Dengan hanya mengambil empat buah hadis itu anda melihat bahwa
tanda seorang mukmin itu terlihat dari tanggung jawabnya di
tengah-tengah masyarakatnya.
Kedua, dia tidak sombong dengan makhluk-Ku yang lain. Jadi, anda
orang yang diterima salatnya ialah tidak takabur. Takabur, menurut
Al-Ghazali, ialah sifat orang yang merasa dirinya lebih besar dari
pada orang lain. Kemudian ia memandang enteng orang lain itu.
Boleh jadi karena ilmu, amal, keturunan, kekayaan, anak-buah dan
kecantikannya.
Ketiga, tanda orang yang diterima salatnya ialah orang yang tidak
mengulangi maksiatnya kepada Allah SWT. Nabi yang mulia
bersabda: “barangsiapa yang salatnya tidak mencegahnya dari
kejelekan dan kemungkaran, maka salatnya hanya akan menjauhkan
dirinya dari Allah SWT.”Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw.
Mengatakan: “nanti pada hari kiamat ada orang yang membawa
salatnya di hadapan Allah. Kemudian salatnya diterima dan dilipa-
lipat seperti dilipat-lipatnya pakaian yang kotor dan usang. Lalu salat
itu dibantingkan ke wajahnya.”
Allah tidak menerima salat itu karena salatnya tidak dapat mencegah
perbuatan maksitnya setelah ia melakukan maksiat tersebut.
Bukankah al-Qur’an telah mengatakan
Kalau dalam salat anda, anda sudah merasakan kebesaran Allah dan
tidak takabur, dan kalau anda sudah tidak mengulangi perbuatan
maksiat sesudah salat; dan kalau anda sudah mempunyai perhatian
yang besar terhadap kesejateraan orang lain, maka Allah akan
melindungi anda dengan jubah kebesaran-Nya Allah akan
memberikan kepada anda kemulian dengan kemuliaan-Nya, dan
akan membungkus anda dengan busana kebesaran-Nya. Di samping
itu, Allah akan menyuruh para malaikat untuk menjaga anda; dan
para malaikat itu akan berkata sebagaimana yang disebutkan dalam
Al-Qur’an
Karena orang melihat contoh dari Rasulullh saw, sahabat, dan para
kekasih Allah, maka mereka menduga bahwa kenikmatan salat
hanya terletak pada tangisan. Kalau dia tidak bisa menangis pada
waktu salat, maka orang membuat cara bagaimana membuat
suasana agar bisa menangis ketika berdoa. Sehingga ada yang kita
sebut rekayasa spiritual
Dahulu dan mungkin belakanan ini ada anak anak muda yang dididik
dalam training training; apakah itu pesantren kilat, atau studi islam
intensif, atau apa saja namanya. Pada hari terakhir acara biasanya,
pada tengah malam, diadakanlah apa yang disebut renungan suci.
Renungan suci ini dinilai berhasil apabila semua peserta menangis
terisak-isak. Lebih berhasil lagi kalau dia menangis histeris dan
sesudah itu dia dirawat di rumah sakit jiwa.
Pertama, ketika salat malam, salatlah dua rakaat, dua rakaat, karena
Rasulullah saw paling sering melakukan salat malam dua rakaat.
Sesudah empat kali dua rakaat, anda lakukan lagi salat dua rakaat
lagi yang disebut dengan salat syafa’. Pada rakaat pertama, anda
baca surah al-fatihah dengan al-kafirun; dan pada rakaat yang kedua,
anada baca surah al-fatihah dengan al-iklas. Kemudian lakukanlah
salat witir.bacalah surah al-fatihah, surah al-falaq dan surah an-nas.
Kemudaian bacalah istighfar tujuh puluh kali. Aku memohon ampun
kepada Allah dan kembali kepada-Nya.
