Anda di halaman 1dari 13

DASAR BUDIDAYA TANAMAN

“Pertanian Lahan Basah”

Disusun oleh:
Kelompok 2
Siti Robiatul Atdawiyah 145040100111063
Faiza Arga P. 145040100111079
Villihan Rochmayulia Putrantye 145040101111031
Citra Narindra M.P 145040101111056
Hariyoga Arya Pradana 145040101111066
Shinta Puspita Riadi 145040101111111
Yuni Fransiska Sitanggang 145040101111156
Muhammad Idham A 145040101111191
Novellia Karlinda Utari 145040107111024
Kelas D

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
Pengertian Lahan Basah
Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh
dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Lahan basah adalah
suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau
sementara, mengalir atau tergenang, tawar asin atau payau, termasuk di dalamnya
wilayah laut yang kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling
rendah. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi
oleh lapisan air yang dangkal. Pertanian lahan basah sangat cocok diterapkan di
Indonesia, misalnya di utara jawa, kalimantan dan sumatra. Padi merupakan
tanaman yang paling banyak dibudayakan dalam pertanian lahan basah. Luas
lahan basah di Indonesia sekitar 38.000.000 ha, terluas se-Asia
Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman
hayati yang tinggi dibanding dengan kebanyakan ekosistem. Kawasan lahan basah
merupakan lahan yang subur, sehingga sering dibuka, dikeringkan, dan dikonversi
menjadi lahan-lahan pertanian. Pertanian lahan basah adalah pertanian yang
dikembangkan pada dataran rendah yang mempunyai ketinggian kuran dari 300
meter di atas permukaan laut yang disekitarnya terdapat banyak air dari sungai-
sungai atau saluran irigasi. Lahan basah dicirikan oleh muka air tanah yang
relative dangkal dan juga dekat dengan permukaan tanah pada waktu yang cukup
lama, sepanjang tahun untuk menumbuhkan hidrofita, yaitu tumbuh-tumbuhan
yang khusus tumbuh di wilayah basah.

Sejarah Lahan Basah


Para pakar arkeologi sepakat bahwa pembudidayaan di lahan basah
berawal di China. Bukti keberadaan sawah padi pertama ditemukan bertanggal
6280 tahun yang lalu berdasarkan penanggalan karbon dari biji padi dan materi
organik tanah yang ditemukan di situs Chaodun di Kushan County. Di sebuah
situs Neolitik di Caoxieshan, arkeologis melakukan penggalian dan menemukan
sebuah lokasi yang dipercaya dulunya merupakan sawah. Diperkirakan situs di
Caoxieshan bertanggal 4000 hingga 3000 SM. Selain itu terdapat 10 lokasi
arkeologi yang terkait dengan sawah di Korea. Dua diantaranya yang tertua
berada di Okhyun dan Yaumdong, Ulsan, dibangun sejak Mumun pottery
period. Terdapat bukti arkeologis pula bahwa beras (padi yang sudah dihilangkan
sekamnya) disimpan untuk keperluan militer dan prosesi pemakaman sejak
zaman Neolitikhingga Dinasti Han di China
Sebuah studi yang dipublikasikan Proceedings of the National Academy of
Sciences of the United States of America menemukan bahwa semua jenis padi
yang dibudidayakan saat ini, baik dari spesies indica maupun japonica, berasal
dari satu spesies padi liar Oryza rufipogon yang ada pada tahun 8200 tahun hingga
13500 tahun yang lalu di China. Padi sawah dibudidayakan diberbagai negara
seperti Bangladesh, China, Filipina, India, Indonesia, Iran, Jepang, Kamboja,
Korea Selatan, Korea Utara, Laos, Malaisya, Myanmar, Nepal, Pakistan, Srilanka,
Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Padi sawah juga ditanam di Eropa seperti di
Piedmont (Italia) dan Camargue (Prancis).
Sawah
Sawah adalah sebidang lahan pertanian yang kondisinya selalu ada dalam
kondisi basah dan kadar air yang dikandungnya selalu di atas kapasitas lapang,
biasanya digarap dan dialiri untuk tempat menanam padi. Untuk keperluan ini,
sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan
penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi
sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan. Pada lahan
yang berkemiringan tinggi, sawah dicetak berteras atau lebih
dikenal terasiring atau sengkedan untuk menghindari erosi dan menahan air.
Sawah berteras banyak terdapat di lereng-lereng bukit atau gunung di Jawa dan
Bali.
Sawah merupakan salah satu sumber utama emisi metana atmosferik dan
diperkirakan mengemisikan antara 50 hingga 100 juta ton gas metana per
tahun. Sebuah studi menunjukan dengan mengeringkan sawah untuk sementara
sambil mengaerasikan tanah bermanfaat untuk mengganggu emisi gas metana dan
juga meningkatkan hasil padi.
Sebidang sawah dicirikan oleh beberapa indicator, yaitu :
1. Topografi selalu rata
2. Dibatasi oleh pematang
3. Diolah selalu pada kondisi berair
4. Ada sumber air yang kontinyu, kecuali sawah tadah hujan an
sawah rawa
5. Kesuburan tanahnya relative stabil meskipun diusahakan secara
intensif, dan
6. Tanaman yang utama diusahakan petani padi sawah

