Anda di halaman 1dari 6

Tata Cara Shalat Witir: Niat, Waktu, Bacaan, dan

Keutamaannya
Shalat witir merupakan ibadah sunnah yang memiliki banyak keutamaan.
Shalat sunnah witir adalah salah satu shalat sunnah mu’akkad (sangat
dianjurkan) dalam Islam. Para ulama berbeda pendapat soal status hukum shalat
yang satu ini. Menurut mayoritas ulama Hanafiyah, wajib hukumnya melakukan
shalat witir, sehingga akan berdosa orang-orang yang tidak melakukannya.
Sedangkan menurut mayoritas ulama mazhab Syafi’iyah, hukum shalat witir
adalah sunnah, tidak sampai berhukum wajib. Artinya, jika dilakukan
mendapatkan pahala, jika ditinggalkan tidak berkonsekuensi dosa.

Adapun dalil yang dijadikan landasan oleh ulama mazhab Syafi’iyah


adalah hadits Rasulullah ‫ﷺ‬, yaitu:

‫ فَِإ َّن هّٰللَا َ ِو ْت ٌر يُ ِحبُّ اَ ْل ِو ْت َر‬،‫َأوْ تِرُوْ ا يَا َأ ْه َل ْالقُرْ آ ِن‬

Artinya, “Berwitirlah kalian semua, wahai ahli Al-Qur’an, karena sesungguhnya


Allah itu ganjil, dan menyukai hal-hal yang ganjil” (HR Khuzaimah).

Ketentuan Waktu Shalat Witir Menurut mayoritas ulama, sebagaimana


yang dikutip oleh Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitab al-Fiqhul Islami wa
Adillatuh, yaitu dimulai setelah melaksanakan shalat Isya’ sampai terbitnya
fajar shadiq, dan bukan setelah masuknya shalat Isya’. Artinya, jika waktu
shalat Isya’ sudah masuk tapi seseorang belum melaksanakannya, maka ia tidak
dianjurkan melakukan shalat sunnah witir sebab kesunnahan shalat witir
dimulai setelah melaksanakan shalat Isya’. Ketentuan waktu ini sudah final,
tanpa diperdebatkan oleh para ulama. Mereka sepakat bahwa shalat sunnah witir
tidak bisa dilakukan dan tidak sah sebelum melaksanakan shalat Isya’, atau
setelah terbitnya fajar shadiq (masuk waktu shalat Subuh).Sedangkan waktu
yang lebih baik untuk melakukannya adalah pada akhir malam, tepatnya sebagai
penutup dari segala ibadah-ibadah shalat yang dilakukan pada malam hari. Hal
ini berlandaskan pada sebuah hadits Rasulullah:

َ ‫اِجْ َعلُوْ ا ٰا ِخ َر‬


ً‫صاَل تِ ُك ْم ِمنَ الَّل ْي ِل ِو ْترا‬

Artinya, “Jadikanlah akhir shalat kalian semua di malam hari dengan dengan
shalat witir” (Syekh Wahbah Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Bairut:
Darul Fikr, Damaskus, 2010], juz II, h. 185).

Jumlah Rakaat dan Bacaan Shalat Witir


1
Secara umum, shalat sunnah witir tidak mempunyai hitungan jumlah
rakaat secara khusus. Artinya, orang yang hendak melaksanakannya tidak
dituntut melakukannya dalam rakaat tertentu. Ia boleh melakukan sesuai
keinginannya asalkan berjumlah ganjil, sebagaimana namanya, witir (ganjil). Ia
boleh melakukan satu rakaat, tiga rakaat, atau lima rakaat dan seterusnya. Hal
itu sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah ‫ ﷺ‬dalam sebuah hadits, yaitu:

َّ‫ َو َم ْن َأ َحب‬، ْ‫ث فَ ْليَ ْف َعل‬


ٍ ‫ َو َم ْن َأ َحبَّ َأ ْن يُوتِ َر بِثَاَل‬، ْ‫س فَ ْليَ ْف َعل‬
ٍ ‫ر بِ َخ ْم‬kَ ِ‫ َم ْن َأ َحبَّ َأ ْن يُوت‬،‫ق َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم‬ ٌّ ‫اَ ْل ِو ْت ُر َح‬
ْ‫اح َد ٍة فَ ْليَ ْف َعل‬
ِ ‫ر بِ َو‬kَ ِ‫َأ ْن يُوت‬
Artinya, “(Shalat) witir adalah hak bagi semua umat Islam, maka barang siapa
yang suka untuk melakukan witir dengan lima rakaat, maka lakukanlah. Barang
siapa yang suka melakukan witir dengan tiga rakaat, maka lakukanlah. Dan,
barang siapa yang yang suka melakukan shalat witir dengan satu rakaat, maka
lakukanlah.” (HR Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Hanya saja, para ulama berbeda dalam menyikapi jumlah rakaat tersebut.
Sebab, dari berbagai jumlah yang biasa dilakukan umat Islam ketika melakukan
shalat witir sangat bervariasi dan berbeda. Oleh karenanya, ada jumlah rakaat
yang lebih baik dari yang lainnya, ada juga jumlah rakaat yang sangat baik.
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith dalam kitab Taqrirat as-Sadidah
menjelaskan bahwa jumlah rakaat paling sedikit dalam shalat witir adalah satu
rakaat. Hanya saja, makruh hukumnya jika hal ini dilakukan secara terus-
menerus tanpa disertai dengan adanya udzur. Melakukan shalat witir dengan
jumlah tiga rakaat lebih baik dari satu rakaat, sedangkan paling sempurna
adalah dilakukan sampai sebelas rakaat. (Habib Zain Ibrahim bin Sumaith,
Taqriratus Sadidah, [Darul Ilmi wad Dakwah, Tarim, 2003], halaman 281-282).

Adapun bacaan-bacaan surat ketika melakukan shalat witir adalah


sebagai berikut: Jika shalatnya satu rakaat maka bacaan surat yang dianjurkan
adalah membaca surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas setelah membaca surat al-
Fatihah. Jika shalatnya tiga rakaat maka bacaan surat yang dianjurkan adalah
membaca surat al-A’la pada rakaat pertama, membaca surat Al-Kafirun pada
rakaat kedua, dan membaca surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas pada rakaat
yang ketiga. Jika shalatnya melebihi tiga rakaat maka disunnahkan membaca
surat Al-Qadr di setiap awal rakaat, dan membaca surat al-Kafirun pada rakaat
yang kedua. Kesunnahan ini terus berlanjut mulai dari rakaat pertama sampai
pada rakaat kedelapan. Sedangkan bacaan surat pada rakaat kesembilan
mengikuti bacaan yang telah dijelaskan pada poin 2, yaitu membaca surat al-

2
A’la pada rakaat kesembilan, membaca surat al-Kafirun pada rakaat kesepuluh,
dan membaca surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas pada rakaat kesebelas
(Sayyid Muhammad Abdullah al-Jurdani, Fathul Allam bi Syarhi Mursyidil
Anam, [Bairut: Dar Ibnu Hazm, Lebanon, 1997], juz II, h. 73).  

Tata Cara Melakukan Shalat Witir

Sebagaimana ketentuan shalat sunnah pada umumnya, shalat witir juga


mempunyai syarat dan rukun yang harus dipenuhi, yaitu dimulai dengan
takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, membaca al-Fatihah, ruku’, i’tidal,
sujud, dan lainnya. Hanya saja, dalam praktik pelaksanaannya, shalat witir bisa
dilakukan dengan dua cara apabila jumlah rakaat yang dilakukan melebihi dari
satu rakaat. Dua cara tersebut adalah:  

1.Boleh menyambung (washal), yaitu menggabungkan rakaat terakhir dengan


rakaat sebelumnya. Contoh: melakukan shalat witir sebelas rakaat dengan satu
kali takbiratul ihram dan satu salam.

2.Boleh dilakukan secara terpisah (fashal), yaitu memisah rakaat sebelumnya


dengan rakaat sesudahnya. Contoh: melakukan shalat witir 10 rakaat dengan
satu salam lalu ditambah satu rakaat dengan satu salam, atau bisa juga
dilakukan dengan satu salam pada tiap dua rakaat. Cara yang kedua ini lebih
utama daripada cara yang pertama. (Habib Zain bin Sumaith, Taqriratus
Sadidah, 2003, h. 287).  

Adapun niat shalat witir, yaitu:

‫صلِّ ْي ُسنَّةً ْال ِو ْت ِر َر ْك َعةً هّٰلِل ِ تَ َعالَى‬


َ ‫ُأ‬
Ushallî sunnatal witri rak’atan lillahi ta’âlâ  

Artinya, “Aku niat shalat sunnah witir satu rakaat karena Allah ta’ala.”

  ‫صلِّ ْي ُسنَّةً ِمنَ ْال ِو ْت ِر َر ْك َعتَي ِْن هّٰلِل ِ تَ َعالَى‬


َ ‫ ُأ‬ 
Ushallî sunnatan minal witri rak’ataini lillahi ta’âlâ  

Artinya, “Aku niat shalat sunnah witir dua rakaat karena Allah ta’ala.”

Lafal niat yang pertama diucapkan ketika hendak melakukan shalat witir satu
rakaat, sedangkan lafal niat yang kedua diucapkan ketika hendak melakukan
dua rakaat.  

