Anda di halaman 1dari 23

FIQIH ZAKAT & TUGAS AMIL

Dalam Perspektif Kutubut KH. MOH. CHUSNAN ALI


Wakil Katib Syuriyah

Turrots & Undang-Undang Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama


Jawa Timur

Disampaikan Dalam Kegiatan


MADRASAH AMIL ANGKATAN II
NUCARE LAZISNU KEC. PORONG
SIDOARJO Ahad, 17 April 2022
Bagian I : Pengertian Zakat

• Tinjauan Etimologi
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari
zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sesuatu itu zaka,
berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti orang itu
baik.
• Tinjauan Terminologi
Zakat dari segi istilah fiqih berarti “Sejumlah harta tertentu diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak” disamping berarti
“mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”. Jumlah yang dikeluarkan itu
disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat
lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan”.
Bagian II :
Harta Yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya

Harta yang wajib dizakati adalah :

1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi unta, sapi, kerbau, dan kambing.


2. Naqd; meliputi emas dan perak, pula termasuk uang emas atau perak.
3. Zuru’ (hasil pertanian) seperti, padi, kedelai, kacang ijo, jagung, kacang tunggak dan
gandum.
4. Tsimar (buah-buahan); meliputi anggur dan kurma
5. ‘Urudh al-tijarah (harta dagangan).
6. Ma’dan (hasil pertambangan emas dan perak) dan rikaz (temuan harta emas dan perak
dari tinggalan orang-orang jahiliyah).
Bagian III :
Syarat Wajib Dikeluarkannya Zakat
A.  Syarat-syarat hewan yang wajib dikeluarkan zakatnya:
1. Sampai satu nishab.
2. Dimiliki secara penuh (al-milk al-taam) baik perorangan maupun syirkah. Jika milik umum
seperti milik masjid, madrasah, dan jam’iyah atau miliknya budak maka tidak wajib dizakati.
Keterangan : Piutang, Mabi’ yang belum diambil oleh pembeli serta barang yang hilang tetap
wajib dizakati.
3. Haul (perputaran satu tahun penuh) dengan mengikuti kalender Hijriyah

4. Tidak untuk dipekerjakan seperti untuk disewakan.


5. Digembala ditempat yang tidak dipungut biaya termasuk milik sendiri dalam mayoritas satu
tahun.

Catatan : syarat yang keempat dan kelima tidak menjadi persyaratan dalam madzhab Maliki.
Catatan :
• Menurut madzhab Hanafi perhiasan yang diperbolehkan (al-huliy al-mubah) tetap
wajib dizakati.(lihat Mauhibah Dzi al-Fadhl 4/ )
• Menurut sebagian ulama uang kertas wajib dikeluarkan zakatnya, sebagaimana
emas dan perak, sedangkan nishab kadar zakatnya sama dengan emas dan perak.

• B. Syarat-syarat wajib mengeluarkan zakat Naqd (Emas dan Perak);


1. Dimiliki atau dikuasai secara penuh (al-milk al-taam).
2. Sampai satu nishab.
3. Tidak mempunyai hutang menurut al-Madzahib al-Tsalatsah (madzhab
yang tiga) selain Syafi’iyah.
4. Haul (perputaran satu tahun penuh) mengikuti kelender Hijriyah
5. Tidak dipakai sebagai perhiasan
C. Syarat-syarat hasil bumi yang wajib dikeluarkan zakatnya;