أشهد أن ال. ويهلك ملوكا ً ويستخلف آخرين،الحمد هلل الذي يؤمن الخائفين وينجي الصالحين ويرفع المستضعفين ويضع المستكبرين
والصالة والسالم. وأشهد أن محمد عبده ورسوله أرسله هللا تعالي رحمةً للعالمين.إله إال هللا وحده ال شريك له المالك ألحق المبين
هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر وهلل الحمد.علي ابي القاسم محمد و علي آله الطيبين الطاهرين
DR. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc (Photo by Ahmad Y. Samantho, ICAS=Paramadina University 2004)
Pada hari ini bahtera kehidupan mengantarkan kita kembali pada Idul Fitri. Di sini… sekarang…kita
berlabuh di halaman anugrah dan kasih sayang Tuhan. Di sini …kita gemakan takbir –membesarkan
Yang Mahabesar- setelah sebulan penuh kita mengecilkan diri kita di hadapan kebesaranNya. Di sini
…hari ini … kita bersama-sama merebahkan diri kita, meratakan dahi kita di atas tanah,
menggumamkan sanjungan kita kepadaNya: Subhana Rabbiyal A’la wa bihamdih, Mahasuci
Tuhanku yang Maha Tinggi. Kita berharap Yang Mahakasih berkenan menerima kepasrahan kita
kepadaNya, sehingga ia bukakan pintu ampunanNya kepada kita. Tuhanku, jika sekiranya dalam
puasa kami dan salat malam kami ada kekurangan dan kesalahan, janganlah Engkau siksa kami,
tetapi terimalah kami dengan penerimaanMu dan ampunanMu.
Para Aidin dan Aidat, Faizin dan Faizat, hadirin dan hadirat
Kita datang dari Yang Mahasuci dan sedang dalam perjalanan kembali kepada Yang Mahasuci. Dia
hanya menerima kita dalam pangkuan kasihNya, bila kita sudah membersihkan diri kita sebersih-
bersihnya. Maka seluruh bulan Ramadhan adalah bulan pembersihan, bulan pensucian, bulan
purifikasi, bulan detoksifikasi. Kita mensucikan diri dengan berpuasa, melakukan salat malam,
membaca Al-Quran, berzikir, beristighfar, beribadat yang wajib dan yang sunat. Pagi ini marilah kita
renungkan, apakah proses pensucian Ramadhan ini berhasil. Alangkah ruginya kita jika semua proses
pensucian itu gagal total, tidak berguna sama sekali. Betapa malangnya kita, jika kita membangun
dengan ibadat itu istana pasir, yang hilang begitu saja ditiup angin lalu.
Pada suatu kali Nabi Musa as melewati seorang lelaki yang sedang bertaubat dengan merintih
menangis. Ketika Musa as kembali, orang itu masih juga merintih. Musa berkata: Tuhanku, ini
hambaMu merintih karena takut kepadaMu. Allah swt berfirman:
“Hai Musa, sekiranya otak orang ini keluar dan bercampur dengan airmatanya, aku tidak akan
mengampuninya Karena ia mencintai dunia, hubbud dunya.” (Sayyid Hasan al-Syirazi, Kalimat
Allah Hiy al-‘Ulya, h. 198, hadis 235).
Sekiranya orang itu melengkungkan punggungnya, mengalirkan darah bersama airmatanya, Tuhan
tidak akan mengampuni dosanya, bila dalam hatinya masih ada kecintaan kepada dunia.
Pada waktu Rasulullah saw Mi’raj, di ufuk yang agung, di Arasy nan Tinggi, Allah azza wa jalla
berfirman kepada kekasihNya:
” ويطوي من الطعام مثل، ويصوم صيام أهل السماء واألرض،… لو صلى العبد صالة أهل السماء واألرض:“ في حديث المعراج
وال، ثم أرى في قلبه من حب الدنيا ذرة أو سعتها أو رئاستها أو حليها أو زينتها ال يج~~اورني في داري،~ ولبس لباس العاري،المالئكة
نزعن من قلبه محبتي
Sekiranya seorang hamba salat dengan salatnya para penghuni langit dan bumi, berpuasa dengan
puasanya para penghuni langit dan bumi, dan menahan diri tidak makan seperti para malaikat,
memakai pakaian yang compang-camping, tetapi kemudian aku lihat dalam hatinya sebesar zarrah,
sejemput debu, kecintaan kepada dunia, atau pada keluasannya, atau pada kekuasaannya, atau pada
kemegahannya atau pada keindahannya, ia tidak akan bisa mendampingiku di RumahKu, dan Aku
akan cabut dari hatinya kecintaan kepadaKu (Bihar al-Anwar 77:30; 73:60; Mizan al-Hikmah,
2:896).
Pagi ini marilah kita melihat jauh ke dalam lubuk hati kita. Adakah cinta dunia di situ? Apa tanda-
tanda cinta dunia? Salah satu di antara ciri orang yang mencintai dunia ialah saudara mengukur
kemuliaan orang dari harta yang dimilikinya, dari uang yang dibelanjakannya. Apakah saudara
terkagum-kagum, terpesona, melihat kekayaan orang, menyaksikan kemewahan orang dan ingin agar
saudara pun memiliki hal yang sama? Jika saudara menjawab ya, saudara telah menghancurkan
semua ibadat saudara di bulan suci. Ruh saudara yang putih bersih di bulan Ramadhan sekarang
disiram lumpur cinta dunia. Seperti virus, cinta dunia menyebar ke seluruh kalbu, menggerogoti
seluruh kebaikan, dan menjadi sumber segala kejahatan. “Kamu tidak akan menemui Allah dengan
amal yang lebih membahayakanmu seperti cinta dunia”,
kata Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as (Ghurar al-Hikam, 4870, 5263, 3518, 3818; Mizan al-
Hikmah, ibid).
ٍّ فَ َخ َر َج َعلَ ٰى قَ ۡو ِمِۦه فِى ِزينَتِ ِۖۦه قَا َل ٱلَّ ِذينَ ي ُِري ُدونَ ۡٱل َحيَ ٰوةَ ٱل ُّد ۡنيَا يَ ٰـلَ ۡيتَ لَنَا ِم ۡث َل َمآ ُأوتِ َى قَ ٰـ ُرونُ ِإنَّهُ ۥ لَ ُذو َح
) ٧٩ ( ظ َع ِظ ۬ ٍيم
“Maka ia pun keluar ke tengah-tengah kaumnya dengan segala kemewahannya. Berkatalah orang-
orang yang menghendaki dunia: Alangkah baiknya jika kita punya seperti apa yang dimiliki Qarun.
Sungguh, Qarun itu orang yang sangat beruntung.” (Al-Qashshash 79).
Jika saudara menghabiskan malam-malam Ramadhan dalam rintihan, tapi saudara terpesona
menyaksikan atau menonton gelimang kemewahan, gaya hidup yang glamour, seperti kawan-kawan
Qarun, saudara adalah pecinta dunia yang dijauhkan Tuhan dari ampunanNya. Jika saudara menahan
lapar dan dahaga, kemudian mengkhatam Al-Quran, serta melakukan salat malam dengan setia, tapi
saudara meningkatkan harga diri saudara dengan mempertontonkan kemewahan, saudara adalah
Qarun yang berbuat kerusakan di bumi. Ibadat-ibadat yang saudara lakukan hanyalah menjauhkan
diri saudara dari hadirat Tuhan.
Pagi ini, marilah kita merenung, menukik jauh ke dalam hati kita. Kita tidak beribadat seperti
ibadatnya penghuni langit dan bumi, kita tidak saum seperti saumnya penghuni langit dan bumi, dan
pada saat yang sama kita memuja orang-orang kaya, kita membanting tulang, jor-joran, mati-matian
supaya kita dapat hidup sedikit seperti mereka, kita memuliakan harga diri kita dengan memiliki
barang-barang mewah dan mempertontonkan apa yang kita miliki, mungkinkah masih tersisa ibadat
dan amal saleh kita di bulan Ramadhan? Lihat ke dalam hatimu, lihat bagaimana kecintaan kamu
untuk memiliki dunia, kesenangan kamu untuk mengumpulkan harta, ambisi kamu untuk
memperoleh kekuasaan, kebiasaan kamu untuk mengejar-ngejar kesenangan jasmaniah telah
menggelapkan hatimu? Pagi ini, marilah kita merenung, apakah masih ada peluang bagi kita untuk
mengetuk pintu Tuhan Yang Mahakasih? Masih adakah harapan untuk memperoleh ampunan
Tuhan?
Marilah kita bergabung dengan Ibn Abi Ya’fur, murid dari orang suci yang hidup 732 tahun yang
lalu, sahabat dari imam yang lewat dirinya mengalir Islam Muhammadi, Imam Ja ’far al-Shadiq as.
“Kami mencintai dunia, “ kata Ibn Abi Ya’fur, mungkin dengan linangan air mata. Ia mewakili kita
semua. Imam bertanya, “Apa yang kaulakukan dengan duniamu?” Ia menjawab, mudah-mudahan
jawabannya mewakili kita, “Aku menikah, aku berhaji, aku memberikan nafkah kepada keluargaku,
aku membantu saudara-saudaraku, aku bersedekah.” Mari kita dengarkan jawaban Imam,
“Ini bukan bagian dari dunia. Ini bagian dari akhirat” (Bihar al-Anwar, 73:106)
Karena itu kepada Qarun, Nabi Musa as berkata, “Ahsin kamaa ahsanallah ilaik.” Berbuat baiklah
seperti Allah telah berbuat baik kepadamu. Saudara boleh menghimpun harta sebanyak-banyaknya,
tapi gunakanlah harta itu bukan untuk kemegahan diri, bukan untuk dipertontonkan kepada orang
banyak, bukan untuk meningkatkan status sosial, bukan untuk kesombongan. Gunakan harta saudara
untuk berbuat baik, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada saudara. Gunakan harta saudara
untuk bekal mudik ke pangkuan kasih sayang Allah al-Rahman al-Rahim.
ِۖ ك ِمنَ ٱل ُّد ۡنيَ ۖا َوَأ ۡح ِسن ڪَ َمآ َأ ۡح َس ~نَ ٱهَّلل ُ ِإلَ ۡي ۖكَ َواَل ت َۡب~ ِغ ۡٱلفَ َس~ا َد فِى ٱَأۡل ۡر
ُّض~ ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل ي ُِحب َ ار ٱَأۡل ِخ َر ۖةَ َواَل ت
ِ ََنس ن
َ َصيب َ ك ٱهَّلل ُ ٱل َّد
َ َو ۡٱبت َِغ فِي َمآ َءات َٰٮ
ۡ ۡ
َٱل ُمف ِس ِدين
“Dengan harta yang telah Allah berikan kepadamu, carilah kebahagiaan abadi di kampung akhirat.
Jangan lupakan bagian kamu di dunia. Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu. Janganlah berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak suka pada
orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qaşāş 77).
Ubah dunia kamu menjadi akhiratmu. Gantikan kecintaan dunia dengan kecintaan akhirat. Cari dunia
sebanyak-banyaknya, kemudian bagikan dunia ini untuk mensejahterakan orang-orang di sekitar
kamu; mengenyangkan yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, menghibur orang yang
kesusahan, mengobati orang yang sakit, membayarkan utang orang yang berutang, mengangkat
derajat orang yang dihinakan, “melepaskan orang dari beban kehidupan yang menghimpitnya dan
membebaskan orang dari belenggu-belenggu yang memasung kebebasannya” (Al-A’raf 157). Insya
Allah, dengan melakukan itu semua, Allah swt menerima semua amalmu, membukakan bagimu
pintu ampunanNya dan mencurahkan ke atasmu limpahan kasihNya! Karena kamu sudah mengubah
duniamu menjadi akhiratmu!
بارك هللا لي و لكم في القران الكريم ونفعني وإياكم بتالوته وذكر الحكيم فتقبل مني ومنكم تالوت~~ه إن~~ه ه~~و الس~~ميع العليم المال~~ك الب~~ار
الرؤوف الرحيم
Khotbah Kedua:
yang telah menggali kuburan tipuannya untuk kami yang telah mengikat tangan-tangan nasib dalam
belenggu kicuhannya KepadaMu kami berlindung dari reka-perdaya jebakannya
pencarinya mencelakakan
Tuhanku
pohon kecintaanMu
sinar makrifatMu
dengan memandangmu
Keluarkan kecintaan dunia dari hati kami seperti telah engkau lakukan
Dengan rahmatMu
Ya Arhamar Rahimin.
Jalaluddin Rakhmat