Anda di halaman 1dari 504

Mukaddimah Tahkik

Segala puji syukur kepada Allah S.W.T, dengan selalu memujiNya


dan memohon ampunanNya, tiada lupa pula untuk selalu meminta
lindunganNya terhadap keburukan manusiawi yang selalu tersimpan dalam
diri kita masing-masing begitu pula dari kerusakan pekerjaan dan aktifiti.
Dan jika Allah S.W.T telah mengkehendaki datangnya hidayah maka tiada
yang mampu akan mengahalangi, lalu sesiapa pula yang mengingini
kesesatan maka tiada pula hidayah akan menghampiri. Dan diri ini bersaksi
bahwa tiada Rab yang pantas disembah selain Allah S.W.T dan Baginda
Nabi Muhammad S.A.W adalah utusannya.
‫ﭽﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭼ‬
Wahai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah S.W.T
dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam.1
‫ﭡﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ‬ ‫ﭽﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ‬
‫ﭭ ﭮ ﭯ ﭼ‬ ‫ﭧ ﭨﭩ ﭪ ﭫ ﭬ‬
Wahai manusia! Bertakwa kepada Tuhanmu yang telah mencipta
kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah S.W.T) menciptakan
pasangannya (Hawa) dari (diri)nya1; dan (lalu) dari keduanya Allah S.W.T
membiakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah
S.W.T yang dengan namaNya kamu selalu meminta, dan (peliharalah)
hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah S.W.T selalu menjaga dan
mengawasimu.2
‫ﭽ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮪ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ‬
‫ﯝ ﯞ ﭼ‬
Wahai orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah S.W.T
dan ucapkanlah perkataan yang benar. Nescaya Allah S.W.T akan
memperbaiki amal-amalmu dan mengampunkan dosa-dosamu. Dan barang
siapa mentaati Allah S.W.T dan RasulNya, maka sesungguhnya dia menang
dengan kemenangan yang agung.3

1
Ali Imran: 102
2
An Nisa: 1
3
Al Ahzab: 70-71

Mukaddimah ini dinamakan “Khutbah Kerinduan” (‫)خطبة الحاجة‬

1
Kitab ini dianggap sebagai salah satu kitab yang sangat popular, banyak
dimiliki oleh orang-orang muslim diseluruh dunia, yang dikaji secara umum
melalui isi ataupun khusus oleh salah satu penulis yang terkenal pula yaitu
Imam Abi Hamid Al Ghazali Allahyarham.
Kitab ini berisikan bermacam pembahasan yang berkenaan dengan
zuhd dan raqaq yang diulas dengan baik, namun yang perlu menjadi catatan
bagi para pembaca bahwa disebahagian pembahasan terdapat hadis-hadis
serta riwayat yang daif yang dapat membuang nilai dari kitab ini, atau
bahkan menghilangkan inti dari isi yang dikandungi.
Dari sinilah yang mendorong saya untuk melakukan tahkik serta
penetapan dan takhrij secara benar dan baik dari hadis serta riwayat yang
dikandungi oleh kitab ini, guna memberikan kemudahan bagi para penuntut
ilmu dan pembahas untuk dapat meningkatkan kemuliaan dan penyucian diri,
terkhusus lagi bagi para pelaku dibidang agama seperti halnya penceramah,
pengkhutbah yang popular menggunakan isi dari kitab ini dari hadis dan
riwayat yang belum bisa dipastikan kesahihannya demi meraih perhatian
orang-orang ataupun pendengar, hal inilah yang menjadi catatan.
Adapun pembahasan yang kami lakukan dalam kitab ini adalah:
1. Penerjemahan ringkasan-ringkasan karangan imam Abu Hamid
al-Ghazali.
2. Peletakan nama-nama surah dari ayat-ayat yang termaktub dalam
kitab.
3. Perbaikan dari beragam percetakan yang telah menerbitkan buku
ini sejak lama dengan niat mendapatkan teks bacaan yang terbaik,
dimana penerbitan kitab ini dari masa ke masa mungkin
menjadikan banyak perbedaan dari bentuk tulisan, peletakan tata
atur atau gaya bahasa yang ditawarkan.
Berharap keredaan dari Allah S.W.T semoga menjadikan pekerjaan
ini mendapatkan pahala yang berlipat ganda dan amal ibadah yang terbebas
dari sifat riya’, menjadi tabungan akhirat saat kita datang menghadapNya
pada hari penghitungan nantinya, sesungguhnya hanya Allah S.W.T maha
pendengar lagi penjawab dari segala doa hamba-hambaNya.
Ahmad Jad

Pembahasan seputar kenapa kitab ini dinisbatkan kepada


Imam Ghazali

Kitab ini adalah salah satu kitab yang paling banyak diterbitkan,
dimana terdapat banyak para pembahas dan pentahkik yang sengaja
meluangkan waktu untuk melakukan pekerjaan mereka, diantaranya

2
menanggapi, membahas atau mentakhrij hadis-hadis yang terdapat di dalam
kitab ini…
Namun diantara mereka – seperti yang kami ketahui - tiada
melakukan pendekatan secara keilmuan kepada pembahasan yang dilakukan
imam Ghazali secara peribadi.
Maka dari itu kami memandang hal ini tidaklah benar adanya secara
disiplin keilmuan, kerana seharusnya hal ini menjadi perhatian khusus bagi
para ilmuwan-ilmuwan untuk selalu memperhatikan segal hal keilmuan
secara terbuka, baik dan benar.
Pada awal pentahkikan kitab ini, kami menghadapi tantangan ilmu
yang nyata, iaitu tiada tersedianya pustaka-pustaka keislaman yang
memberikan maklumat secara menyeluruh ataupun sebahagian terhadap
project tahkik kitab imam Ghazali ini.
Bagi kami pun pada awal pembahasan kitab ini ada beberapa hal
yang sangat mengganggu pikiran kami perihal kitab ini yang sangat popular
dinisbatkan kepada imam Ghazali diantara hal-hal tersebut adalah:
- Bahwa kitab Mukashafah ini secara pembahasan kurang cocok
untuk dinisbatkan kepada Imam Abi Hamid al-Ghazali yang
mana beliau adalah seorang ahli pakar dalam ilmu pikir, ahli
filsafat, pakar ilmu kebatinan manusia seperti yang dirangkum
dalam kitab ini, kerana kitab yang telah diterbitkan sebelum-
sebelumnya dari beragam penerbit, sering kali dalam menuliskan
kisah atau pun riwayat dari para ulama maupun orang-orang
zuhud dimulai dengan kalimat: diceritakan…dikatakan…atau
diriwayatkan…pernah disebutkan…ditanyakan dan lain-lain, dan
cara yang seperti ini bukanlah gaya keilmuan yang dimiliki oleh
imam Ghazali.
- Pembahasan yang didapati dalam kitab ini dari judul dan bab-bab
yang ada sangatlah mirip dengan kitab imam Ghazali “Ihya
Ulumuddin”, namun dari cara dan gaya pemaparan antara dua
kitab ini sangatlah jelas perbezaannya, hal ini pula yang meyakini
kami bahwa kitab ini sangatlah kurang cocok menjadi salah satu
karangan kitab Imam Ghazali.
- Pada pandangan yang lain pula ditemui garis singgung sejarah
antara era, yang mana dalam kitab ini dijumpai bahwa Imam
Ghazali mengutip perkataan dari orang-orang yang hidup
mengabdikan ilmunya setelah Imam Ghazali lama wafat, dimana
hal ini menambah keyakinan bahwa kitab kuranglah ideal untuk
dinisbatkan kepada beliau, sebagai misal: dalam hadis yang
berkenaan dengan amanah: imam al-Qurtubi mengatakan…dst,
yang menjadi fakta dalam keilmuan ulama terdahulu bahwa Imam
3
al-Qurtubi wafat pada tahun 671 hijri, lalu imam al-Ghazali wafat
pada 505 hijri, dan ini adalah sebuah pernyataan yang sangat
membingungkan bagi para ahli ilmu, seseorang yang telah wafat
mengutip perkataan orang yang hidup!
Pernah pula terjadi penolakan terhadap penelitian kami ini,
dengan mengatakan bahwa pernyataan diatas sangatlah
berlebihan dari para pelaku-pelaku yang mengkehendaki
kurangnya kelengkapan dalam kitab tersebut, namun dengan
cukup sederhana kami membalas bahwa dari tata bahasa ini
bukanlah pernyataan berlebihan, ataupun terjadi penambahan
ataupun pengurangan, tapi sebuah fakta dengan bukti, bahwa jika
kami kurangi tulisannya akan terjadi kepincangan dalam teks
yang dimaksudkan.
- Seperti halnya dalam pernyataan imam Ghazali dalam kutipan
dari imam Ibnu al-Jauzi dan al-‘Azu, atau dari imam al-Qurtubi
pada pembahasan lainnya, dimana sudah menjadi catatan sejarah
bahwa imam al-Jauzi dilahirkan pada tahun 510 hijri dan wafat
pada tahun 597 hijri, yang artinya beliau hidup dan wafat setelah
imam Ghazali lama wafat!
- Lalu dalam pembahasan lain disebutkan pula bahwa imam
Ghazali sering kali mengutip dari kitab “Zahr al-Riyad”, yang
pada faktanya adalah bahwa kitab ini adalah karangan Abi al-
Qosim bin Abdul Majid bin Ismail bin Usman bin Yusuf bin al-
Husain bin Hafs bin al-Shafrawi, lahir di Alexandria pada tahun
544 Hijri dan wafat pada tahun 636 Hijri.
Setelah melalui beberapa pengungkapan dan pemaparan beberapa
fakta dan bukti keilmuan telah menjadi jelas pula, bahwa pengarang
sebenarnya kitab telah lahir dan wafat lama setelah imam Ghazali wafat, lalu
bagaimana pula nisbat kitab ini kepada Imam Ghazali setelah pengungkapan-
pengungkapan diatas ?!

Sejarah Hayat Imam al-Ghazali

Nasab dan lahirnya beliau:


Beliau adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Tusi,
atau yang dijuluki dengan Abi Hamid, bergelar Zainuddin Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Tusi, al-Syafi’i,
al-Ghazali, seorang pengarang kitab-kitab yang cerdas lagi pandai, lahir di
kota Tus (terletak di negeri Razavi Khorasan, Iran) tahun 450 H.

4
Diriwayatkan oleh Ibnu Najar bahawa ayahanda beliau seorang
pemintal bulu domba dan menjualnya pada kedai kecil milik mereka, lalu
ayahandanya berwasiat kepada kedua anaknya Ahmad dan Muhammad
untuk belajar, kemudian mengantar mereka kepada salah satu kerabat
ayahandanya iaitu seorang tuan guru sufi yang shaleh, mereka berdua pun
diajarkan ilmu menulis dan seni, sehingga wafatlah ayahanda mereka dengan
tiada meninggalkan sebarang apapun untuk menyambung hidup kedua
anaknya, akhirnya guru mereka pun berwasiat lagi agar mereka tetap duduk
dan menetap di dalam balai pengajaran dengan harapan akan menjadi pandai
dan cerdas sehingga bisa mendapatkan sebarang rejeki untuk hidup.
Abu al-Abbas Ahmad al-Khatibi mengatakan: pernah suatu kali aku
dalam majlis bersama imam Ghazali, lalu beliau mengatakan: saat
ayahandaku wafat, beliau tiada meninggalkan apapun kepada kami berdua
sebarang harta untuk makan kami, maka kami pun menyerahkan nasib kami
kepada sekolah dengan niat hanya supaya dapat makan, dan bukan buat
sebarang ilmu, saat itu kami lakukan bukan semata-mata kerana Allah
S.W.T, akhirnya tuan guru pun menolak hal itu, dan memintanya agar
melakukan semuanya demi reda Allah S.W.T.
Lalu dalam kesempatan yang lain diutuslah imam Ghazali bersama
beberapa pelajar diutus ke kota Nisyapur (disebut juga Naisabur, negeri
Razavi Khorasan, Iran) untuk belajar kepada imam al-Haramain yang tiada
disangka menjadi murid terbaik, pandai dalam fiqih, mahir dalam ilmu kalam
dan berdebat hingga menjadi mutiara diatara murid-murid yang lain.
Dalam kesempatan yang lain pula Abu Hamid mendapat kehormatan
untuk dapat berhadir ke istana para sultan, dimana beliau disambut oleh
hulubalang kerajaan dengan penuh suka cita akan kehadiran seorang pemuda
yang pandai, sampai pada akhirnya Abu Hamid pun mengajukan sebuah
sistem pengajaran agar disokong oleh kerajaan, hal tersebut pun diaminkan
oleh kerajaan, maka berdirilah sebuah sekolah kerajaan yang terkenal di kota
Baghdad untuk pertama kalinya, yang dipimpin langsung oleh beliau, itu
terjadi pada tahun 484 H (1090 M) dimana beliau hanya berumur 30 tahun
atau lebih, yang pada bersamaan Abu Hamid juga menanggungjawapi
penyusunan beberapa disiplin ilmu diantaranya usul fiqh, tata ilmu bahasa
(al-Kalam), ilmu-ilmu hikmah dimana kesemua itu didasari oleh kecerdasan
dan kepandaian imam Ghazali dalam memudahkan para penuntut ilmu
memahami ilmu-ilmu yang terkenal dengan kepayahannya.
Setelah berlalu beberapa saat, imam Ghazali pun meraih kemashuran
dalam bidang keilmuan yang menjadi khazanah keislaman, beliau berdiri
dihadapan para raja atas nama ilmu, bermartabat sejajar dengan hulubalang
negeri kerana ilmu, yang berakhir kepada mundurnya beliau dari hiruk pikuk
dunia lalu memasuki dunia zuhd dan berpulang kepada keabadian ilmu
5
akhirat yang kekal, berhiaskan keikhlasan serta perbaikan diri, maka
beliaupun melaksanakan ibadah haji pada saat itu, berziarah ke Baitul
Maqdis yang didampingi oleh seorang ulama fiqh Nasr bin Ibrahim menuju
kota Damaskus, duduk dan menetap disana sebentar, namun menghasilkan
karangan-karangan terbaik dari karya-karya beliau yang diantaranya adalah:
kitab al-Ihya, kitab al-Arba’in, kitab al-Qistas dan kitab Mihk al-Nazr.
Niat yang tulus tadi dijadikan sebagai modal utama mengenakan baju
taqwa, Abu Hamid benar-benar meninggalkan dunia, menjunjung tinggi
kehormatan ilmu sebagai kendaraan dunia menuju reda Ilahi, beliau pun
pulang ke kampung halamannya, dengan tujuan mempertebal keimanan,
mengisi waktu-waktunya menjaga sunah Rasulullah S.A.W, setelah
bertahun-tahun merantau menyebarkan ilmu-ilmu.
Pada saat menjabat kementrian pendidikan, tiada seorang raja
ataupun pangeran yang tiada berbangga akan kehadirannya, hingga raja
berpesan kepada beliau untuk tetap menyebarkan ilmu sampai pada
hembusan nafas yang pengakhiran. Kerana hal itulah Abu Hamid menetap
lama di Nisyapur untuk mengajarkan sistem pengajaran yang beliau
terapkan.
Sampai pada penghujung dari perjalanannya, beliau menerima
beberapa pakar ilmu hadis yang mengajaknya untuk bermajlis, membahas
kitab sahih Bukhari dan Muslim, yang seandainya kalau beliau masih hidup,
maka tiada sebarang kesulitan pun akan dihadapi dalam memahami sebuah
disiplin ilmu, apapun bentuk dari ilmu tersebut. Maka tiada dipungkiri
tawaran harta yang melimpah datang menghampiri beliau, namun ditampik
dengan penolokan-penolakan halus oleh beliau.

Sanjungan para ulama kepadanya

Gurunya imam al-Haramain mengatakan: al-Ghazali adalah samudera yang


dalam.
Muridnya imam Muhammad bin Yahya mengatakan: beliau adalah imam
Syafi’i jilid Dua.
Abu Hasan al-Ghafar al-Faris ulama setelahnya mengatakan: al-Ghazali
adalah hujjah al-Islam (sandaran keilmuan dalam islam) dan orang-orang
muslim, imam dari para imam, yang tiada pernah disaksikan oleh mata dan
lisan, bicara dan pikiran, perangai dan kecerdasan.
Ibnu Najar mengatakan: Abu Hamid adalah imam para pakar fiqih sejati,
penuh ketaqwaan, mujtahid pada masanya, pandai dalam mazhab dan ilmu
ushul, ilmu debat, mantiq, cerdas dalam membaca hikmah dan filsafat, faham
dan mengerti makna dan maksud bicara para ahli hingga mampu menolak
pendapat dengan tanpa menghilangkan makna maksud dari ilmu tadi, kuat
6
ingatannya, pandai dan mengerti seluk-beluk makna ilmu walau sepayah
apapun, sampai-sampai disebutkan bahwa ketika beliau menyiapkan
karangan kitab “al-Mankhul fi ilmi al-Ushul”, imam al-Ma’ali berkata
mengenai kitab Abu Hamid tersebut: “telah engkau kubur aku hidup-hidup
wahai Ghazali, hendaknya engkau bersabarlah hingga aku mati (kitabmu
lebih mashyur dibandingkan kitabku)”
Muhammad bin al-Walid al-Tortusi dalam suratnya kepada Ibnu Muzfir
mengatakan: aku mengingat tentang Abi Hamid saat menemuinya waktu itu,
dia adalah seorang yang mulia dalam urutan ahli ilmu, seseorang yang
didalam pikirannya berkumpul akal dan kearifan, berkorban sepanjang
hayatnya demi ilmu.
Ibnu Subki mengatakan tentang perangai keilmuan Abu Hamid: saat orang-
orang lari menghindar dari kegelapan filsafat, dia datang dengan pelita
keilmuan dan pemahaman filsafat era baru, merubah pandangan kekeringan
akan disiplin ilmu menjadi gerimis ilmu dan khazanah yang tersusun-rapi,
dengan tiada melupakan bahwa ilmu hadir dari agama yang terpuji ini,
melalui lisan yang berucap dengan indah, dia paparkan dan hiasi agama
dengan elok.
Pada Ijma’ yang dilaksanakan pada tahun 105 Hijri telah diputuskan
bahwa Imam Ghazali adalah seorang pembaharu dalam islam. Prof. Dr.
Yusuf Qardhawi berpendapat tentang Abu Hamid: Beliau adalah seorang
yang matahari keilmuan, bercahaya dalam ilmu bahas tentang hakikat,
pelajar yang berusaha keras dalam upaya penerangan sesuatu yang tiada
dimengerti, pemeriksa akan sebuah keyakinan yang berakhir pada penerang
dalam kalbu, tidak menjadi pengikut dan pentaklid yang buta, kerana taklid
tiada membuahkan keyakinan, dimana perasangka tiada mencukupi
didalamnya, dan perasangka dalam kes-kes kepercayaan ataupun ilmu ushul
tiada menerbitkan apapun, dan beliau adalah orang yang selalu
berseberangan dengan mereka yang selalu bertaklid dalam ilmu…

Wafatnya

Beliau wafat pada usia yang cukup muda bagi seorang ahli ilmu dan
ulama iaitu 55 tahun, di kota Tus, pada hari isnin 14 Jumadi al-Sani, tahun
505 Hijri (19 Desember 1111 Masehi), beliau dimakamkan dan berpusara di
Tabiran.4

4
Sebahagian kalangan berpendapat bahwa makam beliau berada di kota Baghdad, Irak.
Namun menuruti pendapat yang paling sahih, dan merujuk kepada ahli sejarah, telah
ditetapkan bahwa beliau di makamkan di kota Tabiran, Tus, Negeri Razavi Khorasan-Iran
(penterj.)

7
MENYINGKAP RAHASIA QOLBU

1. AL-KHAUF (TAKUT)

Dijelaskan dalam sebuah hadis bahwa Nabi S.A.W bersabda:


‫أن هللا تعالى خلق ملكا لﮫ جناح في المشرق وجناح في المغرب ورأسﮫ تحت‬
‫العرش ورجاله تحت األرض السابعﮫ وعليﮫ بعدد خلق هللا تعالى ريش فإذا صلى رجل‬
‫أو إمرأه من أمتي علي أمره هللا تعالى بأن ينغمس في بحر من نور تحت العرش‬
‫ فيخلق هللا تعالى‬. ‫ ثم يخرج وينفض جناحﮫ فيقطر من كل ريشﮫ قطره فيﮫ‬،‫فينغمس فيﮫ‬
.‫من كل قطره ملكا يستغفر لﮫ إلى يوم القيامة‬
“Allah S.W.T telah menciptakan malaikat dengan memiliki sayap.
Sebelah sayap di belahan timur, dan sayap yang satu lagi berada di belahan
barat dunia. Kepalanya berada di bawah Arasy, sementara kedua kakinya
menginjak di bumi yang ke tujuh (bumi yang paling bawah). Ia memiliki
bulu-bulu sebanyak jumlah bilangan makhluk Allah S.W.T. Apabila ada
orang laki-laki atau perempuan dari umatku yang membaca shalawat
kepadaku, maka Allah S.W.T. memerintahkan kepada malaikat itu agar
menyelam ke dalam lautan cahaya dibawah Arasy. Kemudian ia keluar dari
dalam lautan cahaya itu sambil mengibas-ngibaskan sayapnya. Maka
meneteslah percikan-percikan air cahaya dari setiap bulunya. Allah S.W.T
menjadikan dari setiap percikan itu sebagai malaikat yang beristighfar
(memohon ampun) baginya (orang yang membaca shalawat tersebut)
sampai hari kiamat.”
Allah S.W.T berfirman:
‫ﭼ‬ ‫ﭽ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦﭧ ﭨ ﭩﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ‬
“Hai orang-orang beriman bertakwalah kepada Allah S.W.T dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah S.W.T, sesungguhnya
Allah S.W.T Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al Hasyr: 18).
Maksudnya, takutlah kepada Allah S.W.T dan taatilah Dia, bersedekah
dan beramallah dengan penuh ketaatan agar supaya kamu dapat memetik
buah pahalanya kelak di hari kiamat. Para malaikat, bumi, langit waktu siang
dan malam akan memberikan kesaksian terhadap apa yang dikerjakan oleh
manusia keturunan Adam, baik mengenai kebaikan ataupun kejahatan, yang
berupa ketaatan maupun kemaksiatan. Bahkan anggota-anggota tubuhnya
juga akan memberikan kesaksian yang dapat memberatkannya. Sementara
bumi memberikan kesaksian yang menguntungkan orang yang beriman dan
8
orang yang zuhud. Dalam kesaksiannya itu ia mengatakan: “Dia (orang
mukmin) telah menyembah Tuhan Yang Maha Tinggi, di atasku, dia
berpuasa, berhaji dan berjihad di jalan Allah S.W.T.” Mendengar kesaksian
itu, bergembiralah orang yang beriman dan orang yang zuhud.
Dan bumi juga memberikan kesaksian yang memberatkan orang kafir
dan orang yang durhaka. Dia berkata: “Dia (orang kafir) telah berlaku
musyrik di atasku, dia berzina, dan makan barang yang haram.” Sehingga
alangkah celakanya bila Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para
penyayang, menyelesaikan persoalan hisab dengan seadil-adilnya.
Orang mukmin yang sejati ialah orang yang takut kepada Allah S.W.T
dengan seluruh organ dan anggota tubuhnya. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Abu Laits, bahwa takut kepada Allah S.W.T dapat dilihat indikasinya
dalam tujuh hal berikut ini:
1. Lidahnya:
Orang yang takut kepada Allah S.W.T, selalu berusaha mencegah,
lidahnya dari berbohong, menggunjing, mengadu domba, membual
dan mengobrol perkataan yang tidak berguna. Ia akan menjadikan
lidahnya sibuk untuk selalu zikir kepada Allah S.W.T, membaca Al-
Qur’an, berdiskusi dan mengkaji ilmu.
2. Hatinya:
Orang yang takut kepada Allah S.W.T akan selalu mengeluarkan rasa
permusuhan, kebohongan, dan kedengkian dari dalam hatinya.
Karena kedengkian itu dapat merusak kebaikan, sebagaimana sabda
Rasulullah S.A.W:
‫ب‬ َ ‫ار ال َح‬
َ ‫ط‬ ُ َّ‫ت َك َما ت َأ ُك ُل الن‬ َ ‫سدَ يَأ ُك ُل ال َح‬
ِ ‫سنَا‬ َ ‫إِيَّا ُكم َوال َح‬
َ ‫سدَ فَإ ِ َّن ال َح‬
“Sesungguhnya dengki itu akan membakar hangus kebaikan,
sebagaimana api yang membakar kayu bakar.”5
Ketahuilah, bahwa dengki itu termasuk penyakit hati yang sangat
berbahaya. Dan semua penyakit hati, tidak akan dapat disembuhkan
melainkan dengan ilmu dan amal.
3. Penglihatannya:
Orang yang takut kepada Allah S.W.T, tidak akan melihat pada yang
haram, baik mengenai makanan, minuman, pakaian dan lain
sebagainya. Dia tidak memandang dunia dengan nafsu ambisi dan
keinginannya, tetapi dia memandangnya untuk mengambil pelajaran

5
Dhaif: Riwayat Imam Abu Daud (4903), Imam Ibnu Majah (4210), Imam Abu Ya’la
(3656), Imam Abdu bin Hamid (1430), diulang kembali oleh al ‘Ajluni dalam “Kashf al
Khafa” (851), dan di Dhaif kan oleh Shaikh Albani dalam “Dhaif al Jami’” No. (2197),
(2781)

9
dan ibrah. Dia tidak memandang pada sesuatu yang tidak halal dilihat
olehnya. Rasulullah S.A.W bersabda:
َ ‫ َم َل َ هللاُ ت َعَالَى يَو َم ال ِقيَا َم ِة‬،‫عينُﮫُ ِمنَ ال َح َر ِام‬
ِ َّ‫عينُﮫُ ِمنَ الن‬
‫ار‬ َ َ ‫َمن َم َل‬
“Barangsiapa yang memenuhi matanya dengan sesuatu yang
haram, maka Allah S.W.T akan memenuhi matanya dengan api
neraka, kelak di hari kiamat.6
4. Perutnya :
Orang yang takut kepada Allah S.W.T, tidak akan memasukkan
makanan yang haram ke dalam perutnya, karena yang demikian itu
adalah dosa yang besar. Rasulullah S.A.W bersabda:
‫اء‬
ِ ‫س َم‬ ِ ‫اِذَا َوقَعَت لُق َمة ِمنَ ال َح َر ِام فِى بَط ِن اِب ِن آدَ َم لَعَنَﮫُ ُك ُّل َملَكٍ فِى األَر‬
َ ‫ض َوال‬
‫لى تِلكَ ال َحالَ ِة فَ َمأ َواهُ َج َﮭنَّم‬
َ ‫ع‬َ َ‫َما دَا َمت تِلكَ الُّلق َم ِة فِى بَطنِ ِﮫ َواِن َمات‬
“Apabila sesuap nasi jatuh ke dalam perut anak cucu Adam,
maka malaikat yang ada di bumi dan di langit melaknatinya selama
suapan makanan itu berada dalam perutnya dan kalau ia mati dalam
keadaan demikian, maka tempatnya adalah neraka Jahannam.”7
5. Tangannya.
Orang yang takut kepada Allah S.W.T, tidak mau menerima sesuatu
yang haram, tetapi selalu berusaha untuk menggapai dan meraih yang
mengandung unsur ketaatan dan dapat mendekatkan diri kepada
Allah S.W.T. Diriwayatkan dari Ka’ab bin Akhbar, dia berkata:
“Allah S.W.T menciptakan suatu perkampungan dari
zabarjad yang berwarna hijau. Dalam perkampungan itu terdapat
tujuh puluh ribu rumah, di dalam setiap rumah terdapat tujuh puluh
ribu kamar. Tidak ada yang dapat menempati tempat yang demikian
indah itu, kecuali seseorang yang apabila disodorkan atau
ditawarkan kepadanya sesuatu yang haram dia menolak dan
meninggalkannya, karena takut kepada Allah S.W.T.”
6. Kedua kakinya:
Orang yang takut kepada Allah S.W.T tidak akan melangkahkan
kakinya untuk berjalan dalam kemaksiatan kepada Allah S.W.T.
Tetapi kakinya digunakan berjalan dalam ketaatan kepada Allah
S.W.T dan mencari keridhaan-Nya dan berjalan ke arah kebaikan,
bergaul bersama ulama dan orang-orang yang saleh.
7. Ketaatannya:

6
Tidak digunakan untuk rujukan.
7
Tidak ada ditemukan dalam kitab sunnah yang ada pada penulis.

10
Orang yang takut kepada Allah S.W.T selalu mengorientasikan
segala aktifitas ketaatan dan kesalehannya hanya untuk mencari
keridhaan Allah S.W.T, menjauhi sifat riya’ dan kemunafikan.
Jika seseorang telah melakukan yang demikian itu, maka ia termasuk
dalam kategori orang-orang yang sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah S.W.T berikut:
‫ﭽ… ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭼ‬
“…Dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.” (Surah al-Zukhruf : 35).
Mereka berada di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah S.W.T berikut ini:
‫ﭽﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﭼ‬
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada
dalam taman-taman dan mata air-mata air yang mengalir.” (Surah
al-Hijr: 45).
Dan firman Allah S.W.T:
‫ﭽﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭼ‬
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam
surga dan kenikmatan.” (Surah al-Thur: 17).
Dan firmanNya:
‫ﭽﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﭼ‬
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat
yang aman.” (Surah al-Dukhan: 51).
Dari ayat-ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa seakan-akan
Allah S.W.T berfirman: “Sesungguhnya mereka (orang-orang yang
bertakwa itu) akan selamat dari neraka besok di hari kiamat.”
Maka seharusnya orang yang beriman mengambil posisi tengah
antara takut (khauf) dan harapan (raja’). Dia harus selalu
mengharapkan rahmat Allah S.W.T dan tidak berputus asa. Allah
S.W.T berfirman:
‫ﭽ …ﮪ ﮫ ﮪ ﮭ ﮮ…ﮯ ﯛ ﭼ‬
“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah S.W.T.” (Surah
al-Zumar: 53).
Beribadah menyembah Allah S.W.T, meninggalkan segala perbuatan
yang buruk dan bertobat kembali kepada Allah S.W.T.
Cerita:
Diceritakan, bahwa suatu ketika Nabi Daud A.S Duduk dimajlisnya
dengan membaca kitab Zabur, tiba-tiba beliau melihat seekor ulat merah di
tanah, lalu berkata di dalam hatinya: “Apa yang dikehendaki Allah S.W.T
dengan ulat ini?” Kemudian Allah S.W.T mengizinkan kepada ulat itu
berbicara: “Wahai Nabi Allah S.W.T, ketika siang Allah S.W.T
11
mengilhamkan kepadaku untuk membaca: Subhaanallaahi wal hamdu
lillaahi wa laa ilaaha illallahu wallaahu akbar (Maha Suci Allah S.W.T,
segala puji bagiNya, tiada Tuhan selain Allah S.W.T dan Allah S.W.T Maha
Besar), sebanyak seribu kali dalam setiap siang hari. Dan ketika malam
Allah S.W.T memberikan ilham kepadaku untuk membaca: Allaahumma
shalli ‘alaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam (Ya Allah S.W.T, anugerahkan rahmat dan salam kepada Nabi
Muhammad seorang Nabi yang ummi dan juga kepada keluarga dan
sahabat beliau), sebanyak seribu kali setiap malam. Lalu bagaimana halnya
denganmu? Apa yang engkau katakan wahai Nabi Allah S.W.T, agar aku
dapat mengambil sesuatu yang bermanfaat dari dirimu”.
Atas jawaban ulat itu, Nabi Daud A.S merasa menyesal, atas suara
hatinya yang bernada meremehkan terciptanya ulat tersebut. Dia menjadi
takut kepada Allah S.W.T, maka beliau bertaubat dan berserah diri
kepadaNya.8
Lain pula halnya dengan Nabi Ibrahim A.S kekasih Allah S.W.T,
ketika beliau mengingat-ingat akan kesalahannya, beliau menjadi tak
sadarkan diri ditambah gemuruh rasa takut di dalam hatinya yang mungkin
terdengar dari jarak satu mil. Kemudian Allah S.W.T mengutus Malaikat
Jibril untuk mendatanginya dan berkata: “Tuhan Yang Maha Perkasa
membacakan (berkirim) salam kepadamu, dan berfirman: ‘Apakah Anda
melihat seorang kekasih takut pada kekasih pujaannya.” Ibrahim A.S
berkata: “Wahai Jibril, ketika aku mengingat kesalahanku dan berfikir
tentang kedahsyatan siksaNya, maka aku menjadi lupa akan hubunganku
dengan Kekasihku.
Demikian itulah sifat dan perilaku para nabi, wali, orang yang saleh
dan orang-orang zuhud, maka renungkanlah!

2. TAKUT KEPADA ALLAH SWT

Abu Laits berkata: “Allah S.W.T mempunyai malaikat-malaikat yang


ada di langit. Sejak diciptakan, mereka selalu sujud kepada Allah S.W.T
sampai hari kiamat.” Rasa takut mereka akan menyalahi perintah Allah
S.W.T membuat persendian mereka menjadi gemetar. Ketika hari kiamat
tiba, mereka baru mengangkat kepalanya seraya berkata: “Maha Suci
Engkau, rasanya kami belum mengabdi sepenuhnya kepadaMu.” Itulah
maksud dari firman Allah S.W.T

8
Disebutkan oleh Abu Shaikh di dalam “Al ‘Uzhmah”(1751/5) dengan lafaz lain: ulat
berkata : “wahai Daud tahukah engkau bahwa satu tasbih yang aku lantunkan itu lebih baik
dari ibadahmu?”

12
‫ﭽﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﭼ‬
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan
melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)” (QS. An-Nahl:
50).
Maksudnya adalah mereka tidak pernah mendurhakai Allah S.W.T
barang sedikitpun walau hanya sekejap mata. Rasulullah S.A.W bersabda:
َ َ‫عنﮫُ ذُنُوبِ ِﮫ َك َما يَت َ َحات‬
‫ع ِن‬ َ ‫سدُ العَب ِد ِمن َخشيَ ِة هللاِ ت َعَالَى ت َ َحات َت‬ َ ‫اِذَا اِق‬
َ ‫شعَ َر َج‬
9 َ
‫ش َج َرةِ َو َرق َﮭا‬
َ ‫ال‬
“Ketika tubuh seseorang bergetar karena takut kepada Allah S.W.T
maka dosa-dosanya menjadi berguguran, sebagaimana rontoknya dedaunan
dari suatu pohon.”
Terdapat sebuah kisah, seorang laki-laki yang hatinya tertambat pada
seorang wanita berparas cantik. Suatu ketika wanita itu pergi untuk suatu
keperluan, lalu laki-laki tersebut ikut pergi menyertainya. Sesampainya di
hutan keduanya selalu terjaga dan tak bisa tidur, sementara rombongan yang
lain sudah terlelap dalam tidurnya. Kesempatan itu digunakan si laki-laki
untuk mengutarakan isi hatinya kepada wanita pujaan hatinya itu. Lalu si
wanita berkata: “Lihatlah apakah orang-orang itu sudah tidur semua?”
Mendengar ucapan wanita itu, hatinya menjadi berbunga-bunga, dia mengira
bahwa wanita itu akan memenuhi harapan hasrat hatinya. Dia segera bangkit,
mengitari rombongan kafilah, sorot matanya menatap ke sana ke mari ke
arah semua rombongan, ternyata semua orang sudah terlelap dalam tidurnya.
Lalu dia kembali kepada si wanita dan berkata: “Benar, semua orang telah
tidur.” Wanita itu kembali bertanya: “Bagaimana pendapatmu mengenai
Allah S.W.T apakah Dia tidur?’ Si laki-laki menjawab: “Sesungguhnya
Allah S.W.T senantiasa terjaga, Dia tidak mengantuk dan tidak pula tidur”
“Sesungguhnya Tuhan tidak mengantuk dan tidak pula tidur, Dia selalu
melihat kita, sekalipun orang-orang itu telah tertidur dan tidak melihat
kepada kita. Oleh sebab itu Dia sepatutnya harus lebih ditakuti,” Kata wanita
itu.
Akhirnya, laki-laki itu menjadi sadar, lalu meninggalkan wanita itu,
karena takut kepada Allah S.W.T Yang Maha Pencipta, lalu dia kembali
pulang ke rumah dan bertaubat kepada Allah S.W.T. Setelah dia wafat,
orang-orang bermimpi melihatnya di dalam tidur. Dia ditanya: “Bagaimana
Allah S.W.T memperlakukan dirimu?” Dia menjawab: “Allah S.W.T telah

9
Dhaif: diriwayatkan oleh Imam al Bazzar dalam Musnadnya (1322)(148/4), Imam al
Baihaqi dalam “Sha’b al Iman” (803)(419/1), diulang kembali oleh al Haitsimi dalam “al
Majma’ ” (310/10), ia berkata: didalamnya terdapat Ummi Kulsum binti Abbas yang tiada
aku kenal, selebihnya dapat dipercaya, lalu di Dhaif kan oleh Imam Albani dalam Kitab
“Dhaif al Jami’” No. (391)

13
mengampuniku, sebab ketakutanku kepadaNya, dan karena aku
meninggalkan rencana untuk berbuat dosa dengan wanita pujaan hatiku”.
Di dalam kitab Majami’ al-Latha’if terdapat sebuah kitab bahwa,
pada zaman dahulu ada seorang ‘abid (hamba Allah S.W.T yang ahli ibadah)
dari kalangan Bani Israil yang mempunyai banyak keluarga. Suatu ketika dia
dilanda kemiskinan, sehingga kondisinya benar-benar memprihatinkan dan
kritis. Lalu istrinya dia perintahkan untuk mencari sesuatu yang dapat dibuat
makan keluarganya. Si wanita itu kemudian pergi mendatangi rumah seorang
peniaga kaya untuk mendapatkan sesuatu. Setelah dia mengutarakan maksud
kedatangannya, saudagar yang kaya raya itu berkata kepadanya: “Baiklah,
asalkan kamu mau menyerahkan tubuhmu kepadaku.” Mendengar jawaban
itu, wanita tersebut menjadi terpaku diam membisu, lalu dia memutuskan
untuk kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, anak-anaknya yang
kelaparan, merintih pedih, sambil memanggil-manggil: “Ibu, ibu kami sangat
lapar, kami sudah hampir mati, karena tak kuat menahan rasa lapar, berilah
kami apa saja yang bisa kami makan!” Mendengar rintihan dan tangisan
anak-anaknya yang begitu menyayat hati, sang ibu memutuskan untuk
kembali kepada saudagar yang kaya raya itu dan menceritakan kondisi
kekritisan yang melanda keluarganya. “Apakah engkau bersedia memenuhi
keinginanku?” Tanya saudagar. Mulut wanita itu menjadi terkatup, seakan
terkunci untuk menyatakan ya, namun dengan berberat hati dan amat
terpaksa dia menganggukkan kepalanya”. Ketika saudagar itu hanya berdua
dengannya, semua persendian wanita itu menjadi bergetar, seakan semua
anggota tubuhnya akan terlepas dari tempatnya. Saudagar itu bertanya: “Ada
apa denganmu ini, mengapa tubuhmu gemetar?” “Sungguh aku takut kepada
Allah S.W.T”, Jawabnya singkat. Saudagar berkata: “engkau, dengan kondisi
yang demikian sulit serta kefakiran yang amat kritis seperti ini masih merasa
takut kepada Allah S.W.T, semestinya aku yang harus lebih takut kepadaNya
daripada dirimu”. Maka saudagar itu memenuhi kebutuhan yang diperlukan
wanita itu, lalu dia meninggalkannya. Wanita itu lalu pulang dengan
membawa banyak makanan untuk keluarganya, sehingga gembiralah
mereka.
Kemudian Allah S.W.T memberikan wahyu kepada Nabi Musa A.S:
“Hai Musa, katakanlah kepada si Fulan bin Fulan, seorang saudagar yang
kaya itu, bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosanya”. Maka datanglah
Nabi Musa A.S menemui saudagar itu dan berkata: “Hai si Fulan, apa yang
telah engkau perbuat terhadap Tuhanmu, sehingga Dia S.W.T menurunkan
wahyu kepadaku agar aku menemuimu”. Lalu saudagar bercerita kepada
Nabi Musa A.S mengenai kisah antara dirinya dan wanita tersebut. Setelah

14
saudagar selesai bercerita, Musa A.S berkata: “Sesungguhnya Allah S.W.T
telah benar-benar mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu”. 10
Diriwayatkan dalam sebuah hadis qudsi bahwa Nabi S.A.W bersabda:
‫عب ِدى َخوفَي ِن َو َل أ َمنَي ِن؛ َمن َخافَنِى فِى الدُنيَا‬ َ ‫علَى‬ َ ‫ َل ا َج َم ُع‬:‫يَقُو ُل هللاُ ت َ َعالَى‬
11 َ
‫ َو َمن ا َ َمنَنِي فِى الدُّنيَا أ َخفت ُﮫُ يَو َم ال ِقيَا َم ِة‬،ِ‫ا َ َمنت ُﮫُ فِى األ َ ِخ َرة‬
“Sesungguhnya Allah S.W.T berfirman: ‘Dua hal, tidak Aku
kumpulkan pada seorang hamba, yaitu rasa takut dan rasa aman.
Barangsiapa yang takut kepadaKu di dunia, maka akan Aku beri rasa aman
di akhirat, dan barang siapa yang tidak takut akanKu didunia, maka akan
Ku beri rasa takut di hari kiamat”.
Allah S.W.T berfirman:
‫ﭽ …ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ … ﮭ ﭼ‬
“…Maka janganlah kamu takut kepada manusia dan takutlah
kepada-Ku…” (Surah al-Maidah: 44).
Dan firman-Nya dalam ayat yang lain:
‫ﭬ ﭭ ﭼ‬ ‫ﭽ… ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ‬
“…Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah
kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman.” (Surah Ali
Imran : 75).
Adalah Umar R.A, suatu ketika beliau jatuh pingsan, di saat
mendengar alunan bacaan ayat al-Qur’an, karena takut kepada Allah S.W.T.
Pada suatu hari, beliau juga pernah mengambil jerami, lalu berkata:
“Alangkah baiknya, seandainya aku dahulu menjadi suatu jerami, bukan
yang disebut-sebut seperti sekarang ini. Dan alangkah baiknya bila ibuku
tidak melahirkan aku”. Kemudian belaiu menangis sejadi-jadinya, hingga air
matanya mengalir bagaikan dua aliran sungai yang membentuk garis hitam
di pipinya.
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
َّ
ِ‫ّللاِ َحتَّى يَعُودَ اللبَ ُن فِى الضَّرع‬ َ َّ‫لَ يَ ِل ُج الن‬
َّ ‫ار َر ُجل بَ َكى ِمن خَشيَ ِة‬
12

10
Dinisbatkan kepada pengarang Kashf al Zunun Abi Hamid al Ghazali, yang menjadi bukti
kuat bahwa tiada kebenaran nisbat kitab kepada al Ghazali.
11
Hasan: Riwayat Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya (604/Ihsan), (2494/Mawarid), Imam
ad Dilimi dalam musnadnya al Firdaus (4465), Imam Abul Qasim at Thabrani dalam
ensiklopedia as Shamaini (4465), Imam al Haitsami menyebutkan dalam Majma’nya
(30/10): diriwayatkan dari al Bazar dari Shaikhnya Muhammad bin Yahya bin Maimun, aku
tiada mengenalnya, dia kembali berkata: semua perawinya Shahih kecuali Muhammad bin
Alqamah, dia Hasan al Hadis, dan diHasankan Shaikh Al Bani dalam Shahih al Jami’ No
(4332).

15
“Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut
kepada Allah S.W.T sehingga ada air susu yang kembali ke tempat aslinya”
Diterangkan di dalam kitab Daqa’iq al-Akhbar, bahwa pada hari
kiamat akan didatangkan seorang hamba, setelah ditimbang amal
perbuatannya, kejahatannya lebih berat daripada kebaikannya, maka dia pun
diperintahkan untuk di bawa ke neraka. Sehelai rambut dari rambut-rambut
matanya berbicara: “Ya Tuhanku, RasulMu, Muhammad S.A.W pernah
bersabda: ‘Barangsiapa yang pernah menangis karena takut kepada Allah
S.W.T maka Allah S.W.T mengharamkan matanya tersentuh api neraka.’
Sesungguhnya mataku biasa menangis karena takut kepada Allah S.W.T.”
Akhirnya, Allah S.W.T Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
mengampuni dosa-dosa hamba itu dan menyelamatkannya dari api neraka,
berkat pengaduan sehelai rambut yang biasa menangis karena takut kepada
Allah S.W.T ketika masih di dunia. Kemudian Malaikat Jibril
mengumumkan bahwa telah selamat si Fulan bin Fulan dari neraka berkat
sehelai rambutnya yang menangis karena takut kepada Allah S.W.T.
Di dalam kitab Bidayatul Hidayah disebutkan bahwa ketika hari
kiamat tiba, maka neraka Jahannam didatangkan. Gemuruh suara dan nyala
apinya amat menggetarkan dan mengerikan. Saat itu, semua umat menjadi
berlutut, karena tercekam kesedihan menghadapinya.
Allah S.W.T berfirman:
‫ﯖ ﯗﯘ … ﯣ ﭼ‬ ‫ﭽﯔ ﯕ‬
“Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut...” Surah al-
Jatsiyah: 28).
Yakni, semua umat pada hari itu merangkak dengan lututnya. Ketika
penghuni neraka digiring menuju ke neraka, gemuruh nyala api neraka itu,
terdengar oleh mereka dari jarak perjalanan sejauh lima ratus tahun.
Setiap orang, termasuk para nabi akan berkata: “Nafsi, nafsi”
(maksudnya mereka sibuk dengan urusan sendiri-sendiri untuk mencari
selamat). Kecuali baginda Nabi S.A.W yang teristimewa, yaitu Baginda
Rasulullah Muhammad S.A.W. yang akan berkata: “Ummati, ummati”
(selamatkanlah umatku, umatku). Kemudian keluarlah nyala api neraka
Jahannam itu bergulung-gulung laksana gunung-gunung. Tetapi umat
Baginda Nabi Muhammad S.A.W berusaha untuk menangkis dan
menghalangi sambarannya, seraya berkata: “Wahai api, demi hak orang-
orang yang shalat, berpuasa dan bersedekah kembalilah kamu”. Namun api

12
Shahih: Riwayat Imam Tirmidzi dalam al Jihad (1633), dan dalam az Zuhd (2311), Imam
Nasa’i dalam Kitab al Jihad (16/6) (3108, 3107), Imam Ibnu Majah dalam Kitab al Jihad
(2774), Imam Ahmad (10182), Imam Ibnu Abi ‘Asem (178/1), dan di Shahihkan Imam
Albani dalam Shahih al Jami’ Hadis No. (7778)

16
itu tetap tidak memperdulikan dan tidak mau kembali. Lalu Baginda Nabi
memanggil Jibril A.S dan menyampaikan bahwa api sedang menuju ke arah
umat Muhammad, Dia membawakan semangkok air, lalu Rasulullah S.A.W
meraihnya. Malaikat Jibril berkata: “Hai Muhammad, ambillah air ini dan
siramkanlah kepada api itu”. Kemudian beliau menyiramkan air itu pada api
yang menyambar-nyambar, sehingga api menjadi padam seketika. Baginda
Nabi S.A.W bertanya kepada Jibril A.S: “Wahai Jibril, air apakah ini” Ini
adalah air mata-air mata dari umatmu yang menangisi dosa-dosanya karena
takut kepada Allah S.W.T seorang penyair berkata dalam bait syairnya:
* ‫ي َولَاَد ِري‬ ُ ‫* تَنَاث َ َر‬
َّ َ‫عم ِرى ِمن يَد‬ * ‫علَى ذَنبِى‬ ِ َ‫ي ﮪ ََالت َب ِكي‬
َ ‫ان‬ َ َ ‫*ا‬
َّ َ‫عين‬
“Wahai kedua mataku, menangislah engkau karena dosa-dosaku;
sementara umurku terus berserakan, tanpa aku sadari”
Disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Baginda Nabi S.A.W
bersabda:

Diceritakan dari Muhammad bin Al-Mundzir, bahwa ketika dia


menangis, dia mengusap-usapkan air matanya itu pada wajah dan
janggutnya, seraya berkata: “Telah sampai suatu riwayat kepadaku bahwa
api neraka tidak akan menyentuh tempat yang dilinangi air mata (yang
menetes karena takut kepada Allah S.W.T).”
Oleh sebab itu, diwajipkan kepada orang mukmin untuk takut
terhadap siksa Allah S.W.T dan mencegah dirinya untuk memperturutkan
keinginan hawa nafsunya, Allah S.W.T berfirman:
‫ﭽﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯨ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ‬
‫ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﭼ‬
“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan
kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan
adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan
diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat
tinggal(nya).” (Surah al-Nazi’at: 37-41).
Barangsiapa yang ingin selamat dari siksa Allah S.W.T dan
memperoleh pahala serta rahmat-Nya, maka hendaklah ia bersabar atas
segala penderitaan dan kesulitan hidup di dunia, bersabar dalam menjalankan
ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Diterangkan di dalam kitab Zahrur Riyadh13, bahwa Nabi S.A.W
bersabda:
13
Karangan Abi al Qasim Abdurrahman bin Abdul Majid bin Ismail bin Yusuf bin al
Hussain bin Hafas bin As Shafrawi , lahir di Alexandria tahun 544 H, wafat tahun 636 H,
dimana kitab tersebut terdapat banyak kebathilan, seperti yang disampaikan Ibnu Hajar
dalam Kitab “Lisan al Mizan” (297/5)

17
“Ketika ahli surga, masuk ke surga, para malaikat menjemput mereka
dengan berbagai kebaikan dan kenikmatan. Mimbar-mimbar kehormatan
disiapkan dan hamparan permadani digelar serta berbagai macam makanan
dan buah-buahan dihidangkan. Dengan penghormatan yang begitu mulia
dan sajian kenikmatan dan makanan beraneka macam itu, mereka menjadi
kebingungan. Dalam kondisi kebingungannya itu, Allah S.W.T berfirman:
‘Ini bukanlah tempat kebengongan dan kebingungan.’ Lalu mereka
menjawab: ‘Sesungguhnya kami mempunyai perjanjian dan sekarang benar-
benar telah tiba saatnya.’ Kemudian Allah S.W.T berfirman kepada para
malaikat: ‘Angkat dan singkaplah tabir yang menutup wajah-wajah itu.’
Para malaikat berkata: ‘Ya Tuhan kami, mengapa Engkau persilakan
mereka untuk melihat-Mu? Padahal mereka itu adalah orang-orang yang
durhaka. ‘Allah S.W.T kembali berfirman: ‘Angkatlah tabir-tabir itu, karena
mereka adalah orang-orang yang biasa berzikir, bersujud dan menangis
karena mengharapkan bertemu dengan-Ku langsung melihat Allah S.W.T
dan seketika mereka bersujud kepada-Nya. Maka Allah S.W.T berfirman:
‘Angkatlah kepala-kepala kalian, karena di sini bukanlah tempat beramal,
tetapi tempat kemuliaan.”
Allah S.W.T terlihat oleh mata mereka, tanpa bisa digambarkan
bagaimana dan bagaimana? Dengan penuh keramahan, Allah S.W.T
memberikan penghormatan dan penyambutan:
١١٩ :‫ﭽ…ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗﰗ … ﰗ ﭼ المائدة‬
“…Selamat bagi Anda, wahai hamba-hamba-Ku, Aku benar-benar telah
ridha kepada Anda, lalu apakah Anda juga ridha kepada-Ku?...”
٥٨ :‫ﭼ يس‬ ‫ﭽﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ‬
“Salam, sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (QS.
Yaa Siin: 59).

3. ANTARA SABAR DAN SAKIT

Barangsiapa yang ingin selamat dari siksa Allah S.W.T, memperoleh


pahala dan anugerah rahmat-Nya serta masuk ke dalam surga-Nya, maka
hendaklah ia menahan nafsunya dari kesenangan-kesenangan dunia dan
bersabar terhadap penderitaan dan musibah yang menimpanya.
Allah S.W.T berfirman:
١٤٦ :‫ﭼ آل عمران‬ ‫ﭽ… ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ‬
Aku mengatakan: Bahwa pemilik Kitab “zahrur riyadh” lahir dan wafat sesudah Imam
Ghazali lama meninggal, yang menjadi sandaran dasar untuk tidak menisbatkan kitab
kepada Imam Ghazali.

18
Artinya:
“…Allah S.W.T menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran: 146).
Sabar itu dapat dikualifikasikan dalam tiga kategori, yaitu:
1. Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah S.W.T.
2. Sabar dalam menjauhi larangan-larangan Allah S.W.T.
3. Sabar terhadap musibah.
Orang yang bersabar dalam menjalankan ketaatan dan kebaktian kepada
Allah S.W.T, maka besok pada hari kiamat, Allah S.W.T memberikan
kepadanya tiga ratus derajat di surga. Jarak dari setiap derajat, seluas antara
langit dan bumi. Orang yang bersabar dalam menjauhi dan meninggalkan
larangan-larangan Allah S.W.T, maka besok pada hari kiamat Allah S.W.T
akan memberikan kepadanya enam ratus derajat. Jarak dari setiap derajat
seluas antara langit ke tujuh (langit yang tertinggi) dan bumi yang ke tujuh
(bumi yang terbawah). Sedangkan bagi orang yang bersabar dalam
menghadapi musibah, maka Allah S.W.T akan memberikan kepadanya
seratus derajat di surga. Jarak setiap derajat, seluas antara Arasy dan bumi.
Dikisahkan, bahwa Nabi Zakaria A.S berlari dari kejaran orang-orang
Yahudi, yang terus tetap mengejar mengikuti jejaknya. Ketika mereka telah
mendekatinya, Nabi Zakaria A.S yang melihat sebuah pohon yang ada di
depannya, dia berkata kepada pohon itu: “Hai pohon, masukkanlah aku ke
dalammu.” Maka pohon itu menjadi terbelah, sehingga Nabi Zakaria A.S
dapat masuk ke dalamnya, setelah beliau masuk ke dalamnya, pohon itu
terkatup dan menutup kembali dan Nabi Zakaria A.S bersembunyi di
dalamnya. Iblis yang menyaksikan peristiwa itu, memerintahkan kepada
orang-orang Yahudi yang mengejar Nabi Zakaria A.S untuk menggergaji
membelah pohon itu agar Nabi Zakaria terpotong dan terbelah, sehingga
mati di dalamnya. Mereka benar-benar melakukan apa yang diperintahkan
oleh iblis. Hal itu terjadi karena Nabi Zakaria A.S mengandalkan pohon itu,
bukan pada Allah S.W.T. sehingga menyebabkan kebinasaannya. Dia mati
terbelah menjadi dua dengan gergaji.
Sebagaimana halnya hadis yang diriwayatkan dari Nabi S.A.W. bahwa
beliau bersabda: “Tidaklah ada seorang hamba pun yang tertimpa musibah,
lalu dia berserah diri kepadaKu, kecuali Aku akan memberikan
(permintaannya) sebelum ia memintanya dan Aku akan mengabulkan
(permohonannya) sebelum ia berdoa memohon kepadaKu. Dan tidak ada
seorang hamba pun yang tertimpa musibah, lalu ia bergantung kepada
makhluk selain Aku, kecuali Aku tutup pintu-pintu langit (rahmat) baginya.”
Ketika penggergajian kayu yang di dalamnya Nabi Zakaria A.S tersebut,
sampai pada otaknya, dia berteriak menjerit kesakitan. Lalu dikatakan
kepadanya: “Hai Zakaria, sesungguhnya Allah S.W.T berfirman kepadamu,
‘Mengapa Anda tidak bersabar menghadapi musibah sakit dan berkata,
19
aduh? Seandainya engkau mengatakannya sekali lagi, maka Aku akan
mengeluarkan namamu dari daftar para nabi.” Maka Nabi Zakaria menggigit
bibirnya, bersabar menahan rasa sakit, hingga mereka benar-benar
membelahnya menjadi dua.
Oleh sebab itu, bagi orang yang berakal wajib bersabar dalam
menghadapi musibah dan tidak mengadukannya kepada manusia, agar dia
selamat dari azab dunia dan akhirat. Karena musibah atau ujian yang paling
berat adalah yang ditimpakan kepada para Nabi dan Wali (kekasihNya).
Junaid Al-Baghdadi berkata: “Musibah atau bala’ merupakan pelita
(penerang) bagi orang-orang yang arif, menggeliatkan kebangkitan bagi
orang-orang yang menghendaki keridhaan Allah S.W.T. Dia merupakan
kebaikan bagi orang-orang yang beriman dan kebinasaan bagi orang-orang
yang lengah. Tak seorang pun yang dapat merasakan manisnya keimanan,
sampai dia ditimpa musibah, lalu dia meredai musibah dan bersabar.”
Nabi Muhammad S.A.W bersabda:
‫من مرض ليلة فصبر ورضى عن هللا تعالى خرج من ذنوبﮫ كيوم ولدتﮫ امﮫ فاذا‬
‫مرضتم فال تتمنو العافية‬
“Barangsiapa yang menderita sakit semalam, lalu ia bersabar dan ridha
kepada Allah S.W.T, maka dia menjadi keluar dari dosa-dosanya,
sebagaimana di saat ia terlahir dari ibunya. Maka ketika Anda sakit,
hendaklah kiranya (bersabar) tidak terlalu mengharapkan kesembuhan.”14
Ad-Dhahak berkata: “Barangsiapa yang tidak diuji dengan suatu
musibah, kesulitan atau bala’ selama empat puluh hari, maka tidak ada suatu
kebaikan pun baginya di sisi Allah S.W.T.
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata: “Ketika Allah S.W.T
memberikan ujian kepada seorang hamba yang beriman dengan suatu
penyakit. Dia berfirman kepada para malaikat yang ada di sisi kiri:
‘Angkatlah Qalam (pena pencatat amal) daripadanya.’ Sementara kepada
para malaikat yang ada di sisi kanan, Dia berfirman: ‘Tulislah buat hamba-
Ku, amal kebaikan yang pernah dia lakukan dengan sebaik-baiknya.”
Di dalam hadis lain juga disebutkan, dari Nabi S.A.W:
- ‫ فَإِن ُﮪ َو‬.‫ظ َرا َماذَا يَقُو ُل ِلعُ َّوا ِد ِه‬ُ ‫ّللاُ تَعَالَى إِلَي ِﮫ َملَ َكي ِن فَقَا َل ان‬
َّ ‫ث‬ َ َ‫ض العَبدُ بَع‬ َ ‫« إِذَا َم ِر‬
ُ َ َ
‫ فَيَقو ُل ِلعَبدِى‬- ‫ َو ُﮪ َو أعل ُم‬- ‫ع َّز َو َج َّل‬ َ
َّ ‫علي ِﮫ َرفَعَا ذَلِكَ إِلى‬
َ ِ‫ّللا‬ َ َ
َ ‫ّللاَ َوأثنَى‬ َّ َ‫ َح ِمد‬- ُ‫إِذَا َجا ُءوه‬
َ َ َ ُ
‫شفَيتُﮫُ أن أب ِد َل لﮫُ لح ًما خَي ًرا ِمن لح ِم ِﮫ َودَ ًما خَي ًرا‬َ َ ُ
َ ‫ى إِن ت ََوفَّيتُﮫُ أَن أد ِخلﮫُ ال َجنَّة َوإِن أنَا‬
َ َ َّ َ‫عل‬
َ
َ ُ‫عنﮫ‬
‫سيِئ َاتِ ِﮫ‬ ُ َ
َ ‫ِمن دَ ِم ِﮫ َوأن أ َك ِف َر‬ 15

14
Dhaif: diulang oleh Imam al Hakim Tirmidzi dalam kitab “Nawadir al Ushul” (224/3),
dan di Dhaifkan oleh Shaikh Albani dalam kitab “Dhaif al Jami’ ” (5856).
15
Mursal: diriwayatkan Imam Malik dalam kitab “Muwattha’ ” (1682), Imam Baihaqi
dalam kitab “as Shaa’b” (9941), Imam Ibnu Abdil Bar dalam “Tamhid” (47/5), Imam al
20
“Ketika seorang hamba sakit, Allah S.W.T mengutus dua malaikat
padanya, seraya berfirman: ‘Lihatlah apa yang diucapkan hamba-Ku.” Kalau
dia berkata, alhamdulillah, maka ucapan itu dilaporkan kepada Allah S.W.T,
sedangkan Dia sesungguhnya Maha Mengetahui. Selanjutnya Allah S.W.T
berfirman: “Kalau Aku mematikan dia, maka menjadi sebuah kewajiban
bagi-Ku untuk memasukkannya ke dalam surga. Dan kalau Aku memberikan
kesembuhan kepadanya, maka menjadi sebuah kewajiban bagiKu untuk
mengganti dagingnya dengan yang lebih baik dari daging sebelumnya,
mengganti dengan darah yang lebih baik dari darah yang sebelumnya dan
Aku akan mengampuni dosa-dosanya.”
Diceritakan, bahwa pada zaman dahulu dikalangan Bani Israil, ada
seorang laki-laki fasik, yang terus menerus melakukan kefasikannya, hingga
meresahkan penduduk negerinya, namun mereka tidak memiliki kekuatan
dan keberanian untuk menghentikan kedurhakaannya. Mereka hanya
melakukan perlawanan dengan berdoa serta merendahkan diri kepada Allah
S.W.T, hingga akhirnya Allah S.W.T menurunkan wahyu kepada Nabi Musa
A.S: “Hai Musa, ditengah-tengah kaum Bani Israil terdapat seorang pemuda
durhaka yang meresahkan mereka, namun mereka tidak kuasa untuk
mengusirnya. Mereka khawatir terkena api neraka, disebabkan ulah
kefasikannya, maka usirlah dia.” Kemudian datanglah Nabi Musa A.S
menemui pemuda fasik itu dan mengusirnya. Lalu pemuda itu pergi
meninggalkan desa tempat tinggalnya ke desa yang lain. Tetapi dia juga
diusir dari desa itu, sehingga harus berpindah ke desa yang lain. Dia terus
diusir dari desa ke desa, sampai akhirnya dia terusir ke suatu hamparan
padang pasir yang sangat ganas, tak ada tumbuh-tumbuhan, burung-burung
dan tidak ada pula makhluk-makhluk yang lain. Di tengah-tengah gurun
pasir yang ganas itu, dia jatuh sakit tanpa ada seorang pun yang
menolongnya. Dia terbaring di atas pasir yang panas, sambil menyandarkan
kepalanya pada bait-bait padang pasir yang kering kerontang, dia berkata:
“Seandainya ibuku berada di atas kepalaku, tentu dia akan merasa kasihan
kepadaku dan menangisi kenistaanku; kalau sekiranya ayah ada di sini, tentu
dia akan membantuku dan mengurus segala keperluanku; andai istriku ada di
sisiku, tentu dia akan menangisi kepergianku; dan seandainya anak-anakku
hadir di sini, tentu mereka akan menangisi jenazahku dan berdoa: ‘Ya Allah

Munziri dalam “Targhib wa Tarhib” (5204), dan dia mengatakan: yang diriwayatkan Imam
Malik berstatus Mursal , Ibnu Abi Dunya beserta dan dia mengatakan dengan lafaz lain:
Allah S.W.T mengatakan: sesungguhnya amalan hambaKu ini ada padaKu, jika kuwafatkan
dia, maka akan Aku masukkan kedalam surga, dan jika telah Ku angkat dia, maka akan
kuganti daging tubuhnya dengan daging tubuh manusia yang paling baik, begitu juga
dengan darahnya, dan Ku ampuni dia.

21
S.W.T, ampunilah ayahku yang terusir dan tak berdaya ini, dia terbuang jauh
dari desa, ke desa hingga terlempar jauh ke padang pasir yang ganas ini. Dia
keluar dari dunia menuju akhirat dengan membawa penyesalan dan
keputusasaan yang teramat dalam. ‘Selanjutnya pemuda itu berkata, Ya
Allah S.W.T, Engkau telah memisahkan aku dari kedua orang tuaku, dari
anak-anak dan istriku, tetapi janganlah Engkau putuskan aku dari rahmat-
Mu. Engkau telah membakar hatiku, karena berpisah dengan mereka, tetapi
janganlah Engkau bakar aku dengan api neraka-Mu sebab kefasikan.
Kemudian Allah S.W.T mengutus seorang bidadari yang menyerupakan
diri seperti ibunya, seorang bidadari yang menyerupakan diri seperti istrinya,
dan anak-anak yang menyerupai ankak-anaknya, serta seorang malaikat yang
menyerupakan diri seperti ayahandanya. Mereka semua duduk di sisinya dan
menangisinya. Si pemuda itu berkata: “Ini ayahku, ibu dan istri serta anak-
anakku, semua datang kepadaku. Maka hatinya menjadi terhibur dan
gembira, lalu dia menghembuskan nafas yang terakhir, mati dalam keadaan
suci dan terampuni.
Kemudian Allah S.W.T menurunkan wahyu kepada Nabi Musa A.S. ;
“Hai Musa, pergilah ke padang begini... dan tempat begini..., karena di
tempat itu telah mati seorang wali dari wali-waliKu. Datanglah kepadanya,
uruslah jenazahnya dan makamkanlah ia.” Ketika Nabi Musa A.S datang ke
tempat tersebut, dia melihat ternyata jenazah itu, adalah jenazah seorang
pemuda fasik yang di usirnya dari negeri dan kampung halamannya atas
perintah Allah S.W.T. Yang lebih mengherankannya lagi, jenazah itu
dikelilingi oleh para bidadari yang bermata jeli. Lalu Nabi Musa A.S
berkata: “Wahai Tuhanku, bukankah ini adalah jenazah pemuda fasik yang
aku usir dari negeri dan kampung halamannya, atas perintah-Mu?” Allah
S.W.T berfirman: “Hai Musa, benar dia memang pemuda itu, tetapi Aku
telah merahmati dan mengampuninya, sebab dia adalah orang yang terusir
dan tak berdaya. Di tengah kesendiriannya karena terusir dari negerinya dan
terpisah dari ayah, ibu, istri dan anak-anaknya, dia menderita sakit, dia
merintih kesakitan dan hanya mengadu kepadaKu, maka Aku mengutus
seorang bidadari agar menyerupai ibunya, seorang malaikat yang
menyerupai ayahnya dan seorang bidadari agar menyerupai istrinya.
Semuanya merasa iba atas keterasingan dan ketidak berdayaannya di tempat
yang terpencil itu. Karena apabila ada seseorang yang mati dalam
keterasingan di tempat yang terpencil, maka penghuni langit dan bumi
menangis karena merasa iba kepadanya. Maka bagaimana Aku tidak
menyayanginya, sedangkan Aku adalah Tuhan Yang Paling Penyayang di
antara para Penyayang.”
Apabila orang terasing dan terbuang dari keluarganya dalam keadaan
naza’ (kritis atau koma), maka Allah S.W.T berfirman: “Wahai malaikat-
22
malaikatKu, orang yang terasing itu adalah pengembara yang meninggalkan
anak-anak, keluarga dan orang tuanya. Ketika dia mati tak ada seorang pun
yang menangisi dan bersedih atas kematiannya.” Kemudian Allah S.W.T
memerintahkan malaikat untuk menyerupai bapaknya, ibu dan anaknya, serta
orang yang menyerupai kerabatnya. Mereka mendatanginya, sehingga dia
membuka matanya dan dapat melihat kedua orang tuanya, anak dan
keluarganya, lalu hatinya menjadi senang. Setelah itu, barulah dia
menghembuskan nafasnya dalam keadaan tenang dan gembira. Kemudian
ketika jenazahnya diusung ke pemakaman, para malaikat ikut mengirinya
dan mendoakan di atas kuburnya sampai hari kiamat. Hal yang demikian itu,
sesuai dengan firman Allah S.W.T:
١٩ :‫ ﮔ ﭼ الشورى‬... ‫ﭽ ﮊ ﮋ ﮌ‬
Artinya:
“Allah S.W.T Maha Lembut terhadap hamba-Nya...” (QS. Asy-Syura: 19).
Ibnu Atha’ berkata: “Seorang hamba dapat dilihat kebenaran dan
kepura-puraannya di saat ia dalam kondisi mudah dan lapang. Barangsiapa
yang bersyukur di saat dalam keadaan lapang, dan berkeluh kesah dalam
keadaan sulit, maka dia termasuk orang yang bohong.” Seandainya ilmu
seluruh manusia berkumpul pada seseorang, lalu dia berkeluh kesah atas
musibah yang menimpanya, maka ilmu dan amalnya tidak bermanfaat
baginya. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadis qudsi, bahwa Allah
S.W.T berfirman: “Barangsiapa yang tidak rela dengan qadha’Ku dan tidak
bersyukur atas pemberianKu, maka hendaklah ia mencari tuhan selain
Aku.”
Diceritakan dari Wahab bin Manabbih, bahwa ada seorang Nabi yang
mengabdi kepada Allah S.W.T selama lima puluh tahun. Kemudian Allah
S.W.T berfirman kepadanya: “Sesungguhnya Aku mengampunimu.” Nabi itu
berkata: “Wahai Tuhanku, mengapa Engkau harus mengampuniku,
sementara aku tidak pernah berbuat dosa sama sekali.” Maka Allah S.W.T,
memerintahkan satu urat tubuhnya berdenyut dan bereaksi yang membuatnya
kesakitan dan tak bisa tidur semalaman. Ketika pagi hari tiba, dia
mengadukan kepada malaikat mengenai sakit yang dideritanya semalam
sebab denyutan satu urat dari tubuhnya itu. Malaikat itu lalu berkata:
“Ketahuilah bahwa Tuhan berfirman kepada Anda, sesungguhnya pahala
ibadah lima puluh tahun tidak bisa mengimbangi rintihan dan keluhan Anda
semalam, hanya karena sakit yang disebabkan oleh satu urat saja dari tubuh
Anda.

4. ANTARA RIYADHAH DAN KECENDERUNGAN HAWA


NAFSU

23
Allah S.W.T memberikan wahyu kepada Nabi Musa A.S, Dia berfirman:
“Wahai Musa, bila Anda ingin Aku lebih dekat padamu, daripada antara
pembicaraan dengan lidahmu, bisikan hati dengan hatimu, nyawa dengan
badanmu, sinar penglihatan dengan matamu, dan antara kedekatan
hubungan antara pendengaran dan telingamu, maka perbanyaklah membaca
shalawat atas Nabi Muhammad S.A.W.”
Allah S.W.T berfirman:
١٨ :‫ﭼ الحشر‬ ‫ ﭧ ﭰ‬...‫ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ‬...‫ﭽ‬
Artinya:
“...dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat)...” (QS. Al-Hasyr: 18)
Wahai manusia, ketahuilah bahwa nafsu yang selalu memerintahkan
kepada Anda untuk melakukan kejahatan, sesungguhnya lebih memusuhi
Anda daripada Iblis. Kekuatan Iblis mampu menguasai Anda, tiada lain
karena pertolongan hawa nafsu dan kesenangan yang menyesatkan. Oleh
sebab itu, jangan sampai anda tertipu oleh hawa nafsu, melalui angan-angan
kosong, tipu daya, bertindak lambat, santai dan bermalas-malasan. Semua
ajakan iblis adalah bathil, segala yang timbul dari ajaran dan perintahnya
adalah tipu daya yang menyesatkan belaka. Jika Anda senang dengan
kemauan hawa nafsu dan mengikuti perintahnya, tentu Anda akan celaka.
Jika Anda lengah dalam mengawasinya, tentu Anda akan tenggelam dan jika
Anda lemah dalam melakukan perlawanan terhadapnya serta mengikuti saja
kesenangannya, tentu dia akan menyeret Anda ke dalam neraka. Nafsu
bukanlah sesuatu yang dapat diarahkan menuju kebaikan. Dia adalah pangkal
dari segala bencana dan sumber dari segala aib. Ia merupakan pusat
kekayaan iblis dan tempat berlindungnya setiap kejahatan yang tidak ada
yang dapat mengetahui kecuali Allah S.W.T yang menciptakannya. Karena
itu takutlah kepada Allah S.W.T, kerana sesungguhnya Allah S.W.T Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ١٨ :‫ﭨ ﭩﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭼ الحشر‬...‫ﭽ‬
Ketika seorang hamba berpikir tentang usianya yang telah berlalu
demi kepentingan akhiratnya, maka pemikiran semacam itu dapat
membersihkan hati. Nabi S.A.W bersabda: “Berpikir satu jam, lebih baik
daripada beribadah setahun”16 Demikian, sebagaimana disebutkan di dalam
Tafsir Abu Laits.

16
Tiada ditemukan dalam bentuk lafaz yang seperti diatas, namun peneliti menemukan lafaz
yang berbeda yaitu: “berpikir sesaat adalah lebih baik dari ibadah qiyam lail” diulang oleh
Imam ad Dilimi (70/2)(2397), Imam Hanad dalam “az Zuhd” (46/2), Ibnu Abi ‘Asem
(272/1), Abu Shaikh dalam “al Uzmah” (305/1) (48)

24
Oleh sebab itu, sudah seharusnya bagi orang yang berakal itu
bertobat dari dosa-dosanya yang telah berlalu. Berpikir tentang hal-hal yang
dapat mendekatkan diri kepada Allah S.W.T dapat memupus angan-angan
kosong dan menjadikannya selamat di perkampungan akhirat. Di samping
itu, ia juga seharusnya segera bertobat, ingat kepada Allah S.W.T,
meninggalkan larangan-larangan-Nya, dan bersabar untuk tidak mengikuti
keinginan-keinginan hawa nafsu. Nafsu itu ibarat berhala, maka barangsiapa
yang mengabdi kepada nafsu, berarti ia mengabdi kepada berhala. Tetapi
barangsiapa yang mengabdi kepada Allah S.W.T dengan penuh keikhlasan,
maka berarti dia telah mengalahkan hawa nafsunya.
Ada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa pada suatu ketika
Malik bin Dinar berjalan di pasar Bashrah, ketika melihat buah tin, dia
menginginkannya. Maka dia lepas sandalnya dan diberikan kepada si penjual
buah tin, sambil berkata: “Ambillah sandal ini, dan berikanlah kepadaku
buah tin sebagai gantinya.” Si penjual melihat sandal itu dan berkata:
“Sandal itu tidak cukup untuk ditukar dengan satu buah pun.” Maka Malik
bin Dinar berlalu meninggalkannya. Lalu ada sesorang yang bertanya kepada
si penjual buah itu: “Tidakkah engkau mengenal siapa dia?” “Tidak”, Jawab
si penjual buah itu singkat. Kemudian dikatakan kepadanya: “Dia adalah
Malik bin Dinar.” Mendengar jawaban itu, si penjual buah langsung
memerintahkan kepada budak pelayannya agar segera menyusulnya dengan
membawa sebuah baki yang penuh dengan buah tin. Dia berkata kepada
budaknya; “Kalau dia mau menerima ini, maka kamu menjadi merdeka.”
Maka budak itu berlari-lari mengejar Malik bin Dinar, ketika dapat
menyusulnya ia berkata; “Tuan terimalah ini, dari saya.” Tetapi Malik bin
Dinar menolaknya. Budak itu kembali berkata; “Terimalah ini tuan, karena
di dalamnya terdapat kemerdekaanku.” Malik bin Dinar menjawab: “Kalau
di dalamnya terdapat kemerdekaanmu, didalamnya juga terdapat siksaku.”
Budak itu, masih terus berusaha merayu dan membujuk Malik bin Dinar,
tetapi dia berkata: “Aku bersumpah, tidak akan menjual agama dengan buah
tin itu dan aku tidak akan memakannya sampai hari kiamat.”
Diceritakan, bahwa ketika Malik bin Dinar menderita sakit hingga
menyebabkan kematiannya, dia menginginkan semangkok madu bercampur
susu dan roti hangat. Kemudian datanglah seorang pelayan, mengantarkan
dan menyajikan apa yang diinginkannya itu. Ketika makanan itu telah
tersedia di hadapannya, dia mengambil dan melihatnya sesaat lalu berkata:
“Wahai nafsu, Anda telah bersabar (untuk tidak memakannya) selama tiga
puluh tahun, kini umurmu hanya tinggal sesaat saja, mengapa Anda tidak
mau bersabar?” Lalu dia melepaskan tangannya dan berpaling dari makanan
yang ada dalam mangkok itu, dia bersabar dalam menahan keinginannya dan
tidak memakannya. Sesaat setelah dia melepaskan dan berpaling dari
25
makanan itu, dia menghembuskan nafasnya (meninggal dunia). Demikianlah
kondisi para nabi dan wali dalam usahanya untuk mengendalikan hawa
nafsunya. Mereka adalah orang-orang yang memegang teguh komitmen
keimanannya dengan penuh kesabaran, merindukan Allah S.W.T dan sangat
zuhud dalam kehidupannya.
Nabi Sulaiman bin Daud A.S berkata: “Sesungguhnya perjuangan
seseorang untuk dapat mengalahkan hawa nafsunya adalah lebih berat
daripada usaha seseorang untuk menaklukkan sebuah kota seorang diri.”
Ali bin Abi Thalib karramallaahu wajhahu berkata: “Tidaklah ada
antara aku dan nafsuku, melainkan seperti seorang penggembala kambing.
Ketika dia dapat menghalau dan mengumpulkan kambing-kambingnya dari
satu arah, maka berpencarlah kambing-kambing itu dari arah yang lain.
Barangsiapa yang dapat membunuh (mengendalikan) hawa nafsunya, maka
dia akan diselimuti dengan kafan rahmat dan dimakamkan dalam makam
kemuliaan. Sementara orang yang membunuh hatinya, maka dia dibungkus
dengan kafan laknat dan dikebumikan dalam makam siksaan.”
Yahya bin Mu’adz ar Razi berkata: “Perangilah hawa nafsumu
dengan melakukan kebaktian kepada Allah S.W.T. dan berriyadhah.
Riyadhah ialah sedikit tidur, sedikit bicara dan sedikit makan serta bertahan
dari gangguan manusia. Sedikit tidur dapat membuat keinginan-keinginan
hati menjadi baik, sedikit bicara menimbulkan keselamatan dari bahaya, dan
bersabar dalam menghadapi gangguan manusia dapat mengantarkan untuk
sampai pada derajat yang tertinggi. Dan dengan sedikit makan akan
melenyapkan kesenangan-kesenangan hawa nafsu.” Banyak makan dapat
menyebabkan hati menjadi keras dan membatu serta nurnya menjadi lenyap.
Nur hikmah akan memancar dari sebab lapar. Sedangkan kekenyangan akan
membuatnya jauh dari Allah S.W.T.
Rasulullah S.A.W bersabda: “Terangilah hati Anda dengan lapar
dan perangilah nafsu Anda dengan lapar dan haus. Rajin-rajinlah untuk
terus menerus mengetuk pintu surga dengan lapar pula. Karena pahala
menjalankan semua itu, laksana pahala orang yang berjihad di jalan Allah
S.W.T. Sesungguhnya tidak ada suatu amal yang lebih dicintai oleh Allah
S.W.T daripada lapar dan haus. Sedangkan orang yang memenuhi perutnya
(kekenyangan) tidak akan dapat memasuki kerajaan langit dan kehilangan
(tidak akan dapat merasakan) manisnya ibadah.”
Abu Bakar As-Shiddiq R.A berkata: “Setelah masuk Islam, aku tidak
pernah makan sampai kenyang, agar aku dapat merasakan manisnya
beribadah kepada Tuhanku dan tidak pula minum yang segar-segar, karena
aku merindukan bertemu dengan Tuhanku.” Karena banyak makan akan
menyebabkan sedikit beribadah. Apabila seseorang memperbanyak makan,
maka badannya menjadi berat, kedua matanya akan selalu mengantuk dan
26
semua anggota tubuhnya menjadi lemas, sehingga tidak ada sesuatupun yang
cukup berarti, sekalipun dia berusaha, melainkan dia akan dikalahkan oleh
rasa kantuk dan tidur. Maka jadilah dia seperti bangkai yang terbuang sia-sia.
Demikian, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Minhajul Abidin.
Ada sebuah riwayat, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab
Maniatul Mufti, bahwa Luqman Al-Hakim berkata kepada anaknya:
“Janganlah Anda memperbanyak makan dan tidur, karena orang yang
memperbanyak keduanya, akan menjadi miskin amal saleh, kelak di hari
kiamat.”
Nabi Muhammad S.A.W bersabda: “Janganlah Anda membuat mati
hati Anda dengan banyak makan dan minum. Karena hati akan mati, seperti
tanaman (yang mati) sebab terlalu banyak air.”
Orang-orang shaleh, banyak yang membiasakan menjalani
kehidupannya sebagaimana hal tersebut. Perut yang posisinya berada di
bawah hati, laksana belanga berisi air mendidih yang kepulan asapnya akan
mengenai hati. Banyaknya kepulan asap yang keluar daripadanya akan
mengotori hati dan membuatnya menjadi hitam laksana arang. Sedangkan
banyak makan, akan membuat perut menjadi penuh, sehingga dapat
menghilangkan kecerdasan.
Diceritakan dari Yahya bin Zakaria A.S, bahwa Iblis pernah
menampakkan diri kepadanya sambil membawa beberapa kail. Lalu Yahya
bertanya kepadanya: “Apa ini?” Iblis menjawab: “Ini adalah aneka macam
kesenangan yang akan aku buat untuk mengail anak cucu Adam.” Yahya A.S
bertanya: “Apakah Anda telah mendapatkan sesuatu terhadapku
dengannya?” Iblis laknatullah menjawab: “Tidak, hanya saja Anda pernah
kenyang dalam suatu malam, lalu aku buat Anda berat untuk menunaikan
shalat malam.” Adalah suatu hal yang pasti, aku tidak akan makan sampai
kenyang lagi untuk selama-lamanya.” Iblis pun menjawab: “Adalah suatu hal
yang pasti pula, aku tidak akan memberi nasehat kepada seorang pun selama-
lamanya.”
Hal tersebut mengisahkan tentang orang yang tidak pernah merasa
kenyang seumur hidupnya, kecuali hanya semalam. Lalu bagaimana halnya
dengan kondisi orang yang tidak pernah lapar seumur hidupnya, walau hanya
semalam pun, namun dia mengharapkan dapat merasakan manisnya
beribadah.
Di samping itu, ada pula kisah yang juga dari Yahya bin Zakaria A.S,
sesungguhnya suatu hari dia pernah kenyang setelah makan roti dari
gandum, sehingga pada malamnya ia tertidur ketika sedang berzikir. Lalu
Allah S.W.T menurunkan wahyu kepadanya: “Wahai Yahya, apakah Anda
menemukan perkampungan atau tempat bersanding yang lebih utama
daripada denganKu? Demi keagungan dan keluhuranKu, seandainya Anda
27
melihat surga Firdaus, lalu melihat neraka Jahannam sekejap saja, tentu
Anda akan menangis dengan nanah, karena kehabisan air mata dan Anda
akan memakai pakaian besi sebagai ganti dari pakaianmu, (karena berlari
dari Jahannam dan ingin bersanding denganKu di surga Firdaus).”

5. KEMENANGAN NAFSU DAN PERMUSUHAN SETAN

Bagi orang yang berakal, seharusnya mengendalikan kecenderungan


hawa nafsunya dengan menahan lapar. Karena lapar merupakan
pengendalian terhadap musuh Allah S.W.T, sementara hal-hal yang
menyuburkan syaitan adalah memperturutkan kesenangan nafsu, makan dan
minum.
Nabi Muhammad S.A.W bersabda: “Sesungguhnya syaitan berada
dalam diri anak Adam berjalan bersama peredaran darah, maka
persempitlah perjalanannya dengan cara lapar.” Sesungguhnya manusia
yang lebih dekat kepada Allah S.W.T kelak pada hari kiamat ialah orang
yang lebih lama dalam menahan lapar dan haus. Dan dosa yang paling besar
yang akan merusak dan menghancurkan anak Adam adalah keinginan nafsu
perut. Sebab dikeranakan keinginan nafsu perut, Adam dan Hawa diusir dari
perkampungan yang abadi, menuju perkampungan yang hina dan miskin,
yaitu dunia. Ketika Tuhan melarang mereka untuk melarang buah syajarah,
keduanya terkalahkan oleh keinginan nafsu perutnya, memakan buah itu.
Akhirnya aurat keduanya menjadi tampak. Pada hakekatnya, perut
merupakan sumber dari segala keinginan nafsu.
Orang ahli hikmah berkata: “Barangsiapa yang dikuasai hawa nafsunya,
maka dia menjadi tertawan oleh kecintaan terhadap keinginan-keinginannya
dan terkungkung alam kesalahan-kesalahannya. Dan hawa nafsu itu akan
menghalangi hatinya untuk dapat menerima faedah. Barangsiapa yang
menyirami anggota-anggota tubuhnya dengan memperturutkan kesenangan-
kesenangan nafsu, berarti dia menanam pohon penyesalan di dalam hatinya.
Allah S.W.T menciptakan makhluk dalam tiga kategori. Dia menciptakan
malaikat dan menyusun di dalam diri mereka akal, tanpa dibekali nafsu. Dia
menciptakan binatang dan menyusun didalamnya keinginan (nafsu), tanpa
dibekali dengan akal. Sementara manusia merupakan makhluk yang lebih
baik, dia dibekali akal juga dilengkapi dengan keinginan nafsu. Barangsiapa
yang akalnya dapat mengalahkan keinginan hawa nafsunya, maka dia akan
mencapai tataran yang lebih baik dari malaikat.
Ibrahim Al-Khawwash berkata: “Suatu ketika aku berada di gunung
Lukam, saat aku melihat buah delima, aku menjadi menginginkannya maka
aku mengambil satu buah delima dan membelahnya, namun rasanya masam,
dan aku lalu meninggalkannya.” Selanjutnya aku melihat seorang laki-laki
28
terlempar yang dikerumuni oleh lebah-lebah. Aku mengucapkan salam
kepadanya: “Assalamu ‘alaika.” Dia menjawab: “Wa ‘alaikas salam, ya
Ibrahim.” Aku berkata: “Aku perhatikan Anda mempunyai urusan dengan
Allah S.W.T, hendaklah Anda memohon kepadaNya agar Dia
menyelamatkan Anda dari serangan lebah-lebah ini.” Laki-laki itu berkata:
“Aku melihat Anda mempunyai kedudukan di sisi Allah S.W.T, maka
hendaklah kiranya Anda meminta kepadaNya agar Dia menyelamatkan Anda
dari keinginan terhadap buah delima. Karena delima seseorang menjadi sakit
di dunia. Sementara sengatan lebah hanya terletak dan mengenai tubuh,
sedangkan sengatan hawa nafsu , mengenai hati.” Kemudian aku berlalu
pergi meninggalkannya
Karena keinginan nafsu, seorang raja menjadi diperbudak olehnya,
sementara karena kesabaran membuat seorang hamba menjadi raja. Tidakkah
Anda tahu tentang kisah Nabi Yusuf A.S dan Zulaikha? Nabi Yusuf A.S,
benar-benar menjadi raja di Mesir berkat kesabarannya, sementara Zulaikha
menjadi orang yang terhina, miskin dan buta diseret keinginan hawa
nafsunya. Dia tidak memiliki kesabaran dalam menghadapi cintanya kepada
Nabi Yusuf A.S.
Abu Hasan ar-Razi bercerita, bahwa dia bermimpi melihat ayahnya
setelah dua tahun dari kematiannya. Dalam mimpi itu dia melihat ayahnya
memakai baju aspal. Lalu dia bertanya: “Wahai ayah, mengapa aku melihat
Anda sebagai ahli neraka.” Sang ayah menjawab: “Wahai anakku,
waspadalah Anda dari tipu daya nafsu.” Sebagaimana terungkap dalam syair
berikut ini:
*‫طوا‬ُ َّ‫سل‬
َ ‫ِنى ابت ُ ِليتُ بِاَربَعٍ َما‬
ِ ‫*ا‬
*‫َائ‬ ِ ‫عن‬َ ‫*اِلَّ ِل ِشدَّةِ شَق َوتِى َو‬
*‫س َوالدُّنيَ َاونَفُس ِو َوال َﮭوى‬ ُ ‫*اِب ِلي‬
*‫ائ‬
ِ َ‫عﯨد‬ ُّ
َ ‫ص وكل ُﮭم ا‬ ُ َ
ُ ‫ف اخال‬ َ ‫* َكي‬
ِ ‫عواِلَي ِﮫ خ ََو‬
*‫اط ِرى‬ ُ ‫*وا َ َرى ال َﮭوى ت َد‬ َ
*‫اء‬ َ
ِ ‫ت َوال َر‬ َّ ُ
ِ ‫*ف ظل َم ِة الش َﮭ َوا‬ ِ

“Aku diuji dengan empat hal yang kesemuanya membebaniku begitu


berat dan mencelakakan aku.
Yaitu, iblis, dunia, jiwa dan hawa nafsuku. Bagaimana bisa keluar
daripadanya, karena semuanya adalah musuhku.
Aku melihat hawa nafsu selalu mengajak dan membisikkan
kecenderungannya di dalam kegelapan syahwat dan pendapat.”
Hatim al-Asham berkata: “Nafsuku begitu kuat dan tangguh, ilmuku
adalah pedangku, dosaku adalah kerugianku, syaitan adalah musuhku dan
aku adalah orang yang mengkhianati diri sendiri.”
29
Seorang ahli ma’rifat menceritakan bahwa Hatim menyatakan
sesungguhnya jihad itu ada tiga macam, yaitu:
1. Jihad dalam menghadapi orang-orang kafir. Ini merupakan jihad
lahiriah, sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah S.W.T:
٥٤ :‫ﭼ المائدة‬ ‫ﯤ‬... ‫ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ‬...‫ﭽ‬
“...Mereka berjihad di jalan Allah S.W.T...” (QS. Al-Maidah: 54).
2. Jihad terhadap orang-orang batil, dengan jalan memberikan
pengertian dan menyertainya dengan argumentasi (hujjah).
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah S.W.T:
١٢٥ :‫ﭼ النحل‬ ‫ﯠ‬... ‫ﮮ ﮯ ﮰ ﮱﯓ‬...‫ﭽ‬
“...Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...” (QS. An-Nahl:
125).
3. Jihad melawan hawa nafsu yang selalu memerintahkan untuk
melakukan kejahatan. Allah S.W.T berfirman:
٦٩ :‫ﭼ العنكبوت‬ ‫ﮥ ﮪ‬...‫ﭽ ﮠ ﮡ ﭨ ﭩ ﮤ‬
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69).
Nabi Muhammad S.A.W bersabda:
17
‫أفضل الجهاد جهاد النفس‬
“Jihad yang paling utama ialah jihad memerangi hawa nafsu.”
Para sahabat ridhwanullahi ‘alaihim, ketika pulang dari jihad melawan
orang-orang kafir, mereka berkata: “Kita telah kembali dari perang kecil
menuju pada perang yang lebih besar.” Mereka menyatakan bahwa jihad
menghadapi hawa nafsu dan syaitan sebagai jihad yang besar. Karena jihad
melawan orang-orang dalam medan pertempuran, hanya terjadi pada waktu-
waktu tertentu saja, dan musuh yang dihadapi juga terlihat dan dapat
diketahui dengan jelas. Tetapi perang melawan syaitan dan hawa nafsu,
berarti mereka berperang melawan musuh yang tak dapat dilihat dan
medannya pun tidak terbatas. Dengan demikian berperang melawan musuh
yang dapat dilihat dengan jelas tentu lebih mudah daripada menghadapi
musuh yang tidak dapat dilihat.
Di samping itu syaitan memiliki pembantu di dalam diri Anda, yaitu
hawa nafsu, sedangkan orang kafir yang Anda hadapi tidak memiliki

17
Tiada aku bersandar pada hadis ini, Imam Tirmidzi meriwayatkannya dalam kitab
“fadhail Jihad” dengan lafaz: (‫“ )المجاﮪد من جاﮪد نفسﮫ هلل تعالى‬seorang mujahid ialah yang
menyerahkan dirinya untuk berjihad dijalan Allah S.W.T”, lalu Imam Ahmad dalam kitab
“az Zuhd al Kabir” dari perkataan Ibrahim bin Adham dengan lafaz: )‫(أشد الحﮭاد جﮭاد الﮭوى‬
“jihad melawan Hawa Nafsu adalah yang paling Dahsyat”

30
pembantu di dalam diri Anda. Oleh sebab itu berperang melawan hawa nafsu
merupakan perang yang spektakuler.
Ketika Anda dapat membunuh dan mengalahkan orang kafir, berarti
Anda meraih kemenangan dan mendapatkan harta rampasan perang. Dan jika
orang kafir dapat membunuh Anda, maka Anda mati syahid dan
mendapatkan balasan surga. Tetapi Anda tidak dapat membunuh syaitan
yang selalu melakukan perlawanan terhadap Anda, dan apabila ternyata
syaitan dapat membunuh dan mengalahkan Anda, maka Anda menjadi
terjatuh dalam siksaan Tuhan.
Sebagaimana disebutkan: “Barangsiapa yang kudanya terlepas dari
tangannya dan lari meningalkannya dalam medan pertempuran, maka kuda
itu akan jatuh pada tangan orang-orang kafir yang menjadi musuh Anda,
tetapi ketika imannya yang terlepas dan lari meninggalkannya, maka ia
menjadi jatuh ke dalam murka Tuhan Yang Maha Perkasa. Na’udzu billahi
minhu.
Ketika seseorang terjatuh dalam kekuasaan orang-orang kafir, maka
tangannya tidaklah terbelunggu pada lehernya, kakinya tidak diikat, perutnya
tidak sampai lapar dan tidak pula telanjang tubuhnya. Tetapi apabila
seseorang terjatuh dalam kemurkaan Tuhan, maka wajahnya menjadi hitam
pekat, tangannya terbelunggu dengan rantai pada lehernya, kakinya diikat
dengan tali-tali neraka, makanan dan minumannya api dan pakaiannya pun
juga dari api.”

6. KELALAIAN

Kelalaian atau kelengahan akan menambah penyesalan, kelalaian akan


menghilangkan kenikmatan dan menghalangi penghambaan kepada Allah
S.W.T. Kelengahan akan menambah kedengkian, keaiban dan kekecewaan.
Diceritakan bahwa ada sebagian orang-orang saleh, bermimpi melihat
gurunya. Dalam mimpi itu ia bertanya kepada sang guru: “Penyesalan
manakah yang terbesar menurut Anda?” Sang guru menjawab: “Penyesalan
akibat kelengahan.”
Ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa sebagian mereka bermimpi
melihat Dzun Nun Al-Mishri, lalu dia berkata kepadanya: “Apakah yang
diperbuat Allah S.W.T pada Anda?” Dzun Nun menjawab: “Dia telah
menundukkan aku dihadapan-Nya, lalu berfirman kepadaku: “Hai orang
yang berpura-pura, orang yang bohong, Anda mengaku cinta kepadaku,
tetapi kemudian Anda lengah dari Aku. Sebagaimana disebutkan dalam
syair:
*‫ساﮪِى‬ َ َ‫فى غَف َل ٍة َو َقلبُك‬
ِ َ‫*اَنت‬
ُ ُ‫َب العُم ُر َوالذَّن‬
*‫وب َك َماﮪِى‬ َ ‫*ذَﮪ‬
31
“Anda terlelap dalam kelalaian dan hati Anda lalai,
Usia Anda terus berlalu sementara dosa-dosa tetap menumpuk.”
Diceritakan bahwa ada seorang laki-laki yang saleh bermimpi melihat
ayahnya. Dia bertanya kepada sang ayah: “Wahai ayahku, bagaimana
kondisi Anda?” Sang ayah menjawab: “Ketika hidup di dunia saya dalam
keadaan lengah dan mati pun saya dalam kondisi lengah.”
Disebutkan dalam kitab Zahrur Riyadh, bahwa Nabi Ya’kub A.S
bersaudara dengan malaikat maut, suatu ketika malaikat maut datang pada
Nabi Ya’kub A.S, lalu dia bertanya kepadanya: “Wahai malaikat maut, Anda
datang untuk mengunjungi aku ataukah untuk mencabut nyawaku?” “Aku
datang hanya berkunjung pada Anda”,Jawabnya. Nabi Ya’kub A.S berkata:
“Aku berharap Anda sudi memenuhi hajat dan permohonanku.” “Hajat
apakah itu”, Tanya malaikat maut. Nabi Ya’kub A.S berkata: “Apabila
ajalku telah dekat dan Anda akan mencabut nyawaku, hendaklah kiranya
Anda memberitahukan kepadaku.” Malaikat maut menjawab: “Ya, akan aku
kirimkan pada Anda dua atau tiga utusan.”
Ketika ajal Nabi Ya’kub A.S telah tiba, datanglah malaikat maut
kepadanya, dan Nabi Ya’kub A.S bertanya kepadanya sebagaimana
biasanya; “Wahai malaikat maut, apakah Anda datang berkunjung ataukah
untuk mencabut nyawaku?” “Aku datang untuk mencabut nyawa Anda”,
Jawab malaikat maut. Lalu Nabi Ya’kub A.S bertanya, seolah menagih janji:
“Bukankah Anda telah berjanji kepadaku bahwa sebelum Anda mencabut
nyawaku, terlebih dahulu Anda akan mengirim utusan kepadaku?” “Aku
telah melakukan hal itu dan menepati janjiku:, Jawab malaikat maut.
“Putihnya rambut Anda, yang sebelumnya hitam; lemahnya tubuh Anda
setelah kuat sebelumnya, adalah merupakan utusanku kepada anak Adam
sebelum kematiannya, wahai Ya’kub”, Sambungnya
*‫اصل‬ِ ‫ضى الدَّﮪ ُروالَ َّيا ُم َوالذَّنبُ َح‬
َ ‫َم‬
*‫ب غَا ِف ٍل‬ُ ‫ت والَقل‬ ِ ‫سو ُل ال َمو‬ ُ ‫*و َجا َء َر‬َ
*ُ‫غ ُرور َو َحس َرة‬ ُ ‫*نَ ِعي ُمكَ ِفى الدُّن َيا‬
*ُ‫اطل‬ ِ ‫شكَ ِفى الدُّنيَا َم َحال َو َب‬ ُ ‫عي‬َ ‫*و‬
َ
“Masa terus berlalu, hari-hari pun terus melaju sementara dosa tetap
terjadi;
Telah datang utusan kematian, sementara hati terlelap dalam kelupaan.
Kenikmatan Anda di dunia merupakan tipuan dan penyesalan;
Kehidupan Anda di dunia penuh dengan kesemuan dan kebatilan.”

32
Abu Ali Ad Daqaq18 berkata: “Suatu ketika aku datang mengunjungi
salah seorang saleh yang sedang sakit. Dia termasuk salah seorang
masyayikh benar. Saat itu, ia dikelilingi oleh murid-muridnya dan menangis.
Dia seorang syeikh yang telah lanjut usia. Dalam kondisinya yang kritis itu
aku bertanya: “Wahai tuan, mengapa Anda menangis? Apakah ada urusan
mengenai persoalan dunia?” Dia menjawab: “Bukan itu penyebabnya, tetapi
karena shalatku yang terbengkalai.” Aku kembali bertanya: “Bagaimana hal
itu bisa terjadi, padahal Anda adalah orang yang rajin menjalankan shalat?”
Dia menjawab: “Tidakkah Anda melihat kondisiku saat ini, aku terbaring
tidak dalam keadaan bersujud, aku tak dapat mengangkat kepala dan
kesadaranku tak terkonsentrasi mengingat Tuhanku, aku tengah dalam
kelalaian. Sementara saat ini adalah detik-detik kekritisanku yang akan
mengantarkan aku dalam kematian dalam keadaan lengah. Selanjutnya ia
mendesah dan bersyair:
“Aku merenungkan kondisiku, saat dihalau di hari kiamat;
Saat dibaringkannya pipiku di alam kubur
Seorang diri, yang sebelumnya mulia dan berderajat tinggi;
Dosa-dosaku tergadaikan, sedangkan aku berbantal tanah liat.
Aku merenungkan tentang panjang dan luasnya hisab;
Tentang kehinaan kedudukanku, saat menerima kitab catatan amalku
Tetapi harapanku kepada-Mu ya Tuhan yang menciptakanku;
Hendaklah kiranya Engkau mengampuni dosa-dosaku, ya Ilahi.”
Di dalam kitab Uyunul Akhbar19 disebutkan bahwa Syaqiq al Bulkhi
berkata: “Manusia mengucapkan tiga hal, tetapi mereka benar-benar
mengingkari apa yang diucapkannya itu dalam perbuatannya.” Mereka
berkata: “Kami adalah hamba-hamba Allah S.W.T.” Tetapi perbuatan
mereka seperti perbuatan orang-orang yang merdeka. Yang demikian ini,
adalah pengingkaran atas ucapannya. Mereka berkata: “Allah S.W.T yang
menanggung semua rizki kami.” Tetapi hati mereka tidak tenang dan tidak
merasa puas kecuali dengan dunia dan mengumpulkan harta kekayaan. Ini
adalah sebuah pengingkaran atas ucapannya. Yang terakhir, mereka
mengatakan: “Kematian adalah sebuah kepastian.” Tetapi perbuatan mereka
seolah-olah tidak akan mati. Ini juga sebuah pengingkaran atas ucapan
mereka.

18
Dia adalah Abu al Qasim al Hasan bin Muhammad bin Habib Shaikh as Shufiyah, wafat
tahun 406 H.
19
Karangan Imam Agung Ulama besar dalam bidang seni Abi Muhammad Abdullah bin
Muslim Bin Qutaibah ad Dinuri atau al Marwizi, penulis Kitab “Shahib at Tashanif”,
mengarang dan menuntut ilmu di kota Baghdad, wafat pada tahun 276 H.

33
Maka renungkanlah wahai saudaraku, dengan tubuh yang mana Anda
akan menghadap ke hadirat Allah S.W.T? Dengan lidah yang mana Anda
akan mempertanggung jawabkan di hadapanNya? Apa yang Anda katakan,
ketika Dia bertanya mengenai sesuatu dari yang terkecil sampai yang
terbesar? Maka persiapkanlah jawaban yang benar untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu.
١٨ :‫ﭼ الحشر‬ ‫ﭨ ﭩﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ‬...‫ﭽ‬
Takutlah kepada Allah S.W.T, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan, (al Hashyr 18)
yang baik maupun yang buruk. Kemudian berilah nasehat kepada orang-
orang mukmin agar tidak meninggalkan perintahNya dan hendaklah mereka
mengesakanNya baik dalam kesunyian maupun keramaian, dalam keadaan
suka maupun duka.
Nabi Muhammad S.A.W bersabda:
‫ ومجيب من‬،‫ ومحب من أحبنى‬،‫ أنا مطيع من أطاعنى‬:‫مكتوب على ساق العرش‬
‫ وغافر لمن استغفرنى‬،‫دعانى‬
“Tertulis pada tiang arasy: ‘Sesungguhnya Aku berkenan untuk
mengindahkan orang yang taat kepadaKu; Aku mencintai orang yang
mencintai Aku; Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepada-
Ku dan Aku mengampuni orang yang memohon ampun kepadaKu.”
Oleh sebab itu, menjadi sebuah keharusan bagi orang yang berakal untuk
taat kepada Allah S.W.T dengan rasa takut dan tulis ikhlas. Ridha dengan
qadha’-Nya, sabar atas cobaan-Nya, bersyukur atas segala nikmat-Nya dan
menerima dengan penuh kerelaan akan pemberian-Nya.
Dalam sebuah hadis qudsi, Allah S.W.T berfirman:
‫ ولم يقنع‬،‫ ولم يشكر على نعمائي‬،‫ ولم يصبر على بالئي‬،‫من لم يرضى بقضائ‬
‫ فليطلب ربا سواي‬،‫بعطائي‬
“Barangsiapa yang tidak ridha dengan qadha’-Ku, tidak sabar atas
cobaan-Ku, tidak bersyukur atas nikmat-Ku dan tidak puas dengan
pemberian-Ku, maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.”
Seorang laki-laki berkata kepada Hasan Bashri: “Sesungguhnya aku tidak
merasakan kenikmatan dalam kebaktian kepada Allah S.W.T.” Hasan Bashri
berkata kepadanya: “Mungkin Anda melihat wajah orang yang tidak takut
kepada Allah S.W.T. Sesungguhnya pengabdian adalah membuang jauh
semua hal dan memfokuskan orientasi pengabdian hanya kepada Allah
S.W.T semata.”
Di samping itu, ada seorang laki-laki berkata kepada Abu Yazid;
“Sesungguhnya aku tidak menemukan kelezatan dalam ketaatan kepada
Allah S.W.T.” Abu Yazid menjawab: “Anda melakukan ketaatan karena
ketaatan itu, bukan semata-mata mengabdi kepada Allah S.W.T.

34
Mengabdilah kepada Allah S.W.T dengan sepenuhnya dan tulus ikhlas,
hingga Anda menemukan kenikmatan dalam kebaktian dan pengabdian
kepada-Nya.”
Ada seorang laki-laki melakukan shalat, ketika membaca surat Al-
Fatihah dan sampai pada ayat; ‫( ﭽ ﭢ ﭣ ﭼ‬hanya Engkaulah yang kami
sembah), terlintas dalam hatinya bahwa ia sedang mengabdi kepada Allah
S.W.T, dengan yang sebenarnya. Namun di dalam hatinya terdengar
panggilan: “Anda bohong, sesungguhnya Anda mengabdi kepada makhluk.”
Kemudian ia bertobat dan menjauhkan diri dari manusia. Lalu ia melakukan
shalat lagi, sesampainya ia membaca surat Al-Fatihah ayat: ‫ﭽ ﭢ ﭣ ﭼ‬
(hanya Engkaulah yang kami sembah), terdengar lagi suatu panggilan dalam
batinnya: “Anda bohong, Anda mengabdi kepada harta Anda.” Maka semua
harta bendanya disedekahkan. Kemudian ia shalat lagi, dan ketika membaca
ayat: ‫( ﭽ ﭢ ﭣ ﭼ‬hanya Engkaulah yang kami sembah), terdengar lagi suara
panggilan dalam hatinya: “Anda bohong, sesungguhnya Anda melakukan
ibadah karena pakaian Anda.” Maka dia menyedekahkan pakaiannya kecuali
pakaian yang dia pakai. Lalu dia melakukan shalat lagi, dan ketika dia
sedang membaca ayat: ‫( ﭽ ﭢ ﭣ ﭼ‬hanya Engkaulah yang kami sembah),
batinnya mendengar sebuah panggilan lagi: “Sekarang, barulah Anda benar,
sesungguhnya Anda tengah melakukan pengabdian kepada Allah S.W.T,
Tuhan Anda.”
Di dalam kitab Raunaqul Majalis20 terdapat sebuah kisah, bahwa ada
seorang laki-laki yang kehilangan beberapa tempat barang (zawaliq), dia
tidak mengetahui siapa yang telah mengambilnya. Ketika dia sedang
melakukan shalat, barulah ia teringat orang yang mengambilnya. Selesai
shalat dia langsung berkata kepada budak pelayannya: “Pergilah kepada si
Fulan bin Fulan, mintalah kembali zawaliq itu darinya.” Si pelayan berkata:
“Kapan Anda mengingatnya, tuan?” “Tadi ketika aku sedang shalat”,
Jawabnya. Si pelayan kembali berkata: “Wahai tuanku, kalau begitu, Anda
adalah orang yang mencari zawaliq dalam shalat, bukan mencari Tuhan Sang
Pencipta.” Akhirnya, budak itu dimerdekakan oleh tuannya, berkat
keyakinan dan keimanannya.
Oleh sebab itu, bagi orang yang berakal seyogyanya meninggalkan dunia
untuk mengabdi kepada Allah S.W.T, memikirkan masa depannya demi
kepentingan dan kebahagiaan akhirat.
Allah S.W.T berfirman:

20
Karang Abi Hafsa Umar bin Abdullah as Samarqandi, seperti halnya dalam Kashf az
Zunun.

35
‫ﮜ ﮝﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﭨ ﭩ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮪ ﭼ‬ ‫ﭽﮕ ﮖﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ‬
٢٠ :‫الشورى‬
Artinya:
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami
tambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki
keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan
dunia dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat.” (QS. Asy-Syura:
20)
Keuntungan dunia berarti kelezatan-kelezatannya, di antaranya berupa
pakaian, makanan, minuman dan lain sebagainya. Sedangkan maksud dari
tidak ada baginya satu bagianpun di akhir ialah dicabut dari hatinya
kecintaan kepada akhirat.
Karenanya, Abu Bakar As-Shiddiq menginfakkan hartanya kepada Nabi
Muhammad S.A.W sebanyak empat puluh ribu dinar secara tersembunyi dan
empat puluh ribu lagi secara terang-terangan sehingga tidak tersisa sesuatu
pun padanya.
Nabi Muhammad S.A.W dan keluarganya adalah orang-orang yang
berpaling dari kenikmatan, kesenangan dan kelezatan dunia. Karena itulah,
sehingga ketika Nabi Muhammad S.A.W menikahkan putrinya, Fathimah
Az-Zahra r.a. dengan Ali, pelaminannya hanya berupa kulit domba yang
disucikan (disamak), sedangkan bantalnya berupa kulit binatang yang
berisikan sabut.

7. LUPA PADA ALLAH, KEFASIKAN DAN KEMUNAFIKAN

Pada suatu ketika seorang wanita datang kepada Hasan Bashri R.A, dan
berkata: “Sesungguhnya anak perempuanku yang masih muda belia telah
mati, aku menginginkan untuk dapat melihatnya didalam tidur. Aku datang
kepada Anda, agar kiranya Anda mengajarkan kepadaku sesuatu yang dapat
aku jadikan perantara untuk dapat melihatnya.” Maka Hasan Bashri
mengajarkan sesuatu kepada wanita itu, sehingga dia benar-benar bermimpi
melihat anak dalam keadaan terbelunggu.
Wanita itu menjadi bersedih karenanya, lalu dia ceritakan hal tersebut
kepada Hasan Bashri. Setelah beberapa waktu berlalu dari kejadian itu,
Hasan Bashri bermimpi melihat anak perempuan wanita tersebut, berada di
dalam surga dan di atas kepalanya terdapat mahkota. Putri itu berkata kepada
Hasan Bashri: “Wahai Hasan, tidakkah Anda mengenal aku? Aku adalah
putri dari wanita yang dahulu pernah datang kepada Anda dengan
mengatakan begini dan begini kepada Anda.” Lalu Hasan Bashri bertanya
kepadanya: “Apa yang bisa membuat Anda seperti yang saya lihat ini?” Putri
itu menjawab: “Ada seorang laki-laki melewati kuburan kami, dia membaca
36
shalawat kepada Nabi Muhammad S.A.W sekali. Sementara di dalam kubur
itu terdapat lima ratus lima puluh orang dalam keadaan tersiksa. Kemudian
terdengar sebuah seruan: “Bebaskan mereka dari siksaan, berkat bacaan
shalawat orang laki-laki itu.”
Faedah: Dengan sebab bacaan shalawat seorang laki-laki tersebut,
orang-orang yang tersiksa dalam alam kubur itu mendapatkan ampunan. Lalu
bagaimana seandainya ada orang yang membaca shalawat kepada Nabi
Muhammad S.A.W selama lima puluh tahun, apakah dia tidak mendapatkan
syafa’at beliau pada hari kiamat?”
Allah S.W.T berfirman:
١٩ :‫ﭴ ﭵ … ﭼ ﭼ الحشر‬ ‫ﭽﭱ ﭲ ﭳ‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah S.W.T.”
(QS. Al-Hasyr: 19).
Maksudnya ialah janganlah Anda berbuat maksiat seperti perbuatan
orang yang lupa kepada Allah S.W.T, yaitu dengan meninggalkan perintah-
Nya dan mengerjakan larangan-Nya, bersuka ria dalam pesta kesenangan
kehidupan duniawi dan terperangkap oleh tipu dayanya.
Rasulullah S.A.W ketika ditanya tentang orang mukmin dan orang
munafik, beliau bersabda: “Orang mukmin ialah orang yang tujuan hidupnya
untuk shalat dan berpuasa. Sedangkan orang munafik ialah orang yang
tujuan hidupnya untuk makan dan minum laksana binatang, meninggalkan
ibadah dan shalat. Orang mukmin sibuk bersedekah dan mencari ampunan.
Sementara orang munafik sibuk dengan kerakusannya dan panjangnya
angan-angan yang berlarut-larut. Orang mukmin memutuskan harapan dari
setiap orang kecuali kepada Allah S.W.T dan menawarkan hartanya demi
kepentingan agama Allah S.W.T. Sedangkan orang munafik, menawarkan
agamanya demi kepentingan harta dunia. Orang merasa aman dari semua
orang kecuali dari Allah S.W.T. Sedangkan orang munafik gemar berbuat
jahat dengan perasaan bangga dan gembira ria. Orang mukmin bertanam
dan mengkhawatirkan akan kerusakannya. Sedangkan orang munafik
merusak dan mencabuti (tanaman), namun ia berharap bisa memanen. Yang
terakhir, orang mukmin memerintah dan melarang menurut ketentuan
agama dan selalu berusaha melakukan kebaikan. Sementara orang munafik
memerintah dan melarang untuk kepentingan dan kepemimpinannya serta
suka berbuat kerusakan. Bahkan orang munafik, memerintah yang munkar
dan melarang yang ma’ruf.”21
Allah S.W.T berfirman:

21
Hadis ini Tidak untuk disandarkan, sudah dapat dijelaskan ini bukanlah sebuah hadis,
mungkin lebih dekatnya lagi adalah pemaknaan dari sebuah hadis.

37
‫ﭽ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨﮩ ﮪ ﮫ ﮪ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰﮱ ﯓ ﯔ ﯕﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ‬
٦٨ – ٦٧ :‫ﯡ ﯢ ﯣ ﯤﯥ ﯯ … ﭼ التوبة‬

Allah S.W.T juga berfirman:


١٤٠ :‫ﭽ…ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﭼ النساء‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah S.W.T akan mengumpulkan semua orang-orang
munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” (QS. An-Nisa’: 140).
Yakni, yang demikian itu, apabila mereka mati dalam kekafiran dan
kemunafikannya. Allah S.W.T mulai menyebutkan orang-orang munafik (di
dalam ayat tersebut) karena mereka lebih buruk dan lebih berbahaya
daripada orang-orang kafir. Tetapi Allah S.W.T menjadikan neraka sebagai
tempat bagi mereka semuanya.
Allah S.W.T berfirman:
١٤٥ :‫ﭽ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﭼ النساء‬
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang
paling bawah dari neraka; dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat
seorang Penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisa’: 145)

Lafal munafik, diambil dari lafal nafiqa’ul yarbu’ yang mengandung


pengertian liang binatang sejenis tikus, tetapi kakinya lebih panjang dari
tangannya, ekor dan telinganya lebih panjang bila dibandingkan dengan
tikus. Dijelaskan bahwa binatang yarbu’ memiliki dua liang, liang yangs satu
disebut natiqa’, sedangkan liang yang kedua disebut qashia’. Binatang itu
dapat menampakkan diri dari liang yang satu dan keluar dari liang yang lain.
Orang munafik biasa menampakkan dirinya seolah-olah sebagai orang
muslim, tetapi sesungguhnya dia keluar dari Islam menuju pada kekafiran.
Disebutkan dalam suatu hadis:
َّ ‫ق َك َمث َ ِل ال‬
‫ و تارة‬،‫ تارة تسير الى ﮪذا القطيع‬،‫شاةِ ترعى بين قطيعين من الغنم‬ ِ ِ‫َمث َ ُل ال ُمنَاف‬
22
‫ ول تسكن لواحد منﮭما ألنﮭا غريبة ليست منﮭما‬،‫الى ﮪذا القطيع‬
“Sesungguhnya perumpamaan orang munafik itu seperti seekor kambing
yang Anda lihat berada di antara dua kelompok kawanan kambing. Suatu
saat ia berjalan menuju pada kelompok yang ini, pada saat yang lain ia
pergi ke arah kelompok yang lainnya. Kambing itu tidak menetap pada salah
satu kelompok dari keduanya, sebab ia adalah kambing asing dan bukan

22
Shahih: diriwayatkan Imam Muslim dalam Kitab “Shifatul Munafikin wa Ahkamuhum”
(2784), Imam Nasa’i dalam kitab “al Iman wa Syara’i’uhu” (5037), Imam ad Darimi dalam
“al Mukaddimah” (318)

38
merupakan bagian dari dua kelompok tersebut.” Demikian pula halnya
dengan orang munafik dia tidak menetap sepenuhnya bersama kaum
muslimin, juga tidak bersama orang-orang kafir.
Sesungguhnya Allah S.W.T menciptakan neraka memiliki tujuh
pintu. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah S.W.T:
٤٤ :‫ﭽ ﮫ ﮪ ﮭ… ﯔ ﭼ الحجر‬
“Neraka Jahannam itu memiliki tujuh pintu.” (QS. Al-Hijr: 44).
Pintu neraka itu berupa besi yang penuh dengan laknat. Bagian
luarnya terdiri dari tembaga dan bagian dalamnya adalah timah. Dasarnya
adalah siksaan dan atasnya adalah kemurkaan, sedangkan tanahnya adalah
tembaga, kaca, besi dan timah. Api meliputi penghuni neraka dari segala
penjuru, dari atas, bawah, sisi kanan dan kiri mereka. Neraka itu bertingkat-
tingkat dari yang teratas sampai yang terbawah. Allah S.W.T menyediakan
bagi orang-orang munafik pada tingkatan yang paling bawah yang
merupakan tingkatan neraka yang paling pedih siksanya.
Dijelaskan dalam suatu hadis bahwa pada suatu ketika Malaikat Jibril
A.S datang kepada Nabi Muhammad S.A.W lalu beliau berkata:
23
‫ياجبريل صف لى النار وحرﮪا‬
“Wahai Jibril, jelaskan padaku mengenai sifat dan panasnya neraka.” Jibril
berkata: “Sesungguhnya Allah S.W.T menciptakan neraka, lalu menyalakan
apinya selama seribu tahun, hingga berwarna merah. Kemudian Dia
menyalakannya lagi selama seribu tahun hingga warnanya menjadi hitam
pekat. Demi Tuhan yang mengutus Anda dengan kebenaran sebagai Nabi,
seandainya sebuah pakaian dari pakaian-pakaian penghuni neraka tampak
oleh penghuni bumi dan dicelupkan ke dalam air di bumi, tentu semua
manusia yang mencicipinya akan binasa dan mati.”
Seandainya satu dzira’ (hasta) dari rantai neraka, sebagaimana yang
disebutkan Allah S.W.T dalam firman-Nya, ayat:
٣٢ :‫ﭽ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﭼ الحاقة‬
23
Sangat Dhaif: diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam “al awsat” (8840), diulang
kembali oleh Imam al Haitsimi dalam “Majma’ ” (386/10), dan dikatakannya: yang
diriwayatkan oleh Thabrani terdapat didalamnya salam yang panjang yang menjadikannya
sekumpulan yang mendhaifkannya.

Aku berpendapat: dalam hadis ini pula ada potongan, karena ‘Iddi bin ‘Iddi tiada mendengar
apapun dari Umar. Al Munziri berkata dalam Targhib setelah penyampaian hadis ini:
Diriwayatkan dari Tirmidzi dan Ibnu Majah serta Baihaqi yaitu dalam kitab “al Ba’th wa
Nushuur” dia berkata dari riwayat dari Malik dan Baihaqi dalam “Sha’ab” dalam bentuk
ikhtisar yang Marfu’ : Jibril A.S berkata “warna yang dimiliki api neraka tidaklah semerah
api yang kalian nyalakan, namun ia hitam pekat luar dan dalam” “dan apabila penghuni
neraka dibakar api yang ada didunia, maka mereka akan tertidur nyaman”

39
“Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.”
(QS. Al-Haaqqah: 32). Setiap dzira’ dari rantai itu, panjangnya sejauh jarak
antara ujung timur dari belahan dunia sampai pada bagian yang paling barat.
Lalu seandainya satu dzira’ itu diletakkan di atas gunung-gunung di dunia,
tentu gunung-gunung itu akan hancur. Seandainya seorang laki-laki masuk
ke dalam neraka, lalu ia dikeluarkan ke bumi, tentu seluruh penghuni bumi
akan mati karena sengatan kebusukan baunya.
Rasulullah S.A.W bertanya kepada Jibril A.S:
‫ياجبريل صف لى ابواب جﮭنم أﮪي كأبوابنا ﮪذه؟‬
“Ya Jibril, jelaskan kepadaku mengenai sifat-sifat pintu neraka Jahannam.
Apakah pintu Jahannam itu, sebagaimana pintu-pintu kami di dunia ini?”
Jibril berkata: “Tidak, ya Rasulullah, tetapi pintu Jahannam itu terdiri dari
beberapa tingkat, sebagian lebih rendah dari sebagian yang lain. Jarak antara
satu pintu dengan pintu yang lain, sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.
Setiap pintu yang lebih bawah satu tingkat dari atasnya derajat kepanasannya
lebih dahsyat mencapai tujuh puluh kali lipat lebih panas.”
Nabi S.A.W juga bertanya mengenai para penghuni dari setiap pintu-
pintu neraka itu, lalu Malaikat Jibril menjawabnya sebagai berikut:
Pertama: “Orang-orang munafik berada di dalam tingkatan neraka
yang paling bawah, yang bernama neraka Hawiyah. Sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah S.W.T:
١٤٥ :‫ﭽ ﮱ ﯓﯔﯕﯖﯗﯘﯙﯚﯛ ﯜﯝﭼ النساء‬
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (di tempatkan) pada tingkatan
yang paling bawah dari neraka, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat
seorang penolong pun bagi merka.” (QS. An-Nisa’: 145).
Kedua: Orang-orang musyrik berada di dalam tingkatan yang kedua,
namanya ialah neraka Jahim.
Ketiga: Orang-orang dari golongan Sabi’in, berada di dalam
tingkatan yang ketiga, namanya ialah neraka Saqar.
Keempat: Iblis laknatullah dan para pengikutnya dari golongan kaum
Majusi berada di dalam tingkatan yang keempat namanya ialah Lazha.
Kelima : Orang-orang Yahudi berada di dalam tingkatan yang kelima,
namanya ialah neraka Huthamah.
Keenam : Orang-orang Nasrani berada di dalam tingkatan yang
keenam, namanya ialah neraka Sa’ir.
Kemudian Malaikat Jibril A.S diam tak melanjutkan mengenai
penghuni neraka yang melalui pintu ke tujuh. Maka Nabi S.A.W bertanya:
‫لم تخبرنى عن سكان الباب السابع‬
“Mengapa Anda tidak mengabarkan kepadaku mengenai penghuni pintu
neraka yang ketujuh?” Malaikat Jibril A.S menjawab: “Wahai Muhammad,

40
janganlah Anda bertanya mengenai hal itu.” Baginda Nabi S.A.W berkata
kepada Jibril A.S:
‫أخبرنى عنﮫ‬
“Khabarkan kepadaku mengenai penghuni pintu yang ketujuh itu.” Lalu
Jibril A.S berkata kepada beliau: “Yang menjadi penghuni pada tingkatan
yang ketujuh itu ialah orang-orang yang ahli melakukan dosa besar dari
umatmu yang hingga mati belum bertobat.”
Diriwayatkan24, bahwa ketika diturunkan kepada Nabi S.A.W ayat
dari firman Allah S.W.T berikut ini:
٧١ :‫ﮘ ﮙ ﮚ ﭼ مريم‬ ‫ﭽ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓﮔ ﮕ ﮖ ﮗ‬
Artinya:
“Dan tidak ada seorang pun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu.
Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.”
(QS. Maryam: 71).
Maka ketakutan Nabi Muhammad S.A.W akan umatnya menjadi
begitu besar, bahkan beliau sampai menangis dengan tangisan yang keras.
Orang yang arif (ma’rifat) kepada Allah S.W.T, pada kekuasaan dan
keperkasaan-Nya, tentu menjadi sangat takut kepadaNya, lalu menangis atas
kecerobohan dan kelengahan dirinya, sebelum menyaksikan penderitaan dan
kedahsyatan kehidupan akhirat yang amat menakutkan itu. Sebelum semua
tirai penutup dirobek-robek lalu dia dihadapkan pada Yang Maha Penyiksa
dan diperintahkan olehNya agar masuk ke neraka. Berapa banyak orang tua
berteriak memanggil-manggil di dalam neraka: “Aduh...uban-uban dan
ketuaanku, betapa celakanya aku ini.” Betapa banyak para pemuda berteriak
memanggil-manggil di dalam neraka: “Aduh...masa mudaku.” Betapa
banyak wanita berteriak memanggil-manggil di dalam neraka:
“Aduh...betapa hina dan sengsaranya aku.”
Pada hari itu, semua tirai penutup aib menjadi hancur, wajah dan
jasad mereka menjadi hitam pekat, punggung-punggung mereka menjadi
patah dan remuk redam, yang tua tak lagi dimuliakan dan yang muda tak
juga disayang. Rahasia dan aib para wanita pun tak lagi ditutupi.
Ya Allah S.W.T, jauhkanlah kami dari neraka dan selamatkanlah
kami dari siksanya. Jauhkanlah kami dari perbuatan yang dapat mendekatkan
kami kepada neraka, dan masukkanlah kami ke dalam surga bersama orang-
orang yang baik dan mulia berkat rahmat dan anugerahMu, ya Tuhan Yang
Maha Agung lagi Maha Pengampun. Ya Allah S.W.T, tutupilah aurat
(rahasia) kami dan selamatkanlah kami dari ketakutan yang amat mencekam.
Hindarkanlah kami dari kesalahan-kesalahan, dan janganlah Engkau

24
Hadis tidak untuk sandaran bagiku.

41
mempermalukan kami di hadapan-Mu, ya Tuhan Yang Maha Penyayang di
antara para penyayang. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah
kepada baginda MuhammadS.A.W, para keluarga dan juga sahabat beliau.

8. TAUBAT

Bertobat adalah wajib bagi setiap muslim, laki-laki dan perempuan.


Allah S.W.T berfirman:
٨ :‫ﭽ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ… ﮀ ﭼ التحريم‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah S.W.T dengan
tobat yang semurni-murninya.” (QS. At-Tahrim : 8)
Perintah dalam ayat tersebut menunjukkan arti perintah wajib. Jadi
bertobat menjadi sebuah kewajiban bagi orang yang beriman. Allah S.W.T
juga berfirman:
١٩ :‫ﭺ ﭻ ﭼ ﭼ الحشر‬ ‫ﭴ ﭵ ﭶ ﭷﭸ ﭹ‬ ‫ﭽﭱ ﭲ ﭳ‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah S.W.T,
lalu Allah S.W.T menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.
Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 19)
Maksud dari,
‫“ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ‬Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada
Allah S.W.T.” Yakni, mereka lupa dengan janji yang telah mereka ikrarkan
kepada Allah S.W.T, dan membuang ajaran kitab suci Allah S.W.T
dibelakang punggung mereka.
Ayat selanjutnya: ‫“ ﭶ ﭷ‬Lalu Allah S.W.T menjadikan mereka luput
kepada diri mereka sendiri.” Yakni, Allah S.W.T menjadikan mereka lupa
dengan kondisinya sendiri, sehingga mereka tidak dapat mencegah diri dan
tidak pula mampu mengemukakan kebaikan buat diri mereka sendiri.
Nabi S.A.W bersabda:
25
ُ‫َمن ا َ َحبَّ ِلقَاءهللاِ ا َحبَّ هللاُ ِلقَا َءهُ َو َمن َك ِرهَ ِلقَا َءهللاِ َك ِرهَ هللاُ ِلقَا َءه‬
Artinya:
“Barangsiapa yang cinta (suka) bertemu pada Allah S.W.T, maka Allah
S.W.T juga suka bertemu dengannya. Barangsiapa yang benci (tidak suka)
bertemu Allah S.W.T, maka Allah S.W.T benci bertemu dengannya.”

25
Muttafaq Alaih: Riwayat Imam Bukhari dalam Kitab “ar Raqaq” (6507), Imam Muslim
dalam Kitab “az Zikr wad Du’a” (2683), Imam Tirmidzi dalam Kitab “Jana’iz” (1066),
Imam Nasa’i dalam Kitab “Jana’iz” (1836): Imam ad Darimi dalam Kitab “ar Raqaq”
(2756) dan Imam Ahmad (22238)

42
Sedangkan maksud dari, ‫ﭺ ﭻ‬ ‫“ﭹ‬Mereka itulah orang-orang
yang fasik.” Yakni, orang-orang yang durhaka yang merusak perjanjian
mereka. Mereka keluar dari jalan hidayah (petunjuk), rahmat dan maghfirah
(ampunan).
Orang fasik itu ada dua macam, yakni fasik kafir dan fasik fajir. Fasik
kafir ialah orang yang tidak beriman kepada Allah S.W.T dan Rasul-Nya,
keluar dari hidayah dan masuk ke dalam kesesatan. Allah S.W.T berfirman:
٥٠ :‫ﮪ …ﯙ ﭼ الكﮭف‬ ‫ﭽ… ﮧ ﮨ ﮩ‬
“...maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi; 50).
Yakni, keluar dari taat perintah pada Tuhannya dengan keimanannya,
(sehingga ia menjadi orang yang fasik dan kafir). Sedangkan fasik fajir ialah
orang yang minum khamar, makan yang haram, berzina, melakukan
kemaksiatan kepada Allah S.W.T, keluar dari jalan ibadah dan masuk ke
dalam kemaksiatan, tetapi tidak musyrik.
Perbedaan antara keduanya ialah, fasik kafir tak dapat diharapkan
untuk mendapatkan ampunan, kecuali dengan mengucapkan syahadat dan
bertobat sebelum kematiannya. Sementara fasik fajir ialah orang fasik yang
masih dapat diharapkan mendapatkan ampunan dengan jalan bertobat dan
melakukan penyesalan atas kesalahannya sebelum kematian datang
menjemputnya. Setiap kemaksiatan yang bersumber dari kesombongan,
maka tak dapat diharapkan pengampunannya. Kemaksiatan iblis adalah
berasal dari kesombongan. Anda seharusnya bertobat dari dosa-dosa Anda
sebelum mati, dengan penuh harapan agar kiranya Allah S.W.T berkenan
mengampuni dosa-dosa Anda.
Allah S.W.T berfirman:
٢٥ :‫ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﭼ الشورى‬ ‫ﭽﮌ ﮍ ﮎ ﮏ‬
Artinya:
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Asy-
Syura: 25).
Yakni, Allah S.W.T memaafkan kesalahan-kesalahan yang telah
mereka perbuat dengan menerima tobat mereka. Nabi S.A.W bersabda:
ُ‫ب لَﮫ‬ ِ ‫ب ِمنَ الذَّن‬
َ ‫ب َك َمن لَ ذَن‬ ُ ِ‫ التَّائ‬: -‫صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ِ‫ّللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬
“Orang yang bertobat dari dosa, seperti orang yang tidak memiliki dosa.”26

26
Hasan: Riwayat dari Imam Ibnu Majah dalam kitab “az Zuhd”.

Pengarang kitab “zawaid” dalam kitabnya menyebutkan: Sanadnya Shahih, para perawinya
adalah orang-orang yang dapat dipercaya, maka hadis dibiarkan tetap apa adanya, dalam
Maqasid al Hasanah ianya diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Thabrani dalam al Kabiir,
Baihaqi dalam Sha’ab melalui Abi Ubaid bin Abdullah bin Mas’ud dari ayahnya dan
43
Diceritakan, bahwa ada seorang laki-laki ketika melakukan dosa, dia
selalu mencatat dosanya di dalam buku harian. Pada suatu hari dia
melakukan suatu dosa, lalu membuka-buka buku hariannya untuk mencatat
dosa yang baru saja dilakukan itu. Tetapi dia tidak menemukan sesuatupun di
dalamnya kecuali firman Allah S.W.T:
٧٠ :‫ﭽ…ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﭼ الفرقان‬
“...Maka mereka itu, kejahatan mereka diganti Allah S.W.T dengan
kebajikan. Dan adalah Allah S.W.T Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Furqan: 70). Yakni, Allah S.W.T mengganti tempat
kemusyrikan dengan keimanan, tempat zina dengan ampunan dan mengganti
tempat kemaksiatan dengan keterjagaan dan ketaatan.
Diceritakan, bahwa suatu ketika Umar bin Khaththab berjalan
melewati suatu jalan kota Madinah, lalu ia berhadapan (berpapasan) dengan
seorang pemuda membawa botol yang disembunyikan di balik bajunya.
Umar ra.bertanya : “Hai pemuda, apa yang Anda bawa dibalik baju Anda
itu?” Botol yang berada dibalik bajunya itu berisi khamar. Dan pemuda itu
malu untuk mengatakan di hadapan Umar bahwa botol itu berisi khamar. Di
dalam hatinya ia berkata: “Ya Ilahi, janganlah Engkau permalukan aku
dihadapan Umar, janganlah Engkau membuka rahasiaku yang membuat aku
malu dan tutupilah rahasiaku ini, aku berjanji tidak akan minum khamar lagi
untuk selama-lamanya.” Kemudian pemuda itu berkata: “Wahai Amirul
Mukminin, botol yang aku bawa ini berisi cuka.” Umar berkata: “Coba
perlihatkan kepadaku, agar aku bisa melihatnya.” Lalu pemuda itu
membukanya di hadapan Umar dan ternyata khamar dalam botol itu berubah
menjadi cuka sehingga Umar benar-benar melihat cuka di dalam botol itu.
Renungkanlah, betapa ada seorang makhluk (pemuda) bertobat karena takut
kepada seorang makhluk (Umar), lalu Allah S.W.T benar-benar mengganti
khamar dengan cuka. Hal itu terjadi karena Allah S.W.T benar-benar
mengetahui akan keikhlasan dan ketulusan tobat seorang pemuda tersebut.
Apabila ada seorang ahli maksiat jatuh bangkrut lalu menghentikan
perbuatan-perbuatannya yang rusak dan melakukan tobat dengan semurni-
murninya serta menyesali dosa-dosanya, maka Allah S.W.T akan mengganti
khamar keburukan-keburukannya dengan cuka ketaatan.
Disebutkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa pada suatu malam
setelah aku selesai melakukan shalat Isya’ bersama Rasulullah S.A.W di
akhir waktu, aku keluar dan bertemu dengan seorang perempuan di suatu

dirafa’nya, para perawinya tidak hanya dipercaya namun sangat dapat dipercaya, kerana
kalau tidak dapat dipercaya salah satu perawinya akan ditolak oleh Ubaidah, dan
mengatakan bahwa dia tidak pernah mendengar dari ayahnya. Dihasankan oleh Imam
Albani dalam Shahih al Jami’ No. (3008)

44
jalan, dia bertanya kepadaku: “Wahai Abu Hurairah, aku telah melakukan
dosa, apakah masih ada kesempatan buatku bertobat dan diterima tobatku?”
Aku bertanya kepadanya: “Apakah dosa Anda itu?” Perempuan itu
menjawab: “Aku telah berzina dan membunuh anakku dari hasil perzinaan
itu.” Aku (Abu Hurairah) berkata kepadanya: “Anda telah celaka dan
melakukan perbuatan yang mencelakakan, demi Allah S.W.T tidak ada jalan
tobat bagi Anda. Mendengar jawabanku tersebut, perempuan itu jatuh
pingsan. Aku terus berlalu meninggalkannya, sambil berkata di dalam hatiku.
“Aku telah memberikan fatwa, sementara Rasulullah S.A.W berada di antara
kami.” Kemudian aku kembali menemui Rasulullah S.A.W dan
menceritakan peristiwa tersebut kepada beliau. Beliau bersabda kepadaku:
“Celaka Anda, Anda telah melakukan hal yang mencelakakan. Di mana
pendirian dan sikap Anda mengenai firman Allah S.W.T:
‫ﭽ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ‬
‫ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽﭾ ﭿ ﮀ‬
٧ - ٦٨ :‫ﮁ ﮂ ﮃ ﭼ الفرقان‬
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah
S.W.T dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah S.W.T
(membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina.
Barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat
(pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azad untuknya pada
hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,
kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh;
maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah S.W.T dengan kebajikan.
Dan adalah Allah S.W.T Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Furqan: 68-70).
Maka aku segera pergi keluar ke sana kemari mencari perempuan
tersebut yang telah bertanya mengenai suatu masalah kepadaku. Aku
bertanya kepada setiap orang yang aku jumpai agar memberitahukan
kepadaku mengenai keberadaan perempuan tersebut. Sehingga anak-anak
berkata Abu Hurairah menjadi gila. Akhirnya aku dapat menemukan
perempuan itu, lalu aku sampaikan kepadanya apa yang dikatakan oleh
Baginda Rasulullah S.A.W mengenai permasalahannya. Dia menangis,
karena merasa terharu dengan jawaban Rasulullah S.A.W dan berkata: “Saya
memiliki suatu kebun, sekarang juga aku sedekahkan kebun itu untuk Allah
S.W.T dan Rasul-Nya.”
Ada sebuah hikayat mengenai Utbah Al-Ghulam rahimahullahu
ta’ala, dia adalah termasuk orang yang suka melakukan kefasikan dan
kemaksiatan. Utbah begitu populer sebagai orang yang bermoral rusak dan
peminum khamar. Pada suatu hari dia masuk ke dalam majlis ta’lim Hasan

45
Bashri. Pada saat itu Hasan Bashri sedang memberikan penjelasan mengenai
penafsiran dari firman Allah S.W.T:
١٦ :‫ﯭ ﭼ الحديد‬ ...‫ﯘ‬ ‫ﭽﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ‬
Artinya:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah S.W.T....” (QS. Al-Hadid: 16).
Yakni, belumkah datang waktunya hati orang-orang yang beriman itu
takut? Dalam memberikan penafsiran ayat ini, Syaikh Hasan Bashri
memberikan nasehat yang begitu memukau yang menyentuh hati, sehingga
orang-orang yang hadir didalam majlis itu menjadi menangis. Di tengah-
tengah keharuan suasana itu, seorang pemuda berkata: “Wahai orang yang
bertakwa dari sekalian orang-orang mukmin, apakah Allah S.W.T akan sudi
menerima orang yang fasik dan berdosa seperti aku ini, jika aku bertobat?”
Syaikh berkata: “Ya benar sekali, Allah S.W.T akan menerima taubat
terhadap kefasikan dan kedurhakaan Anda.” Ketika Utbah mendengar
perkataan itu, wajahnya menjadi pucat, semua persendiannya menjadi
tergetar dan gemertak, lalu dia menjerit histeris dan jatuh pingsan. Ketika dia
tersadar, Hasan Bashri mendekatinya dan mengucapkan bait-bait syair
berikut ini:
*‫ب ال َعر ِش َعاص‬ ِ ‫*ا َ َياشَابًّا ِل َر‬
َ
*‫*اَتَد ِرى َما َجزَ ا ُءذ ِوى ال َمعَاص‬
*‫صاةِ لَ َﮭازَ فِير‬ َ ُ‫س ِعيرللع‬ َ *
َّ ُ
*‫*وغَيظ يَو َم يُؤ َخذ بِالن َواص‬ َ
*‫ص ِﮫ‬ِ ‫ان فَاع‬ ‫ر‬
ِ َِ ‫ي‬‫الن‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ‫ر‬ ‫ب‬
ِ ‫َص‬ ‫ت‬ ‫ِن‬ ‫ا‬ َ ‫ف‬ *
*‫ان قاص‬ َ ِ َ‫*وال كن َع ِن ال ِعصي‬ ُ َّ ِ َ
*‫طايَا‬ َ ‫سبتَ ِمنَ ا َخ‬ َ ‫*وفِي َماقَد َك‬ َ
*‫س فَاج َﮭد ِبال َخالَص‬ َ ‫* َرﮪَنتَ النَف‬

“Wahai pemuda yang bermaksiat kepada Tuhan pemilik Arasy;


Tahukah Anda apa balasan bagi orang yang maksiat.
Neraka Syair, menjadi tempat bagi orang yang maksiat, ia memiliki bunga
api yang menyala-nyala dan kegeraman kemarahan pada hari ubun-ubun
dipegang (tak dapat berkutik)
Jika Anda sabar terhadap siksaan neraka, maka silakan bermaksiat kepada-
Nya; tetapi jika tidak, maka jauhkan diri dari kemaksiatan
Kesalahan-kesalahan yang telah Anda perbuat, berarti Anda telah
menggadaikan diri Anda, maka bersungguh-sungguhlah untuk
membebaskannya.”
Mendengar lantunan syair dari Hasan Bashri itu, Utbah menjerit lagi
dengan jeritan yang lebih keras dan jatuh pingsan. Setelah tersadar Utbah
berkata: “Ya Syaikh, apakah Tuhan Yang Maha Penyayang akan menerima
46
tobat orang yang hina dan tercela seperti saya ini?” Tidak ada yang dapat
menerima taubat seorang hamba yang berselingkuh, kecuali Tuhan Yang
Maha Pengampun. Kemudian Utbah mengangkat kepalanya tengadah ke
langit seraya berdoa akan tiga hal, yaitu:
Pertama: Ya Ilahi, jika Engkau menerima taubatku dan mengampuni
dosa-dosaku, maka muliakanlah aku dengan keampunan untuk memahami
sehingga aku dapat menghapal apa yang aku dengar dari ilmu dan Al-
Qur’an.
Kedua : Ya Ilahi, muliakanlah aku dengan memiliki suara yang
merdu; sehingga setiap orang yang mendengar suaraku ketika aku membaca
Al-Qur’an, hatinya menjadi lembut dan tersentuh, sekalipun hatinya keras
dan membatu.
Ketiga : Ya Ilahi, muliakanlah aku dengan mendapatkan rizki yang
halal dan anugerahilah aku rizki dari arah yang tak terduga-duga.
Allah S.W.T benar-benar mengabulkan permohonannya itu, sehingga
pemahaman dan hapalannya menjadi bertambah baik. Ketika dia membaca
Al-Qur’an, maka setiap orang yang mendengarnya menjadi bertaubat. Setiap
hari di rumahnya selalu terhidang sepiring kuah dan dua buah roti, tanpa
diketahui dari mana datangnya dan siapa pula yang menghidangkannya. Dan
hal ini, terus terjadi hingga dia berpisah dengan dunia (wafat). Demikianlah,
keadaan orang yang bertobat dan benar-benar kembali kepada jalan Tuhan.
Sungguh Allah S.W.T tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat
kebaikan dengan sebenar-benarnya.
Sebagian ulama ketika ditanya: “Apakah seorang hamba yang
bertaubat dapat mengetahui apakah taubatnya itu diterima atau ditolak?” Dia
menjawab: “Tidak ada kepastian mengenai hal itu, tetapi diterima atau
tidaknya taubat itu dapat diketahui dari beberapa indikasi berikut ini:
• Orang yang taubatnya diterima, akan mengetahui juga merasakan
bahwa dirinya menjadi terpelihara dan akan selalu terhindar dari
kemaksiatan.
• Dia merasakan bahwa kegembiraan dan kesenangan akan
kemaksiatan menjadi lenyap dari hatinya yang saat itu juga dia selalu
merasa disaksikan oleh Tuhan.
• Dia menjadi senang berdekatan dengan orang yang ahli melakukan
kebaikan dan menjauhi orang yang fasik.
• Dia melihat harta duniawi yang walaupun sedikit sebagai suatu yang
banyak dan melihat amal akhirat yang begitu banyak sebagai sesuatu
yang hanya sedikit.
• Hatinya selalu sibuk dengan hal-hal yang difardhukan oleh Allah
S.W.T atasnya.

47
• Dia menjadi orang yang senantiasa memelihara dan menjaga
lidahnya.
• Dia senantiasa berpikir dan melakukan penghayatan, menyesali
kesalahan dan dosa-dosa yang pernah dilakukan.

9. CINTA

Disebutkan bahwa ada seorang laki-laki melihat bentuk rupa yang sangat
buruk di suatu hutan. Lalu ia bertanya kepadanya: “Siapakah Anda?” Ia
menjawab: “Saya adalah bentuk amal Anda yang buruk.” Laki-laki itu
bertanya: “Apa yang dapat menyelamatkan dari Anda?” Ia menjawab:
“Bershalawat kepada Baginda Nabi S.A.W.” Sebagaimana sabda Baginda
Nabi S.A.W:
‫ غفر هللا لﮫ ذنوب‬،‫ي يوم الجمعة ثمانين مرة‬
َّ ‫ ومن صلى عل‬،‫الصالة علي نور على الصراط‬
27ًّ
‫ثمانين عــاما‬
“Bershalawat kepadaku sebagai cahaya yang menerangi shirat (jalan).
Barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku pada hari Jum’at delapan
puluh kali, maka Allah S.W.T mengampuni dosa-dosanya delapan puluh
tahun.”
Diceritakan, bahwa ada seorang laki-laki yang lupa tidak bershalawat
kepada Nabi Muhammad S.A.W lalu di malam harinya dia bermimpi melihat
Baginda Nabi S.A.W tetapi beliau tidak menoleh kepadanya. Laki-laki itu
berkata: “Ya Rasulullah, apakah Anda marah kepadaku.” Beliau menjawab:
“Tidak?” “Lalu mengapa Anda tidak mau melihat kepadaku?” Tanya laki-
laki itu lagi. Beliau menjawab: “Karena aku tidak mengenal Anda.” Laki-laki
itu berkata: “Bagaimana Anda tidak aku, padahal aku adalah seorang dari
ummat Anda. Para ulama telah meriwayatkan bahwa Anda lebih mengetahui
ummat Anda, daripada seorang ibu yang mengenali anaknya.” Beliau
menjawab: “Mereka itu benar, tetapi Anda tidak mengingat aku dengan
membaca shalawat, sementara pengenalanku terhadap ummatku adalah
sesuai dengan kadar bacaan shalawat mereka kepadaku.” Kemudian laki-laki

27
Dhaif: Riwayat dari Imam ad Dilimi dalam Musnad “Firdaus” (3814), Imam al ‘Ajaluni
dalam “Kashf al Khafa” (501) , dia berkata: hadis ini Hasan seperti apa yang disampaikan
Imam al ‘Iraqi, dan yang disampaikan oleh Imam al Manawi dalam “Faidh al Qadir”
(249/4) dia juga menyebutkan: al Azdi dalam Kitab “ad Dhua’fa”, dan Imam ad Darqatni
dalam “al Afrad” dari Abi Huraira, Imam ad Darqatni mengatakan: mari kita kesampingkan
Hajjaj bin Sanan dari Ali bin Zaid, kerana tiada Hajjaj meriwatkannya selain Muwattha’ bin
Abi al Muwattha’, Imam Ibnu Hajar menyebutkan dalam “Takhrij al Azkar”: ke empatnya
adalah Dhaif, dan Abu Naim mengeluarkannya dari sisi yang lain, Ibnu Hajar
mendhaifkannya.

48
itu terjaga dari tidurnya, lalu dia mewajibkan atas dirinya untuk bershalawat
kepada Baginda Nabi S.A.W setiap hari seratus kali. Dia selalu melakukan
hal itu, sampai pada suatu hari dia bermimpi melihat Baginda Nabi S.A.W
lagi. Tetapi kali ini beliau bersabda: “Sekarang saya kenal terhadap Anda
dan akan memberikan syafa’at kepada Anda.” Yakni, laki-laki itu, menjadi
sangat cinta kepada Nabi S.A.W, Allah S.W.T berfirman:
٣١ :‫ﭽ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭼ آل عمران‬
Artinya:
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah S.W.T, ikutilah aku,
niscaya Allah S.W.T mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah S.W.T
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31).
Sebab-sebab turunnya28 ayat tersebut adalah ketika Baginda Nabi
S.A.W mengajak Ka’ab bin Asyraf dan teman-temannya masuk Islam,
mereka berkata: “Kami berada dalam kedudukan putra-putra Allah S.W.T
dan kami sangat cinta kepada Allah S.W.T. Lalu Allah S.W.T berfirman
kepada nabiNya Muhammad S.A.W dengan menurunkan ayat tersebut.
Pengertian ayat: “Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah S.W.T, ikutilah aku.”Yakni, ikutilah agamaku, karena saya adalah
Rasul Allah S.W.T yang diutus untuk menyampaikan risalah-Nya kepada
Anda semua, dan sebagai hujjah-Nya atas kalian.
Ayat selanjutnya: “...niscaya Allah S.W.T mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu. Allah S.W.T Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31). Cinta orang-orang mukmin kepada Allah
S.W.T, ialah kapatuhannya dalam mentaati perintah-Nya, mengutamakan
kebaktian dan mencari keridhaan-Nya. Sedangkan cinta Allah S.W.T kepada
orang-orang mukmin, ialah pujian Allah S.W.T kepada mereka, pemberian
pahala dan ampunan kepada mereka, serta penganugerahan nikmat, rahmat,
pemeliharaan dan petunjuk kepada mereka.
Imam Ghazali berkata di dalam karya monumentalnya, Ihya’
Ulumiddin sebagai berikut: “Barangsiapa yang mengakui empat hal tanpa
disertai empat hal yang lain, maka dia adalah pendusta. Orang yang mengaku
cinta surga, tetapi tidak melakukan ketaatan (kepada Allah S.W.T), maka dia
pendusta; Orang yang mengaku cinta kepada Baginda Nabi S.A.W tetapi dia
tidak cinta ulama dan orang-orang fakir, maka dia adalah pendusta. Orang
yang mengaku takut terhadap siksa neraka, tetapi dia tidak mau
meninggalkan kemaksiatan, maka dia pendusta; Dan orang yang mengaku
cinta kepada Allah S.W.T tetapi dia mengeluh sebab musibah yang
menimpanya, maka dia pendusta.”
Rabi’ah berkata dalam sya’ir berikut :
28
Kisah ini tidak bisa dijadikan sandaran, kerana tiada didapat dalam kitab tafsir manapun.

49
“Anda berlaku durhaka kepada Tuhan, tetapi Anda memperlihatkan
kecintaan kepadanya; Demi umurku, bagiku hal itu sebagai sesuatu yang
ganjil (aneh).
Andai kecintaan Allah S.W.T itu benar, tentu Anda mentaatiNya;
karena orang yang cinta akan selalu patuh pada yang dicintainya.”
Ketika serombongan orang datang kepada Asy-Syubali, dia berkata;
“Siapakah Anda semua ini?” Mereka menjawab: “Kami adalah para pencinta
Anda, maka terimalah kami.” Lalu Asy-Syubali menerima kemudian
melempari mereka dengan batu, mereka pun berlari menjauhinya. Asy-
Syubali berkata: “Mengapa Anda semua berlari dariku, jika Anda semua
orang-orang yang mencintai aku, tentu tidak akan berlari karena ujian yang
aku timpakan pada Anda.” Kemudian Asy-Syubali berkata; “Para pecinta
(Allah S.W.T) akan minum air mahabbah dari gelas kecintaan sehingga
bumi dan negeri menjadi sempit baginya, dia benar-benar ma’rifat kepada
Allah S.W.T, tenggelam dalam kebesaran dan bingung dalam kekuasaanNya.
Mereka minum dengan gelas kecintaanNya, menyelam dalam lautan
kerinduan kepadaNya, damai dan nikmat dalam bermunajat kepada-Nya,
kemudian dia bersyair:
*‫ي اَسك ََر ِنى‬َ َ‫*ذِك ُرال َم َحبَّ ِة َيا َمول‬
*‫ان‬
ِ ‫سك َر‬ َ ‫*وﮪَل َراَيتَ َم ِحبًّاغَي َر‬ َ
“Mengingat kecintaan kepada-Mu, wahai Kekasihku membuatku mabuk
kepayang; apakah Anda mengetahui orang yang cinta tanpa dimabuk cinta.”
Dikatakan, apabila seekor unta dimabuk cinta, dia tidak mau makan
rumput selama empat puluh hari, dan apabila dibebankan diatasnya muatan
yang berlipat dia tidak akan mau mengangkatnya, karena beban kecintaan
yang menimpanya. Ketika luapan cinta memenuhi ruang hatinya, maka ia
tidak mau makan dan tidak menghiraukan beban berat, karena kerinduannya
untuk bertemu sang kekasih. Jika unta saja mau meninggalkan kesukaannya
dan tidak memperdulikan berat beban bawaannya demi kekasih yang
dicintainya, lalu bagaimana halnya dengan sikap Anda, sudikah Anda
meninggalkan kesenangan hawa nafsu yang diharamkan, demi kecintaan
kepada Allah S.W.T? Apakah Anda juga meninggalkan makan dan minum
karena Allah S.W.T, menanggung beban berat, demi Allah S.W.T, kekasih
Anda? Jika Anda tidak melakukan sesuatupun dari kebajikan-kebajikan yang
telah kami sebutkan, maka pengakuan kecintaan Anda kepada Allah S.W.T
itu, hanyalah sebuah nama tanpa makna yang tidak bersegi, yang tidak akan
berguna di dunia pula di akhirat, serta tidak berguna dihadapan makhluk dan
tidak pula dihadapan Sang Pencipta (Al-Khaliq).
Diriwayatkan dari Ali karramallahu wajhahu, dia berkata:
“Barangsiapa yang rindu surga, tentu dia bersegera melakukan kebajikan-
kebajikan, barangsiapa takut pada neraka, tentu dia mencegah kesenangan
50
hawa nafsunya, dan barangsiapa yang percaya pada kematian, tentu dia
menganggap hina kenikmatan duniawi.
Ibrahim Al-Khawash ketika ditanya tentang kecintaan, dia menjawab:
“Yaitu, kesanggupan untuk menghancur leburkan keinginan hawa nafsu,
membakar segala sifat dan kebutuhan akan kebendaan, lalu
menenggelamkan diri ke dalam lautan hidayah.”

10. KERINDUAN

Al-hubb (cinta) berarti kecenderungan tabiat terhadap sesuatu yang


dirasakan nyaman. Jika kecenderungan itu sangat kuat, maka ia dinamakan
kerinduan. Dalam kondisi rindu, seseorang sanggup menjadi budak bagi
yang dicintai dan dirindukannya itu dan sudi menginfaqkan apa yang
dimiliki karenanya. Tidakkah Anda tahu tentang Zulaikha, demi cintanya dia
rela kehilangan semua harta yang dimilikinya bahkan kecantikkannya.
Zulaikha adalah seorang wanita yang kaya raya, memiliki mutiara emas
permata dan kalung sebanyak berat muatan tujuh puluh unta. Dia rela
menginfakkan semuanya demi cintanya pada Yusuf A.S. Setiap orang yang
berkata kepadanya: “Suatu hari aku melihat Yusuf A.S.” Maka Zulaikha
memberinya satu kalung yang dapat membuatnya kaya raya. Hingga tak
tersisa sedikitpun dari mutiara dan perhiasannya tersebut. Karena cinta dan
kerinduannya yang begitu dalam kepada Nabi Yusuf A.S, dia menamakan
segala sesuatu dengan nama Yusuf A.S. Dia tidak ingat apapun selain Yusuf
A.S. Ketika dia mengangkat wajahnya ke langit, yang dia lihat hanyalah
nama Yusuf A.S yang terukir indah pada bintang-bintang.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa setelah Zulaikha beriman dan
dinikahi oleh Yusuf A.S dia selalu menyendiri menghindar dari Yusuf A.S
dan menyepi untuk beribadah. Dia benar-benar tenggelam dalam keasyikan
beribadah kepada Allah S.W.T. Ketika Yusuf A.S mengajaknya ke tempat
tidur dia menepis dan menyanggupinya dimalam hari. Dan ketika Yusuf A.S
mengajaknya dimalam hari, dia menundanya hingga siang hari. Zulaikha
berkata: “Wahai Yusuf, sebelum mengenal Allah S.W.T, saya hanya cinta
kepadamu, tetapi setelah aku mengenalNya, maka cintaku kepadaNya tiada
kusisakan buat mencintai yang lain dan aku menginginkan cintaku kepada-
Nya, tak digantikan oleh yang selainNya. Sampai pada suatu saat, Nabi
Yusuf A.S berkata kepadanya: “Sesungguhnya Allah S.W.T memerintahkan
kepadaku untuk melakukan hal itu (berhubungan badan) dengan Anda. Dia
mengkhabarkan kepadaku, bahwa Dia akan mengeluarkan dua orang anak
dari (melalui) Anda yang akan Dia jadikan sebagai Nabi.” Zulaikha berkata:
“Jika memang Allah S.W.T yang memerintahkan untuk melakukan hal itu
dan menjadikan aku sebagai jalan mewujudkan tujuan tersebut, maka berarti
51
hal itu sebuah ketaatan terhadap perintah Allah S.W.T, maka silahkan Anda
melakukannya.” Dengan demikian maka Zulaikha menjadi tenang dalam
dekapan Yusuf A.S.
Diceritakan, bahwa ketika ditanyakan kepada Majnun Laila : “Siapa
nama Anda?” Dia menjawab: “Laila.” Suatu hari ketika ditanyakan
kepadanya: “Bukankah Laila telah mati?” Dia menjawab: “Sesungguhnya
Laila telah bersemayam didalam hatiku, dia tidak mati.” Pada suatu hari, dia
berjalan didepan rumah Laila, namu dia melihat ke langit, lalu dikatakan
kepadanya: “Wahai Majnun, janganlah Anda memandang ke langit, tetapi
pandanglah rumah Laila, barangkali Anda akan melihatnya.” Dia menjawab:
“Cukuplah bagiku memandang bintang yang pantulan cahayanya jatuh
menerpa rumah Laila.”
Diceritakan, tentang Manshur Al-Hallaj29 rahimahullah yang ditahan
oleh orang-orang selama delapan belas hari, lalu Asy-Syubali datang
kepadanya dan berkata: “Wahai Mashur, apakah mahabbah (cinta) itu?” Dia
menjawab: “Janganlah Anda bertanya kepadaku hari ini, tetapi bertanyalah
kepadaku esok hari.” Ketika pagi hari tiba, dan orang-orang telah
mengeluarkannya dari penjara hendak membunuhnya, Syubali berjalan di
hadapannya. Lalu Manshur memanggil: “Ya Syubali, cinta di awalnya
adalah kebakaran dan di akhirnya adalah pembunuhan.”
Hal itu mengisyaratkan bahwa betapa telah benar-benar menjadi nyata
dalam pandangan Al-Hallaj, sesungguhnya segala sesuatu selain Allah
S.W.T adalah batil. Dia benar-benar tahu dan yakin bahwa hanya Allah
S.W.T yang haq, sehingga ketika nama Tuhan Yang Haq itu tertanam dalam
dirinya, dia menjadi lupa akan dirinya sendiri. Oleh sebab itu ketika da
ditanya: “Siapa Anda?” Dia menjawab: “Saya Al-Haq.”
Diriwayatkan bahwa bukti kebenaran cinta itu ada pada tiga hal, yaitu:
• Dia akan memilih perkataan (kalam) kekasihnya daripada
perkataan yang lain.
• Dia akan memilih duduk dalam satu majlis bersama kekasihnya
daripada di majlis lain.
• Dia memilih keridhaan kekasihnya daripada keridhaan yang lain.
Dikatakan, bahwa al-‘isyq (kerinduan) mampu merobohkan dinding-
dinding pemisah dan membuka rahasia-rahasia. Sedangkan wujud
merupakan kelemahan ruh untuk memikul beban kerinduan, ketika manisnya

29
Dia adalah al Husain bin Mansur bin Muhammad Abu Abdullah, dia juga disebut sebagai
Abu Mughits as Shufi yang amat tersohor, dia pula yang mengawali sebutan “al Hulul”
(peleburan antara hamba dan Khalik), memiliki banyak karangan-karangan yang dinilai
hampir berseberangan dengan ajaran islam, dia disalib dan dibunuh pada tahun 309 H
setelah disiasat dan dituduh bahwa dia telah melakukan kesesatan dan pendustaan agama.

52
zikir itu benar-benar dapat diwujudkan. Sehingga ketika berada dalam
kondisi hubungan yang begitu intens itu, seandainya salah satu anggota
tubuhnya dipotong, maka dia tidak akan terasa dan tidak pula
mengetahuinya.
Diceritakan, bahwa ada seorang laki-laki ketika sedang mandi di
sungai Furat, dia mendengar suara seorang lelaki membaca ayat:
٥٩ :‫ﭽ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭼ يس‬
Artinya:
“Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir): berpisahlah kamu (dari orang-
orang mukmin) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat.” (QS.
Yaa Siin: 59).
Pada saat mendengar lantunan ayat tersebut kondisinya menjadi
tergoncang, tak sadarkan diri, lalu tenggelam dan mati. Diceritakan dari
Muhammad bin Abdullah Al-Baghdadi, dia berkata: “Saya melihat seorang
pemuda di Bashrah, yang berada di puncak ketinggian. Semua mata manusia
tertuju menatap kepadanya. Pemuda itu berkata: ‘Orang yang mati dalam
kerinduan, maka hendaklah dia mati seperti ini. Tiada kebaikan dalam
kerinduan tanpa kematian.’ Kemudian dia menjatuhkan dirinya dan mati.”
Diceritakan, bahwa Dzan Nun Al-Mishri30 ketika masuk ke dalam
Masjidil Haram, dia melihat seorang pemuda telanjang yang terbuang dan
sakit tergeletak di bawah suatu tiang, hatinya merintih pedih. Dzan Nun
berkata: “Saya mendekatinya dan mengucapkan salam padanya, lalu
bertanya: “Siapa Anda, hai anak muda?” dia menjawab: “Saya adalah orang
asing yang dilanda kerinduan. Setelah saya mengetahui dan memahami apa
yang dikatakan, saya berkata: “Saya adalah orang yang seperti Anda.”
Kemudian dia menangis dan aku pun menangis karena tangisannya.
Mengetahui aku menangis dia bertanya: “Mengapa Anda menangis? “ Saya
menjawab: “Saya adalah orang yang seperti Anda.” Dia menangis dengan
suara yang sangat keras. Lalu menghembuskan nafasnya yang terakhir kali
(mati) pada saat itu juga. Aku menutupinya dengan bajuku, kemudian pergi
meninggalkannya untuk mencari kain kafan. Setelah aku membeli kain kafan
aku segera kembali padanya di tempat semula, tetapi aku tidak
mendapatinya. Aku berkata: “Maha Suci Allah S.W.T (subhanallah).” Tiba-
tiba aku mendengar suara tanpa rupa (panggilan rabbani): “wahai Dzan Nun,
sesungguhnya pemuda asing itu, adalah orang yang dicari-cari syaitan di
dunia, tetapi dia tidak menemukannya. Malaikat Malik juga mencarinya,
tetapi dia tidak melihatnya. Malaikat Ridhwan mencarinya di dalam surga,

30
Dia adalah Ibrahim bin Abu al Faidh yang dijuluki al Mashri, dia berasal dari an Nubah
salah satu perkampungan yang ada di negri Mesir, dia juga seorang Hakim yang fasih wafat
pada tahun 246 H

53
tetapi dia tidak menemukannya.” Aku berkata: “Kalau begitu, dia di mana?”
Dzan Nun berkata: “Kemudian aku mendengar suara lagi:
٥٥ :‫ﭽ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭼ القمر‬
“Di tempat yang disenanginya, yaitu di sisi Tuhan Yang Berkuasa.” (QS. Al-
Qamar: 55).

Sebab kecintaannya, banyaknya ketaatan dan kesegeraannya bertobat.”


Demikian sebagaimana dijelaskan di dalam kitab Zahrur Riyadh.
Sebagian para syeikh ketika ditanya tentang cinta, dia menjawab:
“Sedikit bergaul, banyak berkhalwat (menyepi), selalu melakukan
perenungan dan berpikir sekalipun secara lahiriah terlihat diam. Dia tidak
melihat ketika dipandang, tidak mendengar ketika dipanggil, tidak paham
ketika diajak bicara, tidak bersedih ketika ditimpa musibah, bahkan ketika
dilanda kelaparan dia tidak mengerti. Dia telanjang tapi tidak merasa, dia
mencaci maki, tetapi tidak takut. Dia melihat kepada Allah S.W.T dalam
berkhalwat dan merasa damai di sisiNya, dia bermunajat kepadaNya dan tak
ikut berebutan dengan orang-orang yang terlalu bersemangat dalam urusan
keduniaan mereka.”
Abu Tarab an Nakhasyi berkata tentang tanda-tanda cinta,
sebagaimana yang tertuang dalam bait-bait syair berikut ini:
“Janganlah sekali-kali Anda tertipu bagi seorang kekasih memiliki tanda-
tanda; dia memiliki beberapa sarana dan sangat ringan mengulurkan
tangannya buat menyambut sang kekasih.
Dia merasa nikmat menerima cobaan dari sang kekasih; dan senantiasa
melakukan apa yang menyenangkan kekasihnya.
Penolakan sang kekasih baginya adalah sebuah pemberian yang
terkabulkan; kefakiran menjadi sebuah kemuliaan dan merupakan kebaikan
yang disegerakan.
Di antara tanda-tandanya lagi, Anda akan melihat bahwa seluruh tujuannya
adalh buat ketaatan sang kekasih, sekalipun ia banyak dikecam.
Termasuk tanda-tandanya juga, dia selalu terlihat tersenyum; sekalipun di
dalam hatinya ditimpa kepahitan oleh sang kekasih.
Di antara tanda-tandanya, dia terlihat selalu ingin paham perkataan orang
yang memberikan pengabulan terhadap orang yang meminta.
Dan termasuk tanda-tandanya, dia selalu hidup bersahaja, dan menjaga
segala hal yang diucapkan.”
Ada sebuah hikayat, pada suatu ketika Nabi Isa A.S berjalan bertemu
dengan seorang pemuda yang sedang menyirami kebun, lalu pemuda itu
berkata kepada Nabi Isa A.S: “Wahai Nabi Isa, mohonlah kepada Tuhan
Anda agar menganugerahkan kepadaku cinta kepadaNya seberat dzarah
(biji).” Nabi Isa A.S berkata: “Anda tidak akan mampu menanggung
54
mahabbah seberat dzarrah.” Pemuda itu berkata: “Kalau begitu, separuh
dzarrah saja.” Lalu Nabi Isa A.S berdoa: “Ya Tuhanku, anugerahkan kepada
pemuda itu separuh dzarrah dari kecintaanMu.” Setelah berdoa, Nabi Isa
A.S pergi berlalu. Waktu pun terus berjalan melaju, setelah beberapa
lamanya, Nabi Isa A.S melewati tempat pemuda yang didoakannya dan
bertanya mengenai kondisinya. Orang-orang yang ditanya berkata: “Pemuda
itu menjadi gila, dia pergi ke gunung.” Maka Nabi Isa A.S berdoa kepada
Allah S.W.T agar diperlihatkan pada pemuda itu, dan Nabi Isa A.S
melihatnya berada di suatu gunung, berdiri diatas batu besar seorang diri,
matanya menerawang menatap ke langit. Ketika Nabi Isa A.S mengucapkan
salam kepadanya, dia tak menjawabnya. Nabi Isa A.S berkata: “Wahai
pemuda, saya Nabi Isa.” Lalu Allah S.W.T menurunkan wahyu kepada Nabi
Isa A.S: “Bagaimana mungkin orang yang di dalam hatinya terdapat separuh
dzarrah dari kecintaanKu, dapat mendengar perkataan manusia. Demi
keagungan dan kemuliaanKu, seandainya Anda memotongnya dengan
gergaji, tentu dia tidak akan mengetahui akan hal itu.”
Barangsiapa yang mengakui tiga hal, sementara dia tidak
membersihkan diri dari tiga hal, maka ia adalah orang yang tertipu, yaitu:
Pertama: Orang yang mengaku merasakan manisnya berdzikir
kepada Allah S.W.T, sementara dia mencintai dunia.
Kedua: orang yang mengaku cinta keikhlasan dalam beramal, tetapi
menginginkan agar manusia mengagungkan dan memuliakannya.
Ketiga: Orang yang mengaku cinta kepada Allah S.W.T, sementara
dia tidak memiliki keberanian untuk mengorbankan dirinya.
Baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
،َ ‫ يحبون الدنيا وينسون اآلخرة‬:ً‫سيأتي زمان على أمتى يحبون خمسا ً وينسون خمسا‬
‫ ويحبون الذنوب‬،‫ ويحبون الخلق وينسون الخالق‬،‫يحبون المال وينسون الحساب‬
31
‫ ويحبون القصور وينسون المقبرة‬،‫وينسون التوبة‬
“Akan datang suatu zaman pada umatku, mereka mencintai lima hal, tetapi
melalaikan lima hal yang lain, yaitu: Mereka mencintai dunia, tetapi
melalaikan akhirat; Mereka mencintai harta, tetapi melalaikan hisab;
Mereka mencintai makhluk, tetapi melalaikan Al-Khaliq (Tuhan Yang
Menciptakan); Mereka suka melakukan dosa, tetapi melalaikan tobat;
Mereka mencintai (membangun) gedung-gedung tetapi melalaikan
(membangun) kubur.”
Manshur bin Ammar berkata, menasehati seorang pemuda: “Wahai
pemuda, janganlah Anda tertipu dengan masa muda Anda. Betapa

31
Tiada aku menjadikan hadis ini sebuah sandaran, dan tiada pula kutemukan rujukan dari
kitab-kitab Sunnah Nabawiyah yang ada padaku.

55
banyaknya pemuda yang mengakhirkan bertobat dan memperpanjang angan-
angan (thulul amal) dan tidak mengingat akan kematiannya. Dia berkata, aku
akan bertobat besok atau besoknya lagi. Tiba-tiba datang malaikat maut,
sementara ia dalam kelalaian bertobat, sehingga ia berada di dalam kubur
dengan menanggung penyesalan yang teramat dalam. Harta tal lagi dapat
memberikan manfaat baginya, tidak pula seorang hamba, anak, ayah dan
tidak juga seorang ibu. Sebagaimana firman Allah S.W.T:
٨٩ - ٨٨ :‫ﭶ ﭷ ﭼ الشعراء‬ ‫ﭽﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ‬
Artinya:
“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-
orang yang menghadap Allah S.W.T dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-
Syu’ara’ : 88-89).
Ya Allah S.W.T, anugerahkanlah kepada kami untuk bertobat
sebelum mati, sadarkanlah kami ketika lalai, dan berilah kami manfaat
dengan syafa’at Nabi kami, seorang Rasul yang terbaik di antara para rasul.
Adalah menjadi sifat orang mukmin untuk segera bertobat pada hari
dan saat itu juga, serta menyesali dosa-dosa yang telah diperbuatnya.
Menerima dengan penuh kerelaan, sekalipun hanya terbatas pada kebutuhan
primernya saja dari kebutuhan hidupnya di dunia. Tidak sibuk dengan urusan
dunia, tetapi ia selalu sibuk dengan melakukan amal akhirat dan beribadah
kepada Allah S.W.T dengan penuh keikhlasan.
Ada sebuah hikayat, bahwa terdapat seorang laki-laki kikir lagi
munafik bersumpah pada istrinya agar tidak melakukan sedekah sedikitpun.
Bila istrinya tetap melakukannya, suaminya bersumpah akan
menceraikannya. Pada suatu saat datanglah seorang peminta-minta mengetuk
pintu rumahnya, seraya berkata: “Wahai penghuni rumah ini, dengan hak
Allah S.W.T, hendaklah Anda memberikan suatu sedekah kepadaku.”
Perempuan penghuni rumah itu, lalu memberinya tiga potong roti. Orang
munafik suaminya tersebut melihat si peminta yang membawa roti dan
bertanya kepadanya: “Siapa yang memberi Anda roti itu?” Dia menjawab:
“Si wanita penghuni rumah itu telah memberikan roti ini padaku.” Rumah
yang disebutkan pengemis itu tak lain adalah rumahnya. Maka si Munafik itu
segera masuk ke dalam rumah dan bertanya kepada istrinya: “Bukankah aku
telah menyumpahmu, agar tidak memberikan sesuatu kepada seorang pun.”
Wanita itu menjawab: “Saya memberikannya karena Allah S.W.T Azza wa
Jalla. Laki-laki munafik itu lalu pergi untuk menyalakan tungku pembakaran
hingga benar-benar panas. Kemudian dia berkata kepada istrinya: “Bangkit
dan ceburkan dirimu ke dalam tungku karena Allah S.W.T.” Wanita itu
bangkit dan mengambil perhiasannya. Laki-laki munafik berkata:
“Tinggalkan perhiasan itu.” Wanita (istrinya) menjawab: “Seorang kekasih
tentu berhias buat kekasihnya, dan aku adalah orang yang akan mengunjungi
56
kekasihku.” Kemudian dia masuk ke dalam tungku yang telah panas
membara, dan laki-laki munafik itu lalu menutupinya, kemudian pergi
berlalu. Setelah genap tiga hari si munafik datang dan membuka penutup
tungku, betapa dia menjadi terperanjat, ketika melihat ternyata istrinya
selamat atas kekuasaan dan pertolongan Allah S.W.T. Dia terheran-heran
menyaksikan keadaan itu, di saat dia tercenung dalam keherannannya, tiba-
tiba terdengar suara: “Sekarang Anda menjadi tahu, bahwa api tidak akan
dapat membakar kekasihKu.”
Diceritakan, bahwa Asiyah, istri Fir’aun merahasiakan imannya dari
Fir’aun, suaminya. Ketika Fir’aun mengetahui tentang keimanannya, dia
memerintahkan untuk menghukum dan menyiksanya. Lalu mereka menyiksa
Asiyah dengan berbagai macam siksaan. Fir’aun berkata: “Keluarlah dari
agama barumu itu.” Tetapi Asiyah tidak hendak murtad (keluar dari
akidahnya). Kemudian Asiyah diikat pada suatu tonggak yang terpancang,
lalu anggota-anggota tubuhnya dipukuli dan disiksa. “Lepaskan akidah dan
keimanan itu,” Pinta Fir’aun. Asiyah berkata: “Anda dapat menyiksa
tubuhku, tetapi hatiku dalam pemeliharaan Tuhanku. Sekalipun Anda
memotong dan mencincang tubuhku, hal itu tidak berarti apa-apa bagiku,
bahkan akan semakin menambah cintaku pada Tuhanku”.
Kemudian ketika Nabi Musa A.S lewat di hadapan Asiyah, dia
memanggil: “Wahai Musa, apakah Tuhanku reda ataukah murka kepadaku?”
Nabi Musa A.S menjawab: “Wahai Asiyah, para malaikat di langit sedang
menanti kedatangan Anda dengan penuh kerinduan. Allah S.W.T bangga
terhadap Anda, dan sampaikan apa yang Anda inginkan kepadaNya, tentu
Dia akan mengabulkan apa yang Anda inginkan.” Lalu Asiyah memohon,
sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut ini:
‫ﯤ ﯥ‬ ‫ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ‬...١١ :‫ﭽ ﭼ التحريم‬
Artinya:
“Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan
selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku
dari kaum yang zalim.” (QS. At-Tahrim: 11).
Salman R.A berkata: “Asiyah, istri Fir’aun disiksa di bawah sengatan
terik matahari. Ketika para penyiksa pergi meninggalkannya, para malaikat
menaunginya dengan sayapnya dan dia melihat rumahnya di surga.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah R.A bahwa Fir’aun menancapkan
empat buah tonggak, lalu dia menelentangkan istrinya terbelenggu dan
terikat pada tonggak-tonggak itu dan menindihnya dengan alat penggiling
dengan dihadapkan pada matahari. Kemudian Asiyah menengadahkan
wajahnya ke langit seraya memohon:
١١ :‫ﯥ ﭼ التحريم‬ ... ‫ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ‬...‫ﭽ‬

57
‘Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan
selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku
dari kaum yang zalim.” (QS. At-Tahrim: 11).
Hasan berkata: “Lalu Allah S.W.T menyelamatkannya dengan
keselamatan yang paling mulia dan mengangkatnya ke surga, dia pun makan
dan minum dengan penuh kenikmatan.” Hal tersebut merupakan bukti bahwa
berlindung kepada Allah S.W.T dan kembali kepadaNya memohon jalan
keluar yang terbaik ketika menerima ujian dan bencana, ini adalah menjadi
tradisi bagi orang-orang shaleh dan orang-orang yang beriman.

11. TAAT DAN CINTA KEPADA ALLAH DAN RASULNYA

Allah S.W.T berfirman:


٣١ :‫ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭼ آل عمران‬ ‫ﭽﭮ ﭯ ﭰ‬
Artinya:
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah S.W.T, ikutilah aku,
niscaya Allah S.W.T mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah S.W.T
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31).
Ketahuilah semoga Allah S.W.T merahmati Anda, sesungguhnya
cinta seorang hamba kepada Allah S.W.T dan Rasul-Nya adalah mentaati
dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah S.W.T dan Rasul-Nya.
Sedangkan cinta Allah S.W.T kepada hamba-hamba-Nya ialah dengan
memberikan anugerah dan ampunan kepada mereka.
Dikatakan, apabila seorang hamba mengetahui bahwa kesempurnaan
yang hakiki tidak lain hanyaddddddddddddddddddlah milik Allah S.W.T,
sementara apa yang dilihatnya sempurna baik dari dirinya sendiri maupun
dari orang lain adalah dari Allah S.W.T dan atas pertolongan Allah S.W.T
semata, tentu cintanya tidak lain hanyalah untuk Allah S.W.T dan karena
hanya peran Allah S.W.T. Yang demikian itu akan mengajak dirinya untuk
berbakti kepada Allah S.W.T dan mencintai apa yang dapat mendekatkan
diri kepadaNya. Oleh sebab itu, dia akan memfokuskan cintanya untuk taat
dan senantiasa mengikuti tradisi Baginda Rasulullah S.A.W baik dalam
beribadah maupun dalam menyerukan kepada ketaatan.
Diriwayatkan dari Hasan bahwa orang-orang pada zaman Rasulullah
S.A.W berkata: “Ya Muhammad, sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang cinta kepada Tuhan kami.” Lalu Allah S.W.T menurunkan ayat tersebut
kepada Nabi S.A.W. Bisyr Al-Hafi ra berkata; “Saya bermimpi melihat Nabi
S.A.W beliau bersabda: ‘Ya Bisyr, tahukah Anda dengan sebab apa Allah
S.W.T mengangkat derajat Anda melebihi atas teman-teman Anda?” Aku
berkata: ‘Tidak, ya Rasulullah.’ Beliau bersabda: ‘Sebab hidmat Anda
kepada orang-orang saleh dan sebab nasehat serta kecintaan Anda kepada
58
teman-teman dan sahabat-sahabat Anda, juga sebab Anda berpegang teguh
pada sunnahku dan mengikutinya.
Nabi S.A.W bersabda:
32
‫سنَّتِى فَقَد ا َ َحبَّنِى َو َمن ا َ َحبَّنِى َكانَ َم ِعى يَو َم ال ِقيَا َم ِة فِى ال َجنَّ ِة‬
ُ ‫َمن اَحيَا‬
Artinya:
“Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka berarti ia cinta
kepadaku, dan barangsiapa yang cinta kepadaku, maka pada hari kiamat ia
berada di dalam surga bersamaku.”
Di dalam beberapa atsar yang masyhur disebutkan bahwa orang yang
berpegang teguh pada sunnah Baginda Rasulullah S.A.W disaat manusia
dilanda kerusakan dan terpecah belah, maka mendapatkan pahala seperti
pahala seratus orang yang mati syahid33. Demikian pula sebagaimana
dijelaskan di dalam Syir’atul Islam.
. » ‫ ِإلَّ َمن أَبَى‬، َ‫ قَا َل « ُك ُّل أ ُ َّمتِى َيد ُخلُونَ ال َجنَّة‬- ‫ صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ِ‫ّللا‬ َّ ‫سو َل‬ُ ‫أ َ َّن َر‬
»34‫صانِى فَقَد أَبَى‬َ ‫ع‬ َ ‫ َو َمن‬،َ‫عنِى دَ َخ َل ال َجنَّة‬ َ َ ‫ّللاِ َو َمن يَأبَى قَا َل « َمن أ‬
َ ‫طا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫قَالُوا يَا َر‬
32
Dhaif: Riwayat Imam Tirmidzi dalam Kitab “al ‘Ilm” (2678)

Abu Isa menyebutkan: hadis ini berstatus Hasan Gharib dari satu sisi, dari sisi lainnya para
penyampai hadis ini yaitu Muhammad bin Abdullah al Ansari adalah orang yang dapat
dipercaya (tsiqa) juga ayahandanya dan Ali bin Zaid adalah orang yang jujur, namun
kemungkinan ada sebagian kalangan yang menampik riwayatnya sebagian lagi menerima,
dia berkata: aku mendengarnya dari Muhammad bin Bashar yang berkata: Abu Walid
menyebutkan: Syu’bah berkata: Ali bin Zaid mengatakan kepada kami, yang perkataanya
dirafa’ (ditolak), tiada kami mengenal Said bin Musayyab yang meriwayatkan dari Anas,
kerana hadis ini juga telah diriwayatkan dari Abbad bin Maysara al Minqariy yang mendapat
riwayat dari Ali bin Zaid dari Anas yang mana tiada pernah menyebutkan Said bin
Musayyab, Abu Isa mengatakan: aku menyebutkan mereka dihadapan Muhamamad bin
Isma’il yang mana beliau tiada mengenal mereka mendapat riwayat dari Anas tentang hadis
ini, pada tahun 93 H Anas bin Malik wafat yang dua tahun selanjutnya disusul oleh Said bin
Musayyab tepatnya tahun 95 H.

Aku mengatakan: Hadis ini didhaifkan Shaikh Albani dalam “Dhaif al Jamik” (5360)
33
Imam Ghazali merujuk kepada hadis yang berbunyi

“ ‫( ”من تمسك بسنتى عند فساد أمتى فلﮫ أجر مائة شﮭيد‬barang siapa yang berpegang kepada sunnahku
pada saat kerusakan ummat, maka ia mendapat ganjaran pahala 100 syahid) yang
diriwayatkan dari Imam al Baihaqi dalam “az zuhd” (207), Imam ad Dilimi dalam Musnad
“al Firdaus” (6608), dalam Musnad milik Imam Hasan bin Qutaibah, Imam Ibnu ‘Iddi
menyebutkan: aku berharap hadis ini tiada apa-apa (digunakan), sedangkan Imam az Zahabi
dalam “Mizan I’tidal” berkata: celakalah bagimu, Imam Azdi berkata pula: Wahial hadis
34
Shahih: Riwayat Imam Bukhari dalam Kitab “al I’tisham bil Kitab wa Sunnah” (7280),
Imam Ahmad (8511), Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya (17)

59
Baginda Nabi S.A.W bersabda: “Semua umatku akan masuk surga kecuali
orang yang enggan.” Mereka bertanya: “Siapakah orang yang enggan itu?”
Beliau bersabda:
35
‫كل عمل ليس على سنتي فﮭو معصية‬
“Barangsiapa yang taat kepadaku, dia masuk surga, dan barangsiapa yang
durhaka kepadaku, dialah orang yang enggan (menolak masuk surga).

Setiap perbuatan yang bukan sunnahnya merupakan perbuatan


maksiat. Sebagian ulama berkata, jika seandainya Anda mengetahui seorang
syaikh yang dapat terbang diudara lalu berjalan di atas lautan atau memakan
api atau memiliki kesaktian lainnya, namu dia meninggalkan perbuatan
fardhu diantara fardhu-fardhu yang telah ditetapkan Allah S.W.T, atau
meninggalkan sunnah dari sunnah-sunnah Baginda Nabi S.A.W dengan
sengaja, maka ketahuilah bahwa dia adalah seorang pendusta dalam
pengakuannya. Kesaktian yang dimilikinya itu, bukanlah sebagai karamah
dari Allah S.W.T melainkan sebagai istidraj, Na’udzu billahi min dzalik.
Junaid berkata: “Seseorang tidak akan dapat sampai kepada Allah
S.W.T kecuali atas pertolonganNya. Sedangkan jalan untuk dapat sampai
kepada Allah S.W.T ialah dengan mengikuti segala ajaran Baginda Nabi al
Mushthafa Muhammad S.A.W.”
Ahmad Hawari rahimahullah berkata: “Setiap amal yang tanpa
didasari sunnah Rasulullah S.A.W adalah sebuah kebatilan.”
Di dalam Syir’atul Islam disebutkan bahwa Baginda Nabi S.A.W
bersabda: ...‫من ضيع سنتى حرمت عليﮫ شـفاعتﯨي‬
“Barangsiapa yang menyia-nyiakan sunnahku, maka diharamkan atasnya
syafa’atku.”
Pernah ada seorang laki-laki dari sebagian orang-orang gila yang
dianggap bodoh, lalu hal itu diceritakan kepada Ma’ruf Al-Karkhi.
Mendengar penuturan itu, Ma’ruf tersenyum dan berkata: “Wahai saudaraku,
dia memang gila, kegilaannya ada yang masih kecil dan ada pula yang telah
mencapai tingkat besar, mereka orang-orang yang berakal tetapi gila.
Demikianlah yang saya lihat mengenai kegila-kegilaan mereka.”
Diceritakan dari Junaid, dia berkata: “Guru kami as Sari jatuh sakit,
tetapi kami tidak mengetahui obat bagi penyakitnya dan tidak pula tahu
sebabnya. Seorang tabib yang cerdas memberikan penjelasan kepada kami
dan meminta agar kami mengambil sebotol air (kencing) dari guru kami.

35
Pengarang allahyarham merujuk kepada sebuah Hadis Shahih yang diriwayatkan oleh
Imam Musli dalam kitab “al Imarah” (1835), Imam Nasa’i dalam kitab “Bai’at”(4193), dan
Ibnu Majah dalam “al Muqaddimah” (3)
‫صانِي‬
َ ‫ع‬ َ ِ‫ص األَم‬
َ ‫ير فَقَد‬ ِ ‫ َو َمن يَع‬, ‫عنِي‬ َ َ ‫ير فَقَد أ‬
َ ‫طا‬ َ ِ‫ َو َمن يُطِ عِ األَم‬، َ‫ّللا‬
َّ ‫صى‬ َ ‫صنِي فَقَد‬
َ ‫ع‬ َّ ‫ع‬
ِ ‫ َو َمن يَع‬، َ‫ّللا‬ َ َ ‫عنِي فَقَد أ‬
َ ‫طا‬ َ َ ‫َمن أ‬
َ ‫طا‬
60
Tabib itu lalu melihat air dalam botol dan mengamatinya. Kemudian dia
berkata: “Saya melihat ini merupakan air kencing dari orang yang ditimpa
kerinduan.” Junaid berkata: “Mengetahui hasil pengamatan itu aku langsung
jatuh pingsan tak sadarkan diri, hingga botol yang ada di tanganku terjatuh.
Setelah sadar aku kembali kepada guru as Sari dan menceritakan padanya. Ia
tersenyum dan berkata: “Semoga Allah S.W.T membunuhnya, alangkah
tajamnya penglihatan tabib itu.” Aku berkata: “Wahai guru, apakah
kecintaan dapat dilihat dari air kencing?” “Ya benar, Jawab guru.
Fudhail rahimahullah berkata: “Apabila ditanyakan kepada Anda,
apakah Anda cinta kepada Allah S.W.T, maka diamlah. Karena jika Anda
berkata tidak, maka Anda menjadi kafir, tetapi jika Anda berkata ya, maka
berarti Anda tidak memiliki sifat dari orang-orang yang cinta. Takutlah Anda
dari kemurkaan Allah S.W.T.”
Sufyan berkata: “Barangsiapa yang mencintai orang yang cinta Allah
S.W.T, maka berarti ia cinta kepada Allah S.W.T. Dan barangsiapa yang
memuliakan orang yang memuliakan Allah S.W.T, maka berarti ia
memuliakan Allah S.W.T.”
Suhl berkata: “Cinta Allah S.W.T itu ada tanda-tandanya. Di antara
tanda-tandanya ialah cinta Al-Qur’an. Tanda cinta Allah S.W.T dan cinta Al-
Qur’an ialah cinta Baginda Nabi S.A.W. Tanda cinta Baginda Nabi S.A.W
ialah mencintai sunnahnya, dan cinta sunnah adalah sebagai tanda cinta
akhirat. Sedangkan tanda cinta akhirat ialah benci dunia, dan tanda benci
dunia ialah tidak mengambil darinya kecuali sebagai bekal untuk mencapai
kebahagiaan akhirat.”
Abul Hasan Al-Zanjani berkata: “Pangkal ibadah terdiri dari tiga
unsur, yaitu mata, hati dan lisan. Mata untuk mengambil ibrah, hati untuk
merenung dan banyak berpikir serta lisan untuk pembenaran, bertasbih lalu
berdzikir.
Sebagaimana firman Allah S.W.T:
٤٢ - ٤١ :‫ﭽﯺﯻﯼﯽييﰗ ﰗﰗﰗ ﰗﰗﭼ األحزاب‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah
S.W.T, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di
waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42).
Di dalam kitab Raunaqul Majalis diceritakan, suatu ketika Abdullah
dan Ahmad bin Harb datang di suatu tempat. Ahmad bin Harb memangkas
rumput yang tumbuh pelataran, lalu Abdullah berkata kepadanya: “Lima hal
telah berhasil menguasai Anda, yaitu hati Anda sibuk dengan apa yang Anda
lakukan sehingga lupa bertasbih kepada Tuhan; Nafsu Anda telah
menyibukkan Anda dengan selain berzikir kepada Allah S.W.T; Anda telah
menjadikan hal itu sebagai kebiasaan yang akan diikuti oleh orang lain; dan
61
Anda telah menetapkan hal itu sebagai hujjah (alasan) atas diri Anda di
hadapan Allah S.W.T kelak pada hari kiamat.
As Sari berkata, saya melihat al Jurjani makan buah sawiq tanpa
disertai dengan air. Lalu aku bertanya: “Mengapa Anda tidak makan dengan
yang lain?” Dia menjawab: “Sesungguhnya saya telah menghitung waktu
antara mengunyah dan meneguk air dapat digunakan untuk bertasbih
sebanyak tujuh puluh kali. Oleh karenanya aku tidak melakukannya sejak
empat puluh tahun yang lalu.
Adalah Sahl bin Abdillah, dia makan sekali dalam lima belas hari.
Ketika bulan Ramadhan dia tidak makan kecuali hanya sekali makan.
Bahkan dia pernah tahan tidak makan selama tujuh puluh hari. Ketika dia
makan justru menjadi lemah dan ketika dia lapar menjadi kuat. Abu
Hammad Al-Aswad pernah bersanding dengannya di dalam Masjidil Haram
selama tiga puluh tahun, dan tidak pernah melihat Sahl makan dan minum
dan tidak pernah terlepas sesaatpun dari berzikir kepada Allah S.W.T.
Diceritakan, bahwa Amr bin Ubaid, tidak akan keluar dari rumahnya
kecuali untuk tiga hal, yaitu untuk shalat berjama’ah, untuk menjenguk orang
sakit dan menghadiri jenazah. Dia berkata: “Saya melihat manusia menjadi
pencuri dan penyamun di jalan. Umur adalah permata indah yang tak ternilai
harganya, maka hendaklah ia digunakan sebagai perbekalan untuk akhirat.
Ketahuilah bahwa orang yang menghendaki kehidupan akhirat dia harus
bersikap zuhud dalam kehidupannya di dunia agar tujuannya menjadi fokus
pada satu tujuan. Tidak terjadi penyimpangan antara lahir dan batin, karena
tidak mungkin memelihara suatu hal kecuali dengan menyempurnakan
secara lahir dan bathin.
Diceritakan dari Ibrahim bin Hakim, mengatakan: “Apabila datang
rasa kantuk menyerang ayahku, dia mencebur ke laut dan bertasbih sehingga
ikan-ikan datang berkumpul di sisinya ikut bertasbih bersamanya.”
Diceritakan, bahwa Wahab bin Manbah berdoa kepada Allah S.W.T
agar menghilangkan tidur di malam hari dari dirinya. Doanya terkabul, dia
tidak pernah tidur malam selama empat puluh tahun. Hasan al Hallaj
mengikat dirinya mulai dari mata kaki sampai lututnya dengan tiga puluh
ikatan. Dia melakukan shalat dalam kondisi seperti itu setiap sehari semalam
sebanyak seribu rakaat. Adalah Junaid, yang datang ke pasar untuk bekerja,
seperti biasa memulai pekerjaannya dengan membuka toko, lalu masuk ke
dalam menggeraikan tirai penutup dan melakukan shalat empat ratus rakaat,
kemudian dia pulang ke rumahnya. Habsyi bin Dawud selama empat puluh
tahun, melakukan shalat Shubuh dengan wudhu yang diambilnya di waktu
shalat Isya’. Karenanya, bagi orang yang beriman seyogyanya senantiasa
dalam keadaan suci. Ketika seseorang berhadats hendaklah segera bersuci
dari hadats, lalu shalat dua rakaat, mengambil posisi menghadap kiblat dalam
62
majlisnya, dan membayangkan bahwa dirinya sedang duduk di hadapan
Baginda Rasulullah S.A.W dalam bertafakkur. Sehingga dalam setiap
perbuatannya dia selalu melakukannya dengan penuh ketenangan dan
kewibawaan, mampu menanggung sakit, tidak melakukan perlawanan
terhadap yang berbuat jahat, tetapi memohonkan ampun terhadap orang yang
berbuat jahat kepadanya. Tidak merasa bangga dengan diri akan amalnya.
Karena membanggakan diri (‘ujub) merupakan sifat syaitan. Memandang
dirinya dengan pandangan yang hina dan melihat orang-orang yang saleh
dengan pandangan kemuliaan dan keagungan. Barangsiapa yang tidak tahu
hormat terhadap orang-orang saleh maka Allah S.W.T menghalanginya
bersahabat dengan mereka. Dan barangsiapa yang tidak mengenal kemuliaan
ketaatan, maka manisnya ketaatan itu akan dicabut dari hatinya.
Fudhail bin Ali ditanya: “Ya Aba Ali, kapan seseorang menjadi
saleh?” Dia menjawab: “Apabila nasehat menjadi niatnya, takut (kepada
Allah S.W.T) senantiasa dalam hatinya, kebenaran ada dalam lidahnya dan
amal saleh selalu menghiasi anggota tubuhnya.’
Allah S.W.T berfirman kepada Baginda Nabi S.A.W ketika beliau
mi’raj:
: ‫ فقال‬،‫(( يا احمد ان أحببت أن تكون أروع الناس فازﮪد فى الدنيا وارغب فى األخرة‬
‫ خذ من الدنيا بقدر الطعام والشراب واللباس ول‬: ‫الﮭى كيف أزﮪد فى الدنيا ؟ فقال‬
‫ يا رب وكيف أدوم على ذكرك ؟ فقال بالخلوة عن‬: ‫ فقال‬،‫ ودم على ذكرى‬،‫تدخر لغد‬
)) ‫ واجعل نومك الصالة و طعامك الجوع‬،‫الناس‬

‫ حب الدنيا‬،‫ والرغبة فيها تكثر الهم والحزن‬،‫((الزهد فى الدنيا يريح القلب والبدن‬
))36 ‫رأس كل خطيئة والزهد والزهد فيها رأس كل خير وطاعة‬
“Ya Ahmad, jika Anda ingin menjadi orang yang paling wira’i, maka
zuhudlah di dunia dan cintailah akhirat.” Beliau bertanya: “Ya Ilahi,
bagaimana aku harus berlaku zuhud di dunia?” Allah S.W.T berfirman:
“Ambillah dari kekayaan dunia ini, sekadar makan, minum dan berpakaian.
Janganlah Anda menimbun harta duniawi untuk hari esok dan berzikirlah
kepada Allah S.W.T secara terus menerus.” Beliau bertanya: “Ya Tuhanku,
bagaimana aku harus berzikir kepada-Mu secara terus menerus?” Allah
S.W.T berfirman: “Dengan berkhalwat (menyepi) dari manusia, jadikanlah

36
Sangat Dhaif: Riwayat Imam Baihaqi dalam “Sha’ab”(10536), Imam Thabrani dalam “al
Awsat” (6120), Imam Shihab al Qadha’i (198), dan diulang kembali oleh Imam al ‘Ajuluni
dalam “Kashf al Khafa” (1425), dan disebutkan : Riwayat al Qadha’i dari ibnu Umar,
dengan Lafaz yang berbeda.

