Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

 
1.1. Latar Belakang
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104050’ sampai
109030’ BT dan 0050’ sampai 4010’ LS. Wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
terbagi menjadi wilayah daratan dan wilayah laut dengan total luas wilayah mencapai
81.725,14 km2. Luas daratan propinsi ini kurang lebih 16.424,14 km2 (20,10%), dan luas laut
kurang lebih 65.301 km2 (79,90%). (aBPS Prop. Kep. Bangka Belitung, 2010).
Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi penghasil timah terbesar di Indonesia.
Kondisi alam ini mengakibatkan perubahan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Kekayaan
alam ini mengakibatkan berbagai dampak negatif dan positif bagi alam dan masyarakat.
Berdasarakan. peraturan daerah nomor 6 tahun 2001 yang pada dasarnya memberi akses
kepada masyarakat Bangka Belitung untuk menambang. Kondisi ini menjadikan mata
pencaharian masyarakat Bangka Belitung didominasi penambang timah. Disamping itu,
kegiatan penambangan ini memiliki dampak negatif yaitu Penambangan yang ilegal dan tidak
disertai dengan konservasi dan reklamasi menjadikan lingkungan di Bangka Belitung rusak.
Kolong-kolong bekas galian timah terlihat semakin banyak dan tidak ada tanda-tanda akan
berhenti. Kondisi ini mengakibatkan pemulihan lahan atau air kolong pasca penambangan
timah memerlukan waktu yang cukup lama. Kegiatan operasi tambang berdampak secara
nyata terhadap lingkungan hidup. Untuk itu diperlukan pengelolahan atau pemanfaatan yang
lebih efektif dan bisa dimanfaatkan bagi warga sekitar.
Landasan hukum kegiatan investasi pertambangan sudah diatur dalam undang-undang
nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara yang disingkat dengan
“MINERBA”. Dalam pasal 1 ayat 1 pengertian pertambangan yaitu sebagian atau seluruh
tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batu
bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca
tambang (Sondakh, 2017).
Salah satu daerah yang dikenal sebagai penghasil timah yaitu Desa ranggung Bangka
Selatan, kecamatan Payung. Desa Ranggung merupakan salah satu wilayah yang memiliki
sumber daya local potensial untuk dikembangkan, dalam hal ini yang dibahas mengenai
pengembangan potensi ekonomi lokal yang dimiliki wilayah itu sendiri guna memberikan
pengaruh pada peningkatan pendapat masyarakat daerah itu sendiri dan peningkatan
pendapatan masyarakat daerah itu sendiri dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
umumnya.
Desa Ranggung merupakan salah satu wilayah yang tertinggal hal ini terlihat dari sarana
prasarana dan jasa-jasa lingkungan belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Desa ranggung
merupakan wilayah yang sangat potensial dikembangkan dikarenakan memiliki berbagai jenis
sumber daya alam serta di dukung oleh keberadaan aktivitas ekonomi yang menempati ruang

1
wilayahnya. Jenis aktivitas ekonomi yang potensial saat ini terdiri dari aktivitas pertanian,
danaktivitas pertambangan.
Desa Ranggung memiliki penduduk yang banyak sehingga membutuhkan penghasilan
ekonomi yang cukup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagian masyarakat Desa
Ranggung berprofesi sebagai petani namun sebagian besar juga berprofesi sebagai
penambang timah. Aktivitas penambang timah membuat lahan disekitar area pertaniah
menjadi rusak, sehingga aktivitas pertambangan dihentikan dan bekas lahan pertambangan ini
bisa dimanfaatkan sebagai air irigasi yang memiliki peranan penting dalam pengelolahan
lahan pertanian. Seperti telah dikemukan sebelumnya bahwa pemakaian air untuk pertanian
adalah yang terbanyak, dimana untuk Indonesia diperkirakan sekitar 76% dari pemakaian air
total dalam tahun 1987 (Gleick, 1998).
Irigasi adalah suatu upaya untuk pengelolaan dan penyediaan air untuk menunjang
kebutuhan pertanian. Menurut Linsley dan Franzini ( 1992) irigasi adalah pengaliran air pada
tanah untuk membantu penggaturan ketersediaan air dikarenakan curah hujan yang tidak
cukup sehingga air sisa tersedia secara optimal bagi pertumbuhan tanaman. Sedangkan
definisi irigasi menurut Hansen (1990) merupakan penggunaan air tanah untuk penyedian air
yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.

