Anda di halaman 1dari 39

BAB SHALAT

BAG 3

 SHALAT-SHALAT SUNNAH

 TATA CARA SHALAT BERJAMAAH

 SEPUTAR KESALAHAN SESUDAH SHALAT


1. Definisi Shalat Sunnah

Yang dimaksud dengan shalat sunnah adalah


seluruh shalat yang apabila ditinggalkan dengan
sengaja oleh seseorang, maka tidak akan
menyebabkan ia berdosa. Dalam ilmu fiqih, shalat
sunnah sering juga disebut dengan istilah lain
seperti shalat tathowwu’, shalat mandubah, dan
shalat nafilah.
2. KEUTAMAAN SHALAT SUNNAH

1. Akan Menutupi Kekurangan pada Shalat Wajib


2. Mendekatkan diri kepada Allah
3. Dihapuskan dosa dan ditinggikan derajat
4. Akan dekat dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di
surga
5. Menggapai derajat wali Allah
 Allah akan beri petunjuk pada pendengaran, penglihatan,
kaki dan tangannya, serta doanya pun mustajab
3. Tata Cara Shalat Sunnah
Pada asalnya, tatacara pelaksanaan seluruh shalat
sunnah sama dengan shalat biasa dan dilakukan
dengan dua raka’at-dua raka’at. Namun, hal
tersebut tidak berlaku apabila memang ada dalil
yang menjelaskan bahwa tata caranya memang
berbeda, semisal tata cara pelaksanaan shalat
witir yang boleh dalam tiga raka’at sekaligus hanya
dengan satu duduk tahiyat dan satu salam, atau
shalat gerhana yang dilakukan dengan dua rukuk
setiap raka’at.
4. Shalat Sunnah Lebih Utama dilakukan di Rumah
Shalat-shalat sunnah yang telah disampaikan di atas jika
tidak dipersyaratkan untuk dilakukan di masjid, maka lebih
utama untuk dilakukan di rumah. Dalam sebuah hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya shalat yang paling
utama adalah shalat yang dilakukan seseorang di
rumahnya, kecuali untuk shalat wajib” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Akan tetapi, ada kondisi yang dapat menyebabkan shalat
sunnah bisa lebih utama untuk dilaksanakan di masjid
daripada di rumah, semisal jika dilaksanakan di rumah
akan muncul rasa malas atau akan tidak khusyuk karena
diganggu oleh anak-anak.
5. Macam-macam shalat sunnah
1. Shalat sunnah yang dikerjakan dengan berjamaah :
 Shalat Tarawih
 Shalat Ied
 Shalat Gerhana
 Shalat Istisqo’

2. Shalat Sunnah yang tidak dianjurkan berjamaah :


 Shalat yang mengiringi shalat fardhu/rawatib;
Qobliyah dan Ba’diyah (jika ditinggalkan karena udzur maka boleh
diqodho)
 Qiyamul lail/tahajud,Witir,Dhuha,wudhu,Isyraq,Mutlak,Tahiyatul
Masjid,Istikharah,Tawaf
5.2.Shalat Sunnah yang tidak dianjurkan berjamaah
1. Shalat Sunnah Rawatib
2. Shalat Tahajud (Shalat Malam)
3. Shalat Witir
4. Shalat Dhuha
5. Shalat sunnah wudhu
6. Isyraq
7. Shalat sunnah mutlak
8. Tahiyatul masjid
9. Istikharah
10.Tawaf
 Shalat Rawatib

Shalat rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat wajib yang
lima waktu, baik itu dilaksanakan sebelum atau pun sesudahnya.
Shalat rawatib yang dilakukan sebelum shalat wajib dinamakan juga
dengan shalat sunnah qobliyyah dan shalat rawatib yang dilakukan
sesudah shalat wajib dinamakan juga dengan shalat sunnah ba’diyyah.
Rinciannya :
2 rakaat sebelum shubuh,
4 raka’at sebelum dzuhur
2 rakaat sesudah dzuhur,
2 raka’at sesudah maghrib, serta
2 raka’at sesudah ‘isya.

