Anda di halaman 1dari 39

Shalat; Pondasi Ibadah Demi Terwujudnya Kesalehan Sosial

Jumat, 2011 Oktober 21 13:34 4869 Views

Font Size
Print

SHARE
Tweet it Digg it Google Shalat merupakan akar kelembutan dan sumber rasa kasih sayang antara hamba dan Allah Swt. Selain itu, shalat adalah cahaya hati dan sumber keselamatan jiwa yang menjadi penghubung kuat tali ilahi dan menghantarkan manusia ke alam malakut. Tidak ada amal yang setara dengan shalat, yang dapat menghantarkan manusia ke hakekat dan kebenaran. Revolusi diri tak akan terealisasi tanpa shalat. Mereka yang jauh dari budaya dan nilai shalat, akan mengalami kemiskinan spritual.

Seorang muslim dalam sebuah catatannya menulis, "Saya bersama istri dan anak, pergi ke Cina untuk urusan kerja. Suatu hari, saya jalan-jalan ke tembok Cina. Para wisatawan dari pelbagai penjuru dunia berkunjung ke tembok raksasa itu. Di saat menyaksikan kemegahan tembok itu, saya sadar akan tibanya waktu shalat Zuhur dan Ashar. Saya segera berwudhu, dan kemudian mencari arah kiblat dengan alat penentu kiblat. Setelah arah kiblat diketahui, saya menggelar sebuah kain berukuran sedang yang digunakan untuk tempat shalat. Ternyata beberapa wisatawan memperhatikan perlilaku dan shalat saya dengan rasa ingin tahu. Saat itu, saya pun berupaya konsentrasi mengerjakan shalat. Setelah selesai mengerjakan shalat, saya melihat sejumlah orang berdiri di samping saya dengan rasa heran."

Seorang muslim itu melanjutkan ceritanya dan mengatakan, "Saya merasa bahwa spritual shalat membuat mereka terkesima. Saya pun melanjutkan shalat Ashar. Istri saya juga menyusul mengerjakan shalat. Sejumlah wisatawan pun meminta izin kepada istri dan keluarga untuk merekam mereka saat shalat dengan handycam. Pada awalnya, saya tidak menyetujuinya, tapi wisatawan tersebut bersikeras untuk merekam shalat kami, karena hal itu sangat menarik baginya."

Parawistawan dengan rasa ingin tahu bertanya, "Siapakah yang diajak berbicara dalam ibadah ini? Sayapun menjawab; "Kami adalah muslim. Bagi kami, shalat adalah ibadah terindah. Melalui Shalat, kami berdoa kepada Allah Swt yang merupakan sumber keindahan di alam semesta ini. Dalam ibadah tersebut, kami meminta kepada Allah Swt supaya dihiasi dengan sifat yang terpuji, dan tak terlena dengan keelokan dunia. Ungkapan itu ternyata menarik sekali bagi mereka, bahkan mendorong mereka untuk mengetahui Islam."

Mereka melanjutkan pertanyaan dan berkata; "Apakah shalat yang merupakan amal ibadah, dapat memberikan dampak sosial? Apakah ada hubungan antara shalat sebagai pondasi agama Islam dan aplikasi keadilan yang merupakan tuntutan agama dan harapan kemanusiaan?"

Shalat adalah penyembahan dan penghambaan kepada Allah Swt, sedangkan keadilan adalah bagian dari kebenaran. Keadilan dan kebebasan adalah di antara ajaran Islam yang sangat ditekankan, Allah Swt dalam berbagai ayat al-Quran, termasuk ayat 24 surat al-Aaraf, memperintahkan penegakkan keadilan. Dalam ayat itu disebutkan bahwa para nabi diutus di muka bumi ini dalam rangka penegakkan keadilan. Para cendekiawan agama berkeyakinan adanya hubungan dekat antara keadilan dan shalat. Dalam al-Quran juga ditegaskan bahwa shalat dapat menghindari perbuatan tercela dan kemunkaran. Dengan demikian, shalat dapat mengingatkan manusia akan keberadaan Allah Swt di segala aspek kehidupan.

Yang jelas, kemanjuran fungsi shalat itu sangat berhubungan erat dengan spirit dan kualitas shalat. Dari sisi lain, kezaliman yang bertolak belakang dengan keadilan, adalah di antara bukti nyata kemunkaran. Dengan demikian, seseorang ketika mengerjakan shalat, berarti ia menjaga jarak dengan segala kemungkaran dan perbuatan tercela, termasuk kezaliman. Berdasarkan pengertian tersebut, para pendiri shalat yang sebenarnya senantiasa mengidamkan keadilan. Sejarah pun membuktikan bahwa Rasulullah Saw dan Imam Ali as yang merupakan pendiri shalat yang sebenarnya, berupaya keras menegakkan keadilan di tengah masyarakat.

Shalat Pencarian Keridhaan Allah

Manusia saat shalat, mencari kerelaan Allah Swt dan menundukkan diri sebagai hamba yang lemah di hadapan kebesaran dan keagungan Allah Swt. Ayat "Iyyaka naabudu" yang berartikan "Kami hanya menyembah-Mu" yang dibaca dalam setiap shalat, membuktikan makna penghambaan seutuhnya di hadapan Allah Swt. Pendiri shalat sejati melakukan sujud kepada

Allah Swt dengan khusyu dan rendah diri, serta menjauhkan dirinya dari rasa sombong dan angkuh. Dari sisi lain, zikir-zikir shalat membuat manusia mengakui Allah Swt sebagai pemilik alam semesta ini. Pandangan ini sangat berpengaruh pada manusia. Karena pandangan itulah manusia menjauhkan diri dari langkah arogan dan angkuh. Dengan demikian, budaya shalat dapat mencegah manusia dari kezaliman dan arogansi.

Pada dasarnya, berbagai faktor seperti ketamakan, kebodohan dan egoisme menghalangi manusia mencapai keadilan dan kebenaran di tengah masyarakat. Shalat melawan karakter-karakter tercela serta mengokohkan jiwa kebaikan dan kesabaran dalam diri manusia. Dalam kondisi seperti ini, manusia yang mengerjakan shalat, mempunyai kesiapan lebih besar untuk konsisten menjaga hak-hak orang lain dan melindungi nilai-nilai sosial. Dalam kalimat-kalimat shalat ditekankan bahwa kekuatan hanya bermuara pada Allah Yang Maha Adil, Maha Kuat dan Maha Pengasih. Dengan demikian, segala kezaliman di dunia berlawanan dengan hukum Ilahi, karena segala sesuatu di dunia ini ditata berdasarkan keadilan.

Dampak shalat dalam aspek keadilan sosial adalah di antara hal yang patut direnungkan. Seseorang saat mengerjakan shalat, harus menjaga syarat-syarat yang di antaranya adalah kehalalan tempat dan pakaian yang digunakannnya. Dengan demikian, shalat dapat dipahami sebagai sarana melatih diri untuk menjaga hak-hak sosial. Kesimpulannya, menjaga hak-hak orang lain adalah diantara bukti nyata keadilan. Untuk menjaga hak-hak orang lain, kami harus menanamkan kekuatan dalam diri manusia. Shalat yang juga merupakan ibadah terbaik, mempunyai peran luar biasa dalam mengokohkan kekuatan pengontrol pada diri manusia. Untuk itu, shalat sangat berpengaruh pada perluasan keadilan individu dan sosial. (IRIB)
http://indonesian.irib.ir/islamologi1/-/asset_publisher/iHM3/content/shalat-pondasiibadah-demi-terwujudnya-kesalehan-sosial

Efek Konstruktif dan Psikologis Shalat

Apr 23, '09 6:26 AM untuk semuanya

Kategori: Buku Jenis Agama & Kepercayaan Penulis: Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.A. Shalat sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT memiliki kekuatan supernatural yang berbekas pada diri setiap orang yang mendirikan shalat. Shalat mampu membentuk kepribadian positif yang bersumber dari cahaya Iman yang dipancarkan Allah SWT. Sebagaimana dijabarkan dalam buku Keajaiban Shalat Rawatib karya Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.A., efek kekuatan shalat di antaranya sebagai berikut. 1. Shalat sebagai unsur pembentuk kepribadian seorang mukmin Al-Qur`an telah menampilkan shalat dari berbagai segi. Di bagian terdepan dari permulaan Al-

Baqarah, diterangkan bahwa shalat itu merupakan sifat orang-orang yang memperoleh petunjuk dari Tuhan dan mereka adalah orang-orang beruntung. Shalat merupakan unsur kedua dari unsur-unsur keimanan perorangan. Di samping itu, ditampilkan pula bahwa shalat merupakan salah satu unsur dari unsur-unsur kebaikan dan kebenaran yang telah ditetapkan Allah bagi hamba-Nya. Allah menyeru hamba-Nya untuk menunaikannya. Allah menjadikan unsur tersebut sebagai kebenaran keimanan mereka dan mengangkat mereka sebagai orang-orang yang bertakwa. Selain itu, shalat merupakan sarana bagi pencapaian pahala orang yang mengabdi untuk kemaslahatan umum. Sebagaimana difirmankan Allah SWT. 2. Pengaruh shalat bagi pendidikan kejiwaan Al-Qur'an juga menerangkan tentang pengaruh shalat di dalam mendidik jiwa manusia, menyelamatkannya dari perbuatan keji dan mungkar, serta membersihkannya dari naluri jahat yang merusak kehidupan manusia. Sebaliknya, Al-Qur`an juga menegaskan bahwa meninggalkan shalat merupakan tanda tenggelam seorang manusia ke dalam hawa nafsu dan jatuhnya ke dalam jurang kecelakaan dan kesesatan. Hal ini juga merupakan salah satu sebab di antara sebab-sebab keabadiannya kelak di dalam neraka. Di dalam surat Al-Maun terdapat isyarat kuat yang menyatakan bahwa melalaikan shalat, tidak menunaikan hak Allah di dalam hal kekhusyukan (perasaan diawasi Allah dan perasaan akan keagungan-Nya) sebagai sebab besar di dalam mendustakan keberadaan Hari Kiamat, menghina anak yatim, dan menyia-nyiakan hak fakir miskin. Ini Pada dasarnya, shalat lima waktu merupakan rangkaian perjalanan menghadap Tuhan, yang telah diwajibkan Allah kepada hamba-Nya di dalam waktu yang berbeda, pada setiap siang dan malam hari. Di dalam shalat, seorang mukmin melepaskan dirinya dari segala urusan duniawi dan menumpahkan seluruh pengabdiannya kepada Tuhannya dengan cara mengingat kebesaran-Nya, bermunajat kepada-Nya, dan memohon pertolongan serta petunjuk dari-Nya. Di dalam shalat itu pula, dia menyerahkan diri sepenuhnya ke dalam perlindungan Tuhan Yang Maha Pengasih, sambil menghayati kebesaran-Nya yang mutlak. Ia menjadi kecil di hadapan kebesaran-Nya dari segala kebesaran yang ada dalam kehidupan dunia ini. Sesungguhnya perjalanan ini dapat melepaskan duka nestapa, meringankan kesengsaraan, dan mewujudkan segala keinginannya yang baik. Telah menjadi sunah Nabi Saw apabila terjadi sesuatu yang menggelisahkan hatinya, beliau melepaskannya dengan shalat, kemudian beliau bersabda. "Telah diwujudkan kecintaanku tercurah kepada shalat." 4. Ibadah jasmaniyah tertua sepanjang risalah ketuhanan Shalat berpengaruh besar di dalam mendidik jiwa dan mendekatkannya ke alam kesucian. Ia juga merupakan ibadah yang dikenal paling tua seiring lahirnya keimanan. Bahkan, tidak ada satu syariat pun yang meninggalkan shalat. Demikian yang diriwayatkan dari para nabi dan rasul.

