PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104050’ sampai
109030’ BT dan 0050’ sampai 4010’ LS. Wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
terbagi menjadi wilayah daratan dan wilayah laut dengan total luas wilayah mencapai
81.725,14 km2. Luas daratan propinsi ini kurang lebih 16.424,14 km2 (20,10%), dan luas laut
kurang lebih 65.301 km2 (79,90%). (aBPS Prop. Kep. Bangka Belitung, 2010).
Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi penghasil timah terbesar di Indonesia.
Kondisi alam ini mengakibatkan perubahan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Kekayaan
alam ini mengakibatkan berbagai dampak negatif dan positif bagi alam dan masyarakat.
Berdasarakan. peraturan daerah nomor 6 tahun 2001 yang pada dasarnya memberi akses
kepada masyarakat Bangka Belitung untuk menambang. Kondisi ini menjadikan mata
pencaharian masyarakat Bangka Belitung didominasi penambang timah. Disamping itu,
kegiatan penambangan ini memiliki dampak negatif yaitu Penambangan yang ilegal dan tidak
disertai dengan konservasi dan reklamasi menjadikan lingkungan di Bangka Belitung rusak.
Kolong-kolong bekas galian timah terlihat semakin banyak dan tidak ada tanda-tanda akan
berhenti. Kondisi ini mengakibatkan pemulihan lahan atau air kolong pasca penambangan
timah memerlukan waktu yang cukup lama. Kegiatan operasi tambang berdampak secara
nyata terhadap lingkungan hidup. Untuk itu diperlukan pengelolahan atau pemanfaatan yang
lebih efektif dan bisa dimanfaatkan bagi warga sekitar.
Landasan hukum kegiatan investasi pertambangan sudah diatur dalam undang-undang
nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara yang disingkat dengan
“MINERBA”. Dalam pasal 1 ayat 1 pengertian pertambangan yaitu sebagian atau seluruh
tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batu
bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca
tambang (Sondakh, 2017).
Salah satu daerah yang dikenal sebagai penghasil timah yaitu Desa ranggung Bangka
Selatan, kecamatan Payung. Desa Ranggung merupakan salah satu wilayah yang memiliki
sumber daya local potensial untuk dikembangkan, dalam hal ini yang dibahas mengenai
pengembangan potensi ekonomi lokal yang dimiliki wilayah itu sendiri guna memberikan
pengaruh pada peningkatan pendapat masyarakat daerah itu sendiri dan peningkatan
pendapatan masyarakat daerah itu sendiri dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
umumnya.
Desa Ranggung merupakan salah satu wilayah yang tertinggal hal ini terlihat dari sarana
prasarana dan jasa-jasa lingkungan belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Desa ranggung
merupakan wilayah yang sangat potensial dikembangkan dikarenakan memiliki berbagai jenis
sumber daya alam serta di dukung oleh keberadaan aktivitas ekonomi yang menempati ruang
1
wilayahnya. Jenis aktivitas ekonomi yang potensial saat ini terdiri dari aktivitas pertanian,
danaktivitas pertambangan.
Desa Ranggung memiliki penduduk yang banyak sehingga membutuhkan penghasilan
ekonomi yang cukup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagian masyarakat Desa
Ranggung berprofesi sebagai petani namun sebagian besar juga berprofesi sebagai
penambang timah. Aktivitas penambang timah membuat lahan disekitar area pertaniah
menjadi rusak, sehingga aktivitas pertambangan dihentikan dan bekas lahan pertambangan ini
bisa dimanfaatkan sebagai air irigasi yang memiliki peranan penting dalam pengelolahan
lahan pertanian. Seperti telah dikemukan sebelumnya bahwa pemakaian air untuk pertanian
adalah yang terbanyak, dimana untuk Indonesia diperkirakan sekitar 76% dari pemakaian air
total dalam tahun 1987 (Gleick, 1998).