1.2.      Rumusan masalah


1. Bagaimana cara agar bekas lahan penambangan bisa dimanfaatkan bagi warga sekitar?
2. Bagaimana agar perekonomian masyarakat di sekitar Desa Ranggung meningkat?
3. Apa yang dilakukan masyarakat di sekitar Desa ranggung untuk melakukan pemanfaat
lahan?

1.3.      Tujuan
1. Memanfaatakan air dari lahan bekas tambang sebagai air irigasi untuk sawah disekitar
Desa Ranggung.
2. Memanfaatkan lahan bekas tambang untuk memperluas penanaman persawahan.
3. Reklamasi lahan bekas tambang

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi Lahan


Potensi lahan memiliki arti penting dalam pengolahan lahan dan pemanfaatan lahan.
Lahan yang berpotensi tinggi untuk pertanian, dapat menghasilkan tanaman yang memiliki
kualitas tinggi serta produksi tanaman pertanian yang lebih banyak. Pemanfaatan lahan
sebaiknya sesuai dengan potensi lahan yang dimiliki. Lahan sawah adalah lahan yang dikelola
sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah dan perlu adanya penggenangan pada
masa pertumbuhan padi. pada lahan sawah penggenangan tidak terjadi terus – menerus tetapi
mengalami masa pengeringan (Musa, dkk, 2006). Padi sawah adalah padi yang ditanam di
lahan sawah. Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak – petak dan dibatasi oleh pematang
(galengan), saluran untuk menahan/ menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah
tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut (BPS, 2012). Suatu
Penelitian oleh D. Subardja1, A. Kasno2, Sutono2, dan H. Sosiawan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi dan mengkarakterisasi lahan bekas tambang timah untuk perencanaan
pencetakan dan pengelolaan sawahbaru di daerah Perlang, Kabupaten Bangka Tengah. Dan
menurutnya Lahan agak melandai, tanah berpasir, umumnya bertekstur pasir berlempung
sampai lempung liat berpasir. Kualitas air kolong sebagai sumber air bagi pengelolaan sawah
bekas tambang timah tergolong sangat baik, dengan kadar logam berat Pb dan Cd sangat
rendah.

2.2 Produktivitas Air


Efisiensi penggunaan air mutlak diperlukan dalam upaya untuk meningkatkan nilai
ekonomi air irigasi, oleh karena itu salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan
mengubah paradigma nilai produktivitas lahan dari hasil produk (produk komoditi) per satuan
luas lahan menjadi produktivitas air yaitu hasil persatuan volume air yang digunakan.
Produktivitas air tanaman adalah perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan jumlah air
yang diberikan terhadap tanaman, dengan satuan kg hasil per m3 air yang digunakan.
Peningkatan produksi tanaman dengan menggunakan air yang sedikit dapat dilakukan dengan
penerapkan konsep produktivitas air tanaman (CWP) melalui sistem irigasi (Prabowo &
Wiyono, 2006).

2.3 Air Irigasi


Peran air dalam pertumbuhan dan penyebaran tanaman dimuka bumi sangat penting.
Secara ekolologi sebaran tanaman yang tumbuh di muka bumi ini tidak terlepas dari
keberadaan air, yang ditandai curah hujan yang jatuh pada masing-masiing daerah atau
wilayah. Factor lingkunagn yang utama adalah kondisi tanah dan iklim yang berinteraksi
dengan factor genetic tanaman, akan menghasilkan keadaan tanaman yang berbeda.
Pengertian Irigasi Irigasi adalah menyalurkan air yang perlu untuk pertumbuhan
tanaman ke tanah yang diolah dan mendistribusinya secara sistematis (Sosrodarsono dan
Takeda, 2003). Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah
tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi).

3
Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan dan saluran buatan
untuk keperluan penunjang produksi pertanian.
Menurut Abdullah Angoedi dalam sejarah irigasi di Indonesia disebutkannya bahwa
dalam laporan pemerintah belanda irigasi didefinisikan sebagai berikut.
“ secara teknis menyalurkan air melalui saluran-saluran pembawa ke tanah pertanian dan
sebuah air tersebut diambil manfaat sebesar-besarnya menyalurkan ke saluran-saluran
pembuangan terus ke sungai.