Macam-macam Sawah berdasarkan System Irigasinya/Pengairan:


A. Sawah Pengairan Teknis
Sawah yang bersumber pengairannya berasal dari sungai, artinya
selalu tersedia sepanjang sepanjang tahun, dan air pengairan yang masuk
ke saluran primer, sekunder, dan tersier volume terukur. Oleh karena itu,
pola tanam pada sawah teknis ini lebih fleksibel dibandingkan dengan
sawah lainnya. Ciri sawah jenis ini dalam pola tanamnya sebagian besar
selalu padi – padi, meskipun ada pola tanam lain biasanya terbatas di
daerah – daerah yang para petaninya sudah mempunyai orientasi ekonomi
yang tinggi, seperti di daerah kebupaten Kuningan dan kabupaten Garut.
B. Sawah Pengairan Setengah Teknis
Sawah yang sumber pengairannya dari sungai, ketersediaan airnya
tidak seperti sawah pengairan teknis, biasanya air tidak cukup tersedia
sepanjang tahun. Pola tanam pada sawah ini biasanya padi – palawija atau
palawija – padi. Sawah tipe ini banyak terdapat di daerah kabupaten Garut
bagian selatan, kabupaten Cianjur selatan, dan kabupaten Sukabumi
selatan.
C. Sawah Pengairan Pedesaan
Sawah yang sumber pengairannya berasal dari sumber-sumber air
yang terdapat di lembah-lembah bukit yang ada di sekitar sawah yang
bersangkutan. Prasarana irigasi seperti saluran, bendungan dibuat oleh
pemerintah desa dan petani setempat, serta bendungan irigasi umumnya
tidak permanen. Pola tanam pada sawah pengairan pedesaan ini biasanya
padi – padi, dan padi – palawija, atau padi – bera. Petani yang melakukan
padi – padi biasanya terbatas di daerah-daerah yang berdekatan degan
sumber air saja, sedangkan yang jauh biasanya hanya ditanami padi sekali
saja pada musim hujan dan pada musim kemarau dibiarkan bera. Sawah
jenis ini hampir di seluruh kabupaten ada namun luasanya terbatas sekali.
D. Sawah Tadah Hujan
Sawah yang sumber pengairannya bergantung pada ada atau
tidaknya curah hujan. Sawah jenis ini biasanya terdapat di daerah-daerah
yang topografinya tinggi dan berada di lereng-lereng gunung atau bukit
yang tidak memungkinkan dibuat saluran irigasi. Oleh karena itu, pada
sawah semacam ini pola tanamnya adalah padi – bera, padi – palawija, dan
palawija – padi.
E. Sawah Rawa
Sawah yang sumber airnya tidak dapat diatur. Karena sawah ini
kebanyakan terdapat di daerah lembah dan cekungan atau pantai.
Kondisinya selalu tergenang air karena airnya tidak dapat dikeluarkan atau
diatur sesuai dengan kebutuhan. Ciri utama sawah rawa adalah diolah atau
ditanami pada musim kemarau dan dipanen menjelang musim hujan.
Tanaman yang utama adalah padi rawa yang mempunyai sifat tumbuhnya
mudah menyesuaikan dengan permukaan air apabila tergenang melebihi
batas permukaan atau dilanda banjir. Sawah rawa banyak terdapat di
kabupaten Kawarang sebelah utara, kabupaten Indramayu, dan di pulau-
pulau luar Jawa, seperti Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatera Selatan.
F. Sawah Rawa Pasang Surut
Sawah yang system pengairannya dipengaruhi naik dan turunnya
air laut (pasang laut). Ciri khas sawah pasang surut ini adalah bahwa
pengolahan tanah sangat sederhana yaitu hanya pembabatan rumput pada
musim kemarau menjelang musim hujan tiba dan panen pada musim
hujan. Sawah rawa pasang surut ini banyak terdapat sepanjang sungai
yang besar – besar seperti di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan
Irian Jaya.
G. Sawah Lebak
Sawah yang terdapat dikanan-kiri tebing sungai dan di delta-delta
sungai yang besar. Sawah ini sumber pengairannya dari sungai yang
bersangkutan. Pemasukan airnya dilakukan dengan memakai alat
pengeduk seperti timba atau kincir air yang dibuat di sebelah kiri kanan
sawah yang bersangkutan. Sawah jenis ini biasanya ada pada musim
kemarau ketika air sungai yang bersangkutan surut, pengolahan dan
penanaman pada musim kemarau dan panen menjelang musim hujan.
Sawah lebak terdapat di Jawa Timur lembah Bengawan Solo, Kali
Berantas, dan Delta Musi di Sumatera Selatan.