Irigasi adalah suatu upaya untuk pengelolaan dan penyediaan air untuk menunjang
kebutuhan pertanian. Menurut Linsley dan Franzini ( 1992) irigasi adalah pengaliran air pada
tanah untuk membantu penggaturan ketersediaan air dikarenakan curah hujan yang tidak
cukup sehingga air sisa tersedia secara optimal bagi pertumbuhan tanaman. Sedangkan
definisi irigasi menurut Hansen (1990) merupakan penggunaan air tanah untuk penyedian air
yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
1.3. Tujuan
1. Memanfaatakan air dari lahan bekas tambang sebagai air irigasi untuk sawah disekitar
Desa Ranggung.
2. Memanfaatkan lahan bekas tambang untuk memperluas penanaman persawahan.
3. Reklamasi lahan bekas tambang
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan dan saluran buatan
untuk keperluan penunjang produksi pertanian.
Menurut Abdullah Angoedi dalam sejarah irigasi di Indonesia disebutkannya bahwa
dalam laporan pemerintah belanda irigasi didefinisikan sebagai berikut.
“ secara teknis menyalurkan air melalui saluran-saluran pembawa ke tanah pertanian dan
sebuah air tersebut diambil manfaat sebesar-besarnya menyalurkan ke saluran-saluran
pembuangan terus ke sungai.
4
Kedalaman air disawah setinggi sekitar 2,50 cm dimkasudkan untuk mengurangi
pertumbuhan rumput.
Kedalama air disawah setinggi sekitar 5,0-7,5 cm dimaksudkan untuk meniadakan
pertumbuhan rumput/gulam.
5
BAB III
METODOLOGI
Bangka Selatan meliputi pengamatan tanah, klasifikasi tanah dan delineasi unitunit
lahan yang potensial untuk pengembangan sawah. Intensitas observasi tanah 50 m x 50 -100
m (1 observasi mewakili area 0.25-0.5 ha). Karakteristik tanah diamati melalui pemboran,
minipit/profil tanah sampai kedalaman 1.20 m atau sampai lapisan padas/batuan induk serta
lingkungan pembentukannya (bentuk wilayah/lereng, penggunaan lahan, batuan dipermukaan,
iklim) . Metode pengamatan tanah di lapang mengikuti Soil Survey Manual (Soil Survey
Division Staff, 1993) dan Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah (Balai Penelitian Tanah, 2004).
Klasifikasi tanah ditetapkan menurut Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010). Pada
lahan bekas tambang timah umumnya tanah sudah tercampur aduk dengan bahan galian
(tailing) dan bahkan juga dengan bahan induk tanah.
Data iklim dikumpulkan dari stasiun iklim terdekat, yaitu dari bandara Depati Amir,
Pangkalpinang. Contoh tanah diambil dari profil/minipit serta contoh komposit untuk
dianalisis sifat-sifat kimia tanah dan mineral fraksi pasir tanah. Contoh air diambil dari sungai
terdekat atau kolong bekas tambang untuk penetapan kualitas air untuk irigasi. Beberapa
contoh ring diambil dari profil untuk penetapan sifat fisik tanah. Metode dan prosedur analisis
tanah dan air mengacu pada Soil Survey Laboratory Methods and Procedures for Collecting
Soil Samples (SCS-USDA, 1982). Dalam analisis tanah, juga dilakukan penetapan kadar
logam berat (Pb, Cd, Cr). Survei topografi dilakukan dengan penjelajahan lapang secara grid
dengan menggunakan GPS Navigasi dan untuk mendapatkan beda tinggi yang lebih akurat
dilakukan dengan GPS Geodetik. Demikian juga untuk mengukur beda tinggi antara inlet
(titik pengambilan air di sungai dan kolong) dan outlet (titik keluar air irigasi pada lahan)
diukur menggunakan GPS Geodetik. Untuk memperoleh data sumberdaya air dilakukan
pengukuran lebar dan kedalaman sungai di beberapa titik pengamatan serta analisis panjang
sungai dan luas kolong dengan menggunakan citra landsat. Pengukuran debit sungai
menggunakan current meter. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Penyajian peta
peta diolah dengan teknik GIS. Faktor pembatas lahan, potensi air irigasi dan lingkungannya
diidentifikasi untuk mendukung penetapan teknologi pencetakan dan pengelolaan sawah
bukaan baru.
