1. Muslim.
2. Akil. Orang gila dan tidak waras tidak syah bila menjadi imam.
3. Baligh. Jumhur ulama termasuk di antaranya Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hambali
sepakat bahwa anak kecil yang belum baligh tidak sah bila menjadi imam shalat fardhu di
depan jamaah yang sudah baligh. Hal itu berdasarkan hadits Nabi SAW. “Janganlah kalian
jadikan anak kecil sebagai imam shalat.” Namun bila shalat itu hanyalah shalat sunnah
seperti tarawih, bolehlah anak kecil yang baru mumayyiz tapi belum baligh untuk menjadi
imam shalat tersebut. Kecuali pendapat terpilih dari kalangan Al-Hanafiyah yang
bersikeras tentang tidak syahnya anak kecil yang belum baligh untuk menjadi imam
dalam shalat apapun.
4. Laki-laki. Seorang wanita tidak sah bila menjadi imam shalat buat laki-laki menurut
jumhurul ulama. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Dan tempatkan mereka di
belakang sebagaimana Allah SWT menempatkan mereka.” Dan juga berdasarkan hadits
dari Jabir yang hukumnya marfu’, "Janganlah seorang wanita menjadi imam buat laki-
laki."
Mampu membaca Al-Quran dengan fasih. Syarat ini berlaku manakala ada di antara
makmum yang fasih membaca Al-Quran. Maka seharusnya yang menjadi imam adalah
orang yang paling baik bacaannya. Sebab imam itu harus menanggung bacaan dari para
makmum, sehingga bila bacaan imam rusak atau cacat, maka cacatlah seluruhnya.
5. Selamat dari Uzur. Seperti luka yang darahnya masih mengalir, atau penyakit mudah
keluar kencing (salasil baul), mudah buang angin (kentut). Sebab orang yang menderita
hal-hal seperti di atas pada hakikatnya tidak memenuhi syarat suci dari hadats kecuali
karena ada sifat kedaruratan saja. Ini adalah pendapat dari kalangan Al-Hanafiyah dan Al-
Hanabilah serta sebagian dari riwayat As-syafi’iyah. Adapun mazhab Al-Malikiyah dan
sebagian riwayat dari As-syafi’iyah tidak menjadikan masalah ini sebagai syarat bagi
seorang imam shalat.
6. Mampu melaksanakan rukun-rukun shalat dengan sempurna. Seseorang yang tidak
mampu shalat dengan berdiri, dia boleh shalat sambil duduk, namun tidak syah bila
menjadi imam untuk makmum yang shalat sambil berdiri karena mampu. Ini adalah
pendapat jumhur ulama kecuali As-syafi’iyah.
Selamat dari kehilangan satu syarat dari syarat-syarat shalat. Misalnya kesucian dari hadats dan
khabats. Maka tidak syah shalat seorang makmum yang melihat bahwa imamnya batal atau
terkena najis saat menjadi imam. Apa yang kami sebutkan di atas adalah syarat minimal yang
harus ada untuk seorang imam shalat jamaah.
Para ulama telah berhasil membuat peringkat yang paling berhak untuk menjadi imam dalam
shalat. Misalnya dalam madzhab Al-Hanafiyah disebutkan peringkat itu yaitu:
صجلووجة جفملجتقل مم جطاَرئجفةة ذممنلهم لمجعجك جوملجيِمألخلذووشا أجمسلرجحجتله ممم ت رفيِره مم جفأ ججقمم ج
ت جللهلم ٱل ل جوإرجذا لكن ج
Artinyaَ:
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata..”
1. Orang tersebut memahami tentang shalat. Baik itu rukun, syarat, serta apa-apa
saja yang membatalkan shalat.
2. Mempunyai kemampuan membaca al-Qur’an dengan baik dan benar juga fasih
3. Sehat secara jasmani ataupun rohani
4. Baligh atau sudah mencapai batas umur
5. Bisa mengerjakan shalat. Dalam artian orang tersebut tahu dan bisa memenuhi
akan syarat-syarat shalat.