5. Shalat pengiring keimanan Kedudukan shalat di sisi Allah dan di dalam agama-Nya merupakan unsur pengiring keimanan pada seluruh risalah yang disampaikan oleh semua rasul. Islam telah datang, kemudian ia pun menempuh jalan yang dilalui oleh risalah terdahulu dan menjadikan shalat itu sebagai salah satu rukun di antara rukun-rukun agama. Islam banyak menyebutkan faedah shalat dan memerintahkan orang agar memelihara dan mendirikannya karena Allah, dengan tunduk, khusyuk, menghadapkan diri, dan mencurahkan hati sepenuhnya kepada-Nya. Demikianlah efek shalat bagi manusia. Shalat mampu menggerakkan bidang dan bentuk yang stagnan dalam kehidupan. Shalat mampu mencairkan kebekuan hidup yang hampa. Shalat mampu membangun komunikasi yang hangat, baik secara horizontal dan vertikal. Shalat mampu menerangi gelapnya jalan hidup yang penuh dusta, kemunafikan, kesombongan, dan sebagainya.
http://tazkiatunnafs.multiply.com/reviews/item/6

salat berjamaah manifestasi nilai-nilai agama salat dalam islam adalah mengagungkan Allah Swt yang merupakan sumber semua kebaikan, kesempurnaan dan keindahan. Penghambaan semacam ini selain mendorong manusia ke arah kesempurnaan, kebaikan dan keindahan, juga menggerakannya untuk meraih sederet kemuliaan lainnya.

Dalam pembahasan lalu telah dibahas mengenai cara shalat dalam dua rakaat. Cara yang sama juga dilakukan dalam rakaat ketiga dan rakaat keempat. Akan tetapi pada rakaat ketiga dan keempat, ada sedikit perbedaan. Dalam rakaat ketiga dan keempat, tasbihaat arbaahatau empat tasbih menggantikan bacaan Al-Fatihah dan surat dalam rakaat pertama dan kedua. Tasbihaat Arbaahitu berbunyi Subhanallah wal Alhamdulillah wa La ilaha illallah wallahu Akbar, yang artinya Maha Suci Allah, puji syukur kepada Allah, tidak ada tuhan selain Allah Swt dan Allah Maha Besar.

Shalat juga bisa dikerjakan secara jamaah dan individu. Shalat jamaah menunjukkan bahwa Islam juga memperhatikan hubungan sosial. Shalat jamaah seringkali dikerjakan di masjidmasjid dan tempat-tempat yang mulia.

Al-Quran dalam surat al-Baqarah ayat 43 mengajak manusia untuk mengerjakan shalat dan zakat secara jamaah. Ayat itu menyebutkan, "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku-lah beserta orang-orang yang ruku."

Dalam ayat tadi disinggung bahwa ruku'lah bersama orang-orang yang ruku. Dengan demikian, makna kalimat itu adalah seruan Allah Swt untuk mengerjakan shalat berjamaah. Salah satu dampak nyata shalat berjamaah adalah kekompakan. Semakin kompak, manusia akan lebih meraih keberkahan dan spritualitas yang melimpah.

Dalam riwayat disebutkan bahwa jika rahmat turun pada salah satu orang yang mengerjakan shalat jamaah, maka rahmat itu juga turun pada pelaksana shalat jamaah lainnya. Terlebih kekompakan itu dikerjakan dalam konteks mencari kerelaaan Allah Swt.

Imam kedelapan, Ali Ar-Ridhaas sangat menekankan pentingnya shalat jamaah, dan berkata " Faktor di balik hukum shalat jamaah adalah memperlihatkan nilai-nilai seperti Islam, ketauhidan, keikhlasan dan penghambaan kepada Allah Swt di depan umum."

Dimensi Sosial Shalat Jamaah

Shalat jamaah mempunyai dampak positif dalam kehidupan sosial dan individu. Shalat jamaah selain menjadi pendahuluan bagi persatuan dan pengokohan persaudaraan, juga membangun kasih sayang antarumat. Pada dasarnya, berkumpul mengerjakan shalat jamaah menumbuhkan kondisi sosial yang luar biasa. Melalui shalat jamaah, umat saling mengenal dan saling mencintai. Shalat jamaah yang juga menjadi ajang silaturahmi dapat menjadi sarana membantu orang-orang yang dihadapkan pada problema.

Shalat jamaah juga dapat disebut sebagai simbol kekuatan dan solidaritas ummat Islam. Dengan shalat jamaah, kesenjangan sosial dapat teratasi. Shalat jamaah menjadikan beragam tingkat masyarakat dalam satu barisan shalat. Ini merupakan pendidikan agama yang luar biasa. Islam berhasil mengajarkan umatnya untuk tidak pandang bulu. Dengan cara itu, manusia pun tidak boleh merasa bangga karena kedudukan sosial, ekonomi dan politik. Saat shalat berjamaah, semua orang yang bertitel harus duduk bersama dan berinteraksi dengan orang lain tanpa pandang bulu. Inilah kenikmatan shalat jamaah yang diajarkan oleh Islam.

Mengingat pentingnya shalat jamaah, Allah Swt juga menjanjikan pahala luar biasa bagi siapapun yang mengerjakan shalat berjamaah. Dalam riwayat disebutkan bahwa setiap langkah pelaksana shalat jamaah ke arah masjid, mendapat pahala di sisi Allah Swt. Rasulullah Saw

bersabda, "Sesungguhnya Allah Swt dan para malaikatnya mengucapkan salam kepada orangorang yang berada di barisan pertama shalat jamaah."

Shalat Berjamaah Lebih Utama dari Shalat Malam

Bagi Rasulullah Saw, shalat malam dan bermunajat kepada Allah Swt sangat indah dan luar biasa. Meski demikian, Rasulullah Saw tetap menekankan shalat jamaah. Rasulullah Saw pernah bersabda, "Jika saya melakukan shalat subuh berjamaah, maka saya lebih mencintai shalat subuh berjamaah dibanding shalat malam."

Shalat jamaah dilakukan dalam bentuk satu orang selaku imam berada di depan, sedangkan yang lainnya selaku makmum berada di belakang. Makmum selalu mengikuti gerak imam. Dalam shalat jamaah, saat imam membaca surat al-Fatihah, makmum mendengarkannya. Adapun bagian-bagian lainnya, imam dan makmum mengerjakannya secara bersamaan.

Dalam sistem sosial politik Islam, seorang pemimpin harus mempunyai sederet kemuliaan dan akhlak yang mulia. Dengan perangai mulia yang dimiliki pemimpin diharapkan dapat mempengaruhi masyarakat. Kondisi yang sama juga harus terpenuhi dalam imam shalat jamaah. Seorang imam shalat jamaah harus unggul dari sisi ilmu, ketakwaan dan keadilan. Imam Shadiq as berkata, "Imam shalat jamaah adalah pemimpin yang membawa kalian ke arah Allah Swt. Untuk itu, pilihlah orang yang tepat untuk diikuti."

Al-Quran dalam surat al-Araf ayat 31 menyebutkan, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah saat kalian memasuki masjid" Imam Jafar Shadiq as dalam menafsirkan ayat tersebut, menyebutkan bahwa masjid adalah penghias shalat jamaah.

Ibnu Sina dan Shalat Solusi Masalah

Suatu malam, Abu Ali Sina, filosof dan pakar kedokteran asal Iran, menghadapi problema yang tidak dapat diselesaikan. Ia akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan wudhu dan shalat. Abu Ali Sina menghadap Allah Swt supaya masalah yang dihadapinya dapat terselesaikan. Setelah selesai mengerjakan shalat, Abu Ali Sina kembali memikirkan masalah rumit yang

dihadapinya. Tidak lama setelah itu, sebuah solusi terlintas di benaknya. Setelah menemukan solusi, Abu Ali Sina kembali bersujud untuk mengucapkan terima kasih kepada Allah Swt.

Abu Ali Sina yang juga dikenal dengan sebutan Avicenna, mengatakan, "Setiap kali bingung menyelesaikan masalah, saya pergi ke masjid mengerjakan shalat. Setelah itu, saya mengeluhkan masalah tersebut kepada Allah dan meminta supaya dapat diselesaikan." (IRIB Indonesia)

Allahu Akbar 3X Walillahilhamd.. Hadirin Rahimakumullah....Kaum berbahagia.. muslimin yang

Betapa kita layak mensyukuri kenikmatan Allah swt yang begitu melimpah kita rasakan, utamanya iman dan islam; iman yang menggerakkan diri kita untuk banyak berkarya kabajikan di tengah masyarakat, Islam yang menunjukkan dan menjadi pedoman setiap langkah yang kita ambil serta bagaimana kita menuntaskannya. Begitu pula kenikmatan sehat yang pada hakekatnya juga merupakan ujian, semoga kita mampu mensikapinya dengan syukur dan sabar. Maka marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah swt, karena Dialah yang memberi izin kita melewati satu bulan penuh dalam perjalanan ibadah di bulan Ramadhan. Semoga dengan syukur kita, nikmat besar tersebut mampu menghantarkan kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Ketaqwaan yang membuat kita bisa keluar dari berbagai himpitan persoalan hidup dan mengangkat serta meninggikan derajat kita menjadi hamba mulia dihadapan Allah swt. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat dan para penerusnya yang gigih memperjuangkan nilai-nilai kebenaran agar tegak di bumi-Nya hingga hari akhir nanti. Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu Kaum Muslimin Yang Berbahagia. Hari ini, betapa masih jelas gambaran kondisi masyarakat kita di bulan suci Ramadhan yang baru hitungan jam kita lalui. Di hari-hari itu seorang mukmin akan sangat terpanggil melakuklan berbagai macam ibadah; sholat diantaranya. Tidak hanya yang wajib bahkan sholat tarawih dan sholat-sholat sunnah lainya juga tidak terlewatkan. Semangat umat untuk beribadah di bulan Ramadhan sedang sangat meninggi, semoga tentunya setiap kita mampu mengistiqomahkan kondisi ini. Namun kalau kita mau mencoba bermuhasabah melihat kenyataan yang terjadi, kita akan tersadarkan bahwa masih banyak orang yang menunaikan sholat namun belum mampu merasakan atau menikmati dampak yang semestinya ditimbulkan ketika seseorang melakukan dan mendirikan sholat. Ketika ibadah ini dilakukan dengan benar maka dari sekian dampak yang dilahirkannya adalah adanya ketenangan dalam jiwa dan pencerahan diri. Ketenangan yang membuat seseorang akan

mengarungi kehidupan ini dengan kenyamanan, dan pencerahan yang akan membuat seseorang gandrung kepada kebaikan dan enggan mengotori dirinya dengan keburukan. Memang sholat itu sudah seharusnya melahirkan dampak positif bagi yang mendirikannya dengan benar. Inilah salah satu yang Allah swt gambarkan tentang pengaruh sholat pada seseorang,


Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. (Al-Ma`arij : 19-22) Begitupula sholat, ketika pelakunya tidak merasakan dampak apapun dari sholatnya maka pasti bukan sholat itu yang salah, namun ada yang salah dalam cara penyikapan pelakunya terhadap sholat. Demikianlah seharusnya shalat memberi dampak positif Allahu Akbar 3X Walillahilhamd.. Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah. Agar sholat yang kita dirikan memiliki pengaruh positif, dapat menjadi penenang hati dan penenteram jiwa serta memberi pencerahan pada diri kita, inilah sembilan langkah yang perlu dilakukan : Pertama; Bersihkan hati, lakukanlah dengan keikhlasan Ketika seseorang melakukan ibadahnya dengan penuh keikhlasan, ia akan menjadi tenang karena hatinya hanya tertuju kepada Allah swt, hanya pujian-Nya yang ia damba. Maka disaat itu ia tidak lagi disibukkan oleh keresahan hati ketika manusia tidak memujianya, tidak menyanjungnya, hatinya akan merasa tenang karena semua yang dilakukanya adalah lillahi ta`ala bukan karena dan untuk manusia. Semuanya untuk Sang Pencipta semesta raya.

"Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-An'aam : 162-163) Kedua; Sadari Shalat sebagai sarana komunasi Dalam satu hadits Qudsi yang termaktub dalam kitab shohih muslim, tergambar satu dialog antara Allah dengan hamba-Nya ketika shalat.

