Anda di halaman 1dari 8

Edisi 273

MAZHAB SOEKARNO
ALA PESANTREN
AL-ZAYTUN
P
ADA 23 April 2023 lalu, beredar video yang berasal dari Pondok Pesantren
al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat. Video tersebut memperlihatkan jamaah
perempuan berada di shaf terdepan di belakang imam saat pelaksanaan
shalat Idulfitri.
Hal ini kemudian membuat publik menyoroti Pesantren al-Zaytun tersebut, karena
seharusnya shaf jamaah perempuan berada di belakang jamaah laki-laki. Pimpinan
Pesantren al-Zaytun, Panji Gumilang, berdalih bahwa dia mengikuti mazhab Soekarno
dalam praktik tersebut. “Mazhabku adalah Bung Karno, Ahmad Soekarno, karena dalam
tulisannya ga pake Bung”, ucap Panji Gumilang dalam salah satu pernyataannya. Dalam
menyikapinya lebih lanjut, simaklah kajian berikut:
02
Buletin Tauiyah | EDISI 273

TAHQIQAT

BERMAZHAB
DALAM
PERSPEKTIF
AHLUSSUNAH
WAL JAMAAH

D
ALAM ajaran Islam, bermazhab capai tingkatan mujtahid merupakan
merupakan keniscayaan yang keharusan, sebab sumber utama untuk
harus dilakukan oleh seorang menghukumi sesuatu dalam Agama Islam
Muslim yang belum menca- adalah al-Quran dan hadis, sedangkan
pai tingkatan mujtahid (ahli ijtihad). kita tidak bisa mengambil hukum dari
Bermazhab maksudnya adalah megikuti dua sumber tersebut secara langsung.
pendapat imam mujtahid atau mengikuti Bahkan umat Islam pun sedikit yang
pendapat ulama yang mengikuti rumusan mampu melakukan hal itu, hanya para
imam mujtahid. Syekh Muhammad Sa’id imam mujtahid yang dapat melakukan-
Ramadhan al-Buthi dalam kitab Al-Lâ nya, sebab mereka sudah memiliki ke-
Mazhabiyyah Akhțaru Bid’atin Tuhaddidus- mampuan dan keistimewaan yang Allah ‫ﷻ‬
Syarȋ’ah al-Islâmiyyah (hlm. 17) men- berikan kepada mereka dalam memahami
gatakan: al-Quran dan hadis.
“Bermazhab wajib bagi orang awam Namun perlu diketahui, meskipun
atau orang yang belum mampu berijtihad. bermazhab merupakan keniscayaan,
Oleh karennya, ia harus taklid kepada mazhab yang boleh diikuti adalah mazhab
mazhab imam mujtahid, baik menetap pada yang mu’tabar (dianggap) oleh mayoritas
satu mazhab tertentu atau berpindah dari umat Islam. Mazhab mu’tabar maksudnya
satu mazhab ke mazhab lainnya”. adalah mazhab yang tersusun dengan
Bermazhab bagi yang belum men- jelas sampai sekarang. Dalam hal ini
Buletin Tauiyah | EDISI 273
03
adalah mazhab dari keempat imam mu- mengikuti selain mazhab imam empat,
jtahid, yakni: al-Imam Abu Hanifah, al- meskipun untuk diamalkan sendiri. Apa-
Imam Malik bin Anas, al-Imam asy-Syafii, lagi untuk difatwakan kepada orang lain,
dan al-Imam Ahmad bin Hanbal. Para ula- karena tidak ada catatan yang meunjukkan
ma mengatakan bahwa mazhab—dalam bahwa pendapat tersebut tidak mengalami
bidang fikih— yang boleh diikuti hanya perubahan”
empat mazhab di atas, karena hanya Dalam kitab yang sama (hlm 174-
empat mazhab tersebut yang rumusan- 175), beliau melanjutkan:
nya tersusun dengan jelas.
“Beda halnya dengan mazhab imam
Adapun mazhab-mazhab selain empat. Para ulama dalam mazhab imam
empat mazhab barusan, seperti mazhab empat telah menyusun rumusan mazhab
al-Imam Sufyan aś-Śauri, al-Imam tersebut, serta menjelaskan mana pendapat
Sufyan bin ‘Uyaynah, al-Imam al-Laiś seorang imam, dan mana yang bukan,
bin Sa’d, al-Imam Dawud aż-Żahiri, dan sehingga mazhab ini tidak mungkin terjadi
mazhab-mazhab lain yang pernah ada perubahan”.
tidak boleh diikuti, karena rumusan di
Karena mengikuti selain mazhab
dalam semua mazhab tersebut tidak
imam empat tidak diperbolehkan, maka
tersusun, sehingga pendapat yang ada
dapat disimpulkan bahwa mazhab Soek-
dalam mazhab-mazhab tersebut ada
arno ala pesantren al-Zaytun, yakni
kemungkinan hilang, atau telah berubah.
perkataan bahwa dia ikut mazhab Soek-
Dalam hal ini, as-Sayid Abdurrahman
arno dalam praktik di atas tidaklah dapat
bin Muhammad al-Masyhur dalam kitab
dibenarkan, sebab mazhab yang boleh
Bughyatul-Musytarsyidin (hlm 172-173)
diikuti hanyalah mazhab imam empat,
berkata :
sebagaimana penjelasan di atas.
“Ibnus-Shalah mengutip ijmak (kes-
Fairuz Ubbadi | Tauiyah
epakatan) para ulama bahwa tidak boleh