1. Ditanam. Catatan: menurut Syeikh Mahfuzh Termas, pendapat yang lebih kuat adalah yang
tidak mensyaratkan hal ini. (lihat: Mauhibah Dzi al-Fadhl)
2. Berupa biji-bijian yang bisa menjadi makanan pokok dan bisa disimpan dalam waktu yang lama
3. Tidak mempunyai hutang menurut Hanabilah.
4. Satu nishab
• (dalam hal ini madzhab Hanafi tidak mensyaratkan nishab)
• Catatan: Hasil panen dalam masa satu tahun apabila satu jenis maka dikumpulkan dalam
menjumlah nishab dan dalam menentukan kadar zakatnya. Apabila dalam pengairannya tanpa
dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan sebanyak 10 %, dan jika dengan dipungut biaya,
maka zakat yang dikeluarkannya 5 %. Sedangkan pengairan selama setengah tahun dengan
dipungut biaya, dan setengah tahunnya lagi dengan tanpa biaya, maka zakat yang dikeluarkan
7,5 %. Adapun biaya selain pengairan seperti pupuk, racun, obat dan upah ulu-ulu tidak
termasuk biaya yang mempengaruhi kadar zakat.
D. Syarat-syaratnya buah-buahan wajib dizakati;

1. Dimiliki secara penuh (al-milk al-taam).


2. Mencapai satu nishab.
• Catatan: Menurut Hanafiyah persyaratan nishab tidak ada, sehingga
setiap buah-buahan harus dikeluarkan zakatnya.
Bagian IV :
Golongan Yang Berhak Menerima Zakat

• Golongan atau orang-orang yang berhak menerima zakat ada 8 macam


(al-ashnaf al-tsamaniyyah) yang disebutkan di dalam al-Qur’an
yaitu; fakir, miskin, amil, mu’allaf, budak, gharim, sabilillah, dan
ibnu sabil. Dan berikut ini rincian-rinciannya.
1. Fakir Miskin
• Fakir; yaitu orang yang tidak mempunyai harta atau mata pencaharian
yang layak yang bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhannya baik
sandang, papan dan pangan.
• Miskin; yaitu orang yang mempunyaai harta atau mata pencaharian
tetapi tidak mencukupi.
2. Amil zakat, Syarat-syarat dan tugas-tugasnya
• Yang dimaksud dengan amil zakat ialah suatu panitia atau badan yang dibentuk
oleh pemerintah untuk menangani masalah zakat dengan segala persoalannya.

3. Mu’allaf
• Mu’allaf atau lengkapnya al-mu’affalah qulubuhum ialah orang yang berusaha
dilunakkan hatinya. Memberikan zakat kepada mereka dengan harapan hati mereka
menjadi lunak dan loyal terhadap agama Islam.
4. Mukatab
• Mukatab adalah budak yang melakukan transaksi dengan majikannya mengenai
kemerdekaan dirinya dengan cara mengeridit dan transaksinya dianggap sah.
5. Gharim
• Gharim ialah orang-orang yang mempunyai beban hutang kepada orang lain. Hutang
tersebut ada kalanya ia pergunakan untuk mendamaikan dua kelompok yang betikai,
atau hutang untuk membiayai kebutuhannya sendiri dan tidak mampu membayarnya,
dan atau hutang karena menanggung hutang orang lain.
• 6. Sabilillah
• Sabilillah adalah orang-orang yang berperang di jalan Allah SWT dan
mereka tidak mendapatkan bayaran resmi dari negara meskipun
mereka tergolong orang-orang yang kaya.
• 7. Ibnu Sabil
• Ibnu Sabil adalah musafir yang akan bepergian atau yang sedang
melewati tempat adanya harta zakat dan membutuhkan biaya
perjalanan menurut Syafi’iyah dan Hanabilah.
Catatan :