Allah swt berfirman, Aku membagi shalat menjadi dua bagian, antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta. Jika seorang hamba membaca : Alhamdulillahirabbilalamin -segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, maka Allah berfirman, Hamba-Ku memuji-Ku Jika dia membaca : Arrahmaanirrahiimm yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang Allah berfirman, Hamba-Ku menyanjungku Jika dia membaca : Maaliki yaumiddin pemilik hari pembalasan Allah berfirman : Hambaku mengagungkanku Jika dia membaca :Iyyaaka nabudu wa iyyaaka nastaiin hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan Allah berfirman : Ini untuku-Ku dan untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku (mendapat) apa yang dia minta. Dan jika dia membaca : Ihdinashiraathal mushtaqiim.. Shiraathalladzi anamta alaihim ghairil maghdhu bialaihi wa ladhaaallin tunjukilah kami jalan yang lurus, (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Maka Allah berfirman : Ini untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta. (Hadist Qudsi, riwayat Imam Muslim) Sangat tegas adanya komunikasi antara seorang hamba dengan Allah swt dalam sholat, oleh karena itu, maka sekali lagi sadarilah kondisi ini, karena disinilah tempat kita memohon, menyampaikan harapan dan asa. Ketiga; Hadirkan Hati Segala aktifitas tanpa kesertaan hati didalamnya akan terasa hambar. Maka emosi dan hati perlu dihadirkan, seperti seseorang yang sedang menikmati satu tayangan cerita, dia menikmatinya karena ikut larut dalam suasana cerita tersebut, sadar atau tidak ia sedang menggunakan emosinya untuk merasakan alurnya. Demikian pula sholat, semakin terpadu kesertaan gerak fikir,fisik dan ruhani kita maka dampak dari sholat akan lebih bisa dirasakan, shalatpun tidak lagi terasa sebagai beban namum akan terasa sebagai kebutuhan primer yang menenteramkan. Maka berkomunikasilah dengan baik namun jangan pernah lupa untuk menghadirkan hati dan rasa. Kaum Muslimin Yang Dirahmati Allah. Keempat; Fahami Bacaannya

Memahami setiap bacaan yang ada di dalam sholat akan memudahkan seseorang untuk menjadikan sholat sebagai sarana komunikasi, lebih mudah menjiwai makna dan pesan yang terkandung di dalamnya. Disana ada pujian, ada dzikir, ada permohonan, ada sholawat, bahkan ada janji, semua itu betapa akan sangat memberikan efek penenangan pada setiap jiwa yang dengan penuh kesadaran dan kefahaman akan apa yang ia baca.

.....
" Hai orang-orang yg beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yg kamu ucapkan,..." (QS. An Nisaa' (4) : 43) Bukankah ayat ini begitu tegas meminta kita mengerti apa yang kita ucapkan, yang kit abaca dalam sholat. Maka beristighfarlah kita jika diusia kita hari ini masih belum memahami apa yang kita baca dalam sholat kita. Kelima; Rasakan setiap gerak dan jangan terburu-buru Ada banyak pembiasaan sikap mulia yang diajarkan oleh shalat yang kita lakukan; Diantaranya adalah ketenanngan, inilah yang sering disebut dengan tuma`ninah. Hal ini mesti dilakukan pada setiap gerak shalat. Kita dilarang melakukan gerakan dalam sholat seperti gerakan ayam yang sedang mematuk makanan dengan paruhnya, harus ada kejelasan jeda antara setiap gerakan. Karena terburu-buru dalam gerakan sholat hanya akan membuat pelakunya tidak mampu merasakan dampak ketenangan, dan dampakdampak positif dari sholat. Bahkan ketika hendak menuju ke masjidpun Rasulullah saw meminta kita untuk berjalan dengan tenang tidak tergesa-gesa. Ini adalah proses pembiasaan yang baik dari agama ini. Seorang penyair ternama Ahmad Syauqiy melantunkan bait syairnya: Duhai.. Andaikan sholat bukanlah penghulu ibadah Niscaya ia, kan menjadi kebiasan dan adat terindah Keenam; Barengi dengan Kesabaran Banyak orang yang sholat namun mereka tidak menyertakan sabar didalamnya; tidak sabar menunda pekerjaan yang lain, tidak sabar ketika ruku, ketika bersujud, ketika membaca surah, tidak sabar ketika imam sedikit memanjangkan bacaannya, bahkan begitu selesai salam langsung angkat kaki dan langsung pergi, tidak sabar untuk sejenak duduk berdzikir seperti yang diajarkan Rasulullah saw, bahkan juga tidak bersabar untuk belajar memahami makna dan pesan dibalik bacaan yang dia lantunkan. Maka bagaimana seseorang bisa menjadikan sholatnya sebagai sarana untuk meraih solusi dari banyak masalah yang dihadapainya termasuk masalah ketidak tenangan jiwanya, jika tidak menyertakan kesabaran didalamnya. Maka renungkanlah firman Allah ini;

Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu.( AlBaqarah : 153 ) Bahkan Allah swt mendahulukan kata sabar dari pada kata sholat. Maka bersabarlah untuk melakukan setiap syarat dan rukunnya, sabarlah untuk berupaya melakukannya diawal waktu, Sabarlah untuk memngkajinya pesan-peannya dengan baik. Allahu Akbar 3X Walillahilhamd.. Ketujuh; Jadikanlah Sholat sebagai Cahaya Dalam salah satu sabdanya Rasulullah saw menyatakan bahwa As-Sholaatu Nuur sholat itu adalah cahaya. Maka cahaya adalah sesuatu yang akan memberikan penerangan bagi seseorang dalam melewati perjalanan hidupnya, ia mampu membedakan mana jalur indah yang baik untuk dirinya dan mana kubangan yang akan mencelakakan dirinya. Sholat ini akan benar-benar menjadi cahaya bagi pelakunya jika ia juga berupaya mendirikannya dengan baik, menegakkan nilai dan pesannya di luar shalat. Maka diluar sholatlah akan terukur kualiatas sholat seseorang. Maka sholat benar-benar akan menjadi cahaya penerang hidup jika pelakunya menjauhkan dan menjaga dirinya dari melakukan keburukan


dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan perbuatan) keji dan munkar. (Al-Ankabut:45) Kedelapan; Mintalah untuk dimudahkan dalam mendirikannya. Dari salah satu doa yang diajarkan oleh Al-quran, adalah apa yang dipintakan oleh Nabiyullah Ibrahim as dimana Rasulullah saw pun diminta mengambil pelajararan dari sang kholilullah-kekasih Allah- ini, demikian senandung doanya kepada Allah swt.


"Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Rabb kami, perkenankanlah doaku. (QS. Ibrahim : 40) Ibrahim, sang Kekasih Allah masih memohon kepada-Nya agar dia dan keturunanya mampu menegakkan dan mendirikan sholat. Kesembilan; Tetaplah Beristiqamah Beristiqamah, tetap komitment dalam menjaga keimanan dan melakukan nilai-nilai ibadah termasuk didalamnya shalat akan membuat seseorang meraih ketenangan dari Allah swt sebagaimana janji-Nya;

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka istiqamah maka malaikat akan turun kepada mereka ( dengan mengatakan ) : Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. ( QS. Fushilat : 30 )

Demikianlah beberapa langkah yang dapat kita lakukan agar sholat kita yang kelak akan menjadi amalan pertama yang akan dihisab Allah swt, dapat menjadi sesuatu yang mencerahkan kita, menenangkan hati, menentramkan ruhani dan menyejukan jiwa baik dalam mengarungi kehidupan dunia atau kelak di kehidupan akherat. Semoga sholat kita tetap menjadi cahaya, semoga Allah swt memudahkan kita untuk benar-benar menjadi hamba-Nya yang mampu mengejawentahkan nilai sholat dalam kehidupan sehari-hari.

Marilah di penghujung khutbah ini, kita akhiri ibadah shalat Id kita pada pagi ini dengan sama-sama berdoa:

.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, muminin dan muminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.

.
Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.


Ya Allah, Bantulah kami agar senantiasa dapat berdzikir kepada-Mu, mampu mensyukuri segenak nikmat-Mu, dan memperbaiki kualitas ibadah kami kepada-Mu.


Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.

.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selamakami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.


Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tak khusyu dan jiwa yang tak pernah merasa puas serta dari doa yang tak didengar (Ahmad, Muslim, NasaI).


Yaa Allah.. Yang Menguasai hati kami, Teguhkanlah hati kami pada jalan agama-Mu, Yaa Allah yang Maha Mengarahkan wajah kami, arahkanlah ia pada jalan ketaatan kepada-Mu

.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.

http://www.nuansaislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=760:agarshalat-kita-menenangkan-dan-mencerahkan&catid=104:khutbah-id&Itemid=368

Sudahkah Anda Merasakan Manfaat Shalat?


(Oleh: Ustadz Mochamad Taufiq Badri) Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim. Sebuah ibadah mulia yang mempunyai peran penting bagi keislaman seseorang. Sehingga Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam mengibaratkan shalat seperti pondasi dalam sebuah bangunan. Beliau Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda:

Islam dibangun di atas lima hal: bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allh dan Nabi Muhammad adalah utusan Allh, menegakkan shalat. (HR Bukhri dan Muslim) Oleh karena itu, ketika muadzin mengumandangkan adzan, kaum muslimin berbondongbondong mendatangi rumah-rumah Allh Ta'ala, mengambil air wudhu, kemudian berbaris rapi di belakang imam shalat mereka. Mulailah kaum muslimin tenggelam dalam dialog dengan Allh Ta'ala dan begitu khusyu menikmati shalat sampai imam mengucapkan salam. Dan setelah usai, masing-masing kembali pada aktifitasnya. Timbul pertanyaan, apakah masing-masing kaum muslimin sama dalam menikmati shalat ini? Apakah juga mendapatkan hasil yang sama? Perlu kita ketahui bahwa setiap amal shalih membawa pengaruh baik kepada pelaku-pelakunya. Pengaruh ini akan semakin besar sesuai dengan keikhlasan dan kebenaran amalan tersebut. Dan pernahkah kita bertanya, Apakah manfaat dari shalatku? atau Sudahkah aku merasakan manfaat shalat? Imam Hasan al-Bashri rahimahullh pernah mengatakan:

Wahai, anak manusia. Shalat adalah perkara yang dapat menghalangimu dari maksiat dan kemungkaran. Jika shalat tidak menghalangimu dari kemaksiatan dan kemungkaran, maka hakikatnya engkau belum shalat.[1] Dari nasihat beliau ini, kita bisa memahami bahwa shalat yang dilakukan secara benar akan membawa pengaruh positif kepada pelakunya. Dan pada kesempatan ini, marilah kita mempelajari manfaat-manfaat shalat. Kemudian kita tanyakan kepada diri sendiri, sudahkah aku merasakan manfaat shalat?

1. Shalat adalah simbol ketenangan. Shalat menunjukkan ketenangan jiwa dan kesucian hati para pelakunya. Ketika menegakkan shalat dengan sebenarnya, maka diraihlah puncak kebahagiaan hati dan sumber segala ketenangan jiwa. Dahulu, orang-orang shalih mendapatkan ketenangan dan pelepas segala permasalahan ketika mereka tenggelam dalam kekhusyukan shalat. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullh dalam Sunan-nya: Suatu hari Abdullah bin Muhammad al- Hanafiyah rahimahullh pergi bersama bapaknya menjenguk saudara mereka dari kalangan Anshar. Kemudian datanglah waktu shalat. Dia pun memanggil pelayannya, Wahai pelayan, ambillah air wudhu! Semoga dengan shalat aku bisa beristirahat, Kami pun mengingkari perkataannya. Dia berkata: Aku mendengar Nabi Muhammad bersabda, Berdirilah ya Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat!.[2] Marilah kita mengintrospeksi diri, sudahkah ketenangan seperti ini kita dapatkan dalam shalatshalat kita? Sudah sangat banyak shalat yang kita tunaikan, tetapi pernahkah kita berfikir manfaat shalat ini? Atau rutinitas shalat yang kita tegakkan sehari-hari? Suatu ketika seorang tabiin yang bernama Said bin Musayib rahimahullh mengeluhkan sakit di matanya. Para sahabatnya berkata kepadanya: Seandainya engkau mau berjalan-jalan melihat hijaunya Wadi Aqiq, pastilah akan meringankan sakitmu, tetapi ia menjawab: Lalu apa gunanya aku shalat Isya` dan Subuh?[3] Demikianlah, generasi terdahulu dari umat ini memposisikan shalat dalam kehidupan mereka. Bagi mereka, shalat adalah obat bagi segala problematika. Dengan hati yang ikhlas mereka menunaikan shalat, sehingga jiwa menuai ketenangan dan mendapatkan kebahagiaan.

2. Shalat adalah cahaya.

Ambillah cahaya dari shalat-shalat kita. Ingatlah, cahaya shalat bukanlah cahaya biasa. Dia cahaya yang diberikan oleh Penguasa alam semesta ini. Diberikan untuk menunjuki manusia ke jalan yang lurus, yaitu jalan ketaatan kepada Allh Rabul alamin. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullh, dari sahabat Abu Mlik al-Asyari radhiyallhu'anhu, Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda: (dan shalat itu adalah cahaya). Oleh karena itu, marilah menengok diri kita, sudahkah cahaya ini menerangi kehidupan kita? Dan sungguh sangat mudah jika kita ingin mengetahui apakah shalat telah mendatangkan cahaya bagi kita? Yakni dapat lihat, apakah shalat membawa ketaatan kepada Allh dan menjauhkan kita dari bermaksiat kepada-Nya? Jika sudah, berarti shalat itu telah menjadi sumber cahaya bagi kehidupan kita. Inilah cahaya awal yang dirasakan manusia di dunia. Dan kelak di akhirat, ia akan menjadi cahaya yang sangat dibutuhkan, yang menyelamatkannya dari berbagai kegelapan sampai mengantarkannya kepada surga Allh Ta'ala .

3. Shalat sebagai obat dari kelalaian. Lalai adalah penyakit berbahaya yang menimpa banyak manusia. Lalai mengantarkan manusia kepada berbagai kesesatan, bahkan menjadikan manusia tenggelam di dalamnya. Mereka akan menanggung akibat dari kelalaian yang mereka alami di dunia maupun di akhirat kelak. Sehingga lalai menjadi penutup yang menutupi hati manusia. Hati yang tertutup kelalaian, menyebabkan kebaikan akan sulit sampai padanya. Tetapi menegakkan shalat sesuai dengan syarat dan rukunnya, dengan menjaga sunnah dan khusyu di dalamnya, insya Allh akan menjadi obat paling mujarab dari kelalaian ini, membersihkan hati dari kotoran-kotorannya. Allh Ta'ala berfirman:

Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Qs. al-Ara/7:205) Berkata Imam Mujahid rahimahullh:

Waktu pagi adalah shalat Subuh dan waktu petang adalah shalat Ashar. Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda:

Barang siapa yang menjaga shalat-shalat wajib, maka ia tidak akan ditulis sebagai orang-orang yang lalai.[4]

4. Shalat sebagai solusi problematika hidup. Sudah menjadi sifat dasar manusia ketika dia tertimpa musibah dan cobaan, dia akan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahannya. Maka tidak ada cara yang lebih manjur dan lebih hebat dari shalat. Shalat adalah sebaik-baik solusi dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan kesulitan hidup. Karena tidak ada cara yang lebih baik dalam mendekatkan diri seseorang dengan Rabb-nya kecuali dengan shalat. Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam dalam sabdanya mengucapkan:

Posisi paling dekat seorang hamba dengan Rabbnya yaitu ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa. (HR Muslim)[5] Inilah di antara manfaat shalat yang sangat agung, mendekatkan hamba dengan Dzat yang paling ia butuhkan dalam menyelesaikan problem hidupnya. Maka, kita jangan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Jangan sampai kita lalai dalam detik-detik shalat kita. Jangan pula terburuburu dalam shalat kita, seakan tidak ada manfaat padanya. Shalat bisa menjadi sarana menakjubkan untuk mendatangkan pertolongan dan dukungan Allh Ta'ala. Dalam kisah Nabi Yunus 'alaihissalam, Allh Ta'ala menceritakan:

Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orangorang yang banyak mengingat Allh, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. (Qs. ash-Shaft/37:143-144) Sahabat Ibnu Abbas rahimahullh menafsirkan banyak mengingat Allh, yaitu, beliau termasuk orang-orang yang menegakkan shalat.[6] Sahabat Hudzaifah radhiyallhu'anhu pernah menceritakan tentang Nabi Muhammad Shallallhu 'Alaihi Wasallam :

Dahulu, jika Nabi n tertimpa suatu urusan, maka beliau melaksanakan shalat. (HR Abu Dawud)[7]

5. Shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana telah kita fahami, bahwasanya shalat akan membawa cahaya yang menunjukkan pelakunya kepada ketaatan. Bersamaan dengan itu, maka shalat akan mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana hal ini difirmankan Allh Ta'ala :

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allh (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).

Dan Allh mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. al-Ankabt/29:45) Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbas radhiyallhu'anhu mengatakan: Dalam shalat terdapat larangan dan peringatan dari bermaksiat kepada Allh.[8]

6. Shalat menghapuskan dosa. Selain mendatangkan pahala bagi pelakunya, shalat juga menjadi penghapus dosa, membersihkan manusia dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda:

Apa pendapat kalian, jika di depan pintu salah seorang dari kalian ada sungai (mengalir); dia mandi darinya lima kali dalam sehari, apakah tersisa kotoran darinya? Para sahabat menjawab: Tidak akan tertinggal kotoran sedikitpun. Beliau Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda: Demikianlah shalat lima waktu, Allh Ta'ala menghapuskan dengannya kesalahan-kesalahan. (HR Bukhri dan Muslim) Inilah sebagian manfaat shalat yang tak terhingga banyaknya, dari yang kita ketahui maupun yang tersimpan di sisi Allh Ta'ala. Oleh karena itu, marilah kita memperhatikan diri kita masing-masing, sudahkah di antara manfaat-manfaat tersebut yang kita rasakan? Ataukah kita masih menjadikan shalat sebagai salah satu rutinitas hidup kita? Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang dicela Allh dalam firman-Nya:

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. (Qs. al-Mn/107:4-5) Semoga Allh Ta'ala memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hambanya yang menegakkan shalat, dan memetik buahnya dari shalat yang kita kerjakan. http://majalah-assunnah.com/index.php? option=com_content&view=article&id=173&Itemid=104

Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah


oleh Dr. Yusuf Qardhawi Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

SHALAT
Kewailban dan syi'ar yang paling utama adalah shalat, ia merupakan tiang Islam dan ibadah harian yang berulang kali. Ia merupakan ibadah yang pertama kali dihisab atas setiap mukmin pada hari kiamat. Shalat merupakan garis pemisah antara iman dan kufur' antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadist-hadistnya sebagai berikut: "Batas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim) "Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkan berarti ia kafir." (HR- Nasa'i, Tirmidzi dan Ahmad) Makna hadits ini sangat jelas di kalangan para sahabat RA. Abdullah bin Syaqiq Al 'Uqaili berkata, "Para sahabat Nabi SAW tidak melihat sesuatu dari amal ibadah yang meninggalkannya adalah kufur selain shalat." (HR. Tirmidzi)

Tidak heran jika Al Qur'an telah menjadikan shalat itu sebagai pembukaan sifat-sifat orang yang beriman yang akan memperoleh kebahagiaan dan sekaligus menjadi penutup. Pada awalnya Allah berfirman: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusu' dalam shalatnya." (Al Mu'minun: 9) Ini menunjukkan pentingnya kedudukan shalat dalam kehidupan seorang Muslim dan masyarakat Islam. Al Qur'an juga menganggap bahwa menelantarkan (mengabaikan) shalat itu termasuk sifat-sifat masyarakat yang tersesat dan menyimpang. Adapun terus menerus mengabaikan shalat dan menghina keberadaannya, maka itu termasuk ciri-ciri masyarakat kafir. Allah SWT berfirman: "Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (generasi) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (Maryam: 59) Allah SWT juga berfirman mengenai sikap orang-orang kafir yang mendustakan risalah sebagai berikut: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ruku'lah, niscaya mereka tidak mau ruku'." (AI Mursalat: 48) Kemudian dalam ayat lainnya Allah berfirman: "Dan apabila kamu menyeru mereka untuk shalat, mereka menjadikannnya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal." (Al Maidah: 57) Sesungguhnya masyarakat Islam adalah masyarakat yang Rabbani, baik secara ghayah (orientasi) maupun wijhah (arahan). Sebagaimana Islam itu agama yang Rabbani, baik secara nasy'ah (pertumbuhan) maupun masdar (sumbernya), masyarakat yang ikatannya sambung dengan Allah SWT, terikat dengan ikatan yang kuat. Shalat merupakan ibadah harian yang menjadikan seorang Muslim selalu dalam perjanjian dengan Allah. Ketika ia tenggelam dalam bahtera kehidupan maka datanglah shalat untuk menerjangnya. Ketika dilupakan oleh kesibukan dunia maka datanglah shalat untuk mengingatkannya. Ketika diliputi oleh dosa-dosa atau hatinya penuh debu kelalaian' maka datanglah shalat untuk membersihkannya. Ia merupakan"kolam renang" ruhani yang dapat membersihkan ruh dan menyucikan hati lima kali dalam setiap hari, sehingga tidak tersisa kotoran sedikit pun. Ibnu Mas'ud meriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Kamu sekalian berbuat dosa, maka kamu telah melakukan shalat subuh maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu sekalian berbuat dosa, maka jika kamu melakukan shalat zhuhur, maka shalat itu membersihkannya, kemudian berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat 'asar maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat maghrib, maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu berbuat dosa lagi, maka jika

kamu melakukan shalat isya', shalat itu akan membersihkannya, kemudian kamu tidur maka tidak lagi di catat dosa bagi kamu hingga kamu bangun." (HR. Thabrani) Pelaksanaan shalat dalam Islam mempunyai keistimewaan yaitu dengan berjamaah dan adanya adzan. Berjamaah dalam shalat ada yang menyatakan fardhu kifayah sebagaimana dikatakan oleh mayoritas para Imam dan ada yang mengatakan fardhu 'ain sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad. Karena pentingnya shalat berjamaah maka Rasulullah SAW serius akan membakar rumah-rumah suatu kaum dengan api karena mereka ketinggalan dari shalat berjamaah dan mereka shalat di rumah-rumah mereka. Ibnu Mas'ud berkata tentang shalat: "Kamu bisa melihat generasi kami (para sahabat), tidak ada yang tertinggal dari shalat berjamaah kecuali orang yang sakit atau munafik yang diketahui nifaqnya." (HR. Muslim) Karena pentingnya shalat berjamaah maka Islam menekankan kepada kita untuk senantiasa mendirikan shalat secara berjamaah, walaupun di tengah-tengah peperangan. Maka dianjurkan untuk shalat"Khauf." Shalat ini merupakan shalat berjamaah yang khusus dilakukan pada saat peperangan di belakang satu imam dengan dua tahapan. Pada tahap pertama sebagian orangorang yang ikut berperang shalat terlebih dahulu satu rakaat di belakang imam, kemudian meninggalkan tempat shalat untuk menuju ke medan perangnya dan menyempurnakan shalatnya di sana, kemudian pada tahapan berikutnya datanglah sebagian yang semula menghadapi musuh, untuk mengikuti shalat dibelakang imam. Ini semua mereka lakukan dengan membawa senjata perang dan dengan penuh kewaspadaan. Mengapa ini semua mereka lakukan? Semata-mata agar tidak seorang pun dari mujahidin yang kehilangan keutamaan shalat berjamaah yang sangat ditekankan oleh Islam. Allah menjelaskan dalam firman-Nya, "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka bersamamu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, la1u mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjatasenjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan adzab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu." (An-Nisa': 102) Ayat ini selain menunjukkan kedudukan shalat berjamaah juga menunjukkan betapa pentingnya kedudukan shalat itu sendiri. Berlangsungnya peperangan, siap siaganya musuh dan kesibukan dalam berjihad fi sabilillah itu tidak menggugurkan kewajiban shalat. Tetapi tetap wajib dilaksanakan dengan cara semampunya, walaupun tanpa ruku', sujud dan menghadap kiblat ketika dalam peperangan yang serius. Cukuplah dengan berniat ketika dalam kondisi darurat dan