3
Dalam praktiknya, shalat witir bisa berbeda jika dilakukan di waktu yang
berbeda. Contohnya, shalat witir yang dilakukan di selain tanggal lima belas
hari terakhir pada bulan Ramadhan, tidak dianjurkan untuk membaca doa qunut
pada rakaat yang paling akhir. Namun, jika dilakukan pada tanggal lima belas
hari terakhir di bulan Ramadhan, para ulama sepakat perihal kesunnahan
membaca doa qunut saat itu (Syekh asy-Syatiri, Syarah Yaqutun Nafis, [Bairut:
Darul Minhaj, 2010], juz 1, h. 285).

Doa Setelah Megerjakan Shalat Witir

Setelah melakukan shalat witir dianjurkan untuk membaca dzikir berikut:  

ِ ‫ك القُ ُّد‬
‫وس‬ ِ ِ‫ُسب َْحانَ ال َمل‬
Artinya, “Mahasuci Allah Dzat Yang Maha Merajai dan Yang Maha Esa.”  

Bacaan dzikir di atas dibaca sebanyak 3x, dan pada bacaannya yang ketiga
dianjurkan untuk lebih mengeraskan suaranya melebihi bacaan pertama dan
kedua. Setelah itu, dilanjut dengan membaca doa berikut:  

،‫ت‬ِ ْ‫ض بِال َعظَ َم ِة َو ْال َجبَرُو‬ ِ ْ‫ت َواَأْلر‬ ِ ‫ َجلَّ ْلتَ السَّمٰ َوا‬،‫ح‬ ِ ْ‫س َربِّ ْال َماَل ِئ َك ِة َوالرُّ و‬ ِ ْ‫ك القُ ُّدو‬ِ ِ‫ُسب َْحانَ ال َمل‬
ٰ
‫ك بِ ُم َعافَاتِكَ ِم ْن‬ َ ‫ك ِم ْن س ُْخ ِط‬ َ ‫ضـا‬ َ ‫ اَللّهُ َّم إنِّ ْي َأ ُعو ُذ بِ ِر‬.‫ت‬
ِ ْ‫ َوقَهَّرْ تَ ْال ِعبَا َد بِ ْال َمو‬،‫َوتَ َع َّز ْزتَ بِ ْالقُ ْد َر ِة‬
َ‫ َأ ُعوْ ُذ بِاهللِ ِمن‬. َ‫ص ْي ثَنَا ًء َعلَ ْيكَ َأ ْنتَ َك َما َأ ْثنَيْتَ َعلَى نَ ْف ِسك‬ ِ ْ‫ك اَل ُأح‬ َ ‫ك ِم ْن‬َ ِ‫ َوَأ ُعوْ ُذ ب‬، َ‫ُعقُوبَتِك‬
‫َاضبًا فَظَ َّن اَ ْن لَّ ْن نَّ ْق ِد َر َعلَ ْي ِه‬
ِ ‫َب ُمغ‬ َ ‫(و َذا النُّوْ ِن اِ ْذ َّذه‬ َ ‫َّحيْم‬ِ ‫ان ال َّر ِجي ِْم بِس ِْم هللاِ الرَّحْ َم ِن الر‬ ِ َ‫ال َّش ْيط‬
ٰ َ‫ت من‬
) َ‫الظّلِ ِم ْين‬ ِ ُ ‫ت اَ ْن ٓاَّل اِ ٰلهَ آِاَّل اَ ْنتَ ُسب ْٰحنَكَ اِنِّ ْي ُك ْن‬ ُّ ‫ فَن َٰادى ِفى‬ 
ِ ٰ‫الظلُم‬
Artinya, “Mahasuci Allah Penguasa Yang Kudus, Tuhan para malaikat dan
Jibril.Engkau penuhi langit dan bumi dengan kemuliaan dan keperkasaan-Mu.
Engkau memiliki keperkasaan dengan kekuasaan-Mu, dan Engkau tundukkan
hamba-Mu dengan kematian. “Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari
kemurkaan-Mu, aku berlindung dengan maaf-Mu dari siksaan-Mu, dan aku
berlindung kepada-Mu dari-Mu, aku tidak bisa menyebut semua pujian untuk-
Mu sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri. Aku berlindung kepada Allah
dari godaan setan terkutuk dari tiupan dan bisikannya, dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan (ingatlah kisah) Zun
Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa
Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat
gelap, ‘Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku
termasuk orang-orang yang zalim.”