Sangat dianjurkan untuk merutinkan shalat rawatib 12 raka’at


Dalam riwayat At Tirmidzi sama dari Ummu Habibah, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُّ ‫ْت ِفى ْال َجنَّ ِة َأرْ بَ ًعا قَ ْب َل‬


‫الظه ِْر‬ ٌ ‫صلَّى ِفى يَ ْو ٍم َولَ ْيلَ ٍة ثِ ْنتَ ْى َع ْش َرةَ َر ْك َعةً بُنِ َى لَهُ بَي‬ َ ‫َم ْن‬
‫صالَ ِة ْالفَجْ ِر‬
َ ‫ب َو َر ْك َعتَي ِْن بَ ْع َد ْال ِع َشا ِء َو َر ْك َعتَي ِْن قَ ْب َل‬
ِ ‫َو َر ْك َعتَي ِْن بَ ْع َدهَا َو َر ْك َعتَ ْي ِن بَ ْع َد ْال َم ْغ ِر‬

“Barangsiapa sehari semalam mengerjakan shalat 12 raka’at


(sunnah rawatib), akan dibangunkan baginya rumah di surga,
yaitu: 4 raka’at sebelum Zhuhur, 2 raka’at setelah Zhuhur, 2
raka’at setelah Maghrib, 2 raka’at setelah ‘Isya dan 2 raka’at
sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi no. 415 dan An Nasai no. 1794,
kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
 Shalat Sunnah Fajar (shalat sunnah Qobliyah subuh)

Yang lebih utama dari shalat rawatib adalah shalat sunnah fajar (shalat sunnah qobliyah
shubuh). 
‘Aisyah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َر ْك َعتَا ْالفَجْ ِر َخ ْي ٌر ِم ْن ال ُّد ْنيَا َو َما فِيهَا‬


“Dua rakaat sunnah fajar (subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.”  (HR. Muslim no. 725)

Juga dalam hadits ‘Aisyah yang lainnya, beliau berkata,

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَى َش ْي ٍء ِم ْن النَّ َوافِ ِل َأ َش َّد ِم ْنهُ تَ َعاهُ ًدا َعلَى َر ْك َعتَ ْي ْالفَجْ ِرأخرجه الشيخان‬
َ ‫لَ ْم يَ ُك ْن النَّبِ ُّي‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan satu pun shalat sunnah yang
kontinuitasnya (kesinambungannya) melebihi dua rakaat qobliyah Shubuh.” (HR. Bukhari
no. 1169 dan Muslim no. 724)
Hadits 10/359
Keutamaan Shalat Qabliyah Ashar Empat Rakaat Dapat Doa Rahmat
‫صلَّى‬
َ ً‫«ر ِح َم هللاُ ا ْم َرءا‬َ :‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ‫ قَا َل َرسُو ُل هللا‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما قَا َل‬ ِ ‫ابن ُع َم َر َر‬ ِ ‫َع ْن‬
َ ‫ َواب ُْن ُخ َز ْي َمةَ َو‬،ُ‫ َوَأبُو َدا ُو َد َوالتِّرْ ِم ِذيُّ َو َح َّسنَه‬،‫ َر َواهُ َأحْ َم ُد‬،»‫أرْ بَعا ً قَ ْب َل ْال َعصْ ِر‬.
ُ‫ص َّح َحه‬
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah
merahmati seseorang yang shalat empat rakaat sebelum Ashar.” (HR.
Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi. Hadits ini hasan menurut Tirmidzi
dan sahih menurut Ibnu Khuzaimah). [HR. Ahmad, 10:188; Abu Daud,
no. 1271; Tirmidzi, no. 430; dan Ibnu Khuzaimah, no. 1193. Tirmidzi
mengatakan bahwa sanad hadits ini gharib hasan. Lihat Minhah
Al-‘Allam, 3:278-279].
 
Faedah hadits

Hadits ini menunjukkan disunnahkannya shalat empat rakaat sebelum Ashar.


Hendaklah menjaga shalat sunnah qabliyah Ashar agar mendapatkan doa
rahmat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits ini berisi doa atau pengabaran. Kalau diartikan doa, maka maknanya
juga adalah pengabaran, yaitu kabar gembira bagi orang yang melakukan shalat
qabliyah Ashar empat rakaat.
Shalat empat rakaat qabliyah Ashar ini tidak masuk rawatib muakkad karena
tidak diriwayatkan kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merutinkannya. Oleh
karenanya, Aisyah dan Ibnu ‘Umar tidak menyebutkan perbuatan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal tersebut.
Shalat empat rakaat qabliyah Ashar dilakukan dengan dua rakaat salam, dua
rakaat salam.
 