melakukan apa saja yang mungkin dikerjakan seperti tilawah, isyarat berdzikir dan sebagainya. Allah SWT berfirman: "Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui." (Al Baqarah: 238-239) Yang dimaksud dengan firman Allah, "Farijaalan aur-rukhaanan" adalah shalatlah kamu sambil berjalan atau berkendaraan, menghadap ke kiblat atau tidak, semampu kamu, ini sesuai dengan orang yang naik pesawat, mobil, tank dan lain-lain. Shalat juga memiliki keistimewaan dengan adzan, itulah seruan Rabbani yang suaranya menjulang tinggi setiap hari lima kali. Adzan berarti mengumumkan masuknya waktu shalat, mengumumkan tentang aqidah yang asasi dan prinsip-prinsip dasar Islam, meliputi, "Allahu akbar empat kali, Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, dua kali. Hayya'alashshalaah dua kali. Hayya 'alalfalaah, dua kali, Allahu akbar, dua kali, kemudian membaca laa ilaaha illallah." Adzan ini layaknya 'lagu kebangsaan' bagi ummat Islam yang didengungkan dengan suara tinggi oleh muadzin, lalu dijawab oleh orang-orang beriman di mana saja berada. Mereka bersamasama ikut mengulang secara serempak kalimat-kalimat adzan itu, untuk menghunjamkan nilainilainya dalam jiwa dan memperkuat nilai-nilai itu dalam akal dan hati. Shalat, sebagaimana disyariatkan oleh Islam, bukanlah sekedar hubungan ruhani dalam kehidupan seorang Muslim. Sesungguhnya shalat dengan adzan dan iqamatnya, berjamaah dengan keteraturannya, dengan dilakukan di rumah-rumah Allah, dengan kebersihan dan kesucian, dengan penampilan yang rapi, menghadap ke kiblat' ketentuan waktunya dan kewajiban-kewajiban lainnya' seperti gerakan, tilawah, bacaan-bacaan dan perbuatan-perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan ini semuanya maka shalat punya nilai lebih dari sekedar ibadah. Sesungguhnya shalat merupakan sistem hidup, manhaj tarbiyah dan ta'lim yang sempurna, yang meliputi (kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi bersih dan bersemangat, akal bisa terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi bersih dan suci. Shalat merupakan tathbiq 'amali (aspek aplikatif) dari prinsip-prinsip Islam baik dalam aspek politik maupun sosial kemasyarakatan yang ideal. Yang membuka atap masjid menjadi terus terbuka sehingga nilai persaudaraan, persamaan dan kebebasan itu terwujud nyata. Terlihat pula dalam shalat makna keprajuritan orang-orang yang beriman, ketaatan yang paripurna dan keteraturan yang indah. Imam Asy-syahid Hassan Al Banna berkata, dalam menjelaskan shalat secara sosial, setelah beliau menjelaskan pengaruh shalat secara ruhani: "Pengaruh shalat tidak berhenti pada batas pribadi, tetapi shalat itu sebagaimana disebutkan sifatnya oleh Islam dengan berbagai aktifitasnya yang zhahir dan hakikatnya yang bersifat bathin merupakan minhaj yang kamil (sempurna) untuk mentarbiyah ummat yang sempurna pula. Shalat itu dengan gerakan tubuh dan

waktunya yang teratur sangat bermanfaat untuk tubuh, sekaligus ia merupakan ibadah ruhiyah. Dzikir, tilawah dan doa-doanya sangat baik untuk pembersihan jiwa dan melunakkan perasaan. Shalat dengan dipersyaratkannya membaca AL Fatihah di dalamnya, sementara AL Qur'an menjadi kurikulum Tsaqafah Islamiyah yang sempurna telah memberikan bekal pada akal dan fikiran dengan berbagai hakekat ilmu pengetahuan, sehingga orang yang shalat dengan baik akan sehat tubuhnya, lembut perasaannya dan akalnya pun mendapat gizi. Maka kesempurnaan manakah dalam pendidikan manusia secara individu setelah ini? Kemudian shalat itu dengan disyaratkannya secara berjamaah, maka akan bisa mengumpulkan ummat lima kali setiap hari dan sekali dalam satu pekan dalam shalat jum'at di atas nilai-nilai sosial yang baik, seperti ketaatan, kedisiplinan, rasa cinta dan persaudaraan serta persamaan derajat di hadapan Allah yang Maha Tingi dan Besar. Maka kesempurnaan yang manakah dalam masyarakat yang lebih sempurna daripada masyarakat yang tegak di atas pondasi tersebut dan dikuatkan di atas nilainilai yang mulia? Sesungguhnya shalat dalam Islam merupakan sarana tarbiyah yang sempurna bagi individu dan pembinaan bagi membangun ummat yang kuat. Dan sungguh telah terlintas dalam benak saya ketika sedang menjelaskan prinsip-prinsip kemasyarakatan saat ini bahwa shalat yang tegak dan sempurna itu bisa membawa dampak kebaikan bagi pelakunya dan bisa membuang sifat-sifat buruk yang ada. Shalat telah mengambil dari"Komunisme" makna persamaan hak dan persaudaraan yaitu dengan mengumpulkan manusia dalam satu tempat yang tidak ada yang memiliki kecuali Allah yaitu Masjid; dan Shalat telah mengambil dari"kediktatoran" makna kedisplinan dan semangat yaitu dengan adanya komitmen untuk berjamaah' mengikuti Imam dalam setiap gerak dan diamnya, dan barang siapa yang menyendiri, maka ia akan menyendiri dalam neraka. Shalat juga mengambil dari"Demokrasi" suatu bentuk nasehat, musyawarah dan wajibnya mengembalikan Imam ke arah kebenaran apabila ia salah dalam kondisi apa pun. Dan shalat biasa membuang segala sesuatu yang jelek yang menempel pada semua ideologi tersebut di atas seperti kekacauan Komunisme, penindasan diktaktorisme, kebebasan tanpa batas demokrasi, sehingga shalat merupakan minuman yang siap diteguk dari kebaikan yang tidak keruh di dalamnya dan tidak ada keruwetan"9) Karena itu semua maka masyarakat Islam pada masa salafus shalih sangat memperhatikan masalah shalat, sampai mereka menempatkan shalat itu sebagai"mizan" atau standar, yang dengan neraca itu ditimbanglah kadar kebaikan seseorang dan diukur kedudukan dan derajatnya. Jika mereka ingin mengetahui agama seseorang sejauh mana istiqamahnya maka mereka bertanya tentang shalatnya dan sejauh mana ia memelihara shalatnya, bagaimana ia melakukan dengan baik. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW: "Apabila kamu melihat seseorang membiasakan ke Masjid, maka saksikanlah untuknya dengan iman." (HR. Tirmidzi) Kemudian Nabi membaca firman Allah sebagai berikut: "Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk." (At-Taubah: 18)

Dari sinilah, maka pertama kali muassasah (lembaga) yang dibangun oleh Rasulullah SAW setelah beliau hijrah ke Madinah adalah Masjid Nabawi. yang berfungsi sebagai pusat ibadah, kampus bagi kajian keilmuan dan gedung parlemen untuk musyawarah. Umat bersepakat bahwa siapa yang meninggalkan shalat karena menentang kewajiban shalat dan karena menghinanya maka ia telah kafir. Dan mereka berbeda pendapat mengenai orang yang meninggalkan tidak secara sengaja tetapi karena malas, sebagian mereka ada yang menghukumi kafir dan berhak dibunuh seperti pendapat Imam Ahmad dan Ishaq. Sebagian lagi ada yang menghukumi fasiq dan berhak dibunuh, seperti Imam Syafi'i dan Malik, dan sebagian yang lain ada yang mengatakan fasik dan berhak mendapat ta'zir (hukuman, atau pengajaran dengan dipukul dan dipenjara sampai ia bertaubat dan shalat, seperti Imam Abu Hanifah. Tidak seorang pun di antara mereka mengatakan bahwa shalat itu boleh ditinggalkan menurut kehendak seorang Muslim, jika mau ia kerjakan dan jika ia tidak mau, maka ia tinggalkan dan hisabnya terserah Allah. Bahkan mereka (para Imam) mengambil kesepakatan bahwa termasuk kewajiban hakim atau daulah Muslimah untuk ikut mengancam dan memberi pengajaran bagi setiap orang yang secara terus menerus meninggalkan shalat. Maka bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang membiarkan orang-orang bergabung dengan Islam, sementara mereka hidup tanpa ruku' kepada Allah SWT, tanpa mereka memperoleh.sanksi atau pengajaran dengan alasan bahwa manusia itu mempunyai hak kebebasan untuk berbuat. Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang menyamakan antara orang-orang yang shalat dan orang-orang yang tidak shalat apalagi mengutamakan orang-orang yang tidak shalat dan menjadikan mereka sebagai pemimpin. Bukan pula masyarakat Islam itu yang membangun perkantoran-perkantoran, lembaga-lembaga, pabrik-pabrik dan sekolah-sekolah, sementara di dalamnya tidak ada Masjid yang dipergunakan untuk shalat dan didengungkan suara adzan. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang sistem kerjanya tidak mengenal waktu shalat, sehingga bagi siapa saja dari karyawannya yang tak menepati peraturan itu (yang tidak mengenal waktu shalat) akan dikenakan sanksi yang sesuai dan akan dituding sebagai berbuat kesalahan. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang ketika mengadakan seminar, resepsi, pertemuan-pertemuan dan ceramah-ceramah, sementara ketika masuk saatnya shalat tidak ada suara adzan dan tidak didirikan shalat. Sebelum itu semuanya, bukanlah dikatakan masyarakat Islam itu masyarakat yang tidak mengajarkan shalat kepada putera-puterinya di sekolah-sekolah dan di rumah-rumah, sejak masa kanak-kanak. Maka ketika mereka berusia tujuh tahun mereka harus diperintahkan, dan ketika berusia sepuluh tahun mereka dipukul apabila meninggalkan shalat. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang tidak menjadikan shalat termasuk serangkaian kurikulum pendidikan pengajaran dan penerangan yang pantas diperhatikan dalam agama Allah dan dalam kehidupan kaum Muslimin.

9) Majalah Asy-Syihab, Tafsir awal-awal Surat Al Baqarah http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Masyarakat/Shalat.html

Shalat, Satu Bentuk Perjalanan Spiritual Paling Ideal


Shalat adalah sebuah kota dengan seluas laut yang selalu diliputi dengan kesegaran air dan angin musim semi di tengah kerinduan kepada Allah Swt. Kondisi kota shalat selalu dipenuhi dengan zikir kepada Allah Swt dan diliputi angin segar malakuti yang selalu menyegarkan spirit manusia.

Di awal kota shalat terdapat mata air yang suci dan bening. Melalui berwudhu, kita menyucikan hati dan spirit di kandung badan. Saat membasuh wajah, cahaya langit menyinari wajah kita dan merontokkan segala kotoran bak daun-daun yang berjatuhan di musim semi. Membasuh tangan dan wajah yang kemudian dilanjutkan dengan mengusap kepala dan kaki, semuanya itu mengandung hikmah yang terselubung. Sebab, kita harus berada dalam kondisi bersih dan suci secara lahir dan batin saat bertemu dengan kekasih sejati.

Karena shalat adalah pondasi agama Islam dan kunci dalam perubahan manusia, ibadah ini pun menjadi pusat kajian sekelompok ilmuwan. Para cendikiawan muslim selalu mengkaji berbagai aspek shalat, khususnya hakekat dan spirit ibadah ini. Mereka menilai shalat sebagai faktor pengubah manusia. Lebih dari itu, mereka menyebutnya sebagai bentuk perjalanan spiritual yang terideal.

Terkait hal ini, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei, mengatakan, "Sesungguhnya shalat adalah bagian ibadah terideal. Shalat menumbuhkan syarat-syarat yang diperlukan dalam spirit manusia untuk melakukan pengorbanan, tawakal dan ibadah yang semuanya itu adalah penopang hal-hal pelik seperti jihad, perintah dan larangan (amar makruf wa nahi munkar), serta zakat. Shalat juga mendorong manusia sebagai pemberani di front. Lebih dari itu, ibadah ini melepaskan manusia dari belenggu-belenggu kezaliman dan mengarahkan kekuatan ego ke arah hakekat dan kebaikan. Karena selalu menghadapi berbagai uji coba, manusia selalu membutuhkan shalat."

Sejumlah cendekiawan Barat menilai shalat sebagai eksperimen agama. Mereka lebih cenderung menganggap shalat yang selalu memberikan ketenteraman bagi manusia, sebagai dampak spiritual shalat dan perannya dalam menenangkan diri manusia. Dampak shalat dan ibadah merupakan hal yang tak dapat dipungkiri bagi mereka.

Psikolog AS, Link Henry, mengatakan, "Setelah melakukan riset panjang di bidang kejiwaan, saya menyimpulkan bahwa manusia yang berhubungan dengan agama dan tidak lepas dari ibadah, lebih mempunyai kepribadian tangguh yang sama sekali tidak akan diraih oleh seorang yang tidak beragama."

Terkait hal ini, seorang cendekiawan Eropa lainnya mengatakan, "Saya seringkali melihat tempat peribadatan dan gereja yang mencerminkan kesenjangan. Saya berpikir hal itu juga terjadi di masjid-masjid muslim. Akan tetapi ketika melihat shalat Iedul Fitri dari dekat di London, saya melihat bentuk persamaan terindah di kalangan mereka. Di sana sama sekali tidak ada kesenjangan. Orang-orang besar duduk berdampingan dengan masyarakat biasa dalam barisan shalat tersebut. Semua orang yang hadir dalam shalat tersebut, mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah Swt, bahkan mereka nampak ceria dan saling mengasihi satu sama lain. Saat imam jamaaah shalat menekankan bahwa shalat merupakan faktor terpenting bagi persamaan, saya tidak menyangsikan lagi bahwa agama Islam benar-benar layak memimpin dunia."

Carnegie Dale, psikolog AS, ketika menyampaikan metode terapi diri, mengajak setiap orang supaya menaruh perhatian terhadap kekuatan luar biasa yang terkandung di balik shalat dan ibadah. Dikatakannya, "Mengapa kita tidak mengkoordinasi dan memperbarui kekuatan yang dimiliki jiwa dan tubuh ini dengan ibadah dan doa? Para psikolog menyimpulkan bahwa doa dan keimanan pada agama menyingkirkan kekhawatiran dan ketakutan yang membuat gelisah dalam kehidupan ini."

Marshall Bowaza, pakar Islam asal Swiss, menyebut shalat sebagai pelepas kegelisahan kehidupan materi di dunia. Dikatakannya, "Shalat adalah pengingat keesaan dan kebesaran Tuhan dan sarana yang dapat meluapkan kerinduan kepada Tuhan. Kerinduan itu membuat manusia tidak terlena dalam rutinitas kehidupan manusia."

Dalam kajian sebelumnya disinggung bahwa shalat berfungsi melembutkan spirit dan psikologi manusia. Selain itu, shalat disebut-sebut sebagai kekuatan terbesar dalam melawan berbagai kendala dalam kehidupan ini dan menenangkan jiwa manusia.

William James, seorang psikolog asal AS berkeyakinan, "Jika diperlukan kekuatan untuk menanggung berbagai peristiwa yang tak dikehendaki, doa dan shalat lah yang menjamin kekuatan ini." Menurut Roger Garaudy, seoorang cendekiawan dan filosof asal Perancis, shalat adalah sarana penting untuk mengenal diri dan Tuhan. Dikatakannya, "Dalam shalat, manusia kembali pada diri sendiri dan menyaksikan eksistensi pada dirinya. Shalat mendorong manusia beriman untuk memuji Tuhannya." Tak diragukan lagi, dampak-dampak shalat akan dirasakan bagi manusia yang beribadah dan berdoa kepada Allah Swt.

Saat matahari tergelincir di tengah hari, saat itulah waktu shalat Zuhur. Di saat berbagai suara terdengar di siang hari dari hiruk pikuk para penjual di pasar yang menawarkan barang dagangan hingga suara anak-anak. Kebisingan itu meliputi suasana di siang hari, tapi saat itu, Nabi Daud as tengah bersiap-siap mengerjakan shalat dan berkomunikasi kepada Allah Swt. Saat mengerjakan shalat, Nabi Daud memulainya dengan kalimat memohon dan merendah di hadapan Allah. Setelah itu, Nabi Daud tenggelam dalam kekhusyukan yang luar biasa hingga tak mendengar sesuatu apapun. Saat beribadah, Nabi Daud seakan merasa sendirian di alam semesta ini yang di hadapannya hanya Allah Swt.

Setelah mengerjakan shalat di tengah kekhusyukan yang luar biasa, terlintas dalam benak Nabi Daud as; Bagaimana ia mengetahui bahwa shalatnya diterima oleh Allah Swt? Beliaupun mengambil keputusan untuk berdoa dengan memohon kepada Allah Swt dan meminta kepadaNya supaya memperjelas hakikat tersebut. Nabi menghadap Allah Swt dan berkata, "Ya Allah, shalat siapakah yang diterima oleh-Mu dan siapakah yang Engkau berikan tempat di sisi-Mu? Allah Swt yang mencintai utusan-Nya, Nabi Daud as, berfirman, "Saya akan memberikan tempat kepada orang yang berada di rumah-Ku. Aku menerima shalatnya saat ia merendah di hadapanKu dan menjadi penolong-Ku. Aku mempersembahkan cahaya kepada seseorang bak matahari yang menyinari langit."

Nabi Daud sangat bergembira menyaksikan para hamba yang merendah di hadapan Allah Swt. Nabi Daud juga berupaya semaksimal mungkin merendah diri di hadapan Zat Yang Maha Agung. Nabi Daud sa selalu menyampaikan pesan dari langit kepada umat manusia supaya memohon kepada Allah Swt dalam kondisi rendah diri dan menghadap-Nya dengan ikhlas dan cinta. (IRIB Indonesia) http://indonesian.irib.ir/islamologi1/-/asset_publisher/iHM3/content/shalat-satu-bentukperjalanan-spiritual-paling-ideal

Manfaat Dimensi Shalat dalam Sendi Kehidupan Manusia


Secara etimologi, kata sholat menurut para pakar bahasa adalah bermakna doa. Shalat dengan makna doa tersirat di dalam salah satu ayat al-Qur;an: Dan shalatlah (mendoalah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (doa) kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. At-Taubah: 103) Dalam ayat ini, shalat yang dimaksud sama sekalibukan dalam makna kewajiban mendirikan shalat yang lima waktu, melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdoa. Shalat diartikan dengan doa, karena pada hakikatnya shalat adalah suatu hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi SAW: Sesungguhnya hamba, apabila ia berdiri untuk melaksanakan shalat, tidak lain ia berbisik pada Tuhannya. Maka hendaklah masing-masing di antara kalian memperhatikan kepada siapa dia berbisik. Adapun secara terminologi, shalat adalah sebuah ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan gerakan yang sudah ditentukan aturannya yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Lebih jauh, definisi ini merupakan hasil rumusan dari apa yang disabdakan Nabi SAW: Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat. Dengan demikian, dasar pelaksanaan shalat adalah shalat sebagaimana yang sudah dicontohkan Nabi SAW mulai bacaan hingga berbagai gerakan di dalamnya, sehingga tidak ada modifikasi dan inovasi dalam praktik shalat. Ada banyak sekali perintah untuk menegakkan shalat di dalam Al-Quran. Paling tidak tercatat ada 12 perintah dalam Al-Quran dengan lafaz Aqiimush-shalata (Dirikanlah Shalat) dengan khithab kepada orang banyak, yaitu pada surat: Al-Baqarah ayat 43, 83 dan110, An-Nisa ayat 177 dan 103, Al-An`am ayat 72, Yunus ayat 87, Al-Hajj: 78, An-Nuur ayat 56, Luqman ayat 31, Al-Mujadalah ayat 13, dan Al-Muzzammil ayat 20. Juga,ada 5 perintah shalat dengan lafaz Aqimish-shalata (Dirikanlah shalat) dengan khithab hanya kepada satu orang, yaitu pada Surat: Huud ayat 114, Al-Isra` ayat 78, Thaha ayat 14, Al-Ankabut ayat 45, dan Luqman ayat 17. Dalam Islam, shalat menempati posisi vital dan strategis. Ia merupakan salah satu rukun Islam yang menjadi pembatas apakah seseorang itu mukmin atau kafir. Nabi SAW bersabda: Perjanjian yang mengikat antara kami dan mereka adalah mendirikan shalat. Siapa yang meninggalkannya, maka sungguh dia telah kafir(H.R Muslim) Sedemikian vitalnya shalat, maka ibadah shalat dalam Islam tidak bisa diganti atau diwakilkan. Dia wajib bagi setiap muslim laki-laki dan wanita dalam kondisi apapun: baik dalam kondisi aman, takut, dalam keadaan sehat dan sakit, dalam keadaan bermukim dan musafir. Oleh karena itu, pelaksanaan shalat bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada keadaan pelakunya; kalau tidak bisa berdiri boleh duduk, kalau tidak bisa duduk boleh berbaring, dan seterusnya. Maka dari itu, shalat merupakan faktor terpenting yang menyangga tegaknya agama Islam. Sehingga, sudah sepatutnya, umat Islam memahami maknanya dan mengetahui manfaat dimensi shalat dalam kehidupan manusia, khususnya dimensi rohani, soasial, dan medis shalat.

Namun, sikap yang pertama kali harus ditunjukkan adalah bahwa kita wajib menjadikan shalat sebagai suatu ibadah dulu. Kemudian setelah itu, baru mengetahui manfaatnya dalam sendi kehidupan kita. A. Dimensi rohani shalat Allah SWT berfirman di dalam al-Quran: "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkanlah shalat untuk mengingatKu."(Qs. Thaha: 14). "(Yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah, hati menjadi tenang." (Qs. Ar-Ra'du: 28) Dua ayat di atas mengisyaratkan kepada kita, bahwa soal ketenangan jiwa adalah janji Allah yang sudah pasti akan diberikan kepada orang yang shalat. Hati bisa tenang bila mengingat dan dzikir kepada Allah, sedang sarana berdzikir yang paling efektif adalah shalat. Tentu bukan sembarang shalat. Sebagaimana dalam ayat di atas, perintah Allah adalah tegakkan, bukan laksanakan. Mendirikan shalat beda dengan sekadar melaksanakan. Mendirikan shalat punya kesan adanya suatu perjuangan, keseriuasan, kedisiplinan, dan konsentrasi tingkat tinggi. Jika sekadar melaksanakan, tak perlu susah payah, cukup santai asal terlaksana. Itulah sebabnya Allah memilih kata perintah aqim yang berarti dirikan, tegakkan, luruskan. Maka, kualitas shalat seseorang diukur dari tingkat kekhusyuannya, yaitu hadirnya hati dalam setiap aktifitas shalat. Dalam hal ini Imam al-Ghazali menyebutkan enam makna batin yang dapat menyempurnakan makna shalat, yaitu: kehadiran hati, kefahahaman akan bacaan shalat, mengagungkan Allah, haibah (segan), berharap, dan merasa malu. Shalat dapat di sebut sebagai dzikir, manakala orang yang shalatnya itu menyadari sepenuhnya apa yang dilakukan dan apa yang diucapkan dalam shalatnya. Dengan kata lain dia tidak dilalakani oleh hal-hal yang membuat shalatnya tidak efektif dan komunikatif. Dalam hadist riwayat Abu Hurairah di sebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Berapa banyak orang yang melaksanakan shalat, keuntungan yang diperoleh dari shalatnya, hanyalah capai dan payah saja." (HR. Ibnu Majah). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa yang lebih penting dan utama dalam shalat itu bukan gerakan fisik, akan tetapi gerakan batin. Gerakan fisik bisa diganti atau ditiadakan jika memang tidak mampu. Tapi dzikir kepada Allah tetap harus berjalan, kapanpun dan bagaimanapun juga. Seorang yang tidak mampu berdiri karena sakit, bisa mengganti gerakan berdirinya dengan hanya duduk, mengganti gerakan ruku'nya dengan isyarat sedikit membungkuk. Demikian juga sujudnya. Tidak bisa berdiri diperbolehkan duduk. Tidak bisa duduk dengan berbaring dan sebagainya.Sedangkan gerakan batin tidak bisa di ganti. Ini yang mutlak harus ada. Tanpa kehadiran hati, shalat hanya merupakan gerakan tanpa arti.