Pertama, perlu diketahui bahwa dalam pemberian zakat terhadap


al-ashnaf al-tsamaniyah di atas masing-masing kategori (kelompok)
minimal tiga orang.
Kedua, semua kelompok di atas diberi sesuai dengan kebutuhannya;
fakir miskin diberi secukupnya untuk kebutuhan selama satu tahun,
gharim dan mukatab diberi secukupnya untuk membayar
tanggungannya, sabilillah diberi secukupnya untuk kebutuhan dalam
peperangan, ibnu sabil diberi secukupnya sampai ke negerinya,
mu’allaf diberi dengan pemberian yang dapat menghasilkan tujuan
sesuai dengan macam-macamnya mu’allaf di atas, dan amil diberi
sesuai dengan upah pekerjaannya.
BADAN AMIL ZAKAT
• Amil adalah petugas zakat yang diangkat atau dibentuk oleh imam (pemerintah) dan
posisinya sebagai wakil mustahiqqin 
• Syarat-syarat yang dipenuhi dalam diri amil yaitu;
1. Beragama Islam,
2. Mukallaf (sudah baligh dan berakal),
3. Merdeka (bukan budak),
4. Adil (dengan pengertian tidak pernah melakukan dosa besar atau dosa kecil secara
kontinyu);
5. Sehat mata;
6. Sehat telinga;
7. Laki-laki,
8. Mengerti dan memahami tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya,
9. Tidak termasuk ahlul-bait atau bukan keturunan Bani Hasyim dan Bani Muththalib;
10. Bukan mawali ahlul-bait atau budak yang dimerdekakan oleh golongan Bani Hasyim dan
Bani Muththalib.
Tugas-tugas yang diamanatkan kepada amil zakat
adalah sebagai berikut :

1. Menginventarisasi (mendata) orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat.


2. Menginventarisasi orang-orang yang berhak menerima zakat
3. Mengambil dan mengumpulkan zakat.
4. Mencatat harta zakat yang masuk dan yang dikeluarkan.
5. Menentukan ukuran (sedikit dan banyaknya) zakat.
6. Menakar, menimbang, menghitung porsi mustahiqqus zakat
7. Menjaga keamanan harta zakat
8. Membagi-bagikan harta zakat pada mustahiqqin.
Macam-Macam Amil Zakat

1. Orang yang mengambil dan mengumpulkan harta zakat.


2. Orang yang mengetahui orang-orang yang berhak menerima
zakat.
3. Sekretaris
4. Tukang takar, tukang nimbang, dan orang yang menghitung zakat
5. Orang yang mengkoordinir pengumpulan orang-orang yang wajib
zakat dan yang berhak menerima.
6. Orang yang menentukan ukuran (sedikit banyaknya) zakat.
7. Petugas keamanan harta zakat.
8. Orang yang membagi-bagikan zakat.
• Panitia zakat yang tidak dibentuk oleh pemerintah (imam) bukan Amil syar’i dan
kedudukannya sebagai wakil muzakki. Sehingga tidak boleh mengambil bagian dari harta
zakat yang terkumpul atas nama amil, akan tetapi diperbolehkan mengambil bagian
zakat dengan status selain Amil seperti ketika berstatus fakir, miskin, atau ghorim. 
• Harta zakat harus diberikan kepada musahiqqin baladuzzakat (desa tempat
zakat), kecuali menurut sebagian Ulama’, zakat boleh dibawa keluar dari
baladuz zakat.
• Tashorruf zakat fitrah sama dengan zakat mal, namun dipreoritaskan untuk
fuqoro’ dan masakin danboleh diberikan pada satu orang fakir atau miskin,
menurut sebagian ulama’
• Zakat tidak boleh diberikan kepada :
Orang kaya. Orang kafir. Bani Hasyim dan Bani Muthollib. Orang-orang yang
wajib di nafkahi  & Hamba sahaya
Lanjutan ..

• Tashorruf zakat untuk masjid, madrasah, dan


lembaga-lembaga Islam tidak diperbolehkan, kecuali
menurut Qoul dloif yang dinuqil imam Qoffal dari
sebagian Ulama’
• Tashorruf zakat untuk kiyai, ustadz dan orang-orang
yang mengurus kemaslahatan umat, diperbolehkan
menurut Ibnu Rusyd dan imam Lakhmi dari madzhab
Maliki, khusus zakat fitrah boleh ditasarrufkan
kepada mereka, apabila mereka tidak mampu (fakir
atau miskin).
ZAKAT DALAM PERSPEKTIF PERUNDANG-UNDANGAN

