Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan ibadah, sering kali didapati banyak perbedaan, baik dari
segi tata caranya maupun penentuan rukun dan syaratnya. Contohnya saja seperti
pelaksanaan shalat shubuh, ada golongan yang mewajibkan qunut, ada pula yang tidak
membolehkannya. Atau tentang batas mengusap tangan dalam tayamum juga tentang
batasan mengusap kepala ketika berwudhu dan masih banyak lagi perbedaan yang
sering kita lihat, sehingga tidak jarang menyebabkan perpecahan di kalangan umat
Islam.
Umat Muslim sepakat bahwa Ketika shalat haruslah membaca basmalah. Ini
didasarkan pada hadist yang diriwayatkan dari ‘Ubādah bin shāmit r.a. yang
artinya:Rasulullah bersabda bahwa tidak sah sholat bagi orang yang tidak membaca
ʹUmmul Qur’an (Muttafaqun ‘Alaihi). Namun umat muslim berbeda dalam prakteknya
ketika shalat. Ketika kita melaksanakan shalat berjamaah misalnya, terkadang kita
mendengar ada imam yang membaca dan mengeraskan bacaan basmalah di awal surat
al- Fatihah dan surat Qur’an sesudahnya, namun terkadang kita tidak mendengarnya
pada imam yang lain.
Apabila dalam hal pokok ajaran islam para ulama tidak terjadi ikhtilaf, maka
dalam hal furu’iyyah sering ditemui ikhtilaf, baik tentang kaifi yah (tata cara), maupun
rukun dan syarat. Seperti pelaksanaan shalat subuh, ada ulama yang menghukumkan
sunnat membacanya, tetapi ada ulama yang tidak menghukumkan sunnat. Atau tentang
niat dalam wudhu, ada yang menghukumkan sebagai rukun, ada yang menghukumkan
sebagai syarat sah, tetapi ada pula yang hanya menghukumkan sunnat muakkadah. Dan
masih banyak lagi ikhtilaf yang sering ditemui dalam hukum islam

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendapat mengenai Membaca Basmalah dalam Sholat ?
2. Apa Penyebab perbedaan Pendapat Membaca Basmalaah dalam Sholat ?
3. Bagaimana Ikhtilaf Ulama Membaca Basmalah Dalam Surah al-Fatihah Ketika
Shalat ?
4. Bagaimana Analisis Terhadap Ikhtilaf Ulama Kedudukan Basmalah Dalam Surah al-
Fatihah Dan Membaca Ketika Shalat?
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Beberapa Pendapat Mengenai Membaca Basmalah Dalam Shalat.


Dalam pelaksanaan shalat seringkali terjadi perbedaan, baik dalam tata caranya
maupun bacaannya. Begitu pula dalam hal pelafalan basmalah, banyak ditemukan para
imam ṣalat yang membaca basmalah di awal surat Al-Fatihah maupun surat Qur’an
setelahnya, namun ada juga yang tidak membacanya. Hal ini didasarkan pula pada
perbedaan pendapat para ulama yang dijadikan rujukan oleh mereka. Beberapa
Pendapat yang terkait dengan masalah ini, (Masyhur, 1995 : 227) yaitu :
a. Makruh membaca basmalah, ini adalah pendapat Ulama Malikiyah.
b. Menurut ʹImām Syafi’i basmalah itu wajib dan harus dibaca, baik dalam
shalat jahrimaupun shalat sirri. Yang tidak membaca basmalah maka shalatnya
batal.
c. Boleh, bahkan mustahabbah (disenangi). Ini pendapat yang masyhur dari Al-
Imam Ahmad, Abū Hanīfah, dan kebanyakan ulama ahlul hadits. Pendapat ini juga
dipegangi oleh orang yang berpendapat boleh membacanya ataupun tidak karena
berkeyakinan bahwa kedua hal tersebut adalah qirā’ah/bacaan Al-Qur’an yang
diperkenankan.

B. Sebab Perbedaan Pendapat


Perbedaan pendapat tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Bermacam-macamnya hadist
Karena banyaknya hadist yang ditafsirkan berbeda terkait dengan permasalahan ini,
maka terjadilah perbedaan pendapat di kalangan ulama. Masing-masing pendapat
memiliki dalil atau alasan yang mendukung dan menguatkan pendapatnya. Berikut
adalah hadist yang dijadikan pegangan bagi para fuqoha yang mewajibkan basmalah
dan yang tidak, yaitu:

a. Hadist-Hadis yang dijadikan pegangan oleh fuqoha yang tidak mewajibkan


basmalah:
Hadist yang diriwayatkan oleh Imām Malīk berasal dari Anas r.a

‫عثْ َمانَ فَلَ ْم أ َ ْس َم ْع‬ ُ ‫صلَّى هللاُ عليه وسلّم و أَبِى بَ ْك ٍر َو‬
ُ ‫ع َم َر َو‬ ّ ِ‫صلَّيْتُ َم َع النَّب‬
َ ِ‫ي‬ َ : ‫ع ْن أَن َِس ب ِْن َمالِكٍ قَا َل‬
َ
‫الر ِحي ِْم‬
َّ ‫الرحْ َم ِن‬ ُ
َّ ِ‫أ َ َحدًا ِم ْن ُه ْم َي ْق َرأ ِبس ِْم هللا‬
Berkata Anas bin Malik ia berkata: “ Aku shalat bersama nabi SAW, Abu Bakar, Umar
dan Usman r.a. Namun tidak seorangpun dari mereka yang aku dengar membaca
bismillāhirrahmānirrahīm.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dan dalam riwayatnya yang lain:

‫الر ِحي ِْم‬


َّ ‫من‬ َّ ِ‫سلَّ َم فَ َكانَ الَ يَ ْق َرأ ُ ِبس ِْم هللا‬
ِ ْ‫الرح‬ َ ُ‫صلّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫ي‬ َ ‫ خ َْل‬: ‫ت أَنَّهُ قَا َ َل‬
ّ ‫ف النَّ ِب‬ ِ ‫الر َوا َيا‬
ّ ‫ض‬ ِ ‫َو ِفى َب ْع‬
“ Di belakang nabi SAW maka dia tidak membaca bismillāhirrahmānirrahīm”.
Dalam hadist yang lain:

‫صالَة َ ِبا‬ ُ ‫سلَّ َم َو ا َ َبا َب ْك ٍر َو‬


َّ ‫ع َم َر َكانُوا يَ ْفتَتِ ُح ْونَ ال‬ َ ُ‫صلّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫ع ْنه ا َ َّن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬ َ ُ‫ي هللا‬ ِ ‫ع ْن أَن ٍَس َر‬
َ ‫ض‬ َ
َ ْ ْ
َ‫ل َح ْم ِد هللاِ َربّ ِ العَال ِميْن‬
Dari Anas r.a : Bahwasanya nabi SAW, Abu Bakar dan Umar memulai shalat dengan
“alhamdulillāhi Robbil ‘ālamīn” (Muttafaqun ‘alaihi).
b. Hadist-Hadist yang menjadi pegangan bagi para fuqoha yang mewajibkan
basmalah:
Hadist Nu’aim bin Abdillah al-Mujammir:

‫ض‬ ِ ‫س ْو َر ِة َو َكب ََّر ِفى ال ّخ ْف‬ ِ ‫الر ِحي ِْم قَ ْب َل أ ُ ِ ّم القُ ْر‬
ُّ ‫ان َو قَ ْب َل ال‬ َّ ‫الرحْ َم ِن‬ َ ‫صلَّيْتُ خ َْل‬
َّ ِ‫ف أ َ ِبى ُه َري َْرة َ فَقَ َرأ َ ِبس ِْم هللا‬ َ
ُ ‫ص َالةِ َر‬
.....ِ‫س ْو ِل هللا‬ ُ َ َ
َ ِ‫ أنَا أ ْشبَ ُهك ْم ب‬: ‫الرفعِ َو قَا َ َل‬ ْ ّ ‫َو‬
“ Aku shalat di belakang Abu Hurairah r.a. kemudian ia membaca
bismillāhirrahmānirrahīm, sebelum induk Qur’an ( surat Fatihah) dan sebelum surah
Quran (yang lain). Ia juga mengucapkan takbir ketika turun dan ketika tegak. Dan ia
berkata: Aku adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah di
antara kamu.( H.R.An-Nasa’i)
Hadist ini dinyatakan tsiqoh, karena Nu’aim Al-Mujmir itu adalah Abu Abdullah
pelayan Umar bin Khattab. Dia pernah mendengar hadist dari Abu Hurairah dan yang
lainnya. Disebutkan dalam kitab Subulus Salam jilid I bahwa ketika itu dia
diperintahkan untuk membersihkan dan mewangikan setiap Jum’at sewaktu mulai
tengah hari (Muhammad, 2000 : 528), dan kemudian dia mendengar hadist ini dari Abu
Hurairah.
Hadist Ummu Salamah:

‫الر ِحي ِْم‬


َّ ‫من‬ َّ ِ‫سلَّ َم يَ ْق َرأ ُ بِس ِْم هللا‬
ِ ْ‫الرح‬ َ ُ‫صلّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ْ َ‫قَال‬
ُ ‫ َكانَ َر‬: ‫ت‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬
Ummu Salamah Berkata: “ Rasulullah membaca bismillāhirrahmānirrahīm,
alhamdulillāhi robbil’ālamīn”.
Menurut ahli hadist, hadist-hadist di atas adalah shahih dan tidak dapat diketahui mana
di antara hadist-hadist tersebut yang datang terlebih dahulu, sehingga tidak dapat
ditetapkan mana yang nasikh (dihapus) dan mana yang mansukh (menghapus).
Sehingga kemudian inilah yang menjadi dasar perbedaan pendapat di kalangan ulama.