Itulah sebabnya Allah SWT memberi ancaman yang cukup keras kepada kita, dengan kata yang amat pedas, "Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya." (Qs. al-Maa'uun: 4-5) Jadi, janji-janji Allah SWT kepada orang yang shalat, seperti: ketenangan batin, ketentraman hati dan apalagi pahala tidak serta merta diberikan Allah begitu saja. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Bagi yang lalai dalam shalatnya bukan saja tidak bakal mendapatkan janji-janji tadi, malah ada ancaman keras dari Allah SWT. B. Dimensi sosial shalat Allah SWT berfirman: Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (Qs. Al-Ankabuut:45) Dengan jelas ayat di atas mengisyaratkan bahwa salah satu pencapaian yang dituju oleh adanya kewajiban shalat adalah bahwa pelakunya menjadi tercegah dari kemungkinan berbuat jahat dan keji. Ini mengindikasikan bahwa shalat merupakan salah satu rukun Islam yang mendasaar dan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial Islam. Kemalasan dan keengganan melaksanakan salat disamping sebagai tanda-tanda kemunafikan, dan semakin lunturnya imannya seseorang, dalam skala besar merupakan tahapan awal kehancuran komunitas muslim. Karena secara empirik shalat merupakan faktor utama dalam proses penyatuan dan pembangunan kembali kekuatan-kekuatan komunitas muslim yang sebelumnya rusak dan terpencar-pencar sebagai akibat melalaikan mendirikan salat. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda: "Sholat adalah tiang agama, barang siapa menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa merobohkannya, maka ia telah merobohkan agama." (HR. Imam Baihaqi). Hal ini mengindikasikan bahwa kekokohan sendi-sendi soasial masyarakat muslim akan sangat tergantung kepada sejauh mana mereka menegakkan shalat yang sebenar-benarnya. Apabila hal ini tidak menjadi prioritas utamanya, maka kekeroposan sendi-sendi sosial kemasyarakatan akan menghinggapinya, yang berlanjut kepada kehancuran umat Islam itu sendiri. Karena suatu bangunan itu kuat, ketika tiangnya kokoh. Shalat diakhiri dengan salam, hal ini mengindikasikan bahwa setelah seorang hamba melakukan hubungan (komunikasi) yang baik dengan Allah, maka diharapkan hubungan yang baik tersebut juga berdampak pada hubungan yang baik kepada sesama manusia. Dengan kata lain, jika seorang hamba dengan penuh kekhusyuan dan kesungguhan menghayati kehadiran Tuhan pada waktu shalat, maka diharapkan bahwa penghayatan akan kehadiran Tuhan itu akan mempunyai dampak positif pada tingkah laku dan pekertinyadalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini diwujudkan dengan jaminan melakukan apa saja yang dibenarkan syariah guna membantu saudara-saudaranya yang memang butuh bantuan. Yang kaya membantu yang miskin, yang kuasa membantu yang teraniaya, yang berilmu membantu yang masih belajar, supaya

terjadi saling hubungan yang serasi dan harmonis, Orang yang salatnya baik, tidak akan pernah mengeluarkan ucapan dan atau perbuatan kepada sesamanya, yang maksudnya memang jelek. Orang yang salatnya baik, akan bertindak santun dengan sahabatnya, tetangganya dan siapapun juga, akan menghormati tamunya dengan penuh perhatian, dan akan bertindak dan bertaaruf secara santun dengan saudaranya sesama manusia apalagi terhadap saudaranya seiman, dengan tanpa membedakan baju dan golongannya. Orang yang salatnya bagus bukan sekedar membekas hitam di keningnya, lebih dari itu adalah bagaimana mengimplementasikan kasih sayangnya kepada lingkungannya (rohmatun lilalamin). Orang yang salatnya baik justru dituntut lebih banyak kiprahnya dalam kehidupan sosial. Keliru besar jika mereka yang shalat, hanya mengelompok, menyendiri dan mengexklusifkan diri seolah hidup dalam ruang hampa sosial, dan menafikan dan terkesan merendahkan pihak lain. Sungguh Allah membenci dan tidak menyukai orang-orang yang membanggakan dirinya, angkuh, sombong dan merasa paling baik, paling suci dibanding dengan yang lain. Intinya orang yang sholatnya baik adalah tercermin dalam amal salehnya di luar sholat. C. Dimensi medis shalat Rasulullah SAW bersabda: Bagaimana pendapatmu apabila seandainya di depan pintu salah seorang di antara kalian terdapat sungai, dimana ia mandi pada sungai tersebut setiap hari sebanyak lima kali, adakah daki yang akan tersisa pada badannya? Mereka menjawab: Daki mereka tidak akan tersisa sedikitpun. Rasulullah bersabda: Demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapuskan dosa-dosa dengannya (H.R Bukhari Muslim) Sebuah riset di Amerika yang diadakan Medical Center di salah satu universitas di sana Pyok seperti dilansir situs Laha- menegaskan,bahwa shalat dapat memberikan kekuatan terhadap tingkat kekebalan tubuh orang-orang yang rajin melaksanakannya melawan berbagai penyakit, salah satunya penyakit kanker. Riset itu juga menegaskan, adanya manfaat rohani, jasmani dan akhlak yang besar bagi orang yang rajin shalat. Riset itu mengungkapkan, tubuh orang-orang yang shalat jarang mengandung persentase tidak normal dari protein imun Antarlokin dibanding orang-orang yang tidak shalat. Itu adalah protein yang terkait dengan beragam jenis penyakit menua, di samping sebab lain yang mempengaruhi alat kekebalan tubuh seperti stres dan penyakit-penyakit akut. Para peneliti ini meyakini bahwa secara umum ibadah dapat memperkuat tingkat kekebalan tubuh karena menyugesti seseorang untuk sabar, tahan terhadap berbagai cobaan dengan jiwa yang toleran dan ridha. Sekali pun cara kerja pengaruh hal ini masih belum begitu jelas bagi para ilmuan, akan tetapi cukup banyak bukti atas hal itu, yang sering disebut sebagai dominasi akal terhadap tubuh. Bisa jadi melalui hormon-hormon alami yang dikirim otak ke dalam tubuh di mana orang-orang yang rajin shalat memiliki alat kekebalan tubuh yang lebih aktif daripada mereka yang tidak melakukannya. Di samping itu, ada beberapa hasil riset medis yang memfokuskan pada gerakan-gerakan shalat, misalnya: gerakan takbiratul ihram berhasiat melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan

kekuatan otot lengan. Gerakan rukuk bermanfaat untuk menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. Itidal yang merupakan variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Pada waktu sujud aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak dan posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak, maka aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Duduk yang terdiri dari dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir) yang perbedaannya terletak pada posisi telapak kaki juga memiliki manfaat medis, saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius, posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan, sedangklan duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens, jika dilakukan. dengan benar, postur irfi mencegah impotensi. Gerakan salam, berupa memutarkan kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal, bermanfaat sebagai relaksasi otot sekitar leher dan kepala untuk menyempurnakan aliran darah di kepala yang bisa mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah. Dari sini bisa di ambil konklusi, bahwa tidak terlalu sulit dipahami jika orang yang intens komunikasinya dengan Allah, melalui shalat yang khusyu sebagai sarananya, akan berhasil mencapai kemenangan dan keberhasilan di berbagai sendi kehidupan. Sebab, pada saat shalat seorang hamba sedang ada dalam komunikasi langsung dengan sumber energi dan kekuatan, yaitu Allah SWT. Jika kita sudah dekat dengan sumber energi dan sumber kekuatan itu, maka dengan izin-Nya energi dan kekuatan itu akan mengalir ke dalam diri kita. Sehingga dari sana kemenangan dunia dan akhirat yang kita cita-citakan insyaallah bisa dicapai. http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/nabil-abdurahman-islamic-callcollege-libya-manfaat-dimensi-shalat-dalam-sendi-kehidupan-manusia.htm

Islam adalah Agama Kerja (1) Oleh : Warsono .. Dan bekerjalah, Wahai Keluarga Daud, sebagai (ungkapan) syukur (kepada Allah) (QS 34;14) Banyak orang memberikan gambaran orang Islam yang baik dan taat, adalah semata-mata dari berapa banyak dia melakukan shalat sunat, doa-doa, dzikir-dzikir, dan lain-lain. Sangat jarang orang mengaitkan ketaatan beragama misalnya dengan bagaimana dia giat bekerja, tegar berusaha, rajin di laboratorium atau berperilaku hemat. Bahkan kadang orang yang "terlalu" giat bekerja dicap sebagai orang yang jauh dari agama. Tentu benar, ketaatan beribadah (dalam arti ritual) menjadi syarat mutlak ketaatan seseorang, namun sesungguhnya kalau kita kaji lebih dalam Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi kerja, amal saleh (yang artinya perbuatan baik), atau action. Kerja adalah bagian penting dari ibadah. Islam adalah agama kerja.

Berikut, akan disampaikan sepintas ilustrasi bagaimana Islam sesungguhnya meninggikan nilai kerja, amal nyata, atau action yang berguna bagi lingkungan dan bagi sesama. Kerja adalah Pesan Moral dan Tindak Lanjut dari Ibadah Ritual Kalau kita perhatikan ibadah (ritual) dalam Islam memiliki bentuk yang sangat khas dibanding dengan agama lain. Apa itu? Jika ibadah dalam agama lain dilakukan dengan kondisi relatif diam, tenang, dan pasif, maka ibadah dalam Islam sangat dinamis, dan penuh dengan gerakan-gerakan. Contoh sangat nyata adalah shalat. Shalat adalah ibadah yang sangat sentral dan teragung dalam Islam, bahkan menjadi batas keimanan seseorang atau tidak. Kalau kita amati, shalat dari awal sampai dengan akhir, disertai dengan gerakan seluruh tubuh kita. Apalagi haji, sebagai ibadah paripurna seorang muslim. Haji adalan ibadah total action, sangat penuh dengan gerakan fisik. Kalau shalat meski penuh gerakan namun di tempat saja, maka haji gerakannya melintasi tempat yang jauh. Begitu juga puasa, zakat, semuanya action. Ibadah adalah penghambaan kepada Allah semata, namun semua ibadah kita harus memiliki implikasi kerja, implikasi sosial. Bahkan tata urutan ibadah selalu terkait dengan kerja. Shalat, misalnya, didasari dengan wudlu (penyucian diri), diawali dengan takbir (pengagungan kepada Allah), dan diakhiri dengan salam ke kanan dan kekiri. Salam adalah menyebarkan kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan. Pesannya sangat jelas! Kegiatan ibadah shalat berupa ibadah penyucian diri, dan mengagungkan Allah, harus dibuktikan dengan menyebarkan kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan kepada lingkungan. Dan itu tidak bisa tidak- dilakukan dengan kerja, action. Secara jelas Al-Quran menyebut pesan moral atau tujuan dari shalat berkaitan dengan kerja. dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan mungkar (QS Al-Ankabut: 45) Begitu juga ibadah shaum (puasa) yang merupakan ibadah pengendalian nafsu dan penyucian diri, diakhiri dengan zakat fitrah, yaitu berbagi kepada sesama. Tidak berbeda dengan shalat, puasa juga harus mampu melahirkan semangat kerja. Haji diawali dengan wukuf (berdiam diri), dilanjutkan dengan tawaf, melempar jumrah, dan sa. Semuanya action. Semua kegiatan ibadah memiliki benang merah yang sama. Kegiatan ibadah adalah merupakan penyucian jiwa, pengisian dengan sifat-sifat suci Allah, pengagungan dan berkomunikasi dengan Allah, yang harus diwujudkan dalam amal shaleh kerja- kepada sesama. Dinamisnya ibadah dalam Islam juga terlihat pada arsitektur masjid. Berbeda dengan tempat ibadah agama lain yang dirancang tertutup, sepi, kadang kalau perlu gelap, jauh dari keramaian. Masjid selalu bercirikan terang, terbuka, banyak jendela, dan berada di dalam pusat aktivitas manusia. Bahkan dalam sejarah Nabi, pengaturan umat selalu dilakukan di dalam masjid. Ketinggian Kerja dalam Al-Quran dan Sunah Nabi.