2.4. Kebutuhan Air Irigasi


Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian. Oleh karena
itu investasi irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka penyediaan air untuk
pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani, maka air
(irigasi) harus diberikan dalam jumlah, waktu, dan mutu yang tepat, jika tidak maka tanaman
akan terganggu pertumbuhannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi
pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).
Kebutuhan air irigasi padi sawah meliputi kebutuhan untuk evapotranspirasi, kehilangan
air karena perkolasi dan rembesan, di samping itu untuk pengairan awal dibutuhkan sejumlah
air untuk penjenuhan tanah. Sedangkan pada tanaman selain padi sawah kehilangan air karena
perkolasi dan rembesan tidak termasuk kebutuhan air irigasi. Fungsi air tanaman padi adalah
untuk mengatur suhu tanaman dan kondisi kelembaban serta mempengaruhi pertumbuhan dan
hasil tanaman padi (Winarso, 1985).
Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan
memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh
faktor-faktor berikut :
a. Penyiapan lahan
b. Penggunaan konsumtif
c. Perkolasi dan rembesan
d. Pergantian lapisan air
e. Curah hujan efektif.
Besarnya kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan
bergantung kepads acara pengelolahan lahan. Besarnya kebutuhan air sawah dinyatakan
dalam mm/hari.
Angka kebutuhan air berdasarkan literature yang ada yaitu:
 Pengelolahan tanah dan persemaian, selama 1-1,5 bulan dengan kebutuhan air 10-14
mm/hari
 Pertumbuhan pertama (vegetative), selama 1-2 bulan dengan kebutuhan air 4-6
mm/hari
 Pertumbuhan kedua (vegetative), selama 1-1,5 bulan dengan kebutuhan air 6-8
mm/hari
 Pemasakan selama lebuh kurang 1-1,5 bulan dengan kebutuhan air 5-7 mm/hari
Kedalaman air disawan yang selama ini dilakukan petani yaitu:

4
 Kedalaman air disawah setinggi sekitar 2,50 cm dimkasudkan untuk mengurangi
pertumbuhan rumput.
 Kedalama air disawah setinggi sekitar 5,0-7,5 cm dimaksudkan untuk meniadakan
pertumbuhan rumput/gulam.

Dalam dokumen peraturan pemerintah nomor 23/1982 pasal 1,irigasi,bangunan,dan


petak irigasi
Yang dibakukan yaitu:
a. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian.
b. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan yang
diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan
pengambilan,pembagian, pemberian,dan penggunaannya
c. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan
irigasi.
d. Cetak irigasi adalah petak tanah yang memproleh air irigrasi
e. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan
lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat
berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.
f. Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,
penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian
(mineral, batubara, panas bumi, migas) .

5
BAB III
METODOLOGI

Kegiatan penelitian dilakukan di kantor (desk work), lapangan dan dilaboratorium,


terdiridari: (1) identifikasi dan karakterisasi lahan untuk menetapkan kesesuaian lahan dan
teknologi pengelolaannya, (2) penyusunan desain pencetakan dan pengelolaan sawah pada
lahan bekas tambang timah. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 di Perlang,
Kabupaten Bangka Tengah

Identifikasi dan karakterisasi lahan


Calon lokasi sawah bukaan baru terletak di daerah Ranggung, Kabupaten Bangka
Selatan. Kegiatan ini meliputi: (i) studi pustaka, kompilasi dan validasi data tersedia yang
relevan dengan calon lokasi, (ii) identifikasi dan karakterisasi lahan, termasuk survey
topografi untuk dasar pembuatan desain pencetakan sawah, (iii) analisis contoh tanah dan air
di laboratorium untuk penetapan status kesuburan tanah dan kualitas air irigasi, (iv)
interpretasi data tanah dan penyusunan paket teknologi pengelolaan sawah bukaan baru, dan
(v) delineasi calon lokasi sawah bukaan baru.

Bangka Selatan meliputi pengamatan tanah, klasifikasi tanah dan delineasi unitunit
lahan yang potensial untuk pengembangan sawah. Intensitas observasi tanah 50 m x 50 -100
m (1 observasi mewakili area 0.25-0.5 ha). Karakteristik tanah diamati melalui pemboran,
minipit/profil tanah sampai kedalaman 1.20 m atau sampai lapisan padas/batuan induk serta
lingkungan pembentukannya (bentuk wilayah/lereng, penggunaan lahan, batuan dipermukaan,
iklim) . Metode pengamatan tanah di lapang mengikuti Soil Survey Manual (Soil Survey
Division Staff, 1993) dan Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah (Balai Penelitian Tanah, 2004).
Klasifikasi tanah ditetapkan menurut Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010). Pada
lahan bekas tambang timah umumnya tanah sudah tercampur aduk dengan bahan galian
(tailing) dan bahkan juga dengan bahan induk tanah.