MAQALAT
MAQALAT
KEMUSTAHILAN ALLAH ‫ ﷻ‬BERSATU DENGAN MAKHLUK-NYA
َ ْ َ َ َ َ ٌ َ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ ِّ ْ َ َ َ ِّ ْ َّ َ ْ َ ْ
‫ار ْي ِف‬ َ ْ ‫الُلُ ْو ُل أ ْي ُحلُ ْو ُل‬
‫ال‬ ‫ وكذلِك‬,‫اري ٌتع َال َبِالمخلو ِق م ْال‬ ‫التاد أي ِاتاد ال‬
ِ ‫إِعلم أن‬
ِ ُُ َ ْ َ ُ ْ ُ َُِ ُ ْ ْ
‫ال َمخل ْو ِق مال أ ْي ليتَ َص َّو ُر ِف ال َعق ِل ُو ُح ْود ُه َول ِامكنه‬
“Ketahuilah! Bahwa bersatunya Allah ‫ ﷻ‬dengan makhluk adalah perkara yang mustahil.
Begitu juga dengan meleburnya Allah ‫ ﷻ‬kepada Makhluk-Nya. Yakni, keberadaan dan
kemungkinannya tidak tergambarkan oleh akal.”
(Al-Ma’man minadh-Dhalalah juz. 2 hlm. 77)
04
Buletin Tauiyah | EDISI 273

TABYINAT

KLASIFIKASI
AHLUL-FATRAH

A
HLUL-FATRAH adalah orang-
orang yang berada di antara
dua masa utusan, seperti
masa di sela-sela Nabi Isa
dan Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Hal ini tidak
menutup kemungkinan jika Ahlul-Fatrah
juga berada di posisi antara Nabi se-
belum Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dan Nabi
Isa. Tetapi, jika ulama mengungkapkan
Ahlul-Fatrah, maka yang dituju adalah
Ahlul-Fatrah di era antara Nabi Isa dan
Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. (Tahrîrul Maqâl
Fi Muwâzanatil A’mâl wa Hukmi Ghairil
Mukallafīna fil Uqbâ wal Maâl. juz. 1
hlm. 414)
Mengenai hal ini, terdapat penjela-
san dari Syekh Muhammad bin Abdul
Baqi dalam kitab Syarhus Zurqânî Alal
Mawâhib al-Laduniah bil Manhi al-
Muhammadiah (juz. 1 hlm. 140), bahwa
Ahlul-Fatrah terbagi menjadi tiga golon-
gan berikut:
P e r t a m a , A h l u l - Fa t ra h ya n g
menauhidkan Allah ‫ﷻ‬. Di antaranya
mereka ada yang belum masuk dalam
Buletin Tauiyah | EDISI 273
05
syariat nabi sebelumnya (Nabi Isa), sep- “Allah ‫ ﷻ‬tidak pernah menetapkan sedikit
erti: Qas bin Sa’adah, dan ada yang telah pun (aturan) menyangkut baḥirah, sa’ibah,
masuk dalam syariat utusan sebelumnya waṣilah, dan ḥam. Akan tetapi, orang-orang
(Nabi Isa), seperti: penduduk Nahran, yang kafir membuat-buat kedustaan terha-
Waraqah bin Naufal. Oleh karenanya, dap Allah ‫ ﷻ‬dan kebanyakan mereka tidak
mereka tergolong ahli agama yang belum mengerti.” (QS. Al-Maidah [5]: 103)
menututi syariat yang telah dinasakh oleh Ketiga, golongan yang terakhir ini
agama Islam. adalah Ahlul-Fatrah yang murni, mereka
Kedua, Ahlul-Fatrah yang telah men- adalah orang-orang yang tidak pernah
gubah syariat Nabi sebelumnya dan tidak merasakan syariat seorang nabi, baik
menauhidkan Allah ‫ ﷻ‬serta melakukan sebelumnya (Nabi Isa) dan sesudahnya
tindak kesyirikan, seperti; Amr bin Luhay. (Nabi Muhammad ‫)ﷺ‬, tidak mensyirikan
Ia adalah orang yang membikin bangsa Allah ‫ ﷻ‬dan tidak membuat syariat baru,
Arab menyembah berhala, membuat bahkan mereka berada di era ketidakta-
syariat unta Bahirah -unta betina yang huan tentang agama.
telah beranak lima kali dan anak yang Dari ketiga golongan tersebut, yang
kelima itu jantan. Lalu, unta betina itu dicap sebagai golongan yang tidak men-
dibelah telinganya, dilepaskan, tidak galami siksa kelak adalah golongan
boleh ditunggangi lagi, dan tidak boleh pertama dan ketiga, Ahlul-Fatrah ini yang
diambil air susunya-, dan lain sebagainya, Allah ‫ ﷻ‬firmankan dalam ayat-Nya yang
sehingga Allah ‫ ﷻ‬mencantumkan tinda- artinnya:“Dan Kami tidak akan menyiksa
kannya dalam firman-Nya: sebelum Kami mengutus seorang Rasul”
َ َ َْ َ ْ ُ َ َ َ َ
‫ي ٍة َّولَّ َساۤىِٕبَ ٍة َّول‬ ‫ب‬
ِ ۢ‫ما جعل اهلل ِمن‬ (QS. al-Isra’ [17]: 15). Adapun status
ْ‫ك َف ُروا‬َ َ ْ َّ ٰ َّ َ َ َّ َ ْ َ kelompok kedua, maka perbuatannya
‫الين‬ ِ ‫كن‬ ِ ‫َو ْ ِصيل ٍة و َل حامٍ ۙول‬
َ ُ ْ َ َ ُ َُْ ََ َ َ ْ َ َ ْ َُ
‫ثه ْم ل يع ِقل ْون‬
mendapat siksa di akhirat nantinya. Wal-
‫ب واك‬ ۗ ‫هلل الك ِذ‬
ِ ‫يفتون ع ا‬ lahu A’lam Bishawab
Aris Daniyal | Tauiyah
06
Buletin Tauiyah | EDISI 273