C. Ikhtilaf Ulama Membaca Basmalah Dalam Surah al-Fatihah Ketika Shalat


Ikhtilaf Ulama Membaca Basmalah Dalam Surah al-Fatihah Ketika Shalat
Membaca al Fatihah adalah salah satu rukun shalat. Jumlah ayatnya adalah 7 ayat. Hal
yang sangat penting bagi setiap muslim untuk mengetahui surah ini secara detail.
Karena surah ini adalah surah yang setidaknya dibaca 17 kali sehari semalam dalam
shalat lima waktu. Karena shalat dianggap tidak sah jika tidak membaca surah al-
Fatihah. Dalam shalat terkadang terjadi perbedaan, baik dalam tata cara (kaifi yah)
maupun bacaannya. Begitu pula dalam hal membaca Basmalah ketika membaca surah
al-Fatihah, sering ditemukan para imam ṣhalat yang membaca Basmalah di awal surat
Al-Fatihah maupun surat Qur’an setelahnya, namun ada juga yang tidak membacanya.
Hal ini didasarkan pula pada perbedaan pendapat para ulama yang dijadikan rujukan
oleh mereka (Muhammad Abu Zahrah, 1997).
1. Imam Malik
Imam Malik berpendapat bahwa basmalah bukanlah salah satu ayat dari surah
Al-Fatihah dan bukan ayat dari tiap-tiap surah (Ahmad, 595H: 89) , ia berpendapat
demikian berdasarkan hadits Rasulullah Saw
: ‫ كان رسول هللا صلي هللا عليه وسلم يفتتح الصالة‬:‫عن عاءسة قالت‬3 )‫بالتكبير والقراءة ب(الحمد رب العالمين‬
.
Artinya: “Dari Aisyah R.a, ia berkata: Rasulullah Saw memulai shalat dengan takbir
dan membaca alhamdulillahi rabbil ’alamin”.
Hadits di atas menjadi alasan bagi Imam Malik dalam menetapkan bahwa
basmalah bukanlah termasuk salah satu ayat dari surah Al-Fatihah dan juga bukan
merupakan salah satu ayat dari surah-surah lainnya. Dalam hal ini Imam Malik
menggunakan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah karena Aisyah sendiri adalah isteri
Nabi Saw yang tingkat keshahihan hadits tidak diragukan lagi keberadaannya.
Dalam kitab al-Mudawwanah Al-Kubra, Imam Malik berpendapat bahwa tidak dibaca
bismillah Arrahman Arrahim di dalam shalat wajib, baik secara sir maupun secara jahar
(Ana, 2001 : 162). Alasannya adalah hadits Rasulullah Saw:
‫حدثني يحي عن مالك عن العالء بن عبدالرحمن بن يعقوب اءن اءبا سعيد مولى عامر بن كريز اءخبره اءن رسوال‬
‫صلى هللا عليه وسلم نادى اءبي ابن كعب وهو يصلي فلم فرغ من صالته لحقه فوضع رسول هللا صلى هللا عليه‬
‫ اءني الرجو ان ال تخرج من المسجد حتى تعلم سورة‬:‫وسلم يده على يده وهو يريد اءن يخرج من باب المسجد فقال‬
‫ فجعلت اءبطء في المسي رجاء ذالك ثم‬:‫ما انزل هللا فى التوراة وال فى االنجيل وال فى القراءن مثلها قال اءبي‬
‫ كيف تقراء اءذا افتحت الصالة ؟ قال‬:‫ يا رسول هللا السورة التي وعدتني قال‬:‫قلت‬: ‫فقراءت الحمد رب العلمين‬
‫ هي هاذه السورة وهي السبع المثاني والقراءن العظيم‬:‫حتي اءتيت اءخرها فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫الذي‬5 ‫اءعطيت‬
Artinya: “ Yahya menceritakan kepadaku, dari Malik dari Al-Ala’ bin Abdurrahman
bin Ya’kub bahwasanya Abu Sa’id budak Amir bn Quraiz memberitahukan kepadanya
bahwa Rasulullah Saw memanggil Ubay bin Ka’ab yang sedang melaksanakan shalat.
Ketika selesai dari shalatnya, Ubay menemui Rasulullah Saw. Beliau memegang
tangan Ubay, dimana pada saat itu ia hendak keluar dari masjid. Rasulullah Saw
berkata kepadanya: “Aku berharap engkau jangan keluar dari masjid sebelum
mendengan sebuah surat yang Allah tidak menurunkan surat lain semisalnya, baik di
dalam Taurat, Injil, dan Al- Quran. “Ubai berkata, “’aku memperlambat jalanku
karena ingin mendengar sebuah surat yang Allah tidak menurunkan surat lain
semisalnya, baik di dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran”. Ubai berkata: “ aku
memperlambat jalanku karena ingin mendengar surat tersebut”. Kemudian aku
berkata: “wahai Rasulullah Saw, surah apa yang engkau janjikan kepadaku itu ?
Beliau bersabda: ” apa yang engkau baca pada permulaan shalat ? ” aku membaca
Alhamdulillahirabbil ‘Alamin hingga akhir surah”. Beliau bersabda: ” inilah surah
yang aku maksud. Ia adalah ashabul matsani dan Al-Quran yang mulia yang
diturunkan kepadaku”.
Hadits di atas dijadikan sebagai dasar hukum bagi Imam Malik untuk melarang
