Anda di halaman 1dari 7

18 Dalil Perempuan Lebih Utama Sholat di Masjid

Oleh : Ust.Muhammad Rofiq Muzakkir, Lc,MA


( Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)
Juli 3, 2015

Berikut ini akan disampaikan nas-nas kolektif yang terkait dengan problematika
salat perempuan ke masjid. Nas-nas tersebut ada yang berhubungan secara
langsung dengan topik dan ada yang tidak berhubungan secara langsung atau
hanya mengkaver permasalahan melalui makna indikatif (al-ma’na al-dalâliy)
saja. Penggunaan nas-nas yang tidak berhubungan langsung dengan topik
tersebut akan dijabarkan dengan menggunakan beberapa teori interpretasi
terhadap nas yang relevan seperti ‘âm, isyâratu al-nash, dalâlatu al-nash.
Dalil terkait keutamaan memakmurkan masjid, salat di dalamnya dan
keutamaan salat berjamaah yang tidak membedakan antara laki-laki dan
perempuan

‫ِإَّنَم ا َيْع ُم ُر َم َس اِج َد ِهَّللا َم ْن َآَم َن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اَآْلِخ ِر َو َأَقاَم الَّص اَل َة َو َآَتى الَّز َكاَة َو َلْم َيْخ َش ِإاَّل َهَّللا َفَعَس ى ُأوَلِئَك َأْن َيُك وُنوا ِم َن اْلُم ْهَتِد يَن‬ .1

“Sesungguhnya orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang


yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan salat, menunaikan zakat
dan tidak takut kecuali kepada Allah. Mereka itulah orang-orang yang
diharapkan termasuk orang-orang yang mendapatkan hidayah” (QS. Al-Taubah:
18)

)43 : ‫َو َأِقيُم وا الَّص اَل َة َو َآُتوا الَّز َكاَة َو اْر َكُعوا َم َع الَّراِكِع يَن (البقرة‬ .2
“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang
yang ruku” (QS. Al-Baqarah: 43)

)‫ َص َالُة اْلَج َم اَع ِة َتْفُضُل َص َالَة اْلَفِّذ ِبَس ْبٍع َوِع ْش ِريَن َدَرَج ًة (متفق عليه‬: ‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن ُع َم َر َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا صلى هللا عليه وسلم َقاَل‬ .3

“Dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah Saw. berkata: salat jamaah
lebih baik dari pada salat sendiri 27 derajat”. (Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, I:
162, hadis no . 645)

‫ َم ْن َغَدا ِإَلى اْلَم ْس ِج ِد َو َر اَح َأَع َّد ُهَّللا َلُه ُنُزَلُه ِم َن اْلَج َّنِة ُك َّلَم ا َغَدا َأْو َر اَح (رواه‬: ‫َع ْن َأِبى ُهَر ْيَر َة َع ِن الَّنِبِّى صلى هللا عليه وسلم َقاَل‬ .4
)‫البخاري و اللفظ له و مسلم‬

“Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. beliau bersabda: barangsiapa yang pergi ke
masjid pada pagi hari dan sore hari, maka Allah akan menyediakan baginya
tempat di surga, setiap kali ia pergi pada pagi atau sore hari”. (Al-Bukhari,
Shahîh al-Bukhâriy, I: 165, hadis no. 662, diriwayatkan juga oleh Muslim.
Shahîh Muslim. I: 457, hadis no. 669.)
Wajh al-dilâlah (cara memahami)
Empat dalil di atas menunjukkan keutamaan memakmurkan, salat berjamaah
dan salat di masjid. Pilihan redaksi yang digunakan dalam dua ayat dan dua
hadis tersebut bersifat ‘am (general), tanpa membedakan antara laki-laki dan
perempuan. Dalam teori hukum Islam, nas yang umum harus tetap berada
pada keumumannya selama tidak ada yang mengkhususkan. Dalam hal ini tidak
ada satupun nas sahih yang mengkhususkannya hanya bagi laki-laki, sehingga
tidak berlaku bagi perempuan. Inilah yang menjadi prinsip dasar dalam masalah
ibadah, di mana dalam Syariah Islam tidak ada pembedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam hal memiliki kesempatan untuk melakukan kebaikan dan
amal salih di sisi Allah. Dalam dalil pertama, dapat dipahami bahwa Syariah
membuka kesempatan selebar-lebarnya baik bagi laki-laki maupun perempuan
untuk memakmurkan masjid. Dalam dalil kedua dan ketiga Allah dan Rasul-Nya
memerintahkan kepada umat Islam untuk menunaikan salat secara berjamaah,
tanpa ada pembedaan berdasarkan jenis kelamin. Pada dalil keempat, Nabi
menjelaskan keutamaan salat di masjid dengan tidak mendiskriminasikan
perempuan sama sekali.
Dalil Mengenai Kehadiran para Perempuan di Masjid pada Zaman nabi

‫ َتَص َّد ْقَن َو َلْو ِم ْن ُح ِلِّيُك َّن‬: ‫ َقاَلْت ُكْنُت ِفى اْلَم ْس ِج ِد َفَر َأْيُت الَّنِبَّى صلى هللا عليه وسلم َفَقاَل‬، ‫َع ْن َز ْيَنَب اْمَر َأِة َع ْبِد ِهَّللا ِبِم ْثِلِه َس َو اًء‬ .5
)‫(رواه البخاري‬

“Hadis seperti ini juga dari Zainab Istri Abdullah, ia berkata: suatu ketika aku
berada di masjid kemudian aku melihat nabi Saw. kemudian bersabda:
sedekahlah kalian (wahai kaum perempuan), sekalipun dari perhiasan-
perhiasan kalian”. (Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, I: 357, hadis no. 1466)

Wajh al-dilâlah (cara memahami)


Hadis ini menceritakan tentang Zainab bersama sekelompok wanita yang
sedang berada di masjid, kemudian mereka bertemu Rasulullah. Bagian yang
berhubungan dengan topik kita adalah keberadaan mereka di rumah Allah.
Tidak ada kemungkinan penafsiran yang paling dapat diterima dari riwayat
tersebut kecuali mereka ingin menunaikan salat wajib di masjid. Ini berarti
semakin menunjukkan bahwa tidak ada beban yang memberatkan kaum
perempuan di masa Nabi untuk berangkat ke masjid. Jika memang ada
kemungkinan penafsiran lain, seperti sekedar memanfaatkan masjid untuk
menunggu datangnya Rasul dan mendengar nasehat beliau, hal tersebut juga
akan menjadi tambahan argumen bagi kita. Isyrârah al-nash-nya adalah untuk
mendengar nasehat Rasul saja mereka dibolehkan ke masjid, apalagi untuk
menunaikan ibadah salat yang sifatnya wajib. Untuk menerima nasehat Rasul
mereka datang ke masjid, mustahil untuk salat wajib mereka sebaiknya pulang
dan mengerjakannya di rumah.

‫ َفَأْس َم ُع‬، ‫ ِإِّنى َألُقوُم ِفى الَّص َالِة ُأِريُد َأْن ُأَطِّوَل ِفيَها‬: ‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َأِبى َقَتاَد َة َع ْن َأِبيِه َأِبى َقَتاَد َة َع ِن الَّنِبِّى صلى هللا عليه وسلم َقاَل‬ .6
)‫ (البخاري‬. ‫ َفَأَتَج َّو ُز ِفى َص َالِتى َك َر اِهَيَة َأْن َأُش َّق َع َلى ُأِّمِه‬، ‫ُبَكاَء الَّص ِبِّى‬
“Dari Abdullah bin Abi Qatadah dari ayahnya Abi Qatadah dari nabi Saw. ia
berkata: sesungguhnya aku ketika berdiri salat tadi ingin memanjangkan
(bacaan) di dalamnya. Kemudian aku mendengar tangisan bayi, sehingga aku
memendekkan salatku, karena aku tidak ingin membuat susah ibu dari bayi
tersebut”. (Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, I: 176, hadis no. 707)
Wajh al-dilâlah (cara memahami)
Tidak mungkin tangisan bayi yang diceritakan dalam hadis di atas terjadi di luar
masjid karena tidak ada hubungannya dengan salat jamaah di dalam masjid.
Tindakan nabi mempersingkat salatnya ketika menjadi imam karena mendengar
tangisan seorang bayi menunjukkan bahwa tangisan tersebut terjadi di dalam
masjid dan menunjukkan bahwa ada kaum perempuan yang juga ikut salat
berjamaah bersama Nabi. Pernyataan nabi bahwa beliau tidak ingin
menyusahkan ibu si bayi menunjukkan bahwa Nabi ingin agar ibu bayi yang ikut
salat bersama Nabi segera mengambil tindakan untuk menenangkan bayinya.
Ibnu Hajar dalam Fathu al-Bâri menyatakan bahwa melalui hadis ini dapat
diperoleh informasi bahwa para perempuan juga dapat ikut berada bersama
laki-laki untuk menunaikan salat berjamaah di masjid. ( Ibnu Hajar, Fathu al-
Bâri, II: 597)

‫ َفَخ َر َج‬. ‫َع ْن َعاِئَشَة رضى هللا عنها َقاَلْت َأْعَتَم َر ُسوُل ِهَّللا صلى هللا عليه وسلم ِفى اْلِع َشاِء َح َّتى َناَداُه ُع َم ُر َقْد َناَم الِّنَس اُء َو الِّص ْبَياُن‬ .7
‫ َو َلْم َيُك ْن َأَح ٌد َيْو َم ِئٍذ ُيَص ِّلى َغْيَر‬. ‫ ِإَّنُه َلْيَس َأَح ٌد ِم ْن َأْهِل اَألْر ِض ُيَص ِّلى َهِذِه الَّصَالَة َغْيُر ُك ْم‬: ‫َر ُسوُل ِهَّللا صلى هللا عليه وسلم َفَقاَل‬
)‫َأْهِل اْلَم ِد يَنِة (رواه البخاري‬

“Dari Aisyah Ra. ia berkata: Rasululullah telah mengakhirkan waktu salat isya,
sampai Umar memberitahunya bahwa anak-anak dan kaum perempuan telah
tidur. Rasululullah Saw. kemudian keluar dan bersabda: sesungguhnya tidak
ada satupun penduduk bumi yang menunaikan salat ini (isya) selain kalian.
(Aisyah mengatakan): pada waktu itu tidak ada yang menunaikan salat kecuali
penduduk Madinah.”. (Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, I: 210, hadis no. 862)
Wajh al-dilâlah (cara memahami)
Selain informasi tentang penundaan waktu salat isya yang dilakukan oleh
Rasulullah Saw., isyarah al-nash yang terkandung dalam hadis di atas adalah
kehadiran para wanita di masjid. Hadis di atas menjelaskan bahwa karena
menunggu Rasulullah datang ke masjid, jamaah salat Isya, khususnya kaum
perempuan dan anak-anak sampai tertidur di masjid. Kemungkinan penafsiran
lain memang dapat muncul, di mana kaum perempuan dan anak-anak dalam
hadis tersebut sebenarnya tidur di tempat masing-masing. Namun ini
kemungkinan yang sangat jauh. Bagaimana caranya Umar yang melaporkan
peristiwa tersebut bisa memantau atau mengetahui bahwa kaum perempuan
muslimat dan anak-anak di Madinah sudah tertidur di rumah mereka masing-
masing. Sehingga kemungkinan ini harus disingkirkan karena tidak begitu
masuk akal.
‫َع ْن ُم وَس ى ْبِن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َيِزيَد َع ِن اْمَر َأٍة ِم ْن َبِنى َع ْبِد اَألْش َهِل َقاَلْت ُقْلُت َيا َر ُسوَل ِهَّللا ِإَّن َلَنا َطِريًقا ِإَلى اْلَم ْس ِج ِد ُم ْنِتَنًة َفَكْيَف َنْفَع ُل ِإَذ ا‬ .8
)‫َب ى (رواه أحمد و أبو داود‬ ‫َل‬ ‫ُت‬ ‫ْل‬‫ُق‬ ‫َلْت‬ ‫َق‬ ‫ْن‬ ‫َأْط‬ ‫َط‬
‫ ا‬.‫ َس َبْعَدَها ِري ِهَى َيُب ِم َها‬: ‫ُمِط َنا اَل‬
‫ٌق‬ ‫ْي‬‫َل‬‫َأ‬ ‫َق‬ ‫ْر‬
“Dari Musa bin Abdullah bin Yazid dari seorang perempuan dari Bani Abdul
Asyhal, ia berkata. Aku berkata, wahai Rasulullah sesungguhnya kami memiliki
jalan menuju masjid yang licin, apa yang kami lakukan jika turun hujan.
Rasulullah Saw. menjawab: bukankah ada jalan selainnya yang lebih bagus.
Perempuan dari Bani Asyhal tersebut berkata. Aku menjawab, ya wahai
Rasulullah”.
(Ahmad, Musnad Ahmad, I: 552, hadis no. 27325, diriwayatkan juga oleh Abu
Dawud, Sunan Abî Dawûd, I: 65, hadis no. 384)
Wajh al-dilâlah (cara memahami)
Hadis di atas adalah hadis yang sahih. Namun, sangat disayangkan hampir
tidak ada kitab hukum Islam yang menggunakannya sebagai pertimbangan
untuk menjawab problematika perempuan salat ke masjid. Hadis di atas sangat
jelas menyebutkan bahwa Rasulullah tetap menyarankan agar kaum perempuan
yang ingin ke masjid mencari alternatif jalan lain ketika jalan yang biasa
dilakukan becek karena hujan. Rasulullah tidak memberi pertimbangan agar
mereka salat di rumah saja, apalagi menghubung-hubungkannya dengan fitnah.
Dalam kondisi ada orang yang bertanya, jika memang perempuan lebih utama
salat di rumah, semestinya Rasulullah menjelaskannya. Karena dalam Usul Fikih
ada satu kaedah yang berbunyi, mengakhirkan penjelasan saat dibutuhkan
tidak dibolehkan (takkhiru al-bayân waqta al-hajah lâ yazûju)”. Jika menunda
penjelasan saja tidak dibolehkan pada saat ditanya, apalagi menjawab dengan
jawaban yang tidak sesuai.

‫َع ْن َعاِئَشَة رضى هللا عنها َأَّن الَّنِبَّى صلى هللا عليه وسلم َك اَن َيْعَتِكُف اْلَع ْش َر اَألَو اِخ َر ِم ْن َر َم َضاَن َح َّتى َتَو َّفاُه ُهَّللا َع َّز َو َج َّل ُثَّم‬ .9
)‫اْعَتَك َف َأْز َو اُجُه ِم ْن َبْع ِدِه (متفق عليه‬

“Dari Aisyah Ra. bahwasanya Nabi Saw. selalu beri’tikaf pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadan sampai beliau wafat. Kemudian istri-istri beri’tikaf
sesudah beliau wafat”.
(Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, I:487, hadis no. 2026, diriwayatkan jugaoleh
Muslim. Shahîh Muslim. I: 457, hadis no. 1172.)
Wajh al-dilâlah (cara memahami)
Para istri Rasulullah dalam hadis di atas diceritakan melakukan i’tikaf, suatu
ibadah sunnah dan dilakukan berhari-hari, di dalam masjid. Suatu pemahaman
yang dapat kita ambil dari hadis di atas adalah; untuk melakukan ibadah
sunnah saja para istri Rasulullah berangkat ke masjid, bahkan dengan
meninggalkan rumah selama berhari-berhari, apalagi untuk melakukan ibadah
wajib. Dalâlah nas dari hadis ini sangat jelas menunjukkan bahwa kaum
perempuan sangat dianjurkan datang dan beribadah ke masjid, bukan saja laki-
laki.
‫َع ْن َعاِئَشَة َقاَلْت ِإْن َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َلُيَص ِّلي الُّص ْبَح َفَيْنَص ِر ُف الِّنَس اُء ُم َتَلِّفَع اٍت ِبُم ُروِط ِهَّن َم ا ُيْع َر ْفَن ِم ْن اْلَغ َلِس‬ .10
)‫(متفق عليه‬

“Dari ‘Aisyah ia berkata, Jika Rasulullah Saw. melaksanakan shalat Shubuh,


maka para wanita yang ikut berjama’ah datang dengan menutup wajah mereka
dengan tanpa diketahui oleh seorangpun karena hari masih gelap.”. (Al-
Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, I: 211, hadis no. 867, diriwayatkan juga oleh
Muslim. Shahîh Muslim. I: 253, hadis no. 645)

‫َع ِن الُّز ْهِرِّى َقاَل َح َّد َثْتِنى ِهْنُد ِبْنُت اْلَح اِرِث َأَّن ُأَّم َس َلَم َة َز ْو َج الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأْخ َبَر ْتَها َأَّن الِّنَس اَء ِفي َع ْهِد َر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى‬ .11
‫ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ُك َّن ِإَذ ا َس َّلْمَن ِم ْن اْلَم ْكُتوَبِة ُقْمَن َو َثَبَت َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َوَم ْن َص َّلى ِم ْن الِّر َج اِل َم ا َشاَء ُهَّللا َفِإَذ ا َقاَم‬
)‫َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَم الِّر َج اُل (رواه البخاري‬
“Dari Zuhri, ia berkata. Telah menceritakan kepada ku Hindu binti al-Harist
bahwa Ummu Salamah isteri Nabi Saw. mengabarkan kepadanya, bahwa para
wanita di zaman Rasulullah Saw. jika mereka telah selesai dari shalat fardlu,
maka mereka segera beranjak pergi. Sedangkan Rasulullah Saw. dan kaum
laki-laki yang salat bersama beliau tetap diam di tempat sampai waktu yang
Allah kehendaki. Ketika Rasulullah Saw. berdiri dan beranjak pergi maka
mereka pun mengikutinya.”. (Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, I: 211, hadis no.
866.)

‫ َقاَل اْبُن ِش َهاٍب َفُنَر ى – َو ُهَّللا َأْعَلُم ِلَك ْى َيْنُفَذ َم ْن‬. ‫َع ْن ُأِّم َس َلَم َة َأَّن الَّنِبَّى صلى هللا عليه وسلم َك اَن ِإَذ ا َس َّلَم َيْم ُكُث ِفى َم َكاِنِه َيِس يًرا‬ .12
‫ِّن‬
)‫َي َص ِرُف ِم َن ال َس اِء (رواه البخاري‬ ‫ْن‬
“Dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi Saw. apabila selesai salam, beliau
berdiam sejenak di tempatnya. Ibnu Syihab berkata, menurut kami, wallahu
a’lam, agar para perempuan (yang salat di masjid) selesai beranjak terlebih
dahulu”. ( Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, I: 207, hadis no. 849)

‫ َفَيْدُخ ْلَن ُبُيوَتُهَّن ِم ْن َقْبِل َأْن‬، ‫َع ْن ُأِّم َس َلَم َة َز ْو ِج الَّنِبِّى صلى هللا عليه وسلم َو َكاَنْت ِم ْن َص َو اِح َباِتَها َقاَلْت َك اَن ُيَس ِّلُم َفَيْنَص ِرُف الِّنَس اُء‬ .13
)‫َيْنَص ِرَف َر ُسوُل ِهَّللا صلى هللا عليه وسلم (رواه البخاري‬
“Dari Ummu Salamah istri Nabi Saw.dan termasuk salah seorang istri nabi yang
terdekat. Ia berkata. Rasulullah apabila selesai salam, kaum perempuan pun
beranjak dan masuk ke rumah mereka masing-masing sebelum Rasulullah
beranjak (dari tempatnya)”. ( Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, I: 207, hadis no.
850 )
Hadis no 10, 11, 12 dan 13 dalâlah-nya sangat jelas menunjukkan bahwa kaum
perempuan di zaman Nabi menunaikan salat wajib di masjid.
Dalil Mengenai Larangan Mencegah Perempuan ke masjid

)‫َال َتْم َنُعوا ِإَم اَء ِهَّللا َم َس اِج َد ِهَّللا (البخاري و مسلم‬ .14

“Rasulullah Saw. bersabda; “janganlah kalian melarang hamba-hamba Allah


yang perempuan untuk berangkat ke masjid Allah”. (Al-Bukhari, Shahîh al-
Bukhâriy, I: 218, hadis no. 900, diriwayatkan juga oleh Muslim. Shahîh Muslim.
I: 188, hadis no. 446)

)‫ إَذ ا اْسَتْأَذ َنُك ْم ِنَس اُؤ ُك ْم ِبالَّلْيِل إَلى اْلَم ْس ِج ِد َفْأَذُنوا َلُهَّن (َر َو اُه البخاري‬: ‫َع ْن اْبِن ُع َم َر َع ْن الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬ .15

“Dari Ibnu Umar dari Nabi Saw. ia berkata: Apabila istri-istrimu meminta izin
pada mu di malam hari untuk berangkat ke masjid, maka berikanlah mereka
izin”. ( Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, I: 211, hadis no. 865)
Dalil tentang Arahan Nabi kepada Kaum Perempuan Agar ke Masjid Jangan
Terlalu Berhias

)‫ )مسلم‬.‫ ِإَذ ا َش ِهَد ْت ِإْح َداُك َّن اْلَم ْس ِج َد َفَال َتَم َّس ِط يًبا‬: ‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َع ْن َز ْيَنَب اْمَر َأِة َع ْبِد ِهَّللا َقاَلْت َقاَل َلَنا َر ُسوُل ِهَّللا‬ .16
“Dari Zainab istri Abdullah ia berkata. Rasulullah berkata kepada kami, jika
salah seorang di antara kalian berangkat ke masjid, maka janganlah
menggunakan wewangian” (Muslim. Shahîh Muslim. I: 188, hadis no. 443)

(‫ َأُّيَم ا اْمَر َأٍة َأَص اَبْت َبُخ وًرا َفاَل َتْش َهْد َن َم َع َنا اْلِع َشاَء اآْل ِخ َر َة )رواه مسلم‬: ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫َو َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َقاَل‬ .17

“Dari Abu Hurairah ia berkata. Rasulullah Saw. bersabda: perempuan manapun


yang menggunakan wewangian, maka janganlah ikut kami menunaikan salat
isya di waktu akhir” (Muslim. Shahîh Muslim. I: 188, hadis no. 444)

18. Dalil Aqli

Pendapat yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam


menunaikan salat di masjid sama sekali tidak memiliki argumen yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dari semua diskusi kritis terhadap argumen-argumen
tersebut, dapat kita katakan bahwa tidak ada dalil yang sahih (valid) dan
relevan yang dapat dipegangi mengenai salat perempuan lebih utama dilakukan
di rumah (tulisan lebih lengkap mengenai otentitas hadis-hadis perempuan salat
di rumah dapat dibaca di buku Problematika Fikih Perempuan karya penulis
yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah). Oleh karena itu, perempuan
berangkat ke masjid bukan hanya atas dasar toleransi Syariah yang tidak ingin
menghalangi keinginan mereka, seperti umumnya dipahami oleh hampir semua
ahli hukum Islam, namun karena Islam memang memberikan kesempatan yang
sama antara kaum perempuan dan laki-laki.
Adapun logika kehati-hatian yang melarang perempuan pergi ke masjid hanya
karena takut terjadi fitnah yang banyak dipakai oleh ahli-ahli hukum Islam
adalah logika yang tidak relevan sama sekali. Logika yang berangkat dari suatu
asumsi yang terlalu berlebihan. Karena pada kenyataannya seperti terlihat
dalam hadis-hadis di atas, pada zaman Nabi sendiri pun sudah banyak
perempuan yang menunaikan salat di masjid dan melakukan aktivitas-aktivitas
di luar rumah lainnya. Selain itu, seperti ditulis secara kritis oleh Ibnu Hazm
lebih dari satu milenum yang lalu (456 H/1063 M):
“…jika potensi fitnah menjadi penyebab perempuan dilarang pergi ke masjid,
maka semestinya hal tersebut lebih layak dijadikan sebab kaum perempuan
dilarang pergi ke pasar atau ke jalan. Mengapa sebagian (ahli hukum) itu
membatasi perempuan dilarang hanya untuk berangkat ke masjid karena
fitnah, sementara perempuan tidak dilarang untuk keluar ke jalan umum? Abu
Hanifah bahkan membolehkan perempuan melakukan perjalanan jauh sendirian
yang jaraknya sampai 2,5 hari (al-Muhallâ, tth, III: 136).
Demi kemaslahatan umat, pendapat klasik yang cenderung diskriminatif
terhadap perempuan yang selama ini dipertahankan oleh kebanyakan ahli
hukum Islam dalam kurun waktu yang lama, harus bersedia kita tinjau ulang.
Wallahu A’lam.

Anda mungkin juga menyukai