Niat Zakat
Harus niat di dalam hati ketika mengeluarkan zakat, memisahkan zakat dari
yang lain, atau saat memberikan zakat kepada wakil untuk disampaikan kepada
yang berhak atau antara memisahkan dan memberikan.
- Niat zakat untuk diri sendiri :
ض ْة
َ َه َذا زَكاَةُ َمالِي ْال َم ْف ُر ْو/ سي
ِ نَ َو ْيتُ اَنْ اُ ْخ ِر َج زَكاَةَ ْالفِ ْط ِرعَنْ نَ ْف
" Saya niat mengeluarkan zakat untuk diriku / ini adalah zakat harta wajibku “
Jika niat zakat fitrah atas nama orang lain, hukumnya diperinci sebagai berikut :
a. Jika orang lain yang dizakati termasuk orang yang wajib ditanggung nafkah
dan zakat fitrahnya, seperti istri, anak-anaknya yang masih kecil, orang tuanya
yang tidak mampu dan seterusnya, maka yang melakukan niat adalah orang
yang mengeluarkan zakat tanpa harus minta idzin dari orang yang dizakati.
Namun boleh juga makanan yang akan digunakan zakat diserahkan oleh pemilik
kepada orang-orang tersebut supaya diniati sendiri-sendiri.
b. Jika mengeluarkan zakat untuk orang yang tidak wajib ditanggung
nafkahnya, seperti orang tua yang mampu, anak-anaknya yang sudah besar
(kecuali jika dalam kondisi cacat atau yang sedang belajar ilmu agama),
saudara, ponakan, paman atau orang lain yang tidak ada hubungan darah dan
seterusnya, maka disyaratkan harus mendapat idzin dari orang-orang tersebut.
Tanpa idzin dari mereka , maka zakat yang dikeluarkan hukumnya tidak sah.
- Niat atas nama anaknya yang masih kecil :
َّ نَ َو ْيتُ اَنْ اُ ْخ ِر َج زَكاَةَ ْالفِ ْط ِرعَنْ َولَ ِدي ال
ص ِغ ْي ِر
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang masih kecil…”
- Niat atas nama ayahnya :
نَ َو ْيتُ اَنْ اُ ْخ ِر َج زَكاَةَ ْالفِ ْط ِرعَنْ اَبِي
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ayahku…”
- Niat atas nama ibunya :
2
نَ َو ْيتُ اَنْ اُ ْخ ِر َج زَكاَةَ ْالفِ ْط ِرعَنء اُ ِّمي
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ibuku…”
- Niat atas nama anaknya yang sudah besar dan tidak mampu :
نَ َو ْيتُ اَنْ اُ ْخ ِر َج زَكاَةَ ْالفِ ْط ِرعَنْ َولَ ِدي ْال َكبِ ْي ِر
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang sudah besar…”
Mekanisme pembagian zakat
Apabila zakat dibagikan sendiri oleh pemilik atau wakilnya, maka perinciannya
sebagai berikut :
- Jika orang yang berhak menerima zakat terbatas (bisa dihitung), dan harta
zakat mencukupi, maka mekanisme mengeluarkan zakatnya harus mencakup
semua golongan penerima zakat yang ada di daerah tempat kewajiban zakat.
Dan dibagi rata antar golongan penerima zakat.
- Jika orang yang berhak menerima zakat tidak terbatas atau jumlah harta zakat
tidak mencukupi, maka zakat harus diberikan pada minimal tiga orang untuk
setiap golongan penerima zakat.
Pemilik zakat tidak boleh membagikan zakatnya pada orang-orang yang
bertempat di luar daerah kewajiban zakat. Zakat harus diberikan pada golongan
penerima yang berada di daerah orang yang dizakati meskipun bukan penduduk
asli wilayah tersebut.
Sedangkan jika pembagian dilakukan oleh Imam (penguasa), baik zakat tersebut
diserahkan sendiri oleh pemilik kepada Imam atau diambil oleh Imam, maka
harus dibagi dengan cara sebagai berikut :
a. Semua golongan penerima zakat yang ada harus mendapat bagian
b. Selain golongan amil, semua golongan mendapat bagian yang sama.
c. Masing-masing individu dari tiap golongan penerima mendapat bagian (jika
harta zakat mencukupi)
d. Jika hajat dari masing-masing individu sama, maka jumlah yang diterima
juga harus sama.
Catatan :
Menurut pendapat Imam Ibnu Ujail Rh adalah :
1. Zakat boleh diberikan pada satu golongan dari beberapa golongan yang
berhak menerima zakat.
2. Zakatnya satu orang boleh diberikan pada satu yang berhak menerima zakat.
3. Boleh memindah zakat dari daerah zakat.
Tiga pendapat terakhir boleh kita ikuti (taqlid) walaupun berbeda dengan
pendapat dari Imam Syai’i . Mengingat sulitnya membagi secara rata pada
semua golongan, apalagi zakat fitrah yang jumlahnya tidak begitu banyak.
3
♦ Soal : Sah kah panitia zakat yang dibentuk oleh kelurahan ?
Jawab : Jika memenuhi persyaratan-persyaratannya seperti diangkat oleh Imam
dan panitia itu termasuk orang yang menguasai bab zakat, maka dapat disebut
amil zakat. ( kitab Al-Bajury, jilid 1 hal: 290 ).
♦ Soal : Apakah pengurus panitia zakat yang didirikan oleh suatu organisasi
Islam itu termasuk amil menurut Syari’at, ataukah tidak ?
Jawab : Panitia pembagian zakat yang ada pada waktu ini tidak termasuk amil
zakat menurut agama Islam, sebab mereka tidak diangkat oleh Imam (kepala
negara). (kitab Al-Bajuri 1/283 dan At-Taqrirat : 424).
♦ Soal : Bolehkah zakat fitrah dijual oleh panitia zakat dan hasil penjualannya
dipergunakan menurut kebijaksanaan panitia ?
Jawab : Zakat fitrah tidak boleh dijual kecuali oleh mustahiqnya. (kitab Al-
Anwar juz 1 bab zakat)
♦ Soal : Bolehkah zakat atau sebagiannya dijadikan modal usaha bagi panitia-
panitia zakat atau badan-badan sosial tersebut ?
Jawab : Tidak boleh zakat atau sebagiannya dijadikan modal usaha bagi
panitia-panitia atau badan-badan sosial. (kitab Al-Muhadzdzab, jilid 1 hal : 169)