membaca basmalah secara mutlak dalam shalat fardhu ketika membaca surah Al-
Fatihah dengan jahr (keras) atau sir (pelan), karena Ubai memulai shalatnya dengan
membaca Alhamdu Lillahi Rabbil ‘Alamin, dan Nabi Saw membenarkannya. Imam
Malik berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari surah Al- Fatihah, oleh karena
itu ia tidak dibaca ketika membaca Al-Fatihah dalam shalat. Alasannya antara lain
karena adanya perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam membaca Al-Fatihah
di dalam shalat. Ini karena al-quran bersifat mutawattir, dalam arti periwayatannya
disampaikan oleh orang banyak yang jumlahnya meyakinkan, sedangkan riwayat
tentang basmalah dalam Al- Fatihah tidak demikian. Di samping itu, menurut penganut
mazhab Malik, bahwa tidak ada satu riwayatpun yang bernilai shahih yang dapat
dijadikan dalil bahwa basmalah pada Al-Fatihah adalah bagian dari Al-Quran (Shihab,
2000 : 25)
Menurut Mazhab Maliki, basmalah bukan ayat dari Al-Fatihah dan tidak
disunnahkan membacanya di dalam shalat baik keras maupun samar. Adapun
membacanya maka hukumnya makruh. Ulama’ Mazhab Maliki berkata: Makruh
hukumnya membaca basmalah di dalam shalat fardhu baik dibaca secara sir maupun
secara jahar, kecuali jika si mushalli (orang yang shalat) berniat untuk keluar dari khilaf
(perbedaan pendapat) ulama’, maka membaca basmalah di awal surat Al-Fatihah secara
samar yang hukumnya sunnah, atau dibaca keras yang hukumnya makruh (An-
Nasranai, 1993 : 447) . Landasannya adalah hadits dari Aisyah yang mana Nabi Saw
memulai shalatnya dengan membaca Alhamdu Lillahi Rabbil ‘Alamin. Dan juga hadits
dari Anas yang mana Ubai juga memulai shalatnya dengan membaca Alhamdu Lillahi
Rabbil ‘Alami
2. Imam Syafi’i
Imam al-Syafi’i adalah satu-satunya dari imam empat yang menyusun dan
membukukan sendiri fikih dan ushulnya24. Sementara fikih imam mazhab lainnya
disusun dan dibukukan oleh murid-murid dan para ulama setelahnya yang menempuh
metode fikih mereka. Adapun pendapat Imam al-Syafi’i tentang bacaan basmalah di
dalam shalat sebagaimana di dalam al-Umm adalah: Al-Syafi’i mengatakan:
bismillahirrahmanirrahim adalah ayat (dari) tujuh (ayat al-Fatihah). Barangsiapa yang
meninggalkannya (yakni al-Fatihah) atau sebagian (dari al-Fatihah) maka tidak sah
raka’at shalat yang ia meninggalkannya. (Mughniyah, 2009)
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa Imam al-Syafi’i berpendapat bahwa
basmalah adalah bagian dari al-Fatihah. Meninggalkan satu ayat dari al-Fatihah sama
halnya tidak membaca al-Fatihah di dalam shalat. Dengan demikian shalat seorang
yang menginggalkan basmalah tidak sah. Pendapat ini jika ditinjau kembali kepada
qira’at Imam al-Syafi’i yaitu qira’at Ibn Katsir, terdapat kesesuaian antara keduanya.
Abdullah bin Katsir al-Makki sebagai pemuka ahli qira’at di Mekah berpendapat bahwa
basmalah adalah ayat dari al-Fatihah, s (Mughniyah, 2009)
Para ulama qira’at sepakat untuk membaca basmalah di awal al-Fatihah, hanya
saja Ibn Katsir, Ashim, dan al-Kisa’i meyakininya sebagai salah satu ayat dari al-
Fatihah dan ayat dari surah-surah lainnya. Kemudian Hamzah sepakat dengan mereka
hanya pada al-Fatihah saja, sementara surah-surah lain setelah al-Fatihah menurutnya
dihukumi seperti satu surah. Sedangkan Abu Amr dan Qalun beserta para ulama qira’at
di Madinah yang mengikuti pendapatnya tidak meyakini basmalah sebagai ayat dari al-
Fatihah.
Untuk mempertegas pendapat Imam al-Syafi’i dalam permasalahan basmalah,
Imam al-Nawawi yang dikenal sebagai revisionis mazhab mengatakan: Al-Syafi’i dan
para ulama mazhabnya mengatakan: disunnahkan mengeraskan bacaan basmalah di
dalam shalat jahriyyah untuk al-Fatihah dan surah lainnya, dan perkara ini tidak
terdapat perbedaan di antara kami (yaitu para ulama syafi’iyyah).
Menurut madzhab Syafi’i, basmalah adalah ayat dari surat Al-Fatihah. Alasan
mereka berpendapat seperti ini dikarenakan adanya hadist yang diriwayatkan oleh
Daruquthni dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:

‫س ْب ُع‬
َّ ‫ب َو ال‬ِ ‫ان َو ا ُ ُّم ال ِكتَا‬ِ ‫الر ِحي ِْم فَ ِانَّ َها ا ُ ُّم القُ ْر‬ َّ ِ‫اِذَا قَ َرأْت ُ ْم ال َح ْمد ُ ِلِلِ فَا ْق َرأ ُ ْوا ِبس ِْم هللا‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬
‫الر ِحي ِْم ا ِْحدَهَا‬
َّ ‫من‬ ِ ‫الر ْح‬ َّ ِ‫ال َمثَا ِنى َو ِبس ِْم هللا‬
“Apabila kalian membaca alhamdulillah ( Al-Fatihah), maka bacalah
bismillāhirrahmānirrahīm,, karena sesungguhnya alhamdulillah ( Al-Fatihah) itu
ummul qur’an, ummul kitab dan sab’ul matsani dan bismillāhirrahmānirrahīm, itu
adalah salah satu dari ayat-ayatnya” ( H.R. Daruquthni juz 1 hal.312).
(KementrianAgama, 2010)
Hadist tersebut tidak menunjukkan bacaan basmalah dengan keras atau pelan,
tetapi hanya menunjukkan perintah secara umum untuk membaca basmalah itu, dan ini
adalah dalil yang membuktikan kewajiban membaca basmalah dan menunjukkan
bahwa basmalah itu adalah salah satu dari ayat al-Fatihah.
Selain itu juga ada hadist yang diriwayatkan bukhari yang berbunyi