Diulang kembali dari Shaikh Albani dalam “Dhaif al Jami’” (3195). Dan mengatakan:
sangat Dhaif

63
tidurmu sebagai shalat dan laparmu sebagai makanan.” Nabi S.A.W
bersabda: “Berlaku zuhud di dunia akan mengistirahatkan (menenangkan)
hati dan badan, sedangkan rakus akan memperbanyak kesedihan dan
kedukaan. Cinta dunia adalah pangkal dari segala kesalahan, sementara
zuhud adalah pangkal dari segala kebaikan dan ketaatan.”
Diceritakan, bahwa ada sebagian orang saleh berjalan dan bertemu
dengan sekelompok orang yang mengerumuni seorang tabib yang
menerangkan tentang penyakit dan cara pengobatannya. Lalu orang saleh itu
bertanya: “Wahai tuan tabib, apakah Anda dapat mengobati hati?” Tabib
berkata: “Ya, terangkan kepadaku apa penyakitnya.” Orang saleh berkata:
“Dosa-dosa telah membuat hati menjadi hitam kelam, lalu menjadi keras
membatu dan menyimpang.” Tabib berkata: “Obatnya adalah merendahkan
diri di hadapan Allah S.W.T, tenggelam dalam beribadah, memohon ampun
pada waktu tengah malam dan dipenghujung siang, bersegera melakukan
ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Pengampun dan
mengajukan i’tidzar pada Tuhan Yang Maha Perkasa. Semua ini, merupakan
terapi pengobatan dan penyembuhan penyakit hati melalui ilmu-ilmu secara
gaib.” Orang saleh itu menjadi berteriak histeris, menangis dan berlalu
sambil berkata: “Anda adalah sebaik-baik tabib, Anda telah mengobati
penyakit hatiku dengan tepat.” Tabib berkata: “Ini adalah terapi pengobatan
hati orang yang bertobat dan kembali dengan hatinya kepada Tuhan Yang
Maha Penerima tobat.
Diceritakan, ada seorang laki-laki membeli budak yang masih berusia
muda. Budak itu berkata kepadanya: “Wahai tuanku, saya sanggup menjadi
budak pelayan Anda, tetapi aku ingin mengajukan tiga syarat. Yaitu, tuan
jangan menghalangi aku untuk melakukan shalat wajib bila telah datang
waktunya; silahkan tuan memerintahkan apa saja yang tuan kehendaki di
siang hari, tetapi janganlah tuan memerintahkan sesuatupun kepadaku di
malam hari; Aku minta tuan menyediakan tempat (kamar) khusus di rumah
tuan buatku dan tak boleh dimasuki oleh siapapun selain aku.” Tuannya
berkata: “Baiklah, syarat Anda itu aku penuhi.” Laki-laki itu berkata:
“Sekarang silahkan anda melihat-lihat kamar kamar di rumah ini.” Budaknya
lalu berkeliling melihat-lihat mencari tempat yang cocok buat dirinya,
akhirnya dia menemukan sebuah kamar kosong yang tidak terawat. Lalu ia
berkata: “Saya memilih kamar ini.” Tuannya berkata: “Wahai budak muda,
mengapa anda memilih kamar yang tak terurus ini?” Budaknya berkata:
“Wahai tuanku, tidakkah tuan tahu bahwa sesuatu yang tak terurus itu akan
menjadi taman yang indah bersama Allah S.W.T.” Selanjutnya, budak itu
melayani tuannya di siang hari dan di malam hari dia menghabiskan
waktunya untuk beribadah kepada Allah S.W.T. Ketika si budak tengah
beribadah sebagaimana yang biasa dia lakukan setiap malam, tiba-tiba
64
tuannya suatu malam berkeliling mengitari rumahnya, hingga sampailah dia
di depan kamar budaknya. Dia menjadi terperangah, ketika melihat kamar itu
penuh dengan cahaya, sementara si budak tengah bersujud yang diatasnya
terdapat pelita yang menggelantung cahayanya tembus ke langit. Si budak
tengah asyik bermunajat kepada Tuhannya dengan penuh tadharru’, dia
berkata: “Ya Ilahi, aku mempunyai kewajiban untuk melayani tuanku dan itu
aku lakukan di siang hari. Andai kata hal itu tidak ada,tentu aku tidak
melakukan kesibukan baik di malam hari maupun di siang hari, kecuali
hanya untuk berhidmat kepadaMu, oleh karenanya terimalah alasanku ini, ya
Tuhan. Sementara tuannya terpaku terus memperhatikan budaknya, sehingga
pagi hari tiba dan pelita yang di atas budaknya itu kembali serta atap
rumahnya menjadi tertutup lagi. Tuan budak itu lalu pergi meninggalkannya
dan menceritakan peristiwa yang disaksikan kepada istrinya
Ketika malam kedua tiba, sang tuan memegang tangan istrinya dan
membimbingnya berjalan mengendap-endap mendekati pintu kamar
budaknya. Sesampainya di depan kamar budaknya, dia mendapati budaknya
dalam keadaan bersujud dan diatasnya terdapat pelita yang bersinar tembus
ke langit. Kaduanya terpaku berdiri menyaksikan pemandangan yang begitu
indah, tak terasa air mata keduanya meleleh membasahi pipi, dan pagi pun
tiba. Kemudian sang tuan memanggil si budak dan berkata: “Anda merdeka
karena Allah S.W.T, agar anda dapat tenggelam dalam beribadah
kepadaNya. Bukankah anda telah mengajukan alasan itu kepadaNya.” Si
budak lalu menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berkata:
“Wahai Tuhan yang menguasai semua rahasia, sesungguhnya
rahasiaku telah terbongkar; Saya tidak menginginkan hidup lagi setelah
rahasia itu tersiar.”
Kemudian dia berkata: “Ya Ilahi, aku mohon kematian.” Setelah
mengucapkan itu seketika dia roboh dan mati. Demikianlah kondisi orang-
orang saleh yang memendam kerinduan kepada Tuhan di dalam hatinya yang
amat dalam dan orang-orang yang menempuh jalan Tuhan.
Di dalam kitab Zahrur Riyadh diterangkan, bahwa Nabi Musa A.S
mempunyai seorang teman setia yang sangat disayangi. Pada suatu hari dia
berkata: “Wahai Nabi Musa, berdoalah kepada Allah S.W.T agar
menganugerahkan kepadaku untuk dapat mengetahuiNya dengan yang
sebenar-benarnya.” Lalu Nabi Musa A.S berdoa untuknya dan doanya
terkabul. Akhirnya Nabi Musa A.S kehilangan teman setianya itu, karena dia
pergi ke gunung berteman dengan binatang-binatang liar. Karena merasa
kehilangan teman setianya, maka Nabi Musa berdoa kepada Allah S.W.T:
“Ya Tuhanku, teman setiaku, meninggalkan aku raib entah kemana.” Lalu
dikatakan kepada Musa: “Wahai Musa, orang yang benar-benar mengetahui

65
(ma’rifat) kepadaKu, dia tidak akan bergaul dengan makhluk untuk
selamanya.”
Disebutkan dalam akhbar (hadis-hadis), bahwa Nabi Yahya dan Nabi
Isa A.S, suatu ketika berjalan-jalan di pasar, lalu seorang perempuan
menabraknya, Nabi Yahya A.S berkata: “Sungguh aku tidak merasakan apa-
apa dari hal itu.” Nabi Isa A.S berkata: “Subhanallah, badan Anda
bersamaku, tetapi hati anda di mana?” Nabi Yahya A.S menjawab: “Wahai
putra bibi, seandainya hatiku bisa tenang dengan yang selain Tuhanku
sekejap saja, tentu aku mengira bahwa aku bukanlah orang yang mengenal
Allah S.W.T, Tuhanku.” Dikatakan, bahwa ma’rifat yang sebenar-benarnya
ialah dengan melepaskan dunia dan akhirat lalu mengosongkan dan
merendam dirinya pada Allah S.W.T semata, lalu dia menjadi mabuk setelah
minum air kecintaan dan dia tidak akan sembuh kecuali dengan melihatNya
dan menyaksikan dirinya benar-benar terendam dalam lautan cahaya Tuhan.
12. IBLIS DAN AZABNYA

Allah S.W.T berfirman:


٣٢ :‫ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﭼ آل عمران‬
Artinya:
“Katakanlah: Taatilah Allah S.W.T dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya Allah S.W.T tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS.
Ali Imran: 32).
Maksud dari ayat: “...Jika kamu berpaling.” Yakni, jika anda
berpaling dari Allah S.W.T dan Rasul-Nya. Sedangkan ayat selanjutnya:
“...maka sesungguhnya Allah S.W.T tidak menyukai orang-orang kafir.”(QS.
Ali Imran: 32). Yakni, Allah S.W.T tidak mengampuni dan tidak pula
meneriman taubat mereka. Sebagaimana Allah S.W.T tidak menerima
taubatnya iblis, karena kekafiran dan kesombongannya. Tetapi Allah S.W.T
menerima taubat Adam A.S karena dia bertaubat serta mengakui kesalahan
dirinya, menyesal dan mencela dirinya sendiri. Demikianlah, sekalipun pada
hakikatnya dia tidaklah berdosa, karena para Nabi adalah orang-orang yang
terjaga yang selamanya tidak akan terjatuh dalam kemaksiatan, baik sebelum
diangkat menjadi nabi ataupun sesudahnya, menurut pendapat yang sahih.
Tetapi, dalam kerangka sebagai bentuk dosa secara lahir, maka ia dan Hawa
berkata, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut ini:
٢٣ :‫ﭽ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭼ األعراف‬
Artinya:
“Keduanya berkata: Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami, dan memberi rahmat
kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.
(QS. Al-A’raf: 23).
66
Adam A.S merasa menyesal dan segera bertaubat. Beliau tidak
berputus harap dari rahmat Allah S.W.T, sebagaimana firman Allah S.W.T:
٥٣ :‫…ﯛ ﭼ الزمر‬ ‫ﭽ…ﮪ ﮫ ﮪ ﮭ ﮮﮯ‬
“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku, yang melampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah S.W.T.
Sesungguhnya Allah S.W.T mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Az-Zumar: 53).
Sedangkan iblis tidak mengakui dirinya berdosa, tidak menyesali
dosa yang telah dilakukannya, tidak mencela dirinya dan tidak pula segera
bertaubat. Dia berputus asa dari rahmat Allah S.W.T dan berlaku sombong.
Barangsiapa yang sikapnya seperti sikap iblis, maka taubatnya tidak
diterima. Dan barangsiapa yang bersikap seperti Nabi Adam A.S maka Allah
S.W.T akan menerima taubatnya. Karena setiap kemaksiatan yang
berpangkal dari nafsu syahwat, maka masih dapat diharapkan untuk
mendapatkan ampunan. Sementara setiap kemaksiatan yang berpangkal dari
kesombongan, maka tidak dapat diharapkan pengampunannya. Kemaksiatan
yang dilakukan Adam bersumber dari syahwat. Sedangkan kemaksiatan iblis
bersumber dari kesombongan.
Diceritakan, suatu ketika iblis datang kepada Nabi Musa A.S dan
berkata: “Bukankah Anda adalah orang yang dipilih Allah S.W.T sebagai
RasulNya, dan Dia telah berfirman kepada Anda secara langsung.” Nabi
Musa berkata kepadanya: “Ya, benar. Apa yang anda kehendaki dengan
pertanyaan itu dan siapa anda?” Ia berkata: “Saya iblis, wahai Musa,
katakanlah kepada Tuhanmu: ‘Seorang makhluk dari makhluk-Mu minta
bertobat kepada-mu.”
Lalu Allah S.W.T menurunkan wahyu kepada Nabi Musa A.S:
“Wahai Musa, katakanlah kepadanya: ‘Aku kabulkan apa yang anda minta.’
Perintahkan kepadanya hai Musa, agar ia bersujud di kuburan Adam, jika ia
bersujud padanya, maka Aku akan menerima taubatnya dan mengampuni
dosa-dosanya.” Kemudian Nabi Musa A.S menyampaikan perintah Tuhan itu
kepada iblis. Iblis menjadi marah dan bersikap sombong, ia berkata: “Hai
Musa, ketika di surga, aku tidak sudi bersujud kepada Adam, bagaimana
mungkin aku mau bersujud sementara dia terbaring mati didalam kubur.
Diriwayatkan, bahwa siksa Allah S.W.T yang akan diberikan kepada
iblis didalam neraka sangat dahsyat. Dikatakan kepadanya: “Bagaimana anda
mendapatkan azab Allah S.W.T?”Ia berkata: “Azab yang ditimpakan
kepadaku merupakan seberat-berat siksa yang ada.” Lalu dikatakan
kepadanya; “Sesungguhnya Adam berada di taman Surga, maka sujudlah
kepadanya dan sampaikan alasan sehingga anda akan diampuni.” Iblis

67
menolak perintah itu, maka siksanya bertambah berat, mencapai tujuh puluh
ribu kali lipat lebih dahsyat dari siksa ahli neraka.
Dalam hadis yang lain dijelaskan, sesungguhnya Allah S.W.T
mengeluarkan iblis dari neraka setiap seratus ribu tahun, lalu ia
mengeluarkan Adam A.S (dari surga). Kemudian Allah S.W.T memerintah
kan kepada iblis agar bersujud kepada Adam A.S. Tetapi iblis menolaknya,
maka ia dikembalikan lagi ke neraka. Wahai saudaraku, jika anda ingin
selamat dari iblis, maka berpegang teguhlah pada jalan Allah S.W.T dan
memohonlah perlindungan kepadaNya dari tipu dayanya.
Ketika hari kiamat tiba, diletakkan kursi dari api, lalu iblis terlaknat
duduk di atasnya. Setan-syaitan dan orang-orang kafir berkumpul di sisinya.
Iblis berteriak-teriak, suaranya seperti ringkihan keledai, ia berkata: “Wahai
ahli neraka, bagaimana hari ini, apakah kalian benar-benar mendapatkan apa
yang telah dijanjikan oleh Tuhan?” Mereka menjawab: “Apa yang dijanjikan
Tuhan benar-benar nyata.” Kemudian ia berkata: “Pada hari ini, anda benar-
benar berputus dari rahmat Allah S.W.T.” Lalu Allah S.W.T memerintahkan
kepada para malaikat agar memukuli iblis dan para pengikutnya dengan
cambuk dari api neraka. Kemudian mereka dijungkir balikkan kedalam
neraka dengan penuh kehinaan selama empat puluh tahun untuk sampai ke
dalamnya. Setelah sampai di dalam neraka mereka tidak akan mendengar
perintah selama-lamanya, untuk keluar dari neraka. Na’udzu billahi min
dzalik.
Ada pula riwayat lain yang menerangkan, bahwa pada hari kiamat
iblis di datangkan dan diperintahkan untuk duduk di atas kursi yang terbuat
dari api neraka, dilehernya dibelitkan kalung laknat. Lalu Allah S.W.T
memerintah kepada malaikat Zabaniyah untuk menyeretnya dari kursi dan
melemparkannya ke dalam neraka. Para malaikat itu berusaha sekuat tenaga
untuk menariknya dan melemparkan ke dalam neraka, tetapi mereka tidak
mampu. Kemudian Allah S.W.T memerintahkan kepada Jibril beserta
delapan puluh ribu malaikat untuk melakukan hal itu, namun mereka tidak
mampu melakukannya. Lalu Allah S.W.T memerintahkan kepada Israfil dan
Izrail, masing-masing dari kedua malaikat itu ditemani delapan puluh ribu
malaikat, tetapi semuanya tetap tidak mampu. Akhirnya Allah S.W.T
berfirman kepada mereka: “Seandainya berlipat-lipat malaikat yang Aku
ciptakan berkumpul untuk melakukannya, tentu mereka tidak akan mampu
untuk memindahkan iblis dari tempat duduknya, selama kalung laknatKu
masih melilit di lehernya.”
Diriwayatkan, bahwa nama iblis di langit dunia (langit pertama) ialah
al Abid, di langit kedua namanya az Zahid, di langit ketiga namanya al ‘Arif,
di langit keempat namanya al Wali, di langit kelima namanya at Taqi, di
langit keenam namanya al Khazin, di langit ketujuh namanya ‘Azazil, dan di
68
Lauhul Mahfuzh namanya Iblis. Ia lalai akan akibat dari urusannya. Maka
Allah S.W.T memerintahkan kepadanya agar bersujud kepada Adam A.S
Iblis berkata:
١٢ :‫ﭽ…ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭼ األعراف‬
“Apakah Engkau lebih mengutamakan Adam atas aku, sementara aku adalah
lebih baik daripada dia. Engkau jadikan aku dari api, sementara Adam
Engkau jadikan dari tanah.”
Allah S.W.T Ta’ala berfirman: “Aku berbuat apa yang Aku kehendaki.” Iblis
merasa dirinya lebih mulia, maka dia berpaling dan membelakangi Adam
A.S dengan penuh kesombongan juga keingkaran. Dia tetap tegak berdiri
menghadapkan punggungnya ke arah Adam A.S, sementara para malaikat
bersujud untuk pertama kalinya. Ketika mereka mengangkat kepalanya
sebagai tanda selesai dari sujud dan melihat iblis belum bersujud, mereka
kembali bersujud untuk yang kedua kalinya sebagai tanda rasa syukur. Iblis
tetap berdiri sesekali, ia melihat dan berpaling dari mereka, tanpa sedikitpun
keinginan untuk mengikut mereka bersujud dan tidak pula ia menyesal atas
pembangkangannya itu. Lalu Allah S.W.T A.S merubah bentuknya yang
indah menjadi seperti babi hutan, kepalanya dijadikan seperti kepala unta,
dadanya membusung seperti punuk unta besar, wajahnya seperti wajah kera,
kedua matanya membelah sepanjang permukaan wajahnya, kedua lubang
hidungnya terbuka menyorong seperti mulut cerek tukang bekam, kedua
bibirnya seperti bibir lembu, taring-taringnya keluar seperti taring babi hutan
didagunya terdapat tujuh helai rambut menjulur. Lalu ia diusir dari surga,
bahkan dari langit dan bumi ke berbagai jazirah. Dia tidak akan masuk ke
bumi, kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi. Allah S.W.T melaknatnya
hingga hari kiamat karena dia telah menjadi kafir. Renungkanlah, sekalipun
indah bentuknya, bersayap empat, berilmu tinggi, banyak ibadah,
kebanggaan para malaikat bahkan pembesar mereka, sayid malaikat
Muqarrabin dan seterusnya, tetapi hal itu tidak dapat menolongnya
sedikitpun. Dalam hal tersebut, hendaklah dapat kita jadikan sebagai
peringatan.٣٧ ‫ﭽ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ… ﭮ ﭼ ق‬
Di dalam sebuah atsar dijelaskan bahwa ketika Allah S.W.T
membalas tipu daya iblis, malaikat Jibril dan Mikail A.S menangis. Lalu
Allah S.W.T berfirman kepada keduanya: “Apa yang membuat Anda berdua
menangis?” Keduanya menjawab: “Ya Tuhan, kami tidak dapat merasa
aman dari tipu dayaMu.” Allah S.W.T berfirman: “Begitulah, jadilah Anda
berdua tak terasa aman dari tipu dayaKu.”
Diriwayatkan, sesungguhnya iblis berkata: “Ya Tuhan, Engkau usir
aku dari surga karena Adam, dan aku tidak akan mampu menguasai dan
memperdayakan Adam kecuali atas perkenan dan kekuasaan dariMu. Allah
S.W.T berfirman: “Silahkan Anda melakukannya, karena anak cucu Adam
69
telah terpelihara oleh para Nabi yang ada di antara mereka. Iblis berkata:
“Berilah tambahan untukku.” Allah S.W.T berfirman: “Tidak akan
dilahirkan seorang anak darinya (anak cucu Adam), melainkan Anda juga
mempunyai seorang anak yang sepertinya.” Iblis berkata: “Berilah tambahan
lagi untukku?” Allah S.W.T berfirman: “Dada-dada mereka adalah tempat
tinggal bagi Anda, anda dapat berjalan di dalamnya sejalan dengan
peredaran darah. Iblis berkata: “Berilah tambahan lagi untuk .” Allah S.W.T
berfirman:
‫“ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ‬Silahkan anda kerahkan seluruh pasukan anda, yang berkuda
dan yang berjalan kaki untuk memperdayakan mereka. (Artinya mintalah
bantuan pada pembantu-pembantu anda baik yang berkendaraan maupun
yang berjalan untuk menghadapi mereka).;
‫ ﯘ ﯙ ﯚ‬Berserikatlah dengan harta-harta mereka. (Yakni dengan
mendorong mereka untuk bekerja mencari harta dan menggunakannya pada
yang haram); ‫ﯛ‬ Dan anak-anak mereka.” Yakni, dengan memotivasi
mereka agar berusaha mendapatkan anak dengan cara yang haram, seperti
jima’ di waktu haid, dan ikut serta dalam memberikan nama anak-anak
mereka dengan nama seperti Abdul Uzza, menyesatkan mereka dengan jalan
mendorong mereka pada agama yang batil, profesi yang tercela, perbuatan
yang jahat; ٦٤ :‫ ﭽ…ﯜ …ﯝ ﯣ ﭼ اإلسراء‬Berilah janji-janji batil kepada
mereka.” Seperti syafa’at Tuhan, mengandalkan kemuliaan nenek moyang,
mengakhirkan taubat dengan memperpanjang angan-angan. Hal tersebut
dalam terapan sebagai tahdid. Seperti dalam ayat:

“Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha


Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushshilat: 40).
Kemudian Adam berkata: “Ya Tuhanku, Engkau telah memberikan
kekuasaan kepada iblis untuk menguasai kami. Kami tidak akan mampu
melakukan perlawanan kepadanya untuk menangkis tipu dayanya kecuali
dengan pertolonganMu.” Allah S.W.T berfirman: “Tidaklah terlahir seorang
anakpun dari kamu, melainkan aku serahkan penjagaan anak itu kepada
malaikat yang sanggup untuk menjaganya.” Adam A.S berkata: “Berilah
tambahan lagi untukku.” Allah S.W.T berfirman: “Aku tidak akan mencabut
taubat dari mereka, selama nyawa masih dikandung badan mereka (masih
hidup).” Adam A.S berkata: “Kiranya hal itu, cukuplah bagi kami.”
Iblis berkata: “Ya Tuhan, Engkau telah menjadikan di antara anak
cucu Adam para rasul dan Engkau turunkan kepada mereka kitab-kitab suci.
Siapa rasulku?” Allah S.W.T berfirman: “Al-Kuhhaan (dukun atau tukang
70
ramal).” Iblis bertanya: “Apa kitabku?” Allah S.W.T menjawab: “Al-
Wasymu (tattoo atau kejahatan). Iblis bertanya: “Apa hadisku?” Allah
S.W.T menjawab: “Kebohongan.” Iblis bertanya: “Apa qur’anku?” Allah
S.W.T menjawab: “As-Syi’ru (puisi dan nyanyian).” Iblis bertanya: “Siapa
tukang azanku?” Allah S.W.T menjawab: “Seruling.” Iblis berkata: “Apa
masjidku.” Allah S.W.T menjawab: “Pasar.” Iblis bertanya: “Apa rumahku.”
Allah S.W.T menjawab: “Tempat pemandian.” Iblis bertanya: “Apa
makananku; “Apa yang tidak disebut asmaKu padanya.” Iblis bertanya:
“Apa minumanku?” Allah S.W.T menjawab: “Yang memabukkan.” Iblis
bertanya lagi: “Apa alat perangkapku.” Allah S.W.T menjawab:
“Perempuan.”

13. AMANAT

Allah S.W.T berfirman:


٧٢ :‫ﭽ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ …ﯲ ﭼ األحزاب‬
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu...” (QS.
Al-Ahzab: 72).
Maksud dari: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu.” Yakni, langit, bumi dam gunung-gunung menolak
untuk menerima tawaran amanat itu.
Ayat selanjutnya: ‫“ ﯨ‬...dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya...” Yakni, semuanya takut kalau-kalau tidak dapat
menunaikan amanat, lalu ditimpakan azab kepada mereka, atau semunya
takut mengkhianati amanat.
Makna al-amanah (amanat) dalam ayat ini ialah semua ketaatan dan
kefardhuan (kewajiban-kewajiban) yang pelaksanaannya berhubungan
dengan pahala dan siksa. Imam Qurthubi berkata: “Amanat itu bersifat
umum meliputi semua tugas-tugas keagamaan. Demikian menurut pendapat
yang sahih di antara beberapa pendapat dan juga merupakan pendapat
mayoritas ulama. Tetapi dalam takaran yang lebih terperinci masih terdapat
perbedaan di antara sebagian mereka.” Ibnu Mas’ud berkata: “Amanat di
sini, maksudnya ialah amanat dalam hal harta, seperti barang titipan dan lain
sebagainya.
Diriwayatkan juga dari Ibnu Mas’ud, bahwa amanat itu terdapat pada
tiap-tiap fardhu atau kewajiban, tetapi yang paling berat ialah amanat dalam
hal harta. Abu Darda’ berkata: “Mandi junub adalah amanat.” Ibnu Umar
berkata: “Organ tubuh manusia yang pertama kali diciptakan Allah S.W.T
71
ialah kemaluannya. Lalu Allah S.W.T berfirman: “Ini adalah amanat yang
Aku titipkan kepada Anda, maka janganlah anda “memakainya” kecuali
dengan jalan yang haq. Jika anda menjaganya maka Aku akan menjaga
anda.” kemaluan adalah amanat, telinga juga amanat, mata, lidah, perut,
tangan, kaki, semuanya adalah amanat. Tidaklah beriman orang yang tidak
dapat dipercaya dalam mengemban amanat.
Hasan berkata: “Sesungguhnya amanat telah ditawarkan kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, maka langit, bumi dan gunung-gunung
serta ada yang ada di dalamnya menjadi bergoncang. Lalu Allah S.W.T
berfirman: “Jika anda semua berbuat baik maka Aku beri pahala dan apabila
anda semua berlakuk jahat, maka Aku akan menyiksa anda. Semuanya
berkata: “Tidak, kami tidak sanggup mengembannya.
Mujahid berkata bahwa ketika Allah S.W.T selesai menciptakan
Adam, Ia menyodorkan amanat kepadanya. Allah S.W.T berfirman
kepadanya, sebagaimana dalam ayat tersebut. Lalu Adam menjawab:
“Sungguh aku akan memikulnya.” Bukanlah suatu hal yang tidak jelas
bahwa penyodoran amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung adalah
sebuah tawaran yang bersifat bebas memilih, bukan sebagai penyodoran
yang bersifat penetapan. Seandainya Allah S.W.T menetapkan amanat itu
kepada mereka, tentu mereka tidak akan dapat menghindar dan menolaknya.
Para fuqaha’ (ahli fikih) dan yang lainnya berkata tawaran amanat
dalam ayat tersebut merupakan bentuk kiasan. Yakni, langit, bumi dan
gunung-gunung dengan kondisi keberadaannya yang begitu besar dan berat,
lalu seandainya dibebani untuk memikul amanat, tentu mereka menjadi
keberatan. Karena amanat itu terkait dengan hukum-hukum syari’at yang
berhubungan dengan pahala dan siksa. Dengan kata lain bahwa taklif
(pembebanan hukum syara’) merupakan urusan besar yang tidak akan
mampu diemban oleh langit, bumi dan gunung-gunung. Oleh sebab itu, maka
Allah S.W.T membebankan amanat tersebut kepada manusia.
Firman-Nya: ‫“ ﯫ ﯬ‬...dan dipikullah amanat itu oleh manusia.”
Yakni, Adam A.S menyatakan kesanggupannya untuk mengemban amanat
itu setelah ditawarkan kepadanya di alam al-dzur, ketika anak turunnya
keluar dari punggungnya, lalu diambillah perjanjian atas mereka.
Ayat selanjutnya: ‫ﯰ ﯱ‬ ‫“ ﯮ ﯯ‬Sesungguhnya manusia itu
amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72). Yakni, di dalam
mengemban amanat itu, manusia sangat zalim terhadap dirinya sendiri, dan
sangat bodoh akan kadar kemampuannya terhadap amanat yang dipikulnya,
atau dia sangat bodoh terhadap urusan Tuhannya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa amanat itu
disodorkan kepada Adam A.S, lalu dikatakan: “Ambillah amanat ini beserta
resiko yang ada di dalamnya. Jika anda-anda mentaatinya, maka Aku akan
72
mengampuni anda, dan jika anda mendurhakainya, maka Aku akan menyiksa
anda.” Adam A.S berkata: “Saya menerimanya berserta resiko yang ada di
dalamnya.” Setelah menyatakan kesanggupannya itu, tidak lama kemudian
hanya antara waktu ashar dan malam, pada hari yang bersamaan setelah
bersumpah menjalankan amanat, Adam A.S memakan buah dari pohon atau
syajarah (yang terlarang baginya). Namun Allah S.W.T maha pengampun,
Nabi Adam A.S tunduk dan bertaubat mencoba untuk menggapai rahmat
Allah S.W.T dan langsung menerima taubatnya serta memberinya petunjuk.
Lafal al Amanah, keluar atau diambil dari lafal al Iman. Karenanya
barangsiapa yang memelihara amanat, maka Allah S.W.T akan memelihara
imannya.
Nabi S.A.W bersabda:
37
َ َ‫لَاِي َمانَ ِل َمن لَا َ َمانَةَ لَﮫُ َولَدِينَ ِل َمن ل‬
ُ‫عﮭدَلَﮫ‬
Artinya:
“Tidaklah ada iman bagi orang yang tidak dapat dipercaya terhadap
amanat yang diembannya, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak dapat
menepati janjinya.”
Seorang penyair berkata:
“Kecelakaan segera menimpa orang yang khianat; dan orang yang
berpaling dari menjaga amanat yang diembannya.
Dia melempar agama dan harga dirinya jauh-jauh; lalu silih berganti
bencana zaman menimpanya.”
Seorang penyair yang lain berkata:
*ً‫الخيَانَ ِة ِشي َمة‬
ِ ‫ى‬ َ ‫ض‬ ِ ‫*اَخ ِلق ِب َمن َر‬
*ٍ‫صري َع َح َوا ِدث‬ َ َّ‫*اَن لَيَرى ال‬
*‫س َﮭا‬ ُ ‫ت الَرزَ ا ُءيُن ِز ُل بُؤ‬ ِ َ‫* َمازَ ال‬
*ٍ‫*اَبَدًا بِغَاد ِِر ِذ َّم ٍة اونَا ِكث‬
َ
“Betapa rusaknya perangai orang yang puas dengan pengkhianatannya; dia
tidak akan melihat sesuatu, kecuali tragedi demi tragedi yang
menghantamnya.
Prahara demi prahara akan terus datang beruntun menggilas orang yang
culas atau yang merusak perjanjian.”
Rasulullah S.A.W bersabda:
38
‫يطبع المؤمن على كل خلق ليس الخيانة والكذب‬

37
Shahih dari sekumpulan cara penshahihan: riwayat Imam Ahmad: 154, 135, 133/3, Imam
Ibnu Hibban (422/1) (194/Ihsan), Imam Baihaqi dalam “Sunan al Kubra” (231/9). Imam al
Haitsimi berkata dalam “Majma’ az Zawa’id” 96/1: diriwayatkan dari Imam Ahmad, Imam
Abu Ya’la dan Imam al Bazzar, lihat Hadis Mukhtara (1699) yang telah diulang kembali
oleh Shaikh Albani dalam “Shahih al Jami’” (7179)

73
“perangai seorang mukmin ialah berakhlak dengan selain khianat dan
dusta.” Rasulullah S.A.W juga bersabda: “Umatku akan senantiasa dalam
kebaikan, selama tidak memandang amanat sebagai keuntungan dan
sedekah sebagai kerugian.”
Beliau juga bersabda:
39
‫التزال امتي بخير ما لم تر األمانة مغنما والصدقة مغرما‬
Artinya:
40
َ‫اَدِالَ َمانَةَ اِلى َمن اِئت َ َمنَكَ َولَت َ ُخن َمن خَانَك‬
Artinya:
“Sampaikan amanat kepada orang yang mempercayakannya kepada Anda,
dan janganlah anda mengkhianati orang yang telah mengkhianati Anda.”
Di dalam shahih Bukhari dan Muslim, Abu Hurairah R.A
meriwayatkan bahwa Baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
33 - ‫ َو ِإذَا‬، ‫ب‬
َ َ‫َّث َكذ‬ ِ ِ‫ قَا َل « آ َيةُ ال ُمنَاف‬- ‫ صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ‫َعن أ َ ِبى ﮪ َُري َرة َ َع ِن النَّ ِب ِى‬
َ ‫ق ثَالَث ِإذَا َحد‬
» َ‫ َوإِذَا اؤت ُ ِمنَ خَان‬، ‫ف‬ َ َ‫َو َعدَ أَخل‬
41

“Tanda-tanda orang munafik itu tiga, apabila berbicara, ia dusta; jika


berjanji dia mengingkari, dan bila dipercaya ia berkhianat.” Yakni, bila
seseorang mempercayakan suatu kalimat kepadanya, dia mengkhianatinya
dengan menyebarkannya kepada manusia, atau bila seseorang menitipkan
sesuatu, dia berkhianat dengan mengingkarinya, tidak menjaganya dan
menggunakannya dengan tanpa seizinnya. Menjaga amanat merupakan sifat
para malaikat muqarrabin, para nabi dan rasul, serta menjadi ciri khas orang-
orang yang baik yang bertakwa.

38
Dhaif: riwayat Imam Ahmad (22224), Imam al Qadha’i dalam “as Shihab” (382), Imam al
Haitsimi dalam “Majma’”(93/1) mengatakan: diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam “al
Kabir” yang didalamnya terdapat Ubaidillah bin Walid yang dia adalah perawi hadis dhaif,
dan didhaifkan oleh Imam Albani dalam “dhaif al Jami’” (6431)
39
Dhaif: diriwayatkan dari al Bazzar dalam Musnadnya (145/2) (507), dia mengatakan: kita
tiada mengetahui bahwa hadis ini bersumber dari Baginda Nabi S.A.W dengan lafaz yang
berbeda atau yang sama seperti dalam isnad ini, dan Yunus bin Arqam adalah seorang yang
jujur dimana para Ulama-ulama menisbatkan hadis-hadis kepada dirinya, namun pada hadis
ini terlalu banyak pengaruh golongan, Imam al Haitsimi menyebutkan dalam “Majma’ az
Zawaid” (328/7): tiada aku mengenal riwayat yang datang dari Imam al Bazzar.
40
Shahih: riwayat Imam Abu Daud dalam kitab “al Buyu’” (3534), Imam Tirmidzi dalam
kitab “al Buyu’” (1264), Imam ad Darimi dalam kitab “al Buyu’” (2597). Dan diulang
kembali oleh Imam Albani dalam “shahih al Jamik” (240)
41
Muttafaq Alaih: riwayat Imam Bukhari “Kitab al Iman” (33), Imam Muslim “Kitab al
Iman” (59), Imam Tirmidzi “Kitab al Iman” (2631), Imam Nasa’I “Kitab al Iman wa
Syara’i’uhu” (5021) dan Imam Ahmad (8470)

74
Allah S.W.T berfirman:
٥٨ :‫ﭽﯘﯙ ﯚﯛﯜﯝﯞﯟﯠ…ﯴﭼ النساء‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah S.W.T menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisa’: 58).
Para ahli tafsir menyatakan bahwa ayat ini mengandung banyak hal
dari inti syari’at agama. Ayat tersebut bersifat umum mengenai seluruh
orang mukallaf (yang dibebankan kewajiban) dengan tiada membedakan
mana insan kuat, lemah, kaya ataupun miskin. Namun bagi mereka yang
diamanahkan kepemimpinan adalah menjadi kewajiban bagi penguasa untuk
melakukan pembelaan serta berlaku adil terhadap orang yang teraniaya dan
menjelaskan hak-haknya, maka yang demikian itu adalah amanat. Menjaga
harta kaum muslimin, terutama harta anak yatim. Para ulama berkewajiban
mengajarkan hukum-hukum agama kepada manusia secara umum, ini juga
merupakan amanat yang harus dijaga. Orang tua berkewajiban menjaga
anaknya dengan memberikan pendidikan sebaik-baiknya, ini adalah amanat
baginya. Rasulullah S.A.W bersabda:
ٍ‫ يَقُو ُل « ُكلُّ ُكم َراع‬- ‫ صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ِ‫ّللا‬ َّ ‫سو َل‬ُ ‫س ِمعتُ َر‬َ ‫ع َم َر يَقُو ُل‬ َّ َ‫عبد‬
ُ َ‫ّللاِ بن‬ َ ‫أ َ َّن‬
42
َ ‫اإل َما ُم َراعٍ َو َمسئُول‬
» ‫عن َر ِعيَّتِ ِﮫ‬ َ ‫ َو ُكلُّ ُكم َمسئُول‬،
ِ ، ‫عن َر ِعيَّتِ ِﮫ‬
“Setiap orang dari anda semua adalah sebagai seorang pemimpin, dan
setiap orang dari anda semua dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya.”
Di dalam Zahrur Riyadh diterangkan, bahwa setiap hamba akan
didatangkan pada hari kiamat, lalu ia ditempatkan di hadapan Allah S.W.T.
Kemudian Allah S.W.T berfirman: “Apakah Anda telah menyampaikan
amanat si Fulan?” Dia menjawab: “Tidak, ya Tuhanku.” Maka Allah S.W.T
memerintahkan kepada seorang malaikat, memegang tangannya dan
melemparkannya ke dalam neraka Jahannam. Lalu diperlihatkan amanat
pada matanya di ujung jurang neraka Jahannam. Dia lalu turun tebing neraka
untuk meraih amanat itu selama tujuh puluh tahun lamanya, hingga dia
sampai di dasar jurang neraka. Lalu naik kembali dengan memikul amanat
tadi. Sesampainya di atas, kakinya akan terpeleset sehingga dia jatuh ke
dalam lagi dengan membawa amanat itu, naik lagi dan jatuh lagi, begitulah
seterusnya, hingga belas kasih Tuhan berkenan menghampirinya, melalui
syafa’at seorang Baginda Nabi yang terpilih, Muhammad S.A.W. Akhirnya
si pemilik amanat tersebut merelakannya.

42
Muttafaq Alaih: riwayat Imam Bukhari “Kitab al Jumu’ah” (893), Imam Muslim “Kitab
al Imarah” (1829), Imam Abu Daud “Kitab al Kharraj” (2928), Imam Tirmidzi “Kitab al
Jihad” (1705) dan Imam Ahmad (4481)

75
2289 - ‫ صلى هللا عليه‬- ‫ى‬ ً ‫ قَا َل ُكنَّا ُجلُو‬- ‫ رضى هللا عنه‬- ِ‫سلَ َمةَ ب ِْن األ َ ْك َوع‬
ِ ِ‫سا ِع ْن َد النَّب‬ َ ‫َع ْن‬
ُ
‫ قَا َل « فَ َه ْل‬. َ‫ قَالُوا ال‬. » ‫ َفقَا َل « ه َْل َع َل ْي ِه َدي ٌْن‬. ‫ص ِل َعلَ ْي َها‬ َ ‫ فَقَالُوا‬، ٍ‫ى ِب َجنَازَ ة‬ َ ِ‫ ِإ ْذ أت‬- ‫وسلم‬
‫ص ِل َع َل ْي َها‬ ِ َّ ‫سو َل‬
َ ، ‫َّللا‬ ُ ‫ َفقَالُوا يَا َر‬، ‫ى بِ َجنَازَ ةٍ أ ُ ْخ َرى‬ ُ
َ ِ‫صلَّى َعلَ ْي ِه ث ُ َّم أت‬ َ ‫ َف‬. َ‫ قَالُوا ال‬. » ‫ت ََركَ َش ْيئًا‬
‫صلَّى‬ َ ِ‫ قَالُوا ثَالَثَةَ َدنَان‬. » ‫ قَا َل « فَ َه ْل ت ََركَ َش ْيئًا‬. ‫ قِيلَ نَعَ ْم‬. » ‫ قَا َل « ه َْل َعلَ ْي ِه َدي ٌْن‬.
َ َ‫ ف‬. ‫ير‬
‫ قَا َل « فَ َه ْل‬. َ‫ قَالُوا ال‬. » ‫ش ْيئًا‬ َ ‫ َفقَالُوا‬، ‫ى بِالثَّا ِلث َ ِة‬ ُ
َ َ‫ قَا َل « ه َْل ت ََرك‬. ‫ص ِل َعلَ ْي َها‬ َ ِ‫ ث ُ َّم أت‬، ‫َعلَ ْي َها‬
43
» ‫اح ِب ُك ْم‬
ِ ‫ص‬َ ‫صلُّوا َعلَى‬ َ « ‫ قَا َل‬. ‫ير‬ َ ِ‫ قَالُوا ثَالَثَةُ َدنَان‬. » ‫َعلَ ْي ِه َدي ٌْن‬
Diriwayatkan dari Salmah, dia berkata, sesungguhnya ketika kami
sedang duduk bersama Nabi S.A.W tiba-tiba didatangkan jenazah untuk
dishalatkan. Beliau bersabda: “Apakah dia masih memiliki tanggungan
hutang?” Mereka menjawab: “Tidak.” Lalu beliau menshalatinya. Tak lama
kemudian didatangkan lagi seorang jenazah yang lain, beliau pun bersabda:
“Apakah ia masih memiliki tanggungan hutang?” Mereka menjawab: “Ya.”
Beliau kembali bertanya: “Apakah ia memiliki harta peninggalan?” Mereka
menjawab: “Ia meninggalkan harta tiga dinar.” Lalu beliau menshalatkannya.
Kemudian di datangkan lagi jenazah yang ketiga, dan beliau juga bertanya:
“Apakah ia masih memiliki tanggungan hutang?” Mereka menjawab: “Ya.”
Beliau kembali bertanya; “Apakah ia memiliki harta peninggalan?” Mereka
menjawab: “Tidak.” Lalu beliau bersabda: “Shalatkanlah saudara anda itu.”
Diriwayatkan dari Qatadah R.A 44, dia berkata: “Seorang laki-laki
bertanya: ‘Ya Rasulullah, apa yang anda ketahui bila aku mati terbunuh di
jalan Allah S.W.T (di meda perang melawan orang kafir) dengan penuh
kesabaran, dan karena Allah S.W.T, menghadapi mereka dengan tanpa
berpaling (melarikan diri). Apakah Allah S.W.T akan mengampuni dosa-
dosaku?” Beliau menjawab: “Ya.” Baru saja laki-laki itu beranjak pergi,
beliau memanggilnya, lalu bersabda:
45
َ‫ب ِإلَّ الدَّين‬
ٍ ‫ش ِﮭي ِد ُك ُّل ذَن‬
َّ ‫يُغفَ ُر ِلل‬
“Allah S.W.T akan mengampuni setiap dosa orang yang mati syahid,
kecuali hutang.”

14. SHALAT DENGAN KHUDHU’ DAN KHUSYU’

Allah S.W.T berfirman:

43
Shahih: riwayat Imam Bukhari “Kitab al Hiwalat” (2289), Imam Nasa’I “Kitab al
Jana’iz” (1961) dan Imam Ahmad (16075)
44
Literatur Islam: belum dipastikan apakah Qatadah benar atau salah
45
Shahih: riwayat Imam Muslim “Kitab al Imarah” (1885), Imam Tirmidzi “Kitab al Jihad”
(1712), Imam Nasa’i “Kitab al Jihad” (3156), Imam Malik “Kitab al Jihad” (1003), Imam
ad Darimi “Kitab al Jihad” (1402) dan Imam Ahmad (22036)

76
٢ - ١ :‫ﭽﭑﭒﭓﭔﭕﭖﭗﭘﭙﭚ ﭼ المؤمنون‬
Artinya:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-
orang yang khusyu’ dalam sembahyang.” (QS. Al-Mukminun: 1-2).
Ketahuilah bahwa sebagian ulama ada yang menjadikan khusyu’
sebagai perbuatan hati, seperti halnya rasa khawatir dan takut. Sebagian yang
lain ada yang menjadikannya sebagaimana perbuatan anggota-anggota tubuh
yang lain, seperti diam, tidak berpaling dan bermain-main.
Mengenai khusyu’ ini, para ulama berbeda pendapat, apakah ia
dimasukkan dalam inti fardhunya shalat ataukah keutamaannya. Dalam hal
ini, terdapat dua pendapat di antara mereka. Ulama yang berpendapat bahwa
khusyu’ termasuk fardhunya shalat bercermin dari perkataan Baginda Nabi
S.A.W:
‫ليس للعبد من صالتﮫ ال ماعقل‬
“Tidakkah ada bagi seorang hamba dari shalatnya, kecuali apa yang
diingatnya.” Dan berdalil dengan firman Allah S.W.T:
١٤ :‫ﭟﭠﭡﭢﭼ طﮫ‬...‫ﭽ‬
“Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14). Lalai adalah
kebalikan dari ingat, karenanya Allah S.W.T berfirman:
٢٠٥ :‫ﯮ ﯯﯰﯱﯲﭼ األعراف‬...‫ﭽ‬
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf:
205).
Imam Baihaqi meriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dia berkata:
“Telah dikhabarkan kepadaku bahwa ketika Rasulullah S.A.W melaksanakan
shalat memandang ke langit, lalu turunlah ayat tersebut.” Dengan lafaz
Menurut Abdurrazaq yang juga diterima dari Muhammad bin Sirin, dia
menambahkan: “Lalu Allah S.W.T memerintahkan kepada Baginda Nabi
S.A.W untuk berkhusyu’ dan merubah pandangannya ke arah tempat sujud.
Hakim dan Baihaqi R.A meriwayatkan dari Abu Hurairah R.A, bahwa ketika
Baginda Rasulullah S.A.W shalat, beliau mengangkat pandangannya ke
langit, lalu turunlah ayat tersebut, maka beliau menundukkan kepalanya.46
Diriwayatkan dari Hasan, bahwa Baginda Nabi Muhammad S.A.W
bersabda:

46
Mursal Dhaif : diulangi oleh Imam al Hakim dalam “al Mustadrak” (426/2) dan
mengatakan: “seharusnya hadis ini adalah hadis shahih dengan syarat dari syeikhani (Imam
Bukhari dan Muslim) namun dikarenakan Muhammad yang melemahkan dengan status
Mursal maka Shaikhani menolak menetapkan hadis ini ”

77
‫ب أ َ َح ِد ُكم كثير‬
ِ ‫ار َعلَى َبا‬ ِ ‫صلَ َوا‬
ٍ ‫ت الخَم ِس َك َمثَ ِل نَ َﮭ ٍر َج‬ َّ ‫ « َمث َ َل ال‬-‫صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ِ‫ّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫قَا َل َر‬
47
» ‫ت فَﮭل يبقى عليﮫ ِمنَ الدرن شىء‬ ُ
َ ‫الماء يَغت َ ِس ُل فِي ِﮫ ك َّل يَو ٍم خَم‬
ٍ ‫س َم َّرا‬
“Perumpamaan shalat lima waktu itu bagaikan sungai yang mengalir di
depan pintu rumah setiap orang dari kalian yang banyak airnya. Dia mandi
di sungai itu setiap hari lima kali, maka apakah masih tersisa sedikit daki
padanya.” Yakni, sesungguhnya shalat-shalat itu akan membersihkan dosa-
dosa, sehingga tidak tersisa sedikitpun dosa-dosa itu kecuali yang besar-
besar. Yang demikian itu bila seseorang shalat dengan khusyu’ dan sepenuh
hati. Jika tidak, maka shalat itu dikembalikan padanya (ditolak).
Nabi S.A.W bersabda:
48
‫من صلى ركعتين ولم يحدث نفسﮫ بشىء من الدنيا غفر هللا ما تقدم من ذنبﮫ‬
Nabi S.A.W bersabda:
49
‫إنما فرضت الصالة و أمر بالحج والطواف وأشعرت المناسك إلقامة ذكر هللا تعالى‬
“Sesungguhnya diwajibkannya shalat, diperintahkannya haji, thawaf dan
dijadikannya manasik haji sebagai syi’ar tiada lain hanyalah untuk
menegakkan zikrullah (ingat Allah S.W.T), jika di dalam keagungan dan
kebesaran-Nya, yang sesungguhnya menjadi maksud dari tujuan ibadah itu,
maka zikir (ibadah) anda itu tidak ada nilainya.”
Nabi S.A.W bersabda:
50
‫من لم تنﮭﮫ صالتﮫ عن الفحشاء والمنكر لم يزدد من هللا إل بعدا‬

47
Shahih: riwayat Imam Muslim dalam kitab “al Masajid wa Mawadhi’u as Shalah” (668),
Imam ad Darimi dalam Kitab “as Shalah” (1182) dan Imam Ahmad (13863)
48
Muttafaq Alaih: riwayat Imam Bukhari (158) dan Imam Muslim (226)
49
Dhaif: riwayat Imam Abu Daud (1888), Imam Tirmidzi (902), Imam ad Darimi (1853),
dan didhaifkan oleh Imam Albani dalam “Dhaif al Jami’” (2056) yang lafaznya adalah:

‫ إلقامة ذكرهللا‬:‫ ورمي الجمار‬،‫ وبين الصفا والمروة‬،‫إنما جعل الطواف بالبيت‬

“sesungguhnya telah menjadi ketetapan untuk bertawaf di Ka’bah, kemudian antara safa
dan marwa, dan lontar jamarat: semata-mata untuk mengingat Allah”
50
Shahih Mauquf: riwayat Imam Thabrani “al Kabir” (8543), Imam Ahmad “az Zuhd”
(199), dan diulang kembali oleh Imam al Haitsimi dalam “Majma’”(285/2) termauquf
disebabkan Ibnu Mas’ud, dan Imam Haitsimi menyebutkan: Riwayat Imam Thabrani dalam
“al Kabir”, para perawinya adalah orang-orang terpercaya.

Namun bagi pendapat yang menyebutkan Hadis Marfu’ maka tiada benar: kerana Imam
Shaikh Albani telah mengurutkannya dalam urutan hadis-hadis Dhaif (No. 2), beliau
mengatakan: ringkasan dari penyampaian beliau: bahwa hadis ini tiada dibenarkan untuk
disandarkan kepada Baginda Nabi Muhammad S.A.W, namun ia adalah benar adanya dari
penyampaian yang dilafazkan Ibnu Mas’ud: Lihat “Dhaif al Jami’” (5834)

78
“Barangsiapa yang shalatnya tidak dapat mencegah dirinya dari perbuatan
keji dan munkar, maka dia tidak bertambah dekat pada Allah S.W.T,
melainkan bertambah jauh dari-Nya.”
Bakar bin Abdullah berkata: “Wahai anak Adam, tahukah anda cara
bagaimana hendak masuk kepada Tuhanmu (Allah S.W.T) dengan tanpa
perantara sekalipun?” Lalu ditanyakan: “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia
menjawab: “Sempurnakanlah wudhu dan masuklah ke dalam mihrab anda.
Dengan begitu, anda telah benar-benar masuk menghadap Tuhan dengan
tanpa izin dan bisa berbicara secara langsung denganNya tanpa seorang
penerjemah (perantara).”
Diriwayatkan dari Aisyah R.A, beliau berkata: “Ketika kami sedang
berbincang-bincang bersama Rasulullah S.A.W lalu datanglah waktu shalat,
maka beliau menjadi seolah-olah tidak mengenal kami dan kami juga
seakan-akan tidak mengenal beliau, karena kesibukan kami hanya tertuju
kepada pengagungan Allah S.W.T”, Baginda Nabi S.A.W bersabda:

‫ل ينظر هللا الى صالة ليحضر الرجل فيﮭا قلبﮫ مع بدنﮫ‬


51

“Allah S.W.T tidak melihat shalat seseorang yang tidak menghadirkan badan
dan hatinya di dalam shalat itu.”
Disaat Ibrahim al Khalil sedang mendirikan shalat, gemuruh hatinya
terdengar dari jarak sejauh dua mil. Sedangkan Sa’id at Tanukhi, bila sedang
shalat air matanya tak terputus mengaliri pipi dan membasahi jenggotnya.
Baginda Rasulullah S.A.W melihat seorang laki-laki mempermainkan
jenggotnya di dalam shalat, lalu Baginda Nabi S.A.W bersabda:
52
َ ‫ش َع قَلبُ َﮪذَا لَ َخ‬
ُ ‫ش َعت َج َو ِار ُحﮫ‬ َ ‫اِذَا َخ‬

51
Dhaif: al Hafiz al ‘Iraqi dalam kitab “al Ihya’” (239/1) terbitan Dar al Hadis: tiada
kutemukan hadis ini dengan lafaz diatas, namun yang ada adalah yang diriwayatkan oleh
Muhammad bin Nasr dalam Kitab “as Shalah” yang diambil dari riwayat Utsman bin
Dhahrash dalam bentuk hadis mursal berlafazkan sebagai berikut:

“‫”ل يقبل هللا من عبد عمال حتى يعﮭد قلبﮫ مع بدنﮫ‬

“tiada diterima amalan seorang hamba kepada Allah selama hatinya belum turut beramal”,
dimana hadis ini diriwayatkan Abu Mansur ad Dilimi dalam “al Firdaus” diambil dari Hadis
Abi bin Ka’ab, yang mana isnadnya adalah dhaif.
52
Hadis Maudu’: Riwayat Ibnu al-Mubarak dalam “al-Zuhd” (419/1) (1188), Imam Abdu
Razak dalam karagannya (211), Imam al-Baihaqi dalam “al-Sunan al-Kubra” (285/2) (3365)
yang dimauqufkan pada riwayat Imam Ibnu al-Musayyab, dengan status perawi yang belum
diberikan nama. Dan diulang kembali oleh Imam Tirmidzi dalam “Nawadir al-Usul” yang
diambil dari kumpulan Hadis Imam Bukhari, halaman (24, 210), Imam Ibnu Abi Syaibah
dalam karangannya (6787) yang didalamnya terdapat Imam Abu Daud al-Nakh’i dengan
79
Artinya:
“Seandainya hati orang ini khusyu’, tentu khusyu’ pula anggota-anggota
tubuhnya.”
Diriwayatkan, sesungguhnya Ali karramallahu wajhahu, ketika
datang waktunya shalat dia menjadi tergoncang dan pucat wajahnya. Lalu
dikatakan padanya: “Apa yang terjadi pada diri anda, wahai Amirul
Mukminin?” Ia menjawab: “Telah datang saatnya menunaikan amanat, yang
pernah ditawarkan Allah S.W.T kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
tetapi semuanya menolak untuk mengembannya karena takut
mengkhianatinya, tetapi aku telah memikulnya.” Diriwayatkan dari Ali bin
Al-Hasan, sesungguhnya ketika dia wudhu warna kulitnya menjadi
menguning (pucat). Lalu istrinya bertanya: “Apa yang terjadi pada diri anda
ketika wudhu?” Ia menjawab: “Tidakkah anda tahu, di hadapan siapa aku
akan berdiri menghadap?”
Diriwayatkan dari Hatim al-Asham, ketika dia ditanya mengenai
shalatnya, dia pun menjawab: “Apabila datang waktu shalat, aku segera
berwudhu dengan sempurna, lalu aku datang ke tempat yang akan aku
jadikan sebagai tempat shalat, kemudian aku mengambil sikap duduk di
tempat itu sehingga seluruh anggota tubuhku menjadi menyatu. Kemudian
aku berdiri mendirikan shalat, aku jadikan Ka’bah diantara hajatku, shirat
(dibawah kakiku), surga di sisi kananku, neraka di sisi kiriku, malaikat maut
(malaikat pencabut nyawa) dibelakangku, dan aku menganggap shalat yang
sedang aku lakukan ini, sebagai shalatku yang terakhir. Aku berada pada
posisi antara raja’ (harapan rahmat) dan khauf (ketakutan akan azab). Lalu
aku bertakbir dengan sungguh-sungguh, membaca bacaan shalat secara tartil,
ruku’ dengan penuh tawadhu’ sujud dengan khusyu’. Aku duduk bertumpu
tahyat akhir dengan kaki kiri yang terbentang dibawah badan. Sementara
telapak kaki kanan berdiri tegak dengan bertumpu pada ujung ibu jarinya.
Aku sertai shalatku dengan penuh keikhlasan, kemudian aku bersikap
tawakkal akan nilai shalatku, apakah itu diterima ataukah tidak? Ibnu Abbas
R.A berkata: “Shalat dua raka’at (tidak lama dan tidak cepat) dengan
tafakkur , lebih baik daripada shalat dengan banyak raka’at selama semalam,
sementara hatinya lalai.”
Nabi S.A.W bersabda:
‫ ذكرﮪم الدنيا‬،‫يأتى فى اخر الزمان ناس من أمتى يأتون المساجد فيقعدون فيﮭا حلقا‬
53
‫ ل تجالسﮭم فليس هلل بﮭم حاجة‬،‫وحب الدنيا‬

status kedhaifan yang telah disetujui para Imam. Lihat urutan hadis dhaif (110) dan Dhaif
al-Jami’ (2574)
53
Diulangi kembali oleh Imam al-Qurtubi dalam Tafsirnya (277/12) dengan tiada berisnad.

80
“Akan datang di akhir zaman, manusia dari umatku, mereka datang ke
masjid dan duduk berhalaqah di dalamnya, mereka berdiskusi tentang
urusan dunia dan cinta dunia. Janganlah anda duduk di antara mereka,
karena Allah S.W.T tidak butuh terhadap keberadaan mereka.”
Dari Hasan, bahwa Nabi S.A.W bersabda:
َ ‫ من‬:‫س ِر َقةً؟ َقالُوا‬
‫ﮪو يَا‬ ِ َّ‫ «ال أخبركم بأَس َوأ ُ الن‬-‫صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ِ‫ّللا‬
َ ‫اس‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫َقا َل َر‬
‫صالَتِ ِﮫ قَا َل « لَ يُتِ ُّم‬
َ ‫ف يَس ِر ُق ِمن‬ ُ
َ ‫ َو َكي‬:‫ قَالوا‬.» ‫صالَتِ ِﮫ‬ َّ
َ ‫ّللاِ؟« الذِى يَس ِر ُق ِمن‬ َّ ‫سو َل‬ُ ‫َر‬
54
.» ‫س ُجودَﮪَا‬ ُ َ‫ع َﮭا َول‬ َ ‫ُر ُكو‬
“Sudikah kalian aku beritahu manusia pencuri yang paling buruk.” Mereka
bertanya; “Siapakah dia itu, ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “Yaitu orang
yang mencuri dari shalatnya.” Mereka bertanya: “Bagaimana caranya
mereka mencuri shalatnya?” Beliau bersabda: “Yaitu, orang shalat yang
tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.”

،‫صالَة‬َ ‫ب بِ ِﮫ العَبدُ يوم القيامة ال‬ُ ‫س‬َ ‫ « أ َ َّو ُل َما يُ َحا‬-‫صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ِ‫ّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫ع َّز َو َج َّل‬
َ ُ‫ّللا‬ ً
َّ ‫نتقص منﮭا شيئا قَا َل‬
َ ِ‫ َوإِن َكانَ قد إ‬،‫عليﮫ الحساب‬ َ
َّ ‫فَإِن َكانَ قد أت َ َّم َﮭا‬
َ َ‫ﮪون‬
55
»ُ‫ضتة منﮫ‬ َ
َ ‫ ﮪَل ِلعَبدِى ِمن تَط ُّوعٍ؟ فَاتموا الفَ ِري‬:‫لمال ئكتﮫ‬
Nabi S.A.W bersabda: “Amal seorang hamba yang pertama kali
dihisab pada hari Kiamat ialah shalat, bila ia telah benar-benar
menyempurnakannya, maka diringankanlah hisab baginya. Jika ia
mengurangi sesuatu dari shalatnya, maka Allah S.W.T berfirman kepada
malaikat-Nya:’Apakah hamba-Ku itu mempunyai amalan sunnah, jika ya?
Maka sempurnakan dengannya ibadah fardhunya.’
ُ ‫قَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬
‫ « ما اعطى عبد عطاء خير من ان يؤذن لﮫ فى‬-‫صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ِ‫ّللا‬
56
»‫ركعتين يصليﮭما‬
54
Shahih:
55
Shahih: riwayat Imam Abu Daud (864), Imam Tirmidzi (413), Imam Nasa’i dalam “al-
Mujtabi”(232/1) (465), Imam Ahmad (65/4), dan dishahihkan oleh Imam Albani dalam
“shahih al-Jami’” (2574)
56
Dhaif: riwayat Imam Tirmidzi dalam kitab “fadhail al-Qur’an” (2911) dan Imam Ahmad
(21803). Abu Isa mengatakan: hadis ini berstatus gharib kerana tiada kami ketahui kecuali
dari bentuk ini, lalu Bakar bin Khanis telah menyebutkannya kepada Ibnu al-Mubarak
seperti apa adanya. Hadis ini juga diriwayatkan dari Zaid bin Artah dari dari Jabir bin Nafir
dari baginda Nabi S.A.W secara mursal, begitu juga dari Ishak bin Mansur telah
menyebutkannya kepada kami, begitu pula Abdurrahman bin Mahdi dari Mu’awiyah dari
‘Ala bin al-Haris dari Zaid bin Artah dari Jabir bin Nafir berkata: baginda Nabi S.A.W
bersabda:

‫ القران‬:‫ يعنى‬،‫انكم لن ترجعوا إلى هللا بأفضل مما خرج منﮫ‬

81
Nabi S.A.W bersabda: “Tidaklah seorang hamba diberi suatu
pemberian yang lebih baik selain daripada ia diizinkan untuk menunaikan
shalat dua rakaat.”
Adalah Umar bin Khatab R.A, bila hendak berdiri menunaikan shalat,
dia merasa persendiannya menjadi gemetar, gigi-giginya menjadi gemertak.
Ketika ditanya kepadanya, dia menjawab: “Telah datang saatnya untuk
menyampaikan amanat dan menunaikan kewajiban, sementara aku tidak tahu
bagaimana seharusnya aku menyampaikannya.”
Diceritakan dari Khalaf bin Ayyub, bahwa ketika dia sedang berdiri
menunaikan shalat, tiba-tiba datang lebah dan menyengatnya hingga
mengalirkan darah. Tetapi dia tidak merasakannya, sampai Ibnu Sa’id keluar
dan memberitahukan hal tersebut, dan segera mencuci pakaiannya.
Dikatakan padanya: “wahai Khalaf engkau disengat lebah sampai
mengalirkan darah namun engkau tidak merasakan hal itu.” Maka dia pun
berkata: “Apakah hal yang seperti itu terasa bagi orang yang sedang berdiri
di hadapan Tuhannya yang agung, sementara malaikat maut berada di
tengkuknya, neraka disebelah kirinya dan shirat tepat berada di bawah
kakinya.”
Amr bin Dzar terserang penyakit yang beresiko pemotongan salah
satu tangannya. Dia juga seorang yang mencintai zuhud dan gemar
beribadah. Para dokter berkata kepadanya: “Tidak ada alternatif lain bagimu,

Doktor Mustafa al-Zahabi menyampaikan alasannya terhadap hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi: yang didalam isnadnya terdapat Bakr bin Khanis: Yahya bin Mu’in
mengatakan: tiada terdapat apa-apa didalam hadis tersebut, Abu Zar’ah mengatakan: Hadis
yang pergi tiada kembali, Abu Hatim mengatakan pula: tiada kekuatan apapun dalam hadis,
namun tidak sampai kepada amalan untuk ditinggalkan.

Lais bin Abi Salim: Imam Bukhari mengatakan: Jujur dan terpercaya, Imam Ahmad
mengatakan: Hadis yang mudtarib, Imam Yahya bin Mu’in: hadisnya dhaif namun tetap
dituliskan hadis-hadis yang berasal darinya, Ibnu Umar: hadis yang tidak ditinggalkan. Lalu
diyakinkan oleh al-Ajali dan Yahya bin Mu’in: tiada terdapat apa-apa. Didalamnya juga
terdapat: Lais bin Salim, Imam Bukhari mengatakan: terpercaya dan penting, Imam Ahmad
bin Hambali: hadis mudtarib, Imam Yahya bin Mu’in: hadisnya dhaif namun tetap
dituliskan hadis-hadis yang berasal darinya, Imam Abu Zar’ah al-Razi: hadis yang sangat
tipis lagi lembut, Imam Abu Hatim al-Razi: hadis dhaif. Imam Ibnu ‘Iddi mengatakan: dia
memiliki hadis-hadis yang baik, dan hadis-hadisnya diriwayatkan juga dituliskan.

Imam al-Haisimi mengatakan dalam kitab “Majma’ al-Zawaid” (250/2): diriwayatkan Imam
Thabrani dalam “al-Kabir”, yang didalam perawinya terdapat Lais bin Abi Salim dimana
beliau mendapatkan banyak alasan akan dirinya.

Maka aku berpendapat: hadis ini didhaifkan oleh Imam Shaikh Albani dalam “dhaif al-
Jami’” (5029)

82
selain memotong tangan anda ini.” Dia berkata: “maka silahkanlah
memotongnya.” Para dokter berkata: “Kami tidak dapat melakukannya
melainkan harus mengikatmu terlebih dahulu.” Dia berkata: “Tidak usah
diikat, tetapi ketika aku mulai melakukan shalat, maka saat itu potonglah
tanganku.” Maka ketika dia mendirikan shalat, dipotonglah tangannya, dan
hal itu tiada terasa olehnya.
15. AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNKAR
Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A, da berkata, bahwa Rasulullah
S.A.W bersabda:
‫ ثم يأمرها هللا‬،‫من صلى علي مرة خلق هللا تعالى من نفس المصلى غمامة بيضاء‬
‫ فإذا امطرت‬،‫ فتأخذ ثم يأمرها هللا تعالى أن تمطر‬،‫تعالى ان تأخذ من بحر الرحمة‬
‫ وأي قطرة قطرت على الجبال‬،‫فأي قطرة قطرت على األرض يخلق هللا الذهب منها‬
57
‫ واي قطرة قطرت على كافر رزقه هللا اإليمان‬،‫يخلق هللا تعالى منها الفضة‬
“Barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku sekali, maka Allah
S.W.T menciptakan dari nafas orang yang bershalawat itu sebagai awan
putih. Kemudian Allah S.W.T memerintahkan awan itu untuk mengambil
sesuatu dari lautan rahmat, maka ia mengambilnya. Lalu Allah S.W.T
memerintahkan untuk menurunkannya sebagai hujan. Ketika awan itu
menurunkan hujan, maka setiap tetes air hujan yang jatuh ke bumi, Allah
S.W.T menjadikannya sebagai emas. Dan setiap tetes dari air hujan yang
jatuh ke punggung, Allah S.W.T menjadikannya sebagai perak. Dan setiap
tetes air yang jatuh mengenai orang kafir, Allah S.W.T
menganugerahkannya sebagai iman.”
Allah S.W.T berfirman:
١١٠ :‫ﭽ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ … ﭼ آل عمران‬
Artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia…” (Ali
Imran: 110)
Mengenai ayat: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia.” al-Kalabi berkata bahwa ayat ini mengandung penjelasan
tentang kondisi keutamaan umat islam di atas umat-umat yang lain, dengan
dalil bahwa umat Islam merupakan umat yang terbaik secara mutlak.
Keutamaan ini bersifat menyeluruh, mulai dari awal hingga yang akhir dari
umat ini bila dibandingkan dengan umat-umat yang lain. Sekalipun ada
perbedaan dalam keutamaan antar generasi, sebagaimana adanya dalil bahwa
keunggulan sahabat melebihi atas yang lainnya.

57
Aku mengatakan: tanda baca dan bentuk kalimat menunjukkan bukti tiadanya keterkaitan
antara hadis ini dengan sunnah Baginda nabi S.A.W

83
Kata ukhrijat dalam ayat tersebut bermakna ditunjukkan kepada
manusia atau dengan makna lain manusia mengenali kemaslahatan mereka di
setiap masa, sehingga umat ini dapat dibedakan dan diketahui.
Adapun mengenai firman Allah S.W.T:
‫ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩﭪ … ﭷ ﭼ‬ ‫ﭽ …ﭣ ﭤ‬
“...Menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah S.W.T…”(Ali Imran: 110) Merupakan kalam
pembanding dari Allah S.W.T yang mengandung penjelasan mengenai
kondisi kebaikan mereka, serta mengandung pengertian bahwa mereka lah
sebaik-baiknya umat, selama mereka berpegang kuat untuk menegakkan hal
tersebut dan mengamalkan perintah tersebut. Tetapi apabila mereka
meninggalkan amalan amar ma’ruf dan nahi munkar, maka gugurlah predikat
itu dari mereka dan Allah S.W.T menjadikan umat ini hanya sebagai sebaik-
baiknya dari manusia dan hanya untuk manusia, karena mereka menyuruh
yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, memerangi orang-orang kafir, agar
mereka memeluk Islam, sehingga manfaat itu kembali dan berguna bagi
yang lainnya. Sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W:
َ َّ‫اس َمن َيض ُُّرلن‬
‫اس‬ ِ َّ‫اس َوش َُّرالن‬
َ َّ‫اس َمن َينفَ ُع الن‬
ِ َّ‫خَي ُرالن‬
58

Artinya:
“Sebaik-baik manusia ialah orang yang berguna bagi manusia, dan seburuk-
buruk manusia ialah orang yang membahayakan manusia.”
‫…ﭨ ﭩﭪ … ﭷ ﭼ‬ ‫ﭽ‬
Artinya: “...dan beriman kepada Allah S.W.T.”
Yakni, mereka membenarkan keesaan Allah S.W.T dan memegang teguh
pendirian itu, serta mengakui bahwa Muhammad adalah Nabi Allah S.W.T.
Karena orang yang kafir, (mengingkari) Nabi Muhamad S.A.W berarti dia
tidak beriman kepada Allah S.W.T. Sebab dengan begitu berarti dia
menduga bahwa ayat-ayat yang merupakan ma’jizat yang beliau bawa itu
berasal dari beliau sendiri.
Nabi S.A.W bersabda:
َ ‫ يَقُو ُل « َمن َرأَى ِمن ُكم ُمنك ًَرا فَليُغَيِرهُ ِبيَ ِد ِه فَإِن لَم يَست َِطع فبِ ِل‬-‫صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ِ‫ّللا‬
‫سانِ ِﮫ‬ َ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫أن َر‬
59
» ‫ان‬ ‫م‬ ‫ي‬
ِ َ ِ ‫اإل‬ ‫ف‬
ُ َ ‫ع‬‫ض‬َ ‫أ‬ ‫ل‬
َ‫ِك‬ َ ‫ذ‬ ‫و‬ ‫ﮫ‬
ِ ‫ب‬
َ ِ ِ‫ل‬ َ ‫ق‬‫ب‬َ ‫ف‬ ‫ع‬ ‫َط‬
ِ ‫ت‬‫س‬‫ي‬
َ ‫فَإِن لَم‬
58
Diulang kembali oleh Imam al-‘Ajaluni dalam “kashf al-Khafa”: 1/472 (1254), dia
mengatakan: tiada aku menemukan ini hadis atau bukan hadis maka silahkan merujuk
kembali, namun secara makna ia benar adanya. Dalam bentuk lain yang benar berlafaz “ ‫خير‬
‫”الناس انفعﮭم للناس‬, lihat “sahih al-Jami”” (3289)
59
Sahih: riwayat Imam Muslim dalam kitab “al-Iman”(49), Imam Abu Daud kitab “as-
Salah” (1140), Imam Tirmizi dalam “al-Fitan”(2172), Imam Nasa’i dalam “al-Iman wa
Syarai’uh” (5008), Imam Ibnu Majah dalam “Iqama al-salah wa al-sunnah fiha” (1275) dan
Imam Ahmad (10689)

84
“Barangsiapa yang melihat kemunkaran, maka hendaklah dia merubah
dengan tangannya (kekuasaannya), bila dia tidak mampu, maka hendaklah
melakukannya dengan lisannya, dan bila tidak mampu, maka dengan
hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.”
Yakni, merupakan perbuatan dari orang yang paling lemah imannya.
Sebagian ulama berkata: “Merubah kemunkaran dengan tangan (kekuasaan)
adalah menjadi tugas bagi para penguasa. Sedangkan dengan lisan adalah
menjadi tugas para ulama. Sementara dengan hati, adalah menjadi keharusan
bagi orang awam.” Sebagian mereka berpendapat bahwa setiap orang yang
memiliki kekuasaan untuk melakukan hal itu, maka menjadi wajib atasnya
untuk merubahnya. Sebagaimana firman Allah S.W.T:
‫ يﭼ‬... ‫ﯶﯷ‬ ‫ﯭ ﯮ ﯯ ﯰﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ‬... ‫ﭽ‬
Artinya:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
(Al-Maidah: 2).
Termasuk di antara tolong-menolong ialah menyerukan seseorang
pada kebajikan dan memberikan jalan kemudahan baginya untuk melakukan
kebaikan, serta menutup jalan kejahatan dan pelanggaran bila dimungkinkan.
Baginda Nabi S.A.W bersabda dalam hadis lain:
‫ ومن اﮪان صاحب بدعة أمنﮫ هللا يوم‬،‫من انتﮭر صاحب بدعﮫ مل هللا قلبﮫ أمنا وايمانا‬
‫ ومن أمر بالمعروف ونﮭى عن المنكر فﮭو خليفة هللا فى األرض وخليفة‬،‫الفزع األكبر‬
60
‫كتابﮫ وخليفة رسولﮫ‬
“Barangsiapa yang menghardik orang yang berlaku bid’ah, maka Allah
S.W.T memenuhi ruang hatinya dengan keamanan dan keimanan. Dan
barangsiapa yang menghina orang yang melakukan bid’ah, maka Allah
S.W.T akan memberikan keamanan pada hari yang sangat mengejutkan
(hari kiamat). Barangsiapa yang memerintah yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar, maka dialah khalifah Allah S.W.T di bumi, khalifah
Kitab-Nya dan khalifah Rasul-Nya.”
Diriwayatkan dari Hudzaifah R.A, dia berkata: “Akan datang pada
manusia suatu zaman, di mana pada saat itu bangkai keledai lebih mereka

60
Daif: diulang kembali oleh Imam al-Qadai dalam “Musnad al-Sihab” (318/1) (385),
(359). Imam al-Sayuti dalam “al-lai al-Masnu’a” (250/1), dan mengatakan: Imam al-Hafiz
Ibnu Hajar mengatakan dalam “lisan al-Mizan”: pembawa hadis ini adalah Ali al-Husain bin
Khalid, dia mengatakan lagi: sesungguhnya dalam hadis ini ia bersendiri namun para
sahabat mempercayainya. Diulang kembali oleh Imam al-‘Ajaluni dalam “Kasf al-Khafa”
(308/2) (2412), dia mengatakan: hadis maudu’. Qari mengatakan dalam “al-Masnu’” (314):
hadis Maudu’.

85
sukai daripada orang mukmin yang menyuruh mereka pada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar.”
Nabi Musa berkata: “Wahai Tuhanku, apa balasan (pahala) orang
yang mengajak saudaranya dan menyuruhnya pada yang ma’ruf serta
mencegahnya dari yang munkar.” Allah S.W.T berfirman: “Aku akan
menulis dari setiap kalimat sebagai ibadah setahun dan Aku merasa malu
untuk menyiksanya dengan neraka-Ku.”
Di dalam hadis qudsi Allah S.W.T Ta’ala berfirman: “Wahai Ibnu
Adam, janganlah Anda mengakhirkan tobat, memperpanjang angan-angan
dan kembali ke akhirat dengan tanpa bekal amal. Kata-katanya bak mutiara
yang bertaburan dari mulut orang yang ahli ibadah, tetapi perbuatannya
perbuatan orang-orang munafik, bila diberi tak pernah merasa cukup, bila
dicegah ia tidak bersabar. Dia mencintai orang-orang saleh, tetapi bukan
termasuk golongan mereka, dia seolah marah terhadap orang-orang
munafik, tetapi sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Dia
menganjurkan pada yang baik, tetapi tidak melakukannya, dan mencegah
yang buruk tetapi tak pernah mencegah kejahatan itu dari dirinya sendiri.”
Dari Ali karramallahu wajhah, dia berkata, sesungguhnya saya
mendengar Rasulullah S.A.W bersabda:
ِ ‫ان احدَاث األَسن‬
، ‫َان‬ َّ ‫آخ ِر‬
ِ ‫الز َم‬ ِ ‫ يَقُو ُل « سيَأتِى قَوم فِى‬- ‫ صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ِ‫ّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫س ِمعتُ َر‬ َ
‫ َيم ُرقُونَ ِمنَ الدين َك َما َيم ُر ُق السَّﮭ ُم‬،‫ َيقُولُونَ ِمن خَي ِر قَو ِل ال َب ِريَّ ِة ل يجاوز حناجرﮪم‬،‫نواقص العقل‬
61
» ‫الر ِميَّ ِة‬
َّ َ‫ِمن‬
“Akan datang suatu kaum di akhir zaman, mereka pandai bersilat lidah
tetapi otaknya tumpul, kata-katanya dikutip dari sabda Nabi, tetapi tidak
melewati kerongkongan mereka. Mereka terlempar dari agama,
sebagaimana anak panah yang diluncurkan dari busurnya.”
Rasulullah S.A.W bersabda:
‫َار‬
ٍ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫م‬ِ َ ‫ار‬
‫يض‬ ِ َ‫ض ِشفَا ُﮪ ُﮭم ِب َمق‬ ُ ‫ى ِبى ِر َجالً تُق َر‬ َ ‫ « َرأَيتُ لَيلَةَ أُس ِر‬-‫صلى هللا عليﮫ وسلم‬- ِ‫ّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫قَا َل َر‬
62
» ‫س ُﮭم‬ َ
َ ُ‫سونَ أنف‬ ُ َ ‫فَقُلتُ يَا ِجب ِري ُل َمن َﮪ ُؤلَ ِء قَا َل َﮪ ُؤلَ ِء ُخ‬
َ َّ‫طبَا ُء ِمن أ َّمتِكَ يَأ ُم ُرونَ الن‬
َ ‫اس بِالبِ ِر َو َين‬

61
Muttafaq Alaih: riwayat Imam Bukhari (6531), Imam Muslim (1066), Imam Tirmidzi
dalam kitab “al-Fitan” (2188), Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad (3596).
62
Sahih: diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam sahihnya (52): yang didalam isnadnya
terdapat al-Mughirah Khatan Malik, yang disebut oleh Ibnu Hibban dalam “siqat” No.
466/7, dan mengatakan: dia adalah Mughirah bin Habib, Khatan Malik bin Dinar,
julukannya Abu Saleh, meriwayatkan hadis melalui Salim bin Abdullah, Sahr bin Husib.
Orang-orang dari kota Bashrah mengambil riwayat darinya seperti: Hisam al-Distiwa’i dan
lainnya yang tiada dikenal. Imam al-Zahabi menyebutkan dalam “mizan”: Imam al-Azdi
mengatakan: Pengingkar hadis. Namun Shaikh Albani allahyarham menyebutkan: bahwa
pendapat Imam al-Azdi tentang pengingkar hadis, bahwa ini adalah hal yang tiada terlihat
olehnya, kerana beliau sering kali dikenal sebagai seseorang yang berlebihan dalam
penyelidikan hadis, maka dari itu Imam al-Zahabi tiada mengulangnya dalam kitabnya yang
86
“Pada malam aku diisra’ mi’raj kan ke langit, aku melihat orang-orang
lelaki, bibirnya dipotong dengan gunting dari neraka. Lalu saya bertanya:
“Siapakah mereka itu, hai Jibril?’ Jibril menjawab: ‘Mereka itu adalah
para tukang ceramah dari umat Anda yang memerintahkan manusia untuk
mengerjakan kebaikan tetapi melalaikan diri mereka sendiri.” Dalam hal ini
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah S.W.T berikut ini:
‫ﭽ ﭩ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫﮪ ﮭ ﮮ ﮯ ﭼ‬
Artinya:
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan,sedang
kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)?
Maka tidakkah kamu berpikir?” (al-Baqarah: 44).
Yakni, mereka membaca kitab Allah S.W.T, tetapi tidak
mengamalkan apa yang dikandungnya. Mereka memerintahkan untuk
bersedekah, tetapi mereka sendiri tidak bersedekah. Adalah menjadi sebuah
kewajiban bagi oarng-orang yang beriman, memerintahkan pada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang munkar, dengan tidak melalaikan diri mereka
sendiri.
Sebagaimana firman Allah S.W.T:
‫ﮜ ﮝ …ﮪ ﭼ‬ ‫ﭽ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ‬
Artinya:
“Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan sembahyang...” (at-Taubah: 71).
Allah S.W.T telah menerangkan sifat-sifat orang-orang mukmin
bahwa mereka adalah orang-orang yang suka menyebarkan ma’ruf. Kerana
sesiapa pun tidak menyukai perintah amar ma’ruf nahi mungkar, maka dia
telah keluar dari sifat dari ayat tersebut. Allah S.W.T mengecam suatu kaum
yang meninggalkan amar ma’ruf. Sebagaimana dalam firman-Nya:
‫ﭽ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ… ﮇ ﭼ‬
Artinya:
“Mereka satu sama lain tidak selalu melarang tindakan munkar yang
mereka perbuat...” (al-Maidah: 79).
Diriwayatkan dari [Abu Huraira R.A]63, bahwa dia berkata:

lain: seperti “al-duafa’” atau dipendapatnya yang lain, wallahu a’lam. Kemudian Imam
Albani mengatakan dalam urutan hadis-hadis sahih No. 291, setelah melakukan banyak
penelaahan riwayat: dalam ringkasan penuturannya: bahwa hadis ini adalah benar dan sahih
secara menyeluruh, alhamdulillahirabbil alamin, lihat juga “sahih al-Jami’” (129).
63
Abu Darda R.A, hampir seluruh kitab yang beredar mencantumkannya, yang sebenarnya
dalam sunnah adalah Abu Huraira R.A
87
‫ ول‬،‫لتأمرون بالمعروف ولتنﮭون عن المنكر او ليسلطن هللا عليكم ظالما ليجل كبيركم‬
،‫ ويستنصرون فال ينصرون‬،‫ ويدعو أخياركم فال يستجاب لﮭم‬،‫يرحم صغيركم‬
64
‫ويستغفرون فال بغفر لﮭم‬
“Hendaklah anda memerintahkan pada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar; ataukah Allah S.W.T akan menguasakan seorang penguasa
zalim atas anda, yang tidak menghargai para orang tua dan tidak pula
menyayangi anak-anak anda. Orang-orang terbaik dari anda berdoa, tetapi
doa mereka tak terkabulkan, mereka memohon pertolongan, tetapi tidak
ditolong, mereka memohon ampun tetapi tidak diampuni.”
Diriwayatkan dari Aisyah R.A sesungguhnya baginda Rasulullah
S.A.W bersabda:
‫ عملﮭم عمل األنبياء‬،‫عذب هللا أﮪل قرية فيﮭا ثمانية عشر ألف‬
“Allah S.W.T menyiksa penduduk suatu kampung yang di dalamnya
terdapat delapan belas ribu orang yang amal perbuatan mereka seperti
amal perbuatan para nabi.” Para sahabat bertanya; “Ya
Rasulullah,bagaimana bisa begitu?” Beliau menjawab:
65
‫ ول يأمرون بالمعروف ول ينﮭون عن المنكر‬،‫لم يكونوا يغضبون هلل‬
64
Daif: riwayat Imam al-Bazar dalam musnadnya (188) dari Umar R.A, Imam Thabrani
dalam “al-Awsat” R.A, dan dia menyebutkan: “tiada yang meriwayatkan dari hadis ini dari
Ibnu Ajlan selain Hibban, dimana Bakr bin Yahya bin Zaban bersendiri meriwayatkannya”,
Imam al-Haisimi mengatakan dalam “Majma”” (266/7): riwayat dari Imam Tabrani, al-
Bazzar, ada juga didalamnya Hibban bin Ali, namun hadisnya matruk dimana Ibnu Mu’in
meyakinkan bahwa riwayatnya daif. Al-Manawi menyebutkan dalam “Faid al-Qadir”
(261/5): “riwayat al-Bazar dalam musnadnya seperti yang disampaikan dari Abi Huraira
R.A” penulis juga mengambil hadis ini, namun al-Hafiz al-Haisimi lebih membenarkan dan
lebih diutamakan kerana mengetahui bahwa ada Ibnu Hibban bin Ali dalam riwayatnya yang
menjadi hadis ini matruk (ditinggalkan), guru al-Haisimi, yaitu Imam al-Zain al-Iraqi
menyebutkan: setiap riwayat yang digunakan Ibnu Hibban bin Ali adalah daif.

65
Diulang oleh Imam Baihaqi dalam “Sa’b al-Iman” (9428), Imam Ibnu al-Bar dalam
“Tamhid” (310/24) dengan lafaz:

:‫ قال‬،‫اوحى هللا عز وجل الى يوشع بن نون انى مﮭلك من قومك مائة الف أربعين ألفا من خيارﮪم وستين الفا ً من شرارﮪم‬
‫ انﮭم يدخلون على األشرار فيؤاكلونﮭم ويشاربونﮭم ول يغضبون بغضبى‬:‫يارب تﮭلك شرارﮪم فما بال خيارﮪم؟ قال‬

“Allah S.W.T menwahyukan kepada Yasu’ bin Nun, “sesungguhnya Aku akan
menghancurkan 140.000 orang dengan perbuatan baik dan 60.000 orang yang berbuat
buruk” kemudian dia bertanya: “wahai tuhanku, hancurkanlah yang buruk, namun kenapa
pula dengan yang baik?” Allah S.W.T menjawab: “kerana mereka berbaur dengan mereka-
mereka yang berbuat buruk, memberi makanan, memberi minuman dan tiada marah dengan
kemungkaran selayaknya aku benci kepada kemungkaran””

88
“Karena mereka tidak marah karena Allah S.W.T, tidak
memerintahkan yang ma’ruf dan tidak pula mencegah dari yang munkar.”
Abu Dzar Al-Ghifari R.A berkata bahwa Abu Bakar R.A bertanya
kepada baginda Rasulullah S.A.W:
“Ya Rasulullah, apakah ada jihad selain berperang menghadapi orang-
orang kafir?” Rasulullah S.A.W bersabda:
‫ أحياء مرزوقين يمشون‬،‫ إن هلل مجاﮪدين فى األرض أفضل من الشﮭداء‬،‫نعم يا أبا بكر‬
‫ وتزين لﮭم الجنة كما تزينت ام سلمة‬،‫على األرض يباﮪى هللا بﮭم مالئكة السماء‬
‫لرسول هللا‬
“Ya ada, hai Abu Bakar. Sesungguhnya Allah S.W.T mempunyai para
pejuang di bumi yang lebih utama daripada para syuhada. Mereka hidup
berjalan di muka bumi dan dianugerahi rizki. Allah S.W.T membanggakan
mereka di hadapan para malaikat. Surga memperhias dirinya buat mereka,
sebagaimana Ummu Salamah berhias diri untuk Rasulullah S.A.W.”
Abu Bakar R.A, bertanya: “Ya Rasulullah, siapakah mereka itu?”
Beliau menjawab:
‫اآلمرون بالمعروف والناﮪون عن المنكر والمحبون هلل والمغضبون فى هللا‬
“Orang-orang yang memerintahkan pada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar, mereka mencintai dan membenci sesuatu karena Allah
S.W.T.” Kemudian beliau bersabda:
‫ لكل غرفة‬،‫والذى نفسى بيده إن العبد ليكون فى الغرفة فوق الغرفات فوق غرف الشهداء‬
‫ وإن الرجل منهم‬،‫ على كل باب نور‬،‫منها ثالثمائة باب منها الياقوت والزمرد األخضر‬
‫ كلما التفت الى واحدة منهن فنظر‬،‫ليتزوج بثالثمائة الف حوراء قاصرات الطرف العين‬
‫ وكلما التفت الى‬،‫ أتذكر يوم كذا كذا؟ أمرت بالمعروف ونهيت عن المنكر‬:‫اليها تقول له‬
66
‫واحدة منهن ذكرت له مقاما أمر فيه بالمعروف ونهى عن المنكر‬
“Demi Tuhan yang menguasai diriku, sesungguhnya seorang hamba
akan berada dalam sebuah kamar dari beberapa kamar yang lebih tinggi
daripada kamar-kamar para syuhada. Pada setiap kamar terdapat tiga ratus
pintu, diantaranya ada yang terbuat dari mutiara yaqut dan zamrud hijau.
Pada setiap pintu, memancarkan cahaya. Setiap orang dari mereka beristri
tiga ratus bidadari yang menundukkan pandangannya dan bermata jeli.
Ketika dia menoleh dan menampakkan pandangan pada salah satu dari
mereka, bidadari itu berkata kepadanya: ‘Apakah anda ingat akan hari
begini...dan begini..’., di mana hari itu anda memerintahkan pada yang

Aku berpendapat: hadis ini telah disebut oleh Imam al-Manawi dalam “Faid al-Qadir”
(399/2), dan diakui oleh Imam Abi Dunya dalam kitab “Amr al-Makruf”
66
Tiada pentahkik bersandar kepada hadis ini, kerana tiada ditemukan dalam kitab-kitab
sunnah.

89
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan ketika ia menoleh dan melihat
salah satu bidadari-bidadari itu, dia mengingatkan padanya akan
kedudukkannya yang diperolehnya sebab amar ma’ruf dan nahi munkar.”
Dalam suatu khabar (hadis) disebutkan, bahwa Allah S.W.T
berfirman kepada Nabi Musa A.S:
‫ وتصدقت‬،‫ وصمت لك‬،‫ الﮭى صليت لك‬:‫ ﮪل عملت لى عمال قط؟)) قال‬،‫سى‬ َ ‫((يَا ُمو‬
‫ قال هللا تعالى ((يا موسى أما‬.‫ وذكرتك‬،‫ وقرأت كتابك‬،‫ وحمدت‬،‫ وسجدت لك‬،‫ألجلك‬
‫ واما التسبيح فلك‬،‫ واما الصدقة فلك ظل‬،‫ واما الصوم فلك جنة‬،‫الصالة فلك برﮪان‬
‫ فأي عمل‬.‫ واما الذكر فلك نور‬،‫ واما قراءة كتابي فلك حور وقصور‬،‫أشجار فى الجنة‬
‫ ((يا موسى ﮪل واليت‬:‫ قال‬. َ‫ دلنى يارب على عمل أع َملﮫُ لَك‬:‫عملت لى؟)) قال موسى‬
67
)) ‫لى ولي قط؟ وﮪل عاديت لى عدوا قط؟‬
“Wahai Musa, apakah anda pernah melakukan suatu amal untuk Aku.”
Musa A.S berkata: “Ya Ilahi, saya telah melakukan shalat untukMu, saya
juga berpuasa, bersedekah, bersujud, bertahmid untukMu membaca kitab
suciMu, dan berzikir padaMu.” Allah S.W.T berfirman: “Ya Musa, dengan
shalat anda mendapatkan bukti (penghargaan), dengan puasa Anda
mendapatkan surga, dengan sedekah anda mendapatkan perlindungan,
dengan bertasbih anda mendapatkan pepohonan di surga, dengan membaca
kitabKu engkau mendapatkan istana dan bidadari di surga, dengan dengan
berzikir engkau meraih cahaya, lalu amal yang mana buat aku?” Nabi
Musa A.S berkata: “Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku, amal yang
dapat aku lakukan untukMu.” Allah S.W.T berfirman: “Wahai Musa,
apakah Anda mengasihi waliKu semata-mata karena Aku dan apakah anda
membenci musuhKu juga karena Aku?” Maka dengan begitu, Musa menjadi
tahu, bahwa amal yang paling utama ialah cinta (pada kekasih-Nya) karena
Allah S.W.T dan membenci musuh-musuh-Nya karena Allah S.W.T.”

67
Pentahkik tiada bersandar kepada lafaz yang ada pada hadis ini, namun Imam Ibnu Abdi
al-Bar menyebutkan hadis yang berbeda tapi dalam makna yang sama dalam “Tamhid”
(432/17) yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud berkata:

‫ أما زﮪدك فى الدنيا فنعجلت راحة نفسك واما انقطاعك إلى‬:‫اوحى هللا عزوجل الى نبي من األنبياء أن قل لفالن العابد‬
ً‫ ﮪل وليت لى وليا أو عاديت لى عدوا‬:‫ فما ذاك علي؟ قال‬:‫فتعززت بي فماذا عملت فيما لى عليك؟ قال‬

Rasulullah S.A.W bersabda:“Allah S.W.T menwahyukan kepada salah satu Nabi dari Nabi-
NabiNya, ‘katakanlah kepada hamba yang saleh itu: bahwa zuhudmu itu adalah
kebencianmu akan keindahan dari kenikmatan jiwa raga, dan kesinambunganmu akanKu
adalah kehormatanmu kepadaKu, lalu apa yang akan engkau lakukan demi aku?’ lalu
apakah yang harus aku lakukan? ‘apakah pernah engkau mewalikan seorang wali demi
diriku atau memusuhi seseorang kerana aku?’ ” Imam Hakim al-Munziri menyebutkan
hadis yang sama dalam “Nawadir al-Ushul” (84/4).

90
Abu Ubaidah bin Jarrah bertanya kepada Rasulullah S.A.W: “Ya
Rasulullah siapakah syuhada yang paling mulia dalam pandangan Allah
S.W.T. Beliau menjawab:
‫ فإن لم يقتلﮫ فإن القلم‬،‫رجل قام الى وال جائر فأمره بالمعروف ونﮭاه عن المنكر فقتلﮫ‬
68
‫ليجري عليﮫ بعد ذلك وإن عاش ما عاش‬
“Seorang laki-laki yang bangkit menghadap pada seorang penguasa yang
durhaka, lalu dia memerintahkan padanya agar berlaku ma’ruf dan
mencegahnya dari yang munkar, sehingga dia pun terbunuh kerananya. Jika
dia tidak terbunuh, maka sesungguhnya kalam (pena pencatat amal
perbuatan) setelah itu, tidak dijalan lagi atasnya, sekalipun dia hidup dalam
sisa masa kehidupannya.”
Hasan Bashri berkata, sesungguhnya baginda Rasulullah S.A.W
bersabda:
‫أفضل شﮭداء أمتي رجل الى إمام جائر فأمره بالمعروف ونﮭاه عن المنكر فقتلﮫ على‬
69
‫ فذلك الشﮭيد منزلتﮫ فى الجنة بين حمزة و جعفر‬،‫ذلك‬
“Semulia-mulia syuhada dari umatku ialah seorang laki-laki yang pergi
menghadap pada penguasa yang durhaka, lalu dia memerintahkan padanya
agar berbuat yang ma’ruf dan mencegahnya dari yang munkar, lalu dia
dibunuh karena perbuatannya itu. Maka dia itulah seorang syahid, yang
tempatnya di surga berada di antara Hamzah dan Ja’far (dua orang
syuhada dari sahabat yang terbunuh di medan perang).”
Allah S.W.T memberikan wahyu kepada Yusa’ bin Nun as:
68
Daif: riwayat Imam al-Bazar dalam musnadnya (110/4) (1285), yang menuliskan
riwayatnya: “jika dia tidak terbunuh...” sampai akhir hadis, bahwa hadis ini tiada kami
ketahui tentang keaslian riwayatnya dari baginda Rasulullah S.A.W, kecuali dari satu
riwayat yaitu dari Abi Ubaidah, dan tiada diketahui pula apakah ada bentuk lain yang
diriwayatkan dari Abi Ubaidah, begitu pula dengan salah satu perawi yang ada didalamnya
ialah Abu al-Hasan yang meriwayatkan dari Muhammad bin Humair yang tiada pernah
terdengar namanya. Imam al-Haisimi mengulangnya dalam “Majma’ al-Zawaid” (272/7)
dan mengatakan: riwayat Imam al-Bazar, dan didalamnya riwayatnya terdapat dua perawi
yang tiada aku kenali.
69
Hasan dengan sekumpulan cara: riwayat Imam Hakim (215/3): dari hadis Jabir R.A yang
marfu’, Imam Hakim berkata: sahih secara isnad dan tidak mengeluarkan dua perawi. Lalu
diikuti oleh Imam al-Zahabi dan mengatakan: tiada diketahui siapakah al-Sifar, dan aku
sependapat seperti halnya Rafi’ bin Asras, yang tiada diketahui siapa sebenarnya. Imam al-
Haisimi juga meriwayatkannya dalam “Majma’ al-Zawaid” (266/7) dari hadis Ibnu Abbas,
dan mengatakan: riwayat Imam al-Tabrani dalam “al-Awsat”, yang didalamnya terdapat
perawi daif, riwayat Imam al-Tabrani dalam “al-Kabir” dari hadis Ali bin Abi Talib (151/3)
(2908).

Pentahkik menyebutkan: Shaikh Albani mehasankan dalam “sahih al-Jami’” (3675)

91
‫انى مﮭلك من قومك مائة الف أربعين ألفا من خيارﮪم وستين الفا ً من شرارﮪم‬
“Sesungguhnya Aku membinasakan empat puluh ribu orang pilihan
dari kaum Anda dan enam puluh ribu orang jahat dari mereka.” Yusya’
bertanya: “Ya Tuhanku, mereka yang jahat, tentu pantas mendapatkan
hukuman itu, tapi bagaimana hal itu bisa terjadi juga pada orang-orang
pilihan di antara kaumku?” Allah S.W.T berfirman:
70
‫انﮭم لم يغضبوا لغضبى وواكلوﮪم وشاربوﮪم‬
“Karena mereka tidak marah, atas kemurkaan-Ku (terhadapa orang yang
Aku murkai), bahkan mereka makan dan minum bersama mereka.”
Diriwayatkan dari Anas R.A, dia berkata: “Kami bertanya, ya
Rasulullah, apakah kami tidak memerintahkan pada yang ma’ruf, sehingga
kami harus mengerjakan semuanya terlebih dulu dan tidak mencegah dari
yang munkar, sampai kami menjauhi kemunkaran itu seluruhnya?” Beliau
bersabda:
71
‫ وانﮭوا عن المنكر وان لم تجتنبوه كلﮫ‬،‫بل مروا بالمعروف وان لم تعلموا بﮫ كلﮫ‬
“Tidak, tetapi, perintahkan pada yang ma’ruf, sekalipun Anda belum
menjalankan yang ma’ruf itu seluruhnya. Dan mencegahlah dari yang
munkar, sekalipun Anda belum menjauhi kemungkaran itu seluruhnya.”
Sebagian ulama salaf berwasiat kepada anak-anaknya, dia berkata:
“Jika salah seorang dari anda hendak memerintahkan pada yang ma’ruf,
maka hendaklah dia menempatkan dirinya pada posisi kesabaran dan
berharap pahala dari Allah S.W.T, maka barang siapa yang mencintai pahala
dari Allah S.W.T akan dijauhkan dari marabahaya.

16. PERMUSUHAN SETAN

70
Daif: riwayat Imam Baihaqi dalam “Sa’ab al-Iman” (53/7) (9428), dan diulang kembali
oleh Imam Ibnu Abdi al-Bar dalam “Tamhid” (310/24)

Pentahkik menyebutkan: dalam isnad hadis tersebut terdapat al-Khidr bin Aban: yang
didaifkan oleh Imam al-Hakim dan lainnya
71
Isnad hadis ini tiada diketahui: riwayat Imam al-Tabrani dalam “Mu’jam al-Saghir”
(175/2) (981), “al-Awsat” (365/6) (6628), yang didalam riwayatnya terdapat: Abdul Qudus
bin Habib, dimana para ulama hadis bersepakat untuk meninggalkan hadis-hadis yang
diriwayatkannya. Hadis ini juga diulang oleh Imam al-Haisimi dalam “Majma’” (277/7) dan
mengatakan: riwayat Imam al-Tabrani diambil melalui Abdul Salam bin Abdul Qudus bin
Habib melalui ayahandanya, dan keduanya daif .

Pentahkik menyebutkan: hadis ini ditulis dalam “Daif al-Jami’” oleh Shaikh Albani (5259),
lalu beliau mengatakan: Sangat daif.

92
Setiap mukmin berkewajipan untuk mencintai para ulama, orang-orang
saleh, serta dianjurkan untuk selalu berkumpul bersama mereka, bertanya
hal-hal yang menjadi keniscayaan baginya, mengambil pelajaran dari nasehat
mereka. Menjauhi perbuatan yang buruk lalu menjadikan syaitan sebagai
musuh abadinya. Sebagaimana firman Allah S.W.T:
‫ ﭽ ﭼ‬...‫ﭽ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴﭵ‬
Artinya:
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah
ia musuh (mu)...” (Fathir: 6).
Yang bermakna: Musuhilah syaitan itu dengan berlaku taat kepada
Allah S.W.T, janganlah mematuhii syaitan dengan berbuat maksiat kepada
Allah S.W.T, hendaklah anda senantiasa waspada dari padanya dalam setiap
keadaan, dalam beramal dan akidah anda. Jangan sampai ia bermain-main di
dalam relung hati anda. Jika anda melakukan suatu aktifiti, maka pandai-
pandailah menjaganya dari kawanan syaitan. Karena bisa jadi ia masuk ke
dalam diri anda dengan membawa unsur riya’ dan mencampurkannya ke
dalam amal serta perilaku anda dan menghiasi kehidupan anda dengan hal-
hal yang buruk. Kerana itu, mohonlah pertolongan kepada Tuhan agar
terhindar dari godaannya.
Abdullah bin Mas’ud berkata, bahwa Nabi S.A.W membuat goresan
garis lurus di hadapan kami, lalu bersabda: “Ini adalah jalan Allah S.W.T.”
Kemudian beliau membuat garis-garis lagi di sisi kanan dan kirinya, dan
bersabda:
‫علَى ُك ِل‬ ُ ‫ َﮪذِه‬:َ‫ ثم قَال‬،‫عن ِش َما ِل ِﮫ‬
َ ‫سبُل‬ َ ‫عن يَ ِمي ِن الخَط َو‬ ً ‫طو‬
َ ‫طا‬ ُ ‫سبِي ِل هللا ثم خَط ُخ‬َ ‫َﮪ ِذ ِه‬
‫عو اليﮫ‬ َ
ُ ‫سبِيل ِمن َﮭا شَيطان يَد‬ َ
“Dan yang ini adalah beberapa garis, pada setiap garis ini syaitan selalu
berusaha mengajak untuk melalui bersamanya.” Kemudian beliau membaca
ayat:
‫ ﮍ ﭼ‬... ‫ﭽ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆﮇ‬
Artinya:
“ Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah S.W.T kepadamu agar kamu bertakwa.”
(al-An’am: 153)72

72
Isnadnya Daif: riwayat Imam Baihaqi dalam “sunan al-Kubra” (11174), Imam al-Sashi
dalam musnadnya (573), yang dalam isnadnya terdapat Hamad bin Abi Sulaiman al-Faki,
Imam Ahmad menyebutkan: Hadis al-Muqarib, Imam ibnu ‘Iddi berkata: di dalam riwayat
ini terdapat perawi Hamad bin Abi Sulaiman al-Faki yang tergolong kepada perawi-perawi
93
Rasulullah S.A.W telah memberikan penjelasan kepada kita
mengenai berbagai jalan syaitan yang harus kita hindari.
Diriwayatkan dari baginda Nabi S.A.W yang bersabda dan
menceritakan seorang rahib dari Bani Israil. Syahdan, adalah seorang rahib
di kalangan Bani Israil yang terperdaya oleh rayuan syaitan, dimana ia
senantiasa berusaha menjerumuskan manusia dengan cara apapun. Suatu
ketika syaitan menghampiri seorang gadis lalu mencekiknya hingga gadis
tersebut jatuh sakit. Kemudian syaitan mempengaruhi serta meyakinkan
keluarganya dengan bujukan bahwa obat yang dapat menyembuhkan
penyakit dari anak gadisnya itu ada pada seorang rahib. Maka keluarga
tersebut membawa anak gadisnya kepada seorang rahib itu. Pada mulanya
sang rahib menolak permintaan keluarga anak gadis itu untuk
mengobatinya. Tetapi karena terus menerus di desak oleh keluarga sang
gadis, akhirnya dia menyanggupi untuk mengubati gadis yang sakit tadi.
Setelah anak gadis itu berada di sisi sang rahib, maka sang rahib pun
memulai perubatannya, lalu datanglah syaitan untuk memasang
perangkapnya. Setan terus menerus menggoda, membujuk sang rahib agar
memanfaatkan kesempatan itu. Maka terperdayalah rahib tadi dan akhirnya
dia “menggauli” gadis yang menjadi pasiennya itu, hingga hamil. Setelah
gadis tersebut hamil, syaitan terus berusaha membujuknya dan
menjerumuskannya lebih jauh seraya membisikkan: “Wahai sang rahib
aibmu sebentar lagi akan terkuak, kerana sebentar lagi keluarga gadis itu
akan datang kemari, maka bunuh sajalah gadis itu dan bila keluarganya
bertanya kepadamu, maka katakanlah bahwa anak gadisnya telah mati
kerana sakit”. Kemudian sang rahib pun benar-benar membunuh gadis tadi
dan menguburkannya. Setelah itu, datanglah syaitan kepada keluarga sang
gadis dengan menggoda mereka dan membisikkan kegamangan juga
kekhawatiran akan keselamatan anak gadisnya. Dengan rayuan “Jangan-
jangan rahib yang mengobati anaknya itu berbuat tidak senonoh,
menghamilinya, lalu membunuhnya dan menguburkannya. Mereka pun
bersegera mendatangi sang rahib dan menanyakan mengenai keadaan anak
gadisnya. Sang rahib pun bersilat lidah berkata dan bercakap memberikan
penjelasan bahwa anak gadisnya telah mati kerana sakit. Mendengar
keterangan itu, mereka tiada menerima alasan dari lisan sang rahib dan
langsung menangkap sang rahib lalu hendak dibunuhnya. Syaitan datang
lagi pada sang rahib seraya berkata: “Akulah yang mencekik anak gadis itu
hingga jatuh sakit dan aku pula yang merayu keluarganya agar
membawanya kepadamu wahai sang rahib. Sekarang aku akan

asing (tidak dikenal), dan permasalahan ini tidaklah menjadi penghalang untuk berpegang
akan hadis, aku menyebutkan: matan hadis ini adalah sahih.

94
menyelamatkan dan membebaskanmu dari ancaman mereka, andai saja jika
engkau mau mematuhi aku.” Rahib pun membalas dengan cepat:
“Katakanlah dengan cara apa.” Setan berkata: “Sujudlah kepadaku, hanya
dua kali saja.” Tanpa berpikir panjang sang rahib pun melakukannya.
Setelah itu, syaitan berkata: “Sekarang, saya angkat tangan dan tak mau
tahu akan tragedi yang telah menghancurkan hidupmu wahai sang rahib.”
Hal ini sangat sesuai dengan firman-Nya:
‫ﭽ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺﯻ ﯼ ﯽ ي يﰗﭼ‬
Artinya:
“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) syaitan
ketika dia berkata kepada manusia; Kafirlah kamu, maka tatkala manusia
itu telah kafir ia berkata: Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena
sesungguhnya aku takut kepada Allah S.W.T, Tuhan semesta alam.”
(al-Hasyr: 16).73
Diriwayatkan, bahwa pada suatu ketika iblis pernah bertanya kepada
Imam Syafi’i74: “Hai Syafi’i, bagaimana menurut pendapat anda tentang
Tuhan yang telah menciptakan menurut ketentuan yang Dia pilih juga.
Setelah itu, jika Dia menghendaki, maka Dia akan memasukkan aku ke
dalam neraka. Bagaimana menurut pendapat anda, hal itu semacam itukah
keadilan? atau justru sebaliknya?” Setelah memperhatikan perkataan iblis
tadu, Imam Syafi’i pun berkata: “Hai (iblis), jika Tuhan menciptakan anda,
menurut pemahaman yang anda kehendaki, maka Dia berlaku zalim
kepadamu. Dan jika Dia menciptakan anda menurut apa yang Dia kehendaki,
maka Dia tidak dimintai pertanggung jawapan terhadap apa yang Dia
perbuat, terserah Dia mau berbuat apa, menjadikan sesuatu atau tidak itu
adalah sebuah kewenangan bagiNya.” Kemudian iblis berkata: “Demi Allah
S.W.T, hai Syafi’i, dengan pertanyaan itu aku telah mengeluarkan tujuh
puluh ribu orang ahli ibadah dari urutan orang-orang yang ahli beribadah.”
Ketahuilah bahwa perumpamaan hati bagaikan benteng. Sedangkan
syaitan adalah musuh yang selalu ingin masuk ke dalam benteng itu, lalu
menjadikan dirinya sebagai raja yang menguasai hati seorang insan.
Seseorang tidak akan dapat menjaga benteng itu dari serangan musuh,
kecuali hanya dengan menjaga pintu-pintunya, tempat-tempat masuk dan
celah-celahnya. Dan orang yang tidak mengetahui pintu-pintu benteng itu,

73
Mauquf: riwayat Imam Hakim yang dimauqufkan terhadap Imam Ali bin Abi Thalib
(526/2) (3801), yang menyebutkan bahwa: isnad hadis ini sahih, disetujui pula oleh Imam
al-Zahabi, Imam Baihaqi dalam “sa’b al-Iman” (373/4) (5449).
74
Perkataan ini tergolong kepada kata-kata yang mengejutkan, maka dari itu tiada pula para
khatib-khatib menggunakannya dalam berceramah, tiada kuasa melaikan kuasa Allah S.W.T.

95
maka dia tidak akan dapat menjaganya. Menjaga hati dari tipu daya dan
godaan syaitan adalah wajib ‘ain bagi setiap orang insan mukallaf. Segala
sarana yang menjadi keniscayaan bagi terlaksananya sebuah kewajiban, bila
penjagaan ini kosong maka kewajipan tak akan dapat dipenuhi, kerana dari
itu hal ini menjadi wajib pula hukumnya. Dan seseorang tidak akan dapat
menolak gangguan syaitan kecuali dengan mengetahui tempat-tempat
masuknya. Karenanya, mengetahui tempat-tempat masuknya syaitan menjadi
wajib pula hukumnya. Sedangkan pintu-pintu atau jalan-jalan masuk syaitan
itu banyak sekali yang diantaranya adalah merupakan sifat-sifat manusia itu
sendiri. Di antaranya ialah:
1. Marah dan syahwat. Marah merupakan bencana yang merusak
akal. Ketika hati dalam kondisi lemah, maka syaitan dan bala
tentaranya melakukan serangan. Pada saat manusia marah, maka
syaitan mempermainkannya melalui kemarahannya itu, sebagaimana
anak kecil yang mempermainkan bola. Telah disebutkan bahwa
sebagian para wali, berkata kepada iblis: “Tunjukkanlah kepadaku,
bagaimana anda mempermainkan anak cucu Adam?” Iblis berkata:
“Aku kuasai dan aku permainkan dia saat sedang marah dan
memperturutkan kesenangan hawa nafsunya.
2. Dengki dan rakus. Ketika seorang hamba sangat menginginkan
(rakus) akan sesuatu, maka kerakusan itu akan menjadikannya buta
dan tuli. Maka saat itulah syaitan benar-benar telah menemukan
kesempatan emas, ia naik mengendarai kerakusan itu, bak seorang
penunggang kuda, ia akan menggambarkan sesuatu agar terlihat baik
dan menjadikan segala sesuatu dapat mengantarkan seorang insan
untuk dapat mencapai keinginan syahwatnya itu, sekalipun hal itu
adalah sesuatu yang keji dan mungkar. Diriwayatkan, bahwa ketika
Nabi Nuh A.S naik kapal, beliau langsung dan membawa setiap jenis
hewan berpasang-pasangan, sebagaimana yang diperintahkan oleh
Allah S.W.T. Tiba-tiba Nabi Nuh melihat seorang yang sudah tua,
namun beliau tiada mengenalnya dan ikut berada di dalam kapal.
Nabi Nuh bertanya kepadanya: “Apa yang mendorong anda masuk
ke dalam perahu ini?” Orang tua itu berkata: “Aku masuk kemari,
karena ingin menguasai hati sahabat-sahabat anda, biarlah secara
fisik mereka terlihat sebagai pengikut anda, tetapi hati mereka aku
kuasai.” Nabi Nuh A.S berkata: “Keluarlah anda dari kapal ini,
wahai musuh Allah S.W.T yang terlaknat.” Iblis berkata kepadanya:
“Aku hancurkan manusia dengan lima hal, dan aku akan
menceritakan kepada anda yang dua hal.” Lalu Allah S.W.T
menurunkan wahyu kepada Nabi Nuh A.S bahwa iblis tidak
mempunyai kepentingan dengan tiga hal yang lainnya itu. Biar saja
96
ia menceritakan yang dua hal itu. Maka Nabi Nuh berkata: “Apakah
dua hal itu?” Iblis berkata: “Dua hal itu tidak pernah mengecewakan
dan tidak pernah membuat aku gagal, aku selalu berhasil
menghancurkan manusia dengan dua hal itu, yaitu rakus dan dengki.
Dengan sifat dengki aku dilaknat dan dijadikan sebagai iblis yang
terkutuk. Dengan sifat rakus aku berhasil memperdayakan Adam.
Ketika Adam diperbolehkan menikmati seluruh kenikmatan di surga,
kecuali pohon syajarah, aku berhasil memenuhi hajatku menggoda
Adam melalui sifat rakus.
3. Kenyang, sekalipun makanan itu halal dan bersih. Karena kenyang
akan memperkuat dorongan nafsu syahwat yang menjadi senjata
bagi syaitan. Diriwayatkan, bahwa iblis pernah menampakkan diri
pada Nabi Yahya A.S dengan membawa berbagai alat-alat pengail.
Yahya bertanya kepada iblis: “Untuk apakah alat-alat pengail ini?”
Iblis menjawab: “Semua ini merupakan kesenangan nafsu, dan aku
berhasil memperdayakan manusia dengannya.” Yahya bertanya:
“Apakah aku juga pernah terkena sesuatu daripadanya?” Iblis
menjawab: “Ya pernah suatu ketika anda kenyang, sehingga anda
merasa berat melakukan shalat dan berzikir.” Nabi Yahya A.S
bertanya lagi: “Masih adakah yang selain itu?” Iblis menjawab:
“Tidak.” Lalu Nabi Yahya A.S berkata: “Demi Allah S.W.T, aku
tidak akan lagi memenuhi perutku dengan makanan untuk selama-
lamanya.” Iblis berkata kepadanya: “Demi Allah S.W.T, aku tidak
akan lagi memberikan nasehat kepada seorang muslim mana pun
untuk selama-lamanya.
4. Senang berhias dan bermewah-mewahan dalam pakaian dan rumah.
Apabila syaitan melihat semua itu, ia akan berusaha bertumbuh di
dalam hati manusia, laksana benalu yang terus tumbuh dan menjalar
memakan hati, pikiran atau iman seorang manusia. Lalu ia terus-
menerus mengajak manusia untuk membangun rumah, memperindah
atap-atap dan dinding-dindingnya, serta memperluas bangunannya.
Ia juga tak henti-hentinya mendorong manusia untuk bermegah-
megahan dalam hal pakaian dan kendaraan. Syaitan terus berusaha
untuk menundukkannya pada semua itu, sepanjang umurnya. Ketika
syaitan telah berhasil menundukkan manusia pada semua itu, maka
ia tidak perlu lagi kembali kepadanya untuk yang kedua kalinya.
Karena sebagian hal tersebut dengan sendirinya akan menarik
manusia pada sebagian yang lainnya, sehingga datang ajal
menjemputnya. Akhirnya ia mati di jalan syaitan dan dalam keadaan
memperturut hawa nafsu. Karenanya, hal tersebut sangat

97
dikhawatirkan akan menyebabkannya keburukan di akhir hidupnya
(su-ul khatimah). Na’udzu billahi min dzalik.
5. Sangat menginginkan (thama’) terhadap milik orang lain. Sufwan
bin Salim meriwayatkan bahwa iblis pernah menjelma,
menampakkan diri pada Abdullah bin Hanzalah. Iblis berkata
kepadanya: “Wahai Ibnu Hanzhalah, aku akan mengajarkan sesuatu
kepada anda, maka hapalkan sesuatu itu.” Ibnu Hanzhalah
menjawab: “Aku tidak butuh pada sesuatu itu.” Iblis berkata:
“Pikirlah dahulu, bila sesuatu itu baik, maka silahkan anda
mengambilnya, dan bila ternyata sesuatu itu buruk, maka silahkan
anda menolaknya. Wahai Ibnu Hazhalah, janganlah anda meminta
suatu permintaan kepada selain Allah S.W.T, karena anda sangat
menginginkannya. Dan perhatikan keadaan anda ketika sedang
marah, karena aku akan mengua75sai anda pada saat anda marah”.
6. Tergesa-gesa dan menunda-nunda menyelesaikan persoalan.
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
‫ان َوالت َأ َني ِ ِمنَ هللاِ ت َعَالَى‬
ِ ‫ط‬ َ ‫أ َل َع َجلَةُ ِمنَ ال‬
َ ‫شي‬
“Tergesa-gesa itu dari syaitan, sedangkan bersahaja itu dari Allah
S.W.T.”76 Pada saat tergesa-gesa itu, syaitan menyusupkan
75
Permisalan kisah seperti ini ataupun yang bermiripan dengannya, dianjurkan untuk tidak
disebarkan ataupun diceritakan diatas mimbar maupun di dalam majlis kecuali dengan
aturan-aturan yang baik, maka tiada kekuatan melainkan kekuatan dari Allah S.W.T.
76
Riwayat Imam Tirmizi (2012) dengan lafaz: ‫ والعجلة من الشيطان‬,‫ األناة من هللا‬, “bersahaja itu
adalah dari Allah, dan sifat terburu-buru adalah dari syaitan” hadis ini berstatus hadis
hasan gharib, para pakar hadis telah berpendapat tentang Abdul Muhaimin bin ‘Abbas bin
Sahal, bahwa hadis-hadis beliau adalah daif.

Pentahkik menyebutkan: Abdul Muhaimin bin ‘Abbas bin Sahal, Imam Bukhari berkata: dia
adalah pemungkar hadis, Imam Ibnu Hibban menyebutkan lagi: sering kali dia berbeda
pendapat dengan riwayat dari ayahandanya disebabkan keingkarannya, kehilangan riwayat
atau terlalu banyak berlaku ragu, dan apabila seorang perawi telah berbuat keburukan maka
dilarang pula untuk bersandar akan hadisnya.

Hadis ini diulang kembali oleh Imam al-Ajaluni dalam “kasf al-Khafa” (72/2) (1713), Imam
al-San’ani dalam “subul al-salam” (201/4), Imam al-Manawi dalam “faid al-Qadir”
(277/3), dan mengatakan: bahwa Imam Ibnu Qayyim mengatakan: sebab kenapa ketergesa-
gesaan adalah dari syaitan dikarenakan ia adalah tindakan kecerobohan dan kebodohan yang
bersatu dalam satu jiwa dimana tindakan yang disebutkan tadi akan menghalang-halangi
seorang insan untuk dapat berpendirian, berketetapan atau bercita-cita sehingga jika
pendirian seseorang telah hilang maka tiada pula sesuatu hal akan bertempat pada
tempatnya, dan lahirlah sesuatu yang baru pula, yaitu keburukan dalam tindakan, dan
hilangnya kebaikan daripada sesuatu tadi, dimana keburukan tadi terlahir dari dua tindakan
yang benar-benar dibenci, ia adalah berlaku mubazir dan terburu-buru dalam melakukan hal
98
keburukan (yang menjadi barang dagangannya) terhadap manusia
dari arah yang tidak diketahuinya.”Diriwayatkan, bahwa ketika nabi
Isa putra Maryam A.S dilahirkan, syaitan-syaitan datang kepada iblis
dan berkata kepadanya: “Hari ini berhala-berhala kita berhancuran
dan terjungkir.” Iblis berkata: “ Ini merupakan tragedi yang terjadi
ditempat anda. Tunggulah sebentar di sini, aku akan melakukan
pemeriksaan, lalu iblis terbang ke seluruh penjuru bumi, untuk
mencari apa sesungguhnya yang tengah terjadi. Ia tidak menemukan
sesuatu, kecuali hanyalah kelahiran nabi Isa A.S. Tetapi, tiba-tiba ia
menjadi terperanjat, ketika melihat para malaikat datang berkumpul
menyaksikannya. Lalu iblis kembali pada mereka (syaitan-syaitan)
seraya berkata: “Tadi malam telah dilahirkan seorang nabi. Tidak
ada seorang wanita pun yang hamil dan melahirkan anaknya, kecuali
aku selalu menghadirinya, selain yang satu ini (kelahiran Isa).
Setelah malam itu, mereka putus asa bila berhala-berhala itu akan
disembah lagi. Tetapi mereka berpegang pada pendirian akan selalu
mendatangi anak cucu Adam dari arah ketergesa-gesaan dan
kelambanannya.
7. Dirham dan dinar, serta segala jenis harta kekayaan, baik yang
berupa harta benda, kendaraan dan tanah pekarangan. Karena
segala yang melebihi kebutuhan akan bahan makanan pokok dan
kebutuhan utama, menjadi tempat bersarangnya syaitan. Sabit al-
Bannani berkata bahwa ketika baginda Rasulullah S.A.W diutus,

yang belum saatnya dimulai. Imam al-Harani berkata: terburu-buru adalah perlakuan yang
belum sesuai waktu dimulainya pekerjaan tersebut, dan hadis ini adalah saksi dari hadis lain
yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam musnadnya yang berbunyi:

َ ‫صبتَ أو كَدتَ وإذا ِإست َع َجلتَ أ َخ‬


‫طأتَ أو كَدتَ تُخطِ ئ‬ َ َ‫ِإذَا تَأَنيتَ أ‬
Yang artinya: “Jika engkau bersahaja maka engkau telah melakukan tindakan yang benar
atau hampir benar, dan jika engkau terburu-buru dalam bertindak maka engkau telah salah
atau hampir salah”, lalu dalam kitab “Sa’ab” dari hadis yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin
Sanan dari Anas, Imam al-Zahabi menyebutkan: hadis dari Sa’ad didaifkan lalu Imam al-
Haisimi berkata: tiada pernah terdengar hadis ini dari lisan Anas yang mana beliau adalah
perawinya, kemudian diriwayatkan dari Abu Ya’la dengan lafaz berikut namun telah
ditambah: ‫شي ٍئ أ َ َحب ِإلَى هللاِ مِ نَ ال َحم ِد‬
َ ‫ َو َما مِ ن‬،‫َو َما أ َ َحد أَكث َ ُر َم َعاذِي ٍر مِ نَ هللا‬

“tiada sesuatu yang paling sempurna selain Allah, dan tiada pula sesuatu yang paling
dicintai Allah selain kata syukur” Imam al-Munziri menyebutkan: riwayat hadis ini adalah
sahih, imam al-Haisimi mengatakan: para perawinya adalah sahih, maka dengan ini dapat
diketahui bahwa pengarang belum benar dalam mengacuhkan riwayat dari imam Baihaqi.

99
iblis berkata kepada bala tentaranya, yaitu syaitan-syaitan: “Telah
terjadi peristiwa besar, coba lakukan pemeriksaan apa sesungguhnya
yang tengah terjadi. Para prajurit-prajurit syaitan itu berhamburan
pergi melakukan pemeriksaan hingga keletihan, lalu datang lagi
kepada iblis, menyampaikan laporan: “Kami tidak menemukan
peristiwa sesuatu, kami tidak tahu apa yang tengah terjadi.” Iblis
berkata: “Tunggulah di sini, aku akan datang kembali dengan
membawa berita tentang peristiwa yang terjadi.” Lalu iblis pergi dan
datang kembali, ia berkata: “Allah S.W.T benar-benar mengutus
Nabi Muhammad S.A.W.” Maka ia mengutus para prajuritnya,
syaitan-syaitan agar pergi pada sahabat-sahabat baginda Nabi
S.A.W. Mereka lalu pergi kepada mereka dan kembali lagi dengan
membawa kekecewaan. Mereka berkata: “Seharian kami menyertai
mereka, menunggu kesempatan untuk menggoda mereka, tetapi
sama sekali kami tidak menemukannya. Kami belum pernah
menjumpai manusia seperti mereka, yang selalu mendirikan shalat
dan betrzikir mengingat Allah S.W.T.” Iblis berkata kepada para
prajuritnya: ‘Bersabarlah, tunggulah beberapa saat, sampai Allah
S.W.T membuka peluang dalam urusan dunia, maka pada saat itu,
kita akan dapat memenuhi kebutuhan kita dari mereka.
8. Kikir dan takut fakir (miskin). Inilah yang mencegah dan
menghalangi manusia untuk berinfak dan bersedekah. Sifat inilah
yang mendorong manusia untuk menumpuk-numpuk harta
kekayaan, padahal hal itu merupakan simpanan siksa yang sangat
pedih. Di antara ‘afat (bahaya) bakhil ialah senang berlama-lama di
pasar untuk mengumpulkan harta. Padahal pasar adalah markas
besarnya syaitan.
9. Fanatik dalam bermazhab, kesenangan hawa nafsu dan menyimpan
dendam permusuhan, serta memandang orang lain dengan
pandangan penghinaan dan meremehkan. Hal tersebut termasuk
yang dapat menghancurkan semua orang fasik dan juga orang ahli
ibadah. Hasan R.A berkata: Telah sampai khabar kepadaku,
sesungguhnya iblis berkata: “Aku telah menghiasi umat Muhammad
dengan berbagai kemaksiatan, tetapi kemudian mereka mematahkan
tulang punggungku dengan istighfar. Maka aku hiasi mereka dengan
dosa-dosa yang tidak mereka sadari, sehingga mereka tidak meminta
ampun, yaitu melalui kesenangan-kesenangan hawa nafsu.” Sungguh
memang benar kata iblis terlaknat itu, mereka benar-benar tidak
mengetahui bahwa kesenangan-kesenangan itu akan menyeretnya
pada kemaksiatan yang tidak mereka sadari, lalu bagaimana mereka
memohon ampun daripadanya.
100
10. Berburuk sangka terhadap kaum muslimin. Menjauhkan diri dari
berburuk sangka dan tuduhan buruk terhadap orang-orang Islam
adalah menjadi sebuah kewajiban. Ketika anda melihat manusia
berburuk sangka terhadap orang lain untuk mencari aib-aibnya,
maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang batinnya kotor. Hal
itu merupakan ungkapan keburukan dari dalam hatinya. Karenanya
manusia berkewajipan untuk mematahkan dan mengikis habis hal-
hal tersebut dari dalam hatinya. Hendaklah dia memohon
pertolongan kepada Allah S.W.T dengan cara berzikir kepadaNya.
Ibnu Ishaq77 berkata, bahwa ketika orang-orang kafir melihat para
sahabat baginda Nabi S.A.W melakukan hijrah, mereka berwaspada akan
kejadian tersebut, kerana mereka menyadari pada suatu saat para sahabat
akan datang memerangi mereka. Oleh karena itu, Maka orang-orang kafir
berkumpul di suatu tempat yang dikenal dengan Darun Nadwah. Tempat
berkumpulnya bani Qushai bin Kilab, dan ditempat ini pula semua keputusan
penting kafir Quraisy diputuskan, perkumpulan ini hanya mengizinkan lelaki
sejati yang berketurunan Quraisy yang boleh masuk serta harus berumur
minimal 40 tahun. Mereka selalu melakukan pertemuan rutin setiap hari
Sabtu yang diketuai oleh Abu Jahal. Maka dari itu, hari Sabtu dinyatakan
sebagai hari kedustaan dan tipu daya. Namun pada saat itu disamping orang-
orang kafir Quraisy, datang pula iblis yang menjelma menjadi seorang
syeikh yang mengaku sebagai utusan dari Najd. Syeikh, yang tak lain adalah
iblis itu, berdiri di depan pintu dengan mengambil sikap sebagai orang tua
yang penuh wibawa dengan memakai pakaian jubah sutera tebal yang
menjadi pakaian khas kebesaran pada saat itu. Mereka yang hadir di tempat
itu bertanya: “Tuan datang dari mana?” Dia menjawab: “Dari Najd, aku telah
mendengar agenda yang akan kalian bicarakan dalam pertemuan ini. Oleh
sebab itu aku hadir di tempat ini, untuk ikut serta mendengarkan apa yang
kalian musyawarahkan. Mungkin aku memiliki pendapat dan nasehat yang
berguna bagi rencana kalian itu.” Mereka lalu mempersilakannya masuk
bergabung bersama mereka, bermusyawarah untuk menyusun strategi dan
tipu daya dalam menghadapi baginda Nabi S.A.W. Pada saat itu pertemuan
dihadiri oleh seratus orang. Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang
hadir dalam pertemuan itu lima belas orang. Dalam pertemuan itu Abul
Bukhairi yang mati terbunuh dalam keadaan kafir di medan perang Badar-
mulai angkat bicara: “Tangkap dan penjarakan saja Muhammad di dalam
penjara besi dan tutup pintunya rapat-rapat, lalu kita biarkan sampai dia
ditimpa sesuatu sebagaimana yang menimpa para penyair sebelumnya”.
Syeikh yang mengaku dari Najd berkata: “Itu bukan pendapat yang baik,

77
Kitab “Sirah Nabawiyah” (94/2)

101
demi Allah S.W.T jika kalian memenjarakannya di dalam penjara besi, tentu
perintahnya akan keluar dari belakang pintu yang kalian kunci rapat-rapat
itu, lalu sampai kepada para sahabatnya. Sudah bisa dipastikan mereka akan
menyusun kekuatan, lalu menyerang dan menggempur kalian habis-habisan
lalu merebut kembali Muhammad dari tangan kalian. Kerananya ini bukan
suatu pendapat yang bagus, coba bagaimana pendapat yang lain?” al-Aswad
bin Rabi’ah bin Amr al-Amiri berkata: “Kita usir saja dia dari hadapan kita
dan kita buang jauh-jauh dari negeri kita ini, kita tidak usah ambil peduli
kemana dia pergi?” syeikh dari Najd yang terlaknat itu berkata: “Demi Allah
S.W.T, itu bukanlah suatu pendapat yang bijak. Tidakkah anda tahu akan
kebaikan budi pekertinya, kemanisan tutur katanya, kehebatan dalam
menarik simpati terhadap hati orang lain dengan misi yang dia emban itu.
Sungguh bila anda semua sepakat untuk mewujudkan pendapat ini, aku tidak
akan bisa hidup dengan tenang. Karena dia akan leluasa bertempat tinggal di
daerah-daerah Arab dan menundukkan setiap orang yang dia jumpainya
dengan keluhuran budi pekerti dan kemanisan tutur katanya. Dia akan
mendapatkan banyak simpati dan pengikut, sementara pengikut anda akan
terus semakin berkurang. Akhirnya dia dapat mengambil alih kekuasaan dari
tangan kalian dan bahkan menguasai lalu menjadi petinggi kalian. Coba
mungkin ada pendapat lain yang lebih baik dari pendapat ini.” Giliran Abu
Jahal angkat bicara: “Sesungguhnya aku memiliki pendapat yang belum
kalian sampaikan. Begini, aku berpendapat sebaiknya kalian semua memilih
dan menobatkan seorang pemuda dari setiap kabilah yang berketurunan
bangsawan serta dapat dipercaya untuk melakukan pembunuhan terhadap
Muhammad. Masing-masing dari pemuda itu kita berikan sebilah pedang
yang tajam. Kita perintahkan kepada mereka agar menyerang dan melakukan
pembunuhan kepada Muhammad secara serentak, hingga dia terbunuh.
Sementara kita akan bisa tenang dan terbebas dari tuduhan pembunuhan.
Karena pembunuhan atas Muhammad dilakukan oleh banyak kabilah. Bani
Abdi Manaf tidak akan mampu melakukan tuntutan dan memerangi seluruh
kabilah, karena denda atas pembunuhan itu mengenai banyak kabilah.
Silakan anda pikirkan dengan seksama pendapatku ini.” Orang Najd ‘alihi
la’natullah, berkata menanggapi pendapat ini: “Ini baru pendapat yang
cerdas, anda semua perlu pendukung dan menyepakatinya.” Akhirnya
mereka semua sepakat untuk membunuh baginda Muhammad S.A.W dan
selesailah perkumpulan tersebut dengan tugas dan pendapat tersebut.
Kemudian Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad S.A.W dan
berkata: “Wahai Muhammad, pada malam ini, engkau jangan tidur ditempat
tidur yang biasa”. Setelah malam tiba orang-orang kafir berdatangan
berkumpul di depan pintu rumah baginda Nabi S.A.W mereka melakukan
pengintaian menunggu sampai beliau benar-benar tidur, lalu melakukan
102
serangan secara serentak untuk membunuhnya. Dalam suasana yang begitu
kritis dan mencekam itu, beliau memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib
R.A agar tidur di tempat tidur beliau dengan memakai selimut hijau milik
beliau. Selimut ini yang biasa beliau pakai ketika shalat jum’at dan shalat
dua hari raya, sehingga benar-benar diketahui bahwa selimut ini adalah milik
Nabi S.A.W. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib R.A adalah orang
pertama yang menjual dirinya kepada Allah S.W.T, demi untuk
membentengi dan menjadi tameng hidup bagi keselamatan baginda
Rasulullah S.A.W. Dalam hal ini, Ali R.A mengungkapkannya di dalam bait-
bait syairnya sebagai berikut:
*‫ئ الثَّرى‬ َ ‫َفس خَي َر َمن َو ِط‬ ِ ‫* َوقَيتُ ِبن‬
*‫الحج ِر‬ ‫ب‬‫و‬
ِ ِ َ ِ َ ‫ق‬ ‫ي‬‫ت‬
ِ ‫ع‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ت‬ ِ ‫ي‬‫ب‬
َ ِ َ ‫ط‬
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ب‬ ‫اف‬ َ ‫*و َمن‬ َ
ُ
*‫َاف ان يَمك ُروابِ ِﮫ‬ َ َ
َ ‫سو ُل اِل ٍﮫ خ‬ ُ ‫*ر‬
َ
*‫طو ِل ا ِل لَ ِﮫ ِمنَ ال َمك ِر‬ َّ ‫*فَ َخ َّجاهُ ذُوال‬
ً
*‫آمنا‬ ِ ‫سو ُل هللاِ فِى الغ‬
ِ ‫َار‬ ُ ‫*وبَاتَ َر‬ َ
*‫* ُم َوقًّى َوفِى ِحف ِظ ا ِل لَ ِﮫ َوفِى ِست ٍر‬
*‫مونَنِى‬ ُ َّ ‫*وبِتُّ ا ُ َرا ِعي ِﮭم َو َما َيت‬ َ
َ َ‫طنتُ نَف ِس َعلَى القَتَ ِل َوال‬
*‫س ِر‬ َّ ‫*وقَد َو‬ َ
“Aku jadikan diriku sebagai benteng bagi orang terbaik yang
menginjakkan kaki di muka bumi, dan orang yang thawaf pada Ka’bah
rumah kuno dan Hijr Ismail.
Yaitu seorang RasulNya yang mengkhawatirkan akan terjadinya
tindakan makar atas dirinya, lalu Tuhan Yang Maha Memiliki keluasan
Anugerah menyelamatkannya dari tidakan makar. Rasulullah bermalam
di dalam gua dalam keadaan, terpelihara dan terjaga dalam lindunganNya.
Semalaman aku yang mengawasi, tetapi mereka belum juga datang
menghampiriku (untuk melaksanakan rencana pembunuhannya), sungguh
aku mengira sesungguhnya diriku akan menjadi sasaran pembunuhan dan
atau di sandera.”
Dalam suasana yang sangat mencekam lagi mendebarkan itu, baginda
Nabi S.A.W keluar dari rumah melalui pintu seperti biasa baginda Nabi
S.A.W keluar rumah, lewat di depan hidung orang-orang kafir yang sedang
mengepung rumah beliau. Semata-mata kerana perlindungan Allah S.W.T
kepada rasulNya, yang dengan kuasaNya mengambil dan mencabut
penglihatan mata mereka, sampai tak seorang pun dari mereka yang
menyadari bahwa baginda Nabi S.A.W yang lewat dihadapan mereka. Nabi
S.A.W menaburkan debu yang beliau genggam, di atas kepala mereka,
sambil membacakan firman Allah S.W.T: ‫ ﭽ ﭬ ﭭ ﭼ‬sampai pada ayat yang
berbunyi: ‫ ﭽ… ﮡ ﭨ ﭩ ﮤ ﮥ ﭼ‬Kemudian baginda Nabi S.A.W berlalu pergi.
Selepas keberangkatan baginda Nabi S.A.W dari rumah, datanglah
seorang yang tidak ikut mengepung rumah beliau dan berkata kepada orang-
103
orang kafir yang sedang menunggu dan mengintai Nabi S.A.W: “Apa yang
kalian tunggu di sini?” Mereka menjawab: “Muhammad.” Dia berkata:
“Sungguh Allah S.W.T telah membuat kalian semua kecewa. Muhammad
telah pergi demi hajatnya, dengan menaburkan debu di atas kepala kalian
semua, cuba perhatikan apa yang terjadi pada kepala kalian?” Maka setiap
orang meletakkan tangan di atas kepalanya dan ternyata memang benar di
atas kepala mereka terdapat debu. Kemudian mereka mengintip ke dalam
rumah dan melihat Ali bin Abi Thalib R.A yang berada di tempat tidur
Rasulullah S.A.W dan mengenakan selimut baginda Nabi S.A.W. Lalu
ketika mereka mulai menyadari kejadian tersebut, satu dengan yang lainnya
pun berujar: “Demi Allah S.W.T, dia adalah Muhammad yang memakai
selimutnya.” Mereka terus berkata begitu satu sama lain, sampai pagi hari
pun tiba. Setelah Ali R.A bangun dari tempat tidur beliau, mereka berkata:
“Sungguh benar orang yang telah menyampaikan maklumat tadi kepada
kita”. Mengenai peristiwa ini, Allah S.W.T berfirman:
‫ﮗ …ﭨ ﭼ‬ ‫ﭽﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ‬
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir Quraisy, memikirkan daya
upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau
membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah
S.W.T menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah S.W.T sebaik-baik pembalas
tipu daya.” (al-Anfal: 30).
Seorang penyair menyatakan:
“Janganlah sekali-kali anda mengeluh, karena setelah kesulitan tentu ada
kemudahan, segala sesuatu memiliki takar waktu dan ketentuan takdir.
Bagi kita hanyalah sebatas sebagai perencana dan penyusun, karena di atas
perencanaan kita berlakulah garis kuasa yang telah digariskan Allah
S.W.T.”
Kemudian Allah S.W.T mengizinkan Nabi Muhammad S.A.W untuk
berhijrah. Ibnu Abbas berkata, mengenai firman Allah S.W.T:
‫ﭽﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﭼ‬
“Dan katakanlah: Ya Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara yang
baik dan keluarkanlah aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepadaku
dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (al-Isra’: 80)
Menurut riwayat yang disampaikan Ibnu Abbas R.A, disampaikan
bahwa malaikat Jibril memerintahkan kepada baginda Nabi S.A.W agar
mengajak Abu Bakar R.A agar menemani beliau berhijrah.
Hakim meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib R.A, bahwa Nabi
S.A.W berkata kepada malaikat Jibril: 78 ‫من يﮭاجر مــعى؟‬

78
Daif: riwayat imam Hakim dalam “al-Mustadrak” (6/3) dari riwayat Abi al-Bakhtari dari
Ali, dan mengatakan: bahwa hadis ini sahih secara matan dan sanad, kerana tidak
104
“Siapa orang yang menemani aku berhijrah.:” Jibril menjawab: “Abu Bakar
al-Shiddiq. Kemudian Rasulullah S.A.W memberitahukan kepada Ali bin
Thalib R.A mengenai rencana hijrah beliau itu, dan memerintahkan kepada
Ali bin Abi Thalib R.A agar menggantikan posisi beliau menyelesaikan
persoalan harta yang dititipkan kepada baginda Nabi S.A.W.
Imam Thabrani meriwayatkan hadis Asma’, sesungguhnya Asma’
menyatakan bahwa baginda Nabi S.A.W ketika masih tinggal di Makkah,
beliau datang kepada kami dua kali sehari, pagi dan sore. Tetapi ketika
terjadi peristiwa penting (menjelang hijrah) beliau datang pada tengah hari,
tidak seperti biasanya. Aku (Asma’) berkata: “Wahai ayah, itu beliau
Rasulullah S.A.W datang kemari sambil menutupi kepalanya, beliau datang
pada saat, tidak sebagaimana waktu beliau biasa datang kemari.” Abu Bakar
berkata: : “Demi Ayah dan ibuku, aku bersedia menjadikan diriku sebagai
tebusan buat beliau. Tidak ada sesuatu yang mendorong beliau datang
kemari buat beliau. Tidak ada sesuatu yang mendorong beliau datang kemari
pada saat-saat seperti ini, kecuali tentu ada urusan yang sangat penting”. 79
Aisyah R.A berkata: “Rasulullah S.A.W datang kepada kami dan
meminta izin untuk masuk, lalu Abu Bakar menyambut kedatangan beliau
dan mempersilakannya masuk ke dalam rumah. Setelah mempersiapkan
tempat duduk, dia mempersilakan beliau duduk, dan beliau pun duduk lalu
bersabda: “Aku akan pergi dari sisi Anda (berhijrah).” Abu Bakar menjawab:
“Aku harus menyertai baginda, tapi bagaimana dengan kedua putriku, Asma’
dan Aisyah. Menurut riwayat lain Abu Bakar R.A berkata: “Bagaimana
menurut beliau tentang kedua putriku?” baginda Nabi S.A.W bersabda:
“Sesungguhnya Allah S.W.T telah mengizinkan aku untuk pergi berhijrah.”
Abu Bakar R.A berkata: “Demi ayah dan ibuku, bukankah aku harus
menyertai baginda Rasulullah S.A.W pergi berhijrah?” Beliau bersabda:
“Ya.” Aisyah R.A berkata: “Saya melihat ayah menangis, dan saya mengira
bahwa pada saat-saat seperti ini, tak seorang pun yang menangis karena
gembira.” Abu Bakar R.A berkata: “Demi ayah dan ibuku, silahkan baginda

diasingkan oleh imam Bukhari dan Muslim, imam al-Dilimi menuliskannya juga dalam
musnadnya “al-Firdaus” (1631).
79
Sahih: riwayat imam Thabrani dari cerita Asma R.A, juz 24/hal. 182, dan diulang kembali
oleh imam al-Haisimi dalam kitab “Majma’” (54/6) lalu berkata: riwayat imam Thabrani,
yang didalamnya terdapat perawi Ya’qub bin Hamid bin Kasib, yang telah diyakinkan oleh
Ibnu Hibban dan lainnya, dimana Abu Hatim dan yang lain mendaifkannya, namun secara
menyeluruh para perawi didalam hadis ini adalah sahih.

Pentahkik menyebutkan: hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhari (3692) dan imam
lainnya, diambil dari hadis Aishah R.A

105
ambil dua kendaraanku ini.” Beliau bersabda: “Tidak, tetapi dengan
harganya.” Dalam riwayat yang lain, beliau bersabda: “Dengan harganya bila
anda menghendaki.” Baginda Nabi S.A.W mengambil harganya, tidak lain
hanya dimaksudkan agar hijrah yang beliau lakukan kepada Allah S.W.T itu
dengan diri dan hartanya. Demi kecintaan dalam memenuhi perintah Allah
S.W.T untuk berhijrah, lalu meraih kesempurnaan dalam keutamaan
berhijrah kepada Allah S.W.T.
Aisyah R.A berkata: “Kami mempersiapkan bekal buat mereka
berdua, secepat mungkin. Kami membuat suatu makanan kesukaan beliau,
lalu kami masukan ke dalam suatu kantong dari kulit”. Al-Waqidi
menambahkan dalam suatu riwayat, bahwa perbekalan yang berada dalam
kantong kulit itu adalah daging kambing yang telah dimasak”. Aisyah R.A
berkata: “Lalu Asma, memotong sebagian dari stagennya untuk mengikat
mulut kantong itu.” Karena itu Asma’ R.A dikenal dengan sebutan nama
Dzatun Nithaqaini (wanita yang memiliki dua nithaq yaitu suatu alat yang
dipakai untuk ikat pinggang). Aisyah R.A berkata: “Kemudian Rasulullah
S.A.W berangkat bersama Abu Bakar menuju gua Tsur dan tinggal di dalam
gua itu selama tiga malam”. Tsur adalah sebuah gunung di Makkah, yang
ditemukan oleh Tsur bin Mannah, sehingga dia dikenal dengan sebutan gua
Tsur. Diriwayatkan bahwa Nabi S.A.W dan Abu Bakar R.A keluar melalui
pintu kecil dibelakang rumah Abu Bakar R.A pada waktu malam, menuju ke
gua.
Diriwayatkan, sesungguhnya Abu Jahal berpapasan dengan baginda
Nabi S.A.W dan Abu Bakar R.A, tetapi Allah S.W.T membutakan
penglihatan matanya, sampai keduanya berlalu. Asma’ binti Abu Bakar R.A
berkata: “Abu Bakar pergi berhijrah dengan membawa hartanya sebanyak
lima ribu dirham”.
Kaum kafir Quraisy kehilangan jejak beliau, mereka mencari beliau
keseluruh penjuru Makkah, di daerah perbukitan dan lembah-lembahnya,
namun tiada menjumpainya. Maka mereka meminta juru pelacak pergi
menyebar ke seluruh arah untuk memburu dan mencari jejak beliau. Ada
yang pergi ke arah gua Tsur, yang pergi ke arah ini menemukan jejak, lalu
terus dirunut. Tetapi tiba-tiba jejak kaki itu hilang ketika mendekati gua
Tsur. Kaum kafir Quraisy merasa kecewa dan marah besar dengan kepergian
beliau yang tidak diketahui jejaknya itu, maka mereka membuat sayembara
dengan hadiah seratus unta, bagi yang dapat menemukan dan
mengembalikan Muhammad.
Diriwayatkan, bahwa setelah baginda Nabi S.A.W dan Abu Bakar
masuk ke dalam gua, Allah S.W.T menumbuhkan pohon ra’ah di pintu gua,
yaitu sejenis pohon yang dikenal dengan umi ghailan. Pohon inilah yang
menghalangi penglihatan orang-orang kafir untuk dapat menembus ke dalam
106
gua. Dan Allah S.W.T memerintahkan pada laba-laba untuk memintal rumah
di mulut gua dan mengutus dua burung merpati liar singgah di dekat pintu
gua. Semua itu, ternyata sangat ampuh untuk memperdayakan dan mengecoh
kaum kafir Quraisy, sehingga mereka tidak mengetahui beliau, sekalipun
beliau sesungguhnya berada di dalam gua yang terpampang di depan
hidungnya. Sesungguhnya burung-burung merpati Tanah Haram, adalah
keturunan dari dua burung merpati tersebut, Allah S.W.T berfirman akan hal
ini: ‫ ﭽ ﯡ ﯢ ﯣ ﭼ‬maka kitapun dilarang untuk menggangunya.
Para pemuda kafir Quraisy dari setiap keturunan datang mendekati
gua, sambil membawa senjata dan pedang yang bergelantungan
dipinggangnya. Setelah sampai di depan pintu gua, ada yang memperhatikan
dan mencurigai gua itu, tetapi kecurigaan itu sirna karena melihat dua burung
merpati liar yang sedang asyik bercengkrama di depan mulut gua. 80 Lalu
kembali lagi ke teman-temannya. Mereka bertanya: “Bagaimana apa yang
anda ketahui?” Dia menjawab: “Saya melihat dua burung merpati liar berada
di depan mulut gua itu, maka aku berkesimpulan berarti di dalam gua itu
tidak mungkin ada orangnya. Baginda Nabi S.A.W mendengar jelas apa
yang dikatakan oleh pemuda itu kepada temannya. Sehingga jelaslah bagi
baginda Nabi S.A.W bahwa Allah S.W.T benar-benar melindunginya.
Sementara yang lain ada yang berkata: “Masuklah ke dalam gua.” Umaiyah
bin Khalaf berkata: “untuk keperluan apa engkau masuk kedalam gua,
tidakkah anda lihat bahwa di mulut gua itu terdapat laba-laba yang
bertengger di rumahnya, dia lebih tua dari kelahiran Muhammad. Seandainya
Muhammad masuk ke dalam gua itu, tentu rumah laba-laba itu menjadi
berantakan dan telurnya pecah. Strategi ini, ternyata lebih ampuh daripada
menghadapi mereka dengan dimedan peperangan.
Renungkanlah, bagaimana sebuah pohon melindungi seorang yang
menjadi target pembunuhan lalu mengecoh orang yang hendak
membunuhnya. Hanya dengan Laba-laba yang datang seketika memintal
rumahnya dan menutup pintu gua yang menghalangi penglihatan para
pembunuh bayaran tersebut. Sungguh semua itu membuktikan atas
kemuliaan baginda Nabi S.A.W. Betapa indahnya perkataan seorang penyair,
Ibnu Naqib berikut ini:
*‫س َجت َح ِري ًرا‬ َ َ‫*ود ُودُالقُ ِزاِن ن‬َ
*‫سﮫُ فِى ُك ِل شَي ٍئ‬ ُ ‫*بُ َح َّم ُل لَب‬
*‫*فَا َِّن ال َعن َكبُوتَ ا َ َج ُّل ِمن َﮭا‬
*‫س َجت َعلَى َرأ ِس ابنَّبِ ِى‬ َ َ‫*بِ َما ن‬

80
Pentahkik menyebutkan: walaupun kisah laba-laba dan merpati ini sangatlah popular,
namun ianya belum bisa dipastikan secara benar, maka berwaspadalah.

107
“Bila ulat sutera memintal benang sutera, maka benang sutera itu sangatlah
indah dipakaikan pada segala sesuatu.
Tetapi sesungguhnya laba-laba lebih mulia daripadanya, sebab dia telah
memintal rumahnya di (mulut gua) di atas kepala Nabi.”
Imam Bukhari dan Muslim R.A meriwayatkan dari Anas R.A, dia
berkata: “Abu Bakar telah bercerita kepadaku, dia berkata: “Saya berkata
kepada Nabi S.A.W ketika kami berdua berada di dalam gua, seandainya
salah seorang dari mereka melihat kaki kita yang terjulur, apa jadinya kita
wahai baginda Nabi S.A.W? baginda Nabi S.A.W bersabda kepada Abu
Bakar: ‫ظنُّكَ بِإ ِثنَي ِن هللا ُ ث َا ِلث ُ ُﮭ َما‬
َ ‫“ َما‬Bagaimana menurut perasangkamu anda
tentang dua orang, sementara yang ketiganya adalah Allah S.W.T?” 81
Sebagian ulama menyebutkan bahwa ketika Abu Bakar berkata
mengenai hal tersebut kepada Nabi S.A.W, beliau bersabda: “Seandainya
mereka datang kepada kita dari sana, tentu kita akan pergi dari arah sana”.
Lalu Abu Bakar melihat dari sisi lain gua itu, terdapat pintu gua yang terbuka
menganga. Tiba-tiba terlihat olehnya, lautan yang bertemu dengan mulut gua
itu, dan ada sebuah perahu yang terikat di sisinya.
Diriwayatkan dari Hasan Bashri, sesungguhnya pada malam ketika
Abu Bakar berangkat bersama Rasulullah S.A.W menuju ke gua, ada
kalanya beliau berjalan di muka baginda Nabi S.A.W dan sesaat lagi, beliau
berjalan di belakang beliau.
Ketika baginda Nabi S.A.W bertanya kepadanya tentang hal itu, beliau
menjawab: “Pada saat aku menyadari bahwa seharusnya aku yang bertindak
mencari jalan, maka aku harus berjalan di depan anda, namun ketika aku
menyadari seharusnya aku bertindak sebagai orang yang melakukan
pengawasan terhadap bahaya yang mungkin datang, maka aku harus berjalan
dibelakang Anda.” Beliau bersabda:
‫شـيئ أ َحبَبتَ أ َن ت َقت ُ َل دُونِى ؟‬
َ َ‫لَو َكان‬
“Seandainya terjadi sesuatu, apakah anda lebih senang terbunuh lebih
dahulu, demi untuk melindungi aku” beliau menjawab : “Ya benar.”
Ketika mereka berdua sampai di gua, Abu Bakar R.A berkata; “Demi
Tuhan yang mengutus Anda dengan kebenaran, wahai Rasulullah tunggulah
sebentar, biarkan aku membersihkan gua ini terlebih dahulu untuk Anda”.
Abu Bakar R.A membersihkan gua itu, dia meraba-raba dengan tangannya
ketika menemukan batu yang menonjol, dia mengoyak pakaiannya untuk
menutupi batu itu. Setiap kali tangannya merasakan ada tonjolan batu yang
agak tajam, beliau mengoyak pakaiannya untuk menutupi batu itu, begitu
81
Riwayat imam Bukhari dalam kitab “Fadhail Ashab Nabi S.A.W” (3653), imam Muslim
dalam kitab “Fadhail al-Sahabah R.A” (2381), imam Tirmizi (3096) dan Ibnu Hibban dalam
sahihnya (6869)

108
seterusnya, sampai pakaiannya habis. Selebihnya yang belum tertutupi kain
bajunya dia tutupi dengan tumitnya, agar tidak terkena dan menyakitkan
baginda Nabi S.A.W. Lalu Rasulullah S.A.W, masuk ke dalam gua, beliau
merebahkan kepalanya yang mulia di pangkuan Abu Bakar R.A hingga
tertidur. Abu Bakar R.A merasakan telapak kakinya tertancap batu yang
beliau lapisi dengan kakinya itu. Namun tiada beliau tidak bergerak atau
merasakan kesakitan, agar baginda Nabi S.A.W tidak terbangun dari
tidurnya. Tiba-tiba tanpa disadari air matanya menetes mengenai pipi
Rasulullah S.A.W. Lalu beliau bertanya: ‫“ َما لَكَ َيا أ َ َبا َبكر‬Apa yang sedang
terjadi pada diri Anda, hai Abu Bakar?” beliau berkata: “Demi ayah dan
ibuku, aku telah bersumpah untuk menjadikan diriku sebagai tebusan bagi
Anda, kakiku telah tertancap pada tonjolan batu yang tajam. Lalu Rasulullah,
mengusap dengan airludahnya pada kaki Abu Bakar yang terluka, dan
seketika menjadi sembuh. 82 Betapa indahnya ungkapan Hasan bin Tsabit
R.A dalam syair berikut ini:
“Orang kedua dari dua orang yang berada di dalam gua, musuh
yang melakukan pemeriksaan benar-benar telah mengitari di
sekelilingnya, sementara mereka berada di dalam gua.
Kecintaannya kepada Rasulullah yang dalam telah tedengar dimana-
mana, yang tidak dapat digantikan oleh makhluk mana pun”
Nabi S.A.W, berangkat pergi meninggalkan Makkah pada hari
Kamis, dan keluar dari gua pada malam Senin, beliau berada di dalam gua
selama tiga hari. Hal itu terjadi pada permulaan bulan Rabi’ul Awwal. Dan
beliau masuk kota Madinah pada hari Jum’at, setelah menghabiskan dua
belas malam dari keberangkatannya.
Diceritakan, sesungguhnya ada seorang zuhud bernama Zakaria yang
menderita sakit keras. Ketika benar-benar telah dekat dengan ajalnya,
datanglah temannya mendampingi dirinya yang sedang dalam sakaratul
maut itu. Sang teman mengajarinya kalimat tauhid, laa ilaaha illallaah
muhammadur rasulullah. Tetapi orang zuhud itu, justru memalingkan
wajahnya dan tidak mengucapkan kalimat tauhid yang dituntunkan oleh

82
Mursal: riwayat imam Hakim (7/3) (4268), lalu mengatakan: pada masa Umar R.A para
sahabat yang masih hidup lebih mengutamakan keistimewaan Umar R.A dibandingkan Abu
Bakar R.A, dan berkata: kabar ini sampai kepada Umar R.A, lalu beliaupun menceritakan
beberapa kisah bersama baginda Rasulullah S.A.W, namun tiada ditemukan kisah ludah
baginda Nabi S.A.W bersama Abu Bakar R.A. Imam Hakim mengatakan: hadis ini sahih
dengan syarat dari Bukhari dan Muslim sendainya ia menjadi hadis mursal, kerana Bukhari
dan Muslim tidak mengasingkan hadis ini, imam al-Zahabi berkata: sahih mursal.

Pentahkik menyebutkan: perkara ini seperti yang disampaikan imam al-Zahabi, wallahu
a’lam. Imam Ibnu Sirin tiada mengetahui riwayat tentang kisah Umar R.A

109
temannya itu. Sang teman mengajari yang kedua kali, dan dia pun berpaling.
Lalu dia mengajarinya untuk yang ketiga kali, dan dia berkata: “Saya tidak
akan mengatakannya”. Lalu tak sadarkan diri. Setelah beberapa saat, orang
zuhud itu mulai sadar dan membuka kedua matanya, dia berkata: “Apakah
engkau telah mengajarkan sesuatu kepadaku?” Mereka menjawab: “Ya, kami
telah mengajari dan menuntunmu mengucapkan kalimat syahadat tiga kali.
Dua kali Anda memalingkan muka dari kami dan yang ketiga kalinya Anda
berkata: “Saya tidak akan mengucapkannya.” dia (orang Zuhud yang sakit)
berkata: “Sesungguhnya telah datang kepadaku iblis terlaknat dengan
membawa mangkuk berisi air, dia berhenti di sisi kananku, sambil
menggerak-gerakkan mangkuk itu ia berkata: “Apakah Anda membutuhkan
air” Aku mejawabnya: “Ya.” Dia berkata lagi: “Katakan Isa adalah putra
Allah S.W.T.” Maka aku berpaling darinya. Kemudian dia datang dari arah
kakiku, dan berkata kepada sebagaimana tersebut, aku pun berpaling lagi
darinya. Ketika dia berkata yang demikian itu ketiga kalinya kepadaku, aku
berkata: “Saya tidak akan mengucapkannya.” Maka mangkuk yang
dibawanya itu terjatuh ke tanah, lalu dia memalingkan diri pergi berlari.
Sesungguhnya aku menolak tawaran iblis itu, bukan yang kalian ajarkan
kepadaku. Aku tetap berkata: “Asyhadu an laa ilaaha illallaah wa asyhadu
anna muhammadar rasulullaah.”
Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, dia berkata:
bahwa sebagian orang-orang berdoa kepada Tuhannya, agar diberikan
kemampuan untuk melihat tempat syaitan bersarang di dalam hati zuriat
Adam. Maka dikabulkanlah permintaannya yaitu melihat di dalam tidurnya,
jasad seorang laki-laki yang tembus pandang, laksana sebuah kristal yang di
dalamnya dapat terlihat dari luar. Dia melihat syaitan dalam bentuk seperti
katak bertengger di atas bahu kirinya persis di depan kupingnya. Setan itu
memiliki belalai kecil yang panjang. Dari bahu kiri tempat ia bertengger itu,
ia memasukkan belalainya menjulur dan merasuki ke dalam hati orang laki-
laki itu untuk menggodanya, dan jika orang itu berzikir kepada Allah S.W.T
maka ia pun mundur ke belakang.
Ya Allah S.W.T, janganlah Engkau beri kesempatan pada syaitan
yang terlaknat untuk dapat menguasai kami begitu pula dengan orang-orang
yang dengki. Tolonglah kami untuk senantiasa berzikir dan bersyukur
kepadaMu, berkat kemuliaan seorang Nabi dan RasulMu yang terakhir,
sebagai penutup para nabi.

17. ANTARA AMANAT DAN TAUBAT

Diriwayatkan dari Muhammad bin al-Munkadir, dia berkata,


sesungguhnya aku mendengar ayahku berkata: “Ketika Sufyan At-Tsauri
110
sedang melakukan thawaf, tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki yang tidak
mengangkat tangan dan tidak pula meletakkan telapak kakinya, melainkan
dia bershalawat kepada Nabi S.A.W. Sufyan berkata: “Lalu aku bertanya
kepadanya: ‘Wahai tuan, mengapa Anda tidak membaca shalawat tidak pula
membaca tahlil? Engkau hanya terus menerus membaca shalawat atas Nabi
Muhammad S.A.W. Apakah telah terjadi sesuatu kepadamu, sehingga
engkau melakukan yang demikian itu?’ Dia kembali bertanya: ‘Siapakah
tuan?’ Aku menjawab: ‘Aku Sufyan At-Tsauri.’ Dia berkata: ‘Seandainya
engkau bukan orang zuhud yang hidup di suatu zaman di antara generasimu,
tentu aku tidak akan memberitahukan mengenai keadaanku ini dan tidak pula
aku akan membuka rahasiaku ini kepada Anda.’ Selanjutnya dia berkata:
‘Aku adalah orang yang berangkat pergi haji bersama ayahku ke Baitullah
al-Haram ketika kami sampai di suatu tempat, ayahku jatuh sakit. Aku
merawatnya dengan baik, hingga akhirnya ayahku tak tertolong dan mati.
Aku melihat wajah ayahku menjadi hitam, aku berkata innaa lillaahi wa
innaa ilahi raji’uun. Aku tutupi wajah ayahku, tiba-tiba aku terkantuk dan
tertidur dalam keadaan bersedih hati. Dalam tidur itu, aku melihat seorang
laki-laki yang wajahnya sangat indah yang belum pernah aku jumpai wajah
yang seindah wajahnya, kesucian dan kerapian pakaiannya, keharuman
aromanya sangat luar biasa terpancar menyebar. Dia berjalan setapak demi
setapak hingga mendekati ayahku, lalu dia membuka kain penutup wajah
ayahku dan mengusap wajah ayahku dengan tangannya yang mulia. Seketika
wajah ayahku berubah menjadi putih bersinar. Setelah itu dia kembali pergi.
Secepat kilat aku raih dan kupegang bajunya, seraya bertanya: “Wahai
hamba Allah S.W.T, siapakah Anda? Maha Suci Allah S.W.T yang telah
memberikan anugerah kepada ayahku dengan kedatangan dan pertolongan
Anda di tempat yang asing ini. Dia menjawab:
ً ‫ أ َ َّما ِإن َوا ِلدُكَ َكانَ ُمس ِرفا‬،‫ب القُرأ ِن‬
ُ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ ِ‫عبدُهللا‬ َ ‫أ َو َما ت َع ِرفُنِي أ َنَا ُم َح َّمد بِن‬
‫غيَّاث ِل َمن‬َ ‫َاث بِى َوأَنَا‬َ ‫ فَلَ َّما نَزَ َل بِ ِﮫ نَزَ َل إستِغ‬،‫ي‬ َ ‫ َولَ ِكن َكانَ يُكثِ ُر ال‬،‫علَى نَف ِس ِﮫ‬
َّ ‫صالَة َ عل‬ َ
َّ َ‫عل‬
‫ي‬ َ َ ‫ص َالة‬َ ‫أَكث َ ُر ال‬
“Tidakkah Anda mengenali aku, aku adalah Muhammad bin
Abdullah, seorang Rasul pembawa al-Qur’an. Ayah Anda adalah orang
melampaui sesuatu yang sesuai terhadap dirinya sendiri. Tetapi dia adalah
orang yang banyak bershalawat kepadaku. Ketika dia mengalami peristiwa
yang menimpa dirinya, dia meminta tolong kepadaku, sedangkan aku adalah
orang yang banyak memberikan pertolongan kepada orang yang
memperbanyak bacaan shalawat kepadaku”. Setelah itu, aku terjaga dari
tidurku, pandangan mataku langsung menatap wajah ayahku ang benar-benar
telah berubah menjadi putih berseri-seri.”
Diriwayatkan dari Amr bin Dinar, dari Abi Ja’fat, dari baginda Nabi
S.A.W, beliau bersabda:
111
83 َ ‫طاَء‬
‫ط ِريقَ ال َجنَّ ِة‬ َ ‫ي فَقَد اَخ‬
َّ َ‫ص َالة َ َعل‬
َّ ‫ِى ال‬
َ ‫َمن نَس‬
83
Sahih secara kesaksian: riwayat imam Ibnu Majah (908)

Imam al-Busairi mengatakan dalam kitab “al-Zawaid”: isnad yang terdapat dalam hadis ini
adalah daif adanya, kerana kerana keberadaan perawinya yaitu Jabbarah.

Imam al-Munziri mengatakan dalam kitab “al-Targhib wa al-Tarhib” dan mengatakan:


hadis ini diriwayatkan Ibnu Majah dan Thabrani dari Jabbarah bin al-Mughlis, yang mana
sering kali terjadi pengingkaran dari hadis yang diriwayatkan oleh Jabbarah, dan hadis ini
adalah salah satunya.

Imam al-Kanani dalam kitab “al-Misbah fi al-Zujajah” (334) mengatakan: isnad hadis ini
daif disebabkan kedaifan yang dimiliki salah seorang dari perawinya yaitu Jabbarah bin al-
Muglis, dan imam Thabrani meriwayatkannya melalui Jabbarah, dimana dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan Abi Hurairah terdapat seorang saksi akan hadis ini, begitu juga
diriwayatkan oleh imam Baihaqi dalam musnadnya.

Imam ibnu Hajar menyebutkan dalam kitab “al-Fath”: ‫ي‬ َّ ‫عل‬ َ ُ‫ َمن ذُكِرتُ عِندَهُ َف َلم ي‬hadis ini
َ ‫صلِى‬
dikeluarkan oleh imam Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Hakim, Ismail al-Qadi, dalam hal
ini dengan banyaknya para perawi hadis ini menunjukkan akan perselisihan yang
ditimbulkan dari hadis ini, serta keterangan perselisihan hadis dari Ali bin Abi Thalib dan
Husein bin Ali anaknya yang mana hadis yang diriwayatkan dari Ali maupun Husein belum
mencapai predikat hasan, yang diantaranya dalah hadis yang berbunyi ‫ي‬ َّ َ‫عل‬
َ َ ‫صالَة‬
َ ‫ِي ال‬
َ ‫َمن نَس‬
‫ط ِريق ِإلَى ال َجنَّة‬َ ‫ئ‬ ‫خ‬
َ ِ‫َط‬ dimana hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan
Baihaqi dalam kitab “Sa’ab” dari hadis yang diriwayatkan Abi Huraira, ibnu Abi Hatim dari
hadis Jabir dan Thabrani dari hadis Husein bin Ali bin Abi Thalib, dimana cara ini akan
memperkuat secara satu persatu, begitu pula dengan hadis yang yang berbunyi
‫لي‬
َ ‫ع‬ َ ‫صلِى‬ َ ُ‫ ُرغ َم اَنفِ رجل َمن ذُكِرتُ عِندَهُ فَلَم ي‬yang dikeluarkan oleh imam Tirmizi dari hadis Abi
Huraira dengan lafaz: ُ‫َار فَأَبعَدَهُ هللا‬ َ ‫لي فَ َماتَ َفدَ َخ َل الن‬
َ ‫ع‬ َ ُ‫ َمن ذُكِرتُ عِندَهُ فَلَم ي‬dan mereka memiliki
َ ‫صلِى‬
para saksi yang dibenarkan oleh imam al-Hakim seperti halnya juga saksi dari hadis Abi Zar
dari hadis riwayat Thabrani, dan yang terakhir adalah dari Anas selanjutnya Ibnu Abi
Syaibah yang dimursalkan dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib, selanjutnya adalah Said bin
Mansur yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dari hadis yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah
dan dari hadis Malik bin al-Hauris …

Imam al-Manawi menyebutkan dalam “faid al-Qadir” (232/6): penulis kitab ini
menunjukkan pujian akan kebaikannya, tidak seperti yang dia katakan…ibnu majah,: hadis
ini dengan isnadnya yang daif hal ini disebabkan riwayatnya yang daif: dengan keberadaan
Jabbarah bin al-Mughlis, Jabir bin Yazid, imam al-Munziri: daif dan Jabbarah memiliki
beberapa hal yang ingkar dengan hadis, dalam kitab “al-Mizan”: dari Ibnu Mu’in: Pendusta,
dari Ibnu Namir: Membuat-buat hadis hadis, dan tiada ku ketahui, sesiapa saja yang
mengingkari riwayat ini. Kemudian beliau mengatakan: hadis daif, namun dikuatkan
kembali oleh hadis yang diriwayatkan dari imam Thabrani dari Hasan dari Ali bin Abi
Thalib yang termarfu’: َ‫ط ِريقَﮫُ ِا َلى ال َجنَّة‬
َ ‫ئ‬ َ ‫صالَة َ َخ‬
َ ‫ط‬ َ ‫ئ ال‬ َ ‫َمن ذُكِرتُ عِندَهُ فَ َخ‬
َ ‫ط‬
Imam Albani kemudian mengulangnya kembali dalam pengurutan hadis-hadis sahih (2337),
dan mengatakan: akan tetapi hadis ini sahih, kerana sudah diriwayatkan dari Ibnu Abbas
112
“Barangsiapa yang lalai bershalawat kepadaku, sungguh dia telah
salah jalan (tersesat) menuju surga.”
Ketahuilah, bahwa lafal al-amanah diambil dari kata al-amnu.
Karenanya orang yang memegang teguh amanah, menjadi aman dan selamat
dari tindakan memperdayakan sebuah kebenaran (al-haq). Kebalikan dari
kata al-amanah ialah al-khiyanah dari kata al-khaunu, yaitu an-naqshu
(kekurangan). Karenanya jika Anda mengkhianati seseorang dalam satuh hal,
maka Anda telah memasukkan kekurangan padanya.
Rasulullah S.A.W, bersabda:
ِ َّ‫الخيَانَةُ فِى الن‬
‫ار‬ ِ ‫اَل َمك ُر َوال َخدِيعَةُ َو‬
84

yang dikuatkan oleh Ibnu Majah, dan Husain bin Ali dikuatkan dari Thabrani, yang anaknya
adalah Muhammad bin al-Husain Abi Ja’far al-Baqir yang termursalkan terhadap Isma’il al-
Qadhi didalam bab “fadhl al-shalah ala al-nabi” (41-44) setelah ditahkik olehku, walaupun
sebenarnya ia sendiri belum dipastikan kelemahan hadisnya namun hadis ini saling
menguatkan diantara para perawinya, apalagi dengan status mursal yang ia adalah sahih
seperti yang diterangkan didalamnya.
84
Hasan secara Kesaksian: riwayat Imam Hakin dalam “al-Mustadrak”, kemudian diulang
kembali oleh imam al-Haisimi dalam “Majma’ al-Zawaid” (102/1), dan mengatakan:
riwayat imam al-Bazar yang di dalamnya terdapat Ubaidillah bin Abi Hamid yang
bersepakat akan kedaifan hadis, imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa al-Tarhib” (359/2)
(2721) dari hadis Ibnu Mas’ud, kemudian mengatakan: riwayat imam Thabrabi dalam “al-
Kabir wa al-Saghir” dengan sanad Jayid bin Hibban dalam sahihnya, serta riwayat Abu
Daud dalam murasilnya dari Hasan yang mursal dan diringkas: ‫ار‬
ِ ‫ال َمك ُر َوال َخدِيعَ ِة َوالخِ يَا َن ِة فِى الن‬
Kemudian al-Jahiz Ibnu Hajar mengatakan dalam “al-Fath”: bahwa hadis khadi’ah fi al-nar
kami riwayatkan dari Ibnu ‘Iddi dari hadis Qais bin Sa’ad bin Ibadah, dan mengatakan:
seandainya aku yang mendengar bahwa baginda Nabi S.A.W mengatakan:

ِ ‫َار لَ ُكنتُ مِ ن اَمك َِر الن‬


‫َاس‬ ِ ‫ ال َمك ُر َوال َخدِي َع ِة فِى الن‬dimana sanad yang terdapat di dalamnya tiada
terdapat apa-apa yang dikeluarkan oleh imam Thabrani dalam “al-Saghir” dari hadis Ibnu
Mas’ud dan Hakim dalam “al-mustadrak” dari hadis Anas dan Ishaq bin Rohawiya dalam
musnadnya yang berasal dari hadis imam Abi Hurairah, dimana hadis ini disetiap isnad yang
ada terdapat pembicaraan atau tanggapan namun secara keseluruhan bahwa matan yang ada
pada hadis ini menunjukkan kepada keaslian isi, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu al-
Mubarak dalam “al-Bar wa al-Shilah” dari Auf dari Hasan yang mengatakan: telah sampai
riwayat ini kepadaku dari baginda Rasulullah S.A.W seperti halnya aku menyampaikannya.

Kemudian dalam tanggapan “al-Taghliq”: bahwa hadis ‫َار‬ ِ ‫ ال َخدِيعَ ِة فِى الن‬diriwayatkan dari
baginda Rasulullah dari Qais bin Sa’ad bin Ibadah lalu Abu Huraira, Ibnu Mas’ud dan Anas,
sedangkan hadis Qais bin Sa’ad, Ibnu ‘Iddi mengatakan dalam “al-Kamil”: aku, Abu al-Ala
al-Kufi, dari Hisham bin ‘Ammar, dari al-Jarrah bin Malih al-Bahrani, dari Rafi’ dari Qais
bin Sa’ad mengatakan seandainya aku mendengar baginda Nabi S.A.W bersabda: ‫ال َمك ُر‬
ِ ‫َار لَ ُكنتُ مِ ن اَمك َِر الن‬
‫َاس‬ ِ ‫وال َخدِيعَ ِة فِى الن‬,
َ sedangkan hadis Abi Huraira maka yang meriwayatkannya
adalah al-Bazar dalam musnadnya yang daif yang mana Ubaidillah bin Abi Hamid dari Abi
113
“Tindakan makar, penipuan dan pengkhianatan tempatnya di dalam
neraka.”
ْ َ‫اس فَلَ ْم ي‬
ْ َ‫ فَ ُه َو ِمم ْن َك َمل‬،‫ َو َحدث َ ُه ْم فَلَ ْم يَ ْك ِذ ْب ُه ْم‬،‫ظ ِل ْم ُه ْم‬
،ُ‫ت ُم ُر ْو َءت ُه‬ َ َّ‫ام َل الن‬ ِ ‫ع‬ َ ‫َم ْن‬
85 ُ ْ
ُ‫ت إِخ َوته‬ ْ َ‫ع َدا َلت ُهُ َو َو َجب‬ َ ‫َو‬
ْ ‫ظ َه َر‬
َ ‫ت‬
Nabi S.A.W, juga bersabda: “Barangsiapa yang bermu’amalah
dengan manusia tanpa mengkhianati mereka, berbicara dengan mereka
tanpa berdusta, maka dia adalah orang yang berkepribadian sempurna,
jelas keadaannya, maka bermitra dengannya menjadi sebuah keharusan”.
Seorang Badui memuji suatu kaum, dia berkata: “Mereka sangat
besar cintanya untuk menjaga amanat, tidak tercederai apa yang menjadi
tanggung jawabnya, tidak merusak kehormatan orang Islam, mereka adalah
orang yang tidak terbebani tuntunan dari suatu tanggungan dan merekalah
umat yang terbaik”. Dan aku berpendapat bahwa orang-orang yang dipuji
oleh Badui itu, telah sirna dari hadapan kita, kita tidak melihat lagi di zaman
ini, yang kita lihat hanyalah serigala-serigala yang berpakaian. Sebagaimana
ungkapan seorang penyair :
*ُ‫سانُ فِي َما َينُوبُﮫ‬َ ِ‫ِق الن‬ ُ ‫*بِ َمن يَس‬
* ُ‫ص َحاب‬ ِ ‫*و ِمن اَينَ ِلل ُح ِرالك َِري ِم‬َ
ُّ
*‫اس اِلَّ اقل ُﮭم‬
َ ُ َّ‫صا َر َﮪذَا الن‬
َ ‫*وفَد‬ َ
* ُ‫سا ِدﮪ َِّن ثِيَاب‬ َ ‫* ِذ َءابًا َعلى اَج‬
“Kepada siapa seharusnya manusia memberikan suatu
kepercayaannya? Dan dari manakah datangnya sahabat terpercaya bagi
orang merdeka yang mulia.
Manusia saat ini, telah menjadi serigala-serigala yang berpakaian,
kecuali hanyalah sedikit dari mereka (yang memiliki jati diri sebagai
manusia nan mulia).
Seorang penyair lain menyatakan:
“Orang-orang mulia yang kepergiannya senantiasa dikenang, kini
telah punah, sehingga betapa suatu negeri dan penduduknya menjadi
kebingungan dan tak karuan.”
Diriwayatkan dari Hudzaifah R.A, bahwa Rasulullah S.A.W,
bersabda:

al-Malih dari Abi Huraira bersendiri, dimana Abu al-Sheykh mengeluarkan hadis ini dengan
cara yang khusus di dalam kitab “al-Tarhib” miliknya, kemudian dalam isnadnya terdapat
keraguan, Ishaq bin Ibnu Rahawiyah mengatakan dalam isnadnya: telah sampai kepada
kami dari Ummi Kalsum bin Muhammad bin Abi Sidra dari Atha’ al-Kharasan dari Abi
Huraira dari baginda Nabi S.A.W yang mengatakan: “‫َار‬ِ ‫”ال َمك ُر َوال َخدِي َع ِة فِى الن‬
85
Riwayat imam al-Qada’i dalam musnad al-Shihab (363), imam al-Dilimi dalam
musnadnya (5546). Yang dalam isnadnya terdapat: Ali bin Musa al-Ridha yang
meriwayatkan hadis dari ayahandanya al-‘Ajaib.

114
َ‫اس يُت َابِعُونَ َو َما يَ َكادُ أ َ َحد ِمن ُﮭم أ َن يُ َؤ ِدي األ َما َنَة‬
َ َ‫ست ُرفَ ُع َويُصبِ ُح الن‬َ َ‫إِن األ َ َمانَة‬
86ً
‫ إِ َّن فِى بَنِي فُ َال ٍن ِأمينا‬:‫َو َحت َّى يُقَا ُل‬
“Sesungguhnya amanat akan terangkat (hilang musnah), manusia
menjadi saling berbai’at (membuat perjanjian), tetapi hampir tak seorang
pun dari mereka yang berminat untuk menunaikan amanat. Sehingga
dikatakan, sesungguhnya di antara Bani Fulan masih terdapat orang yang
terpercaya.”
Ketahuilah, bahwa taubat itu adalah wajib hukumnya berdasarkan
hadis-hadis baginda Nabi S.A.W dan ayat-ayat al-Qur’an. Allah S.W.T,
berfirman:
‫ﯻ ﯼ ﯽ ي ي ﰗ ﰗ ﰗ ﰗ ﭼ‬... ‫ﭽ‬
“...Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah S.W.T, hai orang-
orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (al-Nur: 31).
Ayat ini, menunjukkan perintah bertobat secara umum. Dalam ayat
lain Allah S.W.T, berfirman:
‫ ﮀ ﭼ‬... ‫ﭽ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah S.W.T
dengan tobat yang semurni-murninya, ...” (al-Tahrim: 8).
Makna lafal al-nashuh ialah al-khalish, yakni yang tulus ikhlas
karena Allah S.W.T, murni dan tak ternodai oleh unsur apapun. Lafal al-
nashuh diambildari kata al-nush-hu.
Adapun dalil yang menunjukkan keutamaan bertaubat firman Allah
S.W.T:
‫ﯠ ﭼ‬ ‫ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ‬...‫ﭽ‬
“...Sesungguhnya Allah S.W.T menyukai orang-orang yang tobat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (al-Baqarah: 222).
Dan sabda Nabi S.A.W:
87
ُ‫ب لَﮫ‬ ِ ‫ب ِمنَ الذَّن‬
َ ‫ب َك َمن لَذَن‬ ُ ‫ب هللاِ َوالتَّا ِئ‬ ُ ‫التَّا ِئ‬
ُ ‫ب َحبِي‬
“Orang yang bertobat itu menjadi kekasih Allah S.W.T, dan orang
yang bertobat dari dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa.”
Rasulullah S.A.W juga bersabda:
ُ‫احلَت ُﮫ‬ ِ ‫ِِلِ أ َف َر ُح بِت َوبَ ِة العَب ِد ال ُمؤ ِم ِن ِمن َر ُج ٍل نَزَ َل فِى أ َر‬
ِ ‫ض دَ ِويَ ٍة ُمﮭ ِل َك ٍة َمعَﮫُ َر‬
‫طلَبَ َﮭا َحت َّى‬
َ َ‫احلَت ُﮫُ ف‬
ِ ‫ظ َوقَد ذَ َﮪبَت َر‬ َ َ‫ فَاست َيق‬،‫ام نَو َمة‬
َ َ‫سﮫُ فَن‬
ُ ‫ض َع َرأ‬َ ‫ش َرابُﮫُ فَ َو‬ َ ‫طعَا ُمﮫُ َو‬ َ ‫علَي َﮭا‬
َ

86
Tiada ditemukan lafaz yang berbunyi seperti ini dalam Sahih Bukhari wa Muslim: namun
yang ditemukan adalah seperti yang dirangkum dalam riwayat Bukhari dalam kitab “Raqaq”
(6497), imam Muslim dalam kitab “al-Iman” dengan lafaz yang berbunyi: َ‫َاس ُيت َا ِب ُعون‬ َ ‫ويُص ِب ُح الن‬
ً‫ إِ َّن فِى بَنِى فُالَ ٍن َر ُجالً أَمِ ينا‬:ُ‫فَالَ يَكَادُ أ َ َحد ي َُؤدِي األ َ َمانَة َفَيُقَال‬
87
Lihat catatan kaki no. 25 yang telah diterangkan riwayatnya

115
‫ أ َر ِج ُع إِلَى َم َكانِى الَّ ِذى ُكنتُ فِي ِﮫ فَأ َنَا ُم‬:‫شا َء هللاُ قَا َل‬ َ ‫علَي ِﮫ ال َحر َوالعَطش أ َو َما‬ َ َّ‫إِذَا اِشت َد‬
ُ‫علَي َﮭا زَ ادَه‬َ ُ‫احلَت ُﮫُ ِعندَه‬ َ َ‫سا ِع ِد ِه ِليَ ُموتُ فَاست َيق‬
ِ ‫ظ فَ ِاذَا َر‬ َ ‫علَى‬ َ ُ ‫سﮫ‬ُ ‫ض َع َرأ‬ َ ‫ فَ َو‬، ُ‫َحت َّى أ َ ُموت‬
88 َ
‫احلتِ ِﮫ‬ َ َ ‫ش َرابُﮫُ فَاهللُ أ‬
ِ ‫شدُّ فَ َر ًحا ً بِت َوبَ ِة العَب ِد ال ُمؤ ِم ِن ِمن َﮪذَا بِ َر‬ َ ‫َو‬
“Sesungguhnya Allah S.W.T lebih senang atas tobat seorang hamba
yang beriman, daripada kesenangan yang dirasakan oleh seorang laki-laki
yang tersesat jalan di padang luas nan tandus, dia tersesat bersama
binatang tunggangannya. Pada binatang yang dikendarainya itu terdapat
bahan makanan, minuman dan perbekalan lainnya. Karena kelelahannya dia
menyandarkan kepalanya pada bait-bait kegersangan padang nan ganas dan
mematikan itu hingga terlelap beberapa jenak dan tertidur. Setelah terjaga,
betapa terperanjaknya, karena binatang kendaraan yang membawa
perbekalannya, raib hilang entah kemana. Lalu dia mencarinya kesana
kemari, hingga kelelahan, kehausan dan terbakar terik matahari. Di tengah
kecemasan dan ketakutannya itu, dia mengaduh dan kembali ke tempat
semula, lalu tidur biarpun sampai mati. Ia membaringkan kepala berbantal
lengannya dengan penuh kepasrahan untuk mati. Ketika dia terjaga dari
keterlelapanya, tiba-tiba kendaraan beserta makanan, minuman dan
perbekalan lainnya berada di hadapannya kembali. Alangkah senangnya
dia, tetapi Allah S.W.T lebih senang dengan tobatnya seorang hamba
mukmin, daripada kesenangan yang dirasakan oleh orang yang menemukan
kembali kendaraan beserta barang perbekalannya itu.”
Diriwayatkan dari Hasan, beliau berkata bahwa ketika Allah S.W.T
menerima taubat Nabi Adam A.S, para malaikat pun ikut bergembira. Lalu
Malaikat Jibril dan Mikail A.S turun menemui Nabi Adam A.S lalu
mengatakan: “Bergembiralah Anda, karena Allah S.W.T telah menerima
taubat Anda.” Nabi Adam A.S berkata: “Wahai Jibril, bila setelah
diterimanya taubatku ini, ada pertanyaan meminta pertanggung jawabanku,
maka di mana kedudukan?”
Kemudian Allah S.W.T menurunkan wahyu kepadanya: “Wahai
Adam, engkau telah mewariskan kelelahan dan keletihan pada keturunanmu.
Tetapi engkau juga mewariskan tobat keadaan mereka. Barangsiapa di antara
mereka yang berdoa kepadaKu, maka Aku akan menyambutnya, sebagimana
Aku menyambut dirimu. Dan barangsiapa yang meminta ampun kepadaKu,
Aku tidak akan kikir padanya, karena Aku adalah Tuhan Yang Maha Dekat
dan Maha Mengabulkan. Wahai Adam, Aku akan mengumpulkan orang-

88
Riwayat imam Bukhari dalam kitab “al-Da’wat”, bab “al-Taubat” (6308), imam Muslim
dalam kitab “al-Taubat” (2744), imam Tirmizi dalam kitab “sifat al-Qiyamah” (2498),
imam Ibnu Majah (4247), imam al-Darimi 393/2 (2728).

116
orang yang bertaubat dari kubur dalam keadaan bergembira dan tertawa ria,
dan doa-doa mereka terkabul”. Nabi S.A.W, bersabda:
‫ار اِلَى‬
ِ ‫ار َو ِل ُم ِسي ِئ النَ َﮭ‬ ُ ‫س‬
ِ ‫ط يَدَهُ بِالت َوبَ ِة ِل ُم ِسي ِئ الَلي ِل إِلَى النَ َﮭ‬ ُ ‫ع َّز َو َج َّل يَب‬
َ َ‫إِن هللا‬
89
‫س ِمن َمغ ِربِ َﮭا‬ َ ‫شم‬ َ ‫اللَي ِل َحت َّى ت َطلُ ُع ال‬
“Sesungguhnya Allah S.W.T, membentangkan tangan (ampunan) Nya
hingga siang hari, untuk memberikan kesempatan bertobat bagi orang yang
berbuat dosa di malam hari. Dan bagi orang yang berbuat dosa di siang, Ia
membentangkan tangan (ampunan)Nya sampai malam hari. Kesempatan
bertobat itu terus terbuka, hingga matahari terbit dari arah barat”. Allah
S.W.T membentangkan (mengulurkan) tangan, merupakan bahasa kinayah
(permisalan) dari permintaan seseorang yang bertaubat. al-Thalib (orang
yang meminta) adalah kebalikan dari al-qabil (yang mengabulkan). Banyak
orang yang menerima tanpa disertai meminta, tetapi tidak ada orang yang
meminta melaikan dia tentu senang menerima apa yang dimintanya”.
Nabi S.A.W, bersabda:
90
‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ُ‫اب هللا‬ َ ‫طايَا َحت َّى ت َ ْبلُ ُغ ال‬
َ َ ‫ ث ُ َّم نَ ِد ْمت ُ ْم ِلت‬،‫س َما َء‬ َ ‫ع ِل ْمت ُ ْم ال َخ‬
َ ‫لَ ْو‬
“Seandainya engkau melakukan kesalahan (dosa-dosa) hingga
mencapai langit, lalu engkau benar-benar menyesal (bertaubat), niscaya
Allah S.W.T akan menerima tobat Anda.”
Nabi S.A.W, bersabda:
‫إن العبد ليذنب الذنب فيدخل بﮫ الى الجنة‬
“Sesungguhnya ada seorang hamba berbuat suatu dosa, tetapi sebab
dengan dosa itu dia menjadi masuk surga.” Ditanyakan kepada beliau:
“Bagaimana hal itu bisa terjadi, ya Rasulullah? Beliau menjawab:
‫يكون نصب عينيﮫ تائبا منﮫ فارا ً حتى يدخل الجنة‬
“Karena yang terpampang di matanya adalah bertobat dari dosa itu,
dan dia terus berlari menjauhi dosa hingga masuk ke dalam surga”.
Nabi S.A.W, bersabda:
‫كفارة الذنب الندامة‬
“Kafarat dari suatu dosa adalah penyesalan.”

89
Riwayat imam Muslim dalam kitab “al-Taubat”, bab “Qubul al-Taubat min al-Zunub”
(2758), imam Ahmad 395/4 (404), imam al-Bazzar dalam musnadnya (3021)
90
Hasan: riwayat Imam Ibnu Majah dalam bab “Zikr al-taubat” (4248) para perawinya
adalah orang-orang terpercaya kecuali Ya’qub bin Hamid, imam al-Hafiz menyebutkan: dia
orang yang jujur namun tidak bisa dipercaya. Imam al-Bushairi dalam “al-Zawaid”:
isnadnya hasan dan seluruh perawinya orang yang terpercaya selain Ya’qub bin Hamid.
Imam al-Munziri (73/4) (4745) mengatakan: riwayat imam Ibnu Majah dengan sanad baik.

Pentahkik menyebutkan: hadis ini dihasankan imam Albani dalam “sahih al-Jami’” (5235)

117
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
91
‫التائب من الذنب كمن ل ذنب لﮫ‬
“Orang yang bertobat dari suatu dosa, seperti orang yang tidak
memiliki dosa”.
Diriwayatkan, bahwa ada seorang Habasyi berkata, ya Rasulullah,
saya telah melakukan banyak perbuatan keji, apakah masih ada kesempatan
bagiku untuk bertaubat dan diterima?” Beliau bersabda: “Ya”. Kemudian dia
pergi dan kembali lagi seraya berkata: “Ya Rasulullah, apakah Tuhan sudi
melihat Aku, sementara aku adalah orang yang berlumuran dosa.” Beliau
bersabda: “Ya.” Mendengar jawaban Nabi itu, seketika dia pun menjerit
sejadi-jadinya hingga menghembuskan nafas (mati).92
Diriwayatkan, bahwa ketika Allah S.W.T melaknat iblis, ia memohon
kepada Allah S.W.T agar menangguhkannya atau memberikan kesempatan
hidup baginya hingga hari kiamat. Allah S.W.T berkenan mengabulkan
permintaannya itu. Setelah itu ia bersumpah: “Demi kemuliaanMu, saya
tidak akan keluar dari hati anak Adam, selama ia masih bernyawa”. Maka
Allah S.W.T, berfirman: “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, sungguh aku
tidak akan menutup pintu tobat baginya, selama dia masih bernyawa.”
Baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
93
َ ‫ِب الَ َما ُء ا َلو‬
‫س َخ‬ ُ ‫ت َك َمايُذ ﮪ‬
ِ ‫سيِئ َا‬
َّ ‫ت يُذ ﮪِبنَ ال‬ َ ‫ا َِّن ال َح‬
ِ ‫سنَا‬
“Sesungguhnya kebajikan-kebajikan itu dapat menghilangkan
kejahatan-kejahatan, sebagaimana air dapat menghilangkan
(membersihkan) kotoran”.
Diriwayatkan dari Sa’id Ibnu al-Musayyab, bahwa Allah S.W.T
menurunkan firman-Nya:
‫ ﯨ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﭼ‬...‫ﭽ‬
“...maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang
yang bertobat.” (al-Isra’: 25). Ayat ini, diturunkan berkaitan dengan orang
yang berbuat dosa, lalu bertaubat, kemudian berbuat dosa lagi dan bertobat
lagi.
Fudhal berkata, bahwa Allah S.W.T berfirman: “Sampaikan khabar
gembira bagi orang-orang yang berdosa, jika mereka mau bertobat tentu

91
Seperti yang telah dipaparkan riwayatnya dalam hadis ُ‫ب لَﮫ‬ ِ ‫التَّائِبُ ِمنَ الذَّن‬
َ ‫ب َك َمن لَذَن‬
92
Tiada dijumpai keasliannya dalam kitab sunnah manapun
93
Imam al-Ajaluni menyebutkannya dalam “Kasf al-Khafa” (663) dan mengatakan: Zain al-
Iraqi menyebutkan dalam takhrijnya tiada menemukan hadis dengan lafaz seperti, namun ia
memiliki makna yang sama dengan hadis yang berbunyi “sertailah keburukan dengan
kebaikan akan menghilangkan keburukan itu”

118
aku akan menerima tobat mereka. Dan hendaklah orang-orang yang benar
dengan pendirian keimanannya (siddiqqin) tetap waspada karena bila Aku
meletakkan keadilanKu atas mereka, maka mereka akan terkena siksaKu.”
Abdullah bin Umar berkata: “Barangsiapa yang mengingat kesalahannya,
lalu dia merasa tersiksa dengannya kemudian hatinya menjadi ketakutan
karenanya, maka kesalahannya itu dihapus dari dalam Ummul Kitab.
Diriwayatkan, seorang diantara Nabi Allah S.W.T berbuat dosa, lalu
Allah S.W.T, berfirman kepadanya: “Jika Anda mengulanginya lagi,
sungguh Aku akan menyiksa Anda.” Nabi tersebut berkata: “Ya Tuhanku,
sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Kuasa, sementara aku
adalah aku, sebagai seorang hamba yang lemah, jika Engkau tidak
memberikan penjagaan (al-‘ishmah) kepadaku, tentu tidak akan ada yang
dapat menghalangi aku untuk tidak mengulanginya lagi. Lalu Allah S.W.T
menyandangkan al-‘ishma (yang menjadi sifat wajib bagi para rasul)
baginya.
Diriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu
Mas’ud tentang dosa yang membuatnya merasa kesakitan. Apakah masih
bisa diterima tobat baginya? Ibnu Mas’ud berpaling daripadanya, dan ketika
dia menoleh kepadanya, Ibnu Mas’ud melihat kedua matanya mencucurkan
air mata. Lalu Ibnu Mas’ud berkata: “Sesungguhnya surga memiliki delapan
pintu, semuanya terbuka, namun pada saat tertentu tertutup, kecuali pintu
taubat. Karena pada pintu taubat itu selalu ada malaikat yang mendapatkan
mandat secara khusus untuk menjaganya, ia tidak pernah ditutup, maka
buatlah amal dan janganlah engkau berputus asa.”
Diriwayatkan, bahwa di kalangan Bani Israil terdapat seorang
pemuda yang beribadah kepada Allah S.W.T selama dua puluh tahun. Tetapi
dia juga berlaku maksiat kepada Allah S.W.T selama dua puluh tahun pula.
Ketika dia bercermin dan melihat jenggotnya telah beruban, dia menjadi
gelisah menyesali kemaksiatannya. Kemudian dia mengaku seraya berkata:
“Ya Ilahi, saya telah berbakti kepadaMu selama dua puluh tahun, dan telah
berlaku maksiat kepadaMu selama dua puluh tahun pula. Jika aku kembali
kepadaMu, apakah Engkau sudi menerima aku? Tiba-tiba dia mendengar
suara, tapi tiada melihat orang yang mengatakannya (mendengar seruan
rabbani): “Ketika engkau mencintai Aku, maka Aku pun mencintaimu dan
ketika engkau meninggalkan Aku, maka Aku juga meninggalkanmu. engkau
telah melakukan kemaksiatan kepadaKu, tetapi Aku masih memberikan
kesempatan kepadamu untuk memperbaiki diri, jika engkau kembali
(bertaubat) kepadaKu, tentu Aku menerima anda.” 94

94
Riwayat imam al-Baihaqi dalam “sa’b al-Iman” (419/5) (7125), dan mengatakan: Abu
Abdullah al-Hafiz mengatakan, aku mendengar Abu al-Nadi al-Husen bin Ahmad al-Sufi,
119
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas R.A, bahwa Rasulullah Muhammad
S.A.W bersabda:
،‫إذا تاب العبد تاب هللا عليﮫ وانسى الحفظة ما كانوا كتبوا من مساوئ عملﮫ‬
‫ وأنسى مكانﮫ من األرض ومقامﮫ من السماء‬،‫وانسى جوارحﮫ ما عملت من الخطايا‬
95
‫ليجىء يوم القيامة وليس من الخلق يشﮭد عليﮫ‬
“Apabila seorang hamba bertobat, maka Allah S.W.T akan menerima
tobatnya. Allah S.W.T melalaikan Malaikat Hafadha terhadap kesalahan-
kesalahan hamba itu yang telah ditulisnya; dan melalaikan seluruh anggota
tubuhnya atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya; serta
melalaikan tempatnya di bumi dan kedudukkannya di langit, agar supaya
ketika ia datang pada hari kiamat, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang
memberikan kesaksian terhadap kesalahannya itu.”
Diriwayatkan dari Ali karramallahu wajhahu dari Nabi S.A.W,
bahwa beliau bersabda:
:‫عام‬
ٍ ٍ‫مكتوب حول العرش قبل أن يخلق الخلق بأربعة آلف‬
96
‫ﭽﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﭼ‬
Telah ditulis di sekitar Arasy, empat ribu tahun sebelum Allah S.W.T
menciptakan makhluk:
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang
bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap dijalan yang benar”. (
Thaha: 82)
Ketahuilah bahwa bertobat itu adalah wajib ‘ain yang harus
dilakukan seketika baik mengenai dosa-dosa kecil maupun dosa-dosa besar.
Karena sikap meremehkan dan menunda-nunda dosa-dosa kecil akan
membuatnya menjadi besar.
Allah S.W.T berfirman:
‫ ﮄ ﭼ‬... ‫ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ‬ ‫ﭽﭭ ﭮ‬
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji
atau menganiaya diri sendiri...” (Ali Imran: 135).

aku mendengar Ibrahim bin Syaiban berkata: kala itu terdapat diantara kami seorang
pemuda yang berumur 20 tahun yang telah didatangi syaitan...begitu katanya
95
Daif: diulang kembali oleh imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa al-Tarhib” (48/4)
(4756), dan didukung oleh imam al-Asbahani, al-Manawi dalam “faid al-Qadir” (313/1),
kemudian didukung juga oleh Ibnu Asakir dalam tarikhnya, al-Hakim dalam nawadirnya
dari Anas, juga diriwayatkan oleh imam al-Asbahani dalam “Targhibihi wa Da’fihi al-
Munziri”, lihat “Daif al-Jami’” (421)
96
Riwayat imam al-Dilimi dalam musnad al-Firdaus (6378)

120
Taubat nashuhah ialah taubat seorang hamba yang dilakukan secara
lahir bathin dengan penuh penyesalan, tak berniat untuk mengulanginya lagi.
Perumpamaan orang yang bertaubat secara lahiriah adalah bagaikan tempat
sampah yang ditutupi dengan kain sutera. Manusia yang melihat penutup
luarnya, akan tertarik dan merasa kagum, tetapi ketika penutup kain sutera
itu dibuka, dia akan berpaling daripadanya sambil menutup hidung lalu
berpaling dari bau. Begitu pula makhluk yang melihat orang yang ahli taat
secara lahiriahnya saja, maka ketika penutup lahir menjadi terbuka pada hari
kiamat,‫ﭻ ﭼ‬ ‫ﭺ‬ ‫ ﭽ ﭸ ﭹ‬maka para malaikat menjadi berpaling dari
mereka. Karenanya, Nabi S.A.W bersabda:
‫ظ ُرا ِلى قُلُوبِ ُكم‬
ُ ‫ص َو ِر ُكم َولَ ِكن يَن‬ ُ ‫ا َِّن هللاَ لَيَن‬
ُ ‫ظ ُرا ِلى‬
“Sesungguhnya Allah S.W.T tidak melihat pada bentuk rupa lahir
anda, tetapi Ia melihat pada hati anda”. 97
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas R.A: “Betapa banyak orang yang
bertaubat ketika datang pada hari kiamat mengira bahwa dirinya adalah
orang yang telah diterima taubatnya, padahal sesungguhnya dia bukanlah
orang yang telah bertaubat”. Yakni, dia tidak memenuhi persyaratan
sebagai orang yang bertaubat dan tidak pula mendirikan ketentuan-ketentuan
yang menjadi pintu-pintu taubat, yaitu penyesalan, memperkuat niat untuk
tidak mengulangi lagi, mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi, bila
memungkinkan dengan meminta kehalalannya jika terkait dengan hal yang
sedikit. Tetapi bila tidak memungkinkan, memohonkan ampunan kepadanya,
dengan berharap semoga Allah S.W.T membuka kerelaan mereka
terhadapnya.
Melalaikan dosa adalah termasuk musibah yang paling buruk.
Karenanya, bagi orang yang berakal, hendaklah selalu memperbaiki diri dan
tidak melalaikan dosa yang telah diperbuatnya. Seorang penyair berkata:
*ُ‫* َياا َ ُّي َﮭاال ُمذنِبُ المعُصى َج َر ِئ َمﮫ‬
* ‫س َلفَا‬َ ‫س ذَنبَكَ َواذ ُكر ُكر ِمنﮫُ َما‬ َ ‫* لَت َن‬
* ‫ت َوانزَ ِج َرا‬ ِ ‫*وتُب اِلَى هللاِ قَب َل ال َمو‬َ
* ‫اصي ًَاواعت َِرف اِن ُكنتَ ُمعت َِرفَا‬ ِ ‫* يَا َع‬
“Wahai orang yang berdosa yang menghitung pelanggarannya, janganlah
melalaikan dosa anda, ingatlah dosa yang telah berlalu.
Bertobatlah kepada Allah S.W.T sebelum mati, wahai orang yang durhaka,
kenalilah dosa-dosa anda lalu jauhilah, bila anda menyadari.”
Al-Faqih Abu Laits meriwayatkan hadis dengan sanadnya, dia
berkata bahwa suatu ketika Umar masuk menghadap Rasulullah S.A.W

97
Riwayat imam Muslim dalam kitab “al-Bir wa al-Silah”, bab “Tahrim zulm al-Muslim”
(2546), Ibnu Majah dalam Kitab al-Zuhd (4143), imam Ahmad 248/2, 539, imam al-Baihaqi
dalam “sa’b al-Iman” (10477) dan kitab “al-Zuhd” milik ibnu al-Mubarak (1544)

121
sambil menangis, lalu beliau bertanya kepadanya: ‫“ما يبكيك يا عمر؟‬Apa yang
membuat anda menangis, hai Umar?” Umar menjawab: “Di depan pintu ada
seorang pemuda yang telah membakar hatiku, dia datang sambil menangis.”
Rasulullah S.A.W bersabda: ‫“ أدخلﮫ ياعمر‬Suruh dia masuk, hai Umar.”
Pemuda itu lalu masuk sambil menangis. Nabi S.A.W bertanya kepadanya:
‫“ما يبكيك يا شاب‬Apa yang membuatmu menangis, hai pemuda?”. Pemuda itu
menjawab: “Aku menangis karena dosa-dosaku teramat banyak, aku takut
akan kemurkaan Tuhan Yang Maha Perkasa. Beliau bertanya: ‫أشركت باهلل‬
‫شيئا‬Apakah engkau menyekutukan Allah S.W.T dengan sesuatu?” Dia
menjawab: “Tidak.” Beliau bertanya: ‫“ أقتلت نفسا بغير حق‬Apakah engkau
telah membunuh jiwa (seseorang) dengan tanpa haq.” “Tidak,” Jawabnya
singkat. Beliau bersabda:
‫“ فإن هللا يغفر ذنبك ولو كان مثل السماوات السبع واألراضين والجبال‬Allah S.W.T
akan mengampuni dosa anda, sekalipun banyaknya mencapai tujuh langit
dan tujuh bumi serta gunung-gunung.” Pemuda itu berkata: “Ya Rasulullah,
dosaku lebih besar dari itu?” Nabi S.A.W bersabda: ‫ذنبك أعظم ام‬
‫“الكرسى‬Dosa engkau ataukah kursi Allah S.W.T yang lebih besar?” dia
menjawab: “Dosaku lebih besar, ya Rasulullah.” Beliau bersabda: ‫ذنبك أعظم‬
‫ ام العرش‬Dosa engkau ataukah Arasy Allah S.W.T yang lebih besar?” dia
menjawab: “Dosaku lebih besar.” Beliau bersabda: ‫“ ذنبك أعظم ام إلﮭك‬Dosa
engkau ataukah Tuhanmu (ampunan Allah S.W.T) yang lebih besar?” dia
berkata: “Tidak, tetapi Tuhanku yang lebih besar dan lebih agung.” Beliau
bersabda:
‫فإنﮫ ل يغفر الذنب العظيم ال الرب العظيم‬
“Tidak ada yang dapat mengampuni dosa yang lebih besar kecuali Tuhan
Yang Maha Besar.” Kemudian Nabi S.A.W bersabda: ‫أخبرنى عن ذنبك‬
“Ceritakan kepadaku, dosa apakah yang anda perbuat!” dia berkata: “Saya
malu menceritakannya pada baginda Rasulullah S.A.W.” Beliau bersabda:
“Tidak, tetapi ceritakan kepadaku, dosa apakah itu?” Lalu pemuda itu
berkata menceritakannya: “Ya Rasulullah, selama tujuh tahun saya biasa
menggali kuburan (mayat yang baru dimakamkan), sampai suatu ketika
seorang gadis, putri sahabat Anshar meninggal. Setelah dia dimakamkan, aku
menggali kuburnya dan aku ambil kain kafannya. Tidak lama kemudian aku
tergoda oleh rayuan syaitan dan kembali lagi pada mayat gadis yang terbujur
di dalam kubur itu, lalu aku .....aku....menyetubuhinya. Setelah beberapa
saat, tiba-tiba gadis itu bangkit dan berkata: “Celaka dan biadab anda tak
tahu malu pada Tuhan, hai pemuda. Orang yang teraniaya akan tersiksa
sebab ulah perbuatan menganiaya. Engkau berlaku zalim dan keji terhadap
orang (mayat) yang tergolek dan tak berdaya, anda telanjangi aku dihadapan
122
para ahli kubur dan anda jadikan aku dalam keadaan junub dihadapan Allah
S.W.T Azza wa Jalla. Seketika Rasulullah S.A.W melompat, mendorong
tengkuk si pemuda itu seraya bersabda:
‫يا فاسق ما احوجك الى النار أخرج عنى‬
“Hai pemuda fasik, betapa besarnya keinginan anda untuk masuk ke dalam
neraka, enyah dan keluar dari sini.” Lalu pemuda itu keluar dan pergi, dia
terus merunduk dan menangis bertobat kepada Allah S.W.T selama empat
puluh hari. Setelah sempurna empat puluh hari, dia memberanikan diri
mengangkat kepala, menghadap kelangit seraya berucap: “Wahai Tuhan
Nabi Muhammad, Adam dan Ibrahim, jika Engkau telah mengampuni aku,
kabarkanlah kepada Muhammad dan para sahabatnya. Bila tidak, kirimlah
api dari langit dan bakarlah aku, tetapi aku memohon jauhkan aku dari azab
akhirat”. Lalu Malaikat Jibril turun kepada Nabi S.A.W dan berkata:
‫يا محمد ربك يقرئك السالم ويقول لك انت خلقت الخلق؟‬
“Tuhan membacakan (berkirim) salam kepada engkau, dan Dia berfirman
kepadamu: ‘Apakah Anda yang menjadikan makhluk?’ Beliau bersabda:
‫بل ﮪو الذى خلقنى وخلقﮭم ورزقنى ورزقﮭم‬
“Tidak, tetapi Dialah yang menjadikan aku dan yang menjadikan mereka,
Dia yang menganugerahkan rizki kepadaku dan juga kepada mereka.” Jibril
berkata: “Allah S.W.T berfirman kepada Anda:
‫إنى تبت على الشاب فدعا النبي الشاب وبشره بأن هللا تعالى تاب عليﮫ‬
‘Sesungguhnya Aku telah menerima tobat pemuda itu.” Maka Rasulullah
S.A.W memanggil pemuda tersebut dan menyampaikan berita gembira,
bahwa Allah S.W.T telah menerima tobatnya”.98
Diceritakan, bahwa pada zaman Nabi Musa A.S ada seorang laki-laki
yang tidak sungguh-sungguh dalam bertaubat. Setiap kali dia telah bertobat,
dia akan rusak kembali taubatnya dengan dosa, yang demikian itu terus
berlangsung selama dua puluh tahun. Lalu Allah S.W.T menurunkan wahyu
kepada Nabi Musa A.S. Allah S.W.T berfirman kepada Musa: “Katakan
kepada hamba-Ku, si Fusan bahwa Aku murka kepadanya.” Lalu Nabi Musa
A.S menyampaikan pesan risalah itu kepada laki-laki tersebut. Laki-laki itu
menjadi gelisah dan bersedih, dia pergi menuju padang yang luas dan
berkata: “Apakah rahmat-Mu telah habis, ataukah kemaksiatanku
membahayakan padaMu? Apakah gudang pengampunanMu telah habis
ataukah Engkau menjadi kikir terhadap hambaMu? Dosa manakah yang

98
Hadis ini tidak kujadikan sandaran, hal itu tampak pada peletakan tanda waqf (jeda),
hadis ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam “al-Sa’b” (9261) yang mana kisah ini memiliki
kemiripan dengan kisah seorang hakim di Nashapur, maka kisah ini adalah karangan dari
seseorang

123
lebih besar dari pengampunan dan kemuliaanMu yang termasuk merupakan
sifat-sifat qadimMu. Sementara sifat-sifatku adalah hal yang baru. Apakah
sifatku yang baru akan mengalahkan sifatMu yang qadim? Apabila Engkau
halangi hamba-hambaMu dari mendapatkan rahmatMu, maka kepada siapa
lagi mereka mengharapkan rahmat dan ampunan? Jika Engkau menolak
mereka, maka kepada siapa mereka menuju? Ilahi, jika rahmatMu telah
habis, dan Engkau harus menyiksaku, maka limpahkan kepadaku azab
seluruh hambaMu. Aku telah menyediakan diriku sebagai tebusan bagi
mereka (biar aku saja yang tersiksa!)”.
Kemudian Allah S.W.T berfirman kepada Nabi Musa: “Wahai Musa,
pergilah padanya (laki-laki itu) dan sampaikan kepadanya, seandainya dosa
anda memenuhi bumi, tentu Aku akan mengampuninya, setelah dia
mengetahui dan mengakui kesempurnaan qudrat, ampunan dan rahmatKu”.
Nabi S.A.W bersabda:
‫ فيقول‬،‫ يا رب‬:‫ما من صوت أحب الى هللا من صوت عبد مذنب تائب يقول‬
‫ أنا عن يمينك وعن‬،‫ لبيك ياعبدى سل ما تريد أنت عندى كبعض مالئكتى‬:‫الرب‬
99
‫اشﮭدوا يامالئكتى أنى قد غفرت لﮫ‬...‫ وفوقك وقريب عن ضمير قلبك‬،‫شمالك‬
“Tidak ada suara yang lebih dicintai oleh Allah S.W.T, selain suara seorang
hamba berdosa yang sedang bertaubat. Ketika orang yang bertaubat itu
berkata: ‘Ya Rabbi’ Tuhan menjawab: ‘Aku sambut panggilanmu, wahai
hambaKu, sampaikan apa yang Anda kehendaki, karena anda adalah
hambaKu, sebagaimana sebagian dari para malaikatKu, Aku berada di sisi
kanan, kiri dan atas anda, bahkan Aku lebih dekat dari lubuk hati
anda...Saksikanlah wahai para malaikatKu, sesungguhnya Aku telah
mengampuninya”.
Dzun Nun Al-Mishri berkata: “Sesungguhnya Allah S.W.T memiliki
hamba-hamba yang menancapkan pohon-pohon kesalahan jauh ke dalam
lubuk hatinya. Lalu mereka menyiramnya dengan air taubat, sehingga
berbuah penyesalan dan kegelisahan. Mereka menjadi gila bukan karena
penyakit gila. Mereka terlihat bodoh, tidak memiliki kesadaran untuk
berbicara, padahal sesungguhnya mereka bukanlah orang-orang yang bisu.
Pada hakekatnya, mereka adalah orang-orang yang fasih dan pandai
berbicara, juru arif (ma’rifat), pada Allah S.W.T dan RasulNya. Kemudian
mereka minum dengan gelas kemurnian, hingga mewarisi kesabaran dalam
menghadapi berbagai ujian yang berantai dan panjang. Hari-hari mereka
menjadi tenggelam dalam lautan kerajaan serta keagungan Tuhan. Pikiran
mereka terus bekerja, merancang dan berkeliling untuk merantasi sekat-sekat
yang menjadi penghalang menembus pada keagungan dan kebesaran Tuhan.

