Pembahasan
Secara umum, konsep ibadah laki-laki dan perempuan dalam Islam adalah
sama, yaitu sebagai bentuk pengabdian dan penghambaan kepada Allah SWT.
Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaan ibadah tersebut, baik dari
ketentuan maupun tata cara pelaksanaan ibadah itu. Perbedaan-perbedaan tersebut
1
Muhammad Fu’ad ‘Abd. al-Bāqy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāzh al-Qur’ān al-Karīm (Bairūt: Dār
al-Fikr, 1992), hal. 429-431
2
Muhammad Fu’ad ‘Abd. al-Bāqy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāzh al-Qur’ān al-Karīm, hal.350
tidak dimaksudkan untuk mendiskriminasi antara laki-laki dan perempuan,
melainkan untuk menyesuaikan dengan fitrah dan kebutuhan masing-masing.
Laki-laki dan perempuan memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam
masyarakat, sehingga ibadah yang dlakukan juga disesuaikan dengan peran
tersebut.
Adapun hukum dari azan dan iqamah yang dilakukan oleh perempuan terdapat
khilafiyah di kalangan ulama.
كّنا جماعة من النساء اّم تنا عائشة بال أذان وال إقامة
“Kami semua adalah jamaah para perempuan, Aisyah mengimami kami tanpa
adanya azan dan iqamah.”3
Pendapat ini adalah pendapat yang paling kuat dan banyak diikuti oleh ulama.
Pendapat ini didasarkan pada beberapa dalil, di antaranya:
َأاَل اَل َيُؤ ِّذ َن ِفي اْلَم ْس ِج ِد ِإاَّل َر ُجٌل ُم ْح ِر ٌم َأْو َعاِلٌم
3
Hamisy Abdul Qadir Al Halby, Al-‘Inayah ‘alal Hidayah, Bab Azan, Maktabah Syamilah, hlm 253
4
Imam Muhammad bin Ahmad Al Samarqandi, Tuhfatul Fuqaha, Bab Azan, Maktabah Syamilah,
hlm 111
"Janganlah ada yang mengumandangkan azan di masjid kecuali orang yang
sedang ihram atau orang yang berilmu." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
َو اَل َتْص ِّلي ِإاَّل ِفي َبْيِتَها، َو اَل َتْقَر ُأ ِفي اْلَم ْس ِج ِد،اَل َتُؤ ِّذ َن اْلَم ْر َأُة
Pendapat ini dinilai lemah karena hadits tersebut tidak menyebutkan secara
spesifik bahwa yang mengumandangkan azan adalah laki-laki.
5
Ibnu Abidin, Radd Al-Muhtar ‘ala Ad-Dur Al-Mukhtar, jilid 1, hal. 391
Para ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa azan perempuan dimakruhkan,
bahkan ada yang berpendapat haram.6 Pendapat ini didasarkan pada beberapa
dalil, di antaranya:
َأاَل اَل َيُؤ ِّذ َن ِفي اْلَم ْس ِج ِد ِإاَّل َر ُجٌل ُم ْح ِر ٌم َأْو َعاِلٌم
َو اَل َتْص ِّلي ِإاَّل ِفي َبْيِتَها، َو اَل َتْقَر ُأ ِفي اْلَم ْس ِج ِد،اَل ُتَؤ ِّذ َن اْلَم ْر َأُة
6
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad, Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar
Khalil, Bab Azan, Maktabah Syamilah, hlm 434-435
bagi laki-laki. Selain itu, ada kemungkinan perempuan akan mengabaikan
perintah untuk menutup aurat saat mengumandangkan azan.
Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa yang boleh mengumandangkan azan
adalah laki-laki.
Dalam pandangan mazhab Maliki ini, azan tidak disyariatkan bagi perempuan,
sedangkan iqamah disyariatkan untuk laki-laki dan perempuan. 7 Ulama mazhab
ini memandang bahwa azan tidak disyariatkan untuk perempuan, karena suaranya
harus keras. Sedangkan iqamah, suaranya bisa pelan bahkan hanya untuk diri
sendiri, sehingga dibolehkan.8
7
Ibid, hlm 434-435
8
Al-Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 3 hal. 106-107
9
Syamsuddin bin Abil Abbas Ahmad bin Hamzah Ibnu Syihabuuddin Al Ramli, Nihayatul Muhtaj
ila Syarh Al Minhaj, Bab Azan, Maktabah Syamilah, hal 407
10
Ibid, hal 407
Adapun hukum iqamah perempuan untuk perempuan dalam pandangan
mazhab Syafiiyah hukumnya sunnah.11 Hal ini didasarkan pada beberapa dalil, di
antaranya:
َو ِإَذ ا، َو ِإَذ ا َأَقاَم َأَح ُد ُك ْم الَّص اَل َة َفْلُي َؤ ِّذ ْن،َص اَل ُة اْلَج َم اَع ِة َتْفُضُل َص اَل َة اْلَفِّذ ِبَس ْبٍع َو ِع ْش ِر يَن َد َر َج ًة
َص َّلى َفْلُيِقْم
"Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh
derajat. Jika salah seorang di antara kalian mengumandangkan azan, maka
iqamahlah. Jika shalat, maka iqamahlah." (HR. Bukhari dan Muslim)
َر َّبَنا َو َلَك اْلَحْم ُد، َسِمَع ُهَّللا ِلَم ْن َح ِم َد ُه: َو ْلَيُقْل، َو ْلُيِقْم َأْص َح اَبُه، ِإَذ ا َأَقاَم َأَح ُد ُك ْم الَّص اَل َة َفْلَيُقْم
"Jika salah seorang di antara kalian iqamah shalat, maka berdirilah, dan
iqamahlah teman-temannya, dan ucapkan: Sami'allahu liman hamidah, Rabbana
wa lakal hamdu." (HR. Bukhari dan Muslim)
12
Ibid, hal 406
Adapun hukum azan dan iqamah yang dilakukan oleh perempuan mazhab
Hanabilah berpandangan bolehnya melakukan keduanya, yakni azan dan
iqamah.13 Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin juga menyebutkan Menurut madzhab
Hanbali, azan bagi wanita tidaklah wajib. Baik bersama jamaah perempuan
sendiri atau bersama jamaah laki-laki. Jika tidak dikatakan wajib, lalu bagaimana
hukumnya?
13
Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 1 hal. 422
14
Muhammad Abduh Tuasikal, Fikih Azan-Azan bagi Wanita, https://muslim.or.id/21400-fikih
azan-7-azan-bagi-wanita.html, diakses tangal 17 November 2023