Data iklim dikumpulkan dari stasiun iklim terdekat, yaitu dari bandara Depati Amir,
Pangkalpinang. Contoh tanah diambil dari profil/minipit serta contoh komposit untuk
dianalisis sifat-sifat kimia tanah dan mineral fraksi pasir tanah. Contoh air diambil dari sungai
terdekat atau kolong bekas tambang untuk penetapan kualitas air untuk irigasi. Beberapa
contoh ring diambil dari profil untuk penetapan sifat fisik tanah. Metode dan prosedur analisis
tanah dan air mengacu pada Soil Survey Laboratory Methods and Procedures for Collecting
Soil Samples (SCS-USDA, 1982). Dalam analisis tanah, juga dilakukan penetapan kadar
logam berat (Pb, Cd, Cr). Survei topografi dilakukan dengan penjelajahan lapang secara grid
dengan menggunakan GPS Navigasi dan untuk mendapatkan beda tinggi yang lebih akurat
dilakukan dengan GPS Geodetik. Demikian juga untuk mengukur beda tinggi antara inlet
(titik pengambilan air di sungai dan kolong) dan outlet (titik keluar air irigasi pada lahan)
diukur menggunakan GPS Geodetik. Untuk memperoleh data sumberdaya air dilakukan
pengukuran lebar dan kedalaman sungai di beberapa titik pengamatan serta analisis panjang
sungai dan luas kolong dengan menggunakan citra landsat. Pengukuran debit sungai
menggunakan current meter. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Penyajian peta
peta diolah dengan teknik GIS. Faktor pembatas lahan, potensi air irigasi dan lingkungannya
diidentifikasi untuk mendukung penetapan teknologi pencetakan dan pengelolaan sawah
bukaan baru.

6
Penyusunan desain pencetakan dan pengelolaan sawah bekas tambang timah
Desain pencetakan sawah disusun berdasarkan hasil survei identifikasi dan
karakterisasi lahan dengan mempertimbangkan beberapa faktor utama yaitu status lahan,
kondisi lahan/tanah, penggunaan lahan saat ini, ketersediaan sumber air, dan rencana
pemanfaatan lahan ke depan. Beberapa informasi lahan/tanah yang perlu diperhatikan antara
lain: keadaan permukaan tanah, ketinggian tempat, kelerengan, kedalaman tanah, tekstur
tanah, ketersediaan air pengairan, tanah lapisan atas berliat untuk bahan timbunan sawah baru,
sumber bahan organik/pupuk kandang, dan faktor pendukung lainnya yaitu jalan usahatani,
instalasi jaringan irigasi (pompanisasi), penyediaan lokasi untuk kandang ternak sapi (2
ekor/ha), pakan ternak, dan rumah kompos.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat kimia dan kesuburan tanah


Lahan di lokasi yang akan dicetak menjadi sawah ditumbuhi oleh alangalang,
melastoma dan sebagian sudah direhabilitasi dengan tanaman sengon dan kaliandra.
Pertumbuhan tanaman di lokasi sangat kurus, ditunjukkan oleh daun tanaman yang lebih
panjang dari kondisi normal. Sebagian lahan (+ 2,5 ha) terbuka karena tanaman dan rumput
tidak mampu tumbuh. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena tanahnya merupakan bahan
induk yang tersingkap dan belum mengalami pelapukan (Gambar1). Tanah yang tidak
ditumbuhi tanaman mempunyai tekstur berpasir, diduga hara yang ada telah tercuci sangat
intensif dan tanah menjadi sangat kurus.

Gambar 1.1 Keadaan lahan calon pencetakan sawah di ranggung, Bangka Selatan.
Tabel 1.1 Status hara tanah hasil analisis dengan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK)

Kode lokasi Posfat Kalium Ph C-organik


Ksn 1 Rendah Rendah 5-6 Rendah
Ksn 2 Rendah Rendah 5-6 Rendah
Ksn 3 Rendah Rendah 5-6 Rendah
Ksn 4 Rendah Rendah 5-6 Rendah
Ksn 5 Rendah Rendah 5-6 Rendah

Hasil analisis tanah di laboratorium (Tabel 2), menunjukkan bahwa tanah bertekstur kasar
(berpasir) dengan kadar pasir berkisar 46-91%. Tanah bersifat masam (pH 4,3 – 5,0), kadar C-
organik rendah, hara N, P, K, Ca, Mg, Zn dan Cu rendah. Kapasitas tukar kation tanah dan
kejenuhan basa sangat rendah, sedangkan kejenuhan Al tergolong tinggi berkisar antara 45 –
85%. Untuk itu dalam mengelola lahan sawah bukaan baru pada lahan bekas tambang timah
di Perlang sangat diperlukan penambahan bahan organik, pemupukan dan pengapuran.

Air kolong sebagai sumber air untuk pengairan lahan sawah bukaan baru sangat baik dengan
pH 6,0. Kandungan logam berat Pb dan Cd sangat rendah (Tabel 2).

8
Tabel 1.2 Kandungan hara dalam air yang akan digunakan untuk pengairan
lahan sawah bukaan baru
Contoh air DHL pH NH4 K Na Ca Mg
DS/m ....................................mg/l.........................................
Air kolong 0,03 6,0 0,20 1,91 3,76 1,38 0,38
Contoh air NO3 PO4 SO4 HCO3 CO3 Pb Cd
........................................................Mg/l......................................................
Air kolong 1,65 0,00 0,21 8,95 0,00 0,03 td

Sifat fisik tanah


Hasil analisis sifat fisika tanah disajikan pada Tabel 4. Kondisi tanah sangat padat di
permukaan tetapi laju permeabilitasnya tinggi, sebab lapisan atas tanah berupa pasir tailing
yang tergolong halus. Lapisan permukaan mudah tererosi dan di beberapa tempat sudah
terbentuk erosi parit yang cukup dalam. Untuk mencetak sawah diperlukan sifat fisik tanah
yang mempunyai laju permeabilitas rendah. Tanah di Perlang mempunyai laju permeabilitas
yang makin menurun sejalan dengan makin dalamnya lapisan tanah. Calon lokasi lahan sawah
baru merupakan timbunan hasil reklamasi bekas tambang, lapisan terbawah > 40 cm berupa
overburden yang mempunyai berat isi rendah. Kondisi ini memungkinkan untuk dilakukan
pencetakan sawah, jika overburden pada kedalaman > 40 cm tersebut merata diseluruh areal.

Desain Pencetakan Sawah


Desain pencetakan sawah disusun berdasarkan hasil survei identifikasi dan
karakterisasi lahan bekas tambang timah dengan mempertimbangkan beberapa faktor utama
antara lain: ketinggian tempat, kelerengan, kedalaman tanah, tekstur tanah, penggunaan tanah,
ketersediaan air dan tanah berliat bahan timbunan, sumber bahan organik (pupuk kandang),
status kepemilikan tanah; dan faktor pendukung lainnya yaitu jalan usahatani, instalasi
jaringan irigasi (pompanisasi), lokasi kandang ternak sapi (2 ekor/ha), lahan pakan ternak dan
rumah kompos. Dengan mempertimbangkan beberapa faktor tersebut, maka lahan untuk
pencetakan sawah diprioritaskan pada lahan seluas 8 ha dari luas lahan yang teridentifikasi
17,7 ha. Desain pencetakan sawah disajikan pada Gambar;

Gambar 1.2
Desain bentuk sawah pada lahan pertambangan bekas
9
Rencana Teknis Pencetakan Sawah
Teknis pencetakan sawah pada lahan bekas tambang timah,
Kabupaten Bangka Tengah dirancang dengan beberapa tahapan kegiatan
sebagai berikut:
• Pengukuran dan pematokan batas lahan, ukuran petak sawah 50 x 50 m atau disesuaikan
dengan kondisi kelerengan lahan
• Lahan sawah dibuat berteras-teras
• Pembersihan dan perataan lahan
• Pemadatan tanah dengan alat berat dozer
•Pembuatan pematang sawah selebar 80 cm dan tinggi 50 cm dengan tanah dari hasil
dorongan dozer
• Penimbunan dan perataan tanah dengan tanah pucuk (berliat) setinggi 10 cm atau sebanyak
1.000 m3/ha
• Pemberian bahan organik (pupuk kandang) 10 ton/ha
• Pembuatan jalan usahatani lebar 4 m dan tinggi 50 cm atau disesuaikan dengan kelerengan
lahan
• Instalasi jaringan irigasi secara pompanisasi