4
Setelah membaca doa di atas, kemudian dilanjutkan dengan membaca bacaan
berikut, dan paling baik dibaca sampai 40 x bacaan,

َ‫ت ِمنَ الظَّالِ ِم ْين‬ َ َ‫يَا َح ُّي يَاقَيُّوْ ُم اَل ِإ ٰلهَ اِاَّل َأ ْنتَ ُس ْب َحــان‬
ُ ‫ك ِإنِّ ْي ُك ْن‬

Artinya, “Wahai Dzat Yang Mahahidup dan berdiri sendiri, tiada tuhan selain
Engkau. Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.”  

Setelah itu, kemudian diakhiri dengan membaca ayat berikut:  

َ‫ لَهُ َونَ َّج ْينَاهُ ِمنَ ْال َغ ِّم َو َك ٰذلِكَ نُ ْن ِجي ْال ُمْؤ ِمنِين‬k‫فَا ْستَ َج ْبنَا‬

Artinya, “Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari
kedudukan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang
beriman.” (Habib Zain bin Sumaith, Taqriratus Sadidah, 2003, halaman 287).  

Keutamaan Shalat Witir

Ada banyak teks-teks hadits Rasulullah ‫ ﷺ‬yang menyebutkan keutamaan shalat


witir, di antaranya:
‫هّٰللا‬
ِ ُ‫صالَ ِة ْال ِع َشا ِء ِإلَى طُل‬
  ‫وع‬ َ ِ‫ِإ َّن َ َع َّز َو َج َّل قَ ْد َأ َم َّد ُك ْم ب‬
َ َ‫ َو ِه َى لَ ُك ْم َما بَ ْين‬،‫صالَ ٍة ِه َى َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ِم ْن ُح ْم ِر النَّ َع ِم‬
‫ْالفَجْ ر‬

Artinya, “Sesungguhnya, Allah ‫ ﷻ‬telah menyediakan kepada kalian semua


sebuah shalat, yang ia lebih baik bagi kalian daripada unta merah, yaitu shalat
witir, dan menjadikannya berada di antara shalat Isya’ hingga terbitnya fajar
(shadiq)” (HR Abu Daud).  

Pada hadits di atas, dengan sangat jelas Allah memberikan waktu secara khusus
dan ibadah secara khusus pula, agar umat Islam bisa mendapatkan pahala yang
lebih besar dan lebih banyak dari Tuhan-Nya. Ibaratnya, shalat witir sebagai
pelengkap dan penyempurna bagi ibadah wajib lainnya yang masih belum
sempurna.

Catatan :

Sebenarnya, shalat witir lebih baik dikerjakan di akhir malam atau menjelang
waktu shubuh. Namun bila khawatir tidak bangun pada waktu itu, Rasulullah
SAW menganjurkan pelaksanaannya sebelum tidur. Hal ini dijelaskan oleh
hadits riwayat Jabir, Rasulullah SAW berkata:

5
‫ فإن صالة آخر‬،‫ آخر الليل‬k‫ ومن طمع أن يقوم آخره فليوتر‬،‫ أوله‬k‫من خاف أن اليقوم من آخر الليل فليوتر‬
‫ وذلك أفضل‬،‫الليل مشهودة‬

Artinya, “Siapa yang khawatir tidak bangun di akhir malam, maka witirlah
terlebih dahulu. Sementara orang yang yakin bangun di akhir malam,
kerjakanlah witir di akhir malam, sebab shalat di akhir malam itu disaksikan
malaikat dan lebih utama,” (HR Muslim).

Menurut hadits ini, shalat di akhir malam disaksikan oleh para malaikat.
Tentu makhluk agung itu tidak hanya sekedar melihat. Mereka sekaligus
membawa rahmat untuk makhluk bumi. Dalam hadits lain dikatakan, Allah
SWT menurunkan rahmat-Nya pada akhir malam, sehingga siapapun yang
berdo’a kepada-Nya akan dikabulkan, (HR Ibnu Majah).

Witir adalah sholat sunnah yang tidak disunnahkan jama'ah kecuali di


bulan Ramadhan saja, sehingga otomatis jika bulan Ramadhan boleh dikerjakan
2 kali karena disunnahkan jamaah, sebagaimana keterangan dalam kitab Al-
Majmu'. Disunnahkan i'adatush sholat hanya dengan syarat sholat yang berupa
fardhu atau sunnah itu disyari'atkan jama'ah, meskipun berupa sholat witir
menurut imam ibnu hajar. Karena witir disyariatkan jama'ah hanya di bulan
ramadhan maka boleh (sunnah) di-i'adah di bulan ramadhan. Bahkan ada
pendapat, Sholat i'adah diulangi tanpa batas selama waktu belum keluar.
Shahabat Abu bakar & Utsman diriwayatkan mengerjakan sholat witir sebelum
tidur kemudian bangun untuk tahajjud, sedang shahabat Umar & Ali tidur,
kemudian bangun kemudian sholat tahajjud dan witir.

Anda mungkin juga menyukai