Manfaat Lahan Basah


1. Dapat menghasilkan padi sebagai sumber makanan pokok
2. Mencegah banjir
3. Mencegah abrasi pantai
4. Mencegah intrusi air
5. Menghasilkan material alam yang bernilai ekonomis
6. Menyediakan manusia akan air minum, irigasi, mck, dsb.
7. Sebagai sarana transportasi
8. Sebagai sarana pendidikan dan penelitian
9. Pada waktu musim kemarau pada sawah irigasi juga dapat
ditanami palawija sperti kedelai, kacang hijau, ketela rambat, atau buah
seperti melon, semangka dan sebagainya.
10. Dapat juga dijadikan kolam ikan pada saat musim kemarau
Budidaya Pertanian Lahan Basah

1. Pembukaan Lahan dan Pengelolaan Air


Pembukaan lahan hutan merupakan awal dari pengelolaan lahan
dan sekaligus merupakan upaya pertama mengelolaan air. Langkah yang
pertama yang dilakukan dalam pembukaan lahan meliputii pembukaan
suatu jalur hutan dimana sebuah paril sempit akan digali sehingga lahan
didrainase secara buatan. Handil atau anjir dibuat untuk memperluas
pengeruh pasang surut air, yang akhirna dimanfaatkan untuk kepentingan
pertanian.
2. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah di persawahan lahan basah yag dilakukan adalah
pembersihan lahan dengan cara pengendalian gulma (terutama purun
tikus) yang dominan di dahan rawa. Gulma tersebut dapat memperkaya
tanah dengan pupuk organic yang bersala dari vegetasi gulma yang
membusuk. Ada 2 cara pengolahan (pengendalian gulma) tanah sawah
lahan basah dengan menggunakan tajak yaitu :
a. Manatat yaitu penebasan sawah yang dilakukan dalam keadaan
yang kering (pada musim kemarau) biasanya pekerjaan ini dulakukan
pada sebulan setelah panen. Tujuan manatat adalah mempermudah
penebasan musim tanam tahun berikutnya dan mengurangi
oertumbuhan rumput yang lambat busuk. Rumput-rumput hasil tebasan
itu ditebarkan dan diratakan dipermukaan lahan sawah, ditebarkan
sampai kering, dan ketika musim hujan sawah terendam dan rumput-
rumput membusuk menjadi pupuk organic, dan rumput tersebut dapat
menekan pertumbuhan anakan gulma, tanaman sawah siap untuk
ditanamai, biasanya ditanami dengan bibit yang gberdasarkan dari
persemaian taradakan.
b. Marincang yaitu menebas rerumputan gulma pada saat lahan
sawah sudah berair, rerumputan hasil tebasan itu diratakan di
permukaan lahan sawah fungsinya agar rerumputan itu dapat terendam
air dengan merata. Manatat atau merincang dikerjakan pada lahan
sawah tahun, sedamgkan lahan sawah pasang surut hanya dikerjakan
dengan cara merincang.
3. Dari Persemaian Hingga Panen
Pada lahan gambut atau pasang surut umumnya permukaan air
cukup tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk menyebarkan benih
secara langsung di areal pertanaman. Untuk mengatasi hal ini, para petani
lahan basah melakukan persemaian (tanam pindah, transplantasi) yang
adakalanya dilakukan sampai tiga kali yaitu taradakan atau palaian
