Anda di halaman 1dari 7

Syarah Kitab Mandzumah Ushul Fiqih

Karya:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
1. Kaidah ke-1
 Agama Islam datang untuk memberikan mashlahat dan
menolak mudhorat
Karena semua perintah Allah pasti bermashlahat seperti sholat, zakat, haji,
puasa dll. demikian juga larangan Allah pasti mengandung mudharat
seperti syirik, bidah, sihir, riba, zina dll.
 Maka semua yang mashlahat murni/lebih besar adalah
perkara yang diperintahkan dan apabila mudharatnya murni/
lebih besar adalah perkara yang dilarang. Jika mashlahat dan
mudharat sama besar, maka lebih baik ditinggalkan agar tidak
jatuh kepada yang dilarang.
Contoh: Perayaan maulid nabi & isra’ miraj, org memandangnya
mashlahat tetapi sebetul tidak karena dalam mencintai Nabi dapat
dilakukan dengan melaksanakan sunnah”nabi seperti halnya para
sahabat Beliau.

2. Kaidah ke-2
 Syariat islam merupakan syariat/aturan yang mudah.
Dalil :
“Allah Subhanahu wa ta’ala menginginkan kemudahan untuk
kamu”. (QS.Al-Baqarah: 185)
“Dan tidaklah Allah menjadikan dalam agama ini (Islam) sesuatu
yang menyusahkan bagimu. (QS.Al-Hajj: 78)
Contoh: Sholat wajib 5 waktu, melaksanakan ibadah Haji jika
mampu dll.

3. Kaidah ke-3
 Kesulitan mendatangkan kemudahan
Ketika ada kesulitan, maka syariat memberikan
kemudahan/keringanan. Kesulitan yang dimaksud adalah kesulitan
yang melebihi kebiasaan dan bukan hanya kekhawatiran semata
dan kemudahannya pun harus sesuai dengan syariat dan bukan
sesuai selera/syahwat manusia.
Contoh: Boleh bertayamum ketika tidak ada air/ada air tapi alergi
dengan air, di dalam setiap ibadah ada keringann bagi yang
memiliki udzur syar’i, seperti boleh sholat dengan duduk jika
sedang sakit, boleh menjama’/menqhosor sholat ketika safar dll.

4. Kaidah ke-4
 Dalam perintah, lakukanlah semampunya sedangkan dalam
larangan, wajib tinggalkan seluruhya.
Dalil :
“Apa-apa yang aku larang maka tinggalkanlah dan apa-apa yang
aku perintahkan maka lakukanlah semampu kalian”. (HR.Bukhari
& HR.Muslim)
 Perintah adalah beban dan tidak semua orang mampu
melakukannya maka dilakukan sesuai kemampuan masing-
masing
 Larangan adalah meletakkan beban dan semua orang mampu
melakukannya. Kecuali keadaan darurat seperti boleh
berbohong untuk mendamaikan 2 muslim yang bermusuhan
dll. Namun tetap memperhatikan kaidah”syariat.

5. Kaidah ke-5
 Orang yang tidak tahu ia dimaafkan, kecuali bila ketidak
tahuannya karena tidak mau menuntut ilmu Syar’i
Dalil:
“Tidaklah Allah menyesatkan suatu kaum setelah datang kepada
mereka petunjuk sampai Dia menjelaskan kepada mereka apa-apa
yang harus mereka jauhi”. (QS.At-Taubah: 115)
Contoh: Apabila ada orang sholat tidak thuma’ninah karena
ketidak tahuannya maka ia dimaafkan.

6. Kaidah ke-6
 Sesuatu yang haram boleh dilakukan jika darurat dan sesuatu
yang makruh boleh dilakukan apabila ada hajat/kebutuhan
 Disebut darurat apabila membahayakan agama/nyawa/harta
dll sedangkan disebut hajat apabila ditinggalkan tidak
berbahaya, namun dibutuhkan.
Perkara yang haram boleh dilakukan dalam keadaan darurat
dengan syarat:
1. Benar-benar dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alternatif
lain
2. Bahaya/darurat tersebut benar-benar hilang dengan melakukan
perbuatan yang haram tersebut. Jika tidak, maka tetap tidak
boleh

Kedua syarat tersebut harus terpenuhi, jika hanya 1 maka tetap


hukumnya haram.

Contoh: mengobati sihir dengan sihir padahal mampu dengan obat


dokter/thabib, menghilangkan dahaga dengan minum arak/khamer
padahal terdapat air bersih,teh dll. Sedangkan makruh/hajat yaitu
seperti menengok ketika sholat hukumnya makruh, boleh
dilakukan jika dibutuhkan.

7. Kaidah ke-7
 Perkara yang diharamkan/dilarang ada 2 keadaan yaitu
diharamkan zatnya (Khamer, judi, riba dll) dan diharamkan
karena menjerumuskan kepada yang haram (melihat wanita
non-mahram karena mendekati zina, memakai kalung/gelang
karena menyerupai wanita dll).
Perkara yang diharamkan zatnya dibolehkan ketika keadaan
darurat saja sedangkan perkara yang diharamkan karena
menjerumuskan dibolehkan disaat ada hajat saja.
Contoh: memakai kain sutera bagi laki-laki karena
kebutuhan/penyakit gatal, melihat wajah wanita non-mahrom
ketika hendak dinikahi.

8. Kaidah ke-8
 Larangan apabila berhubungan dengan zat ibadah atau syarat
ibadah maka ibadah tersebut tidak sah/batal tetapi jika tidak
berhubungna dengan keduanya maka ibadahnya sah namun
berdosa.
Ibadah yang dilarang maka bathil/tidak sah
Contoh: puasa di hari raya, jual beli riba, sholat di saat haid/nifas.
Ibadah yang dilarang karena tidak memenuhi syarat
Contoh: sholat tapi dalam keadaan hadats/najis, berhijab tapi
transparan/ketat (non-syar’i)
Jika tidak terkena zat atau syarat ibadah, maka ibadahnya sah
Contoh: sholat menggunakan peci hasil mencuri, sholatnya sah
tetapi ia berdosa.

9. Kaidah ke-9
 Pada asalnya segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia
adalah mubah/hahal kecuali ada larangan sedangkan yang
berhubungan dengan agama/ibadah awalnya adalah haram
kecuali ada dalil yang memerintahkan.
Dalil:
“Dialah yang telah mencipakan untukmu apa yang ada di bumi ini
semuanya”. (QS.Al-Baqarah: 29)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala
sesuatu di bumi untukmu semuanya. Maka hukum boleh/halal
kecuali ada dalil yang melarang perkara dunia tersebut.
Contoh: hp, mobil, sepeda, laptop dll
Dalil:
“Barang siapa yang mengada-adakan dalam perkara
(agama/ibadah) yang tidak/bukan berasal dari kami (Allah &
Rasul-Nya) maka amalan tersebut tertolak”. (HR.Muslim)
Hadist tersebut menunjukkan bahwa dalam beragama/beribadah
harus sesuai/mengikuti dalil-dali dari Al-Kitab & As-Sunnah yang
shahih.
Contoh: sholat, dzikir, zakat dll mengikuti dalil” dari Al-Qur’an &
As-Sunnah.

10.Kaidah ke-10
11.Kaidah ke-11
12.Kaidah ke-12
13.Kaidah ke-13
14.Kaidah ke-14
15.Kaidah ke-15
16.Kaidah ke-16
17.Kaidah ke-17
18.Kaidah ke-18
19.Kaidah ke-19
20.Kaidah ke-20
21.Kaidah ke-21
22.Kaidah ke-22
23.Kaidah ke-23
24.Kaidah ke-24
25.Kaidah ke-25
26.Kaidah ke-26

Anda mungkin juga menyukai