Hukum Wanita Haid Berdiam Di Masjid 3.0 TGL 28 Feb 2023
Hukum Wanita Haid Berdiam Di Masjid 3.0 TGL 28 Feb 2023
BERDIAM DIRI
DI MASJID
KH. M. SHIDDIQ AL-JAWI, S.Si, MSI
[Founder Institut Mu’amalah Indonesia]
PERTANYAAN :
Adapun jika seorang wanita haid sekedar lewat atau melintas (al-
murūr) di dalam masjid karena suatu keperluan, maka itu tidak apa-
apa. Dengan catatan wanita itu tidak merasa khawatir akan
mengotori masjid. Dalilnya, Nabi SAW pernah memerintah ‘Aisyah RA
untuk membawa khumrah (semacam sajadah) yang ada di masjid.
Lalu ‘Aisyah RA berkata sebagaimana dalam riwayat berikut ini :
’Aisyah RA berkata :
َ ض قَا َل إن َح ْي
َ ضت َ ِّك لَ ْي
س ْت ٌ ِّقُ ْلتُ إنِّ ْي َحائ
فِّ ْي يَ ِّد ِّك
“
Bahwa Rasulullah SAW meletakkan
kepalanya di pangkuan salah satu
dari kami (istri-istri beliau), lalu
beliau membaca Al-Qur`an sedang
istrinya itu sedang haid. Salah
seorang dari kami pernah membawa
sajadah ke “ masjid
membentangkannya, padahal dia
lalu
“Jika wanita yang haid tidak khawatir mengotori masjid, bahkan dia
merasa aman [dari mengotori masjid], tidak haram [wanita haid itu
berdiam di dalam masjid], melainkan hanya dimakruhkan saja bagi wanita
haid itu pada saat itu.”
َلى ِّإ ْطالَ ِّق ِّه َما لَ ْم يَ ِّر ْد َد ِّل ْي ُل الت ْق ِّي ْي ِّد ُ َا َ ْل ُم ْطل
َ ق يَ ْج ِّر ْي ع
Al-muthlaqu yajriy ‘ala ithlaaqihi maa lam yarid daliil at-taqyiid
“(Lafazh) mutlak tetap berlaku dalam kemutlakannya selama tidak ada dalil yang
menunjukkan adanya taqyid (pemberian batasan/sifat tertentu).”
(M. Shidqi Al-Burnu, Al-Wajīz fī Ῑdhāh Qawā’id Al-Fiqh Al-Kulliyyah, hlm. 324)
02.
Batasan Area Masjid
Batasan Area Masjid sehingga Ada fiqih
Khusus untuk wanita yang sedang haid
beraktivitas di dalamnya.
BATASAN AREA MASJID
Setelah jelas wanita haid tidak boleh berdiam di masjid, maka pertanyaan
berikutnya adalah, apa batasan (definisi) masjid itu? Masjid adalah tempat yang telah
diwakafkan untuk mendirikan shalat jamaah bagi orang umum.
Yang dimaksud shalat jamaah, terutama adalah shalat jamaah lima waktu dan shalat
Jumat. Namun termasuk juga shalat jamaah sunnah seperti shalat Tarawih dan shalat
Idul Fitri atau Idul adha.
Di Indonesia, jika hanya untuk berjamaah lima waktu tetapi tidak digunakan shalat
Jumat, tempat itu biasanya tidak disebut masjid, tapi disebut musholla, atau nama
yang semisalnya, yaitu langgar (Jawa), surau (Sumatera Barat), atau meunasah
(Aceh).
Sedang istilah masjid atau masjid jami, biasanya digunakan untuk tempat yang
dipakai shalat Jumat. Sebenarnya, semua itu termasuk kategori masjid, menurut
definisi di atas. Karena yang penting tempat itu digunakan shalat berjamaah untuk
orang umum.
BATASAN AREA MASJID
Maka, terhadap musholla, atau langgar, surau, atau meunasah, diberlakukan juga
hukum-hukum untuk masjid, misalnya wanita haid tidak boleh berdiam di dalamnya.
Walaupun tidak dinamakan masjid. Adapun jika sebuah tempat disiapkan untuk
shalat jamaah, tapi hanya untuk orang tertentu (misal penghuni suatu rumah), maka
tempat itu tidak dinamakan masjid, dan tidak diterapkan hukum-hukum masjid
padanya.
Demikian pula jika sebuah tempat hanya digunakan untuk shalat secara sendiri,
bukan untuk shalat jamaah, maka itu juga bukan dinamakan masjid.
Demikian pula jika suatu tempat belum diwakafkan untuk umum, yakni masih
menjadi inventaris kantor atau perusahaan, maka itu juga belum dapat dinamakan
masjid menurut syara’.
Definisi di atas adalah definisi umum, yaitu untuk membedakan masjid dengan
bangunan yang bukan masjid.
Ada definisi khusus, yaitu masjid dalam pengertian tempat-tempat yang digunakan
untuk shalat (mawadhi’ ash-shalat), atau tempat-tempat yang digunakan untuk sujud
(mawdhi’ as-sujud).
BATASAN AREA MASJID
Definisi khusus ini untuk membedakan berlakunya hukum mesjid bagi sebuah
kompleks bangunan masjid yang luas dan terdiri dari beberapa bangunan atau ruang
untuk berbagai keperluan.
Sebab adakalanya sebuah kompleks masjid itu memiliki banyak ruangan, atau
mungkin mempunyai dua lantai, mempunyai kamar khusus untuk penjaga masjid,
mempunyai ruang sidang/rapat, toko, teras, tempat parkir, dan sebagainya.
Bahkan ada masjid yang lantai dasarnya kadang digunakan untuk acara resepsi
pernikahan, pameran, dan sebagainya.
Apakah semua ruangan itu disebut masjid dan berlaku hukum-hukum masjid?
Menurut pemahaman kami, jawabnya tidak. Dalam keadaan ini, berlakulah definisi
khusus masjid, yaitu masjid sebagai mawadhi ash-sholat (tempat-tempat sholat).
Maka dari itu, teras masjid bukanlah masjid, jika teras itu memang tidak digunakan
untuk shalat jamaah. Jika digunakan shalat jamaah, termasuk masjid. Semuanya
bukan masjid jika tidak digunakan untuk shalat jamaah
BATASAN AREA MASJID
Ringkasnya, semua tempat atau ruang yang tidak digunakan shalat jamaah, tidak
dinamakan masjid, meski pun merupakan bagian dari keseluruhan bangunan masjid.
Bagaimana andaikata suatu tempat di masjid (misalkan teras) kadang digunakan
shalat jamaah dan kadang tidak? Jawabannya adalah sebagai berikut.
Yang menjadi patokan adalah apakah suatu tempat itu lebih sering dipakai shalat
jamaah, atau lebih sering tidak dipakai untuk shalat jamaah. Jika lebih sering dipakai
shalat jamaah, maka dihukumi masjid. Jika lebih sering tidak dipakai, maka tidak
dianggap masjid.
Yang demikian itu bertolak dari suatu prinsip bahwa hukum syara’ itu didasarkan
pada dugaan kuat (ghalabatuzh zhann). Dan dugaan kuat itu dapat disimpulkan dari
kenyataan yang lebih banyak/dominan (aghlabiyah).
Ini sebagaimana metode para fuqaha ketika menetapkan pensyariatan Musaqah
(akad menyirami pohon) —bukan Muzara’ah (akad bagi hasil pertanian)— di tanah
Khaybar.
BATASAN AREA MASJID
Mengapa? Karena tanah di Khaybar (sekitar 50 km sebelah utara Madinah) pada
masa Nabi SAW sebagian besarnya adalah tanah-tanah yang berpohon kurma.
Sedang di sela-sela pohon kurma itu, yang luasnya lebih sedikit, ada tanah-tanah
kosong yang bisa ditanami jewawut atau gandum.
Wallāhu a’lam
KH. M. SHIDDIQ AL JAWI, S.Si, MSI
FOUNDER INSTITUT MUAMALAH INDONESIA