(persemaian I), ampakan (persemaian II) dan lacakan (persemaian III).
a. Persemaian Taradakan / Tugal (Dry Bed Nursery)
Persemaian dengan cara taradakan paling banyak dilakukan
petani. Persemaian ini dilakukan pada permulaan musim hujan
(Oktober-November). Lahan persemaian dipilih pada daerah yang
cukup tinggi agar tidak terndam ketika air pasang datang. Setelah
dibersihkan dari rerumputan, pada lahan itu dibuat lubang dengan alu
atau alat penumbuk lainnya untuk memasukkan benih padi yang telah
disiapkan. Untuk 150 m2 persemaian diperlukan 5 kg benih. Setelah
dua kali pemindahan (transplantasi) tanaman persemaian itu cukup
untuk menanam 1 hektar sawah (Noorsyamsi dan Hidayat, 1974;
Noorsyamsi et al., 1984).
Benih padi yang akan disemai, terlebih dahulu direndam
selama satu malam, kemudian dimasukkan ke dalam bakul untuk
ditiriskan. (ada juga petani yang langsung menugalakan benih itu tanpa
direndam terlebih dahulu). Sebanyak 50 benih per lubang dengan jarak
antar lubang tugal 15 cm dan beberapa cm di bawah permukaan tanah.
Setelah benih dimasukkan, permukaan lahan disapu dengan sapu lidi
sehingga lubang itu tertutup kembali dan benih yang telah ditugalkan
itu aman dari serbuan tikus, ayam atau burung. Untuk lebih aman lagi,
permukaan lahan ditutup dengan rumput bekas tebasan. Ada juga
petani yang memasang batang pisang de sekeliling lahan persemaian
itu dan di atasnya ditutupi dengan hampang (balat), sehingga benih
padi lebih aman dari serangan hama. Tanaman taradakan
dipertahankan sampai berumur 35-40 hari. Persemaian yang telah
tumbuh 20 – 30 cm tidak perlu diampak lagi, sebagaiman yang
dilakukan pada persemaian dengan sistem palai, tetapi langsung
dilacak ke sawah (Sjarifuddin, 1994).
b. Palaian (Dapong”, Raft Nursery)
Jika taradakan gagal karena tingginnya curah hujan atau
diserang tikus dan tidak cukup[ waktu untuk melakukan persemaian
kembali dengan cara yang biasa, cara lain untuk melakukan
persemaian adalah palaian, suatu versi Kalimantan dari persemaian
“dapog” yang dilakukan di Filipina. Benih disiapkan dengan cara
memasukkannya ke dalam bakul dan menutupnya. Bakul itu
ditempatkan pada lokasi yang lembab (dekat pencucian alat dapur atau
di pemandian) atau malah direndam di sungai. Benih yang telah
tumbuh (akarnya telah keluar) kemudian disemaikan di palaian yang
telah disiapkan sebelumnya.
Palaian dapat dilakukan dengan menggunakan rating batang
pisang atau pelepah rumbia, atau dilakukan di tebing-tebing sungai
atau danau. Rakit dibuat dari batang pisang yang dilapisi dan ditutupi
dengan lumpur (tebal 5 – 10 cm) dan ditempatkan pada suatu penahan
atau diapungkan dipermukaan sungai. Benih yang belum berkecambah
di sebar di atas medium lumpur itu (1 kg benih untuk 2 m2) dan
ditutupi. Dengan cara ini 5 kg benih ditebarkan pada 10 m2