99
“Haliyat al-Auliya’” 216/8

124
Mereka dapat mencapai ketinggian zuhud, melalui tangga kewara’an.
Mereka merasa hambar akan kepahitan meninggalkan dunia. Kasarnya
tempat tidur terasa begitu lunak dan empuk oleh mereka, sehingga mereka
mencapai bukit dan puncak keselamatan. Ruh-ruh mereka menjadi berada di
tempat yang tinggi beristirahat di taman-taman kenikmatan. Mereka
menyelam ke dalam lautan kehidupan, menutup parit keluh kesah,
menyeberangi jembatan hawa, hingga mencapai tataran fananya ilmu.
Mereka menimba air dari sungai hikmah, menaiki perahu kecerdasan (al-
fathanah), berlayar dan terombang-ambing diterpa angin keberuntungan
dalam samudra keselamatan. Hingga mencapai taman indah peristirahatan,
meraih kemuliaan dan rahmat.

18. KEUTAMAAN BERKASIH SAYANG

Rasulullah S.A.W bersabda:


‫لَ يَد ُخ ُل ال َجنَّةَ إلَّ َر ِحيم‬
“Tidak akan masuk surga, kecuali orang yang penyayang.” Para sahabat
bertanya: “Ya Rasulullah bukankah kami ini penyayang?” Beliau bersabda:
100
ُ‫سﮫُ َوغَي َره‬ َّ ‫صةً َولَ ِكن‬
َ ‫الر ِحي َم َمن َير َح ُم نَف‬ َ ‫سﮫُ خَا‬
َ ‫الر ِحي ُم َمن َير َح ُم نَف‬
َّ ‫س‬َ ‫لَي‬
“Bukankah orang yang penyayang itu, orang yang menyayangi dirinya
sendiri secara khusus (istimewa), tetapi orang penyayang ialah orang yang
menyayangi diri sendiri dan yang lainnya”.
Makna menyayangi diri sendiri ialah menyayanginya dengan
menjauhkannya dari azab Allah S.W.T dan meninggalkan kemaksiatan,
bertobat dari kesalahan-kesalahan itu dan melakukan ketaatan serta ikhlas
dalam menjalankannya. Sedangkan makna menyayangi orang lain ialah tidak
mengganggu dan menyakiti orang lain.
Nabi S.A.W bersabda:
101
‫سانِ ِﮫ‬
َ ‫َاس ِمن يَ ِد ِه َو ِل‬
َ ‫س ِل َم الن‬
َ ‫ال ُمس ِل ُم َمن‬
100
Daif: riwayat imam Ibnu al-Mubarak dalam “al-Zuhd” (352/1) (990), Abdu bin Hamid
dalam musnadnya (1454), al-Dilimi dalam musnadnya (7067), imam Tirmizi dalam
“Nawadir al-Ushul” (133/4), diulang kembali oleh imam al-Haisimi dalam “majma’ al-
Zawaid ” (155/8), lalu mengatakan: riwayat al-Bazar yang didalam riwayatnya terdapat Abu
Mahdi Said bin Sanan yang hadisnya daif matruk (lemah dan ditinggalkan) lalu Sadqah bin
Khalid mengatakan: Abu Mahdi Said bin Sanan seorang muazzin di Hamash yang mana
perkataannya sangat bisa dipercaya mengatakan kepadaku tidak benar adanya riwayat dari
hadis ini.
101
Muttafaq Alaih: riwayat imam Bukhari (11), imam Muslim (41), imam Abu Daud (2481),
imam Tirmizi (2627), imam Nasa’I dalam “al-Mujtabi” (4993), Ibnu Hibban dalam
sahihnya (180)

125
“Orang Islam itu ialah orang yang dapat membuat manusia merasa
aman dan selamat dari ulah tangan dan lisannya.” Menyayangi binatang
ialah dengan jalan tidak membebaninya dengan muatan yang diluar batas
kemampuannya. Ada sebuah riwayat yang datang dari Nabi S.A.W bahwa
beliau bersabda:
،‫ب‬
َ ‫ش ِر‬ َ ‫ش فَ َو َجدَ ِبئرا ً فَنَزَ َل ِب َﮭا َو‬ َ ‫علَي ِﮫ ال َعط‬ َ َّ‫ق فَاشت َد‬ ِ ‫ط ِري‬َ ‫بَينَ َما َر ُجل يَم ِشى فِى ال‬
‫ب ِمنَ ال َعط ِش ِمث َل‬ ُ ‫ لَقَد بَلَ َغ َﮪذَا ال َكل‬:‫الر ُج ُل‬
َّ ‫ فَقَا َل‬،‫ث ِمنَ ال َعط ِش‬ َ ‫ث ُ َّم‬
ُ ‫طلَ َع فَإ ِذَا َكلب يَل َﮭ‬
ُ‫ش َك َر هللاُ ت َ َعالَى لَﮫُ فَغَفَ َر لَﮫ‬
َ َ‫ ف‬،‫ب‬ُ ‫سقَى ال َكل‬ َ ‫ ث ُ َّم أ َم‬،‫ فَ َمل َ َخفُّﮫُ َماء‬،‫الَّ ِذي بَلَ َغ ِمنِى‬
َ َ‫س َكﮫُ ِبفَّي ِﮫ ف‬
“Ada seorang laki-laki yang berjalan melewati suatu jalan, dia merasa
sangat kehausan, dia menemukan sebuah sumur, lalu dia turun ke dalamnya
lalu minum airnya. Kemudian dia melihat seekor anjing yang menjulur-
julurkan lidahnya karena kehausan. Orang laki-laki itu berkata: ‘Sungguh
anjing ini sangat kehausan, sebagaimana yang telah aku rasakan’ Maka dia
memenuhi sepatunya dengan air dan dia gigit mulut sepatunya itu dengan
bibirnya untuk dibawa naik ke atas. Lalu dia memberikan minum kepada
anjing yang kehausan itu, hingga merasa segar. Dia bersyukur kepada Allah
S.W.T atas perbuatannya itu. Allah S.W.T menerima amal perbuatannya itu
dan mengampuninya.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya
kami mempunyai binatang-binatang, apakah kami bisa mendapatkan pahala
sebab perlakuan kami terhadapnya.” Baginda Nabi S.A.W bersabda:
102
ِ ‫ِفى ُك ِل ذَا‬
‫ت َكب ٍد َرط َب ٍة أج ٍر‬
“Pada setiap mahluk hidup, pastilah ada pahala”.
Anas bin Malik meriwayatkan, dia berkata: “Ketika suatu malam Umar
melakukan ronda, tiba-tiba beliau melewati serombongan yang sedang
singgah (bermalam) di suatu tempat. Beliau khawatir akan terjadinya
pencurian terhadap mereka. Maka Amirul Mukminin menjumpai
Abdurrahman bin Auf dan seketika bertanya: “Apa yang membuat anda
datang pada saat malam seperti ini, wahai Amirul Mukminin?” Umar
berkata: “Aku berjalan melewati serombongan orang yang sedang singgah di
sana, lalu berkata pada diriku sendiri, jika mereka tertidur pulas maka
khawatir akan ada pencuri yang mengintai barang bawaan mereka.
Karenanya, marilah kita pergi untuk menjaga mereka.” Anas bin Malik
berkata: “Lalu keduanya pergi, duduk di dekat rombongan itu untuk menjaga
mereka. Ketika fajar pagi telah terbit, Umar memanggil-manggil,
membangunkan mereka: ‘Wahai peserta rombongan, bangun dan shalatlah,’
Kata Umar. Setelah mereka bergerak bangkit, Umar pergi meningalkan
mereka.

102
Muttafaq Alaih: riwayat imam Bukhari dalam kitab “al-Masaqa” (2363), imam Muslim
dalam kitab “al-Salam”, bab “Fadl al-Saqa al-Bahaim al-Muhtarima wa It’amuha” (2244)

126
Jejak para sahabat R.A adalah tauladan yang menjadi anjuran untuk
diikuti, Allah S.W.T telah memuji mereka dengan firman-Nya:
‫ﭽ…ﭚ ﭛ…ﮍﭼ‬
“…tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (al-Fath: 29)
Mereka saling menyayangi di antara ummat Islam, bahkan kepada semua
makhluk. Mereka juga menyayangi orang-orang yang bukan muslim yang
hidup bersama mereka (dzimmah).
Diriwayatkan dari Umar R.A, pernah suatu ketika Umar melihat seorang ahli
dzimmah (orang kafir yang tunduk pada pemerintahan Islam) yang sudah tua,
meminta-minta dari satu pintu ke pintu yang lain. Lalu Umar berkata
kepadanya: “Betapa aku telah berlaku tidak adil terhadap anda, kami telah
memungut pajak darimu ketika engkau masih muda, kemudian apakah hari
ini kami menelantarkanmu?” Lalu Umar memerintahkan untuk mengirimkan
bantuan ke rumahnya yang diambil dari Baitul Mal kaum muslimin.
Diriwayatkan dari Hasan, dari Rasulullah S.A.W beliau bersabda:
َ ِ‫صيَ ٍام َولَ ِكن يَد ُخلُونَ ب‬
‫س َال َم ِة‬ ِ ‫ص َالةٍ َو َل‬َ ِ‫بُدَلَ ُء أ ُ َّمتِى َل يَد ُخلُونَ ال َجنَّةَ بِ َكث َرة‬
103
َّ ‫س َخ َاوةِ النُفُو ِس َو‬
َ‫الرح َم ِة ِل َج ِميعِ ال ُمس ِل ِمين‬ َ ‫صدُو ِر َو‬
ُ ‫ال‬
“Para wali (penerus generasi ilmu) dari umatku masuk surga bukan
lantaran banyaknya shalat dan tidak pula puasa. Tetapi mereka masuk surga
karena keselamatan dada mereka, kemurahan hati dan kasih sayang mereka
terhadap semua kaum muslimin”. Diriwayatkan dari Rasulullah S.A.W
beliau bersabda:
104
‫اء‬ َّ ‫ض َير َحم ُكم َمن فِى ال‬
ِ ‫س َم‬ ِ ‫الرح َم ُن ا ِر َح ُموا َمنَ فِى الَر‬
َّ ‫اح ُمونَ َير َح ُم ُﮭ ُم‬
ِ ‫الر‬
َّ
Artinya:
“Para penyayang akan disayang oleh Tuhan Yang Maha Penyayang.
Sayangilah yang ada di bumi, maka yang dilangit akan menyayangi anda.”

103
Daif: riwayat Abi al-Dunya dalam kitab “Auliya” (85) secara mursal, imam al-Dillimi
dalam musnadnya (884), imam al-Baihaqi dalam “Sa’b al-Iman” (439/7) (10892), imam al-
Munziri dalam “al-Targhib wa al-Tarhib” (349/3) (4387), dan mengatakan: riwayat Ibnu
Abi al-Dunya dalam kitab “al-Auliya” secara mursal, al-Ajuluni dalam “Kashf al-Khafa”
(889)
104
Sahih: riwayat imam Abi Daud (4941), imam Ahmad (6494), imam al-Hamidi (591),
imam al-Hakim (159/4), imam Ibnu Abi Syaiba dalam karangannya (214/5) (25355), imam
Thabrani dalam “al-Awsat” (23/9) (2752), imam al-Baihaqi dalam “al-Kubra” (214/9), =
=lalu dalam “al-Sa’b” (11048), imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa al-Tarhib” (3412),
imam al-Dilimi (3328)

Imam Tirimizi menyebutkan: hadis ini berstatus hadis hasan sahih. Imam al-Hakim
mengatakan: hadis ini sahih, dan disepakati oleh imam al-Zahabi. Kembali diulang oleh
imam syeikh Albani dalam “silsila al-Ahadis al-Sahihah ” (925) lalu disahihkan.

127
Beliau juga bersabda:
105
ُ‫َمن َل َير َح ُم َل َير َح ُم َو َمن َل َيغ ِف ُر َل يُغفَ ُر لَﮫ‬
“Barangsiapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang maka dia tidak
akan disayang dan barangsiapa yang tidak mau mengampuni maka dia tidak
akan diampuni”. Malik bin Anas berkata, bahwa Nabi S.A.W bersabda:
‫ َوأ َن‬،‫ َوأ َن ت َست َغ ِف َر ِل ُمذنِبُ ُﮭم‬،‫ أَن تُعَيِنَ ُمح ِسنُ ُﮭم‬: َ‫علَيك‬
َ َ‫ق ال ُمس ِل ِمين‬ ِ ‫أَربَ َع ِمن َح‬
106
‫ َوأ َن ت ُ ِحبَّ ت َائِبُ ُﮭم‬،‫ض ُﮭم‬
ُ ‫ت َعُودَ َم ِري‬
“Ada empat hal yang menjadi hak orang-orang Islam atas dirimu,
yaitu hendaklah engkau membantu mereka yang berbuat baik; memohonkan
ampunan atas dosa-dosa mereka; menjenguk yang sakit diantara mereka
dan mencintai dari mereka yang bertaubat”
Diriwayatkan bahwa Nabi Musa A.S berkata kepada Tuhannya: “Ya
Tuhanku, dengan sebab apa Engkau memilih aku sebagai seorang Nabi?”
Allah S.W.T berfirman: “Sebab kasih sayang anda terhadap makhlukKu.”
Diriwayatkan dari Abu Darda’ R.A, sesungguhnya dia pernah membuntuti
anak-anak yang mempermainkan burung pipit, kemudian dia membeli
burung-burung pipit itu dari mereka lalu membebaskannya, sambil berkata:
“Silahkan pergi dan hiduplah dengan bebas terbang ke mana yang kau suka.”
Nabi S.A.W bersabda:
‫ض ِو‬ َ ‫ص ِل ِﮭم َك َمث َ ِل ال َج‬
َ ‫س ِد ِإذَا ِإشت َ َكى‬
ُ ‫ع‬ ُ َ ‫َمث َ ُل ال ُمؤ ِمنِينَ فِى ت ََرا ُح ِم ِﮭم َوت ََو ِادﮪِم َوت َوا‬
107
‫سﮭ ِر‬ َ ‫س ِد ِبال ُح َّمى َوال‬ َ ُ‫ِمنﮫُ ت َدَا ِعى لَﮫ‬
َ ‫سائِ َرال َج‬

105
Riwayat imam Bukhari dalam “al-adab al-Mufrad” (371), dan mengatakan: imam Hajjaj
mengatakan: imam Syu’bah mengatakan: Abdul Malik mengkhabarkan kepada kami: aku
telah mendengar Qubaidha bin Jabir berkata: aku mendengar Umar berkata: “barang siapa
yang tidak menyayangi maka tidak akan disayangi, yang tidak mengampuni tidak akan
diampuni, tidak memaafkan tidak akan dimaafkan, tidak melindungi tidak akan dilindungi”

Pentahkik mengatakan: hadis yang asli adalah yang terangkum dalam sahih Bukhari dan
Muslim yang berbunyi sesuai sabda baginda Nabi S.A.W adalah: ‫ومن ليغفرليغفر لﮫ‬
106
Riwayat imam al-Dilimi dalam musnadnya (1499) dari Anas bin Malik dengan lafaz:

‫ َوأَن تُحِ بَّ ت َائِبُ ُﮭم‬،‫ َوأَن ت َدعو لمدبرﮪم‬،‫ َوأَن تَست َغف َِر ِل ُمذنِبُ ُﮭم‬،‫ أَن تُعَيِنَ ُمح ِسنُ ُﮭم‬: َ‫علَيك‬ ِ ‫أَربَ َع مِ ن َح‬
َ َ‫ق ال ُمسلِمِ ين‬
“Ada empat hal yang menjadi hak orang-orang Islam atas dirimu, yaitu hendaklah engkau
membantu mereka yang berbuat baik; memohonkan ampunan atas dosa-dosa mereka;
memanggil penanggung jawab mereka (perwalian) diantara mereka dan mencintai dari
mereka yang bertaubat”. Imam al-Iraqi mengatakan: pengarang kitab “al-Firdaus”
menyebutkannya dengan lafaz ini, namun tiada kutemukan asal hadisnya.

Riwayat imam Bukhari dalam kitab “al-Adab”, bab “rahmat al-Nas” (6011), imam
107

Muslim dalam kitab “al-bir wa al-silah”, bab “al-nahyu an al-sabab” (2586), imam Ibnu
128
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling sayang
menyayangi, cinta-mencintai dan saling berhubungan diantara mereka,
bagaikan sebilah badan. Bila salah satu anggotanya sakit, maka seluruh
anggota tubuh yang lainnya ikut merasakan sakit dan terjaga”
Hikayat: Ada seorang ahli ibadah dari Bani Israil berjalan melewati
gundukan pasir yang membukit. Pada saat itu Bani Israil dilanda krisis
ekonomi yang sangat parah. Ia berharap dan berujar di dalam hatinya:
“Seandainya gundukan pasir itu adalah tepung (bahan makanan), tentu akan
aku buat kenyang orang-orang Bani Israil.” Lalu Allah S.W.T memberikan
wahyu kepada seorang nabi dari kalangan Bani Israil agar berkata kepada si
Fulan: “Sesungguhnya Allah S.W.T telah mewajibkan atas anda untuk
mendapatkan pahala sebesar seandainya bukit pasir itu benar-benar menjadi
tepung, lalu ia memberinya makan pada menusia dengannya. Oleh sebab itu,
Nabi S.A.W bersabda:
108
َ ‫نِيَةُ ال ُمؤ ِم ُن خَير ِمن‬
‫ع َم ِلﮫ‬
“Niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya.”
Diceritakan bahwa pada suatu hari Nabi Isa A.S keluar dan bertemu
dengan iblis, tangan yang satu membawa madu, sementara tangan yang
lainnya membawa abu. Nabi Isa A.S bertanya: “Wahai musuh Allah S.W.T,
apa yang engkau perbuat dengan madu dan abu itu?” Iblis menjawab: “Madu
ini akan aku oleskan pada bibir orang-orang yang menggunjing, sehingga
mereka bertambah-tambah menggunjingnya sampai puas. Sementara abu
akan aku jadikan bedak pada wajah anak-anak yatim sehingga orang-orang
menjadi tidak menyukai mereka.”

َ ‫الرح َمن ِلبُ َكائِ ِﮫ فَيَقُو ُل هللا‬


‫ يَا َمالَئِ َكتِى‬:‫ع َّز َو َج َّل‬ َّ ‫ش‬ ُ ‫عر‬ َ ‫ب إِﮪت ََّز‬ َ ‫إِ َّن اليَتِي َم إِذَا‬
َ ‫ض َر‬
109
ِ ‫غيَبَت أَبَاُه فِى الت ُّ َرا‬
‫ب؟‬ َ ‫صبِي ِ الَّذِى‬
َ ‫َمن أَب َكى َﮪذَا ال‬

Hibban dalam sahihnya (233/ihsan) dan dalam “Sunan al-Kubra” karangan imam al-Baihaqi
(353/3)
108
Daif: riwayat imam Thabrani dalam “al-Kabir” (185/6) (5942), imam al-Dilimi dalam
musnadnya (6842), imam al-Ajuluni dalam “kasf al-Khafa” (430/2), dari hadis Sahl bin Sa’d
al-Sa’idi. Kemudian diulang kembali oleh imam al-Haisimi dalam “al-Majma’” (162/1) dan
mengatakan: para perawinya terpercaya, kecuali Hatim bin ‘Ibad bin Dinar, kerana tiada aku
mengenalinya, sedangkan para perawi lainnya sangat terpercaya. Imam al-Qadha’i dalam
musnad “al-Shihab” (119/1) (148) dari hadis al-Nawas bin Sam’an
109
Daif: Ibnu ‘Iddi dalam “al-Kamil” 308/2, cetakan Dar al-Fikr, dari Umar, Rasulullah
S.A.W bersabda: ‫الرح َمن‬
َّ ‫ش‬ َ ‫“ إِ َّن ال َيتِي َم ِإذَا بكى إِﮪت ََّز‬seorang yatim jika menangis, maka
ُ ‫عر‬
bergetarlah Arasy al-Rahman”

129
“Sesungguhnya apabila anak yatim dipukul, maka Arasy Allah S.W.T
al-Rahman menjadi terguncang karena tangisannya. Lalu Allah S.W.T
berfirman:”Wahai para MalaikatKu, siapa yang telah membuat tangis anak
yang telah ditinggal mati ayahnya, yang kini telah terbaring di dalam kubur
itu?”
110
َ ‫ام ِﮫ َوش ََرا ِب ِﮫ أَو َج‬
َ‫ب هللاُ لَﮫُ ال َجنَّة‬ َ ‫َمن أ َ َوى يَتِي ًما ِإلَى‬
ِ ‫ط َع‬
“Barangsiapa yang mengundang anak yatim untuk makan dan minum
bersama, maka Allah S.W.T mewajibkan baginya surga.”
Di dalam kitab Raudhatul Ulama disebutkan bahwa Nabi Ibrahim A.S
ketika hendak makan, dia akan berjalan sekitar satu hingga dua mil untuk
mencari orang yang hendak diajak untuk makan bersama. Pada suatu hari Ali
karramallahu wajhah menangis, dan ketika ditanyakan kepadanya: “Apa
yang membuat anda menangis?” dia menjawab: “Karena sudah tujuh hari
aku tidak kedatangan tamu, aku takut jangan-jangan Allah S.W.T
menghinakan aku.”
َّ ‫ َو َمن َمنَ َع‬،َ‫ط َع َم َجائِعًا ي ُِريدُ ِب ِﮫ َوجﮫُ هللاِ َو َجبَت لَﮫُ ال َجنَّة‬َ َ ‫َمن أ‬
ِ‫ع ِن ال َجائِع‬
َ ‫ام‬
َ ‫الط َع‬
ِ ‫عذَّبَﮫُ فِى الن‬
111 َّ
‫ار‬ َ ‫عنﮫُ فَض ِل ِﮫ يَو َم ال ِقيَا َم ِة َو‬ َ ُ‫َمنَ َع هللا‬
“Barangsiapa yang memberi makan orang yang kelaparan karena
mengharapkan keridhaan Allah S.W.T, maka wajib baginya surga. Dan
barangsiapa yang mencegah (tidak sudi) memberi makan orang yang
kelaparan, maka Allah S.W.T akan mencegah (tidak akan memberikan)
anugerah kepadanya, kelak pada hari kiamat. Dan ia akan menyiksanya di
dalam neraka.”
ِ َّ‫اس بَ ِعيد ِمنَ الن‬
‫ َوالبَ ِخي ُل‬،‫ار‬ ِ َّ‫ي قَ ِريب ِمنَ هللاِ قَ ِريب ِمنَ ال َجنَّ ِة قَ ِريب ِمنَ الن‬ ُّ ‫س ِخ‬َّ ‫ال‬
112 َّ
ِ ‫اس قَ ِريب ِمنَ الن‬
‫ار‬ ِ َّ‫بَ ِعيد ِمنَ هللاِ بَ ِعيد ِمنَ ال َجنَّ ِة بَ ِعيد ِمنَ الن‬

pentahkik mengatakan: dan Husein Abi Ja’far: daif, imam Bukhari mengatakan: pengingkar
hadis, imam Nasa’i menyebutkan: daif, imam Tirmizi mengatakan: dia (Husein Abi Ja’far )
didaifkan oleh Yahya bin Said dan yang lainnya, dan hadis ini daif.
110
Daif: riwayat imam Ahmad dalam musnadnya (244/4), (29/5), imam Thabrani dalam
mu’jam “al-Kabir” (669), dalam “al-Awsat” (5345), imam Ibnu al-Mubarak dalam “al-
Zuhd” (230/1), imam al-Harits dalam musnadnya (850/2) no. (903), imam Abu Ya’la dalam
musnadnya (342/4), musnad imam Abdu bin Hamid (209/1) no. (615), “al-Jami’ li akhlaq
al-Rawi” (126/2) no. (1377), imam al-Baihaqi dalam “sa’ab al-Iman” (7886), lalu diulang
kembali oleh imam al-Haisimi dalam “majma’ al-Zawaid” (161/8), dan mengatakan: riwayat
imam Abu Ya’la, imam Ahmad secara ringkas, imam Thabrani maka ia adalah isnad hasan.
111
Penulis tiada bersandar pada hadis dengan lafaz diatas

Riwayat imam Tirmizi dalam kitab “al-bir wa al-silah” (1961, imam Thabrani dalam “al-
112

Awsat” (27/3) (2363) dan mengatakan: hadis ini tidak diriwayatkan dari Yahya dari
Muhammad dari Ayahandanya dari Aisyah R.A namun yang meriwayatkannya hanya Said
130
“Orang yang dermawan dekat pada Allah S.W.T, dekat pada surga,
dekat pada manusia dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir, jauh
dari Allah S.W.T, jauh dari surga, jauh dari manusia, tetapi dekat pada
neraka.”
113
ُ ‫ي أ َ َّح‬
‫ب إِلَى هللاِ ِمنَ العَابِ ِد البَ ِخي ِل‬ َّ ‫ال َجا ِﮪ ُل ال‬
ُّ ‫س ِخ‬
“Orang bodoh yang dermawan, lebih dicintai oleh Allah S.W.T
daripada ahli ibadah yang bathil.”
،‫ ال َعا ِل ُم الَّذِى َيع َم ُل ِب ِعل ِم ِﮫ‬:‫ب‬ َ ‫ِإذَا َكانَ َيو ُم ال ِق َيا َم ِة َيد ُخ ُل ال َجنَّةَ أَر َب َعة ِبغَي ِر ِح‬
ٍ ‫سـا‬
ُ‫ش ِﮭيِدُ الَّذِى قُتِ َل فِى ال َمعر َك ِة ِ ِإلعالَ ِء َك ِل َمة‬َّ ‫ َوال‬، َ‫سق َحتَّى َمات‬ ُ ‫َو َمن َح َّج َولَم يَرفُث َولَم يَف‬
‫ فَ َﮭؤُ َل ِء‬، ٍ‫سبِي ِل هللاِ بِغَي ِر ِريَاء‬ َ ‫ب َما ًل ِمنَ ال َح َال ِل َوأ َنفَقَﮫُ فِى‬ َ َ ‫ي الَّ ِذى إِكت‬
َ ‫س‬ َّ ‫ َوال‬،‫اإلس َال ِم‬
ُّ ‫س ِخ‬ ِ
114 ً َ َ َّ ُ
‫ضا أيُّ ُﮭ َما يَدخ ُل ال َجنة أ َّول‬ َ ً ‫ض ُﮭم بَع‬ ُ ‫ع بَع‬ ُ ‫از‬ ِ َ‫يُن‬
“Pada hari kiamat ada empat golongan yang masuk ke dalam surga
tanpa hisab yaitu: orang alim yang mengamalkan ilmunya; orang haji yang
tidak berkata munkar dan tidak pula berbuat fasik hingga dia wafat; syahid
yang terbunuh di medan perang demi menegakkan ketinggian agama Islam;
orang dermawan yang bekerja mencari yang halal lalu menginfaqkannya di
jalan Allah S.W.T tanpa dicampuri unsur riya’. Mereka itulah orang-orang
yang saling dahulu mendahului sebagian atas sebagian yang lain, sesiapa
diantara mereka yang lebih dulu masuk ke dalam surga”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas R.A, beliau berkata, sesungguhnya Nabi
S.A.W bersabda:

‫علَى ال ِعبَا ِد نَقَلَ َﮭا‬


َ ِ‫ص ُﮭم ِبالنِعَ ِم ِل َمنَافِعِ ال ِعبَا ِد فَ َمن بَ ِخ َل بِتِلكَ ال َمنَافِع‬ُّ َ ‫ِإ َّن ِِلِ ِعبَادًا يَخت‬
115
َ ‫عنﮫُ َو َح َّولَ َﮭا ِإلَى‬
‫غي ِر ِه‬ َ ‫هللاُ ت َ َعالَى‬

bin Muhammad, imam al-Baihaqi dalam “sa’b al-Iman” (10847), (10852) dan mengatakan:
perawinya Talid dan Sa’id adalah daif, imam al-Dilimi dalam musnadnya (3545) dan al-
Haismi dalam “Maj’ma” (127/3) dan mengatakan: riwayat imam Thabrani dalam “al-
Awsat”, yang didalam riwayatnya terdapat Said bin Muhammad al-Waraq, dan beliau daif.
Ensiklopedia Syeikh Abi Bakar al-Ismaili (1348), imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa
al-Tarhib” (3946). Lihat “silsilah al-Ahadis al-Daifah ” karangan imam Albani (154)
113
Tiada ditemukan dalam kitab sunnah manapun yang ada pada pengarang
114
Tiada ditemukan keaslian hadis ini
115
Riwayat imam Thabrani dalam “al-Awsat” 186/8 (8350) imam al-Haisimi dalam “Majma
al-Zawaid” 192/8 mengatakan: didalam riwayatnya ada Muhammad bin Hasan al-Sumti,
yang diyakinkan oleh Ibnu Mu’in dan yang lainnya, juga terdapat Layyin, akan tetapi Syeikh
mereka Abu Usman Abdullah bin Zaid al-Hamsi di daifkan oleh imam al-Azdi.

131
“Sesungguhnya Allah S.W.T memiliki hamba-hamba yang diberi
keistimewaan dengan kenikmatan-kenikmatan agar digunakan demi
kemanfaatan bagi hamba-hamba Allah S.W.T. Barangsiapa yang berlaku
kikir untuk berbuat hal-hal yang bermanfaat buat hamba-hamba Allah
S.W.T, maka Allah S.W.T akan memindahkan kenikmatan itu daripadanya
lalu diberikan kepada yang selainnya”
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
‫ض فَ َمن أ َ َخذَ بِغَص ٍن‬ َ ‫ش َج ِر ال َجنَّ ِة أ َغ‬
ِ ‫صانُ َﮭا ُمت َدَ ِليَة إِلَى األ َر‬ َ ‫س َخا ُء‬
َ ‫ش َج َرة ِمن‬ َّ ‫أل‬
َ ‫ِمن َﮭا قَادَهُ ذَ ِلكَ الغَصنَ ِإ‬
116 َّ
‫لى ال َجن ِة‬
“Kedermawanan adalah suatu pohon dari pohon-pohon surga,
dahan-dahannya menjulur bergelantungan ke bumi. Barangsiapa yang
mengambil sebuah dahan dari dahan-dahan itu, maka dahan itu akan
menuntunnya ke dalam surga.” Diriwayatkan dari Jabir ra, ia berkata, bahwa
ketika Nabi S.A.W ditanya: “Ya Rasulullah, amal apakah yang paling
utama?” Beliau menjawab: “Sabar dan murah hati.”117 ُ‫حة‬َ ‫سـ َما‬
َّ ‫صب ُر َوال‬
َّ ‫ال‬
Al-Muqaddam bin Syarih meriwayatkan, dari ayah dan kakeknya, dia
berkata, aku bertanya kepada baginda Nabi S.A.W: “Ya Rasulullah,

Imam al-Manawi menguatkannya dalam “faid al-Qadir” (478/2): melalui karangan Ibnu Abi
al-Dunya dalam “Qadha al-Hawaij” atau: buku karangannya yang berkenaan tentanga “fadl
Qadha Hawaij al-Nas”, seperti halnya imam al-Baihaqi dalam “al-Sa’b”, imam Hakim dan
imam Ahmad, namun pengarang kitab ini tidak menerima hadis tersebut, kerana
mengesampingkan riwayat dari Ibnu Umar bin Khattab, imam al-Haisimi mengatakan:
didalamnya terdapat Muhammad Hassan bin al-Sumti, Layyin lalu dikuatkan oleh Ibnu
Muin yang diriwayatkannya dari Abi Usman Abdullah bin Zaid al-Hamsi dan telah
didaifkan oleh imam al-Azdi
116
Maudhu: riwayat al-Baihaqi (10875), imam al-Ajuluni dalam “Kasf al-Khafa” (1469),
yang diulang lagi oleh imam al-Zahabi dalam “mizan al-I’tidal” (298/2) dalam terjemahan
al-Hussein bin Ilwan, dan mengatakan setelah hadis diselesaikan secara riwayat: hadis ini
telah diletakkan dari Hisham. Abu Hatim al-Basti dalam “al-Majruhin” (245/1), dan
mengatakan: hadis ini diletakkan dari Hisham bin Urwah dan yang lainnya dari perawi yang
terpercaya, namun peletakannya tiada dibenarkan kecuali untuk pengungkapan takjub, dan
kesemua ini tiada diterima oleh imam Hambali Allah yarham.
117
Sahih: riwayat imam Ahmad dari hadis Aishah R.A dan Amru bin Anbasa dengan lafaz:
‫اإلي َمان؟‬
ِ ‫“ َما‬apakah iman?” baginda Nabi S.A.W menjawabnya dengan: “‫”الصبر والسماحة‬
“sabar dan murah hati”, didalam riwayatnya terdapat Shahr bin Husyib, riwayat imam al-
Baihaqi dalam kitab “al-Zuhd al-Kabir” (702), dengan isnadnya yang sahih dst...=
=imam Abu Ya’la dalam musnadnya (1854), imam Abdullah bin Muhammad Abu Bakar
al-Qirshi dalam “makarim al-Akhlaq” (59), dan mengatakan: riwayat imam Ahmad, yang
dalam isnadnya terdapat Shahr bin Husyib dan telah dicatat akan kedaifannya.

132
tunjukkanlah kepadaku amal yang dapat membuat aku masuk ke dalam
surga?” Nabi S.A.W bersabda:
118
‫ َو ُحس ُن ال َك َـال ِم‬،‫سـالَ ِم‬
َّ ‫ـاء ال‬
ِ ‫ش‬ َّ ‫ت ال َمغ ِف َرةِ بَذ ُل‬
َ ‫ َوإِف‬،‫الطعَ ِام‬ ِ ‫إِ َّن ِمن ُمو ِجبَا‬
“Di antara amal-amal yang menyebabkan mendapatkan ampunan
ialah memberikan makan, menyebarkan salam dan perkataan yang baik”

19. KHUSYU’ DALAM SHALAT

Dijelaskan dalam suatu hadis bahwa suatu hari Malaikat Jibril datang
kepada baginda Nabi S.A.W, beliau berkata: “Ya Rasulullah, aku telah
melihat seorang malaikat berada di atas singgasana. Disekelilingnya terdapat
tujuh puluh ribu malaikat yang berbaris melayaninya. Setiap hembusan nafas
dari malaikat itu Allah S.W.T menjadikan sebagai malaikat. Namun sekarang
aku melihat malaikat itu berada di atas gunung Qaf, sayapnya patah dan
menangis. Ketika dia melihat aku, dia berkata: ‘Apakah anda akan menolong
aku?’ Jibril berkata: ‘Apa kesalahan anda?’ Dia berkata: ‘Ketika aku berada
di singgasana pada malam mi’raj, Nabi Muhammad lewat dihadapanku,
namun aku tidak berdiri untuk menghormatinya. Lalu Allah S.W.T
menghukum aku dengan hukuman seperti ini dan menjadikan aku berada di
tempat ini, sebagaimana yang engkau lihat’ Jibril berkata: ‘Maka aku
mendekatkan diri kepada Allah S.W.T dengan penuh tadharru’ agar aku
diperkenankan utuk memberikan pertolongan kepadanya.’ Allah S.W.T
berfirman: ‘Hai Jibril, katakan pada malaikat itu agar membaca shalawat
pada Nabi Muhammad S.A.W.’ Jibril berkata: ‘Lalu malaikat itu membaca
shalawat kepada engkau wahai rasulullah, maka Allah S.W.T
mengampuninya dan menumbuhkan sayapnya”. 119
Ketahuilah, bahwa disebutkan dalam suatu riwayat, sesungguhnya amal
seorang hamba yang pertama kali dilihat pada hari kiamat iaitu shalat, jika

118
Sahih: riwayat imam Thabrani dalam “mu’jam al-Kabir” (180/22) (469), diulang kembali
oleh imam al-Haisimi dalam “majma’ al-Zawaid” (175/5), dan mengatakan: riwayat imam
Thabrani dengan 2 isnad yang salah satunya dapat dipercaya, juz (29/8) dan mengatakan:
riwayat imam Thabrani yang didalamnya terdapat Abu Abiyah al-Asja’i: meriwayatkannya
dari Ahmad bin Hambali dan lainnya, serta tiada pula yang mendaifkannya, begitu pula
dengan para perawi lainnya yang terpercaya, imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa al-
Tarhib” (4080), dan mengatakan: diriwayatkan oleh imam Thabrani dengan 2 isnad yang
salah satunya sangat terpercaya, imam Ibnu Abi al-Dunya dalam kitab “al-Sumtu” imam al-
Hakim dan mereka berdua mengatakan: “kepadamu diwajibkan berbicara yang santun dan
membagi-bagikan makanan”. Imam al-Hakim mengatakan lagi: sahih tiada illat terhadapnya
119
Tiada ditemukan keaslian dari riwayat ini, tanda baca dan peletakan kata yang terdapat
pada riwayat diatas menunjukkan ketidak-asliannya.

133
shalatnya sempurna, maka shalat itu diterima darinya, beserta seluruh amal
yang lainnya. Bila shalatnya kurang, maka dikembalikanlah ia beserta amal-
amal yang lain kepadanya.
Nabi S.A.W bersabda:
120
‫ان َمن أ َوفَى إِست َوفَى‬ ِ ‫صالَةِ ال َمكت ُوبَ ِة َك َمث َ ِل‬
ِ َ‫الميز‬ َ ‫َمث َ ُل ال‬
“Perumpamaan shalat wajib itu seperti timbangan, barangsiapa
yang menyempurnakan , maka ia akan disempurnakan” Yazid Ar-Raqasyi
berkata bahwa shalat Rasulullah S.A.W itu lurus dan sempurna, seakan-akan
ia adalah sebagai timbangan”. 121
Nabi S.A.W bersabda:
‫احد َوإِ َّن َما‬
ِ ‫س ُجودُ ُﮪ َما َو‬
ُ ‫ع ُﮭ َما َو‬ ِ ‫الر ُجلَي ِن ِمن أ ُ َّمتِى لَيَقُو َم‬
َ ‫ان إِلَى ال‬
ُ ‫ص َالةِ َو ُر ُكو‬ َّ ‫إِ َّن‬
122
‫ض‬ َ
ِ ‫اء َواألر‬ ِ ‫س َم‬ َ ‫ص َالت َي ِﮭ َما َما بَينَ ال‬
َ َ‫بَين‬
“Sesungguhnya dua orang laki-laki dari umatku menunaikan shalat,
keduanya melakukan ruku’dan sujud yang sama. Tetapi sesungguhnya
perbedaan antara shalat mereka berdua sejauh langit dan bumi. Lalu Nabi
S.A.W mengisyaratkan pada kekhusyu’an (sebagai hal yang membedakan
antara dua shalat itu)”
Nabi S.A.W bersabda:
123
ُ ‫صلبِ ِﮫ بَينَ ُر ُكو ِع ِﮫ َو‬
‫س ُجو ِد ِه‬ ُ ‫َل يَن‬
َ ‫ظ ُر هللاَ يَو َم ال ِقيَا َم ِة اِلَى العَب ِد َليُ ِقي ُم‬
120
Daif: riwayat imam al-Qadhai dalam musnad “al-Shihab” (1383), imam al-Baihaqi dalam
“al-Sa’b” (3151), diulang kembali oleh imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa al-Tarhib”
(774) dan mengatakan: riwayat imam al-Baihaqi seperti ini, riwayat darinya benar,
sedangkan yang lainnya mursal. Imam ibnu ‘Iddi dalam “al-Kamil” (371/5), kesemua itu
diriwayatkan dari Ibnu Abbas secara marfu’, sanadnya daif, kerana didalamnya terdapat
perawi ‘Ismah bin Muhammad bin Fadhalah. Riwayat imam Ibnu al-Mubarak dalam “al-
Zuhd” (1190) dari hadis al-Hasan secara mursal.
121
Daif: riwayat imam Ibnu al-Mubarak dalam “al-Zuhd” (103) dari Yazid al-Riqashi,
dimana dia adalah perawi mursal daif.
122
Madhu’: riwayat imam Ibnu al-Mubarak dalam “al-Zuhd” (91), imam Tirmizi dalam
“nawadir al-Ushul” (207/3), imam al-Ajuluni dalam “kasf al-Khafa” (554/2), imam Ali bin
Sultan bin Muhammad al-Hurwi dalam “al-Masnu’” (461)
123
Sahih dengan ijma’ para ahli hadis dan para saksi: riwayat imam Ahmad 23/4, imam
Thabrani dalam “al-kabir” (8361), imam Ibnu Khuzaimah dalam sahihnya (198), =
=imam Ibnu Hibban dalam sahihnya (1893), dalam “al-Mawarid” (500) dan diulang
kembali oleh imam al-Haisimi dalam “Majma’ al-Zawaid” (120/2), lalu mengatakan:
diriwayatkan oleh imam Thabrani dalam “al-Kabir wa al-Awsat” semua perawinya
terpercaya, kemudian imam al-Kanani dalam “Misbah al-Zujaj” menyebutkan: isnad dari
hadis ini sahih dan para perawinya pun terpercaya lagi benar didalam setiap musnadnya
sesuai standar setiap hadis, riwayat imam Ahmad pun dalam seperti ini juga dalam
musnadnya, begitu pula dengan imam ibnu Khuzaimah dalam sahihnya yang diriwayatkan
134
“Allah S.W.T tidak akan melihat seorang hamba yang tidak
meluruskan atau menegakkan tulang punggungnya antara ruku’ dan
sujudnya.”
Nabi S.A.W bersabda:
‫ع َﮭا‬
ُ ‫شو‬ ُ ‫س ُجود ُ َﮪا َو ُخ‬ ُ ‫ضو ُء َﮪا َوأ َت َ َّم ُر ُكو‬
ُ ‫ع َﮭا َو‬ ُ ‫ص َالة ً ِل َوقتِ َﮭا َوأ َسبَ َغ ُو‬
َ ‫صلَّى‬ َ ‫َمن‬
ً
‫صالة ِلغَي ِر‬ َ َ ‫صلى‬ َّ َ َ َ َ َ
َ ‫ َو َمن‬،‫ َحفظكَ هللاُ ك َما َحفظتنِى‬:‫ضاء ُمس ِف َرة تقو ُل‬ ُ َ َ ‫ي بَي‬ َ ‫ع ِر َجت َو ِﮪ‬ُ
‫ي‬
َ ‫ع ِر َجت َو ِﮪ‬ ُ ‫ع َﮭا‬ ُ ُ َ
ُ ‫س ُجود ُ َﮪا َول خشو‬ َ
ُ ‫ع َﮭا َول‬ ُ َ
ُ ‫ضو ُء َﮪا َولم يَتِم ُركو‬ َ
ُ ‫َوقتِ َﮭا َولم يَسبُغ ُو‬
‫ف‬ َ َ
ُّ ‫شا َء هللاُ لفت ك َما يَ ِل‬ ُ َ َ
َ ‫ضيَعَتنِي َحتى إِذا كانَت َحيث‬ َّ َ
َ ‫ضيَعَكَ هللاُ ك َما‬ َ :‫سودَاء ُمظ ِل َمة ت َقُو ُل‬ َ
124
ُ‫ب بِ َﮭا َوج َﮭﮫ‬ َ
ُ ‫ب ال َخل ُق فيَض ِر‬ َ
ُ ‫الثو‬
“Orang yang shalat tepat waktu, menyempurnakan wudhunya,
menyempurnakan ruku’, sujud dan khusyu’nya, maka shalat itu naik
diangkat dengan keadaan putih bersinar. Maka ia (shalat) itu berkata:
‘Semoga Allah S.W.T memeliharamu, sebagaimana anda telah memelihara
aku.’ Sementara orang yang menunaikan shalat tidak tepat waktu, tidak
menyempurnakan wudhunya, dan tidak pula menyempurnakan ruku’, sujud
dan khusyu’nya, maka shalat itu diangkat naik dalam keadaan hitam dan
kelam, dan ia (shalat) berkata: ‘Semoga Allah S.W.T menyia-nyiakan anda,
sebagaimana anda menyia-nyiakan aku. Sehingga ketika shalat itu sampai
pada suatu tempat yang dikehendaki Allah S.W.T, ia menjadi bagaikan
pakaian usang yang terlipat, lalu dilemparkan pada wajahnya”.
Nabi S.A.W bersabda:
َ ‫س ِرقَة ا َلَّ ِذى يَس ِر ُق ِمن‬
‫ص َالتِ ِﮫ‬ َ َّ‫أ َس َوأ ُ الن‬
َ ‫اس‬
125

dari Muhammad bin al-Masni, Ahmad bin al-Miqdam yang keduanya juga memenuhi syarat
riwayat, riwayat imam Ibnu Hibban dalam sahihnya dari al-Fadl bin al-Habab dari
Musaddad dari Mulazim bin Amru dengan sanadnya dan matannya, yang mana dia
memiliki saksi dari hadis Abu Huraira yang diriwayatkan imam Bukhari dalam sahihnya
dan yang diriwayatkan oleh pengarang 4 sunnah dari hadis Ibnu Mas’ud.
124
Daif: riwayat imam Thabrani dalam “al-Awsat” (3095), imam Abu Daud al-Tayalisi
dalam musnadnya (585), imam al-Bazzar dalam musnadnya (2708, 2691), diulang kembali
oleh imam al-Haismi dalam “al-Majma’” (302/1), dan mengatakan: riwayat imam Thabrani
dalam hadis ini terdapat perawi yang bernama ‘Ibad bin Kasir yang mana para ahli hadis
bersepakat mendaifkannya, lalu dalam kitab yang sama (122/2) beliau mengatakan: riwayat
imam Thabrani dalam “al-Kabir” dan imam al-Bazar atau pun dari riwayat yang lainnya,
akan dijumpai perawi al-Ahwas bin Hakim, dan dia adalah daif menurut keterangan dari
Ibnu al-Madini al-‘Ajli dan ijma para ahli hadis, sedangkan para perawi lainnya dapat
dipercaya.
125
Sahih: riwayat imam Ahmad (310/5) (22659), imam al-Tayalisi dalam musnadnya (2219)
imam Abdu bin Hamid (911), imam al-‘Ajaluni dalam “kasf al-Khafa” (359), imam al-
Hakim (229/1), diulang kembali oleh imam al-Haisimi dalam “Majma’ al-Zawaid” (120/2)
lalu mengatakan: riwayat imam Thabrani dalam “al-Kabir wa al-Awsat” semua para
135
“Manusia pencuri yang paling buruk ialah orang yang mencuri
shalatnya”. Ibnu Mas’ud R.A berkata, sesungguhnya shalat itu merupakan
ukuran atau timbangan, barangsiapa yang menyempurnakan shalat maka dia
akan disempurnakan, dan barangsiapa mencuranginya, bahwa ketahuilah
bahwa Allah S.W.T berfirman: ‫“ ﭽ ﯖ ﯗ ﯘ ﭼ‬Kecelakaan bagi orang-orang
yang curang” (al-Muthaffifin: 1).
Sebagian ulama berkata, bahwa perumpamaan orang yang shalat itu
bagaikan orang yang berdagang. Dia tidak akan mendapatkan laba, selama
modal pokoknya tak dapat diselamatkan. Demikian pula orang yang
melakukan shalat, amal sunnahnya tidak akan diterima, sampai ia
menunaikan yang fardhu.
Umar R.A berkata: “Ketika anda hadir dalam shalat, maka berdirilah
menghadapi api (kemurkaan) Tuhan yang telah anda nyalakan, lalu
padamkan nyala api itu. Nabi S.A.W bersabda:
126
ُ ‫صالَة ت َ َمسكن وت َ َوا‬
‫ضع‬ َ ‫إِنَّ َما ال‬
“Sesungguhnya shalat itu merupakan sikap merendahkan diri dengan
penuh dan kehinaan (dihadapan Tuhan)”
Nabi S.A.W bersabda:
َ ‫ َو‬،ً‫اء َوال ُمن َك ِر لَم يَزدَد ِمنَ هللاِ ِإ َّل بُعدا‬
ُ ‫صالَة‬ ِ ‫ش‬َ ‫عن الفَح‬ َ ُ‫َو َمن لَم ت َن َﮭﮫ‬
َ ُ‫ص َالت ُﮫ‬
127 َ
‫اء َوال ُمنك ِر‬ َ ‫الغَاف ِل َل ت َمنَ ُع ِمنَ الفَح‬
ِ ‫ش‬
“Barangsiapa yang shalatnya tidak dapat mencegahnya dari
perbuatan keji dan munkar, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah
S.W.T, melainkan bertambah jauh. Shalatnya orang yang lalai, tidak dapat
mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar”
Nabi S.A.W bersabda:
‫ َو َما ا َ َرادَ ِب ِﮫ ِإ َّل الغَا ِف ِل‬.128 ‫ب‬
ُ ‫ص‬ ُ ‫ام ِﮫ ِإ َّل الت َّع‬
َ َ‫ب َوالن‬ ِ ‫س لَﮫُ ِمن قِ َي‬
َ ‫َكم ِمن قَائِ ًما لَي‬

perawinya terpercaya. Imam al-Zahabi mengatakan: isnad hadis ini baik. Diulang kembali
oleh imam al-Munziri dalam “al-Targhib” (98/1) juga mengatakan: riwayat imam Thabrani
dalam 3 dari Abdullah bin Mughafal dengan sanad baik. Imam al-Hakim mengatakan: hadis
ini sahih dengan syarat dari imam Bukhari dan Muslim namun tiada disahkan. Kemudian
imam Syeikh Albani menyatakan hadis ini sahih dalam kitab “Sahih al-Jami’” (986)
126
Tiada aku bersandar pada hadis ini: imam al-Iraqi mengatakan: hadis ini diriwayatkan
oleh imam Tirmizi dan Nasa’i juga yang perawi lainnya dari hadis al-Fadl bin Abbas dengan
isnad mudtarib…dst
127
Telah di takhrij
128
Hasan: diriwayatkan melalui makna hadis oleh imam Nasa’i dalam “sunan al-Kubra”
(3333, 3249), imam Ibnu Majah (1690), imam al-Darimi (2720), imam Ahmad (9683),
imam al-Qadha’i dalam musnad “al-Shihab” (1424), imam al-Kanani mengatakan dalam
“Misbah al-Zujajah” (618) (69/2): isnad hadis ini sahih dan seluruh perawinya terpercaya
136
“Berapa banyak orang yang berdiri (melakukan shalat), tetapi dia
tidak mendapatkan sesuatupun dari apa yang dilakukannya itu kecuali
kelelahan dan kepayahan” Hal ini, tidak lain, dimaksudkan bagi orang yang
lalai dalam shalatnya. Beliau juga bersabda:
َ ‫صالَتِ ِﮫ إِ َّل َما‬
‫عقَ َل ِمن َﮭا‬ َ ‫لَي‬
َ ‫س ِللعَب ِد ِمن‬
“Seorang hamba tidak mendapatkan sesuatu pun dari shalatnya
kecuali apa yang dipikirkan (dalam shalat)”
Ahli ma’rifat berkata, bahwa shalat itu hendaklah memenuhi empat
hal, yaitu: Dilakukan atas dasar ilmu; didirikan dengan rasa malu; ditunaikan
dengan penuh pengagungan dan keluar dari shalat dengan membawa rasa
takut. 129 Sebagian syeikh berkata, barangsiapa yang tidak dapat menyatukan
hatinya pada hakekat, maka shalatnya menjadi rusak.
Nabi S.A.W bersabda:
‫ان َيلعَبنَ بِالدُ ِر‬ َّ َ‫ فِي ِﮫ َج َو ِارى َخلَقَ ُﮭ َّن هللاُ ِمن‬،‫ أ َأل َفِي ُح‬:ُ‫فِى ال َجنَّ ِة نَﮭر يُقَا ُل لَﮫ‬
ِ ‫الزعفَ َر‬
،‫سالَ ِم‬َّ ‫علَي ِﮫ ال‬
َ ،‫ت دَ ُاود‬ ِ ‫صو‬ َ ‫ب ِمن‬ ُ ‫ف لُغَ ٍة أ َص َوات ُ ُﮭ َّن أ َط َي‬
ِ ‫سب ِعينَ أ َل‬
َ ‫س ِبحنَ هللاَ ِب‬ ِ ‫َوال َياقُو‬
َ ُ‫ت ي‬
‫ َأل َس َكنَنَّﮫُ دَ ِاري‬:‫ فَ َيقُو ُل هللاُ ت َ َعالَى‬،‫ضو ِر‬ ُ ‫شوعِ َوال ُح‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫صالَت ُﮫُ بِال ُخ‬ َ ‫ نَح ُن ِل َمن‬: َ‫َو َيقُلن‬
130
‫َو َأل َج َعلَنَّﮫُ ِمن زَ َو ِاري‬
Disurga terdapat sungai yang disebut dengan Afyah. Di sungai itu
terdapat bidadari-bidadari yang diciptakan Allah S.W.T dari za’faran.
Mereka mempermainkan mutiara dan yaqut serta membaca tasbih kepada
Allah S.W.T dengan tujuh ribu bahasa. Suara mereka lebih merdu dari suara
Nabi Daud A.S, Mereka berkata: ‘Kami adalah milik orang yang
menunaikan shalatnya dengan khusyu’ dari kehadiran sepenuh hati.’ Lalu

melalui riwayat imam Nasa’i dari Muhammad bin Abdullah al-Makhzumi dari Yahya bin
Adam dari Ibnu al-Mubarak dan bukan diriwayat kami yang diriwayatkan oleh imam Nasa’i
dari Muhammad bin Hatim dari Hibban dari Ibnu al-Mubarak dan tidak di rafa’, dan riwayat
dari imam al-Hakim dalam “al-Mustadrak” dari Abi Bakar bin Abi Nasir al-Mawarzi dari
Abi al-Muwajjah dari Qutaibah bin Said dari Ismail bin Ja’far dari Amru bin Abi Amru dari
Said al-Maqbari dengan isnad dan matan lalu mengatakan: hadis ini sahih dengan ketetapan
syarat imam Bukhari.
129
Telah ditakhrij sebelumnya
130
Tiada ditemukan keasliannya

Pentahkik mengatakan: permisalan yang sangat berlebihan ini menempatkan pengarangnya


kedalam 2 hal penting: pertama, bisa jadi keinginan untuk mengarang kisah ini disebabkan
kebodohan yang nyata, dan yang kedua disebabkan sifat zindiq yang tersimpan dalam=
=diri pembuat cerita demi menciptakan kisah demi mengurangi nilai kemuliaan baginda
Nabi Muhammad S.A.W.

137
Allah S.W.T berfirman: “Aku akan menempatkannya di perkampunganKu
dan menjadikannya termasuk orang-orang yang mengunjungiKu”
Diriwayatkan bahwa Allah S.W.T berfirman kepada Nabi Musa : Katakan
kepada umatmu yang durhaka, mereka tidak usah mengingat Aku, karena
Aku tidak membutuhkannya.” Hai Musa jika engkau mengingat Aku, maka
berzikirlah, janganlah engkau mencederai anggota tubuhmu yang terus
berzikir. Jadikanlah dirimu ketika berzikir kepadaKu sebagai orang yang
khusyu’ dan damai. Jika engkau berzikir kepadaKu, jadikanlah lisanmu
dibelakang hati, dan jika engkau berdiri dihadapanKu, maka berdirilah
seperti berdirinya seorang hamba yang hina, bermunajat dengan hati yang
dipenuhi ketakutan serta lisan yang benar.
Dalam riwayat yang lain juga disebutkan, bahwa Allah S.W.T berfirman
kepada Nabi Musa A.S: “Katakan kepada umatmu yang durhaka, bahwa
mereka tidak usah mengingat Aku. Ketahuilah, Aku telah bersumpah pada
dzatKu sendiri, sesungguhnya barangsiapa yang mengingat Aku, tentu Aku
mengingatnya. Jika orang-orang yang durhaka itu mengingat Aku (saat
melakukan kedurhakaan), maka Aku mengingat mereka dengan laknat.”
Yang demikian ini, diperuntukkan kepada orang yang bermaksiat, sementara
dia tidak lupa mengingatNya. Lalu bagaimana bila kelalaian dan
kemaksiatan itu berkumpul? Sebagian sahabat berkata bahwa manusia akan
dikumpulkan pada hari kiamat, sebagaimana halnya kondisi mereka ketika
shalat, yaitu dalam ketenangan dan kedamaian, kenikmatan dan kelezatan.
Nabi S.A.W melihat seorang laki-laki yang mempermainkan jenggotnya
dalam shalat, lalu beliau bersabda:
131
َ ‫ب َﮪذَا لَخ‬
ُ‫شعَت َج َو ِار ُحﮫ‬ َ ‫لَو َخ‬
ُ ‫ش َع قَل‬
“Seandainya hati orang ini khusyu’, tentu anggota-anggota tubuhnya
menjadi khusyu’ pula”
Dan beliau bersabda:
ُ‫صالَت ُــﮫ‬ َ ‫َمن لَم يَخ‬
َ ‫شع قَلبُﮫُ ُردَّت‬
“Barangsiapa yang hatinya belum bisa khusyu’, maka shalatnya
dipulangkan (ditolak)”
Ketahuilah, bahwa Allah S.W.T memuji orang-orang yang khusyu’ dan
tawadhu’ dalam shalatnya, tidak hanya dalam satu ayat saja. Sebagaimana
ayat-ayat berikut ini:

131
Daif: imam Ibnu al-Mubarak dalam “al-Zuhd” (1188) (419/1), imam Abdul Razak dalam
karangannya (211), imam al-Baihaqi dalam “Sunan al-Kubra” (3365) (285/2) yang
dimauqufkan terhadap Ibnu al-Musayyab yang dalam isnadnya dimasukkan kepada perawi
tanpa nama. Kemudian diulang oleh imam al-Hakim Tirmizi dalam “Nawadir al-Ushul” dari
hadis Abi Huraira, halaman (352, 317, 184), yang didalamnya terdapat perawi Abu Daud al-
Nakh’i yang telah disepakati daifnya.

138
‫ﭽﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭼ‬
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)
orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.” (al-Mu’minun: 1-2).
Allah S.W.T berfirman:

“Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.” (al-


Mu’minun: 9).
Lalu dalam ayat lain Allah S.W.T berfiman:

“Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu


tetap mengerjakan shalatnya.” (al-Ma’arij: 22-23).
Dikatakan, bahwa orang yang melakukan shalat itu banyak, tetapi
yang khusyu’ dalam shalatnya itu hanya sedikit. Banyak orang yang
beribadah haji, tetapi yang mabrur hanya sedikit. Burung itu banyak tetapi
burung yang berkicau merdu hanya sedikit. Orang yang alim itu banyak,
tetapi yang mengamalkan ilmunya itu sedikit. Shalat adalah tempat
ketundukan, tambang ketawadhu’an dan kekhusyu’an. Semua itu merupakan
alamat diterimanya shalat. Karena shahnya shalat itu ada syaratnya demikian
pula agar shalat itu dterima juga ada syaratnya. Adapun syarat shahnya shalat
itu ialah memenuhi kefardhuannya, sedangkan syarat diterimanya shalat
adalah kekhusyu’an.
Allah S.W.T berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang
yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.”
(QS. Al-Mu’minun: 1-2).
Mengenai diterimanya shalat orang yang bertakwa, Allah S.W.T
berfirman: “Sesungguhnya Allah S.W.T hanya menerima shalat dari orang-
orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27).
Nabi S.A.W bersabda:
132
َ ‫صلَّى َركعَت َي ِن ُمقبِ ًال فِي ِﮭ َما‬
ُ‫علَى هللاِ بِقَلبِ ِﮫ خ ََر َج ِمن ذُنُوبِ ِﮫ َكيَو ِم َولَدَتﮫُ ا ُ ُّمﮫ‬ َ ‫َمن‬
Artinya:

132
Riwayat Ibnu Abi Syaiba dalam karangannya (7631) dari Silah bin Asyim: bahwasanya
baginda Rasulullah S.A.W bersabda:

‫ من صلى ركعتين لم يحدث نفسﮫ فيﮭما بشيئ من الدنيا لم يسأل هللا شيأ إل اعطاه‬lalu mengatakan: imam al-
Iraqi menyebutkan bahwa hadis ‫من صلى ركعتين لم يحدث نفسﮫ فيﮭما بشيئ من الدنيا غفر لﮫ ما تقدم من ذنبﮫ‬
yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Abi Syaibah dari hadis Silah bin Asyim adalah mursal,
dimana hadis ini dalam rakaman imam Bukhar dan Muslim terdapat penambahan di awalnya
namun tidak menggunakan kalimat ‫بشيئ من الدنيا‬, lain pula dengan riwayat imam al-Tayalisi
yaitu dengan penambahan ‫بخير‬ ٍ ‫إل‬

139
“Barangsiapa yang shalat dua rakaat dengan menghadapkan hatinya
kepada Allah S.W.T dalam kedua rakaat itu, maka ia keluar dari dosa-
dosanya, seperti pada hari sang ibu melahirkannya.”
Ketahuilah, bahwa tidak ada yang melengahkan seseorang dari
shalatnya, kecuali oleh hal-hal yang melintas yang datang dan mengganggu.
Maka menangkis dan mengusirnya adalah menjadi sebuah keharusan. Hal itu
bisa terjadi dengan melakukan shalat di tempat yang gelap gulita, jauh dari
kebisingan, menghindari sajadah dan pakaian-pakaian yang bermotif dan
berhias yang dapat mengganggu dan melengahkannya, pada saat tunduk
melemparkan pandangan kebawah dalam shalat. Sebagaimana diriwayatkan ,
bahwa ketika Nabi S.A.W, memakai khamishah (jubah hitam dari bulu atau
sutera), hadiah dari Abu Jahm buat beliau. Pada jubah itu bermotif
mencolok. Nabi S.A.W memakainya dalam shalat, lalu melepaskannya
setelah shalat. Beliau bersabda:
133
‫صالَتِى‬ َ ‫ فَإ ِنَّﮫُ أ َل َﮭتنِى أ َنِفًا‬،‫ِإذ َﮪبُوا اِلَى أ َ ِبى ُج َﮭم‬
َ ‫عن‬
“Pergilah kalian dengan membawa jubah ini dan kembalikan kepada
Abu Jahm, karena jubah itu baru saja melengahkan aku dari shalatku”.
Baginda Nabi S.A.W memerintahkan untuk memperbaharui tali
sandalnya, kemudian melihatnya ketika shalat. Bila hal itu terlihat baru maka
beliau memerintahkan untuk melepaskannya134 lalu mengembalikan tali
pengikat yang usang. Nabi S.A.W pernah memakai cincin emas di jari
tangan beliau yang mulia, sebelum diharamkan. Pada saat Nabi S.A.W
berada diatas mimbar, beliau melemparkan cincin itu, seraya bersabda:

135
‫ نَظ َرة اِلَي ِﮫ َونَظ َرة اِلَي ُكم‬،‫شغَلَنِى َﮪذَا‬
َ
“Cincin ini telah menggangguku, sekali aku melihatnya dan sekali
aku melihat kalian”
Pernah suatu kali seorang laki-laki yang melaksanakan shalat dikebun
kurma yang sedang berbuah lebat. Maka dia melihat buah-buah itu dan
mengaguminya, sehingga tiada sadar sudah berapa rakaat shalat yang telah
dikerjakannya. Kemudian dia menceritakan hal itu kepada Utsman R.A dan:

133
Riwayat imam Bukhari dalam kitab “al-azan”, bab “al-iltifat fi al-Shalati” (752), imam
Muslim dalam kitab “al-Masajid wa mawadi’u al-Shalati”, bab “karahiya al-Shalati fi al-
saubu lahu a’lam” (556), imam Abu Daud dalam kitab “al-Libas” 38/4 (4052) , imam
Ahmad (2576)
134
Tiada aku bersandar pada kisah ini

Sahih: riwayat imam Nasa’i dalam “al-Mujtabi” (5289), “al-Kubra” (9543), imam
135

Ahmad (322/1) (2963), imam Thabrani dalam “al-Kabir” (40/12) (12408)

140
“Sedekahkanlah ia dan jadikanlah untuk di jalan Allah S.W.T.” Akhirnya
Utsman menjualnya seharga lima puluh ribu.
Sebagian ulama salaf berkata, bahwa ada empat hal yang masuk
dalam kategori penyimpangan dalam shalat, yaitu menoleh, mengusap
wajah, meratakan batu kerikil dan shalat di tempat biasa orang berlalu-
lalang. Baginda Nabi S.A.W bersabda:
136
‫ص ِلى َما لَم َيلت َ ِفت‬
َ ‫علَى ال ُم‬
َ ‫ع َّز َو َج َّل ُمق ِبل‬
َ َ‫ِإ َّن هللا‬
“Sesungguhnya Allah S.W.T menghadap kepada orang yang shalat
selama ia tidak menoleh (berpaling)”.
Abu Bakar ketika shalat, laksana tonggak yang tertancap ditanah
yang keras. Sementara sebagian sahabat begitu tenangnya dalam ruku’
sehingga sekiranya burung-burung pipit hinggap padanya mengira bahwa
mereka adalah benda-benda mati yang tak bergerak. Semua itu bisa terjadi
hanya dengan pemahaman yang sederhana yaitu kepada raja-raja dunia saja
seseorang menaruh hormat, maka apalagi ketika menghadap di hadapan Sang
Maha Raja.
Di dalam kitab Taurat tertulis: “Wahai anak cucu Adam, janganlah
engkau merasa lemah untuk berdiri dihadapanKu, shalat dalam keadaan
menangis. Sesungguhnya Aku, Allah S.W.T adalah Tuhan yang amat dekat
dengan hatimu dan di dalam keghaibanmu akan engkau dapati nurKu.”
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab R.A berkata di atas mimbar:
“Sesungguhnya ada orang laki-laki di dalam Islam yang jambangnya akan
beruban, tetapi dia tidak pernah menyempurnakan shalatnya untuk Allah
S.W.T.” Dikatakan: “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Umar menjawab: “Dia
tidak pernah menyempurnakan kekhusyu’an dan ketawadhuan dalam shalat.
Ketika ditanyakan kepada Abul Aliyah mengenai firman Allah
S.W.T:
َ ‫ص َالتِ ِﮭم‬
)٥( َ‫سا ُﮪون‬ َ ‫الَّذِينَ ﮪُم‬
َ ‫عن‬
“(Yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya.” (al-Ma’un: 5)
Dia menjawab: “Yaitu orang yang lalai dalam shalatnya, sehingga dia
tidak tahu sudah berapa rakaat shalat yang telah dilakukannya, pada rakaat

136
Daif: riwayat imam Abu Daud (909), imam Ibnu Khuzaimah dalam sahihnya (482),
imam al-Darimi (1423) (1423): yang didalam riwayatnya terdapat Abu al-Ahwas Maula
Leis, imam Nasa’i menyebutkan: kami tiada mengenalnya, tiada pula mengetahui siapa dia
sebenarnya, yang kami ketahui hanya riwayat dari Ibnu Shihab

Imam al-Dauri Ibnu Muin mengatakan: tiada sesuatu apapun didalamnya, dan imam Ibnu
Hibban mengulangnya dalam “al-Tsiqat”. Imam al-Hakim mengatakan: Abu Ahmad bagi
mereka bukanlah seorang pemberi matan. Imam al-Hafiz menyebutkan dalam “al-Taqrib”:
dimakbulkan. Imam al-Bani dalam “al-Mishkah” mengatakan: daif

141
genapkah atau pada rakaat ganjil? Hasan berkata: “Yaitu, orang yang lalai
dari waktu shalat , hingga waktu shalat itu telah keluar (habis).”
Nabi S.A.W bersabda,
‫ضتﮫُ َعلَي ِﮫ‬ ِ َ‫ َل يَن ُجو ِمنِى َعب ِدي إِل بِأ َد‬:‫قال هللا تعالى‬
َ ‫اء َما إِفت َ َرا‬
“Sesungguhnya Allah S.W.T berfirman (dalam hadis qudsi):
“Hamba-Ku tidak akan selamat dari siksa-Ku, kecuali dengan menunaikan
apa yang Aku wajibkan atasnya”

20. MENGGUNJING DAN MENGADU DOMBA

Ketahuilah, bahwa Allah S.W.T telah menyatakan di dalam Al-Qur’an


secara tegas bahwa menggunjing adalah perbuatan tercelaan dan memberi
permisalan bagi sesiapa yang melakukannya sebagai orang yang memakan
bangkai saudaranya sendiri. Allah S.W.T berfirman:
)١٢( ُ‫ض ُكم َبعضًا أَي ُِحبُّ أ َ َحد ُ ُكم أَن يَأ ُك َل لَح َم أ َ ِخي ِﮫ َميتًا فَك َِرﮪت ُ ُموه‬
ُ ‫َو َل يَغت َب بَّع‬
Artinya:
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain,
sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (al-Hujurat: 12).
Baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
ُ‫ضﮫ‬ َ ‫ دَ ُمﮫُ َو َمالُﮫُ َو‬,‫علَى ال ُمس ِل ِم َح َرام‬
ُ ‫عر‬ َ ‫ُك ُّل ال ُمس ِل ِم‬
“Setiap muslim atas muslim yang lainnya adalah haram darahnya,
harta dan kehormatannya”
Nabi S.A.W juga bersabda:
,‫علَي ِﮫ‬ ُ ‫الر ُج َل قَد يَزنِى فَيَتُو‬
َ ُ‫ب هللا‬ َّ ‫ فَإ ِ َّن‬,‫الزنَا‬
ِ َ‫شدُّ ِمن‬ َ َ ‫ فَإ ِ َّن ال ِغيبَةَ أ‬,‫إَيَّا ُكم َوال ِغيبَ ِة‬
‫احبُ َﮭا‬
ِ ‫ص‬َ ُ‫ب ال ِغي َب ِة َل َيغ ِف ُر لَﮫُ َحت َّى يَغ ِف ُر لَﮫ‬ َ ‫اح‬ ِ ‫ص‬َ ‫َو ِإ َّن‬
“Takutlah anda sekalian akan menggunjing, karena menggunjing itu
lebih berat daripada berzina. Seorang laki-laki yang telah berzina, lalu
bertobat dan Allah S.W.T akan menerima tobatnya. Sementara orang yang
menggunjing dia tidak akan mendapatkan ampunan, hingga orang yang
dipergunjingkan mengampuninya”
Mereka berkata: “Perumpamaan orang menggunjing manusia,
bagaikan orang mempersiapkan alat lempar di suatu tempat, lalu ia
melempari dengannya ke kanan dan ke kiri. Maka dengan begitu,
sesungguhnya ia melemparkan kebaikannya sendiri.
Nabi S.A.W bersabda:
‫لى ِجس ِر َج َﮭنَّ َم يَو ُم ال ِقيَا َم ِة‬
َ ‫ع‬َ ‫َمن َر َمى أَخاَهُ بِ ِغيبَ ٍة ي ُِريدُ بِ َﮭا ِشينُﮫُ أُوقَفَﮫُ هللاُ تَعَالَى‬
‫َحتَّى يُخ ِر ُج ِم َّما قَا َل‬
“Barangsiapa yang melempari saudaranya dengan pergunjingan
untuk mencela saudaranya itu, maka Allah S.W.T akan menempatkannya

142
pada jembatan neraka Jahannam, kelak pada hari kiamat, hingga ia keluar
dari dosa pergunjingannya itu”
Baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
137
ُ‫ال ِغيبَةُ ذِك ُركُ أ َ َخاكَ ِب َما يُك ِره‬
“Ghibah (menggunjing) itu ialah penyebutan mengenai saudara anda
akan hal-hal yang tidak dia sukai”
Yang bermakna penyebutan mengenai kekurangan (cacat) badannya, atau
kelalaiannya, perbuatan, perkataannya atau berkenaan dengan harta dunianya
ataupun yang berkenaan dengan pakaian, selendang dan kendaraannya.” Para
ulama terdahulu (al-mutaqaddimin) menyatakan seandainya anda berkata:
“Si Fulan bajunya panjang atau pendek, maka hal itu termasuk ghibah. Lalu
bagaimana halnya dengan sebutan-sebutan anda mengenai dirinya yang tidak
disukainya?”
Diriwayatkan, suatu ketika ada seorang perempuan pendek datang
menghadap kepada Nabi S.A.W untuk keperluannya. Ketika perempuan itu
telah keluar, Aisyah berkata: “Betapa pendeknya si perempuan itu.” Maka
Nabi S.A.W bersabda: 138‫“ إغتبتﮭا يا عائشة‬Anda telah mempergunjingkannya,
hai Aisyah.” Nabi S.A.W bersabda:
ُ‫ َولَ ت ُق ِب ُل لَﮫ‬,‫عاء‬
َ ُ ‫احبُ َﮭا د‬
ِ ‫ص‬ ٍ ‫ث أ َفَا‬
ُ ‫ َليُست َ َج‬:‫ت‬
َ ‫اب ِل‬ َ َ‫ِإيَّا ُكم َوال ِغيبَ ِة فَإ ِ َّن فِي َﮭا ث َال‬
‫ت‬ َ ‫علَي ِﮫ ال‬
ِ ‫س ِيئ َا‬ َ ‫ َوت َت َرا ُكم‬,ُ‫سنة‬
َ ‫ال َح‬
“Jauhilah tindak laku ghibah, kerana di dalamnya terdapat 3
bencana: tiada dikabulkannya doa, tiada diterima kebaikannya, dan akan
selalu berada di dalam keburukan ghibah ”
Baginda Nabi S.A.W bersabda mengenai tercelanya adu domba:

137
Riwayat imam Muslim dari hadis imam Abu Huraira dalam kitab “al-Bir wa al-Silah wa
al-Adab”, bab “Tahrim al-Ghibah” (2001/4) (2589)

Imam Abu Daud dalam kitab “al-Adab” 270/4 (4874), imam Tirmizi dalam kitab “al-Bir”
375/3 (1934) dan mengatakan: hasan sahih, imam Ibnu Hibban 5758/13 (57579), imam
Malik dalam “al-Muwatta’” 1000/2, imam Ibnu Hibban dalam sahihnya (5759), imam
Ahmad 384/2 dengan isnad hasan, 386/2 dengan isnad sahih, imam al-Darimi dalam “al-
Raqaq” 387/2 (2714)
138
Sahih: riwayat imam Abu Daud 269/4 (4875), imam Tirmizi (2502), imam Ahmad 206/6.
Imam Tirmizi mengatakan: hadis ini hasan sahih, dan Abu Huzaifah adalah aufi dari
sahabat Abi Mas’ud, serta disebutkan bahwa nama beliau adalah Salmah bin Suhaibah, serta
tiada riwayat dari hadis ini yang berisikan lafaz ‫ لَقَد ِإغت َبت َ َﮭا‬seperti yang dituliskan oleh imam
ِ ‫لَقَد قُلتَ َك ِل َمة لَو َمزَ ج‬
Ghazali, namun yang terdapat didalamnya adalah lafaz: ُ‫ت ِب َماءِ ال َبح ِر لَ َمزَ َجتﮫ‬
“engkau telah mengatakan perkataan yang bercampur (keburukan), yang kalau saja engkau
adukkan kedalam air laut maka akan larutlah ia”

143
139
‫اس يَو ُم ال ِقيَا َم ِة ذُو َوج َﮭي ِن النَ َّما ُم الَّ ِذى يَأتِي َﮪ ُؤ َل ِء بِ َوج ِﮫ َﮪؤُ َل ِء بِ َوج ٍﮫ‬
ِ َ‫ش ُّر الن‬
َ
“Sesungguhnya seburuk-buruk manusia besok pada hari kiamat
adalah orang yang berwajah dua (dzul wajhaini), yaitu pengadu domba
yang datang kepada mereka (manusia) dengan satu wajah, sementara dia
datang kepada mereka (manusia yang lain) dengan wajah yang satunya
lagi”
ِ َّ‫َان ِمنَ الن‬
‫ار‬ َ ‫َمن َكانَ ذَا َوج َﮭي ِن فِى الدُّنيَا َكانَ لَﮫُ يَو َم ال ِقيَا َم ِة ِل‬
ِ ‫سان‬
“Barangsiapa yang berwajah dua di dunia, maka pada hari kiamat ia
berlisan dua dari api neraka”
Diriwayatkan dari baginda Nabi S.A.W bersabda:
140
‫َل َيد ُخ ُل ال َجنَّةَ نَ َّمــام‬
“Tidak akan masuk surga para pengadu domba”
Bila dikatakan: “Apakah hikmahnya Allah S.W.T menciptakan setiap
makhluk dengan mempunyai lidah yang bisa berbicara dan lidah yang tidak
bisa berbicara lalu sementara itu ikan tidak memiliki lidah sama sekali.”
Maka dijawab: “Karena setelah Allah S.W.T menciptakan Adam A.S lalu
memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam A.S dan
semua pun bersujud untuk menghormati beliau, kecuali iblis. Maka Allah
S.W.T melaknat iblis dan mengusirnya dari surga serta merubah bentuk
wajahnya. Iblis pun turun ke bumi dan datang ke laut. Makhluk bumi yang
pertama kali dilihat iblis ialah ikan, lalu ia mengkhabarkan kepadanya
mengenai penciptaan Adam. Iblis berkata (kepada ikan): “Adam itu
pemburu, dia akan memburu dan mengambil hewan-hewan laut dan darat”.
Lalu ikan menyampaikan dan meyebarkan berita tentang Adam itu pada
bintang-binatang laut. Kerana hal ini pula Allah S.W.T menghilangkan
lidahnya.”
Diceritakan dari Amr bin Dinar, dia berkata, bahwa ada seorang laki-
laki dari suatu kota, yang memiliki saudara perempuan yang bertempat di
pinggiran suatu kota. Suatu hari saudari perempuannya itu jatuh sakit, dan
datanglah dia menjenguknya. Ketika saudarinya itu wafat, dia merawat,
mengurus dan memikulnya ke kuburan sampai menguburkannya. Setelah
selesai menguburkannya, dia pun pulang dengan maksud menemui keluarga
(suami) saudari perempuannya yang baru saja dimakamkan. Kemudian dia
menceritakan bahwa dompet miliknya yang dibawa pada saat memakamkan
saudara perempuannya hilang jatuh tertinggal di kuburan. Selanjutnya suami

Riwayat imam Bukhari dalam kitab “al-Adab”, bab “Ma Qila fi al-Wajhaini” (6058),
139

imam Muslim dalam kitab “al-Bir wa al-Silah”, bab “zammi zi al-Wajhain”


140
Riwayat imam Bukhari dalam kitab “al-Adab”, bab “Ma Yukrih min al-Namima” 472/10
(6056), imam Muslim dalam kitab “Fadhail al-Sahabah”, bab “khiyar al-Nas” (2526)

144
perempuan tersebut meminta bantuan pada seorang laki-laki sahabatnya agar
membantu saudara iparnya untuk mencari dompetnya yang hilang tersebut.
Keduanya berangkat ke kuburan lalu membongkar makam perempuan yang
baru saja telah dimakamkan itu. Akhirnya dompet yang hilang itu dapat
ditemukan kembali. Saudara laki-laki daripada perempuan yang wafat itu
berkata kepada laki-laki yang membantunya: “Menyingkirlah sebentar, aku
akan melihat bagaimana kondisi mayat saudari perempuanku.” Ketika dia
mengangkat apa yang ada didalam liang lahat itu, alangkah terperanjatnya
dia melihat dengan tiba-tiba bahwasanya jasad saudari perempuannya itu
menyalakan api. Setelah selesai mengembalikan pemakaman saudarinya itu
seperti sedia kala, dia pun pulang kerumahnya lalu bertanya kepada ibunya:
“Ceritakan kepadaku, bagaimana keadaan saudari perempuanku yang
sebenarnya ketika masih hidup, apa yang biasa dia perbuat?” Sang ibu
berkata: “Saudari perempuanmu itu, biasa mendatangi pintu-pintu tetangga,
lalu dia menempelkan kupingnya pada cela-cela pintu untuk mendengarkan
pembicaraan yang terjadi dibalik pintu-pintu tersebut. Hal itu dia lakukan
agar dapat mencuri pembicaraan sebagai bahan untuk mengadu domba.”
Dari cerita ibunya itu, dia pun tahu akan seksa yang didapati dalam kubur.
Oleh sebab itu, barangsiapa yang ingin selamat dari siksa kubur, maka
hendaklah dia menjauhkan diri dari adu domba dan menceritakan keburukan
orang lain.
Diceritakan dari Abu Laits al-Bukhari, bahwa suatu ketika berangkat
menunaikan ibadah haji, dia menaruh dua dirham di dalam sakunya dan
bersumpah: “Apabila aku menggunjing seseorang dalam perjalanan
menunaikan ibadah haji ke Makkah ini, baik pada saat berangkat maupun
ketika kembali pulang. Maka wajib atas aku bersedekah dengan dua dirham
itu karena Allah S.W.T. Maka berangkatlah dia menunaikan haji menuju
kota Makkah, dan sampai selesai menunaikan ibadah haji lalu kembali
pulang ke kampung halamannya, dua dinar yang ada di sakunya itu masih
utuh. Ketika ditanyakan kepadanya mengenai masalah tersebut dia pun
menjawab: “Berzina seratus kali lebih baik aku sukai daripada menggunjing
sekalipun hanya sekali saja”.
Abu Hafs al-Kabir berkata: “Seandainya aku tidak berpuasa di bulan
Ramadhan, maka itu lebih aku sukai daripada menggunjing manusia”.
Kemudian dia berkata lagi: “Barangsiapa yang menggunjing orang alim,
maka ketika dia akan datang pada hari kiamat, dengan wajah yang
bertuliskan ‘inilah orang yang terputus dari rahmat Allah S.W.T’”.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A, bahwasanya dia berkata:

145
َ َ ‫شونَ ُو ُجو َﮪ ُﮭم بِأ‬
َ‫ظافِ ِرﮪِم َويَأ ُكلُونَ ال َجيفَة‬ ُ ‫علَى أَق َو ٍام يَخ َم‬ َ ‫َم َررتُ أَس ِرى بِي‬
141
‫اس فِى الدنيَا‬ ِ َ‫ َﮪ ُؤ َل ِء الَّ ِذينَ يَأ ُكلُونَ لُ ُحو ِم الن‬:‫ َمن َﮪؤُ َل ِء يَا ِجب ِريل؟ قَا َل‬: ُ‫فَقُلت‬
“Sesungguhnya Rasulullah S.A.W bersabda: “Pada malam aku
diisra’kan, aku melewati beberapa kaum yang mencakar-cakari muka-muka
mereka dengan kuku-kuku mereka sambil memakani bangkai, maka akupun
bertanya: ‘Siapakah mereka itu, ya Jibril?’ Jibril menjawab: ‘Mereka itulah
orang-orang yang memakan daging-daging manusia ketika di dunia
(menggunjing)”.
Hasan R.A berkata: “Demi Allah S.W.T, pergunjingan itu lebih cepat
merusak agama seseorang, daripada penyakit yang memakan dan
merontokkan jasad manusia”. Abu Hurairah R.A berkata: “Salah seorang
diantara kalian dapat melihat kotoran di mata saudaranya, namun dia tak
dapat melihat sekutip kotoran di pelupuk matanya sendiri”.
Diriwayatkan, suatu ketika Salman R.A berada dalam suatu
perjalanan bersama Abu Bakar dan Umar R.A. Salman R.A bertugas
memasak makanan untuk mereka. Abu Bakar dan Umar R.A mengutusnya
agar datang kepada baginda Nabi S.A.W untuk memeriksa persediaan
makanan yang terdapat pada baginda Nabi S.A.W. Tetapi Salman tidak
menemukan makanan apapun di sisi beliau. Maka dia pun segera kembali
kepada Abu Bakar dan Umar R.A. Lalu keduanya berkata: “Seandainya dia
pergi ke sumur begini....tentu airnya menjadi tidak ada.” Kemudian turunlah
ayat:

“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.


Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Surah al-
Hujurat: 12).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah R.A yang berkata: sesungguhnya
baginda Nabi S.A.W bersabda:

ُ‫ ُكلﮫُ َميِتًا فَإِنَّكَ أ َ َكلتَﮫ‬:ُ‫َمن أ َ َك َل لَح َم أ َ ِخي ِﮫ فِى الدُّنيَا قَد ََّم إِلَي ِﮫ لَح ِم ِﮫ يَو َم ال ِقيَا َم ِة َويُقَال‬
142 ُ ُ َ
ُ‫َحيًّا فيَأكلﮫ‬
141
Sahih: riwayat imam Abu Daud dalam kitab “al-Adab” (269/4) (4878), imam Ahmad
(13365), imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa al-Tarhib” (4296)
142
Daif: riwayat imam Thabrani dalam “al-Awsat” (1656), diulang kembali oleh imam al-
Haisimi dalam “Majma’ al-Zawaid” (92/8) dan mengatakan: riwayat imam Thabrani di
hadis ini terdapat didalamnya Ibnu Ishaq yang terkenal dengan perilaku dusta, serta perawi
lain yang tiada aku mengenalnya. Imam al-Munziri menyebut hadis ini di dalam “al-Targhib
wa al-Tarhib” (4294) lalu menyatakan: riwayat Abu Ya’la, Thabrani dan Abu al-Syeikh
146
“Barangsiapa yang makan daging saudaranya di dunia
(menggunjing), maka daging saudaranya itu akan disuguhkan padanya
besok pada hari kiamat, seraya dikatakan: ‘Makanlah dia dalam keadaan
mati, karena dulu engkau memakannya dalam keadaan hidup’. Lalu dia
memakannya...”. Kemudian baginda Nabi S.A.W membacakan ayat:

“Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging


saudaranya yang sudah mati?” (Surah al-Hujurat: 12).
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah al-Anshari R.A, bahwa kabar
pergunjingan menjadi begitu jelas jika terjadi atau menyebar pada masa
Rasulullah S.A.W, kerana pergunjingan pada masa itu amatlah sedikit
terjadi. Sedangkan pada masa kini, pergunjingan begitu banyak terjadi yang
memenuhi ruang kehidupan sehingga menyengat hidung laksana bau tak
sedap yang menyebar luas, sehingga hal itu menjadi suatu hal biasa dan tak
lagi dapat dibedakan. Hal itu dapat dimisalkan seperti seorang yang masuk
ke rumah tukang menyamak kulit. Begitu dia masuk ke dalam rumah itu bau
busuk langsung menyengat hidungnya, hingga dia tak akan tahan berlama-
lama di dalamnya namun bagi penghuni yang tinggal di dalam rumah itu,
bau busuk tadi adalah hal yang sudah biasa, seakan-akan tiada mencium
kebusukan dari kulit yang disamak, sehingga mereka sudah terbiasa untuk
makan dan minum di dalamnya. Yang demikian itu, kerana hidung mereka
sudah tak lagi mencium bau busuk semacam itu. Begitulah perumpamaan
untuk perihal pergunjingan yang terjadi kini, perlakuan tercela ini sudah
bukan lagi menjadi sesuatu yang merisihkan, tetapi telah menjadi menu
utama dalam kehidupan sehari-hari.
Ka’ab berkata: “Sesungguhnya aku pernah membaca sebagian kitab,
bahwa orang yang mati dalam keadaan bertaubat dari ghibah (menggunjing),
maka dia adalah orang yang terakhir kali masuk surga. Sedangkan orang
yang mati setelah melakukan ghibah dan meremehkan dosa ghibah, maka dia
adalah orang yang pertama kali masuk neraka.
Allah S.W.T berfirman:
)١( ٍ‫َويل ِل ُك ِل ُﮪ َمزَ ةٍ لُّ َمزَ ة‬
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat dan pencela”. (Surah al-
Humazah: 1)
Yakni, sekeras-keras siksa adalah bagi humazah (pengumpat), iaitu
orang yang mencela dirimu ketika tidak berhadir dalam majlis; dan lumazah

dalam kitab “al-Taubikh”, namun beliau mengatakan: “‫ ”يصيح‬dengan tambahan huruf sad
kecil yang keseluruhannya berasal dari riwayat Muhammad bin Ishaq, sedangkan perawi
selain Ibnu Ishaq adalah orang-orang yang terpercaya. Imam al-Hafiz Ibnu Hajar
menyebutkan dalam kitab “al-Fath” setelah hadis diperiksa secara sanad: sanadnya hasan.

147
(pencela), yaitu orang yang mencela atau memaki secara langsung di
hadapanmu.
Latar belakang turunnya ayat tersebut bermula dari kasus Al-Walid
bin Mughirah yang menggunjing dihadapan baginda Nabi S.A.W dan kaum
muslimin. Hal yang melatar belakangi turunnya ayat tersebut bersifat khusus,
yaitu mengenai al-Walid, namun dengan demikian ancaman yang terdapat di
dalam ayat tersebut bersifat umum.
Baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
َ َ ‫ِإيَّا ُكم َوال ِغيبَ ِة فَإ ِنَّ َﮭا أ‬
ِ َ‫شدُّ ِمن‬
‫الزنَا‬
“Takutlah kalian terhadap ghibah, karena ghibah itu lebih berat
(dosanya) daripada zina” Para sahabat bertanya; “Bagaimana bisa terjadi
dosa ghibah itu lebih berat daripada zina?” Beliau bersabda:
‫ب ال ِغيبَ ِة َل يَغ ِف ُر لَﮫُ َحت َّى‬
َ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ ‫ َوإِ َّن‬،‫علَي ِﮫ‬
َ ُ‫ب هللا‬ ُ ‫ ث ُ َّم يَت ُو‬،‫الر ُج َل يَزنِى‬
ُ ‫ب فَيَت ُو‬ َّ ‫إِ َّن‬
143
ُ‫احبُﮫ‬
ِ ‫ص‬ َ ُ‫عنﮫ‬ َ ‫يَعفُو‬
“Seorang laki-laki berzina, lalu dia bertaubat, maka Allah S.W.T
akan menerima taubatnya.” Tetapi orang yang menggunjing dia tidak akan
mendapatkan pengampunan, sampai orang yang dipergunjingkan itu
mengampuninya. Maka menjadi sebuah kewajiban bagi orang yang
menggunjing untuk menyesal dan bertaubat agar terbebaskan dari hak Allah
S.W.T, lalu meminta kehalalan (iatu maaf) kepada orang yang
dipergunjingkan agar dia mau memaafkannya, barulah terbebas dari dosa
kezalimannya”.
Nabi S.A.W bersabda:
144
‫َاب أَخَاهُ ال ُمس ِل ِم َح َّو َل هللاُ َو َج َﮭﮫُ إِلَى دُب ُِر ِه يَو ُم ال ِقيَا َم ِة‬
َ ‫َمن إِغت‬
“Barangsiapa yang menggunjing saudaranya yang muslim, maka
Allah S.W.T akan memindah wajahnya ke duburnya kelak pada hari kiamat”.
Barangsiapa yang melakukan pergunjingan, maka hendaklah dia memohon
ampun kepada Allah S.W.T sebelum dia meninggalkan majlis tempat
pergunjingannya, sebelum berita pergunjingan itu sampai kepada orang yang
dicakap-cakapkan. Karena bila orang yang menggunjing itu, langsung terus

143
Daif: riwayat Hanad dalam “al-Zuhd” (1178), diulang kembali oleh imam al-Haisimi
dalam “Majma’ al-Zawaid” (91/8), dan mengatakan: riwayat imam Thabrani dalam “al-
Awsat”, dimana dalam riwayat tersebut terdapat perawi ‘Ibad bin Kasir al-Saqfi, yang
hadisnya bersifat matruk. Imam al-Iraqi mengatakan dalam takhrij hadis-hadis “al-Ihya’”:
hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi al-Dunya dalam “al-Sumti”, Ibnu Hibban dalam “al-
Du’afa” dan Ibnu Marduwiyah dalam “al-Tafsir”.

Pentahkik mengatakan: imam ulama Albani mengulangnya kembali dalam “Daif al-Jami’”
(2203), dan mengatakan: daif.
144
Tiada aku bersandar pada hadis ini.

148
bertobat kepada Allah S.W.T, sebelum sampainya berita pergunjingan itu
kepada orang yang dipergunjingkan, maka taubatnya akan diterima. Tetapi
apabila berita pergunjingan itu telah sampai pada orang yang
dipergunjingkan, maka dosa pergunjingannya belumlah bisa terampuni
dengan bertaubat, sebelum mendapatkan kehalalan dan pengampunan dari
orang yang dipergunjingkan. Begitu pula halnya, bila seseorang berzina
dengan wanita yang bersuami, hingga berita itu sampai di telinga suaminya,
maka dosanya tidak bisa terampuni dengan bertaubat, sebelum mendapatkan
kehalalan dan pengampunan dari suami wanita itu.
Adapun dosa meninggalkan shalat, zakat, puasa dan haji, maka
dosanya belum bisa terampuni hanya dengan bertobat, melainkan harus
disertai dengan mengqadha’ (mengganti) kewajiban yang telah
ditinggalkannya itu. Wallahu a’lam.

21. ZAKAT

Allah S.W.T berfirman:


َّ ‫َوالَّذِينَ ﮪُم ِل‬
)٤( َ‫لزكَاةِ فَا ِعلُون‬
“Dan orang-orang yang menunaikan zakat” (Surah al-Mu’minun:
4).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata, sesungguhnya
Rasulullah S.A.W bersabda:
‫ما من صاحب ذﮪب ول فضة ل يؤدى منﮭا حقﮭا إل إذا كان يوم القيامة‬
:‫ أى‬،‫ فأحمى عليﮭا فى نار جﮭنم فيكون بﮭا جبينﮫ وظﮭره‬،‫صفحت لﮫ صفائح من نار‬
‫ويوسع جسمﮫ لﮭا كلﮭا وإن كثرت كلما بردت أعيدت لﮫ فى يوم كان مقداره خمسين‬
145
‫ألف سنة حتى يقضى بين العباد فيرى سبيلﮫ إما إلى الجنة وإما إلى النار‬
“Tidaklah orang yang mempunyai emas dan tidak pula perak (yang
telah mencapai batas nisab) lalu tidak mengeluarkan zakatnya, melainkan
ketika datang hari kiamat, emas dan peraknya itu dijadikan sebagai lempeng
api yang dipanaskan diatas neraka Jahannam, lalu lambung dan punggung
mereka digosok dengannya. Badan orang itu diluaskan sesuai dengan
besarnya lempeng menurut kadar banyaknya emas dan perak yang tidak
dibayarkan itu. Ketika setrika itu dingin, ia dikembalikan (dipanaskan) lagi.
Dia akan digosok dengan takaran satu hari neraka lamanya sama dengan
lima puluh ribu tahun (bila dibandingkan dengan ukuran hari-hari dunia).
Demikian itu terus terjadi, sampai Allah S.W.T memberikan keputusan pada

145
Sahih: riwayat imam Muslim dalam kitab “al-Zakat” (987), imam Abu Daud dalam kitab
“al-Zakat” (1658) dan imam Ahmad 262/2.

149
hamba-hambaNya. Setelah itu, ia baru tahu, apakah ia ke surga ataukah ke
dalam neraka”.
Allah S.W.T berfirman:

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak


menafkahkannya pada jalan Allah S.W.T, maka beritahukanlah kepada
mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari
dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri,
maka rasakan sekarang (akibat dari apa yang kamu simpan itu.” (Surah al-
Taubah: 34-35).
Rasulullah S.A.W bersabda:
‫ ظلمونا حقوقنا التى فرضت‬:‫ يقولون‬,‫ويل للغنياء من الفقراء يوم القيامة‬
146
‫عليﮭم‬
“Pada hari kiamat orang-orang kaya mendapatkan celaka yang
besar, karena mereka telah menzalimi hak-hak orang-orang fakir. Orang-
orang fakir mengatakan: ‘sesungguhnya mereka telah menzalimi hak-hak
kami yang telah diwajibkan atas mereka’. Lalu Allah S.W.T berfirman:
‘Demi kemuliaan dan keagunganKu, serta menjauhkan mereka dariKu’.
Kemudian Rasulullah S.A.W membaca firman Allah S.W.T:

“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,


bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-
apa (yang tidak mau meminta).” (Surah al-Ma’arij: 23-24).
Diriwayatkan bahwa pada malam saat baginda Nabi S.A.W
diisra’kan, beliau melewati (menjumpai) suatu kaum di bagian belakang dan
depan mereka terdapat banyak tambalan-tambalan. Mereka digembalakan

146
Daif: riwayat imam al-Dilimi dalam musnadnya (7137), imam Thabrani dalam “al-
Saghir” (639), dan mengatakan: tiada yang meriwayatkan hadis ini selain Anas dengan
isnad seperti ini, yang membedakan dengan riwayat Janadah. Dalam “al-Awsat” (108/5)
(4813), imam al-Haisimi mengatakan dalam “Majma’ al-Zawaid” (62/3): riwayat imam
Thabrani dalam kitab “al-Saghir” dan “al-Awsat”, didalam riwayatnya terdapat al-Harits bin
al-Nu’man yang dia adalah daif. Kemudian imam al-Munziri menuliskan riwayat ini juga
didalam “al-Targhib wa al-Tarhib”, lalu mendiamkannya.

imam al-Haisimi mengatakan dalam “Majma’ al-Zawaid” (62/3): didalam riwayatnya


terdapat al-Harits bin al-Nu’man yang dia adalah daif, juga terdapat perawi Janadah bin
Marwan yang tiada kekuatan dalam riwayatnya.

Hadis ini dituliskan oleh imam Albani didalam kitab “Daif al-Jami’”

150
sebagaimana binatang gembala kepada suatu tempat yang tumbuhannya
adalah pohon dhari’ (pohon berduri), zaqqum147 dan bara api neraka
Jahannam. bertanya:
‫َمن َﮪؤُ َل ِء يَا ِجب ِريل؟‬
“Siapakah mereka itu, wahai Jibril?” Jibril A.S menjawab
148
‫ظالَّ ٍم ِللعَبِي ِد‬ َ ‫ت أ َم َوالُ ُﮭم َو َما‬
َ ِ‫ظلَ َم ُﮭ ُم هللاُ َو َما هللاُ ب‬ َ َ‫ َﮪ ُؤ َل ِء الَّ ِذينَ َليُ َؤدُّون‬:‫قَا َل‬
ِ َ ‫صدَقا‬
“Mereka adalah orang-orang yang tidak menunaikan zakat harta
bendanya. Allah S.W.T tidak menganiaya mereka dan tidaklah Allah S.W.T
berlaku zalim terhadap hamba-hambaNya”.
Diceritakan bahwa sekelompok tabi’in keluar untuk berkunjung pada
Abi Sannan. Ketika mereka telah sampai, lalu masuk dan duduk di sisinya di
dalam rumahnya, Abi Sannan berkata: “Berdirilah kalian, marilah berziarah
bersama kami untuk berta’ziah pada tetanggaku yang telah kematian
saudaranya.” Muhammad bin Yusuf Al-Quzyani berkata: “Kami lalu
berangkat pergi bersama Sannan, dan masuk ke dalam rumah orang laki-laki
itu. Kami mendapatinya banyak menangis, dan meratapi atas kematian
saudaranya itu maka kami menghibur dan menenangkannya, tetapi dia
menolak. Kami berkata kepadanya: “Tidakkah engkau tahu, bahwa kematian
adalah sebuah jalan yang tidak bisa dihindari”. Dia menjawab: “Ya, benar,
tetapi aku menangis karena azab yang menimpa saudaraku ini”. Kami
bertanya kepadanya: “Apakah Allah S.W.T telah memperlihatkan hal yang
ghaib kepadamu?” Dia menjawab: “Tidak, namun tetapi setelah kami
menguburkannya, meratakan tanah di atasnya dan orang-orang yang
mengantar pun telah pergi meninggalkannya, aku duduk di sisi kuburnya.
Tiba-tiba aku mendengar suara dari dalam kuburnya: “Aduh...mereka telah
meninggalkan aku sendirian dalam keadaan tersiksa. Sungguh aku berpuasa
dan aku shalat.” Laki-laki itu berkata: “Perkataan saudaraku di dalam kubur
itulah yang membuat aku menangis. Selanjutnya aku menggali lagi
kuburnya, untuk melihat bagaimana keadaan saudaraku yang sebenarnya,
tiba-tiba aku melihat kilatan api menyambarnya, dilehernya terdapat kalung
dari api. Rasa kasihan terhadap saudaraku mendorong aku mengulurkan
tangan untuk mengangkat kalung yang membelit di lehernya. Tetapi kalung

147
Kedua pohon itu adalah makanan penghuni neraka (penterj.)

Daif: diulang riwayatnya oleh imam al-Haisimi dalam “Majma’ al-Zawaid” (67/1), dan
148

mengatakan riwayat imam al-Bazar yang para perawinya terpercaya, namun Rabi’ bin Anas
mengatakan: riwayat dari Abi al-Aliya atau yang lainnya, para pengikut riwayat ini tiada
dikenal. Imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa al-Tarhib” (1140), dan dikuatkan oleh
imam al-Bazar.

Pentahkik mengatakan: hadis ini tiada dijumpai dalam riwayat imam al-Bazar.

151
api itu, justru membakar jari-jemari dan tanganku. Kemudian ia
menunjukkan tangannya kepada kami, dan benar ternyata tangannya hitam
terbakar.” Lalu laki-laki itu berkata: “Maka aku mengembalikan tanah
kuburnya lagi dan setelah selesai meratakannya aku pun terus pergi
meninggalkannya. Demikianlah, bagaimana aku tidak menangis dan bersedih
hati atas keadaan saudaraku itu”. Lalu kami bertanya kepadanya: “Apa yang
biasa dilakukan saudaramu itu semasa hidupnya di dunia?” dia menjawab:
“Dia tidak mengeluarkan zakat dari harta bendanya”. Yusuf Al-Quzyani
berkata: “Kami berkata, sesungguhnya ini adalah bukti kebenaran dari
firman Allah S.W.T berikut ini:
‫ط َّوقُونَ َما بَ ِخلُوا بِ ِﮫ‬ َ ‫َولَ يَح َسبَ َّن الَّذِينَ يَب َخلُونَ بِ َما آت َا ُﮪ ُم ّللاُ ِمن فَض ِل ِﮫ ﮪ َُو خَي ًرا لَّ ُﮭم بَل ﮪ َُو ش ٌَّر لَّ ُﮭم‬
َ ُ‫سي‬
)١٨٠( ‫ض َوّللاُ ِب َما تَع َملُونَ َخ ِبير‬ ِ ‫ت َواألَر‬ ِ ‫س َم َاوا‬ َّ ‫اث ال‬ُ ‫ير‬
َ ‫َيو َم ال ِق َيا َم ِة َو ِِلِ ِم‬
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang
Allah S.W.T berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa
kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk
bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu, akan dikalungkan kelak di
lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah S.W.Tlah segala warisan
(yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah S.W.T mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (Surah Ali Imran: 180).
Saudaramu itu disegerakan azabnya di dalam kuburnya sampai hari
kiamat. Yusuf berkata: “Kemudian kami keluar pergi meninggalkan laki-laki
yang berbela sungkawa itu. Selanjutnya kami datang menemui Abu Dzar
R.A sahabat Rasulullah S.A.W menceritakan peristiwa yang dialami oleh
laki-laki tersebut”. Kami berkata kepadanya: “Telah mati orang-orang
Yahudi dan Nasrani, tetapi kami tidak pernah mendengar peristiwa
memilukan sebagaimana yang diceritakan oleh laki-laki itu.” Abu Dzar
berkata: “Mereka itu tidak diragukan lagi sebagai penghuni neraka, tetapi
Allah S.W.T memperlihatkan hal itu kepada kalian dari kalangan orang-
orang yang beriman, hanya dimaksudkan agar kalian dapat mengambil
pelajaran dari peristiwa itu.
Allah S.W.T berfirman:
)١٠٤( ٍ‫ي فَ َعلَي َﮭا َو َما أَنَا َعلَي ُكم ِب َحفِيظ‬ َ ‫صآئِ ُر ِمن َّر ِب ُكم فَ َمن أَب‬
َ ‫ص َر فَ ِلنَف ِس ِﮫ َو َمن َع ِم‬ َ ‫قَد َجاء ُكم َب‬
“Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang;
maka barangsiapa yang melihat (kebenaran itu) maka (manfaatnya) bagi
dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka
kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali
bukanlah pemelihara(mu).” (Surah al-An’am: 104).
Disebutkan dalam suatu hadis dari Nabi S.A.W, sesungguhnya beliau
bersabda:

152
‫ َو َمانِ ُع العَش ِر ِعندَ هللاِ بِ َمن ِزلَ ِة‬,‫ارى‬ َ َ‫الز َكاةِ ِعندَ هللاِ بِ َمن ِزلَ ِة اليَ ُﮭو ِد َوالن‬
َ ‫ص‬ َّ ‫َمانِ ُع‬
‫ م‬.‫ان ال َمالَئِ َك ِة َوالنَّبِي ِ ص‬ِ ‫س‬ َ ‫علَى ِل‬َ ‫الز َكاةِ َوالعَش ِر ِمن َما ِل ِﮫ َملعُون‬ َّ ‫ َو َمن يَمنَ ُع‬,‫ال َم ُجو ِس‬
َ ‫َولَ ت ُقبَ ُل‬
.‫ش َﮭادَتِ ِﮫ‬
“Orang yang membangkang, tidak mau mengeluarkan zakat dalam
pandangan Allah S.W.T, seperti kedudukan orang Yahudi dan Nasrani.
Orang yang membangkang sepersepuluh saja dalam pandangan Allah S.W.T
sama seperti kedudukan orang Majusi. Sedangkan orang-orang yang
membangkang mengeluarkan zakat sepersepuluh dari hartanya, mereka
adalah orang-orang yang dilaknat melalui lisan para malaikat, dan para
nabi, serta tidak diterima syahadatnya”. Beliau bersabda:
ُ‫ َو َح َّر َم هللا‬،‫اب القَب ِر‬ َ َ‫عذ‬ َ ‫علَي ِﮫ‬
َ ‫س‬ ُ ‫طوبَى لَﮫُ ِإن أَدَّى الزَ َكاةِ َوالعَش ِر َو‬
َ ‫طوبَى ِل َمن لَي‬ ُ
‫ش يَو َم ال ِقيَا َم ِة‬َ ‫عط‬ َ ُ‫صلﮫ‬ِ َ‫ َو َل ي‬،‫ب‬
ٍ ‫سا‬ َ ‫ َوأَو َج‬،‫َار‬
َ ‫ب لَﮫُ ال َجنَّةَ ِب ِغي ِر ِح‬ ِ ‫علَى الن‬
َ ‫لَح ِم ِﮫ‬
“Beruntunglah orang yang menunaikan zakat dan sepersepuluh. Dan
sungguh sangat beruntung orang yang tidak tersiksa karena zakat kelak
pada hari kiamat. Barangsiapa yang menunaikan zakat dari hartanya, maka
Allah S.W.T akan membebaskan siksa kubur darinya dan Allah S.W.T
mengharamkan dagingnya di makan api neraka, serta mewajibkan baginya
masuk surga tanpa hisab dan dia tidak akan merasakan kehausan pada hari
kiamat”.

22. ZINA

Allah S.W.T berfirman:

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.” (Surah al-


Mukminun: 5). Yakni, orang-orang yang menjaga kemaluannya dari
perbuatan keji, dan yang tidak halal bagi mereka. Sebagaimana firman Allah
S.W.T. dalam ayat yang lain:
َ َ‫ظ َﮭ َر ِمن َﮭا َو َما ب‬
)١٥١( َ‫طن‬ َ ‫ش َما‬ ِ ‫َولَ ت َق َربُوا الفَ َو‬
َ ‫اح‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang
nampak di antaranya maupun yang tersembunyi...” (QS. Al-An’am: 151).
Yakni, dari perbuatan-perbuatan keji yang termasuk dalam kategori
dosa besar, seperti zina dari perbuatan yang kecil, misalnya iaitu mencium,
meraba serta melihat. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadis
baginda Nabi S.A.W yang bersabda:
‫ان‬
ِ َ‫َان ت َزنِي‬ ِ َ‫الرجالَ ِن ت َزنِي‬
ِ ‫ان َوالعَين‬ ِ ‫ان َو‬
ِ َ‫اليَد‬
149

149
Sahih: riwayat imam Ahmad (412/1) (3912), imam al-Bazar dalam musnadnya (1956),
imam al-Rabi’ dalam musnadnya (635), imam al-Syasi dalam musnadnya (317, 372), lalu
imam al-Haisimi menyebutkan dalam “Majma’ al-Zawaid” (156/6): hadis ini riwayat imam
153
“Kedua tangan dan kedua kaki dapat berbuat zina, demikian pula
kedua mata juga ada zinanya”.
Allah S.W.T. berfirman:

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah


mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.” (Surah al-Nur: 30).
Sungguh Allah S.W.T telah memerintahkan kepada kaum laki-laki
dan perempuan agar menahan pandangannya dari yang haram dan menjaga
kemaluannya dari yang haram. Allah S.W.T. telah mengharamkan zina di
dalam banyak ayat-ayat Al-Qur’an. Allah S.W.T. berfirman:

Artinya:
“...Barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat
(pembalasan) dosa(nya)” (Surah al-Furqan: 68).
Yakni, mendapatkan balasan azab di dalam neraka. Ada pula yang
mengatakan sebagai jurang di dalam neraka. Dikatakan bahwa ia adalah jubb
(sumur yang dalam) di dalam neraka yang apabila penutupnya dibuka, semua
penghuni neraka Jahannam menjadi menjerit histeris karena kebusukan
baunya.
Diriwayatkan dari sebagian para sahabat yang berkata: “Takutlah
anda pada zina, karena dalam perzinaan itu, akan menimbulkan tiga akibat di
dunia dan tiga hal lagi di akhirat. Tiga akibat buruk yang terjadi dunia itu
ialah, kekurangan rizki (timbulnya krisis ekonomi), terputusnya ajal dan
hitamnya wajah. Sedangkan yang diakhirat ialah, kemurkaan Allah S.W.T,
hisab yang sangat menyulitkan disusul lagi dengan masuk ke dalam neraka”.
Diriwayatkan bahwa Nabi Musa A.S berkata: “Ya Tuhanku, apakah
siksa yang bakal diterima oleh orang yang berzina?” Allah S.W.T berfirman:
“Aku akan memakaikan baju dari api neraka padanya. Seandainya baju itu
diletakkan di atas gunung yang tinggi menjulang, tentu ia akan hancur
menjadi debu.”
Diterangkan dalam suatu riwayat, sesungguhnya wanita pelacur lebih
disukai iblis daripada seorang laki-laki penjual layanan nafsu. Di dalam kitab
al-Mashabih disebutkan bahwa baginda Nabi S.A.W bersabda:

Ahmad dan imam Abu Ya’la serta menambahkan kata “‫ان‬ ِ َ‫ان ت َزنِي‬
ِ َ‫”واليَد‬
َ juga disertai riwayat
imam al-Bazar dan Thabrani yang sanad dari mereka berdua adalah baik. Imam al-Munziri
menyebutkan dalam “al-Targhib wa al-Tarhib” (2930): riwayat imam Ahmad, al-Bazar dan
Abu Ya’la dengan isnad yang sahih.

Pentahkik mengatakan: hadis ini berasal dari muttafaq alaih dari hadis Ibnu Abbas.

154
َ‫ فَإِذَا خ ََر َج ِمن ذَلِك‬،‫الظلَّ ِة‬
ِ ‫ان َوكاَنَ فَوقَ َرأ ِس ِﮫ َك‬ ِ ُ‫إِذَا زَ نَى العَبدُ خ ََر َج ِمنﮫ‬
ِ ‫اإلي َم‬
‫ان‬ ِ ‫العَ َم ِل َر َج َع إِلَي ِﮫ‬
ِ ‫اإلي َم‬
150

“Apabila seorang hamba berzina, maka imannya keluar


daripadanya. Ia menggelantung berada di atas kepalanya, apabila dia telah
meninggalkan perbuatannya itu, ia (iman) akan pulang kepadanya.”
Di dalam kitab Iqna’ disebutkan bahwa baginda Nabi S.A.W.
bersabda:
151
ُ‫الر ُج ُل فِى َر ِح ٍم َمن لَت َِح ُّل لَﮫ‬ َ ‫ب اَع‬
َ َ‫ظ ُم ِعندَ هللاِ ِمن نُطفَ ٍة ي‬
َّ ‫ضعُ َﮭا‬ ٍ ‫َما ِمن ذَن‬
“Tidak ada dosa yang lebih besar menurut pandangan Allah S.W.T,
selain daripada dosa orang laki-laki yang meletakkan (berzina dan
mengeluarkan) spermanya di dalam rahim wanita yang haram baginya.”
Sedangkan liwath (sodomi) lebih besar dosanya daripada zina. Hal ini
dijelaskan melalui hadis yang diriwayatkan Anas R.A dari baginda Nabi
S.A.W, bahwa beliau bersabda:
َ ‫س ِمائ َ ِة‬
‫ع ٍام‬ ِ ُ‫ط َليَ ِجدُ َرائِ َحة‬
َ ‫ َوإِ َّن َرائِ َحت ُ َﮭا لَتُو َجدُ ِمن َمسِي َرةِ خَم‬،‫الجنَّ ِة‬ َ ‫َمن َل‬
“Barangsiapa yang melakukan liwath (sodomi), dia tidak akan
mendapatkan bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu dapat tercium
dari jarak sejauh perjalanan lima ratus tahun”.
Qadhi al-Imam rahimahullah berkata: “aku mendengar sebagian para
syeikh berkata, bahwa setiap wanita selalu disertai syaitan, sementara setiap
anak laki-laki tampan disertai delapan belas syaitan”. Diriwayatkan,
sesungguhnya orang yang mencium anak laki-laki disertai dengan nafsu
syahwat, maka Allah S.W.T akan menyiksanya di dalam neraka selama lima
ratus tahun. Dan barangsiapa yang mencium seorang perempuan dengan
penuh syahwat, sepertinya ia berzina dengan tujuh puluh perawan. Dan
orang yang berzina dengan seorang gadis perawan, maka sepertinya ia
berzina dengan tujuh puluh ribu janda.
Di dalam Raunaqut Tafasir, al-Kalabi berkata, sesungguhnya yang
pertama melakukan perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Luth

150
Sahih: riwayat imam Abu Daud (4690), imam al-Hakim (22/1) dan mengatakan: hadis
ini adalah sahih bersyarat dari imam Bukhari dan Muslim kerana tak luput dari gugatan para
ahli hadis, imam al-Zahabi mengatakan: sah secara syarat imam Bukhari dan Muslim.

Pentahkik mengatakan: bahwa ada yang terlewat dari riwayat ini bahwasanya Nafi’ bin
Yazid sebenarnya adalah al-Kala’i dimana imam Bukhari tiada memberikan syarat sahih
kecuali hanya pendapat akan hadis.
151
Daif: riwayat imam Ibnu Abi al-Dunya dalam “al-Wara’” (137), cetakan Penerbit al-
Qur’an, karangan Mas’ud al-Sa’dani, yang dalam isnadnya: terdapat perawi mu’an’an
(bersambung-sambung) iaitu Abu Bakar bin Abi Maryam, ditambah pula beliau sering kali
mendustai hadis. Imam al-Manawi dalam “Faid al-Qadir” mengatakan: mursal.

155
(liwath/sodomi) iaitu iblis la’natullah. Kemudian iblis menjelma sebagai
seorang anak manis berwajahkan remaja yang tumbuh belum berkumis
dengan penampilannya yang seksi serta sensual, lalu ia mengajak dan
merayu mereka untuk berpagutan memadu kasih berhomoseksual, hingga
selanjutnya mereka mengahwininya. Hal yang demikian itu, akhirnya
menjadi tradisi dan kebiasaan, apalagi bila didapati seorang anak laki-laki
asing yang tampan lagi sensual, mereka pun menjadi berebutan untuk
mendapatkannya.
Kemudian Allah S.W.T mengutus Nabi Luth A.S. untuk melarang
mereka dari kebiasaan yang keji itu, mengajak mereka menyembah kepada
Allah S.W.T dan memberikan ancaman bagi pelaku kemaksiatan dengan
azab Allah S.W.T yang sangat pedih. Mereka pun (kaum Nabi Luth) berkata
kepada Nabi Luth: “Jika anda memang benar, kirimlah kami dengan azab
Allah S.W.T.” Maka Nabi Luth A.S memohon kepada Allah S.W.T agar
memberikan pertolongan kepadanya atas mereka, beliau berkata: “Ya
Tuhanku, tolonglah kami dari orang-orang yang berlaku menghancurkan ini
yang selalu berbuat kepanikan dan kezaliman”. Allah S.W.T mengirimkan
azab kepada mereka dengan menurunkan hujan batu. Pada setiap batu kerikil
itu, tertuliskan nama orang yang menjadi sasarannya. Itulah makna dari
firman Allah S.W.T:

“Maka tatkala datang azab Kami. Kami jadikan negeri kaum Luth itu
yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan
batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh
Tuhannya.” (Surah Hud: 82-83). Yakni, pada batu-batu itu terdapat tanda-
tanda garis ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah S.W.T.
Diceritakan, sesungguhnya ada seorang laki-laki saudagar dari kaum
Nabi Luth A.S, ketika kejadian yang menimpa kaumnya itu dia sedang
berada di kota Makkah, lalu datanglah batu tersebut memburu untuk
membidiknya yang berada di Tanah Haram. Malaikat berkata pada batu itu:
“Kembalilah dari mana anda datang, karena laki-laki itu berada di Tanah
Haram.” Maka batu itu kembali dan berhenti di luar Tanah Haram, selama
empat puluh hari batu itu menggelantung di antara langit dan bumi,
menunggu sampai laki-laki itu selesai dari urusan dagangnya. Setelah laki-
laki tersebut keluar dari Tanah Haram batu itu membidik dan mengenainya,
maka binasalah dia di luar Tanah Haram. Sebenarnya Nabi Luth A.S telah
mengajak istrinya dan orang-orang yang mengikutinya untuk pergi
bersamanya, dengan berpesan agar tidak ada yang berpaling ke belakang,
namun istri Nabi Luth A.S mengingkari pesan beliau. Ketika wanita ini,
mendengar azab akan datang, dia pun berpaling ke belakang seraya berkata:

156
“Aduh celaka kaumku”. Maka dia pun tertimpa azab yang menerpa kaum
nabi Luth A.S iaitu terkena batu, jatuh menimpa kepalanya hingga mati.
Mujahid berkata: “Sebelum terbit fajar, malaikat Jibril A.S telah tiba
di negeri kaum Nabi Luth A.S, membawa tugas untuk mencabuti sendi-sendi
negeri itu dan lalu menyapu bersih tiang penyangga tanah dengan sayapnya,
kemudian membawa semua pilar penyangga tersebut dengan sayapnya naik
ke langit, sampai pada saat ditentukan, penduduk langit pun mendengar
kokok ayam jantan penduduk negeri itu sebagai pertanda waktu untuk
bertaubat telah habis, lalu malaikat Jibril A.S menjungkir balikkan negeri
tadi lalu mengulanginya kembali dan menjatuhkannya lagi, dan yang
pertama kali hancur adalah tanah yang tanpa pilar tadi. Tragedi ini sangat
menghairankan, kerana kejadian serupa tiada pernah terjadi sebelumnya.
Allah S.W.T membutakan penglihatan mata mereka, agar tiada daya upaya
untuk menyelamatkan diri, lalu menjungkir balikkan negeri mereka sebagai
pertanda bukti dan kekuasaanNya. Negeri itu terdiri dari lima kota, dan yang
termegah ialah Sadum. Kota-kota itu disebut Al-Qur’an dengan istilah al-
Mu’tafikat (negeri-negeri yang dimusnahkan), sebagaimana di dalam surat
al-Baqarah ayat 70. Konon negeri itu berpenduduk empat juta jiwa.

23. SILATURRAHIM DAN HAK-HAK KEDUA ORANG TUA

Allah S.W.T berfirman:

“Dan bertakwalah kepada Allah S.W.T yang dengan


(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahmi” (Surah al-Nisa’: 1). Yakni, peliharalah
hubungan silaturrahim dan janganlah anda memutuskannya.
Allah S.W.T berfirman:
َّ ‫) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَ ُﮭ ُم‬٢٢( ‫ض َوتُقَ ِطعُوا أَر َحا َم ُكم‬
ُ‫ّللا‬ ِ ‫سيتُم إِن ت ََولَّيتُم أَن تُف ِسد ُوا فِي األَر‬
َ ‫فَ َﮭل َع‬
)٢٣( ‫ارﮪُم‬ َ َ َ‫ص َّم ُﮭم َوأَع َمى أ‬
‫ص‬ ‫ب‬ َ َ ‫فَأ‬
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka
itulah orang-orang yang dilaknati Allah S.W.T dan dituliskan-Nya telinga
mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka” (Surah Muhammad: 22-
23).
Allah S.W.T berfirman:
“Orang-orang yang merusak janji Allah S.W.T setelah diikrarkan
dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah S.W.T perintahkan
supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang
itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang
buruk (Jahannam)” (Surah al-Ra’d: 25).
157
Imam Bukhari dan Muslim R.A meriwayatkan dari Abu Hurairah
R.A, dia berkata, bahwa Rasulullah S.A.W bersabda:
َ‫ َﮪذَا َمقَا ُم العَائِ ِد ِبك‬:‫الر ِح ِم فَقَالَت‬
َّ ‫غ ِمن ُﮭم قَا َمت‬َ ‫إِ َّن هللاَ َخلَقَ الخَلقَ َحتَّى إِذَا فَ َر‬
،‫ بَلَى‬:‫طعَكَ ؟ قَالَت‬ َ ‫صلَكَ َوأَق‬
َ َ‫ط ُع َمن ق‬ َ ‫ص َل َمن َو‬ ِ َ ‫ضينَ أَن أ‬ ِ ‫ نَعَم أ َ َّما ت َر‬:َ‫ِمنَ القَ ِطيعَ ِة؟ قَال‬
َ‫ فَذَاكَ لَك‬:َ‫قَال‬
“Sesungguhnya Allah S.W.T menciptakan makhluk, setelah selesai
penciptaan mereka, “rahim” bangkit berdiri lalu berkata: ‘Ini adalah
tempat penyambungan hubungan kepadaMu dari keterputusan.’ Allah S.W.T
berfirman: ‘Ya, apakah engkau rela Aku menyambung hubungan terhadap
orang yang hubungan dengan engkau juga memutuskan hubungan terhadap
orang yang memutus hubungan denganmu’? Rahim menjawab: ‘Ya. Lalu
Allah S.W.T berfirman: “Yang demikian itu adalah milik anda.” Kemudian
Rasulullah S.A.W bersabda: ‫شئتُم‬ِ ‫“ إِق َرأُوا إِن‬Jika kalian menghendaki
bacalah” firman Allah S.W.T:
152 ‫ﭽﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﭼ‬
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka
itulah orang-orang yang dilaknati Allah S.W.T dan dituliskan-Nya telinga
mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka” (Surah Muhammad: 22-23).
Menurut imam Tirmidzi hadis tersebut adalah hasan sahih. Sedangkan Ibnu
Majah dan Hakim berkata bahwa hadis tersebut adalah sahih dari segi
sanadnya.
Diriwayatkan dari Abu Bakar R.A, beliau berkata, bahwa Rasulullah
S.A.W bersabda:
‫اح ِب ِﮫ العُقُوبَ ِة فِى الدُّن َيا َم َع َما‬
ِ ‫ص‬َ ‫ أَن َيج َع َل هللاُ ِل‬-‫ أ َ َح ُّق‬:‫أَي‬-‫ب أَجدَر‬ ٍ ‫َما ِمن ذَن‬
153
َّ ُ‫اآلخ َر ِة ِمنَ ال َب ِغي َوقَ ِطي َعة‬
‫الر ِح ِم‬ ِ ‫يُدَ ِخ ُر لَﮫُ فِى‬
“Tidak ada dosa yang lebih patut dan lebih berhak untuk disegerakan
azabnya di dunia, disamping sebagai simpanan beginya di akhirat selain
daripada perbuatan lacur dan memutuskan hubungan silaturrahim”
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan:
154
ِ َ‫َال يَ ْد ُخ ُل ال َجنَّةَ ق‬
‫اط ٌع‬

152
Muttafaq alaih: riwayat imam Bukhari dalam kitab “al-Tafsir” (4552), imam Muslim
dalam kitab “al-bir wa al-silah”, bab “silah al-Rahim” dan “Tahrimu Qati’uha” (2554)
153
Sahih: riwayat imam Abu Daud (4902), imam Tirmizi (2511), dan mengatakan: hasan
sahih, imam Ibnu Majah (4211), imam Ibnu Hibban dalam sahihnya (455)

Riwayat imam Bukhari dalam kitab “al-Adab” (5638), imam Muslim dalam kitab “al-bir
154

wa al-Silah” (2556) dan imam Ibnu Hiban (454/ihsan)

158
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan” Sufyan berkata:
“Yakni, orang yang memutuskan hubungan silaturrahim.” Imam Ahmad
meriwayatkan dengan sanad yang kuat dan terpercaya, sebagai berikut:
155
ِ َ‫ع َم َل ق‬
‫اطعِ َر ِح ٍم‬ ُ ‫أ َ َّن أَع َما َل بَنِى آدَ َم تُع َر‬
َ ‫ض ُك َّل خ َِمي ٍس َولَيلَةَ ُج ُم َع ِة فَ َال يُقبَ ُل‬
Sesungguhnya amal perbuatan bani Adam dilaporkan setiap hari
Kamis dan malam Jum’at. Sementara amal dari orang yang memutuskan
hubungan silaturrahim tidak akan diterima.”
Ibnu Majah dan yang lainnya meriwayatkan:
156 ُ ‫صد‬
‫ِق بِالسِح ِر‬ َ ‫ َو ُم‬،‫الر ِح ِم‬ ِ َ‫ َوق‬،‫ ُمدَ ِم ُن خَم ٍر‬،َ‫ث َ َالثَة َليَد َخلُونَ ال َجنَّة‬
َّ ‫اط ُع‬
“Ada tiga kelompok orang yang tidak akan masuk surga yaitu,
peminum khamar; pemutus hubungan silaturrahim; dan orang yang
membenarkan sihir” Imam Ahmad, Ibnu Abi Dunya dan Baihaqi
meriwayatkan, secara ringkas sebagai berikut:
‫س ُخو‬ َ ‫ب فَيَصبَ ُحو قَد َم‬ ٍ ‫ب َولَﮭ ٍو َو لَ ِع‬ ٍ ‫شر‬ ُ ‫طعَ ٍام َو‬َ ‫علَى‬ َ ‫يَبِيتُ قَوم ِمن َﮪ ِذ ِه األ ُ َّم ِة‬
‫ف الَّليلَةَ بِبَنِي‬ َ ‫ ُخ ِس‬: َ‫اس يَقُولُون‬ َ َّ‫ف َوقَذف َحت َّى يَصبَ ُح الن‬ ُ ‫صيبَنَّ ُﮭم َخس‬ ِ ُ‫ازير َو لي‬ ِ َ‫قِردَة َو َخن‬
َ
‫سلت‬ َ
َ ‫اء َك َما أر‬ َّ ‫ارة ً ِمنَ ال‬
ِ ‫س َم‬ َ ‫علي ِﮭم ِح َج‬ َ ُ ُ َ
َ ‫ َولت ُر ِسل َّن‬،‫ف الليلة بِدَ ِار ف َال ٍن َخ َّواص‬ َ َّ َ ‫فُ َال ٍن َو ُخ ِس‬
‫ َوإِتِ َخا ِذ ِﮪم‬،‫س ُﮭم ال َح ِري َر‬ ُ َ‫ َو ِلب‬،‫شربِ ِﮭم ال َخم َر‬ ُ ِ‫علَى دَو ٍر ب‬ َ ‫علَى قَبَائِ ٍل فِي َﮭا َو‬ َ ٍ‫علَى قَو ِم لُوط‬ َ
157
َّ ‫ َوقَ ِطيعَت ُ ُﮭم‬،‫الربَا‬
‫الر ِح َم‬ َ
ِ ‫ َوأك ِل ِﮭ ُم‬، َ‫الفَت َيَات‬

155
Sahih: riwayat imam Bukhari dalam “al-Adab al-Mufrad” (61), imam Ahmad (484/2)
(1277) dan imam al-Baihaqi dalam “sa’b al-Iman” (7966)

Imam al-Haisimi mengatakan dalam “Majma’ al-Zawaid” (151/8): riwayat imam Ahmad
dan para perawinya yang terpercaya, imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa al-Tarhib”
(3824) mengatakan: riwayat imam Ahmad dan para perawinya yang terpercaya
156
Hasan dengan para saksi-saksi: riwayat imam Ahmad (399/4) dari hadis Abi Musa yang
marfu’, riwayat imam Ibnu Hiban (1380/mawarid), imam al-Hakim (163/4), lalu
mengatakan: sahih dengan isnad, namun imam Bukhari dan Muslim tiada mengeluarkan
hadis ini, imam al-Haisimi dalam “Majma’ al-Zawaid” (74/5) mengatakan: riwayat para
imam iaitu Ahmad, Abu Ya’la, Thabrani, dimana para perawi imam Ahmad dan Abu Ya’la
adalah terpercaya. Imam al-Munziri mengulangnya didalam “al-Targhib wa al-Tarhib”
(3560) dan mengatakan: riwayat imam Ahmad dan imam Ibnu Hiban dalam sahihnya, imam
al-Hakim, yang disahihkan dari riwayat imam Ibnu Hiban, dengan catatan bahwa hadis ini
naik derjat kepada hasan, dengan segala cara dan para saksi dalam penetapan sebuah hadis.
157
Sahih dengan saksi-saksi: riwayat imam Ahmad (259/5) (22285), imam Abu Daud al-
Tayalisi dalam musnadnya (1137), imam al-Baihaqi dalam “al-Sa’b” (5615), imam al-
Hakim (515/4), imam Abu Naim dalam “al-Hiliya” (265/6) dari hadis Abi Amamah, yang
dalam isnadnya terdapat Farqad al-Subkhi yang popular dengan daif-daif.

Pentahkik mengatakan: namun hadis ini memiliki para penguat dari saksi yang menjadikan
maqam hadis menguat secara sendirinya, maka hadis ini sahih insya Allah ta’ala.

159
“Ada suatu kaum dari umat ini (umat nabi Muhammad S.A.W),
menghabiskan waktu malam untuk acara makan-makan, minum-minuman,
bermain-main dan hura-hura. Perilaku mereka telah benar-benar berubah
laksana kera dan babi hutan, yang patut untuk ditimpakan hukuman dengan
dibenamkan (ditanam) dan dilempari batu. Sampai ketika datang waktu
pagi, orang-orang berkata, tadi malam ada tragedi mengenai Bani Fulan
dan khususnya di kampung si Fulan. Sungguh mereka patut untuk dikirim
batu-batu kerikil dari langit sebagaimana yang ditimpakan untuk
membinasakan kaum Nabi Luth A.S. Dan mereka patut dikirim angin untuk
menyapu dan membinasakan mereka, sebagaimana yang memporak-
porandakan dan menghancurkan kaum ‘Ad. Minuman yang tersaji di rumah
mereka adalah khamar, pakaian mereka sutera, mereka mendatangkan
wanita-wanita, memakan yang riba dan memutuskan hubungan
silaturrahim”. Ada satu hal yang terlupakan dalam riwayat Ja’far dan
Thabrani, di dalam kitab Al-Ausath.
Diriwayatkan dari Jabir R.A, beliau menyampaikan, suatu ketika
kami pergi bersama baginda Rasulullah S.A.W lalu kami semua berkumpul.
Rasulullah S.A.W bersabda:
‫ب أ َس َرع ِمن‬ ٍ ‫س ِمنَ ث َ َوا‬ َ ‫صلُوا أ َر َحا َم ُكم َفإ ِنَّﮫُ لَي‬ ِ ‫ ِات َّقُوا هللاَ َو‬، َ‫ش َر ال ُمس ِل ِمين‬ َ ‫يَا َمع‬
ِ ‫عقُو‬
‫ق‬ ُ ‫عقُو َب ِة أ َس َرع ِمن‬
ُ ‫ َو ِإيَّا ُكم َو‬،ِ ‫عقُو َب ِة َب ِغي‬ ُ ‫س ِمن‬ َ ‫ َو ِإيَّا ُكم َوال َبغي ِ فَإ ِنَّﮫُ لَي‬،‫الر ِح ِم‬
َّ ‫صلَ ِة‬ ِ
،‫الر ِح ِم‬
َ ِ‫اطع‬ َ َ
ِ ‫ َولق‬،‫ق‬ ٍ ‫عا‬ َ
َ ‫ َوهللاِ ليَ ِجدُ َﮪا‬،‫ع ٍام‬ َ ‫ف‬ َ َّ َّ َ
ِ ‫الوا ِلدَي ِن فإ ِن ِري َح ال َجن ِة يُو َجدُ ِمن َم ِسي َرةِ أل‬ َ
158 َ
َ‫ب العَال ِمين‬ ِ ‫ إِنَّ َما ال ِكب ِريَا ُء ِِلِ َر‬،‫ارهُ ُخيَالَ َء‬ ُ َ‫ار إِز‬ٍ ‫ َولَ َج‬،‫ان‬ ٍ َ‫شيخٍ ز‬ َ ‫َو َل‬
“Wahai kaum muslimin bertakwalah kepada Allah S.W.T dan
sambunglah hubungan silaturrahim. Ketahuilah, sesungguhnya tidak ada
pahala yang lebih cepat buahnya selain daripada silaturrahim. Dan takutlah
kalian terhadap tindakan lacur (aniaya). Karena tidak ada siksaan yang
lebih disegerakan selin daripada hukuman atas kezaliman. Dan takutlah
kalian akan perbuatan durhaka terhadap kedua orang tua. Karena bau
surga yang sudah tercium dari jarak sejauh seribu tahun itu, tidak akan
didapatkan oleh anak yang durhaka terhadap kedua orang tua, tidak pula
orang yang memutuskan hubungan silaturrahim, orang tua yang berzina dan
tidak pula orang yang menjuntaikan pakaiannya hingga menyapu tanah
karena sombong. Sesungguhnya kesombongan itu hanya patut dimiliki Allah
S.W.T Tuhan semesta alam”

158
Daif jiddan: riwayat imam al-Dilimi dalam musnad “al-Firdaus” (8219) lalu diulang
kembali oleh imam al-Haisimi dalam “Majma’” (149/8) dan mengatakan: riwayat imam
Thabrani dalam “al-Awsat” melalui Muhammad bin Kasir, dari Jabir al-Ja’fa, yang
keduanya adalah daif

160
Al-Ashbahani meriwayatkan, bahwa ketika kami sedang duduk di sisi
Rasulullah S.A.W beliau bersabda:
ِ َ‫ســنَا اليَو َم ق‬
‫ـاطعِ َر ِح ِـم‬ ُ ‫َل يُ َجا ِل‬
“Pada hari ini jangan ada yang duduk di antara kami orang yang
memutuskan hubungan silaturrahim”.
Lalu bangkit seorang pemuda di majlis pertemuan itu, dia
mendatangi bibinya lalu meminta maaf kepadanya, bibinya pun lalu
memaafkannya. Karena hubungan keduanya agak renggang terganggu oleh
suatu hal. Setelah itu pemuda tersebut kembali pada tempat duduknya
semula.
Nabi S.A.W bersabda:
159
‫اط ُع َر ِح ٍم‬ َ ‫الرح َمةَ َلتُنزَ ُل‬
ِ َ‫علَى قَو ٍم فِي ِﮭم ق‬ َّ ‫ا َِّن‬
“Sesungguhnya rahmat Allah S.W.T tidak akan turun pada suatu
kaum yang didalamnya terdapat orang yang memutuskan hubungan
silaturrahim.”
Menurut riwayat Imam Thabrani:
160
‫ــاطعِ َر ِح ٍم‬ َ ‫ِإ َّن ال َمالَئِ َكةَ َال ت َ ْن ِز ُل‬
ِ َ‫علَى قَ ْو ٍم فِ ْي ِه ْم ق‬
“Sesungguhnya Malaikat rahmat tidak akan turun pada suatu kaum
yang didalamnya terdapat orang yang memutuskan hubungan silaturrahim.”
Imam Thabrani juga meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari A’masy,
dia berkata bahwa, setelah shalat Shubuh Ibnu Mas’ud R.A duduk dalam
suatu majilis khalaqah, lalu berkata: “Allah S.W.T mengumpat orang yang
memutuskan hubungan silaturrahim. Karena dia berada di antara kita. Kita
hendak berdoa: ‘Ya Tuhan kami...’ tetapi pintu-pintu langit menjadi tertutup
sebelum orang yang memutuskan hubungan silaturrahim itu beranjak
pergi.”
Bukhari dan Muslim meriwayatkan:
161 َ َ‫طعَنِي ق‬
ُ‫طعَﮫُ هللا‬ َ َ‫ َو َمن ق‬،ُ‫صلَﮫُ هللا‬ َ ‫ َمن َو‬:ُ‫الرح ُم ُمعَلَّقَة بِالعَر ِش تَقُول‬
َ ‫صلَنِي َو‬ َّ
159
Maudu’: riwayat imam Bukhari dalam “al-Adab al-Mufrad” (63), imam al-Hakim
Tirmizi dalam “Nawadir al-Ushul” (239/3), imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa al-
Tarhib” (3829), yang diakui oleh imam al-Asbahani

Pentahkik mengatakan: ilat yang menjadi persengketaan di hadis ini iaitu: Sulaiman bin
Zaid yang disebutkan: Ibnu Yazid Abu Idam al-Muharibi al-Kufi: yang diriwayatkan dari
Abbas bin Yahya: yang tiada bisa dipercaya, Marrah menyebutkan: hadis ini tiada
kekuatannya, imam Nasa’i mengatakan: tidak dipercaya, imam Ibnu Hiban mengatakan:
tiada bisa dijadikan sandaran
160
Maudhu’: diulang oleh imam al-Haisimi dalam “Majma’ al-Zawaid” (151/8), dan
mengatakan: di dalam riwayatnya terdapat Abu Daud al-Muharibi, dia adalah seorang yang
suka menipu, imam al-Munziri dalam “al-Targhib wa al-Tarhib ” (3830)

161
“Ar-rahmu (rahim) tergantung di Arasy dan berkata: ‘Barangsiapa
yang menyambung aku, maka Allah S.W.T akan menyambutnya, dan
barangsiapa yang memutus aku, maka Allah S.W.T memutusnya”. Imam Abu
Daud dan Tirmizi menyatakannya sebagai hadis hasan sahih, namun dia
tidak mengakui kesahihan hadis tersebut karena di antara para perawinya ada
yang terputus. Imam Bukhari mengatakan telah terjadi kesalahan.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf R.A, yang berkata,
sesungguhnya saya mendengar baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
،‫شقَقتُ لَ َﮭا ِإس ًما ِمن ِإس ِمي‬ َّ ‫ أَنَا هللاُ َوأَنَا‬:‫ع َّز َو َج َّل‬
َّ ُ‫الرح َمن َخلَقت‬
َ ‫الر ِح َم َو‬ َ ُ‫قَا َل هللا‬
َ َ‫ط َع َﮭا ق‬
ُ‫طعت ُﮫ‬ َ َ‫ َو َمن ق‬،ُ‫صلت ُﮫ‬َ ‫صلَﮫُ َو‬ َ ‫فَ َمن َو‬
“Allah S.W.T Azza wa Jalla berfirman: ‘Aku adalah Allah S.W.T. Aku
adalah Tuhan al-Rahman, Aku menjadikan rahim, Aku memakaikan nama
padanya dengan namaKu. Barangsiapa yang menyambungnya, maka Aku
menyambungnya dan barangsiapa yang memutuskannya, maka aku akan
memutuskan dia”.
Imam Ahmad dengan sanad yang sahih:
َ ‫ َو ِإ َّن َﮪ ِذ ِه‬،‫ق‬
‫الر ِح َم ِشجنَة‬ ٍ ‫ض ال ُمس ِل ِم ِبغَي ِر َح‬ ِ ‫عر‬ َ ‫اإلستِغَابَةَ فِي‬ ِ ‫ِإ َّن ِمن أَربَى‬
ِ ‫الربَا‬
162 َّ
‫علَي ِﮫ ال َجن ِة‬ َ َ‫ع َّز َو َج َّل فَ َمن ق‬
َ ُ‫ط َع َﮭا َح َّر َم هللا‬ َ ‫الرح َم ِن‬
َّ َ‫ِمن‬
“Sesungguhnya tindakan riba terbesar adalah memperbincangkan
harga diri orang lain (yang muslim) secara tidak benar, (ketahuilah) bahwa
silaturahi adalah ‘cabang’ dari zat yang maha pemurah, barang siapa yang
memotongnya, maka Allah tidak akan memberikannya surga ”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang baik dan kuat,
demikian pula imam Ibnu Hibban juga meriwayatkan di dalam kitab
sahihnya:
،‫ب ِإنِي أ َ ِسي ُء ِإلَى‬ َ ‫ َي‬، ُ‫ ِإنِى قُ ِطعت‬،‫ب‬
ِ ‫ار‬ ِ ‫ يَا َر‬:ُ‫الرح َم ِن تَقُول‬
َّ َ‫الر ِح َم ِشجنَة ِمن‬ َّ ‫أ َ َّن‬
163
‫ط َعكَ ؟‬ َ ‫صلَكَ َوأَق‬
َ َ‫ط ُع َمن ق‬ َ ‫ص َل َمن َو‬ِ َ ‫ضينَ أَن أ‬ ِ ‫ فَي ُِجي َب َﮭا أ َ َّل ت َر‬، ُ‫ظ ِلمت‬
ُ ‫ب ِإ ِنى‬
ِ ‫ار‬
َ ‫َي‬

161
Telah ditakhrij
162
Sahih: imam Abu Daud dalam kitab “al-Adab” (4877), imam Ahmad dalam musnadnya
(190/1), imam al-Hakim dalam “al-Mustadrak” (157/4) imam al-Haisimi mengatakan dalam
“Majma’ al-Zawaid” (150/8): riwayat imam Ahmad, al-Bazar, para perawi dari murid imam
Ihmad dan perawi-perawi lainnya yang terpecaya kecuali Naufal bin Masahiq
163
Sahih: imam Abu Daud dalam kitab “al-Adab” (4877), imam Ibnu Hiban dalam sahihnya
(444), “al-Mawarid” (235), diulang kembali oleh imam al-Haisimi dalam “Majma’ al-
Zawaid” (150/8) lalu mengatakan: kesemua perawinya adalah sahih kecuali Muhammad bin
Abdul Jabar, kerana dia adalah terpercaya.

Pentahkik mengatakan: hadis ini diterbitkan dalam urutan hadis Imam Bukhari dan Muslim.

162
“Sesungguhnya rahim adalah syijnah dari Tuhan Yang Maha
Penyayang, ia mengadu padaNya: ‘Ya Tuhanku, aku telah diputus; Ya
Tuhanku, aku diperlakukan tidak baik; Ya Tuhanku, aku dizalimi; Ya
Tuhanku...Ya Tuhan...’ Tuhan menjawabnya: ‘Tidakkah engkau telah rela,
Aku menyambung orang yang menyambungkan engkau, dan Aku memutus
hubungan orang yang memutus hubungan dengan engkau”. Kata syijnah
artinya hubungan erat yang saling jalin menjalin, seperti saling jalin
menjalinnya tali temali. Sedangkan makna minar rahmaan (dari Yang Maha
Penyayang) iaitu kata rahim dikeluarkan dari al-Rahman yang merupakan
namaNya.
Al-Bazzar meriwayatkan dengan sanad hasan,
َ ‫صلَنِى َو اِق‬
‫طع‬ َ ‫صل َمن َو‬ ِ ‫ ا َلَّل ُﮭ َّم‬:‫ق‬
ٍ َ‫ان ذَل‬ َ ‫ ت َ َكلَّ َم بِ ِل‬،‫الرح ُم ُجحنَة ُمت َ َم ِس َكة بِالعَر ِش‬
ٍ ‫س‬ َّ
َّ ُ‫شقَقت‬
،‫الر ِح َم ِمن إِس ِمي‬ َ ‫ َوإِنِي‬.‫الر ِحي ُم‬ َّ ‫الرح َم ُن‬ َّ ‫ أنا‬:‫لى‬َ َ َ
َ ‫اركَ َوت َعا‬ ُ َ َ‫َمن ق‬
َ َ‫ فَيَقو َل هللاُ ت َب‬.‫طعَنِي‬
164 ُ
ُ‫ َو َمن بَت َ َك َﮭا بَت َكتﮫ‬،ُ‫صلتُﮫ‬ َ ‫صلَ َﮭا َو‬
َ ‫فَ َمن َو‬
“sesungguhnya al-rahmu adalah hajanah yang berpegang teguh
pada Arasy, ia berbicara dengan lisan yang fasih dan lancar: “Ya Tuhanku,
sambunglah orang yang menyambungku dan putuslah orang yang
memutuskan aku.” Lalu Allah S.W.T berfirman: “Aku adalah al-Rahman
dan al-Rahim (Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang),
sesungguhnya aku mengeluarkan kata rahim dari namaKu. Karenanya,
barangsiapa yang menyambungnya (hubungan silaturrahim), maka Aku
akan menyambungnya, dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Aku
juga memutuskan hubungan dengannya”. Bazzar juga meriwayatkan bahwa
ada tiga hal yang bergantung pada Arasy, yaitu: al-Rahim, dia berkata
berkata:
:‫ َو ْاأل َ َمانَةُ ت َقُ ْو ُل‬،‫ط ْع‬ َّ ،‫ت بِ ْالعَ ْر ِش‬
َ ‫ ا َلَّل ُه َّم إِنِى ِبكَ فَالَ أ َ ْق‬:‫الر ِح ِم ت َقُ ْو ُل‬ َ َ‫ث َال‬
ٍ ‫ث ُمت َعَ ِلقَا‬
165 ُ ْ َ َ َ
‫ ا َلَّل ُه َّم إِنِى بِكَ فال أكف ْر‬:‫ َوالنِ ْع َمةَ ت َقُ ْو ُل‬،‫ان‬
ْ ‫ا َلَّل ُه َّم إِنِى بِ ِك ْف ًال أ َ َخ‬

164
Hasan mauquf: diulang oleh imam al-Haisimi dalam “Majma’ al-Zawaid” (151/8), dan
mengatakan: riwayat imam al-Bazar dengan isnadnya yang hasan, imam al-Munziri dalam
“al-Tarhib wa al-Targhib” (3809) dan mengatakan isnad hasan. Imam Ibnu Hatim dalam
catatannya: aku bertanya kepada ayahanda perihal hadis yang diriwayatkan dari Yazid bin
Harun, Muhammad bin Abdullah al-Khaza’i dari Hamad bin Salmah dari Qatadah, dari Abi
Samamah al-Saqfi dari Abdullah bin Amru dari baginda Nabi S.A.W yang bersabda:
‫ الرحم حجنة كحجنة المغزل‬kemudian ayahandaku berkata: tiada diketahui siapakah yang
menerbitkan riwayat hadis ini, namun orang-orang menyetujuinya, kemudian aku bertanya
kembali pada ayah: lalu yang manakah lebih dekat kepada sahih? Lalu dia menjawabnya:
mauquf (berhenti) adalah lebih sahih

Sangat daif: diulang oleh imam al-Haisimi dalam “Majma’ al-Zawaid” (149/8) dengan
165

mengatakan: riwayat al-Bazar yang didalamnya terdapat Yazid bin Rabi’ah al-Rahbi yang
163
“Ya Allah S.W.T, aku berlindung kepada-Mu agar aku tidak diputus
hubungan”; Amanah, ia berkata: “Ya Allah S.W.T, aku berlindung
kepadaMu agar aku tidak dikhianati”; Nikmat, ia berkata: “Ya Allah S.W.T,
aku berlindung kepadaMu agar aku tidak dikufuri”.
Imam Bazar dan Baihaqi meriwayatkan, yang lafalnya menurut
Bazar, sebagai berikut:
‫ئ‬ ِ ‫ع َم َل ِب ْال َم َع‬
َ ‫ َوا ُجْ ت ُ ِر‬،‫اصى‬ َ ‫ َو‬،‫الر ِح ِم‬ َّ ‫ت‬ ْ ‫طا ِب ُع ُم َعلَّ ٌق ِبقَا ِئ َم ِة ال َع ْر ِش فَإ ِ َذا ِإ ْشت َ َك‬
َ ‫ال‬
166 ً
َ َ‫علَى قَ ْل ِب ِه فَ َال َي ْع ِق ْل َب ْع َد َذ ِلك‬
‫ش ْيئا‬ َ ‫ط َب ُع‬ ْ ‫طا ِب َع فَ َي‬
َ ‫ث هللاُ ال‬ َ ‫علَى هللاِ ت َ َعالَى َب َع‬
َ
“Kunci mati digantungkan pada sendi Arasy. Apabila rahim
mengaduh, karena telah digunakan bermaksiat dan melakukan pelanggaran
terhadap Allah S.W.T, maka Allah S.W.T mengutus kunci mati, lalu ia
mengunci mati hati orang itu, sehingga setelah itu dia tidak bisa
memfungsikan akalnya sama sekali”
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan:
‫اَّللِ َو ْال َي ْو ِم‬
َّ ‫ َو َم ْن َكانَ يُؤْ ِم ُن ِب‬، ُ‫ض ْيفَه‬ َ ‫اآلخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
ِ ‫اَّلل َو ْاليَ ْو ِم‬
ِ َّ ‫َم ْن َكانَ يُؤْ ِم ُن ِب‬
167 ْ
‫ص ُمت‬ ْ
ْ ‫اآلخ ِر فَل َيقُ ْل َخي ًْرا أ َ ْو ِل َي‬ ْ ِ َّ ِ‫ َو َم ْن َكانَ يُؤْ ِم ُن ب‬،ُ‫ص ْل َر ِح َمه‬
ِ ‫اَّلل َواليَ ْو ِم‬ ِ َ‫اآلخ ِر فَ ْلي‬
ِ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah S.W.T dan hari akhir,
maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman

dia adalah perawi matruk (ditinggalkan), imam Ibnu ‘Idi mengatakan: kumohon
sesungguhnya itu tidak masalah.

Pentahkik mengatakan: Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam “Lisan al-Mizan” (1008):
imam bukhari mengatakan: hadis-hadisnya ditolak, imam Abu Hatim dan yang lainnya
mengatakan: daif, imam Nasa’i mengatakan: matruk, imam Ibnu Hiban mengatakan dalam
“al-Majruhain” (1182): sesungguhnya dia adalah syeikh yang dipercaya namun pada
penghujung hayatnya sering melakukan kesalahan seperti terbalik dalam riwayat dan laiinya
sehingga dilarang untuk bersandar dan berpendapat dari hadis yang diriwayatkannya jika
bersendiri dalam riwayat dan sebaliknya jika terdapat perawi lain yang dipercaya.
166
Sangat daif: riwayat imam al-Dilimi dalam “al-Firdaus” (3980), diulang kembali oleh
imam al-Haisimi dalam “Majma’” (269/7), imam al-Baihaqi dalam “al-Sa’b” (7213) dan
mengatakan: riwayat imam al-Bazar yang didalam riwayatnya terdapat Sulaiman bin
Muslim al-Khasyab, dia adalah perawi yang sangat daif. Imam al-Munziri dalam “al-
Targhib dan al-Tarhib” (3823), imam Ibnu al-Jauzi dalam “al-‘alal al-Muntanahiya” (1294)
dan mengatakan: pengarang kitab ini mengatakan: hadis ini tiada kebenaran nisbatnya akan
baginda Nabi S.A.W dan Sulaiman bin Muslim adalah perawi yang tiada dikenal, dan
mengatakan: hadis ini tiada yang mengenalnya selain dia sendiri, dan tiada pula seorang pun
yang mengetahui riwayatnya, imam Ibnu Hiban mengatakan: Sulaiman meriwayatkannya
dari al-Taimi, dimana hadisnya tiada dibenarkan untuk diriwayatkan kecuali hanya untuk
mengambil iktibar.
167
Mutafaq Alaih: riwayat imam Bukhari (6019), imam Muslim (47-48)

164
kepada Allah S.W.T dan hari akhir, hendaklah ia menyambung
kekerabatannya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah S.W.T dan
hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik, atau diam”.
Imam Bazar dan Baihaqi juga meriwayatkan:
168
ِ َ‫ط لَﮫُ فِى ِرزقِ ِﮫ فَلي‬
ُ‫صل َر ِح َمﮫ‬ ُ ‫َمن أ َ َحبَّ أَن يَب‬
َ ‫س‬
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan diakhirkan
(diperpanjang) ajalnya, maka hendaklah dia menyambung rahimnya
(kerabatnya)”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah R.A, beliau berkata, sesungguhnya
aku mendengar baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
ِ َ‫سأ ُ لَﮫُ فِى أَث َ ِر ِه فَلي‬
ُ‫صل َر ِح َمﮫ‬ َ ‫ أَو يَن‬،ُ‫ط لَﮫُ فِى ِرزقُﮫ‬ ُ ‫س َّرهُ أَن يَب‬
َ ‫س‬ َ ‫َمن‬
“Barangsiapa yang senang rizkinya dilapangkan, atau diundurkan
ajalnya, maka hendaklah dia menyambung rahimnya”.
Imam Bukhari dan Tirmidzi meriwayatkan, lafal hadis menurut
Tirmidzi berkata:
،‫الر ِح َم َم َحبَّة فِى األ َﮪ ِل‬
َّ َ‫صلَة‬ ِ ‫صلُونَ بِ ِﮫ أ َر َح‬
ِ ‫ام ُكم فَ ِا َّن‬ َ ‫ت َعَلَّ ُموا َمن أ َن‬
ِ َ ‫سابَ ُكم َما ت‬
‫ ُمن ِسأ َة فِى األثر‬،‫ِمث َراة فِى ال َما ِل‬
169 َ َ

“Belajarlah (ketahuilah) dari nenek moyangmu mengenai hubungan


kekerabatannya yang seharusnya disambung. Karena silaturrahim
menyebabkan kecintaan dalam keluarga, melapangkan rizki dan menambah
umur”.
Menurut Abdullah bin Imam Ahmad, di dalam Kitab Zawaid al-
Musnad dan imam Bazar dengan sanad yang baik, serta Hakim sebagai
berikut:

168
Muttafaq Alaih: imam Bukhari (5986), imam Muslim (2557), Abu Daud (1693)
169
Hasan dengan para saksi-saksi: riwayat imam Tirmizi (1979), imam al-Hakim (161/4)
(7284) mengatakan: sahih dengan isnadnya namun imam Bukhar dan Muslim tidak
menerbitkannya, disahihkan oleh imam al-Zahabi, imam Abdullah bin Muhammad al-
Qirshi “Makarim al-Akhlaq” (252), diulang oleh imam al-Haisimi dalam “Majma’” (152/8)
mengatakan: riwayat imam Thabrani dan para perawinya telah dipercaya. Imam al-Manawi
mengatakan di “Faid al-Qadir”: imam al-Haisimi berkata: perawi imam Ahmad telah
dipercaya, imam Ibnu Hajar berkata: ada beberapa cara yang ada untuk menerbitkan hadis
ini namun yang terkuat adalah hadis imam Thabrani dari hadis ‘Ala bin Kharija, seperti yang
terbit dari Umar, Saqah bin Hazm dengan para perawi terpercaya, walau didalamnya
terdapat riwayat yang terputus.

165
،‫عنﮫُ ِميِت َةُ السو ِء‬
َ ‫ َويُدفَ ُع‬،ُ‫س ُع لَﮫُ فِى ِرزقَﮫ‬ ُ ‫س َّرهُ أَن يَ ُمدَّ لَﮫُ فِى‬
َ ‫ َويُو‬،ِ‫عم ِره‬ َ ‫َمن‬
ُ‫صل َر ِح َمﮫ‬ ِ َّ ‫فَليَت‬
ِ َ‫ق هللاَ َولي‬
170

“Barangsiapa yang senang dipanjangkan umurnya, dilapangkan


rizkinya, dan dihindarkan dari kematian yang buruk, maka hendaklah ia
bertakwa kepada Allah S.W.T dan menyambung rahimnya (silaturrahim)”.
Bazzar meriwayatkan dengan sanad yang cukup baik, dan Hakim,
sesungguhnya baginda Nabi S.A.W bersabda:
171
ُ‫صل َر ِح َمﮫ‬ ُ ‫ َمن أ َ َحبَّ أَن يُزَ ادُ فِى‬:ِ‫َمكتُوب فِى التَّو َراة‬
ِ َ‫ َوفِى ِرزقِ ِﮫ فَلي‬،ِ‫عم ِره‬
“Tertulis di dalam kitab Taurat: “Barangsiapa yang senang
ditambah umur dan rizkinya, maka hendaklah dia menyambung hubungan
silaturrahim”
Abu Ya’la meriwayatkan:
ُ ‫الر ِح ِم يَ ِزيدُ هللاُ بِ ِﮭ َما فِى العُم ِر َويَدفَ ُع بِ ِﮭ َما َميِت َةُ ال‬
‫سو ِء‬ َّ َ‫صلَة‬ِ ‫صدَقَةَ َو‬َ ‫أ َ َّن ال‬
172
‫َويَدفَعنَ بِ ِﮭ َما ال َمك ُرو ِه َوال َمحذُو ِر‬
“Sesungguhnya dengan sebab sedekah dan silaturrahim, Allah S.W.T
menambah umur, menghindarkan dari mati yang ditakuti”
Abu Ya’la juga meriwayatkan dengan sanad yang baik, dari seorang
laki-laki, dari Khats’am, dia berkata, aku datang kepada baginda Nabi
S.A.W, sementara beliau sedang berada di tengah-tengah sahabatnya, lalu
aku bertanya: “Apakah engkau orang yang mengaku sebagai Rasulullah?”
Beliau menjawab: ‫“ نَعَم‬Ya” Khats’am berkata: “aku bertanya, ya Rasulullah,
amal apakah yang lebih dicintai Allah S.W.T?” Beliau menjawab: ‫ان‬ ُ ‫اإلي َم‬
ِ
ِ‫“ بِاهلل‬Iman kepada Allah S.W.T.” aku bertanya lagi, ya Rasulullah, lalu
َّ ُ‫صلَة‬
apalagi? Beliau menjawab: ‫الر ِح ِم‬ ِ “Kemudian silaturrahim” Selanjutnya
170
Hasan dengan para saksi-saksi: riwayat imam Ahmad (143/1) (1212), imam Thabrani
“al-Awsat” (2854), imam al-Baihaqi “al-Sa’b” (7949), riwayat imam al-Hakim dari ‘Asim
bin Hamzah yang marfu’ (160/4), (161/4) dan seterusnya yang termauquf dari Anas bin
Malik. Imam al-Munziri “al-Targhib wa al-Tarhib” (335/3) mengatakan: riwayat Abdullah
bin Imam al-Ahmad dalam “zawaid”nya, imam al-Bazar dengan isnad yang bagus, lalu
imam al-Haisimi (152-153/8) mengatakan: perawi riwayat imam al-Bazar adalah sahih
selain ‘Asim bin Hamzah, dia adalah terpercaya.
171
Daif: riwayat imam Ahmad (1212), imam Thabrani “al-Awsat” (3538), (5626), imam al-
Hakim “al-Mustadrak” (177/4) (7279) mengatakan: hadis ini sahih adanya, namun tidak
diterbitkan oleh imam Bukhari dan Muslim dengan lafaz seperti ini. Imam al-Haisimi
mengatakan dalam “Majma’”: riwayat imam al-Bazar yang di dalam riwayatnya terdapat
Said bin Bashir yang dipercaya secara kelompok dan jama’ah, namun imam Ibnu Mu’in dan
yang lain mendaifkannya, dan perawi lainnya adalah terpercaya.

Sangat daif: riwayat imam Abu Ya’la (4104) yang didalam riwayatnya terdapat Saleh bin
172

Bashir al-Mari, Yazin bin Aban al-Raqishani yang keduanya adalah perawi daif.

166
aku bertanya: “Ya Rasulullah, amal apakah yang lebih dibenci Allah
S.W.T?” Beliau menjawab: ِ‫أإلش َراكُ ِباهلل‬
ِ “Menyekutukan Allah S.W.T.” aku
bertanya: “Ya Rasulullah, lalu apalagi?” Beliau menjawab: ُ‫قَ ِطي َعة‬
‫الر ِح ِم‬
َّ “Memutus hubungan silaturrahim.” aku bertanya: “Kemudian apa
lagi?” Beliau menjawab:
“Memerintahkan pada yang ma’ruf 173 ‫ف‬ ِ ‫ع ِن ال َمع ُرو‬ ُ ‫ث ُ َّم األَم ُر بِال ُمن َك ِر َوالنَﮭ‬
َ ‫ي‬
dan mencegah dari yang munkar.”
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan, lafal hadis menurut
riwayat Muslim, ketika Rasulullah S.A.W dalam suatu perjalanan, datanglah
orang Badui menghalang beliau, sambil menarik tali kekang kudanya dan
mendongakkannya ke arah beliau, dia bertanya: “Ya Rasulullah atau ya
Muhammad, khabarkan kepadaku amal yang dapat mendekatkan aku pada
surga dan amal yang dapat menjauhkan aku dari neraka.” Beliau diam
beberapa saat, lalu melihat pada para sahabat, kemudian bersabda:
‫لَقَد َوفَقَ َﮪذَا أَو لَقَد َﮪدَى‬
“Orang ini, telah mendapatkan taufiq dan hidayah (petunjuk)”.
Karena merasa tak sabar si Badui itu bertanya lagi: “Apa yang akan
engkau katakan.” Dan dia mengulanginya lagi. Lalu baginda Nabi S.A.W
bersabda:
‫ دَع‬.. ‫الر ِح ِم‬ َّ ‫ َوتُؤتِي‬،َ ‫صالَة‬
ِ ‫ َوت‬،‫الز َكاَة‬
ِ ‫َص َل‬ َ ‫ َوت ُ ِقي ُم ال‬،‫ت َعبُدُ هللاَ َل تُش ِرك ِب ِﮫ شَيئًا‬
َ‫النَاقَّة‬
“Sembahlah Allah S.W.T, janganlah anda menyekutukan-Nya dengan
sesuatu pun, dirikan shalat, tunaikan zakat dan sambunglah hubungan
silaturrahim...lepaskan unta (lepaskan unta anda jangan kau dongakkan
seperti itu)”. Menurut riwayat lain: َ‫َص َل ذا َ َر ِح ُمك‬
ِ ‫“ َوت‬Sambunglah
kerabatmu.” Ketika Badui itu berpaling hendak beranjak pergi, beliau
bersabda:
174
‫إِن ت َ َمسَّكَ بِ َما أ َ َمرتَﮫُ بِ ِﮫ دَ َخ َل ال َجنَّ ِة‬

173
Daif: riwayat imam Abu Ya’la dalam musnadnya (229/12) (6839), seperti yang
disampaikan Nafi’ bin Khalid al-Tohi, juga seperti perkataan Nuh bin Qais dari Qatadah,
dari pemuda yang berasal dari Khats’am yang berkata: seperti hadis diatas.

Imam al-Haisimi dalam “al-Zawaid” (151/8): riwayat Abu Ya’la dan para perawinya yang
sahih selain Nafi’ bin Khalid al-Tohi dia adalah perawi terpercaya. Imam al-Munziri dalam
“al-Targhib” (3796) mengatakan: riwayat imam Abu Ya’la dengan isnad yang baik.
174
Riwayat imam Bukhari (1396), imam Muslim (13), imam Ahmad (76/4-472/3), imam
Thabrani dalam “al-Kabir” (3926) imam Baihaqi (3299) dan al-Iman milik Ibnu Mundih
(127).

167
“Jika engkau benar-benar berpegang teguh pada apa yang
diperintahkan, niscaya akan masuk surga”
Imam Thabrani meriwayatkan dengan sanad hasan:
َ َ‫ َو َما ن‬,‫ َويَن ِمى لَـ ُﮭم األ َم َوا ِل‬،‫ار‬
‫ظ َر إ َلَـي ِﮭم ُمـنذُ ُخل ِق ِﮭم‬ ِ ‫ِإ َّن هللاَ ِليَع ُم َر بِالقَو ِم‬
َ ‫الديَـ‬
175
‫ضا لَ ُﮭم‬
ً ‫بَغ‬
“Sesugguhnya Allah S.W.T akan memakmurkan suatu kaum yang
hidup di suatu negeri dan mengembangkan harta benda mereka. Tetapi
Allah S.W.T menjadi tidak sudi melihat mereka sejak mereka diciptakan
karena murka pada mereka”. Ditanyakan pada beliau: “Bagaimana
kemakmuran itu bisa terjadi ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Sebab
mereka menyambung hubungan silaturrahim.”
Imam Ahmad meriwayatkan hadis yang sanad-sanadnya adil dan
terpercaya, hanya saja ada unsur keterputusannya, sebagai berikut:
َّ ُ‫وصلَة‬
،‫الر ِح ِم‬ ِ ‫ظﮫُ ِمن خَي ِر الدُّنيَا َو‬
ِ ،ِ‫اآلخ َرة‬ َّ ‫طى َح‬َ ‫الرفقَ فَقَد أ َع‬ِ ‫طى‬ َ ‫أَنَّﮫُ َمن أَع‬
ِ ‫ َويَ ِزدنَ فِى األَع َم‬,‫ار‬
‫ار‬ َ َ‫الدي‬ ِ ُ‫ َو ُحس ُن ال ُخل‬،‫َو ُحس ُن ال َج َو ِار‬
ِ َ‫ق يَع ُم ُرون‬
176

“Barangsiapa yang dianugerahi kelemah lembutan, maka


sesungguhnya dia telah dianugerahi bagian yang cukup megah dari
kebaikan dunia dan akhirat, silaturrahim, baik pada tetangga, dan
berakhlak mulia. Semua itu, akan membuat mereka hidup makmur dalam
suatu negeri dan diberikan nikmat panjang umur”
Abu syeikh, imam Ibnu Hibban dan Baihaqi meriwayatkan,
sesungguhnya baginda Rasulullah S.A.W ditanya: “Siapakah manusia yang
paling baik?” Beliau bersabda:
177
َ ‫ َوأ َن َﮭا ُﮪم‬،‫ف‬
‫ع ِن ال ُمن َك ِر‬ ِ ‫ َو ِآم ُر ُﮪم ِبال َمع ُرو‬،‫لر ِح ِم‬ َ ‫ َوأ َو‬،‫ب‬
َ ‫صل ُﮭم ِل‬ َ ‫أ َتقَا ُﮪم ِل‬
ِ ‫لر‬

175
Daif: imam al-Hakim (177/4) (7282), imam al-Haisimi mengatakan dalam “Majma’ al-
Zawaid” (152/8): riwayat imam Thabrani dengan isnad hasan. Imam al-Munziri dalam “al-
Targhib wa al-Tarhib” (3799) mengatakan: riwayat imam Thabrani dan Hakim dengan
isnad hasan.
176
Hasan: riyawat imam Ahmad (25298), imam al-Haisimi mengatakan (153/8): riwayat
imam Ahmad yang para perawinya terpercaya kecuali Abdul Rahman bin al-Qasim
177
Daif: riwayat imam Ahmad dalam musnadnya (27474), imam Ibnu Abi Syaiba dalam
karangannya (25397), imam Thabrani dalam “al-Kabir” (657), imam Baihaqi dalam “sa’b
al-Iman” (7950), dalam “Zuhd al-Kabir” (877), imam al-Munziri dalam “al-
Targhib..”(3496), dan “al-Ahadis wa al-Masani” (3166)

Pentahkik mengatakan: dalam isnadnya terdapat Syarik bin Abdullah bin Abi Syarik al-
Nakh’i al-Qadi: iaitu seorang yang buruk hapalannya.

168
“Manusia yang paling baik ialah yang paling bertakwa di antara
mereka, yang paling menyambung hubungan silaturrahim dan yang paling
beramar ma’ruf dan nahi munkar di antara mereka”.
Imam Thabrani dan Ibnu Hibban meriwayatkan, lafal hadis menurut
Ibnu Hibban sebagaimana di dalam kitab sahihnya, dari Abu Hurairah R.A,
dia berkata, sesungguhnya kekasihku, Rasulullah S.A.W berwasiat kepadaku
beberapa hal dari kebaikan, yaitu: “Beliau berpesan kepadaku, agar aku tidak
melihat kepada orang yang berada di atasku, tetapi hendaklah kiranya aku
melihat pada orang yang ada dibawahku (dalam urusan dunia), hendaklah
aku mencintai orang-orang miskin dan selalu dekat dengan mereka,
hendaklah aku menyambung hubungan silaturrahim. Sekalipun mereka
berpaling dariku, hendaklah aku tidak takut dalam membela agama Allah
S.W.T, sekalipun harus berhadapan dengan cacian dan makian, hendaklah
kiranya aku berkata yang benar, sekalipun pahit rasanya, dan beliau
berwasiat hendaklah kiranya aku memperbanyak membaca laa haula wa laa
quwwata illaa billaah, karena bacaan ini, merupakan simpanan surga”.
Imam Bukhari dan Muslim serta yang lainnya meriwayatkan dari
Maimunah R.A, sesungguhnya Maimunah R.A memerdekakan walidah
(anak budak perempuan)nya tanpa sepengetahuan dan meminta izin Nabi
S.A.W. Ketika tiba saat hari baginda Nabi S.A.W mendatanginya, dia
berkata: “Apakah anda merasa (tahu) bahwa aku telah memerdekakan budak
walidahku?” Beliau bertanya: “Benarkah?” Maimunah menjawab: “Ya.”
Lalu beliau bersabda:
َ ‫طيت َ َﮭا أ َخ َوالَكَ َكانَ أ َع‬
َ‫ظ ُم ِأل َج ِرك‬ َ ‫أ َ َّما ِإنَّكَ لَو أ َع‬
“Seandainya engkau memberikannya pada paman-paman anda,
maka pahalanya lebih besar bagimu”.
Imam Ibnu Hibban dan Hakim meriwayatkan, suatu ketika datang
seorang laki-laki dan berkata: “Sesungguhnya aku telah melakukan dosa
besar, apakah taubatku masih bisa diterima?” Beliau bertanya:
‫“ ﮪَل لَكَ ِمن أ ُ ٍم؟‬Apakah engkau mempunyai seorang ibu?” dia menjawab:
“Tidak.” Beliau bertanya: ‫“ َوﮪَل لَكَ ِمن خَالَةٍ؟‬Apakah anda mempunyai
bibi?” dia menjawab: “Ya.” Lalu baginda Nabi S.A.W bersabda: 178‫فَ ِبرﮪَا‬
“Berbuat baiklah padanya.”
Imam Bukhari dan lainnya meriwayatkan:
179
َ ‫اص ُل الَّذِى ِإذَا َر ِح َمﮫُ َو‬
‫صلَ َﮭا‬ َ ‫اص ُل ِبال َم َكا ِف ِئ َولَ ِكن‬
ِ ‫الو‬ ِ ‫الو‬
َ ‫س‬َ ‫لَي‬
178
Daif: riwayat imam Tirmizi (1904), Ahmad (4624), Ibnu Hiban (435/ihsan),
(2022/mawarid), imam Baihaqi “al-Sa’b” (7864)
179
Riwayat imam Bukhari (5645), imam Abu Daud (1697), imam Tirmizi (1908), imam
Ahmad (6785)

169
“Bukanlah orang yang menyambung hubungan kekerabatan itu,
orang menyambung hubungan balik. Tetapi orang yang menyambung
hubungan kefamilian itu ialah orang yang menyambungnya ketika hubungan
itu diputus”.
Imam Tirmidzi meriwayatkan hadis yang dinyatakan sebagai hadis
hasan:
َ ‫ َولَ ِكن َو‬،‫ظلَمنَا‬
‫طنُوا‬ َ ‫ظلَ ُموا‬ َ ‫َاس أَح‬
َ ‫سنَّا َوإِن‬ ُ ‫سنَ الن‬ َ ‫ إِن أَح‬: َ‫َلت َ ُكونُوا ِإم َعة تَقُولُون‬
َ َ ‫ َوإِن أ‬،‫سنَ النَاُس أَن تُح ِسنُوا‬
‫سا ُءوا َلتُظلَ ُموا‬ َ ‫س ُكم إِن أَح‬
َ ُ‫أَنف‬
“Janganlah anda menjadi orang ima’ah yang mengatakan, jika
orang-orang yang berbuat baik kepadaku, maka aku akan membalasnya
dengan kebaikan pula. Jika mereka berlaku zalim kepadaku, maka aku akan
membalasnya dengan kezaliman pula. Tetapi tempatkanlah diri anda pada
komitmen, jika orang-orang berbuat baik kepadaku, tentu aku akan berbuat
baik kepada mereka, dan jika mereka berbuat jahat kepadaku, aku tidak
akan berlaku zalim kepada mereka”. Ima’ah iaitu orang yang tidak memiliki
pendapat dan tidak pula berpendirian,dia selalu mengikuti pendapat orang
lain.
Di dalam Sahih Muslim diriwayatkan: “Ya Rasulullah, sesungguhnya
aku mempunyai kerabat, aku telah menyambung hubungan dengan mereka,
tetapi mereka memutuskan hubungan denganku. Aku perbaiki mereka, tetapi
mereka berlaku jahat kepadaku. Aku bersikap santun terhadap mereka tetapi
mereka berlagak lupa terhadapku”. Beliau bersabda:
‫علَي ِﮭم‬ َ ِ‫ َولَ يَزَ ا ُل َمعَكَ ِمنَ هللا‬.‫إِن ُكنتَ َك َما قُلتَ فَ َكأ َنَّ َما ت ُس ِف ِﮭم ال ُم َّل‬
َ ‫ظ ِﮭي َر‬
180
َ‫علَى ذَلِك‬
َ َ‫َمـادُمت‬
“Jika engkau memang benar seperti apa yang engkau katakan, maka
sepertinya engkau menuangkan kepada mereka abu panas. Lalu engkau
akan selalu disertai pertolongan dari Allah S.W.T atas perlakuan mereka itu,
selama engkau mengalami perbuatan begitu”.
Imam Thabrani, Ibnu Huzaimah dan al-Hakim meriwayatkan di
dalam kitab Sahihnya, mengatakan: hadis sahih menurut imam Muslim,
baginda Nabi S.A.W bersabda:
181
َّ ‫علَى ذِى‬
ِ‫الر ِح ِم ال َكا ِشح‬ َ ‫صدَقَة‬
َ ‫صدَقَ ِة‬ َ ‫أَف‬
َّ ‫ض ُل ال‬
“Sedekah yang paling utama ialah sedekah yang diberikan kepada
orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan, yang menyimpan
dendam dan permusuhan”. Yang demikian ini adalah makna dari sabda

Imam Muslim (2558), imam Ahmad (7979), Ibnu Hiban (450), imam Thabrani “al-
180

Awsat” (2786).
181
Sahih: riwayat imam Ahmad (1535), al-Darimi (1679), Ibnu Khuzaimah (2386), Thabrani
dalam “al-Kabir wa al-Awsat”

170
baginda Nabi S.A.W: َ‫طعَك‬َ َ‫َص ُل َمن ق‬
ِ ‫“ َوت‬Hendaklah engkau menyambung
hubungan kerabat yang memutuskan hubungan dengan anda”
Imam Bazzar, Thabrani dan Hakim meriwayatkan suatu hadis, yang
dinilai Hakim sebagai hadis sahih. Tetapi ditentang oleh yang lain, karena
mengandung unsur kelemahan di dalamnya. Hadis itu ialah:
‫ْـرا َوأ َ ْد َخلَهُ ال َجنَّةَ بِ َرحْ َمتِ ِه‬ ٌ ‫ث َ َال‬
َ ‫ث َم ْن ُك َّن فِ ْي ِه َحا ِسبَـهُ هللاُ ِح‬
ً ‫سـابًا يَ ِسي‬
“Barangsiapa yang dalam dirinya terdapat tiga hal, maka Allah
S.W.T akan menghisabnya dengan mudah (tidak berbelit-belit) dan dia
dimasukkan ke dalam surga dengan rahmatNya.” Mereka bertanya: “Apakah
tiga hal itu, ya Rasulullah?” Beliau bersabda:
َ‫ظ َل َمكَ فَإ ِذَا فَ َعلتَ ذَ ِلكَ يُد ِخلُك‬
َ ‫ َوت َعفُو َمن‬، َ‫ط َعك‬
َ َ‫ص ُل َمن ق‬
ِ َ ‫ َوت‬، َ‫ت ُع ِطى َمن َح َر َمك‬
182 َ‫ال َجنَّة‬
“Engkau memberi orang yang mengharamkan (memusuhi)mu,
menyambung kerabat yang memutus hubungan denganmu, dan memaafkan
orang yang menzalimimu. Jika engkau melakukan hal tersebut, maka hal itu
akan membuat anda masuk surga”.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis dengan dua sanad, salah satunya
para perawinya terpercaya dan adil. Yaitu, dari Uqbah bin Amir, dia berkata,
sesungguhnya aku bertemu baginda Rasulullah S.A.W lalu aku memegang
tangan beliau lalu bertanya: “Ya Rasulullah, khabarkan kepadaku amal-amal
yang utama”, baginda Nabi S.A.W bersabda:
َ‫ظلَ َمك‬
َ ‫ع َّمن‬ ُ ‫ َوا َع‬، َ‫ َوأ َع ِط َمن َح َر َمك‬، َ‫طعَك‬
َ ‫ف‬ َ َ‫صل َمن ق‬
ِ ,‫عقبَة‬
ُ ‫يَا‬
“Ya Uqbah, sambunglah orang yang memutuskan hubungan
kekerabatan denganmu, berilah orang yang mengharamkanmu, dan
maafkanlah orang yang menzalimimu” Hakim menambahkan:
183
ُ‫صل َر ِح َمﮫ‬ َ ‫س‬
ِ َ‫ط فِى ِرزقِ ِﮫ فَلي‬ ُ ‫أ َ َل َمن أ َ َرادَ أ َن يَ ُمــدَّ فِى‬
ُ ‫عم ِر ِه َويَب‬
“Perhatikan, barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan
dilapangkan rizkinya, maka hendaklah menyambung hubungan
silaturrahim”.
Imam Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang dapat dibuat
hujjah:
ِ ‫اآلخ َر ِة؟ أ َ ْن ت‬
َ َ‫َص َل َم ْن ق‬
‫ َوت ُ ْع ِطى َم ْن‬، َ‫طعَك‬ ِ ‫أ َ َال أَدُلُّكَ َعلَى أ َ ْك َر ِم أ َ ْخ َال‬
ِ ‫ق ال ُّد ْن َيا َو‬
َ‫ظلَ َمك‬َ ‫ َوأ َ ْن ت َ ْعفُو َع َّم ْن‬، َ‫َح َر َمك‬

182
Riwayat imam Thabrani “al-Awsat” (5064), imam Baihaqi “al-Sunan” (235/10), “al-
Sa’b” (7956), al-Haisimi dalam “al-Majma’” (154/8) mengatakan: riwayat imam al-Bazar
dan Thabrani dalam “al-Awsat” yang dalam riwayatnya terdapat Sulaiman bin Daud al-
Yami yang hadisnya adalah matruk.
183
Telah ditakrij

171
“Maukah engkau kuberitahukan tentang akhlak yang paling mulia di
dunia dan di akhirat? Yaitu, sambunglah orang yang memutuskan hubungan
kekerabatan denganmu, berilah orang yang mengharamkanmu dan maafkan
orang yang menzalimimu”.
Thabrani meriwayatkan:
َ ‫ َوتُع ِطى َمن َح َر َمكَ َوأَن ت َصفَ َح‬، َ‫ط َعك‬
‫ع َّمن‬ ِ ‫ضائِ ِل أَن ت‬
َ َ‫َص َل َمن ق‬ َ ‫أ َ َّن أَف‬
َ َ‫ض ُل الف‬
َ‫شت َ َمك‬
َ
“Keutamaan yang paling utama ialah bila engkau menyambung
hubungan orang yang memutuskan hubungan denganmu, memberi orang
yang mengharamkan terhadapmu dan memaafkan orang yang mencaci
makimu” Al-Bazzar meriwayatkan :
َ ‫أ َ َل أَدُلُّ ُكم‬
‫علَى َمـايَرفَعِ هللاُ بِ ِﮫ الـد ََّر َجــاتِ؟‬
“Maukah engkau aku beritahu tentang sesuatu yang dijadikan Allah
S.W.T untuk memuliakan bangunan dan meninggikan derajat?” Mereka
berkata: “Ya, ya Rasulullah.” Beliau bersabda:
ِ ‫ َوت‬، َ‫ َوتُع ِطى َمن َح َر َمك‬, َ‫ظلَ َمك‬
‫َص ُل َمن‬ َ ‫ع َّمن‬
َ ‫ َوت َعفُو‬، َ‫علَيـك‬
َ ‫علَى َمن َج َﮭ َل‬
َ ‫ت َحلَ ُم‬
َ َ‫ق‬
َ‫ط َعك‬
“Santunlah terhadap orang yang bersikap tiada peduli terhadapmu,
maafkanlah orang yang menzalimimu, berilah orang yang
mengharamkanmu dan sambunglah orang yang memutus hubungan
denganmu”
Ibnu Majah meriwayatkan:
َّ ُ‫عقُوبَةُ البَغي ِ َوقَ ِطيعَة‬
‫الر ِح ِم‬ ُ ‫ع الش َِر‬ َّ َ‫صلَة‬
ُ ‫ َواس َر‬،‫الر ِح ِم‬ ُ ‫أَس َر‬
ِ ‫ع الخَي َر ث َ َوابًا البِ َّر َو‬
“Kebaikan yang paling cepat mendapatkan balasan pahalanya ialah
kebajikan dan silaturrahim. Sementara keburukan yang paling cepat
siksanya ialah kezaliman dan memutuskan hubungan silaturrahim”
Thabrani meriwayatkan:
‫احبِ ِﮫ العُقُو َبةَ ِفى الدُّن َيا َم َع َمـا يُدَ ِخ ُر لَﮫُ ِفى‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ب أَجدَ ُر أَن يُع َج َل هللاُ ِل‬ ٍ ‫َما ِمن ذَن‬
َّ ‫صلَ ِة‬
‫ َحت َّى ِإن‬،‫الر ِح ِم‬ َ ‫ َو ِإن أَع َج َل ال ِب َّر ث َ َوابا ً ِل‬،‫ب‬ ِ ‫والخ َيـانَ ِة وال ِكذ‬ِ ‫الر ِح ِم‬ َّ ‫اآلخ َر ِة ِمن قَ ِطيعَ ِة‬ ِ
184 ُ
‫صلوا‬ ‫ا‬‫و‬ َ ‫ت‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬‫إ‬
َ َ ِ َََ ُِ ُ َ ُ َ ‫م‬ ُ
‫ﮪ‬ ‫د‬‫د‬‫ع‬ ‫ر‬ ‫ث‬ ‫ك‬‫ي‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ﮭ‬ ُ ‫ل‬‫ا‬‫و‬ ‫م‬َ ‫أ‬ ‫ا‬‫و‬َّ ‫ن‬ ‫م‬
َ َ ‫ت‬ َ ‫ف‬ ‫ة‬ ‫ر‬
َ ‫ج‬ َ ‫ف‬ َ‫ون‬ُ ‫ن‬ ‫و‬‫ك‬ُ َ َ‫أ َﮪ َ َ ت‬
‫ي‬ َ ‫ل‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ال‬ ‫ل‬
“Tidak ada dosa yang lebih patut disegerakan hukuman balasan
siksanya oleh Allah S.W.T kepada pelakunya di dunia di samping sebagai
simpanan baginya di akhirat, selain daripada memutuskan hubungan
silaturrahim, khianat dan berdusta. Sedangkan kebaikan yang paling cepat
balasan pahalanya adalah silaturrahim. Hingga sekalipun penghuni suatu
rumah merupakan orang-orang yang menyimpang, mereka masih bisa

184
Telah ditakhrij sebelumnya

172
berharap harta benda mereka bertambah banyak, demikian pula anggota
keluarga mereka, apabila mereka menyambung hubungan silaturrahim”

24. BERBAKTI PADA KEDUA ORANG TUA


Imam Bukhari dan muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud R.A
mengatakan, sesungguhnya aku bertanya kepada baginda Rasulullah S.A.W:
“Amal apakah yang paling dicintai Allah S.W.T?” Beliau bersabda:
‫صالَة ُ ِل َوقتِ َﮭا‬
َ ‫“ ال‬Shalat tepat pada waktunya” Aku bertanya: “Lalu amal apa
lagi?” Beliau bersabda: ‫الوا ِلدَي ِن‬ َ ‫“ بِ ُّر‬Berbakti pada kedua orang tua” Aku
bertanya lagi: “Kemudian amal apa?” Beliau bersabda: 185 ِ‫س ِبي ِل هللا‬ َ ‫الج َﮭادُ فِى‬
ِ
“Jihad fi Sabilillah.”
Imam Muslim dan lainnya meriwayatkan:
186
ُ‫َليَج ِزى َولَد َوا ِلدُهُ إِ َّل أ َن يَ ِجدُهُ َمملَو ًكا فَيَشت َ ِري ِﮫ فَيُعتِقُﮫ‬
“Seorang anak tidaklah dapat membalas orang tuanya, kecuali bila
dia mendapatinya sebagai seorang budak lalu dia membeli dan
memerdekakannya”.
Muslim juga meriwayatkan, sesungguhnya ada seorang laki-laki
datang menghadap baginda Rasulullah S.A.W lalu dia berkata: “Saya
berbai’ah pada untukmu untuk hijrah dan berjihad demi mencari keredaan
dan pahala dari Allah S.W.T.” Baginda Nabi S.A.W bersabda:
‫فَ َﮭل ِمن َواِلدَيكَ أ َ َحد َحي؟‬
“Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?” dia
menjawab: “Ya, bahkan keduanya masih hidup.” baginda Nabi S.A.W
bersabda:
‫ــر ِمنَ اللَّــ ِﮫ؟‬
ُ ‫فَت َبت َــ ِغى األَج‬
“Apakah anda mengharapkan pahala dan keridhaan Allah S.W.T?”
dia menjawab: “Ya”, baginda Nabi S.A.W bersabda:
187
ُ ‫فَار ِجع ِإلَـى َوا ِلـدَيكَ فَـأ َح ِسن‬
‫صح َبتِ ِﮭ َما‬
“Kembalilah kepada kedua orang tuamu, kawanilah keduanya
dengan perlakuan yang baik.”
Imam Abu Ya’la dan Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang
baik, sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah S.A.W
lalu berkata: “Aku sangat menginginkan untuk ikut berjihad, tetapi aku tidak

185
Riwayat imam Bukhari (504), Muslim (85), Tirmizi (1898), Ahmad (3998), Ibnu Hiban
(1476/ihsan)
186
Imam Muslim “al-Itqu”(1510), Imam Abu Daud (5137), Tirmizi (1906), Ibnu Majah
(3659) dan Ibnu Hiban (3659)
187
Imam Muslim (2549), imam Baihaqi “sunan al-Kubra” (26/9), imam al-Munziri (3743)

173
mampu?” baginda Nabi S.A.W bertanya: ‫حد؟‬َ َ ‫ي ِمن َوا ِلدَيكَ أ‬
َ ‫“ ﮪَل بَ ِق‬Apakah
salah seorang dari kedua orang tuamu masih ada?” dia menjawab: “Ya,
ibuku masih ada.” Beliau bersabda:
‫فَاســأَل هللاُ فِى بِ ِرﮪَا فَإِذَا فَعَلتَ فَأَنـتَ َحـا ٌّج َو ُمعت َِمر َو ُم َجـاﮪِد‬
“Mohonlah kepada Allah S.W.T agar dapat berbakti kepadanya. Bila
engkau benar-benar melakukan (berbakti padanya), maka engkau
mendapatkan pahala seperti orang yang berhaji, umrah dan berjihad.
Thabrani meriwayatkan, sesungguhnya ditanyakan kepada Rasulullah
S.A.W: “Ya Rasulullah, aku ingin berjihad di jalan Allah S.W.T.” Beliau
َ َ‫“ أ ُ ُّمـك‬Apakah ibumu masih hidup?” dia menjawab: “Ya.”
bersabda: ‫حيَّة؟‬
Beliau bersabda: َ‫جنَّـة‬ َ ‫“ ِإلزَ م ِرجلَ َﮭا فَث َ ِم ال‬Tetaplah pada kakinya (berbaktilah
padanya), karena di sanalah jalan menuju surga.” Ibnu Majah
meriwayatkan: “Ya Rasulullah, apakah hak kedua orang tua atas anaknya.”
Beliau bersabda: 188 َ‫َـارك‬ ُ ‫“ ُﮪ َما َجـنَّتُكَ َون‬Pada keduanya surga dan neraka
buatmu”.
Imam Ibnu Majah dan Nasa’i meriwayatkan, lafal hadisnya menurut
Nasa’i yang dinilai sahih oleh Hakim: “Ya Rasulullah, aku ingin berperang,
aku datang kemari untuk meminta perimbangan dan pendapat pada engkau”
Beliau bertanya: ‫“ ﮪَل لَكَ ِمن أ ُ ٍم‬Apakah engkau mempunyai seorang ibu?” dia
menjawab: “Ya.” Beliau bersabda:Tetaplah “ 189 ‫عندَ ِرجلَي َﮭا‬ ِ َ‫أ َل ِزم َﮭا فَإ ِ َّن ال َجنَّة‬
berbakti padanya, karena surga ada ditelapak kakinya.”
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Darda’ R.A, sesungguhnya
seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata: “Saya mempunyai seorang
istri, ibuku memerintahkan padaku agar menceraikannya.” Abu Hurairah
berkata: “Saya mendengar Rasulullah S.A.W bersabda:
190
ُ‫ـاب أ َو ِإحفَظـﮫ‬ ِ َ ‫ فَإ ِن ِشئتَ فَأ‬،‫ب ال َجنَّ ِة‬
َ َ‫ضع ذَ ِلكَ الب‬ ِ ‫ط أ َب َوا‬ َ ‫ا َل َوا ِلدُ أ َو‬
َ ‫س‬
“Orang tua berada di tengah di antara pintu-pintu surga. Jika
engkau menghendaki maka engkau bisa menyia-nyiakannya atau jika tidak
menghendaki (perbuatan sia-sia) maka peliharalah dia”.

188
Daif: riwayat imam Ibnu Majah (3662). Imam al-Bushairi “al-Zawaid” mengatakan:
Ibnu Muin mengatakan dari Ibnu Yazid dari Abi Amamah bahwa keseluruhannya adalah
daif, imam al-Saji mengatakan: para perawi bersepakat akan kedaifan Ali bin Yazid
189
Riwayat imam Ahmad (429/3), Abdul Razaq dalam karangannya (9290), Ibnu Abi
Syaibah (3346) dan imam al-Munziri (3748), imam al-Haisimi mengatakan dalam “al-
Zawaid” (138/3): riwayat imam Thabrani dari Ibnu Ishaq yang terkenal dengan pendusta,
dari Muhammad bin Talha
190
Sahih: Imam Tirmizi (1900) dan Ibnu Majah (3663)

174
Ibnu Hibban meriwayatkan di dalam kitab Sahihnya, sesungguhnya
seorang laki-laki datang kepada Abu Darda’ dan berkata: “Aku hidup dalam
pengawasan dan kendali ayahku, hingga dia menikahkan aku. Sekarang dia
memerintahkan kepadaku agar aku menceraikan istriku” Abu Darda’
berkata: “Aku bukanlah orang yang memerintahkan kepadamu untuk
menentang orang tua, dan bukan pula memerintahkan padamu agar
menceraikan istrimu. Hanya saja bila engkau berkenan, aku akan
menceritakan apa yang aku dengar dari baginda Rasulullah S.A.W. Aku
mendengar beliau bersabda:
‫علَى ذَلِكَ إِن ِشئتَ أَو دَع‬ ِ ‫ط أَب َوا‬
َ ‫ب ال َجنـ ِة فَ َحافِظ‬ َ ‫الوا ِلدُ أَو‬
ُ ‫س‬ َ
“Ayah adalah merupakan pintu surga yang paling tengah di antara
pintu-pintu surga, bila engkau menghendaki maka jagalah hak itu, atau bila
tidak maka tinggalkanlah.’ “Ibnu Hibban berkata: “Aku menduga Atha’
berkata, bahwa laki-laki itu menceraikan istrinya.”
Para pemilik empat kitab Sunan dan Ibnu Hibban di dalam kitab
Sahihnya meriwayatkan, yang oleh Imam Tirmidzi dikatakan sebagai hadis
hasan sahih, dari Ibnu Umar R.A, dia berkata: “Aku mempunyai seorang
istri yang sangat aku cintai, tetapi Umar (bapakku) tidak menyukainya. Dia
(Umar) berkata kepadaku: ‘Ceraikan istrimu itu.’ Aku menolaknya, lalu
Umar datang kepada Rasulullah S.A.W menceritakan hal tersebut kepada
َ
beliau. Lalu Rasulullah bersabda kepadaku: .”’Ceraikan dia‘ 191 ‫ط ِـلق َﮭا‬
Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang sahih:
192
ُ‫صل َر ِح َمﮫ‬ ُ ‫س َّرهُ اَن يَ ُمدَّ لَﮫُ فِى‬
ِ َ‫عم ِر ِه َويُزَ ادُفِى ِرزقِ ِﮫ فَلدَب ِر َوا ِلدَي ِﮫ َولي‬ َ ‫َمن‬
“Barangsiapa yang senang dipanjangkan umurnya dan ditambah
rizkinya, maka hendaklah dia berbuat baik kepada kedua orang tuanya dan
menyambung hubungan kerabatnya.”
Abu Ya’la dan lainnya meriwayatkan hadis, dan hakim menilainya
sebagai hadis sahih:
193
‫ع ْم ِر ِه‬ ُ ‫َم ْن بَ َّر َوا ِل َد ْي ِه‬
ُ ‫ زَ ا َد هللاُ فِى‬،ُ‫ط ْوبَى لَه‬
“Barangsiapa yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya, maka
beruntunglah dia, karena Allah S.W.T menambah umurnya”. Ibnu Majah dan
Ibnu Hibban meriwayatkan di dalam kitab Sahihnya, demikian pula Hakim,
lafal hadis menurut riwayat Ibnu Hibban:

Imam Tirmizi dalam “al-Talaq wa al-Li’an” (1193) mengatakan: hasan sahih, imam Abu
191

Daud (5138), Ibnu Majah dalam “al-Talaq” (2088)


192
Riwayat imam Ahmad (156/3) dan yang setaranya, sanadnya hasan.
193
Daif: riawayat imam Hakim (154/4), dalam isnadnya terdapat: Zaban bin Faida yang daif

175
َ ‫ َو َال يَ ِر ُّد القَ ْد ُر إِ َّال ال ُّد‬،ُ‫ص ْيبُه‬
‫عا َء َو َال يَ ِز ْي ُد فِى‬ ِ ‫الر ْزقَ بِالذَ ْن‬
ِ ُ‫ب ي‬ َّ ‫إِ َّن‬
ِ ‫الر ُج َل ِليَحْ ُر َم‬
194
‫ْالعُ ْم ِر اِ َّال البِ َّر‬
“Sesungguhnya seorang laki-laki terhalang mendapatkan rizki
karena dosa yang dilakukannya. Tidak ada yang dapat menolak ketentuan
qadar kecuali doa dan tidak ada yang dapat menambah panjang umur
kecuali dengan berbakti”.
Dalam riwayat Tirmidzi terdapat hadis yang dinilainya sebagai hadis
hasan gharib, sebagai berikut: “Tidak ada yang dapat menolak qadha’
kecuali doa dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali kebajikan”.
Hakim meriwayatkan hadis yang dinilainya sebagai hadis sahih:
ُ‫ َو َمن أَت َاه‬،‫ َو ِب ُّروا آ َبا َء ُكم ت ُ ِب ُّر ُكم أَبنَائ َ ُكم‬،‫سائ ُ ُكم‬
َ ‫ف ِن‬
ُ ‫اس ت َع‬ِ َّ‫ـاء الن‬
ِ ‫س‬َ ‫ع ِن ال ِن‬َ ‫ِعفُّوا‬
195
‫ض‬ ِ ‫علَى ال َحو‬ َ ‫ فَإِن لَم َيف َعل لَم َي ِرد‬،‫اط ًال‬ ِ ‫َص ًال فَل َيق َبل ذَلِكَ ُم َحقًّا َكانَ أَو َب‬
ِ ‫أ َ ُخوهُ ُمتَن‬
“Jagalah dirimu dari istri-istri manusia, maka istri-istrimu akan
terjaga, berbuat baiklah pada bapak-bapakmu sekalian, maka anak-anakmu
akan berbuat baik kepadamu. Dan barangsiapa yang didatangi saudara
untuk memberikan penjelasan dan meminta maaf, maka terimalah dia, baik
dia datang secara tulus ataupun berpura-pura. Bila dia tidak melakukannya,
maka dia tidak akan sampai ke haudh (telaga di surga)”.
Imam Thabrani meriwayatkan dengan sanad hasan:
196
‫ساؤُ ُكم‬ ِ ‫ َوعفُوا ت َع‬,‫بِ ُّروا آَبَا َء ُكم تُبِ ُّر ُكم آبنَاؤُ ُكم‬
َ ِ‫ف ن‬
“Berbuat baiklah kepada bapak-bapakmu, maka anak-anakmu akan
berbuat baik kepadamu, peliharalah dirimu, maka istri-istrimu akan
menjaga diri”.
Imam Muslim meriwayatkan:

‫ ث ُ َّم ُرغ َم أَن ِف ِﮫ‬,‫ ث ُ َّم ُرغ َم أَن ِف ِﮫ‬،‫“ ُرغ َم اَن ِف ِﮫ‬Sungguh hina, hina dan amatlah
hina” Ditanyakan kepada beliau: “Siapakah dia orangnya, ya Rasulullah?”
Beliau bersabda:
194
Riwayat imam Tirmizi (2139) yang dihasankan oleh imam Albani
195
Daif: imam al-Hakim (154/4) mengatakan: sahih secara isnad namun imam Bukhari dan
Muslim tiada menerbitkan hadis ini, begitu pula dengan imam al-Zahabi yang mengikuti
seraya mengatakan: kelam dan daif, imam al-Haisimi mengulangi kembali dalam “majma’
al-Zawaid” (139/8) dan mengatakan: riwayat imam Thabrani dalam “al-Awsat” yang
didalam riwayatnya terdapat perawi Khalid Ibnu Yazid al-‘Umri yang terkenal pendusta.
Pentahkik menyebutkan: Imam Albani merangkumnya dalam urutan hadis-hadis daif (1043)
196
Daif: riwayat imam Thabrani dalam “mu’jam al-Awsat” (6295), yang diulang oleh imam
al-Haisimi dalam “majma’” (138/8) dan mengatakan: riwayat imam Thabrani dalam awsat
dan kesemua perawinya adalah sahih kecuali syeikh Thabrani itu sendiri. Imam Albani
mendaifkan hadis ini dalam “du’fu al-Jami’”

176
َ‫ ث ُ َّم لَم يَد ُخل ال َجنَّة أَو َل يَد ُخالَهُ ال َجنَّة‬،‫َمن أَد َركَ َواِلدَي ِﮫ ِعندَهُ ال ِكبَ ُر أَو أ َ َح ِد ِﮪ َما‬
197

“Dia itu adalah orang yang mendapati (hidup bersama) kedua orang
tuanya atau salah satu dari keduanya dalam kondisi lanjut usia, kemudian
dia tidak dapat masuk surga, atau kedua orang tuanya itu, tidak dapat
membuatnya masuk surga.”
Thabrani meriwayatkan hadis dengan beberapa sanad, yang salah satunya
ialah hadis hasan: Sesungguhnya Nabi S.A.W naik ke atas mimbar dan
bersabda: ‫ آمين‬،‫ آمين‬،‫“ آمين‬Amin, amin, amin”, Kemudian baginda Nabi
S.A.W melanjutkan sabdanya:
َ‫ ث ُ َّم لَم يَ ِبر ُﮪ َما فَ َمات‬،‫ يَا ُم َح َّمد َمن أَد َركَ أ َ َحد أ َب َوي ِﮫ‬:َ‫ س فَقَال‬.‫ ع‬،‫أَت َانِى ِجب ِريل‬
َ‫ضان‬َ ‫شﮭ ُر َر َم‬ َ َ‫ َمن أ َد َرك‬،‫ يَا ُم َح َّمد‬:‫ فَقَا َل‬.‫ ِآمين‬: ُ‫ فَقُلت‬،‫ ِآمين‬:‫ار فَأ َب َعدَهُ هللاُ قُل‬ َ َ‫فَدَ َخ َل الن‬
ُ‫ َو َمن ذُ ِكرتَ ِعندَه‬:‫ قَا َل‬.‫ ِآمين‬: ُ‫ فَقُلت‬.‫ ِآمين‬:‫ار فَأب َعدَهُ هللاُ قُل‬ َ َ
َ َّ‫فَ َماتَ فَلَم يَغ ِفر لَﮫُ فَأد َخ َل الن‬
198
‫ ِآمين‬: ُ‫ فَقُلت‬.‫ ِآمين‬:‫ار فَأب َعدَهُ هللاُ قُل‬ َ َ َّ‫علَيكَ فَ َماتَ فَدَ َخ َل الن‬َ ‫ص ِل‬ َ ُ‫فَلَم ي‬
“Malaikat Jibril datang kepadaku dan berkata: ‘Barangsiapa yang
menemukan salah seorang dari kedua orang tuanya, sementara dia tidak
berbuat baik kepadanya, lalu dia mati dan masuk neraka. Semoga Allah
S.W.T menjauhkannya, katakanlah amin.’ Maka aku berkata: “Amin”
Kemudian Jibril berkata: “Ya Muhammad, barangsiapa yang menemukan
bulan Ramadhan, lalu dia mati belum mendapatkan ampunan dan
dimasukkan ke dalam neraka. Semoga Allah S.W.T menjauhkannya,
katakanlah amin” Maka aku berkata: “Amin” Selanjutnya Jibril berkata:
“Barangsiapa yang disebut namamu di sisinya, sementara dia tidak
membaca shalawat dan salam kepadamu, lalu dia mati dan masuk neraka.
Semoga Allah S.W.T menjauhkannya, katakan amin.” Maka aku berkata:
“Amin”
Ibnu Hibban juga meriwayatkan di dalam kitab Sahihnya:
‫َار فَأَبعَدَهُ هللاُ قُل ِآمين‬
َ ‫ فَلَم يَبِر ُﮪ َما فَ َماتَ فَدَ َخ َل الن‬، ‫َو َمن أَد َركَ أَب َوي ِﮫ او أ َ َح ِد ِﮪ َما‬
‫ ِآمين‬: ُ‫فَقُلت‬
“Barangsiapa yang menemukan kedua orang tuanya atau salah satu
dari keduanya, tetapi dia tidak berbuat baik kepadanya, lalu dia mati dan
masuk neraka. Semoga Allah S.W.T menjauhkannya, katakan amin.” Maka
aku berkata: “Amin”
Thabrani yang meriwayatkan

197
Sahih: riwayat Muslim (2551), imam Ibnu Khuzaimah (1888), imam Ibnu Hiban (409)
198
Sahih dengan peran para saksi: lihat takhrij hadis sebelumnya.