 Shalat Tahajjud

Berkata pada Al Hasan Al Bashri , “Begitu menakjubkan orang yang


shalat malam sehingga wajahnya nampak begitu indah dari lainnya.”
Al Hasan berkata, “Karena mereka selalu bersendirian dengan Ar
Rahman -Allah Ta’ala-. Jadinya Allah memberikan di antara cahaya-
Nya pada mereka.”
Abu Sulaiman Ad Darini berkata, “Orang yang rajin shalat malam di
waktu malam, mereka akan merasakan kenikmatan lebih dari orang
yang begitu girang dengan hiburan yang mereka nikmati. Seandainya
bukan karena nikmatnya waktu malam tersebut, aku tidak senang
hidup lama di dunia.” (Lihat Al Lathoif 47 dan Ghodzaul Albaab 2:
504)
Imam Ahmad berkata, “Tidak ada shalat yang lebih utama dari shalat
lima waktu (shalat maktubah) selain shalat malam.” (Lihat Al Mughni
2/135 dan Hasyiyah Ibnu Qosim 2/219)
Shalat tahajjud sering juga disebut sebagai shalat malam
atau qiyamul lail, yaitu shalat sunnah yang boleh
dilaksanakan di waktu malam, kapanpun setelah
seseorang bangun dari tidurnya sampai waktu terbitnya
fajar. Sedangkan waktu yang paling utama untuk
melakukan shalat tahajjud adalah pada sepertiga malam
yang terakhir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda tentang shalat tahajjud, “Sebaik-baik
shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR.
Muslim)
Shalat tahajjud boleh dilaksanakan dengan cara
dua raka’at-dua raka’at hingga jumlah raka’at yang mampu
dilakukan.
Tsabit Al Banani berkata, “Saya merasakan kesulitan untuk shalat malam
selama 20 tahun dan saya akhirnya menikmatinya 20 tahun setelah itu.”
(Lihat Lathoif Al Ma’arif 46). Jadi total beliau membiasakan shalat malam
selama 40 tahun. Ini berarti shalat malam itu butuh usaha, kerja keras
dan kesabaran agar seseorang terbiasa mengerjakannya.

Ada yang berkata pada Ibnu Mas’ud, “Kami tidaklah sanggup


mengerjakan shalat malam.” Beliau lantas menjawab, “Yang membuat
kalian sulit karena dosa yang kalian perbuat.” (Ghodzaul Albaab, 2/504)

Lukman berkata pada anaknya, “Wahai anakku, jangan sampai suara


ayam berkokok mengalahkan kalian. Suara ayam tersebut sebenarnya
ingin menyeru kalian untuk bangun di waktu sahur, namun sayangnya
kalian lebih senang terlelap tidur.” (Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an 1726)
 Shalat Witir
Secara bahasa, witir bermakna ganjil.
Satu raka’at, tiga raka’at, dan seterusnya. Pelaksanaannya boleh
sejak setelah shalat ‘isya sampai terbitnya fajar. Apabila shalat
witir dikerjakan bersamaan dengan shalat malam, maka shalat
witir dilaksanakan sebagai penutup shalat malam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jadikanlah
akhir shalat malam kalian adalah shalat witir” (HR. Bukhari &
Muslim).

Untuk shalat witir yang tiga raka’at, boleh dilaksanakan dengan


dua cara : (1) dua raka’at kemudian salam dan di tambah
dengan satu raka’at kemudian salam, atau (2) dilaksanakan
sekaligus tiga raka’at dengan satu kali duduk tasyahud dan satu
kali salam.
 Shalat Dhuha
Shalat dhuha adalah shalat sunnah yang dilaksanakan pada
waktu dhuha. Yang dimaksud dengan waktu dhuha adalah
waktu sekitar 15 menit setelah terbitnya matahari sampai
menjelang waktu zuhur. Di antara yang menjelaskan keutamaan
shalat dhuha adalah sebuah hadits:
“Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara
kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih bernilai sedekah,
setiap bacaan tahmid bernilai sedekah, setiap bacaan tahlil
bernilai sedekah, dan setiap bacaan takbir juga bernilai sedekah.
Amar ma’ruf juga bernilai sedekah, dan nahi mungkar juga
bernilai sedekah. Itu semua bisa diganti dengan melaksanakan
shalat dhuha sebanyak 2 raka’at” (HR.. Muslim).
Shalat dhuha juga boleh dilaksanakan dengan cara dua raka’at-
dua raka’at hingga jumlah raka’at yang mampu dilakukan.
ِ َ‫ت ِم ْن َأ َّو ِل النَّه‬
‫ار‬ ٍ ‫ َك َعا‬Q‫ َو َج َّل يَا ا ْب َن آ َد َم الَ تَ ْع ِج ْز َع ْن َأ ْربَ ِع َر‬Q‫قَا َل هَّللا ُ َع َّز‬
ُ‫آخ َره‬
ِ ‫ك‬ َ ِ‫َأ ْكف‬
“Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam,
janganlah engkau tinggalkan empat raka’at shalat
di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan
mencukupimu di akhir siang.” (HR. Ahmad (5/286),
Abu Daud no. 1289, At Tirmidzi no. 475, Ad Darimi
no. 1451 . Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Waktu terbaik yaitu dikerjakan di akhir waktu.

Sedangkan waktu utama mengerjakan shalat Dhuha adalah di akhir waktu, yaitu keadaan
yang semakin panas. Dalilnya adalah,

َ ‫صالَةَ فِى َغي ِْر هَ ِذ ِه السَّا َع ِة َأ ْف‬


- ِ ‫ ِإ َّن َرسُو َل هَّللا‬.‫ض ُل‬ َّ ‫ون ِم َن الضُّ َحى فَقَا َل َأ َما لَقَ ْد َع ِل ُموا َأ َّن ال‬ َ ُ‫َأ َّن َز ْي َد ب َْن َأرْ قَ َم َرَأى قَ ْو ًما ي‬
َ ُّ‫صل‬
َ ِ‫ين تَرْ َمضُ ْالف‬
‫صا ُل‬ َ Q‫ين ِح‬َ ِ‫صالَةُ اَأل َّواب‬ َ ‫ قَا َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬
Zaid bin Arqom melihat sekelompok orang melaksanakan shalat Dhuha, lantas ia
mengatakan, “Mereka mungkin tidak mengetahui bahwa selain waktu yang mereka
kerjakan saat ini, ada yang lebih utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“(Waktu terbaik) shalat awwabin (shalat Dhuha) yaitu ketika anak unta merasakan terik
matahari.” (HR. Muslim no. 748). Artinya, ketika kondisi panas di akhir waktu.

Imam Nawawi mengatakan, “Inilah waktu utama untuk melaksanakan shalat Dhuha.
Begitu pula ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa ini adalah waktu terbaik untuk shalat
Dhuha. Walaupun boleh pula dilaksanakan ketika matahari terbit hingga waktu zawal.”
(Syarh Shahih Muslim, 6: 28)
 Shalat Sunnah Wudhu
Shalat sunnah wudhu adalah shalat sunnah dua
raka’at atau lebih yang dilaksanakan oleh seseorang
yang baru saja berwudhu, kapan pun waktunya.
Di antara dalil yang menganjurkan shalat sunnah
wudhu adalah hadits yang menjelaskan tentang
pertanyaan Nabi kepada Bilal tentang amalan yang
paling Bilal sukai. Bilal pun menjawab, “…tidaklah
aku berwudhu ketika siang atau pun malam hari
kecuali aku akan shalat dengan wudhuku itu sesuai
dengan apa yang telah ditetapkan untukku” (HR.
Bukhari dan Muslim).
 Shalat Isyroq