persemaian biasanya cukup untuk bibit (dan setelah dua kali
dipindahkan) untuk menanam 1 hektar sawah.
Untuk cara penyemaian di tebing sungai, lahan persemaian
harus disiapkan terlebih dahulu dengan cara membersihkan
(membabat) rumput yang tumbuh disana, kemudian menimbun atau
menguruk lahan itu dengan lumpur hingga merata. Setelah itu benih
padi disemai dipermukaan lumpur dengan cara menyebar dan
menenggelamkannya ke dalam lumpur itu. Dalam beberapa hari benih
itu akan tumbuh.
Dibandingkan dengan bibit “taradakan”, bibit “palaian”
tumbuh lebih cepat namun umumnya lebih lemah. “Palaian” dapat
dianggap sebagai persemaian darurat (Noorsyamsi dan Hidayat, 1974;
Noorsyamsi et al, 1984).
Palaian yang sudah tumbuh sekitar 10 – 15 cm (berumur sekitar 15
hari) dikerat persegi “alasnya” dengan ukuran sekitar 8 x 8 cm, keratin
ini dibawa ke tempat lain atau langsung ke lahan yang kedalaman
airnya sekitar 2-3 cm. proses pemindahan ini disebut ma-ampak
(menanam kembali), sedangkan persemaiannya disebut ampakan.
Apabila batang padi yang diampak itu sudah cukup besar, barulah
dilacak di sawah (Sjarifuddin, 1994).
c. Ampakan (First Transplanted Seedlings)
Bibit taradakan dipelihara di persemaian selama 40 hari
kemudian bibit palaian selama 15 hari. Sampai tahap ini, air terus
meninggi, sehingga bibit belum bisa ditanam langsung di sawah. Bibit
dari persemaian “taradakan” atau “palaian” itu kemudian dipindahkan
(transplantasi) ke bagian lahan yang lain. Bibit yang pertama
dipindahkan ini disebut “ampakan”, dilakukan antara bulan Desember
– Januari. Alasan untuk dilakukan pemindahan ini terutama untuk
meningkatkan kemampuan tumbuh bibit dan mendorong perbanyakan
anakan tanaman. Luasan areal persemaian “ampakan” ini sekitar 20 %
dari luas areal pertanaman yang sesungguhnya, atau dengan cara
membagi bibit dari persemaian I menjadi 4 – 5 bagian. Pada
“ampakan” ini tanaman dipertahankan sampai berumur 35-45 hari
(Noorsyamsi dan Hidayat, 1974; Noorsyamsi et al., 1984). Menurut
Noor et al. (1991), persemaian “ampakan” memerlukan pupuk 100 kg
Za dan 75 kg TSP/ha.
d. Lacakan (Second Transplanted Seedlings)
Selama tahap persemaian ampakan, lahan lainya dipersiapkan
untuk memindah bibit 8untuk kedua kalianya. Pada saat ini curah
hujan sudah sangat tinggi dan lahan tempat bibit akan dipindahkan
sudah penuh tergenang. Persemaian lahan untuk memindahkan kedua
ini mencangkup penebasab vegetasi. Vegetasi yang ditebas dibiarkan
untuk terdekomposisi dalam air dan setelah itu dipergunakan dilahan
sebagai sebaghai pupuk hijau. Sepertiga total lahan yang akan ditanami
disiapkan menurut pola berjalur (strips). Persemaian ampakan
dipindahkan pada bulan januari dan memindahkan yang kedua kali
disebut lacakan.
Persemaian lacakan perlu dilakukan mengingatsurah hujan
yang tinggi sehingga lahan tergenang cukup tinggi sedangkan lahan
