100% = x 100% = 6,1%
𝑍𝑥𝑁 0 x 23
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (31×0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP = x 100% = x 100% = 6,1%
𝑍𝑥𝑁 0 x 23
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (40×0)+(4𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP = x 100% = x 100% = 9,1%
𝑍𝑥𝑁 1 x 44
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (27×0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP = x 100% = x 100% = 10%
𝑍𝑥𝑁 1 x 30

• Pengamatan 7 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (37×0)+(4𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP = x 100% = x 100% = 9,8%
𝑍𝑥𝑁 1 x 41
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (38×0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP = x 100% = x 100% = 7,3%
𝑍𝑥𝑁 1 x 41
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (28×0)+(4𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP = x 100% = x 100% = 12,5%
𝑍𝑥𝑁 1 x 32
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (68×0)+(4𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP = x 100% = x 100% = 4,1%
𝑍𝑥𝑁 2 x 73
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (33×0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP = x 100% = x 100% = 8,3%
𝑍𝑥𝑁 1 x 36

• Pengamatan 8 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (45×0)+(5𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP = x 100% = x 100% = 10%
𝑍𝑥𝑁 1 x 50
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (39×0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP = x 100% = x 100% = 7,1%
𝑍𝑥𝑁 1 x 42
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (32×0)+(4𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP = x 100% = x 100% = 11,1%
𝑍𝑥𝑁 1 x 36
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (74×0)+(7𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP = x 100% = x 100% = 5,5%
𝑍𝑥𝑁 2 x 82
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (34×0)+(4𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP = x 100% = x 100% = 10,5%
𝑍𝑥𝑁 1 x 38
80

• Pengamatan 9 MST
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (33×0)+(5𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP = x 100% = x 100% = 11,3%
𝑍𝑥𝑁 2 x 40
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (25×0)+(5𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP = x 100% = x 100% = 11,3%
𝑍𝑥𝑁 2 x 31
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (2×0)+(5𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP = x 100% = x 100% = 71,4%
𝑍𝑥𝑁 1x7
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (40×0)+(8𝑥1)+(3𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP = x 100% = x 100% = 10,9%
𝑍𝑥𝑁 3 x 52
Σ(𝑛 𝑥 𝑣) (1×0)+(7𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP = x 100% = x 100% = 87,5%
𝑍𝑥𝑁 1x8

d. Non pemotongan 1/3 bibit + Non POC (Kelas J)


TS Skor Hari pengamatan Ke-…(MST)
3 4 5 6 7 8 9
0 14 25 45 51 48 40 31
1 0 0 0 0 0 0 0
1 2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0 11 10 35 49 62 59 46
1 0 0 0 0 0 0 0
2 2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0 18 27 47 51 56 50 21
1 0 0 0 0 0 0 0
3 2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0 10 17 31 42 48 40 21
1 0 0 0 0 0 0 0
4 2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0 19 25 36 43 49 38 38
1 0 0 0 0 0 0 0
5 2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
IP% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
81

• Pengamatan 3 MST
(14×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
1. %IP = × 100% = 0%
0×14
(11×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
2. %IP = × 100% = 0%
0×11
(18×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
3. %IP = × 100% = 0%
0×18
(10×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
4. %IP = × 100% = 0%
0×10
(19×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3)+(0×4)
5. %IP = × 100% = 0%
0×19

• Pengamatan 4 MST
𝞢 ( 𝟐𝟓×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = × 100% = 𝟎%
0×25
𝞢 (𝟏𝟎 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 10
𝞢 (𝟐𝟕 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = × 100% = 𝟎%
0×27
𝞢 (𝟏𝟕 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 17
𝞢 (𝟐𝟓×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 25

• Pengamatan 5 MST
𝞢 (𝟒𝟓×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = × 100% = 𝟎%
0×45
𝞢 (𝟑𝟓 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 35
𝞢 (𝟒𝟕×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 47
𝞢 (𝟑𝟏 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = × 100% = 𝟎%
0×31
𝞢 (𝟑𝟔×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = × 100% = 𝟎%
0×36

• Pengamatan 6 MST
𝞢 (𝟓𝟏×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = × 100% = 𝟎%
0×51
𝞢 (𝟒𝟗 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 49
𝞢 (𝟓𝟏×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 51
𝞢 (𝟒𝟐 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = × 100% = 𝟎%
0×42
𝞢 (𝟒𝟑×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = × 100% = 𝟎%
0×43
82

• Pengamatan 7 MST
𝞢 (𝟒𝟖×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = × 100% = 𝟎%
0×48
𝞢 (𝟔𝟐 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 62
𝞢 (𝟓𝟔×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 56
𝞢 (𝟒𝟖 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = × 100% = 𝟎%
0×48
𝞢 (𝟒𝟗×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = × 100% = 𝟎%
1×49

• Pengamatan 8 MST
𝞢 (𝟒𝟎×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = × 100% = 𝟎%
0×40
𝞢 (𝟓𝟗×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 59
𝞢 (𝟓𝟎×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 50
𝞢 (𝟒𝟎×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = × 100% = 𝟎%
0×40
𝞢 (𝟑𝟖×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = × 100% = 𝟎%
0×38

• Pengamatan 9 MST
𝞢 (𝟑𝟏×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
1. %IP = × 100% = 𝟎%
0×31
𝞢 (𝟒𝟔 ×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
2. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 46
𝞢 (𝟐𝟏×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
3. %IP = × 100% = 𝟎%
0× 21
𝞢 (𝟐𝟏×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟑)
4. %IP = × 100% = 𝟎%
0×21
𝞢 (𝟑𝟖×𝟎)+ (𝟎×𝟏)+(𝟎 ×𝟐)+ (𝟎 ×𝟑)+ (𝟎 ×𝟒)
5. %IP = × 100% = 𝟎%
0×38
83

Lampiran 5. Logbook Kegiatan


No. Hari, tanggal Deskripsi Kegiatan Dokumentasi

Pengolahan lahan

Pembuatan bedengan

Sabtu, 10 September
1.
2022

Pemotongan 1/3 bagian


bawang merah

Pemberian pupuk
kandang
84

Sabtu, 17 September
2. Penentuan jarak tanam
2022

Sabtu, 17 September Penanaman bawang


3.
2022 merah

Sabtu, 17 September
4. Penyiraman pagi
2022

Sabtu, 17 September
5. Penyiraman Sore
2022
85

Sabtu, 17 September Pemberian pupuk KCl,


6.
2022 SP-36, dan Urea

Minggu, 18 September Pemberian pupuk


7.
2022 organic cair

Penyiraman pagi

Minggu, 19 September
8.
2022

Penyiraman sore
86

Penyiraman pagi

Senin, 20 September
9.
2022

Penyiraman sore

10. Sabtu, 29 Oktober 2022 Pemasangan yellow trap

Pengamatan tinggi
11. Setiap minggu
tanaman
87

Pengamatan jumlah
12. Setiap minggu
daun

13. Setiap hari Penyiraman

Kamis, 3 November Pemberian pupuk


14.
2022 organik cair

Kamis, 10 November
15. Pengamatan parameter
2022
88

Senin, 21 November
16. Pemanenan
2022
89

Lampiran 6. Dokumentasi Pertumbuhan dan Hasil Tanaman


No Keterangan Sampel Dokumentasi
1. Waktu Muncul Tunas 1

2. Pertumbuhan 2 MST 1

3. Pertumbuhan 3 MST 1

4. Pertumbuhan 4 MST 1
90

5. Pertumbuhan 5 MST 1

6. Pertumbuhan 6 MST 1

7. Pertumbuhan 7 MST 1

8. Pertumbuhan 8 MST 1
91

9. Panen 1

10. Panen

3
92

5
93

Lampiran 7. Logbook Konsultasi


UNIVERSITAS BRAWIJAYA, MALANG
FAKULTAS PERTANIAN

LOGBOOK KONSULTASI LAPORAN PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN 2022

Komoditas : Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)


Kelas/Kelompok : A/A6
Asisten Kelas : Muhammad Wildan Abdillah
Asisten Lapang : Fadel Muhammad Hamdoen
Nama Catatan
No Hari dan Tanggal TTD Asisten
Anggota Konsultasi

Anda mungkin juga menyukai