10
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengumpulan data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kita juga
dapat memanfaatkan bekas kolong penambangan sebagai sumber air irigasi untuk
percetakan sawah baru dan pembuatan lahan persawah baru. Sehingga terbukanya
lapangan kerja seperti menjadikan masyarakat setempat untuk berprofesi sebagai petani.
Dengan menjadi petani, masyarakt akan mengelola lahan bekas tambang, sehingga akan
lebih baik dijadikan sebagai lahan pertanian. Sedangkan masyarakat yang berprofesi
sebagai penambang dapat menimbulkan beberapa kerugian dan untuk penambang juga
masih ilegal atau tidak resmi. Jadi dengan mengelola kembali lahan bekas penambangan
sebagai sumber air irigasi dan pembuatan lahan persawahan lebih baik dilakukan agar
dapat dimanfaatkan bkas lahan penambangan tersebut.

B. SARAN
Dengan memberikan beberapa penyuluhan atau sosialisasi pada desa yang bersangkutan
agar para masyarakat setempat dapat menjaga lingkungan dengan berprofesi sebagai petani
dibandingkan penambang.
Dengan terjaganya lingkungan kita maupun masyarakat setempat juga dapat menikmati
keindahan alam yang sangat indah dan juga banyak manfaat manfaat lainnya jika kita
menjaga lingkungan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bustami. 2004. Prioritas Aktivitas Pertanian, Industri dan Pertambangan di Kabupaten


Kulon Progo [skripsi]. Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Erfandi D. 2017. Pengelolaan Lansekap Lahan Bekas Tambang: Pemulihan Lahan dengan
Pemanfaatan Sumberdaya Lokal (In-Situ). J Sumberdaya Lahan 11(2):55-66.
Fuadi NA, Purwanto MYJ, Tarigan SD. 2016. Kajian Kebutuhan Air Dan Produktivitas Air
Padi Sawah Dengan Sistem Pemberian Air Secara Sri Dan Konvensional Menggunakan
Irigasi Pipa. J Irigasi 11(1):23-32.
Meyzilia A, Darsiharjo. 2017. Pemanfaatan Kolong Bekas Galian Tambang Timah untuk
Budidaya Eceng Gondok di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Gea. J Pendidikan
Geografi 17(2):153-158.
Palupi NP. 2012. Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang Sebagai Media Tumbuh Tanaman
Budidaya dengan Aplikasi Dolomit dan Seresah Tanaman dengan Tanaman Uji Kailan. J
Agrifor 11(2):140-147.
Priyonugroho A. 2014. Analisis Kebutuhan Air Irigasi (Studi Kasus Pada Daerah Irigasi
Sungai Air Keban Daerah Kabupaten Empat Lawang). J Teknik Sipil dan Lingkungan
2(3):457-470.
Sinaga IL, Jamilah, Mukhlis. 2013. Kualitas Air Irigasi di Desa Air Hitam Kecamatan
Limapuluh Kabupaten Batubara. J Online Agroteknologi 2(1):186-191.
Sondakh J. 2017. Bagi Hasil Investasi Sebagai Hak Masyarakat Adat Pada Wilayah
Pertambangan di Era Otonomi Daerah. J Hukum Unsrat 23(8):27-46.
Subardja D, Kasno A, Sutono, Sosiawan H. 2010. Identifikasi dan Karakterisasi Lahan Bekas
Tambang Timah untuk Pencetakan Sawah Baru di Perlang, Bangka Tengah.
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosidingsemnas2010/d
%20subarja%20a%20kasno.pdf. [27 Nov 2019].
Toruan HDL. 2015. Pergeseran Paradigma Hukum Investasi Pertambangan (Mining
Investment Law Paradigm Shifts). J RechtsVinding 4(2):255-277.
Yuliana HS. 2017. Analisis Dampak Pertambangan Timah Rakyat Terhadap Bencana Banjir
(Studi Pada Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016). J
Prodi Manajemen Bencana 3(1):57-73.

12
LAMPIRAN

13
Lampiran 1. Langkah – Langkah Dalam Pembuatan Persawahan di Lahan Bekas Tambang.

1. Lokasi Penanaman

Gambar 2.1 Lokasi Sawah bukaan baru lahan bekas tambang.