• UU adalah produk politik yang dihasilkan oleh lembaga politik (DPR)


dengan pihak pemerintah. Tentu saja banyak hal yang seharusnya masuk,
tapi karena berbagai pertimbangan dan alasan, menjadi tidak masuk.
Seperti dalam UU No 23/2011 ini tidak ada sanksi bagi orang yang wajib
zakat tetapi tidak mau berzakat.
• Juga tidak dimasukkannya zakat sebagai pengurang pajak langsung (tax
credit). Yang ada hanya zakat sebagai pengurang penghasil kena pajak
(tax deductable).
• Para ulama mengajarkan kepada kita suatu kaidah: “Maa laa yudroku
kulluh, laa yudroku kulluh” ( ‫)ما َاليُ ْد َر ُك ُك لُّهُ الَ ي تركك له‬Sesuatu
َ yang tidak
tercapai semuanya, jangan ditinggal semuanya.
• UU ini terdiri dari 11 Bab dan 47 Pasal. Diundangkan di Jakarta Tanggal 25
November 2011, sebagai pengganti UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat
yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum
dalam masyarakat.
• Pengelolaan zakat menurut Pasal 2 UU 23/2011 harus berasaskan:
1. Syariat Islam
2. Amanah
3. Kemanfaatan
4. Keadilan
5. Kepastian hukum
6. Terintegrasi, dan
7. Akuntabilitas
Pasal 3 UU 23/2011 menjelaskan bahwa
pengelolaan zakat bertujuan:

• Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam


pengelolaan zakat.
• Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Kesejahteraan
masyarakat, disamping terpenuhi kebutuhan pokoknya, juga
terpenuhi pendidikan, kesehatan dan pekerjaannya, serta
ketaatan ibadahnya.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

• BAZNAS merupakan lembaga pemerintah non-struktural yang mandiri


bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. BAZNAS
dibentuk dengan Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 8 Tahun 2001 tanggal
17 Januari 2001.
• Menurut Pasal 6 dan Pasal 7 UU 23/2011, BAZNAS merupakan lembaga yang
berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional, dengan
fungsi:
a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
d. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
BAZNAS Kota/Kabupaten

• BAZNAS Kota/Kabupaten terkait dengan BAZNAS Provinsi, dan


dengan BAZNAS Pusat secara struktural, termasuk di dalam
kegiatan pelaporan secara berjenjang, termasuk di dalamnya LAZ
diharuskan juga memberikan laporan kepada BAZNAS.
• Dengan demikian, yang tersentralisasi hanyalah laporan. Agar
didapatkan data base mustahik dan muzakki secara nasional yang
lebih faktual, dan jumlah pengumpulan dan pendayagunaan.
• Sedangkan dana zakatnya tetap terdesentralisasi di masing-masing
BAZNAS dan LAZ berdasarkan wilayah masing-masing.
• Hal ini sejalan dengan petunjuk Rasulullah SAW (perintah kepada
Muaz bin Jabal  ‫)ت ؤخذ منأغنيائهم ف ترد ف يف قرائهم‬.
PENDISTRIBUSIAN ZAKAT

• Dalam UU tersebut juga (Pasal 25, 26 dan 27) bahwa zakat wajib
didistribusikan kepada para mustahik sesuai ketentuan syariat (QS. At-
Taubah: 60) dengan berdasarkan pada skala prioritas, prinsip
pemerataan, keadilan dan kewilayahan, dan bisa digunakan untuk zakat
produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan
kualitas umat. Pendayagunaan secara produktif ini dilakukan setelah
kebutuhan dasar mustahik terpenuhi.
‫والسالم عليمك ورمحة هللا وبراكته‬
Untuk mewujudkan Kemandirian Jam’iyyah apalagi mengawal
Kebangkitan Kemandirian Umat sesuai dengan tagline Harlah
NUCARE LAZISNU ke 17.
Tidak hanya soal bagaimana menggerakkan potensi keuangan,
tapi juga soal pengelolaan yang transparan baik penghimpunan,
pentasharrufannya, dan pengelolaan data potensi yang ada.
Untuk itulah “MADRASAH AMIL NUCARE LAZISNU” sangat Urgent
untuk dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai