Anda di halaman 1dari 11

HUKUM PEREMPUAN MENJADI IMAM SHOLAT

Ahmad Zain An Najah, MA

‫ِكِع‬ ‫ِق‬
‫َو َأ يُم وْا الَّص َالَة َو آُتوْا الَّز َك اَة َو اْر َك ُعوْا َمَع الَّر ا يَن‬
“ Dan dirikanlah sholat, tunaikan zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ “
( Qs Al Baqarah : 43 )

Dalam ayat ini, tidak akan diterangkan hukum sholat dan zakat. Hanya akan diterangkan
secara sekilas seputar sholat jama’ah dan beberapa hukum yang terkait dengannya. Hal
itu, mengingat sebagian ahli tafsir yang berpendapat bahwa firman Allah: “ dan ruku’lah
bersama orang-orang yang ruku’ “ adalah ayat yang menganjurkan sholat berjama’ah.
Agar mempermudah pembahasan, maka diurutkan sebagai berikut :

Pelajaran Pertama :

Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya bahwa ayat sebelumnya Allah
memerintahkan Bani Israel untuk masuk Islam dengan beriman kepada Al Qur’an,
setelah itu, pada ayat ini Allah memerintahkan mereka untuk menegakkan sholat, yang
merupakan rukun kedua dari bangunan Islam. ( )

Artinya bahwa orang yang ingin masuk Islam secara benar, hendaknya dia tidak hanya
mengucapkan syahadat dengan mulutnya saja, akan tetapi dia harus melaksanakan
kewajiban sholat dan zakat juga. Oleh karenanya, kita dapatkan orang munafik yang
mengucapkan syahadat di mulut saja tanpa masuk dalam hatinya, merasa sangat berat
untuk mengerjakan sholat dan membayar zakat . Dari penafsiran di atas, berarti maksud
perintah menegakkan sholat adalah menegakkan sholat lima waktu sebagaimana yang
dilakukan kaum muslimin.

Akan tetapi jika kita tafsirkan bahwa perintah sholat pada ayat di atas adalah sholat
khusus bagi Bani Israel, maka ayat di atas menunjukan bahwa sholat merekapun terdapat
sujud dan ruku’. ( ) Ini dikuatkan dengan firman Allah :

‫ِكِع‬ ‫ِع‬ ‫ِد‬ ‫ِت ِل ِك‬


‫َيا َمْر َيُم اْقُن ي َر ِّب َو اْسُج ي َو اْر َك ي َمَع الَّر ا يَن‬

” Wahai Maryam taatlah kepada rabb-mu , dan sujudlah serta ruku’lah bersama orang-
orang yang ruku ‘ ( Qs Ali imran : 43 )

Pelajaran Kedua :

Ruku’ secara bahasa berarti tunduk dengan membungkukkan badan.


Yang dimaksud ruku’ dalam ayat tersebut adalah ruku’ dalam sholat. Akan tetapi ayat ini
juga mengandung perintah untuk ruku’ dan tunduk kepada perintah – perintah Allah dan
tunduk kepada hukum – hukumNya, karena tidak ada artinya seseorang ruku’ di hadapan
Allah ketika sholat, akan tetapi dalam satu waktu dia menentang hukum – hukum Allah
dan menghalanginya untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

Ibnu Katsir mengartikan ruku’ disini sebagai perintah kepada Bani Israel untuk selalu
bersama orang-orang yang beriman di dalam semua kegiatan termasuk ketika melakukan
amal sholeh dan khususnya ketika melakukan sholat berjama’ah. ( )

Pelajaran Ketiga :

Kenapa dalam ayat ini disebutkan “ ruku’ saja tanpa sujud ? Disana ada beberapa
jawaban ;

- 1/ karena ruku’ termasuk rukun sholat, tanpanya sholat seseorang tidak syah, maka
ketika disebut ruku’ sudahlah cukup untuk mewakili sholat.

- 2/ sebagian ulama berpendapat bahwa sujud tidak disebut, karena sholat yang
dilakukan Bani Israil adalah sholat yang tidak ada sujudnya
-
3/ sebagian lain mengatakan rahasia disebut ruku’ saja , karena ruku’ adalah suatu
gerakan sholat yang orang-orang Jahiliyah pada waktu sangat berat
melaksanakannya, oleh karenanya penekanan perintahnya dengan menyebut ruku’
, supaya mereka lebih bisa menerimanya. ( )

Pelajaran Keempat :

Banyak dari ulama yang menyatakan bahwa firman Allah : “ruku’lah bersama orang-
orang yang ruku’ “ menunjukkan perintah untuk melakukan sholat berjama’ah. Akan
tetapi perintah ini menunjukkan wajibnya sholat berjam’ah atau tidak ? Dalam hal ini
terdapat perselisihan pendapat , tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa sholat
berjama’ah hukumnya sunnah muakkadah ( )

Dalilnya adalah hadist yang berbunyi : “ Sholat jama’ah lebih utama dari pada sholat
sendiri sebanyak 27 derajat “( )

Seandainya sholat jama’at hukumnya fardhu ’ain, tentunya tidak akan ada perbandingan
sebagaimana yang tersebut di dalam hadits.

Adapun sabda Rosululullah saw yang berbunyi : “ Sesungguhnya aku hendak


memerintahkan orang untuk sholat berjama’ah, dan aku suruh salah satu dari mereka
untuk menjadi imam sholat, kemudian aku bersama beberapa orang yang membawa
seponggoh kayu bakar mendatangi orang-orang yang tidak ikut sholat jama’ah untuk
aku bakar rumah-rumah mereka dengan api. “. ( )
maksudnya adalah : orang-orang munafik.

Sebagian ulama mengatakan bahwa Rosulullah saw tidak melaksanakan ancaman


tersebut dan ini menunjukkan bahwa sholat jama’ah tidaklah wajib . ( )

Pelajaran Kelima :

Sholat jama’ah bisa dilakukan di rumah bersama keluarga atau dengan orang lain, akan
tetapi sholat di masjid tentunya jauh lebih utama. Jika ada pertanyaan : bahwa masjid
dekat rumah kecil dan jama’ahnya sedikit, sedang di tempat yang lebih jauh ada masjid
yang lebih besar dan jama’ahnya lebih banyak , mana yang harus dipilih ?

Jawabannya : sebaiknya memilih masjid yang jauh, kecuali dalam dua keadaan :

- Pertama : masjid kecil yang dekat dikhawatirkan akan kosong, karena semuanya
menuju masjid yang besar.

- Kedua : masjid yang besar banyak dilakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
sunnah, seperti imamnya yang mempunyai keyakinan nyleneh atau bid’ah ( ) , atau
bacaannya kacau dan tidak karuan, atau sholatnya cepat sekali, bagai ayam yang
sedang makan biji-bijian

Pelajaran Keenam :

Bolehkah seorang perempuan menjadi imam sholat bagi laki-laki ?

Masalah ini, sebenarnya sudah pernah dibahas para ulama dahulu, akan tetapi
masalahnya menjadi besar dan heboh ketika beberapa tokoh liberal perempuan para
pengusung paham Kesetaraan Gender telah dengan sengaja untuk melakukannya di
depan sorotan mass media internasional, mereka menuntut hak-hak mereka supaya
disamakan dengan laki-laki, termasuk menjadi imam sholat jama’ah di masjid-masjid
umum, seperti yang dilakukan oleh Prof. Dr. Aminah Wadud yang menjadi imam dan
khatib Jum’at pada tanggal 18 Maret 2005 M, di Synod House, gereja Katedral St. John,
milik keuskupan di Manhattan, New York. Jama’ahnya berjumlah sekitar 100 orang yang
shof shalatnya pun bercampur aduk antara laki-laki dan wanita. Disamping itu,
muazinnya seorang wanita yang tidak mengenakan jilbab.

Prof. Dr. Aminah Wadud dan para pengikutnya, paling tidak telah melakukan empat
kesalahan fatal dalam pelaksanaan sholat berjama’ah :

- Pertama : wanita menjadi imam dan khoatib jum’at bagi laki-laki

- Kedua : terjadi campur aduk antara laki-laki dan perempuan dalam shof.

- Ketiga : Muadzinnya seorang perempuan yang tidak pakai jilbab


- Keempat : sholat tersebut di lakukan di sebuah gereja.

Masing-masing dari masalah di atas mempunyai hukum tersendiri dalam fikih.

Namun disini, hanya akan dibahas satu masalah saja, yaitu hukum wanita menjadi imam
bagi laki-laki.

Mayoritas ulama mengatakan tidak syah seorang perempuan menjadi imam laki-laki,
dalilnya adalah sebagi berikut :

Dalil Pertama : Hadist Abu Hurairah yang berbunyi :

‫ا‬$$‫ير صفوف النساء آخره‬$$‫ا وخ‬$$‫رها آخره‬$$‫ا وش‬$$‫ير صفوف الرجال أوله‬$$‫ خ‬: ‫ه وسلم‬$$‫قال رسول اهلل صلى اهلل علي‬
. ‫وشرها أولها‬

” Sebaik-baik shof laki-laki adalah paling awal, dan sejelek-jeleknya adalah shof yang
terakhir. Dan sebaik-baik shof perempuan adalah paling terakhir , sedang sejelek-
jeleknya adalah yang palin awal. ” ( HR Muslim )

Hadist di atas menunjukkan bahwa perempuan yang menjadi imam sholat untuk laki-laki
berarti telah meletakkan dirinya pada shof yang paling jelek, bahkan para ulama
menyatakan jika shof laki-laki sejajar dengan shof perempuan , maka tidak syah
sholatnya, apalagi kalau berdiri di depan laki-laki.

Dalil Kedua : Riwayat yang menyebutkan :

‫أخروهن من حيث أخرهن اهلل سبحانه‬

“ Akhirkanlah mereka ( perempuan ) dalam shof, sebagaimana Allah mengakhirkan


mereka . “( )

Berkata Imam Mawardi : ” Jika diwajibkan untuk mengakhirkan mereka, maka haram
hukumnya menjadikan mereka imam “ ( )

Dalil Ketiga : Riwayat yang menyebutkan :

‫ال تؤمن امرأة رجال‬

“ Janganlah seorang perempuan menjadi imam sholat bagi laki-laki . “ ( )

Dalil Keempat : Diriwayatkan dari Amru bin Syu’aib dan Qatadah bahwa jika seorang
laki-laki tidak pandai membaca Al Qur’an sedang dibelakangnya ada seorang perempuan
yang pandai membaca Al Qur’an , maka laki-laki tersebut tetap menjadi imam, tetapi
perempuannya yang membaca. Jika laki-laki tadi ruku’ atau sujud, maka perempuan
tersebut harus mengikutinya. ( Diriwayatkan Abdur Rozaq di Al Mushonaf )

Dalil Kelima : Seandainya seorang perempuan dibolehkan menjadi imam laki-laki ,


tentunya akan ada riwayat , walaupun hanya satu , yang menyatakan hal itu, akan tetapi
tidak ada satu riwayatpun yang menceritakan bahwa perempuan pada zaman dahulu
menjadi imam laki-laki dalam sholat. ( )

Dalil Keenam : Perempuan adalah aurat, jika ia di depan dan menjadi iman sholat, maka
akan menimbulkan fitnah dan mengganggu kekhusukan sholatnya laki-laki ( ) . Makanya
perempuan diperintahkan untuk menepuk tangan jika menegur imam yang salah, karena
khawatir suaranya akan membuat fitnah bagi laki-laki. “ ( )

Dalil Ketujuh : Imam sholat merupakan salah satu bentuk ” wilayat ” , sedang perempuan
bukanlah ahli dalam memegang ” wilayat ” sebagaimana tidak diperbolehkan memegang
jabatan kepala negara dan tidak boleh menjadi wali dalam pernikahan . “ ( )

Dalil Kedelapan : Perempuan yang menjadi imam sholat laki-laki adalah sesuatu yang
menyelishi kaidah dan ajaran universial Islam. Dalam banyak tempat Islam telah
meletakkan aturan-aturan khusus untuk perempuan yang tidak bisa diterapkan pada laki-
laki, begitu juga sebaliknya. Maka usaha untuk mencampuradukkan atau
menyamaratakan hak-hak laki-laki dan perempuan dalam segala hal merupakan usaha
yang bertentangan dengan ajaran Islam

Syubhat dan Jawabannya :

1/Syubhat Pertama : Ada suatu hadist yang menunjukkan bahwa perempuan boleh
menjadi imam sholat bagi laki-laki, yaitu hadist Ummi Waraqah ( ) yang berbunyi :

‫ وأمرها أن تؤم أهل دارها‬، ‫أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم كان يزورها في بيتها وجعل لها مؤذنا يؤذن لها‬

” Sesungguhnya Rasulullah saw sering mengunjunginya ( Ummu Waraqah ) di


rumahnya , dan memilih muadzin khusus untuknya, serta menyuruhnya untuk menjadi
imam bagi orang-orang di rumahnya “ ( HR Abu Daud )

Jawaban :

Pertama : Dalam hadist di atas disebutkan bahwa Rosulullah saw menyuruhnya untuk
menjadi imam bagi orang-orang di rumahnya , dan tidak dijelaskan siapa saja yang di
rumahnya. Kemudian didapatkan dalam riwayat Ad Daruqutni bahwa yang dimaksud
orang-orang yang di rumahnya adalah orang-orang perempuan. Adapun lafadhnya adalah
sebagai berikut :

‫ وتؤم نساءها‬، ‫أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم أذن لها أن يؤذن ويقام‬
” Bahwasanya Rosulullah saw mengijinkan baginya ( Ummu Waraqah ) untuk
dilaksanakan adzan dan iqamat di rumahnya, serta diijinkan untuk menjadi imam bagi
orang-orang perempuan. ” ( HR Daruqutni )

Kedua : Banyak para ulama hadist yang menyatakan bahwa hadist Ummu Waraqah di
atas di dalamnya ada rowi bermasalah, yaitu Walid bin Jami’ . Berkata Al Mundziri
dalam Mukhtashor : ” Al Walid bin Jami’ adalah orang yang bermasalah , tetapi Imam
Muslim menyebutkan hadist darinya. ” ( )

Berkata Ibnu Al Qatthan : ” Al Walid bin Jami’ dan Abdurrahman bin Kholad tidak
diketahui keadaannya. “.

Ketiga : Tidak ada hadist atau atsar satupun yang menyebutkan seorang perempuan
menjadi imam sholat kecuali hadist Ummu Waraqah, itupun sanadnya bermasalah, dan
kemungkinan besar yang menjadi makmum adalah perempuan juga, sebagaimana yang
diterangkan di atas.

Syubhat Kedua : Di sana ada hadist lain yang menunjukkan bolehnya seorang
perempuan yang pandai membaca Al Qur’an menjadi imam bagi laki-laki dalam sholat,
sebagaimana sabda Rosulullah saw :

‫يؤم القوم أقرأهم‬

” Yang berhak menjadi Imam suatu kaum dalam sholat adalah yang paling pandai
membaca Al Qur’an ”

Jawaban :

Pertama : Kalimat ” Al Qaum ” ( suatu kaum ) kalau disebutkan, maka berarti kumpulan
laki-laki, sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah swt :

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل َيْس َخ ْر َقوٌم ِّم ن َقْو ٍم َع َس ى َأن َيُك وُنوا َخْي ًر ا ِّم ْن ُهْم َو اَل ِنَس اء ِّم ن ِّنَس اء َع َس ى َأن َيُك َّن َخْي ًر ا ِّم ْن ُهَّن‬

” Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan


kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan
jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. ( Qs Al Hujurat : 11 )

Berkata Al Mawardi : ” Seandainya perempuan masuk dalam katagori ( kaum ) , maka


Allah tidak akan menyebutkannya kembali sesudah itu. “

Kedua : Anggap saja perempuan masuk dalam katagori ( kaum ), karena keumuman
lafadh ( kaum) , akan tetapi keumuman di sini maksudnya adalah khusus, yaitu khusus
laki-laki dengan dalil bahwa hadist-hadist yang menunjukkan bahwa Rosulullah saw
selama hidupnya selalu menyuruh orang laki-laki menjadi imam sholat, dan tidak pernah
menyuruh perempuan sekalipun. ( )

Syubhat Ketiga : Di sana ada beberapa ulama yang membolehkan seorang perempuan
menjadi imam laki-laki, seperti : Abu Tsaur, Muzani dan Tobary . Jadi masalahnya
adalah masalah khilafiyah dan ijtihadiyah, oleh karenanya boleh-boleh saja memilih salah
satu dari dua pendapat tersebut.

Jawabannya :

Pertama : Riwayat tersebut belum tentu benar, karena tidak bersanad, seringkali kita
dapatkan dalam buku-buku fiqh meriwayatkan perkataan seorang faqih akan tetapi
setelah dicek ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Ini berbeda dengan riwayat imam
madzhab empat, karena mereka mempunyai murid yang sangat banyak dan murid-murid
tersebutlah yang selalu mengecek dan mengembangkan madzhab imamnya.

Kedua : Seandainya riwayat tersebut benar, maka yang mereka maksud adalah
perempuan menjadi Imam bagi anggota keluarganya di rumahnya, ataupun menjadi imam
bagi perempuan lainnya, sebagaimana dalam hadist Ummu Waraqah di atas. Dari situ
diketahui bahwa tidak ada satu ulamapun yang mengatakan boleh bagi seorang wanita
menjadi imam dan khotib Jum’at atau ditempat-tempat umum lainnya sebagaimana yang
dilakukan oleh Aminah Wadud beserta pengikutnya.

Ketiga : Sepanjang sejarah Islam, tidak didapatkan satu peristiwa terekam yang
menyebutkan seorang perempuan menjadi Imam bagi laki-laki, apalagi di masjid-masjid
dan tempat-tempat umum, kecuali hadist Ummu Waraqah di atas yang sudah di bahas
sisi-sisinya.

Keempat : Sebenarnya masalahnya bukan masalah khilafiyah atau adanya pendapat dari
sebagian ulama tentang masalah ini, akan tetapi masalahnya lebih besar dari pada itu
semua. Mereka melakukan hal ini secara sengaja, demi untuk menuntut hak-hak
perempuan dalam Islam yang menurut mereka selama ini tersisihkan dalam Islam,
mereka menginginkan agar para perempuan juga diberi kesempatan yang sama untuk
menjadi khotib dan imam sholat di mana saja.

Kelima : Ada suatu kaidah ( ) yang menyatakan bahwa setiap masalah khilafiyah dalam
fikih, khususnya pendapat yang syadz ( menyelishi ) mayoritas ulama, jika digunakan
untuk dasar pijakanan dan symbol untuk sebuah gerakan tertentu, maka mengusung
masalah khilafiyah tersebut adalah sesuatu yang haram dan merupakan bentuk dari
sebuah bid’ah yang dilarang oleh syare’ah. Sebagaimana masalah perempuan menjadi
Imam sholat bagi laki-laki, telah digunakan oleh golongan tertentu untuk memuluskan
gerakan kesetaraan gender yang menuntut persamaan hak laki-laki dan perempuan dalam
segala bidang.

Keenam : Permasalahan bisa masuk dalam larangan Allah swt pada ayat sebelumnya
yaitu mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Kebenaran dalam masalah ini
bahwa Islam meninggikan derajat wanita, sedang kebatilan adalah menempatkannya
sebagai imam sholat. Atau bisa kita katakana bahwa kebenaran adalah adanya pendapat
sebagian ulama yang membolehkan perempuan menjadi imam sholat di rumahnya dalam
keadaan tertentu, sedangkan kebatilan adalah menyeru para perempuan untuk menjadi
imam dan khatib jum’at sekalian di masjid –masjid besar dan di tempat-tempat umum.

Kairo, 20 Juli 2007


()
Ibnu Asyur, Al Tahrir wa Al Tanwir, 1/ 270

()
Tafsir Syekh Utsaimin.

()
Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Adhim : 1/133

()
Al Qurtubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an , 1/ 234

()
Di dalam Mdazhab Syafi’I ada 3 pendapat tentang hukum sholat Jama’ah : Menurut Imam
Rofi’I hukumnya sunnah, sedang menurut Imam Nawawi hukumnya fardhu kifayah, sedang
menurut Ibnu Mundzir dan Ibnu Huzaimah, hukumnya fardhu ain ( lihat : Abu Bakar Al Hishni,
Kifayat Al Ahyar : 1/ 129 )

()
Hadist riwayat Bukhari ( no : 619 ) dan Muslim ( no : 650 )

Keutamaan 27 derajat dalam hadits tersebut adalah keutamaan sholat berjama’ah secara umum,
baik yang dilakukan di rumah, di toko maupun di masjid. Adapun langkah –langkah orang yang
pergi ke masjid tentunya mempunyai pahala tersendiri selain yang 27 derajat tadi. ( Lihat Al
Qurtubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an: 1/ 239 )

()
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim

()
Lihat Al Qurtubi: 1/ 239 , Abu Bakar Al Hishni, Kifayat Al Ahyar : 1/ 129

()
Lihat : Abu Bakar Al Hishni, Kifayat Al Ahyar : 1/ 129

()
Hadist di atas adalah hadist mauquf, dari perkataan Ibnu Mas’ud , akan tetapi sanadnya shohih
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdur- Rozaq dalam Al Mushonaf .

()
Al Mawardi, Al Hawi Al Kabir , Juz : II, hal : 226

()
HR Ibnu Majah no : 1081 , Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar : ” Sanadnya lemah ” . Di dalamnya
ada Abdullah bin Muhammad Al Adawy, yang oleh Al Waki’ dituduh sebagai orang yang suka
memalsukan hadist, syekhnya juga lemah.

()
Lihat : Ibnu Rusydi, Bidayat Al Mujtahid ; 1/ 184

()
Lihat : Abu Bakar Al Hishni, Kifayat Al Ahyar : 1/ 131

()
Al Mawardi, Al Hawi Al Kabir , Juz : II, hal : 226
()
Ibid

()
Ummu Waraqah binti Abdullah bin Harits, seorang shohabiyat yang pandai membaca dan hafal
al Qur’an.

()
Para ahli hadist menyebutkan bahwa tidak setiap rowi yang diambil hadistnya oleh Bukhari
Muslim, bisa dijadikan hujjah, karena Imam Bukhari dan Muslim ketika mengambil rowi-rowi
yang bermasalah dalam shohihnya, mereka berdua menerapkan syarat-syarat yang ketat,
diantaranya : harus ada hadist yang menguatkannya, atau ada rowi lain yang menguatkannya. Jika
dia meriwayatkan hadist sendiri, maka tidak diambilnya. Inilah yang menjadikan beberapa ulama
hadist terlalu mudah menghukumi suatu hadist dengan hadist shohih, tanpa memperhatikan
syarat-syarat seperti ini, seperti yang sering dilakukan oleh Al Hakim dalam Mustadrak-nya .
( Muhammad Jamaluddin Al Qasimy, Qawa’id At Tahdist min funun Mustholah al- Hadist ,
Kairo, Dar Al Aqidah, 2004 ) hal 198

()
DR. Muhammad Nu’aim Sa’I, Haditsah New York Imraat takhtub wa taumm al – Rijal wa al-
Nisa’ yaum al jum’at, Kairo, dar As Salam, 2005 , Cet I , hal .53

()
Kaidah ini disebutkan oleh DR. Muhammad Nu’aim Sa’I, dalam bukunya Haditsah New York di
atas hal .86 juga dalam bukunya ” Mausu’ah Masail Jumhur “
TAFSIR AYAT 40 - 46

‫َيا َبِنْي ِإْسَر اِئْيَل اْذ ُك ُرْو ا ِنْع َم ِتَي اَّلِتْي َأْنَعْم ُت َع َلْيُك ْم َو َأْو ُفْو ا ِبَعْهِدْي ُأْو ِف ِبَعْهِد ُك ْم َو ِإَّياَي َفاْر َهُبْو ِن‬
(40) Wahai Bani Israil : Ingatlah nikmatKu yang telah Aku karuniakan kepada kamu
dan penuhilah janjimu, agar Aku penuhi (pula) janjiKu, dan sernata-mata kepadaku
sajalah kamu takut.

‫َو آِم ُنْو ا ِبَم ا َأنَز ْلُت ُم َص ِّدقًا ِّلَم ا َم َعُك ْم َو َال َتُك ْو ُنْو ا َأَّو َل َك اِفٍر ِبِه َو َال َتْشَتُرْو ا ِبآَياِتْي َثَم ًنا َقِلْيًال َو ِإَّياَي‬
‫َفاَّتُق ْو‬

(41) Dan percayalah kepada apa yang Aku turunkan, yang bersetuju dengan apa
yang ada sertamu, dan janganlah kamu jadi orang yang mula sekali mengkufurinya.
Dan janganlah kamu jual ayat-ayatKu dengan harga yang sedikit; dan semata-mata
kepadaKu sajalah kamu bertakwa.

‫َو َال َتْلِبُس وا اْلَح َّق ِباْلَباِط ِل َو َتْكُتُم وا اْلَح َّق َو َأنُتْم َتْع َلُم ْو ن‬

(42) Dan janganlah kamu campuradukkan yang benar dengan yang batil dan kamu
sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui.

‫َو َأِقْيُم ْو ا الَّص َالَة َو آُتوا الَّزَك اَة َو اْر َك ُعْو ا َم َع الَّر اِكِعْين‬

(43) Dan dirikanlah sembahyang dan berikanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-
orang yang ruku'.

‫َأَتْأُم ُرْو َن الَّناَس ِباْلِبِّر َو َتْنَسْو َن َأْنُفَس ُك ْم َو َأْنُتْم َتْتُلْو َن اْلِكَتاَب َأَفَال َتْعِقُلْو ن‬

(44) Apakah kamu suruh manusia berbuat kebajikan, akan kamu lupakan dirimu
(sendiri) pada hal kamu membaca kitab; apakah tidak kamu pikirkan ?
‫َو اْس َتِعْيُنْو ا ِبالَّصْبِر َو الَّص َالِة َو ِإَّنَها َلَك ِبْيَر ٌة ِإَّال َع َلى اْلَخ اِش ِعْين‬

(45) Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan sembahyang. Dan sesungguhnya
hal itu memang amat berat, kec°uali. atas orang-orang yang khusyu.

‫َاَّلِذ ْيَن َيُظُّنْو َن َأَّنُهْم ُّم َالُقْو َر ِّبِهْم َو َأَّنُهْم ِإَلْيِه َر اِج ُعْو ن‬

َ(46) (yaitu) orang-orang yang sungguh percaya, bahwasanya mereka akan


bertemu dengan Tuhan mereka, dan bahwasanya mereka akan kembali kepadaNya.

Anda mungkin juga menyukai