‫عدَّ بسم هللا الرحمن الرحيم اَيَةً ِمنها‬ َ َ‫عدَّ الفاتحة‬


َ ‫ َو‬,ٍ‫س ْب َع اَيَات‬ َ ‫أنَّه رسو َل هللا صلى هللا عليه وسلم‬
“Sesungguhnya Rasulullah SAW menghitung surah Al Fatihah tujuh ayat, dan
menghitung bismillahir rahmaanirrahiim adalah ayat dari surah Al Fatihah”
(KementrianAgama, 2010)
Terbukti dalam mushaf Qur’an yang beredar sejak dahulu sampai sekarang
adalah tertulis di dalamnya bismillāhirrahmānirrahīm di awal surah Al Fatihah dan
awal setiap surah kecuali At-Taubah, dan tidak seorang pun dari kalangan sahabat yang
membantahnya. Hal ini termasuk pendapat dari Abu Hurairah, Ali bin Abi Thalib,
Abdullah bin Abbas, Ibnu Umar. Kemudian dari kalangan tabi’in seperti Said bin
Jubair, Az - Zuhri, Ibnu Mubarak, serta Fuqaha’ seperti Imam Syafii, Imam Ahmad,
Abi Ishaq dan ahli Qurraʹ Makkah dan Kuffah seperti Imam Ibnu Katsir, Imam ‘Ashim
(Masyhur, 1995)
3. Imam Hanfai dan Imam Hambali
Menurut Imam Hanafi, Basmalah adalah bagian ayat dari setiap surat, yang
letaknya di awal surah, kecuali surat at-Taubah yang tanpa Basmalah.36 tapi
merupakan ayat yang berdiri sendiri dalam al-Quran yang berfungsi sebagai pemisah
antara surat-surat dan bukan bagian dari al-Fatihah. Begitu pula menurut Imam Ahmad
berkata: “ Basmalah adalah ayat al-Quran yang terletak di awal surah al-Fatihah, namun
bukan merupakan ayat Al-Quran jika terletak di awal-awal surah selain al-Fatihah”
(Hazm, 2009 : 383)Yang dijadikan dasar bagi pendapat mereka ini adalah hadist
riwayat muslim sebagai berikut:
ْ َ ‫علَيْه وسلّم َذا تَ يَ ْو ٍم بَيْنَ ا‬
‫ظ ُه ِرنَا اِ ْذ ا َ ْغفَى اِ ْغفَا َءة ً ث ُ َّم‬ َ ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ بَ ْينَا َر‬: ‫ع ْن اَن ٍَس قَا َل‬ َ
َ
‫ بِس ِْم‬: ‫س ْو َرة ُ فَقَ َرأ‬ ُ ‫ي ا َ نِفًا‬ َّ َ‫عل‬
َ ‫ت‬ ْ َ‫ ا ُ ْن ِزل‬: ‫ قَا َل‬. ِ‫س ْو َل هللا‬
ُ ‫ض َح َككَ يَا َر‬ ْ
ْ َ ‫ َما ا‬: ‫ فَقُلنَا‬.‫س ًما‬ ْ
َ ‫َرفَ َع ّرأ‬
ّ ِ َ‫سهُ ُمتَب‬
‫ ا َِّن شَانِئ َكَ ُه َو األ َ ْبت َُر (رواه مسلم‬. ‫ص ِّل ِل َر ِبّكَ َوا ْن َه ْر‬ َ َ‫ ف‬. ‫ط ْينَاكَ اْل َك ْوث َ َر‬
َ ‫ اِ ِنّا ا َ ْع‬.‫الر ِحي ِْم‬
َّ ‫من‬ِ ْ‫الرح‬َّ ِ‫هللا‬
Dari Anas ia berkata: pada suatu hari ketika Rasulullah berada di tengah-tengah kami,
tiba-tiba beliau tertidur sejenak lalu beliau mengangkat kepalanya sembari tersenyum.
Maka kami bertanya, Apa yang membuat engkau tersenyum yaa Rasulullah? Beliau
bersabda : baru saja diturunkan kepadaku sebuah surat, lalu beliau membaca (yang
artinya) Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang yang membenci kamu
dialah yang terputus.

D. Analisis Terhadap Ikhtilaf Ulama Kedudukan Basmalah Dalam Surah al-Fatihah


Dan Membaca Ketika Shalat
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa Imam Malik tidak mendudukan
Basmalah sebagai satu ayat dari surah al-Fatihah, oleh karena itu makruh membacanya
dalam shalat. Pendapat Imam malik terbantahkan dengan adanya Kesepakatan Para ulama
ahli qira’at atas penetapan Basmalah di awal surat al-Fatihah dan mereka tidak
bertentangan, malah sangat relevan dengan penulisan Basmalah dalam mushaf
Ustmani.39. Salah satu ahli Qira’at, Abu Al-Khair bin Al-Jaziry di dalam kitabnya An-
Nasyr fi Qira’at Al’asyr berkata: Sungguh, orang-orang yang memisah dua surat dengan
Basmalah, orang-orang yang menyambung dua surat dengan Basmalah atau orang-orang
yang membaca saktah (berhenti tanpa nafas) antara akhir surat dengan surat berikutnya.
Bila mereka memulai satu surat dari surat-surat di dalam Al-Qur’an, mereka harus
membaca Basmalah terlebih dahulu. (Hazm, 2009)
Hadis yang dikemukakan oleh Imam Malik yaitu hadis Anas bin Malik yang
dijadikan hujjah dari pendapatnya juga dapat difahami bahwa sebenarnya Anas bin Malik
tidak mendengar bacaan Basmalah dari Abu Bakar, Umar dan Ustman, Namun bukan
berarti bahwa Abu Bakar, Umar dan Utsman tidak membaca Basmalah sama sekali. Sebab
bisa saja mereka membacanya secara sirri karena dalam riwayat lainnya, yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, an-Nasa-i, dan Ibnu Khuzaymah, juga dari
Anas bin Malik, menyatakan:

‫الر ِحي ِْم‬ َّ ِ‫َال يَجْ َه َر ِبس ِْم هللا‬


َّ ‫الرحْ َم ِن‬
Hadis di atas bertentangan dengan hadis lain sebagaimana menyatakan oleh al-
Baihaqi dalam kitabnya Ma’rifatus Sunan wal Atsar, juz II halaman 372-378, bahwa
Khalifah yang empat, lebih-lebih Khalifah Umar dan Ali ra, mengeraskan bacaan
Basmalah dalam shalat. Hadits di atas juga bertentangan dengan tradisi penduduk
Madinah, yang mengeraskan bacaan Basmalah dalam shalat, sebagaimana diriwayatkan
oleh Imam al-Syafi ’i dan lain-lain dari Ibn Abdil Barr dalam kitab al-Inshaf, halaman.
192; atau oleh al-Ghumari, dalam kitab at-Thuruqul Mufashshalah, halaman 47.
Dengan demikian, hadis itu tertolak sendirinya riwayat muslim yang mengatakan
bahwa mereka tidak membaca Basmalah itu. Di samping itu, menurut Al-Shan’ani, ada
yang mengatakan bahwa hadis itu cacat, karena al-Auza’iy meriwayatkan tambahan itu
dari Qatadah secara tertulis, bukan langsung mendengarnya sendiri. Ibn Abdul Barri
mengatakan bahwa hadis yang diriwayatkan Anas itu adalah hadis mudhtarrib, dan tidak
dapat dijadikan hujjah bagi seorangpun. Karena setelah dicek kepada Anas tentang hadis
itu kemudian dia mengatakan: “ Saya sudah lanjut usiaku dan saya sudah lupa”.
Berdasarkan itu maka jelas hadist itu tidak dapat dijadikan hujjah. Lalu, bagaimana dengan
pendapat Imam Syafi ’i yang secara tegas mewajibkan membaca Basmalah dalam shalat,
karena menurut mereka Basmalah termasuk ayat dalam surat al-Fatihah. (Ash-Shan’ani,
2001 : 528)
Hadis yang pertama dikemukakan oleh Imam Syafi’i, adalah diriwayatkan oleh
adDaraquthni, juz I halaman 31, dan al-Baihaqi dalam kitab al-Sunanul Kubra, juz II
halaman 45, dengan sanad yang shahih, secara marfu’. Hadis tersebut juga dishahihkan
oleh Syaikh al-Albani ulama Wahabi kontemporer dalam beberapa kitabnya, antara lain
dalam Shahihul Jami’ish Shaghir wa Ziyadatihi juz I halaman 261.46 Hadis kedua,
diriwayatkan oleh at-Thabarani dengan sanad yang hasan, sebagaimana telah dikatakan
oleh al-Hafi zh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, juz VIII
halaman 382. Hadis keempat diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab sunannya juz IV
halaman 37, adDaraquthni dalam kitabnya juz I I halaman 307, al-Hakim dalam al-
Mustadrak juz II halaman 231, al-Baihaqi dalam al-Sunanul Kubra juz II halaman 44 dan
lain-lain dengan sanad yang shahih. Hadits tersebut juga dinilai shahih oleh Syaikh al-
Albani (ulama Wahabi) dalam kitabnya Irwa’ul Ghalil fi Takhrij Ahadits Manaris Sabil
juz II halamn 59- 60. Hadis kelima diriwayatkan oleh al-Bazzar, dan para perawinya dapat
dipercaya sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafi zh al-Haitsami dalam kitab Majma’uz
Zawaid, juz II halaman109. Kemudian hadits keenam diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam
kitabnya sunan an-Nasai juz II halaman 134, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah
(I/251), Ibnu Hibban (V/100), ad-Daraquthni (I/309), al-Hakim (al-Mustadrak, I/232) dan
al-Baihaqi dalam kitab al-Sunanul Kubra juz II halaman 58. Hadits tersebut juga
dishahihkan oleh al-Imam an-Nawawi dan al-Hafi zh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari
juz II halaman 267.
Dalam hadits tersebut, sahabat Abu Hurairah mengeraskan bacaan Basmalah,
sehingga didengar oleh jamaah di belakangnya, dan beliau berkata bahwa shalat beliau
persis dengan shalat Rasulullah SAW. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah
SAWmengeraskan bacaan Basmalah dalam shalat. (Syalthut, 2000)
An-Nasa’i menetapkan bab dalam kitabnya dengan lafazh “Bab Mengeraskan
Bacaan Bismillāhirrrahmānirrahīm” dan hadis tersebut termasuk yang paling shahih
tentang masalah itu. Sehingga menguatkan hukum ashal yaitu hukum kalimat Basmalah
itu sama dengan hukum bacaan al-fatihah dalam hal membaca keras atau pelan. Apalagi
hadis ini adalah ucapan dari Abu Hurairah yang mengatakan: “ sungguh sayalah di antara
kamu yang paling sama shalatnya dengan shalat Rasulullah”. Namun pendapat ini
dibantah ulama malikiyah dengan hujjahnya yaitu dalil hadis qudsi yang sudah disebutkan
di atas. Dalam hadist tersebut tertulis : ‫ ّ الصالة قسمت‬Jumhur ulama sepakat bahwa yang
dimaksud dengan al-Shalah di sini adalah alFatihah. Menurut mereka, yang dapat
ditafsirkan dari hadis tersebut adalah Allah menjadikan tiga ayat pertama untuk
dzatNya,dan ayat keempat mengandung unsur kerendahan diri dari seorang hamba dan
permohonan pertolongan kepada Allah, dan tiga ayat selanjutnya menggenapkan surat
alFatihah menjadi tujuh ayat
Di antara bukti yang menunjukkan bahwa ayat yang menggenapkan tujuh ayat
itu berjumlah tiga ayat adalah bahwa di situ Allah tidak berfirman: ” kedua ayat ini”.
Firman Allah ini menunjukkan bahwa lafadz ‫عليهم انعمت‬adalah satu ayat. Merekapun
sepakat bahwa tidak sempurna shalat kecuali dengan al-Fatihah. Maka ketika Allah tidak
menyebutkan lafadz bismillāhirr rahmānirrahīm, maka ini sudah berarti bahwa memang
Basmalah bukan termasuk ayat dalam surat al-Fatihah. Hal ini terbantahkan bahwa
memberi tanda ayat pada kalimat ‫عليهم انعمت‬tidak ada petunjuk dari Rasulullah SAW. hal
ini berbeda dengan kalimat Bismillahirrahmanirrahim yang dinyatakan langsung oleh
Rasulullah SAW. sebagai satu ayat dari ayat yang ada dalam surah al-Fatihah
Sedangkan pendapat Imam Hanafi dan Ahmad bin Hanbal yang berpendapat
sunnat membaca Basmalah dalam shalat ketika membaca al-Fatihah dengan beralasan
hadis dari Anas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadis itu tentang kedudukan
Basmalah sebagai pemisah antara surah yang satu dengan lainnya. Pendapat itu
terbantahkan, karena surah al-Fatihah adalah surah permulaan dalam alQuran, oleh karena
itu tidak tepat kalau dijadikan alasan bahwa Basmalah dalam permulaan surah al-Fatihah
disamakan dengan surah-surah yang lain selain al-Fatihah. Terlepas dari berbagai
pendapat ulama tersebut di atas, tentang kedudukan Basmalah dalam al-Fatihah dan
membacanya dalam shalat, maka hendaklah membaca Basmalah ketika membaca surah
al-Fatihah. Karena tidak ada ulama yang menyatakan tidak sah shalat kalau membaca
Basmalah, justru ada pendapat tidak sah shalat kalau tidak membaca Basmalah, karena
menurutnya Basmalah bagian salah satu ayat surah al-Fatihah. Membaca Basmalah adalah
dalam usaha kehatihatian (ikhtiyath). (Ash-Shon’aniy, 2001)
BAB 3
KESIMPULAN