TANBIHAT

MENGKAJI
SIFAT JAIZ
ALLAH ‫ﷻ‬

S
EJAK dini, orang tua kita telah yang mungkin, seperti: alam semesta
mendidik dan mengenalkan Allah beserta isinya, bila Allah ‫ ﷻ‬menghendaki
‫ ﷻ‬kepada kita, kekuasaan, serta wujud, maka akan terjadi dan bila tidak
sifat-Nya, sehingga kita menge- berkehendak maka tidak akan terjadi,
tahui Aqâid 50 secara global sebagaimana sebagaimana firman Allah ‫ ﷻ‬dalam al-
yang telah dikenal oleh umat Islam. Di Quran:
dalam Aqâid 50 tersebut, di samping Allah ُ َ‫ك َيْلُ ُق َما ي َ َشا ُۤء َو َيْت‬
‫ار‬
َ ُّ َ َ
‫ورب‬
‫ ﷻ‬memiliki sifat wajib dan mustahil, Allah
‫ ﷻ‬juga memiliki sifat jaiz yang jumlahnya “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang
hanya satu. Dia kehendaki dan Dia pilih.” (QS. Al-Qashas
[28]: 68)
Jaiz secara etimologi artinya: boleh,
yakni sesuatu yang menurut akal mungkin Begitu juga jaiz bagi Allah ‫ ﷻ‬memberi
ada dan mungkin tidak ada. Sedangkan rezeki kepada makhluk ciptaan-Nya
jaiz secara terminologi jika disandarkan (hamba) atau tidak, karena Allah-lah yang
pada sifat Allah ‫ ﷻ‬maka memiliki arti: menciptakan makhluk berikut perbuatan-
ُ َ َ ْ ُ ِّ ُ ُ ْ nya, sebagaimana firman-Nnya:
‫ك ٍن أ ْو ت ْركه‬
ِ ‫فِعل ك مم‬ َ ُ َْ
‫َو ّٰللاُ َخلَقَ ُك ْم َو َما تع َمل ْون‬
“Mengerjakan atau meninggalkan
perkara yang mungkin terjadi” “Allah ‫ ﷻ‬telah menciptakan kalian dan
apa yang kalian perbuat”. (QS. Ash-Shaffat
Maksudnya, Allah ‫ ﷻ‬boleh mencip-
[37]: 96)
takan atau tidak menciptakan sesuatu
Buletin Tauiyah | EDISI 273
07
Jadi tidak ada sesuatu yang wajib Allah ‫ ﷻ‬tidak mungkin mengingkari janjinya,
‫ ﷻ‬kerjakan atau tinggalkan, karena Allah ‫ﷻ‬ karena hal itu merupakan perkara mus-
merupakan fa’il bil ikhtiar (Dzat yang men- tahil bagi-Nya. Mengenai hal ini, Allah ‫ﷻ‬
ciptakan terhadap apa yang dikehendaki), telah berfirman:
َ ْ ُ ْ ُ َ َ َّ
sebagaimana penjelasan Syekh Ibrâhîm
‫الل ّٰ ل ي ِلف ال ِميْ َعاد‬ ‫ِان‬
al-Laqanî dalam kitab Tuhfâtul-Murîd-nya
(hlm. 141). “Sesungguhnya Allah tidak akan meny-
alahi janji.” (QS. Ali Imran [3]: 9)
Dalam kitab Tuhfâtul-Murîd disebutkan
bahwa ketika Allah ‫ ﷻ‬memberikan pahala Adapun ancamannya kepada ahli
kepada hamba-Nya yang taat, maka itu maksiat bisa saja Allah ‫ ﷻ‬menyalahinya
semata-mata merupakan anugerah dari dengan memasukkannya ke surga, karena
Allah ‫ﷻ‬, dan jika Allah ‫ ﷻ‬menyiksa hamba- hal itu termasuk kemuliaan dan karunia
Nya yang bermaksiat, maka semata-mata dari Allah ‫ﷻ‬.
merupakan keadilan Allah ‫ﷻ‬. Akan tetapi Kesimpulannya, bahwa taat dan mak-
jika mengaca kepada sifat jaiz Allah ‫ ﷻ‬di siat itu tidak akan menibulkan manfaat
atas, maka boleh saja Allah ‫ ﷻ‬memberi dan bahaya kepada Allah ‫ﷻ‬, karena Allah
pahala kepada ahli maksiat dan mema- ‫ ﷻ‬adalah Dzat yang memberikan man-
sukkannya ke surga, serta menyiksa ahli faat dan bahaya. Maka dari itu, ketaatan
taat dan memasukkannya ke dalam ner- seorang hamba tidak mewajibkan bagi
aka, karena ini jaiz bagi Allah ‫ﷻ‬. Bahkan, Allah ‫ ﷻ‬untuk memberinya pahala, se-
kita tidak berhak mempertanyakannya, bagaimana kemaksiatannya juga tidak
sebagaimana firman Allah ‫ ﷻ‬demikian: menetapkan siksa pada-Nya. Hanya saja,
َ ُ ُ ُ َْ َ ُ َ
‫ل ي ُ ْس َٔـل ع َّما يف َعل َوه ْم ي ُ ْس َٔـل ْون‬ taat dan maksiat ini sebagai tanda bahwa
Allah ‫ ﷻ‬akan memberi pahala kepada
“(Allah) tidak ditanya tentang apa yang hamba-Nya yang taat sebagai karunia
Dia kerjakan, tetapi merekalah yang akan dari-Nya, dan akan menyiksa hamba-Nya
ditanya.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 23) yang maksiat sebagai bentuk keadilan
Akan tetapi ini hanya tinjauan akal dari-Nya. Wallâhu a’lam bish-Shawwâb.
saja. Adapun menurut syariat, maka Allah Nauval Musthofa | Tauiyah
08
Buletin Tauiyah | EDISI 273

TATBIQOT

MENYINGKAP
DUGAAN
KESESATAN
AL-ZAYTUN
S ebagaimana berita yang telah menyebar, dugaan kesesatan ajaran di pondok ini
semakin kuak. Begitu banyak dugaan kesesatan yang terjadi di pondok ini, seperti:
menghalalkan zina, shalat lima waktu tidak wajib, pemberitahuan bahwa tanah suci
adalah Indonesia, dan pengucapan salam Yahudi. Berikut dalil-dalil yang menentang
kesesatan ajaran tersebut:
Salam Yahudi
Saat acara khatmil-Quran di tahun lalu, Panji Gumilang—pengasuh Pondok
al-Zaytun—mengajak para jamaah dan santrinya mengucapkan salam
Yahudi, padahal Rasulullah ‫ ﷺ‬memerintahkan kita agar mengucapkan
salam sesuai dengan yang diajarkan, serta melarang kita meniru kaum
kafir. Hal ini berdasarkan hadis yang artinya: “Siapa pun yang berserupa
dengan suatu kaum, maka dia termasuk golongan kaum tersebut”. (HR. Abu
Dawud dan Imam Ahmad)
Shalat Lima Waktu Tidak Wajib
Panji Gumilang juga diduga menghukumi shalat lima waktu tidak wajib.
Hal ini sangat fatal bagi orang yang berpikiran normal. Sebab, hal itu meru-
pakan sebuah kesesatan, bahkan dapat menyatakan pelakuya keluar dari
agama Islam, sebagaimana pendapat al-Imam an-Nawawi dalam kitab
Nihâyatuz-Zain (Hlm. 8) berikut; “Seseorang yang mengingkari kewajiban
shalat lima waktu dihukumi kafir”.
Zina Halal
Tidak cukup pada hal itu, lebih parahnnya lagi, Panji Gumilang diduga
menghalalkan berhubungan zina asal ditebus dengan uang. Padahal,
dalam al-Quran terdapat ayat yang artinya: “Perempuan yang berzina dan
laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
kali deraan.” (QS. An-Nur [24]: 2). Tentu saja, klaim bahwa perzinahan bias
ditebus dengan uang merupakan sebuah kesesatan.

Anda mungkin juga menyukai