Al-Quran dalam banyak sekali ayat, menyebutkan bahwa iman saja tidak cukup, tetapi harus disertai dengan amal shaleh, kerja, action. Tidak cukup iman saja tetapi harus dimanifestasikan dengan amal. Cukuplah, dinukilkan surat Al-Ashr untuk mewakili ayat-ayat tentang iman dan amal shaleh. Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Dari ciri-ciri orang yang tidak rugi, selain keimanan semuanya berkaitan dengan kerja; amal shaleh, menasehati, menaati kebenaran, menetapi kesabaran. Al-Quran juga memerintahkan agar kita selalu mencari karunia Allah di bumi dengan bekerja sebagai ungkapan rasa syukur, bahkan setelah shalat pun kita dianjurkan untuk segera bertebaran di muka bumi untuk bekerja. Sebagaimana disebut dalam ayat-ayat berikut: .. Dan bekerjalah, Wahai Keluarga Daud, sebagai (ungkapan) syukur (kepada Allah) (QS 34;14) Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. (QS 67: 15) "Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung."( QS 62: 10) Dalam hadis juga banyak diungkapkan tentang orang-orang yang utama, kebanyakan berkaitan dengan kerja, tindakan, action. Berikut di antaranya hadis-hadis yang terkenal: Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik perangainya/ akhlaqnya Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia Muslim yang terbaik adalah muslim yang muslim lainnya selamat/merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya." Sebaik-baik kamu adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik (berperilaku) kepada keluarganya Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah Sebaik-baik kamu ialah orang yang mempertahankan keluarganya selagi perbuatan itu tidak membawa kepada dosa Barangsiapa yang menjadi susah pada petang hari kerana kerjanya, maka terampunlah dosanya. (Hadis riwayat Tabrani) Bekerja bukan hanya dianjurkan untuk memberi manfaat kepada manusia, tetapi juga sangat dipuji jika bermanfaat bagi makhluk yang lain. Rasulullah S.A.W. bersabda, "Seorang muslim yang menanam atau menabur benih, lalu ada sebahagian yang dimakan oleh burung atau manusia, atapun oleh binatang, nescaya semua itu akan menjadi sedekah baginya" (Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad). Ketika menyebutkan ciri-ciri orang yang beriman, baik dalam Al-Quran selalu menyebut dengan amal, kerja, kegiatan, atau action. Misalnya ciri-ciri orang beriman dalam surat Al-Mukminun 1-11, yang menyebutkan ciri orang beriman sebagai orang yang khusyu shalat, berzakat, meninggalkan perbuatan yang sia-sia, menjaga

kehormatan (kemaluan), dan menjaga amanat. Dalam Hadis terkenal misalnya ciri orang beriman adalah berkata baik atau diam, menghormati tetangga. Kebanyakan ciri-ciri orang beriman berkaitan dengan amal nyata atau kerja. Suatu ketika, Rasulullah mencium tangan kasar seseorang karena bekerja keras sebagai pemecah batu dan beliau memujinya bahwa tangan itu dicintai Allah. Subhanallah! .. Kerja Keras Para Nabi dan Orang-orang Shalih Kemudian kalau kita pelajari sejarah para Nabi AS, apalagi sejarah Nabi Muhammad SAW, para sahabat Nabi, hingga zaman keemasan Islam semua memiliki teladan yang sama, yaitu kerja keras membangun diri dan masyarakat. Tidak ada satu pun contoh-contoh dari mereka yang hanya mementingkan ibadah ritual semata. Sebagai contoh akan diulas singkat teladan Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW. Di antara para rasul yang paling banyak dikisahkan dalam Al Quran adalah Nabi Musa AS. Kalau dilihat kisahnya, berisi perjuangan luar biasa membina masyarakat Bani Israil. Mulai dari hijrah bertemu Nabi Syuaib AS, menghadapi Firaun, memimpin exodus besar-besaran Bani Israil dari Mesir ke Palestina yang memakan waktu puluhan tahun, hingga yang sangat menyita waktu adalah memberi dakwah kepada Bani Israil yang sangat ngeyel. Begitu juga Nabi Muhammad SAW, beliau tidak hanya menghabiskan waktu untuk berzikir saja. Baik pada periode Makkah maupun Madinah, beliau bekerja keras mendakwahkan Islam person to person, membina mental sahabat, membentuk kader, membangun masyarakat, memimpin perang, mengatur strategi, membuat perundingan, dan lain-lain. Kalau kita pelajari detil sejarah Nabi Muhammad SAW, kita dapati hari demi hari, tahun demi tahun yang penuh perjuangan dan kerja keras bersama para sahabat. Pada saat Rasulullah SAW wafat umat Islam menguasai hampir seluruh jazirah Arab. Hal ini dilanjutkan oleh para Khalifah Rasyidah, hingga dalam waktu singkat (terutama masa Umar Al-Faruq) Islam menyebar dengan penaklukan Persia (superpower masa itu) ke barat hingga ke Afrika berhadapan dengan Bizantium (superpower yang lain). Kemudian sejarah berlanjut hingga penaklukan Eropa, India, sehingga umat Islam menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan pada saat itu. Sejarah yang luar biasa! Dan itu dicapai dengan kerja keras, bukan hanya ibadah ritual semata. Secara pribadi, kita juga mendapati Rasulullah SAW dan para sahabat adalah orang-orang yang menyukai kerja. Rasulullad SAW selain bekerja untuk umatnya, beliau melubangi sendiri sandalnya, menambal sendiri bajunya, memeras sendiri susu kambingnya dan melayani keluarga. Subhanallah, Rasulullah adalah pemimpin sejati! Kerja: Gerak Universal alam semesta Al-Quran memuat sangat banyak kejadian-kejadian alam semesta, bahkan menurut Dr Mahdi Ghulsyani (cendekiawan muslim Iran) hingga 10% dari ayat-ayat Al-Quran. Semua berpusat pada ketundukan, tasbih dan sujud jagad raya pada Tuhannya. Salah satu di antaranya, Bertasbihlah kepada Allah semua yang ada di langit dan di bumi, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana(QS 61:1)

Kita tidak tahu bagaimana tasbih alam semesta, namun manifestasinya sangat jelas. Manifestasi dari tasbih dan sujud alam semesta adalah aneka kerja yang kontinu dan teratur dari alam semesta. Gerakan aneka benda langit pada orbitnya, reaksi fusi bintang-bintang yang menyebarkan energi kepada lingkungan, pengembangan alam semesta, sebagai contoh di antaranya. Semua bergerak, bekerja, dan berproses, itulah bentuk ibadah mereka yang bisa kita lihat. Di antara bentuk ibadah batu misalnya adalah dengan meluncur jatuh, sebagaimana ayat, .. dan di antaranya (batu) ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah(QS 2:74) Banyak sekali ayat-ayat tentang alam semesta, dari yang besar mengenai galaksi hingga hewanhewan kecil seperti semut, semua mengikuti perintah Allah dengan bekerja secara terus menerus. Sehingga kita bekerja pada dasarnya adalah seirama dengan gerak universal alam semesta, seirama dengan sujud alam semesta. Kahlil Gibran dalam Sang Nabi membuat puisi yang sangat indah: Kau bekerja, supaya langkahmu seiring irama bumi Serta perjalanan roh jagad ini Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim, Serta keluar dari kehidupan itu sendiri Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya Menuju keabadian masa Bekerja sebagai Pengabdian kepada Allah SWT Kalau sekedar bekerja, bukankah semua orang melakukan, umat lain melakukannya? Bahkan kaum ateis pun bekerja. Lalu apa bedanya? Tentu ajaran bekerja para Nabi sangat berbeda. Bekerja dalam ajaran Islam adalah manifestasi dari iman. Bekerja adalah sebagai bagian dari ibadah. Sedang bagi umat yang lain, mungkin hanya sekedar mengisi waktu, mengejar harta, dll. Berikut secara ringkas ciri bekerja sebagai pengabdian kepada Allah SWT: 1. Motivasi kerja : pengabdian kepada atau mencari ridha Allah SWT 2. Cara kerja : sesuai/tidak bertentangan dengan syariat Islam 3. Bidang kerja : yang halal, baik/maruf 4. Manfaat kerja : kebaikan, kesejahteraan, keselamatan bagi semua (rahmatan lil alamin) Dengan bekerja sebagai motivasi ibadah, semestinya selalu memberikan yang terbaik. Selalu bekerja semaksimal mungkin, bukan seadanya. Itulah yang disebut sebagai ihsan (berbuat baik) atau itqan(hasil terbaik). Allah bahkan memerintahkan kita meniru karya Allah dalam bekerja, maka berbuat baiklah (fa ahsin) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu(QS 28:77) Bekerja dengan motivasi di atas semestinya juga akan melahirkan kerja keras, tegar, jujur, dan profesional dalam kondisi apa pun. Berbeda dengan motivasi jabatan misalnya, hanya bekerja ketika ada iming-iming atau konsekuensi jabatan, jika tidak dia akan enggan. Sedang bekerja dengan motivasi ibadah semesteinya akan bekerja dengan

semangat meski imbalan langsung tidak nampak, meskipun uang sedikit, meski tidak ada yang melihat, meski tidak dipuji atasan. Karena memang motivasinya adalah pengabdian kepada Allah SWT. Sedang Dia selalu ada, selalu mengawasi, selalu mengetahui apa yang kita lakukan. Kalau demikian, mengapa bangsa muslim kini justru identik dengan bangsa yang malas, tidak dapat dipercaya, tidak disiplin, kurang etos kerja, bahkan : korup!? Ini kenyataan yang harus kita akui bersama, dan menjadi tugas kita bersama untuk memperbaiki. Mulai dari diri sendiri, di sini dan sekarang! Ternyata kini kita bekerja jauh dari semangat dan nilai-nilai Islam dan teladan para pendahulu kita. Kita juga memandang agama dengan cara yang salah. Kita menganggap kerja dan ibadah adalah dua hal yang berbeda dan terpisah. Akibatnya adalah sikap mendua (split personality) dalam bekerja. Maka kini kita dapati kenyataan aneh seperti orang yang rajin beribadah (ritual) namun rajin juga menilap aset kantor, bahkan milik masyarakat, tidak jujur, atau suka main terabas. Kita sudah shalat, namun shalat kita belum mampu membangun karakter sehingga mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Kita belum bisa menjadikan puasa sebagai perisai kita melawan tarikan nafsu-nafsu yang rendah. Kita belum mampu menjadikan haji sebagai total pengabdian kepada Allah SWT. Masya Allah, kita beragama namun menjauh dari nilai-nilai agama. Kita beribadah ritual namun kita semakin menjauh dari petunjuk Allah. Kita lebih memilih topeng dalam beragama. Kita memilih kulitnya, lalu membuang isinya. Akhirnya, marilah kita jadikan setiap ayunan langkah kita dalam bekerja sebagai zikir kita kepada Allah SWT. Kita jadikan setiap gerakan tangan kita dalam bekerja sebagai tasbih kita kepadaNya. Kita jadikan setiap ucapan dan pikiran dalam bekerja sebagai sujud dan syukur kita kepada Rabbul Izzati.

Anda mungkin juga menyukai