177
‫ فَأَبعَدَهُ هللاُ واستحقﮫ‬،‫َار‬
َ ‫ فَلَم يَبِر ُﮪ َما فَ َماتَ دَ َخ َل الن‬، ‫َو َمن أَد َركَ أَب َوي ِﮫ او أ َ َح ِد ِﮪ َما‬
‫ ِآمين‬: ُ‫قُلت‬
“Barangsiapa yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah
satu dari keduanya, namun ia tidak berbakti kepada keduanya, maka dia
masuk neraka dan Allah S.W.T memurkainya. Semoga Allah S.W.T
menjauhkannya, lalu aku berkata, amin”
Ahmad meriwayatkan melalui beberapa sumber, yang salah satunya
dengan sanad hasan:
‫ ث ُ َّم لَم يَغ ِفر‬،‫ َو َمن أَد َركَ أ َ َحد َوا ِلدَي ِﮫ‬،‫ار‬ َ ‫َمن أَعتَقَ َرقَبَ ٍة ُمس ِل َم ٍة فَ ِﮭ‬
ِ َّ‫ي فِدَاؤُ هُ ِمنَ الن‬
ُ‫لَﮫُ فَأَبعَدَهُ هللا‬
“Barangsiapa yang memerdekakan budak muslimah, maka budak itu
adalah sebagai tebusan baginya dari neraka. Dan barangsiapa yang
mendapatkan salah satu dari kedua orang tuanya, namun dia belum
mendapatkan ampunan sebab dengannya, maka semoga Allah S.W.T
menjauhkannya.” Dalam riwayat lain ditambahkan: ُ‫حقَّﮫ‬ َ َ ‫“ َواِست‬Allah S.W.T
akan memurkainya”
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan: “Ya Rasulullah, siapakah
orang yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik?” Beliau bersabda:
َ‫“ أ ُ ُّمـك‬Ibumu” Dia bertanya: “Lalu siapa?” Beliau menjawab: َ‫“ أ ُ ُّمـك‬Ibumu”
Dia bertanya lalu siapa lagi.” Beliau bersabda: َ‫“ أ ُ ُّمـك‬Ibumu” Dia bertanya
lagi: “Lalu siapa?” Beliau bersabda: 199 َ‫“ أَبُـوك‬Ayahmu”
Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Asma’ binti Abu Bakar
R.A, dia berkata: “Ibuku datang kepadaku, sementara dia adalah wanita
musyrikah di masa Rasulullah S.A.W, maka aku meminta fatwa kepada
Rasulullah S.A.W seraya berkata: “Ya Rasulullah, ibundaku datang
kepadaku, dia adalah orang yang membenci Islam, atau dia mengharapkan
sesuatu padaku. Apakah aku harus menyambutnya? Baginda Rasulullah
S.A.W bersabda: 200 ‫ك‬ ِ ‫ص ِلى أ ُ ُّم‬
ِ ‫“ نَعَم‬Sambutlah ibundamu”
Ibnu Hibban dan Bazzar meriwayatkan:
201
‫الوا ِلدَي ِن‬
َ ‫سخ ِط‬ ُ ‫سخ‬
ُ ‫ط هللاُ فِى‬ ُ ‫ َو‬،‫الوا ِلدَي ِن‬
َ ‫ضا‬َ ‫ضا هللاُ فِى ِر‬
َ ‫ِر‬

199
Muttafaq alaih: riwayat imam Bukhari (5626), Muslim (2548) dan imam Ibnu Hiban
(433)
200
Muttafaq alaih: riwayat imam Bukhari (2477), Muslim (1002) dan Ahmad (26958)
201
Hasan dengan kesaksian para sumbernya: imam Tirmizi (1899), Ibnu Hiban (429),
(2026/mawarid), al-Bazar (2394), al-Hakim (7249), imam Tirmizi berkata: seperti inilah
riwayat dari Syu’bah bin Syu’bah, dari Ya’la bin ‘Atha, dari ayahandanya, dari Abdullah bin
Amru yang mauquf, dan kami tiada mengetahui apakah telah dirafa’ selain Khalid bin al-
178
“Ridha Allah, tergantung pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan
Allah S.W.T tergantung pada kemurkaan kedua orang tua” Thabrani
meriwayatkan: ‫الوا ِلد‬ َ ‫ع ِة‬َ ‫طا‬َ ‫عةُ هللاِ فِى‬ َ “Ketaatan kepada Allah S.W.T
َ ‫طا‬
tergantung ketaatan pada orang tua atau pada kedua orang tua,
‫الوا ِلد‬
َ ‫صيتﮫ فى معصي ِة‬ ِ ‫الوا ِلدَي ِن َو َمع‬
َ dan kemaksiatannya kepada Allah S.W.T,
tergantung pada kemaksiatan (kedurhakaan)nya pada orang tua atau kedua
orang tua”
Bazar juga meriwayatkan dalam hadis lain: “Keridhaan Tuhan
Tabaraka wa Ta’ala berada dalam keridhaan kedua orang tua dan
kemurkaan Tuhan Tabaraka wa Ta’ala juga berada dalam kemurkaan kedua
orang tua.”
Tirmidzi meriwayatkan, begitu pula Ibnu Hibban di dalam kitab
Sahihnya dan Hakim menyatakan sebagai hadis sahih menurut syarat
keduanya. Seorang laki-laki datang kepada baginda Nabi S.A.W dan berkata:
“aku telah melakukan dosa besar, apakah masih terbuka pintu taubat
untukku?” Baginda Nabi S.A.W bersabda: “Apakah engkau mempunyai
seorang ibu?” Dia menjawab: “Tidak.” Baginda S.A.W bersabda:
‫“ فَ َﮭل لَكَ ِمن خَالَ ٍة‬Apakah anda mempunyai bibi?” Dia menjawab: “Ya.”
Beliau bersabda: .”diaMuliakanlah “202 ‫فَبِر َﮪا‬
Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkan:
“Ya Rasulullah, apakah ada kebaikan yang bisa aku perbuat untuk
kedua orang tuaku, sementara keduanya telah meninggal dunia?” Beliau
bersabda: shalatYa, yaitu dengan cara melakukan “ 203 ‫علَي ِﮭ َما‬ َ ُ ‫صالَة‬
َ ‫نَ َعم ال‬
(yakni, berdoa) untuk keduanya”, yang maknanya memohon ampun,
memenuhi janjinya sepeninggal keduanya, menyambung hubungan
silaturrahim yang tak bisa disambung kecuali dengan atas nama keduanya
dan memperbaiki sahabat-sahabat dari keduanya”. Ibnu Hibban
menambahkan di dalam riwayatnya, sebagaimana di dalam kitab Sahihnya:
Seorang laki-laki berkata: “Alangkah banyak dan bagusnya semua ini, ya
Rasulullah?” Baginda Nabi S.A.W bersabda: ‫“ فَاع َمل بِ ِﮫ‬Maka amalkanlah ia
(semua itu)”.
Muslim meriwayatkan, bahwa Abdullah bin Umar R.A pernah
ditemui oleh seorang laki-laki Badui di suatu jalan kota Makkah, lalu

Haris, dari Syu’bah dan Khalid bin al-Haris: dipercaya dan terpercaya. Pentahkik
mengatakan: Imam Albani menuliskannya dalam sahihnya (516)
202
Telah ditakhrij
203
Riwayat imam Ibnu Hiban dalam sahihnya (418), “al-Mawarid” (2030), imam al-Hakim
dalam “al-Mustadrak” (171/4), (7260)

179
Abdullah mengucapkan salam kepadanya dan mengajaknya untuk naik
keledai (kendaraan) yang dikendarainya, lalu dia memberikan serban yang
dikenakannya kepada orang Badui tersebut. Ibnu Dinar berkata: “Semoga
Allah S.W.T memelihara kalian semua, sebab beliau berdoa seperti itu
dikeranakan sesungguhnya mereka adalah orang-orang desa yang merasa
puas dengan sesuatu yang walaupun hanya sedikit”, Abdullah bin Umar
berkata: “Sesungguhnya ayah orang ini, mencintai Umar bin Khattab (ayah
Abdullah), dan aku mendengar baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
204
‫الولَ ِد أَﮪ َل ُو ِد أ َ ِبيــ ِﮫ‬ ِ ‫ِإ َّن أ َ َب َّر ال ِب ِر‬
َ ُ‫صلَة‬
“Sesungguhnya termasuk kebaikan yang terbaik adalah tindakan
seorang anak yang menyambung keluarga orang yang menjadi kesayangan
ayahnya”
Ibnu Hibban meriwayatkan di dalam sahihnya, dari Abu Burdah, dia
berkata: “waktu aku sampai di kota Madinah, Abdullah bin Umar
mendatangiku dan berkata: ‘Tahukah engkau untuk apa aku datang
mengunjungimu?’ Aku menjawab: ‘Tidak tahu.’ Dia lalu berkata,
sesungguhnya aku mendengar Rasulullah S.A.W bersabda:
ُ‫صل ِإخ َوانَ أَبِيـ ِﮫ بَعدَه‬
ِ َ‫ص َل أَبَاهُ فِى قَب ِر ِه فَلي‬
ِ َ‫َمن أ َ َحبَّ أَن ي‬
‘Barangsiapa yang suka menyambung hubungan (berbuat baik) pada
ayahnya yang telah berada di dalam kubur, maka hendaklah dia
menyambung hubungan persaudaraan yang telah dijalin oleh ayahnya,
sebelum meninggal’. Sesungguhnya antara ayahku, Umar dengan ayah anda
telah terjalin tali persaudaraan yang saling menyayangi, maka aku ingin
melanjutkan hubungan baik yang telah terjalin itu”.
Disebutkan di dalam hadis Bukhari dan Muslim serta yang lainnya
yang begitu masyhur dan disebutkan dalam banyak riwayat:
َ ‫شونَ َويَرت َادُونَ ِأل َﮪ ِل ِﮭم فَأ َ َخذَ ُﮪم ال َم‬
‫ط َر‬ ُ ‫ث نَفَ ٍر ِم َّمن َكانَ قَب ِلنَا َخ َر ُجوا يَت َ َما‬ َ ‫إِ َّن ث َ َال‬
‫ إِنَّﮫُ َل يُن ِجي ُكم‬:‫ فَقَالُوا‬،ُ‫سدَتﮫ‬ َ َ‫صخ َرة ف‬ َ ‫علَى فَ ِم ِﮫ‬ َ ‫ فَإ ِن َحدَ َرت‬،‫ار فِى ال َجبَ ِل‬ ٍ ‫غ‬ َ ‫َحت َّى أ َ َووا إِلَى‬
‫صا ِلحِ أ َع َمالَ ُكم‬
َ ِ‫عوا ب‬ ُ ‫صخ َرةِ إِ َّل أ َن ت َد‬ َّ ‫ِمن َﮪ ِذ ِه ال‬
“Sesungguhnya ada tiga orang dari orang-orang yang terdahulu
sebelum kami, mereka keluar pergi dalam suatu perjalanan. Ketika mereka
kembali menuju keluarganya, mereka kehujanan, lalu berteduh dalam gua di
suatu gunung. Tiba-tiba terdapat batu besar yang runtuh menutup pintu gua,
hingga mereka terperangkap di dalamnya. Mereka berkata: “Sungguh tidak
ada yang dapat menyelamatkan kalian (kita) dari batu besar yang menutup

204
Sahih: riwayat imam Muslim (2552), Abu Daud (5143), Tirmizi (1903), Ahmad (5612),
Ibnu Hiban (430), imam Tirmizi berkata: hasan sahih, “Sunan al-Kubra” imam Baihaqi
(180/4) dan Thabrani “al-Awsat” (7501).

180
pintu gua ini, kecuali harus berdoa dengan berwasilah atas amal-amal
kebaikan yang pernah kalian lakukan”.
Menurut riwayat yang lain:
ُ ‫ فَأ ُد‬،ً‫ص ِال َحة‬
َ‫عوا هللا‬ َ ‫ع َّز َو َج َّل‬ ُ ‫ أ ُن‬:‫ض‬
َ ‫ظ ُروا أ َع َم ًال‬
َ ِ‫ع ِملت ُ ُمو َﮪا ِِل‬ ُ ‫فَقَا َل بَع‬
ٍ ‫ض ُﮭم ِلبَع‬
‫ِب َﮭا لَ َعلَّﮫُ يُف ِر ُج َﮭا‬
“Sebagian mereka berkata pada sebagian yang lain: “Perhatikan
dan ingat-ingatlah amal-amal kebaikan yang pernah engkau lakukan secara
ikhlas kepada Allah S.W.T Azza wa Jalla, lalu hendaklah engkau berdoa
kepada Allah S.W.T dengan amal-amal tersebut dengan harapan Allah
S.W.T akan menggeser (membuka) batu besar penutup gua ini”
Dalam riwayat lain:
‫عوا‬ ُ ‫ َو َل يَعلَ ُم بِ َم َكانِ ُكم إِ َّل هللاُ فَاد‬،‫عفَا األ َث َ ُر َو َوقَ َع ال َح َج ُر‬ َ :‫ض‬ ٍ ‫ض ُﮭم ِلبَع‬ُ ‫فَقَا َل بَع‬
َ
َ‫ان َو ُكنتُ َل أغبُق‬ ِ ‫ان َكبِي َر‬ ِ ‫شي َخ‬ َ ‫ان‬ِ ‫ ا َلل ُﮭ َّم إِنَّﮫُ َكانَ ِلى ا َب َو‬:‫ فَقَا َل أ َحدُ ُﮪم‬،‫ق أ َع َما ِل ُكم‬
َّ َ ِ َ ‫هللاَ بِأ َوث‬
‫علَي ِﮭ َما َحت َّى نَا َما فَ َح ِلبتُ لَ ُﮭ َما‬ َ ‫ش َجر يَو ًما فَلَم ا َ ِرح‬ َ ‫ب‬ َ َ‫طل‬َ ‫قَبَلَ ُﮭ َما أ َﮪ ًال َو َل َما ًل فَنَأ َى بِى‬
‫علَى‬ َ ‫ فَلَبِثتُ َوالقَد ُح‬،‫غبُوقِ ِﮭ َما فَ َو َجدت ُ ُﮭ َما نَائِ َمي ِن فَ َك ِرﮪتُ ا َن أ َغبُقَ قَبلَ ُﮭ َما ا َﮪ ًال َو َل َم ًال‬ ُ
َّ
ُ‫ ا َلل ُﮭ َّم ِإن ُكنتُ فَ َعلت‬،‫غبُوقِ ِﮭ َما‬ ُ ‫ش ِربَا‬ َ َ‫اظ ِﮭ َما َحت َّى بُ ِرقَ الفَج ُر فَاست َيق‬
َ َ‫ظا ف‬ َ
ِ َ‫يَ ِدى أنت َ ِظ ُر اِستِيق‬
َ‫شيئ ًا َليَست َ ِطيعُون‬ َ ‫ فَفَ َر َجت‬،ِ‫صخ َرة‬ َ ‫عنَّا َما نَح ُن فِي ِﮫ ِمنَ ال‬ َ ‫ذَ ِلكَ اِبتِغَا َء َوج ِﮭكَ فَفَ ِرج‬
‫ال ُخ ُرو َج‬
“Sebagian mereka berkata pada sebagian yang lain: “Batu besar
telah jatuh menutup rapat-rapat pintu gua ini, sehingga engkau akan
kehilangan jejak dan tidak tahu tempat dimana kita berada, kecuali Allah
S.W.T. Maka berdoalah kepada Allah S.W.T dengan berwasilah atas amal-
amal engkau yang paling kuat.” Lalu salah seorang dari mereka berkata:
“Ya Allah S.W.T, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang telah
berusia lanjut, aku tidak tidak pernah memberi minuman sore kepada
keluargaku, sebelum kedua orang tuaku minum. Suatu hari, aku berangkat
pergi untuk mencari kayu. Tanpa kusadari perjalananku terlampu jauh
meninggalkan rumah, hingga aku kemalaman kembali ke rumah dan aku
dapati kedua orangtuaku telah tertidur. Sebagaimana biasa aku tetap
memerah susu buat minum malam kedua orang tuaku. Sekalipun aku dapati
kedua orang tuaku telah tertidur, namun aku tetap tidak suka ada
keluargaku yang meminum sebelum keduanya. Sambil memegang mangkuk
berisi susu, aku berdiam diri menunggu kedua orang tuaku terjaga hingga
terbit fajar, barulah keduanya terjaga, aku pun segera memberikan
minuman yang telah kusiapkan, lalu kedua orang tuaku meminumnya. Ya
Allah S.W.T, bila apa yang aku lakukan itu, benar-benar karena Engkau,
maka berilah kami jalan keluar dari gua ini. Tiba-tiba batu penutup pintu
gua itu sedikit bergeser membuka pintu gua. Tetapi mereka belum bisa
keluar”.
Menurut riwayat lain:
181
‫علَي ِﮭم فَ َح ِلبتُ بِ َوا ِل ِدي ا َس ِقي ُﮭ َما قَب َل‬ َ ُ‫عى فَإ ِذَا ُرحت‬ َ ‫ار ُكنتُ أ َر‬ ٍ َ‫صغ‬ ِ ‫صبيَة‬ ِ ‫َو ِلى‬
ُ
ُ‫سيتُ فَ َو َجدت ُﮭ َما قَد نَا َما فَ َح ِلبت‬ َ َّ َ
َ ‫ش َج َرة يَو ًما فَ َما أت َيتُ َحتى أم‬ َ ‫ب‬ َ ‫ َواِنَّﮫُ نَأ َى بِي طل‬،‫َولَ ِدى‬
َ َ
،‫ظ ُﮭ َما ِمن نَو ِم ِﮭ َما‬ ُ ِ‫ أ َك َرهُ أ َن أ ُوق‬،‫ب فَقُمتُ ِعندَ ُرؤُ و ِس ِﮭ َما‬ ِ َ‫ب فَ ِجئتُ بِال َحال‬ ُ َ‫َك َما ُكنتُ أ َحل‬
‫ فَلَم يَزَ ل ذَ ِلكَ دَأبِى‬،‫غونَ ِعندَ قَدَ ِمى‬ َ َ ‫الصبيَةُ يَت‬
ُ ‫ضا‬ ِ ‫ َو‬،‫الصبيَ ِة قَب ِل ِﮭ َما‬ِ ِ‫َوأ َك َرهُ أ َن أ َبدَأ َ ب‬
‫ فَأ َف ِرج لَنَا‬، َ‫ فَإ ِن ُكنتَ ت َعلَم أ َنِى قَد فَعَلتُ ذَ ِلكَ اِبتِغَا َء َوج ِﮭك‬،‫طلَ َع الفَج ُر‬ َ ‫َودَأبِ ِﮭ َما َحت َّى‬
205
َ ‫ فَفَ َر َج فَر َجةً َحت َّى يَ َرونَ ِمن َﮭا ال‬،‫س َما َء‬
‫س َما َء‬ َّ ‫فَر َجةً نَ َرى ِمن َﮭا ال‬
“Aku mempunyai anak-anak yang masih kecil-kecil, sementara aku
adalah seorang pengembala dan telah menjadi kebiasaanku, setiap sore
memerah susu, aku selalu mendahulukan untuk memberi minum pada kedua
orang tuaku, sebelum anak-anakku. Suatu hari, pekerjaanku mencari kayu
telah membuat aku pergi jauh meninggalkan rumah, hingga sore hari aku
belum kembali pulang. Aku kembali ke rumah kemalaman hingga kudapati
kedua orang tuaku telah tertidur. Sebagaimana biasa aku selalu memerah
susu dan datang ke rumah dengan membawa susu. Tetapi kali ini aku dapati
kedua orang tuaku telah tidur, maka aku menunggu di sisi kepala mereka
berdua yang sedang tidur, karena aku tidak ingin membangunkannya dari
tidur. Dan aku juga tidak suka anak-anakku minum terlebih dahulu sebelum
kedua orang tuaku. Padahal anak-anakku duduk bersimpuh di sisi kakiku
menunggu untuk minum. Tetapi aku tetap menunggu kedua orang tuaku yang
sedang tidur hingga terbit fajar. Jika engkau mengetahui apa yang aku
lakukan itu demi mencari keredaanMu, maka bukalah pintu gua ini, hingga
aku dapat melihat langit. Maka Allah S.W.T membuka pintu gua itu. hingga
mereka dapat melihat langit melalui celah yang terbuka itu”. Sementara
orang yang lainnya, berwasilah dengan menyebutkan usahanya menjaga diri
dari perbuatan zina dengan putri pamannya. Sedangkan yang satunya lagi
berwasilah dengan usaha yang pernah dilakukan, yaitu meniagakan upah
pekerjanya hingga menjadi berlipat ganda dan diberikan kepada
karyawannya, dan pada akhirnya, mereka semua dapat keluar dari dalam gua
serta meneruskan perjalanan.

25. ANTARA ZAKAT DAN KIKIR


Allah S.W.T berfirman:

‫ط َّوقُونَ َما َب ِخلُوا ِب ِﮫ‬ َ ‫َولَ َيح َس َب َّن الَّذِينَ َيب َخلُونَ ِب َما آت َا ُﮪ ُم ّللاُ ِمن فَض ِل ِﮫ ﮪ َُو خَي ًرا لَّ ُﮭم َبل ﮪ َُو ش ٌَّر لَّ ُﮭم‬
َ ُ‫سي‬
)١٨٠( ‫يَو َم ال ِقيَا َم ِة‬
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang
Allah S.W.T berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa

Muttafaq alaih: riwayat imam Bukhari (2152), Muslim (2674), Abu ‘Awana dalam
205

musnadnya (5561)

182
kebakhilan itu baik bagi mereka. Sesungguhnya kebakhilan itu buruk bagi
mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya
di hari kiamat.” (Surah Ali Imran: 180).
Dan Allah S.W.T berfirman:
َّ َ‫) الَّذِينَ َل يُؤتُون‬٦( َ‫َو َويل ِلل ُمش ِركِين‬
)٧( َ‫الزكَاة َ َوﮪُم ِباآل ِخ َرةِ ﮪُم كَافِ ُرون‬
“Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang
mempersekutukan(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat
dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Surah Fushshilat: 6-7).
Allah S.W.T menamakan mereka dengan sebutan sebagai orang yang
musyrik. Baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
ُ ‫عا أ َق َر‬
َ ُ‫ع َحت َّى ي‬
‫ط ِو ُق‬ ُ ‫َما ِمن أ َ َح ٍد َل ي َُؤدِى زَ َكاة َ َما ِل ِﮫ ِإ َّل ُمثِ َل لَﮫُ يَو َم ال ِق َيا َم ِة‬
ً ‫ش َجا‬
206
‫عنُ ِق ِﮫ‬
ُ ‫ِب ِﮫ‬
“Tidaklah ada seseorang yang tidak mengeluarkan zakat dari harta
bendanya, kecuali dibuatkan untuknya seekor ular besar yang ganas dan
berkepala botak, kelak di hari kiamat, lalu ular itu dikalungkan di lehernya”
Rasulullah S.A.W bersabda:
‫اِلِ أَن‬
َّ ‫عوذُ ِب‬ ُ َ ‫ َوأ‬،‫ َونَزَ لَت ِب ُكم‬,‫صا ٍل ِإن ابت ُ ِليتُم ِب ِﮭ َّن‬ َ ‫اج ِرينَ خَمس ِخ‬ ِ ‫يَا َمعش ََر ال ُم َﮭ‬
َّ
‫ع التِى لَم‬ َ ُّ
ُ ‫شة فِى قَو ٍم قَط َحتَّى يُع ِلنُوا ِب َﮭا ِإلَّ فَشَا فِي ِﮭ ُم األو َجا‬ ُ ِ َ‫ لَم ت َظ َﮭ ِر الف‬:‫تُد ِر ُكو ُﮪ َّن‬
َ ‫اح‬
‫السنِينَ َو ِشدَّةِ ال َم ُؤنَ ِة َو َجو ِر‬ ُ
ِ ‫صوا ال ِمكيَا َل َوال ِميزَ انَ ِإلَّ أ ِخذُوا ِب‬ ُ ُ‫ َولَم يَنق‬،‫ت َ ُكن فِى أَسالَفِ ِﮭ ُم‬
‫ َولَولَ ال َب َﮭائِ ُم لَم‬،‫اء‬ َّ ‫ َولَم َيمنَعُوا زَ َكاة َ أَم َوا ِل ِﮭم ِإلَّ ُمنِعُوا القَط َر ِمنَ ال‬،‫طا ِن‬
ِ ‫س َم‬ َ ‫سل‬ ُّ ‫ال‬
‫عد ًُّوا ِمن غَي ِرﮪِم فَأ َ َخذُوا‬ َ ‫علَي ِﮭم‬َ ‫ط‬ َ َّ‫سل‬
َ َّ‫سو ِل ِﮫ ِإل‬ ُ ‫عﮭدَ َر‬ َّ َ‫عﮭد‬
َ ‫ّللاِ َو‬ َ ‫ضوا‬ ُ َ‫ َو َلنَق‬،‫ط ُروا‬ َ ‫يُم‬
207
.‫س ُﮭم َبينَ ُﮭم‬ َّ ‫ّللاِ إِلَّ َجعَ َل‬
َ ‫ّللاُ َبأ‬ ِ ‫ َو َما لَم ت َح ُكم أَئِ َّمت ُ ُﮭم ِب ِكت َا‬،‫ض َما فِى أَيدِي ِﮭم‬
َّ ‫ب‬ َ ‫َبع‬
“Wahai kaum Muhajirin, lima hal buruk akan menimpa kalian,
sebagai akibat dari terjadinya lima hal, karenanya berlindunglah kepada
Allah S.W.T agar anda tidak mendapatinya, yaitu:
Pertama: Tidaklah kekejian atau perzinaan menjadi hal yang biasa
bagi suatu kaum, bahkan mereka melakukan dan mengungkapkannya secara
terang-terangan, tanpa merasa risau, kecuali akan tersebar pada mereka
penyakit-penyakit mengejutkan yang belum pernah ada sebelumnya.

206
Sahih: riwayat imam Tirmizi (3012), Ibnu Majah (1784), Nasa’i dalam “al-
Kubra”(11621), Ahmad (6209), Abu ‘Awana (5973), al-Baihaqi dalam “al-Sunan” (81/4)
imam Tirmizi: hadis hasan sahih.
207
Sahih: riwayat imam Ibnu Majah (4019), Thabrani (4672), al-Baihaqi (3314), Riwayani
(1433), al-Hakim “al-Mustadrak” 583/4 (8623) berkata: hadis sahih secara isnad yang
disetujui imam al-Zahabi.

Pentahkik mengatakan: hadis ini disahihkan oleh imam Albani dalam “sahih al-Jami’”
(7978).

183
Kedua: Tidaklah mereka mengurangi takaran dan atau timbangan,
kecuali mereka akan ditimpa oleh krisis pangan, beratnya biaya hidup dan
dipimpin oleh penguasa yang durhaka.
Ketiga: Tidaklah mereka enggan mengeluarkan zakat dari harta
benda mereka, melainkan Allah S.W.T akan menahan hujan dari langit.
Seandainya bukan karena adanya binatang ternak, tentu mereka tidak akan
terkena hujan.
Keempat: Tidaklah mereka merusak perjanjian dengan Allah S.W.T
dan RasulNya, melainkan mereka akan dikuasai oleh musuh dari kalangan
lain, lalu merampas sebagian apa yang mereka miliki dan kuasai.
Kelima: Selama para pemimpin mereka tidak melakukan ketetapan
hukum dari kitab Allah S.W.T, melainkan Allah S.W.T akan menciptakan
kegelisahan dan tragedi-tragedi di kalangan mereka.”
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
208
‫س ِخي ِ ِعندَ َموتِ ِﮫ‬ ُ ‫ِإ َّن هللاَ يَبغ‬
َّ ‫َض البَ ِخي ُل فِى َحيَاتِ ِﮫ الـ‬
“Sesungguhnya Allah S.W.T membenci orang yang bakhil semasa
hidupnya, yang pemurah saat kematiannya.”
Baginda Nabi S.A.W juga bersabda:
ِ ُ‫سو ُء ال ُخل‬
‫ق‬ ِ ‫خَصلَت‬
ِ ‫َان لَ يَجت َِم َع‬
ُ ‫ان ِفى ُمؤ ِم ٍن البُخ ُل َو‬
209

“Dua hal tidak akan berkumpul pada diri seorang mukmin, yaitu
bakhil dan akhlak tercela.”
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
َ ‫أَق‬
‫س َم هللاُ تَعَالَى َل يَد ُخ ُل ال َجــنَّةَ بَ ِخيل‬
“Allah S.W.T bersumpah, bahwa orang yang bakhil (kikir) tidak
akan masuk surga”
Baginda Rasulullah S.A.W juga bersabda:
،‫طعُوا أَر َحا ُم ُﮭم‬
َ َ‫عا ُﮪم فَق‬ َ َ‫ فَإ ِ َّن البُخ َل د‬،ُ‫ِإيَّا ُكم َوالبُخل‬
َ َ‫ َود‬،‫عا قَو ًما فَ َمنَعُوا زَ َكات ُ ُﮭم‬
‫سفَ ُكوا ِد َما ُء ُﮪم‬
َ َ‫عا ُﮪم ف‬
َ َ‫َود‬
“Takutlah anda pada kekikiran. Karena kekikiran adalah pengajak
(pendorong) suatu kaum enggan untuk mengeluarkan zakat, mengajak
mereka untuk memutuskan hubungan kekeluargaan dan menyeret mereka
pada pertumpahan darah.”
Nabi S.A.W bersabda:
ِ ‫َخلَقَ هللاُ اللُّؤ َم فَ َحفَﮫُ بِالبُخ ِل َوال َم‬
‫ـــال‬
208
Daif: diulang oleh imam al-Sayuti dalam “al-Jami’”, kemudian didaifkan oleh imam
Albani (1686).
209
Daif: riwayat imam Bukhari “al-Adab al-Mufrad” (282), Tirmizi (1962), al-Tayalisi
(2208), imam Tirmizi mengatakan: hadis ini asing dan tiada kami ketahui riwayatnya
kecuali dari hadis Sadqah bin Musa, imam al-Qada’i (319), Abdu bin Hamid (996).

184
“Allah S.W.T menciptakan kehinaan yang terlaknat, lalu meliputinya
dengan kekikiran dan harta”
Ketika Hasan ditanya tentang bakhil, dia menjawab: “Kebakhilan itu
adalah jika seseorang melihat harta yang diinfakkan sebagai suatu
kemusnahan dan apa yang ditahannya sebagai kemuliaan”. Sumber
kebakhilan adalah cinta harta serta panjangnya angan-angan, selanjutnya
takut akan kefakiran dan cinta pada anak dan keturunan. Diriwayatkan dalam
suatu hadis: ‫خـلَة‬
َّ َ‫الولَدُ ُم َجبَّنَة ُمب‬
َ “Karena anak seseorang dapat menjadi
pengecut dan bakhil”. Sebagian manusia ada yang tidak memiliki toleransi
dengan mengeluarkan zakat hartanya dan tidak pula berbuat ihsan terhadap
diri dan keluarganya. Dia hanya merasa lezat dan senang bila melihat dinar-
dinar itu berada di dalam genggamannya. Padahal dia mengetahui kematian
pasti akan datang menjemputnya. Seorang penyair memberikan sebuah
gambaran mengenai sifat orang yang bakhil:
*‫ص ِر‬
ِ ‫ب ال ُمب‬
ِ ‫الر ُجا ِل ﯨِلبِيﯨ‬
َّ ِ‫صو َرة‬
ُ ‫* فِى‬ * ً‫الر َجا ِل بَ ِﮭي َمة‬
ِ َ‫ى ا َِّن ِمن‬ُّ ‫*اَا َ ِخ‬
َ
*‫ب بِدِينِ ِﮫ لم يَشعُ ِر‬
َ ‫صي‬ِ ُ ‫*فَ ِاذَا ا‬ ِ ‫* فَ ِطن بِ ُك ِل ُم‬
*‫صيبَ ٍة فِ ِى َما ِل ِﮫ‬
“Wahai saudaraku, di antara yang jantan terdapat binatang yang
berbentuk rupa seorang laki-laki yang memiliki kecerdasan dan kecermatan
pandangan.
Dia begitu cerdas menghadapi setiap musibah yang berkenaan
dengan urusan harta bendanya, tapi apabila ia berkenaan dengan
agamanya maka, dia merasa tiada mengerti”
Penyair lain menyatakan:
“Kikir adalah penyakit menyebabkan penderitaan, karenanya ia
tidak patut bagi orang yang mempunyai harga diri, tidak pula bagi orang
yang berakal dan beragama.
Barangsiapa yang mengutamakan kebakhilan dari harta
kekayaannya, maka aku bersumpah dengan umurku sebagai taruhannya,
sungguh dia adalah orang yang benar-benar tertipu.
Betapa hinanya orang mencegah hak-hak dunia dan akhirat, dia
akan menjual dunianya dengan sesuatu yang hina setelah menjual
agamanya”
Penyair lain berkata:
* ‫*قَ ِريبًا َولَم يُج َبر ِب ِﮫ َحا ُل ُمعد ِِم‬ ِ ‫صدِيقًا َولَم ي‬
* ‫ُصب‬ َ ‫*اِذَا ال َما ُل لَم َينفَع‬
* ‫عقبَى التَّنَد ُِّم‬
ُ ‫ث‬ ِ ‫* َو ِلل َبا ِخ ِل ال َمو ُرو‬ *‫ث‬ ٍ ‫ف َو ِار‬ُّ ‫*فَعُقَبَاهُ اَن ت َحنَازَ هُ َك‬
“Apabila harta benda tidak memberikan manfaat pada sahabat dan
tidak pula seorang kerabat merasakan bagiannya apalagi makan si miskin
tak pula terpenuhi dengannya.
Maka harta kekayaan itu akan diwariskan kepada ahli waris,
sementara si bakhil hanya akan diwarisi penyesalan pada akhirnya”

185
Bisyr berkata: “Bertemu orang bakhil adalah petaka dan sesiapun
melihat padanya akan menjadikan hati keras membatu. Orang-orang Arab
saling mencaci maki sifat bakhil dan penakut”. Seorang penyair berkata:
“Berinfaklah, janganlah engkau takut miskin, karena rizki para
hamba telah ditentukan bagiannya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah.
Kebakhilan dan sifat tamak akan dunia tidak akan berguna,
sementara kesanggupan untuk berinfak tidak akan membahayakan
sesiapapun”
Penyair lain berkata:
“Aku melihat manusia terkasih adalah dari orang-orang yang
dermawan, sementara aku tidak pernah melihat di seluruh alam semesta
seorang terkasih dan dikasihi berasal dari saf orang-orang bakhil.
Aku melihat kebakhilan telah menelan pengikutnya menuju lembah
kehinaan, maka aku menjadikan diriku sebagai orang yang bermurah hati,
agar tidak dikatakan sebagai orang bakhil”.
Orang yang bakhil itu cukup merana, dia telah mengumpulkan dan
menumpuk-numpuk harta hanya demi orang lain dengan kesanggupannya
untuk menanggung kepedihan serta penderitaan. Dia tidak akan merasakan
kenikmatan, kesenangan dan kebaikan hartanya. Waqi’ menggambarkan
orang semacam ini dalam bait-bait syairnya:
‘Orang yang terhina iaitu orang yang selalu mengumpulkan harta
benda buat ahli warisnya, sementara dia sendiri enggan untuk
memeliharanya.
Bagaikan anjing pemburu yang menangkap buruannya, sementara
dia sendiri tidak memangsanya, hanya agar hasil buruannya di makan oleh
binatang lain”
Ada kata-kata hikmah yang begitu popular menyatakan, bahwa harta
orang yang bakhil akan mengundang petaka atau akan disambut gembira
oleh ahli warisnya. Abu Hanifah allahyarham berkata: “ Aku tidak pernah
melihat keadilan dapat tegak di tangan orang yang bakhil. Kerana kebakhilan
akan mendorong seseorang untuk menguras habis, sehingga dia berani
berbuat hina demi mengambil untuk lebih dari haknya, supaya tidak
dirugikan. Orang yang demikian itu, tidak dapat dipercaya untuk memegang
amanah”.
Nabi Yahya A.S pernah bertemu dengan iblis, lalu beliau bertanya:
“Hai iblis beritahukan aku tentang manusia yang paling kau sukai, dan
manusia yang paling kau benci” Iblis berkata: “Manusia yang paling aku
sukai ialah orang mukmin yang bakhil, sementara manusia yang paling aku
benci ialah orang fasik yang dermawan”. Nabi Yahya A.S bertanya lagi
kepadanya: “Mengapa?” Iblis menjawab: “Karena kebakhilan orang yang
bakhil itu telah cukup bagiku. Sementara orang fasik yang dermawan,
186
membuat aku cemas, kalau-kalau Allah S.W.T melihat kedermawanannya,
lalu Dia menerimanya”. Kemudian iblis berpaling pergi, seraya berkata:
“Seandainya engkau bukan seorang Nabi wahai Yahya, pasti aku tidak akan
memberitakan perihal ini padamu”.

26. THULUL AMAL (PANJANG ANGAN-ANGAN)

Baginda Nabi S.A.W bersabda:


‫طو َل األ َ َم ِل يُن ِس‬ ُ ‫طو ُل األ َ َم ِل َواتِ َبا‬
ُ ‫ع ال َﮭوى َوا َِّن‬ ُ ‫َان‬
ِ ‫علَي ُكم اثنَت‬
َ ‫َاف‬
َ ‫ف َما اخ‬ َ ‫اَخ َو‬
210
‫ق‬ َ ُّ‫صد‬
ِ ‫ع ِن ال َح‬ َ ‫اآل ِحزَ ِة َواتِ َبا‬
ُ ‫ع ال َﮭوى َي‬
“Dua hal paling aku khawatirkan menimpa atas diri kalian adalah
panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Sesungguhnya panjang
angan-angan itu akan melupakan akhirat, dan mengikuti hawa nafsu itu
akan menghalangi dari kebenaran”.
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
‫ بِفَق ٍر‬،‫ َوالش ِحي ُح بِ َﮭا‬،‫علَي َﮭا‬ ُ ‫ َوال َح ِري‬،‫علَى الدُنيَا‬
َ ‫ص‬ َ ‫ب‬ِ ‫اَنَا زَ ِعيم لَث َ َالث َ ِة بِث َ َالث َ ٍة ِلل ُم ِك‬
ُ‫ َو ُﮪم َل فَ َر َج َمعَﮫ‬،ُ‫غ بَعدَهُ ِمنﮫ‬ َ ‫شغ ٍل َل فِ َرا‬ ُ ‫ َو‬،ُ‫َل ِغنَى بَعدَه‬
“Aku sebagai penjamin terhadap tiga orang yang akan mendapatkan
akibat tiga hal, yaitu orang yang menggeluti dunia, yang sangat besar
cintanya pada dunia, dan orang yang bakhil. Bagi ketiga orang itu selalu
dalam kefakiran tidak akan pernah merasa kaya sesudahnya, selalu
disibukkan dengan urusannya yang tak berkesudahan, dan kegelisahan
selalu menyelimutinya tanpa disertai kegembiraan”
Diriwayatkan dari Abu Darda’ R.A, dan dia adalah orang yang
terhormat di kalangan penduduk Hams, dia berkata: “Tidakkah engkau
merasa malu membangun sesuatu yang tidak kau tempati, melamunkan
sesuatu yang tidak akan dapat engkau gapai lalu mengumpulkan sesuatu
yang tidak engkau makan. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian
membangun bangunan yang kokoh, mengumpulkan (harta dunia) yang
banyak dan berangan-angan yang jauh. Tetapi yang menjadi tempat mereka
adalah kuburan, angan-angan mereka adalah tipuan belaka dan apa yang
mereka kumpulkan itu hanyalah sebuah kehancuran”. Ali bin Abi Thalib R.A
berkata kepada Umar R.A: “Jika engkau ingin berjumpa dengan dua orang

210
Riwayat Ibnu abi Syaibah (34495) kemudian diulas kembali oleh imam Ibnul Jauzi dalam
“al-Alal al-Muntahiya”, dan mengatakan: hadis ini tidak benar berasal dari baginda Nabi
S.A.W, lalu mengatakan lagi: ini tidak benar dari Rasulullah S.A.W, kerana sesungguhnya
Ali bin Abi Hanzalah tiada dikenal riwayatnya, begitu juga dengan ayahandanya, kemudian
al-Yaman telah didaifkan oleh imam al-Darqatni, kemudian Yahya mengatakan:
Muhammad bin al-Hasan tiada dikenal dan bukanlah siapa-siapa, imam Ibnu Hiban, Ahmad,
Daud bin Amru al-Dhabi dan Abu Hatim al-Razi mengatakan: tiada bisa dijadikan sandaran

187
sahabat mu (Rasulullah S.A.W dan Abu Bakar R.A), maka hendaklah
engkau menambal gamis (baju), menjahit sandal, memperpendek angan-
angan dan makanlah sebelum rasa kenyang”.
Nabi Adam A.S berwasiat kepada anaknya, Syits A.S dengan lima hal,
dan beliau menyerukan agar Syits berwasiat dengan lima hal itu kepada
anak-anaknya, sepeninggalnya. Kelima hal itu ialah:
1. Janganlah engkau merasa tenang dan aman hidup di dunia. Karena
aku yang merasa tenang hidup di surga yang bersifat abadi, ternyata
aku dikeluarkan oleh Allah S.W.T daripadanya.
2. Janganlah engkau bertindak menurut kemauan hawa istri-istrimu,
karena aku bertindak menurut kesenangan hawa istriku, sehingga aku
memakan pohon terlarang, lalu aku menjadi menyesal.
3. Setiap perbuatan yang akan kau lakukan, renungkan terlebih dahulu
akan akibat yang ditimbulkannya. Seandainya aku merenungkan
akibat suatu perkara, tentu aku tidak tertimpa musibah seperti ini.
4. Ketika hatimu merasakan kegamangan akan sesuatu, maka
tinggalkanlah ia. Karena ketika aku hendak makan syajarah hatiku
merasa gamang, tetapi aku tidak menghiraukannya, sehingga aku
benar-benar menemui penyesalan.
5. Bermusyawarahlah mengenai suatu perkara, karena seandainya aku
bermusyawarah dengan para malaikat, tentu aku tidak akan tertimpa
musibah ini.
Mujahid berkata, bahwa Abdullah bin Umar berkata padaku: “Ketika
memasuki waktu pagi, janganlah engkau membicarakan dirimu sendiri untuk
menyambut sore. Dan ketika engkau memasuki waktu sore, janganlah
engkau membicarakan diri sendiri di pagi hari. Ambillah (gunakanlah
kesempatanmu sebelum engkau sakit. Karena engkau tidak akan pernah tahu
apakah namamu akan tetap masih ada sampai besok hari”.
Baginda Nabi S.A.W bersabda kepada para sahabatnya:
‫“ أ َيُ ِريدُ ُكلُّ ُكم أ َن يَد ُخ َل ال َجنَّةَ ؟‬Apakah kalian semua ingin masuk
surga?” Mereka menjawab: “Ya” Beliau bersabda:
ِ ‫ َواِست َحيُوا ِمنَ هللاِ َح َّق ال َح َي‬،‫ص ُروا األ َ َم َل‬
‫اء‬ ِ َ‫ق‬
“Hendaklah kalian memperpendek angan-angan, merasa malu
kepada Allah S.W.T dengan sungguh-sungguh malu” Mereka berkata: “Kami
adalah orang-orang yang merasa malu kepada Allah S.W.T Ta’ala.” Beliau
bersabda:

188
‫ َولَ ِكن ال َحيَا َء ِمنَ هللاِ ت َعَالَى أ َن ت َذ ُك ُروا ال َمقَابِ ِر َوالبَلَى‬،‫اء‬ ِ َ‫س ذَ ِلكَ بِال َحـي‬ َ ‫لَي‬
ِ ُ‫ َو َمن يَشت َ ِﮭى َك َرا َمة‬،‫س َو َما َح َوى‬
َ‫اآلخ َرةِ يَدَع ِزينَة‬ َ ‫الرأ‬
َ ‫عى َو‬ َ ‫ف َو َما َو‬ َ ‫ظوا ال َجو‬ ُ َ‫َوت َحف‬
211 َ
‫ب ِو َليَةُ هللاِ تَعَالى‬
ُ ‫صي‬ ِ َ‫الدُنيَا فَ َﮭذَا ُﮪ َو اِستِحيَا ُء العَب ِد ِمنَ هللاِ َح ُّق ال َحي‬
ِ ُ‫ َوبِ َﮭا ي‬،‫اء‬
“Bukan begitu yang dimaksudkan malu, tetapi malu kepada Allah
S.W.T Ta’ala itu dengan cara selalu mengingat kubur dan kebinasaan
(kematian), menjaga perut dan isinya, serta menjaga kepala beserta apa
yang dikandungnya. Orang yang menginginkan kemuliaan akhirat,
hendaklah dia meninggalkan perhiasan dunia. Demikian itulah sikap malu
seorang hamba kepada Allah S.W.T yang sebenarnya. Dan dengannya pula
seorang hamba mendapatkan derajat kewalian dari Allah S.W.T.”
Nabi S.A.W bersabda:
‫آخ ُرﮪَا بِالبُخ ِل َواأل َ َم ِل‬ ُّ ‫ص َالحٍ َﮪ ِذ ِه األ ُ َّم ِة ِب‬
ِ ‫ َوﮪ ََال ِك‬،‫الزﮪ ِد َوال َي ِقي ِن‬ َ ‫أ َ َّو ُل‬
“Awal kemaslahatan umat ini ialah dengan zuhud dan keyakinan.
Sedangkan kehancuran akhirnya ialah dengan bakhil dan (panjang) angan-
angan”.
Diriwayatkan dari Ummil Mundzir, sesungguhnya beliau berkata,
disuatu sore baginda Rasulullah S.A.W terlihat datang di hadapan para
manusia, lalu beliau bersabda: ‫َاس أ َ َّما ت َست َحيُونَ ِمنَ هللاِ؟‬
ُ ‫“ أَيُّ َﮭا الن‬Wahai manusia,
tidakkah kalian merasa malu kepada Allah S.W.T?” Mereka bertanya:
“Apakah yang dimaksudkan dengan itu, ya Rasulullah?” Beliau bersabda:
212
َ‫تُج ِمعُونَ َما لَ ت َأ ُكلُونَ َوت َأ َملُونَ َما َل ت َد َر ُكونَ َوت َبنُونَ َما لَ ت َس ُكنُون‬
“Anda mengumpulkan sesuatu yang tidak kalian makan, berangan-
angan sesuatu yang tidak akan dapat kalian gapai dan membangun sesuatu
yang tidak akan kalian tempati”
Diriwayatkan dari Abi Sa’id al-Khudhri R.A, dia berkata, sesungguhnya
Usamah bin Zaid bin Tsabit membeli walidah (anak seorang budak) seharga
seratus dinar yang harganya ditangguhkan sampai sebulan. Aku mendengar
baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
‫ َوالَّ ِذى‬،‫ط ِوي ُل األ َ َم ِل‬َ َ‫سا َمة ل‬َ ُ ‫شﮭ ٍر؟ إِ َّن أ‬ َ ‫سا َمة ال ُمشت َ ِرى ِالَى‬ َ ُ ‫ا َ َل ت ُع ِجبُو ِن ِمن أ‬
َ‫ َول‬،‫ض هللاَ ُرو ِحى‬ َ ُ‫ان َحت َّى يَقب‬ َ ‫ظنَنتُ أ َ َّن‬
ِ َ‫شف ِرى َل يَلت َ ِقي‬ َ ‫اي اِ َّل‬
َ َ‫عين‬َ ‫ط َرفَت‬ َ ‫نَف ِسى بِيَ ِد ِه َما‬
‫ظنَنتُ أ َنِى َل أ ُ ِسيغُ َﮭا‬ َ ‫ َو َل لَقَمتُ لُق َمةً إِ َّل‬,‫ض‬ َ ُ‫اضعُﮫُ َحت َّى أ َقب‬
ِ ‫ظنَنتُ أ َنِى َو‬ َ َ‫طرفِى ف‬ َ ‫َرفَعَت‬
‫ت‬
ِ ‫ص بِ َﮭا ال َمو‬
ُ ‫غ‬ ُ َ ‫َحت َّى أ‬
“Tidakkah kalian merasa heran terhadap Usamah yang membeli
walidah dengan harga pembelian yang ditangguhkan selama satu bulan.

211
Mursal: riwayat imam Ibnu al-Mubarak (317), riwayat imam al-Marwazi (856)
212
Daif: riwayat imam Thabrani (172/25) (421), imam al-Dilimi (2342), imam Baihaqi
(10526), (10739), “al-Zuhd” (970), imam Ibnu ‘Iddi “al-Kamil” (97/7), lalu didaifkan imam
Albani “daif al-Jami” (4281).

189
Sesungguhnya dia adalah orang yang panjang angan-angan. Demi Tuhan
yang menguasai diriku, tidaklah kedua mataku ini berkedip (terbuka
memandang), melainkan aku mengira bahwa kedua bibir pelupuk mataku
tidak akan bertemu lagi, karena bisa jadi saat itu Allah S.W.T akan
mengambil ruhku. Tidaklah pernah aku mengangkat pandangan mataku ke
langit, melainkan aku selalu mengira bahwa aku tidak akan dapat
menundukkan (memejamkan) pandangan mataku, karena pada detik itu bisa
jadi Allah S.W.T akan mengambil ruhku. Tidaklah pernah aku memasukkan
sesuap makanan ke dalam mulutku, melainkan aku menduga aku tidak akan
dapat menelannya, karena pada detik itu, bisa jadi kematian datang
merenggut”.
Kemudian baginda Nabi S.A.W bersabda:
‫ َوالَّ ِذى نَف ِسى ِب َي ِد ِه ِإنَّ َما‬،‫ ِإن ُكنت ُم ت َع ِقلُونَ فَ ِعدُّوا أ َنفُ ِس ُكم ِمنَ ال َم َوت َى‬,‫َيا بَنِى آدَ َم‬
213
َ‫ت َو َما ا َنت ُم ِب ُمع ِج ِزين‬ َ ‫ت ُو‬
ٍ ‫عدُونَ ِآل‬
“Wahai anak keturunan Adam, jika engkau orang yang
berakal, maka hitunglah dirimu termasuk dalam kategori deretan
orang-orang yang telah mati. Demi Tuhan yang menguasai diriku,
sesungguhnya apa yang telah dijanjikan kepadamu, tentu akan
datang terlaksana, sementara kalian adalah orang-orang yang tidak
memiliki kemampuan untuk menangguhkannya”.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas R.A, sesungguhnya baginda
Rasulullah S.A.W keluar untuk menuangkan air (berwudhu), tetapi
tiba-tiba beliau mengusap dengan debu (bertayamum), maka aku
bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya air berada di tempat yang
tidak jauh dari sini”, baginda Nabi S.A.W bersabda:
214
ُ‫َما َيد ِرى ِبي لَ َع ِلى َل اَبلُغُﮫ‬
“Apa yang membuat aku tahu? Mungkin aku tidak akan
dapat sampai di tempat air itu.”
Dikatakan, kepada Nabi Isa A.S yang sedang duduk, ada
seorang lelaki tua sedang bekerja mencangkul menggarap ladangnya.
213
Daif: riwayat imam Abu al-Qasim al-Thabrani dalam musnad “al-Shamiyin” (1505),
imam al-Dilimi dalam “al-Firdaus” (8197), kemudian diulang kembali oleh imam al-
Munziri dalam “al-Targhib wa al-Tarhib” (5063), dan mengatakan: riwayat imam Ibnu Abi
Dunya dalam “Qasr al-Amal” dan imam Abu Na’im dalam “al-Heleya wa al-Ashbahan”
214
Sahih: riwayat imam Ahmad 263/1 (2614), imam Ibnu al-Mubarak “al-Zuhd” (292).
Imam al-Haisimi “majma’ al-Zawaid” (263/1) mengatakan: riwayat ima Ahmad dan
Thabrani “al-Kabir” yang didalam riwayatnya terdapat Ibnu Lahi’ah yang daif. Pentahkik
mengatakan: riwayat Ibnu al-Mubarak dari Ibnu Lahi’ah adalah sahih, hal itu disebabkan dia
adalah seorang al-Ibadalah yang meriwayatkan sebuah hadis sebelum menjadi tercampur
dengan riwayat lainnya.

190
Lalu Nabi Isa A.S berkata: “Ya Allah S.W.T, cabutlah angan-
angannya”. Orang tua itu seketika menghentikan pekerjaannya,
meletakkan cangkulnya dan istirahat sambil tidur-tiduran. Tidak lama
kemudian Nabi Isa A.S berkata lagi: “Ya Allah S.W.T, kembalikan
angan-angannya”. Lalu orang tua itu bangkit bekerja mencangkul
lagi. Lalu Nabi Isa A.S bertanya kepadanya, mengenai hal itu, dan
dia menjawab: “Ketika aku tengah bekerja tiba-tiba aku berkata pada
diriku sendiri: ‘Sampai kapan engkau bekerja, sementara engkau
adalah orang yang telah lanjut usia?’. Maka aku melemparkan
cangkulku dan berhenti sambil tidur-tiduran. Tidak lama kemudian
aku berkata lagi pada diriku sendiri: ‘Demi Allah S.W.T, adalah
menjadi keharusan bagiku mencari modal kehidupan selama kamu
masih hidup’. Maka aku segera bangkit mengambil cangkul dan
bekerja lagi”.
27. ANTARA MENJALANKAN KETAATAN DAN
MENINGGALKAN KEHARAMAN
Makna al-Tha’ah (taat) iaitu berpendirian kuat dalam menjalankan
kewajipan-kewajipan dan menjauhi larangan-larangan Allah S.W.T, lalu
menetapi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.
Mengenai firman Allah S.W.T:
)٧٧( ‫َصي َبكَ ِمنَ الدُّن َيا‬ َ ‫َو َل ت‬
ِ ‫َنس ن‬
Artinya:
“...Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
(Surah al-Qashash: 77).
Mujahid berpendapat, bahwa maksudnya ialah hendaklah seorang
hamba melakukan ketaatan kepada Allah S.W.T.
Ketahuilah sesungguhnya pangkal dari ketaatan ialah mengetahui
Allah S.W.T, dan hanya takut kepadaNya, dengan harapan meraih rahmat
dari Allah S.W.T lalu senantiasa muraqabah kepadaNya. Apabila seorang
hamba tidak memiliki hal tersebut, maka dia tidak akan dapat menemukan
hakekat keimanan. Ketaatan kepada Allah S.W.T tidaklah benar adanya,
kecuali setalah mencari tahu (memiliki ilmu) akan Ilahi serta meyakini akan
keberadaan wujudNya, sebagai maha segala, pencipta alam semesta, yang
maha mengetahui lagi maha kuasa. Dengan berpandukan bahwasanya tidak
ada kerangka ilmu yang dapat meliputi dan menjangkauNya serta tidak ada
sesuatu yang dapat menggambarkanNya. Tidak ada sesuatu pun yang semisal
denganNya. Hanya Dia maha mendengar lagi maha melihat.
Seorang badui bertanya kepada Muhammad bin Ali bin Husain R.A:
“Apakah engkau dapat melihat Allah S.W.T, ketika engkau beribadah dan
menyembahNya?” Dia menjawab: “Aku tidak akan menyembah orang
(Tuhan) yang tidak adapat aku lihat”. Dia kembali bertanya: “Bagaimana
191
engkau melihatNya?” Dia menjawab: “Tidak ada penglihatan mata lahir
yang dapat menjangkauNya, tetapi Allah S.W.T dapat dijangkau oleh
penglihatan mata hati dengan hakekat keimanan. Dia tidak dapat dijangkau
oleh indera manusia dan tidak pula menyerupai manusia. Dia dapat diketahui
dengan ayat-ayat dan dijelaskan dengan ayat-ayatNya (bukti serta tanda
kebesaranNya), serta tiada sebarang kebolehan bagi insan untuk melampaui
batas-batas ketentuan tersebut. Dialah Allah S.W.T, tiada Tuhan selain Dia,
Tuhan bumi dan langit.” Badui itu berkata: “Allah S.W.T Maha Mengetahui,
mengapa Dia menjadikan risalahNya.”
Sebagian orang-orang arif (ma’rifat), ketika ditanyakan kepadanya
tentang ilmu batin, dia berkata: “hal itu merupakan rahasia dari rahasia-
rahasia Allah S.W.T. Dia memasukkannya ke dalam hati para kekasihNya,
yang tidak dapat dijangkau oleh seorang pun dari malaikat dan tidak pula
oleh manusia”.
Diriwayatkan dari Ka’ab bin Akhbar, dia berkata: “Seandainya
manusia keturunan Adam mencapai al-‘Ilmul Yaqin seberat satu biji dari
keagungan Allah S.W.T tentu mereka akan dapat berjalan di atas air dan
terbang bersama angin”. Maha Suci Allah S.W.T yang telah menjadikan
ikrar akan kelemahan iman untuk mencapai derajat tingkat kema’rifatan
kepadaNya, sebagaimana Dia telah menjadikan ikrar sebagai pengakuan
akan kelemahan orang yang dianugerahi nikmat untuk dapat mencapai
derajat sebagai hamba yang banyak bersyukur. Mahmud Al-Waraq berkata
melalui bait syairnya:
*‫شك ُر‬ُّ ‫ب ال‬ ُ ‫ى لَﮫُ فِى ِمث ِل َﮭا َح ِب‬َ َ‫عل‬َ * * ً‫شك ِرى نِع َمةَ هللاِ نِع َمة‬ ُ َ‫* ِاذَا َكان‬
*‫ص َل العُم ُر‬ َ َّ ‫ت الَيَا ُم َوات‬ ِ َ‫طال‬َ ‫* َواِن‬ *‫شك ِراِلَّ بِفَض ِل ِﮫ‬ ُّ ‫غ ال‬ُ ‫ف بُلُو‬ َ ‫* فَ َكي‬
َ
*‫اء أعقَ َب َﮭا الَج ُر‬ ِ ‫ض َّر‬
َ ‫س ِبال‬ َّ ‫* َواِن َم‬ *‫س ُرو ُرﮪَا‬ ُ ‫ع َّم‬
َ ‫اء‬ ِ ‫س َّر‬
َ ‫س ِبال‬ َّ ‫* اِذَا َم‬
*‫َضي ُق لَ َﮭا الَوﮪَا ُم َوال َب ُّر َو ال َبح ُر‬ ِ ‫*ت‬ *‫* َو َما ِمن ُﮭ َما اِلَّ لَﮫُ فِي ِﮫ نِع َمة‬
“Bila ungkapan rasa syukurku atas nikmat Allah S.W.T itu sebagai
suatu kenikmatan, maka adalah menjadi sebuah kewajiban atasku untuk
menyatakan rasa syukur yang sepadan.
Bagaimana dapat mengungkapkan rasa syukur yang sebenarnya
melainkan atas anugerahnya pula, sekalipun hari-hari terus berlalu begitu
panjang dan umur terus akan bersambung.
Ketika kemudahan-kemudahan terjadi maka angin bahagia terasa
berhembus menyebar, lalu ketika kesulitan-kesulitan menerpa, maka pahala
pula akan didapatkan.
Tidaklah ada kesulitan dan kemudahan itu melainkan di dalamnya
tentu mengandungi kenikmatan, daratan dan lautan menjadi begitu sempit
untuk menjadi pengungkap akan nikmat dariNya.”
Apabila ilmu ketuhanan telah kokoh, maka pengakuan kehambaan
menjadi begitu nyata. Dan apabila keimanan telah tertancap di dalam hati,
192
maka ketaatan kepada Tuhan menjadi sebuah keharusan. Iman itu ada dua
bentuk, iaitu iman secara lahir dan batin. Iman secara lahir merupakan
pendirian moral yang harus diucapkan lewat lisan. Sedangkan iman secara
batin, ia merupakan keyakinan di dalam hati seorang insan. Orang-orang
yang beriman menjadi begitu jelas posisinya, hanya saja di antara mereka
memiliki derajat tingkat kedekatan kepada Allah S.W.T yang berbeda-beda.
Tetapi keimanan itulah yang menjadi titik persamaan bagi mereka semua,
sekalipun masing-masing berada pada posisi dan bagiannya sendiri-sendiri,
menurut tingkat dan derajat ketinggian akan keikhlasan, tawakkal dan
keredaan terhadap garis hidup yang telah ditetapkan olehNya. Keikhlasan
iaitu ketika seorang hamba tidak mengharapkan balasan terhadap apa yang
dilakukannya dari sang Pencipta. Kerana sesungguhnya hanya Allah S.W.T
yang menciptakan kalian dan apa yang kalian kerjakan. Oleh kerana itu
apabila ketaatan yang dilakukan hanya untuk mengharapkan balasan pahala
dan hanya dikeranakan takut terhadap siksa, maka yang demikian itu berarti
keikhlasan seorang hamba belum mencapai tingkat keikhlasan yang
sempurna, kerana dia masih beramal demi kepentingan dirinya sendiri.
Baginda Rasulullah S.A.W bersabda:
ُ ‫ َولَ َكاأل َ ِجي ِر ال‬،َ‫ع َمل‬
‫سـو َء إِن لَم يُع ِط‬ َ ‫َـاف‬
َ ‫ إِن خ‬،‫سو ِء‬ ِ ‫لَ يَ ُكن أ َ َحدُ ُكم َكال َكــل‬
ُ ‫ب ال‬
‫أَجرا ً لَم يَع َمل‬
“Janganlah ada salah seorang di antara kalian sebagaimana anjing
jahat, jika merasa takut ia akan bekerja; dan jangan pula seperti buruh
jahat yang tidak akan bekerja bila tidak diberi ongkos”.
Allah S.W.T berfirman:
‫ب َعلَى َوج ِﮭ ِﮫ‬ َ َ‫صا َبﮫُ خَير اط َمأ َ َّن ِب ِﮫ َو ِإن أ‬
َ َ‫صا َبتﮫُ فِتنَة انقَل‬ َ َ ‫ّللاَ َعلَى َحرفٍ فَإِن أ‬
َّ ُ ‫اس َمن َيعبُد‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
ُ َ
)١١( ُ‫َخس َِر الدُّنيَا َواآل ِخ َرة َ ذلِكَ ﮪ َُو الخس َرانُ ال ُمبِين‬
“Dan diantara manusia ada orang yang menyembah Allah S.W.T
dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia
dalam ketaatan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke
belakang . Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah
kerugian yang nyata.” (Surah al-Haj: 11).
Beribadah menyembah kepada Allah S.W.T dan mentaatiNya,
menjadi sebuah kewajiban yang harus diwujudkan secara nyata, sebab Allah
S.W.T akan lebih dahulu memberikan anugerah dan kebaikanNya kepada
kita. Terlebih lagi, Dia memang telah memerintahkan kepada kita untuk
beribadah, untuk kemudian memberikan balasan atas keutamaanNya dan
membalas orang yang tersesat jauh dari ibadah atas keadilanNya.
Adapun tawakkal adalah mengandalkan segala kebutuhan kepada
Allah S.W.T berserah diri dan hanya bersandar kepadaNya secara pasti dan
penuh kepercayaan, ketika terjadi musibah haruslah disertai ketenangan jiwa
dan ketentraman hati. Orang-orang yang bertawakkal kepada Tuhan,
193
mengetahui dengan penuh keyakinan, sesungguhnya Dialah yang
menentukan garis hidup dan sebab-sebab dibawah keputusan Tuhan yang
maha pencipta lagi maha menentukan. Mereka tidak memiliki
kecenderungan untuk mengandalkan dan menyandarkan kepada bapak-
bapak, anak-keturunan, tidak pula pada harta dan kemampuan diri serta hal-
hal lain. Dengan hanya petunjukNya, mereka menyerahkan semua soalan
hidup kepadaNya, tanpa menggantungkan pada keberuntungan atau keadaan
tertentu selain kepadaNya. Barangsiapa yang berserah diri kepada Allah
S.W.T, maka Dialah Tuhan yang memberikan kecukupan akan segala
kebutuhan manusia.
Sedangkan reda iaitu kepuasan jiwa dengan penuh kerelaan terhadap
ketentuan takdir yang sedang berlaku. Sebagian ulama berpendapat:
“Manusia yang paling dekat kepada Allah S.W.T adalah orang yang paling
reda dengan ketentuan yang telah dibagikan kepada mereka. Sebagian
orang-orang bijak menyatakan: “Tidak sedikit kegembiraan yang justru
sebenarnya merupakan penyakit, dan banyak pula yang terlihat sebagai
penyakit tetapi sesungguhnya ia merupakan ubat”. Sebagaimana kata
penyair:
“Banyak kenikmatan-kenikmatan yang tersembunyi di antara taring-
taring bencana.
Banyak pula kesenangan yang menghadap pada musibah-musibah
yang telah menanti dan mengintai.
Bersabarlah atas kejadian-kejadian yang dibawa oleh masa dan
waktu, karena segala sesuatu tentu mengandung sebab dan akibat.
Setiap kesedihan, tentu akan mendatangkan kegembiraan, dan setiap
sesuatu yang murni dan terlihat sempurna, tentu memiliki cacat serta aib”.
Allah S.W.T berfirman:

َ‫سى أَن ت ُ ِحبُّوا شَيئًا َوﮪ َُو ش ٌَّر لَّ ُكم َوّللاُ َيعلَ ُم َوأَنتُم لَ تَعلَ ُمون‬
َ ‫سى أَن ت َك َرﮪُوا شَيئًا َوﮪ َُو خَير لَّ ُكم َو َع‬
َ ‫َو َع‬
)٢١٦(
“Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat
buruk bagimu; Allah S.W.T mengetahui, sedang kamu tidak menegtahui.”
(Surah al-Baqarah: 216).
Ketahuilah, sesungguhnya seorang hamba tidaklah dapat
menyempurnakan ketaatannya kepada Tuhannya, kecuali dengan cara
membuang jauh urusan duniawi. Terdapat kata-kata hikmah, bahwa nasehat
yang paling mengena ialah ketika tidak ada yang menghalanginya untuk
sampai menembus kedalam hati. Sementara penghalang-penghalang itu ialah
persoalan-persoalan keduniaan. Ada pula kata-kata bijak, bahwa kehidupan
dunia ini hanyalah sesaat, maka jadikanlah ia untuk taat.”
Al-Walid Al-Baji mengungkapkan dalam syairnya:
194
“Ketika pengetahuanku sampai pada ilmul yaqin, aku menjadi
tersadar bahwa seluruh hidupku ini hanyalah sesaat.
Lalu mengapa aku tidak memanfaatkannya sebaik mungkin, untuk
aku jadikan dalam kemuliaan dan ketaatan.”
Seorang laki-laki berkata kepada baginda Rasulullah S.A.W:
“Sesungguhnya aku membenci kematian.” Beliau bertanya: ‫أَلَكَ َمال؟‬
“Apakah engkau mempunyai harta?” Dia menjawab: Ya.” Baginda Nabi
S.A.W bersabda:
‫قَد ََّم َمالِكَ فَإ ِ َّن ال َمر َء ِعندَ َما ِل ِﮫ‬
“Harta telah mendominasi anda. Sesungguhnya seseorang sangat
dipengaruhi oleh harta yang ada di sisinya.”
Diriwayatkan dari Nabi Isa A.S, beliau berkata bahwa kebajikan itu
ada pada tiga hal, yaitu: Pada ucapan, pandangan, dan diam. Barangsiapa
yang ucapannya selain zikir kepada Allah S.W.T maka sia-sialah ucapannya.
Dan Barangsiapa yang pandangannya bukan untuk mengambil i’tibar
(pelajaran) maka dia telah melakukan kelalaian. Lalu barangsiapa yang
diamnya bukan untuk berfikir dan merenung, maka sia-sialah dia beserta
dirinya. Meninggalkan dunia dapat dilakukan dengan melempar pikiran
dalam hal-hal keduniaan dan mengosongkan pikiran dari kenikmatan yang
disuguhkan oleh dunia. Karena pikiran dapat membangkitkan kehendak diri,
yang disebabkan keterkaitan antara nafsu dan pikiran.
Hindarilah untuk melepaskan pandangan pada hal-hal yang tidak
halal. Karena pandangan merupakan anak panah yang akan melesat tepat
pada sasaran, ia bagaikan raja yang selalu menguasai. Baginda Nabi S.A.W
bersabda:
ُ‫ َمن ت ََر َكـ َﮭا َمخَـافَةَ هللاِ ت َ َعـالى أَعـقَبَﮫُ ِإيـ َمانًا َي ِجد‬،‫س‬
َ ‫س َﮭ ٍام ِإب ِلي‬ َ ُ ‫النَظ َرة‬
َ ‫سﮭم ِمن‬
215 َ
‫طع ِم ِﮫ فِى قَل ِب ِﮫ‬
“Pandangan merupakan anak panah di antara anak-anak panah iblis
yang lain. Barangsiapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah
S.W.T, maka Allah S.W.T akan menambah keimanannya yang akan dia
rasakan nikmatnya di dalam hati”.
Para hukama’ (orang-orang bijak) menyatakan, barangsiapa yang
banyak melepaskan pandangannya, maka akan banyak pula kesedihannya.
Melepaskan pandangan berarti menguak kabar berita, akan membuat orang
merasa malu dan akan menjadikannya lama berdiam di dalam neraka Saqar.
Kerananya, jagalah penglihatan mata, karena bila engkau melepaskannya
akan membuatmu terjatuh dalam hal-hal yang menyakitkan. Dan jika engkau

215
Daif: riwayat imam al-Qada’i “Musnad al-Shihab” (219)

195
dapat menguasainya, maka engkau juga akan dapat menguasai anggota-
anggota tubuh anda yang lain.
Ketika ditanyakan kepada Plato: “Manakah yang lebih besar
bahayanya bagi hati, pendengarankah atau penglihatan?” dia menjawab:
“Keduanya bagi hati, bagaikan dua sayap burung. Seekor burung tidak akan
dapat terbang dengan satu sayap, melainkan harus dengan keduanya, ia tidak
bisa jungkir balik terbang di angkasa kecuali dengan kekuatan kedua
sayapnya. ketika salah satu sayapnya patah, sayap yang satunya pun menjadi
tak berdaya”. Muhammad bin Dhau’ berkata; “Cukuplah bagi seorang hamba
dinyatakan sebagai orang yang memiliki kekurangan di hadapan Allah
S.W.T dan kelemahan di hadapan orang-orang yang berakal, bila dia menjadi
seseorang yang selalu melepaskan pandangannya terhadap apa saja yang ada
dan melintas di hadapannya.
Ada sebagian orang zuhud melihat seorang laki-laki yang
menertawakan seorang anak. Lalu dia berkata kepadanya: “Wahai orang
yang hati dan akalnya rusak, hai orang yang rusak pandangannya, tidakkah
engkau malu terhadap malaikat kiram al-Katibin dan malaikat hafazah.
Mereka mengamati segala perbuatan dan mencatatnya. Mereka melihat
kepadamu dan menyaksikanmu ditimpa bala’ (bencana) secara nyata dan
melakukan pengkhianatan yang terselubung secara berantai. Dorongan nafsu
telah menempatkanmu pada suatu kondisi tanpa mempedulikan sorot mata
makhluk yang menatap padanya.
Qadhi Al-Arjani bersyair:
*ِ‫*فَاَو َردت ُ َما قَلبى اَش ََّر ال َم َو ِارد‬ * ٍ‫َاظ َرى ِبنَظ َرة‬ ِ ‫*ت َ َمتَّعت ُ َما يَا ن‬
ِ ‫س َعى اثنَي ِن فِى قَت ٍل َو‬
* ‫اح ٍد‬ َ ‫* ِمنَ البَغ ِى‬ * ُ‫عن فُ َؤادِى فَ ِانَّﮫ‬َ ‫َاي َكفَا‬
َ ‫عين‬ َ َ ‫*ا‬
“Wahai kedua mataku, engkau telah bersenang-senang dengan
mengumbar pandangan, lalu engkau hujamkan ke dalam hatiku hal-hal yang
buruk.
Wahai kedua mataku, tahanlah pandanganmu agar tidak jatuh ke
dalam hatiku hal yang buruk, karena engkau berdua (kedua mata) laksana
dua orang yang sedang berusaha keras membunuh satu orang.”
Ali karramallahu wajhah berkata: “Mata adalah jala-jala syaitan, dan
mata merupakan anggota tubuh yang paling aktif dan kreatif, paling cepat
dan dahsyat melakukan terobosan yang sangat mengejutkan dan
membahayakan. Barangsiapa yang mampu menundukkan nafsunya dan
membawa seluruh anggota tubuhnya untuk taat kepada Tuhannya, maka
sungguh dia telah dapat mencapai harapannya. Dan barangsiapa yang
mengikutkan anggota-anggota tubuhnya pada kehendak nafsunya, maka dia
telah benar-benar menghapus amalnya. Perhatikan bait-bait syair berikut ini:

196
“Ketika seseorang telah mampu mengekang nafsunya, terbebaslah
dia untuk melakukan ketaatan, dan ketika nafsu telah mennguasai
kehendaknya, maka terjerumuslah dia ke dalam kemaksiatan dan keaiban.
Ketika nafsu telah tak berdaya, maka seluruh anggota tubuh menjadi
patuh mengikuti ketaatan, itulah kenikmatan dan anugerah besar bagi
seseorang.
Dia akan terpapah menuju rumah keabadian dengan penuh
kenikmatan, kemaksiatan akan menjadi terpangkas, tak berdaya dan
terbuang”.
Abdullah bin Mubarak berkata: ‘Pangkal keimanan ialah pembenaran
terhadap apa yang dibawa oleh para rasul. Barangsiapa yang membenarkan
Al-Qur’an, maka dia menjadi terdorong untuk menggali kandungannya dan
mengamalkannya, sehingga dia akan selamat dari neraka. Barangsiapa yang
menjauhi larangan-larangan Allah S.W.T, tentu dia segera bertaubat.
Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan utamanya dari yang halal, maka dia
akan berlaku wara’ (mampu menjaga diri dari syubhat). Barangsiapa yang
memenuhi kewajiban-kewajibannya, maka baiklah Islamnya. Barangsiapa
yang benar dan jujur ucapannya, tentu dia terbebas dari segala tuntutan.
Barangsiapa yang mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi, maka dia
akan selamat dari qishash (hukuman balas). Barangsiapa yang melakukan
amalan-amalan sunnah, maka amal-amalnya menjadi suci. Dan barangsiapa
yang ikhlas karena Allah S.W.T, maka diterimalah amalannya.
Diriwayatkan dari Abu Darda’, sesungguhnya beliau berkata kepada
Rasulullah S.A.W: “Ya Rasulullah, berilah aku wasiat.” Beliau bersabda
kepadanya:
‫سكَ ِمنَ ال َموت َى‬
َ ‫سل هللاُ ِرزق يَوم ِليَو ٍم َو ِعد نَف‬ َ ‫اِكت َ ِسب‬
َ ‫ط ِيبًا َواِع َمل‬
َ ‫ َو‬،‫صا ِل ًحا‬
“Bekerjalah dengan baik dan buatlah amal shaleh, pintalah kepada
Allah S.W.T rizki hari ini dan esok dan jadikan dirimu ke dalam hitungan
orang-orang yang telah mati”.
Hindarilah ketakjuban akan amal pekerjaan, kerana sesungguhnya ia
adalah sebenar-benarnya petaka, lalu menjatuhkan derjat amal tersebut.
Sesungguhnya orang yang membangga-banggakan amal kebaikannya dia
akan selalu menyebut-nyebut dan mengungkit-ungkit amalannya kepada
Tuhan. Padahal dia sendiri tiada mengtahui, apakah amalnya itu diterima
atau ditolak. Betapa banyak kemaksiatan yang membuat seseorang merasa
hina dan hancur, tetapi yang demikian itu sesungguhnya lebih baik dari pada
ketaatan yang membuat seseorang merasa besar dan sombong.
Hindarkanlah juga diri anda dari sifat riya’. Allah S.W.T berfirman:

“Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah S.W.T yang belum
pernah mereka perkirakan.” (Surah al-Zumar: 47).
197
Dikatakan, bahwa sesungguhnya mereka inilah orang-orang yang
melakukan amal-amal yang dahulu ketika di dunia mereka kira sebagai
kebajikan. Tetapi pada hari kiamat semuanya menjadi terlihat jelas dan
ternyata semua itu adalah termasuk dari keburukan-keburukan. Sebagian
ulama salaf ketika membaca ayat ini, berkata: “Celakalah bagi orang-orang
yang riya’.
Dikatakan pula mengenai firman Allah S.W.T:

“...Dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam


beribadah kepada Tuhannya.” (Surah al-Kahfi: 110).
Yakni, tidak melahirkan ibadah (melakukannya secara terang-
terangan) karena riya’ dan tidak pula menyembunyikannya (melakukan
ibadah secara sembunyi-sembunyi) karena malu.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa ayat Al-Qur’an yang terakhir
kali diturunkan ialah:
َ ‫َواتَّقُوا يَو ًما تُر َجعُونَ فِي ِﮫ ِإلَى ّللاِ ث ُ َّم ت ُ َوفَّى ُك ُّل نَف ٍس َّما َك‬
)٢٨١( َ‫س َبت َوﮪُم لَ يُظلَ ُمون‬
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang
pada hari itu kamu semua dikembalikan kepada Allah S.W.T. Kemudian
masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah
dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya.” (Surah al-
Baqarah: 281).
Muhammad bin Basyir berkata:
“Hari kemarin telah berlalu sebagai saksi yang adil, dan hari yang
sedang jalani, juga akan menjadi saksi atas segala perbuatan yang engkau
lakukan.
Bila ha ri kemarin engkau telah berlaku kejahatan, maka engkau
dalam golongan yang terpuji.
Janganlah engkau menunda kebaikan sampai ke esok hari, bisa jadi
esok tetap datang namun engkau tidak hadir di dunia”.
Penyair lain menyatakan:
“Engkau menyegerakan perbuatan dosa menurut kehendak nafsu
saat kini, dengan bayangan perilaku taubat dihari mendatang.
Namun kematian datang begitu cepat setelah perilaku kelalaian, lalu
apakah ini yang dinamakan perbuatan yang berakal lagi teguh pendirian”.
Nabi Daud A.S berkata kepada Nabi Sulaiman A.S, bahwa
ketakwaan seorang mukmin dapat dilihat dari tiga bukti: “Bertakwalah
dengan baik terhadap sesuatu yang belum diraih, bersikap reda dengan baik
terhadap apa yang telah didapat, lalu bersabar dengan baik atas sesuatu yang
terlepas darinya”.
Perhatikanlah kata-kata bijak berikut ini: “Orang yang bersabar
menghadapi cabaran, dia akan sampai pada kesempurnaan.”
198
Seorang penyair berkata:
“Jika musibah suatu zaman datang singgah, maka bersabarlah,
hilangkan tindak laku berkeluh kesah.
Dunia akan menawarkan semua kilau-kemilau perhiasannya, maka
bersabarlah, buatlah perilaku mulia dan kewara’an, kerana itu adalah bukti
kesabaran.
Dengan kesungguhan mengendalikan nafsu, berarti engkau berada
dalam kendali kebaikan dan sifat wara’, maka dibelakang hari akan
ditemukan harapan dan cita-cita datang menghampiri dengan mudah”.
Penyair yang lain berkata:
“Kesabaran adalah kunci untuk mendapati cita-cita, kerana ia
senantiasa sebagai penolong.
Bersabarlah, sekalipun malam-malam terasa begitu panjang, betapa
banyak orang-orang yang didera keresahan yang tertolong berkat
kesabaran.
Dengan kesabaran yang tiada berbatas, segala apa-apa yang begitu
jauh dari cita-citanya menjadi lebih dekat”.
Seorang penyair yang menyatakan, melalui bait-bait syairnya:
* ‫ان‬
ِ ‫ط‬َ ‫شـي‬ َ ‫* َو ِم َجنَّـة مـ ِن نـ َز‬
َّ ‫غ ِة ال‬ * ‫ان‬ ِ ‫عر َوةِ ا ِلي َم‬ ُ ‫صب ُر اَوث َ ُق‬ َّ َ‫*ال‬
ِ ‫ب ال ُخس َر‬
* ‫ان‬ ُ ِ‫ع َواق‬
َ ‫ش فِي ِﮫ‬ َّ ‫* َو‬
ُ ‫الطي‬ * ‫ع َواقِب َمح ُمود‬ َ ‫صب ُر فِي ِﮫ‬ َّ ‫* ال‬
ِ َ ‫عــادَة ُ الَزمــ‬
* ‫ان‬ َ ‫* َو َكـذَاكَ فـ ِينَا‬ ً
* ‫ان ُم ِل َّمة‬ ِ ‫الز َم‬ َ
َّ َ‫* فَ ِاذَالقَيتَ ِمن‬
* ‫ان‬
ِ ‫الرضـ َو‬ ِ ُ‫صـب َُّر َرائِد‬ َ َ ‫* ا َِّن الت‬ َّ‫صبـ َرال َجـ ِمي َل ت َيـ َقنًا‬
َّ ‫* فَتَدَ َرع ال‬
“Kesabaran adalah tali keimanan yang terkuat, menjadi perisai yang
membuat syaitan terhenyak.
Dalam kesabaran terdapat balasan yang terpuji, sementara dalam
kerisauan terdapat akibat-akibat yang sangat merugikan.
Bila anda menemukan bencana demi bencana disuatu masa, maka
demikianlah tradisi zaman.
Hendaklah engkau memakai baju kesabaran yang indah dihiasi
keyakinan bahwa kesabaran adalah jalan menuju keredaan Tuhan”.
Sabar memiliki beberapa cabang, yaitu:
• Bersabar dalam menunaikan kewajiban-kewajiban, dengan
selalu melakukannya secara sempurna pada waktu-waktu
yang baik.
• Bersabar dalam menjalankan amalan-amalan sunnah.
• Bersabar atas prilaku sahabat dan para tetangga yang
menyakitkan.
• Bersabar terhadap penyakit yang didera.
• Bersabar atas kefakirannya.
• Bersabar untuk menjauhi kemaksiatan.
199
• Bersabar menjauhi kesenangan-kesenangan hawa nafsu.
• Bersabar meninggalkan yang syubhat.
• Dan bersabar untuk mengendalikan seluruh anggota tubuh
dari tindakan yang berlebihan dan tiada berguna.

28. INGAT AKAN KEMATIAN


Rasulullah S.A.W bersabda:
216
ِ ‫َاز ِم الَّلذَّا‬
‫ت‬ ِ ‫اَكثِ ُروا ِمن ذِك ِرﮪ‬
“Banyak-banyaklah mengingat pemusnah kelezatan-kelezatan hidup
(kematian).
Maknanya, keruhkanlah segala bentuk kelezatan-kelezatan hidup
dengan mengingat akan mati, sehingga akan terputuslah kecenderungan
terhadap kelezatan-kelezatan duniawi itu, lalu mententramkan diri hidup
kepada jalan yang diredai Allah S.W.T.
Nabi S.A.W bersabda:
218 217
َ ‫ت َما يَعلَ ُم إِب ُن آدَ َم َمـا أ َ َكلت ُم ِمنـ َﮭا‬
‫س ِمينًـا‬ ِ ‫لَو ت َعلَ ُم البَ َﮭائِ َم َمنَ ال َمو‬
“Seandainya binatang-binatang mengetahui kematian, sebagaimana
yang diketahui oleh anak cucu Adam, tentu engkau tiada berselera akan
makanan berlemak dari binatang-binatang itu”.
Aisyah R.A berkata: “Adakah seseorang yang akan dihimpun
bersama dengan orang-orang yang mati syahid?” Beliau menjawab:
219
ٍ‫ــر ال َموتَ فِى اليَو ِم َوالَّليـــلَ ِة ِعش ُرونَ َم َّرة‬
ُ ‫نَ َعم َمن يَذ ُك‬
“Ya, yaitu orang yang mengingat kematian sehari semalam sebanyak
dua puluh kali”. Sebab-sebab keutamaan ini, tidak lain hanyalah karena
mengingat kematian yang mendorong seseorang untuk dapat menjauhi
216
Hasan: riwayat imam Nasa’i “al-Kubra” (1950), Tirmizi (2307), Ibnu Majah (4258) dan
Ibnu Hiban (2995)
217
Daif: riwayat imam al-Qadha’i “Musnad al-Shihab” (1434), al-‘Ajaluni “Kasf al-Khafa”
(2097), (2102), imam al-‘Ajaluni “Kasf al-Khafa” (2097) mengatakan: riwayat imam al-
Baihaqi dalam “al-Sa’b”, imam al-Qadha’i dari Um Habibah al-Juhjiya, secara marfu’,
riwayat imam al-Dilimi dari Abi Said yang dirafa’nya , dengan lafaz:
َ ‫ َمـا أَكَلتُم مِ نـ َﮭا‬،‫ت َما علمتم‬
‫سمِ ي ًنـا‬ ِ ‫لَو ت َعلَ ُم البَ َﮭائ َِم َمنَ ال َمو‬
218
Pentahkik mengatakan: hiruk pikuk dunia menjadikan manusia melupakan kematian
sebagai tragedi yang teramat besar dan akan terjadi dalam hidup mereka, kesibukan dalam
mencari nafkah, menggali jati diri, memperkaya diri dengan harta dan keturunan menjadi
penyebab utamanya. Maka dari itu waspadalah, dan ketahuilah bahwa dunia adalah
persinggahan sementara, laksana duduk makan disebuah restoran melegakan lapar di perut
atau mengenakan baju yang akan dilepas nantinya.
219
Tiada ditemukan oleh pentahkik dalam kitab-kitab sunnah yang ada pada beliau

200
kehidupan kampung dunia yang penuh dengan tipuan belaka dan merubah
diri untuk mempersiapkan bekal buat kehidupan akhirat yang kekal.
Sementara lalai terhadap kematian akan mendorong seseorang tenggelam ke
dalam jurang kesenangan duniawi.
220
ُ‫تُحْ فَةُ ال ُمؤْ ِم ِن ال َم ْوت‬
Anugerah seorang mukmin adalah kematian.
Baginda Nabi S.A.W menerangkan melalui makna hadis diatas
bahwa dunia beserta isinya adalah penjara bagi seorang mukmin sejati,
kerana diatas dunia yang fana ini dipenuhi beragam cabaran yang
melelahkan, sebagai contohnya, setiap mukmin haruslah menjaga hawa
nafsunya agar dijauhkan dari godaan syaitan, hanya dengan kematian semua
itu dapat dilepaskan menuju tempat perehatan abadi melepaskan keletihan
dan kepenatan dunia.
Nabi S.A.W bersabda:
َ َّ‫اَل َموتُ َكف‬
‫ارة ِل ُك ِل ُمس ِل ٍم‬
221

“Kematian adalah kafarat bagi setiap muslim.”


Orang islam yang dimaksudkan dalam hadis ini, iaitu muslim yang sejati
yang benar-benar keimanannya. Dia juga adalah orang mukmin yang dapat
menciptakan suasana aman dan tentram bagi kaum muslimin lain dari
gangguan tangan serta lidahnya. Seorang yang benar-benar memiliki sifat-
sifat terpuji dan berlaku dengan akhlak mukmin yang mulia. Dia tidak
berlumuran dosa-dosa kemaksiatan, melainkan hanyalah kesalahan-
kesalahan dari percikan dosa-dosa kecil. Maka kematian menjadi penyucian
baginya dari kemaksiatan dan peleburan dosa-dosanya, setelah dia benar-
benar menjauhi dosa-dosa besar dan memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Atha’ al-Kharsani berkata, bahwa suatu ketika Rasulullah S.A.W
melewati suatu majlis yang dipenuhi dengan tawa ria, lalu beliau bersabda:

ِ ‫س ُك ْم ِب ِذ ْك ِر َم ْك َد ِر الَّل َذا‬
‫ت‬ ُ
َ ‫ش ْوب ُْوا َمجْ ِل‬
“Isilah Majlis anda dengan mengingat sesuatu yang memperkeruh
kelezatan-kelezatan”. Mereka bertanya: “Apakah yang memperkeruh
kelezatan-kelezatan itu.” Beliau bersabda: 222 ُ‫“ ا َل َمــوت‬Kematian”.

Hasan: riwayat Abdu Hamid (347), al-Qadha’i “al-Shihab” (150), Ibnu al-Mubarak “al-
220

Zuhd” (599), Baihaqi “al-Sa’b” (9884), al-Hakim “al-Mustadrak” (355/4) (7900)


221
Maudhu’: riwayat imam Baihaqi “al-Sa’b” (9885), al-Dilimi (6717), al-Qadha’i “al-
Shihab” (179), Imam Albani Allah Yarham “Daif al-Jami” (5950) mengatakan: maudhu’.
222
Maudu’: Riwayat al-Sayuti “al-Jami’ al-Saghir”, diulang kembali oleh imam Albani
“Daif al-Jami’ (3409) dan mengatakan: Daif ”, Pentahkik berpendapat bahwa: hadis ini
201
Anas R.A berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W bersabda:
223
َ ‫ص الذُّنُو‬
‫ب َو َيز َﮪدُ فِى الدُّنـ َيا‬ ُ ‫ فَإ ِنَّـﮫُ َيم َح‬،‫ت‬
ِ ‫ا َكثِ ُروا ِمن ِذك ُر ال َمو‬
“Banyak-banyaklah mengingat mati, karena mengingat mati itu
dapat melebur dosa, dan mendorong bersikap zuhud terhadap dunia”.
Beliau juga bersabda: Cukuplah dengan kematian “ 224 ً ‫ت ُمف ِرقا‬ ِ ‫َكفَى ِبال َمو‬
225 ً
sebagai perpisahan”. Baginda Nabi S.A.W bersabda: ِ ‫َو َكفَى ِبال َمو‬
‫ت َوا ِعظا‬
“Cukuplah kematian sebagai nasehat”
Suatu ketika Rasulullah S.A.W keluar pergi menuju ke masjid, tiba-
tiba beliau menjumpai suatu kaum yang berbincang-bincang dan tertawa ria,
lalu beliau bersabda:
َ َ‫ أ َ َّما َوالَّ ِذى نَف ِسى ِبيَ ِد ِه لَو ت َعلَ ُمونَ َما أ َعلَ ُم ل‬، َ‫أ ُذ ُك ُروا ال َموت‬
‫ض َحكت ُم قَ ِلي ًال َولَبَ َكيت ُم‬
226ً
‫َكثِيرا‬
“Ingatkanlah akan kematian. Demi Tuhan yang menguasai diriku,
seandainya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, tentu anda akan
sedikit tertawa dan banyak menangis”.
Ketika disebutkan di hadapan Rasulullah S.A.W tentang seorang laki-
laki yang banyak mendapatkan pujian dan disanjung oleh banyak orang,
beliau bertanya: nyaBagaimana ingatan“227‫احبُ ُكم ِلل َموت‬ َ ‫ف ذَ َك َر‬
ِ ‫ص‬ َ ‫َكي‬
terhadap kematian”. Mereka berkata: “Kami hampir tidak pernah
mendengar dia menyebut-nyebut kematian”. Beliau bersabda:

diulang oleh pengarang kitab Bayan wa al-Ta’rif (1140) dan mengatakan: hadis ini
dikeluarkan oleh ibnu Abi al-Dunya dalam kitab “Zikr al-Maut” dari Atha’ al-Kharsan
secara mursal.
223
Daif: diulang kembali oleh imam al-‘Ajaluni dalam “Kasf al-Khafa” (501), imam Albani
dalam “Daif al-Jami’” (1110), lalu mengatakan: riwayat dari Hamad dari Tsabit dari Anas
sangatlah daif…kemudian ayahandaku mengatakan: hadis ini bathil tiada keasliannya.
224
Diulang oleh imam al-‘Ajaluni dalam “Kasf al-Khafa” (1933), kemudian imam Albani
dalam “Daif al-Jami’” (4171). Daif dan diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam “al-Bir wa al-
Silah” dari riwayat Abi Abdul Rahman al-Jabali secara Mursal.
225
Sangat Daif: imam Baihaqi dalam “al-Sa’b” (10556), Ibnu al-Mubarak dalam “al-Zuhd”
(148), lihat kitab “al-Daifah” (502).
226
Sahih: Riwayat imam al-Bukhari (997), Muslim (91), dari hadis Abi Huraira dan
mengatakan: Baginda Rasulullah S.A.W bersabda:

َ َ‫لَو ت َعلَ ُمونَ َما أَعلَ ُم ل‬


‫ض َحكتُم قَلِي ًال َو َلبَكَيتُم َكثِيرا‬ dimana kalimat ‫ت‬
ِ ‫ ذِك ُر ال َمو‬tiada disebutkan.
227
Daif: Riwayat Ibnu al-Mubarak dalam “al-Zuhd” (266), Ibnu Abi Syaibah dalam kitab
karangan beliau (34328), Ibnu Abi ‘Asem (17/1), imam al-Haisimi dalam “al-Majma’”
(309/1) dan mengatakan: riwayat al-Bazar, yang didalamnya terdapat Yusuf bin Ateya yang
hadisnya matruk.
202
‫فإن صاحبكم ليس ﮪنالك‬
“Sahabat kalian itu, bukanlah orang yang layak mendapatkan
sanjungan seperti itu”.
Ibnu Umar R.A berkata: “Aku datang menghadap baginda Rasulullah
S.A.W sebagai orang yang kesepuluh dari sepuluh orang yang datang
menghadap beliau. Seorang laki-laki dari sahabat Anshar berkata: “Siapakah
orang yang paling cerdas dan mulia di antara manusia, ya Rasulullah?”
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
َ َ‫ أُولَئِكَ ُﮪ ُم األَكي‬،ُ‫شدُّ ُﮪم اِستِعدَادا ً لَﮫ‬
‫اس ذَ َﮪبُوا بِش ََرفٍ فِى‬ َ َ ‫ت َوأ‬
ِ ‫أَكث َ ُر ُكم ذِك ًرا ِلل َمو‬
228
ِ ُ‫الدُّنيـَا َو َك َرا َمة‬
ِ‫اآلخ َرة‬
“Orang-orang yang paling banyak mengingat akan kematian dan
yang paling bersungguh-sungguh untuk mempersiapkan bekal kematian, di
antara mereka. Mereka itulah orang-orang yang cerdas, karena mereka
pergi dengan kehormatan hidup di dunia dan kemuliaan akhirat”.
Hasan R.A berkata: “Kematian akan membongkar keburukan dunia,
dan dia tidak meninggalkan secerca kegembiraan bagi orang yang berakal”.
Rabi’ Ibnu Khaitsam berkata: “Tidak ada hal gaib yang dinantikan
kehadirannya oleh orang yang beriman yang lebih baik daripada kematian.
“Janganlah engkau mengira aku sebagai seseorang yang hidup, tetapi
tanyakanlah kepada Tuhan, bagaimana aku yang sebenarnya.
Sebagian hukama’ menulis pesan kepada saudara lelakinya: “Wahai
saudaraku, takutlah akan kematian di negeri ini (dunia), sebelum engkau
sampai di suatu negeri, dalam negeri itu engkau harapkan akan kematian,
tapi engkau tiada mendapatkannya.
Ibnu Sirin ketika disebutkan kematian di hadapannya, maka seluruh
anggota tubuhnya menjadi mati. Sementara Umar bin Abdul Aziz R.A,
setiap malam dia mengumpulkan ahli fikih, mereka bermajlis untuk
mengingat dan menyebut-nyebut kematian, tentang hari kiamat dan
kehidupan akhirat, lalu mereka semua menangis, laksana di hadapan mereka
terdapat jenazah yang terbujur.
Ibrahim al-Taimi berkata: Ada dua hal yang dapat memutus kelezatan
dunia dariku, yaitu mengingat kematian dan ketika aku bermunajat di
hadapan Allah S.W.T Azza wa Jalla.” Ka’ab berkata: “Barangsiapa yang
mengenal kematian, maka setiap musibah dan kesusahan hidup di dunia
menjadi terasa ringan baginya”. Muthrif berkata: “aku bermimpi melihat
seakan-akan ada seseorang berkata di tengah masjid Bashrah, kematian telah

228
Hasan dengan para saksi: riwayat imam Thabrani dalam “al-Kabir” (13536), “al-Awsat”
(6488), “al-Saghir” (1008) dan imam al-Hakim (583/4)

203
memutus hati orang-orang yang takut, maka sungguh engkau tidak akan
melihat mereka, melainkan sebagai orang-orang yang terlena.
Al-Sy’ats berkata: “Ketika kami datang mengadap Hasan, maka
sesungguhnya dia hanya membicarakan tentang neraka, persoalan akhirat
dan mengingat akan kematian”.
Shafiyah R.A berkata, bahwa ada seorang perempuan datang
mengadu kepada Aisyah R.A tentang kekerasan hatinya. Lalu Aisyah
berkata: “Banyak-banyaklah mengingat kematian, maka hatimu akan
menjadi lembut.” Perempuan itu lalu melakukan apa yang dinasehatkan
Aisyah R.A, sehingga hatinya benar-benar menjadi lembut. Kemudian dia
datang kembali menemui Aisyah untuk menyampaikan rasa terima kasihnya.
Nabi Daud A.S, ketika mengingat kematian dan hari kiamat, seluruh
persendiannya seakan-akan terlepas, dan ketika beliau mengingat akan
rahmat, kondisinya menjadi normal kembali seperti semula. Hasan berkata:
“Aku sama sekali tidak mengetahui orang yang berakal, kecuali ketika
disebut kematian, tentu dia menjadi ketakutan dan gelisah karenanya.”
Umar bin Abdul Aziz berkata pada sebagian para ulama untuk
meminta nasehat. Ulama berkata kepadanya: “Engkau adalah khalifah
pertama yang akan mati”. dia berkata: “Tambahkan lagi untukku!”. Ulama
berkata: “Tak seorang pun dari nenek moyangmu sejak mulai dari Adam,
melainkan semuanya merasakan mati, telah datang saatnya bagimu untuk
bertaubat”. Lalu Umar menangis tersedu-sedu, sebab nasehat itu.
Rabi’ bin Khaitsam adalah orang yang benar-benar menggali liang
kuburnya di dalam rumah. Dia tidur di dalamnya setiap hari beberapa kali.
Dengan begitu, dia menjadi selalu ingat akan kematian. Dia berkata:
“Seandainya mengingat kematian itu terlepas dari hatiku sesaat saja, tentu
rusaklah hati ini”. Muthrif bin Abdullah bin Syakhir berkata: “Sesungguhnya
kematian telah mengeruhkan kenikmatan manusia, maka carilah kenikmatan
yang tak terdapat kematian di dalamnya.”
Umar bin Abdul Aziz berkata kepada Anbisah: “Perbanyaklah mengingat
kematian, jika anda berada dalam kelapangan hidup, maka kematian akan
mempersempit anda, dan jika anda dalam kesempitan hidup, maka ia akan
memperlapang kehidupan anda.” Abu Sulaiman Ad-Darani berkata,
sesungguhnya aku berkata kepada Ummi Harun: “Apakah anda menyukai
kematian?” Dia menjawab; ‘Tidak.” Aku bertanya lagi: “Mengapa.” Dia
berkata: “Ketika aku berlaku maksiat terhadap anak cucu Adam, tentu aku
tidak ingin bertemu dengan-Nya. Bagaimana aku suka bertemu dengan-Nya,
sementara aku berlaku maksiat kepada-Nya.”
Abu Musa At-Tamimi berkata, sesungguhnya ketika istri Farazdaq
meninggal dunia, banyak tokoh-tokoh Bashrah datang melayat. Di antara
mereka yang hadir itu ialah Hasan R.A, lalu beliau berkata: “Wahai Abu
204
Faras, apa yang telah engkau siapkan untuk hari ini.” dia berkata: “Syahadat,
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah S.W.T dan Muhammad
adalah utusan Allah S.W.T. Kesaksian inilah yang telah aku persiapkan sejak
enam puluh tahun yang lalu. Ketika jenazah telah dikuburkan, Farazdaq
bangkit berdiri di sisi kuburnya dan berkata:
“Aku merasa takut terhadap apa yang terjadi di balik kubur, jika
Engkau tidak mengampuni aku, tentu kubur itu menjadi sangat sempit
dengan apinya yang menyala-nyala.
Ketika aku datang di hari kiamat di sambut oleh malaikat penghalau
yang sangat kasar lalu menggiring Farazdaq.
Sungguh celakalah anak cucu Adam yang berjalan menuju ke neraka
dengan terbelunggu rantai-rantai neraka”.
Terdapat bait-bait syair yang mengungkapkan tentang ahli kubur,
berikut ini:
“Berdirilah di atas kubur, tataplah hamparan permukaannya lalu
katakan, siapakah di antara anda (wahai penghuni kubur) yang
terperangkap dalam kegelapan.
Dan siapakah di antara anda yang dimuliakan di dalam liang kubur,
sungguh dia benar-benar merasakan kesejukan dan keamanan dari
ketakutannya.
Kedamaian bagi orang yang melihatnya tidaklah begitu jelas, kerana
kelebihan dan perbedaan derajat-derajatnya tidak jelas.
Seandainya mereka dapat menjawab pertanyaanmu, tentu mereka
akan mengkhabarkan kepadamu dengan lisannya, menjelaskan tentang
kondisi dan keadaan yang sebenarnya.
Orang yang taat berada di suatu taman, daripada taman-taman
surga, sehingga dia pun dapat memenuhi keinginannya dari kenikmatan
yang terdapat di dalamnya.
Sedangkan bagi orang yang berdosa dan melampaui batas, terkapar
terkejat-kejat di dalam jurang disambut ular-ularnya;
Kalajengking-kalajengking berebutan mendatanginya dengan
berpesta pora meramaikan, memangsanya dan mengazabnya.”
Malik bin Dinar berkata, ketika aku berjalan melewati pemakaman
aku berkata melantunkan bait-bait syair, sebagai berikut:
َ ‫* َفاَينَ ال ُمع‬
*‫ظ ُم َوال ُمعتَقَ ُر‬ َ ‫*اَت َيتُ القُب‬
* ‫ُورفَنَادَيت ُ َﮭا‬
*‫* َواَينَ ال ُمزَ ِكى اِذَا َماافتَخ ََر‬ َ ‫سل‬
* ‫طانِ ِﮫ‬ ُ ‫* َواَي ِد ال ُم ِذ ُّل ِب‬
“Aku telah mendatangi kuburan dan aku memanggilnya, di manakah
orang yang diagungkan dan yang dihinakan?
Di manakah orang yang membangga-banggakan kekuasaannya?
Dan dimanakah orang yang mengaku suci, sementara dia berlaku
sombong?”
205
Selanjutnya Malik berkata, ketika aku memanggil-manggil itu, tiba-
tiba terdengar suara yang tak terlihat sosok orangnya. Suara panggilan itu
ialah:
“Mereka semua telah binasa, maka tak seorang pun yang dapat
menyampaikan khabarnya. Mereka semua telah mati, begitu pula dengan
pengkhabarannya.
Binatang-binatang bumi datang dan pergi silih berganti, maka
menjadi terhapuslah kebaikan khabar berita itu.
Wahai orang yang bertanya kepadaku mengenai orang-orang yang
telah berlalu, mengapa engkau tidak cukup mengambil pelajaran dari apa
yang terlihat di depan anda.”
Lalu dia menemukan tulisan di atas kuburan:
“Pekuburan berbisik kepadamu, sekalipun ia adalah benda-benda
yang terdiam, penghuninya yang ada di dalam tanah pun tak bicara.
Wahai orang yang bertuhankan dunia, yang selalu menumpuk-
menumpuk harta tanpa pernah mencapai kepuasan. Untuk siapakah engkau
kumpulkan harta itu, sementara dirimu akan mati.”
Ibnu Samak berkata: ketika aku melewati kuburan, tiba-tiba
dikuburan itu terdapat tulisan:
“Kaum kerabatku berjalan menjauh dari kuburanku, seakan
kerabatku itu tak pernah mengenal aku.
Para ahli waris membagi harta pusakaku, dan mereka mengingkari
hutang-hutangku.
Sungguh mereka telah mengambil bagian dari harta pusakaku
sebagai modal hidup mereka. Ya Allah S.W.T, betapa cepat mereka
melupakan aku.”
Ditemukan tulisan di suatu kuburan sebagai berikut:
“Sesungguhnya seorang kekasih dari kekasih-kekasihku adalah
pencuri, kematian tak dapat dihalangi oleh para penjaga pintu dan
pengamanan apapun.
Lalu bagaimana engkau bersuka ria dengan dunia dan kelezatan-
kelezatannya. Wahai orang yang setiap kata dan desah nafasnya akan
diperhitungkan. Wahai orang lalai engkau begitu terlena dalam kekurangan,
masa engkau habiskan dalam kelezatan-kelezatan yang tak bernilai.
Kematian tak pernah menaruh belas kasihan kepada orang yang
bodoh karena kealpaannya, dan tidak pula terhadap orang yang senantiasa
ditimba ilmunya.
Betapa banyak kematian membuat seseorang menjadi bisu dalam
kuburnya. Di tempat itu seharusnya engkau bisa memberikan jawaban
dengan lisan yang fasih bukan dengan kebisuan.

206
Istana yang engkau bangun (di dunia) begitu megah dan ramai.
Sementara kubur yang anda tempati saat ini, begitu mencekam”.
Ditemukan tulisan di atas suatu kuburan:
“Aku berdiri di antara para kekasih yang terbujur berderat di dalam
kubur mereka, bagaikan kuda-kuda yang tergadaikan.
Aku menangis dan air mataku jatuh bercucuran, karena kedua
mataku melihat tempatku di antara mereka.”
Ditemukan pula tulisan di atas kubur seorang dokter:
“Aku berkata, ketika ada orang yang berkata kepadaku, Lukman
benar-benar telah berada di dalam kuburnya.
Di mana orang yang di obati dengan ilmu kedokterannya, keahlian
dan kecerdasannya telah hanyut terbawa air.
Jauh lamun, orang yang tidak dapat membela diri sendiri, dapatkah
dia melakukan pembelaan terhadap orang lain.”
Di atas kuburan lain ditemukan tulisan:
* ‫عن بُلُو ِغ ِﮫ الَ َج ُل‬ َ ‫ص َربِى‬َّ َ‫* ق‬ * ‫اس َكانَ ِلى ا َ َمل‬ُ َّ‫*يَااَيُّ َﮭا الن‬
* ‫* اَم َكنَﮫُ فِى َحيَاتِ ِﮫ العَ َم ُل‬ ِ َّ ‫* فَليَت‬
* ‫ق هللاَ َربَّﮫُ َر ُجل‬
َ ‫* ُك ٌّل اِلى ِمث ِل ِﮫ‬
* ‫سيُنتَقَ ُل‬ ُ ‫* َما اَنَا َوحدِى نَقَلتُ َحي‬
* ‫ث ت ُ َرى‬
“Wahai manusia, aku mempunyai cita-cita, tetapi ajal telah
memangkasku untuk dapat mencapai cita-citaku.
Maka hendaklah seseorang bertakwa kepada Allah S.W.T, Tuhannya,
hendaklah dia memanfaatkan kesempatan hidupnya sebaik mungkin untuk
beramal.
Bukankah engkau telah melihat, aku dibaringkan di tempat ini seorang
diri, setiap orang juga akan dipindahkan di tempat yang sama.”

29. LANGIT-LANGIT DAN KEANEKARAGAMAN JENIS

Diriwayatkan, sesuatu yang pertama kali diciptakan Allah S.W.T


iaitu permata, lalu Allah S.W.T memandangnya dengan pandangan
kewibawaan dan keagunganNya yang penuh makna, maka dengan seketika
terleburlah ia, kerana terguncang ketakutan kepada Tuhan. Kemudian ia
mencair, maka jadilah air. Lalu Allah S.W.T memandangnya dengan
pandangan rahmat, maka separuh air itu pun menjadi beku. Daripadanya
Allah S.W.T menjadikan Arasy, dan Arasy itu pun masih bergoncang.
Selanjutnya Allah S.W.T menulis padanya: Laa ilaaha illallaah
muhammadur rasulullah. Seketika Arasy itu menjadi diam dan kokoh.
Sedangkan paruh kedua dari bagian yang tidak membeku dan masih tetap
berupa air, dibiarkan oleh Allah S.W.T dengan kondisinya yang tetap
tergoncang, hingga hari kiamat. Perhatikan firman Allah S.W.T:
)٧( ‫شﮫُ َعلَى ال َماء‬
ُ ‫َو َكانَ َعر‬
207
“,..Dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air...” (Surah
Hud: 7).
Kemudian air itu saling bertepukan satu sama lain, bergulung-gulung
membentuk suatu gelombang dan ombak. Ia menguap berupa asap yang
saling tindih menindih sebagian diatas sebagian yang lainnya. Dari air itu
terjadi buih dan dari buih itu Allah S.W.T menjadikan langit dan bumi yang
berbaris (berlapis-lapis). Kerananya langit dan bumi keduanya dahulu adalah
suatu benda yang padu. Lalu Allah S.W.T menciptakan angin di dalamnya,
sehingga antara keduanya menjadi terpisah, langit dengan tingkatannya dan
bumi juga dengan lapisannya sendiri. Perhatikan firman Allah S.W.T:

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya


langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian
Kami pisahkan antara keduanya.” (Surah al-Anbiya’: 30).
Sebagaimana halnya yang difirmankan Allah S.W.T dalam ayat:
)١١( ‫ِي دُخَان‬ َّ ‫ث ُ َّم است ََوى ِإلَى ال‬
َ ‫س َماء َوﮪ‬
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan bumi itu masih
berupa asap...” (Surah Fushshilat: 11).
Ahli hikmah berkata: “Sesungguhnya Allah S.W.T menciptakan
langit hanya dari asap dan tidak menciptakannya dari uap. Karena asap,
bagian-bagiannya saling berhubungan erat dan dia akan tetap menyatu
sampai mencapai akhirnya. Sementara uap sebaliknya, saling terpencar dan
bagian-bagiannya berserakan saling menjauh. Yang demikian itu adalah
sebagai bukti kesempurnaan ilmu Tuhan Yang Maha Suci lagi Maha
Bijaksana. Kemudian Allah S.W.T memandang air dengan pandangan
rahmat dan ia pun membeku, sebagaimana yang diterangkan dalam hadis.
Faidah: Antara langit dunia dan bumi, demikian pula antara setiap
satu langit dengan langit yang lain memiliki jarak sejauh perjalanan lima
ratus tahun. Demikian pula ketebalannya. Ada yang mengatakan, bahwa
langit dunia warnanya lebih putih daripada susu. Hanya saja ia terlihat biru,
karena pantulan kehijauan gunung Qaf. Nama langit yang terdekat dengan
dunia itu ialah Raqi’ah. Langit yang kedua mengandungi elemen-elemen
besi yang memancarkan cahaya, namanya Faidum atau Ma’un. Langit yang
ketiga, terdiri dari tembaga, namanya Malakut atau Harayun. Langit yang
keempat, unsur-unsurnya terdiri dari perak putih, sinarnya hampir-hampir
dapat menghilangkan pandangan mata, namanya Zahirah. Langit kelima,
dari emas merah yang dikatakan dengan nama Muzayyanah atau Musaharah.
Langit keenam, dari permata yang cahayanya berkilauan, namanya
Khalishah. Langit ketujuh, dari yaqut merah, namanya Labiyah atau
Dami’ah. Di langit yang ketujuh inilah terdapat Baitul Ma’mur yang
memiliki empat rukun (sendi utama). Rukun pertama dari yaqut merah;
208
kedua dari zabarjat hijau; ketiga dari perak putih; dan keempat dari emas
merah. Terdapat keterangan bahwa Baitul Ma’mur itu terdiri dari batu aqiq.
Setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat memasukinya, dan mereka tidak
keluar darinya sampai hari kiamat. Menurut pendapat yang mu’tamad
(terkuat yang dapat dijadikan pegangan), sesungguhnya bumi lebih mulia
daripada langit, karena para nabi diciptakan dari bumi (tanah), dan mereka
juga dikebumikan di bumi pula. Di antara lapisan-lapisan bumi itu yang
paling mulia adalah yang teratas, karena pada lapisan itu merupakan tempat
pengambilan kemanfaatan bagi dunia.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa langit yang paling utama
adalah yang atapnya paling dekat dengan Arasy Tuhan Yang Maha Pengasih,
yaitu Kursi. Yang demikian itu, karena kedekatannya dengan Arasy, di
samping kerana semua bintang-bintang yang sangat bermafaat bagi
kehidupan terdapat padanya. Berbeda dengan tujuh planet, yang terakhir ini
masing-masing ada pada tujuh langit, yaitu: Planet Saturnus (Zuhal), ada
pada langit ketujuh, untuk hari Sabtu; Planet Yupiter (Al-Musytariy), berada
di langit keenam, untuk hari Kamis; Planet Mars (Al-Marikh), berada pada
langit ke lima, untuk hari Selasa; Matahari (As-Syams) ada pada langit
keempat, untuk hari Ahad; Planet Luciver (Az-Zuharah), di langit ketiga,
untuk hari Jum’at: Planet Mercuri (Utharid), dilangit kedua, untuk hari
Rabu; Rembulan (Al-Qamar), dilangit pertama, untuk hari Senin.
Sungguh sangat mengagumkan ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta,
diantara ciptaanNya yang mengagumkan itu, penciptaan tujuh langit dari
suatu asap, dengan bentuknya yang tidak serupa antara langit yang satu
dengan yang lainnya. Lalu Dia menurunkan air dari langit, dengan air
kemudian Dia menumbuhkan aneka ragam tumbuh-tumbuhan dan buah-
buahan yang berbeda-beda bentuk, warna dan rasanya. Sebagaimana firman
Allah S.W.T:
)٤( ‫ض فِي األ ُ ُك ِل‬
ٍ ‫ض َﮭا َعلَى بَع‬ ِ َ‫َونُف‬
َ ‫ض ُل بَع‬
“Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian
yang lain, tentang rasanya.” (Surah al-Ra’d: 4).
Dan Allah S.W.T juga menciptakan manusia keturunan Adam dengan
memiliki tingkat perbedaan yang beraneka ragam, di antaranya ada yang
berkulit putih, hitam, senang dan susah, mukmin dan kafir, pandai dan
bodoh, padahal mereka semua berasal dari keturunan yang sama dan satu,
yaitu Adam. Maha Suci Allah S.W.T yang telah menciptakan makhluk
ciptaan-Nya dengan begitu kokoh dan mengagumkan.

30. KETERANGAN KURSI, ARASY, MALAIKAT


MUQARRABIN, RIZKI DAN TAWAKKAL

209
Allah S.W.T berfirman:
َ ‫ت َواألَر‬
)٢٥٥( ‫ض‬ َّ ‫َو ِس َع ُكر ِسيُّﮫُ ال‬
ِ ‫س َم َاوا‬
“Kursi Allah S.W.T meliputi langit dan bumi.” (Surah al-Baqarah:
255).
Ada yang berpendapat bahwa Kursi dimaksud iaitu sebuah bentuk
ungkapan majaz dari Allah S.W.T. Ada pula yang berpendapat bahwa Kursi
itu sebagai bentuk kiasan dari kerajaanNya, lalu ada pula yang menyatakan
bahwa ia merupakan falak (rotasi) sebagaimana yang telah diketahui.
Diriwayatkan dari Ali karramallahu wajhah bahwa Kursi itu berupa
jajaran mutiara, yang besar dan diameternya hanya diketahui Allah S.W.T.
Dalam suatu khabar (hadis) disebutkan
229
ٍ‫سب َع َم َع ال ُكر ِسى ا َِّل َك َحلقَ ٍة فِى فُ َالة‬ ُ ‫ت َواألَر‬
َ ‫ضونَ ال‬ ِ ‫س َم َوا‬
َّ ‫َما ال‬
Perbandingan antara isi langit dan bumi yang tujuh lapis dengan
kursi (singgasana Allah S.W.T) adalah laksan sebuah bola di padang nan
luas. Ibnu Majah meriwayatkan: sesungguhnya langit-langit itu berada di
dalam Kursi, sementara Kursi berada di hadapan Arasy.
Diriwayatkan dari Ikrimah, beliau berkata: “Matahari adalah satu
bagian dari tujuh puluh bagian nur (cahaya) Kursi. Sedangkan Arasy adalah
satu bagian dari tujuh puluh bagian nur dari cahaya-cahaya al-sutuur, iaitu
al-hijab (tirai penghalang).
Disebutkan bahwa jumlah dari Arasy dan Kursi adalah tujuh puluh
hijab dari kegelapan dan tujuh puluh dari cahaya yang setiap hijabnya
berjarak sejauh lima ratus tahun perjalanan. Seandainya tidak begitu, maka
akan terbakar oleh cahaya dari Arasy. Arasy merupakan jisim, suatu bentuk
berwujud cahaya al-‘Ulwiy (tinggi) yang berada di atas Kursi. Jadi Arasy
bukanlah Kursi. Hal ini Berbeda dengan pendapat dari Hasan Bashri. Ada
yang berpendapat bahwa Arasy itu dari yaqut merah. Pendapat lain
menyatakan, terdiri dari permata hijau. Ada yang menyatakannya, dari
mutiara putih, dan ada pula yang menyatakannya, dari cahaya. Yang terbaik
adalah menghindari untuk menyatakan hakekatnya secara pasti, karena yang
tahu secara pasti hanyalah Allah S.W.T. Menurut ahli falak, mereka
memberikan istilah tersendiri diantaranya sembilan falak, falak yang
tertinggi (al-Falakul a’laa), indu falak (falakul aflak) serta falakul atlas,
yang mereka maknai menjadi sebuah bidang yang bersih dari bintang-
bintang. Karena semua bintang-bintang menurut ahli astronomi kuno berada
pada falak yang kedelapan, mereka menamakannya dengan falak al-Buruj
(rotasi bintang-bintang).
Tetapi menurut ahli syara’ yang dimaksudkan dengan Kursi dan
Arasy adalah atap yang menaungi seluruh makhluk (Saqf al-Makhluqat), tak
229
Tidak dijadikan sandaran

210
ada sesuatupun yang keluar dari daerahnya. Ia merupakan titik puncak dari
penguasaan ilmu para hamba, tidak lagi ada medan yang dapat dicapai di
baliknya dan tiada pula seorang ilmuwan peneliti yang dapat mencapai apa
yang ada di atasnya.
Allah S.W.T berfirman:
َ ِ‫فَإِن ت ََولَّوا فَقُل َحسب‬
)١٢٩( ‫ي ّللاُ ل إِلَـﮫَ إِلَّ ﮪ َُو َعلَي ِﮫ ت ََو َّكلتُ َوﮪ َُو َربُّ العَر ِش العَ ِظ ِيم‬
“Jika mereka berpaling (dari keimanan) maka katakanlah: Cukuplah
Allah S.W.T bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku
bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arasy yang agung.”
(Surah al-Taubah: 129).
Allah S.W.T menyifatinya (Arasy) sebagai sesuatu yang besar (al-
‘Azhim), karena ia memang makhluk yang paling besar. Rasulullah S.A.W
benar-benar telah membuktikan ketawakkalannya, sebagaimana yang
diperintahkan. Karenanya, di dalam Taurat dan kitab yang lainnya beliau
dinamakan sebagai al-Mutawakkil. Mengapa? Karena tawakkal merupakan
salah satu dari cabang tauhid dan ma’rifat. Sedangkan beliau adalah
penghulu dari seluruh ahli tauhid dan tokoh inti dari orang-orang yang
berma’rifat. Tawakkal bukan berarti pemahaman akan sebab-akibat yang
akan berakhir pada keraguan seperti yang seringkali disalah artikan, kerana
baginda Nabi S.A.W diperintahkan untuk mentaati perintah dari tawakkal
tadi.
Pernah suatu kali seorang Badui berkata kepada Nabi S.A.W:
“Apakah aku harus mengikat tali untaku ataukah aku biarkan ia tanpa diikat
dan aku bertawakkal?” Beliau bersabda: ‫“ أَع ِقل َﮭا َو ت ََو َّكل‬Tambatkanlah
dengan tali pengikatnya, lalu bertawakkallah” Nabi S.A.W bersabda:
‫صا َوت َُرو ُح‬ َ ‫علَى هللاِ َح َّق ت َ َو ُّك ِل ِﮫ لَ َرزَ قَ ُكم َك َما يَر ُز ُق ال‬
ً ‫طي َر ت َغدُو ِخ َما‬ َ ‫لَو ت َ َو َّكلت ُم‬
230 َ ِ‫ب‬
‫طانًا‬
“Seandainya engkau bertawakkal kepada Allah S.W.T secara
sungguh-sungguh, tentu engkau akan diberi rizki oleh Allah S.W.T,
sebagaimana Dia memberi rizki kepada burung-burung, ia berangkat pagi
sekali dengan perut kosong lalu pada sorenya ia kembali dengan perut yang
kenyang”. Melalui sabdanya itu, beliau mengisyaratkan adanya sebab,
burung itu baru kenyang setelah ia kembali di sore hari. Keberangkatannya
pagi-pagi hari merupakan sebab dari akibat yang didapatkannya di sore hari,
yaitu kenyang.
Hikayat: Suatu ketika Ibrahim bin Adham bertemu Syaqiq Al-Bulkhi
di Makkah, lalu dia bertanya: “Apa yang membuatmu sampai di tempat ini,

230
Sahih: riwayat Tirmizi (2344), Ahmad (30/1), Ibnu Hiban (730), Baihaqi “Sa’b al-Iman”
(1283)

211
dengan kondisi begini?” Dia menjawab: “Ketika aku berjalan melewati suatu
padang ke padang yang lain yang sangat luas, aku melihat seekor burung
yang patah kedua sayapnya berdiam diri tak berdaya di suatu padang. Aku
memperhatikannya, karena ingin mengetahui dari mana ia mendapatkan rizki
sebagai makanannya. Maka aku duduk tidak jauh darinya, tiba-tiba aku
melihat seekor burung datang dengan membawa belalang di paruhnya, lalu ia
menyiapkan pada paruh burung yang patah kedua sayapnya itu. Lalu aku
berkata pada diriku sendiri: “Betapa burung yang tidak berdaya itu
mendapatkan rizki, melalui burung yang lain yang datang dengan
membawakan rizki untuknya, atas kemurahan Tuhan. Maka Tuhan Yang
Maha Pemurah itu, tentua akan memberikan rizki kepadaku atas kuasaNya,
di manapun aku berada. Itulah sebabnya, maka aku meninggalkan
pekerjaanku, lalu aku menyibukkan diri hanya untuk beribadah di tempat
ini”. Ibrahim berkata: “Mengapa engkau tidak menjadikan dirimu laksana
burung sehat yang datang membawakan makanan kepada burung yang cacat
dan tiada berdaya itu, sehingga engkau akan menjadi orang yang lebih baik?
Tidakkah engkau mendengar Nabi S.A.W bersabda:
231
ُّ ‫اَل َيدُ العُل َيا خَير ِمنَ ال َي ِد ال‬
‫سفلى‬
“Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang dibawah.”
Di antara tanda orang yang beriman ialah mencari dan memilih yang
lebih tinggi dari dua derajat, dari segala persoalan yang dihadapinya,
sehingga dia dapat mencapai tempat dan kedudukan yang terbaik”. Lalu
Syaqiq al-Bulkhi memegang tangan Ibrahim bin Adham dan menciumnya.
Beliau berkata: “Engkaulah guru kami, wahai Aba Ishaq”.
Ketika manusia menjalankan sebab-sebab, maka janganlah dia hanya
memandang pada sebab-sebab itu saja dan berhenti di situ, tetapi hendaknya
dia menjadikan sasaran strategis dan memfokuskan tujuannya kepada Tuhan.
Seperti seorang peminta-minta yang mengulurkan tangannya sambil
memegang kampil (sejenis kantong/ wadah kecil yang terbuat dari anyaman
pandan), hendaklah dia tidak memusatkan perhatiannya pada kampil yang
dipegangnya, tetapi pada orang yang akan memberinya. Disebutkan dalam
suatu hadis:
‫اس فَليَ ُكن بِ َما ِعندَ هللاِ أَوثَقَ ِمنﮫُ بِ َما فِى يَ ِد ِه‬
ُ َّ‫س َّرهُ أَن يَ ُكونَ أَغنَى الن‬
َ ‫َمن‬
Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang paling kaya, maka
hendaklah dia lebih yakin dan lebih mempercayai pada apa yang ada di sisi
Allah S.W.T daripada apa yang ada di tangannya (yang dimiliknya).
Khudzaifah al-Mursyi, adalah seorang yang mengabdikan dirinya
untuk melayani Abdullah bin Adham, ketika ditanya tentang sesuatu yang

231
Riwayat Bukhari (1361) dan Muslim (1033)

212
mengagumkan yang pernah dia lihat dari Ibrahim, dia menjawab: “Sungguh
suatu ketika kami menempuh perjalanan menuju ke Makkah berhari-hari,
sementara kami tidak mempunyai sedikit makananpun. Kemudian kami
masuk ke kota Kufah menuju ke masjid yang terlihat kurang terawat.
Khudzaifah melihat pada Ibrahim, dan beliau berkata: ‘Ya Khudzaifah, saya
melihat anda kelaparan.” Aku menjawab: “Itu yang syeikh lihat.” Ibrahim
berkata: “Berikanlah padaku tinta (pena) dan kertas.” Lalu aku datang
membawakan pena dan kertas dan memberikan kepadanya. Setelah
membaca basmalah dia mulai menulis: “Ya Tuhan, Engkaulah yang menjadi
maksud dan tujuan kami dalam setiap hal. Lalu beliau menulis, bait-bait
syair:
“Kami adalah orang yang memuji, bersyukur dan berzikir, kami
orang yang kelaparan, tersia-sia dan telanjang.
Enam hal, kami telah menanggung separuhnya, maka hendaklah
kiranya Engkau menanggung yang separuhnya, wahai Tuhan Yang Maha
Pencipta.
Pujianku pada yang selain Engkau adalah luapan nyala api, yang
kami usaha padamkan, maka selamatkanlah hambaMu ini dari masuk ke
dalam neraka.”
Lalu Ibrahim menyerahkan lembaran kertas itu kepadaku, seraya
berkata: “Keluarlah dan janganlah engkau sekali-kali menggantungkan hati
kepada yang selain Allah S.W.T, berikanlah kertas ini kepada seorang laki-
laki yang mengendarai bighal (keledai), lalu aku menyerahkan kertas itu dan
dia pun menerimanya. Sejenak dia tertegun mengamatinya lalu menangis,
dan berkata: “Apa yang sedang diperbuat oleh pemilik kertas ini? Aku
menjawab: “Dia sedang berada di dalam masjid begini...” Kemudian dia
menyodorkan sebuah kantong kepadaku yang didalamnya berisi enam ratus
dinar. Selanjutnya aku bertemu dengan laki-laki lain, kepadanya aku
bertanya tentang si penunggang bighal tersebut. Laki-laki tadi menjawab:
“Dia itu adalah orang Nasrani.” Lalu aku kembali datang menemui Ibrahim
dan menceritakan kisah yang terjadi, kemudian dia berkata: “Biarkan,
janganlah kau sentuh dulu apa yang terdapat dalam kantong itu, karena
sesaat lagi dia akan berhadir disini. Sesaat kemudian orang Nasrani yang
memberikan kantong itu benar-banar datang langsung mendekap kepala
Ibrahim, mencium, lalu dia masuk Islam.
(Faedah): Ibnu Abbas berkata: “Setelah Allah S.W.T menciptakan
para malaikat pemikul Arasy, Dia berfirman kepada mereka: ‘Pikullah
ArasyKu.’ Tetapi mereka tidak kuat. Lalu Allah S.W.T menjadikan setiap
malaikat dari mereka dengan memiliki kekuatan seperti kekuatan malaikat
yang ada di semua langit tujuh. Lalu Allah S.W.T berfirman kepada mereka:
‘Pikullah ArasyKu.’ Tetapi mereka belum juga mampu. Lalu Allah S.W.T
213
menjadikan setiap satu malaikat dari mereka dengan memiliki kemampuan
seluruh para malaikat langit dan seluruh makhluk yang ada di bumi.
Kemudian Allah S.W.T berfirman kepada mereka: ‘Pikullah ArasyKu.’
Tetapi mereka tetap juga belum mampu. Allah S.W.T berfirman kepada
mereka: ‘Katakanlah, laa haula walaa quwwata illaa billaah. Setelah
mereka mengucapkan kalimat hauqalah tersebut, mereka menjadi mampu
untuk memikul Arasy, tetapi kaki-kaki mereka terbenam menancap sampai
pada bumi yang ketujuh, terus melesat seperti kecepatan kekuatan angin,
sehingga telapak kakinya tidak memiliki pijakan, mereka pun menjadi
bergelantungan berpegangan pada Arasy. Karenanya mereka terus
mengucapkan kalimat hauqalah tersebut, dan tidak berani bermain-main
dalam mengucapkannya, karena takut di mana mereka akan terjatuh,
sementara mereka sedang memikul Arasy. Dengan demikian para malaikat
pemikul Arasy itu, memikulnya dan Arasy pun memikul mereka (saling tarik
menarik), masing-masing menanggung beban berat atas kekuasaan Allah
S.W.T.
Diriwayatkan, barangsiapa yang menyebutkan diwaktu pagi dan sore:
“Hasbiyallaahu laa ilaaha ilaa huwa ‘alaihi tawakkaltu wa huwa rabbul
‘arsyil ‘azhiimi, tujuh kali, maka Allah S.W.T akan memberikan kecukupan
(memenuhi) apa yang dicita-citakan. Menurut riwayat lain, Allah S.W.T
akan memenuhi dan mencukupi apa yang diinginkan, baik mengenai urusan
akhirat maupun dunia.

31. ANTARA MENINGGALKAN DUNIA DAN MENCELANYA

Ayat-ayat yang menjelaskan tentang tercelanya dunia dan yang


semisalnya adalah cukup banyak. Al-Qur’an banyak mengandungi ayat yang
menjelaskan tentang tercelanya dunia dan menghendaki agar manusia
memalingkan diri daripadanya, serta mendorong dan menyerukan mereka
pada kepentingan akhirat. Inilah sebab, maksud dan tujuan para nabi diutus.
Mereka diutus khusus untuk misi ini. pada dasarnya sudah tidak dibutuhkan
bukti-bukti dari ayat-ayat Al-Qur’an, karena hal itu memang sudah cukup
jelas, hanya saja kami (penulis) masih mengemukakan hadis-hadis yang
dianggap perlu mengenai hal tersebut.
Diriwayatkan, bahwa suatu ketika Rasulullah S.A.W berjalan
melewati suatu tempat, beliau melihat bangkai seekor kambing, lalu beliau
bersabda:
‫علَى أ َﮪ ِل َﮭا‬ َّ ‫أ َت َ َرونَ َﮪ ِذ ِه ال‬
َ ‫شا ِة َﮪيِنَة‬
“Tahukah kalian, sesungguhnya kambing ini, menjadi begitu hina
bagi pemiliknya” Mereka berkata: “Karena kehinaannya itu, maka ia dibuang
oleh pemiliknya.” Beliau bersabda:
214
‫علَى أَﮪ ِل َﮭا َولَو َكانَت الدُّنيَا‬
َ ِ‫علَى هللاِ ِمن َﮪ ِذ ِه الشَاة‬َ َ‫َوالَّ ِذى نَف ِسى بِيَ ِد ِه ِللدُّنيَا أ َﮪ َون‬
232
ٍ‫شربَةُ َماء‬ُ ‫سقَى َكافِ ًرا ِمن َﮭا‬
َ ‫ض ٍة َما‬ َ ‫تُعدَ ُل ِعندَ هللاِ َجنَا َح بَعُو‬
“Demi Tuhan yang menguasai diriku, sungguh dunia ini, lebih hina
dalam pandangan Allah S.W.T, daripada kehinaan bangkai kambing itu
dalam pandangan pemiliknya. Seandainya dunia ini, dapat menyamai
(sebanding) dengan satu sayap nyamuk, tentu orang kafir tidak akan dapat
meminum air, walaupun hanya seteguk”
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
233
‫الدُّنيَا ِسج ُن ال ُمؤ ِم ِن َو َجنَّةُ ال َكافِ ِر‬
“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang
kafir.”
Baginda Nabi S.A.W juga bersabda:
234
‫اَلدُّنيَا َملعُونَة َملعُون َما فِي َﮭا ا َِّل َما َكانَ ِِلِ ِمن َﮭا‬
“Dunia itu terlaknat, demikian pula apa yang ada didalamnya,
kecuali sebagian daripadanya yang dinafkahkan karena Allah S.W.T”.
Abu Musa al-Asy’ari berkata, sesungguhnya baginda Rasulullah
S.A.W bersabda:
َ َ ‫آخ َرتِ ِﮫ أ‬
‫ فَآثِ ُروا َما يَبقَى‬،ُ‫ض َّر بِدُنيَاه‬ ِ َّ‫ َو َمن أ َ َحب‬،‫ض َّر بِأ َ ِخ َرتِ ِﮫ‬
َ َ ‫َمن أ َ َحبَّ دُنيَاهُ أ‬
235
‫علَى َمـا يَفنَى‬
َ
“Barangsiapa yang lebih mencintai dunia, maka dia telah
membahayakan akhiratnya, dan barangsiapa yang lebih mencintai
akhiratnya, maka dia akan membahayakan dunianya. Maka utamakanlah
yang abadi atas yang akan binasa”.
Rasulullah S.A.W juga bersabda:
236
ِ ‫س ُك ِل خ‬
‫َطيئ َ ٍة‬ ُ ‫حُبُّ الدُّنيَا َرأ‬

232
Sahih: riwayat Tirmizi (2320) dan mengatakan: hadis ini gharib, Ibnu Majah (4110), al-
Qadhai (1439), al-‘Ajaluni “Kasf al-Khafa” (2107), al-Aqili “al-Dhuafa” (1004), dan diulas
oleh imam Albani “Sahih al-Jami’” (5292)
233
Riwayat Muslim “al-Zuhd” (2956), Ibnu Hiban (687), “al-Mawarid” (2488)
234
Daif: riwayat Tirmizi (2322), Ibnu Majah (4112), al-Bazar (1736), Thabrani “al-Awsat”
(4072) dengan memaknainya, Baihaqi “Sa’b al-Iman” (10512), Ibnu Abi ‘Asem “al-Zuhd”
(28/1) dengan lafaznya. Pentahkik menyebutkan: hadis ini dinilai oleh imam Albani dengan
derjat Daif, dan dituliskan dalam “Daif al-Jami’” (30190)
235
Daif: riwayat Ahmad (412/4), Ibnu Hiban (709), al-Hakim (486/2) (7853), al-Zahabi
mengatakan: terputus dalam riwayatnya, Abdu bin Hamid (568), al-Qadha’i (292), al-
Baihaqi “al-Sa’b” (10337). Pentahkik menyebutkan: walau hadis daif secara riwayat, namun
maknanya sahih, Imam Albani menuliskannya dalam “Daif al-Jami’” (5340) dan
menyebutkannya sebagai hadis daif.

215
“Cinta dunia adalah pangkal dari segala kesalahan”. Zaid bin
Arqam berkata, suatu ketika kami bersama Abu Bakar R.A, beliau
memerintahkan untuk dibawakan air dan madu. Ketika minuman itu
mendekati mulutnya hendak diminumnya, dia menangis, sehingga para
sahabat yang lain juga ikut menangis. Saat mereka telah diam, Abu Bakar
R.A masih tetap menangis. Sesaat beliau hendak meminumnya lagi, dia
kembali menangis. Sehingga anggapan mereka tidak akan dapat membantu
menyelesaikan permasalahan Abu Bakar R.A.” lalu Zaid pun berkata:
“Kemudian Abu Bakar mengusap air mata, dan mereka pun bertanya;
“Wahai Khalifah Rasulullah S.A.W apa yang membuat engkau menangis?”
Beliau menjawab: “Suatu ketika aku bersama Rasulullah S.A.W aku melihat
beliau mendorong-dorong sesuatu agar menjauh dari beliau, padahal aku
tidak meihat seorang pun bersama beliau. Lalu aku bertanya: ‘Ya Rasulullah,
apa yang anda dorong dari diri Anda? Beliau bersabda:
‫ ِإنَّكَ ِإن أَفَلتَ ِمنِى لَم‬:‫ ث ُ َّم َر َجعتُ فَقَالَت‬،‫عنِى‬
َ َ‫ ِإلَيك‬:‫َﮪ ِذ ِه الدُّنيَا َمثَّلَت ِلى فَقُلتُ لَ َﮭا‬
237
َ‫يُف ِلت ِمنِي َمن بَعدِك‬
‘Ini dia dunia, menjelma dan mendekat padaku, maka aku berkata
kepadanya, menyingkirlah dariku. Setelah menjauh ia kembali dan berkata:
‘Engkau memang dapat terlepas dari aku, tetapi orang yang datang setelah
engkau tidak akan dapat terlepas dariku’. Lalu baginda Nabi S.A.W
bersabda:
238
‫ق ِبدَ ِار ال ُخلُو ِد َو ُﮪ َو َيسعَى ِلدَ ِار الغُ ُرو ِر‬
ِ ‫ص ِد‬ ِ ‫ع َجبًا ُك ِل ال َع َج‬
َ ‫ب ِلل ُم‬ َ ‫َيا‬
“Sungguh heran dan sangat mengherankan orang yang
membenarkan perkampungan keabadian (akhirat), tetapi ia berusaha demi
kepentingan perkampungan (dunia) yang tidak lain hanyalah tipuan belaka.

236
Riwayat al-Dilimi dalam “al-Firdaus” (2186), yang kemudian diulas kembali imam
Albani dalam “Daif al-Jami’” (2682) dan mengatakan: daif.
237
Sangat daif: riwayat imam al-Baihaqi “al-Sa’b” (10518), al-Hakim (344/4), lihat “Mizan
al-I’tidal” (5293)
238
Daif: riwayat al-Baihaqi “al-Sa’b” (10539), Hanad “al-Zuhd” (514), al-Qadha’i (595),
Ibnu Abi Syaibah (34362), imam Albani merangkumnya dalam “Daif al-Jami’” (2187)
dengan derjat daif. Pentahkik mengatakan: maksud dari hadis iaitu tampak oleh bahwa
banyak diantara manusia yang mempercayai akan kematian, hari pengutusan dan hari
pembalasan, namun tetap dijumpai bahwa mereka tetap berusaha dengan sangat keras untuk
meraih juga kenikmatan dunia, maka hal ini akan mendatangkan kehairanan. Kerana Islam
tidak akan menghilangkan dunia dari dalam hitungan seorang muslim, namun meminta kita
untuk dapat membuatnya seimbang, menerima apa yang diberikan serta digariskan secara
ikhlas dan tidak membuang dunia atau melupakannya, kerana hal inilah yang terangkum
dalam al-Qur’an al-Karim.

216
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah S.A.W berhenti di dekat
tempat sampah, beliau bersabda: ‫“ ﮪ َِل ُموا ِإلَى الدُّن َيا‬Marilah kita perhatikan
dunia” Lalu beliau mengambil sepotong kain rusak dan tulang yang telah
hancur dari tempat sampah itu, lalu beliau bersabda: 239 ‫“ َﮪ ِذ ِه الد ُنيَا‬Inilah
dunia”. Ini merupakan petunjuk bahwa perhiasan dunia akan menjadi seperti
kain rusak tadi, dan jasad-jasad yang kita lihat itu akan menjadi hancur
seperti tulang-tulang yang hancur ini”.
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
‫ إِ َّن بَنِي‬، َ‫ف ت َعلَ ُمون‬ ِ ‫ َوإِ َّن هللاَ ُمست َخ ِلفَ ُكم فِي َﮭا فَن‬،‫إِ َّن الدُنيَا ِحل َوة َخض َرة‬
َ ‫َاظر َكي‬
240
‫ب‬
ِ ‫ب َوالثِيَا‬ ِ ِ‫طي‬ َ ‫اء َوال‬
ِ ‫س‬ ِ ‫طت لَ ُﮭم الدُنيَا َو َم َﮭدَت ت َا ُﮪوا فِى‬
َ ِ‫الح ِليَّ ِة َوالن‬ َ ‫س‬َ َ‫إِس َرائِي َل لَ َّما ب‬
“Sesungguhnya dunia itu hijau dan manis. Sementara Allah S.W.T
menjadikan anda sebagai penguasa di dalamnya. Dia Maha Melihat apa
yang anda perbuat. Ketika Allah S.W.T melapangkan dunia bagi kaum Bani
Israil, mereka menjadi tersesat dalam kebingungan dalam perhiasan,
dengan wanita, aneka aroma keharuman dan pakaian”.
Nabi Isa A.S berkata: “Janganlah engkau menempatkan dunia
sebagai Tuhan, sehingga engkau akan diperbudak olehnya. Simpanlah harta
kekayaan yang engkau miliki di sisi Tuhan yang tidak akan menyia-
nyiakannya. Karena pemilik gudang simpanan kekayaan di dunia akan
senantiasa dihantui perasaan ketakutan dan kecemasan dari bahaya yang
datang menghancurkannya. Sementara orang yang menyimpan harta
kekayaannya dalam gudang di sisi Allah S.W.T. maka dia tidak akan dilanda
perasaan takut akan bahaya”. Nabi Isa A.S juga berkata: “Wahai orang-orang
Hawariyyin, sesungguhnya aku telah menekuk dan menutupkan dunia pada
mukanya, maka janganlah kalian membangunkannya lagi sepeninggalku.
Sesungguhnya kotoran dunia apabila berlaku durhaka kepada Allah S.W.T
saat berada di dalamnya, dan termasuk kotoran dunia juga apabila mengenali
akhirat dengan meninggalkan dunia. Perhatikan, jadikanlah diri anda laksana
orang yang menyeberang jalan, janganlah anda terpedaya oleh gemerlapnya.
Ketahuilah, bahwa pangkal dari segala kesalahan adalah cinta dunia. Betapa
banyak kesenangan syahwat sesaat, membuat kesengsaraan yang
berkepanjangan pada para pelakunya”.
Nabi Isa A.S juga berkata: “Dunia telah dibentangkan bagi anda, dan
anda duduk di atas punggungnya, maka janganlah anda berebutan
kekuasaan dan wanita di dalamnya. Kerana para penguasa tidak akan
dicela oleh dunia, dimana pada akhirnya dia akan dicampakkan oleh dunia
dalam penyesalan,
239

240
Riwayat Muslim “Zikr wa Du’a” (2742), Ibnu Hiban (3219).

217
Adapun mengenai wanita, maka hendaklah anda takut kepadanya dengan
jalan berpuasa dan shalat”. Nabi Isa A.S juga berkata: “Dunia laksana
peminta dan dipinta, dunia akan memenuhi permintaan peminta akhirat
sampai penuh hajat akhiratnya, dan akhirat akan merampas nyawa peminta
dunia dengan kejam jika datang saat mautnya”.
Musa bin Yasar berkata, sesungguhnya baginda Nabi S.A.W
bersabda:
‫ظر‬ ُ َ‫ـز َو َج َّل لَم يَخلُق َخلقًا أ َبغ‬
ُ ‫ض اِلَي ِﮫ ِمنَ الدُّنيَا َوإِنَّﮫُ ُمنذُ َخلقَ َﮭا لَم يَن‬ َّ ‫ع‬
َ َ‫إِ َّن هللا‬
241
‫اِلَي َﮭا‬
“Allah S.W.T tidak menciptakan suatu makhluk yang paling Dia
benci selain daripada dunia. Karena sejak Dia menciptakannya, Dia tidak
pernah melihat kepadanya”.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Nabi Sulaiman bin Daud A.S
melewati barisan umatnya, haiwa dari bangsa burung-burung menaunginya,
sementara pasukan jin dan manusia mengikuti di samping kanan dan kirinya.
Ketika beliau melewati seorang umatnya dari kalangan Bani Israil, dia
berkata kepada nabi Sulaiman A.S: “Wahai Putra Daud, sesungguhnya Allah
S.W.T telah menganugerahkan kepadamu kerajaan yang sangat besar”. Nabi
Sulaiman A.S mendengar perkataan seorang hamba tersebut, lalu beliau
berkata: “Sungguh sebuah bacaan tasbih yang diucapkan seorang mukmin,
lebih baik daripada apa yang diberikan kepada putra Daud. Karena kerajaan
yang diberikan kepada putra Daud akan lenyap, sementara satu tasbih itu
akan tetap abadi”.
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
‫ أ َو‬، َ‫ َما ِلي َما ِلي َو َﮪل ِمن َما ِلكَ اِ َّل َما أ َ َكلتَ فَأ َفنَيت‬:‫ يَقُو ُل اِب ُن آدَ َم‬،‫أ َل َﮭا ُك ُم الت َ َكاث ُر‬
242
!‫صدَّقتَ فَأ َبقَيتَ ؟‬ َ َ ‫ أ َو ت‬، َ‫لَبِستَ فَأ َبلَيت‬
“Perlakuan memperbanyak harta benda akan membuat anda lalai.
Anak Adam berkata, hartaku, hartaku. Padahal tidaklah ada bagi anda dari
harta yang anda miliki itu, kecuali apa yang telah anda makan yang kini
telah hancur, apa yang anda pakai yang kini telah usang, dan apa yang
telah anda sedekahkan, maka yang terakhir inilah yang kekal bagi anda”.
Nabi S.A.W juga bercanda:
‫علَي َﮭا‬
َ ‫ َو‬،ُ‫عق َل لَﮫ‬َ ‫ َولَ َﮭا َيج َم ُع َمن َل‬،ُ‫ َو َمال َمن َل َما َل لَﮫ‬،ُ‫ار لَﮫ‬
َ َ‫الدُنـ َيا دَار َمن َل د‬
243 َ
ُ‫ َولَ َﮭا يَسعَى َمن َل يَ ِقينَ لﮫ‬،ُ‫سدُ َمن َل فِقﮫَ لَﮫ‬ ُ ‫علَي َﮭا يَح‬
َ ‫ َو‬،ُ‫يُعَادِى َمن َل ِعل َم لَﮫ‬
241
Maudhu’: riwayat al-Baihaqi “al-Sa’b” (10500), imam Albani menulisnya dalam “Daif
al-Jami’” (1641) lalu mengatakan: daif.
242
Riwayat imam Muslim “al-Zuhd” (2958), Tirmizi (2342), Ibnu Hiban (3327)
243
Daif: riwayat imam Ahmad (24464), al-‘Ajaluni “Kasf al-Khafa” (1315), Albani “Daif
al-Jami’” (3012)
218
“Dunia adalah rumah bagi orang yang tidak memiliki rumah, harta
bagi orang yang tidak memiliki harta, tempat berkumpul dan berebutannya
orang-orang yang tidak berakal, ajang kedurhakaan dan kedengkian bagi
orang yang tidak berilmu dan tidak memiliki kecerdasan, serta tempat
berusaha orang-orang yang tidak memiliki keyakinan.”
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
‫ ُﮪم‬:‫صا ٍل‬ َ ‫شي ٍئ َوالزَ َم قَلبُﮫُ أ َر َب َع ِخ‬ َ ‫س ِمنَ هللاِ ِفى‬ َ ‫َمن أ َصبَ َح َوالدُّن َيا أ َك َب ُر َﮪ ُّمﮫُ َف َلي‬
‫ َوأ َ َمالً لَ يَبلُ ُغ‬،ً ‫ َوفَقرا ً َل َيبلُ ُغ ِغنَاهُ أ َ َبدا‬،‫غ ِمنﮫُ أ َ َبدًا‬ُ ‫شغ ًال َل َيت َفَ َّر‬ ُ ‫ َو‬،ً ‫عنﮫُ أ َ َبدا‬
َ ‫َل َينقَ ِط ُع‬
244
‫ُمنت َ َﮭاهُ أ َبَدًا‬
“Barangsiapa yang mengawali pagi harinya dengan masalah
keduniaan menjadi urusan yang terbesar, maka dia tidak akan mendapatkan
sesuatu apa pun dari Allah S.W.T, dan Allah S.W.T akan menetapkan empat
hal dalam hatinya, iaitu: Dia akan senantiasa gelisah tanpa berkesudahan,
dia tidak akan pernah terlepas dari kesibukan urusan duniawi, dia akan
menjadi fakir selamanya, dan tak pernah kaya, serta selamanya dia
senantiasa dalam khayalan tanpa ada akhirnya”.
Abu Hurairah R.A berkata, bahwa Rasulullah S.A.W bersabda
kepadaku:
‫يَا أَبَا ُﮪ َري َرة َ ا َ َل أ َ ِريكَ الدُنيَا َج ِميعُ َﮭا بِ َما فِي َﮭا؟‬
“Wahai Abu Hurairah, maukah engkau aku perlihatkan dunia dan
isinya?” Aku berkata: “Ya, baiklah ya Rasulullah.” Lalu baginda Rasulullah
S.A.W memegang tanganku dan membimbingku menuju ke suatu jurang di
antara jurang-jurang yang ada di Madinah. Ternyata jurang itu sebagai
tempat sampah, di dalamnya terdapat kepala-kepala manusia, berbagai
kotoran, berbagai gombal dan tulang belulang. Beliau bersabda:
َ ‫ ث ُ َّم ﮪ‬،‫ َوت َأ َ َّم َل َكأ َ َم َل ُكم‬،‫ص ُكم‬
‫ِي‬ ِ ‫ص َك ِحر‬ ُ ‫س َكانَت ت َح ُر‬ ُ ‫الرؤُ و‬ُّ ‫َيا أ َ َبا ُﮪ َري َرة َ َﮪ ِذ ِه‬
‫سبُوﮪَا‬ َ َ ‫ان أَط ِع َمتِ ِﮭم اِكت‬ ُ ‫ِي اَل َو‬َ ‫تﮪ‬ ِ ‫ َو ِﮪ ِذ ِه ال َعذ َرا‬،‫صا ِئ َرة َر َمادًا‬
َ ‫ِي‬ َ ‫ ث ُ َّم ﮪ‬،ٍ‫ظام ِبالَ ِجلد‬ َ ‫ال َيو َم ِع‬
‫الخر ُق‬ِ ‫ َو ِﮪ ِذ ِه‬،‫َاس يَت َ َحا ُمونَ َﮭا‬ ُ ‫طو ِن ِﮭم فَأَص َب َحت الن‬ ُ ُ‫ ث ُ َّم قَذَفُوﮪَا فِي ب‬،‫سبُوﮪَا‬ َ َ ‫ث اِكت‬ ُ ‫ِمن َحي‬
‫ظا ُم دَ َوابِ ِﮭم‬َ ‫ام ِع‬ َ ‫ َو َﮪ ِذ ِه ال ِع‬،‫الر َيا ُح تُص ِفقُ َﮭا‬
َ ‫ظ‬ ِ ‫س ُﮭم فَأَص َب َحت َو‬ ُ ‫ال َبا ِل َيةُ َكانَت ِر َيا‬
ُ ‫ش ُﮭم ِو ِل َبا‬
245
‫لى الدُّن َيا فَل َبي ِك‬
َ ‫ع‬ َ ‫اف ال ِبالَ ِد فَ َمن َكانَ َبا ِكيًا‬ِ ‫علَي َﮭا أَط َر‬ َ َ‫اَلَّ ِتى َكانُوا َينت َِجعُون‬
“Wahai Abu Hurairah, kepala-kepala itu dahulunya rakus seperti
kerakusan anda, berkhayal seperti apa yang anda khayalkan. Hari ini, dia

244
Penulis tiada bersandar pada lafaz yang terdapat dalam hadis ini, makna dalam hadis ini
telah diterangkan oleh imam al-Dilimi (2300), imam al-Haisimi “al-Majma’” (248/10) dan
mengatakan: riwayat imam Thabrani yang di dalam riwayatnya terdapat Abu Hamzah al-
Tsimali, iaitu seorang perawi daif, imam Albani mengulasnya dalam “Daif al-Jami’” (2467)
245
Tiada penulis bersandar terhadap hadis ini, dan tiada ditemukan dalam kitab hadis yang
ada pada penulis.

219
menjadi tulang belulang tanpa kulit dan akan hancur menjadi abu. Yang ini
kotoran-kotoran dari berbagai macam makanan yang anda makan, orang-
orang berusaha dengan keras memperebutkan makanan, lalu mereka
melemparnya ke dalam perut dan membuangnya sebagai kotoran yang
menjijikan. Sedangkan yang itu sobekan-sobekan (gombal) pakaian kini
hancur berserakan diterpa angin. Sementara yang itu adalah bangkai tulang
belulang hewan-hewan kendaraan yang dahulu mereka kendarai untuk
menjelajahi berbagai penjuru negeri. Barangsiapa yang menangisi dunia,
maka menangislah”. Abu Hurairah berkata: “Adapun beberapa saat kami
berada di tempat itu, tangisan kami semakin kuat saja, sebelum akhirnya
kami pun berlalu meninggalkannya”.
Diriwayatkan, ketika Allah S.W.T menurunkan Adam ke bumi, Dia
berfirman kepadaNya: “Putra yang akan hancur dan anak yang akan rusak.”
Dawud bin Hilal berkata, tertulis di dalam al-Shuhuf (lampiran-lampiran
wahyu) Nabi Ibrahim A.S: “wahai dunia alangkah hinanya engkau kerana
telah berhias dan memperindah diri dihadapan orang-orang shaleh. Kerana
sesungguhnya Aku telah menanamkan kebencian di dalam hati mereka,
sehingga mereka akan berpaling darimu, dan tidaklah Aku menciptakan satu
makhluk pun yang lebih hina darimu dalam pandanganKu. Setiap segala
urusan yang berkenaan tentangmu adalah kecil (tiada berarti), kerana akan
menuju pada kehancuran. Aku telah menetapkan ketentuan buat dirimu, pada
saat Aku menciptakanmu, sesungguhnya keberadaanmu tidak lah akan abadi
bagi seseorang, demikian pula sebaliknya, kerana seseorang tidak akan abadi
lalu dapat menguasaimu sepenuhnya, sekalipun mereka bakhil dan kikir.
Sungguh sangat beruntung orang yang berbuat kebajikan, yaitu orang-orang
yang memperlihatkan keredaan kepadaKu yang memancar dari dalam
hatinya, mereka yang senantiasa melakukan pembelaan terhadap kebenaran
dan mengkuatkan pendirian istiqamah di dalam hatinya. Sungguh mereka
sangat beruntung, ketika mereka dihadapkan kepadaKu setelah hari
dibangkitkan dari alam kubur nanti, wajah mereka tidak lain kecuali
memancarkan cahaya, dimana para malaikat mengelilingi dan mengiringi
mereka, sampai Aku memberikan rahmat sebagaimana yang mereka
harapkan.
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
ُ ‫ض ُمنذُ َخلَقَ َﮭا هللاُ ت َ َعالَى لَم يَن‬
‫ظر اِلَي َﮭا َوت َقُو ُل يَو َم‬ ِ ‫اء َواأل َر‬ َ ‫الدُنيَا َموقُوفَة بَينَ ال‬
ِ ‫س َم‬
‫شي ٍئ ِإنِي َل‬ َ َ‫ ا ُس ُكتِى يَا ل‬:‫ فَيَقُو ُل‬،‫صيبًا‬ َ
ِ َ‫ب ِإج َعلنِى ِأل َدنَى أو ِليَائِكَ اليَو َم ن‬ ِ ‫ يَا َر‬:‫ال ِقيَا َم ِة‬
246
‫ضاكَ لَ ُﮭم اليَو َم !؟‬ َ
َ ‫ضكَ لَ ُﮭم فِى الدُنيَا َوأر‬ ِ ‫أ َر‬

246
Imam ibnu al-Subki (345/6) dan mengatakan: tiada kutemukan sanadnya.

220
“Dunia terhenti (bergantung) di antara langit dan bumi, sejak Allah
S.W.T menciptakannya, Allah tidak pernah melihat lagi padanya. Pada hari
kiamat dunia berkata: Ya Tuhanku, pada hari ini, jadikanlah aku bagian
yang paling rendah buat para kekasihMu. Allah S.W.T berfirman: Diam,
engkau tiada berarti apa-apa wahai dunia. Aku tidak merelakanmu buat
mereka di dunia, apakah hari ini, Aku akan merelakanmu diatas mereka?”
Diriwayatkan, dalam pengkhabaran tentang Adam A.S, iaitu ketika
beliau memakan buah dari syajarah, isi perutnya menjadi tergerak dan
merasa gelisah kesakitan sampai hendak mengeluarkan kotoran, dan yang
demikian itu tidak terjadi pada sesuatu apapun dari makanan-makanan surga
kecuali dari syajarah itu, kerana sebab itulah keduanya (Adam dan Hawa)
dilarang untuk memakannya. Perawi akhbar (hadis) berkata: ‘Adam terburu-
buru berkeliling di dalam surga mencari tempat untuk membuang isi
perutnya. Lalu Allah S.W.T memerintahkan malaikat agar bertanya
kepadanya. Dia berfirman: “Katakan kepadanya, apa yang diingini? Adam
berkata: “Aku ingin membuang kotoran yang terasa sakit di dalam perutku.”
Kepada Malaikat dikatakan: “Katakan kepadanya, dimana dia hendak
membuang kotoran tersebut, apakah diatas hamparan permadani, di atas
ranjang, diatas sungai-sungai ataukah di bawah naungan pohon-pohon?
Apakah engkau melihat disana ada tempat yang pantas untuk membuang
kotoran? Karena itu, lalu dia diturunkan ke dunia.
Nabi S.A.W bersabda:
ِ َ‫ فَيُؤ َم ُر بِ ِﮭم اِلَى الن‬،‫لَيَ ِجئِينَ أَق َوام يَو ُم ال ِقيَا َم ِة َوأَع َمالُ ُﮭم َك ِجبَا ِل ت ُ ُﮭا َم ٍة‬
‫ار‬
“Pada hari kiamat akan datang kaum-kaum, amal mereka seperti
gunung-gunung Thihamah, tetapi mereka diperintahkan ke neraka.” Para
sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apakah mereka itu, orang-orang yang
melakukan shalat? Beliau bersabda:
َ ‫ض لَ ُﮭم‬
َ‫شيئ ِمن‬ َ ‫ع َر‬ ُ َ‫صلُّونَ َوي‬
َ ‫ فَإ ِذَا‬،‫ َويَأ ُخذُونَ ُﮪنَّة ِمنَ اللَي ِل‬، َ‫صو ُمون‬ َ ُ‫نَعَم َكانُو ي‬
247
‫علَي ِﮫ‬
َ ‫الدُّنيَا َوث َبُوا‬
“Ya, mereka itu, orang-orang yang melakukan shalat, berpuasa, dan
menyempatkan tidur sebentar di waktu malam. Tetapi ketika terlihat oleh
mereka sesuatu dari dunia, mereka melompat bergegas untuk
mendapatkannya”.

Baginda Nabi S.A.W bersabda dalam sebagian khutbahnya:


‫ َوبَينَ أ َ َج ٍل‬،‫صانِ ُع فِي ِﮫ‬َ ُ‫ضى َل َيد ِرى َما هللا‬ َ ‫ َبينَ أ َ َج ٍل َقد َم‬،‫ا َل ُمؤ ِم ُن َبينَ َم َخا َفت َي ِن‬
‫ َوالَّ ِذى‬،ٍ‫ َو ِمن دُن َياهُ ِآل ِخ َرة‬،‫اض فِي ِﮫ فَل َيت َزَ َّود ال َعبدُ ِمن نَف ِس ِﮫ ِلنَف ِس ِﮫ‬
ٍ َ‫ي َل َيد ِرى َما هللاُ ق‬ َ ‫قَد َب ِق‬
َ ‫ َولَ َبعدَ الدُن َيا ِمن دَ ٍار ِإل ال َجنَّةَ أو الن‬،‫ب‬
248 َّ
‫ار‬ ٍ َ ‫ت ِمن ُمست َعت‬ ِ ‫نَف ِسى ِب َي ِد ِه َما َبعدَ ال َمو‬
247
Diriwayatkan Abu Dirham dalam kitab “al-Zuhd wa Shifah al-Zahidin” (131)

221
“Sesungguhnya orang mukmin berada pada di antara dua
kekhawatiran, yaitu antara ajal yang telah dia lalui dengan penuh kepuasan,
padahal dia tidak mengetahui apakah yang diperbuat oleh Allah S.W.T
terhadap hal-hal yang telah dia lewati itu. Dan antara ajal yang masih
tersisa, sementara dia tidak mengetahui apa yang telah ditetapkan oleh
Allah S.W.T dan akan apa menimpa dirinya. Karenanya, hendaklah setiap
hamba mempersiapkan diri buat dirinya. Dan hendaklah dia menjadikan
dunia ini, sebagai bekal dan sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat;
dari masa hidupnya untuk masa setelah kematiannya, dari masa mudanya
untuk masa tuanya. Sesungguhnya dunia diciptakan untuk anda , sementara
anda diciptakan untuk akhirat. demi Tuhan yang menguasai diriku, pasca
kematian tak ada seorang pun yang dapat mengajukan udzur (alasan) dan
tidak ada lagi negeri sebagai tempat, kecuali surga dan neraka”.
Nabi Isa A.S berkata: “Cinta dunia dan akhirat tidak akan dapat
berjalan lurus seiring di dalam hati seorang mukmin, sebagaimana air dan api
yang tak akan lurus dan berkumpul dalam satu tempat”.
Diriwayatkan, bahwa Jibril berkata kepada Nabi Nuh A.S: “Wahai
nabi yang paling panjang umurnya, apa yang engkau dapatkan tentang
dunia? Beliau berkata: “Aku mendapatinya bagaikan suatu rumah yang
berpintu dua, aku masuk melalui satu pintu lalu keluar melalui pintu yang
satunya”. 249
Baginda Nabi S.A.W bersabda:
ٍ ‫ارو‬
‫ت‬ ُ ‫اِحذَ ُروا الدُنيَا فَإ ِنَّ َﮭا ِسحر ِمن َﮪ‬
ٍ ‫ارو‬
ُ ‫ت َو َم‬
“Takutlah anda dari dunia, karena ia lebih bisa menyihir daripada
Harut dan Marut”. Diriwayatkan dari Hasan, dia berkata, bahwa pada suatu
hari baginda Rasulullah S.A.W keluar pada para sahabatnya, lalu beliau
bersabda:
‫ﮪل منكم من يريد أن يذﮪب هللا عنﮫ العمي ويجعلﮫ بصيرا؟ أل انﮫ من رغب‬
‫ ومن زﮪد فى الدنيا و قصر فيﮭا‬،‫فى الدنيا وطال أملﮫ فيﮭا أعمى هللا قلبﮫ على قدر ذلك‬
‫ أل أنﮫ سيكون بعدكم قوم ل يستقيم‬،‫أملﮫ أعطاه هللا علما بغير تعلم وﮪدى بغير ﮪداية‬
،‫ ول المحبة ال باتباع الﮭوى‬،‫لﮭم الملك ال بالقتل والتجبرول الغنى ال بالفخر والبخل‬
‫ أل فمن‬،‫ ول المحبة ال باتباع الﮭوى‬،‫أل فمن أدرك ذلك الزمان ال بالفخر والبخل‬

248
Daif: riwayat al-Qadha’i (730), al-Dilimi (4261), (8178)
249
Tiada ditemukan dalam kitab sunnah yang dimiliki penulis, namun dapat dijumpai faedah
yang baik dalam hadis ini, kerana banyak ditemukan kini insan yang semakin lupa bahwa
akan pergi berangkat menuju akhirat.

222
‫أدرك ذلك الزمان منكم فصبر على الفقر وﮪو يقدر على الغنى ل يريد بذلك إل وجﮫ هللا‬
250
‫تعالى أعطاه هللا ثوابا خمسين صديقا‬
“Adakah salah seorang di antara kalian yang ingin kebutaannya
dihilangkan Allah S.W.T, lalu Ia menjadikannya dapat melihat?
Perhatikanlah, sesungguhnya barangsiapa yang mencintai dunia dan
panjang angan-angan dalam hidupnya, maka berarti Allah S.W.T telah
membutakan hatinya menurut kadar akan hal tersebut. Sementara
barangsiapa yang berlaku zuhud di dunia dan pendek angan-angannya,
maka Allah S.W.T akan memberinya ilmu dengan tanpa melalui proses
belajar dan Ia memberinya petunjuk tanpa melalui bimbingan. Hanya saja
akan datang setelah anda suatu kaum yang tak dapat menegakkan
kekuasaannya kecuali dengan jalan pembunuhan dan pemaksaan serta
kesewenang-wenangan; tidak ada pula orang yang kaya; melainkan ia
sombong dan kikir; tidak juga kecintaan melainkan selalu diiringi dengan
memperturutkan kesenangan hawa nafsu. Barangsiapa di antara kalian yang
menjumpai zaman seperti itu, yang bersabar dengan kemiskinannya,
padahal seandainya ia mau ia dapat berbuat sesuatu untuk kaya, tetapi hal
itu tidak ia lakukan demi kridhaan Allah S.W.T, maka orang seperti ini, akan
diberi Allah S.W.T pahala sebanyak pahala lima puluh orang yang benar
(as-shiddiiq)”.
Diriwayatkan, pada suatu hari Nabi Isa A.S ditimpa hujan yang
sangat lebat, disertai guntur dan petir yang menyambar-nyambar, lalu beliau
mencari suatu tempat untuk berlindung. Dari kejauhan beliau melihat suatu
kemah, maka beliau pun bergegas menuju ke kemah itu, tapi ternyata di
dalam kemah itu terdapat seorang wanita. Lalu beliau pun menjauh
daripadanya dan pergi menuju gua yang terdapat di suatu gunung, tiba-tiba
beliau didatangi harimau. Beliau pun meletakkan tangannya dan berkata:
“Ya Illahi, Engkau telah menjadikan tempat berlindung bagi segala sesuatu,
tetapi Engkau tidak menjadikan bagiku suatu tempat untuk berlindung”. Lalu
Allah S.W.T memberikan wahyu kepadanya: “Tempat perlindunganmu
berada di dalam naungan rahmatKu. Aku akan mengawinkanmu pada hari
kiamat dengan seratus bidadari yang aku ciptakan dengan tanganKu sendiri.
Aku akan membuat pesta pernikahanmu selama empat ribu tahun. Yang
sehari daripadanya sama dengan selama usia dunia. Aku akan perintahkan
para tukang panggil untuk menghadirkan dan mengundang orang-orang
sambil berkata: “Di mana orang-orang yang zuhud, hadirilah pesta
perkawinan orang zuhud di dunia, yaitu Isa putra Maryam”.

250

223
Isa bin Maryam berkata: “Kecelakaan besar bagi pemilik dunia,
bagaimana dia akan mati dan meninggalkannya serta apa yang ada di
dalamnya yang dia bangga-banggakan, dia merasa aman dan percaya
dengannya, padahal segala hal tadi telah membuatnya terhina. Kecelakaan
besar bagi orang-orang yang tertipu, bagaimana dunia telah memperlihatkan
kepada mereka apa yang mereka benci. Mereka telah berpisah dari sesuatu
yang mereka cintai, dan telah datang apa yang dijanjikan kepada mereka.
Sungguh celaka bagi orang yang menjadikan dunia sebagai cita-citanya,
kesalahan-kesalahan sebagai amal perbuatannya. Bagaimana dia akan
memikul dosa-dosa kejahatannya yang telah diperlihatkan secara jelas, pada
hari kiamat”.
Dikatakan, sesungguhnya Allah S.W.T menurunkan wahyu kepada
Nabi Musa A.S: “Wahai Musa apa yang engkau miliki bila dibandingkan
dengan rumah orang-orang yang zalim. Sesungguhnya rumah itu, tidaklah
patut bagi anda, keluarlah dan lepaskan cita-cita serta pikiranmu
daripadanya. Karena itu adalah seburuk-buruk rumah. Kecuali rumah bagi
orang yang beramal saleh, maka itulah sebaik-baik rumah. Wahai Musa Aku
selalu mengawasi orang yang zalim, dan akan menyiksa mereka lalu
mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi”.
Diriwayatkan bahwa baginda Rasulullah S.A.W mengutus Abu
Ubaidah bin Jarrah R.A, lalu dia datang kepada baginda Nabi S.A.W dari
Bahrain berbekalkan harta, dan para sahabat Anshar mendengar berita
tentang kedatangan Abu Ubaidah bin Jarah. Ketika mereka selesai
menunaikan shalat Shubuh bersama baginda Rasulullah S.A.W, lalu pada
saat beliau hendak kembali pulang mereka mencegat (menghadang)
Rasulullah S.A.W. Beliau tersenyum ketika melihat mereka, lalu bersabda:
‫أظنكم سمعتم أن أبا عبيدة قدم بشئ؟‬
“Aku menduga kalian mendengar bahawa Abu Ubaidah datang
kepadaku dengan membawa sesuatu”. Mereka menjawab: “Ya, benar
Rasulullah.” Baginda Nabi bersabda lagi:
‫فأبشروا وأملوا ما يسركم فوهللا ما الفقر أخشى عليكم ولكنى أخشى عليكم أن‬
‫تبسط عليكم الدنيا كما بسطت على من كان قبلكم فتنافسوﮪا كما تنافسوﮪا فتﮭلككم كما‬
251
‫أﮪلكتﮭم‬
“Anda bergembira dengan angan-angan akan kemudahan dan
kelapangan urusan keduniaan anda. Demi Allah S.W.T, bukanlah kefakiran
yang khawatirkan atas anda, tetapi yang aku khawatirkan atas anda ialah
bila anda dilapangkan dalam urusan keduniaan, sebagaimana yang terjadi
pada orang-orang sebelum anda, lalu anda memperebutkannya

251

224
sebagaimana mereka memperebutkan dunia, sehingga anda menjadi binasa
sebagaimana mereka binasa”.
Abu Sa’id Al-khudri berkata bahwa baginda Rasulullah S.A.W
bersabda:
‫إن أكثر ما أخاف عليكم ما يخرج هللا لكم من بركات األرض‬
“Sesungguhnya yang banyak aku khawatirkan mengenai anda adalah
bila Allah S.W.T mengeluarkan untuk anda keberkatan dari bumi”. Mereka
bertanya :
“Apakah keberkatan dari bumi itu?” Beliau bersabda: 252 ‫زﮪرة الدنيا‬
“Gemerlapnya dunia”.
Nabi S.A.W.bersabda:
253
‫لَ تُش ِغلُوا قُلُوبَ ُكم بِذِك ِرالدُّنيَا‬
“Janganlah kalian sekalian menyibukkan hati dengan selalu
mengingat dunia”.
Baginda Nabi S.A.W mencegah hatinya untuk sibuk mengingat
urusan dunia, apalagi sampai melibatkan diri lalu menikmatinya dalam
keterlenaan.
Ammar bin Sa’id berkata, bahwa ketika Nabi Isa A.S melewati suatu
perkampungan, beliau menjumpai rakyat dari perkampungan itu tergolek
mati berserakan di halaman-halaman rumah dan di jalan-jalan. Lalu Nabi Isa
A.S berkata: “Wahai orang-orang Hawariyyin, mereka ini mati karena
kemurkaan (kutukan), seandainya tidak, tentu mereka dikuburkan. Kaum
Hawariyyin bertanya: “Ya Ruhullah, kami ingin mengetahui tentang cerita
mereka. Maka Nabi Isa A.S memohon kepada Allah S.W.T, dan Allah
S.W.T memberikan wahyu kepadanya dengan perintah, bila malam telah tiba
panggillah mereka, maka ada di antara mereka yang menjawab panggilan
anda. Ketika malam tiba Nabi Isa A.S mengambil suatu tempat yang mulia
lalu memanggil: “Wahai penduduk kampung.” Mareka menjawab panggilan
Nabi Isa A.S: “Kami sambut panggilan anda, ya Ruhullah”. Nabi Isa A.S
bertanya: “Bagaimana keadaan dan cerita anda? Mereka menjawab:
“Semalaman kami dalam kondisi sehat dan sejahtera, ketika pagi hari tiba
kami berada dalam neraka Hawiyah”. Nabi Isa A.S bertanya: “Bagaimana
bisa terjadi? Mereka menjawab: “Karena kecintaan kami kepada dunia dan
ketaatan kami terhadap orang yang ahli melakukan kemaksiatan”. Nabi Isa
A.S bertanya: “Bagaimana tentang kecintaan kalian kepada dunia? Mereka
menjawab: “Kecintaan kami kepada dunia seperti kecintaan anak kecil
kepada ibunya, bila ibunya mendekapnya dia merasa senang dan bila ibunya

252

253

225
meninggalkannya dia menjadi gelisah dan menangis”. Nabi Isa A.S bertanya:
“Bagaimana keadaan kerabat dan sahabat kalian, mengapa mereka tidak
menjawabku?” Mereka menjawab: “Mereka yang tidak menjawab anda itu,
karena terbelunggu api neraka oleh tangan-tangan malaikat yang kasar dan
keras”. Nabi Isa A.S bertanya: “Mengapa engkau dapat menjawabku,
sementara yang lain tidak? Dia berkata: “Karena aku berada di antara
mereka, tetapi aku bukan termasuk golongan mereka. Ketika azab datang
menimpa mereka, maka akupun terkena bersama mereka, aku bergantung
dibibir neraka Jahannam, dan aku tidak tahu, apakah aku akan selamat
ataukah justru akan tercebur ke dalam neraka Jahannam”. Lalu nabi Isa A.S
berkata kepada kaum Khawariyyin: “Sesungguhnya makan roti dari gandum
dengan kadar garam rendah memakai pakaian yang kasar, tidur di tempat
yang sederhana lebih mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan dunia
juga akhirat”.
Anas bin Malik berkata: “Unta milik Rasulullah S.A.W adalah sangat
sederhana, koyak telinganya dan berjalan sangat lambat. Ketika seorang
Badui datang, untanya mendahului unta milik baginda Nabi S.A.W. Hal itu
membuat kaum muslimin menjadi bersedih hati”. Baginda Nabi S.A.W
bersabda:
254
‫إنﮫ من حق على هللا أن ل يرفع شيئا من الدنيا إل وضعﮫ‬
“Adalah menjadi hak Allah S.W.T untuk tidak mengangkat derajat
dunia sedikitpun, kecuali Dia merendahkannya”.
Nabi Isa A.S berkata: “Siapakah yang dapat membangun rumah di
atas ombak lautan? Itulah ibarat dunia, kerananya janganlah anda jadikan
dunia sebagai tempat bermukim”. Suatu ketika ditanyakan kepada Nabi Isa
A.S: “Ajarkanlah kepadaku satu ilmu yang dicintai Allah S.W.T.” Nabi Isa
A.S menjawab: “Bencilah dunia, tentu Allah S.W.T akan mencintaimu”.
Abu Darda’ berkata, bahwa Nabi Muhammad S.A.W bersabda:
َ ‫ض ِحكتُم قَ ِليالً َولَبَ َكيتُم َكثِي ًرا َولَ َﮭانَت‬
‫علَي ُكم الدُّنيَا َوآلثَرتُم‬ َ َ‫لَوت َعلَ ُمونَ َما اَعلَ ُم ل‬
َ ‫الَ ِخ َرة‬
“Seandainya anda mengetahui apa yang aku ketahui, tentu anda
sedikit tertawa dan banyak menangis, dunia menjadi hina dan sungguh anda
akan mengutamakan akhirat.”
Kemudian Abu Darda’ berkata atas nama dirinya sendiri, bahwa
seandainya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, tentu engkau akan
keluar dari permukaan bumi lalu menjerit-jerit dan menangisi diri sendiri,
meninggalkan harta benda, tanpa seorang penjaga pun dan tidak pula akan
kembali mengambilnya kecuali sebatas kebutuhan pokok yang penting.

254

226
Tetapi karena kabut dan awan yang menutupi hati dari mengingat akhirat,
maka dunia menjadi angan-angan dan cita-cita dari setiap perlakuanmu,
sehingga engkau bagaikan orang yang tidak berilmu. Sebagian dari kalian
menjadi lebih rendah daripada binatang yang tidak bisa meninggalkan
kesenangan hawa nafsunya, karena khawatir akan akibatnya tidak memiliki
sebarang hartapun. Tidak saling mencintai dan menasehati, sementara kalian
adalah bersaudara dalam satu agama Allah S.W.T. Kesenangan-kesenangan
hawa nafsu yang kalian perturutkan tidaklah menyisakan sesuatu kecuali
kotoran-kotoran batinmu. Seandainya kalian berkumpul dalam suatu
kebaikan, tentu kalian menjadi saling mencintai. Tetapi kalian saling
memberikan nasehat dalam urusan dunia dan bukan saling menasehati dalam
urusan akhirat. Salah seorang dari kalian tidak memiliki nasehat buat orang
yang mencintai akhirat dan tidak pula membantunya dalam persoalan
akhirat. Sungguh yang demikian ini, tidak lain hanyalah sebagai bukti atas
tipisnya keimanan dalam hati. Seandainya engkau beriman dan yakin akan
kebaikan akhirat dan keburukan dunia, sebagaimana keyakinanmu terhadap
kebaikan dunia yang sementara ini kalian saksikan, tentu engkau akan lebih
mengutamakan akhirat, karena sesungguhnya di akhirat lah segala yang
engkau tanam menjadi terbukti dan nyata serta di sanalah sesungguhnya
kesejatian hidup yang abadi.
Jika kalian berpendapat bahawa cinta terhadap kehidupan yang
sekarang (dunia) merupakan perlakuan masuk akal yang harus dimenangkan,
maka kami melihatmu terseret oleh kepentingan dunia yang bersifat sesaat,
dan mengabaikan kepentingan hari kemudian yang bersifat abadi. Engkau
bersusah payah menggeluti penderitaan dan pekerjaan untuk mencari sesuatu
yang tidak kekal dan tiada ditemui. Maka seburuk-buruk manusia adalah
dirimu, engkau tidak benar-benar mengokohkan pendirian keimanan
terhadap apa yang engkau ketahui dan telah disampaikan kepadamu.
Jika anda adalah orang yang meragukan terhadap apa yang dibawa
oleh Nabi Muhammad S.A.W maka hendaklah anda datang kepada kami,
agar kami dapat menjelaskan dan memperlihatkan cahaya yang dapat
membuat hati anda tenang. Demi Allah S.W.T, anda bukanlah orang yang
kurang akal, sehingga kami dapat memaklumi alasan anda. Sesungguhnya
anda telah membuktikan kemampuan dan kebenaran pikiran anda dalam
persoalan keduniaan, sehingga anda berusaha dengan sungguh-sungguh
untuk mewujudkan urusan dunia anda. Anda tidak akan merasa bahagia
dengan yang anda dapatkan dari dunia dan bersedih hati atas terlepasnya
dunia yang sedikit itu dari genggaman. Kesedihan anda terlihat begitu jelas
pada raut wajah dan meluncur dari lidah anda. Sehingga anda menyebut hal
itu sebagai bencana dan malapetaka. Padahal sesungguhnya anda telah
melakukan kesalahan dan perbuatan dosa. Pada umumnya anda telah begitu
227
jauh meninggalkan agama, tetapi hal itu tidak tergurat pada wajah anda dan
tidak pula membuat anda untuk berubah sikap. Kami melihat Allah S.W.T
telah membiarkan anda. Sebagian anda bertemu dengan sebagian yang lain
dengan riang gembira. Tetapi masing-masing dari anda tidak suka, bila
sahabatnya berhadapan dengannya untuk melakukan hal yang sama, karena
khawatir akan menyaingimu. Maka akhirnya anda menyimpan rasa dendam,
berangan-angan yang bukan-bukan dan seakan mengingkari ketentuan ajal.
Aku merasa senang bila Allah S.W.T membebaskan aku dari anda dan
mempertemukan pada orang yang lebih dicintai olehNya bila melihat
padanya. Seandainya para kekasih Allah S.W.T itu melihat perilaku anda
tentu mereka tidak akan bersabar. Seandainya anda memiliki kebaikan tentu
aku akan mendengarkan anda. Maka hendaklah anda mencari apa yang ada
di sisi Allah S.W.T. Kepada Allah S.W.T aku memohon pertolongan buat
diriku dan juga anda.
Nabi Isa A.S berkata: “Wahai kaum Huwariyyin, puaslah engkau
sekalian dengan sedikit dunia, namun selamat dalam kehidupan beragama,
sebagaimana kepuasan dan kerelaan penghamba dunia dengan kerendahan
agamanya asalkan selamat urusan dunianya? Hal yang semakna sebagaimana
yang diungkapkan dalam syair berikut ini:
‘Aku melihat orang-orang lelaki merasa puas dengan kerendahan
agamanya, tetapi aku tidak melihat mereka merasa puas dengan sedikit
dunia yang dimiliki dalam hidupnya.
Merasa kaya (puas) dengan agama sekalipun jauh dari kehidupan
dunia yang dimiliki raja-raja, sebagaimana raja-raja itu merasa kaya (puas)
dengan dunianya, sekalipun jauh dari agama.”
Nabi Isa A.S berkata: “Wahai pencari dunia, buatlah kebajikan, maka
dunia akan mengenang kebajikanmu”.
Nabi S.A.W bersabda:
‫ب‬ َ ‫ارال َح‬
َ ‫ط‬ ُ َّ‫لَت َأتِ َينَّ ُكم َبعدِى دُن َيا ت َأ ُك ُل اِي َمانُ ُكم َك َما ت َأ ُك ُل الن‬
“Akan datang saatnya (suatu zaman), seluruh iman kalian akan
termakan oleh dunia, sebagaimana api memakan kayu bakar”.
Allah S.W.T memberi wahyu kepada Nabi Musa as: “Wahai Musa,
sungguh janganlah engkau cenderung pada cinta dunia, karena tidak ada
beban yang lebih berat ketika engkau datang menghadap kepadaKu selain
daripadanya”.
Ketika Nabi Musa A.S berjalan, beliau bertemu dengan seorang
lelaki yang sedang menangis, pada saat kembali beliau masih menjumpainya
dalam keadaan menangis. Nabi Musa A.S berkata: “Wahai Tuhan, seorang
hambaMu menangis karena takut kepadaMu.” Lalu Allah S.W.T berfirman:
“Wahai putra Imran, seandainya akalnya ikut mengalir bersama air

228
matanya, dan dia mengangkat kedua tangannya hingga kedua tangannya itu
terjatuh Aku tidak akan mengampuninya, karena dia mencintai dunia.”
Disebutkan dalam beberapa atsar, Ali R.A berkata: “Barangsiapa
yang di dalam dirinya terkumpul enam hal, maka berarti dia tidak akan
menyisakan sedikitpun pencaharian untuk masuk ke dalam surga, lalu tidak
pula untuk lari dari neraka, iaitu:
1. Orang yang mengenal (ma’rifat) Allah S.W.T. Lalu dia taat kepada-
Nya.
2. Orang yang mengetahui syaitan, lalu mendurhakainya.
3. Orang yang mengetahui yang hak, lalu mengikutinya.
4. Orang yang mengetahui yang batil, lalu menjauhinya.
5. Orang yang mengetahui dunia, lalu menolaknya.
6. Orang yang mengetahui akhirat, lalu mencarinya.
Hasan berkata: “Semoga Allah S.W.T merahmati kaum yang
berpandangan bahwa dunia adalah sebagai titipan yang harus disampaikan
kepada orang yang berhak menerimanya, sehingga mereka dapat menikmati
kehidupannya tanpa beban yang memberatkan”. Hasan juga berkata:
“Barang siapa yang menandingimu dalam urusan agamamu maka tandingilah
dia, dan barang siapa yang menandingimu dalam urusan duniawi, maka
biarkan dia dalam kesesatannya”.
Luqman berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, sesungguhnya
dunia itu bagaikan lautan dalam yang banyak membuat manusia tenggelam
di dasarnya, maka jadikanlah ketakwaan kepada Allah S.W.T sebagai perahu
mu, keimanan kepadaNya sebagai muatannya dan tawakkal kepadaNya
sebagai layarnya, maka engkau akan selamat. Bila tidak, aku tidak
melihatmu sebagai orang yang selamat”.
Fudhail berkata, cukup lama aku berpikir merenungkan ayat:
َ ‫ض ِزينَةً لَّ َﮭا ِلنَبلُ َوﮪُم أ َ ُّي ُﮭم أَح‬
َ ‫ ) َو ِإنَّا لَ َجا ِعلُونَ َما‬٧( ‫سنُ َع َم ًال‬
‫علَي َﮭا‬ ِ ‫ِإنَّا َج َعلنَا َما َعلَى األَر‬
)٨( ‫ص ِعيدًا ُج ُر ًزا‬
َ
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi
sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara
mereka yang terbaik perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar
akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi
tandus.” (Surah al-Kahfi: 7-8).
Sebagian orang bijak (hukama’) berkata: “Sesungguhnya engkau
tidak mendapati sesuatu pun dari dunia, karena ia telah didapati oleh kaum
sebelum engkau ada, dan ia pun akan tiada berubah walau engkau telah tiada.
Tidak ada sesuatupun dari dunia ini terkhusus buat dirimu kecuali apa yang
dimakan di waktu malam juga esok hari, maka janganlah engkau menjadi
binasa karena makanan. Berpuasalah di dunia dan berbukalsah di akhirat.

229
Sesungguhnya modal harta dunia adalah hawa nafsu, sementara labanya
adalah neraka.
Ditanyakan kepada sebagian para rahib: “Bagaimana pandanganmu
terhadap masa? Dia menjawab: “Masa akan membuat tubuh menjadi usang,
selalu memperbaharui angan-angan, mendekatkan pada kematian dan
semakin menjauhkan apa yang diharapkan”. Kepadanya ditanyakan lagi:
“Lalu bagaimana kondisi ahlinya?” Dia menjawab: “Barangsiapa yang
mendapatkannya, dia akan menemukan kelelahan, dan barangsiapa yang
melepaskannya akan keletihan.” Dalam hal ini dikatakan dalam syair,
sebagai berikut:
“Barangsiapa memuji-muji dunia karena kebahagiaan hidup yang
dirasakannya, maka demi umurku yang menjadi taruhannya dia hanyalah
sedikit mencelanya.
Akan tetapi ketika dunia berpaling membelakangi seseorang dia akan
meninggalkan penyesalan, dan ketika dia datang menghadap pada
seseorang, dia akan banyak membuat kegelisahan”
Sebagian orang bijak berkata: “Dunia telah ada sebelum aku ada di
dalamnya, dan dia akan pergi, sementara aku telah tiada di dalamnya,
karenanya aku tidak akan cenderung untuk menetap dan hanyut terbawa
olehnya. Sesungguhnya kehidupan dunia sangatlah melelahkan, apa yang
terlihat jernih di dalamnya sesungguhnya ia adalah keruh, orang yang
memiliki dunia akan dicekam oleh kekhawatiran-kekhawatiran. Khawatir
akan lenyapnya kenikmatan duniawi yang ada dalam genggamannya,
khawatir akan datangnya bencana yang menghancurkannya, dan khawatir
akan kematian datang menjemputnya”. Sebagian yang lain berkata: “Di
antara aib dunia ialah ia tidak akan memberikan kepada seseorang apa yang
menjadi haknya, bisa jadi ia memberikan hak itu secara lebih, tetapi bisa jadi
ia justru menguranginya”.
Sufyan berkata, tidaklah anda melihat kenikmatan itu menjadi
sumber kemarahan dan malapetaka, manakala ia berada di tangan orang yang
bukan ahlinya.
Abu Sulaiman Al-Darani berkata, barangsiapa yang mencari dunia
karena cinta padanya, maka tidaklah dia diberi sesuatu daripadanya,
melainkan dia akan meminta yang lebih banyak. Dan barangsiapa yang
mencari akhirat karena cinta padanya, maka tidaklah dia diberi sesuatu
daripadanya, melainkan dia menghendaki yang lebih banyak lagi. Bagi yang
pertama itu (orang yang selalu mencari dunia), tidak akan mencapai batas
akhir yang memuaskannya, demikian pula bagi yang terakhir ini (orang
selalu mencari akhirat).
Ada seorang laki-laki berkata kepada Abu Hazim: “ Aku mengadu
kepada anda akan kecintaan terhadap dunia, tetapi aku tidak memiliki
230
rumah”. Abu Hazim berkata: “Perhatikan apa yang didatangkan Allah S.W.T
kepada anda dari dunia, maka janganlah anda mengambilnya kecuali yang
halal, dan janganlah anda meletakkannya (membelanjakannya) kecuali
secara benar, maka cinta akan dunia tidak akan membahayakan bagi anda”.
Beliau berkata demikian, tidak lain hanyalah, karena bila dia mengambil hal
itu dengan sepenuh dirinya, tentu dia akan terus memperturutkannya hingga
kelelahan dikeranakan dunia, dan dia berusaha untuk keluar daripadanya.
Yahya bin Mu’adz berkata, sesungguhnya dunia merupakan kedainya
para syaitan, maka janganlah anda mencuri sesuatupun dari kedai tersebut,
sebab ia akan datang mencari lalu menangkap anda.
Fudhail berkata, seandainya dunia itu merupakan emas yang akan
rusak (tidak kekal), sementara akhirat ibarat tanah liat yang abadi, tentu
seharusnya kita memilih tanah liat yang kekal daripada emas yang rusak.
Tetapi bagaimana bisa terjadi, tapai apakah kita akan memilih tanah liat yang
rusak daripada emas yang kekal?
Abu Hazim berkata, jauhilah dunia, karena sesungguhnya telah
sampai kepadaku suatu riwayat yang menyatakan, bahwa besok pada hari
kiamat seseorang akan diperhentikan lalu ditunjukkan di depan hidungnya,
seraya dikatakan: “Inilah orang yang mengagung-agungkan sesuatu yang
dihinakan oleh Allah S.W.T”.
Ibnu Mas’ud berkata, tidaklah ada manusia yang hidup di dunia ini,
melainkan bagaikan seorang tamu, sementara harta bendanya adalah sebagai
pinjaman. Seorang tamu tentu segera pergi pulang, sementara barang
pinjamannya tentu akan dipulangkan. Dalam hal ini terdapat syair:
َ َّ‫* َولبُدَّ يَو ًما اَن ت ُ َرد‬
* ‫الودَاِئ ُع‬ * ‫*و َما ال َما ُل َوالَﮪلُونَ اِل َودِيعَة‬
َ
“Harta dan keluarga (anak dan istri) tidak lain hanyalah sebuah
titipan, suatu hari barang titipan itu harus dikembalikan”.
Ketika Rabi’ah berkunjung kepada sahabat-sahabatnya, mereka
memperbincangkan persoalan dunia, lalu mereka datang menghadap untuk
menyerahkan tebusannya. Rabi’ah berkata: “Diamlah, janganlah kalian
menyebut-nyebut dunia, sebab seandainya ia terjatuh ke dalam hati kalian,
tentu kalian akan selalu banyak menyebut-nyebutnya. Ingatlah,
sesungguhnya orang yang mencintai sesuatu, tentu dia akan selalu menyebut-
nyebut dan mengenangnya”. Ketika ditanyakan kepada Ibrahim, bagaimana
pandangan beliau tentang dunia? Beliau pun menjawab:
“Kami menambal dunia kami dengan sobekan-sobekan agama kami,
maka jadilah agama kami tidak utuh dan tidak pula yang ditambal.
Sungguh beruntung bagi seorang hamba yang mengutamakan Allah
S.W.T sebagai Tuhannya, dan tidaklah dia datang menghadap kepadaNya
dengan beban yang menjerumuskan”.
Disebutkan pula, dalam bait-bait syair berikut:
231
* ‫ور َاواَنعَ َما‬ ً ‫س ُر‬ُ ‫*ونَا َل ِمنَالدُّنيَا‬
َ * ُ‫عم ُره‬ َ ‫ب الدُّنيَا َواَن‬
ُ ‫طا َل‬ َ ‫*اَرى‬
َ ‫طا ِل‬
َ
* ‫* فَل َّما است َوى َما قَد بَنَاهُ ت َ َﮭدُّ ًما‬ * ُ‫ان بَنَى بُنيَانَﮫُ فَاَقَا َمﮫ‬
ٍ َ‫* َكب‬
“Aku melihat orang yang mencari dunia sepanjang umurnya, dan ia
memperoleh kebahagiaan dan kenikmatan dari dunia.
Ia bagaikan orang yang membangun suatu bangunan yang ia usahakan
untuk tegak berdiri, tetapi setelah berdiri selesai membangunnya ia
merobohkannya.”
Dikatakan pula dalam syair berikut ini:
“Berhati-hatilah ketika dunia datang kepada anda secara
berlebihan, sebab pada saatnya ia akan berpindah pergi meninggalkan
anda.
Tiadalah dunia itu bagi anda, melainkan hanyalah bagaikan bayang-
bayang semu, anda berusaha untuk bernaung di bawahnya, tetapi kemudian
ia lenyap dan pergi lalu memperlihatkan kebinasaannya”.
Luqman berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, jual duniamu demi
akhirat, niscaya engkau akan mendapatkan keuntungan dari keduanya.
Janganlah engkau menjual akhiratmu demi dunia, sebab jika keduanya
terjual maka akan mendatangkan kerugian yang besar bagimu”.
Ibnu Abbas berkata: “Allah S.W.T menjadikan dunia menjadi tiga
bagian, yaitu: Satu bagian untuk orang mukmin, satu bagian untuk orang
munafik, dan yang satunya lagi untuk orang kafir. Orang mukmin
menjadikannya sebagai perhiasan, dan orang kafir menjadikannya sebagai
tempat bersenang-senang”.
Sebagian ulama berkata: “Dunia adalah bangkai, barangsiapa yang
ingin mengambilnya maka hendaklah dia bersiap-siap bercengkraman
bersama anjing-anjing. Oleh karenanya, disebutkan dalam syair:
“Wahai orang yang meminang dunia buat dirinya, hendaklah dia
menyingkir dan membatalkan pinangannya, bila hendak selamat.
Sesungguhnya yang engkau pinang itu ibarat wanita pengkhianat
yang selalu mencederai dan meninggalkan dosa-dosa terhadap setiap lelaki
yang bersanding dengannya”.
Abu Darda’ berkata, di antara kehinaan dunia dalam pandangan Allah
S.W.T ialah, sesungguhnya tidaklah Allah S.W.T didurhakai melainkan di
dunia. Dan apa yang ada di sisi Allah S.W.T tidak akan dapat dicapai,
kecuali dengan meninggalkan yang ada di dunia. Dalam hal ini, dikatakan di
dalam syair:
“Apabila orang yang berakal cerdas diuji dengan dunia, maka dia
akan memahami bahawa ia adalah musuh yang bermitra di dalam pakaian”.
Dinyatakan pula dalam bait-bait syair yang lain:

232
“Wahai orang yang terlelap dalam tidur dengan perasaan gembira di
awal malam, padahal kejadian-kejadian genting segera datang
mengincarnya di waktu sahur (menjelang pagi).
Masa demi masa telah melumat penghuninya yang terlelap dan
terlena dalam kenikmatan, siang dan malam terus bergulir menggilas tanpa
mempedulikan pasangan baru yang baru berkahwin bergumul dalam
keindahan bulan madu.
Betapa banyak raja-raja yang terbelalak terlindas oleh masa,
sekalipun begitu terkadang masa juga dapat mendatangkan manfaat dan
bahaya.
Wahai orang yang merangkul dunia yang akan musnah, setiap sore
dan pagi hari anda selalu sibuk berlalu lalang dalam urusan dunia.
Mengapa tidak anda lepaskan rangkulan terhadap dunia itu,
tidakkah anda lebih suka berangkulan dengan bidadari-bidadari surga
Firdaus.
Jika anda berkeinginan untuk tinggal di surga keabadian yang penuh
kenikmatan, maka seharusnya anda tidak pernah merasa aman dari
ancaman neraka”.
Abu Umamah al-Bahili berkata, ketika baginda Nabi Muhammad
S.A.W diutus sebagai Nabi, para prajurit iblis datang berkumpul melaporkan
kepada pimpinannya. Mereka berkata: “Telah diutus seorang Nabi yang
dilahirkan dari suatu umat”. Pimpinan iblis berkata: “Apakah mereka
(umatnya) mencintai dunia? Para prajurit iblis menjawab: “Ya” Pimpinan
iblis berkata: “Apabila mereka mencintai dunia, saya tidak akan pening
(peduli), bila mereka tidak lagi menyembah berhala-berhala. Tetapi aku akan
datang setiap pagi dan sore menawarkan dan menjerat mereka dengan tiga
hal, yaitu: mengambil harta dengan tanpa hak, membelanjakannya pada yang
tidak hak, dan menyimpannya pada yang tidak hak pula. Karena seluruh
kejahatan bersumber tiga hal tersebut”.
Seorang laki-laki berkata kepada Ali R.A: “Ya Amirul Mukminin,
jelaskanlah mengenai dunia kepada kami” Ali R.A berkata: “Aku tidak akan
memberikan penjelasan kepadamu, namun aku mengatakan dunia itu ibarat
suatu rumah, orang yang sehat yang tinggal di dalamnya menjadi sakit, orang
yang merasa aman menjadi menyesal, orang yang membutuhkan (fakir)
menjadi bersedih,orang yang kaya menjadi termakan fitnah. Sesuatu yang
halal dari dunia akan dihisab, yang haram akan mendatangkan siksa, yang
syubhat (sesuatu yang tidak jelas halal dan haramnya) akan tercela”. Ketika
pertanyaan tersebut diajukan lagi kepadanya, Ali kembali bertanya: “Apakah
aku harus menjelaskan secara panjang lebar atau secara singkat? Dikatakan:
“Dengan singkat”. Ali berkata: “Yang halal dari dunia akan dihisab,
sementara yang haram akan di siksa”.
233
Malik bin Dinar berkata: “Takutlah terhadap penyihir (dunia),
sesungguhnya dunia itu dapat menyihir dan melenakan hati para ulama”.
Abu Sulaiman al-Darani berkata: “Ketika akhirat berada di dalam
hati seseorang, maka dunia akan datang mendesaknya. Tetapi ketika dunia
yang sedang berada di dalam hati, maka akhirat tidak akan mendekat untuk
mendesaknya. Karena akhirat adalah sesuatu yang mulia, sementara dunia
adalah sesuatu yang terhina”. Pendapat Abu Sulaiman ini, terasa sangat
berat, maka kami berharap pendapat yang dikemukakan oleh Sayyar bin
Hikam berikut ini merupakan pendapat yang lebih sahih. Dia menyatakan:
“Dunia dan akhirat berkumpul dalam hati seseorang, kedua-duanya selalu
berusaha untuk lebih dapat menguasai atas yang lainnya. Yang menang dari
keduanya dialah yang menguasainya, sementara yang kalah akan menjadi
pengikutnya”.
Malik bin Dinar berkata: “Bila urusan dunia membuat anda gelisah,
maka semangat akan akhirat menjadi keluar dari hati anda menurut kadar
kegelisahan tadi, bila urusan akhirat telah membuatmu prihatin, maka
semangat terhadap urusan dunia menjadi keluar dari hati anda, sesui dengan
kadar keprihatian anda terhadap urusan akhirat itu” Apa yang dikatakan
Malik bin Dinar ini, terinspirasi oleh perkataan Ali R.A: “Dunia dan akhirat
bagi dua wanita yang dimadu, bila anda membuat puas salah satu dari
keduanya, maka anda telah membuat yang salah satunya jatuh dan
tersingkir.”
Hasan R.A berkata: “Demi Allah S.W.T, aku telah menemukan
kelompok-kelompok kaum yang berpandangan, sesungguhnya dunia mereka
pandang sebagai sesuatu yang lebih hina daripada debu-debu yang
bertaburan di depannya. Mereka tidak mempedulikan apakah dunia itu masih
terus berputar atau pergi menghilang ke sana...atau kemari...” Seorang laki-
laki berkata kepada Hasan: “Apa yang anda katakan terhadap seseorang yang
diberikan harta oleh Allah S.W.T, lalu dia menyedekahkannya dan dia
gunakan untuk menyambung hubungan silaturahmi. Apakah tidak baik bila
dia menggunakannya untuk hidup bersenang-senang? Hasan berkata: “Tidak,
seandainya dunia seluruhnya menjadi miliknya, hendaklah dia tidak
mengambilnya kecuali secukup, selebihnya haruslah dia menanamkannya
untuk kepentingan suatu hari yang sangat membutuhkannya, iaitu akhirat.”
Fudhail berkata: “Seandainya dunia dan kenikmatan-kenikmatannya
ditawarkan kepadaku secara halal dan dengan tiada perhitungan, tentu aku
tetap menganggapnya sebagai sesuatu yang menjijikan, sebagaimana ketika
dihadapkan kepadamu seonggok bangkai yang anda khawatirkan mengenai
pakaian”.
Dikatakan, ketika Umar datang di negeri Syam, Abu Ubaidah bin
Jarrah menjemput dan menyambutnya dengan mengendarai unta yang
234
dikendalikan sendiri tali kekang untanya. Abu Ubaidah mengucapkan salam
dan menanyakan tentang kondisinya. Selanjutnya Umar datang ke rumah
Abu Ubaidah, di dalam rumah itu Umar tidak melihat sesuatupun kecuali
pedang dan sarungnya serta sebuah uncang yang dibawa ketika bepergian.
Lalu Umar berkata kepadanya: “Seandainya engkau mengambil perabotan
rumah, bagaimana? Abu Ubaidah berkata: “Wahai Amirul Mukminin,
sesungguhnya hal ini, sudah cukup dapat membuat saya istirahat tidur di
siang hari”.
Sufyan berkata: “Ambillah sebagian dunia untuk badan anda dan
akhirat untuk hati anda.” Sementara Hasan berkata: “Kaum Bani Israil
menyembah berhala, setelah mereka menyembah kepada Tuhan Yang Maha
Penyayang, karena kecintaan mereka kepada dunia”.
Wahab berkata, aku membaca beberapa kitab, disana disebutkan,
bahwa dunia adalah keuntungan bagi orang-orang yang memiliki kecerdasan
dan kelalaian bagi orang-orang bodoh, mereka belum dapat mengenalinya
hingga keluar daripadanya, lalu mereka minta kembali lagi, tapi mereka tidak
akan dikembalikan ke dunia.
Luqman berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, anda
membelakangi dunia sejak hari anda menempatinya, anda mendekat kepada
negeri yang lebih dekat, daripada usaha anda untuk lebih mendekat kepada
negeri lebih jauhnya daripadanya”.
Sa’id bin Mas’ud berkata, apabila anda melihat seorang hamba yang
selalu bertambah harta kekayaan duniawinya dan semakin berkurang
usahanya untuk akhirat, lalu dia merasa reda dengan kondisinya yang
demikian itu, maka dia adalah orang yang tertipu dan dipermainkan dunia di
depan hidungnya, sedangkan dia tidak merasakannya.
Amr bin Ash berkata di atas mimbar: “Sesungguhnya aku tidak
mengetahui suatu kaum pun yang lebih mencintai terhadap sesuatu,
sementara Rasulullah S.A.W adalah manusia paling zuhud di antara kalian.
Sesungguhnya aku lewat dan memperhatikan Rasulullah S.A.W selama tiga
hari, aku tidak mengetahui beliau dalam keduniaan, melainkan hal yang
menyulitkan beliau lebih banyak daripada yang menguntungkannya”.
Hasan berkata, setelah ia membaca firman Allah S.W.T:
)٣٣( ‫فَ َال تَغُ َّرنَّ ُك ُم ال َحيَاة ُ الدُّنيَا‬
“Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu
” (Surah Luqman: 33).
Tuhan yang berfirman dengan ayat ini, Dialah yang menciptakan
dunia, tentu Dia lebih tahu tentang dunia dan segala isinya. Dunia adalah
ajang yang penuh dengan kesibukan, janganlah seseorang membukakan satu
kesibukan dirinya, sebab hampir dipastikan pintu itu akan membukakan
sepuluh pintu kesibukan lain buatnya.
235
Hasan juga berkata, miskinnya anak Adam adalah kerelaan terhadap
negeri. Sesuatu yang halal daripadanya akan dihisab dan yang haram akan
mendatangkan azab. Jika mengambil yang halal akan dihisab dan bila dia
mengambil yang haram akan disiksa. Anak Adam selalu merasa sedikit akan
harta yang dimilikinya, tapi tidak pernah merasa sedikit dengan amalnya. Dia
masih bisa bergembira dengan musibah yang menimpa agamanya, sementara
dia menjadi gelisah dan berkeluh kesah dengan musibah yang menimpa
urusan dunianya.
Hasan menulis surat kepada Umar bin Abdul Aziz sebagai berikut:
“Salam buat anda, selanjutnya, sepertinya anda adalah orang yang terakhir
dicatat kematian yang telah mati.” Umar menjawab: “Salam buat anda,
selanjutnya seakan-akan anda orang yang tidak ada di dunia, dan sepertinya
di akhirat pun anda belum menetap”.
Fudhail bin Iyadh berkata: “Masuk dan berada dalam dunia adalah
sebuah kehinaan, tetapi keluar daripadanya adalah suatu hal yang sangat
sulit”.
Sebagian ulama berkata: “Sungguh mengherankan orang yang
mengetahui bahwa kematian itu adalah haq, tetapi bagaimana dia masih bisa
bergembira ria? Sungguh mengherankan orang yang mengetahui bahwa
neraka itu adalah haq, tetapi bagaimana dia masih bisa tertawa? Sungguh
mengherankan orang yang mengetahui betapa dunia telah menjungkir
balikkan penghuninya, tetapi bagaimana dia masih bisa begitu tenang berada
padanya? Dan sungguh mengherankan orang yang mengetahui bahwa qadar
itu adalah haq, tetapi bagaimana dia bisa berdiri menyombongkan diri”.
Ketika seorang laki-laki dari Najran yang telah berusia dua ratus
tahun datang menghadap kepada Mu’awiyah, dia bertanya kepadanya
tentang dunia yang diketahui dan didapatkannya. Laki-laki itu menjawab:
“Bertahun-tahun telah terjadi krisis dan bertahun-tahun pula terjadi
kemakmuran, sehari demi sehari, semalam demi semalam, antara keduanya
selalu beriringan dan bergantian datang, seorang anak lahir, sementara
seorang yang lain mati. Seandainya tidak ada yang dilahirkan tentu
kehidupan manusia menjadi musnah, dan seandainya tidak ada kematian,
tentu dunia ini menjadi padat akan penghuni, berdesak-desakan dan tidak
mampu menampungnya”. Setelah memberikan jawaban itu, dia
mempersilakan kepada Mu’awiyah untuk bertanya tentang sesuatu yang
diingininya. Mu’awiyah bertanya: “Apakah umur yang telah berlalu, lalu
anda tarik kembali ataukah datangnya ajal yang akan anda tolak? Dia
menjawab: “Aku tidak memiliki rujukan untuk jawapan itu”. Mu’awiyah lalu
berkata: “Kalau begitu aku tidak butuh padamu”.
Dawud al-Tha’i berkata: “Wahai anak cucu Adam, tercapainya cita-
cita membuat kalian bahagia, padahal sesungguhnya kalian tengah berjalan
236
mendatangi yang akan sampai kepada kalian, tetapi mengapa kalian masih
mengulur-ulur untuk beramal, seakan-akan amal yang ditunda itu terdapat
manfaatnya buat orang lain”.
Bisyr berkata: “Barangsiapa yang meminta dunia kepada Allah
S.W.T, sesungguhnya dia hanyalah berdiri mematung cukup lama di
hadapanNya”. Abu Hazim berkata: “Di dunia ini, bisa jadi sesuatu
kegembiraan yang datang dari Allah S.W.T tidak lepas dari lekatan
keburukan untuk mencela anda”.
Hasan berkata: “Tidaklah ruh anak Adam keluar melainkan dia
membawa tiga penyesalan, yaitu: Penyesalan karena belum pernah merasa
puas dan kenyang dengan apa yang dikumpulkannya, belum pernah
mencapai apa yang diimpikannya, belum mempersiapkan bekal dengan baik
buat masa depannya”.
Abu Sulaiman berkata: “Seseorang tidak akan dapat bersabar
terhadap kesenangan-kesenangan dunia, kecuali buat orang yang hatinya
selalu sibuk dengan urusan akhirat”. Malik bin Dinar berkata: “Ada sebagian
kami yang sepakat untuk mencintai dunia, sebagian kami tidak
memerintahkan yang ma’ruf pada sebagian yang lain, dan tidak pula
mencegah dari yang munkar. Allah S.W.T tidak akan membiarkan sikap
kami yang seperti itu, betapa perasaanku merasakan akan dahsyatnya siksaan
yang bakal diturunkan oleh Allah S.W.T pada kami”.
Abu Hazim berkata: “Sedikit saja dari dunia akan banyak membuat
banyak kesibukan yang menjauhkan dari akhirat”. Hasan berkata:
“Pandanglah dunia sebagai sesuatu yang hina, karena ia bagi seseorang tidak
lebih dapat membuatnya senang daripada orang yang memandangnya
sebagai sesuatu yang hina”. Hasan juga berkata: “Apabila Allah S.W.T
menghendaki seorang hamba sebagai orang yang baik, Dia memberikan
dunia kepadanya hanya sebagai satu pemberian, kemudian Dia menariknya.
Ketika telah habis, maka Dia akan memberikannya lagi. Tetapi jika Allah
S.W.T menghendaki seseorang menjadi orang yang hina Dia akan lapangkan
dunia baginya”.
Muhammad bin al-Munkadir berkata, tidakkah anda tahu, seandainya
seseorang puasa setahun penuh tanpa berbuka, dan melakukan shalat malam
tanpa pernah tidur, mensedekahkan hartanya, berjihad di jalan Allah S.W.T,
menjauhi apa yang diharamkan Allah S.W.T, sesungguhnya dia akan
didatangkan pada hari kiamat, lalu kepadanya dikatakan: “Ini adalah orang
yang memandang besar terhadap apa yang dipandang oleh Allah S.W.T
sebagai sesuatu yang kecil, dan memandang kecil di matanya terhadap apa
yang dipandang Allah S.W.T sebagai sesuatu yang agung. Bagaimana
pendapat anda mengenai kondisinya? Siapakah di antara kita yang tidak

237
seperti ini? Yang melihat dunia sebagai sesuatu yang besar bahkan masih
lagi ditambah dengan terus menerus melakukan dosa dan kesalahan”.
Abu Hazim berkata: “Bekal buat hidup di dunia dan akhirat sangatlah
penting, tetapi untuk bekal akhirat anda tidak akan menemukan seorang
kawan untuk mendapatkannya. Sementara tentang perbekalan dunia, tidaklah
anda menggerakkan tangan untuk mendapatkannya, melainkan tangan-
tangan jahil orang yang durhaka telah lebih dulu mendahului anda.”
Abu Hurairah berkata, dunia bergelantungan di antara langit dan
bumi dengan keadaannya yang lusuh lagi lapuk, sejak ia diciptakan sampai
pada saatnya ia akan dimusnahkan, seraya berteriak memanggil-manggil:
“Ya Rabbi, ya Rabbi, mengapa Engkau memurkai aku? Allah S.W.T
menjawab: “Diamlah, kau tidak berarti apa-apa”.
Abdullah bin Mubarak berkata: “Cinta dunia dan dosa-dosa ada di
dalam hati yang membuatnya tercemar, lalu kapankah anda mengusirnya dan
menghiasi hati anda dengan kebaikan.” Wahab bin Manabbih berkata:
“Barangsiapa yang hatinya merasa gembira dengan sesuatu dari dunia, maka
dia telah tersesat dari hikmah. Barangsiapa yang menjadikan syahwatnya
berada di bawah telapak kakinya, maka syaitan berhamburan pergi dari
naungannya. Barangsiapa yang dapat memenangkan ilmu atas hawanya,
maka sesungguhnya dialah sebagai pemenang.”
Suatu ketika dikatakan kepada Bisyr, bahwa si Fulan telah mati.
Bisyr berkata: “Dia telah mengumpulkan dunia dan kini pergi ke akhirat
dengan menyi-nyiakan dirinya.” Dikatakan kepadanya: “Dia telah berbuat
begini...dan begitu..lalu mereka menyebutkan berbagai kebaikan yang telah
digarapnya. Dia berkata: “Semua itu tidak berguna, dia melakukannya hanya
untuk mengumpulkan dunia.”
Sebagian ulama berkata: “Dunia telah membenci kepada kita, tetapi
kita masih saja tetap mencintainya. Lalu bagaimana seandainya ia mencintai
kita? Ditanyakan kepada Hakim: “Buat siapakah dunia itu? Hakim berkata:
“Buat orang yang meninggalkannya.” Ditanyakan lagi: “Untuk siapakah
akhirat? Dia berkata: “Untuk orang yang mencarinya.” Hakim juga berkata:
“Dunia adalah negeri yang tandus lagi gersang. Sementara surga adalah
negeri kemakmuran, tetapi hati orang yang mencarinya lebih makmur
daripadanya.”
Junaid berkata, sesungguhnya Imam Syafi’i orang yang benar-benar
menempuh jalan akhirat, dia selalu berkata benar di dunia. Suatu ketika dia
menasehati saudaranya seagama: “Wahai saudaraku, dunia adalah sesuatu
yang licin lagi menggelincirkan, dan merupakan negeri yang sangat hina,
keramaiannya menuju kegersangan, penghuninya menuju ke kuburan, apa
yang dikandungnya akan membuat sesuatu tercerai berai, kekayaannya
mengantarkannya pada kefakiran, banyak membelanjakannya akan
238
membawa kesulitan dan kesulitan di dalamnya sesungguhnya adalah sesuatu
yang mudah. Karenanya, waspadalah dan berlindunglah kepada Allah
S.W.T, puaslah dengan rizki yang dianugerahkan oleh Allah S.W.T.
Janganlah anda berhutang dalam negeri dunia yang fana ini lalu anda bawa
ke negeri keabadian (akhirat), sehingga akan membuat sengsara.
Sesungguhnya kehidupanmu di dunia ini laksana fatamorgana yang segera
lenyap dan bagaikan tembok rapuh yang hendak runtuh. Oleh sebab itu,
perbanyaklah beramal dan perpendeklah angan-anganmu.”
Ibrahim bin Adham berkata kepada seorang laki-laki: “Manakah yang
lebih anda sukai, dirham yang anda miliki di dalam mimpi ataukah dinar
yang ada dalam realiti di waktu terjaga? Laki-laki itu berkata: “Dinar di saat
terjaga.” Ibrahim berkata: “Anda bohong, karena apa yang anda cintai di
dunia ini adalah ibarat anda mencintai sesuatu yang ada dalam mimpi.
Sementara apa yang tidak anda sukai mengenai akhirat, sesungguhnya
bagaikan dinar yang tidak anda sukai di waktu terjaga.”
Diriwayatkan dari Ismail bin Iyas, dia berkata, sesungguhnya
sahabat-sahabat kami menyebut dunia laksana seekor babi hutan, lalu mereka
berkata: “Menyingkirlah anda wahai babi hutan.” Seandainya mereka
menemukan nama lain yang lebih buruk, tentu mereka akan lebih suka
menyebutnya dengan nama yang lebih buruk itu.
Ka’ab berkata: “Dunia selalu berusaha menanamkan kecintaan
kepada anda sampai anda mencintainya, menyembah dan memilikinya.”
Yahya bin Mu’adz al-Razi berkata, bahwa orang yang berakal itu ada tiga,
yaitu: orang yang meninggalkan dunia, sebelum dunia meninggalkannya,
yang kedua orang yang membangun kuburnya sebelum dia masuk ke
dalamnya, dan orang yang reda dengan Tuhan penciptanya, sebelum dia
berjumpa denganNya. Yahya juga berkata, sesungguhnya dunia akan
melemparkanmu pada kehinaan yang terdalam, lalu mengapa engkau
menaruh harapan padanya? Dia melalaikanmu untuk taat kepada Allah
S.W.T, lalu bagaimana engkau berdiam mencari-cari yang tak pasti di
dalamnya?
Bakar bin Abdullah berkata: “Barangsiapa yang ingin menjadi kaya
di dunia dengan dunia, maka dia ibarat memadamkan api dengan tumpukan
jerami, yang membuat api itu semakin besar.”
Bandar berkata, jika anda melihat orang-orang yang cinta dunia
membicarakan tentang zuhud, maka ketahuilah sesungguhnya mereka itu
telah tersihir oleh syaitan. Beliau juga berkata, barangsiapa yang
bertuhankan dunia, maka api dunia membakar dirinya, hingga menjadi abu.
Barangsiapa yang berkiblatkan akhirat, maka dia akan tertangkap oleh
jaring-jaring cahaya emas yang sangat berguna. Dan barangsiapa yang

239
menghadap kepada Allah S.W.T, maka dia akan tersinari oleh pelita tauhid,
sehingga dia menjadi mutiara yang sangat tinggi harganya.
Ali R.A berkata, sesungguhnya dunia ini hanya meliputi enam
macam, yaitu: Makanan, minuman, pakaian, kendaraan, pernikahan dan bau-
bauan (aroma). Sebaik-baik makanan adalah madu yang dihasilkan oleh
lebah. Sebaik-baik minuman iaitu air murni, dalam hal ini orang yang baik
dan durhaka memiliki pandangan yang sama mengenai air. Sebaik-baik
pakaian ialah sutera, padahal ia adalah hasil pintalan ulat sutera. Sebaik-baik
kendaraan ialah kuda, ia merupakan kendaraan peperangan laki-laki. Dan
sebaik-baik yang dinikahi ialah wanita, sementara farjinya merupakan
saluran pembuangan air. Wanita berhias mempercantik diri secantik-
cantiknya, padahal yang dikehendaki darinya adalah “sesuatu” yang sangat
buruk dan berbau. Dan sebaik-baik aroma ialah aroma keharuman minyak
misk, padahal ia sejenis darah.