6
Penyusunan desain pencetakan dan pengelolaan sawah bekas tambang timah
Desain pencetakan sawah disusun berdasarkan hasil survei identifikasi dan
karakterisasi lahan dengan mempertimbangkan beberapa faktor utama yaitu status lahan,
kondisi lahan/tanah, penggunaan lahan saat ini, ketersediaan sumber air, dan rencana
pemanfaatan lahan ke depan. Beberapa informasi lahan/tanah yang perlu diperhatikan antara
lain: keadaan permukaan tanah, ketinggian tempat, kelerengan, kedalaman tanah, tekstur
tanah, ketersediaan air pengairan, tanah lapisan atas berliat untuk bahan timbunan sawah baru,
sumber bahan organik/pupuk kandang, dan faktor pendukung lainnya yaitu jalan usahatani,
instalasi jaringan irigasi (pompanisasi), penyediaan lokasi untuk kandang ternak sapi (2
ekor/ha), pakan ternak, dan rumah kompos.
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1.1 Keadaan lahan calon pencetakan sawah di ranggung, Bangka Selatan.
Tabel 1.1 Status hara tanah hasil analisis dengan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK)
Hasil analisis tanah di laboratorium (Tabel 2), menunjukkan bahwa tanah bertekstur kasar
(berpasir) dengan kadar pasir berkisar 46-91%. Tanah bersifat masam (pH 4,3 – 5,0), kadar C-
organik rendah, hara N, P, K, Ca, Mg, Zn dan Cu rendah. Kapasitas tukar kation tanah dan
kejenuhan basa sangat rendah, sedangkan kejenuhan Al tergolong tinggi berkisar antara 45 –
85%. Untuk itu dalam mengelola lahan sawah bukaan baru pada lahan bekas tambang timah
di Perlang sangat diperlukan penambahan bahan organik, pemupukan dan pengapuran.
Air kolong sebagai sumber air untuk pengairan lahan sawah bukaan baru sangat baik dengan
pH 6,0. Kandungan logam berat Pb dan Cd sangat rendah (Tabel 2).
8
Tabel 1.2 Kandungan hara dalam air yang akan digunakan untuk pengairan
lahan sawah bukaan baru
Contoh air DHL pH NH4 K Na Ca Mg
DS/m ....................................mg/l.........................................
Air kolong 0,03 6,0 0,20 1,91 3,76 1,38 0,38
Contoh air NO3 PO4 SO4 HCO3 CO3 Pb Cd
........................................................Mg/l......................................................
Air kolong 1,65 0,00 0,21 8,95 0,00 0,03 td
Gambar 1.2
Desain bentuk sawah pada lahan pertambangan bekas
9
Rencana Teknis Pencetakan Sawah
Teknis pencetakan sawah pada lahan bekas tambang timah,
Kabupaten Bangka Tengah dirancang dengan beberapa tahapan kegiatan
sebagai berikut:
• Pengukuran dan pematokan batas lahan, ukuran petak sawah 50 x 50 m atau disesuaikan
dengan kondisi kelerengan lahan
• Lahan sawah dibuat berteras-teras
• Pembersihan dan perataan lahan
• Pemadatan tanah dengan alat berat dozer
•Pembuatan pematang sawah selebar 80 cm dan tinggi 50 cm dengan tanah dari hasil
dorongan dozer
• Penimbunan dan perataan tanah dengan tanah pucuk (berliat) setinggi 10 cm atau sebanyak
1.000 m3/ha
• Pemberian bahan organik (pupuk kandang) 10 ton/ha
• Pembuatan jalan usahatani lebar 4 m dan tinggi 50 cm atau disesuaikan dengan kelerengan
lahan
• Instalasi jaringan irigasi secara pompanisasi
10
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengumpulan data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kita juga
dapat memanfaatkan bekas kolong penambangan sebagai sumber air irigasi untuk
percetakan sawah baru dan pembuatan lahan persawah baru. Sehingga terbukanya
lapangan kerja seperti menjadikan masyarakat setempat untuk berprofesi sebagai petani.