Shalat isyroq sebenarnya merupakan bagian dari shalat dhuha. Pembahasan


tentang shalat ini sering disendirikan karena pelaksanaannya yang harus di
awal waktu dhuha dan karena keutamaannya yang sangat besar. Isyroq
maknanya adalah terbitnya matahari. Dinamakan shalat isyroq karena
dilakukan beberapa saat (sekitar 15-20 menit) setelah terbitnya matahari. Di
antara hadits yang menjelaskan keutamaan shalat isyroq adalah :
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjamaah lalu ia
duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia
melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji
dan umroh” (HR. Tirmidzi, derajat : hasan).
Dari hadits tersebut diketahui pula bahwa syarat untuk melaksanakan shalat
isyroq adalah harus didahului dengan shalat shubuh berjamaah di masjid
lalu berdzikir sampai waktu 15-20 menit setelah matahari terbit. Berdzikir
tersebut bisa dalam bentuk membaca Al Qur’an, membaca baaan dzikir,
mendengarkan tausiyah, dan seterusnya.
 Shalat Sunnah Mutlak

Shalat sunnah mutlak adalah shalat sunnah yang


dilakukan dengan tidak terikat pada waktu tertentu,
tempat tertentu, sebab tertentu, atau jumlah raka’at
tertentu. Dengan kata lain, shalat ini boleh dilakukan
kapanpun (kecuali pada waktu-waktu tertentu yang
memang dilarang), di manapun (kecuali pada tempat-
tempat tertentu yang memang dilarang), dengan
jumlah raka’at berapapun. Shalat ini boleh
dilaksanakan dengan cara dua raka’at-dua raka’at.
Di antara waktu yang terlarang untuk melaksanakan shalat sunah
mutlak adalah :
(1) waktu setelah shalat shubuh sampai terbitnya matahari,
(2) waktu ketika matahari tepat lurus berada di atas kepala
hingga sedikit tergelincir ke barat, dan
(3) waktu setelah shalat ashar ketika matahari sudah menguning
hingga matahari terbenam.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


“Perbanyaklah bersujud (dengan shalat), karena tidaklah engkau
bersujud sekali kecuali Allah akan mengangkat satu derajat
untukmu dan menghapus satu kesalahan darimu” (HR. Muslim).
 Shalat Tahiyatul Masjid
Tahiyatul masjid secara bahasa artinya adalah
penghormatan terhadap masjid. Adapun secara istilah,
shalat tahiyatul masjid adalah shalat dua raka’at yang
dilakukan sebelum seseorang duduk di dalam masjid
kapan pun waktunya, termasuk ketika khatib jum’at
sedang berkhutbah, tetap dianjurkan untuk
melakukannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Apabila salah seorang diantara kalian
memasuki masjid, maka janganlah ia duduk sampai ia
shalat dua raka’at” (HR. Bukhari dan Muslim).
 Shalat Istikhoroh

Pertama: Ketika ingin melakukan suatu urusan yang mesti dipilih salah
satunya, maka terlebih dahulu ia pilih di antara pilihan-pilihan yang ada.

Kedua: Jika sudah bertekad melakukan pilihan tersebut, maka kerjakanlah


shalat dua raka’at (terserah shalat sunnah apa saja sebagaimana dijelaskan
di awal).

Ketiga: Setelah shalat dua raka’at, lalu berdo’a dengan do’a istikhoroh:
َ‫ َوتَ ْعلَ ُم َوال‬، ‫ك تَ ْق ِد ُر َوالَ َأ ْق ِد ُر‬َ َّ‫ فَِإن‬، ‫ك‬
َ ‫ك ِم ْن فَضْ ِل‬َ ُ‫ َوَأ ْسَأل‬، ‫ك‬ َ ِ‫ك ِبقُ ْد َرت‬َ ‫ َوَأ ْستَ ْق ِد ُر‬، ‫ك‬
َ ‫ك بِ ِع ْل ِم‬َ ‫اللَّهُ َّم ِإنِّى َأ ْستَ ِخي ُر‬
‫اج ِل‬ِ ‫ت تَ ْعلَ ُم هَ َذا اَأل ْم َر – ثُ َّم تُ َس ِّمي ِه ِب َع ْينِ ِه – َخ ْيرًا لِى فِى َع‬ َ ‫ اللَّهُ َّم فَِإ ْن ُك ْن‬، ‫ب‬ ِ ‫ت َعالَّ ُم ْال ُغيُو‬ َ ‫ َوَأ ْن‬، ‫َأ ْعلَ ُم‬
، ‫ار ْك ِلى فِي ِه‬ ِ َ‫ ثُ َّم ب‬، ‫ َويَ ِّسرْ هُ لِى‬، ‫اشى َو َعاقِبَ ِة َأ ْم ِرى – فَا ْق ُدرْ هُ ِلى‬ ِ ‫آج ِل ِه – قَا َل َأ ْو فِى ِدينِى َو َم َع‬ ِ ‫َأ ْم ِرى َو‬
ِ ‫اج ِل َأ ْم ِرى َو‬
– ‫آج ِل ِه‬ ِ ‫ال فِى َع‬ َ َ‫اشى َو َعاقِبَ ِة َأ ْم ِرى – َأ ْو ق‬ ِ ‫ت تَ ْعلَ ُم َأنَّهُ َشرٌّ ِلى فِى ِدينِى َو َم َع‬ َ ‫اللَّهُ َّم َوِإ ْن ُك ْن‬
‫ضنِى بِ ِه‬ ِّ ‫ ثُ َّم َر‬، ‫ان‬ َ ‫ْث َك‬ ُ ‫ َوا ْقدُرْ لِ َى ْال َخ ْي َر َحي‬، ُ‫فَاصْ ِر ْفنِى َع ْنه‬
[Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku
memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu
dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah
mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah
yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa
perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di
akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka
takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia
untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi
agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia
dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di
mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya]

Keempat: Lakukanlah pilihan yang sudah dipilih di awal tadi, terserah ia merasa
mantap atau pun tidak dan tanpa harus menunggu mimpi. Jika itu baik baginya,
maka pasti Allah mudahkan. Jika itu jelek, maka pasti ia akan palingkan ia dari
pilihan tersebut.
 Shalat Sunnah Sesudah Tawaf

Hadits #167
,‫اف‬ ٍ َ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللَا ِ – صلى هللا عليه وسلم – – يَا بَنِي َع ْب ِد َمن‬:‫ي هللا عنه – قَا َل‬Q‫ط ِع ٍم – رض‬ ْ ‫َو َع ْن ُجبَي ِْر ب ِْن ُم‬
َ ‫ َو‬,ُ‫ار – َر َواهُ اَ ْل َخ ْم َسة‬
, ُّ‫ص َّح َحهُ اَلتِّرْ ِم ِذي‬ ْ ‫صلَّى َأيَّةَ َسا َع ٍة َشا َء ِم ْن لَي‬
ٍ َ‫ْألو نَه‬ ِ ‫اف بِهَ َذا اَ ْلبَ ْي‬
َ ‫ت َو‬ َ ‫ط‬َ ‫اَل تَ ْمنَعُوا َأ َح ًدا‬
َ ‫َواب ُْن ِحب‬
‫َّان‬
Dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Bani Abdu Manaf, janganlah engkau
melarang seseorang melakukan thawaf di Baitullah ini dan melakukan shalat
pada waktu kapan saja baik malam maupun siang.” (Diriwayatkan oleh imam
yang lima dan hadits ini shahih menurut At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban) [HR. Abu
Daud, no. 1894; Tirmidzi, no. 868, An-Nasai, 1:284; Ibnu Majah, no. 1254;
Ahmad, 27:297, Ibnu Hibban, 1552, 1553, 1554. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, perawinya perawi Muslim.
Lihat Minhah Al-‘Allam, 2:210-211]
 
Faedah Hadits

Bani Abdu Manaf adalah yang mengurus Masjidil Haram. Manaf adalah kakek
keempat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena nama beliau adalah
Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Muththalib bin Hasyim bin ‘Abdu Manaf.
Bani Abdu Manaf punya kuasa di Masjidil Haram untuk melarang atau membuat
aturan tertentu.

Tidak boleh dilarang orang untuk thawaf walaupun pada waktu terlarang untuk
shalat seperti bada Shubuh, bada Ashar, atau ketika matahari di atas kepala.

Tidak boleh penguasa melarang manusia yang punya hak untuk mengerjakan.
Namun jika ada maslahat boleh saja yang punya kuasa melarang.