32. DUNIA YANG TERCELA

Sebagian ulama berkata: “Wahai manusia buatlah amal secara diam-


diam dan jadilah sebagai orang yang takut akan Allah S.W.T. Janganlah anda
tertipu oleh impian dan angan-angan serta lupa akan ajal. Janganlah anda
condong pada dunia, karena dunia dipenuhi oleh pengkhianatan dan
penipuan. Dunia memperlihatkan gemerlapan dengan penuh dengan
penipuan kepada anda. Dia menebarkan jerat-jerat impian dan khayalannya
untuk memfitnah anda. Ia bersolek mempercantik diri untuk menyambut
kedatangan para pelamarnya bagaikan pengantin baru yang sangat menawan,
membuat setiap mata tertuju kepadanya, menarik setiap hati agar terpaut dan
terpikat oleh setiap jiwa lalu merindukannya. Betapa banyak orang yang
merindukannya, justru mati terbunuh olehnya, betapa banyak orang yang
merasa tenang dengan dunia yang dimiliki, tetapi justru tiba-tiba dia
dihempaskan olehnya.
Karenanya, pandanglah dunia dengan penglihatan mata hakekat, karena
sesungguhnya dunia jelmaan negeri yang penuh dengan muatan berbahaya.
Tuhan Yang menciptakannya saja, mencelanya. Apa yang terlihat baru di
dunia ini, segera akan usang, penguasa dan raja-rajanya akan binasa,
kemuliaannya akan menjadi hina, apa yang terlihat banyak di dunia
sesungguhnya adalah sedikit, kecintaannya akan mati dan kebaikannya akan
sirna. Karenanya, bangkitlah dari kelalaian anda, semoga Allah S.W.T
merahmati anda. Sadarlah dari keterlenaan dalam tidur anda, sebelum
dikatakan kepada anda:”Si Fulan menderita cacat, dia menderita sakit keras,
apakah ada obat yang dapat menyembuhkannya, atau adakah jalan buat
mengusungnya ke dokter? Lalu anda dipanggilkan para dokter, tetapi
240
semuanya angkat tangan, tidak ada secerca harapan pun bagi anda untuk
dapat sembuh. Kemudian dikatakan buat anda: “Si Fulan berwasiat, harta
bendanya dihitung.” Dikatakan lagi: “Si Fulan lidahnya telah kaku dan tidak
bisa berbicara pada saudara-saudaranya, dia sudah tidak dapat mengenali
tetangganya.” Ketika itu, keringat dingin keluar membasahi pelipis anda,
rintihan anda begitu menyayat hati, mata anda jadi terbelalak, lidah anda
menjadi kelu dan saudara-saudara anda menangis tersedu-sedu. Kepada anda
dikatakan: “Ini anak anda, si Fulan, ini saudara anda si Fulan.” Tetapi anda
tertahan dan tidak bisa bicara, karena lidah anda terkunci. Kemudian
ketentuan qadha’ akan ajal anda telah sampai pada detik akhir, nafas anda
jadi tersengal-sengal mengantarkan terlepasnya ruh dari seluruh anggota
tubuh, dan anda kini telah mati. Sementara ruh yang keluar dari jasad anda,
terus dibawa naik ke langit. Pada saat itu, seluruh saudara dan kerabat anda
telah berkumpul, para pelayat pun berdatangan. Lalu mereka memandikan
dan mengkafani anda. Orang yang biasa mendatangi anda kini telah terputus
dan orang-orang yang dengki kepada anda kini telah beristirahat. Dan
keluarga anda telah pulang menuju rumah masing-masing sambil
menghitung-hitung harta pusaka anda. Tinggallah anda menjadi orang yang
tergadaikan dengan amal-amal anda.
Di antara para ulama ada yang berkata kepada sebagian para raja,
sesungguhnya manusia yang paling berhak untuk mencela dunia dan
membencinya ialah orang yang dilapangkan rezekinya dan yang terpenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya di dunia. Karena dialah orang yang selalu
dicekam oleh kekhawatiran datangnya bahaya yang akan mengancam
hartanya. Karenanya seharusnya dia membenci hartanya, terhadap harta yang
telah dikumpulkan, seharusnya dia menyebarkan dan membagi-bagikannya
kepada mereka yang berhak, atau terhadap kekuasaan yang dimilikinya dia
robohkan sampai ke akar-akarnya. Atau barangkali dia lebih suka harta itu
merayap menggerogoti tubuhnya, sehingga membuatnya jatuh sakit, atau
dikejutkan oleh sesuatu yang membuatnya merintih pedih di antara para
kekasihnya.
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa dunia lebih patut untuk
dicela. Dialah yang mengambil kembali apa yang telah diberikan, mencabut
kembali apa yang telah dihibahkan. Ketika harta membuat pemiliknya
tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba harta itu membuat pemiliknya terhenyak
dan terbelalak, karena ia telah membuat orang lain menertawakannya. Ketika
dunia membuat pemiliknya menangis, tiba-tiba ia membuat orang lain
menangisi pemilik harta itu. Ketika dunia mengulurkan tangannya untuk
memberikan suatu pemberian, tiba-tiba ia mengulurkan tangannya lagi untuk
merampas kembali pemberiannya, pada hari ini ia memakaikan mahkota
kepada pemiliknya, tiba-tiba esok hari ia mencampakkan mahkota itu ke
241
dalam lumpur kehinaan. Akhirnya, pergilah apa yang telah pergi dan
tinggallah apa yang tertinggal. Tidak ada bedanya bagi dunia atas lenyapnya
sesuatu yang telah lenyap, dia akan tetap menemukan penggantinya yang
dapat membuatnya merasa puas dan rela.
Pada suatu hari Hasan Bashri mengirim surat kepada Umar bin Abdul
Aziz, isi surat itu: “Selanjutnya, sesungguhnya dunia adalah negeri yang
tercemar dipenuh dengan tipu daya, bukan negeri tempat menetap yang
abadi. Adam diturunkan ke dunia dari surga, tidak lain hanyalah sebagai
bentuk hukuman, maka takutlah terhadap dunia wahai Amirul Mukminin.
Sesungguhnya bekal dari dunia adalah dengan meninggalkannya, dan
kefakiran merupakan kekayaan darinya. Setiap saat selalu terjadi
pembunuhan, ia akan menghinakan orang yang memuliakannya dan
membuat fakir orang yang mengumpulkannya. Dunia bagaikan racun, orang
yang tidak mengetahuinya akan memakannya. Padahal di dalamnya terdapat
kebinasaannya. Jadilah anda hidup di dunia, bagaikan orang yang mengobati
lukanya yang memiliki kesanggupan untuk menanggung sakit sebentar
karena takut akan sesuatu yang tidak disukai yang akan menderanya
berkepanjangan, bersabar akan kerasnya rasa sakit karena obat karena takut
penyakitnya menjadi kronis dan berkepanjangan.
Takutlah anda akan dunia yang penuh dengan penipuan
pengkhianatan dan keculasan. Dunia mempercantik diri untuk sebuah misi
penipuan dan bujuk rayuannya merupakan hembusan fitnah yang
ditebarkannya. Ia berhias untuk menjerat mangsanya dengan impian dan
angan-angan yang membumbung tinggi. Ia sangat pandai memikat
pelamarnya lalu menjadikannya mempelai. Keelokkannya membuat setiap
mata memandang kepadanya, membuat hati terpaut lalu tergila-gila dan
setiap jiwa akan merindukannya. Dia sebagai istri bagi para suaminya, selalu
membuat mereka masuk dalam perangkap bujuk rayunya lalu membinasakan
para suaminya. Kini tak seorang pun yang tersisa dari mereka. Tapi bagi
pendatang yang baharu, mereka datang dengan kesiapan sebagai suami yang
lupa dan lalai dari pelajaran juga tragedi yang menimpa para suami yang lalu
yang semuanya telah binasa. Dan tidak pula mereka mampu bersikap arif
terhadap maklumat yang disampaikan Allah S.W.T mengenai dunia. Orang
yang menyebut-nyebut dan merindukannya, akan terpenuhi kebutuhannya,
lalu dia tertipu, durhaka, melampaui batas dan lalai terhadap kampung abadi
iaitu akhirat. Hatinya selalu dipenuhi dengan kesibukan-kesibukan akan
dunia, sehingga kakinya menjadi tergelincir, dan dia pun jatuh terkapar
menggelepar-gelepar. Barulah dia menyesal begitu dalam dan menanggung
kerugian yang besar. Kini dia terbelunggu oleh sakaratul maut merintih
pedih, menyesali kerugian akan kesempatan yang terlewatkan, kesenangan-
kesenangan akan kecintaan yang belum tergapai, sekalipun dia telah
242
berusaha keras untuk mendapatkannya. Tak ada kesempatan barang sedikit
pun yang dapat membuat jiwanya istirahat dengan tenang dari kelelahan.
Akhirnya dia pun keluar dari dunia dengan tangan hampa serta ketiadaan
alas untuk berehat sejenak. Karenanya takutlah anda terhadap dunia, wahai
Amirul Mukminin. Terhadap sesuatu yang menyenangkan dan
menggembirakan dari dunia, hendaklah anda lebih takut dan
menghindarinya. Karena ketika pemilik dunia merasa tenang dan terlena
dalam kesenangan duniawi, maka dunia itu akan segera menyeret pemiliknya
lalu mencampakkan pada sesuatu tempat yang sangat dibencinya. Sesuatu
yang berbahaya dari dunia akan menipu pemiliknya, sementara yang berguna
daripadanya mengandung penipuan yang sangat membahayakan.
Kemakmurannya mengundang bencana, yang ada akan sirna, yang bahagia
akan gelisah, yang gelisah akan merana, yang pergi tidak akan kembali. Tak
diketahui apa yang akan datang menghadang. Harapan-harapan yang
ditunggu-tunggu kedatangannya hanya kebohongan belaka, lamunan dan
khayalannya hanya berisi kebatilan dan kesia-siaan sahaja. Kejernihannya
yang tampak sesungguhnya adalah kekeruhan, dari bentuk kehidupannya
yang penuh dengan kepenatan.
Manusia yang hidup di dalamnya diliputi ketakutan yang
menegangkan. Jika seseorang mau berpikir dan merenung, sesungguhnya
kenikmatannya hanyalah semu, bahaya-bahayanya sangat menakutkan.
Seandainya Sang Pencipta tidak mengkhabarkan tentang dunia dan tidak
memberikan perumpamaan-perumpamaan tentangnya, tentu dunia sendiri
yang akan membangkitkan orang yang terlelap dalam tidurnya, dan
menyadarkan orang yang terlena dalam kelengahannya. Bagaimana tidak?
Bukankah telah datang keterangan dari Allah S.W.T, sesungguhnya apa yang
ada di dunia itu, cukup bisa dijadikan peringatan dan pelajaran.
Sesungguhnya dunia dalam pandangan Allah S.W.T tidak berarti apa-apa,
bahkan Dia tiada pernah melihatnya bermula sejak diciptakan.
Sesungguhnya kunci-kunci dunia dan gudang-gudang kekayaan yang
terkandung di dalamnya pernah ditawarkan kepada baginda Nabi
Muhammad S.A.W. Dan hal itu, bagi Allah S.W.T sama sekali tidak
mengurangi kekuasaan dan kewenanganNya, walaupun hanya seberat satu
sayap seekor nyamuk. Tetapi beliau menolaknya. Hal itu mengingatkan
kepada kita, beliau menghendaki agar perintah Allah S.W.T tidak diingkari,
atau mencintai sesuatu yang sebenar-benarnya, dan bukan sesuatu yang
dibenci oleh penciptanya, atau mengangkat sesuatu yang sesungguhnya
diletakkan oleh sang Raja. Dunia menjadi terkucil untuk orang-orang saleh,
sebagai ujian bagi mereka, dan dibentangkan buat musuh-musuh Allah
S.W.T untuk menipu mereka. Anehnya orang yang tertipu menganggap
bahwa dirinya adalah orang-orang yang paling mulia karena telah dapat
243
menguasai dunia. Dia lupa akan apa yang telah diperbuat Allah S.W.T
kepada baginda Nabi Muhammad S.A.W. ketika beliau mengganjal
perutnya dengan batu (karena kelaparan).
Diriwayatkan dari baginda Nabi Muhammad S.A.W yang beliau
terima dari Allah S.W.T saat berfirman kepada Nabi Musa A.S: “Apabila
engkau melihat orang kaya datang menghadap, katakanlah, dosa yang
dipercepat datang akan siksanya. Apabila melihat orang fakir datang
menghadap, maka katakanlah, selamat datang syiar orang-orang saleh.”
Jika anda menghendaki maka ikutilah firman Tuhan yang diberikan kepada
Nabi Isa putra Maryam A.S, seorang nabi penyandang ruh dan kalimah
Tuhan. Sesungguhnya beliau berkata: “Menu santapanku adalah lapar,
perasaanku adalah takutku akan Tuhan, pakaianku bulu domba (wool),
pelitaku adalah rembulan, kendaraanku adalah kedua kakiku, makanan dan
buah-buahanku adalah apa yang tumbuh di permukaan bumi. Aku orang
yang tidak memiliki apa-apa, sehingga aku menjadi orang yang tidak
memiliki sesuatu pun dari harta duniawi, tetapi tak seorang pun di muka
bumi ini yang lebih kaya daripada aku.”
Wahab bin Munabbih berkata, ketika Allah S.W.T Azza wa Jalla
mengutus Nabi Musa dan Harun A.S kepada Fir’aun laknatullah, Allah
S.W.T berfirman: “Janganlah sekali-kali anda berdua merasa takut
terhadap pakaian dunia yang disandang dan dipakai oleh Fir’aun. Karena
ubun-ubunnya (nasibnya) berada dalam genggaman tanganKu. Dia tidak
akan mampu berbicara, berkedip dan bernafas kecuali atas izinKu.
Janganlah anda berdua merasa kagum terhadap kemewahan hidupnya,
karena itu hanyalah gemerlap kesenangan hidup di dunia dan perhiasan
yang tidak lain hanyalah tipuan belaka. Seandainya Aku menghendaki , tentu
Aku akan memberikan perhiasan duniawi kepada anda berdua, sehingga dia
dapat mengetahui ketika melihatnya dan menjadi terkejut, ternyata
kekuasaannya menjadi lemah dan rapuh oleh apa yang Aku berikan kepada
anda berdua. Tetapi Aku menyayangi anda berdua dan tidak menghendaki
hal itu, maka Aku tidak memberikannya kepada anda berdua. Demikian pula
apa yang Aku perbuat terhadap para kekasihKu. Seungguhnya Aku
menghalau mereka dari kenikmatan dunia yang akan menjerumuskannya,
sebagaimana seorang penggembala yang menyayangi binatang gembalanya,
dia akan menghalau binatang gembalaannya itu dari tempat yang akan
membahayakan dan mencelakakannya. Yang demikian itu, bukan merupakan
kehinaan mereka dalam pandanganKu. Tetapi hal itu, dimaksudkan agar
mereka mencapai kesempurnaan derajat kemuliaan dariKu dengan selamat
dan terhormat. Para kekasihKu itu berhias untukku hanya dengan
merendahkan diri, ketakutan, kekhudhu’an (tunduk dan patuh) dan
ketakwaan yang telah tumbuh dalam hati dan terungkap pada bahasa tubuh
244
mereka. Itulah pakaian yang mereka kenakan dan terlihat pada tubuh
mereka, sementara apa yang ada dalam hati mereka hanyalah mereka yang
dapat merasakannya, keselamatan mereka adalah keberuntungannya,
harapan-harapan mereka hanya bertumpu kepadaKu, ketinggian kedudukan
di sisi Tuhan adalah kebanggaan bagi mereka. Itulah tanda-tanda mereka
yang dapat diketahui. Jika anda menemukan mereka, maka merunduklah,
rendahkanlah diri anda, tundukkanlah hati dan lidah anda untuk
menghormati mereka. Ketahuilah barangsiapa yang membuat kecemasan
terhadap waliKu, sesungguhnya kekasihKu itu telah benar-benar merelakan
dirinya hancur demi Aku, maka Akulah yang akan memerangi orang yang
menyakiti dan membuatnya binasa. Kemudian kelak pada hari kiamat Aku
akan menghadang orang itu dengan amarahKu.”
Ali karramallahu wajhah berkata dalam khutbahnya: “Ketahuilah,
sesungguhnya anda akan mati, lalu dibangkitkan kembali setelah mati.
Semua amal-amal anda diperlihatkan kepada anda, kemudian anda akan
mendapatkan balasan sesuatu dengan amal anda. Karenanya, janganlah anda
tertipu oleh kehidupan dunia, sesungguhnya dunia itu penuh dengan
bencana. Kehancuran dan tipu daya adalah sifat dunia yang telah maklum.
Setiap yang ada di dunia akan lenyap, tak ada yang abadi, kondisinya selalu
berubah-ubah dan tak seorang pun yang selamat dan terlepas dari
kejahatannya. Ketika penghuninya dalam kegembiraan dan kesenangan, tiba-
tiba mereka ditimpa oleh bencana dan terperdaya tipuannya. Situasi dan
kondisi dunia selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Suatu ketika dunia
memunculkan kegarangan dan ketercelaannya, tetapi kebahagiaan di
dalamnya pun tidak ada yang abadi. Para anak dunia yang sibuk berjalan
menuju cita-cita dan tujuannya, tetapi sesungguhnya justru dia sedang
menjadi sasaran anak panah dunia yang dilepaskan kepadanya. Anak-anak
panah itulah yang akan memutuskan segala harapan dan cita-citanya dan
mengantarkannya pada kematian. Ketahuilah, wahai hamba-hamba Allah
S.W.T, sesungguhnya anda dan apa yang sedang anda hadapi di dunia ini,
pada dasarnya hanyalah mengikuti perjalanan orang terdahulu. Yaitu orang-
orang yang umurnya lebih panjang dari anda, fisiknya lebih kuat dari anda,
perkampungannya lebih ramai dan peninggalannya pun lebih megah. Tetapi
suara-suara mereka kini telah sirna dan musnah seiring dengan rentang
perjalanan waktu yang cukup panjang setelah kebinasaan mereka,
kehancuran jasad-jasad, rumah dan negeri mereka, puing-puingnya pun tiada
tersisa. Kemegahan istana dan rumah, kemewahan ranjang-ranjang, kasur
dan bantal-bantal berganti menjadi tanah liat di dalam kuburan di kolong
liang lahat. Yang mungkin terlihat hanyalah batu-batu nisan yang tertancap
di atas kuburnya. Di dalam kubur sekalipun terlihat dekat, tetapi
sesungguhnya mereka jauh dan asing. Mungkin di atas kuburan mereka kini
245
telah di bangun kedai-kedai, rumah-rumah baru, tempat-tempat hiburan dan
keramaian, justru membuat mereka semakin pusing. Sekalipun tempat
mereka berdekatan satu sama lain, tetapi tidak pernah bertegur sapa.
Bagaimana mungkin mereka bisa berhubungan? Karena mereka telah digilas
oleh roda kehancuran dilumat dan dimusnahkan oleh batu-batuan dan
cacing-cacing tanah dengan hina dina.
Mereka mati setelah sekian lama hidup, mereka hancur lebur, setelah
mereguk kenikmatan semu yang hanya sesaat. Mungkin para kekasih mereka
merasa iba, atas kepindahan mereka yang tidak lain di bawah tanah. Mereka
pergi, yang tiada akan pernah kembali, jauh dan teramat jauh...Berharap
mereka akan kembali adalah ungkapan yang tiada guna dan sia-sia belaka.
Mereka berada di alam barzakh yang di apit oleh dinding-dinding yang tak
dapat ditembus, hingga pada saatnya mereka dibangkitkan kembali.
Anda seakan-akan tengah berjalan menyusuri jalan yang telah mereka
tempuh, anda hanya tinggal menunggu waktu kebinasaan menimpa anda,
sehingga anda pun akan tinggal seorang diri di dalam perkampungan yang
mencengangkan, anda menjadi tergadaikan dengan amal-amal anda terbujur
di dalam liang lahat yang amat menakutkan.
Dapatkan anda mengambil iktibar? Kuburan-kuburan itu akan dibongkar,
seluruh isi hati menjadi terbukti. Anda menunggu keputusan di hadapan
Tuhan Yang Maha Tinggi. Debaran hati menjadi teramat dahsyat, berharap
belas kasih dari Tuhan Yang Maha Pengasih, melihat kesalahan dan dosa-
dosa yang telah diperbuatnya di masa lalu, ketika di dunia. Saat itu semuanya
menjadi terbongkar, ketika hijab telah dibuka, semua mata menjadi
terbelalak melihat aib dan menyaksikan terbongkarnya rahasia-rahasia yang
sangat keji dan menjijikan. Di sanalah setiap jiwa mendapatkan balasan yang
sesungguhnya, sempurna dan seadil-adilnya, sesuai dengan apa yang
diperbuatnya. Allah S.W.T berfirman:
َ ‫ي الَّذِينَ أَح‬
)٣١( ‫سنُوا بِال ُحسنَى‬ َ َ ‫ي الَّذِينَ أ‬
َ ‫ساؤُوا بِ َما َع ِملُوا َويَج ِز‬ َ ‫ِليَج ِز‬
“...Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yanglebih baik
(surga).” (Surah al-Najm: 31).
Dan firmanNya:

“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang


bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka
berkata: Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan
yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya;
dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan
Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun.” (Surah al-Kahfi: 49).
246
Semoga Allah S.W.T menjadikan kami dan juga anda semua sebagai
orang-orang mengamalkan kitab suciNya dan mengikuti para kekasih (wali)-
Nya, sehingga Dia menempatkan kami dan juga anda di dalam surga, tempat
keabadian, atas anugerah keutamaanNya. Sesungguhnya Dia adalah Tuhan
Yang Maha Terpuji lagi Maha Tinggi.
Sebagian para hukama’ berkata, sesungguhnya hari-hari itu bagaikan
anak-anak panah yang dilepaskan dari busurnya, sementara manusia adalah
yang menjadi sasaran buruannya. Perputaran mana dan bergulirnya hari demi
hari selalu disertai dengan bidikan anak panah. Malam-malam hari seakan
memanjakan anda sehingga membuat anda terlena terbuai mimpi-mimpi
indah, tetapi tiba-tiba seluruh anggota tubuh anda tertusuk oleh tajamnya
anak panah. Bagaimana keselamatan anda bisa terjamin keabadiannya,
sementara bencana dan penyakit selalu datang mendera anda, melalui
kecepatan perjalanan malam yang selalu memburu anda. Atau hari-hari itu
terus berlari dengan menceritakan aib dan kekurangan anda, sehingga
membuat anda merasa tidak senang atas kedatangannya, dan anda menjadi
keberatan atas perjalanan waktu yang melewati anda lalu menuturkan aib dan
kekurangan anda. Tetapi kekuasaan Allah S.W.T menampakkan tampilan
lain, sehingga yang terasa oleh anda adalah kesenangan dan kenikmatan
dunia. Padahal sesungguhnya ia lebih pahit rasanya daripada buah yang
paling pahit. Seseorang akan merasa keletihan untuk menyebutkan aib dunia,
betapa banyak kejadian-kejadian yang mengejutkan, memporak-porandakan
dan menghancur luluhkan, yang sesungguhnya hal tersebut cukup dapat
ditangkap sebagai i’tibar bagi orang berakal. Ya Allah S.W.T, tunjukkanlah
kami pada kebenaran.
Sebagian para hukama’ berkata memberikan penjelasan tentang dunia
dan kadar yang dikandungi adalah sebagai berikut: “Dunia bagi anda
hanyalah sekejap, sebatas waktu kerlingan mata. Karena waktu yang telah
berlalu sudah bukan menjadi milik anda. Sementara apa yang belum datang
dan belum berlalu, anda tidak memiliki kuasa untuk dapat mengetahuinya
atau belum tentu anda akan sampai ke sana. Masa adalah hari mendatang
yang memberitakan semakin dekatnya kematian anda. Ia datang begitu cepat,
seakan melipat saat-saat dan memperlihatkan peristiwa tragedi demi tragedi
dan bencana demi bencana yang menindas manusia. Masa memiliki
pertanggungjawpan untuk mencerai beraikan perkumpulan, memporak
porandakan rancangan urusan yang telah tersusun. Mengalihkan kekuasaan
negeri. Angan-angan begitu panjang, sementara umur amatlah pendek dan
kepada Allah S.W.T segala urusan dikembalikan.”
Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya: “Wahai manusia
sesungguhnya anda diciptakan untuk suatu urusan, jika anda
membenarkannya maka anda termasuk orang yang tiada menyadari, dan jika
247
anda mendustakannya, maka anda akan celaka. Anda diciptakan tidak untuk
hidup abadi, tetapi anda hidup selalu berpindah-pindah dari satu
perkampungan ke perkampungan yang lain. Wahai hamba Allah S.W.T,
anda hidup diperkampungan yang makanannya terasa tertahan untuk ditelan,
minumannya sulit untuk diteguk. Anda tidak akan bisa merasakan murninya
kenikmatan yang dapat membahagiakan, kecuali dengan meninggalkan yang
lain, sementara anda sendiri merasa enggan untuk berpisah dengannya. Maka
buatlah amal untuk negeri akhirat, karena di sanalah anda akan hidup abadi,
agar anda tidak menuai penyesalan, menyemai tangis, mendulang perih
merintih pedih.” Kemudian Umar bin Abdul Aziz menangis tersedu-sedu,
lalu turun dari mimbar.
Ali karramallaahu wajhah berkata dalam khutbahnya, sebagai
berikut: “Aku berwasiat kepada anda untuk menjaga ketakwaan kepada
Allah S.W.T dan hendaklah kiranya anda meninggalkan dunia yang akan
meninggalkan anda. Jika anda berkeras hati dan tidak suka meninggalkannya
dengan tetap terus mengejar-ngejar yang baru, maka anda akan digilas dan
dilindas olehnya. Anda bagaikan suatu kaum yang menempuh perjalanan
tiada bertepi. Mereka hendak memotong dan mencari jalan pintas agar segera
sampai ketepian, tetapi harapan itu hanyalah impian belaka. Betapa banyak
orang yang menempuh suatu perjalanan, menghendaki agar segera dapat
sampai tujuan. Betapa banyaknya orang yang hanya mempunyai peluang
kesempatan sehari hidup di dunia, tetapi dia berlomba-lomba meraih angan-
angan duniawi yang berbagai ragam, sampai tiba-tiba dia harus dikejutkan
kematian yang memisahkannya dengan dunia. Karena itu janganlah anda
mengeluh dan larut dalam kepedihan penderitaan dunia, karena semua itu
akan segera berakhir. Dan janganlah anda terlena dalam pesta kegembiraan
duniawi, karena semua itu akan segera sirna dan musnah. Aku sangat hairan
terhadap orang yang selalu sibuk mencari dunia, padahal kematian selalu
mengincar dan memburunya. Sementara dia tetap terlena dalam kelalaian
yang tak disadarinya.”
Muhammad bin Husain berkata, ketika orang-orang yang memiliki
keutamaan, ilmu ma’rifat dan budi pekerti untuk mengerti dan mengetahui,
sesungguhnya Allah S.W.T Azza wa Jalla telah mencela dan menghinakan
dunia serta tidak merelakan buat para kekasihNya, mereka benar-benar yakin
bahwa dunia dan segala isinya adalah hina dan tercela dalam pandangan
Allah S.W.T.
Baginda Rasulullah S.A.W adalah seorang utusan yang berzuhud dan
selalu mengingatkan para sahabatnya agar tetap berwaspada dan berhindar
oleh fitnah dunia. Oleh karena itu, mereka akan menyantap makanan secara
sederhana dan bersahaja lalu menyedekahkan selebihnya. Mereka hanya
mengambil secukupnya dan meninggalkan yang sia-sia, sehingga pakaian
248
mereka begitu sederhana asalkan dapat menutup aurat, makan-makanan yang
paling sederhana asalkan dapat untuk menahan lapar. Para sahabat
berpandangan bahwa dunia itu fana (rusak dan hancur), sementara akhirat
adalah kehidupan yang abadi. Karenanya mereka menjadikan dunia sebagai
bekal dan medan untuk mencapai kebahagiaan hidup abadi di akhirat. Maka
mereka selalu berusaha memerangi dunia dan meramaikan akhirat. Mereka
memandang akhirat dengan ketajaman mata hatinya. Memfokuskan seluruh
isi hatinya dalam penantian menuju akhirat, karena sesungguhnya mereka
akan benar-benar pergi ke sana tidak hanya dengan hati, tetapi juga badan-
badan mereka. Menyadari akan pentingnya perjalanan yang hendak dituju
mereka hanya sedikit kelelahan, tetapi yang mereka rasakan adalah
kenikmatan yang begitu panjang. Yang demikian itu, tentu atas petunjuk
Allah S.W.T Yang Maha Mulia. Mereka mencintai sesuatu yang lebih
mencintai mereka dan membenci sesuatu yang lebih membenci dari apa yang
lebih membenci mereka.

33. KEUTAMAAN BERSIKAP QANA’AH

Ketahuilah, seseorang dan juga yang fakir seharusnya merasa puas


dengan apa yang dianugerahkan Allah S.W.T kepadanya, dan memutus
harapan serta berpaling dari apa yang ada di tangan orang lain. Tidak
menggebu-gebu dan besar kecintaannya untuk bekerja hanya demi mencari
harta semata, tanpa mengenal waktu dan tidak pula halal dan haram. Bekerja
mengais rizki untuk mencukupi kebutuhan yang tidak bisa tidak saja, yaitu
kebutuhan akan makanan, pakaian dan tempat tinggal. Hendaklah sekedar
mencukupi kebutuhan yang berkecukupan, sehari demi sehari atau maksimal
satu bulan. Tidak menyibukkan hatinya untuk kebutuhan melebihi batas
maksimal, yaitu satu bulan. Apabila dia selalu merindukan dan
mengharapkan yang lebih banyak dari itu atau memperpanjang angan-angan,
maka dia tiada memiliki sifat qana’ah dan jiwanya terkotori oleh sifat tamak.
Kerakusan itu akan mendorong dan menyeretnya berprilaku jahat dan
berakhlak tercela, melakukan kemungkaran lalu merobek-robek kehormatan
lagi kemuliaan. Manusia keturunan Adam A.S memang memiliki sifat rakus,
tamak dan sedikit qana’ah. Baginda Nabi S.A.W bersabda:
ُ ‫ب لَبت َغى لَ ُﮭ َما ثَا ِلثًا َولَ يَم َال ُء َجو‬
َّ‫ف اب ِن آدَ َم اِل‬ ِ َ‫لَو َكانَ ِلب ِن آدَ َم َو ِدي‬
ٍ ‫ان ِمن ذَ َﮪ‬
255
َ ‫علَى َمن ت‬
‫َاب‬ َ ُ‫ب هللا‬ ُ ‫الت ُّ َر‬
ُ ‫اب َويَتُو‬
“Seandainya anak Adam memiliki dua lembah (ladang) emas, tentu
dia akan mencari yang ketiga, dan tidak ada yang dapat membuat penuh

255

249
perut anak Adam, kecuali tanah (mati). Dan Allah S.W.T, akan menerima
tobat orang yang benar-benar bertobat.”
Diriwayatkan dari Abi Waqid al-Laitsi, dia berkata, apabila wahyu
diturunkan kepada baginda Nabi S.A.W, kami selalu datang kepada beliau,
lalu beliau mengajarkan wahyu yang diturunkan itu kepada kami. Pada suatu
hari kami datang kepada Nabi S.A.W lalu beliau bersabda:
َّ ‫ َوإِيت َِاء‬،‫ ِإنَّا أ َنزَ لنَا ال َما َل ِ ِإلقَا َم ِة الصال ِة‬:‫ع َّز َو َج َّل َيقُو ُل‬
َ‫الز َكا ِة َولَو َكان‬ َ َ‫ِإ َّن هللا‬
‫ َوإِن َكانَ لَﮫُ الثَا ِنى َأل َ َحبَّ اَن َي ُكونَ لَ ُﮭ َما‬،‫ان‬ٍ َ ‫ب َأل َ َحبَّ اَن َي ُكونَ لَﮫُ ث‬ ٍ ‫ِ ِإلب ِن آدَ َم َوا ٍد ِمن ذَ َﮪ‬
256
َ ‫علَى َمن ت‬
‫َاب‬ َ ‫ َويَتُو‬،‫اب‬
َ ُ‫ب هللا‬ َ ‫ف إِب ِن آدَ َم إِ َّل الت ُ َر‬ ِ ‫ َو َل يَم َل ُ َجو‬،ٍ‫ثَا ِلث‬
“Sesungguhnya Allah S.W.T Azza wa Jalla berfirman: ‘Kami
menurunkan harta, tidak lain agar shalat dapat ditegakkan dan zakat dapat
ditunaikan. Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu dia
menginginkan yang kedua. Dan apabila ia telah memiliki dua lembah emas,
tentu ia menginginkan yang ketiga dan tidak ada yang dapat memenuhi
perut anak Adam kecuali tanah (mati). Dan Allah S.W.T akan menerima
taubat orang yang benar-benar bertaubat.”
Abu Musa al-Asy’ari berkata, telah turun suatu surat, seperti surat al-
Baqarah, lalu ia diangkat dan sebahagiannya telah dihapal. Sesungguhnya
Allah S.W.T menguatkan agama ini dengan kaum-kaum yang tidak memiliki
akhlak, seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta, tentu dia masih
berharap untuk dapat memiliki lembah yang ketiga. Tidak ada yang dapat
memenuhi perut anak Adam kecuali tanah (mati). Dan Allah S.W.T akan
menerima tobat orang yang benar-benar bertaubat. Baginda Nabi
S.A.Wbersabda:
ِ ‫ان لَ َيش ِب َع‬
‫ َمن ُﮭو ُم ال ِعل ِم َو َمن ُﮭو ُم ال َما ِل‬:‫ان‬ ِ ‫َمن ُﮭو َم‬
257

“Ada dua kerakusan yang tidak akan pernah kenyang, rakus akan
ilmu dan rakus akan harta.”
Baginda Nabi S.A.W juga bersabda:
258
‫شبُّ َمعَﮫُ إِثنَتا َ ِن األ َ َم ُل َو ُحبُّ ال َما ِل‬
ُ ‫يَﮭ َر ُم اِب ُن آدَ َم َو َي‬
“Anak Adam telah mencapai usia pikun (lanjut usia) tetapi ia masih
merasa muda dalam dua hal, yaitu dalam hal angan-angan dan cinta
harta.”
Ketika hal tersebut menjadi karakter manusia keturunan Adam yang
menyesatkan dan merupakan kecemburuan yang membinasakan, maka Allah

256

257

258

250
S.W.T memuji RasulNya atas keqana’ahannya. Baginda Nabi S.A.W
bersabda:
259
‫شﮫُ َكفَافَا َوقَنَ َع بِ ِﮫ‬ َ َ‫لس َال ِم َو َكان‬
ُ ‫عي‬ ُ
َ ‫طوبَى ِل َمن ُﮪ ِد‬
ِ ‫ي ِل‬
“Sungguh beruntung orang yang ditunjukkan pada Islam, karena
hidupnya akan terpelihara dan terpuaskan dengannya.”
Nabi S.A.W bersabda:
260
‫غنِي ٍ ا َِّل ُودَّ يَو ُم ال ِقيَا َم ِة أَنَّﮫُ َكانَ أُوتِي قُ َّوتًا فِى الدُنيَا‬
َ ‫َما ِمن أ َ َح ٍد فَ ِقي ٍر َو َل‬
“Tidak ada seorang manusia pun dari yang fakir dan yang kaya,
kecuali ia cinta pada hari kiamat, maka sesungguhnya ia diberi kekuatan
(tercukupi kebutuhannya) di dunia.”
Beliau juga bersabda:
‫ى ِغنَى النَّف ِس‬
ُّ ِ‫ض اِنَّ َما الغَن‬
ِ ‫عنَ َكث َرةِ العَ َر‬ َ ‫لَي‬
ُّ ِ‫س الغَن‬
َ ‫ى‬
“Bukanlah orang yang kaya itu karena banyaknya harta, tetapi
sesungguhnya orang yang kaya itu ialah kaya hati.”
Beliau melarang bersikap rakus dan berkelebihan dalam mencari harta,
beliau bersabda:
‫عبد‬
َ ‫ب‬ َ َ ‫س ِلعَب ِد إِلَّ َما َكت‬
َ ‫ َولَن يَذ َﮪ‬،ُ‫ب لَﮫ‬ َ ‫ب فَإ ِنﮫُ لَي‬ َ ‫اس أ َج ِملُوا فِى ال‬
ِ َ‫طل‬ ُ َ‫أ َ َل أ َيُّ َﮭا الن‬
َ ‫ب لَﮫُ ِمنَ الدُنيَا َو ِﮪ‬
‫ي َرا ِغ َمة‬ َ َ ‫ َحت َّى يَأتِي ِﮫ َما َكت‬،‫ِمنَ الدُنيَا‬
261

“Perhatikanlah wahai manusia, perindahlah cara kalian mencari


harta, sesungguhnya seseorang tidak akan mendapatkan sesuatu, kecuali
apa yang telah ditentukan baginya. Tidaklah seorang hamba pergi untuk
mencari harta duniawi, melainkan dia hanya akan mendapatkan apa yang
telah ditentukan baginya. Dunia adalah sesuatu yang rendah dan hina.”
Diriwayatkan, bahwa Nabi Musa A.S bertanya kepada Tuhannya,
beliau bertanya: “Siapakah di antara hambaMu yang paling kaya? Allah
S.W.T berfirman: “Orang yang paling puas dan menerima apa yang telah
Aku berikan kepadanya.” Dia bertanya lagi: “Siapakah di antara mereka
yang paling adil? Allah S.W.T berfirman: “Orang yang dapat meluruskan
dan berlaku adil terhadap dirinya sendiri.”
Ibnu Mas’ud R.A berkata, sesungguhnya baginda Rasulullah S.A.W
bersabda:
ً ‫ث فِى َرو ِعى أ َ َّن نَف‬
‫سا لَن ت َ ُموتَ َحت َّى ت َست َك ِم ُل ِرزقُ َﮭا فَات َّقُوا‬ َ َ‫إِ َّن ُرو ُح القُد ِس قَد نَف‬
262
‫ب‬ َ ‫هللاَ َوأ َج ِملُوا فِى ال‬
ِ َ‫طل‬

259

260

261

262

251
“Sesungguhnya Ruhul Qudus (Malaikat Jibril) membisikkan ke
dalam kesadaranku, sesungguhnya seseorang tidak akan mati, hingga
disempurnakan rizkinya. Maka bertakwalah kepada Allah S.W.T, dan
perbaikilah usaha anda dalam mencari harta duniawi.”
Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W bersabda
kepadaku: “Wahai Abu Hurairah, jika anda kelaparan, maka hendaklah
makan sepotong roti dan segelas air. Pandanglah dunia itu sebagai
reruntuhan yang akan hancur.” Abu Hurairah juga berkata, sesungguhnya
Rasulullah S.A.W bersabda: “Jadilah anda sebagai orang yang wira’i, maka
anda menjadi sebaik-baik manusia dalam beribadah. Dan jadilah anda
sebagai orang yang qana’ah, maka anda akan menjadi manusia yang paling
bersyukur. Cintailah manusia sebagaimana anda mencintai diri sendiri,
maka anda akan menjadi orang yang selamat dan terpercaya.”
Rasulullah S.A.W melarang thama’ (rakus), sebagaimana diterangkan
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub Al-Anshari, sesungguhnya
seorang Badui datang kepada Nabi dan berkata: “Ya Rasulullah, berilah aku
nasehat secara singkat.” Beliau bersabda: “Jika anda shalat, lakukanlah
shalat itu sebagai shalat terakhir (memohon diri/ pamitan karena akan
mati), janganlah berbicara dengan suatu pembicaraan yang membuat anda
besok tak dapat memberikan alasannya dan janganlah berharap terhadap
apa yang ada di tangan manusia.”
Auf bin Malik Al-Asyja’i berkata, suatu ketika aku berada di sisi
Rasulullah S.A.W sebagai orang yang kesembilan atau kedelapan atau
ketujuh, lalu beliau bersabda: “Mengapa anda semua tidak berbai’at dengan
Rasulullah S.A.W? Maka kami membentangkan tangan-tangan kami dan
berbai’at dengan Rasulullah S.A.W. Seorang di antara kami ada yang
berkata: “Kami telah berbai’at dengan anda, lalu apa yang anda bai’atkan
kepada kami? Kemudian beliau bersabda: “Beribadahlah kepada Allah
S.W.T dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Lakukanlah
shalat lima waktu, jadilah anda sebagai orang yang mau mendengarkan
kebaikan dan mentaatinya, sebaik-baik kalimat (perkataan) ialah yang
lemah lembut, dan janganlah anda meminta sesuatu pun kepada manusia.”
Auf berkata: “Di antara mereka ada yang cambuknya terjatuh, tetapi tak
seorang pun yang berani mengambilkannya.”
Umar ra berkata: “Sesungguhnya thama’ (rakus) adalah kefakiran,
sementara memutus keinginan terhadap apa yang di tangan orang lain adalah
merupakan kekayaan.” Ketika sebagian para hukama’ ditanya: “Apakah
kekayaan itu? Ia menjawab: “Minimnya harapan dan keinginan anda serta
kerelaan terhadap apa yang mencukupkan kebutuhan anda.” Diungkapkan
dalam bait-bait syair:

252
“Kehidupan adalah saat-saat yang terus berlalu, dan perguliran
hari-hari yang silih berganti.
Puaslah dengan kehidupan anda apa adanya, maka anda diridhai.
Patahkan keinginan hawa nafsu, maka anda akan hidup merdeka.
Memfokuskan hidup pada Tuhan Yang Maha Suci, adalah emas,
yaqut dan permata.”
Muhammad bin Wasi’ membasahi roti tawar dengan air dan
memakannya, lalu ia berkata: “Barangsiapa yang merasa puas dengan
makanan seperti ini, maka dia tidak akan butuh pada orang lain.” Sufyan
berkata: “Sebaik-baik harta dunia anda ialah apa yang anda peroleh dari
usaha secara halal.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Tidaklah ada satu hari pun, melainkan seorang
malaikat memanggil-manggil: ‘Wahai anak Adam, sedikit harta yang dapat
membuat anda merasa cukup itu lebih baik daripada banyak, tetapi membuat
anda durhaka.” Samirth bin Ujlan berkata: “Wahai anak Adam, perut anda
hanyalah sejengkal, maka jangan sampai ia membuat anda masuk neraka.”
Ketika ditanyakan kepada Hakim: “Apakah harta yang anda miliki? Ia
menjawab: “Memperindah penampilan lahir dengan maksud untuk
mempercantik batin dan memutus harapan akan keinginan terhadap apa yang
dimiliki orang lain.”
Diriwayatkan, bahwa Allah S.W.T Azza wa Jalla berfirman: “Wahai
anak Adam, seandainya dunia ini seluruhnya menjadi milik anda, maka tidak
lain yang telah benar-benar anda miliki hanyalah apa yang sekedar anda
makan. Seandainya Aku memberikan kesempatan kepada anda untuk dapat
makan dari harta yang anda miliki, lalu Aku menjadikan hisab dari harta
anda itu kepada orang lain, maka hal itu menunjukkan Aku berbuat baik
kepada anda.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Apabila salah seorang dari anda berusaha untuk
memenuhi kebutuhan, maka hendaklah anda mencarinya yang paling sedikit.
Jangan sampai ada seseorang yang datang dan berkata: “Anda lagi...dan anda
lagi...hingga punggungnya menjadi patah. Sesungguhnya seseorang tidak
akan mendapatkan rizki kecuali apa yang telah dibagikan atau dianugerahkan
kepadanya menurut ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.”
Kepada sebagian para hukama’ dikatakan: “Apakah sesuatu yang paling
membahagiakan bagi orang yang berakal? Dan apakah pembantu yang lebih
dapat menolong untuk menangkis kegelisahan? Ia berkata: “Sesuatu yang
paling membahagiakan seseorang ialah amal saleh yang telah dilakukannya.
Sementara pembantu yang dapat menolongnya untuk menangkis kesedihan
ialah ridha dengan ketentuan qadha?
Sebagian hukama’ berkata: “Manusia yang paling panjang
kegelisahannya ialah pendengki, yang paling sederhana hidupnya ialah orang
253
yang bersifat qana’ah, yang paling bersabar sakit ialah orang yang
menggebu-gebu ketika menginginkan sesuatu sehingga jatuh sakit, dan orang
yang paling rendah tingkat ekonominya ialah orang paling besar
penolakannya terhadap dunia, dan orang yang paling besar penyesalannya
ialah orang yang ceroboh.”

Ibnu Samak berkata, sesungguhnya raja’ (harapan) adalah simpul tali di


dalam hati dan mengikat kaki anda. Keluarkanlah harapan itu dari hati anda,
maka tali yang mengikat kaki anda itu akan terlepas. Abu Muhammad Al-
Yazidi berkata: “Ketika aku masuk menghadap khalifah Rasyid, aku
mendapatinya sedang melihat pada lampiran kertas yang di dalamnya
terdapat tulisan tinta emas. Dan ia tersenyum ketika melihat aku. Maka aku
berkata, semoga Allah S.W.T memperbaiki kondisi anda, wahai Amirul
Mukminin. Dia menjawab: “Ya, semoga aku mendapatkan dua bait syair
pada sebagian gudang-gudang Bani Umayyah. Aku menilai kedua bait syair
itu cukup baik, lalu aku menambahkan satu bait, sebagai yang ketiga, yaitu:

* ‫سدَّ بَاب َعنكَ ِمن د ُو ِن َحا َج ٍة‬ ُ ‫* ِاذَا‬


* ‫* فَدَ َعﮫُ ِلُخرى َينفَ ِت ُح لَكَ َبابُ َﮭا‬
* ُ‫* فَا َِّن قِ َرابُ البَط ِن يَك ِفيكَ ِمل ُؤه‬
ِ ‫سوأَتُ الُ ُم‬
* ‫وراِجتِنَابُ َﮭا‬ َ َ‫* َو َيك ِفيك‬
* ‫ضكَ َواجت َ ِنب‬ ً
ِ ‫* َولَتَكُ ُمبذَا ل ِل ِعر‬
* ‫اص يَجتَ ِنبُكَ ِعقَابُ َﮭا‬ َ ‫* ُر ُكو‬
ِ ‫ب ال َم َع‬
“Apabila satu pintu tertutup bagi anda tanpa adanya suatu
keperluan, maka tinggalkanlah, untuk menuju yang lain, maka pintu itu
akan terbuka bagi anda.
Pengikat perut, kiranya cukuplah bagi anda sebagai pemenuhan
isinya, dan cukuplah bagi anda untuk menjauhi keburukan dari segala
persoalan.
Kekuasaan anda akan membuat harga diri anda menjadi hina,
jauhilah naik kendaraan kemaksiatan, maka anda akan dijauhi
siksanya.”
Abdullah bin Salam berkata kepada Ka’ab, sesungguhnya ilmu tidak
akan pergi dari hati anak-anak jika mereka telah memiliki kesadaran dan
dapat memfungsikan akalnya. Ia berkata: “Kejahatan thama’ ialah nafsu dan
menuntut pemenuhan kebutuhan.” Seorang laki-laki berkata kepada Fudhail,
jelaskanlah kepadaku mengenai perkatan Ka’ab. Fudhail berkata: “Thama’
mendorong timbulnya kejahatan nafsu dan terus berusaha untuk memenuhi
kebutuhan, sampai agamanya hilang daripadanya. Kejahatan thama’ adalah
kejahatan hawa nafsu, dalam persoalan ini...dan yang ini...sampai ia tidak
menyukai sesuatu itu terlepas daripadanya. Sehingga anda menjadi butuh
254
pada yang ini, yang itu tanpa ada batas akhirnya. Apabila kebutuhan anda itu
telah terpenuhi, lubang penciuman hidung anda semakin lebar yang akan
terus menyeret anda ke mana yang ia kehendaki. Anda dikehendaki dan
ditundukkan olehnya. Barangsiapa yang mencintai anda karena dunia, maka
anda menjadi selamat karenanya. Tetapi ketika anda berjalan dengannya dan
dan mengunjunginya ketika ia sakit maka anda tidak akan selamat
daripadanya. Janganlah anda mengunjunginya karena Allah S.W.T. Jika anda
tidak memiliki hajat kepadanya, maka yang demikian itu lebih baik bagi
anda.”

34. KEUTAMAAN ORANG-ORANG FAKIR

Nabi S.A.W bersabda: “Sebaik-baik umat ini ialah yang fakir di antara
mereka. Dan yang paling lemah di antara mereka adalah yang paling cept
masuk surga.” Beliau juga bersabda: “Sesungguhnya saya menyandang dua
status profesi, barangsiapa yang mencintai keduanya, maka berarti ia
mencintai aku dan barangsiapa yang membenci keduanya, berarti ia benci
kepadaku, yaitu fakir dan jihad.”
Diriwayatkan, bahwa Malaikat Jibril turun kepada Nabi Muhammad
S.A.W, lalu berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu
membacakan (berkirim) salam kepadamu, ia berfirman: ‘Apakah anda suka
bila Aku menjadikan gunung-gunung ini sebagai emas untuk anda, sehingga
anda bisa berbuat apa yang anda kehendaki dan pergi ke mana yang anda
suka? Sejenak Rasulullah S.A.W menundukkan kepala beliau yang mulia,
lalu mengangkatnya kembali seraya bersabda: “Wahai Jibril, sesungguhnya
dunia adalah rumah bagi orang yang tidak memiliki rumah, harta bagi
orang yang tiada memiliki harta. Di dunialah orang-orang yang tidak
berakal berkumpul.” Lalu Malaikat Jibril berkata kepada beliau: “Semoga
Allah S.W.T mengokohkan anda dengan perkataan yang kuat.
Diriwayatkan, bahwa suatu ketika Nabi Isa as berjalan di suatu halaman ,
lalu bertemu dengan orang yang sedang tidur sambil melilitkan jaketnya.
Kemudian Nabi Isa membangunkannya. Ia berkata: “Wahai orang yang
tidur, bangkit dan berzikirlah kepada Allah S.W.T.” Orang itu berkata: “Apa
yang anda inginkan dariku, aku telah meninggalkan dunia bagi ahlinya.” Isa
berkata kepadanya: “Kalau begitu, tidurlah wahai kekasihku.” Pada saat
yang lain Nabi Isa berjalan dan bertemu dengan seorang yang tidur di atas
tanah berbantal batu bata, wajah dan jenggotnya menyentuh tanah sambil
melilitkan jaketnya, Nabi Isa berkata: “Ya Tuhanku, hamba-Mu ini adalah
orang yang sia-sia hidupnya di dunia.” Kemudian Allah S.W.T memberikan
wahyu kepada Nabi Isa: “Wahai Isa, tahukan anda, jika Aku melihat hamba-

255
Ku dengan wajah-Ku, semuanya, maka seluruh dunia akan berpaling dan
menyingkir darinya.”
Ka’ab bin Akhbar berkata, sesungguhnya Allah S.W.T berfirman kepada
Nabi Musa: “Apakah anda melihat orang fakir datang menghadap, maka
katakanlah: ‘Selamat datang wahai syiar orang-orang saleh.” Atha’ Al-
Kharsani berkata, suatu ketika seorang nabi di antara para nabi berjalan
melewati tepi pantai,lalu ia berjumpa dengan seorang menjaring ikan. Orang
itu berkata: “Bismillah.” Lalu ia melemparkan kailnya ke laut, tetapi ia tidak
mendapatkan satu ikan pun. Kemudian nabi itu meneruskan perjalanan dan
bertemu lagi dengan seorang penjaring lain. Orang ini berkata, dengan
menyebut nama syaitan, lalu melemparkan kailnya ke dalam laut, dan ia
mendapatkan ikan yang sangat banyak sekali. Kemudian Nabi S.A.W
berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana ini? Bukankah semua itu berada di
tangan-Mu? Lalu Allah S.W.T berfirman kepada para malaikat: “Singkaplah
hijab untuk hamba-Ku ini, agar ia dapat melihat kedudukan masing-masing
dari dua orang pengail itu.” Ketika nabi itu melihat apa yang disediakan
Allah S.W.T buat masing-masing dari kedua orang itu, ia berkata: “Aku jadi
mengerti dan ridha, ya Tuhanku.”
Nabi S.A.W bersabda: “Aku dimunculkan ke dalam surga, aku melihat
mayoritas penghuninya ialah orang-orang fakir, dan aku diperlihatkan
neraka, ternyata aku melihat mayoritas penghuninya ialah orang-orang
kaya dan para wanita.” Menurut riwayat lain: “....aku melihat mayoritas
penghuni neraka adalah orang-orang wanita. Ketika aku bertanya tentang
alasannya mengapa bisa begitu? Dikatakan: ‘Karena pada umumnya,
wanita selalu sibuk dengan kesukaannya terhadap dua hal yaitu emas dan
za’faran.”
Nabi S.A.W bersabda:
‫تُحفَةُ ل ُمؤ ِمنُ ِفى الدُّن َيا اَلفَق ُر‬
Artinya:
“Hadiah berharga bagi orang yang beriman di dunia ini adalah
kefakiran.”
Dalam khabar lain disebutkan, sesungguhnya di antara para nabi-nabi
yang terakhir kali masuk surga ialah Nabi Sulaiman bin Daud, karena
kedudukannya sebagai seorang raja yang kaya raya. Dan di antara para
sahabat yang terakhir kali masuk surga ialah Abdurrahman bin Auf, karena
ia adalah seorang sahabat yang kaya raya, dan harus mempertanggung
jawabkan kekayaannya terlebih dulu di hadapan Tuhan. Isa Almasih berkata:
“Orang kaya itu sangat berat untuk dapat masuk ke dalam surga.”
Dalam khabar lain disebutkan: “Apabila anda melihat orang fakir datang
menghadap kepada anda, maka katakanlah: “Selamat datang, wahai syiar

256
orang-orang saleh.’ Dan ketika datang menghadap kepada anda orang kaya,
maka katakanlah: ‘Dosa yang telah disegerakan siksanya.”
Nabi Musa as berkata: “Wahai Tuhanku, di antara makhluk-Mu,
siapakah yang menjadi para kekasih-Mu? Sehingga aku dapat mencintai
mereka karena Engkau.” Allah S.W.T berfirman: “Orang fakir dan orang
yang selalu dililit penderitaan hidup.” Isa Almasih berkata: “Saya mencintai
orang-orang miskin dan membenci orang-orang bergelimangan dengan
kenikmatan.”
Ketika para pembesar dan orang-orang kaya di kalangan bangsa Arab
datang kepada Nabi S.A.W dan berkata: “Berikanlah kesempatan bagi kami
sehari dan bagi mereka (orang-orang fakir) sehari, sehingga ketika mereka
datang menghadap kepada Anda,kami tidak datang. Dan ketika kami datang
menghadap kepada Anda, supaya mereka tidak datang juga.” Yang dimaksud
dari hal itu ialah orang-orang fakir, seperti sahabat Bilal, Salman, Shuhaib,
Abu Dzar, Khabab bin Al-Arat, Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, dan orang-
orang fakir di antara para sahabat yang lainnya.” Para pembesar dan orang-
orang kaya mengajukan permohonan tersebut kepada Nabi S.A.W karena
mereka sering mengadu kepada beliau mengenai orang-orang fakir yang
telah membuat mereka tidak merasa nyaman sebab bau mereka menyengat
hidung. Orang-orang fakir itu biasa memakai pakaian dari bulu domba
(wool) dalam kondisi yang sangat panas, keringat mereka berhamburan
menebarkan aroma menyengat yang menusuk-nusuk hidung orang-orang
kaya itu. Di antara orang-orang kaya itu ialah, Aqra’ bin Habis At-Tamimi,
Uyainan bin Hahsn Al-Fazari, Abbas bin Murdas As-Silmi dan orang-orang
kaya lainnya. Rasulullah S.A.W lalu mengabulkan permohonan mereka,
dengan tidak mengumpulkan dalam satu majlis antara orang-orang kaya dan
orang-orang fakir. Maka turulah ayat berikut ini:
‫ِى ي ُِريد ُونَ َوج َﮭﮫُ َولَ ت َعد ُ َعينَاكَ َعن ُﮭم‬ِ ‫سكَ َم َع الَّذِينَ َيد عُونَ َر َّب ُﮭم ِبالغَدو ِة َوال َعش‬ َ ‫َواص ِبرنَف‬
Artinya:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-
Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka...”
Yakni orang-orang fakir.
‫ت ُ ِريد ُِزينَةَ ال َحيوة َ الدُّنيَا‬
Artinya:
“(Karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini...”
Yakni orang-orang kaya.
)٢٨( ‫طا‬ ً ‫عن ذِك ِرنَا َواتَّبَ َع ﮪ ََواهُ َو َكانَ أَم ُرهُ فُ ُر‬
َ ُ‫َو َل ت ُ ِطع َمن أَغفَلنَا قَلبَﮫ‬

Artinya:

257
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan
dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28).
Yakni, orang-orang kaya.
Dan firman Allah S.W.T, ayat: Dan katakanlah: Kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman),
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir.
Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka yang
gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya
mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi: 29).
Ketika Ibnu Ummi Maktum meminta izin untuk menghadap kepada Nabi
S.A.W, sementara ketika itu di sisi beliau terdapat orang-orang terhormat
dari kalangan Quraisy, beliau merasa akan keberatan untuk menerima Ibnu
Ummi Maktum. Maka Allah S.W.T menurunkan ayat-ayat berikut ini: “Dia
(Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang
buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya
(dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu
memberi manfaat kepadanya.” (QS. Abasa: 1-4).
Yakni, Ibu Ummi Maktum. Ayat selanjutnya: “Adapun orang-orang yang
merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya.” (QS. Abasa: 5-6).
Yakni, orang terhormat ini (yang tengah ada di sisi beliau).
Nabi S.A.W bersabda: “ketika saya masuk ke dalam surga, aku
mendengar derap kaki di depanku, lalu aku melihatnya, ternya dia adalah
Bilal. Lalu aku melihat di atas surga, Ternyata mereka adalah orang-orang
fakir dari umatku, selanjutnya aku melihat kebawah, ternyata di surga yang
paling bawah itu aku melihat orang-orang kaya dan wanita-wanita, tetapi
jumlah mereka hanya sedikit.” Aku bertanya: “Wahai Tuhanku, bagaimana
kondisi mereka, mengapa bisa begitu? Allah S.W.T berfirman: Karena para
wanita dipersulit masuk ke dalam surga oleh dua hal yaitu emas dan sutera.
Adapun orang kaya, mereka dipersulit dan disibukkan oleh lamanya hisab.”
Para sahabatku telah mengunjungiku dan semuanya telah berlalu, tetapi aku
melihat Abdurrahman bin Auf. Tak lama kemudian Abdurrahman bin Auf
datang terlambat kepadaku? Ia menjawab: “Ya Rasulullah, kiranya aku tidak
akan dapat sampai bertemu kepada anda, hingga kudapati rambut telah
beruban dan aku tidak dapat melihat anda.” Aku (Nabi) bersabda:
“Mengapa? Dia menjawab: “Aku menunggu penghisaban (penghitungan)
hartaku.” Perhatikan dan renungkanlah dia, Abdurrahman, seorang sahabat
besar yang hidup bersama Rasulullah, bahkan termasuk sepuluh orang
istimewa yang dijamin masuk surga. Dia adalah orang kaya yang dinyatakan
258
Rasulullah S.A.W sebagai penghuni surga. Yaitu termasuk orang-orang yang
dinyatakan Nabi S.A.W dalam sabdanya: “....Kecuali orang (kaya) yang
berkata dengan hartanya begini...Dan begini..., sekalipun begitu kekayaan
itu cukup membahayakannya.” Kemudian Rasulullah S.A.W masuk kepada
orang laki-laki fakir, beliau tidak melihat ia memiliki sedikitpun harta, lalu
beliau bersabda: “Seandainya cahaya orang ini dibagi kepada seluruh ahli
bumi, maka semuanya mendapatkan bagian.”
Diriwayatkan dari Ali karramallaahu wajhah, sesungguhnya
Rasulullah S.A.W bersabda: “Apabila manusia membenci orang-orang
fakir, begitu jelas ketergila-gilaannya terhadap dunia, saling bermusuhan
untuk mengumpulkan dirham, maka Allah S.W.T akan menimpakan empat
hal kepada mereka, yaitu: Masa krisis; penguasa yang zalim dan sewenang-
wenang;para hakim yang curang dan berkhianat dan akan mendapatkan
duri-duri atau berada dalam cengkeraman para musuh.”
Abu Darda’ ra berkata: “Orang yang memiliki dua dirham, dia lebih
tertahan atau lebih berat hisabnya daripada orang yang memiliki satu
dirham.” Dari Umar ra ia berkata, aku mendengar Rasulullah S.A.W
bersabda: “Orang-orang fakir akan masuk surga lebih dulu sebelum orang-
orang kaya terpaut dalam jangka waktu selama lima ratus tahun, seorang
laki-laki dari orang-orang kaya masuk ke dalam kelompok mereka yang
banyak dan berdesak-desakan, lalu ia dipegang tangannya dan
dikeluarkan.”
Dikatakan, ada orang fakir datang ke dalam majlis Tsauri, lalu ia
berkata kepadanya: “Buatlah garis, jika anda orang kaya, maka aku tidak
akan mendekat kepada anda.” Adalah orang-orang kaya di kalangan para
sahabat, mereka menginginkan menjadi orang-orang fakir, karena
kedekatannya terhadap orang-orang fakir dan keberpalingannya dengan
sikap sebagai orang-orang kaya. Muamil berkata: “Aku tidak melihat
seseorang di dalam majlis Tsauri yang lebih hina daripada orang kaya, dan
aku tidak melihat seseorang yang lebih mulia di dalam majlis Tsauri
daripada orang-orang fakir.”
Sebagian hukama’ berkata, kemiskinan anak Adam, seandainya ia
takut dari neraka sebagaimana ketakutannya dari kefakiran, maka ia akan
selamat dari keduanya. Seandainya ia mencintai surga, sebagaimana ia cinta
menjadi orang kaya, maka ia akan beruntung dengan keduanya. Seandainya
ia takut kepada Allah S.W.T dalam batin, sebagaimana ia takut kepada Allah
S.W.T secara lahir, maka ia akan bahagia di dunia dan akhirat. Ibnu Abbas
berkata: “Sungguh terlaknat orang memuliakan orang kaya karena
kekayaannya dan menghinakan orang fakir karena kefakirannya.”
Luqman berkata kepada anaknya: “Janganlah menghina seseorang
sebab kelusuhan dan kejelekan pakaiannya karena Tuhan anda dan Tuhannya
259
adalah satu, yaitu Allah S.W.T.” Yahya bin Mus’adz berkata: “Kecintaan
anda terhadap orang-orang fakir adalah termasuk daripada akhlak para rasul,
kesukaan anda untuk lebih mengutamakan berada dalam majlis bersama
mereka, termasuk alamat orang-orang saleh. Sementara keengganan anda
untuk bergaul bersama mereka merupakan tanda-tanda orang munafik.”
Adalah Aisyah ra. ia membagi-bagikan seratus ribu dirham
pemberian Mu’awiyah dan Ibnu Amir serta yang lainnya, dalam sehari. Dan
sesungguhnya baju Aisyah terdapat tambalan. Ketika Aisyah sedang
berpuasa, seorang Jariyah berkata kepadanya, seandainya aku membeli satu
dirham daging, untuk berbuka anda, apakah anda mau? Aisyah berkata:
“Seandainya aku mau, maka aku akan melakukannya, tetapi Rasulullah
S.A.W berwasiat kepadaku: “Jika anda ingin bertemu dan bersamaku
(disurga), maka hiduplah sebagaimana kehidupan orang-orang fakir dan
takutlah anda duduk bersama-sama di dalam majlis orang-orang kaya dan
janganlah anda melepas pakaian anda sekalipun pakaian itu bertambalan.”
Seorang laki-laki datang kepada Ibrahim bin Adham dengan
membawa sepuluh ribu dirham, tetapi ia menolak untuk menerimanya. Laki-
laki itu terlihat tidak suka dengan sikap Ibrahim yang menolak pemberiannya
itu, maka Ibrahim berkata kepadanya: “Apakah anda menghendaki namaku
terhapus dari deretan nama-nama orang-orang fakir, sebab sepuluh ribu
dirham ini. Saya tidak akan melakukan hal yang semacam itu untuk
selamanya.”
Nabi S.A.W bersabda: Sungguh beruntung orang yang diberi
petunjuk untuk memeluk Islam, hidupnya akan terjaga dan merasa puas
dengan apa yang diberikan Allah S.W.T." Nabi S.A.W bersabda: “Wahai
orang-orang fakir, persembahkanlah keridhaan kepada Allah S.W.T dari
dalam hati anda, maka anda akan mendapatkan keberuntungan pahala atas
kefakiran anda. Jika tidak, maka anda tidak akan mendapatkannya.”
Orang yang qana’ah, dialah orang yang ridha dengan pemberian Allah
S.W.T. Sementara orang yang rakus, maka dia tidak mendapatkan pahala
atas kefakirannya. Tetapi pada umumnya dipahami bahwa keutamaan
kefakiran itu diindikasikan dengan perolehan pahala, sebagaimana yang akan
kami bahas secara mendalam pada pembahasan berikutnya. Tetapi,
ketidakrelaan atau ketidaksukaan terhadap apa yang telah diperbuatoleh
Allah S.W.T dengan menahan harta daripadanya, maka ketidaksukaan inilah
yang menghapuskan pahala kefakiran.
Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab, dari Nabi S.A.W, beliau
bersabda: “Sesungguhnya setiap sesuatu ada kuncinya, sedangkan kunci
surga ialah kecintaan terhadap orang-orang miskin dan fakir. Karena
kesabarannya, mereka akan berada di sisi Allah S.W.T (mendapatkan surga)
kelak pada hari kiamat.”
260
Diriwayatkan dari Ali karramallaahu wajhah dari Nabi S.A.W.
sesungguhnya beliau bersabda: Orang yang paling dicintai oleh Allah S.W.T
di antara para hamba ialah orang fakir bersifat qana’ah atas rezki yang
didapatkannya dan rela dengan pemberian Allah S.W.T.”
Nabi S.A.W bersabda: “Ya Allah S.W.T, jadikanlah makanan pokok (rizki)
keluarga Muhammad sebagai sesuatu yang dapat melindungi harga diri.”
Beliau juga bersabda: “Tidaklah ada seseorang baik yang kaya maupun
yang miskin, melainkan ia akan didatangkan pada hari kiamat, dengan
dimintai pertanggung jawaban sesuai dengan harta yang dimilikinya, ketika
di dunia.”
Allah S.W.T berfirman kepada Nabi Ismail as: “Carilah Aku di
antara orang-orang yang hatinya retak.” Ismail bertanya: “Siapakah
mereka itu?”
Allah S.W.T berfirman: “Yaitu, orang-orang fakir yang benar dan dapat
dipercaya.”
Nabi S.A.W bersabda:
ِ ‫ض ُل ِمنَ الفَ ِقي ِراِذَا َكانَ َر‬
‫اضيًا‬ َ ‫لَاَ َحدَ اَف‬
Artinya:
“Tidak ada seorang pun yang lebih mulia daripada orang fakir, bila ia
adalah orang yang ridha.”
Nabi S.A.W bersabda: “Sesungguhnya pada hari kiamat Allah S.W.T
berfirman: “Di manakah orang-orang pilihan di antara makhluk-Ku?
Malaikat bertanya: Siapakah mereka itu, ya Tuhanku?” Allah S.W.T
berfirman: “Mereka itu ialah orang-orang fakir yang muslim, yang bersifat
qana’ah terhadap pemberian-Ku, yang rela dengan ketentuan (takdir)-Ku,
masukkanlah mereka ke dalam surga. Lalu mereka masuk ke dalam surga,
makan dan minum di dalamnya. Sementara manusia masih mondar-mandir
berlalu lalang sibuk dengan penghisabannya.”
Demikian itu mengenai orang-orang yang bersifat qana’ah dan ridha dengan
pemberian Allah S.W.T. Adapun mengenai keutamaan orang yang zuhud,
akan kami terangkan kemudian, insya Allah S.W.T.
Adapun mengenai atsar yang menjelaskan tentang keutamaan ridha
dan qana’ah cukuplah banyak. Di antaranya, Umar ra. berkata:
“Sesungguhnya rakus adalah kefakiran. Sementara memutus harapan dari
apa yang ada di tangan manusia adalah kekayaan. Sesungguhnya,
barangsiapa yang memutuskan harapan (meminta-minta) terhadap apa yang
dimiliki manusia dan bersifat qana’ah, sesungguhnya ia menjadi kaya dari
apa yang dimiliki manusia itu.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Tidak ada suatu hati, melainkan seorang
malaikat selalu memanggil-manggil dari bawah Arasy: ‘Wahai anak Adam,

261
sedikit harta yang membuat anda merasa cukup itu lebih baik daripada
banyak yang membuat anda durhaka.”
Abu Darda’ berkata: “Tidaklah ada seseorang, melainkan dalam
akalnya terdapat kekurangan. Hal yang demikian itu, karena jika ia mendapat
tambahan harta ia menjadi senang dan gembira hatinya, padahal siang dan
malam selalu menggerogoti dan merobohkan umurnya, sementara ia tidak
merasa gelisah akan hal itu. Sungguh celaka anak Adam yang tidak berbuat
kemanfaatan dari hartanya yang selalu bertambah, sementara umurnya terus
berkurang.”
Sebagian hukama’ ditanya: “Apakah kaya itu?” Ia menjawab:
“Minimnya harapan anda dan keridhaan terhadap apa yang membuat anda
merasa cukup. Dikatakan, sesungguhnya Ibrahim bin Adham adalah
termasuk orang yang memiliki banyak kenikmatan (kaya) di Kharsan. Suatu
ketika ia berada dalam istana kemuliaannya, tiba-tiba ia melihat seorang laki-
laki di halaman istana, sementara tangannya memegang sepotong roti lalu
memakannya, setelah makan roti itu, ia lalu tidur pulas. Ibrahim bin Adham
berkata kepada sebagian ajudannya: “Apabila orang laki-laki itu bangun,
maka bawalah dia kemari.” Ketika laki-laki itu bangun, maka ia dibawa
menghadap kepada Ibrahim, lalu Ibrahim bertanya kepadanya: “Anda telah
makan sepotong roti, apakah ketika itu anda merasa lapar?” Laki-laki itu
menjawab: “Ya.” Ibrahim bertanya: “Kemudian anda tidur pulas?” Ia
menjawab: “Ya.” Lalu Ibrahim berkata di dalam hatinya sendiri: “Apa yang
telah aku perbuat dengan dunia ini, mengapa aku tidak berbuat sesuatu yang
membuat hatiku puas dengan ketentuan takdir ini?”
Seorang laki-laki berjalan bertemu dengan Amir bin Abdul Qais, ia
sedang makan dengan lauk garam dan kol (sayuran). Lalu ia berkata: “Wahai
Abdullah, apakah anda puas dengan dunia kehidupan anda seperti ini?” Ia
ridha, maka dia akan digembirakan melebihi daripada ini?” Ia menjawab:
“Ya.” Amir berkata: “Barangsiapa yang ridha dengan dunia yang
dimilikinya, maka ia akan mendapatkan pengganti yang lebih baik di
akhirat.” Muhammad bin Wasi’ ra. makan sepotong roti yang dibasahi
dengan air dan diberi garam, lalu ia berkata: “Barangsiapa yang merasa puas
dengan makan di dunia seperti ini, maka dia tidak akan membutuhkan
sesuatu kepada seorang pun.”
Hasan ra. berkata: “Allah S.W.T melaknat kaum yang bersumpah
atas nama Allah S.W.T, kemudian ia tidak membenarkan-Nya. Lalu hasan
membaca ayat: ‘Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rizki-Mu dan terdapat
(pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi,
sesungguhnya apa yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi)
seperti perkataan yang kamu ucapkan.” (QS. Adz-Dzariyat: 22-23).

262
Pada suatu hari Abu Dzar duduk bersama manusia dalam suatu
majlis, lalu istrinya datang dan berkata: “Apakah anda duduk-duduk bersama
manusia, sementara di rumah tak tercium bau makanan apapun.” Abu Dzar
berkata: “Wahai istriku, sesungguhnya di hadapan kita terdapat jalan
tanjakkan yang sangat tinggi, tidak akan dapat selamat untuk melaluinya,
kecuali orang yang “ringan.” “Istrinya lalu kembali pulang dengan hati
ridha.”
Dzun Nun berkata: “Manusia yang paling mendekati kekufuran ialah
orang fakir yang tidak memiliki kesabaran.” Ketika ditanyakan kepada
sebagian para hukama’, ia menjawab: “Memperbagus penampilan lahiriyah
dengan maksud memperelok batin, dan memutus harapan terhadap apa yang
menjadi milik orang lain.”
Diriwayatkan, bahwa Allah S.W.T Azza wa Jalla berfirman di dalam
kitab-kitab suci terdahulu: “Wahai anak Adam, seandainya dunia ini
seluruhnya menjadi milik anda, maka sesungguhnya yang telah menjadi
milik anda ialah sekedar apa yang anda makan sebagai kekuatan untuk bisa
bertahan hidup. Dan apabila Aku memberikan sekedar kekuatan yang anda
makan itu, lalu Aku jadikan hisab dari harta anda itu kepada orang lain,
maka itu berarti Aku betbuat baik kepada anda.”
Mengenai qana’ah ada bait-bait syair yang mengungkapkannya:
Bertadharru’lah kepada Allah S.W.T, jangan bertadhurru’ untuk
menjilat kepada manusia. Merasa puaslah dengan apa yang anda miliki,
karena kemuliaan berada pada pemutusan keinginan terhadap apa yang ada
di tangan orang lain.
Jadilah anda sebagai orang yang merasa kaya (tidak butuh) terhadap apa
yang dimiliki oleh kerabat dan famili. Ketahuilah bahwa orang yang kaya
ialah orang yang merasa cukup dan tidak butuh terhadap apa yang dimiliki
orang lain.”

35. MENGAMBIL PELINDUNG SELAIN ALLAH DAN


KEDAHSYATAN HARI KIAMAT

Allah S.W.T berfirman:


َ ‫ُون ّللاِ ِمن أَو ِليَاء ث ُ َّم لَ ت ُن‬
)١١٣( َ‫ص ُرون‬ ِ ‫ار َو َما لَ ُكم ِمن د‬ َ َ‫َولَ ت َر َكنُوا ِإلَى الَّذِين‬
َّ ‫ظلَ ُموا فَت َ َم‬
ُ َّ‫س ُك ُم الن‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada
mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah S.W.T, kemudian
kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS. Hud: 113).
Sebagian ahli tafsir berkata, bahwa ahli bahasa sepakat bahwa lafal
ar-rukuun bermakna kecenderungan dan menetap secara mutlak, baik sedikit
263
ataupun banyak. Secara zhahir ayat tersebut menunjukkan larangan secara
umum untuk condong kepada orang-orang musyrik dan pada kefasikan orang
Islam. Dalam memberikan penafsiran terhadap ayat tersebut Nisaburi
berkata, bahwa orang-orang ahli hakekat berkata: “Cenderung kepada
kezaliman adalah dilarang, yaitu rela terhadap orang-orang yang zalim
dengan cara memberikan dukungan atau memperindah jalan mereka,
memuji-muji mereka dihadapan orang lain atau bersekutu dengan mereka
dalam suatu hal untuk membuka pintu terjadinya kezaliman. Yang demikian
itu, dimaksudkan untuk menolak terjadinya bahaya dan menarik suatu
manfaat agar tidak terjadi kezaliman sebab dukungan dan kecenderungannya
itu. dan hal tersebut juga dimaksudkan untuk memberikan dorongan kepada
ketakwaan dan menjauhi orang-orang yang zalim secara keseluruhan. Allah
S.W.T berfirman: “Bukankah Allah S.W.T cukup untuk melindungi hamba-
hamba-Nya.” (QS. Az-Zumar: 36).
Kami katakan, adalah benar dan lebih utama memangkas
kecenderungan untuk memberikan dukungan kepada orang-orang yang
zalim. Utamanya di zaman yang sangat sulit untuk mengingkari dari yang
munkar dan memerintahkan pada yang ma’ruf. Sementara cenderung pada
mereka, orang-orang yang zalim adalah penuh dengan tipu daya dan
penipuan. Karenanya memiliki kecenderungan saja menyebabkan seseorang
disentuh oleh api neraka. Lalu bagaimana persepsi anda terhadap orang yang
cenderung dan memberikan dukungan kepada gembong kezaliman dan otak
atau skenario pembuat kerusuhan dan permusuhan? Memiliki kecenderungan
dan berkawan dalam arti memberikan dukungan, akan menyebabkan
kebinasaan. Sekecil apapun kecenderungan dalam hati terhadap orang yang
zalim, sekalipun misalnya hanya seberat satu sayap nyamuk, apalagi
memberikan dukungan, tentu berimplikasi negatif yang sangat merugikan
bahkan bisa membinasakan. Nabi S.A.W bersabda: “Seseorang dapat dinilai
dari agama orang yang menjadi mitra setianya, maka hendaklah salah
seorang dari kalian melihat seseorang dari orang yang menjadi teman
setianya.”
Diriwayatkan: “Perumpamaan orang yang bermitra dengan orang
yang saleh bagaikan orang yang membawa minyak misik, jika ia tidak
memberikan minyak misik kepada anda, maka anda terkena aroma
keharumannya. Perumpamaan teman yang buruk, seperti berdekatan dengan
pandai besi, bila anda tidak terbakar, maka anda akan terkena percikan abu
atau asapnya.”
Allah S.W.T berfirman:
‫ت َلو‬ ِ ‫ت اتَّ َخذَت َبيتًا َو ِإ َّن أَوﮪَنَ البُيُو‬
ِ ‫ت لَ َبيتُ ال َعن َكبُو‬ ِ ‫ّللاِ أَو ِليَاء َك َمث َ ِل ال َعن َكبُو‬ ِ ‫َمث َ ُل الَّذِينَ ات َّ َخذُوا ِمن د‬
َّ ‫ُون‬
)٤١( َ‫كَانُوا َيعلَ ُمون‬
Artinya:
264
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain
Allah S.W.T adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan
sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau
mereka mengetahui.”
(QS. Al-Ankabut: 41).
Nabi S.A.W bersabda: “Barangsiapa yang mengagungkan orang
yang kaya karena kekayaannya, maka sepertiga agamanya menjadi hilang.”
Nabi S.A.W juga bersabda: “Barangsiapa yang memuji-muji orang fasik ,
maka Tuhan murka dan Arasy menjadi berguncang.”
Allah S.W.T berfirman: “(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu)
Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya.” (QS. Al-Isra’: 71).
Yakni, di padang Mahsyar pada hari kiamat. Para ahli tafsir berbeda
pendapat mengenai imam yang dimaksudkan. Menurut Ibnu Abbas dan yang
lainnya berkata: “Yaitu, kitab dari setiap manusia yang memuat segala
catatan seluruh amalnya.” Yakni setiap manusia akan dipanggil dengan
diberikan dan membawa kitab catatan amalnya. Hal ini, dikuatkan dengan
firman Allah S.W.T: “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya
kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: Ambillah dan bacalah
kitab-Ku (ini).” (QS. Al-Haaqqah: 19).
Ibnu Zaid berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan imam itu
ialah kitab yang diturunkan, lalu dikatakan: “Wahai ahli Taurat; wahai ahli
Injil; wahai ahli Al-Qur’an.” Imam Mujahid dan Qatadah berkata, bahwa
imam yang dimaksud ialah para nabi mereka. Dikatakan: “Datangkanlah
pengikut Nabi Ibrahim, datangkanlah pengikut Nabi Musa, datangkanlah
pengikut Nabi Isa, datangkanlah pengikut Nabi Muhammad S.A.W.”
Ali bin Abi Thalib berkata, bahwa yang dimaksud dengan imam
tersebut ialah pemimpin atau imam pada setiap masa dari mereka. Maka
dipanggillah orang-orang yang hidup pada setiap priode masa tertentu
bersama dengan imam yang memerintah mereka yang perintah-perintahnya
mereka patuhi dan mereka jauhi larangan-larangannya.
Di dalam hadis sahih yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata,
bahwa Rasulullah S.A.W bersabda: “Ketika Allah S.W.T mengumpulkan
seluruh manusia mulai dari yang awal hingga yang akhir, pada hari kiamat,
Allah S.W.T mengangkat atau memperlihatkan bendera bagi setiap
pengkhianat, lalu dikatakan: “Inilah dia si pengkhianat, Fulan bin Fulan.”
Imam Tirmidzi dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah ra.
ia berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W bersabda dalam kerangka
memberikan penafsiran terhadap ayat tersebut: “Salah seorang dari mereka
dipanggil untuk diberikan kitab catatan amalnya kepadanya, lalu diterimakan
dengan tangan kanannya. Maka badannya menjadi bertambah panjang
hingga mencapai empat puluh dzira’, wajahnya putih bersinar, pada
265
kepalanya dipakaikan mahkota kehormatan dari lukluk yang berkilauan.
Kemudian ia pergi menemui sahabat-sahabatnya. Dari kejauhan para
sahabatnya melihat kepadanya dan berkata: “Ya Allah S.W.T, berilah kami
dengan ini (seperti dia) dan berkahilah kami dengan mendapatkan mahkota
seperti dia.” Sampai dia datang dihadapan mereka dan berkata:
“Bergembiralah setiap orang dari anda dengan mendapatkan seperti
(mahkota) ini.”
Adapun bagi orang kafir, wajahnya menjadi hitam, tubuhnya
memanjang hingga mencapai enam puluh dzira’ dan dia juga diberi mahkota
kehinaan. Ketika sahabat-sahabatnya melihat kepadanya, mereka berkata:
“Kami berlindung kepada Allah S.W.T dari keburukan seperti dia ini, ya
Allah S.W.T, janganlah Engkau memberi kami yang seperti ini.” Perawi
hadis ini berkata, ketika ia sampai di hadapan sahabat-sahabatnya, mereka
berkata: “Ya Allah S.W.T, jauhkanlah kami daripadanya.” Ia juga berkata:
“Ya, semoga Allah S.W.T menjauhkan, tetapi setiap orang dari anda segera
mendapatkan yang demikian ini (seperti aku).”
Allah S.W.T berfirman: “Apabila bumi digoncangkan dengan
goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban
berat (yang dikandungnya), dan mereka bertanya: Mengapa bumi (jadi
begini)? Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya
Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya. Pada hari itu
manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam,
supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-
Zalzalah: 1-8).
Diriwayatkan dari Rasulullah S.A.W. sesungguhnya beliau bersabda:
“Hendaklah anda memohon kepada Allah S.W.T, agar bumi berkenan
menjaga anda, karena ia sebagai ibu yang mengandung anda (anda berada
di dalamnya). Sesungguhnya tak seorang pun yang melakukan kebaikan atau
keburukan di atasnya, melainkan ia akan memberitakannya.” (HR.
Thabrani).

36. KETIKA ISRAFIL MENIUP SANGKAKALA

Rasulullah S.A.W bersabda: “Bagaimana aku bersenang-senang,


sementara malaikat peniup sangkakala (Israfil) telah meletakkan
(menempelkan) mulut sangkakala di bibirnya dengan penuh kesiagaan, dia
benar-benar memasang telinganya lebar-lebar menanti perintah Tuhan.
Muqatil berkata: “Sesungguhnya Malaikat Israfil telah meletakkan bibirnya
266
pada mulut atau kepala terompet, dengan penuh kesiagaan mengarahkan
pandangannya ke Arasy, sewaktu-waktu diperintahkan untuk meniupnya.
Ketika Israfil meniupkan sangkakala yang pertama, maka matilah siapa yang
di bumi dan di langit. Yakni, setiap hewan menjadi mati karena sangat
terkejut, kecuali siapa yang dikehendaki Allah S.W.T, yaitu Malaikat Jibril,
Mikail, Israfil dan Malakul Maut. Lalu Allah S.W.T memerintahkan pada
Malakul Maut untuk mencabut ruh Malaikat Jibril, selanjutnya mencabut ruh
Malaikat Mikail dan Israfil, kemudian Allah S.W.T menetapkan amar
(perintah)-Nya pada Malakul Maut, maka ia menjadi mati.
Setelah tiupan sangkakala yang pertama itu, seluruh makhluk menjadi
mati, semuanya berada di alam barzakh selama empat puluh tahun.
Kemudian Allah S.W.T menghidupkan Malaikat Israfil dan memerintahkan
agar ia meniup sangkakala yang kedua kalinya. Sebagaimana yang dijelaskan
dalam firman-Nya, ayat: “Kemudian ditiup sangkakalaitu lagi, maka tiba-
tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-
Zumar: 68). Mereka bangkit berdiri bertumpu dengan kaki-kaki mereka
memperhatikan terjadinya kebangkitan. Nabi S.A.W bersabda: “Ketika
Malaikat pemilik sangkakala (Israfil) dibangkitkan, ia langsung meraih
sangkakala dan meletakkan mulut sangkakala itu pada bibirnya. Dia
menggerakkan satu kakinya ke depan dan yang satunya lagi ke belakang
dengan kondisi siaga penuh menunggu perintah peniupan sangkakala yang
kedua kalinya.
Takutlah akan kejadian itu, dan renungkanlah tentang kedahsyatan dan
kebingungan makhluk ketika terjadi kebangkitan. Mereka sungguh berada
dalam kecemasan dan ketakutan yang luar biasa menunggu putusan masing-
masing, apakah mereka termasuk orang yang beruntung dan bahagia atau
termasuk orang yang celaka. Anda semua akan berada dalam kondisi
kebingungan sebagaimana kecemasan kebingungan mereka. Bahkan jika
anda ketika hidup di dunia termasuk orang kaya yang bergelimang harta dan
kemewahan akan berada dalam ketegangan dan ketakutan sangat dahsyat dan
luar biasa. Raja-raja di dunia pada hari itu adalah menjadi orang yang paling
hina.
Ketika itu binatang-binatang liar juga dibangkitkan dan dikumpulkan di
daratan-daratan dan gunung-gunung dengan kepala terbalik, tetapi binatang-
binatang itu tidak ternodai oleh kotoran dan dosa-dosa. Perhatikan firman
Allah S.W.T: “Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan.” (QS. At-
Takwir: 5).
Kemudian syaitan-syaitan di hadapkan setelah keingkaran dan
kedurhakaannya, kini mereka tertegun tercekam oleh ketakutan yang luar
biasa, menyaksikan kedahsyatan peristiwa pada hari itu. Allah S.W.T
berfirman: “Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka
267
bersama syaitan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling
Jahannam dengan berlutut.” (QS. Maryam: 68).
Renungkanlah akan kondisi dan ketakutan hati anda pada hari itu, dan
renungkan pula bagaimana mereka dihalau setelah dibangkitkan dari
kuburnya dalam keadaan telanjang dan tidak beralas kaki di hamparan bumi
yang sangat putih tak terlihat sedikitpun kebengkolan dan tidak pula ada
perbukitan yang dapat dijadikan sebagai tempat persembunyian dan tidak
pula ada tempat-tempat lain yang dapat dibuat bersembunyi dari pandangan
mata. Tetapi bumi padang mahsyar adalah bumi yang terbentang luas dan
rata, semuanya begitu transparan dan dapat dilihat. Maha Suci Allah S.W.T
yang telah berfirman: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi di ganti dengan bumi
yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang
mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah S.W.T Yang Maha Esa
lagi Maha Perkasa.” (QS. Ibrahim: 48).
Ibnu Abbas berkata: “Pergantian itu terjadi penambahan dan
pengurangan, pohon-pohon, gunung-gunung dan jurang-jurangnya
dihilangkan. Bumi berganti menjadi terbentang luas, putih bagaikan perak,
tidak tercoreng oleh setitik darahpun dan tidak pula terjadi kesalahan di
dalamnya. Matahari, bulan dan bintang-bintang dilenyapkan dari langit.
Renungkanlah kedahsyatan yang terjadi pada hari itu, wahai manusia yang
miskin. Semua makhluk di kumpulkan dalam kondisi yang amat sulit,
sementara bintang-bintang berhamburan di atas langit, matahari dan
rembulan menjadi padam, bumi menjadi gelap gulita tak seberkas cahaya
pelita yang meneranginya. Dalam kondisi kepanikan yang amat
menegangkan itu, tiba-tiba langit di atas mereka menjadi berputar-putar lalu
pecah dengan dahsyat. Gaung gemuruh kedahsyatannya terjadi selama lima
ratus tahun. Sementara para malaikat berdiri tegak pada sisi dan tepi-tepinya.
Betapa keras dan dahsyatnya pecahnya langit pada pendengaran anda, betapa
besarnya ketakutan dan ketegangan ketika langit pecah dan berserakan . Lalu
meleleh membentuk sungai-sungai yang mengalir, bagaikan mencairnya
perak yang terbakar bercampur warna kuning, hingga menjadi merah mawar
seperti kilapan minyak. Langit menjadi seperti luluhan perak, dan gunung-
gunung menjadi seperti bulu-bulu yang berterbangan. Manusia menjadi
berhamburan seperti anai-anai yang bertebaran, mereka telanjang bulat dan
berjalan kaki tanpa beralas kaki, keringat mereka terus bercucuran mengalir
hingga banjir.
Saudah, istri Nabi berkata dalam salah satu riwayat hadis: “Ya
Rasulullah, betapa malunya kami, karena sebagian kami akan saling melihat
pada sebagian yang lain. Beliau bersabda: “Manusia lebih disibukkan oleh
hal lain daripada hal tersebut (saling memandang satu sama lain).” Allah
S.W.T berfirman:
268
ٍ ‫ِل ُك ِل ام ِر‬
)٣٧( ‫ئ ِمن ُﮭم َيو َمئِ ٍذ شَأن يُغنِي ِﮫ‬
Artinya:
“Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup
menyibukkannya.” (QS. Abasa: 37).
Peristiwa pada hari itu sungguh amat dahsyat, sekalipun mereka
telanjang dan aurat-aurat mereka terbuka, tetapi mereka tidak sempat melihat
dan menoleh memandang satu sama lain. Bagaimana mungkin mereka saling
memandang, sementara kondisi dan urusan mereka sangat menegangkan.
Sebagian mereka berjalan dengan perutnya, maka beratnya kondisi itu,
menjadikan mereka tidak memiliki kesempatan untuk memandang pada yang
lainnya.
Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah S.A.W bersabda: “Pada
hari kiamat manusia digiring menjadi tiga kelompok, kelompok yang naik
kendaraan, berjalan kaki dan yang berjalan dengan wajah-wajah mereka
(dijungkir).” Seorang laki-laki bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimana
mungkin mereka bisa berjalan dengan wajah-wajahnya?”
Beliau bersabda: “Tuhan yang menjadikan mereka dapat berjalan dengan
kaki, tentu mampu membuat mereka untuk dapat berjalan dengan wajah-
wajah mereka.”
Adalah menjadi karakter manusia yang selalu mengingkari sesuatu
yang tidak dapat membuatnya tenang. Seandainya manusia tidak
menyaksikan ular yang dapat berjalan dengan perutnya yang begitu cepat
dapat menyambar, tentu ia akan mengingkari sebuah gambaran tentang
sesuatu yang berjalan dengan tidak menggunakan kakinya. Bahkan sesuatu
yang dapat berjalan dengan kakinya juga akan diingkarinya bila ia tidak
menyaksikan hal tersebut.
Takutlah anda untuk mengingkari sesuatu dari keajaiban-keajaiban
yang terjadi pada hari kiamat, karena tidak adanya keserupaan dengan apa
yang ada di dunia. Sesungguhnya seandainya tidak diperlihatkan kepada
anda akan keajaiban-keajaiban yang terjadi didunia, lalu dikemukakan
kepada anda sebelum terjadinya keajaiban itu, tentu anda juga sangat
mengingkarinya. Hadirkan suatu gambaran di dalam hati anda pada saat anda
berada di padang mashar dalam keadaan telanjang begitu rendah, hina dan
tercengang dalam kebingungan menantikan keputusan yang akan terjadi pada
diri anda apakah beruntung atau justru sebaliknya, sebagai orang yang
celaka. Sungguh renungkan dengan kesiapan untuk mencari bekal pada hari
itu, karena hari itu benar-benar sangat dahsyat.
Kemudian renungkanlah tentang berjubel dan berdesak-desakkannya
makhluk pada hari itu, karena padang mahsyar dipenuhi oleh penduduk
langit tujuh dan bumi tujuh, baik malaikat,jin, manusia, syaitan, binatang liar
dan binatang buas serta burung-burung, dibawah terpaan terik panas
269
matahari yang membakar, karena tingkat kepanasannya menjadi berlipat-
lipat dan begitu dekat. Sementara di bumi tak sedikitpun ada naungan yang
bisa dijadikan sebagai tempat bernaung, kecuali naungan Arasy Tuhan
semesta alam. Dan tak ada seorang pun yang dapat bernaung di bawah
naungannya kecuali orang-orang yang bertaqarrub kepada Allah S.W.T. Di
antara orang yang dapat bernaung di bawah naungan Arasy dan orang yang
diterpa serta dibakar terik matahari yang menumpahkan tingkat
kepanasannya secara maksimal, sungguh benar-benar menggelisahkan dan
menegangkan. Makhluk-makhluk saling dorong-mendorong sebagian atas
sebagian yang lain karena kondisinya yang begitu menegangkan dan
berdesak-desakan, perbedaan cara mereka berjalan, ditambah lagi rasa malu
dan ketakutan karena akan dihadapkan kepada Tuhan Yang Maha Perkasa.
Kondisinya benar-benar tidak menentu dan sangat menegangkan, terik
matahari yang membakar, desah nafas yang begitu panas, terbakarnya hati
oleh gejolak api rasa malu dan ketakutan benar-benar bercampur menjadi
satu yang membuat suasana tidak menentu, keringat terus bercucuran
mengalir membanjiri padang hari kiamat yang terbentang, hingga mencapai
ketinggian sesuai dengan badan mereka. Ada yang mencapai kedua lututnya,
sebagian ada yang tergenang oleh keringat hingga leher dan daun telinga
mereka, bahkan ada sebagian yang hampir tenggelam.
Ibnu Umar berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W bersabda:
“Ketika manusia dihadapkan kepada Tuhan semesta alam pada hari
Kiamat, kondisi mereka berbeda-beda, salah seorang dari mereka ada yang
terbenam ke dalam cucuran air keringatnya hingga mencapai kedua
telinganya.” Abu Hurairah berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W
bersabda: “Keringat manusia pada hari kiamat terus bercucuran membanjiri
bumi hingga mencapai tujuh puluh depa, dan membuat mereka menjadi
tertahan dan ada pula yang menenggelamkannya sampai kedua
telinganya...” (HR. Bukhari).
Di dalam hadis lain dijelaskan, bahwa sebagian mereka ada yang
matanya terbelalak menatap ke langit selama empat puluh tahun, sehingga
tergenangi oleh banjir keringat karena dahsyatnya ketakutan. Uqbah bin
Amir berkata, bahwa Rasulullah S.A.W bersabda: “Pada hari kiamat
matahari menjadi begitu dekat dengan bumi, keringat manusia mengalir
bercucuran. Di antara manusia ada yang tergenang oleh banjir keringatnya
hingga mencapai kedua mata kakinya, ada yang sampai separuh kedua
betisnya, ada yang sampai kedua lututnya, kedua betisnya, kelaminnya dan
ada pula yang mencapai mulutnya, beliau memberi isyarat dengan menutup
mulutnya. Bahkan ada yang sanpai menenggelamkan kepalanya, sehingga
yang terlihat hanyalah tangannya yang melambai-lambai (seakan meminta
pertolongan) di atas kepalanya yang telah tenggelam.”
270
Renungkanlah, wahai manusia, tentang kondisi orang-orang yang
tengah berada di padang Mahsyar yang keringatnya bercucuran karena
dicekam rasa takut yang sangat dalam. Di antara mereka ada yang berteriak
memanggil-manggil: “Ya Tuhan, berilah kami kesempatan beristirahat
beberapa jenak dari kedukaan yang mendalam ini.” Padahal ia tidak ingin
lain hanyalah dalam penantian untuk dibawa ke dalam neraka. Demikian
kondisi mereka pada hari itu, sementara anda adalah salah satu dari mereka
yang tidak mengetahui sampai sejauh mana kita akan tergenangi oleh
keringat yang membanjir.
Ketahuilah, bahwa setiap tetesan keringat tidak akan menimbulkan
kelelahan di jalan Allah S.W.T, baik ketika berhaji, berjihad, berpuasa, shalat
malam dan berulang kalinya dalam memenuhi keperluan kaum muslimin,
menanggung kemaslahatan dalam beramar ma’ruf dan nahi munkar. Tetapi
keringat itu akan menimbulkan rasa malu dan ketakutan dalam menghadapi
kesulitan pada hari kiamat dan lamanya masa kedukaan yang terjadi pada
hari itu. Seandainya anak Adam selamat dari kebodohan dan ketertipuan,
tentu dia akan mengetahui kelelahan berkeringat dalam menanggung
kesulitan-kesulitan melaksanakan ketaatan, menjadi sesuatu yang lebih
ringan dan sangat singkat masanya daripada berkeringat karena kedukaan
dalam penantian pada hari kiamat. Karena pada hari itu, sungguh merupakan
hari yang sangat besar dan sangat panjang masanya.

37. TERPENUHNYA PEMBALASAN DI ANTARA MAKHLUK


SECARA ADIL

Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W bersabda:


“Tahukah anda siapakah orang yang bangkrut itu?” Kami menjawab:
“Dalam pandangan kami orang yang bangkrut itu, orang yang tidak
mempunyai dirham, dinar dan tidak pula mempunyai barang-barang yang
berharga.” Beliau bersabda: “Orang yang bangkrut dari umatku itu ialah
orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat,
puasa, zakat. Tetapi ia juga datang dengan membawa dosa mencaci maki
ini, menuduh ini, dan memakan harta ini, mengalirkan darah ini, memukul
ini. Maka tuntutan yang ini, diberi dengan pahalanya, yang ini di beri
pahalanya, dan bila kebaikannya telah habis, sementara tuntutan-demi
tuntutan masih terus berdatangan, maka dosa-dosa kejahatan dari orang-
orang yang menuntut itu ditimpakan kepadanya, sampai akhirnya ia
lemparkan ke dalam neraka.”
Renungkanlah, musibah yang menimpa anda seperti yang terjadi pada
hari ini, karena kebaikan anda belum bisa dijamin keamanannya dari
penyakit riya’ dan tipu daya syaitan. Jika satu kebaikan anda selamat dari
271
penyakit-penyakit tersebut dalam rentang masa yang cukup panjang, bisa
jadi akan direbut oleh orang yang melakukan tuntutan kepada anda, lalu ia
mengambilnya. Adalah menjadi sebuah kemungkinan, seandainya anda
melakukan penghitungan terhadap apa yang telah anda lakukan, anda
berpuasa di siang hari dan qiyamul lail di malam hari, kiranya anda akan
menjadi tahu bahwa hal itu belumlah cukup sampai pada hari itu, karena
masih terus mengalir dari lidah anda dosa menggunjing kaum muslimin.
Mungkin kebaikan anda tersebut tidak cukup untuk menutup dosa-dosa anda
itu. belum lagi kejahatan-kejahatan anda yang lainnya, seperti memakan
yang haram dan subhat serta keteledoran anda dalam melakukan ketaatan.
Karenanya, bagaimana mungkin anda berharap dapat selamat dan terbebas
dari tuntutan kezaliman kelak pada hari pembalasan. Pada hari itu keadilan
benar-benar ditegakkan dengan yang seadil-adilnya, sampai penegasan qisas
(hukum balas) buat binatang yang tak bertanduk terhadap binatang yang
bertanduk.
Abu Dzar meriwayatkan, bahwa suatu ketika Rasulullah S.A.W melihat
dua kambing yang saling tanduk menanduk, lalu beliau bersabda: “Wahai
Abu Dzar, dalam hal apa kedua kambing itu saling tanduk menanduk.” Aku
berkata: “Aku tidak tahu ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Tetapi Allah
S.W.T mengetahui, dan Ia akan memberikan balasan antara keduanya kelak
pada hari kiamat.”
Abu Hurairah berkata, mengenai firman Allah S.W.T: “Dan tiadalah
binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu.
Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpun.” (QS. Al-An’am: 38). Sesungguhnya semua
makhluk pada hari kiamat akan dihimpunkan, baik binatang yang berkaki
maupun yang melata dan burung. Setiap segala sesuatu akan mendapatkan
pembalasannya secara adil, sampai buat binatang yang tak bertanduk atas
yangbertanduk. Setelah terpenuhinya tuntutan balas buat binatang yang
dirugikan itu, lalu dikatakan: “Jadilah anda sebagai debu.” Ketika itu, maka
orang kafir berkata: “Betapa seandainya aku bisa menjadi debu, (seperti
binatang itu).”
Bagaimana tentang diri anda, wahai si miskin (manusia), pada hari ketika
anda melihat lembaran-lembaran catatan amal anda kosong dari kebaikan-
kebaikan yang telah anda usahakan dengan susah payah dan dalam waktu
yang cukup panjang. Sehingga saat itu anda akan berkata: “Di mana
kebaikan-kebaikanku.” Lalu dikatakan: “Kebaikan anda dipindah ke dalam
lembaran catatan amal orang yang anda caci maki.” Sementara anda melihat
pada lembaran catatan amal anda penuh dengan kejahatan-kejahatan dari
orang yang bersabar menahan caci maki dan tekanan serta eksploitasi yang
272
pernah anda perbuat kepadanya. Anda berkata: “Wahai Tuhanku, kejahatan-
kejahatan semacam ini, dulu aku hindari, mengapa kini memenuhi lembaran
catatan amalku?” Lalu dikatakan: “Itu adalah kejahatan-kejahatan kaum yang
anda telah berlaku zalim terhadap mereka dalam transaksi jual beli, dalam
hidup bertetangga, ketika berbicara, berdiskusi dan dalam berbagai bentuk
bermu’amalah.”
Ibnu Mas’ud berkata, bahwa Rasulullah S.A.W bersabda: “Setan telah
putus harapan untuk menggoda kita agar menyembah berhala, di bumi Arab.
Tetapi dia cukup puas untuk menjerumuskan manusia melalui berbagai
peluang dan kesempatan yang selain itu yang akan membinasakan mereka.”
Takutlah anda terhadap kezaliman sesuai dengan kemampuan maksimal
anda. Karena ada seorang hamba yang didatangkan pada hari kiamat dengan
membawa pahala kebaikan laksana gunung-gunung, sehingga ia
beranggapan bahwa kebaikan-kebaikannya itu akan dapat
menyelamatkannya. Tetapi manusia terus berdatangan mengajukan tuntutan:
“Ya Tuhanku, si Fulan itu telah melakukan satu kezaliman kepadaku.”
Begitu seterusnya hingga tak tersisa sedikitpun kebaikan baginya.
Ketika turun firman Allah S.W.T, ayat:
ِ ‫) ث ُ َّم ِإ َّن ُكم َيو َم ال ِق َيا َم ِة ِعندَ َر ِب ُكم تَخت‬٣٠( َ‫ِإنَّكَ َم ِيت َو ِإنَّ ُﮭم َّم ِيتُون‬
)٣١( َ‫َص ُمون‬
Artinya:
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).
Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di
hadapan Tuhanmu.” (QS. Az-Zumar: 30-31).
Zubair berkata: “Ya Rasulullah, apakah persoalan yang belum selesai
di antara kami di dunia akan terulang (diselesaikan) sehingga dapat
mempengaruhi bertambah atau berkurangnya dosa? Beliau bersabda: “Ya,
persoalan anda akan terulang dan diselesaikan secara tuntas dengan seadil-
adilnya, hingga setiap hak akan benar-benar disampaikan kepada yang
berhak.” Zubair berkata: “Setiap urusan pada hari itu begitu besar, maka
alangkah dahsyatnya pada hari itu yang tidak mentolerir sedikit pun buat
yang mendapatkan tuntutan balas, seklipun hanya sekedar satu tempelengan
atau satu kata.
Anas berkata, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah S.A.W
bersabda: “Allah S.W.T akan menghimpun para hamba kelak di padang
mahsyar dalam keadaan telanjang bulat tanpa ada sesuatu pun yang
menyertainya. Kemudian Allah S.W.T memanggil mereka dengan suara
yang terdengar dari kejauhan sebagaimana terdengarnya suara panggilan itu
dari dekat: ‘Aku adalah Allah S.W.T, Maha Raja, menyatakan bahwa tidak
seyogyanya seorang dari ahli surga langsung dibawa masuk ke dalam surga,
sampai Aku menuntaskan hukuman qisas padanya secara adil. Dan
seyogyanya tidak pula seorang ahli neraka langsung dibawa ke dalam
273
neraka, mungkin masih ada penduduk surga yang akan melakukan tuntutan
balas atas kezaliman yang pernah dilakukannya, sampai hukum qisas benar-
benar ditegakkan padanya. Kami bertanya: “Bagaimana bisa terjadi,
bukankah kami datang menghadap kepada Allah S.W.T pada hari kiamat
dalam keadaan telanjang bulat, tanpa ada sesuatu pun yang menyertai kami.”
Beliau bersabda: “Dengan membawa pahala kebaikan dan dosa kejahatan,
takutlah anda kepada Allah S.W.T Azza wa Jalla dari berbuat zalim terhadap
sesama hamba-hamba Allah S.W.T, baik dengan cara mengambil harta
benda mereka, mencemarkan kehormatan dan menyusahkan hati mereka
serta berlaku tercela dalam pergaulan bersama mereka.
Sesungguhnya antara seorang hamba dengan Allah S.W.T terdapat
peluang istimewa, yaitu ampunan. Barangsiapa yang telah banyak
melakukan kezaliman, sementara ia telah benar-benar bertobat menyesali
kejahatan-kejahatannya, tetapi merasa kesulitan untuk memohon kehalalan
dari pihak-pihak yang dizalimi, maka hendaklah ia memperbanyak kebaikan-
kebaikan sebagai persiapan pada saat ditegakkan hukum qisas, kelak di hari
kiamat. Dan tidaklah ada sebagian kebaikan antara dirinya dan Allah S.W.T
dapat tercapai kecuali dengan kesempurnaan keikhlasan, dengan tidak
memperlihatkan kebaikan itu kecuali hanya kepada Allah S.W.T dan
melakukannya secara ikhlas pula. Disertai harapan semoga kebaikan itu
sebagai mediasi untuk dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah S.W.T
sehingga mendapatkan kemaha halusan-Nya yang Dia peruntukkan buat para
kekasih-Nya yang beriman. Sehingga Allah S.W.T berkenan melalaikan dan
membebaskan tuntutan kezaliman sebab sentuhan-sentuhan kemaha
halusannya.
Sebagaimana diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Anas,
dari Rasulullah S.A.W. Anas berkata, ketika kami sedang duduk bersama
Rasulullah S.A.W, tiba-tiba kami melihat Rasulullah S.A.W tersenyum
hingga terlihat gigi seri beliau yang mulia. Lalu Umar bertanya: “Apa yang
membuat anda tertawa ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “Ada dua orang
dari umatku berlutut di hadapan Tuhan Yang Maha Mulia. Salah seorang
dari keduanya berkata: ‘Ya Tuhanku, ambilkan untukku pahala dari
saudaraku ini, karena ia telah melakukan kezaliman kepadaku.’ Allah S.W.T
berfirman: ‘Berilah saudara anda ini dari pahala kebaikan anda atas
kezaliman yang pernah anda lakukan kepadanya.’ Ia berkata: ‘Ya Tuhanku,
sudah tak tersisa sedikit pun dari kebaikan-kebaikanku. ‘Lalu Allah S.W.T
berkata kepada orang yang melakukan penuntutan: ‘Bagaimana, apa yang
akan anda perbuat, sementara ia sudah tidak memiliki kebaikan sedikitpun.
‘Orang ini berkata: “Ya Tuhanku, kalau begitu, bebankanlah sebagian
dosaku kepadanya.” Anas berkata: “Lalu beliau menangis hingga air
matanya mengalir.” Selanjutnya beliau bersabda: “Sesungguhnya pada hari
274
itu, sungguh merupakan hari yang sangat besar, manusia benar-benar
membutuhkan untuk membebankan dosa-dosanya kepada mereka yang
pernah menzaliminya.” Lalu beliau bersabda: “Lalu Allah S.W.T berfirman
kepada orang yang melakukan tuntutan tersebut: ‘Coba angkatlah kepada
anda dan lihatlah apa yang ada di surga.’ Maka ia mengangkat kepalanya
dan berkata: ‘Ya Tuhan, aku melihat kota-kota yang begitu indah dan
bernilai tinggi di dalamnya terdapat istana dan singgasana yang terbuat
dari emas yang berkilauan yang dilapisi lukluk, buat nabi siapa itu ya
Tuhan, atau untuk orang benar (siddiiq) atau syuhada’ yang manakah
tempat yang begitu indah itu?” Allah S.W.T berfirman: ‘Untuk orang yang
dapat memberikan harganya kepada-Ku.’ Dia bertanya: ‘Siapakah yang
memiliki sesuatu yang seharga dengan nilai jualnya (yang mampu
membelinya)?’ Allah S.W.T berfirman: ‘Anda dapat memilikinya?’ Dia
bertanya: ‘Dengan apakah?’ Allah S.W.T berfirman: ‘Dengan pengampunan
anda pada saudara anda itu.” Dia berkata: ‘Ya Tuhanku, kalau begitu aku
benar-benar mengampuninya.’ Kemudian Allah S.W.T berfirman: ‘Sudah,
peganglah tangan saudara anda itu dan ajaklah masuk ke dalam surga.’
Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda: “Oleh sebab itu, bertakwalah
kepada Allah S.W.T, dan perbaikilah hubungan di atara kalian, maka
sesungguhnya Allah S.W.T akan memperbaiki di antara orang-orang yang
beriman

38. TENTANG TERCELANYA HARTA

Allah S.W.T berfirman:


)٩( َ‫ّللاِ َو َمن َيفعَل ذَلِكَ فَأ ُولَئِكَ ُﮪ ُم الخَا ِس ُرون‬
َّ ‫يَا أَيُّ َﮭا الَّذِينَ آ َمنُوا َل تُل ِﮭ ُكم أَم َوالُ ُكم َو َل أَو َلد ُ ُكم َعن ذِك ِر‬

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-
anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah S.W.T. Barangsiapa yang
membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-
Munafiqun: 9).
Dan Allah S.W.T berfirman: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu
hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah S.W.Tlah pahala yang besar.”
(QS. At-Taqhabun: 15). Barangsiapa yang lebih mengutamakan harta dan
anaknya mengalahkan atas apa yang ada di sisi Allah S.W.T, maka sungguh
dia mendapatkan kerugian yang besar.
Allah S.W.T Azza wa Jalla berfirman: “Barangsiapa yang menghendaki
kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka
balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan.” (QS. Hud: 15).
275
Dan firman-Nya: “Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar
melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-Alaq: 6-
7). Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari Allah S.W.T.
Rasulullah S.A.W bersabda: Cinta harta dan kehormatan adalah dua hal
yang menumbuhkan kemunafikan di dalam hati, sebagaimana air yang
menumbuhkan rerumputan.”
Nabi S.A.W juga bersabda: “Tidak ada dua binatang pemburu yang
dilepaskan di sekawanan kambing yang lebih banyak membuat kerusakan
daripada cinta kehormatan dan harta, dalam agama seorang laki-laki
muslim.” Nabi S.A.W bersabda: “Celakalah orang-orang yang banyak
harta, kecuali orang yang berkata begini dan begini dengan hartanya di
jalan Allah S.W.T, tetapi orang yang benar begini sangat langka di tengah-
tengah komunitas orang-orang kaya.” Dan ketika Nabi S.A.W ditanya: “Ya
Rasulullah, siapakah orang yang buruk di antara umat anda?” Beliau
menjawab: “Orang-orang kaya.”
Nabi S.A.W bersabda: “Akan datang suatu kaum setelah anda, mereka
makan dari berbagai jenis makanan dunia yang terbaik, memakai pakaian-
pakaian yang paling baik motif dan keindahannya, perut mereka memang
kecil, tetapi tidak pernah kenyang, jiwa mereka tidak pernah puas dengan
yang banyak. Mereka menikmati dunia dengan tenangnya setiap pagi dan
senja hari. Mereka menjadikan harta itu sebagai Tuhan selain Tuhan
mereka. Sampai mereka dihentikan oleh urusan yang menjerat mereka,
tetapi sekalipun begitu keinginan hawa selalu mereka perturutkan. Maka
Muhammad bin Abdullah memperingatkan anda agar waspada bila
menjumpai zaman seperti itu. Karena seseorang dari mereka tidak segan-
segan menjual sumpah dan menyiksa anda. Janganlah seseorang
menyampaikan salam kepada mereka, mengunjungi yang sakit,
mengantarkan jenazah dan mnghormati yang tua di antara mereka.
Barangsiapa yang berbuat demikian, berarti dia menyokong untuk
merobohkan Agama.”
Nabi S.A.W bersabda: “Biarkanlah dunia berada di tangan ahlinya,
barangsiapa yang mengambil dunia melebihi kecukupannya, maka dia telah
mengambil kebinasaannya, sementara ia tidak merasakannya.”
Nabi S.A.W bersabda: “Anak Adam akan berkata,
hartaku...hartaku...padahal yang manakah dari harta anda itu yang menjadi
milik anda. Tidak ada yang menjadi milik anda kecuali yang telah anda
makan, yang kini telah musnah, atau yang anda pakai, yang kini telah usang
atau yang telah anda sedekahkan dan itu telah berlalu.”
Seorang laki-laki berkata: “Ya Rasulullah, mengapa aku menjadi tidak
suka pada kematian?” Beliau bertanya: “Apakah anda mempunyai harta?”
Ia menjawab: “Ya, aku mempunyai harta, ya Rasulullah.” Beliau bersabda:
276
“Anda telah didahului oleh harta anda, karena hati seorang mukmin
menyertai hartanya, jika hartanya telah mendahuluinya, maka ia segera
menyusulnya, jika berada di belakangnya maka ia menjadi senang berada
dibelakang bersama hartanya.” Nabi S.A.W bersabda: “Ada tiga hal yang
menyertai anak Adam, ketika ia berada dalam kondisi kekosongan atau
kesendirian, pertama yang selalu menyertainya sampai ia dicabut ruhnya;
kedua sampai ia dimasukkan ke dalam kuburnya; dan yang ketiga sampai ia
dihimpun di padang mahsyar. Adapun sesuatu yang selalu menyertainya,
sampai dicabut ruhnya ialah hartanya; yang menyertainya sampai ia
dimasukkan ke dalam kubur ialah ahlinya; dan yang menyertainya sampai ia
dihimpun di padang mahsyar ialah anaknya.”
Sulaiman Al-Farisi berkirim surat kepada Abu Darda’ ra. yang isinya:
“Wahai saudaraku, janganlah anda selalu mengumpulkan harta duniawi yang
tidak dapat anda syukuri. Karena mendengar Rasulullah S.A.W bersabda:
Orang yang memiliki harta yang digunakan untuk berbakti kepada Allah
S.W.T, akan di datangkan kelak pada hari kiamat ketika ia sedang
berpegangan hendak melintasi shirath (jembatan), jembatan itu berkata
padanya: “Melintaslah dengan selamat, Anda telah menunaikan hak Allah
S.W.T.” Kemudian didatangkan lagi orang yang memiliki harta yang tidak
digunakan untuk berbakti kepada Allah S.W.T. Maka ketika ia berpegangan
hendak melintasi shirath, jembatan itu berkata: “Celakalah anda, karena
anda tidak memenuhi hak Allah S.W.T dengan harta yang anda miliki, kini
anda tidak akan selamat dapat melintasi aku. Ketika ia berada dalam
kondisi demikian tiba-tiba terdengar panggilan yang mencelakakan dan
membuatnya terpelanting jatuh ke dalam neraka.” Nabi S.A.W bersabda:
“Ketika seorang hamba mati, para malaikat berkata: ‘Apa yang dibawa
datang (menghadap Allah S.W.T).’ Sementara manusia berkata: ‘Apa yang
ditinggalkannya?”
Diriwayatkan, sesungguhnya Umar mengirim suatu pemberian kepada
Zainab binti Jahsyin, lalu Zainab berkata: “Apa ini?” Mereka berkata: “Umar
mengirimkan yang mengirim pemberian ini buat anda.” Zainab berkata:
“Semoga Allah S.W.T mengampuninya, kemudian ia melepaskan tali
pengikatnya dan membukanya. Setelah beberapa saat ia biarkan berada
dalam bungkusnya, lalu ia membagi-bagikan kepada ahli baitnya, sanak
keluarga dan anak-anak yatim, setelah selesai ia mengangkat tangannya dan
berkata: “Ya Allah S.W.T, semoga Umar tidak lagi memberikan suatu
pemberian kepadaku setelah ini.” Zainab merupakan istri Rasulullah yang
pertama kali bertemu dengan beliau.”
Hasan berkata: “Demi Allah S.W.T, tidaklah suatu dirham itu membuat
seseorang menjadi mulia, tetapi sebaliknya ia menjadi terhina karenanya.”
Dan dikatakan, bahwa sesuatu yang pertama kali diciptakan ialah dinar dan
277
dirham, lalu iblis mengangkat keduanya, kemudian meletakkan di keningnya
dan menciuminya seraya berkata: “Barangsiapa yang mencintai anda berdua
(dinar dan dirham), maka sungguh ia adalah benar-benar hambaku.” Samith
bin Ujlan berkata: “Sesungguhnya dirham dan dinar adalah barang berharga
bagi orang-orang munafik yang akan menggiringnya ke dalam neraka.”
Yahya bin Mu’adz berkata: “Dirham itu adalah kalajengking, jika anda
tidak memiliki ruqiyyah (mantra, daya tangkal yang kuat), maka janganlah
anda mengambil dan memegangnya, sebab jika ia menyengat anda, maka
racunnya akan mematikan anda.” Ditanyakan padanya: “Apa ruqiyyahnya?”
Ia menjawab: “Anda mengambilnya dengan cara yang halal dan meletakkan
(menggunakannya) pada hak yang sebenarnya.” Ala’ bin Ziad berkata, ketika
dunia dan berbagai perhiasannya didatangkan kepadaku, aku berkata: “Aku
berlindung kepada Allah S.W.T dari kejahatan anda.” Dunia itu berkata:
“Jika anda memohon perlindungan kepada Allah S.W.T dari aku, maka
bencilah dirham dan dinar, karena dirham dan dinar keduanya merupakan
representasi dunia seluruhnya. Sebab keduanya merupakan sarana untuk
dapat mencapai berbagai macam kesenangan dunia. Barangsiapa dapat
bersabar dari keduanya, berarti ia telah bersabar dari sikap untuk tidak
mengambil dunia.
Seorang penyair menyatakan:
“Aku telah mendapatkan dirham, tetapi janganlah anda menyangka yang
bukan-bukan, sesungguhnya sikap wari’ ada pada sikap menjauhi dirham
ini.
Jika anda mampu untuk mendapatkannya lalu anda meninggalkannya,
maka ketahuilah bahwa ketakwaan anda itu merupakan ketakwaan muslim
sejati.”
Dalam syair lain dinyatakan:
“Janganlah anda tertipu dengan penampilan pakaian seseorang yang
bertambal-tambal, atau oleh sarung yang dipakainya dengan diangkat
sampai pada paruh betis.
Tetapi sikap zuhud dan wari’ seseorang itu dapat diketahui, bagaimana
raut wajahnya ketika ia melihat dirham atau ketika dirham itu dicabut
daripadanya.”
Diriwayatkan dari Muslimah bin Abdul Malik, suatu ketika ia datang dan
masuk kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada saat menjelang
kematiannya, lalu ia berkata: Ya Amirul Mukminin, anda telah berbuat
sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum anda. Anda
telah meninggalkan anak-anak tanpa memiliki dirham dan dinar. Umar bin
Abdul Aziz mempunyai tiga belas anak. Umar berkata: “Duduklah anda.”
Maka aku duduk di sisinya. Lalu ia berkata: Mengenai perkataan anda,
bahwa aku tidak meninggalkan dinar dan tidak pula dirham kepada mereka,
278
sesungguhnya aku tidak menghalangi satu hak pun dari mereka dan juga
tidak memberikan satu hak mereka untuk yang lain. Hanya saja anakku
mungkin merupakan salah satu dari dua kemungkinan, yaitu taat kepada
Allah S.W.T, maka Allah S.W.T memberikan kecukupan baginya, Allah
S.W.T melindungi hamba-hamba-Nya yang saleh, sementara bila durhaka
kepada Allah S.W.T, maka aku tidak ambil peduli atas apa yang terjadi.”
Diriwayatkan, bahwa Muhammad bin Ka’ab Al-Qurzhi adalah orang yang
mempunyai harta banyak. Lalu dikatakan kepadanya: “Bagaimana
seandainya anda simpan harta benda anda itu buat bekal hidup anak anda
setelah anda meninggal?” Dia berkata: “Tidak, tetapi aku menyimpannya di
sisi Tuhanku untuk diriku, dan aku juga menyimpannya di sisi Tuhan untuk
anakku.”
Diriwayatkan, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Abu Abdi Rabbih:
“Wahai saudaraku, janganlah anda pergi dengan membawa keburukan dan
meninggalkan anak-anak anda dengan kebaikan.” Lalu Abu Abdi Rabbih,
mengeluarkan (menginfakkan) seratus ribu dirham dari hartanya. Yahya bin
Mu’adz berkata: “Ada dua musibah yang mengenai seorang hamba, yang
belum pernah terdengar oleh manusia mulai awal hingga akhir adanya
musibah yang dapat menyamainya, mengenai hartanya pada saat
kematiannya.” Ditanyakan: “Apakah itu?” Dia menjawab: “Dia disiksa
karena hartanya dan ditanya karena hartanya.”

39. KEUTAMAAN KETAATAN

Ketahuilah, sesungguhnya seluruh kebaikan merupakan buah ketaatan


kepada Allah S.W.T. Taat kepada Allah S.W.T akan dapat mengumpulkan
seluruh kebaikan. Allah S.W.T menyerukan ketaatan dalam beberapa ayat-
ayat Al-Qur’an. Para Rasul diutus dengan membawa misi ketaatan kepada
Allah S.W.T, agar manusia keluar dari kegelapan hati, menuju pada
kema’rifatan yang suci. Dan agar manusia dapat bersenang-senang di dalam
surga kenikmatan yang abadi yang disediakan bagi orang-orang yang
bertakwa. Tingginya kenikmatan surga itu belum pernah terlihat oleh
penglihatan mata, tidak pula terdengar telinga, bahkan belum pula terlintas
dalam hati manusia.
Sesungguhnya manusia diciptakan tidak untuk kesia-siaan dan tidak pula
hanya sekedar main-main belaka. Tetapi untuk diberikan balasan sesuai
dengan amal perbuatannya, bagi mereka yang berbuat kebajikan akan dibalas
dengan yang lebih baik. Allah S.W.T, Dialah Tuhan Yang Maha Kaya, yang
tidak butuh pada ketaatan manusia dan tidak pula membahayakan-Nya,
kemaksiatan-kemaksiatan yang mereka lakukan, serta tidak pula mengurangi
kesempurnaan-Nya sedikitpun.
279
Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi
Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka
tidak jemu-jemu. Banrangsiapa yang beramal saleh, maka akan berguna bagi
dirinya sendiri, dan barangsiapa yang berbuat jahat, maka kejahatan itu akan
membahayakan dirinya sendiri. Allah S.W.T Maha Kaya (tidak butuh pada
anda), sementara anda adalah orang-orang fakir (orang-orang yang butuh
kepada-Nya). Betapa mengherankan ketika salah seorang di antara kita yang
membeli budak. Dia mengharuskan kepada budaknya untuk melayaninya
sesuatu dengan ketentuan yang diwajibkan padanya. Dia diberi saran dengan
tujuan untuk memberikan servis yang memuaskan dan menguntungkan
tuannya dalam kaitannya dengan kebendaan yang hanya sedikit dan bersifat
fana. Apabila si budak melakukan sedikit kesalahan, dia menjadi marah-
marah kepadanya, bahkan mungkin budak itu akan ditolak derajatnya atau
dijualnya.

Bagaimana halnya dengan kita yang tidak mentaati Tuhan kita yang
hakiki, yaitu Allah S.W.T. Dia yang telah menciptakan dan membentuk serta
meninggikan derajat kemuliaan pada kita. Tetapi kita begitu sering
melakukan kesalahan yang tiada henti-hentinya. Sekalipun begitu, Dia tidak
mencegah nikmat-nikmat-Nya dari kita, tetapi terus membentangkannya.
Seandainya bukan karena kenikmatan dan rahmat-Nya, tentu kita menjadi
binasa dan hancur. Dia adalah Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menindak
tegas kepada kita, sekalipun hanya dengan sebab satu kesalahan saja. Tetapi
Dia menangguhkannya untuk memberikan kesempatan kepada kita agar
bertobat, lalu Dia menerima tobat dan mengampuni kesalahan serta menutupi
aurat atau rahasia-rahasia yang menjadi aib kita.
Bagi orang yang berakal, tentu dia tahu siapakah yang lebih berhak untuk
ditaati, kepada siapa dia harus menghadap dan mengorientasikan segala
aktifitas kehidupannya. Ketika berbuat dosa, maka Dialah Tuhan yang akan
menerima tobatnya, kepada Sang Pencipta seseorang akan kembali,
janganlah ia berputus asa dari rahmat-Nya. Hendaklah ia cinta kepada-Nya,
mensyukuri nikmat-Nya, dengan begitu semoga ia dicatat sebagai orang
yang cinta kepada-Nya. Sehingga ketika datang kematian menjemputnya, ia
berada dalam kondisi kerinduan yang amat dalam untuk bertemu kepada
Sang Kekasih, Tuhan, maka Dia pun akan rindu untuk segera bertemu
dengannya.
Abu Darda’ berkata kepada Ka’ab: “Khabarkanlah kepadaku tentang ayat
yang istimewa di dalam kitab Taurat.” Ka’ab berkata: “Allah S.W.T
berfirman: ‘Begitu panjang kerinduan orang-orang yang baik untuk segera
bertemu kepada-Ku, dan sesungguhnya Aku lebih merindukan untuk
bertemu dengannya.” Selanjutnya Ka’ab berkata, tertulis di sisi kitab Taurat:
280
“Siapa yang mencari Aku, maka dia akan menemukan-Ku, dan siapa yang
mencari pada yang selain Aku, maka dia tidak akan menemukan Aku.” Lalu
Abu Darda’ berkata: “Saya bersaksi, sesungguhnya aku telah mendengar
Rasulullah S.A.W bersabda begitu.”
Di dalam akhbarnya Nabi Daud as. sesungguhnya Allah S.W.T
berfirman: “Wahai Daud, sampaikan kepada penduduk bumi, sesungguhnya
Aku adalah kekasih bagi orang yang mencintai-Ku. Dan mitra duduk bagi
orang yang duduk untuk-Ku, dan Penghibur bagi orang tenang berdzikir
kepada-Ku, sebagai teman bagi orang yang menjadikan Aku sebagai teman,
dan memberikan keistimewaan bagi orang yang mengistimewakan Aku,
mentaati terhadap orang yang taat kepada-Ku. Tidaklah seorang hamba
mencintai-Ku dengan sepenuh hati dan keyakinan serta mengetahui akan hal
tersebut, melainkan Aku akan menerimanya, dan Aku akan mencintainya
dengan kecintaan yang tidak pernah diekspresikan oleh seorang pun dari
makhluk-Ku. Barangsiapa yang mencari-Ku dengan benar, maka Dia akan
menemukan Aku, dan barangsiapa yang mencari atau meminta kepada yang
selain Aku, maka dia tidak akan menemukan-Ku. Karenanya, wahai
penduduk bumi tinggalkanlah apa yang membuat anda tertipu, kemarilah
pada kemuliaan-Ku, bersahabat dengan-Ku, duduk di majlis-Ku, damailah
bersama-Ku, maka Aku akan menghibur dan membahagiakan anda.
Bersegeralah anda mencintai-Ku. Sesungguhnya Aku menciptakan watak
kekasih-Ku dari sebagian watak Ibrahim kekasih-Ku, Musa dan Muhammad
pilihan-Ku. Dan Aku menciptakan hati para orang-orang rindu kepada-Ku
dengan cahaya-Ku dan Aku beri nikmat dengan keagungan-Ku.”
Diriwayatkan dari sebagian ulama salaf, sesungguhnya Allah S.W.T
memberikan wahyu kepada sebagian as-shiddiqqiin (orang-orang yang
benar): “Sesungguhnya Aku mempunyai hamba di antara hamba-hamba-Ku,
mereka mencintai Aku, maka Aku mencintai mereka, mereka merindukan
Aku, maka Aku pun merindukan mereka mengingat Aku, maka Aku pun
mengingat mereka. Jika Anda mengikuti jalan mereka, maka Aku mencintai
anda, jika anda menyimpang dari jalan mereka maka Aku akan murka
kepada anda.”
Ulama salaf itu bertanya: “Ya Tuhanku, apa tanda-tanda mereka?”
Allah S.W.T berfirman: “Mereka selalu menjaga dan mengawasi kesesatan,
sebagaimana seorang penggembala yang menjaga dan menyayangi kambing
gembalaannya. Ketika matahari tenggelam, dia menyanyikan kerinduan
kepada-Ku, sebagaimana burung-burung bernyanyi. Ketika malam tiba
diselimuti kegulitaan, tikar-tikar telah digelar, semua keluarga
menyandarkan pada bait-bait malam, para kekasih sunyi dari kekasihnya,
para kekasih-Ku itu menyandarkan dirinya kepada-Ku, mereka merebahkan
wajah-wajahnya bersujud dan bermunajad kepada-Ku, mereka merebahkan
281
dirinya secara total dan intens kepada-Ku dengan penuh kerinduan dan
kecintaan. Ada tiga hal yang pertama kali Aku berikan kepada mereka,
yaitu: Pertama, Aku pancarkan cahaya-Ku di dalam hati mereka, lalu
mereka mengkhabarkan kepada-Ku, sebagaimana Aku mengkhabarkan
kepadanya; Kedua, seandainya langit dan bumi berserta isinya bila
ditimbang dengan mereka, maka mereka masih lebih berat daripadanya;
Ketiga, Aku memandang mereka dengan wajah-Ku, dan memperkenankan
kehendak-Ku, sesuai dengan apa yang mereka kehendaki.”
Di dalam Akhbar Nabi Daud as disebutkan: “Katakanlah (hai Daud),
kepada hamba-Ku yang menghadapkan wajahnya kepada-Ku karena cinta
Aku, tidak akan membahayakan anda, jika anda terhalang dari makhluk-Ku,
selama Aku mengangkat hijab antara Aku dan anda, sehingga anda dapat
melihat dengan mata hati kepada-Ku. Tidak akan membahayakan anda,
sekalipun dunia menghindar dan berpaling dari anda, jika Aku
membentangkan agama-Ku kepada anda. Dan tidak akan membahayakan
anda kebencian dan kemarahan makhluk, jika anda berpegang teguh pada
keridhaan-Ku.”

40. TENTANG SYUKUR

Ketahuilah, Allah S.W.T menyertai penyebutan syukur (as-syukru)


dengan zikir (ad-dzikru) di dalam kitab suci Al-Qur’an. Sebagaimana dalam
ayat-ayat berikut ini. Allah S.W.T berfirman: “Dan sesungguhnya
mengingat Allah S.W.T (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah S.W.T mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 45).
Dan Allah S.W.T berfirman:
ِ ‫فَاذ ُك ُرو ِني أَذ ُكر ُكم َواش ُك ُروا ِلي َولَ ت َكفُ ُر‬
‫ون‬
Artinya:
“Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 152).
Dan Allah S.W.T berfirman dalam ayat lain: “Mengapa Allah S.W.T
akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah S.W.T
adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa’ : 147).
Dan firman-Nya: “...Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-
orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 145). Dan Allah S.W.T berfirman
mengkhabarkan tentang iblis terlaknat dalam firman-Nya: “Iblis menjawab,
karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (QS. Al-
A’raf: 16). Ada yang berpendapat bahwa jalan tersebut ialah jalan syukur.
282
Dijelaskan dalam ayat selanjutnya: “Kemudian saya akan mendatangi
mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri
mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat).” (QS. Al-A’raf: 17).
Dan Allah S.W.T berfirman: “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku
yang berterima kasih.” (QS. Saba’: 13). Allah S.W.T telah menyatakan
secara pasti, akan memberi tambahan kenikmatan bagi orang yang bersyukur
tanpa terkecuali, sebagaimana dalam firman-Nya: “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS.
Ibrahim: 7).
Dikecualikan dalam lima hal, yaitu: Kekayaan, ijabah (pengabulan),
rizki, maghfirah (ampunan) dan tobat. Mengenai yang pertama, sebagaimana
firman Allah S.W.T: “...Maka Allah S.W.T nanti akan memberikan kekayaan
kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki.” (QS. At-Taubah: 28).
Kedua, sebagaimana firman Allah S.W.T: (Tidak), tetapi hanya Dialah
yang kamu seru, maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu
berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki.” (QS. Al-An’am: 41).
Ketiga, sebagaimana firman Allah S.W.T: Dan Allah S.W.T memberi
rizki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Al-
Baqarah: 212).
Keempat, sebagaimana firman Allah S.W.T: “Sesungguhnya Allah
S.W.T tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-
Nisa’: 48). Dan firman-Nya: Sesungguhnya Allah S.W.T tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa
yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-
Nisa’: 116).
Kelima, sebagaimana firman-Nya: “Dan Allah S.W.T menerima tobat
orang yang dikehendakinya.” (QS. At-Taubah: 15). Ia merupakan akhlak
dari akhlak-akhlak Rububiyah (ketuhanan). Karena Allah S.W.T berfirman:
“Dan Allah S.W.T Maha Pembalas jasa lagi Maha Penyantun.” (QS. At-
Taghabun: 17).
Allah S.W.T menjadikan syukur sebagai kunci dari kalam penduduk
surga, sebagaimana firman Allah S.W.T: “Dan mereka mengucapkan segala
puji bagi Allah S.W.T yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah
(memberi) kepada kami tempat ini sedang kami diperkenankan menempati
tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki; maka surga itulah
sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.” (QS. Az-Zumar: 74).
Dan firman Allah S.W.T: “Doa mereka di dalamnya ialah:
Subhaanakallaahumma; dan salam penghormatan mereka ialah, salam. Dan
283
penutup doa mereka ialah Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiina.” (QS. Yunus:
10).
Adapun mengenai hadis-hadis syukur di antaranya ialah, sabda
Rasulullah S.A.W sebagai berikut:
‫صا ِب ِر‬ َّ ‫شا ِك ُر ِب َمن ِزلَ ِة ال‬
َّ ‫صائِ ِم ال‬ َّ ‫اَل‬
َّ ‫طا ِع ُم ال‬
Artinya:
“Orang makan yang bersyukur sebagaimana kedudukan orang puasa
yang sabar.”
Diriwayatkan dari Atha’, ia berkata, suatu ketika aku datang pada Aisyah
dan bertanya: “Khabarkanlah kepadaku tentang sesuatu yang mengagumkan
pada diri Rasulullah S.A.W.” Aisyah lalu menangis dan berkata: “Segala
yang ada pada diri Rasulullah S.A.W. sungguh mengagumkan, hanya saja
yang lebih membuat aku merasa kagum ialah, suatu malam beliau datang dan
masuk kepadaku lalu berbaring bersamaku.” Atau dia berkata: “Beliau tidur
satu selimut denganku, sehingga kulitku bersentuhan dengan kulit beliau,
lalu beliau bersabda: “Wahai putri Abu Bakar, izinkan dan biarkanlah aku
menyembah Tuhanku.” Aisyah berkata: “Aku lebih senang berada di
dekatmu, tetapi aku tidak dapat mencegahmu untuk lebih mengutamakan
menyembah pada-Nya, maka aku mengizinkan beliau meninggalkanku.
Kemudian beliau bangkit mendekat pada tempat air untuk mengambil
wudhu, aku melihat beliau menggunakan air secara hemat dan tidak banyak
menuangnya sia-sia. Selanjutnya beliau berdiri melakukan shalat, lalu
menangis, hingga air mata beliau mengalir sampai dada, lalu beliau ruku’
dan menangis, kemudian sujud dan menangis, lalu mengangkat kepala dan
menangis. Tak henti-hentinya beliau berada dalam kondisinya yang begitu,
sampai Bilal datang untuk mengumandangkan azan shalat Shubuh.”
Kemudian aku berkata: “Ya Rasulullah, apa yang membuat Anda menangis?
Padahal Allah S.W.T telah mengampuni dosa Anda baik yang terdahulu
maupun yang akan datang.” Beliau bersabda: “Bukankah aku ini sebagai
hamba Allah S.W.T yang banyak bersyukur. Mengapa aku tidak melakukan
begitu, sementara Allah S.W.T telah menurunkan firman-Nya;
‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam
dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang beguna bagi
manusia dan apa yang Allah S.W.T turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya, dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah S.W.T) bagi kaum yang memikirkan.” (QS.
Al-Baqarah: 164).
Ini menunjukkan bahwa menangis seharusnya tidak boleh terputus untuk
selamanya. Dalam hal ini, sebagaimana diisyaratkan dalam suatu riwayat,
284
mengenai rahasia perjalanan spiritual beliau, bahwa suatu ketika ada
sebagian para nabi yang berjalan melewati sebuah batu kecil yang terus
mengeluarkan air yang sangat banyak dan ia menjadi kagum dengan apa
yang disaksikan itu, sampai Allah S.W.T memberikan penjelasan kepadanya.
Dia berkata: “Sejak aku mendengar firman Allah S.W.T: ‘....Peliharalah
dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu...” (QS. Al-
Baqarah: 24), maka aku menangis karena takut kepada-Nya. Lalu beliau
memohon kepada Allah S.W.T agar ia dijauhkan dari neraka dan ia pun
dijauhkan darinya. Tak lama kemudian beliau melihatnya menangis lagi
sebagaimana semula, lalu beliau bertanya: “Mengapa anda sekarang
menangis?” Dia berkata: “Yang tadi adalah tangisan ketakutan (al-khauf),
sementara yang ini, adalah tangisan syukur dan bahagia.”
Hati seorang hamba bagaikan batu atau bahkan lebih keras, dan ia akan
tetap dalam kondisi kekerasannya itu, kecuali dengan menangis karena takut
dan syukur. Diriwayatkan dari Nabi S.A.W, sesungguhnya beliau bersabda:
“Pada hari kiamat terdapat panggilan yang menyerukan, bangkitlah orang-
orang yang ahli memuji Tuhan, lalu bangkitlah sekelompok manusia,
kemudian mereka diberi bendera (sebagai tanda orang yang bersyukur) dan
dimasukkan ke dalam surga.” Beliau ditanya: “Siapakah orang ahli
bertahmid itu?” Beliau menjawab: “Mereka itu ialah orang-orang yang
bersyukur kepada Allah S.W.T dalam setiap waktu.” Menurut riwayat lain:
“Yaitu orang-orang yang bersyukur kepada Allah S.W.T pada saat senang
maupun susah.” Nabi S.A.W bersabda: “Alhamdu (pujian) adalah
selendang Tuhan Yang Maha Penyayang.”
Allah S.W.T memberikan wahyu kepada Nabi Ayyub as.:
“Sesungguhnya Aku ridha dengan syukur sebagai pengimbangan dari para
kekasih-Ku dalam kalam yang cukup panjang.” Allah S.W.T juga
memberikan wahyu kepadanya, mengenai sifat orang-orang yang sabar:
“Sesungguhnya rumah tempat tinggal mereka adalah surga Darussalam,
ketika mereka masuk ke dalamnya, aku ilhami mereka dengan syukur, dan
itu adalah sebaik-baik kalam. Maka ketika mereka bersyukur, aku terus
menambah kenikmatan. Ketika mengunjungi gudang-gudang tempat
penyimpanan harta, Umar ra berkata: “Apa yang Anda kehendaki dan mau
ambil? “Beliau bersabda: “Hendaklah salah seorang dari anda mengambil
lisannya untuk selalu berdzikir, hatinya bersyukur, aku diperintahkan untuk
mengisi hati dengan syukur sebagai pengganti dari harta.” Ibnu Mas’ud
berkata: “Syukur adalah separuh iman.”
Ketahuilah, sesungguhnya syukur itu berhubungan dengan hati, lisan dan
anggota tubuh. Adapun yang berhubungan dengan hati ialah bermaksud baik
kepada semua makhluk dan menjadikan hal itu sebagai niat yang selalu
tersimpan di dalam hatinya. Yang berkaitan dengan lisan ialah,
285
mengungkapkan rasa syukur kepada Allah S.W.T dengan bertahmid dan
pujian-pujian yang dapat diartikan sebagai pujian kepada-Nya. Sementara
yang berhubungan dengan anggota tubuh ialah mendaya fungsikan seluruh
kenikmatan yang telah dianugerahkan oleh Allah S.W.T dalam misi ketaatan
dan ketakwaan kepada-Nya, dan menjauhkannya dari kemaksiatan. Di antara
cara mensyukuri kedua mata ialah merahasiakan setiap aib orang Islam yang
dilihatnya; Mensyukuri kedua telinga dapat dilakukan dengan menutup
setiap aib yang didengarnya. Yang demikian itu termasuk dalam kategori
mensyukuri nikmat Allah S.W.T. Demikian pula halnya dengan anggota-
anggota tubuh yang lain. Syukur dengan lisan ialah dengan mengekspresikan
keridhaan terhadap hal-hal yang diperintahkan Allah S.W.T.
Nabi S.A.W bersabda kepada seorang laki-laki: “Bagaimana keadaan
anda di waktu pagi?” Dia menjawab: “Dalam keadaan baik.” Lalu beliau
mengulangi pertanyaan itu sampai tiga kali, hingga orang itu menjawab:
“Dalam keadaan baik, aku memuji dan bersyukur kepada Allah S.W.T.”
Beliau bersabda: “Itu, jawaban yang aku kehendaki dari anda.”
Adalah menjadi tradisi ulama salaf untuk saling bertanya mengenai
kondisi masing-masing dengan niat agar keluar ungkapan syukur melalui
lisannya, dan supaya menjadi orang yang bersyukur dan taat kepada Allah
S.W.T. Ungkapan itu tidak dimaksudkan untuk pamer (riya’) juga tidak
hanya sekedar untuk mengungkapkan kerinduan. Setiap orang ketika ditanya
tentang kondisinya, maka kemungkinan yang terungkap dari jawabannya
adalah ungkapan rasa syukur, pengaduan atau diam. Jawaban ungkapan
syukur merupakan ketaatan, jawaban yang sifatnya mengadu termasuk
kemaksiatan dan keburukan bagi orang yang mengerti agama. Bagaimana
bukan merupakan sebagai suatu hal yang buruk, mengadukan sesuatu kepada
makhluk lemah yang tidak memiliki kekuasaan apapun sekalipun terhadap
dirinya sendiri. Pengaduan itu seharusnya hanya di sampaikan kepada Allah
S.W.T, Raja Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana, di tangan-Nya
kekuasaan atas segala sesuatu.
Bila seseorang sudah tidak memiliki kesabaran atas musibah dan cobaan
yang menderanya, maka pengaduannya itu hendaklah hanya disampaikan
kepada Allah S.W.T. Karena Dialah yang memberi ujian dan cobaan dan Dia
pula yang kuasa untuk menghilangkannya. Seseorang menjadi begitu hina di
hadapan Tuhan, ketika ia mengadukan persoalan dan kesulitan-kesulitan
hidupnya kepada yang selain-Nya, sesama hamba yang sama-sama dha’if,
hina, rendah dan tak berdaya.
Allah S.W.T berfirman: “Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah
S.W.T itu, tidak mampu memberikan rizki kepadamu; maka mintalah rizki itu
di sisi Allah S.W.T, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya.
Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Ankabut: 17).
286
Dan firman Allah S.W.T:
َ ‫ُون ّللاِ ِعبَاد أَمثَالُ ُكم فَادعُوﮪُم فَليَست َِجيبُوا لَ ُكم إِن ُكنتُم‬
)١٩٤( َ‫صا ِدقِين‬ ِ ‫إِ َّن الَّذِينَ تَدعُونَ ِمن د‬
Artinya:
“Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah S.W.T itu
adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah
berhala-berhala itu, lalu biarkanlah mereka memperkenankan
permintaanmu, jika kamu memang orang-orang benar.” (QS. Al-A’raf:
194).
Bersyukur dengan lisan termasuk dalam kategori syukur.
Diriwayatkan, telah datang rombongan utusan kepada Umar bin Abdul Aziz,
lalu seorang pemuda bangkit berdiri mewakili rombongan untuk
menyampaikan misinya. Umar berkata: “Yang lebih tua, yang lebih tua.”
Dengan kecanggihannya berdiplomatis pemuda itu berkata: “Wahai Amirul
Mukminin, sesungguhnya seandainya suatu urusan itu didasarkan atas usia,
tentu kaum muslimin di negeri ini banyak yang lebih tua dari anda.” Umar
segera menyelanya dan berkata: “Silahkan anda berkata, hai pemuda.”
Pemuda itu melanjutkan perkataannya: “Kami bukanlah utusan pengemban
suka atau duka, karena kesukaan telah sampai kepada kami atas keutamaan
dan kebijakan anda, sementara kedukaan dan ketakutan telah lama kami
merasa aman daripadanya karena keadilan anda. Tetapi kami adalah utusan
untuk menyampaikan rasa syukur dan terima kasih. Kami datang menghadap
kepada anda untuk menyampaikan rasa syukur kepada anda, setelah itu kami
memohon diri untuk kembali pergi.

41. KEUTAMAAN BERPIKIR

Allah S.W.T memerintahkan untuk berpikir dan melakukan perenungan,


sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat yang menjelaskan hal
tersebut banyak sekali. Di antaranya firman Allah S.W.T: “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia,
dan apa yang Allah S.W.T turunkan dari langit berupa air lalu dengan air
itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi
itu segala jenis hewan , dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan
kebesaran Allah S.W.T) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah:
164).
Yakni silih bergantinya siang dan malam, keduanya tidak pernah bertemu
dalam waktu dan tempat yang sama, bila yang satu pergi maka yang satunya
lagi datang, dan bila yang satu datang maka yang satunya lagi pergi, begitu
seterusnya datang dan pergi silih berganti.
287
Allah S.W.T berfirman:
ُ َ‫ار ِخلفَةً ِل َمن أ َ َرادَ أَن يَذَّ َّك َر أَو أ َ َراد‬
ً ‫ش ُك‬
)٦٢( ‫ورا‬ َ ‫َوﮪ َُو الَّذِي َجعَ َل اللَّي َل َوالنَّ َﮭ‬
Artinya;
“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi
orang yang ingin mengambil pelajaran.” (QS. Al-Furqan: 62).
Atha’ berkata: “Yang dimaksudkan dengan silih bergantinya siang
dan malam dan perbedaan antara keduanya ialah dari segi cahaya dan
kegelapannya serta dari segi penambahan dan pengurangannya. Betapa
indahnya perkataan seorang penyair berikut ini:
“Wahai orang yang terlelap dalam tidurnya dengan dibuai mimpi-
mimpi indah, sementara kejadian-kejadian sedang menantinya di waktu
sahur.
Janganlah anda terlena dengan kesenangan di awal malam, betapa
banyaknya tragedi yang mengerikan terjadi menjelang pagi.”
Allah S.W.T memuji orang-orang yang berpikir, sebagaimana dalam
firman-Nya: “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah S.W.T sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau maka
peliharalah kami dari siksa nereka.” (QS. Ali Imran: 191).
Ibnu Abbas ra.berkata, sesungguhnya ketika suatu kaum berpikir
tentang Dzat Allah S.W.T. maka beliau bersabda: “Berpikirlah anda tentang
makhluk ciptaan Allah S.W.T, janganlah anda berpikir tentang Dzat Allah
S.W.T, karena anda tidak akan dapat mencapai kadar substansi wujud-
Nya.” Dari Nabi S.A.W.,pada suatu hari beliau keluar menjumpai suatu
kaum yang sedang berpikir, beliau bertanya: “Apa yang sedang anda
kerjakan, mengapa anda tidak berbicara?” Mereka menjawab: “Kami sedang
berpikir tentang penciptaan Allah S.W.T.” Nabi bersabda: “Sebagaimana
yang anda lakukan, berpikirlah tentang ciptaan-Nya, jangan berpikit tentang
Dzat Allah S.W.T Azza wa Jalla. Perhatikan dan amatilah di belahan barat
itu, terdapat bumi putih, cahayanya ialah keputihannya, keputihannya itu
adalah cahayanya, sejauh perjalanan matahari selama empat puluh hari. Di
sana terdapat makhluk di antara makhluk-makhluk Allah S.W.T yang tidak
pernah mendurhakai Allah S.W.T, walau barang sekejappun.
Diriwayatkan dari Atha’, ia berkata, suatu hari aku dan Abdullah bin
Umair pergi menemui Aisyah ra.dan kami berbicara dengannya, antara kami
dan dia terdapat tabir pemisah. Aisyah berkata: “Wahai Ubaid, apa yang
mencegah anda untuk tidak menziarahi kami?” Ubaid berkata, sabda
Rasulullah S.A.W: “Berkunjunglah setelah berselang beberapa hari (jangan
sering-sering), maka akan bertambah sayang.” Lalu Ibnu Umair berkata:
“Khabarkanlah kepada kami, sesuatu yang sangat mengagumkan dari diri
288
Rasulullah S.A.W. Aisyah lalu menangis dan berkata: “Segala yang ada pada
diri Rasulullah S.A.W.sungguh mengagumkan, hanya saja yang lebih
membuat aku merasa kagum ialah, suatu malam beliau datang dan masuk
kepadaku lalu berbaring bersamaku.” Atau dia berkata.” Beliau tidur satu
selimut denganku, sehingga kulitku bersentuhan dengan kulit beliau, lalu
beliau bersabda: ‘Wahai putri Abu Bakar, izinkan dan biarkanlah aku
menyembah Tuhanku.” Aisyah berkata: ‘“Aku lebih senang berada di
dekatmu, tetapi aku tidak dapat mencegahmu untuk lebih mengutamakan
menyembah pada-Nya, maka aku mengizinkan beliau meninggalkanku.
Kemudian beliau bangkit mendekat pada tempat air untuk mengambil
wudhu, aku melihat beliau menggunakan air secara hemat dan tidak banyak
menuangnya sia-sia. Selanjutnya beliau berdiri melakukan shalat, lalu
menangis, hingga air mata beliau mengalir sampai dada, lalu beliau ruku’
dan menangis, kemudian sujud dan menangis, lalu mengangkat kepala dan
menangis. Tak henti-hentinya beliau berada dalam kondisinya yang begitu,
sampai Bilal datang untuk mengumandangkan azan shalat Shubuh.”
Kemudian aku berkata: “Ya Rasulullah, apa yang membuat Anda menangis?
Padahal Allah S.W.T telah mengampuni dosa Anda baik yang terdahulu
maupun yang akan datang.” Beliau bersabda: “Bukankah aku ini sebagai
hamba Allah S.W.T yang banyak bersyukur. Mengapa aku tidak melakukan
begitu, sementara Allah S.W.T telah menurunkan firman-Nya;
‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam
dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang beguna bagi
manusia dan apa yang Allah S.W.T turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya, dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah S.W.T) bagi kaum yang memikirkan.” (QS.
Al-Baqarah: 164).
Menurut suatu riwayat ayat yang diturunkan itu ialah: “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah S.W.T sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): Ya Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS.
Ali Imran: 190-191).
Kemudian beliau bersabda: “Celaka bagi orang yang membacanya (ayat
tersebut), dan tidak mau berpikir tentang apa yang dikandungnya.”
Ditanyakan kepada Al-Auza’i: “Sejauh mana, cara memikirkan ayat

289
tersebut?” Dia menjawab: “Yaitu dengan cara membacanya dan mendaya
fungsikan pikiran untuk memikirkan kandungannya.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Wasi’, sesungguhnya ada seorang
laki-laki dari penduduk Bashrah datang kepada Ummi Dzar dengan
mengendarai kendaraan, setelah kematian Abu Dzar, lalu dia bertanya
kepada Ummi Dzar tentang ibadah yang dilakukan oleh Abu Dzar. Ummi
Dzar berkata: “Siang harinya ia menempati salah satu ruangan khusus di sisi
rumah, konsentrasi mencurahkan pikirannya secara serius.”
Diriwayatkan dari Hasan, bahwa berpikir sesaat lebih baik daripada
qiyamul lail. Diriwayatkan dari Fadhil, bahwa berpikir merupakan cermin
yang membuat anda dapat melihat kebaikan dan keburukan anda. Ketika
dikatakan kepada Ibrahim, anda selalu berlama-lama dalam berpikir. Ibrahim
berkata: “Berpikir merupakan dinamika penggerak akal.” Sufyan bin
Uyainah, banyak membuahkan hasil pikirannya dengan diilhami perkataan
seorang penyair:
* ‫*اِذَال َمر ُء كَانَت لَﮫُ فِك َرة‬
* ‫* فَ ِفى ُك ِل شَﯨ ٍئ لَﮫُ ِعب َرة‬

“Apabila orang yang mempunyai pikiran mau mendaya fungsikannya,


maka pada setiap sesuatu terdapat banyak pelajaran yang berharga.”
Dari Thawus, ia berkata, sesungguhnya kaum Hawariyyun berkata
kepada Isa putra Maryam: “Wahai Ruhullah, pada hari ini apakah ada orang
yang seperti anda di muka bumi ini?” Isa menjawab: “Ya, yaitu orang yang
ucapannya adalah berzikir, diamnya berpikir, penglihatannya untuk
mengambil ibrah (pelajaran berharga), maka dialah orang yang seperti aku.”
Hasan berkata: “Barangsiapa yang perkataannya tidak mengandung zikir,
maka sia-sialah ia, barangsiapa yang diamnya tidak untuk berpikir, maka dia
adalah orang yang lalai, dan barangsiapa yang penglihatannya tidak untuk
mengambil i’tibar (pelajaran), maka ia tidak berarti dan sia-sia belaka.”
Adapun mengenai firman Allah S.W.T: “Aku akan memalingkan orang-
orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar
dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-Ku,
mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang
membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika
mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian
itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu
lalai daripadanya.” (QS. Al-A’raf: 146). Yakni, Allah S.W.T mencegah hati
mereka untuk dapat berpikir dalam urusan-Nya.
Diriwayatkan dari Sa’id Al-Khudri, ia berkata, bahwa Rasulullah S.A.W
bersabda: “Berikanlah bagian bagi mata anda untuk beribadah.” Mereka
bertanya: “Ya Rasulullah, apa bagian ibadah baginya?” Beliau bersabda:
290
“Melihat (membaca) mushhaf (Al-Qur’an) dan memikirkannya, serta
mengambil i’tibar dari keajaiban-keajaibannya.”
Dari seorang wanita yang tinggal di suatu lembah yang tidak jauh dari
kota Makkah, dia berkata: “Seandainya hati orang-orang yang bertakwa itu
mengekspresikan cakrawala pemikirannya terhadap simpanan-simpanan
yang tersembunyi di balik tabir kegaiban mengenai kebaikan akhirat, maka
kehidupan mereka di dunia tidak dapat disifati dan pandangan mata mereka
tidak bisa menetap di dunia ini.”
Luqman berlama-lama duduk menyendiri, ketika ajudannya
melewatinya, ia menyelanya: “Wahai Luqman, anda berlama-lama duduk
menyendiri, seandainya anda duduk bersama manusia, tentu hal itu lebih
menyenangkan bagi anda.” Luqman berkata: “Sesungguhnya berlama-lama
menyendiri, akan lebih dapat konsentrasi untuk berpikir secara intensif,
sementara berlama-lama membiasakan berpikir adalah sebagai bukti
menempuh jalan menuju surga.”
Wathab bin Munabbih berkata: “Tidaklah seseorang berlama-lama
berpikir, melainkan ia akan mendapatkan ilmu pengetahuan, dan tidaklah
sama sekali seseorang itu mendapatkan ilmu, melainkan ia akan
mengamalkannya.”
Umar bin Abdul Aziz berkata: “Berpikir mengenai nikmat Allah S.W.T
Azza wa Jalla termasuk ibadah yang paling baik.” Pada suatu hari Abdullah
bin Mubarak berkata kepada Suhail bin Ali dari arah belakangnya, ketika ia
sedang diam berpikir, apa yang anda pikirkan? Suhail menjawab: “Shirath
(jembatan yang melintas di atas neraka menuju surga).”
Bisyr berkata: “Seandainya manusia mau berpikir tentang kebesaran
Allah S.W.T, niscaya ia tidak akan mendurhakai-Nya.” Ibnu Abbas berkata:
“Shalat dua rakaat (tidak terlalu panjang dan tidak pula pendek/sedang-
sedang saja) namun disertai perenungan secara intens, lebih baik daripada
shalat sepanjang malam tanpa hati.”
Ketika Abu Syuraikh berjalan, tiba-tiba ia duduk dan menangis, lalu
dikatakan padanya: “Apa yang membuat anda menangis?” Ia menjawab:
“Aku menangisi kepergian umurku, sementara amalku masih sangat sedikit
dan ajalku semakin mendekat.” Abu Sulaiman berkata: “Biasakanlah mata
anda menangis dan hati anda berpikir.” Ia juga berkata: “Berpikir di dunia
akan membuahkan hikmah dan menghidupkan hati.”
Hatim berkata: “Mengambil ibrah (memetik pelajaran) akan menambah
ilmu, sementara mengingat atau berzikir akan menambah kecintaan,
sedangkan berpikir akan menambah rasa takut (kepada Allah S.W.T).” Ibnu
Abbas berkata: “Berpikir tentang kebaikan akan mendorong untuk
mengamalkannya, menyesali kejahatan akan mendorong untuk
meninggalkannya.”
291
Hasan berkata: “Sesungguhnya orang-orang biasa memfungsikan akalnya
untuk berpikir secara konstruktif, mereka akan terus menerus berzikir untuk
berpikir dan berpikir untuk berzikir, sehingga akan keluar dari hati mereka
inspirasi-inspirasi hikmah.”
Ishaq Ibnu Khalaf berkata, adalah Dawud At-Thai di tengah malam
purnama merenung dan berpikir tentang penciptaan langit dan bumi, dia
tengadah melihat ke langit sambil menangis, hingga tak di sadari ia tersesat
memasuki halaman rumah tetangganya. Mendengar ada suara derap langkah
kaki memasuki rumahnya, si pemilik rumah itu langsung bangkit dari tempat
tidurnya dalam keadaan telanjang tanpa disadari, sambil memegang pedang
yang terhunus di tangannya. Karena ia mengira ada maling, setelah ia
melihat orang itu, ternyata dia adalah Hatim, maka ia segera kembali dan
meletakkan pedangnya kembali. Ketika orang ini bertanya kepada Hatim,
mengapa ia sampai tersesat masuk ke halaman rumahnya. Hatim menjawab:
“Karena aku tidak merasakan kalau tersesat ke tempat anda.”
Junaid berkata: “Majlis yang paling mulia dan tinggi ialah duduk
merenung berpikir dalam medan tauhid diterpa hembusan angin sepoi-sepoi
kema’rifatan, meminum air dengan gelas mahabbah yang diambil dari lautan
cinta, memandang dengan pandangan yang baik dan romantis pada Allah
S.W.T Azza wa Jalla. Kemudian berkata: “Betapa indah dan syahdunya
majlis ini, betapa lezatnya minuman keberuntungan yang besar ini, bagi
orang dianugerahinya.”
Imam Syafi’i berkata: “Daya gunakanlah kalam dengan diam, dan
tariklah konklusi dari berpikir.” Dia juga berkata: “Kebenaran melakukan
pengamatan akan sesuatu adalah sebuah keselamatan dari
ketertipuan,keteguhan dalam berpikir dan berpendapat adalah keselamatan
yang menghindarkan dari penyesalan. Berpikir dan merenung akan
membuka kreatifitas yang cerdas. Bermusyawarah dengan orang-orang bijak,
akan meyakinkan jiwa, menajamkan pandangan. Berpikirlah sebelum anda
menetapkan sebuah komitmen, renungkanlah sebelum anda bertindak, dan
bermusyawarahlah sebelum anda tampil ke depan.” Ia juga berkata, bahwa
keutamaan itu ada empat, yaitu: Pertama, ialah hikmah dengan sendi
utamanya berpikir; Kedua iffah (memelihara diri), sendi utamanya ialah
mengendalikan nafsu; Ketiga, kekuatan, sendi utamanya mengendalikan
kemarahan; Keempat, adil, sendi utamanya mengendalikan kemarahan;
Keempat, adil, sendi utamanya meluruskan penyimpangan kehendak nafsu.”

42. DAHSYATNYA SAKARATUL MAUT

Diriwayatkan dari Hasan, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.


menyebutkan tentang kematian, sakaratul maut dan kesakitannya. Beliau
292
bersabda: “Detik-detik sakaratul maut sakitnya bagaikan tiga ratus sabatan
(pukulan) pedang.” Ketika Nabi S.A.W. ditanga tentang kematian dan
kedahsyatannya, beliau bersabda: “Sakitnya kematian yang paling ringan,
bagaikan duri yang ditarik-tarik dari bulu (kain wool), apakah tarikan duri
itu tidak disertai bulu, tentu bulu-bulu itu akan ikut tertarik keluar
bersamanya.”
Pada suatu ketika Rasulullah mendatangi orang yang sakit, lalu beliau
bersabda: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang terjadi padanya,
keringat dingin keluar daripadanya, menunjukkan tajamnya pisau kematian
yang sangat menyakitkan.”
Ali karramallaahu wajhah mengingatkan akan kematian, ia berkata:
“Jika anda tidak mati dalam berperang, andapun akan mati. Demi Tuhan
yang setiap jiwa berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, seribu kali
pukulan, lebih ringan sakitnya daripada detik-detik kematian seseorang yang
terbaring di atas ranjang.”
Auza’i berkata: “Telah sampai khabar kepadaku, bahwa seorang mayit
masih merasakan sakitnya kematian selama ia belum dibangkitkan dari
kuburnya.” Saddad bin Aus berkata: “Kematian merupakan kondisi dan
peristiwa yang sangat mengerikan yang terjadi di antara dunia dan akhirat
bagi orang yang beriman, ia lebih sakit daripada digergaji, dipangkas dengan
gunting, digoncang di dalam air yang mendidih. Seandainya seorang mayit
mampu menceritakan sakitnya kematian pada penduduk dunia, tentu mereka
tidak akan bisa hidup tenang dan tidak pula dapat tidur nyenyak.” Nabi
S.A.W bersabda: “Mati mendadak kenyamanan tersendiri bagi orang
beriman, dan kerugian besar bagi orang yang durhaka.”
Diriwayatkan dari Makhul dari Nabi S.A.W., beliau bersabda:
“Seandainya satu rambut dari rambut-rambutnya mayit diletakkan pada ahli
langit dan bumi, tentu mereka akan mati atas izin Allah S.W.T, karena setiap
rambut dari orang yang mati, tidaklah terjatuh pada sesuatu melainkan ia
akan mati pula.” Dan diriwayatkan: “Seandainya satu tetes dari sakitnya
kematian dijatuhkan pada gunung-gunung di dunia, tentu gunung-gunung itu
hancur.”
Diriwayatkan, bahwa ketika Ibrahim as. wafat, Allah S.W.T berfirman
kepadanya: “Bagaimana anda mendapatkan sakitnya kematian, wahai
kekasihku?” Dia menjawab: “Bagaikan sujen sate dari besi yang terbakar
lalu ditusukkan kedalam bulu-bulu basah, lalu ditarik.” Allah S.W.T
berfirman: Padahal Aku telah meringankannya bagi anda.”
Diriwayatkan dari Musa as. sesungguhnya ketika ruhnya didatangkan
kepada Allah S.W.T, Tuhannya berfirman kepadanya: “Wahai Musa,
bagaimana anda mendapatkan kematian?” Musa berkata: “Aku dapati diriku
bagaikan burung pipit yang digoreng di bolak balik di tempat penggorengan
293
(wajan), tidaklah dia mati lalu istirahat dan tidak pula selamat lalu terbang.”
Menurut riwayat lain, Musa berkata: “Aku dapati diriku bagaikan kambing
hidup yang dikuliti oleh tukang jagal.”
Diriwayatkan dari Nabi S.A.W.,bahwa ketika beliau sakit keras
menjelang kematiannya, sementara di sisi beliau terdapat gelas berisi air, lalu
beliau memasukkan jari ke dalam air gelas, kemudian mengusapkannya pada
wajahnya yang mulia, seraya berdoa: “Ya Allah S.W.T, ringankan sakaratul
maut bagiku.” Sementara Fathimah yang berada di sisi beliau berkata:
“Betapa dukanya diriku, karena kedukaanmu, wahai ayahku.” Beliau
bersabda: “Tidak ada kedukaan bagi ayahmu setelah hari ini, wahai
anakku?”
Umar ra. berkata kepada Ka’ab Al-Akhbar: “Wahai Ka’ab, ceritakanlah
kepadaku tentang kematian.” Ka’ab berkata: “Ya, baiklah, wahai Amirul
Mukminin, sesungguhnya kematian itu bagaikan dahan yang banyak durinya,
lalu dimasukkan ke dalam lubang seseorang, kemudian dikeluar masukkan,
hingga tertariklah yang tertarik dan teringgallah yang tertinggal.”
Dahsyatnya kecemasan dan kebingungan pada detik-detik kematian pada
dasarnya ada tiga macam, yaitu:
1. Kedahsyatan dan kerasnya rasa sakit pada waktu naza’, sebagaimana
yang telah disebutkan di atas.
2. Ketakutan terhadap bentuk rupa Malaikat Maut
Ketakutan dan kecemasan yang luar biasa menerobos masuk
mencekam hati, ketika melihat bentuk rupa Malaikat Maut.
Seandainya seseorang melihat bentuk Malaikat Maut yang akan
mencabut ruh manusia yang durhaka, tentu ia tidak akan mampu
melihatnya, sekalipun ia adalah orang besar dan kuat.
Diriwayatkan dari Ibrahim Al-Khalil as.ia berkata kepada Malaikat
Maut: “Bisakah anda memperlihatkan kepadaku bentuk rupa anda
ketika mencabut ruh orang yang durhaka?” Malaikat Maut berkata:
“Anda tidak akan mampu melihatnya.” Ibrahim berkata: “Tetapi
baiklah aku ingin melihatnya. Lalu aku berpaling darinya diapun
berpaling dariku, ketika aku menoleh dan menghadap padanya lagi,
tiba-tiba aku melihat bentuk rupa orang laki-laki hitam tinggi besar,
berpakaian serba hitam, baunya sangat busuk, dari mulutnya keluar
asap dan api yang menyala-nyala, lalu Ibrahim jatuh pingsan. Setelah
sadar, ia melihat Malaikat Maut sudah berubah bentuk sebagaimana
pertama kali. Ibrahim berkata: “Hai Malaikat Maut, seandainya anda
tidak datang untuk mencabut nyawa orang durhaka, tetapi
sesungguhnya ketika ia melihat anda saja sudah cukup dapat
membuatnya binasa.”

294
Diceritakan, dari para nabi tentang kondisi sakaratul maut atau pada
saat naza’, sesungguhnya bentuk rupa Malaikat Maut pada waktu itu,
seandainya seseorang melihatnya di waktu tidur, tentu seluruh sisa
umur menjadi menyumbat di kerongkongannya. Lalu bagaimana bila
ia melihat pada saat yang sangat menegangkan dan amat dahsyat
(sakaratul maut)? Sementara bagi orang yang taat, dia akan melihat
Malaikat Maut itu, dalam bentuknya yang paling bagus dan paling
indah.
Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya Ibrahim as.
adalah seorang laki-laki pencemburu, ketika dia keluar rumah selalu
mengunci pintunya, pada suatu hari ketika ia kembali pulang ke
rumahnya, ia dapati seorang laki-laki di dalam satu ruangan
rumahnya, lalu Ibrahim berkata: “Siapakah yang memasukkan anda
ke dalam rumahku?” Ia menjawab: Aku masuk karena penghuni
runah ini.” Ia berkata: “Aku penghuni rumah ini.” Aku masuk rumah
ini, atas perintah Tuhanku dan Tuhan pemilik rumah ini.” Ibrahim
berkata: “Malaikat siapakah anda ini?” Ia menjawab” “Aku adalah
Malaikat Maut.” Ibrahim bertanya: “Apakah anda dapat
memperlihatkan rupa anda ketika mencabut ruh orang mukmin?” Ia
menjawab: “Ya.” Kemudian ia berpaling dariku dan akupun
berpaling darinya, ketika aku menoleh kepadanya, tiba-tiba aku
melihat sosok seorang pemuda yang berwajah tampan nan rupawan,
bajunya sangat indah dan harum baunya. Lalu Ibrahim berkata:
“Wahai Malaikat Maut, tidaklah anda menjumpai seseorang
menjelang kematiannya, melainkan bentuk anda itu sudah cukup
baginya untuk membuatnya mati.” Pada saat yang kritis itu seseorang
juga diperlihatkan pada dua Malaikat Hafazhah. Wahib berkata,
sesungguhnya telah sampai keterangan kepadaku, bahwa tidaklah ada
seorang mayit ketika menjelang kematiannya, melainkan ia pasti
melihat dua malaikat yang mencatat amal-amalnya (Malaikat
Hafahzah). Jika ia adalah orang yang berbakti kepada Tuhannya, dua
malaikat itu berkata kepadanya: “Kami sampaikan kepada anda,
semoga Allah S.W.T membalas anda dengan balasan yang baik.
Betapa banyak majlis kebenaran yang anda lakukan dan kami selalu
mencatatnya buat anda, dan betapa banyak amal saleh yang anda
lakukan, yang telah kami catat buat anda.” Apabila orang tersebut
adalah orang durhaka, maka kedua malaikat itu berkata padanya:
“Kami sampaikan kepada anda, semoga Allah S.W.T tidak
memberikan balasan yang baik kepada anda, betapa banyak majlis
kejahatan yang anda lakukan yang semuanya telah kami catat buat
anda, betapa banyak kejahatan-kejahatan yang anda lakukan, betapa
295
banyak kekejian-kekejian yang anda perdengarkan kepada kami,
yang semuanya telah kami catat buat anda, maka dengan catatan
buku amal anda ini, anda tidak akan mendapatkan balasan yang baik
dari Allah S.W.T. maka ketika itu orang tersebut matanya menjadi
terbelalak, melihat kedua malaikat tersebut dan ia pun tidak akan
kembali ke dunia untuk selama-lamanya.
3. Dahsyatnya ketakutan orang yang durhaka, ketika melihat tempatnya
di neraka, sementara ia dalam kondisi sakaratul maut. Yang
demikian itu cukup memporak-porandakan dan membuatnya hancur,
berbagai perasaan yang mengerikan campur baur, mereka menjadi
hina dina dan tak berdaya mengantarkan kepergian ruhnya yang
keluar dari jasad. Tetapi ruh itu tidak akan keluar sebelum mereka
mendengarkan seruan Malaikat Maut, akan salah satu kemungkinan
dari dua manusia. Dua kemungkinan seruan bagi manusia itu ialah:
“Berbahagialah anda dengan neraka, wahai musuh Allah S.W.T”;
“Berbahagialah anda dengan surga, wahai kekasih Allah S.W.T.”
Nabi S.A.W bersabda:
ِ ‫لَن يَخ ُر ُج ا َ َحد ُ ُكم ِمنَ الدُّنيَا َحتَّى يَعلَ َم اَينَ َم‬
ِ َّ‫صي ُرهُ َو َحتَّى يَرى َمقعَدَهُ ِمنَ ال َجنَّ ِة اَ ِوالن‬
‫ار‬
Artinya:
“Salah seorang dari anda semua, tidak akan keluar dari dunia (mati),
sampai ia mengetahui di mana tempat kembalinya, dan melihat tempat
duduknya dari surga atau neraka.”

43. ALAM KUBUR DAN BERBAGAI PERSOALANNYA

Rasulullah S.A.W. bersabda: “Ketika seorang mayit diletakkan di dalam


kuburan, kuburan itu berkata: ‘Wahai anak Adam, celaka anda apa yang
telah memperdayakan anda berbuat durhaka terhadapku, tidakkah anda
tahu bahwa aku adalah rumah yang penuh dengan fitnah, rumah yang gelap
gulita dan rumah kesendirian dan tempat yang penuh dengan cacing. Apa
yang telah memperdayakan anda terhadapku, anda telah berjalan
melangkahkan kaki menuju padaku dan kini telah berada padaku seorang
diri.’ Apabila ia, orang yang ahli shalat, maka terdapat sebuah jawaban
terhadap pertanyaan kubur itu, sebagai berikut: ‘Apakah anda tidak
mengetahui bahwa ia adalah orang yang ahli memerintahkan pada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. ‘Lalu kubur itu menjawab: ‘Kalau
begitu aku merubah sikapku dengan lemah lembut terhadapnya.’ Jasadnya
menjadi dikembalikan dan disinari, ruhnya dibawa naik menuju kepada
Allah S.W.T.”
Ubaid Ibnu Umar Al-Laitsi berkata: “Tidaklah ada seorang mayit yang
telah mati, melainkan liang kubur yang menjadi tempat pemakamannya itu
296
berkata kepadanya: “Aku adalah rumah yang gelap gulita dan tempat
kesendirian, jika anda adalah orang yang taat kepada Allah S.W.T selama
dalam hidup anda, maka pada hari ini aku akan menjadi rahmat bagi anda.
Tetapi jika anda orang yang durhaka, maka pada hari ini, aku akan menyiksa
anda. Barangsiapa yang memasuki aku dalam keadaan taat kepada Allah
S.W.T, maka ia akan keluar dengan bahagia, dan barangsiapa yang
memasuki aku dalam keadaan durhaka kepada Allah S.W.T, maka ia akan
keluar menuju kehancuran dan kebinasaan.”
Muhammad bin Shabah berkata, sesungguhnya telah sampai kepadaku
suatu keterangan, bahwa apabila seorang mayit diletakkan di dalam
kuburnya, lalu ia disiksa atau tertimpa sesuatu yang tidak menyenangkan
(menyakitkan), maka para tetangganya dari orang-orang yang telah mati itu,
berkata: “Wahai orang yang baru meninggalkan dunia yang saudara-saudara
dan para tetangganya telah mendahuluinya. Mengapa anda dulu tidak dapat
mengambil pelajaran dari kami, seharusnya anda memetik pelajaran dari
kami yang telah mendahului anda. Apakah anda tidak melihat pada saat itu,
bahwa kami telah terputus dari segala aktivitas dan amal kami, sementara
kematian anda masih ditangguhkan dan anda memiliki banyak peluang untuk
melakukan kebaikan-kebaikan yang terlewatkan oleh saudara-saudara anda
yang telah lebih dulu mati.” Sementara kaplingan-kaplingan tanah itu,
memanggil: “Wahai orang yang tertipu di muka bumi, mengapa anda tidak
mengambil pelajaran dari ahli dan kerabat anda yang telah mendahului anda,
yang kini telah berada di dalam perut bumi, yang notabene mereka adalah
orang-orang tertipu di masa hidupnya, lalu dikejutkan oleh datangnya
kematian. Anda ikut mengusung dan memakamkannya, tetapi anda tak mau
memetik pelajaran darinya, sementara anda pada saatnya pasti akan
menyusul saudara anda itu, tidak bisa tidak.”
Yazid Ar-Raqasyi berkata, sesungguhnya telah datang suatu keterangan
kepadaku, bahwa seseorang telah diletakkan di dalam kuburnya, maka
amalnya datang menyertainya, dan Allah S.W.T memberikan kemampuan
untuk berbicara kepadanya. Amal-amalnya itu berkata: “Wahai seorang
hamba yang berada di dalam liang kubur seorang diri, anda telah terputus
dari keluarga anda, pada hari ini anda menjadi tidak tenang berada di dalam
kubur.”
Ka’ab berkata: “Apabila seorang mayit diletakkan di dalam kubur, maka
amal-amal salehnya, menyertainya, baik shalat, puasa, zakat, jihad dan
sedekah akan menyertainya dan melakukan pembelaan terhadap dirinya.”
Selanjutnya Ka’ab berkata: “Ketika malaikat azab (malaikat penyiksa)
datang dari arah kedua kakinya, maka amal shalatnya berkata:
“Menyingkirlah anda daripadanya, tak ada jalan bagi anda untuk
menyiksanya, ia adalah orang yang terus menerus melakukanku (shalat)
297
karena Allah S.W.T.” Lalu malaikat azab itu datang dari arah kepalanya, dan
puasanya berkata: “ Tidak ada jalan bagi anda untuk menyiksanya, dia
berlama-lama lapar (puasa) ketika di dunia, maka anda tidak memiliki satu
jalanpun untuk menyiksanya.” Kemudian malaikat azab itu datang dari arah
jasadnya. Kali ini yang melakukan pembelaan ialah haji dan jihad seraya
berkata: “Dia telah mengorbankan dirinya tanpa mengenal lelah untuk
melakukan haji dan berjihad, maka tidak ada jalan bagi anda untuk
menyiksanya.” Lalu malaikat azab mendatanginya dari arah kedua
tangannya, maka sedekah berkata: “Tahanlah, jangan sampai anda menyiksa
saudaraku ini, betapa banyak sedekah yang telah dikeluarkan melalui kedua
tangan ini, sehingga sedekah itu sampai di tangan Allah S.W.T. Ia
melakukan sedekah itu karena Allah S.W.T. maka tidak ada jalan bagi anda
untuk menyiksanya.” Ka’ab berkata: “Kemudian kepada mayit itu dikatakan:
“Sejahteralah anda, karena anda hidup di dunia dengan baik dan mati dengan
baik pula.”
Selanjutnya Ka’ab berkata: “Lalu datanglah malaikat rahmat pada mayit
itu, membentangkan permadani dari surga dan menyediakan berbagai
hidangan dari surga, kuburnya menjadi diluaskan sejauh pandangan matanya,
di datangkan pelita dari surga yang sinarnya menerangi kuburnya. Kondisi
yang demikian itu, sampai ia dibangkitkan dari kuburnya pada hari
kebangkitan.”
Ubaidillah bin Majid bin Umair berkata, mengenai jenazah, sesungguhnya
telah sampai keterangan kepadaku, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Sesungguhnya seorang mayit didudukkan di dalam kuburnya, dan tidaklah
ada sesuatu yang berkata kepadanya, melainkan kuburnya itu berkata:
“Celaka anda, wahai anak Adam, tidaklah anda telah takut kepadaku, akan
kesempitanku, kebusukan dan kedahsyatan kondisiku, serta cacing-cacingku,
apa yang telah anda persiapkan dan anda bawa padaku?”
Barra’ bin Azib berkata, suatu ketika kami keluar bersama Rasulullah
dalam urusan suatu jenazah seorang laki-laki sahabat Anshar, lalu Rasulullah
S.A.W. duduk di atas kuburnya, sambil menundukkan kepala dan berdo’a:
“Ya Allah S.W.T, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur.”
Tiga kali, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya, ketika orang mukmin
dalam kondisi menghadap menuju akhirat, maka Allah S.W.T mengutus para
malaikat yang wajahnya seperti matahari dengan membawa perangkat
kematian dan kafan. Mereka duduk yang terlihat dalam pandangan orang
itu, lalu apabila ruh orang itu telah keluar dari jasadnya, maka setiap
malaikat yang ada antara langit dan bumi serta yang ada dilangit
mendo’akannya. Semua pintu-pintu langit menjadi terbuka baginya, dan
tidaklah ada dari setiap pintu yang terbuka itu, melainkan menghendaki
untuk di laluinya. Ketika ruh tersebut dibawa naik, dikatakan: ‘Ya Tuhan,
298
hamba-Mu si Fulan.” Tuhan menjawab: “Bawalah kembali, tempatkanlah
pada tempat kemuliaan yang telah Kami sediakan buatnya.”
Firman Allah S.W.T.:
)٥٥( ‫َارةً أُخ َرى‬
َ ‫ِمن َﮭا َخلَقنَا ُكم َوفِي َﮭا نُ ِعيد ُ ُكم َو ِمن َﮭا نُخ ِر ُج ُكم ت‬
Artinya:
“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami
akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan
kamu pada kali yang lain.” (QS. Thaha: 55).
Sesungguhnya mayit yang ada dalam kubur itu, mendengar derap
langkah para pengantar yang telah pergi kembali pulang meninggalkannya,
sampai ditanyakan padanya beberapa pertanyaan berikut:
- Siapa Tuhan anda?
- Apa agama anda?
- Siapa Nabi anda?
Lalu ia menjawab:
- Allah S.W.T, Tuhanku.
- Islam, agamaku.
- Nabi Muhammad S.A.W. adalah Nabiku.
Perawi hadis berkata: “Lalu kedua malaikat yang bertanya itu,
menghentakkan suara yang amat keras, dan itulah fitnah yang terakhir
kalinya yang terjadi pada si mayit itu.” Kemudian beliau bersabda: “Setelah
itu terdengar seruan suara, anda telah menjawab dengan benar. Dan itulah
makna dari firman Allah S.W.T.: “Allah S.W.T meneguhkan (iman) orang-
orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim: 27).
Setelah itu, datanglah seseorang yang berwajah tampan nan rupawan,
aromanya sangat harum dan pakaiannya sangat indah, lalu ia berkata:
“Berbahagialah anda, atas rahmat Tuhanmu dengan mendapatkan surga
tempat segala kenikmatan.” Si mayit yang ada dalam kubur itu menjawab:
“Dan semoga Allah S.W.T juga membahagiakan anda dengan baik, siapa
anda?” Ia berkata: “Aku adalah amal saleh anda, demi Allah S.W.T aku telah
mengetahui, anda begitu responsive dan segera melakukan ketaatan kepada
Allah S.W.T. sementara kepada kemaksiatan anda sangat lambat dan
membencinya, maka semoga Allah S.W.T memberikan balasan yang lebih
baik kepada anda.” Selanjutnya sabda beliau: “Lalu terdengar sebuah
panggilan Rabbni, bentangkanlah permadani (spring bed) dari surga, dan
bukakanlah pintu surga baginya.” Maka ia menjadi beralaskan permadani
dari surga dan terbukalah pintu surga baginya. Kemudian ia berkata: “Ya
Allah S.W.T, segerakanlah terjadinya kiamat, agar aku dapat kembali
bertemu pada keluargaku dan menikmati segala fasilitas yang telah Engkau
sediakan di surga.”
299
Adapun mengenai orang kafir, beliau bersabda: “Apabila orang kafir
berada dalam kondisi menghadap, menuju ke akhirat dan meninggalkan
dunia, maka turunlah para malaikat yang sangat keras dan kasar.
Kedatangan mereka dengan membawa pakaian dan baju dari pelangkin (ter)
neraka, sehingga membuatnya amat sangat ketakutan. Ketika ruh orang
kafir itu keluar dari jasadnya, maka setiap malaikat yang ada di antara
langit dan bumi serta semua malaikat yang ada di langit melaknatinya.
Semua pintu-pintu langit menjadi tertutup baginya, tidak ada satu pintupun
yang sulit untuk di laluinya, semua membencinya. Ketika ia dibawa naik, ia
menjadi terbuang dan dikatakan : ‘Ya Tuhan, ini dia ruh hamba-Mu, si
Fulan yang tidak di terima langit dan tidak pula bumi.’ Lalu Allah S.W.T
Azza wa Jalla berfirman: ‘Bawalah ia kembali dan perlihatkan padanya apa
yang Aku siapkan baginya. Aku telah menyiapkan tempat yang hina dan
menyakitkan sebagaimana yang telah Aku janjikan.’
Firman Allah S.W.T: “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu
dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami
akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (Qs. Thaha: 55).
Sesungguhnya mayit orang kafir yang ada dalam kubur itu, mendengar
derap langkah para pengantar yang telah pergi kembali pulang
meninggalkannya, sampai ditanyakan padanya beberapa pertanyaan berikut
ini:
- Siapa Tuhan anda?
- Apa agama anda?
- Siapa Nabi anda?
Lalu ia menjawab: “Aku tidak tahu.” Setelah itu, datanglah seseorang
yang tampangnya sangat menyeramkan, berbau busuk, pakaiannya sangat
buruk, seraya berkata: “Aku adalah amal jahat anda, demi Allah S.W.T, anda
begitu antusias dan selalu bersegera melakukan kedurhakaan dan
kemaksiatan, sementara pada ketaatan kepada Allah S.W.T, anda sangat
lamban dan membencinya, maka Allah S.W.T memberikan balasan yang
lebih burukbagi anda.” Ia berkata: “Semoga anda juga mendapatkan balasan
yang lebih buruk.” Amal kejahatannya yang berbentuk manusia
menyeramkan itu lalu menyungkurkannya hingga menjadi buta, bisu dan
tuli. Sementara tangan orang tersebut memegang cambuk besi membara dari
neraka, seandainya dipukulkan pada unta, maka unta itu menjadi hancur
menjadi abu. Lalu ia dipukul dengan cambuk itu satu kali cambukan, ia
hancur menjadi abu, kemudian ruhnya dikembalikan lagi, dan dipukul lagi
tepat di antara kedua matanya yang terdengar dari bumi hingga ke langit.”
Sabda beliau selanjutnya: “Kemudian terdengar panggilan yang menyerukan:
‘Bentangkanlah baginya alas dari neraka, dan bukakanlah satu pintu neraka

300
baginya.” Lalu dibentangkanlah alas sebagai tikarnya dari api neraka, dan
terbukalah satu pintu neraka baginya.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab Al-Qurzhi, ia membaca firman
Allah S.W.T.: “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu) hingga
apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka dia berkata: Ya
Tuhanku kembalikanlah aku ke dunia, agar aku dapat berbuat amal saleh
yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al-Mukminun: 99-100). Dikatakan, apa
yang anda kehendaki dan apa pula yang anda inginkan? Apakah anda ingin
kembali mengumpulkan harta, menanam tanaman, membangun bangunan-
bangunan dan membobol sungai-sungai. Dia menjawab: Tidak, tetapi aku
ingin mengerjakan amal saleh yang telah aku tinggalkan.” Beliau bersabda:
“Allah S.W.T berfirman: ‘Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
perkataan yang diucapkannya saja.”
Abu Hurairah berkata, sesungguhnya Nabi S.A.W bersabda: “Orang
mukmin dalam kuburnya, berada dalam taman hijau nan indah, kuburnya
diluaskan menjadi tujuh puluh hasta, dan disinari hingga menjadi seperti
malam purnama. Lalu tahukah anda siapa yang hidupnya sempit dan terjepit
di dalam kubur? Mereka menjawab: “Allah S.W.T dan Rasulullah yang lebih
tahu.” Beliau bersabda: “Orang kafir, yang tersiksa di dalam kubur, ia dililit
oleh tujuh puluh tujuh ular besar. Tahukan anda yang dimaksud dengan
tujuh puluh tujuh ular besar, yaitu setiap ular daripadanya mempunyai tujuh
kepala yang menghisap, menggigit dan menggerogoti tubuhnya hingga hari
kiamat.” Tidaklah seyogyanya seseorang merasa heran dengan jumlah
tersebut, karena jumlah ular dan kalajengking itu tergantung dengan kekejian
akhlak-akhlaknya yang tercela, yaitu sombong, riya’, dengki, penipuan,
dendam kesumat dan berbagai sifat tercela lainnya. Akhlak-akhlak tercela itu
pada dasarnya adalah pokok-pokoknya, sebab dari pokok itu bermunculan
beberapa cabang, dan dari cabang-cabang itu bermunculan ranting-ranting,
begitu seterusnya yang kesemuanya berpotensi sangat membinasakan dan
menghancurkan. Bahaya dari setiap yang pokok tersebut, seperti kedahsyatan
sengatan ular yang terbesar yang merupakan pokoknya, sementara yang
paling lemah bagaikan sengatan kalajengking yang sesungguhnya cukup
dapat membinasakan. Bagi yang memiliki ketajaman pandangan mata hati
akan dapat menyaksikan dengan cahaya ketajamannya mengenai aneka
siksaan yang membinasakan tersebut, baik yang masuk dalam kategori
pokok maupun yang menjadi cabang dan sempalan-sempalannya. Hanya saja
kadar jumlahnya tidak akan mampu ditangkap kecuali dengan nur kenabian.
Perumpamaan khabar ini, merupakan penjelasan yang jelas dan benar dan
merupakan rahasia kegaiban yang tersembunyi, namun bagi orang yang
memiliki ketajaman pandangan, hal tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bagi
orang yang belum mampu menyingkap hakekat dari rahasia itu, seharusnya
301
ia tidak mengingkarinya. Sekalipun pembenaran dan penerimaan begitu saja,
masih berada dalam tataran derajat keimanan yang paling rendah.

44. ANTARA ‘ILMUL YAQIN DAN ‘AINUL YAQIN

Allah S.W.T. berfirman:

ِ ‫ك ََّال لَو ت َعلَ ُمونَ ِعل َم ال َي ِق‬


)٥( ‫ين‬
Artinya:
“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.”
(QS. At-Takasur: 5).
Yakni, jika anda mengetahui dengan yakin urusan hari kiamat, tentu
hal itu akan melalaikan anda dari bermegah-megahan dan berlaku sombong,
dan niscaya anda akan melakukan kebaikan yang bermanfaat dan
meninggalkan apa yang tidak berguna bagi anda. Dan dikatakan, sungguh
seandainya anda mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, sebagaimana
yang diketahui oleh para rasul, sesungguhnya harta dan bermegah-megahan
dan berbangga dengan melimpahnya harta benda itu, menjadikan anda benar-
benar akan melihat neraka Jahim.
Allah S.W.T. bersumpah bahwa anda pasti dan benar-benar melihat
neraka dan kedahsyatan siksaannya pada hari kiamat dengan pengetahuan
yang yakin. Kemudian sungguh anda benar-benar akan melihatnya dengan
‘ainul yaqin. Yakni, niscaya anda akan benar-benar melihat neraka Jahim.
Ar-ru’yah (penglihatan), ialah menyaksikan fakta dan realitas dengan penuh
keyakinan tanpa sedikitpun ada keraguan.
Jika ditanyakan, apa perbedaan antara ‘ilmu yaqin dengan ‘ainul
yaqin? Maka dikatakan, ‘ilmul yaqin adalah ilmu yang dimiliki para nabi
dengan kenabiannya. Sementara ‘ainul yaqin, dimiliki oleh para malaikat,
karena mereka dapat menyaksikan realitas dan fakta surga dan neraka, Lauh,
Qalam, Arasy dan Kursi, maka merekalah yang memiliki ‘ainul yaqin.
Jika anda menghendaki anda bisa menyatakan bahwa ‘ilmul yaqin
adalah ilmu tentang orang-orang yang mati, alam kubur dan orang-orang
yang hidup. Karena mereka mengetahui bahwa orang-orang yang mati
berada di dalam kubur, tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana kondisi
mereka di dalam kubur. Sedangkan ‘ainul yaqin, adalah bagi orang-orang
yang telah mati, karena mereka menyaksikan realitas kehidupan di alam
kubur. Yaitu, adakalanya kondisi kehidupan alam kubur itu, merupakan
suatu taman dari pertamanan surga, tetapi ada pula yang berupa jurang dari
jurang-jurang neraka.
Jika anda menghendaki anda dapat berkata, bahwa ‘ilmul yaqin ialah
ilmu tentang hari kiamat, sementara ‘ainul yaqin ialah realitas fakta hari
302
kiamat dan kondisinya. Jika anda menghendaki anda juga dapat berkata,
bahwa ‘ilmu yaqin adalah ilmu tentang surga dan neraka, sementara ‘ainul
yaqin ialah melihat dan menyaksikan secara langsung.”
Firman Allah S.W.T: “Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari
itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” QS. At-
Takatsur: 8). Yakni, pada hari kiamat, anda benar-benar akan ditanya tentang
kenikmatan dunia, mengenai kesehatan badan, pendengaran, penglihatan,
mata pencarian, kelezatan makanan dan minuman dan lain sebagainya.
Apakah anda benar-benar mensyukurinya kepada Allah S.W.T, Tuhan yang
memberikan kenikmatan itu, ataukah justru anda mengkufurinya?
Ibnu Hatim dan Ibnu Mardawuyah meriwayatkan dari Zaid bin
Aslam dari ayahnya, ia berkata, bahwa Rasulullah S.A.W. membaca surat
At-Takatsur dan memberikan penjelasannya, sebagai berikut: “Bermegah-
megahan telah melalaikan kamu.” Yakni, melalaikan anda dari ketaatan
kepada Allah S.W.T. “Sampai kamu masuk ke liang kubur.” Beliau
bersabda: “Sampai datang kematian menjemput anda.” “Jangan begitu,
kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).” Yakni, jika anda
telah masuk ke dalam kubur. “Dan janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui.” Beliau bersabda: “Ketika anda benar-benar dibangkitkan dari
kubur dan dihimpun di padang makhsyar.” “Janganlah begitu, jika kamu
mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.” Beliau bersabda: “Ketika
kondisi anda tergantung pada amal anda menanti keputusan di hadapan
Tuhan.” Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim. Dan
sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yakin.”
Yang demikian itu, karena shirath (jembatan) dibentangkan melintas di
tengah-tengah neraka Jahannam, lalu selamatlah orang muslim, namun ada
pula yang mencabik-cabik dan menggaruk-garuk tersiksa di dalam neraka
Jahim.” “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kenikmatan (yang kamu megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takatsur: 1-8).
Yakni, makanan yang membuat perut anda kenyang, minuman-minuman
yang menyegarkan, tentang tempat tinggal, keadilan terhadap makhluk
bahkan tentang kenikmatan tidur.
Diriwayatkan dari Ali ra. ia berkata: “Kenikmatan yang sangat
berharga ialah kesehatan.” Dari Abi Qilabah, dari Nabi S.A.W., bahwa
tentang ayat tersebut Nabi S.A.W. bersabda: “Orang-orang dari umatku
membuat persiapan hidangan makan-makan lalu mereka berpesta dan
makan-makan, lalu turunlah ayat tersebut.
Dari Ikrimah, bahwa ia berkata: “Sesungguhnya ketika ayat tersebut
diturunkan,para sahabat bertanya: “Kenikmatan kami yang mana yang akan
ditanyakan, kami hanya makan secara sederhana, roti gandum, itupun hanya
sekedarnya saja. Lalu Allah S.W.T menurunkan wahyu kepada Nabi
303
Muhammad S.A.W.: “Apakah mereka tidak memakai sandal dan meminum
air dingin yang segar, yang demikian itu sesungguhnya termasuk nikmat
Allah S.W.T.
Imam Tirmidzi dan yang lainnya meriwayatkan, bahwa ketika turun
surat At-Takatsur, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.” (QS. At-
Takatsur: 1); Nabi S.A.W. membacanya sampai ayat yang terakhir:
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan itu.”
(QS. At-Takatsur: 8). Lalu mereka (para sahabat) bertanya: “Ya Rasulullah,
kenikmatan kami yang mana yang akan ditanyakan, bukankah kami hanya
makan kurma dan air? Sementara pedang-pedang kami adalah senjata kami
untuk memerangi musuh-musuh Islam yang selalu datang menyerang, maka
kenikmatan kami yang mana yang akan ditanyakan kepada kami?” Beliau
menjawab: “Hal tersebut, juga akan ditanyakan.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata, sesungguhnya
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Suatu kenikmatan yang pertama kali
ditanyakan kepada seorang hamba kelak pada hari kiamat ialah tentang
kesehatannya. Ditanyakan kepadanya: ‘Bukankah Aku telah memberikan
kesehatan kepada anda, dan menyegarkan anda dengan air yang dingin?”
Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah,
bahwa ia berkata, sesungguhnya suatu ketika Nabi S.A.W. keluar, tiba-tiba
beliau bertemu dengan Abu Bakar dan Umar, lalu beliau bertanya: “Apa
yang mendorong dan untuk keperluan apa anda berdua keluar dari rumah
saat begini?” Keduanya berkata: “Karena rasa lapar, ya Rasulullah.” Beliau
bersabda: “Demi Tuhan yang menguasai diriku, sesungguhnya yang
menyebabkan aku keluar juga seperti yang membuat anda berdua keluar.”
Keduanya lalu bangkit pergi bersama Nabi S.A.W. hingga sampai di rumah
seorang sahabat Anshar. Tetapi sahabat ini, kebetulan tidak ada di rumah,
tiba-tiba muncul seorang wanita bergegas menyambut: “Selamat datang.”
Nabi S.A.W. bertanya: “ Di mana si Fulan?” Wanita itu menjawab: “Ia
sedang pergi mengambil air buat kami.” Tiba-tiba laki-laki sahabat Anshar
itu datang. Ketika ia melihat Rasulullah S.A.W. dan dua orang sahabatnya, ia
berkata: “Alhamdulillah, pada hari tidak ada seorang pun yang mendapatkan
kehormatan dengan kedatangan tamu yang paling mulia, daripada saya.”
Sebentar ia pergi lalu segera datang kembali dengan membawa syaitangkai
kurma. Dalam tangkai itu terdapat kurma yang sudah matang dan ada pula
yang belum. Lalu ia mempersilakan tamunya, untuk menikmatinya, seraya
berkata: “Silahkan makan yang ini.” Selanjutnya ia menyembelih kambing
untuk menghormati tamunya, dan mereka lalu makan bersama-sama. Ketika
selesai makan Rasulullah S.A.W. bersabda: kepada Abu Bakar dan Umar:
“Demi Tuhan yang diri Muhammad berada dalam genggaman kekuasaan-

304
Nya, anda tentu akan ditanya tentang kenikmatan (makanan) ini, kelak pada
hari kiamat.

45. KEUTAMAAN ZIKIR KEPADA ALLAH SWT

Allah S.W.T berfirman:


ِ ‫فَاذ ُك ُرونِي أَذ ُكر ُكم َواش ُك ُروا ِلي َولَ ت َكفُ ُر‬
)١٥٢( ‫ون‬

Artinya:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.”
(QS. Al-Baqarah: 152).
Tsabit Al-Bannani ra berkata:”Aku mengetahui; kapan Tuhanku Azza
wa Jalla mengingat aku.” Mereka yang mendengar menjadi terkejut dan
bertanya: “Bagaimana anda mengetahui akan hal itu?” Ia berkata:
“Ketikaaku mengingat kepada-Nya, maka Ia mengingat aku pula.”
Allah S.W.T berfirman: “Hai orang-orang yang beriman berzikirlah
(dengan menyebut nama) Allah S.W.T, zikir yang sebanyak-banyaknya.”
(QS. Al-Ahzab: 41).
Dan Allah S.W.T berfirman: “Maka apabila kamu telah bertolak dari
Arafah berzikirlah kepada Allah S.W.T di Masy’ar alharam. Dan berzikirlah
(dengan menyebut) Allah S.W.T sebagaimana yang ditunjukkan-Nya
kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 198).
Allah S.W.T Azza wa Jalla berfirman: “Apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah dengan menyebut nama
Allah S.W.T, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan)
nenek moyangmu.” (QS. Al-Baqarah: 200).
Dan Allah S.W.T Ta’ala berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah S.W.T sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS.
Al-Baqarah: 191).
Allah S.W.T Ta’ala berfirman: “Maka apabila kamu telah
menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah S.W.T di waktu berdiri, di waktu
duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman,
maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu
adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
(QS. An-Nisa’: 103).

305
Ibnu Abbas berkata: “Yakni, di waktu siang dan malam, di darat
ataupun di laut, ketika bepergian atau di saat di rumah, di saat kaya ataupun
miskin, sakit ataupun sehat, rahasia atau terang-terangan.
Allah S.W.T. berfirman, dengan maksud mencela orang-orang
munafik, sebagai berikut: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu
Allah S.W.T, dan Allah S.W.T akan membalas tipuan mereka. Dan apabila
mereka berdiri untuk bershalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka
menyebut Allah S.W.T kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’: 142).
Allah S.W.T Azza wa Jalla berfirman:
َ ‫ض ُّرعا ً َو ِخيفَةً َود ُونَ ال َجﮭ ِر ِمنَ القَو ِل بِالغُد ُِو َواآل‬
َ‫صا ِل َولَ تَ ُكن ِمنَ الغَافِلِين‬ َ َ ‫َواذ ُكر َّربَّكَ فِي نَفسِكَ ت‬
)٢٠٥(
Artinya:
“Dan sebutkanlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri
dan rasa takut, dan tidak dengan mengeraskan suara, di waktu pagi dan
petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-
A’raf : 205).
Dan Allah S.W.T Ta’ala juga berfirman: “Dan sesungguhnya
mengingat Allah S.W.T (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadah-ibadah yang lain).” (QS. Al-Ankabut: 45).
Ibnu Abbas berkata, bahwa dalam hal ini ada dua pendapat, salah
satunya ialah: Berzikir dengan menyebut nama Allah S.W.T Ta’ala dalam
shalat, sungguh lebih besar pahalanya daripada mengingat-Nya diluar shalat;
Kedua, Sesungguhnya berzikir mengingat Allah S.W.T dengan shalat lebih
besar pahalanya daripada ibadah-ibadah yang lainnya. Dan masih banyak
lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang keutamaan berzikir
kepada Allah S.W.T.
Rasulullah S.A.W bersabda:
‫س ِط ال َﮭشِي ِم‬
َ ‫اءفِى َو‬
ِ ‫ش َج َرةِ ال َحض َر‬ َّ ‫ذَا ِك ُرهللاِ فِى الغَافِ ِلينَ كَال‬
Artinya:
“Orang yang berzikir (mengingat) kepada Allah S.W.T di tengah-tengah
orang-orang yang lalai, bagaikan pohon yang hijau (tumbuh subur) di
tengah-tengah pepohonan yang kering kerontang.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Orang yang berzikir mengingat Allah S.W.T
ditengah-tengah komunitas manusia yang lalai kepada Allah S.W.T,
bagaikan orang yang berperang sebagai syuhada, di antara orang-orang
yang berlari dari medan pertempuran.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya Allah S.W.T. berfirman: ‘Aku
selalu bersama hamba-Ku, selama ia mengingat Aku dan menggerakkan
kedua bibirnya karena berzikir kepada-Ku.”

306
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Tidaklah ada amal yang dilakukan
anak Adam yang lebih dapat menyelamatkannya dari siksa Allah S.W.T,
selain daripada zikir (mengingat) Allah S.W.T Azza wa Jalla.” Ya
Rasulullah, tidakkah jihad di jalan Allah S.W.T?” Beliau bersabda: “Bukan
jihad di jalan Allah S.W.T, kecuali anda berperang dengan menyabetkan
pedang anda lalu patah, lalu anda menyabetkannya lagi hingga patah, dan
menyabetkannya lagi hingga patah.”
Beliau juga bersabda: “Barangsiapa yang ingin hidup mewah dan
penuh dengan kenikmatan di taman surga, maka hendaklah memperbanyak
zikir kepada Allah S.W.T Azza wa Jalla.”
Ketika Nabi S.A.W. ditanya tentang amal yang paling utama, beliau
bersabda: “Hendaklah ketika anda mati,lisan anda dalam kondisi basah
berzikir kepada Allah S.W.T.” Dan beliau bersabda: “Hendaklah setiap pagi
dan sore hari, lidah anda selalu basah berzikir kepada Allah S.W.T, dan
hendaklah anda setiap pagi dan sore, terhindar dari kesalahan.”
Nabi S.A.W . bersabda: “Sungguh berzikir kepada Allah S.W.T di
waktu pagi dan sore hari lebih utama daripada ketajaman mata pedang di
jalan Allah S.W.T dan daripada pemberian harta orang yang dermawan.”
Nabi S.A.W. bersabda dalam hadis qudsi, sesungguhnya Allah
S.W.T. berfirman: “Jika seorang hamba berzikir (mengingat) kepada-Ku
dalam dirinya, tentu Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia berzikir
kepada-Ku dalam suatu perkumpulan (secara berjama’ah), tentu Aku akan
mengingatnya dalam suatu perkumpulan yang lebih mulia daripadanya. Jika
ia mendekat kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya
satu dzira’ (satu hasta), jika ia mendekat kepada-Ku satu dzira’ maka Aku
akan mendekat kepadanya satu depa. Dan jika ia berjalan menuju kepada-
Ku, maka Aku berlari kepadanya.”
Nabi S.A.W bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan
mendapatkan naungan dari Allah S.W.T, pada saat tidak ada naungan selain
naungan-Nya, di antaranya ialah, orang yang berzikir kepada-Ku dalam
keadaan sepi, hingga air matanya berjatuhan karena takut kepada Allah
S.W.T.”
Abu Darda’ berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda.:
“Perhatikanlah, aku akan beritahukan kepada Anda tentang amal yang
paling baik dan paling suci dalam pandangan Raja (Tuhan), paling tinggi
derajatnya dan lebih baik dari pemberian uang perak dan emas, serta lebih
baik daripada anda bertemu musuh lalu anda dapat memukul leher-leher
mereka, begitu pula sebaliknya.” Mereka bertanya: “Amal apakah itu, ya
Rasulullah.” Beliau bersabda: “Yaitu, berzikir kepada Allah S.W.T secara
terus menerus.”

307
Nabi S.A.W. juga bersabda dalam hadis qudsi, sesungguhnya Allah
S.W.T Azza wa Jalla berfirman: “Barangsiapa yang selalu disibukkan
berzikir kepada-Ku, tanpa meminta-minta kepada-Ku, niscaya Aku akan
memberikan pemberian kepadanya yang lebih baik daripada apa yang
diminta oleh orang yang meminta-minta.”
Fudhail berkata, telah sampai kepadaku hadis qudsi dari Rasulullah
S.A.W., bahwa Allah S.W.T. berfirman: “Wahai hamba-Ku, berzikirlah
kepada-Ku di waktu pagi sesaat dan di waktu sore sesaat, maka Aku akan
memberikan kecukupan pada anda di antara keduanya.”
Sementara sebagian ulama berkata, sesungguhnya Allah S.W.Ts wt.
Berfirman: “Siapapun seorang hamba yang muncul di dalam hatinya dan
Aku melihatnya ia senantiasa dikalahkan oleh berpegang teguh untuk
berzikir kepada-Ku, maka Akulah pelindung dari siasatnya, dan Akulah
sebagai mitra majlis dan Yang berbicara serta Yang menghiburnya.”
Hasan berkata: “Zikir itu ada dua macam, yaitu zikir kepada Allah
S.W.T Azza wa Jalla antara jiwa anda dan antara Allah S.W.T Azza wa Jalla.
Alangkah baiknya dan alangkah besar pahalanya. Tetapi yang lebih baik
daripada itu ialah zikir (ingat) kepada Allah S.W.T ketika berada pada
sesuatu yang diharamkan Allah S.W.T Azza wa Jalla.
Diriwayatkan, sesungguhnya setiap jiwa akan keluar dari dunia dalam
keadaan dahaga, kecuali jiwa bagi orang yang berzikir kepada Allah S.W.T
Azza wa Jalla. Sementara Mu’adz bin Jabal berkata: “Ahli surga tidak akan
merasa rugi terhadap sesuatupun kecuali sesaat yang lewat padanya,
sementara mereka tidak berzikir mengingat Allah S.W.T pada saat itu.”
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Tidaklah suatu kaum berada dalam
suatu majlis zikir kepada Allah S.W.T Azza wa Jalla, melainkan mereka
dikelilingi oleh para malaikat rahmat, lalu menebarkan rahmat kepada
mereka. Dan Allah S.W.T mengingat (menyebut) mereka sebagai orang yang
ada di sisi-Nya.”
Nabi S.A.W bersabda: “Tidaklah suatu kaum berkumpul dan berzikir
kepada Allah S.W.T. dan mereka tidak menghendaki hal itu, melainkan
dilakukannya karena Allah S.W.T, maka tidak lain bagi mereka kecuali
adanya suatu panggilan yang memanggil-manggil mereka dari langit:
‘Bangkitlah anda telah mendapatkan pengampunan dan keburukan-
keburukan anda telah diganti dengan kebaikan-kebaikan.”
Nabi S.A.W bersabda: “Tidaklah suatu kaum yang duduk dalam
suatu majlis tanpa disertai berzikir kepada Allah S.W.T dan tidak pula
membaca shalawat pada Nabi S.A.W. kecuali mereka akan mendapatkan
kerugian yang besar pada hari kiamat.”
Daud as. berkata: “Ilahi, jika Engkau melihat aku melampaui majlis
orang-orang yang berzikir pada majlis orang-orang yang lalai (tidak
308
berzikir), maka patahkanlah kakiku, selain kaki-kaki mereka. Karena yang
demikian itu merupakan kenikmatan yang lebih baik bagiku.” Dan Nabi
S.A.W. bersabda: “Majlis yang baik, akan menghapus (kesalahan) orang
mukmin dari beribu-ribu majlis yang buruk.”
Abu Hurairah ra. berkata: “Sesungguhnya penduduk langit melihat
rumah-rumah penduduk bumi yang di dalamnya di sebut nama Allah S.W.T,
sebagaimana anda melihat bintang-bintang.”
Sufyan bin Uyainah ra. berkata: “Apabila suatu kaum berzikir
menyebut nama Allah S.W.T, maka syaitan dan dunia menjauhkan diri, lalu
syaitan berkata kepada dunia:’Bukankah anda melihat, apa yang sedang
mereka kerjakan?” Dunia berkata: “Biarkan mereka, tetapi apabila mereka
telah berpecah belah dan berpaling (dari zikir) akan aku pegang leher-leher
mereka dan aku berikan kepada anda.”
Dari Abu Hurairah ra., pada suatu ketika ia masuk ke dalam pasar
dan berkata: “Aku melihat anda berada di sini, sementara warisan Nabi
S.A.W. dibagi-bagikan di dalam masjid.” Kemudian orang-orang
meninggalkan pasar untuk pergi ke masjid. Sesampainya di masjid mereka
tidak melihat pembagian warisan Nabi S.A.W. lalu mereka berkata: “Hai
Abu Hurairah, kami tidak melihat warisan Nabi S.A.W. dibagi-bagikan di
dalam masjid.” Abu Hurairah berkata: “Lalu apa yang anda lihat?” Mereka
menjawab: “Kami hanya melihat kaum yang berzikir kepada Allah S.W.T
Azza wa Jalla dan membaca Al-Qur’an.” Maka Abu Hurairah berkata: “Itu
adalah warisan Nabi Rasulullah S.A.W.”
Diriwayatkan dari A’masy, dari abu Shaleh, dari Abu Hurairah dan
Abu Sa’id Al-Khudri, dari Nabi S.A.W., bahwa beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah S.W.T mempunyai para malaikat yang selalu memaha
sucikan-Nya di bumi, di samping melakukan pencatatan terhadap manusia.
Apabila para malaikat itu mendapatkan suatu kaum yang berzikir kepada
Allah S.W.T, mereka datang mengelilingi mereka, lalu pergi ke langit.
Selanjutnya terjadi dialog antara Allah S.W.T dan malaikat sebagai berikut:
- Allah S.W.T. berfirman: ‘Adakah sesuatu keperluan yang penting,
sehingga anda meninggalkan apa yang diperbuat oleh hamba-Ku?’
- Mereka (Para malaikat) berkata: ‘Kami meninggalkan mereka dalam
keadaan memuji, mengagungkan dan memaha sucikan Engkau.’
- Allah S.W.T. berfirman: ‘Apakah mereka melihat Aku?’
- Mereka berkata: ‘Tidak.’
- Allah S.W.T. berfirman: ‘Lalu bagaimana seandainya mereka
melihat aku?’
- Mereka berkata: ‘Seandainya mereka dapat melihat Engkau, tentu
mereka menjadi lebih sangat memaha sucikan dan mengagungkan
Engkau.’
309
- Allah S.W.T berfirman kepada mereka: ‘Mereka memohon
perlindungan dari apa?’
- Mereka berkata: ‘Mereka memohon perlindungan dari neraka.’
- Allah S.W.T. berfirman: ‘Apakah mereka melihat neraka?’
- Mereka menjawab: ‘Tidak.”
- Allah S.W.T berfirman: ‘Bagaimana seandainya mereka benar-benar
melihat neraka?’
- Mereka menjawab: ‘Seandainya mereka dapat melihatnya, tentu
mereka akan berlari dengan amat sangat kencang menjauh darinya.’
- Allah S.W.T berfirman: ‘Adakah sesuatu yang mereka cari dan
mereka minta?’
- Mereka menjawab: ‘Ya, yaitu Surga.’
- Allah S.W.T. berfirman: ‘Apakah merekamelihat surga?’
- Mereka menjawab: ‘Tidak.’
- Allah S.W.T berfirman: ‘Bagaimana seandainya mereka dapat
melihat?’
- Mereka menjawab: ‘Seandainya mereka melihatnya, tentu mereka
amat sangat cintanya untuk mengharapkannya.’
- Allah S.W.T berfirman: ‘Saksikanlah, sesungguhnya Aku telah
mengampuni dosa-dosa mereka.’
- Mereka berkata: ‘Di antara mereka ada si Fulan, yang datang dan
terlibat dalam majlis itu, karena adanya motivasi dan tujuan lain
dari hajatnya sendiri.’
- Allah S.W.T berfirman: ‘Dia dengan tujuannya sendiri dan tidak
akan membuat majlis mereka celaka.’
Nabi S.A.W bersabda: “Sesuatu yang paling utama yang aku
ucapkan dan juga oleh para Nabi sebelum aku ialah: Laa ilaaha illallaah
wahdahu laa syariika lahu (tidak ada Tuhan kecuali Allah S.W.T Yang Esa,
tidak ada sesuatupun yang menyekutu-Nya).”
Nabi S.A.W bersabda: “Barangsiapa yang membaca: Laa ilaaha
illallaah wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa
huwa ‘alla kulli syai-in qadiir ( tidak ada Tuhan selain Allah S.W.T Yang
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan segala puji. Dialah
Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu), 100 kali setiap hari, maka
baginya pahala yang mengungguli pahala memerdekakan sepuluh budak. Di
samping itu, ditulis baginya 100 kebaikan, dan diampuni 100 keburukannya,
dan kalimat tersebut menjadi benteng yang melindunginya dari gangguan
syaitan pada hari itu. dan tidak ada seorang pun yang datang kepada Allah
S.W.T dengan membawa sesuatu yang lebih baik daripadanya, kecuali orang
yang lebih banyak membaca kalimat tersebut.”

310
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Tidaklah ada seorang hamba yang
berwudhu dan memperbaiki wudhunya, lalu mengangkat pandangannya ke
langit seraya berkata: Asyhadu an laa ilaaha illallaah wahdahu laa
syariika lahu, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu
(aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah S.W.T Yang Esa, tidak
ada sesuatu pun yang menyekutui-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya), kecuali di bukakan baginya
pintu-pintu surga, sehingga ia akan dapat masuk melalui pintu surga mana
pun yang ia kehendaki.”

46. KEUTAMAAN-KEUTAMAAN SHALAT

Allah S.W.T. berfirman:


)١٠٣( ‫صالَة َ كَانَت َعلَى ال ُمؤ ِمنِينَ ِكتَابًا َّموقُوتًا‬
َّ ‫ِإ َّن ال‬
Artinya:
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 103).
Nabi S.A.W bersabda: “Shalat lima waktu telah diwajibkan oleh
Allah S.W.T atas hamba, barangsiapa yang datang (pada hari kiamat)
dengan membawa shalat tanpa sedikitpun ada yang disia-siakannya karena
merasa takut mengurangi hak-haknya (shalat), maka di sisi Allah S.W.T ada
janji bagi hamba itu untuk memasukkannya ke dalam surga. Dan
barangsiapa yang tidak datang dengan membawanya, maka di sisi Allah
S.W.T tidak ada janji baginya, jika Allah S.W.T menghendaki, Ia akan
menyiksanya dan jika Allah S.W.T menghendaki, Ia akan memasukkannya ke
dalam surga.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Perumpamaan shalat lima waktu, bagaikan
sungai yang jernih airnya dan melimpah, mengalir di depan pintu rumah
salah seorang dari anda, lalu ia mandi dalam sungai itu lima kali dalam
sehari. Apakah dengan begitu anda masih melihat kotoran padanya?”
Mereka menjawab: “Tentu, tidak sedikitpun ada kotoran yang masih melekat
padanya.” Nabi S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya shalat lima waktu akan
menghilangkan dosa, sebagaimana air yang menghilangkan kotoran.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya shalat lima waktu itu sebagai
kafarat (pelebur dosa) yang terjadi di antaranya, selama ia menjauhi dosa
besar.” Sebagaimana firman Allah S.W.T.: “Sesungguhnya perbuatan
buruk.” (QS. Hud : 114). Makna yudzhib ialah yukaffir (menghapus) dosa,
sehingga dosa itu tidaklagi ada padanya.
Imam Bukhari, Muslim, ahli sunan dan yang lainnya, meriwayatkan
dari Ibnu Mas’ud, bahwa ada seorang laki-laki terkena musibah mencium
seorang wanita, lalu ia datang kepada Nabi, untuk menjelaskan hal itu
311
kepada beliau dan menanyakan tentang kafaratnya. Kemudian turunlah ayat:
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)
dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-
perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).
Seorang laki-laki berkata: “Ya Rasulullah, sampai ini?” Beliau bersabda:
“Yang demikian itu, bagi umatku yang melakukan shalat.”
Imam Ahmad, Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abi
Umamah, sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada Nabi S.A.W. dan
bertanya: “Ya Rasulullah, tegakkanlah hukuman had sekali atau dua kali
padaku, namun Nabi S.A.W. berpaling daripadanya dan mendirikan shalat.
Setelah selesai shalat beliau bertanya: “Di mana laki-laki tersebut?” Ia
menjawab: “Saya di sini, ya Rasulullah.” Beliau kembali bertanya: “Apakah
anda telah menyempurnakan wudhu, dan shalat bersama kami baru tadi?”
Laki-laki itu menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya anda, dari
kesalahan anda, bagaikan seorang anak yang baru di lahirkan oleh ibunya,
maka anda tidak usah menghitung kesalahan itu.” Atas peristiwa ini, Allah
S.W.T menurunkan ayat kepada Rasul-Nya: “Dan dirikanlah sembahyang
itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan
daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan
bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).
Nabi S.A.W bersabda: “Barangsiapa yang bertemu Allah S.W.T,
sementara ia adalah orang yang menyia-nyiakan shalat, maka Allah S.W.T
tidak menyediakan sedikitpun balasan atas kebaikannya.”
Nabi S.A.W bersabda: “Shalat itu adalah tiang agama, barangsiapa
yang meninggalkannya, maka sungguh ia telah merobohkan agama.”
Dan Nabi S.A.W. ditanya: “Amal apakah yang lebih utama?” Beliau
bersabda: “Shalat tepat pada waktu-waktu yang telah ditentukan.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Orang yang memelihara shalat lima waktu
dengan sempurna, baik mengenai kesucian dan ketepatan wakunya, maka
shalat iu menjadi cahaya dan bukti baginya pada hari kiamat. Sementara
orang yang menyia-nyiakannya, akan dihimpun bersama-sama dengan
Fir’aun dan Haman.”
Nabi S.A.W. bersabda:
ُ ‫صالة‬
َّ ‫ِمفت َا ُح ال َجنَّ ِة ال‬
Artinya:
“Kunci masuk surga ialah shalat.”
Dan beliau bersabda: “Allah S.W.T tidak mewajibkan suatu
kefardhuan pun setelah ketauhidan yang lebih Ia cintai selain daripada
shalat. Seandainya ada sesuatu yang lebih dicintai oleh Allah S.W.T selain
312
shalat, tentu para malaikat akan beribadah dengannya kepada Allah S.W.T,
namun sebagian mereka ada yang ruku’, sebagian lainnya sujud, berdiri dan
duduk.”
Nabi S.A.W bersabda: “Barangsiapa yang meninggalkan shalat
dengan sengaja, maka sungguh ia telah menjadi kafir.” Imannya mendekati
tercabut, karena ia telah melepas kekuatan tali imannya, sehingga
terlepasnya iman adalah karena kesengajaannya. Sebagaimana dikatakan,
bahwa ketika seseorang telah mendekati negerinya, dinyatakan ia telah
sampai dan masuk masuk ke dalam negerinya. Dan Nabi S.A.W. juga
bersabda: “Barangsiapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka
sungguh ia bebas dari tanggungan Nabi Muhammad S.A.W.”
Abu Hurairah ra. berkata: “Barangsiapa yang berwudhu dan
memperbaiki wudhunya, lalu keluar untuk melakukan shalat, maka
sesungguhnya ia telah berada dalam shalat selama ia menuju hendak
melakukannya. Baginya ditulis satu kebaikan dari setiap satu langkahnya dan
dihapus dosanya dari setiap satu langkah yang lainnya. Apabila salah
seorang dari anda mendengar seruan iqamah maka tidak seyogyanya ia
mengakhirkan penyambutannya. Karena pahala bagi anda yang paling besar
ialah yang terjauh rumahnya dari tempat shalat (masjid).” Mereka bertanya:
“Mengapa bisa begitu, hai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab:
“Karena banyaknya langkah perjalanan menuju padanya.”
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Tidaklah seorang hamba mendekatkan
diri kepada Allah S.W.T dengan sesuatu yang lebih baik daripada sujud
secara rahasia (di waktu dalam kesunyian).”
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Tidaklah seorang muslim bersujud
satu kali sujudan, melainkan Allah S.W.T mengangkat satu derajat sebab
dengan satu sujud itu, dan dengannya pula dihapus satu kesalahannya.”
Diriwayatkan, seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah S.A.W.:
“Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah S.W.T untukku, agar Ia menjadikan
aku sebagai orang yang mendapatkan syafa’atmu, dan menganugerahkan
padaku untuk masuk surga bersamamu.” Beliau bersabda: “Hendaklah
anda memperbanyak sujud.”
Dikatakan, bahwa sesuatu yang lebih mendekatkan seorang hamba
kepada Allah S.W.T, ialah hendaklah ia menjadi sebagai orang yang
bersujud. Ini adalah makna dari firman Allah S.W.T.: “Dan sujudlah dan
dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).” (QS. Al-Alaq: 19). Dan firman Allah
S.W.T Azza wa Jalla: “Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia
Allah S.W.T dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud.” (QS. Al-Fath: 29).
Dikatakan, tanda itu ialah sebuah bekas dari intensitas dan seringnya
pergesekan dengan bumi tempat bersujud. Ada pula yang mengatakan,
313
bahwa tanda itu merupakan pancaran cahaya kekhusyu’an yang memancar
keluar dari dalam batinnya, ini menurut pendapat yang lebih shahih. Ada
pula yang berpendapat, bahwa tanda itu adalah tanda putih yang memancar
kelak pada hari kiamat, sebagai bekas wudhu.
Nabi S.A.W bersabda: “Ketika anak Adam membaca ayat As-
Sajadah lalu ia bersujud, maka syaitan lari menjauh seraya menangis dan
berkata: “Celaka aku, ayat itu memerintahkannya bersujud, lalu ia bersujud,
maka baginya adalah surga. Sementara aku ketika diperintah bersujud aku
durhaka dan tidak mau bersujud, maka bagiku adalah neraka.”
Diriwayatkan dari Ali bin Abdillah bin Abbas, bahwa ia bersujud
dalam setiap harinya sebanyak seribu kali, sehingga orang-orang
menyebutnya sebagai orang yang banyak bersujud. Diriwayatkan pula,
bahwa Umar bin Abdul Aziz ra. tidaklah ia bersujud melainkan ia bersujud
secara langsung pada tanah.
Yusuf bin Asbath berkata: “Wahai para pemuda bersegeralah
melakukan aktivitas kesalehan, gunakanlah masa sehat anda dengan sebaik-
baiknya sebelum anda jatuh sakit. Tidak ada sesuatupun yang membuat aku
hasud pada seseorang, melainkan pada seseorang yang begitu sempurna
ruku’ dan sujudnya, aku menjadi cemburu dan ingin berbuat yang seperti itu.
Sa’id bin Jubair berkata: “Tidak ada sesuatu pun yang mendorong
rasa optimis dari dunia ini padaku melebihi atas sujud.” Uqbah bin Muslim
berkata: “Tidak ada sesuatu pun yang lebih dicintai oleh Allah S.W.T Azza
wa Jalla selain daripada seseorang yang mengharapkan bertemu kepada
Allah S.W.T Azza wa Jalla. Dan tidak ada sesaatpun bagi seorang hamba
ketika ia bersujud.” Abu Hurairah ra. berkata: “Suatu momentum yang lebih
mendekatkan seorang hamba kepada Allah S.W.T ialah ketika ia sedang
bersujud, maka perbanyaklah berdoa ketika bersujud.”

47. SIKSAAN ORANG YANG MENINGGALKAN SHALAT

Allah S.W.T. berfirman mengkhabarkan tentang penghuni neraka,


sebagai akibat dan hukuman serta siksaan karena tidak didirikannya shalat:
‫وض َم َع‬ َ ‫) قَالُوا لَم نَكُ ِمنَ ال ُم‬٤٢( ‫سقَ َر‬
ُ ‫) َو ُكنَّا نَ ُخ‬٤٤( َ‫) َولَم نَكُ نُط ِع ُم ال ِمسكِين‬٤٣( َ‫صلِين‬ َ ‫سلَ َك ُكم فِي‬
َ ‫َما‬
)٤٥( َ‫ضين‬ ِ ِ‫الخَائ‬
Artinya:
“Apakah yang memasukkan kamu kedalam saqar (neraka)? Mereka
menjawab: kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan
shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami
membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang
membicarakannya.” (QS. Al-Muddatstsir: 42-45).

314
Ahmad meriwayatkan: “Antara seseorang dan antara kekafiran
ialah meninggalkan shalat.” Menurut Muslim: “Antara seseorang dan
kemusyrikan atau kekafiran adalah meninggalkan shalat.” Abu Darda’ dan
Nasa’i: “Tidak ada antara seorang hamba dan antara kekafiran melainkan
meninggalkan shalat.” Tirmidzi: “Antara kekafiran dan keimanan ialah
meninggalkan shalat.” Menurut Ibnu Majah: “Antara seorang hamba
dengan kekafiran ialah meninggalkan shalat.” Tirmidzi dan yang lainnya
meriwayatkan, bahwa Nabi S.A.W. bersabda: “Ikatan perjanjian yang
terjadi antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa yang
meninggalkannya, maka ia kafir.” Thabrani meriwayatkan; “Barangsiapa
yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia menjadi kafir secara
jelas.” Dalam suatu riwayat: “Antara seorang hamba dan kekafiran atau
kemusyrikan adalah meninggalkan shalat, apabila ia meninggalkan shalat
maka kafirlah...” Riwayat lain: “Tidak ada sesuatu antara seorang hamba dan
kemusyrikan kecuali meninggalkan shalat. Apabila seseorang
meninggalkannya, maka ia kafir.”
Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamat ra.sesungguhnya kekasihku
S.A.W. berwasiat kepadaku dengan tujuh hal, yaitu: Janganlah anda
menyekutukan Allah S.W.T. dengan sesuatu pun, sekalipun anda dipotong-
potong, dibakar atau disalib; Janganlah anda meninggalkan shalat dengan
sengaja, barangsiapa yang meninggalkannya dengan sengaja maka sungguh
ia telah keluar dari millah (agama Islam); Janganlah anda melakukan
kemaksiatan, karena kemaksiatan itu kebencian dan kemurkaan Allah
S.W.T; Janganlah anda meminum khamar,karena ia merupakan pangkal dari
segala kejahatan, (Al-Hadits).
Tirmidzi meriwayatkan, sesungguhnya para sahabat Nabi
Muhammad S.A.W. tidak melihat sesuatupun dari amal-amal yang
ditinggalkannya yang membuatnya kafir selain shalat. Hadis sahih: “Antara
seorang hamba dengan kekafiran dan keimanan ialah shalat, jika anda
meninggalkannya, maka menjadi musyrik.” Riwayat Bazzar: “Tidak ada
sedikitpun bagian dalam Islam bagi orang yang tidak shalat dan tidak ada
shalat bagi orng yang tidak berwudhu.
Riwayat Thabrani: “Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak dapat
dipercaya memegang amanat, dan tidak ada shalat bagi orang yang tidak
suci, tidak ada agama bagi orang yang tidak shalat. Sesungguhnya
kedudukan shalat dalam agama bagaikan kepala bagi jasad manusia.”
Ibnu Majah dan Baihaqi meriwayatkan dari Abu Darda’ ra., ia
berkata: “Kekasihku Rasulullah S.A.W. berpesan kepadaku, sebagai berikut:
Janganlah anda menyekutukan sesuatupun kepada Allah S.W.T, sekalipun
anda dipotong-potong, atau disalib; Janganlah anda meninggalkan shalat
wajib dengan sengaja. Barangsiapa yang meninggalkan shalat dengan
315
sengaja, maka bebaskanlah aku dari tanggungan mengenai drinya; Janganlah
anda meminum khamar, karena ia merupakan kunci dari setiap kejahatan.”
Bazzar dan yang lainnya meriwayatkan dengan sanad hasan dari Ibnu
Abbas ra., ia berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.bersabda:
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat, maka ia akan bertemu dengan
Allah S.W.T dalam keadaan marah kepadanya.”
Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang dapat dijadikan
pegangan, di dalam Al-Mutabi’at, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
mendatangi seorang laki-laki, lalu ia bertanya kepada beliau: “Ya Rasulullah,
ajarkanlah kepadaku suatu amal yang apabila aku melakukannya akan
menjadikan aku masuk surga.” Beliau bersabda: “Janganlah anda
menyekutukan sesuatupun dengan Allah S.W.T, sekalipun anda disiksa dan
dibakar; Berbaktilah kepada kedua orang tua sekalipun keduanya mengusir
anda dari harta dan segala sesuatu yang anda miliki; Janganlah anda
meninggalkan shalat dengan sengaja, karena barangsiapa yang
meninggalkan shalat dengan sengaja, maka sungguh aku terbebas dari
tanggungannya di hadapan Allah S.W.T.” (Al-Hadits).
Dalam sebuah riwayat yang sanadnya sahih, tetapi di dalamnya ada
yang terputus: “Janganlah anda menyekutukan sesuatupun dengan Allah
S.W.T sekalipun anda dibunuh, dan dibakar; Janganlah anda durhaka
kepada kedua orang tua, sekalipun keduanya memerintahkan anda untuk
keluar pergi meninggalkan ahli dan harta anda; Janganlah anda
meninggalkan shalat wajib dengan sengaja, karena sesungguhnya
barangsiapa yang meninggalkannya dengan sengaja maka sungguh aku
telah bebas dari tanggungannya di hadapan Allah S.W.T; Janganlah anda
meminum khamar, karena minum khamar adalah pangkat dari segala
kekejian. Takutlah anda dari melakukan kemaksiatan, karena sebab
kemaksiatan akan mendapatkan murka Allah S.W.T; Takutlah anda dari
berlari dari medan pertempuran, sekalipun manusia hancur dan tertimpa
kematian; Kokohkanlah langkah anda dan nafkahilah keluarga anda
sepanjang hidup anda, janganlah anda memperlihatkan kedurhakaan anda
mengenai mereka untuk menjaga adab dan ajarkanlah mereka untuk takut
kepada Allah S.W.T.” Ibnu Hibban meriwayatkan di dalam kitab sahihnya:
“Bersegeralah menunaikan shalat pada waktu mendung, karena barangsiapa
yang meninggalkan shalat, maka ia kafir.”
Thabrani meriwayatkan dari Umaimah maulah Rasulullah S.A.W., ia
berkata, sesungguhnya ketika aku sedang menuangkan air wudhu buat
Rasulullah S.A.W., datanglah seorang laki-laki kepada beliau seraya berkata:
“Berwasiatlah kepadaku.” Beliau bersabda: “Janganlah anda menyekutukan
sesuatupun dengan Allah S.W.T, sekalipun anda dipotong-potong dan
dibakar dengan api; Janganlah anda durhaka pada kedua orang tua, sekalipun
316
keduanya memerintahkan anda untuk menyepi atau meninggalkan ahli dan
harta dunia anda; Janganlah anda meminum khamar, karena khamar
merupakan kunci dari segala kejahatan; Janganlah anda meninggalkan shalat
dengan sengaja, karena barangsiapa yang melakukan hal itu, maka ia bebas
dari tanggungan Allah S.W.T dan Rasul-Nya. (Al-Hadits).
Abu Na’im meriwayatkan: “Barangsiapa meninggalkan shalat dengan
sengaja, maka Allah S.W.T menulis namanya pada pintu neraka sebagai
orang yang akan masuk ke dalamnya.” Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan:
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat, maka sesungguhnya ia menganiaya
ahlinya dan apa yang ada padanya (shalat yang ditinggalkannya).”
Hakim meriwayatkan dari Ali, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
bersabda: “Demi Allah S.W.T, wahai kaum Quraisy, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat ataukah anda lebih suka didatangi utusan orang laki-laki
yang akan memukul leher-leher anda demi agama. (Al-Hadits).
Bazzar meriwayatkan: “Tidak ada saham dalam Islam bagi orang
yang tidak shalat, dan tidak ada shalat bagi orang yang tidak memiliki
wudhu.” Menurut Ahmad, hadis mursal: “Allah S.W.T mewajibkan empat
hal dalam agama Islam, barangsiapa yang mendatangi tiga hal saja, maka
tidak memiliki makna apapun yang signifikan sampai ia mendatangi
semuanya, yaitu shalat; zakat; puasa; Ramadhan dan haji ke Baitullah.”
Al-Ashbahani meriwayatkan: “Barangsiapa yang meninggalkan
shalat dengan sengaja, maka Allah S.W.T menghapus amalnya dan
tanggungan Allah S.W.T menjadi terbebas darinya, sampai ia kembali
kepada Allah S.W.T Azza wa Jalla dengan bertobat.” Thabrani
meriwayatkan: “Barangsiapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja,
maka ia kafir secara terang-terangan.” Ahmad meriwayatkan dengan sanad
sahih, tetapi ada yang terputus: “Janganlah anda meninggalkan shalat dengan
sengaja, karena barangsiapa yang meninggalkannya dengan sengaja maka
tanggungan Allah S.W.T dan Rasul-Nya menjadi bebas darinya.”
Ibnu Abi Syaibah dan Bukhari meriwayatkan dalam tarikhnya secara
mauquf pada Ali ra., ia berkata: “Barangsiapa yang tidak shalat, maka dia
adalah kafir.” Muhammad bin Nashr dan Ibnu Abdul Barri meriwayatkan
secara mauquf pada Ali Ibnu Abbas: “ Barangsiapa yang meninggalkan
shalat, maka ia kafir.” Ibnu Nashr meriwayatkan secara mauquf pada Ali
Ibnu Mas’ud: “Barangsiapa yang meninggalkan shalat, maka tidak ada
agama baginya.” Ibnu Abdul Barri meriwayatkan secara mauquf pada Jabir:
“Orang yang tidak shalat, maka ia kafir.” Ibnu Abdul Barri dan yang lainnya
meriwayatkan secara mauquf pada Abu Darda’, ia berkata: “Tidak ada iman
bagi orang yang tidak shalat dan tidak ada shalat bagi orang yang tidak
berwudhu.”

317
Ibnu Abi Syaibah berkata, sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda:
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat, maka sungguh ia kafir.”
Muhammad bin Nadhr berkata, aku mendengar Ishaq berkata mengenai
hadis sahih dari Nabi S.A.W.: “Sesungguhnya orang yang meninggalkan
shalat, ia adalah kafir.” Demikian pula bahwa pendapat ahli ilmu dari Nabi
S.A.W.: “Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat secara sengaja
tanpa udzur hingga waktu shalat habis, maka ia kafir.” Ayyub berkata:
“Meninggalkan shalat adalah kufur dan tidak ada perbedaan pendapat dalam
hal ini.”
Allah S.W.T. berfirman: “Maka datanglah sesudah
mereka,pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui
kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh, maka
mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.”
(QS. Maryam: 59-60).
Ibnu Mas’ud berkata: “Makna menyia-nyiakan shalat bukan berarti
meninggalkannya secara keseluruhan, tetapi mengakhirkannya dari waktu-
waktu yang telah ditentukan.” Sa’id bin Al-Musayyab, imam para tabi’in
berkata: “Yaitu, orang yang tidak melakukan shalat Zuhur hingga datang
waktu Ashar, tidak melakukan shalat Ashar hingga datang waktu Maghrib,
tidak shalat Maghrib hingga datang waktu Isya’, tidak melakukan shalat
Isya’ hingga datang waktu Fajar dan tidak melakukan shalat Shubuh hingga
matahari terbit. Barangsiapa yang mati dalam kondisi yang demikian itu,
sebelum ia bertobat, maka Allah S.W.T mengancamnya dengan ghayyan
yaitu suatu jurang yang sangat dalam di dalam neraka Jahannam yang
sangat keras siksanya.”
Allah S.W.T. berfirman:
)٩( َ‫ّللاِ َو َمن َيف َعل ذَلِكَ فَأ ُولَئِكَ ُﮪ ُم الخَا ِس ُرون‬
َّ ‫َيا أ َ ُّي َﮭا الَّذِينَ آ َمنُوا َل تُل ِﮭ ُكم أَم َوالُ ُكم َو َل أَو َلد ُ ُكم َعن ذِك ِر‬

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-
anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah S.W.T. Barangsiapa yang
berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-
Munafiqun: 9).
Menurut Jama’ah dari para mufassir bahwa yang dimaksud dengan
dzikrillah dalam ayat ini ialah shalat lima waktu. Barangsiapa yang
meninggalkan mengerjakan shalat dari waktunya, karena sibuk dengan
urusan harta bendanya, seperti jual beli, aktifitas kekayaannya atau
disibukkan oleh anaknya, maka ia termasuk orang-orang yang merugi.
Karenanya Rasulullah S.A.W. bersabda: “Sesuatu yang pertama kali dihisab
bagi seorang hamba pada hari kiamat dari amalnya ialah shalat, jika
318
shalatnya baik, maka ia sungguh beruntung dan selamat, jika shalatnya
kurang, maka sungguh ia menyesal dan merugi.”
Allah S.W.T berfirman: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Ma’un:
4-5). Nabi S.A.W. bersabda: “Mereka itu adalah orang-orang yang
mengakhirkan shalat dari waktunya.”
Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang baik, Thabrani dan Ibnu
Hibban meriwayatkan di dalam kitab sahihnya, sesungguhnya pada suatu
hari Rasulullah menjelaskan tentang shalat, lalu beliau bersabda:
“Barangsiapa yang memelihara shalat, maka shalat itu menjadi cahaya dan
bukti serta keselamatan baginya pada hari kiamat. Sementara barangsiapa
yang tidak memelihara shalat, maka ia tidak memiliki cahaya, bukti dan
tidak pula keselamatan, bahkan pada hari kiamat ia kumpulkan bersama
Karun, Fir’aun, Haman dan Ubai bin Khalaf.”
Sebagian para ulama berkata: “Sesungguhnya ia dihimpun bersama
mereka itu, karena sesungguhnya orang yang disibukkan oleh harta bendanya
hingga melalaikan shalat ia disamakan dengan Karun, maka ia dihimpun
bersamanya; Atau karena kekuasaannya, sehingga ia samakan dengan
Fir’aun dan dihimpun bersamanya; Atau karena disibukkan oleh departemen
dan kementriannya, hingga ia disamakan dengan Haman, dan dihimpun
bersamanya; Atau karena perniagaannya, hingga ia disamakan dengan Ubai
bin Khalaf, seorang saudagar kafir Makkah, lalu dihimpun bersamanya.”
Bazzar meriwayatkan dari Sa’id bin Abi Waqqash, ia berkata: “Aku
bertanya kepada Nabi S.A.W. tentang firman Allah S.W.T.: “(Yaitu) orang-
orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Ma’un: 5). Beliau bersabda:
“Mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya.”
Abu Yu’la meriwayatkan dengan sanad hasan dari Mus’ab bin Sa’id,
ia berkata, aku bertanya kepada ayahku: “Wahai ayahku, tahukah anda
maksud dari firman Allah S.W.T.: “(Yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya.” (QS. Al-Ma’un: 5). Apakah berarti terkadang ia lalai pada saat
yang lain ia ingat?” Ia menjawab: “Bukan begitu, tetapi ia menyia-nyiakan
waktu shalat yang telah ditentukan.”
Al-Wail berarti siksaan yang amat sangat. Menurut pendapat lain
berarti jurang di dalam neraka Jahannam, seandainya gunung-gunung di
dunia di masukkan ke dalamnya, niscaya akan hancur karena kedahsyatan
panasnya. Jurang ini merupakan tempat bagi orang yang meremehkan shalat
dan mengakhirkannya dari waktu yang telah ditentukan, kecuali bagi yang
bertobat kepada Allah S.W.T. atas kecerobohan dan sikap meremehkannya
itu.
Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab sahihnya: “Barangsiapa yang
melewatkan shalat (tidak melakukan pada waktunya), sepertinya ia
319
menganiaya ahlinya dan apa yang ada padanya.” Bukhari dan Muslim dan
empat imam hadis yang lain meriwayatkan: “Barangsiapa yang melewatkan
dari menunaikan shalat Ashar, sepertinya ia menganiaya ahlinya dan apa
yang ada padanya.” Ibnu Hibban menambahkan di dalam kitab sahihnya,
sementara Imam Malik berkata, menafsirkannya: “Waktunya telah lewat dan
habis. Nasa’i meriwayatkan: “Dari satu shalat (Ashar) masuk pada waktu
shalat yang lainnya (Maghrib), barangsiapa yang melewatkannya, maka
sepertinya ia menganiaya ahlinya dan apa yang ada padanya, yakni shalat
Ashar.”
Muslim dan Nasa’i meriwayatkan: “Sesungguhnya shalat ini, yakni
Ashar telah ditawarkan kepada orang-orang sebelum anda, tetapi mereka
menyia-nyiakannya, karena barangsiapa di antara anda memeliharanya
(shalat ashar) pada hari ini, maka baginya dua pahala. Dan tidak ada shalat
setelahnya hingga munculnya bintang-bintang.”
Ahmad, Bukhari dan Nasa’i meriwayatkan: “Barangsiapa yang
meninggalkan shalat Ashar, maka terhapuslah pahala amalnya.” Ibnu Abi
Syaibah meriwayatkan hadis mursal: “Barangsiapa yang meninggalakan
shalat Ashar hingga matahari terbenam dengan tanpa uzur, maka terhapuslah
pahala amalnya.”
Tirmidzi meriwayatkan hadis yang dinilai sebagai hadis hasan gharib,
sementara Nasai dan Ibnu Majah juga meriwayatkan: “Sesuatu yang pertama
kali dihisab atas seseorang hamba pada hari kiamat dari amalnya ialah shalat,
jika shalatnya baik, maka ia beruntung dan lulus, jika shalatnya rusak, maka
ia menyesal dan merugi. Jika kefardhuannya berkurang, maka Tuhan
bertanya: ‘Lihatlah (periksalah) apakah hamba-Ku itu mempunyai amalan
sunnah, jika mempunyai maka sempurnakanlah kekurangan kefardhuannya
dengan amal sunnahnya itu.’ Selanjutnya seluruh amalnya menurut hal
tersebut.” Nasai meriwayatkan: “Hal yang pertama kali dihisab bagi seorang
hamba pada hari kiamat ialah shalat, sementara hal pertama kali yang
diputuskan antara manusia ialah penuntutan balas.”
Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah dan Hakim meriwayatkan:
“Amal yang pertama kali dihisab bagi seorang hamba pada hari kiamat ialah
shalatnya, jika ia adalah orang yang telah menyempurnakan shalatnya, maka
dia dicatat sebagai orang yang telah menyempurnakan shalat. Jika ia tidak
menyempurnakannya, maka Allah S.W.T berfirman kepada malaikat:
‘Lihatlah, apakah hamba-Ku itu mempunyai amalan sunnah, maka
sempurnakanlah kefardhuannya dengan amalan sunnahnya.’ Kemudian zakat
juga demikian, lalu amal-amalnya diambil menurut hal tersebut.” Thabrani
meriwayatkan: “Sesuatu yang pertama kali ditanyakan atas hamba pada hari
kiamat ialah melihat shalatnya, jika shalatnya baik, maka beruntunglah ia,
tetapi jika shalatnya rusak, maka menyesal dan merugilah ia.
320
Ahmad, Abu Dawud, Nasai dan Hakim meriwayatkan: “Hal pertama
kali yang dihisab atas manusia pada hari kiamat dari amal-amal mereka ialah
shalat, lalu Tuhan Azza wa Jalla berfirman kepada malaikat, sedangkan ia
adalah telah mengetahui: ‘Lihatlah shalat hamba-Ku, apakah dia telah
menyempurnakan shalat ataukah menguranginya.’ Jika ia telah
menyempurnakannya, maka shalatnya dicatat sempurna baginya. Tetapi jika
ia menguranginya sedikit saja, maka Ia berfirman pada malaikat: ‘Lihatlah,
apakah hamba-Ku itu mempunyai amalan sunnah, jika ia mempunyai amalan
sunnah, maka sempurnakanlah kefardhuannya dengan amalan sunnahnya.
Kemudian selanjutnya, amal-amal yang lain dinilai menurut hal tersebut.”
Thayalis dan Thabrani meriwayatkan, demikian pula Ad-Dhiya’ di
dalam kitab Al-Mukhtarah, Nabi S.A.W. bersabda: “Jibril datang kepadaku
dari sisi Allah S.W.T., ia berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah
S.W.T Azza wa Jalla berfirman: ‘Sesungguhnya Aku telah mewajibkan
kepada umatmu shalat lima waktu, barangsiapa yang menunaikannya dengan
sempurna, baik wudhunya, waktu, ruku’ dan sujudnya maka ia telah
mengikat janji dengannya agar aku memasukkannya ke dalam surga.
Sedangkan orang yang bertemu dengan-Ku, sementara ia telah mengurangi
hal tersebut sekalipun hanya sedikit, maka baginya tidak ada ikatan janji
dengan-Ku, jika Aku menghendaki Aku menyiksanya dan jika Aku
menghendaki Aku akan merahmatinya.”
Baihaqi meriwayatkan: “Shalat adalah merupakan timbangan (standar
ukuran), barangsiapa yang memenuhinya, maka ia menjadi terpenuhi.”
Dailami meriwayatkan: “Shalat, menghitamkan wajah syaitan, sedekah
mematahkan punggungnya, saling menyayangi karena Allah S.W.T dan
mencintai ilmu, mematah-matahkan duburnya. Jika anda melakukan yang
demikian itu, maka syaitan-syaitan menjauh dari anda, sebagaimana jauhnya
tempat terbitnya matahari dari barat.” Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim
meriwayatkan: “Bertakwalah kepada Allah S.W.T, tunaikanlah shalat lima
waktu, berpuasalah di bulan Ramadhan, keluarkanlah zakat harta benda
anda, patuhilah orang yang mengurusi persoalan anda, maka anda akan
masuk surga.”
Ahmad, Bukhari dan Muslim, Abu Dawud dan Nasai meriwayatkan:
“Amal yang paling dicintai Allah S.W.T ialah shalat tepat waktu; Berbakti
pada kedua orang tua, kemudian jihad fi sabilillah.” Baihaqi meriwayatkan
dari Umar ra., ia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
S.A.W. seraya bertanya: “Wahai Rasulullah S.A.W., amal apakah yang
paling dicintai Allah S.W.T. di dalam Islam?” Beliau bersabda: “Shalat tepat
pada waktunya, barangsiapa yang meninggalkan shalat, maka tidak ada
agama baginya. Shalat adalah tiang agama.”

321
Adz-Dzahabi meriwayatkan, bahwa Nabi S.A.W. bersabda: “Ketika
seorang hamba menunaikan shalat di awal waktu, maka shalat itu naik
kelangit dengan memancarkan cahaya hingga mencapai Arasy, lalu shalat
itu beristighfar memohonkan ampun pada pemiliknya sampai hari kiamat. Ia
(shalat) berkata: ‘Semoga Allah S.W.T memelihara anda sebagaimana anda
memelihara aku. Apabila seorang hamba shalat tidak pada waktunya, maka
shalat itu naik ke langit dalam keadaan gelap gulita (tanpa cahaya), ketika
sampai di langit ia dilipat sebagaimana dilipatnya baju yang telah usang,
lalu dilemparkannya di wajah pelakunya.”
Abu Dawud meriwayatkan, sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda:
‘Ada tiga orang yang shalatnya tidak diterima oleh Allah S.W.T, lalu beliau
menyebutkan di antara mereka ialah orang yang menunaikan shalat setelah
waktunya berlalu.” Sebagian para rawi hadis meriwayatkan: “Sesungguhnya
barangsiapa yang memelihara shalat, maka Allah S.W.T memuliakannya
dengan lima hal, yaitu: “Kesulitan kehidupan akan dihilangkan daripadanya;
Dibebaskan dari siksa kubur; Allah S.W.T menerimakan kitab catatan
amalnya dengan tangan kanannya; Melewati shirath (jembatannya yang
melintas di atas neraka) bagaikan kecepatan petir; Di masukkan surga tanpa
hisab. Sementara bagi orang yang menghina dan meremehkan shalat, Allah
S.W.T akan menyiksanya dengan lima belas macam siksa, lima di dunia, tiga
pada saat kematian, tiga di dalam kubur dan ketiga lagi ketika bangkit dari
kubur.
Lima siksaan yang ditimpakan di dunia ialah:
1. Dicabut keberkahan umurnya.
2. Tanda-tanda kesalehan dihapus dari wajahnya.
3. Setiap amal yang dilakukannya tidak diberi pahala oleh Allah S.W.T.
4. Doanya tidak dinaikkan, tidak dapat menembus ke langit.
5. Tidak mendapatkan bagian dari doanya orang-orang saleh.
Tiga siksaan yang ditimpakan pada saat kematian ialah:
6. Dia mati dalam keadaan hina.
7. Mati dalam keadaan lapar
8. Mati dalam keadaan kehausan, seandainya dia diberi minum air laut
yang ada di dunia, kehausannya belumlah sirna.
Adapun tiga siksaan di dalam kubur ialah:
9. Liang kuburnya menjadi menyempit dan menghimpit hingga tulang-
tulang rusuknya terpatah-patah.
10. Api dinyalakan di dalam kuburnya sehingga ia menjadi terpanggang
bergelimpangan siang dan malam.
11. Dia dililit ular besar di dalam kuburnya, yang bernama Syujja’ul
Aqra’, kedua matanya dari api, kuku-kukunya dari besi, panjang dari
setiap kukunya, sepanjang perjalanan sehari. Ia berkata kepada si
322
mayit, aku adalah Syujja’ ul Aqra’, suaranya seperti petir yang
menyambar-nyambar. Ia berkata, aku diperintah Tuhanku untuk
memukul anda karena anda menyia-nyiakan shalat Shubuh hingga
matahari terbit, dan aku juga memukuli anda karena anda menyia-
nyiakan Shalat Zhuhur hingga datang waktu Ashar, juga karena anda
menyia-nyiakan shalat Ashar hingga datang waktu Maghrib, aku
memukul anda, karena anda menyia-nyiakan shalat Maghrib hingga
datang waktu Isya’, dan aku juga memukul anda karena anda menyia-
nyiakan shalat Isya’ hingga datang waktu shalat Fajar. Ketika ular itu
memukulnya sekali pukulan, ia terbenam ke dalam bumi tujuh puluh
dzira’. Dia selalu disiksa di dalam kubur tanpa pernah berhenti,
hingga datang hari kiamat.
Sedangkan tiga siksaan ketika dibangkitkan dari kubur, ialah:
12. Dia mendapatkan hisab yang sangat berat di mauqif (tempat
menghimpun manusia pada hari kiamat untuk menunggu hisab)
13. Kemurkaan Tuhan
14. Dan masuk ke dalam neraka.
Apa yang disebutkan dalam hadis tersebut mengenai penjelasannya
secara terperinci yang tidak sesuai dengan jumlah lima belas. Karena
penjelasannya secara terperinci memang hanya empat belas. Barangkali
perawi hadis tersebut lupa mengenai penjelasan yang kelima belas.
Dalam riwayat yang lain disebutkan, bahwa orang yang menyia-nyiakan
shalat, akan datang pada hari kiamat, sementara wajahnya tertera tiga baris
tulisan, yaitu:
1. Baris pertama tertulis: “Wahai orang yang menyia-nyiakan hak Allah
S.W.T.”
2. Baris kedua: “Orang yang teristimewa dengan kemurkaan Allah
S.W.T.”
3. Baris ketiga: “Sebagaimana anda menyia-nyiakan shalat yang
merupakan hak Allah S.W.T, maka sekarang terputus harapan dari
rahmat Allah S.W.T.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: “Pada hari kiamat,
seseorang didatangkan dan dihentikan di hadapan Tuhan Azza wa Jalla, lalu
ia diperintahkan oleh Allah S.W.T agar masuk ke dalam neraka. Orang itu
berkata: ‘Wahai Tuhanku, dengan sebab apa?’ Allah S.W.T Ta’ala
menjawab: ‘Sebab anda mengakhirkan shalat dari waktunya, dan dengan
sebab anda mendustai sumpah dengan-Ku.”
Sebagian perawi hadis juga meriwayatkan dari Rasulullah S.A.W.
sesungguhnya pada suatu hari beliau bersabda kepada para sahabat:
“Berdoalah anda, ya Allah S.W.T janganlah Engkau biarkan kami menjadi
orang yang celaka dan tidak pula sebagai orang yang terhalang.” Kemudian
323
beliau bersabda: “Tahukan anda mengenai orang yang celaka dan terhalang
itu?” Mereka bertanya: “Siapakah dia itu, ya Rasulullah?” Beliau bersabda:
“Orang yang meninggalkan shalat.”
Diriwayatkan juga: “Sesungguhnya, pertama kali yang menjadi hitam
pada hari kiamat ialah wajah orang yang meninggalkan shalat.
Sesungguhnya di dalam neraka Jahannam terdapat jurang yang dikatakan
dengan Lamlam, dalam jurang ini terdapat banyak ular, setiap ular lehernya
bagaikan lehernya unta, panjangnya sejauh perjalanan satu bulan, dia
menggigit orang yang meninggalkan shalat. Racunnya membuat jasad orang
yang digigit itu mendidih selama tujuh puluh tahun, kemudian daging-
dagingnya rontok berguguran.”
Seorang perawi juga berkata, seorang wanita dari kalangan Bani Israil
datang kepada Nabi Musa-semoga rahmat Allah S.W.T senantiasa tercurah
kepada Nabi kita dan pada seluruh nabi-nabi-dia berkata: “Wahai Nabi Allah
S.W.T, Aku telah melakukan suatu dosa besar, dan aku telah bertobat kepada
Allah S.W.T., maka berdoalah kepada Allah S.W.T, agar ia mengampuni
dosa dan menerima tobatku.” Nabi Musa bertanya kepadanya: “Apakah dosa
anda itu?” Wanita itu menjawab: “Wahai Nabi Allah S.W.T, aku telah
berzina dan melahirkan seorang anak dari hasil perzinaan itu, lalu aku
membunuhnya.” Nabi Musa berkata kepadanya: “Enyahlah anda, wahai
wanita pelacur, sebelum api turun dari langit yang membuat kami akan
terbakar karena kekejian anda.” Lalu wanita tersebut keluar dan pergi dari
sisi Nabi Musa dengan hati yang tercabik-cabik. Kemudian Malaikat Jibril
turun menemui Nabi Musa, dan berkata: “Wahai Musa, Allah S.W.T Ta’ala
berfirman kepada anda: ‘Mengapa anda menolak seorang wanita yang datang
bertobat, hai Musa? Apakah anda tidak menemukan yang lebih buruk
daripadanya?” Jibril berkata: “Orang yang meninggalkan shalat dengan
sengaja dan disengaja.”
Diriwayatkan dari sebagian ulama salaf, sesungguhnya ketika ia
memakamkan saudara perempuannya yang telah mati, kantongnya yang
berisi harta terjatuh di dalam kuburnya. Dia tidak merasakan akan hal itu
hingga kembali pulang ke rumah. Kemudian ketika teringat, dia kembali ke
kubur saudara perempuannya itu, lalu membongkarnya kembali, setelah
semua manusia telah pergi. Dia menemukan api meyala-nyala di dalam
kubur saudaranya itu, maka ia segera mengembalikan tanah yang
dibongkarnya itu, lalu kembali pulang menemui ibunya dalam keadaan
menangis dan bersedih. Dia berkata: “Wahai ibuku, ceritakanlah kepadaku
mengenai saudaraku, apa yang bisa ia lakukan.” Ibunya berkata: “Mengapa
anda bertanya tentangnya?” Dia berkata: “Wahai ibuku, aku menyaksikan
kuburnya menyalakan api yang menyala-nyala.” Dia berkata, ibuku

324
menangis lalu berkata: “Wahai anakku, saudara perempuan anda itu biasa
meremehkan shalat dan mengakhirkan dari waktunya.”
Demikianlah, kondisi orang yang mengakhirkan atau menunda shalat
dari waktunya. Lalu bagaimana kondisi orang yang tidak menunaikan shalat?
Kita memohon kepada Allah S.W.T, agar memberikan kekuatan kepada kita
untuk dapat memelihara shalat secara sempurna tepat pada waktu yang telah
ditentukan. Sesungguhnya Allah S.W.T Maha Mulia lagi Maha Pengasih dan
Penyayang.

48. KEUTAMAAN BERTOBAT

Tentang keutamaan bertobat ini, banyak di sebutkan ayat-ayat Al-Qur’an,


di antaranya, ialah:
Firman Allah S.W.T.:
)٣١( َ‫ّللاِ َج ِميعًا أَيُّ َﮭا ال ُمؤ ِمنُونَ لَعَلَّ ُكم تُف ِلحُون‬
َّ ‫َوتُوبُوا إِلَى‬
Artinya:
“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah S.W.T, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31).

Dan firman Allah S.W.T.: “Dan orang-orang yang tidak menyembah


Tuhan yang lain berserta Allah S.W.T dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah S.W.T (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya
dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab
untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam
keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah
S.W.T dengan kebajikan. Dan adalah Allah S.W.T Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertobat dan mengerjakan amal
saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah S.W.T dengan tobat
yang sebenar-benarnya.” (QS. Al-Furqan: 68-71).
Hadis-hadis yang menjelaskan tentang keutamaan tobat juga sangat
banyak, di antaranya hadis yang diriwayatkan Muslim: “Sesungguhnya Allah
S.W.T membentangkan tangan-Nya di waktu malam agar orang yang
berdosa di siang hari bertobat; dan membentangkan tangan-Nya di waktu
siang agar orang yang berdosa di malam hari bertobat. Yang demikian itu
hingga matahari terbit dari barat.”
Imam Tirmidzi meriwayatkan hadis sahih: “Sesungguhnya di arah
barat terdapat pintu (tobat) yang luasnya seluas perjalanan empat puluh
tahun atau tujuh puluh tahun, Allah S.W.T senantiasa membuka pintu sejak

325
Ia menciptakan langit dan bumi dan tidak akan menutupnya sampai
matahari terbit daripadanya (arah barat), agar supaya manusia bertobat.”
Tirmidzi juga meriwayatkan hadis yang dinilainya sebagai hadis
sahih, sebagai berikut: “Allah S.W.T Ta’ala menjadikan suatu pintu di barat
yang luasnya seluas perjalanan tujuh puluh tahun, agar manusia bertobat.
Dan Ia tidak menutup pintu itu, selama matahari belum terbit dari arahnya
(arah barat).
Yang demikian itu, makna dari firman Allah S.W.T.: “Pada hari
datngnya beberapa ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman
seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia
belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah:
Tunggulah olehmu sesungguhnya Kami pun menunggu (pula).” (QS. Al-
An’am: 158). Dikatakan, riwayat ini dan juga yang pertama (dua hadis
riwayat Tirmidzi tersebut), tidak ada penjelasan akan kemarfu’annya,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Baihaqi. Ada sebuah jawaban dari
hal yang seperti ini, bahwa hal tersebut tidak boleh hanya dipandang dari
sudut pikiran secara rasional, itulah gambaran yang telah ditetapkan.
Imam Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang bagus:
“Sesungguhnya surga mempunyai delapan pintu, tujuh dari pintu surga itu
tertutup, sementara satu pintu daripadanya selalu terbuka, yaitu pintu tobat,
hingga matahari terbit dari arah barat.”
Ibnu Majah juga meriwayatkan dengan sanad yang bagus:
“Seandainya anda berbuat kesalahan hingga dosa-dosanya mencapai langit,
kemudian anda bertobat, tentu Allah S.W.T akan menerima tobat anda.”
Imam Hakim meriwayatkan hadis yang disahihkannya: “Diantara
kebahagiaan seseorang ialah orang yang dipanjangkan umurnya dan
dianugerahi Allah S.W.T bertobat.” Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim
meriwayatkan: “Setiap anak Adam tentu mempunyai kesalahan, tetapi
sebaik-baik orang yang bersalah ialah yang bertobat.”
Bukhari dan Muslim meriwayatkan, seorang hamba yang tertimpa
musibah melakukan dosa, ia berkata: “Ya Tuhanku, aku telah melakukan
suatu dosa, maka ampunilah dosaku itu.” Allah S.W.T berfirman kepadanya:
“Hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan Yang Maha
mengampuni dosa.” Lalu Ia mengampuni dosanya. Tidak lama kemudian
maasyaallah dia tertimpa musibah melakukan satu dosa lagi, barangkali ia
berkata: “Ya Tuhanku, aku telah melakukan satu dosa lagi.” Selanjutnya ia
bertobat seraya berkata: “Ya Tuhanku, aku telah melakukan satu dosa yang
lain lagi, maka ampunilah dosaku itu.” Lalu Allah S.W.T berfirman
kepadanya: “Hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan Yang
Maha mengampuni dosa.” Dan Allah S.W.T pun mengampuni dosanya itu.

326
Tidak lama kemudian maasyaallah dia tertimpa musibah melakukan
suatu dosa yang lain lagi, barangkali ia berkata: “Ya Tuhanku, aku telah
melakukan satu dosa lagi.” Selanjutnya ia bertobat seraya berkata: “Ya
Tuhanku, aku telah melakukan satu dosa yang lain lagi, maka ampunilah
dosaku itu.” Lalu Allah S.W.T berfirman kepadanya: : “Hamba-Ku
mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan Yang Maha mengampuni dosa.”
Kemudian Tuhannya berfirman: “Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku,
maka salahkan saja ia melakukan apa yang ia kehendaki.”
Al-Mundziri berkata mengenai firman-Nya: “Silahkan ia melakukan
apa yang ia kehendaki.” Maknanya ialah wallaahu a’lam, sesungguhnya ia
selalu menerima tobat seorang hamba yang telah melakukan dosa, selama ia
memohon ampun kepada-Nya, dan tidak mengulangi dosa itu lagi. Dengan
dalil firman-Nya: “Kemudian ia tertimpa musibah melakukan dosa lagi,
maka hendaklah ia melakukan tobat.” Jika yang demikian itu merupakan
prilakunya, bahwa ketika ia berdosa, maka tobat dan permohonan ampunnya
itu adalah sebagai kafarat pada dosanya, dan yang demikian itu tidak
membahayakannya. Hal tersebut bukan berarti, bahwa ia melakukan suatu
dosa lalu ia beristighfar memohon ampun dengan lisannya, tetapi tidak
pernah mau menghentikannya bahkan selalu mengulangi dosa itu lagi, maka
yang demikian itu merupakan tobatnya orang yang berdusta.
Diriwayatkan oleh jama’ah, bahwa apabila orang mukmin melakukan
satu dosa, maka hatinya terkena noda hitam, jika ia bertobat dan mencabut
kesalahan itu tanpa mengulanginya lagi, maka noda hitam yang ada dalam
hatinya itu menjadi bersih kembali. Tetapi jika ia melakukan dosa lagi, maka
terjadilah noda hitam di dalam hatinya lagi, jika terus menerus melakukan
dosa, maka noda-noda hitam itu memenuhi seluruh ruang hatinya, sehingga
kondisinya menjadi hitam pekat. Inilah yang diisyaratkan dalam firman
Allah S.W.T.: Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya
mereka pada hari itu benar-benar tertutup (rahmat) Tuhan mereka.” (QS.
Al-Muthaffifin: 14-15).
Tirmidzi meriwayatkan yang ia nilai sebagai hadis hasan :
Sesungguhnya Allah S.W.T akan menerima tobat seorang hamba selama
ruhnya belum sampai dikerongkongannya (naza’).
Thabrani meriwayatkan dengan sanad hasan dan ada yang terputus,
sementara Baihaqi meriwayatkan dengan sanad tidak diketahui, dari Mu’adz,
ia berkata: “Rasulullah S.A.W. memegang tanganku dan berjalan kira-kira
satu mil, kemudian beliau bersabda: “Hai Mu’adz, aku berpesan kepada anda
dengan takwa kepada Allah S.W.T, berbicara yang benar, memenuhi janji,
menunaikan amanat, meninggalkan khianat, sayang kepada anak yatim,
menjaga hak-hak tetangga, mengendalikan amarah, berkata lemah lembut,
327
menyampaikan salam, mengikuti imam, memperdalam ilmu Al-Qur’an,
mencintai akhirat, memperpendek angan-angan dan memperbaiki amal. Dan
aku melarang anda untuk mencaci maki orang Islam, membenarkan yang
dusta dan mendustakan yang benar, mendurhakai imam yang adil dan
janganlah anda berbuat kerusakan di muka bumi, hai Mu’adz ingatlah
kepada Allah S.W.T pada setiap pepohonan dan bebatuan, dan bersegeralah
bertobat dari setiap dosa, yang rahasia dengan cara yang rahasia, dan yang
terang-terangan dengan terang-terangan pula.
Al-Ashfahani meriwayatkan, sesungguhnya ketika seorang hamba
bertobat dari dosa-dosanya, Allah S.W.T melupakan malaikat yang mencatat
dosanya, melalaikan angota-anggota tubuhnya, dan tempat-tempat lain di
bumi yang menjadi saksi pada saat ia melakukan dosa, sehingga ketika ia
bertemu kepada Allah S.W.T pada hari kiamat, tak ada sesuatupun yang
memberikan kesaksian atas dosa yang pernah dilakukannya.
Al-Ashfahani juga meriwayatkan: “Sesungguhnya orang yang
menyesali kesalahan, berarti dia sedang menanti rahmat dari Allah S.W.T.,
sementara orang yang sombong berarti ia sedang menanti azab dari
kemurkaan Allah S.W.T. Ketahuilah, wahai hamba Allah S.W.T,
sesungguhnya setiap orang yang melakukan suatu amal, maka amalnya itu
akan diperlihatkan padanya dan dia tidak akan keluar dari dunia (mati),
hingga diperlihatkan kepadanya amal-amal baiknya dan juga amal-amal
buruknya.dan amal itu sangat ditentukan oleh akhirnya. Siang dan malam
akan dilipat, maka perbaikilah langkah kehidupan anda pada keduanya demi
untuk kebahagiaan hidup di akhirat. Janganlah anda menunda-nunda
kesempatan untuk berbuat baik, karena kematian akan datang kepada anda
secara tiba-tiba. Janganlah anda melalaikan ketetapan hukum-hukum Allah
S.W.T Azza wa Jalla, karena sesungguhnya neraka lebih dekat kepada anda
daripada tali pengikat sandal anda.” Kemudian Nabi S.A.W. membaca ayat:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-
Zalzalah: 7-8).
Thabrani meriwayatkan dengan sanad sahih tetapi rawinya ada yang
terputus: “Orang bertobat dari dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa.”
Imam Baihaqi meriwayatkan dengan jalan yang lain, disertai tambahan:
“Orang yang bertobat dari suatu dosa, sementara ia masih tetap melakukan
dosa itu, berarti ia menertawakan Tuhannya.”
Ibnu Hibban meriwayatkan di dalam kitab sahihnya, demikian pula
Hakim: “Penyesalan atas suatu dosa adalah berarti bertobat.” Yakni,
penyesalan itu, merupakan rukun utama tobat, sebagaimana pernyataan
bahwa haji itu adalah Arafah. Penyesalan menjadi sebuah keharusan dari
328
suatu kemaksiatan dan kekejiannya serta dari ketakutan akan hukuman
azabnya.
Hakim meriwayatkan hadis yang ia nilai sebagai hadis sahih tetapi
rawinya ada yang terputus: “Allah S.W.T mengetahui seorang hamba yang
benar-benar menyesali atas dosanya, dan Ia mengampuninya sebelum hamba
tersebut memohon ampun kepada-Nya atas kesalahannya.”
Muslim dan yang lainnya meriwayatkan: “Demi Tuhan yang jiwaku
berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya anda tidak berdosa
dan tidak memohon ampun, tentu Allah S.W.T akan melenyapkan anda
semua. Kemudian Ia mendatangkan kamu lain selain anda, mereka
melakukan dosa tetapi mereka memohon ampun, lalu Allah S.W.T
mengampuni mereka.”
Muslim meriwayatkan, sesungguhnya seorang wanita Juhainah
datang kepada Rasulullah, sementara ia dalam keadaan hamil dari hasil
perzinaan, ia berkata: “Ya Rasulullah aku telah melakukan perbuatan keji
yang menyebabkan hukuman had, maka tegakkanlah hukuman itu padaku.”
Kemudian Nabi S.A.W. memanggil wali wanita itu, dan berkata kepadanya:
“Perlakukanlah ia dengan baik, jika ia telah melahirkan kandungannya,
ajaklah ia datang kemari.” Maka sang wali menuruti apa yang diperintahkan
Rasulullah. Setelah wanita itu melahirkan anaknya, diajaklah ia datang
menghadap beliua. Tetapi beliau memerintahkan untuk kembali pulang
hingga ia menyapih anak yang disusuinya. Setelah sampai masa penyapihan
anaknya ia datang kembali menghadap beliau, barulah ditegakkan hukuman
had atasnya. Kemudian beliau menshalatinya. Umar ra. berkata: “Anda
menshalatinya, ya Rasulullah, padahal ia adalah wanita yang telah
melakukan zina.” Nabi S.A.W. bersabda: “Dia telah tobat dengan tobat yang
sebenar-benarnya, seandainya kesungguhannya itu dibagi pada tujuh puluh
penghuni kota Madinah, tentu akan meliputi mereka semua, adakah anda
menemukan sesuatu yang lebih mulia dari kecintaan dan kesungguhan
wanita itu untuk menyerahkan secara sungguh-sungguh kepada Allah S.W.T
Azza wa Jalla.”
Tirmidzi meriwayatkan hadis yang dinilainya hasan, Ibnu Hibban
meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya dan Hakim juga meriwayatkannya
yang ia nilai sebagai hadis sahih, dari Ibnu Umar ra., ia berkata,
sesungguhnya aku mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda dengan sebuah
sabda, dan aku tidak hanya mendengarnya sekali atau dua kali, tetapi aku
mendengarnya lebih banyak. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah
S.A.W. bersabda: “Ada seorang penjamin di kalangan Banu Israil yang tidak
bisa mengendalikan diri dari dosa atas pekerjaannya itu. Suatu ketika
datanglah seorang perempuan, lalu ia memberinya enam puluh dinar tetapi
dengan syarat agar wanita itu mau berhubungan seks dengannya. Ketika ia
329
telah mengambil posisi di atas wanita itu, sebagaimana layaknya suami istri
yang hendak melakukan hubungan seks, tiba-tiba wanita itu bergetar dan
menangis. Laki-laki itu bertanya: “Mengapa anda menangis, apakah aku
menyakiti anda?” Dia menjawab: “Tidak, tetapi tidak ada yang mendorong
aku untuk melakukan hal ini, melainkan terdorong suatu hajat.” Laki-laki itu
berkata: “Pergilah, dinar itu menjadi milik anda.” Selanjutnya laki-laki itu
berkata: “Demi Allah S.W.T, aku tidak akan melakukannya lagi setelah ini,
untuk selama-lamanya.” Kemudian pada malam itu juga, laki-laki tersebut
mati, ketika pagi hari tiba tertulis di atas pintunya, sesungguhnya Allah
S.W.T telah mengampuni laki-laki penjamin ini.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra. ia berkata: “Ada dua
perkampungan, salah satunya berpenduduk orang-orang saleh, sementara
yang satunya lagi berpenduduk orang-orang yang durhaka. Salah seorang
dari pnduduk kampung yang durhaka itu keluar dari kampungnya yang
durhaka menuju perkampungan yang saleh, tiba-tiba datang kematian
menjemputnya atas kehendak Allah S.W.T. Maka terjadilah perdebatan yang
sengit antara malaikat dan syaitan. Setan berkata: ‘Demi Allah S.W.T. Ia
tidak pernah mendurhakai aku sama sekali.” Sementara malaikat berkata:
“Sungguh ia telah keluar untuk bertobat.’ Lalu Allah S.W.T memberikan
keputusan antara keduanya, agar keputusannya ditentukan lebih dekat ke
arah mana antara kedua perkampungan itu. Setelah memperhatikan dan
mengukur posisi orang itu dari kedua jarak, didapatinya ia lebih dekat ke
arah perkampungan yang saleh, hanya terpaut satu jengkal. Maka ia menjadi
orang yang terampuni.” Mu’ammar berkata, aku mendengar orang berkata:
“Allah S.W.T lebih mendekatkan orang itu pada perkampungan yang saleh.”
Bukhari dan Muslim meriwayatkan, sesungguhnya pada kaum
terdahulu sebelum anda, ada seorang laki-laki yang telah membunuh
sembilan puluh sembilan orang. Lalu ia mencari informasi untuk mengetahui
orang yang paling alim di muka bumi, akhirnya ditunjukkanlah ia pada
seorang rahib, dan ia pun mendatanginya. Kepada rahib itu dikatakan:
“Sesungguhnya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah
ia masih memiliki kesempatan untuk diterima tobatnya?” Rahib itu berkata:
“Tidak.” Mendengar jawaban itu, tanpa reserve, sang rahib pun dibunuh,
hingga orang yang telah dibunuh genap menjadi seratus orang.
Selanjutnya ia terus mencari orang yang paling alim di muka bumi,
ditunjukkanlah ia pada seorang laki-laki alim. Kepada orang alim ini,
dikatakan: “Dia telah membunuh seratus jiwa, apakah ia masih memiliki
kesempatan untuk diterima tobatnya?” Laki-laki alim itu menjawab: “Ya.”
Setelah terjadi perbincangan di antaranya tentang bertobat, laki-laki itu
menyerukan kepadanya agar ia pergi ke tempat begini....dan begini....karena
ditempat itu merupakan tempat orang-orang yang menyembah kepada Allah
330
S.W.T, pergilah ke tempat itu dan beribadahlah bersama mereka, janganlah
anda kembali ke tempat semula karena ia merupakan bumi yang jahat.
Akhirnya si pembunuh itu pergi untuk bertobat, ketika sampai di tengah
jalan, kematian datang menjemputnya. Lalu terjadilah perdebatan sengit
antara malaikat rahmat dengan malaikat azab atas kematiannya. Malaikat
rahmat berkata: “Dia datang bertobat dengan menghadapkan hatinya kepada
Allah S.W.T Ta’ala.” Sementara malaikat azab berkata: “Sesungguhnya ia
belum melakukan kebaikan sama sekali.” Lalu datanglah di antara mereka
seorang malaikat yang menyerupai bentuk rupa manusia yang memposisikan
diri sebagai penengah untuk mengambil sebuah keputusan di antara mereka.
Ia berkata: “Ukurlah antara dua tempat ke arah mana posisi orang ini yang
lebih dekat, maka ia menjadi bagian daripadanya.” Kemudian mereka
melakukan pengukuran dan ternyata didapati posisi orang ini, lebih dekat ke
arah tempat yang dituju untuk bertobat, maka malaikat rahmat yang berhak
terhadap orang ini.
Dalam suatu riwayat yang lain disebutkan, bahwa ia lebih dekat pada
kampung yang saleh hanya terpaut sejengkal, maka jadilah ia termasuk
dalam kategori penduduk kampung yang saleh itu.
Sementara menurut riwayat yang lainnya lagi, Allah S.W.T
mewahyukan kepada perkampungan yang jahat agar menjauh daripadanya,
dan kepada perkampungan yang saleh agar lebih mendekat kepada posisi
orang itu, lalu dikatakan agar mereka mengukur ke arah mana ia yang lebih
dekat. Maka didapatilah ia lebih dekat ke arah kampung yang saleh dengan
terpaut satu jengkal, akhirnya Allah S.W.T mengampuninya.
Menurut riwayat Thabrani dengan sanad yang bagus: “Sesungguhnya
seorang laki-laki yang melampaui batas atas dirinya sendiri, menemui
seseorang dan berkata: “Sesungguhnya orang yang terakhir kali dibunuh
adalah yang ke sembilan puluh sembilan, kesemuanya dilakukan secara
zalim, bagaimana pandangan anda tentang diriku, apakah mungkin tobatku
diterima? Ia menjawab: “Tidak.” Maka orang ini dibunuh. Lalu datang
kepada orang lain, seraya berkata: “Sesungguhnya orang terakhir kali
dibunuh adalah yang keseratus jiwa, semuanya dilakukan secara zalim,
bagaimana pendapat anda, apakah masih mungkin tobatku diterima?” Orang
yang ditanyai itu menjawab: “Jika aku katakan kepada anda bahwa Allah
S.W.T tidak akan menerima tobat orang yang bertobat, maka aku telah
berdusta kepada anda. Di tempat ini, terdapat suatu kaum yang beribadah
menyembah Allah S.W.T, datanglah kepada mereka dan sembahlah Allah
S.W.T bersama mereka.” Lalu si pembunuh itu pergi menuju kepada mereka
untuk bertobat, namun dalam perjalanan itu ia mati. Sehingga terjadi
perdebatan antara malaikat rahmat dan malaikat azab. Allah S.W.T mengutus
kepada mereka seorang malaikat, ia berkata: “Ukurlah jarak antara dua
331
tempat dari posisi orang ini, ke arah mana ia yang lebih dekat, maka ia
termasuk dalam kategori kelompok mereka. Ternyata ia lebih dekat pada
perkampungan orang-orang yang bertobat hanya terpaut satu ujung jari.
Akhirnya Allah S.W.T mengampuni orang itu.
Menurut riwayat Thabrani yang lain, kemudian ia (si pembunuh)
mendatangi seorang laki-laki lain seraya berkata: “Sesungguhnya aku telah
membunuh seratus orang, bagaimana pandangan anda, apakah tobatku masih
bisa diterima?” Ia menjawab: “Sungguh anda telah melampaui batas, aku
tidak tahu, tetapi di sana ada dua perkampungan yang dikenal dengan istilah
perkampungan Nushrah, sedangkan yang satunya lagi dikenal dengan istilah
perkampungan Kufrah. Penduduk kampung Nushrah mereka beramal dengan
amal penghuni surga, sementara penduduk kampung Kufrah mereka beramal
dengan amal penghuni neraka, selain mereka tidak ada yang menetap di
perkampungan itu. Pergilah anda ke kampung Nushrah dan beramallah
sebagaimana amal penghuninya, maka tidak diragukan lagi tentu tobat anda
akan diterima.” Lalu ia pergi menuju pada perkampungan Nushrah dengan
maksud untuk bertobat, hingga ketika ia berada di antara kedua
perkampungan itu, tiba-tiba ia mati. Lalu para malaikat bertanya kepada
Tuhan mengenai status orang itu. Allah S.W.T berfirman: “Perhatikan antara
kedua perkampungan, ke arah mana posisinya yang lebih dekat, maka
catatlah ia termasuk penghuni penduduk kampung itu. Ternyata para
malaikat mendapati posisi orang tersebut lebih dekat ke kampung Nushrah
hanya terpaut satu ujung jari, maka malaikat mencatatnya sebagai penduduk
kampung Nushrah.

49. KEUTAMAAN BERSEDEKAH

Rasulullah S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang bersedekah semisal


satu butir kurma dari hasil kerja yang baik dan halal dan Allah S.W.T tidak
akan menerima kecuali yang baik maka Allah S.W.T akan menerimanya
dengan tangan-Nya.” Yakni, Allah S.W.T menerimanya dan memberkatinya
serta memeliharanya untuk pemiliknya, sebagaimana salah seorang dari anda
memelihara anak kudanya (kuda itu akan terus beranak pinak hingga
banyak). Sampai kurma tersebut menumpuk seperti gunung. Di dalam
sebuah riwayat dikatakan: “Sebagaimana salah seorang dari anda
memelihara anak kudanya.” Sekalipun sedekah itu hanya sesuap, sungguh ia
akan menjadi sebesar gunung Uhud.
Sebagaimana firman Allah S.W.T.: “Tidaklah mereka mengetahui
bahwasanya Allah S.W.T menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan
menerima sedekah.” (QS. At-Taubah: 104).

332
Dan firman-Nya: “Allah S.W.T memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah.” (QS. Al-Baqarah: 276).
Sedekah tidak akan mengurangi harta benda barang sedikitpun. Allah
S.W.T tidak akan menambah sesuatu pun kepada seorang hamba yang
memberikan pengampunan kecuali Ia akan menganugerahkan kemuliaan
kepadanya. Seseorang yang merendahkan diri karena Allah S.W.T tidak akan
mendapatkan apapun melainkan keagungan, dan Allah S.W.T Azza wa Jalla
akan mengangkat derajatnya. Di dalam sebuah riwayat At-Thabrani
dikatakan: “Tidaklah sebuah sedekah akan mengurangi harta, dan tidaklah
seorang hamba mengulurkan tangan untuk bersedekah itu akan jatuh pada
tangan Allah S.W.T.” Yakni Allah S.W.T menerimanya dan ridha dengannya
sebelum jatuh ke tangan orang yang meminta. Dan tidaklah seorang hamba
membuka sebuah pintu permintaan (meminta-minta) yang semestinya harus
dihindari kecuali Allah S.W.T membukakan baginya sebuah pintu kefakiran.
Seorang hamba berkata: “Hartaku, hartaku,” padahal sesungguhnya hak
baginya dari harta yang dimilikinya itu, hanya tiga hal, yaitu apa yang dia
makan lalu musnah; apa yang dia pakai lalu menjadi usang; dan apa yang dia
berikan lalu dia pelihara (pahalanya sebagai simpanan). Sedang selain itu
semua, akan ditinggalkan buat orang lain.”
Diriwayatkan dalam sebuah hadis: “Tidaklah ada seorang pun di antara
anda kecuali Allah S.W.T akan berbicara dengannya tanpa penerjemah.
Ketika ia memandang ke arah kanannya, tidak dilihatnya kecuali amal yang
telah dia ajukan dan dia memandang ke arah kirinya, tidak dilihat kecuali
amal yang telah diajukannya, dan ketika dia memandang ke depan, dia pun
tidak melihat kecuali neraka. Maka takutlah anda kepada neraka walaupun
hanya dengan separuh buah kurma.”
Di dalam sebuah hadis lagi: “Hendaklah seorang dari anda memelihara
wajahnya dari neraka walaupun hanya dengan separuh buah kurma.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda: “Sedekah itu akan memadamkan kesalahan
sebagaimana air yang berpotensi dapat memadamkan api.”
Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging
dan darah yang tumbuh dari barang yang haram, neraka lebih berhak
baginya. Hai Ka’ab bin ‘Ujrah, manusia itu adalah bagai dua orang yang
bangun pagi-pagi. Seorang dari mereka bergegas dalam membebaskan
dirinya, maka dia berhasil memerdekakan dirinya, dan seorang lagi bergegas
untuk membinasakan dirinya. Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, shalat adalah ibadah
untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T, puasa adalah benteng dan
sedekah akan menghapus kesalahan sebagaimana air yang mengalir di atas
batu.” Di dalam sebuah riwayat lain disebutkan: “Sebagaimana potensi air
untuk memadamkan api.”

333
Sesungguhnya sedekah benar-benar akan memadamkan kemurkaan
Tuhan dan menjadi penghalang mati dalam keadaan jahat. Dalam suatu
riwayat lain: “Sesungguhnya Allah S.W.T menolak tujuh puluh pintu dari
kematian yang buruk dengan sedekah.” Disebutkan dalam sebuah hadis:
“Setiap orang berada di dalam naungan sedekahnya sampai saat diputuskan
semua urusan manusia.” Dalam hadis yang lain disebutkan: “Tidak akan
seseorang mengeluarkan sesuatu dari sedekah melainkan dengan sedekah dia
telah mematahkan tujuh belas rahang syaitan.” Ditanyakan: “Ya Rasulullah,
manakah sedekah yang paling utama?” Beliau bersabda: “Membantu
kesulitan orang yang tidak mampu, tetapi dahulukanlah orang yang menjadi
tanggung jaeab anda (keluargamu).”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda, “Sekeping dirham dapat mendahului
seratus dirham.” Seorang laki-laki bertanya: “Bagaimana hal itu bisa
terjadi ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “Ada seorang laki-laki yang
hartanya melimpah, lalu ia mengambil dari sisinya seribu dirham dan dia
bersedekah dengannya. Ada seorang laki-laki lain yang tidak memiliki uang
kecuali dua dirham, dia mengambil satu diantara keduanya dan bersedekah
dengannya.” Nabi S.A.W. bersabda: “Janganlah anda mengembalikan
(menolak) orang yang minta-minta kepada anda, sekalipun hanya dengan
memberikan kikil (kaki sapi atau kambing).”
Allah S.W.T akan menaungi tujuh kelompok di bawah naungan-Nya,
pada suatu ketika tidak ada satu naungan pun kecuali naungan-Nya, sampai
pada sabda beliau: “Dan seorang laki-laki yang bersedekah dengan sesuatu
yang dirahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
telah diinfakkan oleh tangan kanannya.”
Perbuatan-perbuatan yang baik akan menghindarkan seseorang terjatuh
pada perbuatan yang jahat, sedekah secara rahasia dapat memadamkan
kemurkaan Tuhan, dan menyambung hubungan kekerabatan akan
memperpanjang umur. Di dalam sebuah riwayat At-Thabrani disebutkan:
“Perbuatan-perbuatan yang baik dapat menjadi pelindung yang menjaga dari
terjadinya peristiwa yang buruk, sedekah secara rahasia akan memadamkan
kemurkaan Tuhan, meyambung kerabat dapat memperpanjang umur, dan
setiap perbuatan yang ma’ruf adalah termasuk sedekah. Pelaku kebaikan di
dunia adalah pemilik kebaikan di akhirat. Sementara orang yang ahli
kemungkaran di dunia, dialah juga ahli kemungkaran di akhirat. Sedang
orang yang pertama kali masuk surga ialah orang yang melakukan yang
ma’ruf.”
Di dalam riwayat At-Thabrani yang lain dan Ahmad, dikatakan:
“Bagaimana dengan sedekah itu, ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “Sedekah
itu pahalanya dilipatgandakan berlipat-lipat dan di sisi Allah S.W.T masih
terdapat tambahan lagi.” Kemudian beliau membaca ayat:
334
ُ ‫س‬
َ‫ط َو ِإلَي ِﮫ تُر َج ُعون‬ َ ِ‫ضا ِعفَﮫُ لَﮫُ أَض َعافًا َكث‬
ُ ‫يرة ً َوّللاُ َيق ِب‬
ُ ‫ض َو َيب‬ ُ ‫َّمن ذَا الَّذِي يُق ِر‬
َ ‫ض ّللاَ قَرضًا َح‬
َ ُ‫سنًا فَي‬
)٢٤٥(
Artinya:
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah S.W.T, pinjaman yang
baik (menafkahkan hartanya dijalan Allah S.W.T), maka Allah S.W.T akan
memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. Dan Allah S.W.T menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan
kepada-Nyalah kamu kembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245).
Dikatakan: “Ya Rasulullah, manakah sedekah yang paling utama?”
Beliau bersabda: “Yaitu sedekah sirri (secara rahasia) kepada orang yang
membutuhkan (fakir) atau sedekah untuk membantu kesulitan orang yang
minim kemampuannya.” Kemudian beliau membaca: “Jika kamu
menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu
menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
sedekah secara sembunyi itulah paling baik bagimu. Dan Allah S.W.T akan
menghapuskan dari kamu sebagian dari kesalahan-kesalahanmu; dan Allah
S.W.T mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 271).
Siapapun orang muslim yang memberi pakaian kepada seorang
muslim, maka Allah S.W.T akan memakaikan pakaian yang indah baginya
dari surga. Dan dia selalu berada dalam tutup (terlindungi) oleh pakaian dari
Allah S.W.T. selama benang dan pintalan benang pakaian tersebut masih
dipakai oleh muslim itu.
Siapapun di antara orang Islam memberi pakaian orang Islam yang
telanjang dengan pakaian, maka Allah S.W.T akan memberinya pakaian dari
sutra hijau dari surga. Siapapun di antara orang Islam yang memberi makan
orang Islam yang kelaparan, maka Allah S.W.T. akan memberinya makan
dari buah-buahan surga. Dan siapapun di antara orang Islam yang memberi
minum orang Islam yang kehausan, maka Allah S.W.T. akan memberinya
minum dari arak yang tertutup rapat (minuman yang lezat dan halal bagi ahli
surga).
Sedekah yang diberikan pada orang miskin dan pada kerabat yang
kasyih (kerabat yang menyimpan dendam dan permusuhan kepada anda)
adalah sedekah yang sesungguhnya. Setiap pemberian hutang adalah
sedekah. Di dalam sebuah riwayat bagi segolongan ulama disebutkan,
sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda: “Aku melihat pada malam aku
diisra’kan di pintu surga tertulis: ‘Pahala sedekah digandakan menjadi
sepuluh kali lipat, sedang pahala memberi hutang digandakan menjadi
delapan belas kali lipat.”
Barangsiapa yang memberikan kemudahan terhadap orang yang
kesulitan, maka Allah S.W.T akan memberikan kemudahan baginya di dunia
dan di akhirat.
335
Ditanyakan kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, siapakah orang Islam
yang utama?” Beliau bersabda: “Yaitu, hendaklah anda memberikan
makanan dan membacakan salam kepada orang yang anda kenal dan orang
yang tidak anda kenal.”
Lalu ceritakanlah kepadaku mengenai asal mula penciptaan segala
sesuatu. Beliau bersabda: “Segala sesuatu diciptakan dari air.” Selanjutnya
aku berkata: “Ceritakanlah pula kepadaku mengenai sesuatu yang apabila
aku kerjakan dapat menyebabkan aku masuk surga.” Beliau bersabda:
“Hendaklah anda memberikan makanan, menyebarkan salam, menyambung
hubungan kefamilian, dan shalatlah pada malam hari ketika manusia sedang
terlelap dalam tidurnya, tentu anda akan masuk surga dengan selamat.”
Dalam hadis lain: “Beribadahlah kepada Tuhan Yang Maha Pengasih,
berikanlah makanan dan sebarkanlah salam, niscaya anda akan masuk
surga dengan selamat.”
Di antara hal-hal yang menyebabkan datangnya rahmat Allah S.W.T
adalah pemberian makan seorang muslim kepada orang miskin. Disebutkan
dalam hadis: “Barangsiapa yang memberi makan saudaranya hingga
membuatnya kenyang dan memberinya minum dengan air hingga
membuatnya merasa segar, maka Allah S.W.T akan menjauhkannya dari
neraka sejauh tujuh buah parit, jarak antara kedua buah parit sejauh lima
ratus tahun perjalanan.”
Allah S.W.T Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat: “Hai anak
Adam, Aku telah sakit, tetapi anda tidak mau menjenguk-Ku.” Anak Adam
bertanya: “Bagaimana aku harus menjenguk-Mu? Sementara Engkau adalah
Tuhan semesta alam.” Dia berfirman: “Tidakkah anda tahu, sesungguhnya
hamba-Ku si Fulan telah sakit, tetapi anda tidak menjenguknya? Tidakkah
anda tahu bahwa sesungguhnya jika anda menjenguknya tentu anda
menemukan Aku di sisinya? Hai anak Adam, Aku telah minta makan kepada
anda tetapi anda tidak mau memberi makan pada-Ku?” Anak Adam
berkata: “Ya Tuhan, bagaimana mungkin aku memberi makan pada-Mu,
sementara Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Dia berfirman: “Tidaklah
anda tahu, bahwa hamba-Ku si Fulan telah meminta pada anda, tetapi anda
tidak mau memberinya makan? Tidakkah anda tahu bahwa sesungguhnya
bila anda memberi makan padanya tentu anda akan dapat menemukan hal
itu, di sisi-Ku. Hai anak Adam, Aku telah minta minum kepada anda tetapi
anda tidak mau memberi minum Aku.” Anak Adam bertanya: “Ya Tuhan,
bagaimana mungkin aku memberi minum Engkau, sementara Engkau adalah
Tuhan semesta alam?” Dia berfirman: “Hamba-Ku si Fulan telah meminta
minum kepada anda, tetapi anda tidak mau memberinya minum. Tidakkah
anda tahu bahwa sesungguhnya bila anda memberinya minum padanya
tentu anda akan dapat mendapatkan hal itu dari sisi-Ku?”
336
50. MEMBANTU HAJAT SAUDARA SESAMA MUSLIM

Allah S.W.T. berfirman:


َ َ‫ان َواتَّقُوا ّللاَ ِإ َّن ّللا‬
ِ ‫شدِيدُ ال ِعقَا‬
)٢( ‫ب‬ ِ ‫بر َوالتَّق َوى َولَ تَ َع َاونُوا َعلَى‬
ِ ‫اإلث ِم َوالعُد َو‬ ِ ‫َوت َ َع َاونُوا َعلَى ال‬
Artinya:
“Dan tolong-menolonglah anda di dalam kebaikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam keadaan berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah S.W.T, sesungguhnya Allah S.W.T amat
berat siksanya.” (QS. Al-Maidah: 2).
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang berjalan
dalam kerangka untuk menolong dan memberikan kemanfaatan kepada
saudaranya, maka baginya pahala seperti orang-orang yang berperang di
jalan Allah S.W.T.” Rasulullah S.A.W. bersabda, “Sesungguhnya Allah
S.W.T mempunyai beberapa makhluk yang diciptakan-Nya dalam kerangka
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia. Dia bersumpah pada Dzat-
Nya untuk tidak meyiksa mereka dengan neraka. Apabila telah datang hari
kiamat, diletakkanlah mimbar-mimbar dari cahaya untuk mereka, mereka
berbicara dengan Allah S.W.T. sementara manusia masih berada dalam
hisab.”
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang berjalan dalam
rangka untuk memenuhi suatu kebutuhan saudaranya sesama muslimnya,
sehingga kebutuhannya menjadi terpenuhi atau tidak, maka Allah S.W.T
mengampuni dosa yang telah lalu dan yang akan datang, lebih dari itu
ditulis baginya dua pembebasan, yaitu bebas dari neraka dan bebas dari
kemunafikan.”
Abu Nu’aim meriwayatkan dalam Al-Hilyah, bahwa Rasulullah
S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang memenuhi suatu kebutuhan bagi
saudaranya yang muslim, maka aku akan berdiri di samping timbangan
amalnya. Jika amal kebaikannya yang menang, maka sudahlah begitu dan
jika tidak aku akan memberi syafaat padanya.”
Dari Anas, dia berkata, Rasulullah S.A.W. bersabda: “Barangsiapa
yang berjalan dalam kerangka untuk memenuhi kebutuhan saudaranya
sesama muslim, maka setiap langkah kakinya Allah S.W.T akan menulis
untuknya tujuh puluh kebaikan dan menghapus darinya tujuh puluh
kejahatan. Jika kebutuhan saudaranya itu terpenuhi, maka dia keluar dari
dosa-dosanya seperti pada hari ibunya melahirkannya, dan jika dia mati
pada pertengahan itu, maka dia akan masuk surga tanpa hisab.”
Dari Ibnu Abbas ra. dia berkata, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Barangsiapa yang keluar bersama saudara muslimnya untuk suatu hajat
saudaranya itu, lalu dia menasehatinya mengenai hajatnya itu, maka Allah
337
S.W.T akan menjadikan antrara dia dan neraka tujuh buah parit, jarak antara
satu parit dengan satu parit yang lain jarak jauhnya antara langit dan bumi.”
Dari Ibnu Umar ra. dia berkata, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Sesungguhnya Allah S.W.T memiliki beberapa kenikmatan yang diletakkan
dihadapan beberapa kaum. Dia menetapkan dan menyediakan kenikmatan
itu di samping mereka, selama mereka peduli terhadap kebutuhan-kebutuhan
manusia, sebelum mereka jemu untuk memberikan bantuan. Apabila mereka
telah bosan, maka Allah S.W.T akan memindahkan kenikmatan itu kepada
selain mereka.”
Dan Abu Hurairah ra. ia berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
bersabda: “Tahukah anda apa yang dikatakan serigala dalam kaumannya?”
Mereka menjawab: “Allah S.W.T dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.”
Beliau bersabda: “Dia itu ialah orang yang berkata, ya Allah S.W.T
janganlah Engkau kuasakan kepadaku seorangpun dari orang-orang yang
ahli kebaikan.”
Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib ra., suatu hadis yang dinilainya
marfu’: “Apabila anda menghendaki sesuatu, hendaklah anda berangkat pada
hari Kamis dan hendaklah waktu keluar dari tempat tinggal anda membaca
ayat terakhir dari surat Ali-Imran, ayat Kursi, surat Innaa Anzalnaahu Fii
Lailatil Qadr (Al-Qadr), dan Ummul Kitab (Al-Fatihah). Karena dalam
surat-surat itu terdapat kebutuhan-kebutuhan dunia dan akhirat.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Al-Hasan ra., ia berkata: “Aku
datang di depan pintu Umar bin Abdul Aziz dalam suatu hajat, lalu ia
berkata: ‘Jika anda mempunyai keperluan kepadaku, maka utuslah seorang
kurir atau kirimlah surat padaku. Karena sesungguhnya aku malu kepada
Allah S.W.T kalau Dia melihat anda mengetuk pintu.” Dari Ali bin Abu
Thalib ra., sesungguhnya dia berkata: “Demi Tuhan yang pendengaran-Nya
meliputi segala macam suara, tidaklah ada seorang pun yang memasukkan
kegembiraan dalam suatu hati, kecuali Allah S.W.T akan menjadikan
kegembiraan itu sebagai belas kasih. Lalu apabila datang sebuah bencana di
hatinya berlarilah belas kasih itu menyambut bencana, sebagaimana air
terjun, sehingga bencana itu menjadi bertolak, sebagaimana dihalanginya
unta asing dari sekumpulan unta.”
Ali bin Abu Thalib juga berkata: “Terbengkalainya suatu hajat adalah
lebih ringan daripada mencarinya kepada orang yang bukan ahlinya.” Ali bin
Abu Thalib berkata lagi: “Janganlah engkau memperbanyak kebutuhan pada
saudaranya, karena sesungguhnya anak lembu apabila terlalu menghisap
puting susu induknya tentu induk itu akan menanduknya.”
Alangkah bagusnya ucapan seorang penyair:
“Janganlah sekali-kali anda memutuskan kebiasaan berbuat kebaikan dari
seseorang, selagi anda mampu dan hari-hari ini tetap datang silih berganti.
338
Dan ingatlah akan keutamaan perbuatan Allah S.W.T, jika Ia menghendaki
membalik posisi anda tengadakan hajat itu di hadapan manusia.”
Demikian pula ucapan yang lain:
“Penuhilah beberapa kebutuhan seseorang selagi anda mampu dan jadilah
anda sebagai orang yang menggembirakan kesusahan saudara anda. Maka
sungguh sebaik-baiknya hari bagi seorang pemuda adalah hari yang di
dalamnya dia dapat memenuhi beberapa kebutuhan orang lain.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Sungguh beruntung orang yang
dapat menghadirkan kebaikan di hadapan seseorang, dan sungguh celaka
orang yang menghadirkan kejahatan di hadapan seseorang.”

51. KEUTAMAAN WUDHU

Rasulullah S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang mengambil wudhu, lalu


memperbaiki wudhunya, kemudian shalat dua rakaat, tanpa terbersit
pembicaraan di dalam hatinya sesuatupun dari segala urusan dunia, dalam
dua rakaat itu, maka dia akan terbebas dari dosa-dosanya seperti pada saat
ibunya melahirkan.” Dan dalam riwayat lain dikatakan: “Dan dia tidak lalai
selama dalam dua rakaat itu, maka diampunilah dosanya yang telah lalu.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Maukah anda aku ceritakan suatu
amalan, dengannya Allah S.W.T akan menghapuskan beberapa kasalahan
dan mengangkat beberapa derajat? Yaitu amalan menyempurnakan wudhu
dalam keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan (amat dingin);
melangkahkan kaki berjalan menuju ke masjid; menunggu shalat setelah
mengerjakan shalat. Itulah yang dinamakan ribath (ketangguhan).” Kalimat
ini dikatakan beliau sampai tiga kali.
Nabi Muhammad S.A.W. berwudhu sekali, sekali, lalu bersabda: “Inilah
wudhu, Allah S.W.T tidak akan menerima shalat kecuali dengannya.” Beliau
wudhu dua kali, dua kali lalu bersabda: “Barangsiapa yang wudhu dua kali,
dua kali, maka Allah S.W.T akan memberi pahalanya dua kali.” Dan beliau
berwudhu tiga kali, tiga kali, lalu bersabda: “Inilah wudhuku dan wudhu
nabi-nabi sebelumku serta wudhu kekasih Tuhan Yang Maha Pengasih,
Ibrahim as.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
‫ب ال َما َء‬
َ ‫صا‬ َ ُ‫سدَهُ ُكلَّﮫُ َو َمن لَم يَذ ُك ُرهللاَ لَم ي‬
َ َ ‫ط ِﮭر ِمنﮫُ الَّ َما ا‬ َ ‫َمن ذَك ََرهللاَ ِعندَ ُوضُوئِ ِﮫ‬
َ ‫ط َّﮭ َرهللاُ َج‬
Artinya:
“Barangsiapa yang dzikir kepada Allah S.W.T ketika wudhu, maka Allah
S.W.T mensucikan seluruh jasadnya. Sementara barangsiapa yang tidak
berdzikir kepada Allah S.W.T ketika berwudhu, maka Allah S.W.T tidak
mensucikannya sebab wudhu itu, kecuali apa yang terkena air.”

339
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang wudhu dalam
keadaan masih suci (sebelum batal), maka Allah S.W.T akan menulis
sepuluh kali kebaikan baginya dengan wudhu itu.” Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda: “Wudhu di atas wudhu yang lain (berwudhu lagi sebelum batal),
adalah cahaya di atas cahaya lain.” Semua ini dimasukkan sebagai anjuran
untuk memperbaharui wudhu.
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Apabila seorang muslim
mengambil wudhu, lalu berkumur, maka keluarlah kesalahan-kesalahan dari
mulutnya. Ketika ia menyemburkan air dari hidung, maka keluarlah
kesalahan-kesalahan dari lubang hidungnya. Ketika ia membasuh wajah,
maka kesalahan-kesalahannya menjadi keluar dan berjatuhan dari
wajahnya, sehingga keluar dari tepi-tepi kedua matanya. Ketika ia
membasuh kedua tangannya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan dari
kedua tangannya itu, sehingga keluar lewat bawah kuku-kukunya. Ketika ia
mengusap kepalanya , maka keluarlah kesalahan-kesalahan dari kepalanya,
sehingga keluar lewat bawah telinganya. Dan ketika membasuh kedua
kakinya, maka keluarlah kesalahan-kesalahannya dari kedua kaki, sehingga
keluar lewat bawah kuku kedua kakinya itu. Kemudian perjalanannya ke
masjid dan shalatnya merupakan ibadah sunat baginya.
Diriwayatkan, sesungguhnya orang yang suci adalah seperti orang yang
berpuasa. Nabi S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang wudhu dan
memperbaiki wudhunya, kemudian menengadahkan pandangannya ke langit
dan membaca:
ُ ‫سولُﮫ‬
ُ ‫اَش َﮭدُاَن لَاِلَﮫَ اِلَّاِهللُ َوحدَهُ لَش َِريكَ لَﮫُ َواَش َﮭدُ ا َ َّن ُم َح َّمدًا َعبدُهُ َو َر‬

Artinya:
“Aku bersaksi, sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Allah S.W.T Yang
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad
S.A.W adalah hamba dan Rasul-Nya.”
Maka dibukalah baginya delapan pintu surga, sehingga dia dapat dengan
leluasa masuk ke dalam surga melalui pintu yang ia sukai dari pintu-pintu
itu. Umar ra. berkata: “Sesungguhnya wudhu yang baik dengan menghalangi
syaitan dari anda.” Mujahid berkata: “Barangsiapa yang mampu semalaman
dalam keadaan suci, berdzikir, dan memohon ampunan, maka hendaklah ia
melakukannya. Karena sesungguhnya ruh-ruh ini akan dibangkitkan dalam
keadaan sebagaimana saat dia dicabut.”
Diriwayatkan, sesungguhnya Umar bin Al-Khaththab ra. mengirim
seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah S.A.W. ke Mesir untuk suatu
keperluan yang berkaitan dengan kiswah Ka’bah, lalu laki-laki itu singgah
pada sesuatu daerah Syam di sisi kuil seorang pendeta di antara pendeta-
pendeta yang ada di sana, dan tidak seorang pendeta pun yang lebih alim
340
selain dia. Utusan Umar itu tertarik untuk menemuinya dan ingin mendengar
akan ilmunya. Utusan Umar lalu mendatangi pendeta itu dan mengetuk pintu
rumahnya, tetapi tidak dibukakan dalam waktu yang cukup lama. Kemudian
utusan Umar dapat bertemu dengan salah seorang pendeta itu, lalu dia
bertanya, karena ingin mendengarkan sesuatu darinya, kalau-kalau ada
sesuatu yang istimewa. Benarlah ilmu pendeta itu mengagumkannya. Lalu
utusan umar, mengemukakan pada pendeta itu tentang dirinya yang tertahan
di pintu cukup lama. Pendeta itu berkata: “Sesungguhnya kami telah melihat
anda, ketika anda bergegas menuju pada kami. Kami khawatir kedatangan
anda membawa misi dari penguasa yang menakuti-nakuti kami. Dan kami
menahan anda di depan pintu itu karena Allah S.W.T. telah berfirman kepada
Musa: “Hai Musa, apabila anda takut kepada sulthan (penguasa), maka
wudhulah dan perintahkan keluargamu untuk wudhu, karena sesungguhnya
barangsiapa yang mempunyai wudhu, maka dia berada dalam keamanan-Ku
dari apa yang dia takutkan.” Maka kami mengunci pintu karena kedatangan
anda, sehingga kami dan semua orang yang ada di rumah dapat mengambil
wudhu, lalu kami shalat dan kami telah merasa aman dari anda, setelah
semua itu, barulah kami membukakan pintu buat anda.”

52. FADHILAH SHALAT

Shalat merupakan ibadah yang paling utama, maka kami perlu


pembahasannya kembali di samping pembahasan dalam bab terdahulu,
dengan mengikuti kitab Allah S.W.T yang agung (Al-Qur’an). Melengkapi
keterangan akan keutamaan shalat yang telah kami sebutkan di depan, di sini
kami tambahkan sabda Nabi Muhammad S.A.W. sebagai berikut: “Tidaklah
seorang hamba diberi pemberian yang lebih baik daripada dia diberi shalat
dua rakaat yang ia kerjakannya.”
Muhammad bin Sirrin berkata: “Seandainya aku disuruh memilih antara
shalat dua rakaat dan surga tentu aku memilih shalat dua rakaat itu, karena
sesungguhnya dalam shalat dua rakaat itu terdapat ridha Allah S.W.T.,
sedang di dalam surga terdapat ridha-Ku (Allah S.W.T).” Dikatakan,
sesungguhnya ketika Allah S.W.T. menciptakan tujuh langit, Dia
memenuhinya dengan malaikat-malaikat dan memerintah pada mereka untuk
mengerjakan ibadah shalat, dan mereka tidak pernah berhenti sesaat pun
untuk meninggalkannya.
Allah S.W.T. menjadikan bagi setiap penghuni langit satu bentuk ibadah.
Ada penghuni langit yang berdiri tegak mengambil posisi siaga penuh
menunggu perintah peniup sangkakala, ada penghuni langit terus menerus
ruku’, ada yang selalu sujud dan ada pula penghuni langit yang
merendahkan sayap-sayapnya karena takut pada Allah S.W.T. Penghuni
341
Illiyyiin dan penghuni Arasy selalu berdiri mengelilingi sekitar Arasy,dengan
membaca tasbih memaha sucikan dan memuji kebesaran Tuhan dan
memohon ampun buat penduduk bumi. Kemudian Allah S.W.T
mengumpulkan mereka dalam sebuah shalat sebagai bentuk penghormatan
dan kemuliaan bagi orang-orang mukmin. Sehingga orang-orang yang
beriman akan mendapatkan bagian dari ibadah penghuni semua langit itu.
dan Allah S.W.T menambahkan keterangan dalam Al-Qur’an, bahwa mereka
membaca Al-Qur’an dalam shalat itu, lalu Allah S.W.T menganjurkan
mereka untuk mensyukurinya. Sedangkan cara mensyukurinya dengan
mendirikan shalat sesuai syarat dan ketentuan-ketentuannya.
Allah S.W.T. berfirman:
)٣( َ‫صالة َ َو ِم َّما َرزَ قنَاﮪُم يُن ِفقُون‬ ِ ‫الَّذِينَ يُؤ ِمنُونَ ِبالغَي‬
َّ ‫ب َويُ ِقي ُمونَ ال‬
Artinya:
“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat
dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka.”
(QS. Al-Baqarah: 3).
Dia berfirman: “Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berikanlah pinjaman kepada Allah S.W.T pinjaman yang baik. Dan kebaikan
apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasannya) di sisi Allah S.W.T sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampun kepada Allah S.W.T;
sesungguhnya Allah S.W.T Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Muzzammli: 20).
Firman Allah S.W.T: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua
tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang
ingat.” (QS. Hud: 114).
Dan firman Allah S.W.T. : “Dan orang-orang yang mendirkan
shalat, menunaikan zakat dan yang beriman kepada Allah S.W.T dan hari
kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka
pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’: 162).
Anda tidak menemukan penjelasan tentang shalat di dalam ayat-ayat
yang di turunkan pada beberapa tempat dalam Al-Qur’an melainkan selalu
disertai penjelasan perintah untuk mendirikannya. Tetapi perhatikan ketika
Allah S.W.T menjelaskan tentang sifat-sifat orang munafik.
Allah S.W.T. berfirman: “Maka celakalah bagi orang-orang yang
shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Maun: 4-5).
Dalam ayat tersebut Allah S.W.T menamakan mereka (orang-orang
munafik) dengan istilah al-mushallin (orang-orang yang shalat). Sementara
ketika Allah S.W.T menjelaskan shalat bagi orang-orang yang beriman, Ia
342
menggunakan istilah al-muqiimiina (orang-orang yang mendirikan shalat).
Dari hal tersebut dapat diketahui, sesungguhnya orang-orang yang shalat itu
sangat banyak, sementara orang-orang yang mendirikan shalat, sangatlah
sedikit. Orang-orang yang lalai, mereka mengerjakan amal-amal hanya atas
dorongan kebiasaan, tanpa mengingat pada hari dihadapkannya amal-amal
kepada Allah S.W.T, apakah amal-amal itu diterima atau justru ditolak.
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya di antara anda
ada orang yang shalat dengan sebuah shalat dan tidak ditulis shalatnya,
kecuali hanya sepertiga, seperempat, seperlima, atau seperenamnya saja,
hingga beliau menyebutkan sepersepuluhnya saja. Yakni sesungguhnya
tidaklah ditulis shalatnya itu kecuali apa yang dia angan-angankan.”
Diriwayatkan, sesungguhnya Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
“Barangsiapa yang shalat dua rakaat dalam keadaan menghadap kepada
Allah S.W.T dengan sepenuh hatinya, maka dia terlepas dari dosa-dosanya
seperti pada saat ia dilahirkan ibunya.” Sesungguhnya keagungan shalat
seorang hamba hanyalah karena menghadap kepada Allah S.W.T, maka
apabila dia tidak menghadap kepada Allah S.W.T dalam shalatnya, bahkan
hatinya berbicara dengan hal-hal lain, tidak khusyu’, maka dia bagaikan
orang yang berdiri di hadapan pintu seorang raja untuk memohon ampun dari
kesalahan dan kekhilafannya, tetapi ketika berada di pintu raja, dia memang
berdiri dihadapan raja itu tetapi dia menoleh ke kanan dan ke kiri sibuk
dengan urusannya sendiri, lalai terhadap apa yang menjadi tujuannya,
sehingga raja itu pun tidak memenuhi kebutuhannya. Sang raja hanya akan
menerima dan mengabulkan menurut kadar perhatian orang itu. demikian
pula halnya dengan shalat, kalau seorang hamba mengerjakan shalat tidak
khusyu’, tentu shalat itu tidak diterima.
Ketahuilah bahwa perumpamaan shalat seperti sebuah pesta yang
diadakan oleh raja. Dalam pesta itu raja menyediakan segala macam
hidangan makanan dan minuman. Pada setiap makanan dan minuman itu
terdapat kelezatan dan manfaat. Lalu raja mengundang manusia ke pesta itu.
Demikian pula dengan shalat, Tuhan mengundang mereka menghadiri shalat
dan Dia menyediakan beberapa perbuatan yang bermacam-macam dan juga
beberapa dzikir yang beraneka ragam. Dengan hal yang beraneka ragam dan
bermacam-macam itu agar manusia beribadah dan menikmatinya dengan
penuh kelezatan. Dalam permisalan tersebut perbuatan-perbuatan itu di
umpamakan sebagai aneka macam makanan, sedangkan dzikir-dzikir itu
diumpamakan bagaikan macam-macam minuman.
Sungguh telah dikatakan, bahwa di dalam shalat terdapat dua belas
ribu hal. Kemudian dua belas ribu itu dikumpulkan dalam dua belas hal.
Karenanya, barangsiapa yang menghendaki shalat, harus memelihara dua

343
belas hal itu agar shalatnya menjadi sempurna. Enam hal sebelum
mengerjakan shalat dan enam hal lagi di dalam shalat, yaitu:
1. Ilmu, karena Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Amal sedikit
disertai ilmu, lebih baik daripada amal banyak dalam kebodohan
(tanpa di landasi ilmu).”
2. Wudhu, karena Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Tidak ada
shalat yang sah kecuali dalam kondisi suci (dari hadats).”
3. Berpakaian, karena firman Allah S.W.T.: “Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf:
31). Yakni pakailah pakaian anda di setiap shalat.
4. Memelihara waktu shalat, karena firman Allah S.W.T.:
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 103).
5. Menghadap kiblat, karena firman Allah S.W.T Azza wa Jalla : “Dan
dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke
arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada,
maka palingkanlah wajahmu ke arahnya.” (QS Al-Baqarah : 150).
6. Niat, karena sabda Nabi Muhammad S.A.W.: “Sesungguhnya semua
amal berdasarkan atas niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang
menurut apa yang dia niatkan.”
7. Takbiratul ikhram, karena sabda Nabi Muhammad S.A.W.:
“Keharaman shalat adalah takbir (setelah takbir haram melakukan
hal-hal di luar ketentuan shalat) dan kehalalannya adalah dengan
salam (setelah salam barulah halal melakukan aktivitas yang semula
diharamkan dilakukan di dalam shalat).”
8. Berdiri, karena firman Allah S.W.T Azza wa Jalla: “Peliharalah
semua shalatmu dan peliharalah shalat Wustha. Berdirilah untuk
Allah S.W.T (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah:
238). Yakni shalatlah dengan berdiri.
9. Membaca surat Al-Fatihah, karena firman Allah S.W.T.: “Maka
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an.” (QS. Al-
Muzzammli: 20).
10. Ruku’, karena firman Allah S.W.T Azza wa Jalla : “Dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah shalat dan ruku’lah beserta orang-orang yang
ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43).
11. Sujud, karena firman Allah S.W.T Azza wa Jalla: “Hai orang-orang
yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu
dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”
(QS. Al-Hajj: 77).

344
12. Duduk, karena sabda Nabi Muhammad S.A.W.: “Ketika seorang
laki-laki mengangkat kepalanya dari sujud terakhir dan duduk
tasyahud, maka benar-benar telah sempurna shalatnya.”
Apabila dua belas hal di atas telah dikerjakan, maka dibutuhkan kunci
penutupnya yaitu keikhlasan, agar menjadi sempurna. Karena Allah S.W.T.
berfirman: “Maka sembahlah Allah S.W.T dengan memurnikan ibadah
kepada-Nya.” (QS. Al-Mu’min: 14).
Adapun mengenai ilmu, ada tiga macam bentuk.
1. Harus mengetahui yang fardhu dan yang sunnah.
2. Harus mengetahui apa yang ada dalam wudhu, mengenai kefardhuan
dan kesunatannya, karena hal itu termasuk kesempurnaan shalat.
3. Mengetahui tipu daya syaitan, lalu berbuat untuk memeranginya
dengan sungguh-sungguh.
Sedangkan kesempurnaan wudhu ada tiga macam, yaitu:
1. Anda harus mensucikan hati dari dendam dan dengki serta penipuan.
2. Membersihkan badan dari dosa.
3. Membasuh anggota-anggota wudhu dengan basuhan yang sempurna,
tanpa berlebihan dalam menggunakan air.
Sedangkan mengenai pakaian, kesempurnaannya hendaklah memenuhi
tiga kriteria, yaitu:
1. Berasal dari halal.
2. Harus suci dari najis.
3. Harus sesuai dengan sunnah, pemakaiannya tidak disertai rasa
sombong dan takabur.
Untuk dapat memelihara dan menjaga waktu shalat dengan baik dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Perhatikan pandangan pada matahari, bulan, dan bintang-bintang
serta selalu mengamati datangnya waktu.
2. Pusatkan pendengaran anda pada panggilan azan.
3. Hendaklah hati anda senantiasa memperhatikan kepada waktu.
Kesempurnaan menghadap kiblat terdapat pada tiga hal, yaitu:
1. Hadapkan wajah anda ke kiblat.
2. Hadapkan hati anda sepenuhnya kepada Allah S.W.T.
3. Hendaklah anda merendahkan diri dengan penuh kekhusyu’an.
Sementara kesempurnaan niat terdapat pada tiga hal, yaitu:
1. Anda harus mengetahui hendak melakukan shalat apa.
2. Anda harus tahu dan menyadari, seungguhnya anda sedang berdiri di
hadapan Allah S.W.T., Dia melihat anda, dengan begitu anda menjadi
bersikap sempurna, penuh ketakutan dan fokus kepada-Nya.
3. Anda harus mengetahui, sesungguhnya Dia mengetahui apa yang ada
dalam hati anda, sehingga hal ini menjadi motivasi anda untuk
345
mengosongkan hati dari hal-hal duniawi yang akan mengganggu
konsentrasi.
Kesempurnaan takbir terdapat pada tiga hal.
1. Hendaklah anda bertakbir dengan takbir secara benar dan pasti.
2. Hendaklah anda mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua daun
telinga anda.
3. Hendaklah anda menghadirkan hati sepenuhnya, sehingga anda
bertakbir dengan penuh pengagungan kepada-Nya.
Adapun kesempurnaan berdiri terdapat pada tiga hal, yaitu:
1. Tundukkan pandangan anda ke tempat sujud.
2. Pusatkan hati anda menghadap kepada Allah S.W.T.
3. Janganlah anda menoleh ke kanan dan ke kiri.
Sedangkan kesempurnaan bacaan terdapat pada tiga hal, yaitu:
1. Hendaklah anda membaca surat Al-Fatihah dengan bacaan yang
benar, secara tartil dan tanpa terbata-bata sehingga keliru bacaannya.
2. Anda harus membaca dengan penuh perenungan dan penghayatan
akan arti yang dikandungnya.
3. Hendaklah anda mengamalkan apa yang anda baca.
Kesempurnaan ruku’ ada tiga hal, yaitu:
1. Bentangkan punggung anda secara lurus horizontal tidak miring dan
tidak pula menonjol ke atas.
2. Letakkan kedua tangan anda pada kedua lutut dengan bertumpu
padanya, sedikit merenggangkan jari jemarinya.
3. Thuma’ninah (tenang beberapa jenak) disertai membaca tasbih
dengan penuh pengagungan dan memuliakan-Nya.
Sementara kesempurnaan sujud ada tiga hal, yaitu:
1. Letakkan kedua telapak tangan anda sejajar dengan kedua telinga
anda.
2. Janganlah anda memperlebar kedua siku.
3. Thuma’ninah dan membaca tasbih dengan mengagungkan-Nya.
Adapun kesempurnaan duduk ada tiga hal, yaitu:
1. Hendaklah anda duduk di atas kaki kiri dan menegakkan telapak kaki
kanan.
2. Membaca tasyahud dengan penuh pengagungan dan berdoa untuk
diri anda sendiri dan untuk orang-orang muslim.
3. Salam dengan sempurna.
Adapun kesempurnaan harus dilakukan dengan niat yang benar dari
dalam hati anda, bahwa salam anda itu ditujukan kepada orang yang ada
disebelah kanan anda, baik malaikat Hafazhah, dan manusia laki-laki
maupun wanita. Demikian pula yang kedua, kearah kiri. Dan janganlah
pandangan anda melampaui kedua pundak anda.
346
Sedangkan kesempurnaan ikhlas terdapat pada tiga hal, yaitu:
1. Anda melakukan shalat untuk mencari keridhaan Allah S.W.T.
semata, dan janganlah anda mengharap keridhaan manusia.
2. Hendaklah anda melihat dan menangkap taufiq dari Allah S.W.T.
3. Anda harus memelihara shalat itu, sehingga anda membawanya pada
hari kiamat. Karena Allah S.W.T. telah berfirman: “Barangsiapa
yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala)
yang lebih baik daripada kebaikannya itu.” (QS. Al-Qashash: 84).
Dalam ayat ini, Allah S.W.T tidak berfirman: “Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan.”

53. KEDAHSYATAN HARI KIAMAT

Diriwayatkan, bahwa Aisyah ra., berkata: “Aku bertanya, ya Rasulullah!


Apakah seorang kekasih bisa mengingat kekasihnya pada hari kiamat?”
Beliau bersabda: “Ketika berada di tiga tempat, tidak bisa. Yaitu, pada saat
penimbangan amal (mizam), perhatiannya terfokus pada apakah timbangan
amalnya ringan ataukah berat: ketika catatan-catatan amal beterbangan,
adakalanya buku catatan amalnya itu diterimakan dengan tangan kanannya
atau diberikan dengan tangan kirinya; ketika seekor ular raksasa keluar dari
neraka, lalu melilit mereka, seraya berkata: ‘Aku diserahi mandat untuk
menyiksa tiga orang, yaitu orang yang berdoa meminta sesuatu kepada
Tuhan lain selain Allah S.W.T; orang yang sewenang-wenang lagi keras
kepala; dan orang yang tidak beriman dengan hari perlindungan. Lalu ular
itu melilit mereka lalu melemparkannya ke dalam kesengsaraan-
kesengsaraan neraka Jahannam. Sementara di dalam neraka Jahannam
terdapat jembatan yang lebih kecil daripada rambut dan lebih tajam
daripada pedang. Pada jembatan itu terdapat ranjau-ranjau dan berduri.
(Namun demikian) ada manusia lewat diatasnya seperti kilat yang
menyambar dan seperti angin yang dahsyat....(Al-Hadits).
Abu Hurairah ra. berkata, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda: “Ketika
Allah S.W.T selesai menciptakan langit dan bumi Dia menciptakan shur
(sangkakala), lalu Dia memberikannya kepada Israfil. Israfil meletakkan
pada mulutnya dengan melepas dan menatapkan pandangannya ke Arasy,
untuk menunggu sewaktu-waktu diperintahkan untuk meniupnya.” Abu
Hurairah ra., berkata: “Ya Rasulullah, apa shur itu? Beliau bersabda:
“Sangat besar diameternya, Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan
benar sebagai seorang Nabi, sungguh besar diameternya seperti luas langit
dan bumi. Shur itu akan ditiup tiga kali tiupan. Sekali tiupan untuk Faza’
(keterkejutan), sekali tiupan untuk Sha’iq (kematian), dan sekali tiupan lagi
untuk Ba’ts (kebangkitan). Maka keluarlah ruh-ruh, seakan-akan ruh-ruh itu
347
lebah yang telah berterbangan memenuhi ruang antara langit dan bumi.
Dan masukkan mereka ke dalam tubuh-tubuh melalui lubang-lubang
hidung.” Kemudian Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Aku adalah orang
yang pertama kali mengetahui bumi terbelah.”
Di dalam khabar (hadis) lain dijelaskan, bahwa ketika Allah S.W.T
menghidupkan Jibril, Mikail dan Israfil, mereka bertiga turun ke makam
Nabi Muhammad S.A.W. Mereka datang dengan mempersiapkan Buraq dan
pakaian-pakaian dari surga buat beliau. Lalu bumi menjadi terbelah
menampakkan beliau. Nabi Muhammad S.A.W. memandang kepada
Malaikat Jibril dan bertanya: “Ya Jibril, hari apa ini?” Jibril berkata pada
beliau: “ Ini adalah hari kiamat, hari Al-Haqqah (kiamat), ini adalah hari Al-
Qaari’ah (hari kiamat yang menggemparkan).” Beliau bertanya lagi: “Apa
yang diperbuat Allah S.W.T terhadap umatku?” Jibril berkata kepada beliau:
“Bergembiralah, sesungguhnya anda adalah orang pertama kali yang
menyaksikan bumi menjadi terbelah.”
Abu Hurairah ra. meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda: “Sesungguhnya Allah S.W.T. berfirman: Hai golongan jin dan
manusia, sesungguhnya Aku telah memberikan nasehat baik kepada kalian
semua. Sesungguhnya status anda hanya akan ditentukan oleh amal-amal
anda yang kesemuanya telah tercatat di dalam lembaran-lembaran catatan
kitab amal anda. Maka barangsiapa yang menemukannya baik, hendaklah
dia memuji Allah S.W.T. sementara barangsiapa yang menemukannya selain
itu, janganlah dia sekali-kali memaki kecuali kepada dirinya sendiri.”
Disebutkan dari Yahya bin Mu’adz Ar-Razi, sesungguhnya telah
dibacakan dalam suatu majlisnya mengenai firman Allah S.W.T. sebagai
berikut: “(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang
takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang
terhormat (dengan mengendarai kendaraan). Dan Kami akan menghalau
orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam kedaan dahaga.”
(QS. Maryam: 85-86). Yakni, dengan berjalan kaki dan dalam keadaan
dahaga.
Yahya bin Mu’adz berkata: “Wahai sekalian manusia, perlahan-lahan,
tapi pasti anda kelak pada hari kiamat akan dihimpun ke suatu tempat
(mauqif), anda semua akan datang dari berbagai arah dan sisi-sisi secara
berkelompok-kelompok; anda berdiri di hadapan Allah S.W.T sendiri-
sendiri; anda ditanya tentang amal perbuatan yang anda kerjakan secara
mendetail huruf demi huruf. Para kekasih Allah S.W.T akan dibimbing ke
hadapan Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai utusan-utusan yang terhormat,
sementara orang-orang yang durhaka yang mendapat azab Allah S.W.T
dalam keadaan haus dan dahaga, lalu masuk ke dalam neraka Jahannam
dengan berkelompok-kelompok. Wahai saudara-saudaraku, di hadapan anda
348
terdapat suatu hari yang ukurannya menurut perhitungan anda. Lima puluh
tahun lamanya; hari ar-raajifah (tiupan pertama yang mengguncangkan
alam); hari al-aazifah (kiamat); hari manusia berdiri menghadap Tuhan
semesta alam; hari kekecewaan dan penyesalan; hari pemeriksaan dan
perhitungan secara tuntas; hari pertanyaan; hari teriakan; hari al-haaqqah
(hari kiamat yang benar terjadi); hari al-qaari’ah (hari kiamat yang
menggemparkan); hari manusia dibangkitkan kembali; hari seseorang
melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; hari diperlihatkan
semua kesalahan; hari wajah-wajah menjadi putih bersinar; sementara wajah-
wajah yang lain menjadi gelap hitam pekat; hari harta dan anak laki-laki
tidak berguna lagi, kecuali orang-orang yang menghadap Allah S.W.T
dengan hati yang bersih; dan hari, tidak berguna lagi orang-orang yang
zalim, mereka mendapat laknat dan bagi mereka perkampungan yang
buruk.”
Muqatil bin Sulaiman berkata: “Semua makhluk-makhluk ini, akan
berdiam dan tak bicara pada hari kiamat selama seratus tahun; seratus tahun
dalam kegelapan kebingungan; seratus tahun lagi berdesak-desakan satu
sama lain dihadapan Tuhan berbantah-bantahan. Dan sesungguhnya satu hari
pada hari kiamat, panjangnya selama lima puluh ribu tahun menurut
perhitungan hari anda di dunia, tetapi bagi orang mukmin yang ikhlas akan
dapat melaluinya dengan ringan dan enteng, sebagaimana tidak merasa
keberatan menunaikan shalat maktubah (shalat wajib lima waktu).”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Tidak akan beranjak melangkah
kedua kaki seorang hamba, hingga dia ditanya akan empat hal, yaitu:
Mengenai umurnya, untuk apa dihabiskan?; Mengenai tubuhnya, untuk apa
dia gunakan hingga menemui binasanya?; Mengenai ilmunya, dalam hal
apa ilmunya diamalkan; Mengenai hartanya, diperoleh dari mana dan untuk
apa dia membelanjakannya?”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. bahwa Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda: “Tidak seorang Nabi pun kecuali memiliki doa yang mustajabah
(terkabul), lalu dia menyegerakan (menghendaki) doanya dikabulkan di
dunia. Tetapi sesungguhnya aku sendiri telah menyimpan doaku sebagai
syafa’at buat umatku kelak pada hari kiamat.” Ya Allah S.W.T,
terimakanlah pemberian syafaat beliau pada kami dengan keagungan beliau
disisi-Mu. Semoga Allah S.W.T mencurahkan shalawat dan salam pada Nabi
S.A.W., pada keluarga dan sahabat-sahabat beliau, amin.

54. ANTARA SIFAT NERAKA JAHANNAM DAN MIZAM

Adapun mengenai sifat neraka Jahannam-semoga Allah S.W.T


melindungi dan menyelamatkan kita dari neraka Jahannam, dengan anugerah
349
dan kemuliaan-Nya-, sebagaimana dijelaskan dalam suatu riwayat hadis
berikut ini: “Sesungguhnya kondisi neraka Jahannam itu adalah hitam pekat,
tidak ada sinar cahaya dan tidak pula api menyala. Ia memiliki tujuh buah
pintu, dalam setiap pintu terdapat tujuh puluh ribu gunung. Setiap gunung
terdapat tujuh puluh ribu lereng dari api. Setiap lereng terdapat tujuh puluh
ribu jurang (lembah) dari api. Setiap jurang mempunyai tujuh puluh ribu
istana (gedung) dari api. Setiap istana api, terdapat tujuh puluh ribu kamar
dari api. Setiap kamar terdapat tujuh puluh ribu ular dan tujuh puluh ribu
kalajengking, setiap kalajengking memiliki tujuh puluh ribu ekor. Setiap
ekor memiliki tujuh puluh ribu ruas, pada setiap ruas terdapat tujuh puluh
ribu qullah (alat penyengat) yang berbisa. Apabila hari kiamat tiba dibukalah
pintu yang menutupi Jahannam itu, lalu kepulan asap keluar berarak-arakan
mengepung disebelah kanan jin dan manusia, sebuah kepulan asap
mengepung di sebelah kiri, di muka dan di belakang mereka. Apabila jin dan
manusia memandang kepulan itu mereka berlutut, sambil berteriak histeris,
memanggil manggil: Ya Allah S.W.T, selamatkanlah.”
Imam Muslim meriwayatkan, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Akan didatangkan pada hari kiamat neraka Jahannam, dia memiliki tujuh
puluh ribu kendali, setiap kendali terdapat tujuh puluh ribu malaikat yang
menariknya.” Di dalam hadis yang lain dijelaskan, bahwa Rasulullah S.A.W.
bersabda mengenai besarnya penjaga-penjaga Jahannam, sebagaimana yang
diisyaratkan dalam firman Allah S.W.T.:
‫ارة ُ َعلَي َﮭا َم َالئِكَة ِغ َالظ ِشدَاد َل‬ ً ‫س ُكم َوأَﮪ ِلي ُكم ن‬
ُ َّ‫َارا َوقُودُﮪَا الن‬
َ ‫اس َوال ِح َج‬ َ ُ‫يَا أَيُّ َﮭا الَّذِينَ آ َمنُوا قُوا أَنف‬
)٦( َ‫ّللاَ َما أ َ َم َرﮪُم َو َيفعَلونَ َما يُؤ َم ُرون‬
ُ َّ َ‫صون‬ ُ ‫يَع‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
S.W.T terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).
Mengenai besarnya digambarkan, bahwa setiap malaikat antara
pundak (bahu) yang satu dengan pundak (bahu) yang satunya, lebarnya
sejauh jarak perjalanan selama satu tahun dan masing-masing memiliki
kekuatan, yang seandainya dia pukulkan alat pemukul yang ada ditangannya
pada sebuah gunung tentu gunung itu menjadi hancur lebur.
Adapun firman Allah S.W.T.:
)٣٠( ‫َعلَي َﮭا تِسعَةَ َعش ََر‬
Artinya:
“Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).” (QS. Al-Mudatstsir:
30).

350
Yang dimaksud dengan para malaikat penjaga itu adalah pemimpin-
pemimpin malaikat Zabaniah, jika tidak demikian, maka malaikat neraka itu
tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah S.W.T. Perhatikan
firman Allah S.W.T dalam ayat selanjutnya: “Dan tidak Kami jadikan
penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan
bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir,
supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang-
orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang
diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu, dan supaya
orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir
(mengatakan): Apakah yang dikehendaki Allah S.W.T dengan bilangan ini
sebagai suatu perumpamaan? Demikianlah Allah S.W.T membiarkan sesat
orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu
melainkan Dia sendiri.” (QS. Al-Mudatstsir: 31).
Ketika Ibnu Abbas ra., ditanya mengenai luas Jahannam, dia berkata:
“Demi Allah S.W.T, aku tidak mengetahui berapa luasnya, tetapi telah
sampai pada kami, “Sesungguhnya antara daun telinga setiap malaikat
Zabaniah dengan pundaknya jaraknya sejauh perjalanan selama tujuh puluh
tahun. Dan sesungguhnya di neraka Jahannam itu terdapat beberapa jurang
yang mengalirkan nanah dan darah.
Di dalam hadis riwayat At-Tirmidzi, disebutkan: “Sesungguhnya
tebal setiap tembok dari tembok-tembok neraka adalah jarak perjalanan
selama empat puluh tahun.” Imam Muslim meriwayatkan, bahwa Rasulullah
S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya api anda di dunia ini adalah satu bagian
dari tujuh puluh bagian panas api neraka Jahannam.” Mereka berkata: “Ya
Rasulullah, api ini telah cukup membuat kami tidak tahan.” Beliau bersabda:
“Sesungguhnya api neraka lebih panas daripada api anda (di dunia) itu
dengan ukuran enam puluh sembilan bagian (kali lipat). Setiap satu bagian
(kelipatan) panasnya seperti panas api anda.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Seandainya seorang penghuni
Jahannam mengeluarkan telapak tangannya kepada penghuni dunia, tentu
akan membakar dunia karena panasnya. Dan seandainya seorang malaikat
penjaga Jahannam dikeluarkan ke dunia sehingga penghuni dunia
melihatnya, tentu matilah penghuni dunia karena kemurkaan Allah S.W.T.
yang ada pada malaikat itu.”
Imam Muslim dan yang lain meriwayatkan, sesungguhnya ketika
Rasulullah S.A.W. sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba terdengar
suara gemuruh, lalu Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Apakah anda
mengetahui gemuruh suara apa itu?” Kami berkata: “Allah S.W.T dan
Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Ini adalah sebuah
351
batu yang dilemparkan ke dalam neraka Jahannam sejak tujuh puluh tahun
yang lalu. Dan baru sekarang ia sampai ke dasarnya.”
Umar bin Al-Khaththab berkata: “Perbanyaklah mengingat neraka,
karena panasnya sangat dahsyat, dasarnya jatuh dan curam, belengu-
belengunya dari besi.” Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya neraka
mendapatkan penghuninya sebagaimana seekor burung mendapatkan sebutir
biji.” Dia pernah ditanya mengenai firman Allah S.W.T: “Apabila neraka itu
melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeraman dan
suara nyalanya.” (QS. Al-Furqan: 12). Adakah neraka itu memiliki dua
buah mata? Dia berkata: “Ya, tidaklah anda mendengar dari sabda Nabi
Muhammad S.A.W.: “Barangsiapa yang mendustakan atas aku dengan
sengaja, maka hendaklah dia memesan tempat di antara kedua mata neraka
Jahannam.” Beliau ditanya: “Ya Rasulullah, dia memiliki dua buah mata?
Beliau bersabda: “Tidakkah anda mendengar firman Allah S.W.T.:
‘Tidakkah anda mendengar firman Allah S.W.T.: ‘Apabila neraka itu melihat
mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegemarannya dan suara
nyalanya.” (QS. Al-Furqan: 12),...(Al-Hadis).
Hal itu dikuatkan suatu hadis: “Akan keluar seekor ular dari neraka,
dia memiliki dua buah mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat dia
gunakan berbicara. Ular itu berkata: ‘Sesungguhnya hari ini, aku diserahi
untuk menyiksa orang yang menyekutukan Allah S.W.T dengan Tuhan yang
lain.’ Sungguh neraka itu lebih awas untuk menangkap mereka yang menjadi
mangsanya, daripada penglihatan burung terhadap sebutir biji yang akan
ditangkap dan dimangsanya.”
Sedangkan mengenai sifat dan keadaan mizan adalah sebagaimana
dijelaskan dalam suatu riwayat, sebagai berikut: “Sesungguhnya daun
timbangan (yang menjadi tempat penimbangan amal seseorang) bagi
kebaikan terbuat dari nur, sedang daun timbangan kejahatan terbuat dari
kegelapan.” Imam Tirmidzi meriwayatkan, bahwa Rasulullah S.A.W.
bersabda: “Sesungguhnya surga diletakkan di sebelah kanan Arasy, neraka
disebelah kirinya. Sedang daun timbangan kebaikan ada disebelah kanannya
dan daun timbangan kejahatan di sebelah kirinya. Dengan demikian, maka
letak posisi surga berhadapan dengan kebaikan dan posisi neraka persis di
depan timbangan amal kejahatan.”
Ibnu Abbas ra. berkata: “Amal-amal kebaikan dan kejahatan akan
ditimbang dalam sebuah timbangan yang memiliki dua buah daun timbangan
dan sebuah timbel timbangan, sebagai pasangan pengimbangannya, (yang
menunjukkan berat).” Dia juga berkata. “Apabila Allah S.W.T menghendaki
untuk menimbang amal-amal seorang hamba, Dia merubah amal-amal itu
berupa benda-benda, lalu menimbangnya pada hari kiamat.”

352
55. BAHAYA SOMBONG DAN UJUB

Ketahuilah, semoga Allah S.W.T memberi petunjuk kepadaku dan juga


anda untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sesungguhnya kesombongan dan membanggakan diri akan melenyapkan
segala macam keutamaan dan menghasilkan beberapa kerendahan dan
kehinaan. Cukuplah bagi anda sebagai penyandang kehinaan bila tidak sudi
mendengarkan nasihat dan tidak pula mau menerima pelajaran, karena itulah
para ulama mengatakan: “Ilmu akan sia-sia di antara malu dan sombong.
Ilmu akan rusak bagi orang yang merasa tinggi hati, sebagaimana bahaya
banjir besar yang akan menghancurkan dan memporak-porandakan
bangunan-bangunan yang tinggi dan besar.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
‫لَيَد ُخ ُل ال َجنَّةَ َمن َكانَ فِى قَلبِ ِﮫ ِمثفَا َل َحبَّ ٍة ِمن ِكب ٍر‬
Artinya:
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat
kesombongan seberat biji.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda, “Barangsiapa yang menyeret
pakaiannya dengan sombong, maka Allah S.W.T tidak memandang padanya
(dengan pandangan rahmat).” Para hukama’ berkata: “Kekuasaan yang
disertai kesombongan, tidak akan abadi (tidak akan berlangsung lama).”
Allah S.W.T. telah menyebutkan bahwa kesombongan akan binasa. Allah
S.W.T menyebutkan dan mengidentikkan orang yang sombong sebagai
pembuat kerusakan di muka bumi. Allah S.W.T berfirman:
)٨٣( َ‫سادًا َوال َعاقِبَةُ ِلل ُمت َّقِين‬ ِ ‫علُ ًّوا فِي األَر‬
َ َ‫ض َو َل ف‬ ُ َ‫َّار اآل ِخ َرة ُ نَج َعلُ َﮭا ِللَّذِينَ َل ي ُِريد ُون‬
ُ ‫تِلكَ الد‬

Artinya:
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan
kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-
Qashash: 83).
Dan Allah S.W.T berfirman: “Aku akan memalingkan orang-orang
yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari
tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku, mereka
tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa
kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka
melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu
adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai
daripadanya.” (QS. Al-A’raf: 146).
Sebagian hukama’ berkata: “Aku tidak pernah melihat seorang yang
sombong melainkan apa yang ada padanya akan berpindah kepadaku.”
353
Yakni, aku akan berlaku sombong juga kepadanya. Ibnu Awanah ialah orang
yang paling jelek kesombongannya. Diceritakan, sesungguhnya dia pernah
berkata kepada pelayannya: “Ambillah air minum untukku.” Sang pelayan
berkata: “Ya, baiklah tuan.” Ibnu Awanah berkata: “Sesungguhnya orang
yang mengatakan,”ya” hanyalah orang yang dapat berkata, “tidak”, maka
tamparlah dia!” Lalu pelayan itu ditampar.
Al-Jahizh berkata: “Orang-orang yang populer menyandang
kesombongan dari Quraisy ialah Bani Makhzum dan Bani Umaiyah.
Sedangkan dari bangsa Arab adalah Bani Ja’far bin Kilab dan Bani Zurarah
bin Adiy. Sedangkan para kaisar, mereka tidak menganggap orang lain
kecuali sebagai budak, sementara mereka menganggap dirinya sebagai tuan-
tuan.”
Dikatakan kepada seorang laki-laki dari Bani Abdiddar: “Hendaklah
anda datang kepada khalifah.” Dia menjawab: “Aku khawatir kalau
jembatannya tidak kuat menahan kebesaranku dan kemuliaanku.” Dikatakan
kepada Hajjaj bin Arthah: “Mengapa anda tidak mau datang berjama’ah?”
Dia menjawab: “Aku takut kalau penjual-penjual sayur ikut berdesakan
bersamaku.”
Dikatakan, suatu ketika Wa’il bin Hajar datang kepada Nabi
Muhammad S.A.W., dan berharap agar beliau memberikan sebidang tanah.
Lalu beliau bersabda kepada Mu’awiyah keluar bersama Wa’il pada suatu
hari yang sangat panas, ia berjalan di belakang untanya Wa’il. Mua’awiyah
merasa terbakar oleh panas matahari, lalu ia berkata pada Wa’il:
“Boncenglah aku di atas unta di belakang anda.” Dia menjawab: “Aku
bukanlah orang yang biasa membonceng raja-raja.” Mu’awiyah berkata:
“Kalau begitu berikan padaku kedua sandalmu.” Wa’il menjawab: “Bukan
kekikiran yang menghalangiku, hai Abu Sofyan. Tetapi aku tidak suka kalau
sampai tersiar dan menjadi pergunjingan oleh orang-orang Yaman, bahwa
anda telah memakai sandalku. Jika anda mau berjalanlah di bawah naungan
untaku, maka hal itu cukup membuat anda mulia.”
Dan dikatakan, bahwa Wa’il menemukan masa Mu’awiyah berkuasa,
dan dia pernah masuk kepada pemerintahan Mu’awiyah. Lalu Mu’awiyah
menyuruh duduk bersamanya, di atas singgasana dan mengajaknya
berbicara. Masrur bin Hindun berkata kepada seorang laki-laki: “Adakah
anda mengenalku?” Dia berkata: “Tidak.” Masrur berkata: “Aku adalah
Masrur bin Hindun.” Laki-laki itu menjawab: “Aku tidak mengenal anda.”
Masrur berkata: “Bagaimana bisa terjadi ada orang tidak mengenal
rembulan.”
Seorang penyair berkata:
“Katakanlah kepada orang dungu yang menyimpan kesombongan, yang
telah memperdayakannya, seandainya anda mengetahui apa yang ada dalam
354
kesombongan, tentu anda akan sombong. Kesombongan merusak agama,
mengurangi akal, dan menghancurkan harga diri, karenanya sadarlah.”
Dikatakan, sesungguhnya tidak akan sombong kecuali orang yang
hina, dan tidak akan merendahkan diri (tawadhu) kecuali setiap yang luhur.
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Tiga hal, sangat potensial membuat
seseorang binasa, yaitu: setia kepada kekikiran, memperturutkan nafsu-
nafsu; dan seorang yang membanggakan dirinya.” Diriwayatkan dari
Abdillah bin Amr, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Sesungguhnya ketika Nabi Nuh as., menghadapi kewafatan, dia memanggil
kedua putranya dan berkata: ‘Sesungguhnya aku memerintahkan anda dua
hal, dan melarang anda dari dua hal. Dua hal yang aku larang kepada anda
itu ialah kemusyrikan dan kesombongan. Sedangkan dua hal yang aku
perintahkan kepada anda itu ialah, mengucapkan dan memegang teguh
komitmen: Laa ilaaha illallaah, karena sesungguhnya langit dan bumi
beserta apa yang ada di dalamnya seandainya diletakkan pada salah satu
daun timbangan, sementara kalimat Laa ilaaha illallaah diletakkan pada
daun timbangan yang lain, maka kalimat Laa ilaaha illallaah lebih berat
timbangannya. Dan seandainya langit dan bumi ada dalam satu lingkaran,
lalu kalimat Laa ilaaha illallaah diletakkan di atasnya tentu kalimat Laa
ilaaha illallaah akan membuat langit dan bumi itu musnah; Dan aku
memerintahkan anda untuk membiasakan membaca: Subhanallah
wabihamdihi, karena ia adalah shalatnya segala sesuatu dan dengannya
pula segala sesuatu itu diberi rezeki.”
Nabi Isa as. berkata: “Sesungguhnya beruntung bagi orang yang
diajari Allah S.W.T dengan Kitab Suci-Nya, sementara dia tidak sombong
dan tidak pula sewenang-wenang.” Suatu ketika Abdullah bin Salam ra.
berjalan melewati sebuah pasar sambil membawa seikat kayu bakar, lalu dia
ditanya: “Apa yang mendorong anda berbuat seperti ini? Padahal Allah
S.W.T telah membuat anda tidak butuh pada pekerjaan semacam ini.”
Abdullah menjawab: “Aku ingin mengusir kesombongan dari diriku.”
Di dalam Tafsir Al-Qurthubi mengenai firman Allah S.W.T.: “Dan
jangan wanita-wanita itu memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan...” (QS. An-Nur: 31). Jika wanita itu melakukan
hal tersebut dengan tujuan untuk memperlihatkan dan menampakkan
“perhiasan”nya kepada kaum laki-laki, maka hukumnya adalah haram.
Demikian pula halnya orang laki-laki yang memukulkan sandalnya (bergaya
sedemikian rupa) dengan maksud ‘ujub maka hukumnya juga haram, karena
‘ujub itu merupakan perbuatan yang besar dosanya.”

56. KEUTAMAAN BERBUAT BAIK PADA ANAK YATIM

355
Imam Bukhari meriwayatkan:
َ ‫الوس‬
‫طى َوفَ َّر َج بَي َن ُﮭ َما‬ َّ ‫َاربِاُصبُعَي ِﮫ ال‬
ُ ‫سبَابَ ِة َو‬ َ ‫ َواَش‬:‫اَن ََاوكَافِ ُل اليَتِي ِم فِى ال َجنَّ ِة َﮪ َكذَي ِن‬
Artinya:
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim di surga, seperti dua jari
ini. Beliau mengisyaratkan dengan dua buah jari, telunjuk dan tengah
sambil (sedikit) merenggangkan diantara keduanya.”
Menurut riwayat Muslim: “Orang yang menanggung anak yatim, baik
anaknya sendiri atau anak yatim orang lain, maka aku dan dia seperti dua
jari ini di surga.” Imam Malik mengisyaratkan dengan dua buah jari,
telunjuk dan jari tengah. Al-Bazzar meriwayatkan: “Barangsiapa yang
menanggung anak yatim yang mempunyai hubungan kerabat atau tidak ada
hubungan kerabat, maka aku dan dia di surga seperti dua buah jari ini.
Sambil beliau merapatkan dua buah jarinya. Dan barangsiapa yang berusaha
untuk menanggung nafkah tiga anak perempuan, maka dia akan masuk surga
dan mendapat pahala seperti pahala orang yang berjihad di jalan Allah
S.W.T dalam keadaan berpuasa (disiang harinya) dan beribadah (di malam
harinya).”
Ibnu Majah meriwayatkan: “Barangsiapa yang menanggung nafkah tiga
orang anak yatim, maka ia seperti orang yang shalat malam (qiyamul lail)
dan berpuasa di siang harinya, sambil berangkat pagi dan pulang sore dengan
selalu menghunus pedangnya (berjuang) dijalan Allah S.W.T, maka aku dan
dia bersaudara di dalam surga, seperti dua jari ini yang bersaudara.” Beliau
menempelkan dua buah jarinya, jari telunjuk dan jari tengahnya.
Tirmidzi dan Ibnu Majah men-sahih-kan hadis: “Barangsiapa yang
mengangkat seorang anak yatim dari kalangan orang-orang Islam sebagai
anak asuh, diberi makanan dan minumannya, niscaya Allah S.W.T akan
memasukkannya ke dalam surga kecuali dia mengerjakan suatu dosa yang
tidak diampuni.” Dalam sebuah riwayat hadis yang sanadnya hasan,
dinyatakan: “Sampai anak yatim itu sudah tidak membutuhkan dia lagi,
maka wajib baginya masuk surga, pasti.”
Riwayat Ibnu Majah: “Sebaik-baik rumah kaum muslimin ialah
rumahyang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan
baik. Dan sejelek-jelek rumah kaum muslimin ialah rumah yang di dalamnya
terdapat anak yatim yang diperlakukan tidak baik.” Abu Yu’la
meriwayatkan dengan sanad hasan, beliau bersabda: “Aku adalah orang
pertama kali yang membuka pintu surga, hanya saja aku melihat seorang
perempuan bergegas mendahuluiku. Lalu aku bertanya: “Keistimewaan apa
yang anda miliki, dan siapa anda ini?” Dia berkata: “Aku adalah seorang
perempuan yang mengemban tanggung jawab terhadap anak-anak yatimku.”
Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang perawi-perawinya terpercaya
kecuali seorang. Walaupun begitu, bukan hadis yang matruk (tak dapat
356
dijadikan pegangan): “Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan haq, pada
hari kiamat Allah S.W.T tidak akan menyiksa orang yang menyayangi anak
yatim, lemah lembut tutur katanya serta menyayangi atas keyatiman dan
kelemahannya, dia tidak sombong terhadap tetangganya atas keutamaan
yang dianugerahkan Allah S.W.T kepadanya.”
Ahmad dan yang lain meriwayatkan: “Barangsiapa yang mengusap
kepala anak yatim, sementara dia tidak mengusapnya kecuali karena Allah
S.W.T, maka setiap rambut yang telah di sapu tangannya terdapat kebaikan
baginya. Dan barangsiapa yang baik kepada anak yatim, baik laki-laki
ataupun anak perempuan yang ada di sisinya, maka aku dan dia di dalam
surga seperti dua jari ini.” (Al-Hadis).
Diriwayatkan oleh Jama’ah perawi dan di-sahih-kan oleh Hakim:
“Sesungguhnya Allah S.W.T. berfirman kepada Ya’qub, sesungguhnya
sebab hilangnya pandangan matanya (kebutaannya) dan kebungkukan
punggung serta perbuatan saudara-saudara Yusuf terhadap Yusuf, adalah
karena pernah suatu ketika datang pada Ya’kub seorang anak yatim, miskin,
berpuasa, dan kelaparan. Sedangkan pada waktu itu, Ya’kub dan
keluarganya menyembelih kambing dan memakannya serta tidak mau
memberinya makan. Kemudian Allah S.W.T memberitahukan kepada
Ya’kub, bahwa Dia tidak mencintai sesuatu dari makhluknya seperti cinta-
Nya kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Lalu Allah S.W.T
memerintahkan Ya’kub untuk membuat makanan dan memanggil orang-
orang miskin. Lalu Ya’kub segera mengerjakan apa yang diperintahkan
Allah S.W.T padanya itu.”
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata,
sesungguhnya Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Orang-orang yang
berjalan (berusaha) untuk membantu janda-janda dan orang-orang miskin,
bagaikan orang yang berjihad di jalan Allah S.W.T. demi mengharapkan
keridhaan-Nya.” Beliau juga bersabda: “...Bagaikan orang yang berdiri
malam (qiyamul lail) yang tidak pernah jemu dan seperti orang yang
berpuasa di siang hari tanpa pernah berbuka.”
Ibnu Majah meriwayatkan: “Orang yang berjalan (berusaha) untuk
(membantu) janda-janda dan orang-orang miskin adalah seperti orang yang
berjihad di jalan Allah S.W.T dan seperti orang yang berdiri beribadah
malam (qiyamul lail) dan berpuasa di siang harinya.”
Sebagian ulama salaf berkata: “Pada awalnya (masa laluku) aku pernah
menjadi seorang pemabuk dan bergelimang dalam berbagai kemaksiatan.
Pada suatu hari aku melihat seorang anak yatim, lalu aku memuliakannya
sebagaimana aku memuliakan anakku sendiri, bahkan melebihi itu.
Kemudian ketika aku tidur, aku bermimpi melihat malaikat Zabaniah sedang
menangkapku dengan sangat mengejutkan dan menyeretku menuju neraka
357
Jahannam. Tiba-tiba aku melihat anak yatim yang aku perlakukan dengan
baik itu menghadang di depanku seraya berkata: “Hai malaikat-malaikat,
tinggalkan dia, tunggulah sebentar sehingga aku kembali lagi setelah
mendapatkan izin dari Tuhanku mengenai persoalannya.” Tetapi para
malaikat-malaikat itu menolaknya. Dalam kondisi yang menegangkan itu,
tiba-tiba ada panggilan rabbani: “Lepaskanlah dia, Aku serahkan dia kepada
anak ini, sebab dia telah memperlakukannya dengan sebaik-sebaiknya.” Lalu
aku terbangun, maka sejak peristiwa itu, aku bertambah semangat dalam
memuliakan anak-anak yatim.”
Sebagian dari hartawan-hartawan turunan Alawiyah mempunyai
beberapa anak perempuan dengan istri turunan Alawiyah juga. Kemudian
habib itu meninggal, sehingga anak-anak perempuan itu sangat fakir, sampai
mereka terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya karena khawatir orang-
orang gembira atas penderitaannya. Mereka masuk masjid di sebuah desa
yang kosong tanpa penghuni. Ibu mereka meninggalkannya di sana,
sementara ia berupaya mencari makanan untuk mereka. Sang ibu berjalan
hingga bertemu pada seorang tokoh desa yang beragama Islam. Dia
menceritakan tentang ihwal diri dan anak-anaknya pada tokoh desa itu, tetapi
dia tidak memberinya sedekah apapun. Bahkan dia berkata: “Anda harus
menunjukkan bukti atas menuturkan anda itu.” Ibu itu berkata: “Aku adalah
seorang perempuan asing di sini. “Kemudian tokoh desa tersebut berpaling
pergi meninggalkan begitu saja. Kemudian ibu itu meneruskan perjalanannya
hingga bertemu seorang Majusi. Kepada orang Majusi ini, ia menceritakan
tentang keadaan diri dan anak-anaknya. Lalu oramng Majusi itu memberinya
sedekah. Bahkan orang Majusi itu, mengutus istrinya untuk menemui
seorang ibu dan anak-anaknya itu agar mengajak dan membawanya ke
rumah. Si Majusi itu benar-benar memuliakan mereka.
Ketika tengah malam,orang Islam yang tak lain adalah tokoh desa
tersebut bermimpi terjadi kiamat. Dia melihat Nabi Muhammad S.A.W.
memakai Liwa’ul Hamdi, sementara di samping beliau terdapat sebuah istana
yang megah. Lalu dia berkata, “Ya Rasulullah, untuk siapa istana ini?”
Beliau bersabda: “Untuk orang Islam.” Dia berkata: “Aku adalah orang
Islam yang mengesakan Tuhan.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
“Tunjukkan buktinya di hadapanku, jika anda benar-benar orang Islam.”
Orang ini menjadi blingsutan kebingungan menahan rasa malu di hadapan
Nabi S.A.W. Kemudian Nabi Muhammad S.A.W. menceritakan padanya
mengenai kondisi perempuan turunan Alawiyah itu telah berada di tangan
orang Majusi. Setelah itu, dia terbangun memendam kesedihan dan
kepedihan yang amat dalam, karena telah menolak dan menyia-nyiakan
wanita serta anak-anaknya itu.

358
Selanjutnya laki-laki itu berusaha mencari wanita tersebut dengan
sungguh-sungguh, sampai akhirnya dia mendapat petunjuk dan informasi
mengenai rumah orang Majusi, yang di situlah wanita di maksud berada.
Lalu dia meminta perempuan itu, tetapi orang Majusi itu menolak untuk
menyerahkan wanita beserta anak-anak itu kepadanya, dan berkata: “Kami
benar-benar merasakan berkah atas kehadiran perempuan beserta anak-
anaknya itu.” Laki-laki muslim itu berkata lagi: “Ambillah seribu dinar ini,
dan serahkan mereka padaku.” Orang Majusi itu tetap menolak. Ketika laki-
laki muslim itu berusaha untuk merebut mereka secara paksa dari tangan
orang Majusi. Si Majusi berkata: “Apa yang anda inginkan, akulah yang
lebih berhak dengannya. Dan gedung yang anda lihat dalam mimpi itu
diciptakan untukku. Apakah anda akan membanggakan dengan keIslaman
anda padaku? Demi Allah S.W.T, aku dan keluarga seisi rumahku tidaklah
tidur, kecuali telah masuk Islam sebelumnya di tangan perempuan Alawiyah
itu, dan aku pun bermimpi seperti mimpi anda. Bahkan Rasulullah S.A.W.
bersabda padaku: “Apakah perempuan Alawiyah dan anak perempuannya
ada disisi anda?” Aku menjawab: “Ya, benar ya Rasulullah.” Beliau
bersabda: “Istana itu menjadi milik anda dan penghuni rumah anda.”
Akhirnya, orang Islam itu pulang dengan membawa kepedihan dan kepiluan
yang teramat dalam, derita kepedihannya yang sangat menyayat-nyayat
hatinya, tak ada yang lebih mengetahuinya, kecuali Allah S.W.T Ta’ala.

57. TENTANG MAKANAN HARAM

Allah S.W.T. berfirman:


ِ َ‫يَا أَيُّ َﮭا الَّذِينَ آ َمنُوا لَ ت َأ ُكلُوا أَم َوالَ ُكم بَينَ ُكم بِالب‬
)٢٩( ‫اط ِل‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil....” (QS. An-Nisa’: 29).
Para ulama ahli tafsir berbeda pendapat tentang yang dimaksud
dengan cara batil itu. Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud ialah:
memakan harta dari hasil riba, perjudian, ghasab, pencurian, khianat, saksi
palsu, dan merampas harta dengan jalan sumpah bohong. Ibnu Abbas
berkata: “Makan harta dengan cara batil itu ialah mengambil barang orang
lain tanpa ganti (tanpa transaksi jual beli atau tukar menukar).” Dalam hal ini
ada yang mengatakan bahwa ketika turun ayat di atas, mereka berusaha
menghindari makan. Lalu turunlah ayat dari An-Nur, berikut ini: “Tidak ada
halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula)
bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-
sama mereka) di rumah kamu sendiri, atau di rumah bapak-bapakmu, di
rumah ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah
359
saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudaramu yang perempuan,
di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang
laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu
miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi
kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu
memberi salam kepada penghuninya, salam yang ditetapkan dari sisi Allah
S.W.T, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah S.W.T menjelaskan
ayat-ayat(Nya) bagimu agar kamu memahaminya.” ((QS. An-Nur: 61).
Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud ialah akad-akad
yang rusak.” Pendapat Ibnu Mas’ud tersebut pada dasarnya menghendaki
bahwa ayat tersebut (QS. An-Nur: 29) merupakan ayat hukum yang tidak
akan dihapus dan tidak pula diganti hukumnya oleh ayat lain sampai hari
kiamat.”
Hal tersebut, tidak lain karena memakan dengan cara bathil ini
meliputi semua yang diambil dengan tanpa alasan yang benar, baik dengan
cara lazim seperti ghasab, khianat, mencuri atau senda gurau, dan permainan
seperti hasil perjudian serta malahi. Semuanya ini akan diterangkan
kemudian. Atau harta yang diperoleh dengan cara tipu daya dan kecurangan,
seperti harta yang diambil dengan akad yang rusak.
Apa yang kami sebutkan di atas diikutkan oleh pendapat sebagian
ulama, bahwa ayat tersebut adalah mencakup cara seseorang makan atau
membelanjakan hartanya sendiri dengan cara yang bathil, seperti
membelanjakannya pada keharaman, demikian pula halnya dengan harta
yang lainnya seperi contoh-contoh yang telh disebutkan di atas.
Kemudian Allah S.W.T. dalam ayat selanjutnya: “....Kecuali dengan
jalan perniagaan.” (QS. An-Nisa’: 29).
Ayat ini merupakan bentuk pengecualian dari ayat sebelumnya,
bentuk pengecualiannya adalah istisna’ mungqath’i, karena perniagaan
bukanlah termasuk dalam kategori jenis bathil, dengan arti yang manapun.
Sedang mentakwilkan dengan sebab agar menjadi istisna’ mustashil, adalah
tidak pada tempatnya. Tijarah atau perniagaan walaupun khusus untuk akad-
akad yang berbentuk tukar-menukar, tetapi sesungguhnya semisal qardhi
(utang-piutang) dan hibah disamakan seperti halnya tijarah dengan adanya
dalil-dalil yang lain.
Mengenai firman Allah S.W.T. dalam ayat selanjutnya: “....Yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 29).
Yakni, karena kerelaan hati atas cara yang dilaksanakan menurut
ketentuan yang disyari’atkan. Penyebutan secara khusus kata al-aklu
(makan) dalam ayat tersebut bukan bersifat pembatasan hanya terbatas pada
makanan, tetapi karena pemanfaatan dan penggunaan harta pada umumnya
melalui cara itu. Sebagaimana halnya firman Allah S.W.T.: “Sesungguhnya
360
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam
api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisa’: 10).
Dalil-dalil ada yang berkaitan dengan pembahasan ini, yaitu
mengenai makan haram beserta ancaman-ancamannya yang terasa begitu
berat, yang datang dari hadis cukup banyak sekali. Karenanya dalam
pembahasan ini, kami hanya menampilkan sebagian saja, di antaranya, ialah:
Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya, dari Abu
Hurairah ra., ia berkata: “Sesungguhnya Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
“Sesungguhnya Allah S.W.T Maha Indah dan tidak menerima sesuatu,
kecuali yang indah. Dan Allah S.W.T memerintahkan orang-orang mukmin
dengan apa yang dia perintahkan kepada para rasul.” Allah S.W.T.
berfirman: “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan
kerjakanlah amal yang saleh.” (QS. Al-Mu’minun: 51). Dalam hal yang
sama, Allah S.W.T juga berfirman kepada orang-orang yang beriman,
sebagaimana ayat berikut ini: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah
diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah S.W.T, jika benar-benar kepada-Nya saja kamu
menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172).
Kemudian beliau menyebutkan tentang seorang laki-laki yang telah
menempuh perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan, rambutnya lusuh
dan berdebu. Dia memanjangkan tangannya tengadah ke langit seraya
berkata: “Ya Tuhan....”sementara makanannya haram, minuman dan
pakaiannya juga haram, maka bagaimana doanya dikabulkan.”
Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang hasan: “Mencari halal
adalah wajib atas setiap orang Islam.” Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan:
“Mencari halal adalah fardhu setelah fardhu-fardhu yang lain.” Tirmidzi
meriwayatkan hadis hasan, sahih dan gharib, sementara Al-Hakim men-
sahih-kannya, sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang
memakan sesuatu dengan cara yang baik (halal); beramal dengan hal-hal
yang sunnah dan tidak berbuat jahat terhadap manusia, maka dia masuk
surga.” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya yang demikian itu
cukup banyak dikalangan umat pada saat ini.” Beliau bersabda: “Bakal
terjadi dalam kurun-kurun sepeninggalku.” Ahmad dan yang lain
meriwayatkan dengan sanad hasan: “Empat hal, apabila ada dalam diri
anda, maka anda tidak akan terancam bahaya setelah meninggalkan dunia
ini. Yaitu menjaga amanat, benar dalam berbicara, budi pekerti yang baik,
dan memelihara urusan makanan.” Thabrani meriwayatkan:
“Keberuntungan besar bagi orang yang baik mata pencariannya, bagus isi
hatinya, mulia lahirnya, dan tidak berbuat jahat kepada manusia.
Keberuntungan besar bagi orang yang mengamalkan ilmunya,
361
mendermakan yang lebih dari hartanya, dan menahan ucapan yang tidak
baik.”
Thabrani meriwayatkan, sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda: “Hai
Sa’d, perbaikilah makanan anda, tentu doa anda dikabulkan. Demi Tuhan
yang jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya, sesungguhnya seorang hamba
yang memasukkan satu suapan yang haram ke dalam perutnya, maka
amalnya tidak akan diterima selama empat puluh hari. Dan siapapun seorang
hamba yang dagingnya tumbuh dari barang haram, maka neraka adalah lebih
berhak dengannya.”
Bazzar meriwayatkan, namun sanadnya ada yang mungkar:
“Sesungguhnya tidak ada agama bagi orang yang tidak dapat dipercaya
dalam mengemban amanat, tidak shalat dan tidak pula dalam zakatnya.
Sesungguhnya barangsiapa yang memperoleh harta dari yang haram, lalu
memakainya sebagai pakaian, maka shalatnya tidak diterima, sehingga dia
menyingkirkan pakaian itu dari dirinya. Karena Allah S.W.T. lebih Mulia
dan lebih Suci, dari sekedar menerima amal dan shalat seseorang, sementara
pada dirinya terdapat pakaian dari barang haram.”
Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar: “Barangsiapa yang membeli
pakaian seharga sepuluh dirham, sementara dalam dirham itu terdapat
(tercampur) satu dirham dari yang haram, maka Allah S.W.T tidak akan
menerima shalatnya, selama pakaian itu ada pada dirinya.” Baihaqi
meriwayatkan: “Barangsiapa yang membeli barang curian, sementara ia
mengetahui bahwa itu adalah barang curian, maka ia benar-benar berserikan
dalam aib dan dosanya.”
Hafizh Mundziri meriwayatkan hadis yang dalam sanad-nya terdapat
kemungkinan dalam kategori hasan dan lebih mendekati mauquf, sedangkan
Ahmad meriwayatkannya dengan sanad yang jayyid, yaitu: “Demi Tuhan
yang jiwaku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, sungguh salah
seorang di antara anda mengambil tali, lalu pergi membawanya ke gunung
dan mencari kayu bakar, kemudian membawa di atas punggungnya dan dia
memakan dari hasil itu adalah lebih baik baginya daripada dia menjadikan
perutnya terisi yang diharamkan Allah S.W.T.”
Ibnu Khuzaimah dari Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab
sahihnya, begitu pula Hakim: “Barangsiapa yang mengumpulkan harta
haram kemudian menyedekahkannya, maka tidak ada pahala baginya,
bahkan dosanya justru lebih memberatkan baginya.” Thabrani
meriwayatkan: “Barangsiapa yang menghasilkan harta haram, lalu
memerdekakan budak dan menyambung hubungan familinya dengan harta
itu, maka dosanya tetap memberatkan baginya.”
Ahmad dan yang lain meriwayatkan sanad yang oleh sebagian ahli
hadis dinilainya sebagai hadis hasan: “Sesungguhnya Allah S.W.T membagi
362
budi pekerti di antara anda, sebagaimana Ia membagi rizki di antara anda.
Dan sesungguhnya Allah S.W.T memberikan dunia pada orang yang
menyukainya dan juga pada orang yang tidak menyukai. Sementara dia tidak
memberikan agama kecuali kepada orang yang memang menyukainya. Dan
barangsiapa yang diberi agama oleh Allah S.W.T, maka Dia benar-benar
mencintainya. Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya,
seorang hamba tidak selamat atau tidak akan selamat, sehingga hati dan lidah
telah selamat atau akan selamat. Dan tidaklah dia beriman, sehingga
tetangganya aman dari bahayanya.” Mereka bertanya: “Apa bahaya itu ya
Rasulullah?” Beliau menjawab: “Penipuan dan penganiayaannya.” Dan
tidaklah seorang hamba memperoleh harta dari hasil usaha yang haram, lalu
dia pergunakan bersedekah dapat diterima, tidak pula dia mendermakan dari
harta itu lalu diberi berkahnya dan tidak pula dia meninggalkan di belakang
punggungnya (sebagai harta pusaka sepeninggalnya), semua itu tidak lain
kecuali sebagai bekal baginya di neraka. Sesungguhnya Allah S.W.T. tidak
akan menghapus kejahatan dengan kejahatan pula, tetapi Dia menghapus
kejahatan dengan kebaikan. Sesungguhnya kotoran itu tidak akan dapat
menghapus kotoran yang lain.”
Tirmidzi meriwayatkan hadis yang termasuk hasan, sahih, lagi
gharib. Rasulullah S.A.W. pernah ditanya mengenai sebab yang paling
banyak membuat manusia di masukkan ke dalam neraka. Beliau bersabda:
“Mulut dan kemaluan.” Lalu ditanya pula mengenai apa yang lebih banyak
membuat manusia dimasukkan ke dalam surga. Beliau bersabda: “Takwa
kepada Allah S.W.T dan budi pekerti.”
Tirmidzi meriwayatkan hadis yang disahihkannya, sebagai berikut:
tidaklah beranjak kedua telapak kaki seorang hamba, pada hari kiamat,
hingga ia ditanya tentang empat hal, yaitu: Tentang usianya untuk apa dia
menghabiskannya; Mengenai masa mudanya untuk apa dia habisnya;
Mengenai hartanya, dari manakah dia menghasilkannya dan di dalam hal apa
dia membelanjakannya; Mengenai ilmunya, apa yang telah diperbuat dengan
ilmunya itu.”
Baihaqi meriwayatkan: “Dunia ini adalah hijau dan manis,
barangsiapa yang menghasilkan hartanya dari jalan yang halal dan
membelanjakannya sesuai haknya, maka Allah S.W.T akan memberi pahala
kepadanya dan memasukkannya ke dalam surga-Nya. Sementara barangsiapa
yang menghasilkan harta dari jalan yang tidak halal dan membelanjakannya
dalam hal yang bukan haknya pula, maka Allah S.W.T akan mendatangkan
dan menjadikan perkampungan itu penuh dengan kehinaan. Dan banyaknya
orang yang mencampur adukkan, (tentu dengan yang tidak halal) lalu
belanjakan atas nama agama, tetapi justru yang didapatkan pada hari kiamat
adalah neraka.
363
Allah S.W.T berfirman: “Setiap nyala api Jahannam itu akan padam,
Kami tambahkan mereka nyalanya.” (QS. Al-Isra’: 97). Ibnu Hibban
meriwayatkan dengan sanad sahih: “Tidak akan masuk surga sebuah daging
dan darah yang terpelihara dan tumbuh dari suht (haram) kecuali neraka
lebih pantas baginya.” Tirmidzi juga meriwayatkan: “Tidaklah ada daging
yang terpelihara dan tumbuh dari yang suht (haram), melainkan neraka lebih
berhak untu melahapnya.” Mengenai kata as-suht, berarti al-haram (yang
haram). Ada pula yang mengatakan, berarti makanan yang dihasilkan dari
usaha yang kotor. Dalam sebuah riwayat yang bersanad hasan disebutkan:
“Tidak akan masuk surga tubuh yang diberi makan dengan makanan yang
haram.”

58. LARANGAN MEMAKAN RIBA

Ayat-ayat membicarakan tentang larangan memakan riba sangat banyak,


demikian pula hadis Nabi S.A.W. Di antara hadis-hadis Nabi S.A.W. itu
ialah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Abu Dawud sebagai
berikut: “Rasulullah S.A.W. melaknat orang yang membuat tatto dan yang
ditatto, orang memakan riba dan mewakili transaksi riba.”
Hakim meriwayatkan hadis yang disahihkan: “Ada empat orang yang
menjadi hak Allah S.W.T untuk tidak memasukkannya ke dalam surga dan
tidak pula merasakan kenikmatannya, yaitu: Peminum khamar; Pemakan
riba; Orang yang memakan harta anak yatim dengan tanpa hak; Dan orang
yang durhaka terhadap kedua orang tua.”
Hakim meriwayatkan hadis yang dia nyatakan sebagai hadis sahih
menurut syarat Bukhari dan Muslim:
ُ ‫الر ُج ُل ا ُ َّمﮫ‬
َّ ‫َامث ُل اَن يُن ِك َح‬ َ ‫الربَاث َ َالث َو‬
َ ‫سبعُونَ بَابًا اَي‬
ِ ‫س ُرﮪ‬ ِ

Artinya:
“Riba itu ada tujuh puluh tiga bab (macam), seringan-ringannya ialah
seperti orang laki-laki yang menikahi ibunya.”
Bazzar meriwayatkan dengan sanad para rawinya yang sahih: “Riba itu
ada tujuh puluh bab (jenis) lebih, demikian pula kemusyrikan.” Baihaqi
meriwayatkan: “Riba itu ada tujuh puluh bab (jenis), serendah-rendahnya
ialah seperti orang yang berzina dengan ibunya.”
Thabrani meriwayatkan di dalam kitab Al-Kabir, dari Abdullah bin
Salam ra. dari Nabi S.A.W., beliau bersabda: “Satu dirham yang diperoleh
seseorang dari hasil riba, lebih besar dosanya dalam pandangan Allah
S.W.T daripada tiga puluh tiga kali zina, sementara dia melakukannya
dalam Islam.” Hadis ini, sanadnya terputus.

364
Ibnu Abiddunya, Baghawi dan yang lainnya meriwayatkan secara
mauquf pada Abdullah, bahwa hadis tersebut adalah sahih dalam
pandangannya. Kemauqufan ini, berada dalam hukum marfu’ , karena satu
dirham lebih besar dosanya daripada jumlah perzinaan secara khusus ini. Hal
tersebut tidaklah didapatkan melainkan dari wahyu. Seakan-akan dia
mendengarnya dari Nabi S.A.W. Kemauqufannya terdapat pada satu jalan.
Sementara Abdullah berkata: “Riba itu, dosanya tujuh puluh dua macam,
dosa yang aling ringan daripadanya ialah seperti orang yang menyenggamai
ibunya dalam Islam. Dan satu dirham dari riba, lebih besar dosanya daripada
berzina tiga puluh kali lebih.” Dia berkata: “Allah S.W.T. mengizinkan
orang yang memakan riba. Pemakan riba itu tidak dapat berdiri, melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit
gila.”
Diriwayatkan dari Ahmad dengan sanad yang sahih dan Thabrani, bahwa
Nabi S.A.W. bersabda: “Satu dirham yang di makan seseorang, sementara
ia mengetahuinya, lebih besar dosanya daripada tiga puluh kali zina.”
Ibnu Abiddunya dan Baihaqi meriwayatkan, sesungguhnya Rasulullah
S.A.W. berkhutbah pada kami, beliau menjelaskan tentang persoalan riba
dan dosa-dosanya yang besar, beliau bersabda: “Sesungguhnya satu dirham
yang didapatkan seseorang dari hasil riba, lebih besar dosanya bagi Allah
S.W.T daripada tiga puluh enam kali zina yang dilakukan seorang lelaki.”
Thabrani meriwayatkan dalam kitab As-Shaghir dan Al-Austh :
Barangsiapa yang membantu orang yang zalim secara batil agar ia tergelincir
dari kebenaran, maka dia menjadi terlepas dari tanggungan Allah S.W.T dan
Rasul-Nya. Barangsiapa yang makan satu dirham dari riba, maka ia bagaikan
melakukan zina tiga kali. Dan barangsiapa yang dagingnya tumbuh dari
haram, maka neraka lebih patut baginya.”
Ibnu Majah dan Baihaqi meriwayatkan dari Ma’syar, dan diperkuat dari
Abi Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah ra., ia berkata: sesungguhnya
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Riba itu, dosanya ada tujuh puluh macam,
seringan-ringannya ialah, seperti dosa orang laki-laki yang berzina dengan
ibunya.”
Hakim meriwayatkan, yang dia sahihkan dari Ibnu Abbas ra., ia berkata:
“Rasulullah S.A.W. melarang untuk menjual buah, hingga nampak jelas
besarnya (dapat) di panen.” Dan dia berkata: “Apabila zina dan riba telah
begitu populer dalam suatu perkampungan, maka azab Allah S.W.T akan
ditimpakan pada penduduknya.”
Abu Yu’la meriwayatkan dengan sanad yang baik, dari Ibnu Mas’ud ra.,
bahwa ia menuturkan hadis dari Nabi S.A.W., bahwa beliau bersabda:
“Tidaklah zina dan riba telah menjadi begitu populer dalam suatu kaum,
melainkan azab Allah S.W.T akan ditimpakan kepada mereka.”
365
Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang perlu diteliti: “Tidaklah
sesuatu yang riba menjadi begitu jelas (menjadi kegemaran) bagi suatu
kaum, melainkan Allah S.W.T akan menyiksanya dengan musim kekeringan.
Dan tidaklah suap menyuap begitu populer dalam suatu kaum. Melainkan
Allah S.W.T akan menyiksa mereka dengan ketakutan.”
Ahmad meriwayatkan sebuah hadis yang cukup panjang, tetapi Ibnu
Majah dan Ashbahani meriwayatkan secara singkat, sesungguhnya Nabi
S.A.W. bersabda: “Pada malam isra’, ketika aku sampai di langit ke tujuh,
aku menyaksikan ada petir dan guntur yang suaranya keras menggelegar-
gelegar.” Selanjutnya beliau bersabda: “Lalu aku mendatangi suatu kaum,
perut mereka seperti rumah yang penuh dengan ular yang terlihat begitu jelas
dari luar perutnya, maka aku bertanya kepada Jibril: “Hai Jibril, siapakah
mereka itu?” Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan
riba.”
Al-Ashbahani meriwayatkan dari Abi Sa’id Al-Khudhri ra.,
sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda: “Ketika aku naikkan ke langit
(malam mi’raj), aku melihat di langit dunia orang-orang yang perutnya
seperti rumah besar, seakan mau jatuh karena besarnya, mereka saling
terlempar dan tertimbun dan diinjak-injak keluarga Fi’aun di neraka. Setiap
pagi dan sore mereka berteriak memanggil-manggil: ‘Ya Tuhan, kiamat
tidak kunjung terjadi selamanya?’ Aku bertanya: ‘Hai Jibril, siapakah
mereka itu?’ Jibril menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang memakan riba
dari umat anda. Mereka itu tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila.”
Al-Asbahani berkata: “Lafal mandhuuna dalam hadis tersebut berarti
mathruhuuna (mereka dilemparkan). Yakni, mereka saling melemparkan
sebagian atas sebagian yang lain. Mereka diinjak-injak dan dilalui keluarga
Fir’aun menuju ke neraka setiap pagi dan sore.”
Thabrani meriwayatkan dengan sanad sahih: “Menjelang terjadinya
kiamat, zina, riba dan khamar menjadi begitu populer (merajalela).”
Thabrani juga meriwayatkan, dari Qasim bin Abdullah Al-Waraq, ia berkata:
“Aku melihat Abdullah bersama Abi Aufa di pasar transaksi riba, ia berkata:
‘Wahai orang-orang yang melakukan transaksi secara riba, bergembiralah
anda.:” Mereka berkata: “Allah S.W.T membahagiakan anda dengan surga,
lalu dengan apa kami digembirakan hai Abu Muhammad?” Ia berkata,
sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda: “Bagi orang-orang yang
melakukan transaksi riba, berilah khabar gembira dengan neraka.”
Thabrani meriwayatkan: “Takutlah anda terhadap dosa yang tak
terampuni, yaitu orang yang melakukan pengkhianatan. Barangsiapa yang
melakukan suatu pengkhianatan, maka ia akan didatangkan dengan
pengkhianatan itu pada hari kiamat; orang yang memakan riba, Barangsiapa
366
yang memakan riba, akan dibangkitkan pada hari kiamat, seperti orang yang
kesyaitanan, lantaran penyakit gila. Kemudian Nabi S.A.W. membaca ayat:
َ ‫شي‬
)٢٧٥( ‫طانُ ِمنَ ال َم ِس‬ ُ َّ‫الربَا لَ يَقُو ُمونَ ِإلَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َ َخب‬
َّ ‫طﮫُ ال‬ ِ َ‫الَّذِينَ يَأ ُكلُون‬
Artinya:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila.” (QS. Al-Baqarah: 275).
Al-Ashbahani meriwayatkan: “Orang yang memakan riba, didatangkan
pada hari kiamat, dalam keadaan kesyaitanan, lantaran tekanan penyakit
gila dan celaka. Kemudian beliau membaca ayat: “Orang-orang yang
makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS. Al-
Baqarah: 275).
Ibnu Majah dan Hakim meriwayatkan: “Tidaklah ada seseorang yang
hartanya lebih banyak di dapatkan dari riba, kecuali akibat akhirnya
hanyalah sedikit (jatuh miskin).” Hakim juga meriwayatkan: “Harta riba,
sekalipun banyak (berlimpah ruah, kaya dengan riba), akibatnya hanyalah
tinggal sedikit (jatuh miskin).
Abu Dawud, Ibnu Majah meriwayatkan dari Hasan, dari Abu Hurairah,
tetap terjadi perbedaan dalam pendengarannya dari Nabi, sementara menurut
Jumhur menyatakan tidak ada, yaitu: “Akan datang suatu zaman pada
manusia, tak seorang pun yang tersisa dari manusia, melainkan memakan
riba. Sementara orang yang tidak memakannya akan terkena debu
(keribaan)nya.
Abdullah bin Ahmad meriwayatkan di dalam kitab Zawaidul Musnad,
beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya,
sungguh akan datang, manusia dari umatku yang senantiasa bergelimang
dalam kejahatan, kedurhakaan, permainan dan kesia-siaan, mereka berubah
menjadi kera dan babi hutan, sebab mereka menghalalkan yang haram,
mendatangkan dan “mengambil” biduan (artis penari dan penyanyi),
meminum khamar, memakan riba dan berpakaian sutra.”
Ahmad meriwayatkan secara ringkas, dan Baihaqi juga meriwayatkan,
lafal hadis menurut Baihaqi: “Ada suatu kaum dari umat ini (umat
Muhammad), semalam-malaman berpesta makan-makan dan minum
(khamar), mainan dan kesia-siaan, di pagi harinya mereka berubah menjadi
kera dan babi hutan, serta tertimpa bencana tenggelam beserta segala sesuatu
yang ada padanya, mereka terciduk bencana hingga musnah, sehingga orang-
orang mengatakan: “Tragedi malam telah menewaskan Bani Fulan, bencana
telah memporak-porandakan dan melumat rumah (perkampungan) si Fulan.”
Mereka dikirim siksaan batu-batu dari langit, sebagaimana yang ditimpakan
kepada kaum Nabi Luth atas kabilah-kabilah serta rumah-rumah mereka.
367
Mereka meminum khamar, berpakaian sutra, mereka mendatangkan dan
“mengambil” para biduan (artis penari dan penyanyi), memakan riba dan
memutuskan hubungan silaturrahim.”

59. HAK-HAK SESAMA HAMBA

Hak-hak sesama hamba itu ialah, sampaikan (ucapkan) salam pada


hamba, bila anda bertemu dengannya; Perkenankanlah panggilannya, bila ia
mengajak (mengundang) anda; Doakanlah dengan mengucapkan
yarhamukallah, bila ia bersin; Kunjungilah (jenguklah) bila ia sakit;
Saksikanlah jenazahnya, bila ia meninggal dunia; Perbaikilah sumpahnya
bila ia bersumpah merugikan anda; Hendaklah anda menasehatinya, bila ia
meminta nasehat; Hendaklah anda menjaga privasinya, bila ia tidak
dihadapan anda; Hendaklah anda mencintainya, sebagaimana anda mencintai
diri sendiri; Hendaklah anda membenci terjadinya sesuatu padanya, bila anda
membenci (tidak suka) sesuatu itu terjadi pada diri anda. Hal tersebut,
semuanya dijelaskan di dalam hadis dan atsar (perkataan sahabat).
Anas ra. meriwayatkan dari Nabi S.A.W., sesungguhnya beliau bersabda:
“Di antara hak-hak orang Islam terhadap anda ada empat, yaitu:
Hendaklah anda membantu mereka yang berbuat baik; Hendaklah anda
memohonkan ampun mereka yang yang berbuat dosa; Hendaklah anda
memanggil mereka bila mereka berpaling dari anda; Hendaklah anda
mencintai mereka yang bertobat.”
Ibnu Abbas ra. berkata, mengenai firman Allah S.W.T.: “Muhammad itu
adalah utusan Allah S.W.T dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka.” (QS. Al-Fath: 29). Dia berkata: “Mereka saling memanggil biarpun
terhadap yang tidak saleh, yang saleh tetap mau memanggil yang tidak saleh,
dan yang tidak saleh juga mau memanggil yang saleh.
Ketika orang yang tidak saleh (durhaka) melihat kepada orang yang saleh
dari umat Muhammad, ia berdoa: “Ya Allah S.W.T, berkahilah kebaikan
yang telah anda anugerahkan kepadanya, kokoh kuatkanlah atasnya dan
manfaatkanlah kepada kami.” Sementara ketika orang yang saleh melihat
pada yang durhaka, ia berdoa: “Ya Allah S.W.T, berilah ia petunjuk,
terimalah tobatnya, ampunilah dosa dan kesalahannya.”
Di samping hal tersebut di atas, di antara hak-hak sesama muslim, ialah:
1. Hendaklah seseorang mencintai orang-orang yang beriman,
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, dan membenci sesuatu
yang tidak disukainya terjadi pada orang lain, sebagaimana
kebenciannya bila sesuatu itu terjadi pada dirinya sendiri.

368
Nu’man bin Basyir berkata, aku mendengar Rasulullah S.A.W.
bersabda: “Perumpamaan orang-orang yang beriman, di dalam
saling mengasihi dan menyayangi di antara mereka, bagaikan satu
tubuh, ketika salah satu anggota tubuhnya ada yang sakit, anggota-
anggota tubuh yang lainnya menjadi terdorong ikut merasakan sakit
dan terjaga.”
Abu Musa meriwayatkan, dari Nabi S.A.W., beliau bersabda:
“Orang mukmin terhadap orang mukmin yang lain, bagaikan satu
bangunan yang saling kuat menguatkan satu sama lain.”
2. Hendaklah seseorang tidak menyakiti orang-orang Islam, baik dengan
perbuatan maupun dengan perkataan. Nabi Muhammad S.A.W.
besabda:
‫سانِ ِﮫ َويَ ِد ِه‬ َ ‫اَل ُمس ِل ُم َمن‬
َ ‫س ِل َم ال ُمس ِل ُمونَ ِمن ِل‬
Artinya:
“Orang muslim, ialah orang yang dapat membuat kaum muslim
merasa aman dari lidah dan tangannya.”
Nabi S.A.W. bersabda dalam suatu hadis yang cukup panjang, dalam
hadis tersebut beliau memerintahkan untuk melakukan keutamaan-
keutamaan. Bila anda tidak mampu, maka tinggalkanlah untuk
berlaku jahat pada manusia. Karena hal itu, merupakan sedekah yang
manfaatnya bagi diri anda sendiri. Beliau juga bersabda: “Sebaik-
baik orang Islam ialah orang yang dapat membuat Islam merasa
aman dari lidah dan tangannya.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Tahukah anda, siapakah orang Islam itu?”
Mereka menjawab: “Allah S.W.T dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui.” Beliau bersabda: “Orang Islam itu ialah orang yang
dapat membuat orang-orang Islam merasa selamat dari gangguan
lidah dan tangannya.” Mereka bertanya, lalu siapakah orang yang
beriman itu?” Beliau bersabda: “Yaitu, orang yang dapat membuat
aman orang-orang mukmin baik jiwa mauoun harta mereka.”
Mereka bertanya lagi: “Siapakah orang yang berhijrah itu?” Beliau
bersabda: “Orang yang berhijrah dari kejahatan lalu menjauhinya.”
Seorang laki-laki bertanya: “Ya Rasulullah , apakah Islam itu?”
Beliau bersabda: “Hendaklah anda menyerahkan hati anda kepada
Allah S.W.T, dan hendaklah anda dapat membuat orang-orang Islam
merasa selamat dari lidah dan tangan anda.”
Mujahid berkata: “Penghuni neraka digerogoti oleh penyakit kudis,
kulit dan dagingnya habis tinggal tulang belulangnya, lalu terdengar
panggilan: ‘Hai Fulan, apakah anda merasa sakit?” Ia berkata: “Ya.”
Suara panggilan itu kembali terdengar: “Yang demikian itu, adalah
disebabkan anda menyakiti orang-orang mukmin.” Nabi S.A.W.
369
bersabda: “Aku melihat seorang laki-laki berada di dalam surga,
disebabkan karena ia memotong pohon yang menghadang di jalan
yang membuat orang Islam menjadi terganggu.”
Abu Hurairah ra. berkata: “Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku
sesuatu yang bermanfaat bagiku.” Beliau bersabda: “Hilangkanlah
sesuatu yang menyakitkan dari jalan yang dilalui orang-orang Islam.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang menyingkirkan sesuatu
yang menyakitkan dari jalan orang Islam, maka Allah S.W.T
mencatatnya sebagai suatu kebaikan, dan barangsiapa yang dicatat
oleh Allah S.W.T, suatu kebaikan baginya, maka Ia mengharuskan
baginya masuk surga.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Tidak halal bagi orang Islam,
mengisyaratkan pandangan yang menyakitkan bagi saudaranya
sesama muslim.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Tidak halal bagi orang Islam mengejutkan
orang Islam dengan keterkejutan yang tidak baik.” Nabi S.A.W.
bersabda: “Sesungguhnya Allah S.W.T membenci orang yang
menyakitkan orang-orang yang beriman.”
Rabi’bin Khaitsam berkata: “Manusia itu ada dua macam, yaitu orang
yang beriman, maka janganlah anda menyakitinya, dan orang bodoh,
maka janganlah anda membodohinya.”
3. Hendaklah anda bersikap tawadhu’ dan tidak sombong terhadap
setiap orang Islam. Sesungguhnya Allah S.W.T tidak menyukai orang
yang sombong lagi membanggakan diri. Nabi S.A.W, bersabda:
“Sesungguhnya Allah S.W.T. memberikan wahyu kepadaku,
hendaklah anda bersikap tawadhu’, sehingga seseorang tidak
merasa sombong atas orang lain. Kemudian bila seseorang bersikap
sombong pada yang lain, hendaklah ia bersabar.”
Allah S.W.T. berfirman kepada Nabi S.A.W.:
)١٩٩( َ‫ف َوأَع ِرض َع ِن ال َجا ِﮪلِين‬
ِ ‫ُخ ِذ ال َعف َو َوأ ُمر ِبالعُر‬
Artinya:
“Jadikanlah anda pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS.
Al-A’raf: 199).
Diriwayatkan dari Abi Aufa, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
bersikap tawadhu’ kepada setiap orang Islam. Beliau tidak menghina
dan tidak pula sombong serta tidak merasa malu berjalan bersama
dengan janda dan orang-orang miskin, sehingga beliau dapat
menyampaikan keperluannya, dan mereka pun merasa puas.”
4. Hendaklah tidak mengintai berusaha mendengarkan rahasia
(menguping) sebagian atas sebagian yang lain, dan tidak pula
370
menyebar luaskan apa yang didengarnya dari sebagian kepada
sebagian yang lain. Nabi S.A.W. bersabda: “Tidak akan masuk surga
tukang adu domba atau pemfitnah.”
Khalil bin Ahmad berkata: “Barangsiapa yang mengadu domba anda,
tentu ia akan diadu domba. Barangsiapa yang menginformasikan
khabar kepada anda tentang khabar orang lain, maka sampaikanlah
khabar anda kepada orang lain itu.”
5. Hendaklah tidak mendiamkan (tidak mau menyapa) orang yang
dikenalnya melebihi tiga hari, sekalipun anda membencinya.
Abu Ayyub Al-Anshari berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim, memutus (hubungan
dan tidak menegur sapa) saudaranya (sesama agama) lebih dari tiga
hari, ketika antara keduanya bertemu dia berpaling dan yang satu
pun berpaling. Orang yang terbaik di antara keduanya ialah yang
memulai mengucapkan salam (menyapa).”
Nabi S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang membicarakan
(menyebarkan) kesalahan (rahasia) seorang muslim, maka Allah
S.W.T akan menyebarkan (mempermalukannya) kelak pada hari
kiamat.
Ikrimah berkata, sesungguhnya Allah S.W.T. berfirman kepada
Yusuf bin Ya’qub: “Pengampunan anda kepada saudara-saudara
anda itulah yang membuat Aku meninggikan derajat anda di dunia
dan akhirat.”
Ibnu Abbas berkata: “Tidaklah seorang lelaki memberikan
pengampunan atas kezaliman, melainkan Allah S.W.T akan
menambah kemuliannya sebab pengampunannya itu.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Harta tidak akan berkurang sebab sedekah;
Allah S.W.T tidak menambah sesuatu kepada seseorang sebab
memberikan pengampunan melainkan kemuliaan; Atau tidaklah ada
seseorang yang bersikap tawadhu’ karena Allah S.W.T, melainkan
Allah S.W.T tentu mengangkat derajatnya.”

60. ANTARA KEHINAAN MENGIKUTI HAWA NAFSU DAN


KEUTAMAAN ZUHUD
Allah S.W.T. berfirman:
‫َاوةً فَ َمن‬ َ َ‫سم ِع ِﮫ َوقَل ِب ِﮫ َو َج َع َل َعلَى ب‬
َ ‫ص ِر ِه ِغش‬ َّ ُ‫ضلَّﮫ‬
َ ‫ّللاُ َعلَى ِعل ٍم َو َخت ََم َعلَى‬ َ َ ‫أَفَ َرأَيتَ َم ِن ات َّ َخذَ ِإلَ َﮭﮫُ ﮪ ََواهُ َوأ‬
)٢٣( َ‫ّللاِ أَفَ َال تَذَ َّك ُرون‬َّ ‫يَﮭدِي ِﮫ ِمن بَع ِد‬
Artinya:
“Maka pernahkah anda melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya dan Allah S.W.T membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-
Nya dan Allah S.W.T telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
371
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah S.W.T (membiarkannya sesat). Maka
mengapa anda tidak mengambil pelajaran).” (QS. Al-Jatsiyah: 23).
Ibnu Abbas berkata: “Yang demikian itu adalah orang kafir yang
mengambil agamanya dengan tanpa petunjuk dari Allah S.W.T dan tidak
pula dengan dalil. Artinya, dia sangat taat pada hawa nafsu, dan selalu
memperturutkan ajakannya, sementara dia tidak mengamalkan kitab Allah
S.W.T. Seakan-akan ia menyembah hawa nafsunya.”
Allah S.W.T. berfirman: “Dan janganlah anda mengikuti hawa nafsu
mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.”
(QS. Al-Maidah: 48).
Dan Allah S.W.T juga berfirman: “Dan janganlah anda mengikuti
hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan anda dari jalan Allah S.W.T.
Sesungguhnya orang-orang sesat dari jalan Allah S.W.T akan mendapatkan
azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shaad:
26).
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad S.A.W. memohon perlindungan
dari ajakan hawa nafsu itu dengan sabdanya: “Ya Allah S.W.T,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hawa nafsu yang
senantiasa ingin diperturutkan, dan dari kekikiran yang selalu ingin diikuti.”
Beliau bersabda: “Ada tiga hal yang bisa membinasakan orang, yaitu: Hawa
nafsu yang selalu diperturutkan; Kekikiran yang diikuti; Kebanggaan
seseorang terhadap dirinya sendiri.” Yang demikian itu, karena
sesungguhnya setiap kemaksiatan penyebabnya ialah kesenangan nafsu-
nafsu. Hawa nafsulah yang menyeret seseorang ke dalam neraka. Semoga
Allah S.W.T melindungi kita dari kejahatannya.
Sebagian orang arif berkata: “Ketika muncul dua hal di hadapan
anda, sementara anda tidak mengetahui manakah di antara keduanya yang
lebih dekat dengan hawa nafsu, maka perangilah ia.”
Dalam hal ini, Imam Syafi’i ra. berkata:
“Apabila anda berada dalam sebuah kondisi kebimbangan antara dua hal,
sementara anda tidak mengetahui mana yang salah dan yang benar antara
keduanya. Maka lakukanlah perlawanan terhadap hawa nafsu anda, karena
sesungguhnya hawa nafsu hanyalah akan menyeret seseorang pada
kehinaan dan ketercelaan.”
Al-Abbas berkata: “Apabila anda ragu menentukan pilihan antara dua
buah pendapat, maka tinggalkanlah yang lebih anda cintai dari keduanya,
dan ambillah yang terasa lebih berat bagi anda. Pada dasarnya sesuatu yang
ringan membuat anda begitu mudah untuk melakukannya, dekat
jangkauannya, ringan resikonya dan cepat mendapatkan pertolongan,
sehingga seseorang menjadi sangat senang dan antusias memperturutkan
372
besarnya semangat ajakan hawa nafsu. Sementara sesuatu yang berat, akan
terasa begitu sulit bagi anda, jauh jangkauannya, dan lambat pertolongannya.
Karenanya, hawa nafsu menjadi malas dan tidak bersemangat serta benci
bersusah payah untuk melakukannya.
Diriwayatkan dari Umar ra., sesungguhnya dia berkata: “Kekanglah
hawa nafsu anda, karena sesungguhnya dia sebagai petunjuk jalan yang
mengantarkan anda kepada pencapaian yang paling buruk. sesungguhnya
sesuatu yang hak, menjadi terasa begitu berat bagi seseorang, sementara
sesuatu yang batil terasa begitu ringan untuk dilakukan. Menghindar dari
kesalahan adalah lebih ringan dari pada memperbaiki kerusakan. Betapa
banyaknya satu kali tatapan mata membuat nafsu syahwat menjadi
tergoncang untuk mendapatkan kenikmatan sekejab, sementara kepedihan
yang ditimbulkannya akan terus berkepanjangan.”
Luqman berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, sesuatu yang
pertama kali aku peringatkan kepada anda adalah mengenai hawa nafsu anda
sendiri. Karena setiap nafsu memiliki kesenangan dan keinginan, jika anda
memberikan keinginan atau memperturutkan satu kesenangannya, niscaya
keinginannya itu akan menjadi membengkak dan menuntut kepada anda
untuk melakukan yang lainnya. Hawa nafsu bercokol dalam hati, seperti
bercokolnya api dalam batu. Kalau dipadamkan akan sembunyi, sementara
kalau dibiarkan tentu tetap bercokol dan menyala.
Sebagian dari mereka berkata, melalui bait syairnya:
* ِ‫س فِى ُك ِل دَع َوة‬ َ ‫*اِذَا َمااَ َجبتَ النَّف‬
* ‫* دَ َعتكَ اِلَى الَم ِرالقبِيحِ ال ُم َح َّر ِم‬
َ
“Apabila anda memenuhi nafsu di dalam setiap ajakan, tentu ia akan
menyeret anda pada suatu kejahatan yang diharamkan.”
Penyair lain berkata:
“Apabila anda tidak melakukan perlawanan terhadap hawa nafsu, tentu
hawa nafsu akan membimbing anda kepada setiap hal yang di dalamnya
terdapat sebutan yang membahayakan anda.”
Yang lain juga berkata:
“Ketahuilah, sesungguhnya anda tidak akan mulia dan tidak pula anda
melihat jalan kebenaran, jika anda mengikuti hawa nafsu anda.”
Seorang penyair berkata:
“Apabila anda menghendaki datangnya hal-hal yang terpuji, dan ingin
memperoleh apa yang anda harapkan dari rahmat Tuhan. Maka lawanlah
kejahatan hawa nafsu anda, sesungguhnya dia adalah benar-benar lebih
memusuhi dan merusak dari pada hawa hubb (kecintaan). Keduanya
merupakan dua buah sebab kematian orang yang memiliki hawa
(kesenangan), hanya saja di dalam hawa hubb mengandung potensi yang
sangat berkemungkinan untuk dapat menjauhkan dari dosa. Dan sebagian
373
besar kesesatan ada dalam hawa nafsu, maka pegang teguhlah untuk
menentang apa yang diinginkan oleh nafsu itu jika anda adalah orang yang
mempunyai akal.”
Penyair berkata:
“Cahaya akal akan tertutup, karena mentaati hawa nafsu, sedang akal
orang yang selalu menentang hawa nafsu akan selalu bertambah bersinar.”
Fudhail bin Abbas berkata:
“Terkadang hari-hari ini mengangkat orang yang sebenarnya ia adalah
orang bodoh dan hawa nafsu menghancurkan orang yang memiliki
kecerdasan pendapat.
Kadang-kadang manusia memuji seorang pemuda padahal dia orang yang
salah, dan seorang pemuda dicerca di dalam berbuat kebaikan padahal dia
adalah benar.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Allah S.W.T telah menciptakan
akal dan Dia berfirman kepadanya: ‘Menghadaplah!’ Lalu dia menghadap.
Dia juga berfirman kepadanya: ‘Membelakanglah (berpalinglah)!’ Lalu dia
membelakangi (berpaling). Kemudian Allah S.W.T menciptakan kedunguan
(ketololan), lalu Ia berfirman kepadanya: ‘Menghadaplah!’ Ia lalu
menghadap.’ Kemudian Dia juga berfirman: ‘Berpalinglah!’ Maka ia
berpaling. Selanjutnya Allah S.W.T berfirman: ‘Demi keagungan dan
keluhuran-Ku, Aku tidak mendesain (menempatkan) anda kecuali teruntuk
orang yang paling Aku benci dari makhluk-Ku....” (HR. Tirmidzi).
Seorang penyair berkata:
“Sebuah pendapat akan benar-benar menembus pada hakikat
kebenaran, manakala dalam setiap persoalan ditempuhnya dengan jalan
musyawarah.
Orang yang berakal benar-benar berpendapat bahwa sesungguhnya
hawa nafsu selama dipenuhi, dia akan mengundang ke arah akibat yang
jahat dan siksa.”
Penyair lain berkata:
“Apabila anda ingin berhasil dan mencapai cita-cita, maka
janganlah anda membantu nafsu dengan mentaati keinginannya.
Lakukan perlawanan terhadap tuntutan keinginannya dan
hindarkanlah diri anda untuk berkumpul dengan orang yang tersesat dan
salah jalan. Tinggalkanlah nafsu itu dan apa yang dia ajak ke sana, karena
sesungguhnya dia senantiasa memerintah pada yang jahat, baik dalam
tingkat pertama maupun selamanya.
Semoga anda selamat dari neraka, sekalipun sesungguhnya dia
benar-benar memutuskan isi perut dan mengelupaskan kulit kepala.”
Ada mutiara hikmah yang begitu populer: “Hawa nafsu adalah
kendaraan yang tercela. Dia berjalan membawa anda ke dalam kesenangan
374
(sesaat). Dia menempatkan anda pada tempat-tempat ujiannya. Maka
janganlah sekali-kali kesenangan nafsu mendorong anda untuk mengendarai
(melakukan) hal-hal tercela dan berdiam pada tempat-tempat kesalahan.”
Pernah dikatakan pada sebagian mereka: “Hendaklah anda kawin.” Dia
berkata: “Seandainya aku mampu untuk menceraikan nafsuku tentu aku akan
menceraikannya.”
Seorang penyair berkata:
“Asingkanlah diri anda dari gemerlapnya tipuan duniawi, karena
sesungguhnya anda jatuh (diturunkan) ke dunia ini dalam keadaan
telanjang.”
Dunia adalah tidur, sedangkan akhirat adalah senantiasa terjaga.
Sementara di antara itu adalah kematian. Kemudian kita semua ini ada dalam
mimpi-mimpi yang kosong. Barangsiapa yang melihat dengan pandangan
hawa nafsu, tentu akan menjadi kebingungan. Barangsiapa yang mengambil
keputusan menurut hawa nafsu tentu akan tersesat. Dan barangsiapa yang
memperpanjang pandangan dan angan-angan, tentu tidak akan menemukan
batas akhir dan tidaklah pula ada habis-habisnya.
Sebagian hukuma berpesan pada seorang laki-laki: “Aku
memerintahkan anda untuk memerangi hawa nafsu anda, karena
sesungguhnya hawa nafsu itu adalah kunci dari segala macam kejahatan dan
musuh dari segala bentuk kebajikan. Semua kesenangan-kesenangan nafsu
anda adalah musuh bagi anda. Adalah menjadi sesuatu yang paling disenangi
hawa nafsu adalah kemampuannya untuk menjelmakan dosa di hadapan
anda dengan mengatas namakan bentuk ketaqwaan. Dan anda tidak akan
dapat memisahkan di antara musuh-musuh ini, ketika semuanya terpampang
di hadapan anda, kecuali dengan kemauan keras yang tidak dicampuri
dengan kelemahan, dengan terus menerus tidak pernah mengenal kendor,
ketabahan yang tanpa keluhan, dan dengan niat yang tidak di sia-siakan.
Ya Allah S.W.T, jadikanlah akal kami untuk dapat mengalahkan
hawa nafsu kami. Janganlah Engkau cicipkan pada kami kejahatan dan
kehinaannya, dan janganlah Engkau lengahkan kami dalam kesibukan
duniawi dengan melalaikan akhirat kami. Jadikanlah kami orang-orang yang
selalu mengingat kepada-Mu dan mensyukuri nikmat-nikmat-Mu dengan
keagungan Nabi-Mu Muhammad S.A.W. pemimpin dan penghulu kami.
Segala puji bagi Allah S.W.T atas nikmat yang Dia berikan pada kami.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Sebaik-baik kehidupan beragama anda
adalah sikap wara’ anda.” Beliau juga bersabda: “Pimpinan amal adalah
wara’.” Beliau bersabda: Jadilah anda orang yang wara’, tentu anda akan
menjadi orang yang paling beribadah di antara manusia, dan jadilah anda
orang yang selalu bersifat menerima (qana’ah), tentu anda akan menjadi
orang yang paling bersyukur di antara manusia.” Nabi Muhammad S.A.W.
375
bersabda: “Barangsiapa yang tidak memiliki sifat wara’, yang dapat
menghalanginya dari perbuatan maksiat kepada Allah S.W.T di saat sedang
kondisi sendirian, maka Allah S.W.T tidak peduli dengan satu pun dari
ilmunya.”
Ibrahim bin Adham berkata: “Zuhud (mengasingkan dari duniawi) itu
ada tiga tingkatan: Pertama: Zuhud yang bersifat fardhu, yaitu menghindari
segala macam yang haram. Kedua: Zuhud untuk keselamatan, yaitu dengan
meninggalkan syubhat. Ketiga: Zuhud keutamaan, yaitu bersikap zuhud dari
sesuatu yang halal.” Hal ini adalah suatu penafsiran yang baik. Ibnul
Mubarak berkata: “ Zuhud itu adalah merahasiakan kezuhudan. Apabila oang
yang zuhud lari dari manusia, maka carilah dia, dan apabila dia mencari
manusia, maka larilah anda darinya.” Alangkah indahnya ucapan seorang
penyair berikut ini:
“Sesungguhnya aku mendapatkannya, jangan anda menyangka yang
bukan-bukan, sesungguhnya berbuat wara’ itu ada pada dirham (uang) ini.
Ketika anda dapat menguasainya, lalu anda meninggalkannya,
ketahuilah bahwa ketakwaan anda itu adalah ketakwaan seorang muslim
sejati.”
Bukanlah orang zuhud itu ialah orang yang mengasingkan dari
duniawi ketika dunia berpaling darinya, tetapi orang yang zuhud itu adalah
orang memalingkan mukanya dari dunia itu dan mengutamakan untuk
menghindarinya, ketika dunia datang dan berada di depan matanya.
Sebagaimana yang dikatakan Abu Tamam dalam bait syairnya:
“Apabila seseorang tidak bersikap zuhud pada saat dunia diberi
warna, gemerlap kemewahan dan kesenangannya yang bersifat semu di
sodorkan di hadapannya, maka dia bukanlah orang yang zuhud.”
Sebagian hukama berkata dalam bait-bait syairnya:
“Celakalah bagi orang yang hidupnya hanya untuk mencari dunia,
sebab ia tidaklah abadi, seakan-akan perjalanan dunia ini hanyalah sebuah
mimpi.
Kejernihannya, sesungguhnya adalah keruh, kesenangannya
menimbulkan bahaya, sesuatu yang dianggap aman, justru sebuah penipuan,
cahayanya sesungguhnya adalah merupakan kegelapan.
Keremajaannya sesungguhnya merupakan kepikunan,
peristirahatannya menimbulkan penyakit, kelezatannya membawa petaka,
penemuannya adalah ketiadaan.
Dunia tidak akan mampu menyelamatkan dan menyembuhkan
pemiliknya, sekalipun yang dimiliki seseorang seisi dunia seluruhnya, dunia
tetap tidak menaruh sedikitpun belas kasihan kepadanya.

376
Karenanya lepaskanlah dia, janganlah anda cenderung
keindahannya yang memperdayakan, karena ia merupakan lipatan-lipatan
kenikmatan yang di dalamnya terdapat siksaan.
Beramallah anda buat negeri yang kenikmatannya bersifat abadi,
yang tak terbesit sedikitpun kematian dan tidak pula ketuaan.”
Yahya bin Mu’adz berkata: “Hendaklah anda menjadikan tatapan
pandangan anda di dunia ini, untuk mengambil i’tibar (pelajaran),
penolakkan anda terhadapnya, hendaklah sebagai ikhtiar yang senantiasa
diupayakan , usaha anda di dalamnya adalah sebuah keterpaksaan, sementara
pencarian anda kepada akhirat adalah sebuah keniscayaan.”

61. SIFAT SURGA DAN TINGKATAN DERAJAT PARA


PENGHUNINYA

Ketahuilah, sesungguhnya perkampungan yang telah anda ketahui dalam


pembahasan terdahulu, tentang kepedihan, kegelisahan dan kesusahannya itu
ialah neraka. Ada perkampungan lain yang juga dihadirkan dihadapan anda,
maka perhatikanlah dan renungkanlah tentang kenikmatan dan
kebahagiaanya. Sesungguhnya orang yang jauh dari salah satu dari
keduanya, tentu ia akan menempati yang satunya, secara pasti, tidak bisa
tidak. Tanamkanlah rasa takut di dalam hati anda dengan melakukan
perenungan akan penderitaan dan kepedihan siksaan neraka Jahim. Serta
tanamkanlah harapan dengan melakukan perenungan akan kenikmatan yang
abadi yang telah dijanjikan kepada calon penghuni surga. Giringlah diri anda
dengan cambuk al-khauf (takut azab neraka), dan bimbinglah dengan
kendali raja’ (harapan akan kenikmatan surga) pada jalan yang lurus.
Dengan demikian anda akan mendapatkan kerajaan besar (surga) dan
selamat dari azab yang sangat pedih (neraka).
Renungkanlah tentang penghuni surga. Wajah-wajah mereka terlihat
berseri-seri, bergembiralah dengan berbagai kenikmatan surga. Mereka
diberi minum khamar murni yang tertutup rapat dan tersegel. Mereka duduk-
duduk di atas mimbar kehormatan yang terbuat dari mutiara merah, dalam
kemah-kemah luk-luk basah yang putih cemerlang, di dalamnya terhampar
permadani hijau. Mereka duduk di atas dipan-dipan yang dipasang di
pinggir-pinggir sungai yang dialiri khamar dan madu, yang dilayani pelayan-
pelayan muda yang berusia sebaya. Dihiasi dan dihibur oleh bidadari-
bidadari yang baik nan cantik jelita dan bermata jeli. Seakan-akan bidadari-
bidadari itu permata yaqut dan marjan, yang tidak pernah disentuh oleh
manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami
mereka) dan tidak pula oleh jin. Dia berjalan dan berpose dengan gayanya
yang aduhai di surga yang sangat memikat dan mempesona. Pakaian sutera
377
yang dikenakannya sangat memikat dan menarik bagi setiap yang
memandangnya. Bidadari itu memakai mahkota yang bertahtakan mutiara
dan marjan. Gayanya menawan hati, menebarkan aroma kesturi, tidak akan
mengalami ketuaan dan tidak kegelisahan.
Bidadari-bidadari itu, dipingit di dalam rumah-rumah, dalam gedung-
gedung mutiara yang dibangun di tengah-tengah taman-taman surga. Mereka
selalu sopan menundukkan pandangannya lagi bermata jeli. Penghuni-
penghuni surga dikelilingi oleh bidadari-bidadari itu dengan membawa
gelas-gelas, cerek-cerak dan minuman dari air yang mengalir, putih dan
menyegarkan bagi orang-orang yang meminumnya. Pelayan-pelayan muda
dan anak-anak mengelilingi penghuni surga, seakan-akan mereka adalah
mutiara lukluk yang tersimpan, sebagai balasan bagi apa yang telah mereka
kerjakan. Di tempat yang aman ada taman-taman (surga) dan mata-mata air.
Dalam taman-taman itu ada sungai-sungai, tempat yang disenangi di sisi
Tuhan Yang Maha Kuasa. Di sana mereka melihat Dzat Tuhan, Raja Yang
Maha Mulia. Wajah mereka bersinar, tampak ada kesenangan hidup yang
penuh kenikmatan. Tidak ada kegelapan dan kehinaan. Mereka hamba-
hamba Allah S.W.T yang dimuliakan. Bagi mereka selalu tersedia hadiah-
hadiah yang bermacam-macam. Mereka selalu dalam keinginan hati dan
abadi. Mereka tidak pernah takut dan bersedih hati. Mereka aman dari
adanya kecelakaan. Mereka selalu merasakan nikmat, mereka makan
sesukanya dari berbagai makanan surga, dan minum dari sungai-sungai,
susu, arak, madu, dan air yang tidak akan berubah.
Tanah-tanah surga terbuat dari perak, batu kerikilnya dari marjan,
debunya dari misik yang semerbak aroma keharumannya, dan tumbuh-
tumbuhannya dari Za’faran. Mereka dihujani dari awan yang berasal dari dua
bintang nasr di atas timbunan minyak kafur. Di datangkan kepada mereka
gelas-gelas, yakni gelas-gelas dari perak yang bertahtakan intan, permata dan
marjan. Sebuah gelas arak yang dilak yang dicampur air salsabil (sebuah
mata air dari surga) yang murni dan sebuah gelas lagi bersinar karena
kejernihan bahannya, sehingga jenis minuman yang ada di dalamnya tampak
terlihat jelas dari belakang (luarnya) karena kehalusan dan kemerahannya.
Tidak akan pernah ada seorang anak Adam pun yang bisa membuatnya.
Mereka merasa tidak akan sanggup untuk membuat dengan sempurna akan
keindahannya. Gelas itu ada dalam telapak tangan seorang pelayan yang
sinar wajahnya menyerupai matahari. Tetapi dari matahari yang mana
mereka yang dapat memancarkan sinar keindahan? Kemanisan rupanya,
keindahan pelipisnya, dan kesedapan matanya, sungguh luar biasa dan sangat
mengagumkan.
Alangkah mengagumkannya, orang yang percaya dengan suatu
perkampungan, yang semua itu merupakan sifat dan keadaan perkampungan
378
keabadian itu (surga). Orang yang yakin, bahwa penghuninya tidak akan
mati, kesusahan-kesusahan tidak akan singgah pada orang yang menempati
halamannya. Tidak ada pula peristiwa-peristiwa dan tragedi yang
mengganggu dan mengurangi kenyamanan penghuninya. Bagaimana
mungkin seseorang dapat senang dengan perkampungan (dunia) yang Allah
S.W.T telah mengizinkan kehancurannya, dan merasa berbahagia dengan
kehidupan yang rendah dan hina itu?
Demi Allah S.W.T, seandainya di sana (di dunia) tidak terdapat sesuatu
kecuali- hanya keselamatan tubuh serta aman dari mati, kelaparan, kehausan
dan segala macam peristiwa yang lain (yang menyusahkan)-barangkali
memang tepat kalau dia berpihak dan memilih dunia. Tetapi realitasnya
adalah tidak demikian, tetapi justru sebaliknya. Dia akan dikejar-kejar dunia,
dipotong-potong dan dilumat-lumat karena sifatnya yang fana dan akan
binasa.
Betapa mengagumkannya, sesungguhnya penghuni-penghuni surga itu
adalah raja-raja yang merasa aman sentosa. Mereka selalu diberi kenikmatan
dengan segala macam kegembiraan, dan mereka akan mendapatkan apa saja
yang mereka inginkan di surga. Mereka setiap hari selalu datang pada
halaman-halaman Arasy dan memandang kepada Dzat Allah S.W.T Yang
Maha Mulia. Kenikmatan dapat memandang Allah S.W.T sungguh luar biasa
besarnya. Sehingga seakan-akan merasa melalaikan kenikmatan surga yang
lainnya. Mereka abadi dalam aneka kenikmatan surgawi yang sangat tinggi,
aman dan sejahtera dalam naungan ridha Ilahi.
Abu Hurairah berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W bersabda:
“Malaikat pemanggil memanggil: ‘Hai penghuni surga, sesungguhnya bagi
anda kesehatan dan tidak akan pernah sakit untuk selama-lamanya.
Sesungguhnya bagi anda selalu muda dan tidak akan menjadi tua untuk
selama-lamanya. Dan sesungguhnya bagi anda kesenangan-kesenangan dan
tidak akan merasa susah untuk selama-lamanya.”
Firman Allah S.W.T.:
ِ ُ ‫َونُود ُوا أَن تِل ُك ُم ال َجنَّةُ أ‬
)٤٣( َ‫ورثت ُ ُموﮪَا ِب َما ُكنتُم تَع َملُون‬
Artinya:
“Dan diserukan kepada mereka: Itulah surga yang diwariskan kepadamu
disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 43).
Kalau anda ingin mengetahui sifat surga, bacalah Al-Qur’an, karena
tidak ada dibelakang penjelasan Allah S.W.T terdapat penjelasan yang lain.
Bacalah firman Allah S.W.T. dalam surat Ar-Rahman mulai ayat: “Dan bagi
orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (QS. Ar-
Rahman: 46), sampai ayat terakhir, yaitu: “Maha Agung nama Tuhanmu
Yang mempunyai kebesaran dan karunia.” (QS. Ar-Rahman: 78).

379
Dan bacalah pula surat Al-Waqi’ah, juga surat-surat yang lain. Dan
kalau anda ingin mengetahui lebih terperinci sifat-sifat surga itu dari hadis-
hadis, maka sekarang perhatikanlah perinciannya setelah lebih dahulu anda
menelaahnya dalam garis besar. Pertama kali renungkanlah tentang jumlah
surga itu.
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda, mengenai Firman Allah S.W.T.:
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua
surga.” (QS. Ar-Rahman: 46).
Beliau bersabda: “Dua buah surga dari perak, perkakasnya dan semua
yang ada didalamnya, dan dua buah surga lagi dari emas, perkakasnya dan
semua apa yang ada di dalamnya. Tidaklah ada di antara penghuni surga
itu melihat Tuhannya, kecuali hanya selendang keagungannya pada Dzat-
Nya yang ada di dalam surga ‘Adn.”
Kemudian perhatikanlah pintu-pintu surga, karena sesungguhnya
pintu-pintu surga itu banyak sekali sesuai dengan pokok-pokok ketaatan.
Sebagaimana pintu-pintu neraka yang juga menurut pokok-pokok
kemaksiatan. Abu Hurairah ra. berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
bersabda: “Barangsiapa yang mendermakan sepasang hartanya dijalan
Allah S.W.T, dia akan dipanggil dari semua pintu-pintu surga.”
Surga mempunyai delapan pintu. Barangsiapa yang ahli melakukan
shalat, maka ia dipanggil dari pintu Shalat; Barangsiapa yang melakukan
puasa, ia dipanggil dari pintu Shiam (Puasa); Barangsiapa yang ahli
bersedekah, maka ia dipanggil dari pintu Sedekah; Barangsiapa yang ahli
jihad, maka ia akan dipanggil dari pintu Jihad.”
Abu Bakar ra. berkata: “Demi Allah S.W.T tidak ada seorang pun
mendapat kepastian dari pintu mana dia dipanggil. Adakah seseorang akan
dipanggil dari semua pintu itu?” Beliau bersabda: “Ya, dan aku berharap
agar anda termasuk di antara mereka yang demikian.”
Ashim bin Dhamrah, dari Ali Karamallaahu Wajhah, sesungguhnya
dia pernah menyebutkan neraka dan membesarkan perihalnya dalam sebuah
penjelasan yang aku tidak hafal, lalu dia membaca ayat: “Dan orang-orang
bertakwa kepada Tuhannya di bawa ke dalam surga secara berombongan.”
(QS. Az-Zumar: 73), sehingga ketika mereka sampai pada sebuah pintu dari
pintu-pintunya, mereka menemukan sebuah pohon di sampingnya yang dari
bawah batangnya keluar dua buah sumber air yang mengalir. Kemudian
mereka menuju kepada salah satunya, sebagaimana yang diperintahkan lalu
mereka meminumnya. Setelah minum segala kotoran atau penyakit yang ada
di dalam perutnya menjadi hilang. Kemudian mereka menuju kepada sumber
air yang lain. Mereka membersihkan diri dengan air itu, setelah mandi
dengan air itu, semuanya menjadi berubah dengan sangat mengagumkan.
Mereka benar-benar terlihat bahagia hidup dengan penuh kenikmatan.
380
Setelah itu rambut mereka tidak akan berubah lagi untuk selama-lamanya
dan kepalanya tidak akan kusut lagi, seakan-akan mereka selalu memakai
minyak rambut. Akhirnya sampailah mereka ke surga, para malaikat penjaga
menyambut kedatangan mereka seraya berkata: “Kesejahteraan (semoga
dilimpahkan) kepadamu. Berbahagialah kamu dan masuklah ke surga ini,
sedang kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zumar: 73).
Kemudian mereka dijemput dan dikelilingi anak-anak surga,
sebagaimana anak-anak manusia di dunia yang sedang menyambut
kekasihnya yang datang dari jauh. Anak-anak itu berkata padanya:
“Bergembiralah, Allah S.W.T telah menyediakan anda kemuliaan begini.”
Ali berkata: “Berangkatlah seorang anak dari anak-anak itu kepada sebagian
istri-istri penghuni surga dari jenis bidadari yang bermata jeli dan berkatalah
anak itu: “Si Fulan telah datang.” Dia memanggil dengan namanya saat ia
dipanggil di dunia. Istrinya berkata: “Apakah anda telah melihatnya?” Anak
itu berkata: “Aku telah melihatnya, dia ada dibelakangku.” Perasaan lega dan
bergembira begitu memukau saat dia berdiri pada bandul pintunya. Ketika
penghuni surga itu telah sampai di tempat tinggalnya, dia memandang ke
dasar bangunannya, tiba-tiba ia melihat batu mutiara yang di atasnya terlihat
gedung, merah, hijau, kuning dan dari segala aneka warna yang tertata dalam
perpaduan warna yang sangat apik. Kemudian dia mengangkat kepala dan
memandang ke atapnya, tiba-tiba dia seperti kilat. Seandainya Allah S.W.T
tidak memberi kekuasaan-Nya, tentu dia akan menjadi sakit, hilanglah
penglihatannya. Ketika dia menundukkan kepalanya lagi, tiba-tiba istrinya
telah ada di sampingnya, gelas-gelas diletakkan ditata dengan apik, bantal-
bantal disusun dengan rapi, dan beberapa permadani telah dihamparkan. Lalu
dia duduk dan berkata: “Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah
menunjukkan kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan
mendapatkan petunjuk kalau Allah S.W.T tidak memberi kami petunjuk.”
(QS. Al-A’raf: 43).
Lalu seorang malaikat memanggil : “Anda akan hidup terus dan tidak
akan mati untuk selamanya, anda akan menetap dan tidak akan pergi untuk
selamanya, dan anda akan sehat dan tidak akan merasa sakit untuk
selamanya.” Rasulullah S.A.W. bersabda: “Pada hari kiamat aku akan
datang di pintu surga, dan aku mengetuk. Lalu malaikat penjaga pintu surga
itu berkata: “Siapa anda?” Aku menjawab: “Muhammad.” Malaikat itu
berkata: “Sebab anda aku diperintahkan untuk tidak membukakan pintu
surga kepada seorang pun sebelum anda.”
Selanjutnya, perhatikanlah sekarang mengenai tempat-tempat yang
tinggi dan perbedaan tingkat ketinggian di dalam surga, karena akhirat
adalah lebih besar perbedaan tingkatannya. Sebagaimana adanya perbedaan
di antara manusia dalam ketaatan-ketaatan lahir dan akhlak batin yang
381
terpuji, terdapat pula perbedaan yang mencolok. Jika anda mencari tingkat
tertinggi, hendaklah anda berusaha jangan sampai ada orang yang
mendahului dalam menjalankan ketaatan kepada Allah S.W.T. Karena Allah
S.W.T. sendiri telah memerintahkan berlomba-lomba dan bermegah-
megahan dalam ketaatan. Allah S.W.T. berfirman: “Dan bersegeralah anda
kepada ampunan Tuhanmu.” (QS. Ali-Imran: 1333).
Dan Allah S.W.T. berfirman: “Dan untuk hal yang demikian
hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifin: 26).
Tetapi yang sungguh mengherankan ialah justru ketika kawan-kawan
atau tetangga anda mencapai kemajuan dengan mendapatkan banyak uang,
bertambah meninggikan bangunan rumahnya mengalahkan anda, maka hal
itu akan menjadi beban berat bagi anda atau dada anda terasa sesak dan
kehidupan anda seakan runtuh lantaran rasa dengki. Padahal, sesungguhnya
yang seharusnya menjadi perhatian utama anda, ialah ketika kedatangan anda
ke surga didahului oleh orang lain yang lebih antusias dan bersemangat
dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah S.W.T daripada anda. Orang
yang kebaikan dan kebaktiannya kepada Allah S.W.T tak dapat ditandingi
dengan dunia seisinya.
Abu Sa’id Al-Khudri berkata, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda:
Sesungguhnya penghuni surga akan melihat pemilik-pemilik tempat yang
tinggi di atas mereka, sebagaimana anda melihat bintang yang berjalan dari
ufuk timur ke barat, karena perbedaan tingkat keutamaan antara mereka.”
Mereka berkata: “Ya Rasulullah, itu adalah tingkatan-tingkatan para Nabi
yang tidak akan dapat dicapai oleh yang selain mereka.” Beliau bersabda:
“Ya, Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, itu adalah tempat
orang-orang yang beriman kepada Allah S.W.T dan membenarkan para
utusan-Nya.
Nabi S.A.W.juga bersabda: “Sesungguhnya pemilik-pemilik tingkatan
yang tinggi melihat dapat terlihat oleh mereka yang ada di bawahnya,
sebagaimana anda melihat bintang muncul di ufuk dari beberapa ufuk
langit, dan sesungguhnya Abu Bakar dan Umar berada antara mereka itu
serta diberi nikmat.”
Jabir berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.bersabda pada kami:
Maukah anda, aku ceritakan tentang kamar-kamar (tingkatan-tingkatan) di
surga?” Jabir menjawab: “Ya, tentu mau ya Rasulullah, semoga Allah
S.W.T melimpahkan rahmat kepada baginda Rasul.” Lalu beliau bersabda:
“Sesungguhnya di dalam surga terdapat tempat-tempat yang tinggi yang
terbuat dari beberapa macam bahan. Semuanya dapat terlihat, luarnya
dapat terlihat dari bagian dalamnya, dan bagian dalamnya dapat terlihat
dari bagian luarnya, di dalamnya terdapat segala macam kenikmatan,
kelezatan, dan kegembiraan yang belum pernah terlihat oleh mata, belum
382
pernah terdengar oleh telinga dan belum pula pernah terlintas dalam hati
manusia.” Jabir berkata, lalu aku bertanya: “Untuk siapakah tempat-tempat
tinggi ini?” Beliau bersabda: “Bagi orang yang menyebarkan salam,
memberikan makan, membiasakan puasa secara kontinyu dan bagi orang
yang shalat malam ketika orang-orang sedang tidur.” Jabir berkata, lalu aku
bertanya lagi: “Siapakah yang mampu melakukan hal itu?” Beliau bersabda:
“Umatku akan mampu melakukan hal itu, dan aku akan mengabarkan
mengenai itu kepada anda. Barangsiapa yang bertemu saudaranya lalu
mengucapkan salam padanya, maka dia sungguh telah menyiarkan salam.
Barangsiapa yang memberi makan istri dan keluarganya sehingga membuat
kenyang mereka, maka dia sungguh telah memberikan makanan.
Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dan dari setiap bulan
tiga hari, maka dia benar-benar telah melakukan puasa secara terus
menerus. Dan barangsiapa yang shalat Maghrib lalu dilanjutkan hingga
shalat Isya’ dan shalat Subuh secara berjamaah, maka dia benar-benar
telah shalat pada malam hari pada saat manusia sedang tidur.” Yakni,
orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani serta Majusi.”
Ketika Rasulullah S.A.W. ditanya mengenai firman Allah S.W.T.:
“Allah S.W.T menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan
perempuan (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-
sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang
bagus di surga ‘Adn.” (QS. At-Taubah: 72), beliau bersabda: “Beberapa
gedung dari mutiara luk-luk, pada setiap gedung terdapat tujuh puluh rumah
dari yaqut merah, pada setiap rumah terdapat tujuh puluh buah kamar dari
zamrud hijau, pada setiap kamar terdapat sebuah tempat tidur, pada setiap
tempat tidur terdapat tujuh puluh hamparan dari segala macam warna, pada
setiap tempat tidur terdapat seorang istri dari bidadari yang bermata jeli.
Pada setiap kamar itu tersedia tujuh puluh hidangan, pada setiap hidangan
terdapat tujuh puluh macam makanan. Dan pada setiap kamar itu juga
terdapat tujuh puluh pelayan gadis remaja yang usianya sebaya. Orang
mukmin akan diberikan pelayanan yang demikian itu pada setiap pagi.”
Yakni, orang mukmin dianugerahi kekuatan untuk mampu mendatangi dan
menikmati itu semua.

62. ANTARA SABAR, RIDHA, DAN QANA’AH

Mengenai keutamaan ridha banyak dijelaskan di dalam ayat-ayat Al-


Qur’an, di antaranya ialah sebagaimana firman Allah S.W.T.:
َ ‫ّللاُ َعن ُﮭم َو َرضُوا َعنﮫُ ذَلِكَ ِل َمن َخش‬
)٨( ُ‫ِي َربَّﮫ‬ َّ ‫ي‬َ ‫ض‬
ِ ‫َّر‬
Artinya:

383
“Allah S.W.T ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya
yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang-orang yang takut kepada
Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah: 8).
Dan Allah S.W.T juga berfirman: “Tidak ada balasan kebaikan
kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman: 60). Puncak dari al-ihsan
(kebaikan) adalah ridha Allah S.W.T terhadap hamba-Nya. Dan itu
merupakan pahala atas keridhaan seorang hamba kepada Allah S.W.T.
Allah S.W.T. berfirman: “Allah S.W.T menjanjikan kepada orang-
orang yang mukmin laki-laki dan perempuan (akan mendapat) surga yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan
(mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘And, dan keridhaan Allah
S.W.T adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. At-
Taubah: 72).
Allah S.W.T. benar-benar meninggikan keridhaan di atas surga ‘Adn,
sebagaimana Dia telah meninggikan zkir-Nya di atas shalat. Sebagaimana
firman-Nya: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah S.W.T
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).
Dan Allah S.W.T mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut:
45).
Sebagaimana halnya musyahadah (kesaksian kepada Tuhan),
sebagaimana yang telah disebutkan di atas, dalam shalat adalah lebih besar
dari pada shalat itu sendiri. Maka keridhaan Tuhan yang memiliki surga
adalah lebih tinggi dari pada surga itu sendiri. Bahkan keridhaan-Nya itu
merupakan puncak tujuan diinginkan oleh penghuni-penghuni surga.
Di dalam hadis disebutkan: “Sesungguhnya Allah S.W.T. akan
menampakkan Dzat-Nya kepada orang-orang mukmin. Lalu Dia berfirman:
‘Mintalah anda kepada-Ku.” Lalu mereka berkata: ‘Keridhaan-Mu.’
Permintaan mereka terhadap keridhaan Allah S.W.T setelah memandang
pada-Nya, adalah merupakan puncak keutamaan.
Sedangkan mengenai keridhaan hamba, akan kami jelaskan mengenai
hakekatnya. Sementara mengenai keridhaan Allah S.W.T. terhadap hamba,
dalam arti lain yang hampir sama dengan kecintaan Allah S.W.T kepada
hamba-Nya, sebagaimana yang telah kami sebutkan terdahulu. Mengenai
hakekat cinta dan keridhaan-Nya, tidak boleh dijelaskan, karena ilmu
makhluk tidak dapat menjangkaunya. Sedang orang yang mampu untuk itu,
maka dia akan menyendiri dalam penemuan pada dirinya sendiri.
Secara garis besar kiranya dapatlah dikatakan bahwa tiada tingkat
lagi di atas tingkatan dapat melihat Allah S.W.T. Kalau mereka minta
keridhaan-Nya, karena hal itu merupakan sebab kelangsungan memandang
Dzatnya. Seakan-akan mereka menganggap bahwa melihat kepada-Nya itu
384
adalah puncak dari segala macam tujuan, dan cita-cita yang paling utama,
ketika mereka memperoleh kenikmatan memandang Allah S.W.T. Kemudian
ketika mereka diperintahkan untuk meminta, mereka tidak minta kecuali
hanya keinginan untuk terus menerus memandang-Nya. Mereka mengetahui
bahwa ridha merupakan sebab kelangsungan diangkatnya hijab atau sesuatu
yang menjadi penghalang untuk dapat melihat Allah S.W.T.
Allah S.W.T. berfirman: “Dan pada sisi kami ada tambahannya.”
(QS. Qaaf: 35). Sebagian ahli tafsir berkata mengenai ayat ini: “Akan datang
pada penghuni-penghuni surga waktu penambahan ini, yaitu tiga buah
pemberian dari sisi Tuhan sekalian alam, yaitu:
1. Tambahan hadiah dari sisi Allah S.W.T. yang tidak pernah diberikan
pada mereka seperti hadiah di surga.” Hal itu sesuai dengan firman
Allah S.W.T.: “Tidak seorang pun mengetahui apa yang
disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang
menyedapkan pandangan mata.” (QS. As-Sajdah: 17).
2. Salam dari Tuhan kepada mereka. Sehingga hal itu merupakan
tambahan hadiah, sebagai anugerah dari Allah S.W.T.. Ucapan salam
itu sesuai dengan firman Allah S.W.T. berikut ini: “(Kepada mereka
dikatakan), “Salam” sebagai ucapan selamat dari Tuhan yang Maha
Yang Maha Penyayang.” (QS. Yaa Siin: 58).
3. Allah S.W.T akan berfirman kepada mereka: “Dan keridhaan Allah
S.W.T adalah lebih besar. (QS. At-Taubah: 72). Yakni, merupakan
kenikmatan yang paling utama, keridhaan Allah S.W.T ini
merupakan buah dari keridhaan seorang hamba kepada-Nya.
Adapun mengenai keutamaan ridha menurut hadis, di antaranya ialah
sebagai riwayat yang mengatakan bahwa, Nabi Muhammad S.A.W. bertanya
pada segolongan sahabat-sahabatnya: “Bagaimana anda semua ini?” Mereka
menjawab: “Orang-orang yang beriman.” Beliau bersabda lagi: “Apa tanda
dari iman anda itu?” Mereka berkata: “Kami bersabar atas bencana,
bersyukur ketika mnghadapi kelapangan dan ridha terhadap kejadian-
kejadian qadha’.” Beliau bersabda: “Orang-orang yang beriman demi
Tuhan yang menguasai Ka’bah.”
Dalam hadis lain disebutkan, sesungguhnya beliau bersabda: “Para ulama
yang bijak, hampir-hampir kepandaian mereka itu seolah-olah mereka adalah
para nabi.” Di dalam hadis dikatakan: “Beruntung sekali bagi orang yang
ditunjukkan Islam dan rezekinya cukup serta dia ridha dengannya.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang ridha kepada Allah
S.W.T. dengan yang sedikit dari rezeki, maka Allah S.W.T akan ridha
kepadanya walaupun hanya dengan sedikit amal.”
Firman Allah S.W.T. dalam hadis qudsi, beliau bersabda: “Apabila Allah
S.W.T. mencintai seorang hamba, maka Allah S.W.T akan mengujinya. Jika
385
dia bersabar, maka Allah S.W.T akan memilihnya dan kalau dia ridha, maka
Allah S.W.T akan mengutamakannya.” Beliau juga bersabda: “Apabila
datang hari kiamat, Allah S.W.T akan menumbuhkan segolongan umatku
beberapa sayap. Maka terbanglah mereka dari kuburnya menuju ke surga.
Mereka bebas di sana dan bersenang-senang menurut apa yang dia suka.
Berkatalah malaikat-malaikat pada mereka: ‘Apakah anda melihat hisab?’
Mereka menjawab: ‘Kami tidak pernah melihat hisab.’ Malaikat berkata
kepada mereka: ‘Apakah anda melewati shirath?’ Mereka menjawab: ‘Kami
tidak pernah melihat shirath.’ Malaikat bertanya lagi kepada mereka:
‘Apakah anda melihat Jahannam?’ Mereka menjawab: ‘Kami tidak melihat
sesuatu.’ Lalu malaikat bertanya: ‘Dari umat siapakah anda?’ Mereka
menjawab: ‘Dari umat Muhammad S.A.W.’ Malaikat berkata: “Kami minta
kepadamu kesaksian, sebagai bukti kami kepada Allah S.W.T, ceritakanlah
kepada kami apa yang menjadi amalan-amalan anda di dunia.’ Mereka
berkata: ‘Dua hal yang ada pada kami, dan kami dapat sampai ke tingkatan
ini dengan anugerah rahmat Allah S.W.T.’ Malaikat berkata: ‘Apa keduanya
itu?’ Mereka berkata: ‘Kalau kami sendirian, kami senantiasa merasa malu
untuk berbuat durhaka kepada-Nya, dan kami ridha dengan yang sedikit
dari apa yang telah Dia bagikan kepada kami.’ Malaikat berkata: ‘Nyatalah
semua ini menjadi milik anda.”
Nabi S.A.W. bersabda:
‫قر ُكم َواِلَّ غ ََال‬ ِ ‫امن قُلُوبِ ُكم ت َظفَ ُروا ِبث َ َوا‬
ِ َ‫ب ف‬ ِ ‫ض‬َ ‫الر‬ ُ ‫اء اع‬
ِ َ‫طوا هللا‬ ِ ‫يَا َمعش ََرالفَقَ َر‬
Artinya:
“Wahai golongan orang fakir, berikanlah kepada Allah S.W.T keridhaan
dari hatimu, maka anda akan memperoleh pahala kefakiran anda. Jika tidak,
maka anda tidak mendapatkan pahala.”
Di dalam akhbar mengenai Nabi Musa as., sesungguhnya Bani Israil
berkata padanya: “Tanyakanlah kepada Tuhan anda untuk kami sesuatu,
apabila kami mengerjakannya, Dia menjadi ridha pada kami karenanya.”
Musa as. berkata: “Ya Tuhanku, Engkau benar-benar mendengar apa yang
mereka katakan.” Allah S.W.T berfirman: “Hai Musa, katakanlah kepada
mereka, bahwa mereka harus ridha terhadap-Ku, sehingga Aku akan ridha
terhadap mereka.”
Sedangkan mengenai keutamaan sabar, Allah S.W.T telah menyebutkan
di dalam Al-Qur’an di sembilan puluh tempat lebih. Dan Allah S.W.T
menyandarkan banyak derajat dan kebaikan pada kesabaran, dan menjadikan
semuanya itu, sebagai buah darinya, serta menghimpun beberapa hal utama
untuk orang-orang yang sabar yang tidak dihimpun oleh-Nya buat selain
mereka.
Allah S.W.T berfirman: “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-
orang yang sabar, (Yaitu) orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
386
mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uuna. Mereka itulah
orang-orang yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Tuhan-Nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.
Al-Baqarah: 157). Petunjuk, rahmat, dan keberkatan-keberkatan dihimpun
untuk orang-orang yang bersabar. Memaparkan ayat-ayat mengenai
kedudukan sabar menjadikan pembahasan ini menjadi panjang dan
membutuhkan tempat yang sangat luas.
Adapun mengenai hadis-hadis yang menjelaskan tentang keutamaan dan
kedudukan sabar, di antaranya sabda Nabi Muhammad S.A.W.: “Sabar
adalah separuh dari iman.” Nabi S.A.W. juga bersabda: “Di antara sesuatu
yang paling sedikit sekali diberikan kepada anda ialah keyakinan dan
kekuatan kesabaran. Barangsiapa yang diberi kedua hal itu, maka dia tidak
peduli mengenai apa yang tidak dapat dilaksanakannya, yakni berdiri
beribadah pada malam hari dan berpuasa pada waktu siang. Dan sungguh
jika anda bersabar atas apa yang sedang anda hadapi, hal itu lebih aku
cintai daripada setiap orang dari anda memenuhi aku dengan semisal amal
anda semua. Tetapi aku khawatir kalau sekiranya dibukakan pada anda
tentang dunia ini sepeninggalku, lalu sebagian anda mengingkari sebagian
yang lain dan bahkan anda menjadi orang yang mengingkari semua
penghuni langit, ketika itu. Maka barangsiapa yang bersabar dan mencari
pahala, dia akan memperoleh kesempurnaan pahalanya.”
Kemudian beliau membaca firman Allah S.W.T.: “Apa yang ada di
sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah S.W.T adalah kekal. Dan
sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.
An-Nahl: 96).
Jabir ra. meriwayatkan, sesungguhnya ketika Nabi Muhammad S.A.W.
ditanya mengenai iman, beliau bersabda: “Sabar dan murah hati.” Beliau
juga bersabda: “Sabar merupakan simpanan kekayaan dari kekayaan-
kekayaan surga.” Ketika beliau ditanya lagi, apakah iman itu?” Beliau
bersabda: “Sabar.” Dalam konteks yang lain sabda beliau ini serupa dengan
sabda Nabi Muhammad S.A.W. tentang haji: “Haji itu adalah Arafah.”
Artinya bagian terbesar dan terpenting haji itu adalah Arafah.
Nabi Muhammad S.A.W. juga bersabda: “Seutama-utama amal adalah
apa yang dibenci oleh hawa nafsu anda.” Dikatakan, Allah S.W.T. telah
menurunkan wahyu kepada Nabi Daud as.: “Berakhlaklah seperti akhlak-Ku,
dan di antara akhlak-Ku ialah sesungguhnya Aku adalah Maha Penyabar.”
Dalam hadis Atha’ Ibnu Abbas disebutkan bahwa ketika Rasulullah S.A.W.
menemui sahabat-sahabat Anshar, beliau bersabda: “Apakah anda orang-
orang mukmin?” Mereka terdiam, lalu Umar berkata: “Ya benar ya
Rasulullah.” Beliau bersabda lagi: “Apakah tanda keimanan anda?” Mereka
387
berkata: “Kami bersyukur ketika berada dalam kondisi lapang, bersabar
menghadapi musibah, dan ridha dengan ketentuan qadha.” Nabi Muhammad
S.A.W. bersabda: “Demi Tuhan yang menguasai Ka’bah, anda benar-benar
orang-orang mukmin.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda, “Bersabar atas apa yang anda benci
terdapat banyak kebaikan.” Nabi Isa as. berkata: “Sesugguhnya anda tidak
akan menemukan apa yang anda cintai kecuali dengan kesabaran anda atas
apa yang anda benci.” Rasulullah S.A.W. bersabda: “Seandainya sabar itu
berupa seorang laki-laki, tentu dia adalah orang yang mulia. Sungguh Allah
S.W.T menyukai orang-orang yang sabar.” Hadis-hadis mengenai
keutamaan sabar ini tidak dapat dihitung jumlahnya. Nabi Muhammad
S.A.W. bersabda: “Sungguh mulia orang yang bersifat menerima (qana’ah)
dan sungguh hina orang yang rakus.” Nabi S.A.W. juga bersabda: “Sifat
menerima (qana’ah) merupakan simpanan kekayaan yang tidak akan pernah
habis.” Pembahasan mengenai qana’ah ini, telah kami kemukakan berkali-
kali dalam buku ini, terutama pada bab-bab sebelumnya.

63. KEUTAMAAN TAWAKKAL

Di antara ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan keutamaan tawakkal


ialah firman Allah S.W.T.:
)١٥٩( َ‫فَإِذَا َعزَ متَ فَت ََو َّكل َعلَى ّللاِ إِ َّن ّللاَ ي ُِحبُّ ال ُمت ََو ِكلِين‬
Artinya:
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah S.W.T. Sesungguhnya Allah S.W.T mencintai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159).
Betapa agungnya sebuah kedudukan yang ditandai dengan kecintaan
Allah S.W.T. dan orang yang melaksanakan akan ditanggung oleh Allah
S.W.T dengan kecukupan. Allah S.W.T memberikan anugerah dengan
mencukupinya, menjaminnya, mencintainya, dan menjaganya. Maka dia
sungguh beruntung dengan keberuntungan yang besar. Karena orang yang
dicintai tidak akan disiksa dan tidak akan dijauhkan serta tidak akan
dihalangi.
Di antara hadis-hadis tentang tawakkal, sebagaimana sabda Nabi
Muhammad S.A.W. yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud: “Aku melihat beberapa
umat dalam maushim (tempat berkumpulnya manusia). Sungguh aku melihat
umatku memenuhi lembah dan gunung, maka aku membanggakan jumlah
dan kondisi mereka yang begitu banyak.” Lalu dikatakan kepadaku: “Apakah
anda ridha?” Aku berkata: “Ya.” Dikatakan: “Di antara mereka itu terdapat
tujuh puluh ribu orang yang masuk surga dengan tanpa hisab.” Ditanyakan
kepada beliau: “Siapakah mereka itu, ya Rasulullah?” Beliau bersabda:
388
“Yaitu orang-orang yang tidak memakai pengobatan dengan membakar kulit
dengan besi, tidak mengandai-andai atas terjadinya sebuah peristiwa dengan
fenomena alam (tidak meramalkan adanya hal-hal buruk), tidak memakai
mantera atau jampi-jampi, dan terhadap Tuhannya mereka bertawakkal.”
Ukasyah berdiri berkata: “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah S.W.T
agar Dia menjadikan aku di antara mereka (kelompok yang masuk surga
tanpa hisab).” Rasulullah S.A.W. bersabda: “Ya Allah S.W.T, jadikanlah dia
di antara mereka.” Lalu yang lain berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah,
berdoalah kepada Allah S.W.T agar Dia menjadikan aku di antara mereka.”
Beliau bersabda: “Ukasyah, telah mendahului anda.” Nabi Muhammad
S.A.W. bersabda: “Seandainya anda bertawakkal kepada Allah S.W.T
dengan sebenar-benarnya tawakkal kepada-Nya, tentu Dia akan
menganugerahkan rizki kepada anda, sebagaimana Dia memberikan rizki
kepada burung, pagi-pagi dia berangkat dalam keadaan perut kosong
(lapar) dan pulang pada sore hari dalam keadaan perut penuh (kenyang).”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang berserah
diri secara penuh kepada Allah S.W.T Azza wa Jalla, tentu Allah S.W.T.
mencukupi segala kebutuhan dan memberinya rizki dari yang tidak
disangka-sangka. Dan barangsiapa yang menghadapkan diri hanya untuk
dunia,maka Allah S.W.T akan menyerahkannya kepada dunia itu.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang merasa senang menjadi
manusia terkaya, maka hendaklah dia lebih percaya dengan apa yang ada di
sisi Allah S.W.T daripada apa yang ada ditangannya.”
Diriwayatkan dari Rasulullah S.A.W., sesungguhnya apabila
kefakiran menimpa keluarganya, beliau bersabda: “Berdirilah anda untuk
mengerjakan shalat.” Lalu beliau bersabda: “Tuhanku Azza wa Jalla telah
memerintahkan aku yang demikian itu.”
Allah S.W.T Azza wa Jalla berfirman: “Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya.kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang
memberi rizki kepadamu. Dan akibat yang baik itu bagi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Thalha: 132). Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Tidak
bertawakkal orang yang minta diobati dan melakukan pengobatan
membakar kulit (mencos) dengan besi.”
Diriwayatkan, sesungguhnya ketika Jibril berkata kepada Nabi
Ibrahim as. pada saat dia dilempar dengan menjaniq (alat pelempar) ke
dalam api: “Adakah suatu hajat bagi anda?” Ibrahim menjawab: “Adapun
kepada anda tidak.” Ibrahim berkata: “Cukuplah Allah S.W.T menjadi
Penolong kami dan Allah S.W.T sebaik-baik Pelindung.” Doa ini, diucapkan
Ibrahim ketika ia ditangkap dan hendak dilemparkan ke dalam api. Lalu

389
Allah S.W.T menurunkan firman-Nya: Dan lembaran-lembaran Ibrahim
yang selalu menyempurnakan janji.” (QS. An-Najm: 37).
Allah S.W.T. menurunkan wahyu kepada Nabi Daud as.: “Wahai
Daud, tidak seorang hamba pun yang berpegang teguh kepada-Ku bukan
pada makhluk-Ku, lalu bumi dan langit memperdayakannya, kecuali Aku
akan menjadikanjalan keluar baginya.”
Sa’id bin Jubair berkata: “Aku telah tersengat seekor kalajengking,
lalu aku bersumpah pada ibuku agar dia mencarikan ruqayyah (suatu bentuk
pengobatan dengan ayat-ayat Al-Qur’an). Aku mengulurkan tanganku yang
tidak tersengat pada orang yang ahli dalam pengobatan ini. Kemudian Al-
Khawwash membaca firman Allah S.W.T. yang artinya.: “Dan
bertawakkallah kepada Allah S.W.T Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati,
dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui
dosa-dosa hamba-Nya.” (QS. Al-Furqan: 58). Lalu dia berkata: “Tidak
seharusnya bagi seorang hamba setelah membaca ayat ini untuk berlindung
kepada seseorang, selain Allah S.W.T.”
Dikatakan kepada sebagian ulama dalam tidurnya: “Barangsiapa
yang sepenuhnya berpegang teguh pada Allah S.W.T. maka benar-benar Dia
akan benar-benar menjaga kekuatannya (membentenginya).” Sebagian ulama
berkata: “Janganlah rizki yang ditanggungkan buat anda, menjadikan anda
lalai dari beramal dan menunaikan kewajiban. Lalu anda menyia-nyiakan
perihal akhirat, padahal anda tidak akan memperoleh dari dunia ini, kecuali
apa yang telah dipastikan Allah S.W.T kepada anda.”
Yahya bin Mu’adz berkata mengenai pencarian seorang hamba
terhadap rizki, dengan tanpa adanya petunjuk dan indikasi yang melatar
belakanginya, maka sesungguhnya rizki itu diperintahkan untuk mencari
hamba. Ibrahim bin Adham berkata, aku bertanya kepada sebagian pendeta.”
Dari manakah anda makan?” Dia menjawab: “Aku tidak memiliki
pengertian tentang ini, tetapi tanyakanlah kepada Tuhanku, dari manakah
Dia memberi makan aku.” Sebagian ulama berkata: “Selama anda ridha
kepada Allah S.W.T, dan bertawakkal kepada-Nya, tentu anda akan
menemukan jalan menuju pada setiap kebaikan.” Semoga Allah S.W.T
menjadikan kita sebagai orang yang berbudi luhur.

64. KEUTAMAAN MASJID

Allah S.W.T. berfirman:


)١٨( ‫اآلخ ِر‬
ِ ‫اجدَ ّللاِ َمن آ َمنَ بِاِلِ َواليَو ِم‬
ِ ‫س‬َ ‫إِنَّ َما يَع ُم ُر َم‬
Artinya:

390
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah S.W.T ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah S.W.T dan hari kemudian.” (QS. At-Taubah:
18).
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang membangun
sebuah masjid karena Allah S.W.T, walau hanya seperti gundukan tanah
sarang burung (bangunan yang paling sederhana), maka Allah S.W.T akan
membangun sebuah istana baginya di surga.” Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda: “Barangsiapa yang cinta masjid, maka Allah S.W.T akan cinta
padanya.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Apabila seseorang di
antara anda masuk masjid, hendaklah shalat dua rakaat sebelum duduk.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Tidaklah ada shalat bagi tetangga
masjid, kecuali di dalam masjid.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Malaikat-malaikat mendoakan
pada seseorang di antara anda selagi dia berada di tempat shalat. Malaikat
itu berkata: “Ya Allah S.W.T, berilah keberkahan, rahmat, ampunan bagi
dia selama dia belum hadas (belum batal wudhunya), dan belum keluar dari
masjid.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Akan datang di akhir masa,
manusia dari umatku yang datang ke masjid. Lalu mereka duduk di
dalamnya berkelompok-kelompok, tetapi zikir mereka adalah urusan dunia
dan mencintainya. Janganlah anda berkumpul dengan mereka, karena Allah
S.W.T tidak membutuhkan mereka.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda, Allah S.W.T. berfirman dalam
sebagian kitab-kitab-Nya: “Sesungguhnya rumah-rumah-Ku di bumi adalah
masjid-masjid dan sesungguhnya orang-orang yang mengunjungi Aku
adalah orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid itu. Maka
keberuntungan besar bagi seorang hamba yang bersuci di rumahnya, lalu
dia mengunjungi Aku di rumah-Ku (masjid). Adalah menjadi hak bagi yang
diziarahi (Allah S.W.T) untuk memuliakan orang yang mengunjungi-Nya.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Apabila anda melihat seorang laki-laki
yang membiasakan ke masjid, maka berilah kesaksian bahwa dia adalah
orang yang benar-benar beriman.”
Sa’id bin Al-Musayyab berkata: “Barangsiapa yang duduk di masjid,
sesungguhnya dia hanya berkumpul dengan Tuhannya. Maka tidaklah ada
hak baginya untuk berkata, kecuali yang baik.” Diriwayatkan di dalam atsar
atau bahkan hadis: “Pembicaraan sia-sia di masjid akan memakan kebaikan-
kebaikan, sebagaimana ternak memakan rumput.
An-Nakha’i berkata, para ulama berpendapat: “Sesungguhnya
berjalan di malam yang gelap menuju ke masjid menyebabkan keharusan
baginya masuk surga.” Anas bin Malik berkata: “Barangsiapa yang
menerangi masjid dengan lampu penerang, maka para malaikat dan pemikul-
pemikul Arasy tidak henti-hentinya memohonkan ampunan, selama pelita
391
atau lampu itu bersinar menerangi masjid itu.” Ali karramallaahu wajhah
berkata: “Apabila seorang hamba mati, maka menangislah tempat shalatnya
di bumi dan tempat naik amalnya di langit.” Kemudian Ali membaca ayat:
“Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi
tangguh.” (QS. Ad- Dukhan: 29).
Ibnu Abbas berkata: “Bumi akan menangisi selama empat puluh pagi
(hari).” Atha’ Al-Khurasyaini berkata: “Tidaklah seorang hamba bersujud
kepada Allah S.W.T dengan sekali sujud pada sebuah tempat dari tempat-
tempat di bumi, kecuali tempat itu akan memberikan kesaksian baginya,
pada hari kiamat, dan akan menangisi pada hari kematiannya.”
Anas bin Malik berkata: “Tidak ada sebuah tempat yang digunakan
zikir kepada Allah S.W.T dengan shalat atau zikir yang lain, kecuali tempat
itu merasa bangga pada tempat-tempat yang ada di sekitarnya. Dan dia
menjadi bergembira dengan zikir kepada Allah S.W.T Azza wa Jalla, sampai
pada bumi yang ketujuh. Dan tidak ada seorang hamba yang berdiri shalat
(di atasnya) kecuali bumi ini akan berhias (memberikan kemakmuran)
untuknya.” Dikatakan: “Tidaklah ada sesuatu tempat yang disinggahi suatu
kaum, kecuali tempat itu akan mendoakan atau sebaliknya melaknati
mereka.”
65. ANTARA RIYADHAH DAN KEKERAMATAN
Ketahuilah, sesungguhnya apabila Allah S.W.T Azza wa Jalla
menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Allah S.W.T
memperlihatkan kepadanya akan kekurangan-kekurangan dirinya.
Barangsiapa yang mata hatinya dapat menembus melihat aib dan
kekurangannya, maka dia tidak akan merasa khawatir mengenai kelemahan-
kelemahannya itu. Karena kalau dia mengetahui kelemahan-kelemahannya,
tentu dia berusaha untuk mengobatinya. Tetapi kebanyakan manusia merasa
bodoh terhadap kekurangan-kekurangan dirinya. Bahkan ada sebagian di
antara mereka hanya dapat melihat sebuah kotoran yang ada pada mata
saudaranya, sementara dia tidak bisa melihat kotoran sebatang kurma pada
matanya sendiri. Orang yang ingin mengetahui kekurangan-kekurangan
dirinya sendiri, maka ia menempuh dengan empat cara, yaitu:
Pertama: Hendaklah dia duduk dihadapan seorang syeikh yang mengerti
terhadap kelemahan-kelemahan diri dan melihat terhadap bahaya-bahaya
yangs samar, meneguhkan jiwa, lalu mengikuti petunjuk-petunjuk syeikh.
Yang demikian ini merupakan kondisi proses pembelajaran seorang murid
kepada syeikhnya atau seorang siswa pada gurunya. syeikh atau guru itu
akan menunjukkan akan aib dan kelemahan-kelemahannya, lalu memberinya
saran dan dibimbing untuk membenahi dan memperbaikinya. Yang demikian
ini, sangat langka terjadi di zaman sekarang ini.

392
Kedua: Hendaklah berteman dengan teman yang benar, jujur dan
terpercaya, arif dan baik agamanya. Dari pergaulan dengan teman yang baik
itu dia akan terpengaruh oleh tingkah lakunya, perkataan dan perbuatannya
yang baik, sementara sang teman akan melakukan kritik yang konstruktif
terhadap keburukan akhlak dan aib-aib batinnya. Demikianlah, yang
dilakukan oleh orang-orang yang berakal dan pemimpin-pemimpin besar
agama.
Umar ra. berkata: “Mudah-mudahan Allah S.W.T memberikan rahmat
pada orang yang mau menunjukkan kepadaku akan kelemahan-kelemahan
diriku.” Umar pernah bertanya kepada Salman mengenai kelemahan-
kelemahannya, ketika Salman datang kepadanya. Umar berkata kepadanya:
“Apa yang telah sampai pada anda mengenai diriku, apakah ada hal-hal yang
tidak anda sukai?” Sejenak Salman terdiam, lalu ia berkata: “Telah sampai
laporan kepadaku, bahwa anda mengumpulkan dua buah lauk pauk dalam
satu hidangan. Dan sesungguhnya anda memiliki dua stel pakaian untuk
siang hari dan satu lagi untuk malam hari.” Umar berkata lagi: “Apakah
masih ada yang lagi selain itu, yang telah sampai kepada anda?” Salman
menjawab: “Tidak.”Lalu umar berkata: “Kalau yang dua itu aku telah
meninggalkannya.”
Umar juga bertanya kepada Hudzaifah: “Anda adalah pemilik ilmu
rahasia RasulullahS.A.W. mengenai orang-orang munafik. Lalu adakah anda
melihat langkah-langkah kemunafikan pada diriku?” Umar, seorang yang
memiliki derajat dan pangkat yang tinggi itu, masih tetap mencurigai dirinya
sendiri sampai sedemikian jauh. Maka mudah-mudahan Allah S.W.T
meridhainya.
Setiap orang yang lebih sempurna akalnya atau lebih tinggi pangkatnya,
tentu akan lebih sedikit kemungkinan ujubnya, dan lebih besar
kecurigaannya terhadap dirinya sendiri. Hanya saja, sesungguhnya orang
yang begini ini sangat langka dan sedikit sekali ditemukan. Demikian pula di
kalangan sahabat-sahabat karib ini yang mau meninggalkan mudahanah
(penjilat atau pengambil muka), yang mau mengabarkan tentang kelemahan
seorang sahabat karib, dan meninggalkan kedengkian, dan dia tidak
melakukan sesuatu melainkan hanya sekedar kewajiban, tidak sampai pada
tataran keutamaan, sunnah.
Oleh sebab itu, di kalangan sahabat-sahabat karib anda tidak terlepas dari
orang yang mendengki, pemilik tujuan tertentu yang menganggap apa yang
sebenarnya bukan aib dan kekurangan dianggapnya sebagai aib, atau tidak
pernah sepi dari orang yang hanya menjilat dan mengambil (mudahanah)
yang menyembunyikan sebagian dari cacat-cacat anda, agar anda celaka dan
terjatuh. Karenanya, Dawud At-Tha’i benar-benar telah mengasingkan diri
dari manusia. Ketika ia ditanya: “Mengapa anda tidak mau bergaul dengan
393
manusia?” Dia menjawab: “Apa yang harus aku perbuat dengan orang-orang
yang menyembunyikan kelemahan-kelemahanku.”
Adalah menjadi keinginan hati bagi orang-orang yang memiliki agama,
supaya mereka menyadari akan kelemahan-kelemahan dirinya, melalui
peringatan yang datang dari orang lain. Urusan itu bagi kita menjadi
sebaliknya. Orang yang mau menasehati dan memberitahukan tentang
kelemahan-kelemahan, justru dia adalah orang yang paling kita benci. Hal
ini, sebagai bukti yang menunjukkan atas kelemahan iman kita. Karena
perangai yang jahat adalah laksana ular dan binatang. Oleh sebab itu, ketika
ada seseorang yang memperingatkan kepada kita, bahwa di dalam pakaian
kita terdapat seekor binatang berbisa, tentu kita akan menerimanya sebagai
suatu anugerah kebaikan hati dari orang itu, sehingga tentu kita akan
bergembira karenanya. Dengan tanpa reserve kita akan segera
menghilangkan binatang berbisa itu, melemparnya jauh-jauh atau bahkan
membunuhnya. Padahal, sesungguhnya sakit yang diakibatkan oleh binatang
berbisa itu pada tubuh kita, rasa sakitnya hanya akan berlangsung dalam
waktu sehari atau kurang dari itu. Sedangkan kesakitan budi pekerti yang
tercela yang menghujam dan menggerogoti hati harus lebih ditakuti
kelangsungannya, terutama akibatnya setelah mati, akan dapat berlangsung
selamanya atau beribu-ribu tahun lamanya.
Tetapi anehnya kita tidak merasa gembira terhadap orang yang mau
memperingatkan kita atas bahaya perangai tercela itu, dan tidak pula mau
berusaha keras untuk penghilangannya. Bahkan kita sibuk berusaha
menandingi atau melakukan serangan balik terhadap orang yang menasehati
kita. Kepadanya kita berkata: “Dan anda pun juga mengerjakan begini...dan
begini...” Kita akan lebih sibuk memusuhinya daripada menerima manfaat
dari nasehatnya. Hal yang demikian itu akan membuat hati menjadi keras
membatu yang banyak membuahkan dosa. Pangkal dari semua itu tidak lain
adalah karena kelemahan iman. Maka kita memohon kepada Allah S.W.T
Azza wa Jalla, agar Dia memberi ilham pada kita kecerdasan dan kearifan,
sehingga kita dapat mengetahui kekurangan dan kelemahan kita lalu segera
berusaha keras untuk mengobati dan memperbaikinya. Dan semoga dia
memberikan taufik kepada kita untuk berterima kasih atas kebaikan dan
kemurahan seseorang yang mau menunjukkan aib dan kelemahan kita.
Ketiga: Hendaklah seseorang mengambil sisi-sisi positif dari lidah
musuh-musuhnya untuk mengetahui kelemahan-kelemahan diri. Karena
pandangan musuh atau orang yang dibenci akan lebih banyak
memperlihatkan kesalahan-kesalahannya. kiranya, mengambil manfaat dari
ucapan musuh yang membenci, lebih dapat mengingatkan akan kelemahan-
kelemahan seseorang daripada pengambilan manfaat dari kawan akrab yang
hanya mengambil muka (mudahanah), memuji, dan menyembunyikan
394
kelemahan-kelemahannya. Hanya saja, tabiat manusia pada dasarnya tidak
mempercayai musuh dan memandang apa yang diucapkan musuh itu sebagai
ungkapan kedengkian belaka. Tetapi orang yang memiliki kewaspadaan dan
tidak akan merasa keberatan untuk mengambil manfaat dengan ucapan
musuhnya. Karena kesalahan merupakan sebuah kelaziman yang terjadi pada
diri manusia, sekalipun itu terungkap melalui mulut para musuh.
Keempat: Hendaklah seseorang bergaul dengan manusia. Lalu setiap
sesuatu yang dipandangnya sebagai suatu hal yang dicela di antara mereka,
maka hendaklah dia memintanya agar ia sudi memperbaikinya. Sebab hal itu
akan menyadarkan dirinya dari hal yang tercela itu. Karena, orang mukmin
adalah cermin bagimukmin yang lain. Sehingga ia mengetahui kelemahan-
kelemahan dirinya sendiri. Dengan pergaulan itu, dia akan mengetahui,
bahwa tabiat-tabiat manusia ini hampir sama yang selalu ingin mengikuti
kesenangan nafsu. Sifat apa saja yang dimiliki seorang kawamn sebaya tidak
terlepas dari sifat dasar itu, banyak atau sedikit. Karenanya, hendaklah dia
melepaskan dan membersihkan diri dari apa yang dia cela dari orang lain.
Hal yang demikian ini, sesungguhnya cukup dapat dijadikan pelajaran bagi
dirinya. Seandainya semua manusia mau meninggalkan apa yang dibencinya
dari orang lain, tentu mereka tidaklagi membutuhkan guru.
Aku melihat kebodohan dari orang bodoh sebagai suatu hal yang tercela,
lalu aku menjauhinya.” Ini semua adalah daya upaya orang yang tidak
menemukan seorang kyai yang arif, cerdas, waspada terhadap kelemahan-
kelemahan jiwa yang sangat sayang dan menginginkan kebaikan di dalam
agama, bebas dari pendidikan jiwanyasendiri dan sibuk dengan mendidik
hamba-hamba Allah S.W.T., serta menginginkan baik terhadap mereka.
Barangsiapa yang menemukan orang yang demikian, maka dia telah benar-
benar menemukan seorang dokter. Maka hendaklah dia menekuninya. Dialah
yang akan menyelamatkan dari penyakitnya dan membebaskan dari
kebinasaan yang telah siap menyambutnya.
Ketahuilah, sesungguhnya apa yang telah kami sebutkan di atas, apabila
anda merenungkannya dengan pandangan i’tibar (untuk mengambil
pelajaran), maka mata hati anda akan terbuka, anda bisa melihat penyakit-
penyakit hati, jenis-jenis penyakitnya sekaligus akan dapat menemukan
obatnya, dengan cahaya ilmu dan keyakinan (‘ilmu y’aqin). Kalau anda
merasa lemah dengan hal itu, maka tidak seyogyanya anda menghilangkan
kepercayaan diri dan iman, anda dapat menempuh jalan berkonsultasi
meminta fatwa dan mengikuti (taqlid) pada orang yang berhak ditiru dan
diikuti. Karena iman itu memiliki tingkatan, sebagaimana halnya ilmu juga
memiliki tingkatan. Ilmu akan berhasil dicapai setelah iman, karena ilmu
berada di balik keimanan. Allah S.W.T. berfirman:
)١١( ‫ّللاُ ِب َما تَع َملُونَ َخ ِبير‬
َّ ‫ت َو‬ٍ ‫ّللاُ الَّذِينَ آ َمنُوا ِمن ُكم َوالَّذِينَ أُوتُوا ال ِعل َم دَ َر َجا‬
َّ ِ‫َيرفَع‬
395
Artinya:
“...Niscaya Allah S.W.T akan meninggikan orang-orang yang beriman
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah S.W.T Maha Menegtahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-
Mujadalah: 11).
Barangsiapa yang membenarkan, sesungguhnya melakukan perlawanan
terhadap keinganan-keinginan hawa nafsu merupakan jalan menuju kepada
Allah S.W.T Azza wa Jalla, tanpa menelaah atas sebab dan rahasianya, maka
dia adalah termasuk di antara orang-orang yang beriman. Dan apabila dia
mau menelaah apa yang telah kami sebutkan itu, serta berbagai fasilitas
pembantu keinginan nafsu, maka dia termasuk orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan. Dan Allah S.W.T telah menjanjikan surga pada mereka.
Argumentasi dan dalil-dalil yang mendorong keimanan akan hal tersebut,
dari Al-Qur’an maupun hadis serta ucapan-ucapan ulama adalah sangat
banyak, diantaranya:
Firman Allah S.W.T.: “Dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya,maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya. (QS. An-Nazi’at:
40-41).
Allah S.W.T. juga berfirman: “Mereka itu adalah orang-orang yang
telah diuji hati mereka oleh Allah S.W.T untuk bertakwa.” (QS. Al-Hujarat:
3). Menurut suatu pendapat dikatakan, bahwa nafsu syahwat telah dicabut
dari hati mereka.
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Orang mukmin itu berada di
antara lima macam bahaya, yaitu: Orang mukmin lain yang mendengkinya,
seorang munafik yang membencinya, seorang kafir yang memeranginya,
syaitan yang menyesatkannya, dan hawa nafsu yang selalu menyeretnya
pada kesesatan. Nafsu adalah musuh yang selalu berebut untuk menguasai
dirinya, memeranginya, menjadi sebuah kewajiban.” Diriwayatkan,
sesungguhnya Allah S.W.T., menurunkan wahyu kepada Nabi Daud, as.:
“Hai Daud, takutlah dan peringatkan sahabat-sahabat anda ketika termakan
keinginan nafsu, karena hal itu telah membuat akalnya terhalang dari-Ku.”
Isa as. berkata: “Sungguh beruntung bagi orang yang meninggalkan
keinginan nafsu demi sesuatu yang dijanjikan oleh yang ghaib dan yang
tidak dilihatnya.”
Nabi kita Muhammad S.A.W.pernah bersabda kepada kaum yang datang
dari jihad: “Selamat datang, anda telah datang dari jihad yang kecil menuju
jihad yang lebih besar." Dikatakan kepada beliau: “Ya Rasulullah, apakah
jihad yang lebih besar itu?” Beliau bersabda: “Jihad untuk memerangi hawa
nafsu.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Mujahid (pejuang) ialah orang
yang berjuang melawan hawa nafsu untuk taat kepada Allah S.W.T Azza wa
Jalla.
396
Sufyan Tsauri berkata: “Aku tidak pernah mengobati sesuatu yang lebih
sulit daripada nafsuku sendiri. Suatu ketika aku menang dan suatu ketika aku
kalah.” Abu Abbas Al-Mushili berkata kepada nafsunya sendiri: “Hai nafsu,
tidak di dunia anda bersenang-senang bersama anak-anak raja dan tidak pula
anda bersungguh-sungguh di dalam mencari akhirat bersama orang-orang
yang beribadah, seakan-akan aku tertahan di antara surga dan neraka karena
anda. Hai nafsu mengapa anda tidak malu.” Hasan berkata: “Tidaklah ada
binatang liar yang lebih membutuhkan kendali yang kuat daripada nafsu
anda.”
Yahya bin Mu’adz Ar-Razi berkata: “Perangilah hawa nafsu anda dengan
pedang-pedang riyadhah.” Sedang riyadhah itu ada empat cara, yaitu:
Makan sekadarnya, sedikit tidur, berbicara seperlunya, dan bersabar
menghadapi gangguan dari semua manusia. Dari sedikit makan akan
mematikan segala macam keinginan nafsu; Sedikit tidur akan menjernihkan
kemauan; sedikit berbicara akan menyelamatkan dari beberapa bahaya; Dan
bersabar terhadap gangguan manusia akan menghasilkan keutamaan yang
tinggi. Tidak ada sesuatu yang lebih sulit bagi seorang hamba daripada
bersabar ketika dianiaya, sabar ketika diganggu dan disakiti, ketika tergerak
nafsu untuk menuruti kesenangan nafsu dan dosa, atau ketika nafsu itu
menyerang dengan kemanisan dan kelezatan yang ditawarkannya. Jika
demikian, maka hunuslah pedang-pedang riyadha kearahnya. Pedang
riyadhah itu ialah dengan jalan sedikit makan, tahajud, dan sedikit tidur,
berbicara sesuai hajat dan kemampuan untuk menahan hal-hal yang
menyakitkan yang dilontarkan oleh orang lain.
Sehingga anda akan terhindar dari perbuatan menganiaya dan menyiksa,
selamatkanlah dari anda dari bahaya nafsu di antara manusia, sehingga anda
terbebas dari kegelapan kesenangan-kesenangan nafsu yang membinasakan.
Pada akhirnya anda akan selamat dari bencana-bencana yang ditimbulkan
nafsu, yang selalu membuat kebinasaan.
Yahya bin Mu’adz Ar-Razi itu juga berkata: “Musuh-musuh manusia itu
ada tiga hal, yaitu dunia, syaitan dan nafsunya sendiri. Maka berjaga-jagalah
dari dunia dengan berzuhud, terhadap syaitan lakukan perlawanan dan
terhadap nafsu tinggalkan kesenangan-kesenangannya.”
Sebagian hukama berkata: “Barangsiapa yang dikuasai nafsu, maka dia
sebagai tawanannya, tertawan dalam kecintaan akan kesenangan-
kesenangan, terkurung dalam penjara keinginannya, tertindas dan terbelungu
olehnya. Sedang orang itu terkendali pada tangan nafsu yang akan terus
menariknya ke mana saja ia (nafsu) kehendaki, lalu menghalangi hatinya dari
beberapa faedah.”
Ja’far bin Humaid berkata: “Seluruh ulama maupun hukama sepakat,
sesungguhnya kenikmatan tidak dapat ditemukan, kecuali dengan
397
meninggalkan kenikmatan pula.” Abu Yahya Al-Wararaq berkata:
“Barangsiapa yang memuaskan anggota-anggota tubuhnya dengan
kesenangan, maka dia benar-benar telah menanam pohon-pohon penyesalan
di dalam hatinya.” Wuhaib bin Al-Ward berkata: “Apa saja yang melebihi
rasa roti, hal itu merupakan kesenangan-kesenangan nafsu, maka hendaklah
ia bersiap-siap menghadapi kehinaan.”
Diriwayatkan, sesungguhnya istri Al-Aziz, Zulaikhah berkata kepada
Yusuf as. setelah Yusuf memiliki kekayaan-kekayaan bumi. Perempuan itu
duduk di jalan yang tinggi, pada saat terjadi parade kehormatan buat Yusuf
yang menguasai duabelas ribu pembesar-pembesar dalam kerajaannya:
“Maha Suci Tuhan yang menjadikan raja-raja sebagai hamba karena
kemaksiatan, dan yang menjadikan hamba-hamba sebagai raja-raja berkat
taat kepada-Nya. Sesungguhnya kerakusan dan kesenangan nafsu bisa
menjadikan raja-raja menjadi hamba. Itu adalah balasan orang-orang yang
berbuat kerusakan. Dan sesungguhnya kesabaran dan takwa bisa menjadikan
hamba-hamba menjadi raja.” Maka Yusuf berkata, sebagaimana yang
diceritakan dalam firman Allah S.W.T. berikut ini: “Sesungguhnya
barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah S.W.T
tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf:
90).
Junaid berkata: “Aku tidur pada suatu malam, lalu bangun melakukan
wirid, tetapi aku tidak menemukan kemanisan yang pernah aku rasakan. Aku
menginginkan tidur lagi, tetapi tidak bisa. Maka aku duduk, tetapi juga tidak
kuat untuk duduk. Maka aku keluar, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang
berselimut dan berbantal tangan tergolek di jalan. Ketika dia merasakan akan
kehadiranku, dia berkata: “Hai Abul Qasim, kemarilah sesaat.” Aku berkata:
“Hai tuanku, mengapa tanpa perjanjian dan pemberitahuan lebih dahulu?”
Dia menjawab: “Betul, aku minta kepada Allah S.W.T agar Dia
menggerakkan hati anda untuk aku.” Aku (Junaid) berkata: “Dia benar-benar
telah mengerjakan itu, lalu apa kebutuhan anda?” Dia berkata: “Kapan
penyakit nafsu ini menjadi obatnya?” Aku berkata: “Apabila nafsu itu
melawan kesenangannya.” Kemudian dia kembali kepada dirinya sendiri dan
berkata: “Dengarkanlah, bukankah aku telah menjawab anda dengan
jawaban ini sebanyak tujuh kali. Tetapi anda tidak mau mendengarnya,
kecuali dari Al-Junai. Ingatlah, sekarang anda benar-benar telah
mendengarnya.” Kemudian dia pergi dan aku tidak sempat mengenalnya.
Yazid Ar-Raqasi berkata: “Singkirkan air yang dingin dariku di dunia,
agar aku tidak terhalang darinya di akhirat.” Seorang laki-laki berkata
kepada Umar bin Abdul Aziz: “Kapan aku harus berbicara?” Dia berkata:
“Apabila anda menginginkan diam.” Laki-laki itu berkata lagi: “Kapan aku
harus diam?” Dia berkata: “Apabila anda menginginkan berbicara.” Ali ra.
398
berkata: “Barangsiapa yang merindukan surga, maka hindarilah kesenangan-
kesenangan hawa nafsu di dunia.”
66. ANTARA KEIMANAN DAN KEMUNAFIKAN
Ketahuilah, sesungguhnya kesempurnaan iman, adalah dengan
membenarkan keesaan Allah S.W.T., membenarkan apa yang di bawa oleh
para rasul shalawatullaah ‘alaihim, serta selalu meningkatkan amal-amal
saleh. Allah S.W.T. berfirman:
‫ّللاِ أُولَئِكَ ُﮪ ُم‬ َ ‫سو ِل ِﮫ ث ُ َّم لَم َيرت َابُوا َو َجا َﮪد ُوا ِبأَم َوا ِل ِﮭم َوأَنفُ ِس ِﮭم ِفي‬
َّ ‫س ِبي ِل‬ َّ ‫ِإنَّ َما ال ُمؤ ِمنُونَ الَّذِينَ آ َمنُوا ِب‬
ُ ‫اِلِ َو َر‬
)١٥( َ‫صا ِدقُون‬ َّ ‫ال‬
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah S.W.T dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-
ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah
S.W.T, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujarat: 15).
Allah S.W.T. berfirman: “...Akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu
ialah kebaktian orang yang beriman kepada Allah S.W.T, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi...” (QS. Al-Baqarah: 177).
Selanjutnya Dia mensyaratkan lagi dua puluh sifat berikutnya, seperti
memenuhi janji dan sabar menghadapi penderitaan. Kemudian sebagai
kelanjutannya Allah S.W.T berfirman lagi: “Mereka itulah orang-orang
yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS.
Al-Baqarah: 177).
Allah S.W.T. juga berfirman: “...Niscaya Allah S.W.T akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah S.W.T Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11).
Dan Allah S.W.T. berfirman: “Tidak sama di antara kamu orang
yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah),
mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan
(hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah S.W.T menjanjikan kepada
masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah S.W.T
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 10).
Dan Allah S.W.T. juga berfirman: “Kedudukan mereka itu
bertingkat-tingkat di sisi Allah S.W.T, dan Allah S.W.T Maha Melihat apa
yang mereka kerjakan.” (QS. Ali-Imran; 163).
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Iman itu telanjang, sedangkan
pakaiannya adalah ketakwaan.” Nabi S.A.W. bersabda: “Iman itu ada tujuh
puluh bab lebih, yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan.”
Hal ini merupakan dalil yang menunjukkan adanya hubungan kesempurnaan
iman dengan amal.

399
Sedangkan dalam kaitannya dengan hubungan terbebasnya iman dari
kemunafikan dan syirik yang samar, sebagaimana sabda Nabi Muhammad
S.A.W.: “Empat hal, apabila ada pada diri seseorang, maka dia adalah
orang munafik murni walaupun dia berpuasa dan melaksanakan shalat. Dan
sekalipun dia menyangka kalau dirinya orang yang beriman. Yaitu, orang
yang apabila berbicara, ia berdusta; Apabila berjanji, mengingkari; Apabila
dipercaya, ia berkhianat; Dan apabila bertengkar berlaku curang
(keji).”Menurut sebagian riwayat: “Apabila berjanji, ia mengingkari.” Nabi
S.A.W. bersabda: “Sebanyak-banyak orang munafik umat ini adalah yang
lebih pandai membaca (orang pandai).” Dalam hadis lain disebutkan:
“Kemusyrikan lebih samar dalam umatku daripada perjalanan seekor semut
pada batu-batu besar yang halus.”
Hudzaifah ra. berkata: “Seorang laki-laki pernah berkata pada masa
Rasulullah S.A.W. yang dengan perkataan itu dia menjadi munafik sampai
dia mati. Dan sesungguhnya aku benar-benar mendengarnya dari seorang di
antara anda pada hari ini sepuluh kali.”
Sebagian ulama berkata: “Orang yang paling dekat dari kemunafikan
di antara manusia ialah orang mengaku bahwa dirinya bebas dari
kemunafikan.” Hudzaifah berkata: “Orang-orang munafik pada hari ini, lebih
banyak daripada di masa Nabi Muhammad S.A.W. Mereka pada waktu itu
menyembunyikan kemunafikannya, sedangkan dewasa ini mereka
menampakkannya. Kemunafikan ini jelas bertentangan dengan kebenaran
iman dan kesempurnaannya. Sedangkan nafsu adalah sesuatu yang samar.
Manusia yang paling jauh dari nafsu adalah orang yang khawatir
terhadapnya. Sedangkan orang yang paling dekat dari nafsu adalah orang
yang melihat bahwa dirinya bebas dari nafsu.”
Dikatakan kepada Hasan Al-Bashri, bahwa orang-orang mengatakan,
sesungguhnya saat ini sudah tidak terdapat kemunafikan.” Dia berkata: “Hai
saudaraku, seandainya orang-orang munafik telah binasa, tentu anda akan
merasa mengeluh di jalan.” Yang lain berkata: “Seandainya semua orang
munafik tumbuh dengan ekor, tentu kita tidak lagi menginjakkan kaki
dimuka bumi ini.”
Ibnu Umar ra. mendengar seorang laki-laki Hajjaj, ia berkata:
Bagaimana pendapat anda, seandainya dia hadir di sini dan mendengar,
apakah anda tetap akan membicarakannya?” Laki-laki itu berkata: “Tidak.”
Dia berkata lagi: “Kami menganggap ini adalah sebuah kemunafikan pada
masa Rasulullah S.A.W.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang memiliki dua
buah lidah di dunia, maka Allah S.W.T akan menjadikan dua buah lidah
baginya di akhirat.” Nabi Muhammad S.A.W. juga bersabda: “Sejahat-jahat
manusia adalah orang yang memiliki dua buah muka, mereka datang
400
dengan sebuah muka dan mendatangi pada mereka dengan muka yang
lain.”
Dikatakan kepada Hasan, sesungguhnya sekelompok manusia
mengatakan: “Kami tidak takut akan kemunafikan.” Hasan berkata: “Demi
Allah S.W.T, seandainya aku mengetahui, aku bebas dari kemunafikan, tentu
aku lebih suka daripada mempunyai emas sepenuh permukaan bumi.” Hasan
berkata: “Sesungguhnya termasuk di antara kemunafikan adalah perbedaan
lidah dengan hati, yang tertutup dan yang kelihatan dan perbedaan tempat
masuk dan tempat keluar.”
Seorang laki-laki berkata kepada Hudzaifah ra.: “Sesungguhnya aku
sangat khawatir kalau-kalau aku termasuk orang munafik.” Hudzaifah
berkata: “Seandainya anda orang munafik, tentu anda tidak merasa khawatir
terhadap kemunafikan. Karena orang munafik benar-benar itu merasa aman
dari kemunafikan.” Ibnu Abi Malikah berkata: “Aku telah menemukan
seratus tiga orang semacam itu.” Dalam sebuah riwayat lain dikatakan:
“Seratus lima puluh orang sahabat Nabi Muhammad S.A.W., mereka semua
takut akan kemunafikan.”
Diriwayatkan, suatu ketika Rasulullah S.A.W. duduk dalam
rombongan sahabat-sahabatnya, mereka memperbincangkan seorang laki-
laki dan banyak memujinya. Ketika mereka sedang memperbincangkan, tiba-
tiba laki-laki itu muncul, sementara wajahnya masih basah dan meneteskan
air bekas wudhu, dia tidak membawa (menenteng) sandal di tangannya dan
di antara kedua matanya terdapat bekas sujud.” Mereka berkata: “Ya
Rasulullah, dialah laki-laki yang kami sebutkan sifat-sifatnya tadi.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda: “Aku melihat pada mukanya terdapat noda
hitam dari syaitan.” Laki-laki itu datang dan memberi salam lalu duduk
bersama kaum.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Semoga Allah S.W.T
menguatkan anda, apakah anda berbicara pada diri sendiri waktu anda
dekat (muncul) pada kaum, bahwa sesungguhnya tidak terdapat pada
mereka yang lebih baik daripada anda?” Laki-laki itu berkata: “Ya.”
Kemudian beliau berdoa: “Ya Allah S.W.T, aku mohon ampun kepada-Mu
tentang apa yang aku ketahui dan apa yang tidak aku ketahui.” Lalu
dikatakan kepada beliau: “Apakah anda memiliki kekhawatiran, ya
Rasulullah?” Beliau bersabda: “Apa yang membuatku merasa aman, sedang
hati-hati ini berada di antara dua buah jari dari jari-jari Tuhan Yang Maha
Pengasih. Dia membolak-balikkannya sebagaimana yang Dia kehendaki?”
Allah S.W.T. berfirman: “Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah
S.W.T yang belum pernah mereka perkirakan.” (QS. Az-Zumar: 47).
Mengenai ayat ini dikatakan di dalam tafsir, bahwa mereka
mengerjakan beberapa amalan yang mereka sangka sebagai amalan
kebaikan, tetapi kenyataannya dia berada dalam daun timbangan kejahatan.”
401
Sari As-Saqthi berkata, bahwa seandainya seorang manusia masuk
sebuah kebun yang banyak pepohonannya dan di atas mereka terdapat segala
macam burung. Lalu setiapburung itu dapat berbicara dengannya memakai
sebuah bahasa. Burung itu berkata: “Kesejahteraan selalu menyertai anda,
hai wali Allah S.W.T.” Apabila nafsunya merasa tenang dengan hal yang
demikian itu, maka dia sebagai tawanan dalam kekuasaan nafsu itu.” Semua
hadis dan atsar ini menunjukkan tentang bahaya kemunafikan yang begitu
rumit dan syirik yang samar. Dan manusia tidak bisa merasa aman dari
semua itu.
Adalah Umar bin Khaththab ra. dia bertanya kepada Hudzaifah
tentang dirinya, apakah dia termasuk dalam deretan daftar orang-orang
munafik? Sementara Abu Sulaiman Ad-Darani berkata: “Aku mendengar
sesuatu (kemunkaran) dari sebagian penguasa, lalu aku menginginkan untuk
mengingkarinya. Tetapi aku khawatir kalau dia memerintahkan untuk
membunuhku. Bukanlah aku takut mati tetapi aku khawatir kalau sampai
datang pada hatiku hiasan sok suci kepada makhluk ketika nyawaku keluar.
Maka akhirnya aku menahan diri. Hal ini termasuk jenis kemunafikan yang
berlawanan dengan hakikat keimanan, kebenaran, kesempurnaan dan
kemurniannya bukan pada pokok-pokoknya.
Dengan demikian kemunafikan itu ada dua macam, yaitu: Pertama,
kemunafikan yang mengeluarkan seseorang dari agama dan mengantarnya
sebagai golongan orang-orang kafir serta membawanya ke dalam golongan
orang-orang yang di abadikan di dalam neraka. Kedua, menyeret orang yang
menyandangnya ke neraka sampai pada batas waktu tertentu, atau
mengurangi dari derajat Illiyyiin dan menurunkan pada tingkat siddiqiin.

67. LARANGAN MENGGUNJING DAN MENGADU DOMBA

Mengenai ghibah (menggunjing) dan tercelanya, Allah S.W.T. telah


menyebutkan di dalam nash Al-Qur’an, dan Allah S.W.T menyerupakan
orang yang melakukannya bagaikan orang yang memakan daging
saudaranya.
Allah S.W.T. berfirman:
‫ض ُكم َبعضًا‬
ُ ‫سوا َو َل َيغت َب بَّع‬ َّ ‫ظ ِن ِإثم َو َل ت َ َج‬
ُ ‫س‬ َّ ‫ض ال‬ َّ ‫يرا ِمنَ ال‬
َ ‫ظ ِن ِإ َّن بَع‬ ً ‫يَا أَيُّ َﮭا الَّذِينَ آ َمنُوا اجتَنِبُوا َك ِث‬
)١٢( ‫ّللاَ ت ََّواب َّر ِحيم‬ َّ َّ ‫أَي ُِحبُّ أ َ َحد ُ ُكم أَن يَأ ُك َل لَح َم أ َ ِخي ِﮫ َميتا فك َِرﮪت ُموهُ َواتقوا‬
َّ ‫ّللاَ إِن‬ ُ َّ ُ َ ً
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
402
jijik kepadanya. Dan bertalwalah kepada Allah S.W.T sesungguhnya Allah
S.W.T Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12).
Nabi Muhammad S.A.W. telah bersabda: “Setiap orang Islam atas
orang Islam yang lain adalah haram darahnya, hartanya dan harga
dirinya.” Menggunjing itu mengenai persoalan harga diri. Dan Allah S.W.T
benar-benar telah mengumpulkan masalah harga diri itu dengan harta dan
darah. Abu Barzah berkata: Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Janganlah
anda saling hasut, membenci, tipu menipu dalam perniagaan, saling
membelakangi dan jangan pula saling menggunjing sebagian anda atas
sebagian yang lain. Jadilah anda hamba-hamba Allah S.W.T bersaudara.”
Dari Jabir dan Abi Sa’id, keduanya berkata, sesungguhnya Rasulullah
S.A.W. bersabda: “Hati-hatilah terhadap pergunjingan, karena menggunjing
adalah lebih berat dosanya daripada berzina. Sebab seorang laki-laki
kadang-kadang berzina dan bertobat, lalu Allah S.W.T. menerima tobatnya.
Sementara orang yang menggunjing tidak akan diampuni, sehingga orang
yang dipergunjingkan mengampuninya.” Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda: “Aku melewati sebuah kaum pada malam aku diisra’kan, mereka
mencakar mukanya dengan kuku-kukunya sendiri. Lalu aku bertanya: ‘Hai
Jibril, siapakah mereka itu?’ Jibril menjawab: ‘Mereka itu adalah orang-
orang yang menggunjing manusia dan membicarakan harga diri mereka.”
Sulaiman bin Jabir berkata, sesungguhnya aku datang kepada Nabi
S.A.W. dan berkata: “Ajarkanlah kepadaku suatu kebaikan yang dapat aku
manfaatkan .” Beliau bersabda: “Janganlah sekali-kali anda meremehkan
sesuatu yang ma’ruf, sekalipun hanya sedikit, hanya semisal anda tuangkan
air dari timba anda ke dalam tabung orang yang mengambil air. Walaupun
anda hanya bertemu dengan saudaramu dengan muka yang cerah, sampai
ketika dia berlalu, anda tidak menggunjingnya.”
Al-Barra’ berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. telah berkhutbah
pada kami, sehingga kami mendengar beberapa budak perempuan yang
dimerdekakan di dalam kamar-kamar mereka. Lalu beliau bersabda: “Wahai
golongan orang yang mengaku iman dengan lidahnya dan tidak beriman
dengan hatinya, janganlah anda menggunjing orang-orang Islam dan
janganlah anda mencari-cari aib mereka. Karena sesungguhnya barangsiapa
yang mencari-cari aib saudaranya, Allah S.W.T akan mencari-cari aib-
aibnya. Dan barangsiapa yang kekurangannya di teliti Allah S.W.T, maka
Allah S.W.T akan membuka (menyebar luaskan) aibnya di tengah
rumahnya.”
Dikatakan, sesungguhnya Allah S.W.T. telah menurunkan wahyu
kepada Musa as.: “Barangsiapa yang mati bertobat dari pergunjingan, maka
dia adalah orang yang terakhir dari orang-orang yang masuk surga. Dan
barangsiapa yang mati dalam pergunjingan, maka dia adalah orang yang
403
pertama masuk neraka.” Anas berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
memerintahkan manusia supaya berpuasa dalam sehari. Lalu beliau
bersabda: “Janganlah anda sekali-kali berbuka, sehingga aku
mengijinkannya. Maka berpuasalah manusia, hingga sore harinya.”
Seorang laki-laki datang dan berkata: “Ya Rasulullah, dua orang perempuan
muda dan keluargaku benar-benar berpuasa, tetapi mereka berdua malu
untuk datang kepada anda. Maka ijinkanlah mereka untuk berbuka.” Nabi
Muhammad S.A.W. berpaling. Lalu laki-laki itu mengulanginya lagi, tetapi
beliau juga berpaling. Setelah yang ketiga kalinya, laki-laki itu mengulangi
permintaannya itu, beliau bersabda: “Sesungguhnya mereka berdua tidak
berpuasa. Bagaimana berpuasa, orang itu pada siang harinya makan
daging-daging manusia? Pergilah dan perintahkan mereka untuk
memuntahkan, jika mereka benar-benar orang-orang yang berpuasa.”
Kembalilah laki-laki itu kepada mereka dan menceritakan hal
tersebut kepada mereka. Lalu mereka segera berusaha memuntahkan,
benarlah setiap orang dari mereka memuntahkan segumpal darah. Akhirnya
laki-laki itu kembali kepada Nabi Muhammad S.A.W. dan menceritakan
kepada beliau mengenai kejadian itu. Lalu beliau bersabda: “Demi Tuhan
yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya darah-darah itu masih
berada dalam perut mereka, tentu neraka akan masukkan mereka.”
Di dalam sebuah riwayat lain dikatakan: “Sesungguhnya ketika
beliau berpaling darinya, dia datang lagi dan berkata: “Ya Rasulullah,
sesungguhnya mereka telah mati atau mereka hampir saja mati.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda: “Bawalah mereka datang kepadaku.” Lalu
beliau menghampiri kami. Rasulullah S.A.W. memanggil dan membawakan
sebuah mangkuk seraya bersabda, kepada salah seorang dari dua perempuan
muda itu: Muntahkanlah.” Lalu dia muntah nanah, darah, atau nanah
bercampur darah, sehingga memenuhi mangkuk itu. Lalu Nabi bersabda pula
kepada yang lain: “Muntahkanlah.” Dia muntah seperti perempuan yang
pertama. Perempuan ini telah berpuasa dari apa yang dihalalkan Allah S.W.T
dan berbuka dengan apa yang diharamkan-Nya. Yang seseorang duduk di
sisi yang lain, lalu mereka bertindak bersama-sama makan daging-daging
manusia.”
Anas berkata: “Rasulullah S.A.W. telah berkhutbah pada kami, lalu
beliau menyebutkan riba dan membesarkan persoalannya. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya satu dirham yang diperoleh seorang laki-laki dari riba
adalah lebih besar kesalahannya di sisi Allah S.W.T daripada tiga puluh
enam kali perzinaan yang dilakukan seorang lelaki. Dan sesungguhnya yang
paling riba di antara riba adalah harga diri seorang laki-laki muslim.”
Sedangkan mengenai adu domba, adalah suatu perbuatan yang sangat
tercela. Allah S.W.T. telah berfirman:
404
َّ ‫از َّم‬
)١١( ‫شاء ِبن َِم ٍيم‬ ٍ ‫َﮪ َّم‬
Artinya:
“Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS. Al-
Qalam: 11).
Kemudian Allah S.W.T. berfirman: “Yang kaku kasar, selain dari
itu, yang terkenal kejahatannya.” (QS. Al-Qalam: 13).
Abdullah bin Mubarak berkata, bahwa lafal az-zaniim adalah anak
zina yang tidak dapat menyembunyikan pembicaraan. Dia mengisyaratkan
dengan kata-katanya itu, bahwa sesungguhnya setiap orang yang tidak dapat
menyembunyikan pembicaraan dan berjalan dengan usaha mengadu domba
adalah menunjukkan bahwa sesungguhnya dirinya adalah anak zina karena
mengambil dalil dari firman Allah S.W.T Azza wa Jalla: “Yang kaku kasar,
selain dari itu, yang terkenal kejahatannya.” (QS. Al-Qalam: 13).
Allah S.W.T. juga berfirman: “Kecelakaan bagi setiap pengumpat
lagi pencela.” (QS. Al-Humazah: 1). Dikatakan, bahwa al-humazah adalah
orang yang gemar mengadu domba.”
Allah S.W.T. berfirman: “Pembawa kayu bakar.” (QS. Al-Lahab: 4).
Dikatakan, sesungguhnya dia adalah perempuan pengadu domba yang
membawa pembicaraan ke sana kemari.
Allah S.W.T. berfirman: “Lalu kedua istri itu berkhianat kepada
kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka
sedikit pun dari (siksa) Allah S.W.T.” (QS. At-Tahrim: 10). Dikatakan,
bahwa kedua perempuan itu istri Luth yang biasa mengabarkan tentang
tamu-tamu yang datang; Sedangkan yang satunya istri Nuh yang
menceritakan, bahwa Nuh itu orang yang gila.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Tidak ada masuk surga orang yang suka
mengadu domba.” Dan didalam hadis yang lain dikatakan: “Tidak akan
masuk surga orang yang qattat. Qattat adalah orang yang suka mengadu
domba. Abu Hurairah berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Orang yang paling dicintai Allah S.W.T dari anda adalah orang-orang
yang paling baik berbudi pekertinya diantara anda, yang merendahkan
sayab-sayabnya, yang menyenangkan dan disenangi (sayang menyayangi).
Sementara orang yang paling dibenci Allah S.W.T dari anda adalah orang
yang berjalan dengan mengadu domba, yang memecah belah di antara
orang-orang yang bersaudara, yang mencari-cari kekhilafan orang-orang
yang baik-baik.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Maukah anda aku ceritakan
tentang orang-orang jahat dari anda?” Mereka berkata: “Ya.” Lalu beliau
bersabda: “Yaitu orang-orang yang berjalan dengan mengadu domba,
merusak di antara orang-orang yang bersaudara, dan mencari-cari
kekurangan dari orang-orang yang baik (suci).”
405
Abu Dzarr berkata, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Barangsiapa yang menyebarkan sebuah kalimat mengenai seorang muslim
dengan tanpa hak, maka Allah S.W.T akan mencela dengannya tanpa hak
padanya, maka Allah S.W.T akan mencelanya dengan kalimat itu di dalam
neraka pada hari kiamat.”
Abu Darda’ berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Siapapun seorang laki-laki yang menyebarkan suatu kalimat tentang
seorang laki-laki lain dengan tanpa hak, maka nyatalah bagi Allah S.W.T
untuk mencelanya dengan kalimat itu pada hari kiamat di dalam neraka.”
Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda: “Barangsiapa
yang memberikan kesaksian atas seorang muslim dengan kesaksian yang
sebenarnya muslim itu tidak sepantasnya memiliki kesaksian itu, maka
hendaklah dia mengambil tempatnya di neraka.” Dikatakan, bahwa
sesungguhnya sepertiga siksa kubur adalah dari dosa mengadu domba.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda: “Sesungguhnya ketika Allah S.W.T menciptakan surga, Dia
berfirman padanya: ‘Berbicaralah anda.’ Lalu surga itu berkata: “Sungguh
beruntung orang yang memasuki aku.” Tuhan Yang Maha Perkasa Jalla
Jalaluhu berfirman: “Demi keagungan dan keluhuran-Ku, tidak akan
bertempat di dalammu delapan golongan manusia. Tidak akan
menempatimu peminum khamar, orang yang berzina, qattat (pengadu
domba), dayyuts (Orang yang tidak punya rasa cemburu atas keluarga atau
istrinya), Syurthi (pembantu sultan), orang laki-laki yang bergaya
perempuan, orang yang memutuskan hubungan famili dan tidak pula orang
yang berkata: ‘Aku berjanji kepada Allah S.W.T, kalau aku tidak
mengerjakan ini dan ini.’ Kemudian ia tidak dapat memenuhinya.
Ka’b Al-Akhbar meriwayatkan: “Sesungguhnya kaum Bani Israil
pernah ditimpa kemarau panjang (krisis ekonomi). Lalu Nabi Musa as.
memohon hujan (shalat Istisqa’) beberapa kali. Akhirnya Allah S.W.T.
menurunkan wahyu kepada Musa: ‘Sesungguhnya Aku tidak akan
mengabulkan permohonan anda dan tidak pula para pengikut anda, selama di
antara anda terdapat orang yang suka mengadu domba, yang benar-benar
keterlaluan dalam mengadu domba.’ Berkatalah Musa: ‘Ya Tuhanku, siapa
dia itu? Tunjukkanlah aku pada orang itu sehingga aku dapat mengusirnya
dari kalangan kami.’ Allah S.W.T berfirman: ‘Hai Musa, Aku melarang anda
semua mengadu domba dan menjadi pengadu domba.’ Setelah mereka
semua bertobat, maka hujan benar-benar turun pada mereka.”
Dikatakan, ada seorang lelaki mengikuti jejak laki-laki ahli hikmah
sejauh tujuh ratus farsakh (satu farsakh sekitar 8 km) dalam tujuh macam
kalimat. Ketika dia datang padanya, dia berkata: “Sesungguhnya aku datang
kepada anda berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang diberikan Allah
406
S.W.T. kepada anda. Ceritakanlah padaku tentang langit dan tentang apa
yang lebih berat dari langit, dan tentang bumi serta apa yang lebih luas dari
bumi, mengenai batu dan apa yang lebih keras daripadanya, mengenai api
dan apa yang lebih panas daripadanya, mengenai es dan yang lebih dingin
daripadanya, mengenai (kekayaan) laut dan apa yang lebih kaya
daripadanya, dan mengenai anak yatim serta apa yang lebih rendah
daripadanya?” Ahli hikmah itu berkata padanya: “Kebohongan terhadap
orang yang suci (bersih dan jujur) adalah lebih berat daripada semua langit,
kebenaran adalah lebih luas daripada bumi, hati yang selalu menerima adalah
lebih kaya daripada laut, rakus dan dengki lebih panas daripada api, butuh
kepada kerabat dekat, ketika tidak berhasil, adalah lebih dingin daripada es,
hati orang kafir adalah lebih keras daripada batu, dan orang yang suka
mengadu domba, ketika persoalannya telah menjadi jelas, lebih hina
daripada anak yatim.”
Betapa indahnya ungkapan seorang penyair:
“Barangsiapa yang mengadu domba di antara manusia, maka tak
seorang kawan karib pun yang merasa aman dari keganasan
(bisa/rajun) kalajengking dan ularnya.
Bagaikan datangnya air bah (banjir besar) yang datang pada waktu
malam, sementara tak seorang pun yang mengetahui dari manakah
dia datang dan tidak pula dari manakah dia mendatanginya.
Celaka bagi orang yang mengikat janji dengannya, karena dia tidak
tahu bagaimana dia mengingkarinya, dan celaka bagi orang yang
mencintainya, karena dia tidak akan tahu bagaimana dia akan
mempermainkan kemuliaan cintanya.”
Perhatikan pula ungkapan seorang penyair lain berikut ini:
“Dia akan berusaha untuk mencelakakan anda, sebagaimana dia
menampakkan mukanya seakan (menguntungkan) anda, maka anda
tidak akan aman dari kejahatan-kejahatan orang yang bermuka dua
yang banyak membuat tipu daya.”

68. TENTANG PERMUSUHAN SETAN

Nabi Muhammad S.A.W. bersabda, “Di dalam hati terdapat dua buah
segmen potensial, satu segmen malaikat, yang menjanjikan kebaikan dan
membenarkan yang haq. Maka barangsiapa yang menemukan itu hendaklah
dia mengetahui bahwa sesungguhnya dia adalah dari Allah S.W.T. lalu
hendaklah ia memuji Allah S.W.T. Yang satunya adalah segmen musuh
(syaitan), yang menjanjikan kejahatan, membohongkan kebenaran dan
mencegah kebaikan. Maka barangsiapa yang menemukan itu hendaklah dia

407
memohon perlindungan kepada Allah S.W.T dari kejahatan syaitan yang
terkutuk.” Kemudian beliau membaca firman Allah S.W.T.:
َ ‫شي‬
)٢٦٨( ‫طانُ يَ ِعد ُ ُك ُم الفَق َر َويَأ ُم ُر ُكم ِبال َفحشَاء‬ َّ ‫ال‬
Artinya:
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) anda dengan kemiskinan dan
menyuruh anda berbuat kejahatan (kikir).” (QS. Al-Baqarah: 268).
Al-Hasan berkata: “Sesungguhnya keduanya merupakan dua hal
(tujuan) yang selalu berputar-putar di dalamhati. Sebuah hal dari Allah
S.W.T. dan yang satunya lagi dari musuh (syaitan). Maka mudah-mudahan
Allah S.W.T memberi rahmat kepada seorang hamba yang mau berhenti
untuk melakukan perenungan dan pengamatan secara cermat pada dua
haltersebut. Apa yang dari Allah S.W.T. dia kerjakan dan apa yang dari
musuh dia perangi.
Jabir bin Ubaidah Al-Adawi berkata: “Aku mengadu kepada Al-
‘Ala’bin Ziyad mengenai was-was yang aku temukan di dalam dadaku.” Dia
berkata: “Sesungguhnya perumpamaan itu seperti sebuah rumah yang
dilewati beberapa pencuri. Kalau mereka menemukan sesuatu di dalamnya,
tentu mereka akan menghadapinya. Tetapi kalau mereka tidak menemukan
sesuatu, tentu mereka berlalu pergi meninggalkannya.” Yakni, sesungguhnya
hati yang kosong dari kesenangan hawa nafsu tidak akan dimasuki syaitan.
Karena itulah Allah S.W.T. berfirman: “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku
tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka.” (QS. Al-Hijr: 42).
Setiap orang yang mengikuti hawa nafsu, maka dia adalah hamba
dari nafsu itu, bukan hamba Allah S.W.T. Karena itulah Allah S.W.T
menguasakan syaitan terhadapnya. Allah S.W.T. berfirman: “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya, dan Allah S.W.T membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan
Allah S.W.T telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan
tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang memberinya petunjuk
sesudah Allah S.W.T (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran.” (QS. Al-Jatsiyah: 23).
Hal itu merupakan sebuah isyarat sesungguhnya orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan dan yang disembahnya, maka dia
adalah hamba hawa nafsu dan bukan hamba Allah S.W.T. Karena itu, Amr
bin Al-Ash berkata kepada Nabi Muhammad S.A.W., “Ya Rasulullah,
syaitan telah menghalangi antara aku dengan shalat dan bacaanku.” Beliau
bersabda: “Itu adalah syaitan, yang disebut dengan Khatrab. Apabila anda
merasakannya, maka mohonlah perlindungan kepada Allah S.W.T dan
meludahkan ke arah kiri anda tiga kali.” Amr bin Al-Ash berkata: “Lalu aku
melakukan itu dan Allah S.W.T menghilangkannya dari aku.”

408
Di dalam Al-Akhbar disebutkan: “Sesungguhnya dalam wudhu
terdapat syaitan, yang disebut dengan Al-Walhan, maka berlindunglah
kepada Allah S.W.T darinya.” Tidaklah dapat menghapus was-was
(gangguan) syaitan dari hati, kecuali mengingat hal selain apa yang diwas-
waskan kepadanya. Karena sesungguhnya saat terlintas dalam hati akan ingat
sesuatu, maka hilanglah apa yang sebelumnya telah ada di alamnya. Hanya
saja, setiap sesuatu selain Allah S.W.T. dan selain hal yang berhubungan
dengan-Nya, menjadi sebuah kemungkinan pula merupakan ajang syaitan.
Sedangkan zikir kepada Allah S.W.T merupakan sesuatu pengaman dan
penyelamat dari syaitan, sehingga akan diketahui bahwa tidak lagi ada
tempat bagi syaitan untuk bermain-main. Dan sesuatu tidak dapat mengobati,
kecuali dengan melakukan perlawanan terhadap syaitan. Sedangkan lawan
dari semua was-was yang ditimbulkan syaitan adalah dengan zikir kepada
Allah S.W.T, mohon perlindungan kepada-Nya dan membebaskan diri dari
daya upaya dan kekuatannya. Itulah arti ucapan anda: “A’udzu billaahi
minasy syaithaanir rajiim (aku berlindung dari godaan syaitan yang
terkutuk). Dan “Laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhim
(tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah S.W.T.).” Semua itu tidak
akan mampu, kecuali orang-orang yang bertaqwa, yang senantiasa sibuk
berzikir kepada Allah S.W.T. Dan sesungguhnya syaitan hanya akan dapat
berkeliling pada mereka dalam waktu-waktu senggang ( di sela-sela
kelalaiannya) itupun dilakukan dengan cara mencuri-curi. Allah S.W.T.
berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa
was-was dari syaitan mereka ingat kepada Allah S.W.T, maka ketika itu juga
mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201)
Mujahid berkata mengenai firman Allah S.W.T.: “Dari kejahatan
(bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi.” (QS. An-Nas: 4) Mujahid
berkata: “Dia selalu mengintai pada hati, lalu apabila orang zikir kepada
Allah S.W.T. mundurlah dia dan menciut. Apabila orang itu lengah, maka
dia membentang (masuk) kembali ke dalam hati itu. terjadilah tolak menolak
antara zikir kepada Allah S.W.T. dengan was-was syaitan, seperti tolak-
menolaknya antara terang dan gelap, antara malam dan siang. Dan karena
saling berlawanan antara keduanya, Allah S.W.T. berfirman: “Setan telah
menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah S.W.T.”
(QS. Al-Mujadalah: 19).
Anas berkata, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya
syaitan meletakkan belalainya pada hati anak cucu Adam. Jika dia berzikir
kepada Allah S.W.T, ia mundur dan ciut nyalinya, kalau dia lupa terhadap
Allah S.W.T., syaitan itu menggigit (menerkam) hatinya.” Ibnu Wadhah
berkata dalam sebuah hadis yang disebutnya: “Apabila seorang laki-laki
telah mencapai usia empat puluh tahun dan belum bertobat, maka syaitan
409
mengusap pada wajahnya dan berkata: ‘Demi bapakku, ini adalah wajah
orang yang tidak beruntung.’ Sebagaimana halnya syahwat-syahwat ini
bercampur dengan daging dan darahnya, dan mengepung hati dari semua
sisinya.
Oleh sebab itulah Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
“Sesungguhnya syaitan berjalan pada anak cucu Adam sejalan dengan
peredaran darah. Maka persempitlah tempat perjalanannya dengan
kelaparan.” Sedangkan tempat perjalanan syaitan adalah keinginan nafsu itu
sendiri. Karena alasan pengepungan kesenangan-kesenangan nafsu pada hati
dari segala penjuru itu, maka Allah S.W.T. berfirman: “Sungguh aku benar-
benar (menghalangi) mereka dari jalan anda yang lurus. Kemudian aku
akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan
dan dari kiri mereka.” (QS. Al-Araf: 16).
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda, “Sesungguhnya syaitan duduk
menghadang anak Adam pada semua jalan. Dia duduk menghadang pada
jalan Islam dan dia berkata: ‘Adakah anda harus masuk Islam, dan
meninggalkan agama anda dan meninggalkan agama nenek moyangmu?”
Lalu anak Adam menentangnya dan tetap masuk Islam. Kemudian syaitan
menghadang pada jalan hijrah, seraya berkata: “Adakah anda akan hijrah?
Adakah anda akan meninggalkan bumi dan langit kelahiranmu?” Lalu anak
Adam itu menentangnya dan tetap berangkat hijrah. Kemudian syaitan
menghadang pada jalan jihad, dia berkata: “Adakah anda akan berjihad,
sementara jihad akan membinasakan diri dan harta benda. Anda berperang
lalu anda dibunuh. Semua perempuan anda dikawini orang dan harta anda di
bagi-bagi.”
Lalu anak Adam menentangnya dan tetap berjihad. Dan bersabda lagi
Nabi Muhammad S.A.W.: “Maka barangsiapa yang mengerjakan hal
tersebut lalu mati, maka sungguh menjadi hak bagi Allah S.W.T untuk
memasukkannya ke dalam surga.”

69. ANTARA CINTA DAN INTROPEKSI DIRI

Sufyan berkata: “Cinta adalah mengikuti jejak Rasulullah S.A.W.” Yang


lain berkata: “Cinta adalah selalu zikir (menyebut-nyebut yang dicintai).
Yang lain lagi berkata: “Mengutamakan zat yang dicintai.” Sebagian ulama
berkata: “Orang-orang yang cinta (Allah S.W.T) tidak suka tetap di dunia.”
Semua ini mengisyaratkan pada buah-buah cinta. Sementara mengenai
hakekat cinta, mereka tidak menjelaskannya. Sebagian ulama berkata:
“Kecintaan merupakan makna dari yang dicintai, yang mengalahkan hati
untuk bisa menemukannya dan lidah menjadi tidak memiliki kata-kata untuk
dapat mengungkapkannya.”
410
Al-Junaid berkata: “Allah S.W.T. mengharamkan kecintaan atas orang
yang memiliki ‘alaqah (hubungan hati dengan selain Allah S.W.T).” Dia
juga berkata: “Setiap kecintaan adalah karena imbalan, karenanya ketika
imbalan itu hilang, maka hilang pulalah kecintaan.” Dzun-Nun berkata:
“Katakanlah kepada orang yang memperlihatkan kecintaan kepada Allah
S.W.T: ‘Takutlah anda akan hina karena mencintai selain Allah S.W.T.”
Dikatakan kepada Syubali: “Jelaskanlah pada kami mengenai orang arif
(ma’rifat kepada Allah S.W.T) dan orang yang cinta.” Dia berkata: “Orang
arif, kalau berbicara, ia akan celaka, dan orang yang cinta kalau diam, ia juga
akan celaka.” As-Syubali bersyair:
* ‫*يَآ اَيُّ َﮭاالسَّيِد ُ الك َِري ُم‬
* ‫* ُحبُّكَ َبينَ ال َحشَا ُم ِقي ُم‬
* ‫ارافِ َع النَّو ِم َعن ُجفُونِى‬ َ َ‫* ي‬
* ‫* اَنتَ ِب َما َم َّر ِبى َع ِلي ُم‬

“Wahai Tuhan Yang Maha Mulia, kecintaan kepada-Mu bersemi di


antara isi perut (mendarah daging).
Wahai Tuhan yang menghilangkan tidur dari pelupuk-pelupuk mata,
terhadap apa yang terjadi pada diriku, Engkau adalah Maha Mengetahui.”
Penyair lain mengungkapkan dalam bait-bait syairnya:
Aku heran pada orang yang berkata, aku mengingat kecintaanku, apakah
aku akan lupa lalu ingat terhadap apa yang aku lupa.
Aku mati apabila aku mengingat-Mu kemudian aku hidup, dan
seandainya tidak karena kebaikan prasangka tentu aku tidak akan hidup.
Maka aku hidup dengan harapan cinta dan aku mati karena sangat
rindu, berapa kali aku hidup atas nama Engkau dan berapa kali pula aku
mati.
Aku minum madu cinta segelas demi segelas, tetapi minuman itu tidak
kunjung habis dan aku pun tidak merasa puas.
Hendaklah kiranya khayalannya terpancang pada mataku, lalu jika aku
memendekkan pandanganku, aku akan menjadi buta.”
Pada suatu hari Rabi’ah Adawiyah berkata: “Siapakah yang akan
menunjukkan kami pada kekasih kami?” Seorang pelayan perempuannya
berkata: “Kekasih kita selalu bersama kita? Tetapi hanya saja dunia telah
memutuskan kita dari-Nya.” Ibnu Jala’ berkata: “Allah S.W.T. memberikan
wahyu kepada Isa as.: “Sesungguhnya apabila Aku menjenguk hati seorang
hamba, lalu tidak Aku temukan di dalamnya kecintaan terhadap dunia
maupun akhirat, tentu Aku memenuhinya dengan kecintaan-Ku dan Aku
kuasai ia dengan pemeliharaan-Ku.” Pernah dikatakan: “Pada suatu hari
Samnun berbicara tentang kecintaannya. Ketika itulah seekor burung

411
hinggap di depannya. Lalu tidak henti-hentinya burung itu mematuk-matuk
bumi dengan paruhnya, sehingga mengalirlah darah darinya dan mati.”
Ibrahim bin Adham berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau
mengetahui sesungguhnya surga tidak mengimbangi sebuah sayap nyamuk
dalam pandanganku, dibandingkan dengan kecintaan kepada-Mu yang
Engkau berikan sebagai kemuliaan padaku, dan membuatku merasa tenteram
dengan zikir kepada-Mu serta membuatku selalu tafakkur dalam keagungan-
Mu.”
As-Sari ra. berkata: “Barangsiapa yang cinta kepada Allah S.W.T, maka
dia akan hidup, dan barangsiapa yang condong kepada dunia, dia akan
linglung seperti orang tolol berangkat pagi dan kembali sore dalam kesia-
siaan, sementara orang yang berakal selalu meneliti akan kekurangan-
kekurangannya.”
Adapun mengenai introspeksi diri, menghisab dan meneliti diri sendiri
(muhasabatun nafsi), Allah S.W.T. telah memerintahkan hal itu, dengan
firman-Nya:
)١٨( َ‫ّللاَ َخبِير ِب َما تَع َملُون‬ َّ ‫يَا أَيُّ َﮭا الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
ُ ‫ّللاَ َولتَن‬
َّ ‫ظر نَفس َّما قَدَّ َمت ِلغَ ٍد َواتَّقُوا‬
َّ ‫ّللاَ إِ َّن‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah S.W.T dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah S.W.T, sesungguhnya
Allah S.W.T Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr:
18).
Ayat ini mengisyaratkan untuk melakukan introspeksi, evaluasi dan
meneliti amal-amal yang telah berlalu. Karena itulah Umar ra. berkata:
“Hitunglah diri anda sendiri sebelum dihisab dan timbanglah diri anda
sebelum anda ditimbang.”
Dalam sebuah hadis disebutkan, sesungguhnya Muhammad S.A.W.
didatangi seorang laki-laki dan berkata: “Ya Rasulullah, berilah aku wasiat.”
Beliau bersabda: “Apakah anda minta wasiat?” Laki-laki itu berkata: “Ya.”
Beliau bersabda: “Kalau anda ingin melakukan sesuatu lihatlah akibatnya.
Kalau benar teruskanlah, dan kalau sesat berhentilah.”
Dalam hadis lain disebutkan: “Bagi orang yang berakal, hendaklah
setiap kali empat jam, menjadikannya satu jam sebagai waktu untuk
melakukan penelitian terhadap diri sendiri. Allah S.W.T. berfirman: “Dan
bertobatlah kamu sekalian kepada Allah S.W.T, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31).
Tobat adalah memandang pada perbuatan setelah selesai dari
perbuatan itu lalu menyesalinya. Nabi Muhammad S.A.W. bersabda,
“Sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah S.W.T. dan bertobat
kepada-Nya dalam sehari seratus kali.”
412
Dan Allah S.W.T. berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang
bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada
Allah S.W.T, maka seketika itu juga mereka melihat kesalahan-
kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201).
Sesungguhnya Umar ra. pernah memukul kedua telapak kakinya
dengan cambuk, ketika malam menyelimutinya dan berkata kepada dirinya
sendiri, “Apa yang anda kerjakan hari ini?”
Maimun bin Mahran berkata: “Seorang hamba tidak akan termasuk
orang-orang yang bertakwa sehingga dia menghitung dirinya dengan lebih
cermat daripada menghitung mitra dagangnya (sekutunya), karena dua orang
yang bersekutu akan saling mengadakan perhitungan setelah pekerjaan
masing-masing.”
Diriwayatkan dari Aisyah ra.: Sesungguhnya Abu Bakar ra. berkata
padanya menjelang kematiannya: “Tidak ada seorang pun yang lebih aku
cintai dari manusia ini daripada Umar.” Kemudian dia berkata lagi kepada
Aisyah: “Bagaimana aku tadi telah berkata?” Lalu Aisyah menirukan
kepadanya apa yang telah dia katakan. Lalu Abu Bakar berkata: “ Tidak ada
seorang pun yang lebih mulia di sampingku daripada Umar.” Perhatikanlah
bagaimana dia berpikir setelah selesai dari sebuah kalimat, dia angan-angan
dan lalu dia ganti dengan kalimat yang lain.
Disebutkan dalam hadis mengenai Abi Thalhah, ketika ia
dilengahkan seekor burung dalam shalatnya, dia lalu merenungkannya.
Akhirnya dia menjadikan pagarnya sebagai sedekah untuk Allah S.W.T., dia
menyesalinya dan mengharap pengganti dari apa yang terlanjur ditinggalkan.
Dan dalam cerita Ibnu Salam dikatakan, bahwa sesungguhnya dia telah
memikul sebendel kayu bakar. Lalu dikatakan padanya: “Hai Abu Yusuf, di
rumah anda telah ada pelayan-pelayan, mengapa anda melakukan hal ini
sendiri.” Dia berkata: “Aku ingin menguji nafsuku, apakah dia
menentangnya?” Al-Hasan berkata: “Orang mukmin selalu menegakkan
dirinya sendiri. Dia akan selalu menghitungnya karena Allah S.W.T.
Sesungguhnya akan di ringankan hisab atas suatu kaum yang selalu
menghisab (mengevaluasi) dirinya di dunia, dan sesungguhnya akan
diberatkan hisab pada hari kiamat atas suatu kaum yang hanya mengambil
perkara ini dengan tanpa melakukan evaluasi dan perhitungan.”
Kemudian Hasan menerangkan mengenai arti perhitungan:
“Sesungguhnya ketika seorang mukmin terkejut dan kagum akan sesuatu,
lalu dia berucap: ‘Demi Allah S.W.T, sesungguhnya anda (sesuatu) sangat
mengagumkan aku dan sesungguhnya anda termasuk di antara kebutuhanku.
Tetapi jauh sekali, antara aku dan anda terdapat penghalang.” Yang demikian
ini merupakan suatu bentuk perhitungan sebelum mengerjakan sesuatu.
Kemudian dia berkata: “Dan meninggalkan sesuatu, lalu dia kembali pada
413
dirinya dan berkata: ‘Apa yang anda kehendaki dengan ini. Demi Allah
S.W.T, aku tidak memiliki alasan untuk melakukan hal ini. Demi Allah
S.W.T, aku tidak akan mengulangi untuk selamanya, Insya Allah S.W.T.”
Anas bin Malik berkata, pada suatu hari Aku mendengar Umar bin
Khaththab ra. ketika aku dan dia keluar bersama-sama. Lalu dia masuk ke
dalam sebuah pagar dan aku mendengar dia berkata, sementara antara aku
dan dia terdapat tembok dan dia berada di dalam pagar, Umar bin Khaththab
adalah Amirul Mukminin: “Aduh, aduh, demi Allah S.W.T, sungguh
hendaklah anda bertakwa kepada Allah S.W.T atau (bila tidak) Dia akan
menyiksa anda.”
Hasan berkata mengenai firman Allah S.W.T.: “Dan Aku bersumpah
dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. Al-Qiyamah: 2),
dia berkata: “Seorang mukmin tidak akan menemukan sesuatu, kecuali ia
mencela dirinya sendiri, dan berkata: ‘Apa yang anda kehendaki dengan
pembicaraanku, makananku, dan apa pula yang anda kehendaki dengan
minumanku?” Sedangkan orang yang menyeleweng selalu melangkahkan
kakinya dengan tanpa pernah mencela dirinya.”
Malik bin Dinar berkata: “Semoga Allah S.W.T memberi rahmat
kepada seorang hamba yang berkata kepada dirinya: ‘Bukankah anda
memiliki begini, bukankah anda memiliki begini.’ Kemudian dia mencela
dan mengendalikan, serta menundukkannya kepada kitab Allah S.W.T.,
maka hal itu akan menjadi pembimbingnya.” Hal ini termasuk di antara
mencela diri sendiri.”
Maimun bin Mahran berkata: “Orang yang bertakwa lebih detail
dalam meneliti dirinya daripada seorang sultan yang menganiaya dan dari
mitra berserikat yang sangat kikir.” Ibrahim At-Tamimi berkata: “Aku
membayangkan diriku pada surga. Aku makan buah-buahannya dan minum
air sungai-sungainya serta memeluk gadis-gadisnya. Kemudian aku
membayangkan diriku di neraka, aku makan pohon zaqum dan minum
nanah, darah serta menghadapi rantai dan belengunya. Aku berkata pada
diriku: ‘Hai diri, manakah yang anda inginkan?’ Aku berkata: ‘Aku ingin
kalau aku dikembalikan ke dunia, lalu aku beramal saleh.’ Aku berkata:
‘Kalau begitu anda berada dalam angan-angan kosong, maka beramallah.”
Malik bin Dinar berkata, aku mendengar Al-Hajjaj berkhutbah:
“Mudah-mudahan Allah S.W.T memberi rahmat kepada orang yang selalu
meneliti diri sendiri, sebelum penelitian itu dilakukan orang lain; Mudah-
mudahan Allah S.W.T memberi rahmat pada orang yang memegang teguh
kendali amal perbuatannya, lalu memperhatikan sesungguhnya apa yang dia
kehendaki dengan amal itu; Mudah-mudahan Allah S.W.T memberi rahmat
pada orang yang memperhatikan takarannya; Dan mudah-mudahan Allah

414
S.W.T memberi rahmat pada orang yang memperhatikan timbangannya.”
Tidak henti-hentinya dia berkata begitu sehingga membuatku menangis.
Diceritakan oleh sahabat Ahnaf bin Qais, dia berkata: “Aku berkawan
dengan Ahnaf bin Qais, aku mengetahui sebagian besar shalat malamnya
adalah berdoa. Dia pernah datang menuju ke arah lampu dan meletakkan
jarinya pada lampu itu, hingga dia merasakan panas. Kemudian berkata
kepada dirinya sendiri: “Hai Hunaif, apa yang mendorong anda berbuat
demikian pada hari ini...dan apa yang mendorong anda untuk berbuat begini
pada hari begini...?”

70. MENCAMPUR ADUKKAN ANTARA YANG HAQ DENGAN


YANG BATIL

Rasulullah S.A.W. bersabda di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan


oleh Ma’qal bin Yasar: “Akan datang pada manusia suatu zaman, pada masa
itu Al-Qur’an menjadi usang di hati orang-orang laki-laki, sebagaimana
usangnya pakaian yang dikenakan pada tubuh. Semua urusan mereka
hanyalah ketamakan yang tidak disertai ketakutan (pada Allah S.W.T). Kalau
di antara mereka berbuat kebaikan, dia akan berkata: ‘Akan diterima amal
dariku.’ Dan kalau dia berbuat kejahatan akan berkata: ‘Akan diampuni
dosaku aku.’ Beliau mengabarkan sesungguhnya mereka meletakkan
ketamakan pada tempat ketakutan, karena kebodohan mereka terhadap
ancaman-ancaman Al-Qur’an dan apa yang di sebutkan di dalamnya. Hal
yang serupa sebagaimana yang terjadi pada kaum Nasrani, sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah S.W.T.:
َ َ‫ض ﮪَـذَا األدنَى َويَقُولُون‬
)١٦٩( ‫سيُغفَ ُر لَنَا‬ َ ‫ف ِمن بَع ِدﮪِم خَلف َو ِرثُوا ال ِكت‬
َ ‫َاب يَأ ُخذُونَ َع َر‬ َ َ‫فَ َخل‬
Artinya:
“Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi
Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata:
Kami akan diberi ampun.” (QS. Al-A’raf: 169).
Artinya, mereka mewarisi Al-Kitab (Taurat), mereka adalah orang-
orang alim dan mengambil harta benda dunia yang rendah ini, menurut
kesenangan hawa nafsu mereka dari dunia, baik haram maupun halal.
Allah S.W.T. juga berfirman: “Dan bagi orang yang takut akan saat
menghadap Tuhannya ada dua buah surga.” (Ar-Rahman: 46). Dan firman-
Nya: “Yang demikian itu adalah untuk orang-orang yang takut (akan
menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.” (QS.
Ibrahim: 14).
Al-Qur’an sejak awal, telah memberi peringatan dan ancaman pada
seseorang, tidaklah orang yang berpikir merenungkannya, kecuali akan

415
panjang susahnya dan besar ketakutannya, jika dia beriman dengan apa yang
ada di dalamnya. Tetapi anda melihat manusia-manusia itu merusaknya.
Pahamilah hal ini, mereka mengeluarkan huruf-huruf (membacanya)
sesuai makhraj-makhrajnya, mendiskusikan tentang khafadh, rafa’ dan
nasab dari huruf-huruf itu. Seakan-akan mereka hanya membaca sebuah
syair dari syair-syair orang Arab. Mereka sama sekali tidak tertarik untuk
menoleh kepada arti-artinya dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya.
Adakah ketertipuan di alam ini yang melebihi persoalan ini?
Persoalan yang hampir sama dengan hal ini adalah tertipunya
beberapa golongan yang memiliki ketaatan, dan juga kedurhakaan. Hanya
saja, kedurhakaan mereka lebih banyak , padahal mereka mengharapkan
ampunan, mereka menyangka bahwa timbangan kebaikannya akan menang,
padahal sebenarnya daun timbangan kejahatannya lebih banyak. Ini adalah
puncak kebodohan.
Kemudian anda akan melihat seseorang bersedekah dengan beberapa
dirham dari barang halal dan juga haram serta apa yang dia ambil dari harta-
harta orang Islam dan syubhat, secara berlipat ganda. Bahkan mungkin apa
yang dia sedekahkan itu merupakan harta yang dia ambil (rampas) dari harta
orang-orang Islam secara zalim. Lalu dia mengandalkan sedekahnya itu dan
menyangka bahwa sesungguhnya makan seribu dirham haram akan dapat
mengimbangi sedekah sepersepuluh dirham dari yang haram dan atau halal.
Hal itu tidak lain hanyalah seperti orang yang meletakkan sepuluh dirham
pada sebuah daun timbangan, sementara pada daun timbangan yang lain
sebanyak seribu dirham. Lalu dia berharap untuk mengangkat daun
timbangan yang berat dengan daun timbangan yang ringan. Yang demikian
ini, sungguh merupakan puncak dari sebuah kebodohan.
Di antara mereka ada orang yang menyangka, bahwa sesungguhnya
ketaatan-ketaatannya lebih banyak daripada maksiat-maksiatnya. Dia tidak
mau menghisab dirinya, sementara kemaksiatan-kemaksiatannya tidak
pernah terhenti. Ketika mengerjakan sebuah ketaatan, dia akan memelihara
dan menganggapnya. Seperti orang yang memohon ampun kepada Allah
S.W.T dengan lidahnya atau mentasbihkan Allah S.W.T dalam sehari seratus
kali, kemudian menggunjing orang-orang Islam, merobek-robek harga diri
mereka dan berbicara dengan perkataan yang tidak diridhai Allah S.W.T
sepanjang siang tanpa batas dan tak terhitung. Pandangannya hanyalah ke
arah jumlah bilangan tasbih yang dilakukannya. Sesungguhnya dia memohon
ampun kepada Allah S.W.T seratus kali dan lupa terhadap obrolan
perkataannya sepanjang siang, yang seandainya dia mencatatnya akan sama
dengan tasbihnya seratus kali atau seribu kali. Padahal malaikat-malaikat
yang mulia dan pencatat benar-benar telah mencatatnya dan Allah S.W.T.
benar-benar mengancamnya dengan siksa atas setiap kata-katanya.
416
Allah S.W.T. berfirman: “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya
melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf:
18).
Manusia semacam ini, selamanya akan merenungkan keutamaan-
keutamaan tasbih dan tahlil, sementara dia tidak mau menoleh kepada
ancaman siksa bagi orang-orang yang menggunjing, para pembohong, dan
para pengadu domba serta orang-orang munafik yang memperlihatkan
pembicaraan yang tidak mereka sembunyikan, dan masih banyak lagi
bahaya-bahaya lidah yang lain. Yang demikian itu, jelas-jelas merupakan
tipuan sejati.
Aku bersumpah demi umurku, seandainya malaikat-malaikat pencatat
yang mulia itu menuntut upah naskah bagi igauannya (obrolan perkataannya
yang tak karuan) yang mereka tulis dan melebihi tasbihnya, tentu dia akan
menahan lidahnya, dari sejumlah kepentingannya. Lalu apa yang dia
ucapkan dalam masa jedah itu, dia akan menghitungnya, meneliti dan
menimbangnya dengan tasbih-tasbihnya, sehingga tidak lebih dari upah
naskahnya itu.
Sungguh mengherankan, orang yang menghitung dirinya dan berhati-
hati, karena takut akan upah naskah yang memberatkannya, sementara dia
tidak hati-hati dan tidak pula takut akan kehilangan surga Firdaus yang tinggi
kenikmatannya.
Hal ini, tidak lain kecuali merupakan musibah besar bagi orang yang
mau merenungkannya. Kita benar-benar dibawa kepada suatu persoalan, jika
kita ragu kita termasuk orang-orang kafir yang menentang dan apabila kita
membenarkannya kita termasuk orang-orang yang tolol lagi tertipu. Bukan
begini (yang dimaksud) amal-amal orang yang membenarkan apa yang
dibawa Al-Qur’an. Sungguh kita memohon kepada Allah S.W.T agar
terbebas dari kekafiran. Maha Suci Allah S.W.T Tuhan yang telah
menghalangi kita dari tergeliat sadar dan yakin dengan penjelasan seperti ini.

71. KEUTAMAAN SHALAT BERJAMA’AH

Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:


ً‫سبعٍ َو ِعش ِرينَ دَ َر َجة‬
َ ‫ص َالة َ الفَ ِد ِب‬ ِ َ‫ص َالة ُ ال َج َما َع ِة تُف‬
َ ‫ض ُل‬ َ
Artinya:
“Shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendirian, dengan dua
puluh tujuh derajat.”
Abu Hurairah ra. meriwayatkan, sesungguhnya Nabi S.A.W. pernah
kehilangan manusia (makmum) dalam shalat berjama’ah. Lalu beliau
bersabda: “Sungguh aku bermaksud untuk memerintahkan seorang laki-laki
agar shalat (sebagai imam) dengan manusia. Kemudian aku sendiri akan
417
pergi mencari orang-orang yang tertinggal (tidak mengikuti)nya dan
membakar rumah-rumah mereka.”
Di dalam sebuah riwayat yang lain: Kemudian aku keluar pergi menuju
beberapa laki-laki yang tertinggal. Lalu aku perintahkan mereka membakar
rumah-rumah dengan seikat kayu api. Seandainya seorang dari mereka
mengetahui akan mendapatkan tulang bersamin (jenis makanan) dua buah
kaki unta yang dibakar, tentu dia akan menghadirinya. “Yakni shalat Isya’.”
Usman ra. berkata secara mafru’ : “Barangsiapa yang menghadiri shalat
Isya’, maka seakan-akan dia telah berdiri beribadah setengah malam dan
barangsiapa yang menghadiri shalat Shubuh, maka sekan-akan dia berdiri
beribadah semalaman.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa
yang shalat berjama’ah, maka benar-benar dia telah memenuhi
kejelekkannya dengan ibadah.” Sa’id bin Al-Musayyab berkata: “Tidaklah
azan seorang muadzin sejak dua puluh tahun, kecuali aku sudah sedang
berada di masjid.”
Muhammad bin Wasi’ berkata: “Aku tidak menginginkan dari dunia ini,
kecuali tiga hal. Seorang saudara yang kalau sedang bengkok, dia
meluruskan aku, tercukupinya rezki tanpa ada tuntutan, dan shalat
berjama’ah yang tidak pernah terlalaikan dan di catat keutamaannya
untukku.”
Diriwayatkan, sesungguhnya suatu saat , Abu Ubaidah bin Jarrah
menjadi imam dari suatu kaum. Ketika selesai shalat ia berkata: “Tadi tidak
henti-hentinya syaitan ada padaku, sehingga aku melihat bahwa diriku lebih
utama daripada yang salin aku, kemudian aku tidak lagi menjadi imam untuk
selamanya.” Al-Hasan berkata: “Janganlah anda shalat di belakang seorang
laki-laki yang tidak hilir mudik (orang yang tidak pernah belajar) kepada
ulama.” An-Nakha’i berkata: “Perumpamaan orang yang menjadi imam pada
manusia dengan tanpa ilmu adalah seperti orang yang menakar air di laut,
tidak mengetahui lebih atau kurangnya.”
Hatim Al-Asham berkata: “Aku telah ketinggalan shalat berjama’ah.
Lalu Abu Ishaq Al-Bukhari berta’ziah (mendatangiku) seorang diri.
Seandainya seorang anakku mati tentu yang berta’ziah padaku lebih dari
sepuluh ribu orang, karena musibah dalam agama lebih ringan (sepele),
menurut pandangan kebanyakan manusia, daripada musibah di dunia.” Ibnu
Abbas ra. berkata: “Barangsiapa mendengar orang yang mengundang shalat
(muadzin), lalu dia tidak mau memenuhi, maka dia tidak menghendaki
kebaikan dan tidak dikehendaki kebaikan padanya.”
Abu Hurairah ra. berkata: “Sungguh kalau telinga anak cucu Adam
dipenuhi dengan timah yang diluluhkan adalah lebih baik baginya daripada
dia mendengar panggilan shalat, lalu dia tidak memenuhinya.”
Diriwayatkan, sesungguhnya ketika Maimun bin Mahran datang di sebuah
418
masjid, lalu dikatakanlah padanya: “Sesungguhnya semua manusia (para
jama’ah) telah bubar (selesai).” Dia berkata: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun. Sesungguhnya keutamaan shalat ini adalah lebih aku cintai
daripada menguasai Irak.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan
shalat berjama’ah selama empat puluh hari, tanpa pernah tertinggal dari
takbiratul ihram (bersama iman) dalam shalat-shalat itu, maka Allah S.W.T
menulis dua buah kebebasan, kebebasan dari kemunafikan dan kebebasan
dari neraka.” Dikatakan: “Sesungguhnya ketika datang hari kiamat ada
sekelompok manusia dihimpun, sementara wajah-wajah mereka seperti
bintang yang bercahaya. Para malaikat berkata kepada mereka: “Apa yang
menjadi amal-amal anda sekalian?” Mereka berkata: “Kami ketika
mendengar azan, segera berdiri untuk bersuci dan kami tidak menyibukkan
selain itu.” Kemudian segolongan lain dihimpun, wajah-wajah mereka
seperti bulan purnama. Ketika ditanya mereka berkata: “Kami telah
mengambil wudhu sebelum tiba waktu shalat.” Kemudian dihimpun lagi
segolongan yang wajah-wajah mereka seperti matahari. Mereka berkata:
“Kami adalah golongan yang mendengarkan azan di masjid.”
Diriwayatkan, sesungguhnya ulama salaf mengambil sikap
berbelasungkawa selama tiga hari, apabila mereka tertinggal takbir pertama
(dalam shalat berjama’ah), dan berbelasungkawa selama tujuh hari apabila
mereka tertinggal jama’ah.

72. KEUTAMAAN SHALAT MALAM

Ayat-ayat yang menjelaskan tentang keutamaan shalat malam, di


antaranya ialah firman Allah S.W.T.: “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui
bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam atau
seperdua malam atau sepertiganya...” (QS. Al-Muzammil: 20).
Allah S.W.T. juga berfirman:
ً ِ‫شدُّ َوط ًءا َوأَق َو ُم ق‬
)٦( ‫يال‬ َ َ ‫ِي أ‬
َ ‫إِ َّن نَا ِشئَةَ اللَّي ِل ﮪ‬
Artinya:
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’)
dan bacaan di waktu itu lebih terkesan.” (QS. Al-Muzammil: 6).
Firman Allah S.W.T.: “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya,
sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan
mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada
mereka.” (QS. As-Sajdah: 16).
Firman Allah S.W.T.: “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan

419
sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya?” (QS. Az-Zumar: 9).
Firman Allah S.W.T.: “Dan orang yang melalui malam hari dengan
bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (QS. Al-Furqan: 64).
Dan firman Allah S.W.T.: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu.” (QS. Al-Baqarah: 45). Menurut satu pendapat dikatakan:
“Maksudnya ialah qiyamul lail (bangun malam shalat dan berzikir), dan
menjadikan sabar sebagai penolong untuk memerangi hawa nafsu.”
Sedangkan di antara dalil-dalil dari hadis, ialah sabda Nabi
Muhammad S.A.W.: “Setan mengikat tengkuk salah seorang dari anda ketika
sedang tidur dengan tiga buah ikatan. Pada setiap tempat ikatan terpasang,
bagi anda malam yang panjang, tidurlah dengan nyenyak.’ Apabila dia
bangun dan berzikir kepada Allah S.W.T. maka ikatan itu terlepas satu.
Apabila dia wudhu ikatan yang kedua menjadi terlepas. Dan apabila ia
shalat, terlepaslah semua ikatan itu. Lalu saat pagi tiba, dia bersemangat dan
bersih jiwanya. Kalau tidak demikian, ketika bangun pagi jiwanya kotor dan
bermalas-malasan.”
Di dalam suatu khabar (hadis) diceritakan: “Sesungguhnya telah
dituturkan di depan beliau tentang seorang laki-laki yang selalu tidur
sepanjang malam hingga pagi harinya. Lalu beliau bersabda: Dia itu adalah
seorang laki-laki yang dikencingi syaitan pada telinganya.” Di dalam khabar
lagi disebutkan: “Sesungguhnya syaitan itu memiliki ramuan yang
dimasukkan hidung, jenis obat (ramuan itu) barangnya bisa dijilat dan
ditaburkan. Kalau dia memasukkan ke dalam hidung seorang hamba,
buruklah budi pekerti hamba itu. Kalau dia menjilatnya, lancarlah lidah
hamba itu dengan yang buruk kata-katanya. Kalau dia menaburkannya,
tidurlah dia semalam hingga pagi hari.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Dua buah rakaat yang dilakukan seorang
hamba dalam tengah malam, lebih baik daripada dunia ini dan isinya. Dan
seandainya aku tidak khawatir memberatkan umatku, tentu aku mewajibkan
dua rakaat itu pada mereka.” Di dalam kitab hadis sahih diriwayatkan dari
Jabir, sesungguhnya Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya
dalam malam itu ada saat (waktu), tidaklah seorang hamba muslim
menemukan saat itu dan memohon sesuatu yang baik kepada Allah S.W.T,
melainkan tentu Allah S.W.T mengabulkan permintaannya itu.” Menurut
riwayat yang lain: “Lalu dia memohon kepada Allah S.W.T kebaikan dunia
maupun kebaikan akhirat, tentu Allah S.W.T mengabulkannya. Dan yang
demikian itu ada dalam setiap malam.”
Al-Mughiru bin Syu’bah berkata: “Rasulullah S.A.W. berdiri (shalat)
malam, sehingga kedua telapak kaki beliau bengkak. Ketika dikatakan
kepada beliau: “Bukankah Allah S.W.T telah mengampuni dosa anda yang
420
dahulu maupun yang kemudian?” Beliau bersabda: “Bukankah aku sebagai
hamba yang banyak bersyukur?” Makna zhahir dari ungkapan kinayah itu,
menunjukkan bertambahnya derajat, karena syukur merupakan sebab
bertambahnya anugerah kenikmatan. Allah S.W.T. berfirman:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Hai Abu Hurairah, adakah anda
menginginkan rahmat Allah S.W.T selalu ada pada anda, baik ketika hidup
maupu mati, di kubur maupun ketika dibangkitkan? Maka berdirilah pada
sebagian malam lalu shalatlah, dengan penuh harap akan keridhaan Allah
S.W.T. Hai Abu Hurairah shalatlah dalam sudut-sudut rumah anda. Maka
rumah anda memancarkan cahaya ke langit, seperti cahaya planet dan
bintang-bintang bagi penduduk bumi.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
“Tetaplah pada berdiri malam, karena hal itu merupakan tradisi orang-orang
saleh sebelum anda. Qiyamul lail adalah mendekatkan diri kepada Allah
S.W.T Azza wa Jalla, menghapus dosa, menolak penyakit dari tubuh, dan
mencegah perbuatan dosa.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Tidak seorangpun yang memiliki kebiasaan
menunaikan shalat pada malam hari, lalu tertidur (tidak dapat bangun
malam), melainkan baginya dituliskan pahala pada shalatnya (dia tetap
mendapatkan pahala sebagaimana biasa) dan tidurnya itu merupakan sedekah
baginya.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda kepada Abu Dzarr: “Ketika
anda bepergian, adakah anda mempersiapkan bekal?” Dia berkata: “Ya,
tentu.” Beliau bersabda: “Lalu bagaimana dengan perjalanan anda menuju
kiamat? Hai Abu Dzarr, maukah aku ceritakan kepada anda mengenai
sesuatu yang bakal berguna bagi anda pada hari itu?” Dia berkata, “Demi
ayah dan ibuku, aku mau.” Beliau bersabda: “Berpuasalah untuk hari yang
sangat dahsyat panasnya, hari kebangkitan. Shalatlah dua rakaat dalam
kegelapan malam untuk keresahan di kubur, beribadah hajilah anda dengan
sebuah haji sebagai bekal untuk menghadap besarnya persoalan pada hari
kiamat. Dan bersedekahlah anda dengan suatu sedekah pada seorang miskin
atau sebuah kalimat kebenaran yang anda ucapkan atau anda diam daripada
mengucapkan kalimat yang buruk.”
Diriwayatkan, sesungguhnya pada masa Rasulullah S.A.W. terdapat
seorang laki-laki, apabila manusia telah mengambil tempat-tempat
pembaringannya dan mata-mata telah tenang dalam tidurnya, dia berdiri
shalat dan membaca Al-Qur’an serta berkata: “Wahai Tuhan yang
menciptakan neraka, jauhkanlah aku daripadanya.” Kebiasaan orang itu
dijelaskan kepada Nabi S.A.W. lalu beliau bersabda: “Kalau memang begitu
beritahukanlah padaku.” Lalu beliau datang padanya dan mendengarkan
421
permohonannya. Ketika pagi hari tiba, beliau bersabda: “Hai Fulan, mengapa
anda tidak memohon surga kepada Allah S.W.T.” Dia berkata: “Ya
Rasulullah, sesungguhnya aku bukanlah orang yang pantas berada di sana.
Dan juga amalku tidak mencapai itu.” Tidak lama kemudian, malaikat Jibril
datang dan berkata: “Ceritakanlah kepada Fulan, bahwa sesungguhnya Allah
S.W.T benar-benar telah menyelamatkannya dari neraka dan
memasukkannya ke dalam surga.”
Diriwayatkan, sesungguhnya Malaikat Jibril as. berkata kepada Nabi
Muhammad S.A.W.: “Sebaik-baik laki-laki adalah Ibnu Umar, seandainya
dia mau shalat malam.” Lalu Nabi memberitahukan khabar itu kepada Ibnu
Umar. Setelah itu, akhirnya Ibnu Umar selalu melanggengkan qiyamul lail.
Nafi’ berkata: Adalah Nabi S.A.W. beliau shalat malam, lalu
bersabda: “Hai Nafi’, adakah kita telah masuk waktu sahur?” Aku berkata:
“Belum.” Kemudian beliau berdiri pada shalatnya lagi. Lalu bertanya lagi:
“Hai Nafi’ adakah kita telah masuk waktu sahur.” Nafi’ berkata: “Sudah.”
Lalu beliau duduk dan memohon ampun kepada Allah S.W.T sehingga terbit
fajar.”
Ali bin Abi Thalib berkata: “Pada suatu malam Yahya bin Zakaria as.
merasa kekenyangan dengan roti gandum. Lalu dia tertidur, dan tidak
melakukan wiridnya hingga pagi hari. Kemudian Allah S.W.T menurunkan
wahyu kepadanya: “Hai Yahya, adakah anda menemukan perkampungan
yang lebih baik daripada perkampungan-Ku atau anda menemukan
persandingan yang lebih baik daripada bersanding dengan-ku. Demi
keagungan dan kemuliaan-Ku, hai Yahya, seandainya anda menjenguk surga
dengan sekali jengukan, tentu lemakmu akan meleleh dan akan hilang nyawa
anda karena sangat merindukan. Seandainya anda menjenguk neraka sekali
saja, tentu lemak akan terbakar dan anda akan menangis dengan nanah
setelah habis air mata anda serta akan memakai kulit, setelah sarung anda
habis.” Dikatakan kepada Rasulullah S.A.W. sesungguhnya Fulan itu shalat
pada malam hari, tetapi pada pagi hari dia mencuri.” Beliau bersabda: “Apa
yang diamalkan itu akan dapat mencegahnya dari mencuri.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Mudah-mudahan Allah S.W.T memberi
rahmat kepada laki-laki yang berdiri malam lalu shalat, kemudian
membangunkan istrinya dan istri itu shalat. Kalau istri itu membangkang,
dia akan menyiratkan air pada mukanya.” Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda: “Mudah-mudahan Allah S.W.T memberi rahmat seorang
perempuan yang berdiri malam dan shalat. Kemudian dia membangunkan
suaminya sehingga suaminya itu shalat. Kalau suaminya membangkang, dia
akan menyiratkan air pada wajahnya.”
Dan Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang bangun
malam dan membangunkan istrinya. Lalu mereka shalat dua rakaat, maka
422
mereka akan dicatat sebagai orang-orang yang zikir kepada Allah S.W.T
dengan zikir yang banyak dan termasuk di antara perempuan-perempuan
yang zikir.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib lima
waktu (maktubah) adalah bangun malam (qiyamul lail) .”Umar bin
Khaththab ra. berkata, Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa
yang tidur meningalkan hizibnya (wiridnya) atau berwirid sedikit pada
malam hari, lalu dia membaca di antara waktu shalat Shubuh dan Zuhur,
maka hizib itu dicatat seakan-akan dia membaca pada malam hari.”
Dikatakan, sesungguhnya Imam Bukhari ra. sering menyampaikan
dua bait syair berikut ini:
“Manfaatkan waktu luang anda untuk mendapatkan keutamaan ruku’,
mungkin kematian anda akan datang mendadak.
Betapa banyak orang sehat yang anda lihat tidak menderita sakit, tiba-tiba
keluar nyawanya (mati) dalam kondisi sehat.”

73. SIKSAAN ULAMA DUNIA (ULAMA’ SUU’)

Ulama dunia, di sini kami maksudkan sebagai ulama jahat (ulama’ suu’)
yang ilmunya hanyalah dimaksudkan untuk mencari kenikmatan dunia,
sebagai sarana untuk mendapatkan kemuliaan dan kedudukan dihadapan
pemilik dunia (penguasa dunia). Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat
adalah orang alim (orang berilmu) yang Allah S.W.T tidak memberikan
kemanfaatan atas ilmunya.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Seseorang tidak akan menjadi orang yang alim,
hingga ia mengamalkan ilmunya.” Nabi Muhammad bersabda: “Ilmu itu
ada dua macam, yaitu ilmu lisan, ilmu ini merupakan hujjah Allah S.W.T.
atas makhluk-Nya; Dan ilmu dalam hati itulah ilmu yang bermanfaat.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda: “Pada akhir zaman nanti akan ada orang-
orang bodoh yang banyak beribadah dan ulama yang fasik.” Nabi S.A.W.
bersabda: “Janganlah anda belajar ilmu untuk membanggakan diri kepada
para ulama, untuk berdebat kepada orang-orang bodoh dan untuk
memalingkan wajah-wajah manusia kepadamu (untuk mencari perhatian
dan popularitas). Barangsiapa yang melakukan hal itu, maka dia berada di
dalam neraka.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang
menyembunyikan ilmu yang dimilikinya, maka Allah S.W.T akan
mengendalikannya dengan kendali dari api neraka.” Nabi Muhammad
S.A.W. bersabda: “Sungguh aku lebih mengkhawatirkan bahaya dari selain
Dajjal atas anda daripada Dajjal.” Lalu ditanyakan kepada beliau: “Apa

423
maksudnya itu?” Beliau bersabda: “Yaitu para pemimpin yang
menyesatkan.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang bertambah-
tambah ilmunya, tetapi tidak bertambah mendapat petunjuk, maka tidak
bertambah (dekat) kepada Allah S.W.T melainkan bertambah jauh.” Isa as.,
berkata: “Sampai kapan anda menuturkan sifat jalan pada orang-orang yang
mengadakan perjalanan malam, sedang anda sendiri tetap tinggal bersama
orang-orang kebingungan?” Semua ini dan hadis-hadis yang lain
menunjukkan tentang besarnya kekhawatiran (resiko) ilmu. Karena seorang
alim adakalanya dia mengajukan dirinya pada kebinasaan atau
keberuntungan untuk selamanya. Dan orang yang berilmu segudang, tetapi
dia benar-benar terhalang dari keselamatan, jika ia tidak dapat menemukan
keberuntungan.
Umar ra. juga berkata: “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku
khawatirkan di antara hal-hal yang aku khawatirkan terhadap umat ini adalah
orang munafik yang alim.” Mereka bertanya: “Bagaimana orang munafik
yang alim?” Beliau berkata: “Alim dalam lidahnya, tetapi bodoh hati dan
amalnya.”
Hasan berkata: “Janganlah anda menjadi orang yang mengumpulkan
ilmu dari ulama dan mutiara-mutiara hikmah dari hukuma, tetapi anda
berjalan untuk beramal seperti perjalanan orang-orang yang bodoh. Seorang
laki-laki berkata kepada Abu Hurairah: “Aku ingin mempelajari ilmu tetapi
aku khawatir kalau menyia-nyiakannya.” Abu Hurairah berkata: “Cukuplah
disebut meninggalkan ilmu bisa menyia-nyiakannya. Dikatakan kepada
Ibrahim bin Uyainah: “Manakah manusia yang lebih panjang
penyesalannya?” Dia berkata: “Kalau di dunia yang sekarang ini dia berbuat
ma’ruf kepada orang yang tidak mau mensyukurinya. Kalau setelah mati, dia
orang alim yang ceroboh.”
Al-Khalil bin Ahmad berkata, sesungguhnya manusia itu ada empat
macam, yaitu orang yang mengetahui dan dia mengetahui bahwa dirinya
mengetahui. Itu adalah orang alim, maka ikuti dia; Orang yang mengetahui,
tetapi dia tidak mengetahui bahwa dirinya mengetahui. Ini adalah orang yang
tertidur, maka bangunlah dia; Orang yang tidak mengetahui dan mengetahui
bahwa dirinya tidak mengetahui. Ini adalah orang yang menginginkan
petunjuk kebenaran, maka tunjukkanlah dia; Dan orang yang tidak
mengetahui dan dia tidak tahu kalau dirinya tidak mengetahui. Ini adalah
orang bodoh, maka tinggalkanlah dia.
Sufyan Tsuri berkata: “Ilmu itu memanggil-manggil menuntut untuk di
amalkan, kalau dipenuhi, dia akan betah tinggal, tetapi kalau tidak dia akan
pergi.” Ibnu Mubarak berkata: “seseorang akan selalu menjadi alim selama
dia mau menuntut ilmu. Tetapi apabila dia menyangka bahwa dirinya benar-
424
benar telah alim, maka dia menjadi bodoh.” Fudhail bin Iyadh berkata:
“Sesungguhnya aku benar-benar kasihan terhadap tiga orang. BangS.A.Wan
suatu kaum yang telah menjadi hina; Orang kaya dari suatu kaum yang telah
menjadi fakir; Dan orang alim yang dipermainkan dunia.”
Al-Hassan berkata: “Siksaan ulama adalah kematian hati, sedang
kematian hati adalah menjadi dunia dengan amal perbuatan akhirat.”
Perhatikan bait-bait syair berikut:
“Aku heran terhadap orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk
sedang orang yang membeli dunia dengan agama adalah lebih
mengherankan.
Tetapi lebih mengherankan dari dua orang ini adalah orang yang
menjual agamanya dengan dunia orang lain, maka dia lebih mengherankan
daripada dua orang sebelumnya.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya ada orang alim yang benar-benar
disiksa di dalam neraka, dan dia dikerumuni dan menjadi tontonan penghuni
neraka, karena agar siksanya terasa lebih dahsyat.” Yang dimaksud beliau
dengan orang itu ialah orang alim yang fajir (durhaka). Usama bin Zaid
berkata, aku mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda: “Akan didatangkan
seorang alim pada hari kiamat, lalu dilemparkan kedalam neraka. Usus-
ususnya menjadi terburai, lalu dia berkeliling dengan menyeretnya,
sebagaimana seekor keledai berputar membawa penggilingan. Para penghuni
neraka menjadi mengerumuninya dan berkata: “Mengapa anda ini?” Dia
berkata: “Aku telah memerintahkan kebaikan dan aku sendiri tidak
melakukannya.” Sesungguhnya orang alim yang berlaku maksiat siksanya
dilipat gandakan karena dia melakukan maksiat, sementara dia mengetahui.
Karenanya, Allah S.W.T Azza wa Jalla berfirman: “Sesungguhnya orang-
orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka.” (QS. An-Nisa’: 145).
Sebab mereka melakukan pengingkaran setelah mengetahui. Orang-
orang Yahudi menjadi lebih buruk daripada orang-orang Nasrani. Padahal
mereka tidak menjadikan anak bagi Allah S.W.T. dan tidak pula mereka
mengatakan, bahwa Allah S.W.T adalah ketiga dari tiga tuhan (trinitas).
Hanya saja, mereka mengingkari setelah mereka mengetahui. Karena Allah
S.W.T. berfirman: “Mereka mengenal Muhammad seperti mereka mengenal
anak-anaknya sendiri.” (QS. Al-Baqarah: 146).
Dan Allah S.W.T. berfirman: “Maka setelah datang kepada mereka apa
yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat
Allah S.W.T atas orang-orang yang ingkar.” (QS. Al-Baqarah: 89).
Allah S.W.T. berfirman mengenai kisah Bal’am bin Ba’ura:

َّ ‫سلَ َخ ِمن َﮭا فَأَت َب َعﮫُ ال‬


َ ‫شي‬
)١٧٥( َ‫طانُ فَ َكانَ ِمنَ الغَا ِوين‬ َ ‫َوات ُل َعلَي ِﮭم نَ َبأ َ الَّذ‬
َ ‫ِي آت َينَاهُ آ َيا ِتنَا فَان‬
425
Artinya:
“Dan bacalah kepada mereka berita orang yang telah kami berikan
kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia
melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai
dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. Al-
A’raf: 175).
Sampai pada firman-Nya: “....maka perumpamaannya seperti anjing
jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).” (QS. Al-A’raf: 176).
Demikianlah kondisi orang alim yang fajir (ulama’ suu’).
Sesungguhnya Bal’am telah diberi kitab Allah S.W.T, lalu ia cenderung
kepada kesenangan-kesenangan nafsu. Isa as. berkata: “Perumpamaan ulama
yang jahat seperti sebuah batu yang jatuh pada mulut sungai, tidaklah dia
menyerap air dan tidak pula dia membiarkan air mengalir menuju ke arah
tanaman.”

74. KEUTAMAAN BERBUDI PEKERTI LUHUR

Allah S.W.T. berfirman kepada Nabi dan kekasih-Nya, Muhammad


S.A.W. dengan memuji kepadanya dan memperlihatkan nikmat-Nya di
hadapannya:

ٍ ُ‫َو ِإنَّكَ لَ َعلى ُخل‬


)٤( ‫ق َع ِظ ٍيم‬
Artinya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS.
Al-Qalam: 4).
Aisyah ra. berkata: “Akhlak Rasulullah S.A.W. adalah Al-Qur’an.”
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah S.A.W. tentang kebaikan budi
pekerti. Lalu beliau membaca firman Allah S.W.T. yang artinya: “Jadilah
engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta
berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199).
Kemudian beliau bersabda: “Yaitu, hendaklah anda menyambung
orang yang memutus hubungan dengan anda, memberi orang yang
menghalangi anda dan memaafkan orang yang menganiaya anda.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda:
ِ ‫اِنَّ َما ب ُِعثتُ ِلُت َِم َم َمك‬
ِ ‫َار َم الَخ َال‬
‫ق‬
Artinya:
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan budi pekerti yang
luhur.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Sesuatu yang paling berat timbangannya
ketika ditimbang pada hari kiamat adalah takwa kepada Allah S.W.T dan
426
budi pekerti yang baik.” Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah S.A.W.
lalu berkata: “Ya Rasulullah, apakah agama itu?” Beliau bersabda:
“Kebaikan budi pekerti.” Lalu ia datang dari arah kanan beliau dan berkata:
“Apakah agama itu?” Rasulullah S.A.W. menjawab: “Kebaikan budi
pekerti.” Kemudian dia datang dari arah kiri beliau dan berkata: “Apakah
agama itu?” Beliau bersabda: “Kebaikan budi pekerti.” Lalu dia datang dari
arah belakang beliau dan berkata: “Ya Rasulullah, apakah agama itu?”
Beliau menoleh padanya dan bersabda: “Tidakkah anda telah
memahaminya, dan jangan sampai anda marah.”
Dan ditanyakan kepada beliau: “Ya Rasulullah, apakah kesialan itu?”
Beliau bersabda: “Keburukan budi pekerti.” Seorang laki-laki berkata
kepada Rasulullah S.A.W. dan berkata: “Berilah wasiat kepadaku.” Beliau
bersabda: “Bertakwalah kepada Allah S.W.T di manapun anda berada.”
Laki-laki itu, berkata lagi: “Tambahkanlah kepadaku.” Beliau bersabda:
“Ikutilah kejahatan dengan kebaikan, tentu kebaikan itu akan menghapus
kejahatan itu.” Dia berkata lagi: “Tambahkanlah kepadaku.” Beliau
bersabda: “Pergaulilah manusia dengan budi pekerti yang baik.”
Ketika Nabi S.A.W. ditanya: “Amal apakah yang lebih utama?”
Beliau menjawab: “Budi pekerti yang baik.” Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda: “Allah S.W.T tidak menjadikan baik kejadian seorang hamba dan
budi pekertinya, lalu dia dimakan neraka.” Fudhail berkata, bahwa dikatakan
kepada Rasulullah S.A.W.: “Sesungguhnya Fulanah berpuasa siang dan
ebrdiri malam (shalat malam), sedang dia perempuan yang berbudi jelek,
suka menyakiti tetangganya dengan mulutnya.” Beliau bersabda: “Tidak ada
kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka.”
Abu Dara’ berkata, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah S.A.W.
bersabda: “Pertama kali yang diletakkan dalam timbangan amal adalah
kebaikan budi pekerti dan kemurahan hati. Ketika Allah S.W.T selesai
menciptakan iman, ia (iman) itu berkata: “Ya Allah S.W.T, kuatkanlah aku.”
Lalu Allah S.W.T menguatkannya dengan kebakhilan dan keburukan budi
pekerti.
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya Allah S.W.T
menyerukan ikhlas dalam kehidupan beragama ini karena-Nya, dan tidak
patut untuk agama anda kecuali kemurahan hati dan kebaikan budi pekerti.
Hendaklah anda menghiasi agama anda dengan keduanya.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda: “Kebaikan budi pekerti adalah akhlak Allah
S.W.T yang agung.” Dikatakan: “Ya Rasulullah, siapakah di antara orang-
orang mukmin yang lebih utama keimanannya?” Beliau bersabda: “Yang
paling baik budi pekertinya.” Nabi Saw. bersabda: “Sesungguhnya anda
tidak akan dapat menguasai manusia dengan harta-harta anda. Maka
kuasailah mereka dengan kecerahan wajah dan kebaikan budi pekerti.”
427
Nabi Muhammad S.A.W. juga bersabda: “Akhlak yang tercela itu
akan merusak amal kebaikan, sebagaimana cuka merusak madu.” Jarir bin
Abdullah berkata, Rasulullah S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya anda adalah
seseorang yang telah dibuat baik oleh Allah S.W.T, maka baikkanlah budi
pekerti anda.” Al-Barra’ bin ‘Azib berkata: “Sesungguhnya Rasulullah
S.A.W. adalah orang yang paling bagus bentuk fisiknya di antara manusia
dan paling bagus budi pekertinya di antara mereka.”
Abi Sa’id Al-Khudri, berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
bersabda dalam doa beliau: “Ya Allah S.W.T, sebagaimana Engkau telah
menjadikan baik kejadianku, maka baikkanlah budi pekertiku.” Abdillah bin
Umar ra. berkata, sesungguhnya Rasulullah banyak berdoa dan bersabda:
“Ya Allah S.W.T, sesungguhnya aku memohon kesehatan, keselamatan, dan
baik budi kepada-Mu.” Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi Muhammad
S.A.W. bersabda: “Kemuliaan seorang mukmin adalah terletak pada
agamanya, turunan dan kebaikan budinya, keperwiraan dan akalnya.”
Usamah bin Syarik berkata, aku pernah menyaksikan orang-orang Badui
Arab bertanya kepada Nabi Muhammad S.A.W.: “Apa yang lebih baik di
antara sesuatu yang diberikan pada seorang hamba?” Beliau bersabda: “Budi
pekerti yang baik.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya orang yang
paling aku cintai di antara anda dan paling dekat tempatnya di antara anda
denganku pada hari kiamat adalah orang-orang yang paling baik budi
pekertinya.” Ibnu Abbas ra. berkata, Rasulullah S.A.W. bersabda: “Tiga hal,
barangsiapa yang tiga itu tidak berada padanya atau salah satunya, maka
janganlah menganggap (berharap) satu pun dari amalnya. Ketakwaan yang
dapat menghalanginya dari berbuat maksiat kepada Allah S.W.T; Penyantun
yang dapat menahan diri dari orang bodoh; Dan etika pergaulan terhadap
sesama manusia.”
Di antara doa Nabi Muhammad S.A.W. dalam permulaan shalat: “Ya
Allah S.W.T tunjukkanlah aku pada budi pekerti yang terbaik, karena tidak
ada yang dapat menunjukkan pada kebaikan budi pekerti kecuali Engkau dan
palingkanlah dariku keburukan budi pekerti, karena tidak ada yang dapat
memalingkan keburukan budi pekerti dariku kecuali Engkau.” Dikatakan:
“Di manakah seseorang harus berhias?” Beliau bersabda: “Di dalam
kelembutan pembicaraan, memperlihatkan raut muka yang manis dan
tersenyum.” Barangsiapa yang bertemu manusia dengan berbuat baik dan
mempergaulinya dengan budi pekerti yang baik, maka dia adalah orang yang
ringan lambungnya dan dipuji persaudaraannya. Sebagaimana kata penyair:
“Apabila anda telah mengumpulkan perbuatan yang baik seluruhnya
sebagai keutamaan dan anda pergauli semua manusia dengan baik pula,
maka anda tidak akan kehilangan kebaikan yang telah anda simpan, dari
428
Tuhan Pemilik Arasy, dan ungkapan terima kasih dari makhluk-Nya secara
rahasia ataupun terang-terangan.

75. ANTARA TERTAWA DAN MENANGIS

Allah S.W.T. berfirman:


)٦١( َ‫امد ُون‬
ِ ‫س‬َ ‫) َوأَنتُم‬٦٠( َ‫) َوت َض َح ُكونَ َو َل تَب ُكون‬٥٩( َ‫ث ت َع َجبُون‬
ِ ‫أَفَ ِمن َﮪذَا ال َحدِي‬
Artinya:
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu
menertawakan dan tidak menangis. Sedang kamu melengahkan(nya)?” (QS.
An-Najm: 59-61).
Sebagian ahli tafsir berkata: “Sungguh mengherankan, mereka begitu
mendustakan Al-Qur’an, mereka menertawakannya dengan nada
meremehkan, padahal Al-Qur’an adalah dari Allah S.W.T. Mereka tidak
menangis karena takut terhadap ancaman Al-Qur’an, padahal mereka
melengahkannya dan melalaikan tuntutannya.
Sebagian para mufassir berkata: Setelah ayat ini turun Nabi S.A.W.
tidak pernah tertawa, melainkan hanya tersenyum.” Dalam sebuah riwayat
dikatakan: Setelah ayat tersebut turun Nabi Muhammad S.A.W. tidak tertawa
dan tidak pula tersenyum sampai beliau meninggalkan dunia.” Dari Ibnu
Umar ra., ia berkata: Pada suatu ketika Nabi Muhammad S.A.W. keluar dari
masjid, beliau bertemu dengan sekelompok manusia sedang bercakap-cakap
dan tertawa ria. Lalu beliau berhenti dan memberi salam pada mereka,
kemudian bersabda: “Hendaklah anda banyak mengingat penghancur
kelezatan (kematian)."
Pada saat yang lain beliau keluar, tiba-tiba beliau bertemu dengan
suatu kaum tertawa-tawa, lalu beliau bersabda: “Perhatikanlah, demi Tuhan
yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya anda mengetahui apa yang aku
ketahui, tentu anda akan tertawa sedikit dan banyak menangis.”
Ketika Nabi Khidhir menghendaki berpisah dengan Musa as. Musa
berkata padanya: “Berilah nasihat kepadaku.” Nabi Khidhir berkata: “Hati-
hatilah terhadap sombong dalam berbantah, janganlah anda berjalan dengan
tanpa adanya hajat dan keperluan, janganlah tertawa dengan tanpa hal yang
menakjubkan, janganlah mencela orang-orang bersalah dengan kesalahan
mereka dan menangislah atas kesalahan diri anda sendiri.” Nabi Muhammad
S.A.W. bersabda: “Banyak tertawa membuat hati mati.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang tertawa pada masa
mudanya, dia akan menangis pada masa pikunnya. Dan barangsiapa yang
tertawa pada masa kayanya, dia akan menangis pada masa miskinnya. Dan
barangsiapa yang tertawa pada masa hidupnya, maka dia akan menangis
pada waktu matinya.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Bacalah Al-
429
Qur’an dan menangislah, jika anda tidak dapat menangis, maka tangis-
tangiskanlah.”
Firman Allah S.W.T.: “Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan
menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka
kerjakan.” (QS. At-Taubah: 82).
Yakni, tertawa di dunia dan menangis di akhirat. Hasan berkata:
“Mengherankan, orang yang tertawa sementara di belakangnya terdapat
neraka dan sungguh mengherankan orang yang bergembira ria, sementara di
belakangnya terdapat kematian.” Dan suatu ketika Hasan melewati seorang
pemuda yang sedang tertawa, lalu ia berkata kepadanya: “Hai anakku,
apakah anda telah dapat lewat di atas sirath?” Pemuda itu menjawab:
“Tidak.” Hasan bertanya lagi: “Apakah nyata-nyata anda akan masuk ke
dalam surga?” Pemuda itu menjawab: “Belum.” Hasan berkata lagi: “Lalu
anda tertawa mengenai apa?” Maka setelah itu, pemuda tersebut tidak
terlihat tertawa lagi. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.: Barangsiapa yang
melakukan sebuah dosa sedang dia tertawa, maka dia akan masuk neraka
dalam keadaan menangis.” Allah S.W.T. memuji beberapa kaum sebab
tangisan.
Allah S.W.T. berfirman: “Mereka menyungkur pada muka mereka
sambil menangis.” (QS. Al-Isra’: 109).
Allah S.W.T. berfirman: “Mengapa kitab ini tidak meninggalkan
yang kecil dan tidak pula yang besar kecuali ia mencatat semuanya?” (QS.
Al-Kahfi: 50).
Mengenai ayat tersebut Al-Auza’i berkata: “Yang kecil itu ialah
tersenyum, sedang yang besar adalah tertawa terbahak-bahak.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Pada hari kiamat, semua mata akan
menangis, kecuali tiga mata, yaitu: Mata yang menangis karena takut
kepada Allah S.W.T; Mata yang terpejam dari keharaman-keharaman Allah
S.W.T; Dan mata yang terjaga di jalan Allah S.W.T. Dikatakan: Ada tiga hal
yang membuat hati menjadi keras, yaitu tertawa dengan tanpa ada hal yang
menakjubkan, makan dengan tanpa kelaparan dan berbicara tanpa ada hajat
dan keperluan.”
Rasulullah S.A.W. selalu memakai pakaian sederhana dan apa
adanya. Pakaian beliau ada yang berupa kain sarung, selendang (serban),
baju gamis, jubah dan yang lain. Warna pakaian favorit beliau adalah hijau
dan putih, namun kebanyakan pakaian beliau berwarna putih. Mengenai kain
warna putih itu beliau bersabda: “Pakaikanlah ia pada orang-orang hidup
dari anda dan kafankanlah pada orang-orang yang mati di antara anda.”
Rasulullah S.A.W. memiliki qaba’ (jenis pakaian luar) dan sundus (sutera
tipis). Beliau memakainya dan sangat indah kehijauannya pada kulit beliau
yang putih. Semua pakaian beliau adalah tersingsing di atas kedua buah mata
430
kakinya, sedang kain sarung berada di atas mata kaki sampai pertengahan
betis.
Dan beliau pernah memiliki kisa’ (jubah) hitam, lalu beliau
menghibahkannya. Kemudian Ummu Salamah berkata: “Demi ayah dan
ibuku sebagai tebusan bagi anda, engkau belum pernah memakainya
(mengapa engkau menghibahkan?) kisa’ hitam itu?” Beliau bersabda: “Aku
telah memakainya.” Ummu Salamah berkata: “Aku tidak pernah melihat
keindahan yang lebih indah daripada keputihan (kulit) anda pada warna
hitaman ini.”
Adalah Nabi Muhammad S.A.W. apabila memakai pakaian, beliau
selalu memakainya dari sisi kanannya. Dan beliau membaca: “Segala puji
bagi Allah S.W.T yang telah memberi aku pakaian sehingga dapat menutup
auratku dan aku menjadi mulia dalam kalangan manusia.” Dan apabila beliau
melepas pakaiannya beliau memulainya dari sisi kirinya. Apabila beliau
memakai pakaian baru, maka ia memberikan pakaian bekasnya kepada orang
miskin, lalu bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang memberi pakaian
seorang muslim yang lain dari pakaian bekasnya, dan tidaklah dia
memberinya pakaian itu kecuali karena Allah S.W.T, ia menjadi berada
dalam tanggungan Allah S.W.T, dalam pemeliharaan dan kebaikan-Nya.
Selama pakaian itu dipakai dan menutup aurat orang yang diberi itu, baik dia
hidup atau mati.”
Nabi Muhammad S.A.W. memiliki baju ‘aba’ah yang biasa
dihamparan dan dibawa berpindah-pindah dan dapat dilipat secara praktis.
Beliau terkadang tidur di atas (beralaskan) tikar tanpa ada lapisan apapun
lagi dibawahnya.
76. KEUTAMAAN AL-QUR’AN, ILMU, DAN ULAMA
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang membaca Al-
Qur’an, kemudian ia melihat bahwa seseorang telah diberikan sesuatu yang
lebih utama (selain Al-Qur’an) daripada apa yang diberikan padanya (qiratul
qur’an), maka dia benar-benar telah meremehkan keagungan Allah S.W.T.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
ِ ُ‫ض ُل َمن ِزلَةً ِعندَهللاِ ت َ َعالَى ِمن اق‬
‫رآن‬ َ ‫ش ِفيعٍ أَف‬
َ ‫امن‬
ِ ‫َم‬
Artinya:
“Tidak ada pemberi syafa’at yang lebih utama kedudukannya dalam
pandangan Allah S.W.T. daripada Al-Qur’an.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Sebaik-baik anda adalah orang yang
mempelajari Al-Qur’an dan yang mengerjakannya.” Nabi Muhammad
S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya hati ini dapat berkarat, sebagaimana besi.”
Lalu ditanyakan kepada beliau: “Ya Rasulullah, apakah pembersihnya?”
Beliau bersabda: “Membaca Al-Qur’an dan mengingat kematian.”

431
Fudhail bin Iyadh berkata: “Pembawa (penghapal) Al-Qur’an adalah
pembawa bendera Islam, maka seharusnya dia tidak melakukan lahwu
(permainan) bersama orang yang melakukan lahwu, tidak lengah bersama
orang yang lengah dan tidak melakukan kesia-siaan bersama orang yang
melakukan kesia-siaan, demi untuk menjunjung tinggi hak Al-Qur’an.” Dia
juga berkata: “Barangsiapa yang membaca bagian akhir surat Al-Hasyr di
waktu sore hari, lalu dia mati pada malam harinya, maka dia akan dicap
dengan cap syuhada.”
Sedangkan mengenai keutamaan ilmu dan ulama, terdapat banyak
hadis-hadis yang menerangkan mengenai hal itu. Nabi S.A.W. bersabda:
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah S.W.T menjadi orang yang baik, tentu
Dia memberi pemahaman ilmu agama dan mengilhaminya kecerdasan.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: Ulama itu adalah pewaris para nabi.”
Adalah hal yang maklum bahwa tidak ada derajat yang lebih daripada derajat
para nabi, dan tidak ada kemuliaan, selain mewarisi derajat tersebut.
Nabi S.A.W. bersabda: “Semulia-mulia manusia yang alim adalah
apabila dirinya dibutuhkan, dia memberi manfaat. Dan ketika tidak
dibutuhkan, dia tetap berjiwa besar.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
“Manusia yang paling dekat dengan derajat kenabian adalah orang yang
memiliki ilmu dan berijtihad. Adapun orang yang berilmu, mereka selalu
menunjukkan manusia kepada hal-hal yang dibawa oleh para rasul.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda: Kematian sebuah kabilah (suku), lebih ringan
daripada kematian seorang alim.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Tinta ulama ditimbang pada hari kiamat
dengan darah orang yang mati syahid.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
“Orang yang alim tidak akan pernah kenyang dengan ilmu, sehingga batas
terakhirnya yaitu surga.” Nabi S.A.W. bersabda: “Kebinasaan umatku ada di
dalam dua hal, yaitu meninggalkan ilmu dan mengumpulkan harta.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Jadilah anda sebagai orang alim, atau orang
yang mencari ilmu, atau orang yang mendengarkan, atau orang yang
mencintai, janganlah anda menjadi orang yang kelima (yakni membenci)
sehingga membuat anda binasa.” Nabi S.A.W. bersabda: “Bahaya dari ilmu
adalah kesombongan.”
Di antara mutiara hikmah menyatakan barangsiapa yang mencari
ilmu kepemimpinan, maka dia benar-benar kehilangan petunjuk dan siasat
Allah S.W.T. berfirman: “Aku akan memalingkan orang-orang yang
menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-
tanda kekuasaan-Ku.” (QS. Al-A’raf: 146).
Imam Syafi’i ra. berkata: “Barangsiapa yang belajar fiqih, maka
luhurlah kedudukannya. Barangsiapa yang belajar hadis, maka kuatkanlah
argumentasinya. Barangsiapa yang belajar hisab (ilmu berhitung), maka akan
432
tinggi pendapatannya. Dan barangsiapa yang tidak memuliakan dirinya,
maka ilmunya tidak bermanfaat.”
Hasan bin Ali ra. berkata: “Barangsiapa yang memperbanyak
pergaulan dengan ulama, maka terlepaslah tali pengikat lidahnya dan
merengganglah kerapatan hatinya, kegembiraan hatinya menjadi bertambah.
Dan dia menjadi memiliki penguasaan terhadap apa yang diketahuinya dan
mendapatkan faedah dari apa yang dia pelajari.” Nabi S.A.W. bersabda:
“Apabila Allah S.W.T. menolak seorang hamba, maka Dia akan melarang
ilmu atas hamba itu.” dan Nabi S.A.W.: Tidak ada kefakiran yang lebih
parah daripada kebodohan.”
77. ANTARA KEUTAMAAN SHALAT DAN ZIKIR
Ketahuilah, sesungguhnya Allah S.W.T. menjadikan zakat sebagai salah
satu dasar-dasar Islam dan Dia menyertakan penyebutannya dengan shalat
yang merupakan amalan tertinggi dari tanda-tanda ketinggian Islam. Allah
S.W.T. berfirman: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al-
Baqarah: 110).
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Islam ini dibangun di atas lima
dasar, yaitu: Kesaksian, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah S.W.T dan
sesungguhnya Muhammad S.A.W. adalah hamba dan utusan-Nya;
Mendirikan shalat; Menunaikan zakat...” (Al-Hadits). Dan Allah S.W.T
memberikan ancaman keras terhadap orang-orang yang meremehkan (tidak
mempedulikan) shalat dan zakat.
Allah S.W.T. berfirman: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Ma’un: 4-5).
Mengenai pembalasan ini, telah dijelaskan di depan secara panjang lebar.
Dan Allah S.W.T. berfirman:
)٣٤( ‫ب أَ ِل ٍيم‬ َ ‫ضةَ َولَ يُن ِفقُو َن َﮭا فِي‬
ٍ ‫سبِي ِل ّللاِ فَبَشِرﮪُم ِبعَذَا‬ َ ‫َوالَّذِينَ يَكنِ ُزونَ الذَّﮪ‬
َّ ‫َب َوال ِف‬
Artinya:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah S.W.T, maka beritahukanlah kepada
mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah:
34).
Makna, infak di jalan Allah S.W.T adalah mengeluarkan zakat.
(Faedah): Disunatkan memberikan sedekah (zakat) pada orang-orang fakir
yang bertakwa dan berpaling dari dunia, yang menghadapkan dirinya untuk
perdagangan akhirat. Karena hal itu, akan menyebabkan hartanya
berkembang. Nabi Muhammad swa. Bersabda: “Janganlah anda makan,
kecuali makanan orang yang bertakwa, dan janganlah ada yang memakan
makanan anda, kecuali orang yang bertakwa.” Hal itu tidak lain karena orang
yang bertakwa akan menggunakannya sebagai penyangga dan pertolongan

433
dalam ketakwaan. Dengan demikian anda menjadi sekutu baginya di dalam
perbuatan taatnya, sebab pertolongan anda padanya.
Sebagian ulama mengutamakan sedekahnya untuk orang-orang fakir
ahli sufi, bukan pada yang selain mereka. Dikatakan padanya: “Seandainya
anda meratakan kebaikan anda kepada semua orang-orang fakir, tentu
menjadi lebih utama. Dia menjawab: “Tidak, mereka itu adalah kaum yang
tujuan hidupnya hanyalah Allah S.W.T. semata-mata. Apabila menimpa
mereka sebuah kefakiran akan membuat kacau tujuannya. Sungguh kalau
aku mengembalikan tujuan seseorang kepada Allah S.W.T Azza wa Jalla
adalah lebih aku sukai daripada kalau aku dapat memberi seribu orang yang
tujuannya hanyalah dunia.”
Kemudian kata-kata ini dituturkan kepada Al-Junaid, lalu ia
menganggapnya sangat baik dan berkata: “Orang ini adalah seorang wali dari
wali-wali Allah S.W.T.” Dia juga berkata: “Aku tidak pernah mendengar
sejak masa-masa ini sebuah ucapan yang lebih bagus dari ini.” Kemudian
diceritakan, sesungguhnya laki-laki ini menjadi buruk usahanya dan dia
menginginkan untuk meninggalkan toko. Lalu Al-Junaid mengirimkan uang
kepadanya dan berkata: “Jadikanlah ini sebagai modal anda dan jangan
meninggalkan toko. Karena perdagangan tidak akan membahayakan orang
seperti anda.” Orang ini adalah seorang penjual sayur mayur. Dia tidak
pernah meminta harga dari orang-orang fakir mengenai apa yang mereka
beli.
Ibnul Mubarak mengkhususkan pemberiannya kepada orang yang
ahli ilmu. Dikatakanlah kepadanya: “Mengapa anda tidak membagi rata
(diberikan pada yang lain secara umum). Dia menjawab: “Sesungguhnya aku
tidak mengetahui kedudukan yang lebih utama setelah kedudukan para nabi
daripada kedudukan ulama. Apabila salah seorang dari mereka (para ulama)
disibukkan dengan urusan kebutuhan materinya, tentu mereka tidak dapat
terfokus pada keilmuannya dan tidak pula dapat konsentrasi dalam
belajarnya. Karena memusatkan perhatian mereka terhadap keilmuannya
menjadi lebih utama.
Dan disunatkan lagi lebih mengkhususkan pemberian pada orang-
orang yang tertimpa bencana (kemelaratan), utamanya terhadap orang-orang
yang ada hubungan famili dan kekerabatan. Dengan demikian sedekah itu di
samping sebagai sedekah, juga berfungsi sebagai penyambung hubungan
kefamilian dan kekerabatan. Sehingga pahalanya menjadi lebih dan tak
terhitung, sebagaimana telah dijelaskan terdahulu.
Di samping disunnahkan juga untuk mengeluarkan sedekah dengan
cara samar (siiri), agar selamat dari bahaya riya’ dan penyepelean orang
yang diberi di hadapan umum. Nabi S.A.W. bersabda: “Sedekah dengan cara
tersembunyi (sirri) akan memadamkan kemurkaan Tuhan.”
434
Di sebutkan di dalam hadis yang menerangkan tujuh orang yang di
naungi Allah S.W.T, di bawah naungan Arasy-Nya pada hari tidak ada
naungan kecuali hanya naungan-Nya, di antaranya ialah seorang laki-laki
yang bersedekah, lalu dia merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya. Demikian itu memang
benar, tetapi jika menampakkan sedekah terdapat kebaikan, seperti agar dia
diikuti orang lain, maka tidaklah mengapa jika dia dapat selamat dari riya’
dan dapat menjauhi menyebut-menyebut pemberiannya.
Sebagaimana firman Allah S.W.T.: “Janganlah anda menghapuskan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan
penerima)...” (QS. Al-Baqarah: 264).
Bahaya dari sesuatu yang ma’ruf (sedekah) adalah menyebut-
neyebutnya. Bahkan si pemberi harus mengutamakan untuk
menyembunyikannya dan berusaha melupakannya, sebagaimana wajib bagi
orang yang telah diberikan sesuatu yang ma’ruf supaya menyebarluaskannya
dan mensyukuri adalah menjadi sebuah keharusan baginya. Sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadis: “Tidak akan bersyukur kepada Allah S.W.T,
orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.” Betapa
indahnya ungkapan seorang penyair, berikut ini:
“Tangan yang ma’ruf adalah sebuah keuntungan di mana saja
berada, kekufuran bagi yang mengkufuri nikmat. Tetapi bila ia bersyukur.
Maka di dalam kesyukuran orang yang mau mensyukuri dia
mendapatkan balasan dan di sisi Allah S.W.T juga balasan bagi yang
mengkufurinya.

78. ANTARA BERBAKTI PADA KEDUA ORANG TUA DAN HAK-


HAK ANAK

Apabila hak-hak kekerabatan dan kefamilian terbina dan terjalin dengan


kukuh, maka pengukuhan hak itu menjadi berlipat ganda. Di antara yang
lebih khusus dan lebih dekat di antara hubungan kekeluargaan itu adalah
anak terhadap orang tuanya. Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
ُ‫ي َولَد َوا ِلدَهُ َحتَّى يَ ِجدَهُ َمملُو ًكا فَيَست َِريَﮫُ فَيَع ِقتَﮫ‬
َ ‫لَن يَج ِز‬

Artinya:
“Seorang anak tidak akan dapat membalas (kebaikan) orang tuanya
(secara berimbang), sehingga dia menemukannya sebagai budak, lalu
dibelinya dan dimerdekakannya.”
Nabi S.A.W. juga bersabda: “Berbaktilah kepada orang tua, lebih utama
daripada shalat, sedekah, puasa, haji, umrah, dan jihad di jalan Allah
S.W.T.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang pada pagi
435
harinya mendapatkan ridha kedua orang tuanya, maka dia mempunyai dua
buah pintu yang terbuka menuju ke surga. Dan barangsiapa yang pada sore
harinya diridhai kedua orang tuanya, maka dia juga akan mendapatkan hal
yang sama. Kalau hanya mendapatkan ridha dari salah seorang dari
keduanya, maka dia mendapat sebuah pintu, sekalipun keduanya zalim,
sekalipun keduanya zalim, dan sekalipun keduanya zalim.”
Nabi S.A.W. bersabda: Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
“Sesungguhnya bau surga itu dapat tercium dari jarak perjalanan lima
ratus tahun, dan orang yang berani kepada orang tua tidak dapat
menemukan baunya, dan tidak pula orang yang memutus hubungan rahim
(kefamilian).” Nabi S.A.W. bersabda: “Berbuat baiklah pada ibumu, ayah,
saudara perempuan, saudara laki-laki, kemudian yang lebih dekat dengan
anda dan yang lebih dekat dengan anda, yang lebih dekat denganmu dan
kemudian yang lebih dekat denganmu lagi.”
Diriwayatkan, sesungguhnya Allah S.W.T. berfirman kepada Musa as.:
“Hai Musa, sesungguhnya barangsiapa yang berbakti kepada orang tuanya
dan durhaka kepada-Ku, maka dia aku tulis sebagai orang yang baik. Dan
barangsiapa yang berbakti pada-Ku dan melawan pada orang tuanya, maka
dia aku tulis sebagai orang yang durhaka.”
Dikatakan, ketika Ya’qub as. bertamu pada Yusuf as. Yusuf tidak
menyambutnya dengan berdiri, maka Allah S.W.T menurunkan wahyu
kepadanya: “Adakah anda merasa berat untuk berdiri menyambut ayahmu?
Demi kemuliaan dan keagungan-Ku. Aku tidak akan mengeluarkan seorang
nabi pun dari tulang punggung anda.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Tidak ada bahaya bagi seorang apabila
ingin bersedekah dengan tujuan menjadikan sedekah itu bagi kedua orang
tuanya yang muslim, maka dia pun mendapatkan pahala semisal pahala
kedua orang tuanya tanpa sedikitpun mengurangi pahala keduanya.” Malik
bin Rabi’ah berkata, pada suatu ketika kami sedang berada di samping
Rasulullah S.A.W. tiba-tiba datang seorang laki-laki dari Bani Salamah. Dia
berkata: “Ya Rasulullah, masih adakah kesempatan bagiku untuk berbakti
(berbuat baik) kepada kedua orang tuaku, sementara keduanya telah wafat?”
Beliau bersabda, “Ya, berdoalah untuk mereka, memohonkan ampun,
penuhilah janji-janjinya, muliakanlah sahabat karibnya, dan sambunglah
hubungan famili yang tidak dapat anda sambung kecuali dengan keduanya.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya di antara kebajikan yang
paling baik adalah kalau seorang laki-laki menyambung orang yang memiliki
kecintaan terhadap ayahnya setelah ayahnya itu meninggal dunia.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda: “Berbakti kepada ibu atas anak adalah dua
kali lipat.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Doa ibu adalah lebih cepat
dikabulkan.” Ditanyakan kepada beliau: “Ya Rasulullah, mengapa begitu?”
436
Beliau bersabda: “Dia lebih sayang daripada ayah, sedang doa kesayangan
tidak akan jatuh sia-sia.”
Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi S.A.W.: “Ya Rasulullah,
pada siapakah aku harus berbuat baik?” Beliau bersabda: “Berbuat baiklah
pada kedua orang tua anda.” Dia berkata: “Aku sudah tidak mempunyai
kedua orang tua.” Beliau bersabda: “Berbuat baiklah kepada anak anda,
sebagaimana halnya bagi kedua orang tua anda ada hak atas anda, demikian
pula bagi anak anda juga ada hak atas anda.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Mudah-mudahan Allah S.W.T memberi
rahmat kepada orang tua yang menolong anaknya untuk berbakti padanya.
Yakni, tidak mendorongnya untuk melawan sebab perlakukannya yang
jahat.” Nabi Muhammad S.A.W. juga bersabda: “Samakanlah di antara anak-
anak anda dalam hal pemberian. Ciuman kasih sayang anda kepada sang
anak tujuh kali, maka dia akan melayani anda tujuh kali pula. Selanjutnya dia
mungkin menjadi musuh atau menjadi sekutu anda.”
Anas bin Malik ra. berkata, bahwa Nabi Muhammad S.A.W. telah
bersabda: “Seorang anak di keluarkan aqiqahnya pada hari ke tujuh, diberi
nama dan disingkirkan kotoran darinya (dipotong rambutnya). Lalu apabila
dia telah mencapai umur enam tahun, di didik adab (etika). Apabila dia telah
mencapai umur sembilan tahun, dipisahkan tempat tidurnya (dari orang tua
dan saudara perempuannya). Apabila mencapai umur sepuluh tahun, dipukul
kalau meninggalkan shalat (pukulan bersifat pengajaran tidak sampai
membahayakan secara fisik). Apabila telah mencapai umur enam belas
tahun, ayahnya mengawinkan dan menjabat tangannya seraya berkata: “Aku
telah mendidikmu, mengajarkan etika dan kesopanan dan kini aku
mengawinkanmu. Aku belindung kepada Allah S.W.T dari fitnahmu di dunia
dan siksamu di akhirat.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
َ ‫ق ا َلولَ ِد َعلَى‬
ُ ‫الوا ِل ِد اَن يُحسِنَ اَدَبَﮫُ َويُحسِنَ اس َمﮫ‬ ِ ‫ِمن َح‬
Artinya:
“Di antara hak anak atas orang tua adalah memperbaiki adabnya dan
memberinya nama yang baik.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Setiap anak yang terlahir di dunia, ia
masih tergadaikan dengan aqiqah yang disembelih pada hari ketujuh (dari
kelahirannya) dan di cukur rambut kepalanya.”
Qatadah berkata: “Apabila aqiqah disembelih, diambillah bulunya
dan bulu itu dihadapkan pada otot samping leher. Kemudian diletakkan di
atas ubun-ubun anak, sehingga mengalir (tergerai) semisal benang. Lalu
dicucilah kepala anak itu dan setelah itu dicukur.” Ada seorang laki-laki
datang kepada Abdullah bin Al-Mubarak, mengadukan perihal sebagian

437
anaknya. Abdullah berkata: “Apakah anda mendoakan buruk atas dia?” Laki-
laki itu berkata: “Ya, Abdullah berkata lagi, anda telah merusaknya.”
Dan disunnahkan memperlakukan anak dengan lemah lembut dan
penuh kasih sayang. Al-Aqra’ bin Habis melihat Nabi Muhammad S.A.W.
sedang mencium cucunya, Hasan. Al-Aqra’ berkata, sesungguhnya aku
memiliki sepuluh orang anak, aku tidak pernah mencium seorangpun dari
mereka. Lalu Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya orang
yang tidak menyayangi, tentu dia tidak akan disayangi.”
Aisyah ra. berkata, pada suatu hari Rasulullah S.A.W. bersabda
kepadaku: “Basuhlah muka Usamah.” Maka aku membasuhnya, sedang aku
sendiri sesungguhnya enggan. Lalu beliau memukul tanganku, kemudian
mengambilnya dan membasuhkan mukanya, kita berbuat baik karena dia
seorang anak yang tidak memiliki seorang pelayan perempuan (yang
mengasuhnya dan menyayanginya).”
Hasan pernah tergelincir sedang Nabi Muhammad S.A.W. berada di
atas mimbar, lalu beliau turun dan menggendongnya dan membaca firman
Allah S.W.T. yang artinya: “Sesungguhnya harta dan anakmu hanyalah
cobaan (bagimu).” (QS. At-Taghabun: 15).
Abdullah bin Syaddaq berkata: “Ketika Rasulullah sedang shalat
berjama’ah bersama manusia (para sahabat) , tiba-tiba Hasan datang dan naik
di atas leher beliau, sedang beliau baru sujud. Lalu beliau memanjangkan
sujudnya bersama manusia, sehingga mereka menyangka, bahwa
sesungguhnya terjadi suatu hal atas Rasulullah.” Setelah beliau selesai shalat,
mereka bertanya: “Engkau tadi memanjangkan sujud ya Rasulullah, sehingga
kami menduga telah terjadi sesuatu.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya
cucuku telah menaiki aku, maka aku tidak ingin tergesa-gesa, agar dia dapat
menyelesaikan keperluannya.”
Dalam hal tersebut terdapat beberapa faedah, salah satunya ialah
bahwa mendekatkan diri pada Allah S.W.T. karena seorang hamba paling
dekat Allah S.W.T. pada saat dia sedang sujud. Dan dalam hal itu juga
terdapat pengajaran kasih sayang terhadap anak, berbuat baik serta memberi
contoh kepada umatnya.
Nabi S.A.W. bersabda: “Bau anak kecil adalah dari bau surga.”
Yazid bin Mu’awiyah berkata, sesungguhnya ayahku mengirim utusan
kepada Al-Ahnaf bin Qais. Ketika ia sampai padanya, ia berkata: Wahai Abu
Bahr, apa yang anda katakan mengenai anak? Dia berkata: “Wahai Amirul
mukminin, mereka adalah buah hati kami dan tulang punggung kami. Kami
adalah sebagai bumi yang hina bagi mereka, sementara langit adalah sebagai
naungan mereka. Dengan mereka kami dapat sampai pada setiap ketinggian.
Jika mereka meminta tentu kami akan memberi. Jika mereka marah, bumi
akan menghibur mereka dengan kecintaannya. Kesungguhan mereka
438
membuat anda merasa tersanjung. Janganlah anda memberi beban yang
memberatkan mereka, sehingga mereka merasa jemu terhadap hidup anda
membenci dan mengharapkan atas kematian anda.”
Mu’awiyah berkata: “Bagi Allah S.W.T, anda hai Ahnaf, sungguh
anda telah masuk (datang) padaku, ketika aku dipenuhi rasa kemarahan dan
kebencian kepada Yazid. Maka setelah Ahnaf keluar, dia ridha terhadap
Yazid dan mengirimkan dua ratus ribu dirham dan dua ratus lembar pakaian.
Kemudian Yazid mengirimkan kepada Ahnaf seratus ribu dirham dan seratus
lembar pakaian. Yazid membagi dua pemberian Mu’awiyah (ayahnya)
bersama Ahnaf, sebagian untuk dirinya dan sebagian lagi buat Ahnaf.

79. HAK-HAK BERTETANGGA DAN BERBUAT BAIK PADA


FAKIR MISKIN

Ketahuilah, sesungguhnya dalam kehidupan bertetangga


mengharuskannya adanya hak-hak bertetangga, sebagaimana adanya hak-hak
dalam persaudaraan sesama muslim. Seorang tetangga muslim memiliki hak
seperti yang dimiliki oleh setiap orang Islam, dan baginya masih ada
tambahan hak lagi. Karena Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Tetangga
itu ada tiga macam, yaitu: Tetangga yang harus memiliki sebuah hak saja;
Tetangga yang memiliki dua buah hak; Dan tetangga yang memiliki tiga hak
ialah tetangga muslim yang memiliki hubungan kekerabatan. Dia memiliki
hak bertetangga, hak sesama muslim. Sedangkan tetangga yang memiliki
satu hak ialah tetangga musyrik.”
Perhatikan bagaimana beliau menetapkan hak bagi orang musyrik hanya
dengan sebab bertetangga. Nabi S.A.W. bersabda: “Perbaikilah cara
bertetangga dengan tetangga anda, maka anda menjadi seorang muslim
yang sejati.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Perbaikilah cara
bertetangga anda, maka anda menjadi seorang muslim yang sejati.” Nabi
Muhammad S.A.W. bersabda: “Tidak henti-hentinya Jibril berpesan
kepadaku mengenai kehidupan bertetangga, sehingga aku menyangka
tetangga itu dapat mewaris.”
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
َ ‫آلخ ِرفَليُك ِر ُم َج‬
ُ‫اره‬ ِ ‫َمن َكنَ يُؤ ِمنُ ِباهللِ َوالي‬
ِ ‫وم ا‬
Artinya:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah S.W.T dan hari akhir, maka
hendaklah dia memuliakan tetangganya.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Tidaklah beriman seorang hamba sehingga
tetangganya bisa merasa aman dari bahayanya.” Nabi S.A.W. bersabda:
“Pertama kali dua orang yang bertengkar pada hari kiamat adalah dua orang

439
yang bertetangga.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Apabila anda
melempar anjing tetangga anda, maka anda benar-benar menyakitinya.”
Diriwayatkan, sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada Ibnu
Mas’ud ra. dan berkata: “Sesungguhnya aku mempunyai seorang tetangga
yang selalu menyakitiku, memaki dan mempersempit aku.” Ibnu Mas’ud
berkata: “Pergilah, jika dia mendurhakai Allah S.W.T dengan menyakiti
anda, maka taatlah anda kepada Allah S.W.T mengenai dia.”
Dikatakan kepada Nabi Muhammad S.A.W.: “Sesungguhnya si Fulan
biasa berpuasa siang hari dan berdiri pada waktu malam (qiyamul lail), tetapi
dia selalu menyakiti tetangga-tetangganya.” Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda: “Dia ada di dalam neraka.” Seorang laki-laki datang kepada Nabi
Muhammad S.A.W. dengan mengadukan tetangganya. Lalu Nabi bersabda
kepadanya: “Bersabarlah.” Kemudian beliau bersabda kepadanya pada yang
ketiga dan keempat kalinya: Buanglah hartamu ketengah jalan.” Perawi
berkata: “Maka orang-orang melewatinya, berkata: “Mengapa anda ini?”
Lalu dikatakan: “Dia disakiti tetangganya.” Perawi berkata: “Maka orang-
orang berkata: “Semoga tetangga itu dilaknati Allah S.W.T.” Akhirnya
datanglah tetangga itu dan berkata: “Ambillah kembali harta anda, demi
Allah S.W.T aku tidak akan mengulangi.”
Az-Zuhri meriwayatkan, sesungguhnya ada seorang laki-laki datang
kepada Nabi S.A.W. untuk mengadukan tetangganya. Lalu Nabi Muhammad
S.A.W. memerintahkan untuk membuat pengumuman di pintu masjid,
sebagai berikut: Perhatikan, sesungguhnya empat puluh rumah dari rumah
seseorang adalah masuk dalam kategori tetangga.” Az-Zuhri berkata: “Empat
puluh begini, empat puluh begini, empat puluh begini dan empat puluh lagi
begini, sambil mengisyaratkan pada empat arah.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Keberkatan dan kesialan ada dalam perempuan,
tempat tinggal, kuda (kendaraan). Di antara keberkatan yang terdapat pada
perempuan adalah ringan maskawinnya, mudah dinikahi dan bagus budinya.
Sedangkan kesialannya adalah mahal maskawinnya, sulit dinikahi, dan jahat
budinya. Sementara keberkatan tempat tinggal adalah keluasannya dan
kebaikan penghuni tetangganya. Sedangkan kesialannya adalah
kesempitannya dan kejahatan penghuni tetangganya. Adapun keberkatan
kuda (kendaraan) adalah ketundukkannya dan kebaikan perangainya.
Sedangkan kesialannya adalah kebinaan dan kejahatan perangainya.
Ketahuilah, sesungguhnya hak bertetangga bukanlah hanya tidak
menyakiti saja, tetapi juga tabah menerima gangguan yang menyakitkan.
Karena seorang tetangga apabila telah menahan diri dari disakiti, adalah
menjadi keutamaannya bila ia tidak membalas menyakiti. Bahkan lebih jauh
dari itu hendaklah ia membalasnya dengan belas kasih, memberikan
kebaikan dan yang ma’ruf.
440
Karena tetangga yang fakir akan menyeret tetangganya yang kaya pada
hari kiamat dan berkata: “Ya Tuhanku, tanyakanlah pada orang ini, mengapa
dia menghalangiku dari pemberian kebaikannya dan menutup pintunya
padaku pada yang lainnya tidak?”
Sebagian mereka mengadukan tentang banyaknya tikus di dalam
rumahnya. Dikatakanlah kepadanya: “Hendaklah anda memelihara kucing.”
Dia berkata: “Aku khawatir, kalau tikus mendengar suara kucing lalu lari ke
rumah-rumah tetangga. Sehingga berarti aku benar-benar suka terhadap apa
yang tidak aku diriku sendiri menimpa tetanggaku.”
Secara garis besar hak-hak tetangga ialah memulai memberi salam;
Tidak memanjangkan pembicaraan: Tidak memperbanyak pertanyaan;
Meninjaunya ketika sakit; Berta’ziyah (menghibur dan menyerukan
bersabar) ketika mendapatkan musibah; Ikut bersedih ketika mendapatkan
musibah dan bergembira ketika mendapatkan anugerah; Menampakkan
kegembiraan bersamanya ketika mendapatkan kenikmatan dan
menyampaikan selamat atas hilangnya kesusahan; Memaafkan
kekhilafannya; Tidak meneliti (mengintip) rahasianya dari balik rumahnya;
Menutupi rahasia yang telah terbuka baginya; tidak membuat sempit dalam
meletakkan kayu di atas pagarnya; Tidak menuangkan air pada talangnya;
Tidak membuang debu (kotoran) di halamannya; Tidak membuat sempit
jalan menuju rumahnya dan tidak mengikutkan pandangan pada sesuatu yang
dibawanya ke dalam rumah serta menutup kekurangan-kekurangannya yang
terlihat; Menyadarkan dari pingsan apabila terkena bencana (pingsan); Tidak
melalaikan untuk mengawasi rumahnya ketika dia pergi; Tidak
memperdengarkan pembicaraannya dan memejamkan pandangan dari
keharamannya; Lemah lembut terhadap anaknya dalam berbicara, dan
menunjukkan kebenaran kepada urusan agama dan dunia yang tidak
diketahuinya. Demikian hak-hak secara umum dalam kehidupan bertetangga
yang juga merupakan hak-hak sesama muslim.
Nabi S.A.W. bersabda: “Adakah anda tahu, apakah hak tetangga itu?
yaitu kalau dia minta tolong kepada anda, maka tolonglah, dan kalau dia
meminta bantuan, maka bantulah, kalau dia ingin berhutang pada anda, maka
hutangilah, jika dia fakir, maka utamakan pemberian padanya, jika dia sakit,
maka jenguklah, kalau dia mati, iringkan jenazahnya, jika dia mendapat
kebaikan, ucapkan selamat padanya dan kalau dia tertimpa bencana,
hiburlah. Janganlah anda meninggikan bangunan yang dapat mengganggu
rumahnya, sehingga bangunan anda itu menghalangi menutup fentilasi
rumahnya, kecuali mendapat izin darinya. Dan janganlah anda menyakitinya.
Apabila anda membeli buah-buahan, maka berilah ia, jika anda tidak
melakukan (memberi), maka bawalah buah-buahan itu masuk ke dalam
rumah secara sembunyi dan janganlah anak anda keluar membawanya,
441
sehingga anak tetangga anda menjadi menginginkannya. Dan janganlah anda
menyakitinya dengan bau masakan anda, melainkan hendaklah anda
memberinya.”
Kemudian beliau bersabda: “Apakah anda mengetahui apa hak tetangga?
Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak akan dapat
menyampaikan hak tetangga, kecuali orang yang mendapat rahmat Allah
S.W.T. “Demikianlah, hadis yang meriwayatkan Amir bin Syu’aib dari
ayahnya, dari kakeknya dari Muhammad S.A.W.
Mujahid berkata, pernah suatu ketika aku berada di samping Abdullah
bin Umar, sementara seorang pelayannya sedang mengguliti seekor kambing.
Lalu Ibnu Umar berkata: “Hai pelayan, apabila anda mengguliti kambing,
maka mulailah dengan memberi tetangga kita yang Yahudi itu.”Ibnu Umar
mengatakan itu berulang kali, sehingga pelayannya berkata padanya:
“Berapa kali anda mengatakan hal itu?” Dia berkata: “Sesungguhnya
Rasulullah S.A.W. tidak henti-hentinya memberi wasiat kepada kami
mengenai tetangga, sehingga aku mengira kalau beliau akan menjadikan
tetangga itu sebagai ahli waris.
Hisyam berkata, Hasan tidak melihat adanya persoalan kalau anda
memberi daging binatang sembelihan anda kepada tetangga yang Yahudi
atau Nasrani. Abu Dzarr ra. berkata: “Kekasihku, Nabi Muhammad berpesan
kepadaku, jika anda memasak sayur (masakan), maka perbanyaklah kuahnya
(airnya), kemudian lihatlah sebagian penghuni rumah tetangga, lalu ambilkan
dan berilah tetangga anda itu.”

80. SIKSAAN PEMINUM KHAMAR

Mengenai khamar ini, Allah S.W.T menurunkan tiga ayat, yang pertama
ialah, firman-Nya:
ِ َّ‫يَسأَلُونَكَ َع ِن الخَم ِر َوال َميس ِِر قُل فِي ِﮭ َما إِثم َكبِير َو َمنَافِ ُع ِللن‬
)٢١٩( ‫اس‬
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia...”
(QS. Al-Baqarah: 219)
Orang-orang Islam pada waktu itu ada yang meminum khamar dan
ada pula yang meninggalkannya. Ketika itu ada seorang laki-laki minum
khamar hingga mabuk lalu ia shalat dalam keadaan masih mabuk. Maka
turunlah firman Allah S.W.T.: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk....” (QS. An-Nisa’: 43).
Maka orang Islam ada yang masih meminum khamar dan ada pula
yang telah meninggalkannya. Umar ra. masih meminumnya. Lalu Umar ra.
mengambil rahang unta dan memukulnya ke kepala Abdur Rahman bin Auf.
442
Kemudian dia duduk meratapi atas orang-orang yang gugur dalam perang
Badar. Berita itu sampai pada Rasulullah S.A.W. maka beliau mengangkat
sesuatu yang ada di tangannya, lalu memukulkan kepada Umar. Umar
berkata: “Aku berlindung kepada Allah S.W.T dari kemurkaan-Nya dan
kemurkaan Rasul-Nya.” Lalu Allah S.W.T S.A.W. menurunkan ayat:
“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu....” (QS. Al-Maidah: 91). Umar berkata: “Kami menghentikan, kami
menghentikan.”
Di antara hadis-hadis yang disepakati ulama ahli hadis yang
menerangkan keharaman khamar, sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W.:
“Tidak akan masuk surga peminum arak.” Sabda Nabi Muhammad S.A.W.:
“Pertama kali hal yang dilarang Tuhanku atas aku setelah menyembah
berhala-berhala adalah minum khamar...(Al-Hadits). Sabda Nabi Muhammad
S.A.W.: “Tidak ada sebuah kaum yang berkumpul menghadapi minuman
memabukkan di dunia, kecuali Allah S.W.T akan mengumpulkan mereka di
neraka.” Sebagian mereka menghadap sambil saling mencela. Seorang dari
mereka berkata pada yang lain sambil saling mencela. Seorang dari mereka
berkata pada yang lain: “Hai Fulan, mudah-mudahan Allah S.W.T tidak
membalas kebaikan pada anda dari saya, karena andalah orang yang
mendatangkan aku ke tempat ini.” Sementara yang lain pun berkata seperti
itu. Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang minum khamar
di dunia, maka Allah S.W.T akan memberinya bisa (racun) dari ular-ular
hitam dengan sebuah minuman yang bisa merontokkan daging-daging
wajahnya dalam tempat minuman, sebelum dia sempat meminumnya. Lalu
apabila dia meminumnya berjatuhanlah daging dan kulitnya sehingga
penghuni neraka merasa terganggu. Perhatikanlah, sesungguhnya peminum
khamar, pemeras, orang yang minta diperaskan, pembawa, orang yang
membawakan khamar itu kepadanya dan pemakan uang harga khamar itu,
semuanya bersekutu dalam dosanya. Allah S.W.T tidak akan menerima
mereka, baik shalat, puasa, ataupun hajinya sehingga mereka bertobat. Jika
mereka mati sebelum tobat, Allah S.W.T akan memberi minum dari setiap
teguk yang mereka minum di dunia dengan nanah Jahannam. Dan ingatlah,
sesungguhnya setiap yang memabukkan adalah haram dan setiap khamar
adalah haram.”
Ibnu Abid Dunya menjelaskan bahwa sesungguhnya dia pernah lewat
pada seorang yang mabuk, sedang orang itu baru kencing dan membasuh
tangannya dengan kencing itu, sebagai layaknya seorang yang berwudhu,
dan berkata: “Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah menjadikan Islam
sebagai cahaya dan menjadikan air yang menyucikan.” Diriwayatkan dari
Al-Abbas bin Mirdas, sesungguhnya pernah dikatakan kepadanya: “Mengapa
443
anda tidak mau minum khamar, sesungguhnya ia akan menambah kesehatan
anda? Dia berkata: “Aku tidak akan mengambil kebodohanku melalui
tanganku sendiri, dengan memasukkan khamar itu ke dalam perutku. Aku
tidak rela bila di pagi hari aku menjadi sayyid dari suatu kaum, lalu di sore
harinya aku sebagai orang yang tolol.
Baihaqi, meriwayatkan dari Ibnu Umar ra., sesungguhnya Rasulullah
S.A.W. bersabda: “Jauhilah pangkal dari semua yang menjijikkan, karena
sesungguhnya dahulu pernah ada seorang laki-laki yang hidup sebelum anda,
dia selalu beribadah dan mengasingkan diri dari manusia. Seorang
perempuan telah jatuh hati padanya lalu ia mengirimkan seorang pelayan
kepadanya dan berkata: “Kami mengundang anda untuk satu kesaksian.
Maka laki-laki itu datang dan ketika dia masuk pintu bertindaklah
perempuan itu menguncinya. Sehingga dia datang pada seorang perempuan
cantik bersih sedang duduk dan di sampingnya terdapat seorang anak dan
sebuah gelas yang berisikan khamar. Perempuan itu berkata, sesungguhnya
kami tidak mengundang anda untuk sebuah kesaksian, tetapi aku sendiri
memanggil anda untuk melakukan dua pilihan, membunuh anak ini dan
menggauli aku atau minum segelas khamar. Kalau anda tidak mau aku akan
menjerit atas kehadiran anda yang akan membuat anda malu. Setelah laki-
laki itu berpikir sejenak, dia menyatakan bahwa ini adalah sebuah
keterpaksaan, maka dia berkata: “Beri saja aku minum segelas khamar.” Lalu
perempuan itu memberinya minum dan berkatalah laki-laki itu,
tambahkanlah padaku.” Demikianlah, seterusnya sehingga dia menggauli
perempuan itu dan membunuh seorang jiwa manusia. Oleh sebab itu,
jauhilah khamar, karena sesungguhnya demi Allah S.W.T tidak akan dapat
berkumpul keimanan dan minum khamar di dalam dada seorang laki-laki
untuk selamanya. Sesungguhnya satu dari keduanya hampir dapat dipastikan
akan menyingkirkan yang lain.
Ahmad dan Ibnu Hibban meriwayatkan di dalam kitab sahihnya, dari
Ibnu Umar, bahwa ia mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Sesungguhnya ketika Nabi Adam diturunkan ke bumi, para malaikat
berkata: “Wahai Tuhan: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 30). Mereka berkata: “Ya
Tuhan, kami lebih taat kepada-Mu daripada Adam.” Allah S.W.T berfirman
kepada para malaikat: “Kemarilah, lihatlah apa yang dilakukan oleh dua
malaikat itu.” Mereka berkata: “Ya Tuhan kami, itu adalah Harut dan
Marut.” Dia berfirman: “Turunlah anda berdua ke bumi.”

444
Sampai akhirnya Harut Marut terpedaya oleh seorang wanita yang
paling cantik yang ditemuinya, hingga kedua malaikat itu bertanya mengenai
diri wanita itu. Si wanita berkata: “Tidak, demi Allah S.W.T sehingga anda
berdua berbicara dengan kalimat musyrik.” Harut Marut berkata: “Demi
Allah S.W.T, kami tidak akan memusyrikkan Allah S.W.T selamanya.”
Wanita itu lalu pergi, tetapi tidak lama kemudian dia datang lagi dengan
membawa seorang anak kecil. Kedua malaikat itu bertanya lagi tentang diri
wanita itu. Si wanita berkata: “Tidak, demi Allah S.W.T, hingga anda berdua
membunuh anak ini.” Keduanya berkata: “Tidak, demi Allah S.W.T, kami
tidak akan membunuh anak itu.” Ketika wanita itu meminta pada keduanya
untuk meminum khamar, Harut dan Marut meminumnya, keduanya menjadi
mabuk lalu “menggauli” si wanita cantik itu dan membunuh anak kecil
tersebut. Ketika keduanya tersadar, si wanita berkata: “Demi Allah S.W.T,
anda berdua tidak meninggalkan sesuatu dari apa yang aku tawarkan kepada
anda yang semula anda menolaknya. Semuanya telah anda lakukan? Ketika
anda berdua dalam keadaan mabuk. Kemudian mereka berdua disuruh
memilih antara disiksa di dunia atau siksa di akhirat. Keduanya lalu memilih
siksa di dunia.
Diriwayatkan dari Ummi Salamah ra., dia berkata: “Seorang anak
perempuanku sedang sakit, lalu aku membuat tuak (dari perasan kurma)
dalam sebuah kendi. Kemudian Rasulullah S.A.W. menemuiku, ketika kendi
itu mendidih. Beliau bertanya: “Apa ini, hai Ummi Salamah? Aku
menjelaskan kepada beliau bahwa sesungguhnya aku akan mengobati anak
perempuanku dengan tuak itu. Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah S.W.T
tidak menjadikan obat untuk umatku dengan apa yang Dia haramkan atas
mereka.” Dan diriwayatkan: “Sesungguhnya setelah Allah S.W.T.
mengharamkan khamar, Ia melenyapkan manfaat yang pernah disebutkan
ada di dalam khamar.”

81. MI’ROJ NABI SAW

Imam Bukhari meriwayatkan dari Qatadah, dari Anas bin Malik, dari
Malik bin Sha’sha’ah, sesungguhnya Nabi Muhammad S.A.W. menceritakan
kepada mereka mengenai malam beliau diisra’kan, beliau bersabda: “Pada
waktu itu aku berada di Hathim-atau terkadang beliau bersabda-di Al-Hijr
dalam keadaan berbaring, tiba-tiba aku kedatangan seorang (malaikat).”
Perawi hadis berkata, beliau bersabda: “Dia (malaikat itu) membelah apa
yang ada di antara ini dan ini.” Aku berkata kepada Al-Jarud: “Sampai dua
buah sisi yang beliau maksudkan? Dia berkata: “Mulai dari lekukan atas
dadanya sampai dengan rambutnya (dibawah perutnya).” Kemudian ia

445
mengeluarkan hatiku, aku dibawakan sebuah ember emas yang dipenuhi
keimanan. Dengannya hatiku dicuci, lalu dikembalikan.
Setelah itu aku dibawakan seekor dabbah (binatang) di bawah (lebih
kecil) dari bighal dan di atas (lebih besar dari) kedelai yang berwarna serba
putih. Al-Jarud berkata pada Anas: “Binatang itu adalah Buraq, hai Aba
Hamzah.” Anas berkata: “Ya.” Dia meletakkan langsung pada tempat terjauh
dari penglihatannya. Aku dinaikkan ke atasnya, lalu Malaikat Jibril
membawaku berangkat, sehingga dia sampai pada langit dunia dan
mengetuk. Dikatakan: “Siapa ini?’ Dia berkata: “Jibril.” Dikatakan lagi:
“Anda bersama siapa? Jibril menjawab: “Muhammad.” Dikatakan: “Apakah
dia telah diutus? Jibril menjawab: “Ya.” Dikatakan lagi: “Selamat atas
kedatangannya, sebaik-baik yang datang telah tiba.” Lalu dibukalah pintu
langit, ketika aku masuk, tiba-tiba ada Nabi Adam. Jibril memberi salam
padanya, dan aku pun menyampaikan salam padanya. Dia lalu menjawab
salam, dan berkata: “Selamat datang anak saleh dan Nabi yang saleh.”
Kemudian Jibril terus membawa aku naik sehingga sampai pada langit
kedua. Dia lalu mengetuk. Dikatakan: “Siapa ini?” Dia menjawab: “Jibril.”
Dikatakan lagi: “Siapa yang datang bersama anda itu?” Jibril menjawab:
“Muhammad.” Dikatakan: “Adakah dia telah diutus?” Jibril menjawab:
“Ya.” Dikatakan: “Selamat atas kedatangannya, sebaik-baik yang datang
telah tiba.” Lalu dibukalah langit kedua untuk kami, ketika aku
memasukinya, tiba-tiba di sana ada Yahya dan Isa. Jibril berkata: “Ini adalah
Yahya dan Isa, dia memberi salam padanya dan aku pun memberi salam
padanya pula. Mereka berdua menjawab dan berkata: “Selamat datang
saudaraku yang saleh dan Nabi yang saleh.”
Kemudian Jibril terus membawa aku naik hingga sampai pada langit
kedua. Dia lalu mengetuk. Dikatakan: “Siapa ini?” Dia menjawab: “Jibril.”
Dikatakan lagi: “Siapa orang yang datang bersama anda itu?” Jibril
menjawab: “Muhammad.” Dikatakan: “Adakah dia telah diutus?” Jibril
menjawab: “Ya.” Dikatakan: “Selamat atas kedatangannya, sebaik-baik yang
datang telah tiba.” Lalu dibukalah langit kedua untuk kami, ketika aku
memasukinya, tiba-tiba di sana ada Yahya dan Isa. Jibril berkata: “Ini adalah
Yahya dan Isa, dia memberi salam padanya dan aku pun memberi salam
padanya pula. Mereka berdua menjawab dan berkata: “Selamat datang
saudaraku yang saleh dan Nabi yang saleh.”
Kemudian Jibril membawa aku naik ke langit ketiga, dia mengetuk.
Dikatakan: “Siapa ini?” Dia berkata: “Jibril.” Dikatakan: “Siapa yang datang
bersama anda?” Dia menjawab: “Muhammad.” Dikatakan: “Apakah dia
telah diutus?” Dia menjawab: “Ya.” Dikatakan: “Selamat atas
kedatangannya, sebaik-baik yang datang telah tiba.” Lalu dibukalah (langit
ketiga) dan setelah aku memasukinya, tiba-tiba di sana ada Yusuf. Jibril
446
berkata: “Ini adalah Yusuf.” Dia memberi salam pada Yusuf, dan aku pun
memberi salam padanya. Dia lalu menjawab dan berkata: “Selamat datang
saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.
Jibril terus membawaku naik pada langit keempat, lalu dia mengetuk.
Dikatakan: “Siapa ini?” Dia menjawab: “Jibril.” Dikatakan: “Siapa yang
datang bersama anda?” Dia berkata: “Muhammad.” Dikatakan: “Adakah dia
telah diutus?” Dia berkata: “Ya.” Dikatakan: “Selamat atas kedatangannya,
sebaik-baik yang datang telah tiba.” Lalu dibuka (langit keempat) dan setelah
aku memasukinya, tiba-tiba Nabi Idris ada di sana. Jibril berkata: “Ini adalah
Idris.” Jibril memberi salam pada Idris dan aku pun menyampaikan salam
padanya pula. Dia lalu menjawab salam dan berkata: “Selamat datang
saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.”
Jibril terus membawaku naik pada langit ke lima, lalu dia mengetuk.
Dikatakan: “Siapakah ini?” Dia berkata: “Jibril.” Dikatakan lagi: “Siapa
yang datang bersama anda?” Dia menjawab: “Muhammad.” Dikatakan:
“Adakah dia telah diutus.” Jibril menjawab: “Ya.” Dikatakan: “Selamat atas
kedatangannya, sebaik-baik yang datang telah tiba.” Setelah aku
memasukinya, tiba-tiba ada Nabi Harun. Dia berkata: “Ini Nabi Harun.” Lalu
dia memberi salam padanya dan aku pun menyampaikan salam kepadanya.
Dia lalu menjawab dan berkata: “Selamat datang saudara yang saleh dan
Nabi yang saleh.
Lalu Jibril terus membawaku naik lagi hingga pada langit ke enam. Dia
mengetuk. Lalu dikatakan: “Siapa ini?” Dia menjawab: “Jibril.” Dikatakan:
“Siapa yang datang bersama anda?” Dia berkata: “Muhammad.” Dikatakan:
“Adakah dia telah diutus?” Dia berkata: “Ya.” Dia (Malaikat penjaga langit)
berkata: “Selamat atas kedatangannya, sebaik-baik yang datang telah tiba.”
Setelah aku memasukinya, tiba-tiba ada Nabi Musa. Jibril berkata: “Ini Nabi
Musa.” Dia memberi salam kepada Musa dan aku memberi salam
kepadanya. Dia lalu menjawab dan berkata: “Selamat datang saudara yang
saleh dan Nabi yang saleh.” Ketika aku hendak pergi berlalu, dia menangis,
lalu padanya ditanyakan: “Apa yang membuat anda menangis?” Dia berkata:
“Aku menangis karena seorang anak muda yang diutus sesudah aku,
umatnya masuk surga lebih banyak daripada umatku.”
Kemudian Jibril terus membawa aku naik lagi kelangit tujuh, dia
mengetuk langit ketujuh. Dikatakan: “Siapa ini?” Dia menjawab: “Jibril.”
Dikatakan: “Siapa yang datang bersama anda?” Dia berkata: “Muhammad.”
Dikatakan: “Adakah dia telah diutus?” Dia menjawab: “Ya.” Penjaga langit
tujuh berkata: “Selamat atas kedatangannya, sebaik-baik yang datang telah
tiba.” Setelah aku memasukinya, tiba-tiba ada Nabi Ibrahim di sana. Jibril
berkata: “Ini adalah bapak anda, Nabi Ibrahim memberi salam kepadanya

447
dan akupun memberi salam kepadanya.” Dia menjawab padaku dan berkata:
“Selamat datang anak yang saleh dan Nabi yang saleh.”
Selanjutnya aku terus dinaikkan ke Sidratul Muntaha, aku mendapati
buahnya seperti gentong-gentong negeri Hajar, daunnya seperti telinga-
telinga gajah.” Jibril berkata: “Ini adalah Sidratul Muntaha.” Di sana
terdapat empat buah sungai, dua buah sungai batin dan dua buah sungai
zhahir.” Aku berkata: “Apa ini, hai Jibril.” Dia berkata: “Dua buah sungai
yang batin itu adalah dua buah sungai di surga. Sementara dua buah sungai
zhahir adalah sungai Nil dan Efrat.”
Kemudian aku dinaikkan ke Baitul Makmur, pada setiap harinya ada
tujuh puluh ribu malaikat memasukinya. Kemudian dia datang kepadaku
dengan membawa piala berisi khamar, piala berisi susu dan piala berisi
madu. Aku memilih susu. Lalu Jibril berkata: “Dia adalah fithrah (agama
suci/Islam), anda dan umat anda berada padanya.”
Kemudian diwajibkan limapuluh shalat padaku setiap hari. Selanjutnya
beliau bersabda: “Lalu kembali dan bertemu Musa, dia berkata: “Apa yang
diperintahkan pada anda?” Lalu aku berkata: “Aku diperintah shalat lima
puluh kali setiap hari.” Musa berkata: “Sesungguhnya umat anda tidak akan
sanggup melakukan lima puluh shalat setiap hari. Dan sesungguhnya demi
Allah S.W.T, aku telah mencoba pada manusia sebelum anda, padahal aku
telah menanganinya dengan kesungguhan. Maka kembalilah kepada Tuhan
anda dan mintalah keringanan pada-Nya demi umat anda.” Lalu aku kembali
dan mendapatkan pengurangan sepuluh. Aku kembali kepada Musa dan dia
berkata seperti itu lagi. Maka aku kembali dan mendapatkan pengurangan
sepuluh. Aku kembali pada Musa, dia memerintahkan aku seperti itu lagi.
Dan aku kembali menghadap Tuhan, lalu mendapatkan pengurangan
sepuluh. Maka kembalilah aku kepada Musa, berkatalah dia seperti itu lagi.
Lalu aku kembali dan diperintahkan lima shalat dalam setiap hari. Lalu aku
kembali pada Musa dan berkatalah dia: “Dengan apa anda diperintahkan?”
Aku berkata: “Aku telah diperintahkan shalat lima kali dalam setiap hari.”
Dia berkata: “Sesungguhnya umat anda tidak mampu shalat lima kali setiap
hari, dan sesungguhnya aku benar-benar telah mencoba manusia sebelum
anda dan menangani Bani Israil dengan sungguh-sungguh. Maka kembalilah
kepada Tuhan anda dan mintalah keringanan kepada-Nya demi umat anda.
Beliau bersabda: “Aku telah meminta kepada Tuhanku, hingga aku malu,
tetapi aku ridha dan menerima.” Beliau bersabda: Setelah aku berlalu,
seseorang memanggil padaku: “Aku telah melangsungkan fardhu-Ku dan
meringankan hamba-hamba-Ku.”

82. KEUTAMAAN HARI JUM’AT

448
Ketahuilah, sesungguhnya Jum’at merupakan hari yang agung, Allah
S.W.T mengagungkan Islam dengan hari Jum’at dan mengistimewakan
kaum muslimin juga dengan hari Jum’at. Allah S.W.T. berfirman:
َّ ‫ص َالةِ ِمن يَو ِم ال ُج ُمعَ ِة فَاسعَوا إِلَى ذِك ِر‬
)٩( ‫ّللاِ َوذَ ُروا البَي َع‬ َّ ‫إِذَا نُودِي ِلل‬
Artinya:
“Apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jum’at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah S.W.T dan tinggalkanlah jual
beli.” (QS. Al-Jumu’ah: 9).
Haram sibuk dengan segala urusan dunia dan segala hal yang dapat
memalingkan untuk berangkat menunaikan shalat Jum’at. Nabi S.A.W.
bersabda: “Sesungguhnya Allah S.W.T Azza wa Jalla mewajibkan atas anda
semua shalat Jum’at pada hari ini, di tempatku ini.”
Nabi S.A.W. juga bersabda: “Barangsiapa yang meninggalkan shalat
Jum’at tiga kali, tanpa uzur, maka Allah S.W.T akan mencap (menutup)
hatinya.” Dalam sebuah lafal hadis yang lain dikatakan: “Maka sungguh dia
telah membuang Islam di belakang punggungnya.”
Seorang laki-laki berselisih pendapat dengan Ibnu Abbas. Dia
bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai seorang laki-laki yang mati dan tidak
pernah menghadiri shalat Jum’at, dan tidak pula shalat berjama’ah. Ibnu
Abbas berkata: “Di dalam neraka.” Laki-laki itu tidak henti-hentinya hilir
mudik selama satu bulan, dengan pertanyaan seperti itu. Dan Ibnu Abbas
tetap berkata: “Dia didalam neraka.”
Di dalam al-khabar dikatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang
memiliki dua buah kitab telah diberi hari Jum’at. Mereka berselisih dan
berpaling darinya. Allah S.W.T telah menunjukkan kita kepada hari itu dan
Dia mengakhirkannya untuk umat ini. Dia menjadikannya sebagai hari raya
umat ini. Mereka adalah manusia yang paling berhak dengan hari itu, lebih
dahulu, dan orang-orang yang memiliki dua buah Al-Kitab itu menyusul
mereka.” Anas meriwayatkan dari Nabi S.A.W., sesungguhnya beliau
bersabda: “Jibril datang padaku, di telapak tangannya terdapat cermin yang
putih dan berkata: ‘Ini adalah hari Jum’at, Tuhan memfardhukannya kepada
anda agar menjadi hari raya bagi anda dan bagi umat anda sepeninggal
anda.” Aku berkata: “Keuntungan apa yang ada dalam hari itu bagi kami?”
Dia berkata: “Anda memiliki satu saat yang paling baik, barangsiapa yang
berdoa pada saat itu dengan suatu kebaikan yang telah ditentukan baginya,
tentu Allah S.W.T akan memberinya kebaikan itu padanya; Atau tidak ada
bagian yang disimpan untuknya yang lebih agung dari itu; Atau dia
memohon perlindungan dari kejelekan yang telah tertulis atas dia, kecuali
Allah S.W.T akan melindunginya dengan perlindungan yang lebih besar dari
itu.

449
Jum’at adalah pemimpin semua hari dan kita akan menyebutnya
besok pada hari akhirat dengan hari tambahan. Aku bertanya, mengapa? Dia
berkata: “Sesungguhnya Tuhanmu menjadikan di dalam surga, lembah yang
lebih harum dari misik putih. Ketika hari Jum’at Allah S.W.T turun dari
‘Illiyyin pada hari Kursi-Nya, maka Dia menjadi jelas bagi mereka, sehingga
dapat melihat pada wajah-Nya yang mulia” Nabi S.A.W. bersabda: “Sebaik-
baik hari yang matahari terbit pada hari itu ialah hari Jum’at. Pada hari itu,
Allah S.W.T menciptakan Adam, pada hari itu Dia memasukkan Adam di
surga dan pada hari itu pula ia diturunkan di bumi. Pada hari Jum’at tobat
Adam diterima, pada hari itu, ia mati dan pada hari itu pula hari kiamat
ditegakkan. Hari Jum’at dalam pandangan Allah S.W.T adalah hari
tambahan. Demikianlah malaikat menamakannya di langit. Hari Jum’at
adalah hari melihat pada Allah S.W.T di dalam surga. Dalam sebuah khabar
(hadis): “Sesungguhnya Allah S.W.T. setiap Jum’at memerdekakan enam
ratus ribu dari penghuni neraka.”
Dalam hadis yang diriwayatkan Anas, dari Nabi S.A.W.,
sesungguhnya dia bersabda: “Apabila hari Jum’at selamat, maka selamatlah
hari-hari yang lain.” Nabi S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya neraka Jahim
dinyalakan setiap hari, sebelum matahari bergeser dari posisi tengah di
jantung langit, maka janaglah shalat pada saat itu, kecuali pada hari Jum’at.
Karena hari Jum’at adalah shalat seluruhnya, dan neraka Jahannam, tidak
dinyalakan pada hari itu.”
Ka’ab berkata: “Sesungguhnya Allah S.W.T memuliakan Makkah di
antara negara-negara yang lain, memuliakan bulan Ramadhan daripada
bulan-bulan lainnya, memuliakan hari Jum’at daripada hari-hari yang lain
dan memuliakan malam qadar daripada malam-malam lainnya.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang mati pada hari Jum’at,
Allah S.W.T mencatat baginya pahala orang yang mati syahid dan
diselamatkan dari siksa kubur.”

83. HAK ISTRI ATAS SUAMI

Hak-hak istri atas suami itu banyak, di antaranya ialah mempergaulinya


dengan akhlak yang baik, memiliki ketabahan atas tingkah polah mereka
yang menyakitkan, menyayangi dan toleransi atas keterbatasan akal mereka.
Allah S.W.T. berfirman:
ِ ‫َو َعا ِش ُروﮪ َُّن بِال َمع ُر‬
)١٩( ‫وف‬
Artinya:
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut...” (QS. An-Nisa’: 19).

450
Allah S.W.T berfirman, menerangkan kebesaran hak mereka dalam
ayat: “Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian
yang kuat. (QS. An-Nisa’: 21).
Dan Allah S.W.T. berfirman: “(Dan berbuat baiklah) kepada teman
sejawat...” (QS. An-Nisa’: 36). Dikatakan, bahwa dia adalah perempuan.
Wasiat terakhir Rasulullah S.A.W. ada tiga hal, beliau
mengatakannya sekalipun lidahnya tertahan-tahan dan pembicaraannya
terdengar samar. Beliau bersabda: “(Peliharalah) Shalat, shalat; Apa yang
dimiliki tangan kanan anda (seperti budak), jangalah anda memaksakan
terhadap mereka apa yang mereka tidak mampu; Allah S.W.T, Allah S.W.T
(takutlah kepada Allah S.W.T) mengenai wanita. Karena mereka adalah
tawanan ditanganmu. Anda telah mengambilnya dengan amanat Allah S.W.T
dan menjadikan halal farjinya dengan kalimat Allah S.W.T.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang bersabar atas keburukan
budi pekerti istrinya, Allah S.W.T akan memberinya pahala seperti apa yang
diberikan kepada Nabi Ayyub. Dan barangsiapa yang bersabar atas kejelekan
budi pekerti suaminya, Allah S.W.T akan memberikan pahala seperti pahala
Asiyah, istri Fir’aun.”
Ketahuilah, sesungguhnya yang dimaksud baik budi pekerti
bersamanya bukan berarti menahan dari menyakitinya, tetapi bersabar
disakiti istri dan penyantun waktu istri kurang sabar dan marah, karena hal
itu mengikuti jejak Rasulullah S.A.W. Sungguh istri-istri beliau membantah
(menolak) pembicaraan dan pernah seorang dari mereka mendiamkan beliau
sehari semalam.
Istri Umar pernah membantah (melakukan pembangkangan) Umar
dalam suatu pembicaraan. Lalu Umar berkata: “Adakah anda menolak
berbicara kepadaku, hai perempuan tercela?” Istrinya berkata:
“Sesungguhnya istri-istri Rasulullah S.A.W. juga menolak pembicaraan
beliau, sedang beliau adalah lebih utama dari anda. Umar berkata: “Celaka
Hafshah dan rugilah dia kalau memang dia menolak pembicaraan pada
beliau.” Kemudian dia berkata kepada Hafshah sendiri: “Janganlah anda
tertipu dengan putri Abu Quhafah (Aisyah, putri Abu Bakar) karena
sesungguhnya dia adalah kecintaan Rasulullah S.A.W. Dan Umar pun
menakut-nakutinya (memperingatkan) agar tidak melawan pembicaraan
beliau.
Diriwayatkan, sesungguhnya seorang dari istri-istri itu ada yang
pernah mendorong dada Rasulullah S.A.W., sehingga ia dibentak oleh
ibunya, lalu Nabi S.A.W. bersabda: “Biarkanlah dia karena sesungguhnya
mereka berbuat lebih banyak daripada itu.” Pernah antara Nabi S.A.W.
dengan Aisyah terlibat suatu pembicaraan, sehingga mereka memaksa Abu
Bakar masuk di antaranya sebagai penengah dan beliau minta kesaksiannya.
451
Di hadapan Abu Bakar Rasulullah S.A.W. bersabda kepada Aisyah: “Aisyah,
anda yang akan berbicara atau aku?” Aisyah berkata: “Silahkan anda bicara,
dan jangan anda berkata, kecuali yang benar.” Lalu Abu Bakar memukul
mukanya hingga mulutnya berdarah, dan berkata: “Hai perempuan yang
memusuhi dirinya sendiri, adakah beliau akan berkata yang tidak hak?” Lalu
Aisyah minta perlindungan pada Rasulullah S.A.W. dan duduk dibelakang
punggung beliau. Kemudian Nabi Muhammad S.A.W. bersabda kepada Abu
Bakar: “Aku tidak akan membiarkan anda berbuat begini dan juga tidak
menginginkan dari anda begini.”
Pada suatu ketika Aisyah juga pernah berkata kepada beliau dalam
suatu pembicaraan, pada saat ia sedang marah di hadapan beliau: “Engkau
yang mengira dirimu menjadi Nabi Allah S.W.T.” Mendengar ucapan
Aisyah itu, beliau tersenyum. Beliau menghadapinya dengan penuh
kesabaran, santun dan murah hati. Beliau bersabda kepadanya: “Aku tidak
tahu, apakah kemarahanmu itu karena keridhaan anda.” Aisyah berkata:
“Bagaimana anda mengetahuinya?” Beliau bersabda: “Kalau begitu anda
ridha?” Dia berkata: “Tidak, demi Tuhan Muhammad.” Beliau bersabda:
“Kalau begitu anda marah: “Tidak, demi Tuhan Ibrahim.” Aisyah berkata:
“Anda benar, aku hanya mendiamkan nama anda.”
Dikatakan, sesungguhnya pertama kali kecintaan dalam Islam adalah
kecintaan Nabi Muhammad S.A.W. kepada Aisyah ra. Beliau pernah berkata
padanya: “Aku terhadap anda adalah seperti Abi Zar’ pada Ummi Zar’,
hanya saja aku tidak akan menceraikanmu.” Beliau bersabda kepada istri-
istrinya: “Janganlah anda menyakiti aku mengenai Aisyah. Karena
sesungguhnya demi Allah S.W.T, tidak pernah turun wahyu padaku saat aku
berada dalam selimut seorang perempuan dari anda selain dia.”
Anas bin Malik ra. berkata, beliau adalah paling menyayangi
perempuan dan anak-anak, daripada manusia lain.
Di antara hak istri atas suami itu, hendaklah seorang suami lebih
banyak menyabarkan hatinya atas perlakuan yang menyakitkan hati dengan
jalan merayu, bersenda gurau dan bermain-main bersamanya. Karena
semuanya itu adalah hal-hal yang dapat membuat kelegaan hati perempuan
(istrinya). Sungguh Rasulullah S.A.W. bergurau bersama istri-istri beliau dan
turun ke tingkat-tingkat akal dalam perbuatan dan budi pekerti (beliau
menyesuaikan diri dengan tingkat dan keterbatasan akal mereka). Sehingga
diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad S.A.W. pernah
berlomba dengan Aisyah dalam berlari (saling kejar mengejar). Beliau
mendahului Aisyah dan pada kesempatan lain Aisyah dapat mendahului
beliau. Sehingga beliau bersabda: “Yang ini, mengimbanginya yang dulu itu
(satu-syisatu).”

452
Disebutkan dalam khabar, bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad
S.A.W. Adalah orang yang menyukai bersenda gurau bersama istri-istrinya.
Aisyah ra. berkata: “Aku pernah mendengar beberapa suara manusia dari
orang-orang Habsyi dan juga yang lain. Mereka sedang bermain-main pada
hari Asyura’. Lalu Rasulullah S.A.W. bersabda kepadaku: “Adakah anda
suka untuk melihat permainan mereka?” Aisyah berkata: “Ya.” Kemudian
beliau mengutus utusan kepada mereka. Rasulullah S.A.W. berdiri di antara
dua pintu, meletakkan telapak tangannya pada pintu dan mengulurkan
tangannya itu. Mereka terlihat bermain, dan aku melihat Rasulullah S.A.W.
bersabda: “Sudah cukuplah engkau? Aku berkata: “Diamlah, dua atau tiga
kali.” Kemudian beliau bersabda: “Hai Aisyah, sudah cukuplah anda?” Aku
berkata: “Ya, sudah.” Lalu beliau mengisyaratkan pada mereka lalu mereka
bubar.”
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling bagus budi pekertinya dan yang paling belas
kasih di antara mereka kepada keluarganya (istrinya).” Nabi S.A.W.
bersabda: “Sebaik-baik anda adalah yang paling baik terhadap istrinya dan
aku adalah orang yang paling baik dari anda kepada istriku.”
Umar ra. sebagai sosok yang dikenal begitu keras, ia berkata:
“Seharusnya seorang laki-laki ketika berada di dalam keluarganya seperti
anak kecil. Lalu apabila mereka meminta apa yang ada di sampingnya, dia
ditemukan sebagai seorang laki-laki.” Luqman berkata: “Seharusnya bagi
orang yang berakal, ketika berada bersama keluarganya, seperti anak kecil,
dan berada di tengah-tengah kaum, dia ditemukan sebagai seorang laki-laki.”
Di dalam sebuah penafsiran mengenai khabar yang diriwayatkan
disebutkan: “Sesungguhnya Allah S.W.T murka terhadap orang al-ja’zhari
Al-jawwazh. Dikatakan, dia adalah orang yang keras, kasar dan sombong
terhadap keluarganya.” Yang demikian ini merupakan salah satu pendapat
mengenai makna dari firman Allah S.W.T.: “Yang kaku kasar......” (QS. Al-
Qalam: 13).
Dikatakan, lafal ‘utullin dalam ayat tersebut adalah orang yang
bicaranya kasar dan hatinya keras terhadap keluarganya. Nabi Muhammad
S.A.W. bersabda kepada Jabir: “Hendaklah anda kawin dengan seorang
gadis, engkau akan dapat mencumbuinya dan diapun akan mencumbui
anda.”
Seorang perempuan Badui Arab menerangkan sifat suaminya yang
telah mati. Demi Allah S.W.T, sungguh dia adalah orang yang banyak
tertawa ketika masuk (bermain cinta dengannya), dan banyak diam ketika
keluar. Dia selalu makan apa adanya dan tidak meminta sesuatu yang tidak
dia temukan.

453
Di antara hak istri atas suami yang lain, ialah hendaklah suami tidak
terlalu vulgar dalam bercumbu rayu, hendaklah ia tetap melakukannya dalam
bingkai akhlak yang mulia, tidak terlalu menuruti kemauan hawa nafsunya,
sampai kepada batas yang dapat merusak budi pekerti istri, sehingga
kewibawaannya menjadi jauh dan sirna di hadapan istri. Tetapi harus tetap
memelihara batas kewajaran di dalam semua itu.
Jangalah seorang suami mengorbankan kewibawaannya, dengan
tidak tahu menahu dan tidak pernah menegur istrinya yang telah berbuat
kemunkaran sehingga sampai dia membuka pintu toleransi atau bahkan
menolong ketika ia melihat istrinya berbuat munkar.
Hasan berkata: “Demi Allah S.W.T, tidak pagi-pagi seorang laki-laki
mentaati istrinya di dalam hal yang disenangi hawa nafsunya, kecuali Allah
S.W.T akan membuatnya tersungkur dalam neraka.” Umar ra. berkata:
“Tenanglah istri, karena dalam menentangnya terdapat berkah (jangan selalu
diperturutkan kemarahannya, karena ia kurang bisa mengendalikan
emosinya).”
Dikatakan: “Bermusyawarahlah dengan istri-istri anda, tetapi
tentanglah mereka.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Celakalah suami
yang menghamba pada istrinya.” Sesungguhnya beliau bersabda demikian
hanyalah karena apabila suami mentaatinya dalam hal hawa nafsunya, maka
dia adalah hambanya dan benar-benar celaka. Karena Allah S.W.T telah
menguasakan dirinya menjadi sebaliknya (memiliki kelebihan daripada
istrinya). Dan si wanita (istri) lebih mudah terpengaruh dan mentaati syaitan.
Allah S.W.T. berfirman: “...Dan akan saya suruh mereka (merubah
ciptaan Allah S.W.T) lalu benar-benar mereka merubahnya.” (QS. An-
Nisa’: 119). Adalah menjadi hak suami, hendaklah ia sebagai orang yang
diikuti istrinya bukan mengikuti istrinya. Dan Allah S.W.T menyebutkan
bahwa: “Kaum laki-laki itu pemimpin kaum wanita.” (QS. An-Nisa’: 34).
Dan Allah S.W.T juga menyebutnya sebagai sayid (tuan), sebagaimana
firman-Nya: “....dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka
pintu itu...” (QS. An-Nisa’: 25).
Imam Asy-Syafi’i: “Ada tiga orang, jika anda memuliakan mereka
maka ia akan menghinakan anda, jika anda menghina mereka, maka mereka
akan memuliakan anda. Yaitu, wanita (istri), pelayan dan rakyat jelata.”
Maksudnya jika anda murni dalam memuliakan (selalu memuliakan) tidak
mencampur kekerasan dengan kelembutan anda dan kekasaran dengan
kehalusan anda.

84. HAK SUAMI ATAS ISTRI

454
Ungkapan yang paling tepat dalam hal ini, adalah bahwa perkawinan
merupakan semacam perbudakan saja. Istri tak ubahnya bagaikan seorang
budak dalam perkawinannya. Maka wajib bagi istri mentaati suaminya
secara mutlak dalam setiap hal, yang dikehendaki atas dirinya, asalkan tidak
pada kemaksiatan.
Besarnya hak suami atas istri itu banyak disebutkan di dalam hadis. Di
antaranya, Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
َ‫اض دَ َخلَت ال َجنَّة‬ َ ‫ا َ ُّي َماام َرأ َ ٍة َماتَت َوزَ ز ُج َﮭا َعن َﮭ‬
ٍ ‫ار‬
Artinya:
“Perempuan maupun yang mati, sementara suaminya ridha padanya,
dia akan masuk surga.”
Ada seorang laki-laki keluar bepergian dan berpesan pada istrinya untuk
tidak turun ke tingkat bawah. Ayah perempuan itu sedang berada di tingkat
bawah dan sakit. Perempuan itu mengirim utusan kepada Rasulullah S.A.W.
untuk meminta izin agar diperkenankan turun pada ayahnya. Lalu beliau
bersabda: “Taatlah kepada suami anda.” Akhirnya ayahnya meninggal. Dia
mengirim utusan kepada beliau untuk meminta petunjuk. Beliau bersabda:
“Taatilah suami anda.” Kemudian ayahnya di kubur dan Rasulullah S.A.W.
mengutus seorang utusan kepada perempuan itu, dengan mengabarkan
bahwa sesungguhnya Allah S.W.T. telah mengampuni ayahnya berkat
ketaatan dirinya pada sang suami.
Nabi S.A.W. bersabda: “Apabila seorang perempuan telah shalat lima
waktu, berpuasa (Ramadhan) sebulan, menjaga farjinya dan taat kepada
suaminya dia masuk surga Tuhannya.” Beliau menyandarkan ketaatan
terhadap suami dengan dasar-dasar Islam.
Rasulullah S.A.W. menjelaskan tentang keutamaan wanita-wanita yang
taat pada suaminya. Beliau bersabda: “Mereka, perempuan-perempuan yang
mengandung, melahirkan, menyusui, menyayangi anak-anak mereka dan
menunaikan shalatnya, dia masuk surga.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Aku diperlihatkan neraka, tiba-tiba aku melihat
sebagian besar penghuninya adalah wanita. Para wanita berkata: “Mengapa
ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “Mereka banyak mengutuk dan
mengingkari suami yang mempergaulinya. Di dalam khabar yang lain
diceritakan: “Aku pernah melihat ke dalam surga. Tiba-tiba wanita
merupakan penghuni minoritasnya.” Aku lalu bertanya: “Di mana wanita-
wanita.” Beliau bersabda: “Mereka menyibukkan dua buah kemerahan, emas
dan za’faran.” Yakni, perhiasan emas dan perak serta aneka pakaian.”
Aisyah ra. berkata: “Seorang pemudi datang menghadap Nabi S.A.W. dia
berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang pemudi yang
telah dipinang, tapi merasa benci kawin. Apa hak suami atas istri?” Beliau
bersabda: “Seandainya dari bagian atas suami sampai telapak kakinya
455
terdapat nanah, lalu si istri menjilatinya, dia belum memenuhi rasa
syukurnya pada sang suami itu.” Pemudi itu berkata: “Lalu aku harus hidup
melajang (tidak kawin)?” Beliau bersabda: “Tidak, kawinlah karena kawin
adalah utama.”
Ibnu Abbas berkata: “Semoga perempuan dari Khats’am datang kepada
Rasulullah S.A.W. dan berkata: “Sesungguhnya aku adalah seorang
perempuan lajang dan ingin kawin. Lalu apakah hak suami atas istrinya itu?”
Beliau bersabda: “Sesungguhnya di antara hak suami atas istri adalah
apabila suami menghendaki dan merayu untuk minta dirinya, sedang dia
berada di atas punggung unta, dia tidak boleh menolaknya.” Di antara hak
suami lagi, ialah hendaklah perempuan tidak memberikan sesuatu dari rumah
suaminya, kecuali dengan seizinnya. Jika dia melakukan itu maka dosanya di
tanggung perempuan dan pahalanya diberikan laki-laki itu. termasuk hak
suami yang lain; hendaklah si istri tidak berpuasa sunat, kecuali dengan
seizinnya, bila ia tetap melakukan tanpa seizinnya suaminya, maka dia hanya
mendapatkan lapar dan dahaga, puasanya tidak diterima. Di antaranya lagi,
hendaklah istri tidak keluar rumah tanpa seizinnya, bila ia melakukannya,
maka para malaikat melaknatnya sehingga dia kembali ke rumah suami atau
bertobat.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Seandainya aku memerintahkan seseorang
bersujud kepada orang lain, tentu aku memerintahkan seorang istri bersujud
kepada suaminya, karena besarnya hak suami atas istri.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Seorang perempuan yang paling dekat dengan
Tuhannya, ialah apabila dia berada di bagian paling dalam rumahnya.
Sesungguhnya shalat seorang perempuan di dalam rumahnya lebih utama
daripada shalatnya di masjid. Shalatnya di dalam kamar, lebih utama
daripada di dalam tengah rumahnya. Dan sesungguhnya shalatnya di dalam
mikhda’nya, lebih utama daripada shalat di dalam kamarnya. Mikhda’ adalah
kamar yang ada di dalam kamar.” Yang demikian itu, karena lebih tertutup.
Karena itulah Nabi S.A.W. bersabda: “Perempuan itu adalah aurat, lalu
apabila dia keluar, syaitan sangat menyanjungnya.” Beliau juga bersabda:
“Perempuan itu mempunyai sepuluh aurat. Apabila dia telah kawin si suami
menutup sebuah aurat dan apabila dia mati, kuburanlah yang menutupi
sepuluh aurat.”
Hak-hak suami atas istrinya itu banyak sekali dan yang terpenting adalah
dua hal. Pertama, memelihara dan menutupi auratnya. Kedua, tidak
menuntut apa yang ada di luar kebutuhan dan menahan diri dari hasil usaha
suami yang haram. Demikianlah kebiasaan perempuan-perempuan pada
masa dahulu. Seorang laki-laki apabila keluar dari tempat tinggalnya, istri
atau anak perempuannya akan berkata padanya: “hati-hatilah dari usaha yang
haram karena sesungguhnya kami dapat bersabar menanggung kelaparan
456
tetapi kami tidak kuat menghadapi neraka.” Pada masa dulu ada seorang
laki-laki merencanakan suatu bepergian, para tetangganya tidak menyukai,
dan mereka berkata pada istrinya: “Mengapa anda ridha dengan
kepergiannya, padahal dia tidak meninggalkan nafkah untuk anda?” Si istri
itu berkata: “Sejak aku kenal suamiku, dia aku kenal sebagai orang yang
banyak makan dan tidak bisa memberi rezeki. Dan aku sendiri memiliki
Tuhan Yang Maha Pemberi rezeki. Orang banyak makan pergi dan aku
tinggal bersama Tuhan Pemberi rezeki.”
Termasuk kewajiban istri atas suaminya, dia tidak boleh menghambur-
hamburkan harta suami, dia harus menjaga dan memeliharanya untuk
suaminya. Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Tidak halal bagi istri
memberi makan orang dari rumah suami, kecuali dengan izinnya. Boleh
memberi makan yang basah dari makanan yang dikhawatirkan membusuk.
Jika dia memberi makan dengan ridha suami, maka dia akan mendapatkan
semisal pahala suaminya. Jika istri memberi makan tanpa seizinnya, maka
bagi suami berpahala dan istri mendapat dosa.”
Di antara hak perempuan atas kedua orang tua ialah wajib mengajarkan
adab dan etika pergaulan yang baik terhadap suaminya. Sebagaimana
diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Asma’ binti Kharijah Al-Fazari berkata
kepada anak putrinya ketika kawin: “Sesungguhnya anda telah keluar dari
kehidupan anda selama ini, di tempat ini anda hidup dan berkembang, kini
anda menuju suatu hamparan (ranjang) yang belum pernah anda kenal
sebelumnya. Anda akan bertemu teman yang belum terbiasa dengannya.
Maka jadilah sebagai bumi baginya, maka dia akan menjadi langit untuk
anda. Jadilah anda sebagai alasnya, dia akan menjadi tiang untuk anda. Dan
jadilah sebagai budak perempuannya, dia akan menjadi budak laki-laki untuk
anda. Janganlah anda terlalu meminta padanya, karena hal itu akan
membuatnya membenci anda. Janganlah anda menjauhinya, sebab dia akan
melupakan anda. Jika ia mendekati anda, maka mendekatlah padanya.
Peliharalah hidung, pendengaran, dan matanya. Jangan sekali-kali dia
mencium anda, kecuali yang harum, tidaklah ia mendengar kecuali yang
perkataan yang baik, dan tidaklah ia melihat pada anda kecuali yang indah
dan sedap dalam pandangan matanya.”
Perhatikan bait-bait syair berikut ini,
“Silahkan dinda ambil ampunan dariku, maka engkau telah merawat
kecintaanku
Janganlah dinda berbicara mengulitiku ketika aku sedang marah
Janganlah engkau memukulku seperti engkau memukul rebana,
Karena engkau tidak mengetahui begaimana perempuan yang ditinggal
pergi suami

457
Janganlah engkau banyak mengeluh, sehingga akan menghapus
kecintaan dan penolakan hatiku, hati selalu membolak-balik dan
berubah-rubah
Aku melihat kecintaan dan penyakit di dalam hati, kalau keduanya
berkumpul, tentu cinta akan pergi berlari.”

85. KEUTAMAAN JIHAD

Allah S.W.T. berfirman:


‫ّللاِ أُولَئِكَ ُﮪ ُم‬ َ ‫سو ِل ِﮫ ث ُ َّم لَم َيرت َابُوا َو َجا َﮪدُوا ِبأَم َوا ِل ِﮭم َوأَنفُ ِس ِﮭم فِي‬
َّ ‫س ِبي ِل‬ َّ ‫ِإنَّ َما ال ُمؤ ِمنُونَ الَّذِينَ آ َمنُوا ِب‬
ُ ‫اِلِ َو َر‬
)١٥( َ‫صا ِدقُون‬ َّ ‫ال‬
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah S.W.T dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan
Allah S.W.T, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat:
15).
Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra., ketika aku berada di samping
mimbar Rasulullah S.A.W. ada seorang laki-laki berkata: “Aku tidak peduli
untuk tidak mengerjakan suatu amalan setelah Islam melainkan aku akan
memberi minum orang yang mengerjakan ibadah haji.” Orang yang lain
berkata: “Aku tidak peduli untuk tidak mengerjakan suatu amalan setelah
Islam, melainkan aku akan memakmurkan Masjidil Haram.” Sementara yang
lain lagi berkata: “Sesungguhnya jihadlah yang lebih utama dari apa yang
anda katakan. Lalu Umar bin Khaththab melarang mereka dan berkata:
“Janganlah anda mengeraskan suara-suara anda di samping mimbar
Rasulullah S.A.W. Ini adalah hari Jum’at. Tetapi kalau aku telah melakukan
shalat Jum’at aku akan masuk menghadap pada Nabi dan meminta fatwa
pada beliau mengenai apa yang sedang anda perselisihkan itu.”
Lalu Allah S.W.T. berfirman: “Apakah (orang-orang) yang memberi
minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus
Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada
Allah S.W.T dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah S.W.T? Mereka
tidak sama di sisi Allah S.W.T; dan Allah S.W.T tidak memberikan petunjuk
kepada orang-orang yang zalim.” (QS. At-Taubah: 19).
Abdullah bin Salam ra. berkata, ketika kami tinggal serombongan dengan
sahabat-sahabat Rasulullah S.A.W., kami berkata: “Seandainya kami
mengetahui amal manakah yang paling utama dan paling dicintai Allah
S.W.T Azza wa Jalla, tentu kami akan melakukannya.” Lalu turunlah ayat,
yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan
apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah S.W.T
458
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya
Allah S.W.T menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang
tersusun kokoh.” (QS. Ash-Shaff: 2-4). Kemudian Rasulullah S.A.W.
membacakan ayat tersebut kepada kami.
Diriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki berkata: “Ya Rasulullah,
tunjukkanlah padaku tentang amal yang sebanding dengan jihad.” Beliau
bersabda: “Aku tidak menemukannya. Kemudian beliau bersabda: “Adakah
anda mampu, apabila orang yang berjihad telah keluar, lalu anda masuk
masjid, berdiri beribadah lalu tidak berhenti, dan anda berpuasa, lalu tidak
berbuka?” Dia berkata: “Siapa yang mampu melakukan hal itu?”
Abu Hurairah ra. berkata, seorang laki-laki sahabat Nabi melewati
sebuah lereng perbukitan, dan di dalam bukit itu terdapat sumber air kecil
yang tawar. Orang itu berkata, aku akan mengasingkan diri dari manusia dan
bermukim di lereng ini. Tetapi aku tidak akan melakukannya sehingga minta
izin kepada Rasulullah S.A.W. Lalu dia menuturkan maksudnya itu pada
Nabi Muhammad S.A.W. Beliau bersabda: “Janganlah anda melakukan itu,
karena kedudukan seorang dari anda yang berjuang di jalan Allah S.W.T
lebih utama daripada shalat seseorang di rumah selama tujuh puluh tahun.
Tidakkah anda suka kalau Allah S.W.T mengampuni dan memasukkan anda
ke dalam surga. Berperanglah di jalan Allah S.W.T. Barangsiapa yang
berperang di jalan Allah S.W.T. lalu menemui ajalnya di atas untanya, maka
ia masuk surga.”
Ketika seorang sahabat yang luhur itu tidak diizinkan oleh Rasulullah
S.A.W. untuk beruzlah (mengasingkan diri), padahal ia adalah orang yang
sungguh-sungguh dalam ketaatan dan kehalalan, tetapi beliau memberikan
petunjuk agar berjihad, lalu bagaimana mungkin patut bagi kita
meninggalkan, sementara kita adalah orang yang minim ketaatannya dan
banyak kesalahan-kesalahannya, tidak begitu jelas kehalalan makanan,
bahkan i’tikad dan niat kita cenderung rusak.
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan orang yang
berjihad di jalan Allah S.W.T...sungguh Allah S.W.T mengetahui orang yang
berjihad di jalan-Nya-adalah seperti orang yang berpuasa, berdiri shalat
malam, khusyu’, ruku’ dan sujud. Rasulullah S.A.W. bersabda: “Barangsiapa
yang ridha, Allah S.W.T sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan
Muhammad S.A.W. sebagai Rasul, maka wajib baginya masuk surga. Abu
Sa’id merasa heran akan hal itu, lalu ia memohon beliau untuk
mengulanginya lagi, seraya berkata: “Ulangilah lagi untukku, ya
Rasulullah.” Maka beliau mengulangi lagi untukku. Lalu bersabda: “Dan
masih ada yang lain, yaitu dengannya Allah S.W.T akan mengangkat
seorang hamba seratus derajat, jarak setiap antara dua buah tingkat adalah
459
seperti jarak langit dan bumi.” Abu Sa’id berkata: Apa itu Rasulullah?”
Beliau bersabda: “Jihad di jalan Allah S.W.T (jihad fii sabilillah).

86. TIPU DAYA SETAN

Seorang laki-laki berkata kepada Hasan: “Wahai Abu Sa’id, apakah


syaitan itu juga tidur? Hasan tersenyum dan berkata: “Seandainya syaitan itu
tidur, tentu kita bisa istrirahat.” Kalau demikian, tidak ada jalan keluar yang
dapat membebaskan orang mukmin daripadanya? Ya, tetapi sekalipun
begitu, terdapat jalan untuk menolak dan melemahkan kekuatannya. Nabi
S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya orang mukmin itu membuat kurus syaitan
yang menggodanya, sebagaimana salah seorangdari anda membuat kurus
unta dalam perjalanan anda.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Setan (yang bertugas menggoda) orang mukmin
adalah kurus.” Qais bin Al-Hajjaj berkata: “Setan berkata kepadaku,
sesungguhnya aku telah masuk ke dalam diri anda, dan aku seperti binatang
yang siap untuk disembelih, tetapi aku seperti burung pipit.” Aku berkata:
“Mengapa bisa begitu?” Dia menjawab: “Anda telah menghancurkan aku
dengan zikir kepada Allah S.W.T.
Bagi orang yang bertakwa tidak akan kesulitan untuk menutup pintu-
pintu syaitan dan melakukan penjagaan pada pintu-pintu zhahir dan jalan-
jalan yang jelas, yang akan mendorong pada perbuatan kemaksiatan secara
nyata. Mereka hanya akan tergelincir melalui jalan-jalan syaitan yang rumit.
Sesungguhnya mereka tidaklah mendapat petunjuk akan jalan-jalan syaitan
yang rumit itu, sehingga dapat selalu menjaganya. Karena pintu-pintu yang
terbuka bagi syaitan menuju ke hati sangat banyak, sementara pintu malaikat
hanya sebuah pintu saja.
Sungguh pintu malaikat yang hanya satu itu menjadi kabur di antara
pintu-pintu syaitan yang banyak itu. Seorang hamba dalam hal ini, bagaikan
seorang musafir yang tinggal di hutan, banyak jalan yang sulit dilalui, dalam
keadaan malam yang gelap gulita, yang hampir-hampir tak dapat
menemukan jalan, kecuali dengan penglihatan mata hati, bersinarnya
matahari. Ketajaman penglihatan di sini, maksudnya ialah kejernihan hati
yang begitu cemerlang nan tajam, sebagai bias ilmu yang bersemayam yang
diambil dari Kitab Allah S.W.T dan Sunnah Rasul-Nya, yang dapat
digunakan sebagai petunjuk jalan-jalan syaitan yang begitu rumit itu.
Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, bahwa pada suatu hari Rasulullah
S.A.W. membuat garis di hadapan kami. Lalu beliau bersabda: “Ini adalah
jalan Allah S.W.T.” Kemudian beliau membuat beberapa garis lagi di
sebelah kanan dan sebelah kiri garis yang pertama, lalu beliau bersabda: “Ini
adalah beberapa jalan, pada setiap jalan terdapat syaitan yang selalu menarik
460
pada jalannya.” Kemudian beliau membaca ayat: “Dan bahwa (yang kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah S.W.T kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am: 152).
Kami telah menyebutkan contoh sebuah jalan yang rumit dari jalan-jalan
syaitan. Dengannya para ulama banyak yang tertipu, begitu pula orang-orang
ahli ibadah yang pandai menguasai kesenangan nafsunya dan menahan diri
dari suatu bentuk kemaksiatan secara lahir. Lalu sekarang kami menyebutkan
perumpamaan bagi jalan syaitan yang terang, yang tidak samar lagi. Hanya
saja, anak cucu Adam terpaksa masih saja menempuhnya.
Hal itu sebagaimana disebutkan dalam suatu hadis yang diriwayatkan
dari Nabi S.A.W., sesungguhnya beliau bersabda: “Ada seorang pendeta
dikalangan Bani Israil. Setan menuju seorang anak perempuan, lalu
mencekiknya dan menjatuhkan faham (mempengaruhi dan menanamkan
keyakinan) dalam hati keluarga anak itu, bahwa obatnya berada pada tangan
si pendeta. Lalu mereka datang kepada pendeta itu dengan membawa anak
perempuan yang sakit karena dicekik syaitan tersebut. Pendeta menolak
untuk menerima gadis itu sebagai pasiennya, tetapi mereka tidak henti-
hentinya mendesak pada si pendeta, sehingga terpaksa dia menerima gadis
itu sebagai pasiennya. Setelah anak perempuan itu berada di sampingnya
untuk dia obati, datanglah syaitan kepadanya. Setan mempengaruhinya untuk
menggunakan kesempatan baik itu. syaitan tidak henti-hentinya menggoda
sang pendeta, sehingga pendeta benar-benar tergoda dan menggauli anak
gadis itu hingga mengandung. Setelah syaitan berhasil menjerumuskan
pendeta, ia terus berusaha menjerumuskannya lebih jauh, maka ia berkata
pada pendeta: “Sebentar lagi aib anda akan terbuka, karena ayahnya akan
datang pada anda, maka bunuh saja anak gadis itu. Jika mereka bertanya
pada anda katakanlah: “Dia telah mati.” Lalu anak gadis itu benar-benar dia
bunuh dan dikuburkan oleh sang pendeta.
Selanjutnya, syaitan mendatangi keluarga anak gadis itu dan
membisikkan pada mereka. Dia mempengaruhi hati mereka, bahwa
sesungguhnya pendeta itu telah menggauli anak gadisnya hingga
mengandung, lalu membunuh dan menguburkannya. Maka mereka datang
kepada pendeta itu dan mempertanyakan perihal anak gadisnya. Pendeta
berkata, bahwa anak gadis itu telah meninggal. Setan kembali mendekati
pendeta dan berkata: “Sesungguhnya akulah yang telah mencekik anak gadis
itu hingga jatuh sakit, dan aku pula yang telah mempengaruhi hati
keluarganya agar membawa anak gadis itu kepada anda. Karenanya, taatilah
aku, tentu anda akan selamat, dan aku akan membebaskan anda dari mereka.

461
Pendeta itu berkata: “Dengan apa?” Setan berkata: “Sujudlah anda
kepadaku dua kali.” Sang pendeta bagaikan dicokok hidungnya, ia pun
bersujud kepada syaitan dua kali. Setelah pendeta sujud, syaitan berkata
kepadanya: “Sesungguhnya aku angkat tangan dari persoalan yang menjerat
anda. Yang demikian ini, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
S.W.T.:

)١٦( َ‫ان اكفُر فَلَ َّما َكفَ َر قَا َل ِإ ِني َب ِريء ِمنك‬
ِ ‫س‬ ِ ‫ان ِإذ قَا َل ِل‬
َ ‫لن‬ ِ ‫ط‬َ ‫شي‬
َّ ‫َك َمث َ ِل ال‬
Artinya:
“ (Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) syaitan ketika
dia berkata kepada manusia: ‘Kafirlah kamu’, maka tatkala manusia itu
telah kafir ia berkata: ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu.” (QS.
Al-Hasyr: 16).
Diriwayatkan, sesungguhnya iblis pernah bertanya pada Imam As-
Syafi’i ra.: “Bagaimana pendapat anda mengenai Tuhan Yang telah
menciptakan aku menurut apa yang dikehendaki-Nya dan menggunakan aku
dalam hal yang Dia kehendaki. Sesudah itu, jika Ia menghendaki, akan
memasukkan aku ke dalam surga dan bila Dia menghendaki akan
memasukkan aku ke dalam neraka. Apakah dengan begitu Dia telah berbuat
adil atau Dia menganiaya?” Setelah Imam Syafi’i memperhatikan
pembicaraan iblis kemudian berkata: “Wahai iblis, kalau Dia menciptakan
anda untuk sesuatu yang anda kehendaki, maka Dia telah menganiaya anda,
dan kalau Dia menciptakan anda untuk sesuatu yang dikehendaki-Nya, maka
tidaklah Dia ditanya mengenai apa yang Dia perbuat. Sementara mereka,
tentu akan ditanya, lalu akan menjadi sirna, sehingga menjadi bukan apa-apa.
Kemudian iblis berkata: “Demi Allah S.W.T, hai Syafi’i, sungguh aku telah
mengeluarkan pertanyaan seperti ini yang berakibat pada tujuh puluh ribu
orang yang biasa beribadah dari deretan daftar orang-orang yang beribadah
menuju ke daftar kafir zindiq.
Diriwayatkan pula, sesungguhnya iblis la’anuhullaah menjelma
kepada Nabi Isa bin Maryam as., lalu iblis berkata kepada Isa: “Katakan, laa
ilaaha illallaah.” Isa berkata: “Itu adalah kalimat yang haq, tetapi aku tidak
akan mengatakan dengan ucapan anda. Yakni, karena ucapan anda memiliki
penipuan, sekalipun melalui kebaikan, sebagaimana halnya iblis yang
memiliki penipuan dalam kejahatan hingga mencapai puncaknya. Dan hal
itu, menyebabkan orang yang ahli ibadah menjadi celaka, demikian pula
orang-orang zuhud, orang-orang kaya dan juga yang lemah dari makhluk,
kecuali orang yang mendapatkan pemeliharaan Allah S.W.T. Ya Allah
S.W.T, peliharalah kami dari segala tipu daya syaitan, sehingga kami dapat
bertemu Engkau dalam keadaan mendapat petunjuk.

462
87. MENDENGARKAN NYANYIAN

Qadhi Abu Thayyib At-Thabari menceritakan dari As-Syafi’i, Malik, Abi


Hanifah, Sufyan, dan dari segolongan ulama lagi, beberapa lafal yang dapat
dijadikan dalil untuk menunjukkan bahwa mereka berpendapat akan
keharaman nyanyian. Imam Asy-Syafi’i berkata di dalam Kitab Adabil
Qadha’: “Sesungguhnya nyanyian itu adalah lahwu, (permainan) yang
dibenci dan sangat mirip dengan kebatilan. Barangsiapa yang memperbanyak
itu, maka dia adalah orang safih yang ditolak kesaksiannya.”
Qadhi Abu Thayyib berkata: “Mendengarkan suara orang perempuan
yang bukan mahramnya tidak boleh, menurut pendapat para ulama madzhab
Syafi’i, baik secara terbuka maupun dari belakang tabir, baik perempuan
merdeka maupun perempuan budak.” Dia berkata, diceritakan dari As-
Syafi’i, sesungguhnya dia membenci ketukan dengan tongkat dan berkata:
“Orang-orang zindiq telah memulainya agar mereka sibuk dengan
mengabaikan Al-Qur’an.
As-Syafi’i berkata, dari segi khabar bermain dadu lebih dibenci daripada
jenis-jenis permainan yang dibenci. Dan aku tidak suka permainan catur.
Aku pun membenci semua yang digunakan permainan oleh manusia, karena
permainan bukanlah perbuatan orang yang memiliki agama dan bermoral.
Adapun Imam Malik benar-benar melarang nyanyian, ia berkata:
“Apabila seorang membeli budak perempuan, lalu dia mendapatinya sebagai
seorang penyanyi, maka dia boleh mengembalikan budak itu. Demikian ini,
adalah pendapat semua ulama Madinah, kecuali Ibrahim bin Sa’ad. Adapun
pendapat Abu Hurairah ra., maka sesungguhnya dia membenci itu dan
menurutnya mendengar nyanyian termasuk dosa. Demikianlah semua ulama
Kufah, Sufyan At-Tsauri, Hammad, Ibrahim, As-Sya’bi dan yang lainnya.
Semua ini telah dinukil oleh Qadhi Abu Thayyib At-Thabari.
Abu Thalib Al-Makki menukil, akan kebolehan nyanyian dari
segolongan ulama. Dia menyatakan mendengar hal itu dari sahabat Abdullah
bin Ja’far, Abdullah bin Zubair, Al-Mughirah bin Syu’bah, Mu’awiyah dan
lainnya. Dia juga berkata, bahwa sebagian besar orang-orang telah
melakukan itu, yaitu orang-orang salaf yang shalih, sahabat maupun tabi’in
secara ihsan. Abu Thalib juga berkata, ulama-ulama Hijaz, di samping kami,
di Makkah selalu menyanyikan nyanyian pada hari-hari yang utama dalam
setahun, yaitu hari-hari tertentu yang telah diperintahkan Allah S.W.T atas
hamba-hamba-Nya supaya berzikir kepada-Nya pada hari itu, seperti hari
Tasyri’. Ulama Madinah tidak henti-hentinya melangsungkan nyanyian itu
seperti orang-orang di Makkah sampai masa kami ini. Lalu kami temukan
Abu Marwan Al-Qadhi, dia memiliki beberapa orang budak perempuan (artis

463
penyanyi) yang memperdengarkan lagu kepada manusia yang bernuansa
sufistik.
Abu Thalib Al-Makki juga berkata, Atha’ memiliki dua orang budak
perempuan penyanyi, lalu kawan-kawannya mendengarkan mereka. Dia
berkata: “Ketika dikatakan kepada Abu Hasan bin Salim, bagaimana anda
sampai ingkar terhadap nyanyian, sedang Al-Junaid dan As-Sari, As-Suqthi
serta Dzun Nur mendengarkannya?” Dia berkata: “Mengapa aku
mengingkari nyanyian, padahal orang yang lebih baik dari aku telah
membolehkannya. Sungguh Abdullah bin Ja’far At-Thayar menyukai
nyanyian, sesungguhnya aku hanya mengingkari permainan sia-sia (li’bu)
dan senda gurau (lahwu) dalam nyanyian.”
Diriwayatkan dari Yahya bin Mu’adz, sesungguhnya ia berkata: “Kami
kehilangan tiga hal, kami tidak melihatnya, dan tidak pula melihatnya
bertambah, kecuali justru semakin sedikit. Kebaikan wajah disertai
pemeliharaan; Kebaikan ucapan disertai keagamaan; Dan kebaikan
persaudaraan disertai dengan pemenuhan (tanpa pengkhianatan). Dan aku
melihat ini di dalam sebagian kitab yang diceritakan nyata dari Al-Harts Al-
Muhasibi. Di dalamnya terdapat hal yang menunjukkan pembolehan
nyanyian dengan disertai kezuhudannya, pemeliharaan dan curahan
kecintaannya dalam agama serta semangat keberagamaannya.”
Yahya berkata, Ibnu Mujahid tidak menghindari undangan, kecuali kalau
di sana ada nyanyian. Dan diceritakan bahwa tidak hanya oleh seorang yang
menyatakan bahwa dia berkata: “Kami telah berkumpul dalam sebuah
undangan, di samping kami ada Abul Qasim, bin Binti Muni’, Abu Bakar bin
Dawud dan Ibnu Mujahid dalam kalangan orang-orang yang setara
dengannya. Dalam undangan itu menghadirkan sebuah nyanyian dan Ibnu
Mujahid mendesak Ibnu Dawud agar menyanyi. Lalu Ibnu Dawud berkata,
ayahku menceritakan kepadaku, dari Ahmad bin Hanbal, sesungguhnya dia
membenci nyanyian dan ayahku juga membencinya. Sementara aku sendiri,
mengikuti mazhab ayahku. Abul Qasim bin Binti Mani’ berkata, sedangkan
Ahmad bin Binti Muni’ menceritakan kepadaku dari Saleh bin Ahmad,
sesungguhnya ayahnya menyanyikan ucapan Ibnul Khabazah.
Mujahid berkata kepada Ibnu Dawud, tinggalkanlah padaku sesuatu dari
ayah anda. Dan dia berkata kepada Ibnu Binti Muni’, tinggalkanlah padaku
sesuatu dari kakek anda. Apa yang akan anda katakan, hai Abu Bakar,
mengenai orang yang menyanyikan bait syair? Adakah dia itu haram? Ibnu
Dawud berkata: “Tidak.” Ibnu Mujahid berkata, kalau dia menyanyikan
dengan suara yang merdu, apakah melagukannya itu haram? Dia berkata:
“Tidak.” Bagaimana bila ia membaca pendeka yang seharusnya dibaca
panjang dan memanjangkan yang seharusnya dibaca pendek, apakah haram?

464
Ia berkata: “Menghadapi satu syaitan saja aku tidak mampu, bagaimana
mungkin aku mampu menghadapi banyak syaitan?
Mujahid berkata, bahwa Abu Hasan Al-Asqalani Al-Aswad dari
golongan aulia’ bernyanyi dan sangat menikmati dalam menyanyikannya.
Dia menyusun suatu kitab untuk melakukan perlawanan terhadap pendapat
orang-orang yang mengingkarinya. Demikian pula golongan dari ulama.
Mereka menyusun karangan untuk menghadapi orang-orang yang
mengingkarinya.
Diceritakan oleh sebagian syeikh, sesungguhnya dia berkata,
sesungguhnya aku bermimpi melihat Abul Abbas Al-Khidir as. Aku berkata
padanya: “Apa yang anda katakan mengenai nyanyian yang dipertentangkan
di antara ulama-ulama kami?” Dia berkata: “Ia adalah kemurnian yang
menggelincirkan, dan tidak akan dapat tetap tangguh, kecuali telapak kaki
para ulama.”
Diceritakan dari Mimsyad Ad-Dainuri, ia berkata, aku melihat Nabi
Muhammad S.A.W. dalam mimpi dan aku berkata: “Ya Rasulullah, apakah
anda mengingkari sesuatu dari nyanyian?” Beliau menjawab: “Aku tidak
ingkar sama sekali terhadap nyanyian ini tetapi katakanlah pada mereka, agar
sebelumnya mereka memulai dengan Al-Qur’an dan mengakhirinya dengan
Al-Qur’an pula.
Thahir bin Bilal Al-Hamdani Al-Warraq, termasuk orang-orang yang
memiliki ilmu, berkata: “Ketika aku sedang i’tikaf di masjid jami’ Jiddah di
tepi laut, suatu hari aku melihat ada segolongan orang berkata di salah satu
sisi masjid itu dengan sebuah ucapan dan nyanyian. Lalu aku ingkar akan hal
itu dalam hatiku, dan aku berkata, di dalam sebuah rumah dari rumah-rumah
Allah S.W.T mereka mengatakan sebuah syair.” Thahir juga berkata: “Lalu
aku melihat Nabi Muhammad S.A.W. dalam mimpi pada malam itu juga,
sedang beliau duduk di sisi itu dan di sampingnya terdapat Abu Bakar As-
Shiddiqi ra. Tiba-tiba Abu Bakar mengatakan sesuatu, sedang Nabi
Muhammad S.A.W. mendengarkan dan meletakkan tangannya pada dadanya
seperti orang yang menemukan suatu perkataan. Lalu aku berkata pada
diriku, tidak sepantasnya aku ingkar terhadap orang-orang yang telah
bernyanyi itu. Sementara ini dia Rasulullah S.A.W. mendengar dan abu
Bakar mengatakan, Rasulullah S.A.W. menoleh dan bersabda: “Ini adalah
sesuatu yang hak dengan yang hak.” Atau bersabda, kebenaran dari
kebenaran, tetapi aku meragukannya.
Al-Junaid berkata, bahwa rahmat akan turun atas golongan ini, pada tiga
tempat. Yaitu, ketika makan, karena mereka tidak akan makan kecuali
karena lapar; Ketika berzikir, karena mereka tidak akan berbincang pada
maqam orang-orang yang benar (as-shiddiqqiin); Ketika mendengarkan
nyanyian, karena menyanyi untuk mengekspresikan realitas kebenaran.
465
Para mudzakarah tidak saling berbincang, kecuali dalam kedudukan
orang-orang yang benar. Dan bernyanyi, karena mereka bernyanyi dengan
penemuan (wujud) dan menyaksikan kebenaran.
Ibnu Juraid, mentolerir (rukhshah) nyanyian. Ketika ditanyakan
kepadanya: “Apakah nyanyian itu akan didatangkan pada hari Kiamat,
apakah ia termasuk dalam kategori kebaikan anda atau keburukan? Dia
berkata: “Tidak dalam kebaikan dan tidak pula dalam kejahatan, karena ia
menyerupai laghwu (bersenda gurau). Allah S.W.T. berfirman:
)٢٢٥( ‫ي أَي َمانِ ُكم‬
َ ِ‫اخذ ُ ُك ُم ّللاُ بِاللَّغ ِو ف‬
ِ ‫لَّ ي َُؤ‬

Artinya:
“Allah S.W.T tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah)....” (QS. Al-Baqarah: 225).
Hal tersebut, diambil dari beberapa pendapat. Barangsiapa yang ingin
mencari kebenaran di dalam bertaqlid, maka selama dia meneliti akan
menemukan perbedaan pendapat antara ulama yang satu dengan yang lain.
Lalu dia tetap kebingungan atau akan lebih condong kepada sebagian
pendapat dengan senang hati. Hal tersebut merupakan ungkapan secara
ringkas, bahkan seharusnya ia berusaha mencari yang benar dengan caranya.
Hal ini merupakan kajian pembahasan diseputar haram dan mubah.
88. LARANGAN BID’AH DAN MENGIKUTI HAWA MAFSU
Nabi S.A.W. bersabda: “Takutlah anda terhadap hal-hal baru yang
dibuat-buat atas nama agama, karena sesungguhnya setiap perbuatan yang
baru adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, setiap yang sesat adalah di
neraka.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang membuat
hal baru dalam urusan agama kita ini (Islam), apa yang sebenarnya bukan
daripadanya, maka dia adalah ditolak. Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
“Hendaklah anda memegang teguh dengan sunnahku dan sunnah (tradisi)
Khulafaur Rasyidin sepeninggalku.
Dari hadis-hadis ini, dapatlah diketahui bahwa apa yang berbeda dengan
Al-Kitab dan sunnah serta ijma’ imam-imam, ia adalah bid’ah yang ditolak.
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang meletakkan sebuah
tindakan yang baik (yang melakukan suatu perbuatan yang baik), maka dia
mendapat pahala dari tindakan itu dan pahala orang yang mengamalkan
tindakan itu sampai hari kiamat. Dan barangsiapa yang meletakkan sebuah
tindakan yang jahat, maka dia mendapat dosa dari tindakan itu dan dosa
orang yang mengamalkan tindakan itu sampai hari kiamat.
Qatadah ra. berkata mengenai firman Allah S.W.T.:
)١٥٣( ُ‫اطي ُمست َ ِقي ًما فَات َّ ِبعُوه‬ ِ ‫َوأ َ َّن ﮪَـذَا‬
ِ ‫ص َر‬
466
Artinya:
“Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia...” (QS. Al-An’am: 153).
Ketahuilah, sesungguhnya jalan itu, adalah sebuah jalan, pada jalan
itu terkumpul petunjuk, dan kesudahannya adalah surga. Dan sesungguhnya
iblis membuat bid’ah melalui beberapa jalan yang bercerai-berai,
kumpulannya adalah kesesatan dan kesudahannya adalah neraka. Ibnu
Mas’ud ra. berkata: “Rasulullah S.A.W. membuat satu garis lurus dengan
tangan beliau, lalu beliau bersabda: “Ini adalah sebuah gambaran jalan Allah
S.W.T yang lurus. Kemudian beliau membuat lagi beberapa garis di sisi
kanan dan kiri garis itu, lalu beliau bersabda: “Ini adalah beberapa jalan, tak
satu pun daripadanya melainkan syaitan selalu mengajak dan menyeret untuk
melalui jalan itu. Kemudian beliau membaca ayat: “Dan bahwa (yang kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia...” (QS. Al-
An’am: 153). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, sesungguhnya jalan-jalan itu
adalah jalan-jalan kesesatan.
Ibnu ‘Athiyah berkata: “Jalan-jalan itu adalah jalan-jalan umum bagi
Yahudi, Nasrani, Majusi dan ahli agama lain, serta ahli bid’ah dan kesesatan.
Yaitu golongan orang yang mengikuti hawa nafsu, yang mengikuti
sempalan-sempalan (al-furu’) dan lain-lain, dari golongan orang yang suka
memperdalam perdebatan dan pembahasan dalam hal itu, yang mengarah
kepada kesesatan dan menarik kemungkinan buruknya keyakinan. Nabi
S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang membenci sunnahku maka dia tidak
termasuk golonganku.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Tiada satu
umat pun yang membuat bid’ah setelah nabinya dengan sebuah bid’ah di
dalam agamanya, kecuali dia telah menyia-nyiakan semisalnya dari
sunnah.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Tiada Tuhan yang disembah
di bawah naungan langit yang lebih besar dosanya di sisi Allah S.W.T
daripada hawa nafsu yang diperturutkan.” Nabi S.A.W. bersabda: “Adapun
setelah itu, maka sesungguhnya sebaik-baik pembicaraan adalah kitab Allah
S.W.T dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad S.A.W.
Sejahat-jahat perkara adalah hal-hal baru yang dibuat-buat dalam urusan
agama dan setiap bid’ah adalah sesat. Yang paling aku khawatirkan terhadap
anda adalah mengenai kesenangan nafsu syahwat perut yang menyesatkan
dan syahwat farji yang menggelincirkan serta kesenangan-kesenangan hawa
nafsu yang menyesatkan. Hati-hatilah terhadap hal-hal baru yang dibuat-buat
atas nama agama, karena setiap bid’ah adalah sesat.
Nabi S.A.W. bersabda: “Allah S.W.T. tidak menerima puasa, haji,
umrah, jihad, tobat, dan tidak pula tebusan dari pemilik bid’ah. Dia keluar
dari Islam seperti sehelai rambut yang dikeluarkan dari tepung adonan untuk
bahan roti. Aku tinggalkan anda pada seumpama sebuah kondisi yang putih
467
bersinar, malamnya seterang siangnya, tidak menyimpan darinya, kecuali
orang yang celaka. Setiap kebangkrutan ada geliat semangat untuk bangkit,
setiap dinamika kebangkitan memiliki fatrah (masa), barangsiapa yang
dinamika kebangkitannya didasarkan atas sunnahku, maka sungguh dia telah
mendapatkan petunjuk. Barangsiapa yang geliat kebangkitannya tidak pada
yang demikian itu, maka sungguh dia celaka. Sesungguhnya aku khawatir
atas umatku dari tiga hal. Yaitu, tergelincirnya orang alim, hawa nafsu yang
diperturutkan dan putusan hakim yang menyimpang (tidak adil).” Imam
Tirmidzi menyatakan bahwa hadis itu hasan, tetapi dalam tempat lain yang ia
menshahihkannya.

Alat Lahwun (Alat Permainan dan Musik)

Imam Bukhari meriwayatkan, sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda:


“Barangsiapa yang berkata pada kawannya, kemarilah anda, ‘kita bermain
judi’. Maka hendaklah dia bersedekah.” Muslim dan Abu Dawud serta Ibnu
Majah meriwayatkan: “Barangsiapa yang bermain, maka seakan-akan dia
telah membenamkan tangannya ke dalam daging dan darah babi hutan.”
Ahmad dan yang lain meriwayatkan, sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda:
“Perumpamaan orang yang bermain dadu, kemudian shalat, adalah bagaikan
orang yang mengambil wudhu dengan nanah dan darah babi hutan, lalu
shalat. Yakni, shalatnya tidak diterima, sebagaimana dijelaskan dalam
riwayat lain. Baihaqi meriwayatkan dari Yahya bin Katsir, dia berkata, suatu
ketika Rasulullah S.A.W. melewati suatu kaum yang sedang bermain dadu,
lalu beliau bersabda: “(Orang-orang yang bermain dadu dan sejenisnya),
hati-hati mereka sibuk dengan kesia-siaan, tangan-tangan mereka cenderung
melakukannya dan lidah-lidah mereka mereka lacur.
Ad-Dailani meriwayatkan, sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda:
“Apabila anda melewat orang-orang yang bermain mengundi nasib dengan
panah (bermain judi), catur dan dadu dan berbagai bentuk permainan yang
sejenis yang diharamkan ini, maka janganlah anda memberi salam kepada
mereka. Kalau mereka memberi salam kepada anda, janganlah anda
menjawabnya. Nabi S.A.W. bersabda: Tiga hal termasuk perjudian, yaitu
qimar (judi), memukul beberapa ka’ab (permainan kartu dadu dan
sejenisnya) dan bunyi siulan merpati (yang dijadikan alat judi dan taruhan).”
Ketika Ali ra. melewati suatu kaum yang sedang bermain catur dia
berkata: “Apa patung-patung yang sedang anda hadapi ini? Sungguh jika
salah seorang dari anda memegang bara api hingga padam lebih baik
daripada menyentuhnya.” Dia juga berkata: “Demi Allah S.W.T, bukan
untuk ini anda diciptakan.” Ali ra. juga berkata: “Pemain catur adalah paling
banyak di antara manusia dalam kebohongannya.” Salah seorang dari mereka
468
berkata: “Aku telah membunuh, tetapi dia tidak terbunuh, dia telah
mematikannya tetapi ia tidak mati.” Abu Musa Al-Asy’ari berkata: “Tidak
akan bermain catur, kecuali orang yang salah (jalan).”
Ketahuilah, sesungguhnya alat-alat malahi (permainan) itu
adakalanya haram seperti thanbur (sebangsa biola), gendang, seruling, dan
semua yang membuat lahwu dengan suara yang menghanyutkan (bernyanyi).
Atau makruh, yaitu apa saja dari jenis lagu (nyanyian) yang dapat
menghanyutkan dan melalaikan dan yang tidak, seperti kencer dan alat
permainan (musik) dari bambu. Hal itu makruh bila diiringi dengan
nyanyian, bila sendiri-sendiri, maka tidak. Atau yang diperbolehkan
(mubah), yaitu yang keluar dari alat bernyanyi, yang membuat ketakutan
musuh seperti terompet dan genderang perang, atau dimaksudkan segera
mengumpulkan undangan dan yang berfungsi sebagai pengumuman seperti
rebana dalam pesta perkawinan.

89. KEUTAMAAN BULAN RAJAB

Kata rajab diambil dari bentuk masdar at-tarjiib yang berarti at-ta’zhiim
(keagungan atau kemuliaan). Rajab dikatakan pula dengan Al-Ashab
(pencurahan), karena pada bulan itu rahmat Allah S.W.T dicurahkan pada
orang-orang yang bertobat dan meluaplah sinar-sinar diterimanya amal atas
orang-orang yang beramal. Disebut juga dengan Al-Asham (yang tuli),
karena dalam bulan itu tidak didengar suara peperangan.
Dikatakan bahwa Rajab adalah sebuah nama sungai yang airnya lebih
putih daripada susu, lebih manis daripada madu dan lebih dingin daripada es.
Tidak ada meminumnya kecuali, orang yang berpuasa di bulan Rajab. Nabi
S.A.W. bersabda: “Rajab adalah bulan Allah S.W.T, Sya’ban adalah bulanku
dan Ramadhan adalah bulan umatku. Ahli isyarat berkata: “Lafal Rajab
terdiri dari tiga huruf, yaitu ra’,jim dan ba’,ra’ berarti rahmatullaah (rahmat
Allah S.W.T), jim berarti jurmul ‘abdi wa jinayatuhu (dosa dan pelanggaran
hamba), sedangkan huruf ba’ berarti birrullaah (kebaikan Allah S.W.T).
Sepertinya Allah S.W.T. berfirman: “Aku menjadikan dosa hamba-K. . setu
di antara rahmat dan kebaikan-Ku.”
Abu Hurairah ra. berkata, sesungguhnya Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa pada hari ke duapuluh tujuh dari
bulan Rajab, maka dia akan dicatat sebagaimana puasa enam puluh bulan.”
Rajab adalah hari pertama kali Jibril turun kepada Nabi Muhammad S.A.W.
membawa risalah, dan di bulan Rajab pula Nabi S.A.W. diisyara’kan. Nabi
S.A.W. bersabda: “Perhatikan, sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan
Allah S.W.T Al-Asham. Barangsiapa yang berpuasa sehari dari bulan Rajab

469
dengan penuh keimanan dan mencari ridha Allah S.W.T, maka wajib
baginya mendapat keridhaan Allah S.W.T yang besar.”
Dikatakan, sesungguhnya Allah S.W.T menghiasi semua bulan (dua
belas bulan) dengan empat bulan. Allah S.W.T. berfirman: “Di antaranya
empat bulan haram.” (QS. At-Taubah: 36).
Bulan-bulan yang mulia itu yang tiga berturut-turut, sedangkan yang satu
terpisah, yaitu bulan Rajab. Diceritakan, sesungguhnya ada seorang
perempuan di Baitul Maqdis. Setiap bulan Rajab dia membaca “Qul
huwallaahu ahad” sebanyak dua belas ribu kali. Dia memakai kain bulu
(wool) pada bulan Rajab. Dia sakit dan berwasiat pada anak laki-lakinya,
supaya pakaian wool yang dipakai itu dikubur bersamanya.
Ketika perempuan itu mati, dia dibungkus dengan kain yang mahal. Lalu
anak tersebut bermimpi melihat perempuan itu berkata pada anaknya: “Aku
tidak senang terhadap anda, karena anda tidak mengerjakan wasiatku. Dia
terbangun dalam keadaan terkejut dan mengambil bulunya untuk dikubur
bersama ibunya. Maka segera ia menggali kubur ibunya, tetapi dia tidak
menemukannya di sana. Dia bingung lalu mendengar sebuah panggilan
Rabbani: “Tidakkah anda mengetahui, sesungguhnya orang yang berbakti
pada Kami dalam bulan Rajab, dia tidak akan Kami biarkan sendirian?”
Diriwayatkan: “Apabila datang sepertiga malam dari Jum’at pertama di
bulan Rajab, tidaklah menetap seorang malaikat pun kecuali dia akan
memintakan ampun untuk orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab.” Anas
ra. berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang
berpuasa tiga hari dari bulan haram, maka akan dicatat baginya pahala
ibadahnya selama sembilan ratus tahun.” Anas ra. berkata: “Aku
mempuasakan kedua telingaku kalau sekiranya aku tidak mendengarnya dari
Rasulullah S.A.W.”
Asyhurul hurum (bulan-bulan yang mulia) itu ada empat bulan; Malaikat-
malaikat pilihan, ada empat; Seutama-utama kitab-kitab yang diturunkan ada
empat, anggota wudhu ada empat; Tasbih yang paling utama ada empat
kalimat, subhaanalaah wal hamdulillaah wa laa ilaaha illallaahu wallaahu
akhbar; dasar hitungan juga ada empat, satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan;
Waktu-waktu ini juga ada empat, musim semi, musim panas, musim rontok
dan musim dingin; Tabiat ada empat, yaitu panas, dingin, kering dan basah;
Unsur pokok yang dominan dalam badan ada empat, empedu, limpa, darah
dan lendir; Khulafaur Rasyidin ada empat, Abu Bakar; Umar, Utsman dan
Ali ridhwanullaahi ‘alaihim ajma’in.
Ad-Dailami meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Aisyah berkata, aku
mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda: “Allah S.W.T. benar-benar
melimpahkan kebaikan dalam empat malam, yaitu malam hari raya Adha,
malam hari Raya Fitri, malam Nisfih Sya’ban dan malam pertama bulan
470
Rajab.” Ad –Dailami juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abi Umamah
dari Rasulullah S.A.W. bahwa beliau bersabda: “Lima malam, padanya doa
tidak akan ditolak, yaitu malam pertama dari bulan Rajab, malam Nisfu
Sya’ban, malam Jum’at, dan dua malam dari dua hari raya (hari Raya Adha
dan hari Raya Fitri).”

90. KEUTAMAAN BULAN SYA’BAN

Bulan ini dinamakan dengan Sya’ban karena bulan itu memiliki beberapa
cabang kebaikan yang sangat banyak. Sya’ban diambil dari kata Asy-Syi’bi,
yang berarti thariiqul jabali (jalan gunung atau jalan yang menanjak naik),
yaitu jalan kebaikan.
Diriwayatkan dari Abi Ummah Al-Bahili ra., ia berkata bahwa
Rasulullah S.A.W. bersabda:
َ َ‫اِذَادَ َخ َل شَعبَانُ ف‬
َ ُ‫ط ِﮭ ُروا اَنف‬
‫س ُكم َواَح ِسنُوا نِيَّتَ ُكم فِي ِﮫ‬
Artinya:
“Apabila bulan Sya’ban telah masuk (datang), sucikanlah jiwa anda dan
perbaikilah niat anda dalam bulan itu.”
Diriwayatkan dari Aisyah ra., ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah
S.A.W. berpuasa, sehingga kami mengatakan apakah beliau tidak berbuka,
lalu beliau berbuka. Dan sehingga kami mengatakan kapan beliau tidak
berpuasa, lalu beliau tidak berpuasa. Adalah beliau paling banyak berpuasa
di bulan Sya’ban (selain bulan Ramadhan).
Dalam riwayat An-Nasa’i dari hadis Usamah ra., ia berkata: “Ya
Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa pada suatu bulan dari
bulan-bulan ini, seperti puasamu dalam bulan Sya’ban.” Beliau bersabda:
“Itu adalah sebuah bulan yang biasa dilalaikan manusia, yaitu bulan antara
Rajab dan Ramadhan. Sya’ban adalah sebuah bulan, pada bulan itu amal-
amal diangkat (dilaporkan) kepada Tuhan seru sekalian alam. Maka aku suka
kalau amalku diangkat, sementara aku dalam keadaan puasa.”
Di dalam Sahih (Bukhari dan Muslim) diriwayatkan dari Aisyah ra., ia
berkata: “Aku tidak pernah melihat beliau menyempurnakan puasa satu
bulan penuh sama sekali kecuali bulan Ramadhan, dan aku tidak pernah
melihat beliau berpuasa dalam suatu bulan yang lebih banyak daripada di
bulan Sya’ban.” Dalam sebuah riwayat dikatakan: “Beliau berpuasa penuh di
bulan Sya’ban.” Imam Muslim berkata: “Beliau berpuasa bulan Sya’ban,
kecuali sedikit (yang tidak berpuasa). Riwayat ini menjelaskan riwayat
pertama. Yang dimaksudkan dengan puasa sepenuh bulan adalah sebagian
terbesarnya.
Dikatakan, bahwa sesungguhnya malaikat-malaikat di langit memiliki
dua buah malam hari raya. Sebagaimana orang-orang Islam di bumi juga
471
memiliki dua buah malam hari raya. Lalu hari raya malaikat adalah malam
Bara’ah yaitu malam Nishfu Sya’ban dan malam Lailatul Qadar. Sedangkan
hari raya orang-orang mukmin adalah Raya Fitri dan Adha. Karena itulah,
maka malam Nishfu Sya’ban disebut sebagai malam hari raya malaikat.
As-Subki menjelaskan dalam kitab Tafsirnya: “Sesungguhnya malam
Nisfu Sya’ban akan menghapus dosa setahun. Sedangkan malam Jum’at
akan menghapus dosa seminggu, dan malam Lailatul Qadar menghapus dosa
seumur hidup. Yakni, menghidupkan malam-malam ini (dengan
memperbanyak ibadah) menjadi sebab dihapusnya dosa.” Malam Nisfu
Sya’ban juga disebut sebagai malam-malam kehidupan. Karena adanya
riwayat dari Al-Mundziri secara marfu’: “Barangsiapa yang menghidupkan
dua malam Hari Raya dan malam Nisfu Sya’ban, maka hatinya tidak akan
mati pada saat hati-hati dalam kondisi mati.”
Malam Nisfu Sya’ban juga disebut sebagai malam syafa’at karena Nabi
S.A.W. minta syafaat kepada Allah S.W.T. pada malam ketiga belas buat
umatnya, lalu Allah S.W.T memberinya sepertiga. Beliau minta itu kepada-
Nya pada malam keempat belas, lalu Allah S.W.T memberinya dua pertiga
dan beliau minta syafa’at buat umatnya pada malam kelima belas, lalu Allah
S.W.T memberi seluruhnya, kecuali orang yang lari melepaskan diri dari
Allah S.W.T seperti larinya unta. Yakni, lari menjauh dari Allah S.W.T
dengan mengabdikan pada perbuatan durhaka.
Malam Nisfu Sya’ban juga disebut sebagai malam maghfirah karena
Imam Ahmad meriwayatkan, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Sesungguhnya Allah S.W.T melihat (mengamati) kepada hamba-hamba-
Nya pada malam Nisfu Sya’ban, lalu Ia mengampuni kepada penghuni bumi,
kecuali dua orang laki-laki, yaitu orang musyrik dan orang-orang
pendendam.”
Juga disebut sebagai malam kemerdekaan , karena Ibnu Ishaq
meriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. pernah
mengutus aku ke rumah Aisyah ra. untuk sebuah keperluan. Aku berkata
pada Aisyah: “Cepatlah, karena aku telah meninggalkan Rasulullah S.A.W.
menceritakan pada mereka tentang malam Nisfu Sya’ban.” Aisyah berkata:
“Ya Anas, silahkan duduk akan aku ceritakan kepada anda tentang malam
Nisfu Sya’ban. Malam itu adalah malam bagianku dari Rasulullah S.A.W.
Beliau menghampiriku dan masuk dalam selimutku. Aku terbangun tengah
malam dan aku tidak menemukan beliau lagi. Aku berkata: ‘Mungkin beliau
pergi kepada istri mudanya, Al-Qibthiyah. Maka aku keluar melewati masjid
lalu kakiku menyentuhnya sedang beliau bersabda: “Telah sujud kepada-Mu
tubuh dan diriku dan telah beriman hatiku pada-Mu. Ini tanganku dan apa
yang aku petik atas diriku. Wahai Tuhan Yang Maha Agung, pada-Nya
diharapkan setiap urusan-urusan besar, ampunilah dosa yang besar. Wajahku
472
bersujud pada Dzat Yang menciptakannya yang membentuk rupa dan
memberinya penglihatan.” Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan
bersabda (berdoa): “Ya Allah S.W.T, anugerahilah aku hati yang bertakwa,
suci dari syirik, terbebas dari kafir dan tidak pula celaka.”
Kemudian beliau kembali bersujud dan aku mendengar beliau bersabda
(berdoa): “Aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, dengan
ampunan-Mu dari sisa-Mu, aku tidak dapat menghitung pujian terhadap-Mu,
sebagaimana Engkau memuji pada Dzat-Mu sendiri.” Aku berkata,
sebagaimana yang dikatakan oleh saudaraku Dawud: “Aku membenamkan
wajahku dalam debu (bersujud) untuk Sayidku dengan yang sebenar-
benarnya buat Sayidku, agar Ia memberikan ampunan.”
Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan aku berkata: “Demi bapak
dan ibuku, sebagai tebusan anda, anda dalam sebuah lembah, dan aku juga
dalam suatu lembah.” Beliau bersabda: “Ya Humaira’ (panggilan Aisyah),
bukankah engkau mengetahui, sesungguhnya Allah S.W.T Azza wa Jalla
pada malam ini membebaskan manusia sebanyak bulu domba, kecuali enam
golongan, yaitu peminum khamar, orang yang durhaka pada kedua orang tua,
pezina, orang yang bermusuhan, tukang pukul, dan pengadu domba.”
Malam Nisfu Sya’ban juga disebut malam pembagian dan penentuan,
karena ada riwayat dari Atha’ bin Yasar: “Ketika malam Nisfu Sya’ban,
malaikat maut menghapus (mengundur) setiap orang yang akan mati dari
satu Sya’ban ke Sya’ban berikutnya. Sementara seorang hamba pada saat itu
menanam tanaman, melangsungkan pernikahan, dan melakukan hubungan
suami istri, membangun bangunan. Padahal namanya telah disalin dalam
daftar orang-orang mati. Dan malaikat maut tidaklah menunggu padanya,
kecuali bila ia diperintah, maka barulah ia mencabut ruhnya.”

91. KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN

Allah S.W.T. berfirman:


)١٨٣( ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِمن قَب ِل ُكم‬ َ ‫يَا أَيُّ َﮭا الَّذِينَ آ َمنُوا ُك ِت‬
ِ ‫ب َعلَي ُك ُم‬
َ ‫الصيَا ُم َك َما ُك ِت‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu.” (QS. Al-
Baqarah: 183).
Diriwayatkan dari Sa’id bin Ja’bir ra. bahwa puasa orang-orang
sebelum kita adalah mulai dari ‘utman (mulai masuk waktu shalat Isya’)
sampai kepada malam berikutnya, sebagaimana yang pernah terjadi pada
permulaan Islam. Segolongan ahli ilmu mengatakan, sesungguhnya puasa itu
merupakan suatu kewajiban atas orang-orang Nasrani. Terkadang puasa itu
terjadi pada musim yang sangat panas, dan kadang-kadang tepat pada waktu
473
musim yang sangat dingin. Yang demikian itu sangat memberatkan bagi
mereka, terutama bagi mereka yang menempuh bepergian, atau
memberatkan pada sebagian usaha dalam mencari penghidupan mereka.
Oleh sebab itu, maka para pembesar mereka berkumpul untuk
menentukan masa puasa mereka, dan mereka menjadikan waktu puasa itu
antara musim dingin dan musim panas, maka puasa itu mereka tetapkan pada
waktu musim semi, dengan menambah sepuluh hari sebagai kafaratnya atas
apa yang telah mereka perbuat. Kemudian ada seorang raja di antara mereka
mengadukan sakitnya, demi untuk kesembuhan dari sakitnya dia
menghendaki agar puasa itu ditambah seminggu, maka ditambahlah puasa itu
satu minggu. Dan ia menjadi sembuh. Setelah ia mati, maka kekuasaannya
dipegang oelh seorang raja yang lain, dia berkata: “Sempurnakanlah puasa
itu menjadi lima puluh hari.” Kemudian mereka ditimpa kematian, yaitu
kematian ternak merajalela. Raja berkata kepada mereka: “Tambahkanlah
puasa anda.” Lalu mereka menambah sepuluh hari, bahkan mereka
menambah lagi sepuluh hari setelah itu. Dikatakan: “Tidak ada satu umat
pun, melainkan mereka diwajibkan puasa Ramadhan, hanya saja mereka
kemudian menjadi tersesat dari puasa Ramadhan itu.”
Al-Baghawi berkata: “Yang shahih bahwa Ramadhan itu adalah
nama sebuah bulan dari kata ramdha’, yaitu batu yang terbakar, karena
memang mereka berpuasa pada waktu yang sangat panas. Sebab ketika orang
Arab ingin meletakkan nama-nama bulan, bertepatan sekali, bahwa bulan
tersebut (Ramadhan) tepat pada musim yang sangat panas.” Dan dikatakan:
“Disebut begitu karena dia membakar beberapa dosa.” Puasa Ramadhan
diwajibkan pada tahun kedua hijrah. Dia merupakan hal yang diketahui
dalam agama secara pasti, dan orang akan menjadi kafir bila menentang
kewajibannya.
Hadis-hadis yang menerangkan tentang keutamaannya sangat
banyak, di antaranya sabda Nabi S.A.W.: “Apabila datang malam pertama
bulan Ramadhan, semua pintu-pintu surga di buka, selama satu bulan penuh
tidak satu pun ada pintu surga yang ditutup. Dan Allah S.W.T.
memerintahkan pemanggil untuk menganjurkan: “Wahai orang yang mencari
kebaikan, menghadaplah. Wahai orang yang mencari kejahatan, tahanlah.”
Lalu dia berkata: “Adakah seorang yang memohon ampun, tentu dia akan
diampuni. Adakah orang yang meminta, tentu dia akan dikabulkan
permintaannya. Adakah orang yang bertobat, tentu akan diterima tobatnya.”
Dia tidak henti-hentinya berkata begitu sampai fajar terbit, waktu shubuh
tiba. Setiap malam hari pada saat berbuka Allah S.W.T membebaskan sejuta
orang dari neraka, yang sebelumnya wajib disiksa.
Salman Al-Farisi ra. berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
berkhutbah di hadapan kami pada hari terakhir dari bulan Sya’ban: “Wahai
474
sekalian manusia, benar-benar telah menaungi anda sebuah bulan yang besar.
Di dalamnya terdapat malam Lailatul Qadar yang lebih utama daripada
seribu bulan. Allah S.W.T menjadikan puasanya sebagai fardhu dan berdiri
beribadah shalat malam sebagai sunnah (shalat tarawih). Barangsiapa yang
mendekatkan diri dengan satu kebaikan di bulan itu, maka dia seperti orang
yang menunaikan kewajiban dalam bulan lain. Barangsiapa yang
menunaikan sebuah fardhu, maka dia seperti orang yang menunaikan tujuh
puluh fardhu pada bulan yang lain.
Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedang kesabaran pahalanya
adalah surga. Dia adalah bulan pertolongan. Dia adalah bulan penambahan
rizki seorang mukmin. Barangsiapa yang memberi buka seorang yang
berpuasa, maka baginya sama dengan pahala memerdekakan budak yang
telah terampuni dosa-dosanya. Kami berkata: “Ya Rasulullah, kami ini tidak
menemukan sesuatu yang dapat digunakan untuk memberi buka orang yang
berpuasa.” Beliau bersabda: “Allah S.W.T memberikan pahala pada orang
yang memberi buka orang yang puasa walau dengan sedikit susu, seteguk air
atau sebutir kurma. Dan barangsiapa yang membuat kenyang orang
berpuasa, dia akan diampuni dosa-dosanya dan Tuhan akan memberinya
minum dari telagaku. Dia tidak akan merasa haus sesudah minum dari
telagaku itu, untuk selama-selamanya. Disamping itu, mereka mendapat
pahala semisal pahala orang berpuasa tanpa berkurang sedikitpun.
Ramadhan adalah bulan, awalnya penuh dengan rahmat, pertengahan
penuh ampunan dan terakhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa yang
memberi keringanan pada budak yang dimilikinya, maka Allah S.W.T akan
memerdekakannya dari neraka. Oleh sebab itu, pada bulan Ramadhan,
perbanyaklah empat hal. Dua hal, membuat anda mendapatkan ridha Tuhan,
dan dua hal lagi yang selalu anda butuhkan. Dua hal yang membuat Tuhan
ridha pada anda adalah kesaksian, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan,
kecuali Allah S.W.T dan anda memohon ampun kepada-Nya. Sedangkan dua
hal yang selalu anda butuhkan adalah anda meminta surga kepada Tuhanmu
dan berlindung kepada-Nya dari neraka.”
Di antara hadis yang menerangkan keutamaannya lagi adalah sabda
Nabi Muhammad S.A.W.: “Barangsiapa yang berpuasa bulan Ramadhan
dengan iman dan ikhlas karena Allah S.W.T, maka diampuni dosa-dosanya
baik yang lalu maupun yang akan datang.”
Sabda Nabi Muhammad S.A.W.: “Setiap amal anak cucu Adam
adalah bagiannya, kecuali puasa. Maka sesungguhnya puasa itu adalah milik-
Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” Dia (Allah S.W.T) melarang
anda untuk menyandarkan hal-hal lain pada Dzat-Nya ketika anda beribadah
pada Tuhan Pencipta lagi Maha Mulia.

475
Di antara keutamaan bulan Ramadhan yang lain, sebagaimana sabda
Nabi S.A.W.: “Umatku diberi lima hal yang tidak diberikan pada umat mana
pun sebelum mereka. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih
harum di sisi Allah S.W.T daripada bau misik, malaikat-malaikat
memintakan ampun untuk mereka, sampai mereka berbuka, syaitan-syaitan
terlaknat dibelenggu. Allah S.W.T. menghias surga setiap hari dan
berfirman: “Hampir saja hamba-hamba-Ku yang saleh dihalangi dari segala
kesusahan dan penderitaan. Dan mereka diampuni di akhir malam harinya.”
Ditanyakan: “Ya Rasulullah, apakah dia itu adalah malam Lailatul Qadar?”
Beliau bersabda: “Tidak, tetapi setiap orang yang beramal akan dipenuhi
pahalanya apabila dia telah selesai melakukannya.”

92. KEUTAMAAN MALAM LAILATUL QADAR

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., ia berkata, dijelaskan kepada


Rasulullah S.A.W. tentang seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil yang
membawa pedang di atas pundaknya, berjuang di jalan Allah S.W.T selama
seribu bulan. Rasulullah S.A.W. merasa kagum akan hal itu, maka beliau
mengharapkannya terjadi pada umatnya. Beliau bersabda: “Ya Tuhanku,
Engkau telah menjadikan umatku yang paling pendek umurnya di antara
umat-umat yang ada dan yang paling sedikit amalnya.” Lalu Allah S.W.T
memberikan Lailatul Qadar kepada beliau, yang nilainya lebih utama dari
seribu bulan. Sebagaimana yang dimiliki oleh seorang laki-laki Bani Israil
yang mengangkat pedang dalam dijalan Allah S.W.T. Keutamaan Lailatul
Qadar itu untuk beliau juga umatnya sampai hari kiamat.
Lailatul Qadar, termasuk keistimewaan di antara keistimewaan-
keistimewaan umat ini. Dikatakan: “Nama laki-laki tersebut adalah Syam’un.
Dia berperang melawan musuh Allah S.W.T selama seribu bulan, pelana
kudanya tidak pernah kering dan selalu dapat mengalahkan orang-orang kafir
berkat kekuatan dan keberanian yang diberikan Allah S.W.T padanya. Hati
orang-orang kafir menjadi sempit dibuatnya. Lalu mereka mengirimkan
seorang utusan kepada istri Syam,un dan memberikan jaminan satu baki
emas jika dia dapat mengikat Syam’un, memenjarakannya dalam sebuah
rumah, sehingga mereka dapat merasa tenang. Ketika Syam’un tidur, pada
suatu malam, perempuan itu mengikatnya dengan tali ijuk. Setelah dia
terbangun, dia menggerakkan anggota tubuhnya hingga tali itu menjadi
rantas. Dia bertanya kepada istrinya: “Mengapa engkau melakukan itu?”
Istrinya berkata: “Aku hanya ingin menguji kekuatan anda.” Ketika berita itu
sampai pada orang-orang kafir, mereka mengirimkan rantai pada perempuan
itu dan dia mengerjakan seperti yang pernah dia kerjakan sebelumnya, tetapi
masih saja Syam’un dapat mematah-matahkannya.
476
Kemudian iblis datang pada orang-orang kafir, menunjukkan mereka
agar perempuan itu bertanya pada suaminya tentang sesuatu yang dapat
membuatnya tidak mungkin sanggup melepaskannya dan memutuskannya?”
Mereka pun mengutus utusan pada perempuan itu agar menanyakan
suaminya mengenai kelemahannya itu, dan Syam’un berkata: “Kuncung atau
gombakku ini.” Dia memiliki delapan helai rambut yang dikuncung, bila
dibiarkan lepas tergerai dapat sampai ke tanah. Ketika Syam’un tidur,
perempuan itu mengikat kedua kakinya dengan empat helai dan kedua
tangannya dengan empat helai lagi. Orang-orang kafir itu datang menangkap
dan membawanya ke sebuah rumah tempat penjagalan itu tingginya
berukuran empat ratus dzira. Bangunannya sangat luas dan hanya memiliki
sebuah tiang. Mereka lalu memotong dua telinga dan dua bibirnya. Mereka,
orang-orang kafir semuanya berkumpul menyaksikan Syam’un. Lalu
Syam’un memohon kepada Allah S.W.T. agar diberi kekuatan untuk dapat
melepas ikatannya dan dapat menggerakkan tiang, serta merobohkannya ke
atas mereka. Akhirnya Allah S.W.T memberi kekuatan padanya. Dia
menggeliat bergerak melepaskan ikatannya dan menggerakkan tiang itu agar
atap itu runtuh menimpa mereka. Allah S.W.T membinasakan mereka
semua, tetapi Ia menyelamatkan Syam’un. Ketika sahabat-sahabat
Rasulullah S.A.W. mendengar berita itu, mereka berkata: “Ya Rasulullah,
apakah kami dapat menemukan pahala Syam’un itu?”. Beliau bersabda:
“Aku tidak tahu.” Kemudian beliau memohon kepada Allah S.W.T, dan Dia
memberi beliau malam Lailatul Qadar sebagaimana telah disebutkan di atas.
Diriwayatkan dari Anas ra., ia berkata, sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
bersabda: “Ketika terjadi malam Lailatul Qadar, maka turunlah malaikat
Jibril dengan rombongan malaikat. Mereka membacakan shalawat dan salam
pada setiap hamba yang berdiri atau duduk yang sedang zikir kepada Allah
S.W.T.” Abu Hurairah ra. berkata: “Malaikat-malaikat turun ke bumi pada
malam Lailatul Qadar lebih banyak daripada bilangan batu kerikil.
Dibukalah pintu-pintu langit untuk turunnya malaikat itu, sebagaimana yang
dijelaskan dalam sebuah riwayat. Cahaya memancar ke segenap penjuru
menyibak dan mengusir segala gulita, kondisinya menjadi demikian sakral
dan agung, alam malakut menjadi terbuka.
Sementara manusia dalam hal ini berbeda-beda. Di antara mereka ada
yang dibukakan alam malakut di langit dan bumi dan terbukalah beberapa
hijab yang menutup langit, lalu dia dapat menyaksikan malaikat-malaikat
dalam bentuk aslinya, yaitu ada yang berdiri, duduk, ruku’, sujud, ada yang
zikir, bersyukur, membaca tasbih dan membaca tahlil.
Di antara manusia ada yang terbuka baginya surga sehingga tampak
surga dengan apa yang ada di dalamnya, kota-kotanya, gedung-gedungnya,
bidadari-bidadarinya, sungai, pohon-pohonan dan buah-buahannya. Dia
477
menyaksikan Arasy Tuhan Yang Maha Pengasih, yaitu merupakan atap
surga. Dia dapat menyaksikan kedudukan-kedudukan para nabi, wali,
syuhada’ dan siddiqqiin. Dia menjadi kebingungan menyaksikan alam
malakut ini.
Di antara manusia pada saat itu ada yang menyaksikan neraka Jahannam,
tingkatan-tingkatannya, kedudukan-kedudukan orang kafir dan lain
sebagainya.
Di antara mereka ada pula yang dibukakan hijab-hijab dari keagungan
Allah S.W.T lalu ia tidak menyaksikan sesuatu, kecuali pada-Nya.”
Dari Umar ra. sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang
menghidupkan malam tanggal dua puluh tujuh dari bulan Ramadhan sampai
subuh, maka itu lebih aku suka daripada berdiri beribadah dalam malam-
malam bulan Ramadhan keseluruhannya.” Faitmah berkata: “Wahai ayah,
apa yang dapat dilakukan orang-orang lemah, laki-laki, perempuan, yang
tidak dapat berdiri?” Beliau bersabda: “Tidaklah mereka meletakkan bantal-
bantalnya lalu dipakai bertelekan, lalu mereka duduk sesaat dari saat-saat
malam itu dan berdoa pada Allah S.W.T Azza wa Jalla, kecuali hal itu lebih
aku suka daripada berdirinya umatku seluruhnya pada bulan Ramadhan.”
Aisyah ra. berkata: Rasulullah S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang
menghidupkan malam Lailatul Qadar dan shalat dua rakaat serta memohon
ampun, maka Allah S.W.T akan mengampuninya dan dia telah mendapatkan
limpahan rahmat Allah S.W.T serta Jibril akan mengusapkan sayapnya
padanya. Dan barangsiapa yang disuap (dielus) oleh Jibril dengan sayapnya,
tentu dia masuk surga.”

93. KEUTAMAAN HARI RAYA

Hari permulaan bulan Syawal (tanggal 1 Syawal) dan hari kesepuluh dari
(tanggal 10) bulan Dzul Hijjah, disebut hari Id (hari raya), karena orang-
orang mukmin dalam kedua hari itu kembali-dari taat pada Allah S.W.T.
Yakni, orang-orang mukmin telah menunaikan dua kewajiban monumental
berupa puasa Ramadhan dan pelaksanaan ibadah haji.- Pada taat Rasulullah
S.A.W., yaitu puasa enam hari di bulan Syawal dan bersiap-siap berangkat
berziarah pada Nabi Muhammad S.A.W. Dan juga karena berulang kalinya
hal itu pada setiap tahun. Di samping itu karena banyaknya sendi-sendi
kembali kepada Allah S.W.T, di bulan itu dengan kebaikan, dan karena
kembalinya kegembiraan.
Hari raya pertama kali yang pada hari itu Rasulullah menunaikan shalat
hari raya adalah Idul Fitri, tepatnya pada tahun dua Hijriyah, lalu beliau tidak
pernah meninggalkannya. Shalat Hari Raya adalah sunnah yang dikukuhkan
(muakkadah).
478
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.: “Hiasilah hari raya anda dengan
membaca takbir.” Nabi S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang membaca
“Subhaanallaah wa bi hamdihi’ pada hari raya sebanyak tiga ratus kali dan
menghadiahkannya untuk orang-orang muslimin yang telah mati, maka
masuklah dalam setiap kubur seribu macam nur, dan Allah S.W.T akan
menjadikan kuburnya kelak kalau dia mati seribu nur.” Dari Wahab bin
Munabbih ra., sesungguhnya iblis memekik histeris pada setiap hari raya.
Lalu anak buah iblis berkumpul mengerumuninya dan bertanya: “Hai tuan
kami, apakah yang menyebabkan kemarahan anda?” Dia berkata:
“Sesungguhnya Allah S.W.T. benar-benar telah mengampuni umat
Muhammad S.A.W. pada hari ini. Maka anda sekalian harus berusaha keras
dengan segala macam kelezatan dan kesenangan nafsu.” Wahab juga
berkata, sesungguhnya Allah S.W.T. telah menciptakan surga pada hari raya
Idul Fitri, dan menanam pohon (syajarah) thuba juga pada hari raya Idul
Fitri, memilih Jibril menurunkan wahyu, dan menerima tobat para tukang
sihir Fir’aun juga pada hari raya Idul Fitri.
Nabi S.A.W. bersabda:
ُ‫ام لَيلَةَ ال ِعي ِد ُمحتَ ِسبًا لَم يَ ُمت قَلبُﮫُ يَو َم تَ ُموتُ القُلُوب‬
َ َ‫َمن ق‬
Artinya:
“Barangsiapa yang berdiri beribadah pada malam hari raya dengan
tulus ikhlas mengharap ridha Allah S.W.T, maka hatinya tidak akan mati,
pada hari ketika hati-hati pada mati.”
Diceritakan, sesungguhnya Umar pernah melihat putranya memakai baju
yang usang, pada hari raya, lalu Umar menangis, sehingga putranya
bertanya: “Apa yang membuat ayah menangis?” Umar berkata: “Hai anakku,
aku khawatir kalau hatimu menjadi susah di hari raya ini, ketika anak-anak
melihatmu memakai baju usang.” Putranya berkata: “Sesungguhnya hanya
hati orang yang kehilangan ridha Allah S.W.T yang merasa bersedih atau
orang yang berani kepada ibu atau bapaknya. Dan sesungguhnya aku benar-
benar mengharap ridha Allah S.W.T berkat ridha ayah padaku.’
Umar mendekapnya sambil menangis tersedu-sedu serta mendoakan
anaknya mudah-mudahan Allah S.W.T meridhainya. Alangkah indahnya
ungkapan seorang penyair ini.
“Mereka berkata, besok pagi hari raya, apa yang kau pakai,
Aku menjawab, pakaian bekas.
Kefakiran dan kesabaran adalah dua pakaian yang diantaranya terdapat
hati yang melihat Tuhannya dalamhari raya dan hari Jum’at.
Hari raya adalah suatu perkumpulan sedih kalau Engkau lenyap dalam
anganku,
Dan hari raya menjadi sebuah pemandangan dan pendengaran kalau
Engkau bersamaku.”
479
Ketika pagi hari raya Idul Fitri tiba, Allah S.W.T mengutus para malaikat
agar turun ke bumi. Mereka turun dan berdiri di mulut-mulut jalan,
memanggil-manggil dengan suara yang dapat didengar makhluk-makhluk
Allah S.W.T, kecuali jin dan manusia. Mereka berkata: “Wahai umat
Muhammad, keluarlah menuju panggilan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dia
akan menganugerahkan pemberian yang agung dan mengampuni dosa yang
besar.” Apabila mereka muncul pada tempat-tempat shalatnya, Allah S.W.T
berfirman kepada malaikat-malaikat-Nya. “Apakah balasan pekerja bila
telah menyelesaikan pekerjaannya?” Mereka berkata: “Balasannya adalah
dipenuhi upahnya.” Allah S.W.T. berfirman lagi: “Aku persaksikan kepada
anda, sesungguhnya Aku menjadikan dan memberikan pahala mereka
dengan keridhaan dan ampunan-Ku.”

94. KEUTAMAAN SEPULUH HARI BULAN DZUL HIJJAH

Ibnu Abbas meriwayatkan sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda: “Tiada


hari-hari, beramal dalam hari-hari, lebih dicintai oleh Allah S.W.T daripada
hari-hari ini.” Yakni, sepuluh hari di bulan Dzul Hijjah. Mereka bertanya:
“Tidak pula jihad di jalan Allah S.W.T.?” Beliau bersabda: “Dan tidakpula
jihad di jalan Allah S.W.T, kecuali seorang laki-laki yang keluar dengan jiwa
dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu dari itu.”
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Tiada hari yang lebih dicintai Allah S.W.T dan lebih utama daripada
sepuluh hari (Dzul Hijjah).” Ditanyakan: “Dan juga tidak semisal sepuluh
hari itu, berjuang fii sabilillaah? Beliau bersabda: “Tidak berjuang di jalan
Allah S.W.T, kecuali seorang laki-laki yang terluka kuda kesayangannya dan
terluka pula diwajahnya fii sabilillaah.”
Dari Aisyah ra. sesungguhnya ada seorang pemuda, apabila datang bulan
Dzul Hijjah, keesokkan harinya dia selalu berpuasa. Sampailah hal itu
kepada Rasulullah S.A.W. Lalu beliau memanggilnya dan bersabda: “Apa
yang mendorong anda melakukan puasa pada hari-hari ini?” Dia menjawab:
“Demi bapak dan ibuku sebagai tebusan anda ya Rasulullah, sesungguhnya
itu adalah hari-hari masya’ir dan hari-hari haji.” Semoga Allah S.W.T
mengikutkan aku dalam doa mereka.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya
setiap hari yang anda puasakan itu balasan pahalanya, dapat mengimbangi
seratus budak, seratus unta dan seratus kuda yang dipakai berjuang di jalan
Allah S.W.T. Lalu apabila datang hari Tarwiyah, anda akan mendapatkan
dua ribu budak, dua ratus ribu unta dan dua ribu kuda yang dipakai berjuang
di jalan Allah S.W.T Ta’ala.” Nabi S.A.W. bersabda: “Berpuasa pada hari
Arafah mengimbangi puasa dua tahun dan berpuasa pada hari Asyura’ sama
dengan puasa setahun.”
480
Allah S.W.T. berfirman: “Dan telah Kami janjikan kepada Musa
(memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami
menyempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi).” (QS. Al-
A’raf: 142).
Ahli tafsir berpendapat, sesungguhnya yang sepuluh itu adalah sepuluh
pertama dari bulan Dzul Hijjah. Dari Ibnu Mas’ud ra. sesungguhnya Allah
S.W.T telah memilih di antara hari-hari empat hari, di antara bulan-bulan
empat bulan dan di antara perempuan juga empat perempuan. Empat orang
yang lebih dulu masuk surga dan empat orang pula yang dapat dirindukan.
Adapun hari-hari itu, ialah:
1. Hari Jum’at, di dalam hari Jum’at terdapat saat, tidaklah seorang
hamba muslim menepatinya, lalu meminta sesuatu kepada Allah
S.W.T. dari hal-hal dunia dan akhirat, melainkan Allah S.W.T tentu
akan memperkenankannya pada hamba itu.
2. Hari Arafah, apabila hari Arafah tiba, Allah S.W.T membanggakan
kepada malaikat-malaikat-Nya. Allah S.W.T: “Hai malaikat-
malaikat-Ku, lihatlah hamba-hamba-Ku. Mereka datang dengan
rambut kusut dan lusuh. Mereka benar-benar telah menginfaqkan
harta dan melelahkan tubuh. Saksikanlah bahwa Aku telah
mengampuni mereka.
3. Hari Nahr, ketika hari Nahr tiba, lalu seorang hamba berkurban
menyembelih binatang kurbannya, maka pertama kali yang menetes
dari darah binatang kurban adalah kafarat (sebagai pelebur dosa) bagi
setiap dosa yang telah dilakukan hamba itu.
4. Hari Raya Fitri, apabila mereka berpuasa di bulan Ramadhan dan
keluar menuju hari raya, maka Allah S.W.T. berfirman pada
malaikat-malaikat-Nya: “Sesungguhnya setiap orang yang beramal
akan meminta upahnya, sedang hamba-hamba-Ku telah berpuasa satu
bulan, dan mereka keluar dari hari rayanya dengan meminta upahnya.
Aku persaksikan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku telah
mengampuni mereka.” Malaikat pemanggil berseru, “Wahai umat
Muhammad, kembalilah, kejahatan anda benar-benar telah diganti
dengan kebaikan-kebaikan.
Adapun mengenai empat bulan terpilih itu, ialah bulan Rajab dan
Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah dan Muharram. Sedangkan mengenai perempuan
pilihan itu ialah, Maryam binti Imran; Khadijah binti Khuwalid, perempuan
yang paling dahulu beriman kepada Allah S.W.T dan Rasul-Nya di antara
perempuan-perempuan lain di dunia; Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun;
Dan Fatimah binti Muhammad, tuan putri dari perempuan-perempuan surga.
Sementara orang-orang yang terdahulu, maka setiap memiliki
pendahulu yang terpilih, baginda Muhammad S.A.W. adalah orang yang
481
paling dahulu masuk surga dari bangsa Arab; Sulaiman adalah pendahulu
dari bangsa Persi; Shuhaib adalah pendahulu dari Rum; Dan Bilal adalah
pendahulu dari Habsyah. Sedangkan empat orang yang dirindukan surga
adalah, Ali bin Abu Thalib, Salman Al-Farisi, Ammar bin Yasir dan Miqdad
bin Al-Aswad.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa pada hari
Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah), maka Allah S.W.T akan memberinya
pahala seperti pahala kesabaran Nabi Ayyub dalam menghadapi cobaan.
Barangsiapa yang berpuasa pada hari Arafah (tanggal 9 Dzul Hijjah), maka
Allah S.W.T akan memberinya pahala seperti pahala Isa as. Muhammad
S.A.W. bersabda: “Apabila datang hari Arafah, Allah S.W.T akan
mencurahkan rahmat-Nya. Tidak ditemukan pembebasan dari neraka yang
lebih banyak dibanding dengan hri itu. Barangsiapa yang meminta kepada
Allah S.W.T pada hari Arafah, mengenai suatu kebutuhan dari berbagai
kebutuhan duniadan akhirat, tentu Allah S.W.T akan mengabulkannya. Puasa
hari Arafah akan menghapuskan dosa setahun yang telah lewat dan setahun
yang akan datang.” Hikmah dari hal tersebut Allah S.W.T yang lebih tahu,
wallaahu a’lam. Sesungguhnya hari Arafah berada di antara dua buah hari
raya. Dua hari raya itu adalah hari kegembiraan bagi orang-orang yang
beriman, dan tidak ada kegembiraan yang lebih besar daripada diampuninya
dosa mereka. Sedang hari Asyura’ adalah setelah dua buah hari raya.
Karenanya puasa hari Asyura’ akan menghapus dosa setahun. Hari Asyura’
bagi Nabi Musa as., sedang hari Arafah bagi Nabi S.A.W. hari ini penuh
kemuliaan berlipat-lipat untuk Nabi S.A.W.

95. KEUTAMAAN HARI ASYURA’

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata, Rasulullah S.A.W. datang


di Madinah, lalu beliau menemukan orang-orang Yahudi sedang berpuasa
hari Asyura’, beliau bertanya pada mereka mengenai hal itu. Mereka berkata:
“Sesungguhnya hari ini Allah S.W.T memenangkan Musa dan Bani Israil
atas kaum Fir’aun. Maka kami puasa hari itu, untuk mengagungkannya.”
Nabi S.A.W. bersabda: “Kami adalah orang-orang yang lebih berhak dengan
Musa daripada anda.” Lalu beliau memerintahkan untuk berpuasa.
Tentang keutamaan hari Asyura’ ini, banyak disebutkan di dalam atsar.
Di antaranya, bahwa Nabi Adam diterima tobatnya pada hari Asyura’. Pada
hari itu juga Nabi Adam diciptakan, dan dimasukkan surga. Arasy diciptakan
juga pada hari Asyura’, begitu pula halnya dengan Kursi, langit, bumi,
matahari, bulan, dan bintang-bintang. Nabi Ibrahim Al-Khalil dilahirkan
pada hari Asyura’, dan ia diselamatkan dari api juga di dalam hari itu.
Demikian pula dengan keselamatan Nabi Musa dan orang-orang yang
482
mengikutinya juga pada hari Asyura’. Nabi Idris diangkat ke langit pada hari
Asyura’ dan dalam hari itu juga ia diangkat kepada kedudukan yang tinggi.
Dalam hari itu bahtera Nuh mendarat di Judy.
Dalam Asyura’ pula Sulaiman diberi kekuasaan yang besar, Yunus
dikeluarkan dari perut ikan, penglihatan Ya’qub dikembalikan padanya,
Yusuf dikeluarkan dari sumur dan dihilangkannya penderitaan Ayyub. Hujan
pertama kali turun dari langit ke bumi juga pada hari Asyura’.
Berpuasa pada hari itu lebih dikenal di antara umat-umat ini sehingga
dikatakan, bahwa sesungguhnya dia adalah fardhu sebelum Ramadhan, tetapi
kemudian di naskh. Nabi S.A.W. berpuasa pada hari itu sebelum hijrah dan
ketika telah memasuki Madinah, beliau mengukuhkan anjurannya. Sehingga
beliau bersabda pada akhir umurnya yang mulia: “Seandainya aku hidup
pada tahun yang akan datang, sungguh aku akan berpuasa tanggal sembilan
dan sepuluh (Muharram).” Tetapi kemudian beliau telah berpindah ke
Rafiiqul A’la (wafat) pada tahun itu pula, dan belum sempat berpuasa,
kecuali tanggal sepuluh. Akan tetapi beliau menyukai puasa pada hari itu dan
juga puasa tanggal sembilan, dan bahkan tanggal sebelas. Beliau bersabda:
“Berpuasalah anda sebelum dan sesudahnya satu hari dan berbedalah anda
dengan orang-orang Yahudi.” Yakni, orang Yahudi hanya berpuasa tanggal
sepuluh saja.”
Baihaqi meriwayatkan dalam Syu’abil Iman: “Barangsiapa yang
membuat kelapangan atas keluarga dan istrinya dalam hari Asyura’, Allah
S.W.T akan melapangkan padanya dalam sisa waktu setahunnya.” Dan
dalam sebuah riwayat mungkarah At-Thabrani dikatakan: “Sedekah satu
dirham pada hari Asyura’ sama dengan tujuh ratus ribu dirham.” Sedangkan
mengenai hadis yang menerangkan, bahwa barangsiapa yang memakai celak
mata pada hari Asyura’, maka ia tidak akan sakit. Maka semua ini adalah
hadis maudhu’. Hakim menjelaskan, bahwa memakai celak mata pada hari
Asyura’ adalah perbuatan bid’ah. Ibnul Qayyim berkata, sesungguhnya hadis
yang menerangkan bercelak mata, memasak biji-bijian, memakai minyak dan
memakai wangi-wangian pada hari Asyura’ adalah dari perbuatan para
pndusta.
Ketahuilah, bahwa apa yang menimpa Sayidina Husain ra. berupa
bencana pada hari Asyura’ itu, sesungguhnya hanyalah sebuah kesaksian
(syahadah) yang menunjukkan bertambah tinggi kedudukan dan derajatnya
di sisi Allah S.W.T, dan mempertemukannya dengan ahli baitnya yang suci-
suci. Maka barangsiapa yang menyebutkan tentang musibahnya pada hari
itu, maka tidak seyogyanya, kecuali hendaklah membaca istirja’ (Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun), karena mengikuti perintah Allah S.W.T,
dan memelihara apa yang disertakan Allah S.W.T dari hal itu. Allah S.W.T.
berfirman:
483
َ‫صلَ َوات ِمن َّر ِب ِﮭم َو َرح َمة َوأُولَـئِكَ ُﮪ ُم ال ُمﮭتَد ُون‬
َ ‫أُولَـئِكَ َعلَي ِﮭم‬
Artinya:
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat
dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al-Baqarah: 157).
Takutlah dan takutlah dari prilaku bid’ah-bid’ah kaum Rafidhah atau
yang semisalnya, yaitu meratapi dan menangisi mayit dengan menjerit-jerit
dan meraung-raung serta menyobek-nyobek pakaian karena tidak merelakan
atas terjadinya takdir dan terlalu hanyut dalam kesedihan dan kepedihan.
Karena semua itu bukanlah termasuk orang-orang yang beriman. Jika tidak,
tentu kakek Nabi S.A.W. ketika wafat lebih patut untuk diratapi dan ditangisi
dengan cara seperti itu. Cukuplah Allah S.W.T bagi kami, Dialah sebaik-
baik Pelindung dan Pemberi pertolongan.

96. KEUTAMAAN MENJAMU ORANG FAKIR

Nabi S.A.W. bersabda: “Janganlah anda membebani tamu, hingga ia


menjadi marah kepada anda. Barangsiapa yang membuat benci kamu, maka
dia membuat kebencian kepada Allah S.W.T. Barangsiapa yang membenci
Allah S.W.T, maka Allah S.W.T akan membencinya.” Nabi S.A.W. bersabda:
“Tiada kebaikan bagi orang yang tidak menjamu (tamunya).” Suatu ketika
Rasulullah S.A.W. melewati seorang laki-laki yang memiliki unta dan lembu
yang banyak, tetapi dia tidak menjamu beliau. Beliau juga berjalan bertemu
pada seorang perempuan yang memiliki beberapa ekor kambing kecil, lalu
dia menyembelihnya untuk menjamu beliau. Kemudian Nabi S.A.W.
bersabda: “Perhatikanlah kedua orang itu, sesungguhnya akhlak ini hanyalah
ada di tangan Allah S.W.T, barangsiapa yang memberikan budi pekerti yang
bagus, maka Allah S.W.T juga akan berbuat begitu.”
Abu Rafi’ maula Rasulullah S.A.W. berkata, suatu ketika ada seseorang
bertamu pada Nabi S.A.W. Lalu beliau bersabda: “Katakan pada si Fulan
yang Yahudi itu, bahwa ada seseorang bertamu padaku. Hendaklah dia
menghutangi aku sedikit tepung sampai bulan Rajab (pengembaliannya).”
Yahudi itu berkata: “Demi Allah S.W.T, aku tidak akan menghutanginya,
kecuali disertai dengan jaminan hutang.” Lalu aku menyampaikan hal itu
pada beliau. Beliau bersabda: “Demi Allah S.W.T, sesungguhnya aku adalah
benar-benar orang yang terpercaya di langit dan terpercaya di bumi. Dan
seandainya dia memberi hutang aku, pasti aku akan membayarnya, pergilah
dengan baju rompiku dan gadaikanlah kepadanya.”
Adalah Nabi Ibrahim Al-Khalil as., apabila ingin makan, dia keluar
sejauh satu mil atau dua mil untuk mencari orang yang mau makan
bersamanya. Dia mendapat julukan Aba Dhifan dan karena kesungguhan
484
niatnya di dalam memberikan jamuan tamunya, maka hal itu menjadi
membudaya dan popularitasnya hingga kini masih tetap terpelihara. Tidak
pernah berlalu satu malam pun, kecuali tentu di rumah Ibrahim ada yang di
jamu, mulai dari tiga orang sampai sepuluh orang bahkan sampai seratus
orang. Panitia yang mengurusi tamunya berkata: “Sesungguhnya dia tidak
pernah sunyi satu malam pun dari tamu.”
Ketika Rasululah S.A.W. ditanya: “Apa iman itu?” Beliau bersabda:
“Memberi makan dan menyebarkan salam.” Nabi S.A.W. bersabda
mengenai kafarat dan derajat: “Memberi makan dan shalawat di waktu
malam saat manusia terlelap dalam tidur.” Nabi S.A.W. ditanya mengenai
haji mabrur, lalu beliau bersabda: Memberi makan dan manis tutur katanya.”
Anas ra. berkata: Setiap rumah yang tidak dimasuki tamu, tidak akan
dimasuki malaikat.” Hadis-hadis mengenai keutamaan menjamu dan
memberi makan tak terhitung banyaknya. Alangkah indahnya ucapan orang
penyair, berikut ini:
“Mengapa aku tidak puas terhadap tamu atau tidak puas terhadap
orang yang senang terhadap tamu itu
Padahal tamu adalah memakan rizkinya sendiri di hadapanku, tetapi dia
merasa bersyukur padaku dengarnya.”
Kata mutiara: “Tidak sempurna perbuatan ini, kecuali dengan raut muka
berseri-seri, tutur kata yang manis, sikap yang lemah lembut.”
Penyair lain berkata:
“Aku sambut tamuku dengan tertawa dan tersenyum semanis mungkin,
sebelum diturunkan bawaannya
Dia akan merasa makmur di sisiku, sekalipun kemarau panjang dan
krisis mencekam
Kemakmuran bagi tamu-tamu bukan karena banyaknya jamuan, tetapi
manis muka seorang pemurah yang membuat kemakmuran.”
Bagi orang yang mengundang seyogyanya mengutamakan orang-orang
yang bertakwa, bukan orang-orang yang fasik. Sehabis mendatangi jamuan
makan pada sebagian orang yang mengundang dan menjamu beliau, Nabi
S.A.W. bersabda: “Semoga yang memakan makanan anda adalah orang-
orang yang baik-baik.” Nabi S.A.W. bersabda: “Janganlah anda makan,
kecuali makanan orang yang bertakwa dan janganlah seseorang memakan
makanan anda kecuali orang yang bertakwa.” Maksudnya, hendaklah lebih
mengutamakan orang-orang fakir, bukan khusus orang-orang kaya. Nabi
S.A.W. bersabda: “Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah, di
mana yang di undang dalam walimah itu hanyalah orang-orang kaya, tanpa
menyertakan orang-orang fakir.”
Dan seyogyanya seseorang tidak mengabaikan kerabat dekatnya dalam
suatu jamuan makan, karena hal itu akan membuatnya resah dan memutus
485
hubungan keluarga. Demikian pula hendaklah dia memelihara hubungan
kelayakan dengan sahabat-sahabat dan kenalannya, karena mengistimewakan
sebagian akan membuat kecewa hati yang lain. Dan seyogyanya dia tidak
bertujuan dengan undangannya itu, untuk berbangga-banggaan dan
bermegah-megahan tetapi hendaklah hal itu dilakukan agar dapat
menyenangkan dan membuat simpati hati kawan serta mengikuti sunnah
Rasulullah S.A.W.
Dalam memberi makanan dan membuat gembira hati orang-orang
mukmin, hendaklah seseorang tidak memaksa orang yang berkeberatan
untuk memenuhi undangan itu. Apabila terpaksa hadir, dia akan merasa
terganggu dengan adanya orang-orang yang hadir, karena adanya sebab dari
beberapa sebab. Dan seyogyanya, pula dia tidak mengundang, kecuali orang
yang suka memenuhi undangannya. Sufyan berkata: “Barangsiapa yang
mengundang seseorang pada sebuah jamuan sedang dia benci kalau orang itu
memenuhi undangannya, maka dia mendapat satu kesalahan. Kalau orang
yang diundang itu memenuhi, maka dia mendapat dua buah kesalahan.
Karena dia telah mendorong orang itu untuk makan dalam keadaan dibenci.
Sehingga seandainya dia mengetahuinya, tentu dia tidak akan ikut makan.
Memberi makan orang fasik berarti menguatkannya untuk berbuat
kefasikan.” Seorang lelaki tukang jahit berkata kepada Ibnu Mubarak: “Aku
ini menjahit pakaian-pakaian para sultan. Lalu adakah yang anda
khawatirkan kalau aku termasuk orang-orang yang membantu orang-orang
zalim?” Dia berkata: “Tidak, sesungguhnya penolong-penolong orang zalim
adalah orang yang telah menjual benang dan jarum pada anda. Sedangkan
anda sendiri adalah termasuk di antara orang yang menganiaya pada diri
sendiri.
Mendatangi undangan adalah sunat yang dikukuhkan (sunnah
muakkadah). Bahkan dikatakan, bahwa di dalam hal-hal tertentu undangan
itu menjadi wajib. Nabi S.A.W. bersabda: “Seandainya aku diundang untuk
makan kaki binatang tentu aku akan memenuhi dan seandainya dihadiahkan
padaku sebuah tangan (kikil depan) tentu aku akan menerimanya.
Selanjutnya menghadiri dan memenuhi undangan terdapat lima macam etika,
sebagaimana telah disebutkan di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dan lain
sebagainya.

97. ANTARA JENAZAH DAN KUBURAN

Ketahuilah, sesungguhnya jenazah-jenazah itu merupakan suatu


pelajaran dan peringatan bagi orang yang memiliki penglihatan. Tetapi bagi
orang yang lengah, menyaksikan jenazah-jenazah itu tidaklah menambah
keimanan mereka, melainkan justru menambah kekerasan hati. Sebab
486
mereka menyangka, bahwa mereka juga akan melihat jenazah orang lain dan
tidak beranggapan bahwa mereka pada saatnya juga akan diusung seperti
jenazah itu. Mereka beranggapan bahwa kematiannya masih cukup panjang
atau bahkan tidak menyadarinya, padahal kematian sudah mau
menjemputnya esok atau lusa bahkan mungkin hanya tinggal beberapa detik
lagi.
Di riwayatkan dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya ketika melihat
jenazah, dia berkata: “Selamat jalan, kami akan menyusul anda.” Ketika
Makhul Ad-Dimasqi melihat jenazah ia berkata: “Berangkatlah dan kami
pun akan menyusul. Suatu nasihat yang sangat dalam artinya, yang satu
pergi, sementara yang akhir hanyalah menunggu giliran untuk
menyusulnya.” Usaid bin Hudhair berkata: “Aku tidak pernah melihat
jenazah lalu aku berbicara dengan diriku sendiri dengan sesuatu, selain apa
yang akan diperbuat dengan jenazah itu dan bagaimana jadinya dia?”.
Ketika saudara Malik bin Dinar mati, Malik keluar mengiringkan
jenazahnya dengan menangis dan berkata: “Demi Allah S.W.T, tidak akan
menjadi gembira mataku, sehingga aku mengetahui bagaimana anda
akhirnya dan aku tidak akan mengetahui selama aku masih hidup.” Al-
A’masy berkata: “Aku pernah mendatangi jenazah, tetapi aku tidak mengerti
siapa yang seharusnya aku ta’ziyahi, karena semuanya kelihatan bersedih.”
Tsabit Al-Bunnani berkata: “Kami telah mendatangi jenazah, tetapi kami
tidak melihat apapun, kecuali hanya orang yang memakai kerudung (tutup
muka) seraya menangis.”
Begitulah ketakutan mereka terhadap kematian. Tetapi dewasa ini, kita
tidak menemukan kelompok manusia yang menghadiri jenazah, kecuali
kebanyakan di antara mereka tertawa-tawa dan bermain-main dan melakukan
kesia-siaan (lahwu). Mereka tidak berbicara, kecuali mengenai warisan,
kawan serta kerabat-kerabatnya, dan tidak pula berpikir, kecuali mengenai
upaya yang menyebabkan dia dapat memperoleh sebagian peninggalannya.
Tidak seorang pun di antara mereka yang berpikir, kemanakah Allah S.W.T
menghendaki jenazahnya sendiri bagaimana keadaannya ketika diusung di
atas keranda. Tiada sebab bagi kelengahan semacam ini, kecuali kekerasan
hati. Hal ini disebabkan karena banyaknya maksiat dan dosa, sehingga
menjadi lupa kepada Allah S.W.T., lupa hari kemudian serta kesedihan-
kesedihan yang ada di hadapannya. Sehingga mereka mengerjakan lahwu,
lengah dan sibuk dengan apa yang tidak berguna baginya. Karenanya, kita
memohon kepada Allah S.W.T. semoga kita menjadi orang yang sadar selalu
dalam kewaspadaan, bukan menjadi orang yang lengah seperti itu.
Sesungguhnya sebaik-baik keadaan orang-orang yang menghadiri
jenazah adalah yang menangisi diri mereka sendiri, bukan atas mayit.
Ibrahim Az-Zayyat melihat mansia-manusia yang sedang mengasihani mayit.
487
Lalu ia berkata: “Seandainya anda mengasihani diri sendiri, tentu hal itu
lebih baik bagi anda, karena sesungguhnya dia telah lolos dari tiga macam
kesulitan. Pertama, dia telah melihat wajah malaikat maut, dia telah
merasakan sakitnya kematian, dan dia telah melewati ketakutan akan akhir
hayatnya (al-khatimah), dan dia benar-benar telah aman.” Abu Amr bin Al-
Ala’ berkata: “Aku duduk di samping Jarir, sedang dia memperlihatkan
sebuah syair yang ditulisnya. Tiba-tiba muncul sebuah jenazah, lalu berhenti
dan berkata:
“Jenazah-jenazah itu telah membuat kami ketakutan
Tetapi ketika jenazah itu telah berlalu, ketakutan pun ikut berlalu
Seperti ketakutan kelompok kambing karena penyerbuan serigala
Tetapi setelah serigala itu menghilang kembalilah kambing-kambing itu
memakan rumput.”
Selanjutnya di antara adab menghadiri jenazah adalah tafakkur
(merenung), menjadi sadar, bersiap siaga, dan berjalan di mukanya dalam
keadaan merendahkan diri, sebagaimana yang telah kami sebutkan mengenai
adab-adab juga kesunatannya di dalam bidang kajian fikih. Di antara adab-
adabnya ialah berbaik sangka terhadap mayit, sekalipun mayit itu fasik.
Menganggap dirinya buruk, sekalipun secara lahir terlihat baik, karena detik-
detik kematian sangat menegangkan dan tidak akan tahu bagaimana
hakekatnya.
Umar bin Dzarr meriwayatkan, bahwa seorang dari tetangganya
meninggal dunia. Orang itu terkenal sebagai orang yang melampaui batas.
Kebanyakan manusia menjauh dari jenazahnya, namun Umar bin Dzarr
menghampiri dan menshalatinya. Ketika mayit itu diturunkan dalam
kuburnya, dia berdiri di atas kuburnya dan berkata: “Mudah-mudahan Allah
S.W.T memberi rahmat pada anda, hai Abu Fulan. Sungguh anda telah
menemani usia anda dengan ketauhidan dan mengotori debu wajah anda
dengan sujud. Kalau mereka mengatakan bahwa anda sebagai orang yang
berdosa. Lalu siapa di antara kita yang tidak berdosa dan tidak memiliki
kesalahan?”
Dan diceritakan, sesungguhnya ada seorang laki-laki yang tenggelam
dalam kebejatan moral meninggal dunia di salah satu daerah Basrah. Istrinya
tidak menemukan seseorang yang mau menolong untuk memikul dan
mengusung jenazahnya, karena tidak seorang pun dari tetangga-tetangganya
yang peduli karena terlalu banyak kefasikannya. Lalu istrinya itu mencari
dua orang pemikul dengan diberi ongkos, untuk membawanya ke mushalla.
Tetapi tidak seorang pun menyalatkannya. Lalu perempuan itu membawanya
ke padang luas untuk dikebumikan. Didekat tempat itu terdapat seorang
zahid di atas sebuah gunung, dia termasuk di antara orang-orang zahid besar.
Perempuan tersebut melihat zahid itu seakan-akan menunggu jenazah,
488
kemudian si zahid itu menyalatinya. Akhirnya tersebar luaslah berita di
negeri itu, bahwa si zahid turun untuk menyalatkan si Fulan.
Keluarlah penduduk negeri zahid itu dan mereka sama-sama
menyalatkannya. Zahid berkata: “Dikatakan padaku dalam tidur (mimpi):
“Turunlah ke tempat si Fulan, anda akan melihat di sana ada jenazah yang
tiada bersamanya seorang pun kecuali istrinya, shalatkanlah, karena dia telah
diampuni.” Mereka bertambah heran. Lalu zahid memanggil istrinya,
menanyakan tentang keadaannya dan bagaimana perilakunya. Istrinya
berkata: “Sebagaimana yang telah dikenal orang, sehari-hari berada di suatu
tempat ditengah-tengah komunitas orang-orang fasik yang sibuk dengan
minum khamar.” Zahid berkata: “Perhatikanlah, apakah anda pernah melihat
sesuatu dari amal-amal kebaikannya?” Dia berkata: “Ya, ada tiga hal, yaitu:
Pertama, ketika dia telah sadar dari mabuknya pada waktu Shubuh, dia
mengganti pakaiannya dan berwudhu lalu shalat Shubuh berjama’ah. Tetapi
kemudian dia kembali ke tempat semula dan sibuk dengan perbuatan fasik.
Kedua, dalam rumahnya tidak pernah sepi dari seorang atau dua orang
anak yatim, dan kebaikannya terhadap anak-anak yatim itu melebihi
kebaikan terhadap anaknya sendiri. Kalau mereka tidak kelihatan, ia
menanyakan dan mencari mereka.
Ketiga, ia pernah sadar dari mabuknya pada kegelapan malam, lalu
menangis dan berkata: “Ya Tuhanku, sisi Jahannam yang manakah yang
Engkau kehendaki untuk orang yang terkutuk ini?” Maksudnya dirinya
sendiri. Kemudian si zahid itu pergi berlalu dan tidak lagi merasa bingung
mengenai perintah terhadap dirinya tersebut.
Ad-Dhahak berkata, sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: “Ya
Rasulullah, siapakah orang yang paling zuhud di antara manusia ini?” Beliau
bersabda: “Orang yang tidak pernah lupa terhadap kubur dan kebinasaan,
meninggalkan kelebihan perhiasan dunia dan mengutamakan sesuatu yang
abadi di atas sesuatu yang binasa, dan esok pagi ia tidak menghitung hari-
harinya, namun menghitung dirinya termasuk di antara orang-orang
penghuni kubur.”
Suatu ketika dikatakan kepada Ali karramallaahu wajhah: “Bagaimana
keadaan tetangga kuburan anda?” Dia menjawab: “Sesungguhnya aku
menemukan orang-orang mati merupakan tetangga yang paling baik.
Sesungguhnya aku menemukan mereka sebagai tetangga yang benar. Mereka
mengendalikan lidah-lidah ini dan mengingatkan akhirat.” Utsman bin Affan
apabila berdiri di atas kubur, ia menangis sehingga basah jenggotnya. Ketika
ditanyakan padanya mengenai hal itu: “Engkau pernah menyebut surga dan
neraka tetapi anda tidak menangis, mengapa sekarang anda menangis.” Dia
berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Sesungguhnya kubur adalah permulaan dari tempat-tempat akhirat. Kalau
489
pemiliknya selamat darinya, maka apa yang ada sesudah itu lebih mudah
baginya. Kalau pemiliknya tidak selamat darinya, maka apa yang ada
sesudahnya, akan lebih berat baginya.”
Dikatakan, sesungguhnya Amr bin Al-Ash melihat ke kuburan lalu turun
(singgah) dan shalat dua rakaat. Lalu dikatakan padanya: “Hal ini sesuatu
yang belum pernah kau kerjakan sebelumnya.” Dia berkata: “Aku mengingat
ahli kubur dan mengingat perseteruan antara mereka dengan dirinya, maka
aku ingin mendekatkan antara keduanya kepada Allah S.W.T dengan shalat
dua rakaat.”
Mujahid berkata: “Pertama kali yang mengajak bicara cucu Adam adalah
liang kuburnya. Kuburan itu berkata: “Aku adalah kegelapan. Inilah yang
aku sediakan buat anda. Lalu apa yang telah anda persiapkan bagiku?” Abu
Dzarr berkata: “Maukah anda aku beritahu mengenai hari kefakiranku, yaitu
hari ketika aku dibaringkan di dalam kubur.”

98. AZAB JAHANNAM

Imam Bukhari meriwayatkan, sesungguhnya doa yang paling sering di


baca Nabi S.A.W. adalah: “Ya Tuhan kami, berikanlah pada kami kebaikan
di dunia dan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa neraka.” Abu Yu’la
meriwayatkan, sesungguhnya Nabi S.A.W. berkhutbah, lalu beliau bersabda:
“Janganlah anda melupakan dua hal besar, yaitu surga dan neraka.” Lalu
beliau menangis sehingga mengalir air matanya sampai membasahi
jenggotnya. Selanjutnya bersabda: “Demi Tuhan yang jiwaku berada di
tangan-Nya, seandainya anda mengetahui apa yang aku ketahui mengenai
perkara akhirat, tentu anda akan berjalan dengan kepala anda (berjalan
terbalik).”
At-Thabrani di dalam Al-Ausath berkata: “Jibril datang kepada Nabi
Muhammad sebagaimana biasanya dia mendatangi beliau. Lalu Rasulullah
S.A.W. berdiri menyambutnya dan bersabda: “Hai Jibril, mengapa aku
melihat anda berubah warna?” Jibril berkata: “Aku tidak datang kepada
anda, sehingga Allah S.W.T telah memerintahkan dengan menghembus-
hembuskan (memperbesar nyala api) neraka.” Kemudian Rasulullah S.A.W.
bersabda: “Hai Jibril, beritahukanlah kepadaku mengenai sifat-sifat neraka
Jahanam.” Jibril berkata: “Sesungguhnya Allah S.W.T. memerintahkan
urusan Jahannam, lalu Jahannam itu dinyalakan selama seribu tahun
sehingga menjadi putih. Kemudian memerintahkan lagi dan dinyalakan
seribu tahun lagi hingga menjadi merah. Lalu memerintahkan pula dan
dinyalakan seribu tahun lagi sehingga menjadi hitam pekat, gelap dan
percikan apinya tak lagi memancarkan cahaya, gejolaknya tak pernah padam.
Demi Tuhan, yang telah mengutusmu dengan haq, seandainya seorang
490
malaikat penjaga Jahannam muncul kepada penghuni dunia, tentu semua
orang-orang di bumi akan mati karena keburukan wajah dan kebusukan
baunya. Dan Demu Tuhan yang mengutusmu dengan haq, seandainya sebuah
mata rantai dari mata-mata rantai penghuni neraka, sebagaimana yang
dijelaskan Allah S.W.T dalam Kitab-Nya itu diletakkan di atas gunung-
gunung dunia, tentu gunung itu terbenam dan terus melesat ke bawah hingga
sampai pada bumi yang paling bawah.” Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Cukup bagiku hai Jibril. Jangan sampai hatiku pecah lalu aku mati.”
Perawi berkata: “Lalu Rasulullah S.A.W. melihat Jibril dalam keadaan
menangis.” Beliau bersabda: “Engkau menangis hai Jibril, sedang anda dari
Allah S.W.T berada dalam kedudukan yang cukup signifikan sebagaimana
yang anda miliki sekarang.” Jibril berkata: “Bagaimana mungkin aku tidak
menangis, justru seharusnya aku yang lebih banyak menangis. Memang aku
berada dalam ilmu Tuhan, tetapi mungkin aku berada dalam kondisi yang
tidak seharusnya, dan aku tidak mengetahuinya. Mungkin Tuhan mengujiku
sebagaimana Ia menguji iblis. Saat itu iblis berada di antara para malaikat.
Dan aku pun tidak tahu, mungkin aku akan dicoba dengan cobaan,
sebagaimana yang menimpa Harut dan Marut.” Perawi berkata: “Lalu
Rasulullah S.A.W. menangis, begitu pula Jibril, kedua-duanya larut dalam
tangisan, sehingga keduanya dipanggil: “Hai Jibril, hai Muhammad,
sesungguhnya Allah S.W.T telah menjamin keamanan bagi anda berdua dari
mendurhakai-Nya.” Kemudian Jibril naik kembali dan Rasulullah S.A.W.
keluar. Lalu beliau melewati sekelompok orang dari sahabat Anshar sedang
tertawa-tawa dan bermain-main. Maka beliau bersabda: “Apa yang anda
tertawakan sementara di belakang anda neraka Jahannam. Seandainya anda
sekalian mengetahui apa yang aku ketahui, tentu anda menjadi sedikit
tertawa dan banyak menangis, dan anda akan tidak dapat merasakan
nikmatnya makan dan segarnya minuman karena berlari dengan penuh
kerendahan kepada Allah S.W.T Azza wa Jalla.” Lalu beliau dipanggil: “Hai
Muhammad, janganlah anda membuat putus asa hamba-hamba-Ku.
Sesungguhnya Aku mengutusmu untuk menyampaikan khabar gembira,
bukan untuk menyulitkan.” Lalu beliau bersabda: “Peganglah kuat-kuat tali
Allah S.W.T dan mendekatlah kepada-Nya.”
Diriwayatkan, sesungguhnya Nabi Muhammad S.A.W. bertanya kepada
Jibril: “Aku tidak pernah melihat Mika’il tertawa sama sekali, mengapa?”
Dia berkata: “Mika’il tidak pernah tertawa sejak neraka diciptakan.” Ibnu
Majah dan Hakim meriwayatkan hadis yang disahihkannya: “Sesungguhnya
api ini (api dunia) hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian api neraka
Jahannam. Dan seandainya api ini, tidak dipadamkan (dicelupkan) dua kali
ke dalam air, tentu anda tidak akan dapat mengambil manfaat daripadanya.

491
Sesungguhnya dia (api dunia ini) telah berdoa kepada Allah S.W.T Azza wa
Jalla agar Dia tidak mengembalikan ke dalam Jahannam.”
Diriwayatkan dari Baihaqi, ketika Umar ra. membaca ayat:
ِ ‫ُكلَّ َما ن‬
َ َ‫َض َجت ُجلُودُﮪُم بَدَّلنَاﮪُم ُجلُودًا غَي َرﮪَا ِليَذُوقُوا العَذ‬
)٥٦( ‫اب‬
Artinya:
“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang
lain, supaya mereka merasakan azab.” (QS. An-Nisa’: 56).
Umar berkata: “Hai Ka’ab, ceritakanlah padaku mengenai tafsirnya.
Kalau anda benar, tentu aku akan membenarkan anda, dan jika anda
berbohong tentu aku akan menolak anda.” Ka’ab berkata: “Sesungguhnya
kulit anak cucu Adam dibakar dan diperbaharui dalam satu jam atau dalam
sehari enam ribu kali.” Umar berkata: “Anda benar.” Dari Baihaqi,
sesungguhnya Hasan Bashari berkata mengenai ayat itu, sebagai berikut:
“Api neraka memakan mereka dalam setiap hari tujuh puluh ribu kali. Ketika
api itu makan mereka, dikatakan kepada mereka: “Kembalilah.” Maka api itu
kembali melumatnya, sebagaimana semula.” Muslim meriwayatkan:
“Didatangkan orang yang paling mendapat nikmat di dunia yang termasuk
penghuni neraka. Lalu dia dicelup (dibenamkan) di dalam neraka dengan
sekali celup. Lalu dikatakan padanya: “Hai anak Adam, apakah anda pernah
melihat suatu kebaikan? Apakah anda pernah melihat sebuah kedahsyatan?”
Dia berkata: “Tidak, demi Allah S.W.T ya Tuhanku, sama sekali tidak
pernah aku ditimpa kesialan dan tidak pula aku melihat kedahsyatan.”
Kemudian didatangkan pula orang yang paling menderita dari manusia
ketika di dunia di antara penghuni-penghuni surga. Lalu dia dicelup dalam
surga dengan sekali celup, dan dikatakan padanya: “Hai anak Adam, apakah
anda pernah melihat sebuah penderitaan dengan sempurna? Pernahkah anda
ditimpa sebuah kesusahan yang sempurna?” Dia berkata: “Tidak, demi Allah
S.W.T ya Tuhanku. Tidak pernah melewatiku sebuah penderitaan yang
sempurna dan tidak pernah aku melihat sebuah kesusahan yang sempurna.”
Ibnu Majah meriwayatkan: “Dilepaslah tangisan atas penghuni-
penghuni neraka. Lalu mereka menangis, sehingga kering air matanya, lalu
mereka menangis dengan air mata darah, sehingga wajah mereka membentuk
seperti parit-parit. Seandainya perahu-perahu dilepas disitu tentu akan dapat
melaju.” Abu Yu’la berkata: “Hai manusia, menangislah kalau anda tidak
dapat menangis, maka berusahalah menangis (tangis-tangisanlah). Karena
penghuni-penghuni neraka akan menangis, sehingga air mata mereka
mengalir seperti parit-parit pada wajah mereka. Ketika habis air matanya,
bergantilah air mata darah yang bercucuran dari mata-mata mereka hingga
terluka.

99. ANTARA MIZAN DAN SHIRATH


492
Abu Dawud meriwayatkan dari Hasan, dan Hasan dari Aisyah,
sesungguhnya Aisyah menangis, lalu Rasulullah S.A.W. bersabda: “Apa
yang membuat anda menangis?” Aisyah berkata: “Aku ingat neraka, maka
aku menangis.”
Apakah anda sekalian mengingat keluarga anda pada hari kiamat?” Nabi
S.A.W. bersabda: “Ketika berada di tiga tempat, tak seorang yang akan
mengingat yang lain, yaitu: Ketika menghadap mizan (timbangan amal),
sehingga dia mengetahui ringankah timbangan amal baiknya atau beratkah;
Ketika lembaran-lembaran amal beterbangan sehingga dia mengetahui
kemanakah catatan amal itu jatuh, di tangan kanan atau kirinya, ataukah di
belakang punggungnya; Ketika menghadapi sirath, yang terbentang melintas
di atas neraka Jahannam, sehingga dia mengetahui apakah dia dapat
melewati atau tidak.”
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Anas ra., ia berkata, sesungguhnya
aku memohon pada Rasulullah S.A.W. agar beliau memberi syafa’at padaku
besok pada hari kiamat. Lalu beliau bersabda: “Aku adalah orang yang
melakukannya,insya Allah S.W.T.” Aku berkata: “Di mana aku dapat
mencari baginda?” Beliau bersabda: “Pertama anda harus mencari aku di
sirath?” Aku berkata: “Jika aku tidak menemukan baginda di sirath,
bagaimana?” Beliau bersabda: “Carilah aku di mizan.” Aku berkata: “Jika
aku tidak menemukan baginda di mizan, bagaimana?” Beliau bersabda:
“Carilah aku di al-haudh (telaga), aku tidak keliru memilih tiga tempat ini.”
Hakim meriwayatkan: “Timbangan amal dipasang pada hari kiamat.
Seandainya langit dan bumi ditimbang atau diletakkan padanya, tentu akan
dapat diletakkan (termuat). Para malaikat berkata: “Ya Tuhan, untuk siapa
timbangan ini?” Allah S.W.T. berfirman: “Untuk siapa saja yang aku
kehendaki dari makhluk-Ku.” Malaikat berkata lagi: “Maha Suci Engkau,
kami belum mengabdi pada-Mu dengan sepenuh pengabdian.”
Kemudian dipasanglah sirath seperti ketajaman pisau cukur yang sangat
tajam. Para malaikat bertanya: “Siapakah yang akan melewati sirath ini?”
Dia berfirman: “Siapa saja yang Aku kehendaki dari makhluk-Ku.” Mereka
berkata lagi: “Maha Suci Engkau, kami belum mengabdi kepada-Mu dengan
sepenuh pengabdian.”
Ibnu Mas’ud ra. berkata: “Diletakkanlah sirath di tengah-tengah neraka
Jahannam, tajamnya seperti ketajaman mata pedang yang ditipiskan, licin
dan menggelincirkan. Di atasnya terdapat beberapa pengait dari api neraka
yang dipergunakan untuk menyambar. Lalu ada orang yang ditangkap dan
dilemparkan ke neraka dengan penuh kehinaan.”
Dan di antara mereka ada orang yang melewatinya seperti kecepatan kilat
yang menyambar. Lalu pengait api itu tidak melekat sehingga selamat. Di
493
antaranya lagi ada yang seperti angin, seperti larinya kuda, seperti larinya
seorang laki-laki, seperti lari kecil (ngincik) seorang laki-laki, seperti
perjalanan kaki seorang laki-laki. Kemudian yang terakhir adalah manusia
yang tersambar dan terlempar ke dalam neraka dengan hina dina. Kemudian
Allah S.W.T memasukkan ke dalam seseorang ke dalam surga atas anugerah,
kemurahan dan rahmat-Nya. Dikatakan padanya: “Memohonlah dan
berangan-anganlah.” Dia berkata: “Ya Tuhanku, apakah Engkau
memperolok-olokkan aku, sedang Engkau Tuhan pemilik keagungan?”
Dikatakan lagi padanya: “Memohonlah dan berangan-anganlah apa yang
anda inginkan?” Sehingga terputus semua angannya (karena telah mencapai
puncak dan batas maksimalnya). Lalu Allah S.W.T berfirman: “Bagi anda
apa yang anda mohon dan ditambah dengan yang semisal lagi.”
Muslim meriwayatkan dari Ummi Mubasyyir Al-Nashariyah ra.,
sesungguhnya dia mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda di samping
Hafshah ra.: “Tidak akan masuk neraka, insya Allah S.W.T, seorang pun dari
ash-habus syajarah yang telah mengadakan bai’at di bawahnya.” Aku
berkata: “Ya, ya Rasulullah.” Lalu beliau membentaknya. Hafshah berkata:
“Sesungguhnya di antara anda sekalian, tentu akan mendatanginya.” Lalu
Nabi S.A.W. bersabda, sesungguhnya Allah S.W.T. berfirman:
َّ ‫ث ُ َّم نُن َِجي الَّذِينَ اتَّقَوا َّونَذَ ُر ال‬
)٧٢( ‫ظا ِل ِمينَ فِي َﮭا ِجثِيًّا‬
Artinya:
“Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan
membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan
berlutut.” (QS. Maryam: 72).
Ahmad meriwayatkan, sesungguhnya golongan sahabat berbeda
pendapat dalam masalah al-wurud (mendatangi). Sebagian mereka berkata:
“Orang yang beriman tidak akan memasukinya.” Sebagian yang lain berkata:
“Mereka memasuki semuanya, kemudian Allah S.W.T menyelamatkan
orang-orang yang bertakwa.”
Sebagian mereka ada yang bertanya pada Jabir bin Abdillah ra.
mengenai hal itu, lalu Jarir berkata: “Anda akan mendatangi seluruhnya,
kemudian dia mengulurkan dua buah jarinya pada kedua telinganya
(menyumbat telinganya) seraya berkata: “Menjadi tulilah kedua telinga ini,
seandainya aku tidak mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda bahwa maksud
dari al-wurud itu adalah masuk. Tidak tersisa seorang yang berbakti maupun
yang menyimpang, kecuali akan memasukinya. Lalu orang-orang mukmin
itu merasa dingin dan selamat sebagaimana yang telah terjadi atas Ibrahim.
Sehingga sesungguhnya bagi neraka, atau beliau bersabda: “Bagi Jahannam,
ada teriakan karena dinginnya mereka. Allah S.W.T berfiman: “Kemudian
Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan

494
orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS.
An-Nisa’: 72).
Hakim meriwayatkan: “Manusia mendatangi neraka, kemudian
mereka keluar meninggalkannya dengan amal-amalnya. Pertama mereka
seperti sambaran kilat, kemudian seperti laju kecepatan angin, seperti larinya
kuda, seperti orang yang naik di atas unta kendaraannya, seperti lari seorang
laki-laki dan seperti pejalan kaki.

100. KETIKA NABI SAW WAFAT

Ibnu Mas’ud ra. berkata, kami masuk menghadap Rasulullah S.A.W.


di dalam rumah ibu kita, Aisyah ra. ketika waktu perpisahan telah menjadi
begitu dekat. Beliau memandang kepada kami dan kedua mata beliau yang
mulia meneteskan air mata. Lalu beliau bersabda: “Selamat datang anda,
semoga Allah S.W.T memberi kehidupan yang terhormat kepada anda,
semoga Allah S.W.T melindungi, dan menolong anda. Aku berwasiat kepada
anda, bertakwalah kepada Allah S.W.T dan berserahlah kepada-Nya.
Sesungguhnya kedudukanku bagi anda adalah sebagai pemberi peringatan
yang nyata dari Allah S.W.T. Agar anda yang hidup di bumi Allah S.W.T
tidak berlaku sombong kepada-Nya dan juga kepada hamba-hamba-Nya.
Kini tiba saatnya, ajal semakin dekat untuk berpulang kembali ke hadirat
Allah S.W.T. kepada Sidratil Muntaha, ke surga Ma’wa dan ke ka’sil aufa
(piala minuman yang sempurna). Maka bacakanlah (sampaikan) olehmu
kepada orang-orang yang masuk dalam agamamu sepeninggalku, salam (as-
salaam) dan rahmat Allah S.W.T (wa rahmatullaah) dariku.
Diriwayatkan, sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda kepada Jibril as.
ketika menjelang wafat beliau: “Bagaimana kondisi umatku sepeninggalku?”
Lalu Allah S.W.T memberikan wahyu kepada Jibril: “Gembirakanlah
kekasih-Ku, sesungguhnya Aku tidak akan menghinakan umatnya. Dan
gembirakanlah, bahwa sesungguhnya dia adalah manusia yang paling dahulu
keluar dari bumi pada waktu mereka dibangkitkan dan sebagai pemimpin
ketika mereka dihimpun. Sesungguhnya surga diharamkan bagi seluruh
umat, sampai umat Muhammad memasukinya.”
Beliau bersabda: “Sekarang kedua mataku menjadi terhibur.” Aisyah
ra. berkata: “Kami telah diperintah Rasulullah S.A.W. untuk memandikan
beliau dengan tujuh buah qirba (tempat air) dari tujuh buah sumur. Lalu
kami mengerjakan itu dan beliau menemukan kesegaran. Beliau keluar untuk
melakukan shalat berjama’ah bersama para sahabat yang sudah berkumpul
menunggu kedatangan beliau. Beliau memohonkan ampun untuk oarng-
orang yang mengikuti perang Uhud dan mendoakan mereka serta
mewasiatkan sahabat-sahabat Anshar. Beliau bersabda: “Wahai golongan
495
sahabat Muhajirin, sesungguhnya anda mengalami perkembangan yang
begitu signifikan, sementara sahabat-sahabat Anshar kondisinya hingga saat
ini sebagaimana yang anda lihat sekarang. Sesungguhnya sahabat Anshar
adalah pusat rahasiaku, yang menolong dan melindungiku ketika aku datang
berlindung kepadanya. Maka muliakanlah kebaikan mereka dan berilah
pengampunan atas kesalahan mereka.” Kemudian beliau bersabda:
“Sesungguhnya seorang hamba telah diperintah untuk memilih antara dunia
dan apa yang ada di sisi Allah S.W.T. Lalu dia memilih apa yang ada di sisi
Allah S.W.T.” Mendengar ini Abu Bakar ra. langsung menangis, karena ia
menduga, sesungguhnya yang dimaksudkan beliau dari sabdanya itu adalah
diri beliau sendiri.
Nabi S.A.W. bersabda: “Aku mengutus anda wahai abu Bakar,
tutuplah pintu-pintu dan jalan-jalan di masjid ini, kecuali pintu Abu Bakar.
Karena sesungguhnya aku tidak mengetahui seseorang yang lebih utama di
dalam pandanganku di kalangan para sahabat yang menemani, daripada Abu
Bakar.” Aisyah ra. berkata: “Kemudian Nabi S.A.W. wafat di dalam
rumahku, tepat saat giliran bagiku, di antara pesona dan pengorbananku. Dan
Allah S.W.T mempertemukan antara ludahku dan ludah beliau, pada saat
detik-detik kewafatan beliau. Lalu saudaraku laki-laki Abdur Rahman masuk
sedang di tangannya terdapat siwak, beliau memandangnya, dan aku
mengerti maksudnya, bahwa beliau tertarik dengan siwak itu. Aku berkata
pada beliau: “Aku ambilkan untukmu?” Beliau mengisyaratkan dengan
kepalanya, sebagai tanda: “Ya.” Aku berikan siwak itu kepadanya dan beliau
memasukkan ke dalam mulutnya, tetapi beliau merasakan kesulitan. Aku
berkata: “Aku memperlunakkannya untukmu?” Beliau mengisyaratkan
dengan kepalanya, sebagai ungkapan: “Ya.” Aku buat siwak itu seelastis
mungkin. Saat itu di hadapan beliau terdapat rukwah (sebuah bejana dari
kulit yang berisi air). Beliau mengulurkan tangannya dan memasukkan
kedalam bejana yang berisi air itu, sambil bersabda: “Laa ilaaha illallaah,
sesungguhnya kematian itu memiliki sakaratul maut. Kemudian beliau
menegakkan tangannya seraya bersabda: “Ar-Rafiiqul A’la Ar-Rafiiqul A’la
(teman yang agung).” Aku berkata: “Jika demikian, demi Allah S.W.T,
beliau tidak memilih kita?”
Sa’id bin Abdullah meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata: “Setelah
sahabat-sahabat Anshar melihat, bahwa kondisi fisik Rasulullah S.A.W.
bertambah berat, mereka berduyun-duyun datang di sekitar masjid.
Abbas ra. masuk menemui Nabi S.A.W. memberitahukan kepada
beliau mengenai kondisi kecemasan dan kekhawatiran mereka yang
terkonsentrasi di sekitar masjid. Al-Fadhl menyusul masuk pada beliau dan
memberitahukan hal yang sama. Beliau mengulurkan tangannya dan
bersabda: “Haa?” Mereka langsung memegang beliau (memberikan
496
pertolongan). Beliau bersabda lagi: “Apa yang anda katakan tadi?” Mereka
berkata: “Kami mengkhawatirkan jangan-jangan baginda akan wafat.”
Sehingga para perempuan menjerit-jerit karena berkumpulnya kaum laki-laki
kepada Nabi Muhammad S.A.W. Dengan kondisinya sangat lemah beliau
berusaha bangkit dan keluar dengan di papah (menyandarkan) pada Ali dan
al-Fadhl, sementara Abbas berada di depan Rasulullah S.A.W. Pada saat itu
kepala beliau dalam keadaan terikat. Beliau melangkah dengan kedua
kakinya yang sudah sangat lemah sehingga duduk di tingkat paling bawah
tangga mimbar. Manusia menjadi menyerbu berebutan mendekat pada
beliau. Beliau memuji dan menyanjung Allah S.W.T. lalu bersabda: “Wahai
sekalian manusia, sesungguhnya telah sampai padaku bahwa anda
mengkhawatirkan akan kematianku. Janganlah anda sekalian membenci akan
kematian Nabi anda, sehingga seakan-akan ia tidak menyukainya. Aku
dalam kondisi sakit dan berusaha untuk bisa datang di hadapan anda.
Bukankah aku telah mengkhabarkan kepada anda, adakah seorang nabi yang
diutus sebelum aku, tidak mati dan hidup kekal di sisi anda. Ketahuilah,
sesungguhnya aku akan bertemu dengan Tuhanku dan sesungguhnya anda
juga akan menyusul untuk bertemu dengan-Nya. Dan sesungguhnya aku
mewasiatkan pada anda mengenai orang-orang Muhajirin yang dahulu-
dahulu, mereka itu adalah orang-orang yang baik dan aku pun mewasiatkan
pada orang-orang Muhajirin mengenai apa yang ada di antara mereka
sendiri. Karena sesungguhnya Allah S.W.T. berfirman: “Demi waktu Ashar.
Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian kecuali orang-orang
yang beriman dan beramal saleh...” (QS. Al-‘Ashr: 1-2).
Sesungguhnya segala sesuatu, berjalan atas izin Allah S.W.T, maka
janganlah sekali-kali keterlambatan suatu hal mendorong anda untuk
mempercepatkannya, karena Allah S.W.T Azza wa Jalla tidak akan
mempercepat sebab orang yang mempercepat. Barangsiapa yang ingin
mengalahkan Allah S.W.T, tentu Allah S.W.T akan mengalahkannya.
Barangsiapa yang menipu Allah S.W.T, tentu Allah S.W.T akan membalas
tipuannya. “Maka apakah kiranya jika anda berkuasa, anda akan membuat
kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (QS.
Muhammad: 22). Aku wasiatkan juga pada anda mengenai sahabat-sahabat
Anshar dengan baik, karena mereka adalah orang-orang yang menempati
perkampungan dan keimanan sebelum anda, agar anda berbuat baik terhadap
mereka. Bukankah mereka telah membagi dua dengan anda buah-buahan?
Bukankah mereka telah membuat lapang atas anda dalam perkampungan-
perkampungan. Bukankah mereka telah mendahulukan anda daripada diri
mereka sendiri, sementara mereka dilanda kemiskinan? Ingatlah, barangsiapa
yang diberi kuasa untuk menghakimi di antara dua orang laki-laki, hendaklah
dia menerima dari kebaikan-kebaikan mereka dan mengampuni kesalahan-
497
kesalahan mereka. Perhatikanlah, sesungguhnya aku akan mendahului anda
dan anda akan menyusul aku. Perhatikanlah akan-akan janji anda. Al-Haudh
(telaga) itu adalah telagaku. Telagaku lebih luas dari apa yang ada di antara
Basrah di Syam dan San’a di Yaman. Di dalamnya dituangkan talang al-
Kausar, airnya lebih putih daripada susu, lebih lembut daripada buih dan
lebih manis daripada madu. Barangsiapa yang minum dari sana, dia tidak
akan merasa haus untuk selamanya. Batu-batu kerikilnya adalah mutiara,
pasir sungainya adalah misik. Barangsiapa terhalang di mauqif, tentu dia
akan terhalangi dari kebaikan seluruhnya. Perhatikanlah, barangsiapa yang
suka untuk mendatangi telagaku di sisiku, besok hari kiamat, hendaklah dia
menahan lidah dan tangannya kecuali dalam hal yang seharusnya.”
Abbas berkata: “Hai Nabi Allah S.W.T, wasiatkanlah mengenai
Quraisy.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku mewasiatkan dengan perkara
ini pada orang Quraisy, dan manusia-manusia akan mengikuti orang-orang
Quraisy, manusia yang baik akan mengikuti orang yang baik dari Quraisy,
dan yang durhaka dari mereka kepada yang durhaka dari Quraisy.
Sampaikan pesan kepada keluarga Quraisy agar berbuat baik kepada
manusia. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya dosa-dosa ini merubah
beberapa kenikmatan dan mengganti beberapa pembagian, maka apabila
manusia berbuat baik, berbuat baik pulalah pemimpin-pemimpin mereka dan
apabila manusia menyeleweng, maka pemimpin-pemimpin mereka itupun
menentang mereka.
Allah S.W.T. berfirman: “Dan demikianlah Kami jadikan sebagian
orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain
disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS. Al-An’am: 129).
Ibnu Mas’ud ra. meriwayatkan, sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda
kepada Abu Bakar ra., bertanyalah hai Abu Bakar.” Dia berkata: “Ya
Rasulullah, apakah ajal telah dekat? Beliau bersabda: “Ajal benar-benar telah
dekat dan hampir tiba.” Abu Bakar berkata: “Semoga menggembirakan,
wahai Nabi Allah S.W.T apa yang di sisi Allah S.W.T. Alangkah
menggembirakannya kembali kehadirat Allah S.W.T, ke Sidratil Muntaha,
kemudian ke surga Ma’wa dan surga Firdaus yang tinggi, minuman yang
sempurna, Ar-Rafiiqil A’la dan kehidupan yang menyenangkan.” Abu Bakar
berkata lagi: “Hai Nabi Allah S.W.T, siapa yang engkau serahi untuk
memandikan anda?” Beliau bersabda: “Semua laki-laki dari keluargaku,
yang lebih dekat kemudian yang lebih dekat.”
Abu Bakar berkata: “Dengan apakah kami harus mengkafani anda?”
Beliau bersabda: “Dengan pakaianku ini, pakaian setelan Yaman dan dengan
pakaian putih Mesir.” Abu Bakar berkata: “Bagaimana kami menyalatkan
atas anda?” Kami semua menangis, dan menangis pula beliau. Kemudian
beliau bersabda: “Mudah-mudahan Allah S.W.T mengampuni dan membalas
498
kebaikan anda sekalian karena Nabi anda. Kalau anda telah memandikan dan
mengkafankan aku, maka letakkanlah aku di tempat tidurku dalam rumahku
ini, ditepi kuburku. Kemudian keluarlah anda semua meninggalkan aku
sesaat. Karena sesungguhnya pertama kali yang akan menyalatkan aku
adalah Allah S.W.T Azza wa Jalla. Allah S.W.T berfirman: “Dialah yang
memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan
untukmu)...” (QS. Al-Ahzab: 43).
Kemudian Dia mengizinkan para malaikat untuk menyalatkan aku.
Makhluk Allah S.W.T dari para malaikat yang pertama kali masuk padaku
dan menyalatkan aku adalah Malaikat Jibril, kemudian Mika’il, Israfil, lalu
semua malaikat maut beserta anak buahnya yang banyak, kemudian disusul
semua malaikat shallallahu ‘alaihim ‘ajam’in. Kemudian anda sekalian,
maka masuklah anda padaku dengan berombong-rombongan dan
shalatkanlah aku dengan berombong-rombong, kelompok demi kelompok
dan bacakanlah salam. Janganlah ada yang menjerit dan jangan pula
berteriak-teriak. Di antara anda hendaklah memulai dengan seorang imam
dan ahli baitku, yang lebih dekat lalu yang lebih dekat. Kemudian
rombongan perempuan dekat, lalu yang lebih dekat, lalu rombongan anak-
anak.”
Abu Bakar berkata: “Lalu siapakah yang akan memasukkan anda ke
dalam kubur?” Beliau bersabda: “Beberapa golongan dari keluargaku, yang
lebih dekat lalu yang lebih dekat beserta malaikat yang banyak yang tidak
anda lihat sedang mereka melihat anda. Berdirilah dan sampaikanlah dari
saya, kepada orang yang sesudah aku.”
Aisyah berkata: “Ketika kami berada dalam sebuah kondisi harapan
dan kegembiraan yang belum pernah kami alami sebelumnya, tiba-tiba
Rasulullah S.A.W. bersabda: “Keluarlah anda semua perempuan (istri-istri
beliau) dari aku, ini ada malaikat meminta izin masuk padaku.” Keluarlah
semua yang ada dalam rumah kecuali aku, kepala beliau berada di
pangkuanku. Lalu beliau duduk, dan aku menyingkir ke sebuah sisi rumah.
Beliau lalu berbicara dengan malaikat itu dalam waktu lama. Kemudian
beliau memanggil aku dan mengembalikan kepalanya ke dalam pangkuanku
serta beliau bersabda pada para perempuan (istri-istri beliau): “Masuklah
anda semua.” Aku berkata: “Bukankah ini tadi suara Jibril as.” Nabi S.A.W.
bersabda: Benar hai Aisyah, itu tadi adalah malaikat maut datang padaku.”
Dia berkata: “Sesungguhnya Allah S.W.T Azza wa Jalla telah mengutusku
dan memerintahkan aku untuk tidak masuk pada engkau, kecuali mendapat
izin. Jika engkau tidak mengizinkan aku, tentu aku akan kembali dan jika
engkau mengizinkan aku, aku akan masuk. Dia juga telah memerintahkan
aku. Sekarang apa yang engkau perintahkan? Aku berkata: “Bertahanlah
engkau sehingga Jibril datang padaku.” Dan ini adalah saat baginya. Aisyah
499
berkata: “Lalu kami menghadapi suatu hal yang tidak kami mengerti dan
tidak pula kami memiliki jawabannya. Lalu kami tercekam dan seakan-akan
kami terpukul oleh suatu suara yang mengejutkan dan kami menjadi
kebingungan karena menganggap besar perkara itu, karena ketakutan yang
memenuhi hati kami, tidak seorangpundari ahli bait yang berbicara, karena
mengagungkannya.”
Aisyah berkata: “Datanglah Jibril pada saatnya, dia menyampaikan
salam, aku mengetahui dan merasakannya, maka ahli bait keluar, lalu
masuklah Jibril. Jibril berkata: “Sesungguhnya Allah S.W.T Azza wa Jalla
membacakan salam padaku. Dia lebih mengetahui mengenai apa yang
engkau temukan dari dirimu. Tetapi dia menghendaki untuk menambahkan
padamu kemuliaan dan keagungan dan menyempurnakan kemuliaan dan
keagungan atas semua makhluk serta agar hal itu menjadi sunnah bagi
umatmu.” Beliau bersabda: “Aku menemukan diriku sakit (aku masih dalam
kondisi sakit).” Jibril berkata: “Bergembiaralah, karena Allah S.W.T
menghendaki untuk membuatmu sampai kepada apa yang Dia sediakan
untukmu.” Beliau bersabda lagi: “Hai Jibril, sesungguhnya malaikat maut
telah minta izin padaku. Jibril berkata: “Hai Muhammad, sesungguhnya
Tuhanmu sangat merindukanmu. Tidakkah memberitahukanmu orang yang
telah menghendakimu?” Tidak, demi Allah S.W.T. Tidak pernah malaikat
maut minta izin pada seorang pun dan tidak diizinkan baginya untuk itu
selamanya. Ingatlah, sesungguhnya Tuhanmu menyempurnakan
keagunganmu, sedang Dia merindukan anda.” Beliau bersabda: “Janganlah
beranjak kalau begitu, sehingga dia datang.” Dan beliau mengizinkan para
perempuan dan bersabda: “Hai Fatimah, mendekatlah.” Lalu Fatimah
mendekatkan dan menempelkan kepala (kupingnya) pada wajah (mulut)
beliau lalu berbicara dengannya. Fatimah mengangkat kepalanya, air mata
berderai dari kedua matanya dan tidak kuasa berkata-kata. Kemudian beliau
bersabda lagi: “Dekatkan kepalamu padaku.” Dia lalu menempelkan kepala
di atas beliau dan beliau mengajaknya bicara. Dia mengangkat kepalanya
dalam keadaan tertawa dan tidak berkuasa berkata-kata. Apa yang kami lihat
darinya adalah suatu keanehan dan kami bertanya padanya setelah itu.
fatimah berkata, beliau mengabarkan padaku dan bersabda: “Sesungguhnya
aku akan wafat hari ini.” Maka menangislah aku. Kemudian beliau bersabda:
“Aku telah berdoa kepada Allah S.W.T agar Dia mempertemukan kamu
dengan aku dalam permulaan keluargaku dan agar Dia menjadikanmu
bersamaku.” Maka aku tertawa. Lalu Fatimah mendekatkan kedua putranya
kepada beliau, lalu beliau mencium mereka.”
Aisyah berkata, dan datanglah malaikat maut memberi salam dan
minta izin masuk. Lalu beliau mengizinkannya. Malaikat berkata: “Apa yang
engkau perintahkan hai Muhammad.” Beliau bersabda: “Pertemukanlah aku
500
dengan Tuhanku sekarang.” Dia berkata: “Baik, pada harimu ini?
Ketahuilah, sesungguhnya Tuhan rindu terhadapmu dan tidaklah ada
seseorang yang pernah mondar-mandir, seperti mondar-mandir-Nya karena
menanti kehadiranmu, serta tidak melarang aku masuk pada seseorang,
kecuali atas izin yang selain engkau. Tapi saat kematianmu telah di
depanmu.”
Aisyah berkata: “Lalu datanglah Jibril dan berkata: “Assalaamu
‘alaika yaa Rasulullah (Keselamatan atas engkau ya Rasulullah). Ini adalah
sesuatu yang terakhir kali diturunkan ke bumi. Wahyu telah ditutup, sudah
tidak ada lagi yang diturunkan ke bumi. Tidak ada satu hajatpun bagi kami
turun ke bumi, selain engkau dan tidak pula ada satu keperluan pun kecuali
hanya untuk menghadirimu. Kemudian aku akan tetap pada tempatku. Tidak,
demi Tuhan yang mengutus Muhammad dengan kebenaran, tidak ada di
dalam rumah seorang pun yang berkuasa memilihkan sebuah kata-kata
kepada beliau dalam hal itu, dan beliau pun tidak mengutus seorang laki-laki
pun karena besarnya apa yang kami dengar dari pembicaraannya.
Aisyah berkata: “Aku berdiri kepada Nabi Muhammad S.A.W. aku
meletakkan kepalanya di antara kedua buah dadaku dan aku memegang
dadanya. Beliau tidak sadarkan diri, sementara dahi beliau mencucurkan
keringat, yang sama sekali tidak pernah aku melihat dari manusia. Lalu aku
mengalirkan keringat itu dan tidak pernah aku menemukan bau sesuatu yang
lebih harum darinya. Aku berkata pada beliau setelah beliau sadar: “Demi
Allah S.W.T, ibuku, diriku, dan keluargaku, sebagai tebusan bagimu keringat
apakah yang keluar dari dahimu?” Beliau bersabda: “Wahai Aisyah,
sesungguhnya ruh orang mukmin akan keluar dengan disertai keringat yang
bercucuran. Sementara ruh orang kafir keluar dari kedua sudut mulutnya
seperti nafas keledai.” Pada waktu itu kami gemetar dan kami mengutus
untuk menyusul keluarga kami. Pertama kali laki-laki yang datang pada
kami, akan tetapi tidak sempat menyaksikannya, adalah saudaraku laki-laki,
ayahnya telah mengutus padaku.
Rasulullah S.A.W. wafat sebelum kedatangan seseorang.
Sesungguhnya Allah S.W.T menghalangi mereka karena beliau dikuasai
Jibril dan Mika’il. Ketika pingsan beliau bersabda: “Rafiiqul A’la, seakan-
akan pemilihan dikembalikan pada beliau lagi. Ketika bicara beliau lancar
kembali, beliau bersabda: “As-shalah as-shalah (shalat, shalat), berpegang
teguhlah pada shalat, shalat. Beliau terus berwasiat shalat, hingga beliau
wafat, dengan sabda terakhirnya: “As-shalah, as-shalah.”
Aisyah ra. berkata: “Rasulullah wafat pada waktu antara Dhuha
matahari sudah tinggi dan pertengahan siang, pada hari Senin.” Fatimah ra.
berkata: “Tidaklah aku berjumpa dengan hari Senin, demi Allah S.W.T, umat
ini tidak henti-hentinya diuji di dalamnya dengan peristiwa besar.” Umi
501
Kultsum berkata saat hari Ali terkena musibah di Kufah seperti Fatimah itu:
“Apa yang kami temukan dalam hari Senin, Rasulullah S.A.W. telah wafat di
dalam hari itu, Ali dibunuh juga di hari itu dan di hari itu pula ayahku
dibunuh, lalu apa yang aku temukan dari hari Senin.”
Aisyah ra. berkata: “Ketika Rasulullah wafat masuklah manusia
sehingga suara terdengar gaduh, sementara malaikat-malaikat menyelubungi
Rasulullah S.A.W. dengan kainku. Respon mereka atas kematian Rasulullah
S.A.W. berbeda-beda, sebagian percaya dengan kematian beliau, sebagian
lagi membisu dan tidak berbicara kecuali setelah jauh. Sebagian yang lain
menjadi panik, mereka mencampur-adukkan pembicaraan dengan tanpa jelas
artinya, yang lain lagi lebih memilih diam. Umar bin Khaththab sendiri pada
awalnya termasuk orang-orang yang tidak mempercayai kematian beliau,
sedang Ali di antara orang yang berdiam diri dan Usman termasuk orang
yang membisu. Tidak seorang pun dari kaum muslimin seperti keadaan Abu
Bakar dan Abbas. Sesungguhnya Allah S.W.T Azza wa Jalla menguatkan
kedua orang ini dengan taufiq dan ketabahan. Sementara manusia-manusia
saling tidak mempercayai atas kewafatan beliau. Mereka tidak
mengindahkan perkataan siapapun kecuali perkataan Abu Bakar. Abbas
datang menghadapi mereka dan berkata: “Demi Allah S.W.T, yang tidak ada
Tuhan kecuali Dia, sungguh beliau benar-benar telah wafat. Bukankah beliau
telah bersabda mengenai hal itu kepada anda?
Allah S.W.T. berfirman: “Sesungguhnya kamu akan mati dan
sesungguhnya mereka akan mati (pula). Kemudian sesungguhnya kamu pada
hari kiamat akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu.” (QS. Az-
Zumar: 30-31).
Berita kewafatan beliau itu sampai kepada Abu Bakar, sementara dia
berada dalam Bani Harst bin Harst bin Al-Khazraj. Kemudian ia segera
datang dan masuk pada Rasulullah S.A.W. ia memandangnya, mendekap dan
mengecupnya, kemudian berkata: “Demi bapak dan ibuku sebagai tebusan
bagimu ya Rasulullah, tidaklah Allah S.W.T akan membuat engkau
merasakan mati dua kali. Maka demi Allah S.W.T, Rasulullah S.A.W. benar-
benar telah wafat.” Kemudian dia keluar menuju manusia dan berkata:
“Wahai sekalian manusia, barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka
sesungguhnya Muhammad telah mati dan barangsiapa yang menyembah
Tuhan Muhammad, maka Dia Maha Hidup dan tidak akan mati.
Allah S.W.T. berfirman:
)١٤٤( ‫س ُل أَفَإِن َّماتَ أَو قُتِ َل انقَلَبتُم َعلَى أَعقَابِ ُكم‬ ُ ‫َو َما ُم َح َّمد إِلَّ َر‬
ُّ ‫سول قَد َخلَت ِمن قَب ِل ِﮫ‬
ُ ‫الر‬
Artinya:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik ke belakang (murtad).” (QS. Ali Imran: 144).
502
Dijelaskan dalam sebuah riwayat, sesungguhnya ketika sampai
kepada Abu Bakar ra. berita kematian Rasulullah S.A.W. dia segera masuk
pada Rasulullah S.A.W. sambil terus membaca shalawat pada Nabi
Muhammad S.A.W. kedua matanya lembab dan terlihat bengkak, mulutnya
terus komat-kamit membaca shalawat atas beliau, perutnya tergoncang
hingga seakan ada yang keluar ke mulutnya dan tertahan di
kerongkongannya. Dalam kondisinya yang begitu dia masih tetap mantap
perbuatan dan ucapannya. Dia masuk dan mendekat pada Rasulullah, lalu
mendekap beliau, membuka wajahnya, mengecup keningnya dan kedua
pipinya serta mengusap wajahnya. Sambil menahan tangisnya dia berkata:
“Demi bapakku, ibuku, jiwaku dan keluargaku sebagai tebusan bagimu,
sungguh engkau baik di waktu hidup dan mati. Terputuslah karena
kematianmu apa yang tidak terputus karena kematian seseorang dari nabi-
nabi terdahulu. Agunglah engkau untuk disebutkan sifatmu, dan luhurlah
engkau dari ditangisi. Engkau begitu istimewa dan engkaulah yang membuat
kami berderajat sama dalam dirimu. Seandainya kematianmu bukan atas
pilihanmu, tentu kami akan mencurahkan kesedihan sepenuh hati dan
seandainya engkau tidak melarang kami menangis, tentu kami akan
menghabiskan air mata untuk menangisimu. Adapun sesuatu yang tidak
mampu kami hilangkan adalah kesedihan yang tersimpan dan kenangan akan
berduaan serta kesetiaan menunggui, sungguh kenangan-kenangan
Itu sangat terkesan, yang tidak pernah sirna. Ya Allah S.W.T, sampaikanlah
pada beliau dari kami. Ingatlah, ya Muhammad, mudah-mudahan Allah
S.W.T menambah rahmat atas engkau, di sisi Tuhanmu, dan semoga kami
termasuk dalam keadaan sepertimu.
Seandainya engkau tidak meninggalkan ketenangan jiwa kepada
kami, tentu tak seorang pun yang dapat berdiri menghadapi kondisi
kegelisahan sepeninggalmu. Ya Allah S.W.T, sampaikanlah pada Nabi-Mu
dari kami, pelihara beliau dalam diri kami. Jadikanlah ia selalu terpatri dalam
diri kami, sehingga kecintaan kami kepada beliau semakin menggelora,
memenuhi ruang hati kami, yang terus merefleksi melalui aksi ucapan dan
tindakan kami. Sehingga beliau bagi kami benar-benar sebagai suri tauladan
yang baik (uswah hasanah). Kami berharap semoga Allah S.W.T mengganti
kejahatan kami dengan kebaikan-kebaikan dan mempertemukan kami
dengan Nabi kami yang tercinta, dalam keadaan iman. Sungguh ini adalah
sebuah permintaan dan harapan yang mulia lagi agung. Walhamdu lilaahi
rabbil ‘aalamiin.”

503
504

Anda mungkin juga menyukai