Mengapa sawah bukaan baru? Dalam rangka meningkatkan produksi pangan


khususnya beras, banyak kendala yang dihadapi, salah satunya adalah masalah ketersediaan
lahan, jumlah penduduk terus bertambah, dan fragmentasi lahan yang menyebabkan luasan
lahan sawah per rumah tangga petani semakin sempit. Tekanan alih fungsi lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian (permukiman perkotaan, infrastruktur, dan kawasan industri)
terus meningkat.

2. Pengolahan tanah

Gambar 2.2 Pengolahan tanah

Pengolahan tanah Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan cangkul atau bajak.
Akhir-akhir ini pengolahan tanah dengan cangkul mulai ditinggalkan karena perlu tenaga
kerja banyak, waktu kerja lebih lama, dan menjadi relatif mahal. Pemakaian cangkul hanya
terbatas pada bidang olah yang tidak terolah dengan bajak (sudut-sudut petakan) dan
pembuatan petakan.
Manfaat pencangkulan pertama antara lain (a) membalik lapisan olah tanah agar cepat
gembur (b) memberantas gulma karena akar dan tanaman gulma dapat terputus (c)
pembenaman dan bercampurnya bahan organik dengan tanah

14
3. Benih

Gambar 1,3 Benih padi


Untuk mendapatkan hasil panen padi sawah, baik sawah lama atau bukaan baru,
diperlukan pemilihan benih padi yang unggul. Benih yang akan ditanam harus berlabel,
kalau memungkinkan benih dengan kelas ES (Extension Seed) atau yang berkelas lebih
tinggi lagi seperti SS (Stock Seed) dan FS (Foundation Seed). Sebelum disemai sebaiknya
ada perlakuan benih (seed treatment) seperti direndam dahulu dengan air garam untuk
mendapatkan benih yang bernas atau berkualitas baik dan dicampur dengan fungisida.

4. Penanaman

Gambar 1.4 Penanaman padi dengan sistem tapin dan sistem tabela

Pada umumnya penanaman ada 2 cara, yaitu: 1). Sistem pindahan atau Tapin
dan 2). Sistem tabur benih langsung atau Tabela.
 Sistem pindahan atau tapin (transplanting system)
Sistem tanam pindah umumnya dapat dilaksanakan baik pada lahan sawah
bukaan baru yang berasal dari lahan kering maupun yang berasal dari lahan rawa.
Pada lahan sawah bukaan baru yang berasal dari lahan rawa tanam pindah dapat
dilaksanakan tanam pindah dengan sistem di tugal, mengingat umumnya lahan sawah
baru yang berasal dari lahan rawa biasanya masih banyak sisa-sisa batang kayu dan
akar yang menyembul di permukaan tanah. Pada sistem tanam pindah, benih padi
disemaikan dahulu di bedeng-bedeng persemaian. Untuk 1 kg benih padi diperlukan
10 m2 bedeng pesemaian. Kebutuhan benih pada sistem tanam pindah 25 – 30 kg.
15
Bibit tanaman padi siap ditanam pindahkan saat berumur antara 18 – 25 hari dengan
2-3 bibit per lubang. Penanaman bibit yang berumur lebih dari 25 hari, akan
mengurangi jumlah anakan padi. Bibit dapat juga ditanam saat berumur 12 – 15 hari
(tanam muda) dengan 1 – 2 bibit per lubang.
 Sistem tabela
Sistem tabur benih langsung (tabela) biasanya dilaksanakan pada tahun-tahun
awal pencetakan sawah bukaan baru, terutama pada lahan sawah bukaan baru yang
berasal dari lahan rawa. Alasan utama petani melaksanakan sistem tabela adalah lahan
belum bersih dari sisa perakaran, menghemat waktu dan biaya pengerjaan, dan sulit
tenaga kerja. Ada beberapa kekurangan dari cara tanam dengan sistem tabela,
diantaranya adalah: kebutuhan benih lebih banyak, sulit melakukan penyiangan karena
penanamannya tidak teratur, sulit mengendalikan hama dan penyakit (tabela dengan
cara tabur).

5. Pengairan dan tata air

Gambar 1.5 Saluran irigasi persawahan

Air merupakan unsur utama dalam budi daya tanaman padi sawah. Pada sawah
bukaan baru, pengairan dapat bersumber dari air sungai, check dam, dan air kolong
bekas penambangan. Pembuatan saluran irigasi diusahakan jangan terlalu dalam,
sehingga air dapat diatur masuk ke petakan sawah

16

Anda mungkin juga menyukai