Jika ada kelompok orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan , maka imam yang
ditunjuk adalah seorang laki. Sedangkan jika ada kelompok yang semuanya adalah
perempuan saja, maka imamnya boleh laki-laki ataupun perempuan. Adapun hukum
orang yang banci maka melakukan shalatnya dipimpin oleh laki-laki.
Seorang perempuan boleh menjadi imam, ketika makmumnya adalah laki-laki yang
belum baligh (anak-anak). Jika makmum dari perempuan tersebut adalah laki-laki yang
sudah baligh atau dewasa, maka hukum jamaahnya tidak sah (tidak terpenuhi).
Ketika lima hal di atas sudah terpenuhi semua , maka pilihlah seseorang diantara
mereka yang bacaan (hafalan) al-Qurannya baik atau jika tidak pilihlah yang paling tua,
untuk menjadi imam shalat jamaah.
صجلرة
َ رمشن جتجماَرم ال ل،ف َ جفإرلن جتشسروجيِجة ال ل،صلفوجفلكشم
ص ذ َ » ج:سللجم
سوووا ل صللىَّ ا ل جعجلشيِره جو ج
ا ج
سول ل ر »جعشن أججن ر
َ جقاَل ج جر ل:َ جقاَجل،س شبرن جماَلرعك
Artinyaَ:
Dari Anas bin Malik ra., berkata, Rasulullaah saw., bersabda: “Luruskanlah shaf-shaf
kalian semua, karena sesungguhnya meluruskan shaf tersebut merupakan bagian dari
sempurnanya shalat” (HR. Muslim)
3. Imam memerintahkan makmum untuk memenuhi barisan shaf yang masih kosong,
sehingga shaf menjadi rapat
4. Barulah ketika itu semua sudah selesai dilakukan. Imam memulai shalatnya dengan
bacaan takbiratul ihram. Serta melakukan shalatnya dengan khusyu’, tidak tergesa-
gesa, juga tidak terlalu lama.
Aturan Sebagai Makmum
Sebagai makmum yang mengikuti imam. Maka, tata cara yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Bila jamaah hanya terdiri dari dua orang laki-laki semua. Satunya imam dan
satunya lagi sebagai makmum, maka posisi makmum rapat sejajar dengan imam di
sebelah kanannya , (bisa dengan mengundurkan kakinya sedikit). Sehingga jika ada
orang lain yang ingin ikut shalat bisa tahu mana yang imam dan mana yang menjadi
makmumnya
2. Jika jamaah terdiri dari dua orang satu laki-laki dan satunya perempuan. Maka
perempuan yang menjadi makmum posisinnya berada di belakang laki-laki. Ini juga
berlaku ketika jamaah perempuan lebih dari satu
3. Jika jamaah terdiri dari tiga orang dan laki-laki semua. Maka, salah satu diantara
tiga orang tersebut maju untuk menjadi imamnya, dan dua orang lainnya merapatkan
diri berdiri di belakang imam menjadi makmumnya.
4. Kemudian jika jamaah terdiri dari banyak orang, yang terdiri dari anak-anak (baik
laki atau perempuan), serta orang dewasa yang banyak laki-laki dan perempuannya.
Maka cara pengaturannya adalah sebagai berikut.:
a. Untuk shaf pertama diisi oleh laki-laki yang sudah dewasa
b. Kemudian shaf kedua diisi oleh anak laki-laki.
c. Dilanjutkan shaf berikutnya diisi oleh anak-anak perempuan
d. Disusul dengan shaf terakhir yang ditempati perempuan dewasa.
Cara pengaturan shaf ini seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits :
Maksud dari hadits di atas adalah keutamaan shaf bagi laki yang sudah dewasa adalah
di depan dan perempuan yang sudah dewasa adalah di belakang, sedangkan anak-
anak berada di tengah-tengah shaf laki-laki dan perempuan dewasa. Sehingga anak
bisa mengikuti bacaan takbir imam dan makmum, baik ketika ruku’ sujud, ataupun
ketika duduk
Membaca dengan Suara Pelan (Sirr) dan Keras
(Jahr)
Dalam shalat jamaah lima waktu tentu ada waktunya seorang imam membaca bacaan
shalatnya dengan pelan (sirr) atau keras (jahr). Lalu kapan bacaaan tersebut
dilakukan??
Bacaan pelan (sirr) ini dilakukan oleh imam ketika sedang melakukan shalat Dzuhur dan
‘Ashar. Seperti:
1. Membaca doa iftitah
2. Membaca surat al-Fatihah atau surat atau ayat al-Qur’an yang lain
3. Membaca doa ketika ruku’ dan sujud
4. Membaca doa i’tidal (berdiri dari ruku’)
5. Membaca doa duduk antara dua sujud
6. Membaca tahiyat atau tasyahud awal ataupun akhir
Bacaaan pelan (sirr) ini juga dilakukan ketika sedang melakukan shalat Maghrib, Isya’
dan Subuh secara berjamaah, Kecuali bacaan surat al-Fatihah dan surat selanjutnya di
rekaat pertama dan kedua saja, tidak berlaku di rekaat ketiga dan keempat.
Kemudian bacaan keras (jahr) yang harus dibaca oleh seorang imam adalah adalah
ketika melakukan shalat Maghrib, Isya’ dan Subuh secara berjamaah. Jika pada shalat
Dzuhur dan ‘Ashar bacaan surat al-Fatihah dibaca pelan (sirr) semua. Maka berbeda
dengan shalat Maghrib, Isya’, dan Subuh.
Adapun bacaan keras (jahr) yang harus dilakukan oleh seorang imam adalah sebagai
berikut:
1. Membaca takbiratul ihram, (ketika akan memulai shalat)
2. Membaca surat al-Fatihah atau surat al-Qur’an pada rakaat pertama dan kedua
di shalat Maghrib, Isya’ dan Shubuh
3. Membaca takbir ketika akan melakukan ruku’, sujud, duduk antara dua sujud,
dan ketika berdiri dari tahiyat atau tasyahud awal.
4. Membaca “Sami’allaahu liman hamidah (u)”, ketika bangkit dari ruku’
5. Membaca salam ketika selesai menyelasaikan shalat.
Demikian, semoga pengertian mengenai shalat jamaah ini, mulai dari arti, keutamaan,
syarat-syarat serta cara melakukkannya bisa kita pelajari dan kita praktekkan bersama
dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika melaksanakan shalat lima waktu.
Sumberَ:
1. Software al-Maktabah al-Syaamilah v.3.64
2. Muhammad bin Qasim al-Ghazi, Fathul Qarib (terj: Achmad Sunarto), (Surabaya:
PT al-Hidayah, tt)
3. Supardjo dan Ngadiyanto, Mutiara Pendidikan Agama Islam Untuk Sekolah
Menengah Pertama Kelas VII, (Solo: PT. Wangsa Jatra Lestari, 2011)
4. Sayyid Sabiq , Fikih Sunnah 1, (terj: Mahyuddin Syaf), (Bandung: PT. Al-Ma’arif,
1973), cet. 21
5. id.wikipedia.org
robith tv
apabila ruangan bawah tanah tersebut masih dalam satu masjid maka shalat jama'ah
dengan pelantara TV atau sejenisnya sah asal ada jalan tembus yang bisa sampai pada
imam.
Penjelasan kitab Nihayatuz zain, syarat makmum yang ke tiga adalah mengetahui gerakan
imam (dari satu rukun kerukun lain) dengan melihat imam tsb atau melihat shaf di mukanya
atau melihat sebagian dari shaf atau mendengar suara imam. Apabila sekiranya ada di
ruangan atas dan ma'mum berada di ruangan bawah atau sebaliknya, seperti di sumur,
menara dan loteng masjid. Sementara tanda penghubung ada di belakang ma'mum dengan
artian tidak dapat sampai pada imam kecuali dengan berbelok, dengan memalingkan
punggungnya dari arah kiblat maka sah hukum bermakmumnya karena para ulama'
memutlakkan akan ke-sah-an bermakmum di masjid walaupun terhalang bangunan yang
terhubung pintu-pintu ke masjid atau lotengnya maka kemutlakan itu cukuplah adanya tanda
penghubung tersebut baik ada di depan/di belakang/samping kanan/samping kiri makmum.
Tapi kalau tidak ada tanda penghubung sama sekali maka tidak sah ma'mumnya, ini
)pendapat yang mu'tamad. Wallahu a'lam. (Ghufron Bkl, Abdullah Afif, Hariz Jaya
Ibarot :
- AlBajuriy Juz 1/199 :
.و هصصو أى المصصأموم عصصالم بصصصلته أى المصصام بمشصصاهدة المصصأموم لصصه أو بمشصصاهدته بعصصض صصصف أج صزأه أى كفصصاه ذلصصك فصصي صصصحة
القتصداء بصه ،وقصصوله أو بمشصاهدته بعصصض صصف أى أو نحصصو ذلصصك كسصصماع صصوت المصصام أو صصوت مبلصغ ولصصو فاسصقا وقصع فصي قلبصه
صدقه فل يشترط كونه عدل وإن أوهمصه كلم المحشصي بصل المصدار علصى وقصوع صصدقه فصي قلبه وإن لصم يكصن مصصليا ومثصل ذلصك
هداية من غيره له .الباجوري : ١/١٩٩
.من شروط القدوة اجتماع المام والمصأموم فصي مكصان ثصم إن جمعهمصا مسصجد و منصه جصداره و رحبتصه بفتصح الحصاء وهصي ما حجصر
لجله و إن فصل بينهما طريق مالم يعلم حدوثها بعده و منارته الصتي بابهصا فيصه أو فصي رحبتصه ل حريمصه وهصو ما هيصئ للقصاء نحصو
قمامته فالشرط العلم بانتقصصالت المصصام و إمكصصان المصصرور مصن غيصصر إزورار و إنعطصصاف بصأن يصولي ظهصره القبلصة علصصى مصا فهمصه الشصيخ
عبد ال باسودان من عبارة التحفة لكن رجح العلمة على ابن قاضي عدم ضرر الزورار و النعطاف في المسجد مطلقا و كمصصا
يأتي في ى و ل يضر غلق الباب و كذا تسميره كما في التحفة خلفا لم ر .بغية المسترشدين :ص ٧٠ :
مسصصألة :ي( :ل يشصصترط فصصي المسصصجد كصصون المنفصصذ أمصصام المصصأموم أو بجصصانبه بصصل تصصصح القصصدوة وإن كصصان خلفصصه ،وحينئصصذ لصصو كصصان
المصصام فصصي علصصو والمصصأموم فصصي سصصفل أو عكسصصه كصصبئر ومنصصارة وسصصطح فصصي المسصصجد ،وكصصان المرقصصى وراء المصصأموم بصصأن ل يصصصل إلصصى
المصصام إل بصصازورار بصصأن يصصولي ظهصصره القبلصصة ،صصصح القتصصداء لطلقهصصم صصصحة القصصدوة فصصي المسصصجد ،وإن حصصالت البنيصصة المتنافصصذة
البواب إليه وإلى سطحه ،فيتناول كون المرقى المذكور أمام المأموم أو وراءه أو يمينه أو شماله ،
بل صرح في حاشيتي النهاية والمحلي بعدم الضرر ،وإن لم يصل إلى ذلك البناء إل بازورار وانعطاف ،نعم إن لم يكن بينهما
منفذ أصلل لم تصح القدوة على المعتمد ،
ورجصصح البلقينصصي أن سصصطح المسصصجد ورحبتصصه والبنيصصة الداخلصصة فيصصه ل يشصصترط تنافصصذها إليصصه ،ونقلصصه النصصووي عصصن الكصصثرين ،وهصصو
المفهوم من عبارة النوار والرشاد وأصله ،وجرى عليه ابن العماد والسنوي ،وأفتى به الشيخ زكريا .،
Sumber: http://www.piss-ktb.com/2015/02/3922-shalat-makmum-shalat-jamaah-dengan.html
Terimakasih, tetap mencantumkan sumber kutipan.