Boleh melakukan thawaf pada waktu kapan pun, begitu pula shalat sunnah bada
thawaf boleh dilakukan pada waktu apa pun meskipun pada waktu terlarang
untuk shalat dikarenakan shalat sunnah bada thawaf adalah shalat sunnah yang
punya sebab.
 
6. Beberapa hal yang biasa dilakukan setelah shalat fardhu
yang lima waktu, tapi tidak ada contoh dan dalil dari Rasulullah
 Q‫ وسلم‬Q‫ليهللا عليه‬QQ‫ ص‬dan para Sahabat ridhwaanullaah ‘alaihim
ajma’iin.

1. Mengusap muka setelah salam.


2. Berdo’a dan berdzikir secara berjama’ah yang di pimpin oleh
imam shalat.
3. Berdzikir dengan bacaan yang tidak ada nash/ dalilnya, baik
lafazh maupun bilangannya, atau berdzikir dengan dasar hadits
yang dha’if (lemah) atau maudhu’ (palsu).
Contoh:
–      Sesudah salam membaca: “Alhamdulillaah.”
–      Membaca surat al-Faatihah setelah salam.
–      Membaca beberapa ayat terakhir surat al-Hasyr dan lainnya.
4. Yang disunnahkan dalam berdzikir adalah dengan
menggunakan jari-jari tangan:
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ ‫ت َرس ُْو َل هَّللا‬ ُ ‫ َرَأ ْي‬:‫ض َي هللاُ قَ َل‬
ِ ‫َع ْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍر َر‬
‫َو َسلَّ َم يَ ْعقِ ُد التَّ ْسبِ ْي َح بِيَ ِم ْينِ ِه‬
“Dari Abdullah bin Amr  Q‫ رضيهللا عنه‬, ia berkata: Aku
melihat Rasulullah Q‫ وسلم‬Q‫ليهللا عليه‬QQ‫ ص‬menghitung
bacaan tasbih dengan jari-jari tangan kanannya.”
Bahkan, Nabi Q‫ وسلم‬Q‫ليهللا عليه‬QQ‫ ص‬memerintahkan para
Sa­habat wanita menghitung; Subhaanallaah, al­
hamdulillaah, dan mensucikan Allah dengan jari-jari,
karena jari-jari akan ditanya dan di­minta untuk
berbicara (pada hari Kiamat).
5. Berdzikir dengan suara keras dan beramai-ramai (bersamaan/ berjama’ah).
Allah ‫ي‬  ‫ل‬QQ‫ا‬Q‫ع‬QQQ‫ و ت‬Q‫بحانه‬QQ‫س‬memerintahkan kita berdzikir dengan suara yang tidak
keras (QS. Al-A’raaf ayat 55 dan 205)
Nabi Q‫ وسلم‬Q‫ليهللا عليه‬QQ‫ ص‬melarang berdzikir dengan suara keras sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Muslim dan lain-lain.
Imam asy-Syafi’i menganjurkan agar imam atau makmum tidak mengeraskan
bacaan dzikir.

6. Membiasakan/merutinkan do’a setelah shalat fardhu (wajib) dan


mengangkat tangan pada do’a tersebut, (perbuatan ini) tidak ada contoh­nya
dari Rasulullah saw.

7.Saling berjabat tangan seusai shalat fardhu (bersalam-salaman).


Tidak ada seorang pun dari Sahabat atau Salafush Shalih  yang ber­jabat tangan
(bersalam-salaman) kepada orang disebelah kanan atau kiri, depan atau
belakang­nya apabila mereka selesai melaksanakan shalat.
Berjabat tangan dianjurkan, akan tetapi me­netapkannya di setiap selesai
shalat fardhu tidak ada contohnya.
POSISI SHAF SHALAT BERJAMAAH
Batasan jumlah orang dalam shalat berjamaah adalah,
Dua orang sudah mencukupi untuk tercapainya shalat berjamaah
Shaf Terbaik :
Shaf pertama bagi laki-laki,shaf terakhir bagi wanita
Makmum lelaki lebih dari satu
MAKMUM WANITA
WANITA MENGIMAMI WANITA
Referensi :
- Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani
Kitab Shalat

Anda mungkin juga menyukai