tergenang cukup tinggi sedangkan keadaan tanaman masih terlalu
pendek. Bi bit lacakan tidak dapat ditanam dilahan utama sampai
tanaman mengembang anakan yang kuat dan dapat tumbuh dengan
memuaskan pada keadaan level air dilahan utama. Lamanya
poersemaian lacakan biasanya antara 50 – 70 hari, tergantung banyak
bibit yang diperlukan untuk transplanting terakhir dan kedalaman air
dilahan utama. Umur lacakan yang terbaik adalah antara 55 – 60 hari
(apabila lacakan sudah beranak dan batangnya mulai keras).
Pemindahan kedua dimaksudkan untuk merangsang perbanyakan
anakan demi untuk memperoleh bibit yang cukup untuk pertanaman
terakhir dan juga untuk menunggu saat oermukaan air yang paling
menguntungkan diulahan sawah untuk pertanaman terakhir.
e. Penyiapan Lahan Untuk Transplanting Terakhir
Sekitar sebulan setelah bibit lacakan ditanam, lahan yang
tersisa disiapkan untuk penanaman terakhir. Pekerjaan ini biasanya
dilkukan pada bulan februari mengikuti hala yang sama sebagaimana
untuk transpalanting terdahulu.
f. Penanaman Dilahan Utama
Pada bulan maret _april permukaan air dilahan sawah cukup
rendah untuk penanaman terakhir. Persemaian lacakan yang kini
mempunyai anakan melimpah digali dan ditanam, setelah bagaian atas
dan akarnya dipangkas. Tak ada batasan mengenai jarak tanam yang
diperlukan. Metoda yang sering dikenal senagai “sedepa lima”.
Lubnang tanam di Tanami dengan 2-3 bibit/lubang tergantung varietas.
Pada pertanian lahan basah ini kecuali pupuk hijau tak ada pupuk lain
digunakan. Permukaan tinggi selama pertumbuhan vegetative dari
tanaman padi dan pengruh penutupan (shading) dari verietas
tradisiomal tinggi. Karena itu populasi gulama relative sedikit dan taj
dilakukan penyiangan gulma.
g. Panen
Panen biasanya dilakukan pada bulan agustus-september
dengan memotong tangkal pada dasarnya dengan alat ani-ani
(ranggaman). Sabit tidak umum digunakan didaerah ini. Padi itu
dikumpulkan dan dirontokkan dengan kaki. Dibersihkan dengan
gumbaan, sebuah mesin penampi yang dioperasikan dengan tangan.
Padi kemudian dijemur sebelum disimpan di limbung kecil.
Kendala dan Solusi Lahan Basah
A. Kendala:
Ada beberapa kendala yang dihadapi pada lahan basah, antara lain:
1. Biasanya terkendala biaya pengembangan dan pengeloalaan yang
tinggi
2. Mempunyai kendala khusus seperti tanah sulfat masam, tanah
salin, tanah gambut, dan tanah yang tidak berkembang
3. Konsekuensi tanaman terendam air lebih besar
4. Kekahatan unsur hara, berupa kekahatan nitrogen.
B. Solusi:
Adapun solusi kendala pada lahan basah, antara lain:
1. Melakukan konservasi lahan basah agar tidak menjadi lahan kritis
2. Menggunakan system irigasi agar air dapat diatur secara efektif
3. Pemberian kapur pertanian seperti kasit dan dolomit pada tanah,
supaya pH tanah menjadi netral.

Anda mungkin juga menyukai