Dengan menjadi petani, masyarakt akan mengelola lahan bekas tambang, sehingga akan
lebih baik dijadikan sebagai lahan pertanian. Sedangkan masyarakat yang berprofesi
sebagai penambang dapat menimbulkan beberapa kerugian dan untuk penambang juga
masih ilegal atau tidak resmi. Jadi dengan mengelola kembali lahan bekas penambangan
sebagai sumber air irigasi dan pembuatan lahan persawahan lebih baik dilakukan agar
dapat dimanfaatkan bkas lahan penambangan tersebut.
B. SARAN
Dengan memberikan beberapa penyuluhan atau sosialisasi pada desa yang bersangkutan
agar para masyarakat setempat dapat menjaga lingkungan dengan berprofesi sebagai petani
dibandingkan penambang.
Dengan terjaganya lingkungan kita maupun masyarakat setempat juga dapat menikmati
keindahan alam yang sangat indah dan juga banyak manfaat manfaat lainnya jika kita
menjaga lingkungan.
11
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
13
Lampiran 1. Langkah – Langkah Dalam Pembuatan Persawahan di Lahan Bekas Tambang.
1. Lokasi Penanaman
2. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan cangkul atau bajak.
Akhir-akhir ini pengolahan tanah dengan cangkul mulai ditinggalkan karena perlu tenaga
kerja banyak, waktu kerja lebih lama, dan menjadi relatif mahal. Pemakaian cangkul hanya
terbatas pada bidang olah yang tidak terolah dengan bajak (sudut-sudut petakan) dan
pembuatan petakan.
Manfaat pencangkulan pertama antara lain (a) membalik lapisan olah tanah agar cepat
gembur (b) memberantas gulma karena akar dan tanaman gulma dapat terputus (c)
pembenaman dan bercampurnya bahan organik dengan tanah
14
3. Benih
4. Penanaman
Gambar 1.4 Penanaman padi dengan sistem tapin dan sistem tabela
Pada umumnya penanaman ada 2 cara, yaitu: 1). Sistem pindahan atau Tapin
dan 2). Sistem tabur benih langsung atau Tabela.
Sistem pindahan atau tapin (transplanting system)
Sistem tanam pindah umumnya dapat dilaksanakan baik pada lahan sawah
bukaan baru yang berasal dari lahan kering maupun yang berasal dari lahan rawa.
Pada lahan sawah bukaan baru yang berasal dari lahan rawa tanam pindah dapat
dilaksanakan tanam pindah dengan sistem di tugal, mengingat umumnya lahan sawah
baru yang berasal dari lahan rawa biasanya masih banyak sisa-sisa batang kayu dan
akar yang menyembul di permukaan tanah. Pada sistem tanam pindah, benih padi
disemaikan dahulu di bedeng-bedeng persemaian. Untuk 1 kg benih padi diperlukan
10 m2 bedeng pesemaian. Kebutuhan benih pada sistem tanam pindah 25 – 30 kg.
15
Bibit tanaman padi siap ditanam pindahkan saat berumur antara 18 – 25 hari dengan
2-3 bibit per lubang. Penanaman bibit yang berumur lebih dari 25 hari, akan
mengurangi jumlah anakan padi. Bibit dapat juga ditanam saat berumur 12 – 15 hari
(tanam muda) dengan 1 – 2 bibit per lubang.
Sistem tabela
Sistem tabur benih langsung (tabela) biasanya dilaksanakan pada tahun-tahun
awal pencetakan sawah bukaan baru, terutama pada lahan sawah bukaan baru yang
berasal dari lahan rawa. Alasan utama petani melaksanakan sistem tabela adalah lahan
belum bersih dari sisa perakaran, menghemat waktu dan biaya pengerjaan, dan sulit
tenaga kerja. Ada beberapa kekurangan dari cara tanam dengan sistem tabela,
diantaranya adalah: kebutuhan benih lebih banyak, sulit melakukan penyiangan karena
penanamannya tidak teratur, sulit mengendalikan hama dan penyakit (tabela dengan
cara tabur).
Air merupakan unsur utama dalam budi daya tanaman padi sawah. Pada sawah
bukaan baru, pengairan dapat bersumber dari air sungai, check dam, dan air kolong
bekas penambangan. Pembuatan saluran irigasi diusahakan jangan terlalu dalam,
sehingga air dapat diatur masuk ke petakan sawah
16