Daftar Pustaka

Ahmad, A.-Q. A. (595H). Bidayatul Mujtahid. Libanon: Darul Kitab.


Ana, M. B. (2001). Al-Mudawwanah Al-Kubrah. Maktabah Samilah.
An-Nasranai, H. (1993). Al-Fiqhul Islam ‘Ala Mazhabil Arba’ah. Kairo: Maktabah.
Ash-Shan’ani. (2001). Terjemahan Subulus Salam Jilid I.
Ash-Shon’aniy. (2001). Subulus Salam Jilid I terj. Abu Bakar Muhammad. Surabaya.:
Al-Ikhlas.
Hazm, I. (2009). Terjemahan Al-Muhalla Pembahasan Shalat. Jakarta: Pustaka
Azzam.
KementrianAgama. (2010). Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid 1. Jakarta: Kementrian
Agama.
Masyhur, K. (1995). Shalat Wajib Menurut Madzhab Yang Empat. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Mughniyah, J. M. (2009). Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Penerbit Lentera.
Muhammad Abu Zahrah, ,. .. (1997). Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar Al-Fikr Al-Arabi.
Muhammad, A. B. (2000). Terjemahan Subulus Salam Jilid I. Surabaya: Al-Ikhlas.
Shihab, M. Q. (2000). Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al -Quran, alih
bahasa oleh Wahid Hisbullah. (Tangerang: Lentera Hati.
Syalthut, M. (2000). Fiqih Tujuh Madzab, terj.KH. Abdullah Zakiy Al Kaaf. Bandung:
CV. Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai